INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK...

7
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Oleh : Benny Rachman Amar K. Zakaria Sri Suharyono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

Transcript of INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK...

Page 1: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

LAPORAN AKHIRPENELITIAN TA 2012

INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAANUNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASIUNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN

LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Oleh :Benny RachmanAmar K. ZakariaSri Suharyono

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN2012

Page 2: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

iii

RINGKASAN EKSEKUTIF

PENDAHULUAN

Latar Belakang

1. Dalam upaya menjaga eksistensi dan kapasitas produksi pertanian, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. PP tersebut merupakan amanat Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B). Ketentuan perlindungan lahan pertanian pangan dimaksudkan agar bidang-bidang lahan tertentu hanya boleh digunakan untuk aktivitas pertanian pangan yang sesuai.

2. Untuk menunjang implementasi PLP2B perlu dukungan yang konkrit dan operasional berupa : (1) Rencana Tata Ruang Daerah (RTRD), dan (2) insentif ekonomi dan aspek kelembagaan yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Daerah. Pentingnya insentif ekonomi dan aspek kelembagaan untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang PLP2B, maka perlu dikaji dan diformulasikan secara seksama bentuk insentif ekonomi yang operasional dan aspek kelembagaan penunjang yang dipandang efektif.

Tujuan Penelitian

3. Penelitian ini bertujuan : (1) Me-review kebijakan dan implementasi Undang-Undang PLP2B serta faktor-faktor yang mempengaruhinya; (2) Mengkaji instrument/insentif ekonomi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan Undang-Undang PLP2B; dan (3) Mengkaji kelembagaan yang kondusif untuk mengimplementasikan Undang-Undang PLP2B.

Metodologi

4. Lokasi penelitian dilakukan di 3 (tiga) propinsi yaitu, Jawa Barat, Banten, dan Nusa Tenggara Barat. Untuk setiap provinsi dipilih 2 (dua) kabupaten, setiap kabupaten dipilih 1 (satu) kecamatan, dan setiap kecamatan dipilih 1 (satu) desa. Responden penelitian meliputi Institusi Pemerintah Pusat (BPS, BPN, Ditjen PSP, Ditjen Tanaman Pangan), Institusi Daerah (Bappeda, Dinas Pertanian), dan petani/kelompok tani. Responden petani terdiri dari petani tanaman pangan, khususnya padi yang lahannya termasuk dalam PLP2B. Pendekatan analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif-kualitatif.

Page 3: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

iv

HASIL PENELITIAN

PLP2B dan Insentif Ekonomi

5. Implementasi PLP2B sangat tergantung dari dukungan dan partisipasi

masyarakat. Kegiatan sosialisasi program merupakan langkah awal yang kritikal dalam Pelaksanaan PLP2B. Di enam wilayah kabupaten, sosialisasi program PLP2B terkesan belum optimal dilakukan, sebagaimana terlihat dari rendahnya persentase petani di Jawa Barat yang telah mengetahui adanya program PLP2B, yaitu 22 persen (Majalengka) hingga 40 persen (Tasikmalaya), di Banten berkisar 20 persen (Serang) hingga 35 persen (Pandeglang), sementara di NTB seluruh responden kajian (100%) telah mendapatkan sosialisasi mengenai PLP2B.

6. Secara agregat di Jawa Barat, sumber informasi tentang program PLP2B berasal dari Dinas Pertanian/PPL (62,5%) dan Ketua/Pengurus Kelompok tani (37,5%), di Banten sumber informasi PLP2B diperoleh dari Dinas/PPL (60%) dan Ketua/Pengurus Kelompok tani (40%). Sementara itu, di NTB sumber informasi program PLP2B diperoleh dari PPL (70,4%), ketua kelompok tani (22,4%), dan lainnya (7,2%). Meskipun UU-PLP2B telah diterbitkan tahun 2009, namun empat Peraturan Pemerintah (PP) yang melengkapinya, sekaligus sebagai petunjuk pelaksanaan UU tersebut baru terselesaikan satu PP pada akhir tahun 2011, dan tiga PP awal tahun 2012. Dengan demikian, sosialisasi PLP2B baru efektif dilakukan pada awal tahun 2012. Petani yang telah mendapatkan sosialisasi PLP2B, umumnya memberikan tanggapan yang seirama dengan arah kebijakan pemerintah, seperti tercermin dari respon petani yang setuju (100%) diimplementasikannya program PLP2B dengan mengalokasikan seluruh lahannya dalam program PLP2B.

7. Insentif pada hakekatnya merupakan bentuk dorongan spesifik atau rangsangan, umumnya berasal dari institusi pemerintah, yang dirancang dan diimplementasikan untuk mempengaruhi atau memotivasi masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, untuk bertindak atau mengadopsi teknik dan metode baru yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja. Pemberian insentif PLP2B bertujuan untuk: (1) mendorong perwujudan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B); (2) Meningkatkan upaya pengendalian alih fungsi LP2B; (3) Meningkatkan pemberdayaan, pendapatan, dan kesejahteraan bagi petani; (4) Memberikan kepastian hak atas tanah bagi petani; dan (5) Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan, pengembangan, dan PLP2B sesuai dengan tata ruang

8. Pilihan insentif ekonomi yang ditawarkan pemerintah kepada petani meliputi: (1) infrastruktur pertanian; (2) bantuan saprodi; (3) bantuan alsintan; (4) keringanan Pajak/PBB; (5) penerbitan sertifikat; dan (6) jaminan harga output. Persepsi petani di lokasi kajian cenderung mengacu pada jenis insentif bantuan

Page 4: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

v

saprodi, jaminan harga output, dan perbaikan infrastruktur pertanian (jaringan irigasi, jalan usahatani) dengan persentase berkisar 87-100 persen. Pilihan insentif berikutnya adalah penerbitan sertifikat (56-82%), keringanan PBB (48-73%), dan bantuan alsintan (30-62%).

9. Dirinci menurut provinsi dan kabupaten terlihat bahwa persepsi petani terhadap pilihan insentif ekonomi relatif bervariasi, khususnya bantuan alsintan, dan penerbitan sertifikat. Untuk kasus kabupaten Majalengka dan Tasikmalaya persepsi terhadap insentif bantuan alsintan terkesan rendah, yaitu 23 persen (Majelengka) hingga 36 persen (Tasikmalaya). Hal yang sama di Lombok Tengah dan Lombok Timur masing-masing tercatat 44 persen dan 32 persen. Berbeda halnya di kabupaten Serang dan pandeglang, kebutuhan petani terhadap alsintan sangat tinggi, seperti terlihat dari persepsi petani terhadap bantuan alsintan (traktor) yang mencapai 100 persen. Tingginya persentase persepsi petani terhadap bantuan alsintan tersebut dikarenakan terbatasnya jumlah traktor dan jadwal tanam serentak, dan hal ini mencerminkan rendahnya rasio ketersediaan alat pengolahan tanah/traktor terhadap lahan sawah yang tersedia.

Aspek Kelembagaan PLP2B : Status RTRW/D, Pengelolaan PLP2B, dan

Keterpaduan Kebijakan

10. Percepatan penetapan Peraturan daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota merupakan hal yang sangat penting, salah satunya karena RTRW berfungsi sebagai alat untuk mendorong percepatan investasi di Kabupaten/Kota. Instrumen-instrumen tata ruang (RTRW) sejak awal harus sudah disusun dan ditetapkan supaya terdapat landasan bagi berbagai kegiatan pembangunan, mulai dari penyusunan program, pengadaan lahan, desain sampai konstruksi dan pemanfaatan ruang sendiri. Hal ini penting untuk melindungi kepentingan masyarakat melalui peraturan yang ada. RTRW merupakan embrio pembangunan, sekaligus cerminan kebutuhan masyarakat yang disusun berbasis kewenangan, sehingga kebijakan pembangunan yang menjadi kewenangan kabupaten diharapkan bisa dituangkan dengan baik dan diselaraskan dengan kewenangan nasional dan provinsi.

11. Pemerintah Provinsi telah menerbitkan Perda RTRW/D, namun implementasi percepatan pelaksanaan UU-PLP2B masih terkesan lambat. Hasil rekapitulasi status Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi per April 2012 terungkap bahwa dari total 33 provinsi, hanya 11 provinsi yang sudah menetapkan Perda RTRW, sisanya (22 provinsi) masih dalam proses pembahasan. Lambatnya penetapan Perda RTRW Provinsi berpengaruh pula terhadap proses penetapan RTRW/D kabupaten/kota. Dari total 99 kota, tercatat hanya 33 kota yang sudah menetapkan Perda RTRW/D, sedangkan

Page 5: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

vi

untuk wilayah kabupaten tercatat hanya 96 kabupaten yang telah menetapkan Perda RTRW/D, atau masih tersisa 303 RTRW kabupaten yang belum terselesaikan. Mengingat Perda RTRW/D merupakan arahan kebijakan operasional di lapangan, maka lambatnya penyelesaian Perda tersebut akan menyebabkan tidak optimalnya, atau terhambatnya pelaksanaan kegiatan PLP2B.

12. Setidaknya terdapat tiga aspek mendasar yang menjadi alasan mengapa peraturan pengendalian konversi lahan sulit terlaksana yaitu: (1) aspek koordinasi kebijakan, (2) aspek pelaksanaan kebijakan, dan (3) aspek konsistensi perencanaan.

Koordinasi kebijakan, di satu sisi pemerintah melarang terjadinya alih fungsi lahan pertanian, namun di sisi lain justru mendorong terjadinya alih fungsi tersebut melalui kebijakan pertumbuhan industri dan sektor non pertanian lainnya yang menggunakan lahan pertanian.

Pelaksanaan kebijakan, peraturan perundangan tersebut menyebutkan sangsi hanya dikenakan kepada perusahaan atau badan hukum, sedangkan individu yang mengalihkan fungsi lahan pertanian belum tersentuh dan diperkirakan sangat luas.

Konsistensi perencanaan

13. Penyebab tidak terintegrasinya kebijakan tentang lahan pertanian antara lain produk-produk hukum lingkup pertanian dalam arti luas belum memberikan kejelasan yang memuaskan. Belum ada ketegasan tentang siapa yang berwenang menetapkan, siapa yang mengawasi, dan siapa yang berhak memberi sanksi jika lahan pertanian dialihkan ke penggunaan lain. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah perlu segera menetapkan kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda) yang konsisten dan tegas tentang lahan pertanian pangan berkelanjutan, sekaligus mampu mengintegrasikan kebijakan mulai dari pusat sampai ke daerah.

, RTRW/D yang kemudian dilanjutkan dengan mekanisme pemberian ijin lokasi merupakan instrumen utama dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Namun, banyak RTRW/D yang justru merencanakan konversi lahan pertanian ke non pertanian.

14. Tata ruang di Indonesia masih merupakan masalah besar yang hingga saat ini belum terselesaikan. Melalui Keppres No.75/1993 dibentuk Badan Koordinasi Penataan Tata Ruang Nasional (BKPRN). Selanjutnya, untuk tahun 2012, BKPRN melalui 4 (empat) Pokja bertugas untuk menyelesaikan berbagai isu strategis, yaitu: Peraturan Pemerintah, Raperpres Kawasan Strategis Nasional dan Pulau, Perda RTRW dan Rencana Detai Tata Ruang (RDTR), serta rekomendasi penanganan konflik. Terkait proses percepatan penetapan Perda RTRW dan keterpaduan antar institusi terkait perlu segera disusun mekanisme pembahasan RDTR dengan BKPRN. Selain itu, diperlukan penguatan posisi Sekretariat BKPRN

Page 6: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

vii

yang berkedudukan di Bappenas agar proses administrasi dari Pemda ke BKPRN dapat berjalan dengan lebih lancar.

15. Penguasaan lahan yang sempit, terutama pada petani di lahan sawah, perlu dikonsolodisaikan sehingga usaha pertanian memenuhi skala minimum secara ekonomi. Konsolidasi dapat berupa konsolidasi lahan maupun usaha. Untuk menjamin usahatani yang berkelanjutan yang efisien dan ekonomis sekaligus mengurangi terjadinya fragmentasi lahan dan alih fungsi lahan diperlukan kelembagaan pengelolaan lahan usahatani. Kelembagaan pengelolaan lahan usahatani (consolidated Farming) adalah suatu usaha pengelolaan lahan sawah dalam satu luasan tertentu, yang dikelola oleh beberapa orang sebagai Pengelola sehingga secara teknis dapat memenuhi skala usaha yang dapat memberikan marjin tertentu bagi pengelola, dan para petani lainnya sebagai pemilik lahan dapat bekerja di lahan tersebut, dan petani mendapat insentif, serta dapat menjadi penyedia jasa tenaga kerja.

16. PLP2B hanya akan terwujud apabila seluruh pelaku ekonomi di atas lahan tersebut memperoleh rangsangan ekonomi yang memadai. Oleh karena itu, pengelolaan PLP2B harus mencakup: (1) Penguatan kelembagaan kelompok tani : dilaksanakan melalui sosialisasi kegiatan dan pelatihan bagi kelompok tani (pelatihan teknis dan manajerial.

IMPLIKASI KEBIJAKAN

Tujuan Kebijakan

17. Menjamin usahatani tanaman pangan yang berkelanjutan, efisien dan ekonomis sekaligus mengurangi terjadinya fragmentasi lahan dan alih fungsi lahan di tingkat petani.

Dasar Pertimbangan

18. Pemberian insentif ekonomi kepada petani secara operasional/sesuai kebutuhan usahatani akan mampu meningkatkan kapasitas produk pertanian pangan secara berkelanjutan.

Kebijakan

19. Upaya mengintegrasikan koordinasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan konsistensi kebijakan dalam pengelolaan PLP2B perlu ditetapkan lembaga/institusi yang berwenang menetapkan, mengawasi dan memberi sanksi jika lahan pertanian produktif dialihkan ke penggunaan lain. Untuk itu, Pemerintah Daerah perlu segera menetapkan kebijakan berupa Peraturan Daerah yang konsisten dan tegas tentang lahan pertanian berkelanjutan.

Page 7: INSENTIF EKONOMI DAN ASPEK KELEMBAGAAN UNTUK …pse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/LHP_2012_BNR.pdf · Penetapan dan Alih Fungsi Lahan Pertanian Pangan ... ekonomi dan aspek

viii

20. Untuk mempercepat penetapan Peraturan Daerah (Perda) RTRW/D tentang PLP2B Pemda perlu segera melakukan pembahasan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN). Selain itu, diperlukan penguatan posisi proses percepatan penetapan Perda RTRW (Sekretariat BKPRN) yang berkedudukan di Bappenas agar proses administrasi dari Pemda ke BKPRN dapat berjalan dengan lebih lancar.

21. Untuk mendukung pelaksanaan PLP2B, kebijakan konsolidasi lahan/konsolidasi usaha (Consolidated Farming) perlu diarahkan ke daerah lahan sawah beririgasi, dengan pertimbangan: (a) fragmentasi dan alih fungsi lahan semakin masif dan cepat; dan (b) pemilikan lahan sawah yang semakin sempit.