Interaksi Obat, Gizi Penderita DM
-
Upload
izzuddiensobri -
Category
Documents
-
view
443 -
download
14
Transcript of Interaksi Obat, Gizi Penderita DM
MAKALAH MATA KULIAH
PATOLOGI MANUSIA LANJUT
KAITAN DIABETES MELLITUS DENGAN MASALAH GIZI,INTERAKSI OBAT DAN ZAT GIZI PENDERITA
Dosen Pembimbing:dr. Supartuti M.Kes
Disusun oleh: Kelompok 21. Friawati Pangtyanini (P07131112063)2. Frieda Rosita Majid (P07131112064)3. Hafni Rahmawati (P07131112065)4. Harfi Gatra Wicaksono (P07131112066)5. Her Kurniawati (P07131112068)6. Intan Dwi Pamungkas (P07131112069)7. Irda Novia Rahmawati (P07131112070)8. Iva Sariningsih (P07131112071)9. Izzuddien Sobri (P07131112072)10. Kukuh Probo Sukmawati (P07131112073)11. Mardina Aulia Putri (P07131112074)12. Meita Dewi Astuti (P07131112075)13. Meri Levina Daniriyanti (P07131112076)14. Debora Yusuf (P07131112049)
Jurusan GiziPoliteknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Yogyakarta2013/2014
A. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat yang merupakan
salah satu unsur zat gizi makro. Gangguan metabolisme ini juga menyebabkan gangguan
metabolisme zat gizi lain yaitu protein, lemak, vitamin, dan mineral yang mana proses
metabolisme tubuh itu saling berinteraksi antar semua unsur zat gizi. Oleh karena itu, DM
adalah merupakan salah satu dari “Nutrition Related Disease” dimana gangguan salah satu
metabolisme zat gizi dapat menimbulkan penyakit.
B. Hubungan Diabetes dengan Hipoglikemia
DM merupakan gangguan metabolisme karbohidrat karena jumlah insulin yang
kurang, atau bisa juga karena kerja insulin yang tidak optimal. Insulin merupakan hormon
yang dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan kadar gula
darah yang tepat. Insulin membuat gula berpindah ke dalam sel sehingga menghasilkan
energi, atau disimpan sebagai cadangan energi.
Peningkatan kadar gula darah setelah makan atau minum akan merangsang pankreas
menghasilkan insulin, sehingga mencegah kenaikan kadar gula darah yang lebih lanjut dan
menyebabkan kadar gula darah menurun secara perlahan. Pada saat melakukan aktivitas fisik,
kadar gula darah juga bisa menurun karena otot menggunakan glukosa untuk energi.
Pada penderita DM, kerja insulin yang tidak optimal menyebabkan gangguan
metabolisme karbohidrat. Akibatnya gula tidak bisa diubah menjadi glukogen. Gula juga
akan melalui ginjal, sehingga urinenya mengandung glukose. Ini yang sering disebut orang
sebagai kencing manis.
Sindrom hipoglikemia ditandai dengan gejala klinis penderita merasa pusing, lemas,
gemetar, pandangan berkunang-kunang, pitam (pandangan menjadi gelap), keluar keringat
dingin, detak jantung meningkat, sampai hilang kesadaran. Apabila tidak segera ditolong
dapat terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Pada hipoglikemia, kadar glukosa plasma penderita kurang dari 50 mg/dl, walaupun
ada orang-orang tertentu yang sudah menunjukkan gejala hipoglikemia pada kadar glukosa
plasma di atas 50 mg/dl. Kadar glukosa darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak
tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak dapat berfungsi bahkan dapat rusak.
Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita diabetes tipe 1, yang dapat dialami
1 – 2 kali perminggu. Dari hasil survei yang pernah dilakukan di Inggris diperkirakan 2 – 4%
kematian pada penderita diabetes tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia. Pada
penderita diabetes tipe 2, serangan hipoglikemia lebih jarang terjadi, meskipun penderita
tersebut mendapat terapi insulin. Serangan hipoglikemia pada penderita diabetes umumnya
terjadi apabila penderita:
1. Lupa atau sengaja meninggalkan makan (pagi, siang atau malam)
2. Makan terlalu sedikit, lebih sedikit dari yang disarankan oleh dokter atau ahli gizi
3. Berolah raga terlalu berat
4. Mengkonsumsi obat antidiabetes dalam dosis lebih besar dari pada seharusnya
5. Minum alkohol
6. Stress
7. Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat meningkatkan risiko hipoglikemia
Disamping penyebab di atas pada penderita DM perlu diperhatikan apabila penderita
mengalami hipoglikemik, kemungkinan penyebabnya adalah:
1. Dosis insulin yang berlebihan
2. Saat pemberian yang tidak tepat
3. Penggunaan glukosa yang berlebihan misalnya olahraga anaerobic berlebihan
C. Hubungan Diabetes dengan Serangan Jantung dan Stroke
Orang yang menderita diabetes memiliki risiko dua kali lebih besar terkena serangan
jantung dan stroke daripada orang-orang yang tidak menderita diabetes. Selain diabetes itu
sendiri yang menjadi faktor risiko akan serangan jantung dan stroke, ada faktor-faktor risiko
lainnya yang membuat orang-orang penderita diabetes harus sadar untuk mengurangi faktor
risiko akan serangan jantung dan stroke. Hal ini juga termasuk obesitas sentral.
Penelitian yang dilakukan oleh America Hearth Association telah mengindikasi
bahwa orang-orang yang mengalami obesitas berisiko terkena serangan jantung, karena
kelebihan berat badan di sekitar pinggang meningkatkan risiko tersebut. Hal ini diyakini
karena faktanya bahwa lemak perut meningkatkan kolesterol jahat melebihi lemak apapun di
daerah lain dari tubuh.
Berbicara tentang kolesterol, orang-orang dengan diabetes harus dengan ekstra hati-
hati mengawasi kadar kolesterolnya, karena vesel darah telah melemah oleh glukosa yang
berlebihan di tingkat darah, penderita diabetes harus sangat berhati-hati dengan tingkat
kolesterol di arteri yang dapat memblok lebih mudah daripada orang yang tidak menderita
diabetes. Pengawasan kolesterol menjadi penting bagi siapa saja, namun lebih penting bagi
penderita diabetes.
Hipertensi juga merupakan suatu kondisi yang berbahaya untuk penderita diabetes
dan dapat menyebabkan juga serangan jantung dan stroke. Vesel darah yang rusak
bekerja keras untuk memompa darah dari jantung ke seluruh tubuh Anda yang dapat
menyebabkan kerusakan jantung, stroke, bahkan masalah mata. Jelasnya, penderita diabetes
tidak hanya harus ekstra hati-hati dalam mengawasi penyakit, tetapi juga harus hati-hati
dengan kompilkasi yang dapat muncul karena diabetes. Meskipun penting bagi semua orang
untuk memeriksa tekanan darah, kolesterol dan menjaga berat ideal tubuh, hal – hal ini lebih
penting lagi bagi penderita diabetes.
Diabetes tipe II sudah mencapai proporsi epidemi di Amerika Serikat. Penyakit
tersebut tidak harus menjadi pembunuh. Orang-orang yang mengikuti aturan, belajar
mencari tahu tentang penyakit ini dan mengikuti aturan dokter, memiliki kesempatan bagus
untuk mengurangi resiko dengan banyak komplikasi yang terkait dengan penyakit ini.
Meskipun ada hubungannya antara diabetes, serangan jantung dan stroke, bagi
penderita yang menjaga kesehatan dapat terhindar oleh kondisi-kondisi seperti ini.
Terapi Gizi Medis
Tujuan umum terapi gizi adalah membantu orang dengan diabetes memperbaiki
kebiasaan dan olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, dan
beberapa tujuan khusus yaitu :
a. Mempertahankan kadar Glukosa darah mendekati normal dengan keseimbangan
asupan makanan dengan insulin (endogen atau eksogen) atau obat hipoglikemik
oral dan tingkat aktufitas.
b. Mencapai kadar serum lipid yang optimal.
c. Memberikan energi yang cukup untuk mencapai atau mempertahankan berat
badan yang memadai orang dewasa, mencapai pertumbuhan dan perkembangan
yang normal pada anak dan remaja, untuk meningkatkan kebutuhan metabolik
selama kehamilan dan laktasi penyembuhan dari penyakit katabolik.
d. Berat badan memadai diartikan sebagai berat badan yang dianggap dapat dicapai
dan dipertahankan baik jangka pendek maupun jangka panjang oleh orang dengan
diabetes itu sendiri maupun oleh petugas kesehatah. Ini mungkin tidak sama
dengan yang biasanya didefinisikan sebagai berat badan idaman.
e. Menghindari dan menangan komplikasi akut orang dengan diabetes yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia, penyakit-penyakit jangka pendek,
masalah yang berhubungan dengan kelainan jasmani dan komplikasi kronik
diabetes seperti : penyakit ginjal, neuroati automik, hipertensi dan penyakit
jantung.
f. Meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal.
D. Langkah-Langkah Terapi Gizi Medis
1. Pengkajian
Pengkajian gizi pasien termasuk data klinis seperti hasil pemantauan sendiri kadar
glukosa darah, kadar lemak darah (kolesterol total, LDL, HDL, dan trigliserida) dan
hemoglobin glikat. Pengkajian gizi juga digunakan untuk mengetahui apa yang mampu
dilakukan oleh pasien dan kesediaan untuk melakukannya. Aspek budaya, etnik, dan
keuangan perlu dipertimbangkan untuk mendapatkan kepatuhan pasien yang tinggi.
Informasi yang dikumpulkan oleh tim diabetes perlu dicatat pada dokumen medik
sehingga perencanaan penanganan diabetes secara menyeluruh dapat dikembangkan dan
semua anggota tim dapat membantu pasien.
Pengkajian dapat dilakukan melalui wawancara atau dengan penggunaan kuesioner.
Dietisien yang bekerja di ruang perawatan dapat menggunakan kuesioner yang sederhana.
Pengkajian hendaknya mampu mengidentifikasi masalah gizi dan miskonsepsi yang ada.
2. Menentukan Tujuan yang akan Dicapai
Hasil dari pengkajian gizi diperlukan untuk menentukan tujuan yang akan dicapai.
Pasien hendaknya diminta untuk mengidentifikasi apa yang diperlukan dalam
penatalaksanaan diabetes secara keseluruhan. Tujuan yang ditetapkan hendaknya
membantu orang dengan diabetes membuat perubahan yang positip dalam kebiasaan
makan dan latihan jasmani yang akan menghasilkan antara lain perbaikan kadar glukosa
darah dan kadar lemak darah serta memperbaiki asupan gizi.
3. Intervensi Gizi
Informasi yang didapatkan dari pengkajian gizi dan tujuan yang akan dicapai
menentukan dasar intervensi gizi. Dietisien perlu mempertimbangkan berapa banyak
informasi yang perlu diberikan, kemampuan baca dan tulis pasien dan jenis alat peraga
yang diperlukan (handout, video, audiotape, flip chart, food models). Intervensi gizi
ditujukan untuk memberikan informasi praktis pada pasien yang dapat diterapkan pada
kehidupan sehari-hari.
Intervensi gizi melibatkan 2 tahap pemberian informasi :
a. Intervensi Gizi Dasar
Tahap ini memberikan gambaran tentang gizi, kebutuhan zat gizi, petunjuk
penatalaksanaan gizi pada diabetes, informasi survival skill yang dianggap perlu
untuk pasien (membaca label, penatalaksanaan pada saat sakit)
b. Intervensi Gizi Lanjutan
Tahap ini melibatkan penggunaan suatu pendekatan perencanaan makan yang
lebih mendalam seperti menu, penghitungan kalori, penghitungan lemak, daftar
bahan penukar, dan lain-lain.
c. Evaluasi
Evaluasi adalah bagian yang sangat penting pada proses terapi gizi medis.
Dietisien dank lien bersama-sama menetapkan hasil intervensi. Pada tahap terapi
ini, pemecahan masalah mungkin penting untuk membantu pasien menetapkan
tujuan baru untuk intervensi gizi lebih lanjut. Pemantauan keadaan glukosa darah
dan hemoglobin glikat (AIC). Lipid, tekanan darah dan fungsi ginjal peting untuk
mengevaluasi hasil yang berhubungan dengan gizi.
Untuk individu, konsisiten dalam hal pola makan penting oleh karena pola makan
yang konsisten menghasilkan AIC yang lebih rendah daripada pola makan yang
serampangan. Tindaklanjut untuk anak-anak dianjurkan dilakukan setiap 3-6
bulan sedangkan pada orang dewasa setiap 6 sampai 12 bulan.
E. Terapi Gizi pada DM
1. Terapi Gizi pada DM Tipe 1
Perlu ditetapkan perencanaan makan yang berdasarkan asupan makan sehari-hari
individu dan digunakan sebagai dasar untuk mengintegrasikan terapi insulin dengan pola
makan dan latihan jasmani yang biasanya dilakukan. Individu yang menggunakan terapi
insulin dianjurkan makan pada waktu yang konsisten dan sinkron dengan waktu kerja
insulin yang digunakan. Selanjutnya individu perlu memantau kadar glukosa darah sesuai
dosis insulin dan jumlah makanan yang biasa dimakan.
2. Terapi Gizi Pada DM Tipe 2
Penekanan tujuan terapi gizi medis pada diabetes tipe 2 hendaknya pada pengendalian
glukosa, lipid, dan hipertensi. Penurunan berat badan dan diet hipokalori (pada pasien
yang gemuk) biasanya memperbaiki kadar glikemik jangka pendek dan mempunyai
potensi meningkatkan control metabolik jangka lama. Diet dengan kalori sangat rendah,
pada umumnya tidak efektif untuk mencapai penurunan berat jangka lama, dalam hal ini
perlu ditekankan bahwa tujuan diet adalah pada pengendalian glukosa dan lipid. Namun
demikian pada sebagian individu penurunan berat badan dapat juga dicapai dan
dipertahankan.
Perencanaan makan hendaknya dengan kandungan zat gizi yang cukup dan disertai
pengurangan total lemak terutama lemak jenuh. Pengaturan porsi makanan sedemikian
rupa sehingga asupan zat gizi tersebar sepanjang hari. Penurunan berat badan ringan atau
sedang (5-10kg) sudah terbukti dapat meningkatkan control diabetes, walaupun berat
badan idaman tidak dicapai. Penurunan berat badan dapat diusahakan dicapai dengan baik
dengan penurunan asupan energi yang moderat dan peningkatan pengeluaran energi.
Dianjurkan pembatasan kalori sedang yaitu 250-500 kkal lebih rendah dari asupan rata-
rata sehari.
Terapi diet adalah penatalaksanaan gizi paling penting pada penderita DM. Berikut
ini adalah jumlah zat gizi yang dianjurkan bagi penderita DM
1. Protein 10-20% energi
2. Karbohidrat 45-65 % energi
3. Lemak jenuh <7% asupan energi sehari, sedangkan kolesterol <300 mg per hari
4. Serat, 25-35 gr per hari
5. Sukrosa
Bukti ilmiah menunjukkan bahwa penggunaan sukrosa sebagai bagian dari
perencanaan makan tidak memperburuk control glukossa darah pada individu
dengan diabetes tipe 1 dan 2. Sukrosa dan makanan yang mengandung sukrosa
harus diperhitungkan sebagai pengganti karbohidrat makanan lain dan tidak hanya
dengan menambahkannya pada perencanaan makan. Dalam melakukan subtitusi
ini kandungan zat gizi dari makanan-makanan manis yang pekat dan kandugan zat
gizi lain dari makanan yang mengandung sukrosa harus dipertimbangkan, seperti
lemak yang sering ada bersama sukrosa dalam makanan. Mengkonsumsi makanan
yang bervariasi memberikan lebih banyak zat gizi dari pada makanan dengan
sukrosa sebagai satu-satunya zat gizi.
6. Pemanis
Fluktosa menaikkan glukosa plasma lebih kecil daripada sukrosa dan
kebanyakan karbohidrat jenis tepung-tepungan. Dalam hal ini fruktosa dapat
memberikan keuntungan sebagai bahan pemanis pada diet diabetes. Namun
demikian, karena pengaruh dalam jumlah besar (20% energy) potensial merugikan
pada kolesterol dan LDL, fruktosa tidak seluruhnya menguntungkan sebagai
bahan pemanis untuk orang dengan diabetes. Penderita disiplemia hendaknya
menghindari mengkonsumsi fruktosa dalam jumlah besar, namun tidak ada alas an
untuk menghindari makanan seperti buah-buahan dan sayuran yang mengandung
fruktosa alami maupun konsumsi sejumlah sedang makanan yang mengandung
pemanis fruktosa.
Sorbitol, manitoldan xylitol adalah gula alcohol biasa (polyols) yang
menghasilkan respon glikemik lebih rendah daripada sukrosa dan karbohidrat lain.
Penggunaan pemanis tersebut secara berlebihan dapat mempunyai pengaruh
laksatif. Sakarin, aspartame, acesulfame k adalah pemanis tak bergizi yang dapat
diterima sebagai pemanis pada semua penderita DM.
7. Serat
Rekomendasi asupan serat untuk orang dengan diabetes sama dengan untuk
orang yang tidak diabetes yaitu dianjurkan mengkonsumsi 20-35 gr serat makanan
dari berbagai sumber bahan makanan. Di Indonesia anjurannya adalah kira-kira 25
gr/1000 kalori/ hari dengan mengutamakan serat larut.
8. Natrium
Anjuran asupan untuk orang dengan diabetes sama dengan penduduk biasa
yaitu tidak lebih dari 3000 mgr, sedangkan bagi yang menderita hipertensi ringan
sampai sedang, dianjurkan 2400 mgr natrium perhari.
9. Alkohol
Anjuran penggunaan alkohol untuk orang dengan diabetes sama dengan
masyarakat umum. Dalam keadaan normal, kadar glukosa darah tidak terpengaruh
oleh penggunaan alkohol dalam jumlah sedang apabila diabetes terkendali dengan
baik. Alkohol dapat meningkatkan resiko hipoglikemia pada mereka yang
menggunakan insulin atau sulfonylurea. Karena itu sebaiknya hanya diminum
pada saat makan. Bagi orang dengan diabetes yang mempunyai masalah kesehatan
lain seperti pancreatitis, dislipidemia, atau neuropati mungkin perlu anjuran untuk
mengurangi atau menghindari alkohol. Asupan kalori dari alkohol diperhitungkan
sebagai bagian dari asupan kalori total dan sebagai penukar lemak (1 minuman
alcohol sama dengan 2 penukar lemak).
10. Mikronutrien : Vitamin dan Mineral
Apabila asupan gizi cukup, biasanya tidak perlu menambah suplementasi
vitamin dan mineral. Walaupun ada alas an teoritis untuk memberikan suplemen
anti oksidan, pada saat ini, hanya sedikit bukti yang menunjang bahwa terapi
tersebut menguntungkan. Pemberian kromium menguntungkan pengendalian
glikemik bagi mereka yang kekurangan kromium sebagai akibat nutrisi parenteral.
Kebanyakan orang dengan diabetes agaknya tidak kekurangan kromium oleh
karena itu suplementasi kromium tidak bermanfaat. Walaupun kekurangan
magnesium dapat berperan pada resistansi insulin, intoleransi karbohidrat dan
hipertensi, data yang ada menyarankan bahwa evaluasi rutin kadar magnesium
serum dianjurkan pada pasien yang mempunyai resiko tinggi untuk menderita
devisiensi magnesium.
Suplementasi kalium mungkin diperrlukan bagi pasien yang kehilangan
kalium kerena menggunakan diuretik. Hiperkalimea dapat terjadi pada pasien
dengan insufiensi ginjal atau hipoaldosteronisme hiporeninemik atau pasien rawat
inap yang minum angiotensin converting enzyim inhibitor, dalam hal ini dapat
dilakukan pembatasan kalium dalam diet pasien.
F. Interaksi Obat
Macam penggunaan obat digunakan untuk penderita yang mengalami hipoglikemik
dengan pemberian secara oral atau dengan suntikan. Dan jenis obat yang diberikan obat
hipoglikemik oral (OHO)
Obat hipoglikemik oral dibagi menjadi beberapa golongan yaitu : (1) obat yang
meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan
glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin) (2) sensitizer insulin (obat-obat yang
meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan
biguanida dan tiazolidindion yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara
lebih efektif (3) inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor alfa glukosidase yang
bekerja menghambat absorbsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia post prandial.
Sulfonilurea adalah turunan sulfanilamid tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri.
Golongan ini bekerja merangsang sekresi insulin di pankreas sehingga hanya efektif bila
sel -pankreas masih dapat berproduksi. Golongan sulfonilurea dibagi 2, yaitu generasi I
(asetoheksaid, klorpropamid, tolazamid, tolbutaid) dan generasi II (glipizid, gliburid,
glimepirid). Indikasi : diabetes mellitus tipe II.
Metformin yang termasuk golongan binguanida, tidak mempengaruhi pelepasan
insulin tetapi meningkatkan respon tubuh terhadap insulinnya sendiri. Akarbos bekerja
dengan cara menunda penyerapan glukosa di dalam usus. Obat hipoglikemik per-oral
biasanya diberikan pada penderita diabetes tipe II jika diet dan oleh raga gagal menurunkan
kadar gula darah secara adekuat. Obat ini kadang bisa diberikan hanya satu kali (pagi hari),
meskipun beberapa penderita memerlukan 2-3 kali pemberian. Jika obat hipoglikemik per-
oral tidak dapat mengontrol kadar gula darah dengan baik, mungkin perlu diberikan suntikan
insulin.
Berdasarkan mekanisme kerjanya obat hipoglikemik digolongkan dalam obat hipoglikemik
dengan mekanisme kerja sebagai berikut:
1. Melalui traktus gastrointestinal seperti pengunaan obat guargum (galakto manar),
alpa glukosidase inhibitor (acanbose, miglitol), biguanides (metformin,
phenformin), dan amilin analogue. Obat bekerja dengan cara memperlambat proses
pencernaan kabohidrat menjadi glukosa sehingga kadar glukosa darah setelah
makan tidak meningkat sekaligus.
2. Merangsang sekresi insulin seperti pada penggunaan obat sulfonilarca (generasi-3:
glimepinde), linoglinde, midaglizole, chloroquine, M-16209, C5-045, repaglinide,
GLP-1, dan beberapa lainya lagi. Obat golongan ini merangsang pengeluaran
insulin dari pankreas tidak hanya sewwaktu kadar glukosa darah naik setelah
makan tetapi terjadi sepanjang waktu dalam masa kerjanya. Itulah sebabnya obat
golongan ini tidak diberikan malam hari karena ditakutkan terjadi hiperglikimia
sewaktu tidur.
3. Menekan produksi glukosa hepar, seperti penggunaan obat pada
proinsulinglukagon inhibitor (somatostatin), gluco neogesis inhibitor (hydrosine,
dicloro asetase, metformin) C5-045 dan methilpalmoxirate.
4. Meningkatkan ambilan glukosa yang bergantung insulin pada sel perifer seperti
pada pengguna obat sulfonilurea.
5. Meningkatkan ambilan glukosa tanpa bergantung pada insulin seperti pada
penggunaan obat penghambat oksidase asam lemak.
Terapi farmakologis diberikan bersama pengaturan makan dan latihan jasmani (gaya hidup
sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat dan bentuk suntikan.
1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan :
a. Pemicu sekresi insulin : sulfonylurea dan glinid
b. Peningkat sensivitas terhadap insulin : metformin dan tiazolidindion
c. Penghambat glukoneogenesis : metformin
d. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa
e. dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4) inhibitor
2. Suntikan
a. Insulin
b. Agonis GLB-1/incretin mimetic
Interaksi obat anti diabetes oral (ADO)
1. Sulfonilurea vs akarbose è meningkatkan efek hipoglikemi
Sulfonilurea merangsang sel beta untuk melepaskan insulin yang selanjutnya akan
merubah glukosa menjadi glikogen.
Dengan adanya akarbose akan memperlambat absorbsi & penguraian disakarida
menjadi monosakarida à insulin >> daripada glukosa à hipoglikema meningkat.
2. ADO vs Diuretik Tiazid è meningkatkan kadar gula darah berdasarkan
penghambatan pelepasan insulin oleh pankreas.
3. ADO vs Ca channel bloker è hiperglikemia menginhibisi sekresi insulin dan
menghambat sekresi glukagon, terjadi perubahan ambilan glukosa dari hati dan sel-sel
lain, kadar glukosa dalam darah meningkat mengikuti pengeluaran katekolamin
sesudah terjadinya vasodilatasi, dan perubahan metabolisme pada glukosa.
4. Sulfonilurea vs Klofibrate è efek sulfonilurea meningkat dengan adanya klofibrate.
berdasarkan pemindahan sulfonilurea dari ikatan protein plasma, perubahan ekskresi
ginjal dan penurunan resistensi insulin.
5. Antidiabetika vs Sulfonamida è peningkatan efek hipoglikemia.
Sulfonamida dapat menggantikan posisi dari sulfonilurea dalam hal pengikatan pada
protein dan plasma sehingga sulfonilurea dalam darah meningkat.
SUMBER PUSTAKA
1. Soegondo (1995). Penatalaksanaan Diabetes mellitus Terpadu. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
2. Soewondo, Pradana. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus
Tipa 2 diIndonesia. Jakarta : Perkeni.
3. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/106/jtptunimus-gdl-liacamelia-5266-3-bab2.pdf
4. http://xa.yimg.com/kq/groups/19769740/461551362/name/gabungan.ppt