INOVASI SPESIFIK LOKASI DALAM RANGKA...
Transcript of INOVASI SPESIFIK LOKASI DALAM RANGKA...
111i
ISBN: 978-602-17249-2-7
INOVASI SPESIFIK LOKASI DALAM RANGKAMEMBANGUN PERTANIAN YANG RAMAH
LINGKUNGAN
Penyunting :
Basri A. BakarYenni Yusriani
Fantashir A. FuqaraIrvandra Fatmal
IdawanniNurbaiti
Cut Nina Herlina
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIANBALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) ACEH
KEMENTERIAN PERTANIAN2015
ii
INOVASI SPESIFIK LOKASI DALAM RANGKAMEMBANGUN PERTANIAN YANG RAMAH LINGKUNGAN
Hak Cipta @ 2015. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian AcehAlamat PenerbitJl.P. Nyak Makam No.27, Lampineung – Banda Aceh 23125
Telp. : (0651) 7551811Fax. : (0651) 7552077E-mail : [email protected] : nad.litbang.pertanian.go.id
Isi buku dapat disitasi dengan menyebutkan sumbernya
Inovasi Spesifik Lokasi dalam Rangka Membangun PertanianRamah Lingkungan/Basri dkk. Banda Aceh : Balai PengkajianTeknologi Pertanian Aceh, 2015
ISBN 978-602-17249-2-7
1.Hortikultura 2. Peternakan 3.Perkebunan 4.TanamanPangan 5.HPT 6. Pasca Panen 7. Peningkatan ProduktivitasLahan
Dicetak di Banda Aceh, Indonesia
iii
KATA PENGANTAR
Dalam upaya membangun kerangka landasan yang kokoh bagipencapaian pembangunan pertanian yang tangguh, dengan produkpertanian yang lebih berkualitas dan bernilai tambah diperlukandukungan penerapan inovasi pertanian yang handal. Selain itu dalampelaksanaannya perlu adanya keterpaduan yang harmonis mulai daritingkat pusat hingga daerah. Keterpaduan ini dapat diwujudkan melaluipelaksanaan program-program, baik lintas sektoral maupun antar subsektor yang terkait. Dalam kaitan ini upaya yang mengarah kepadapemantapan koordinasi perlu mendapatkan perhatian dalam mendorongpembangunan pertanian.
Ketersediaan dan penerapan inovasi pertanian di tingkat lapanganjuga menjadi penentu keberhasilan pembangunan pertanian. Hasil-hasilpenelitian dan pengkajian yang telah dihasilkan perlu secepatnyadisebarluaskan. Untuk itu Forum Professional Peneliti Penyuluh (FORPI)Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh dalam kiprahnyauntuk mendukung pembangunan pertanian yang ramah lingkungan,menuangkan karyanya yang diramu dalam buku ini.
Kami menyadari bahwa tulisan yang disajikan masih banyakkekurangan dan kelemahan. Untuk itu masukan dan saran-saran yangmembangun sangat kami rahapkan untuk penyempurnaan, sehinggaapa yang menjadi harapan dalam pembangunan pertanian dapatsecepatnya terwujud.
Akhir kata kepada semua pihak yang telah turut berperan dalampenyusunan dan memberikan masukan dalam penyusunan buku ini kamimengucapkan terima kasih.
Banda Aceh, April 2015
Kepala Balai PengkajianTeknologi Pertanian Aceh
Ir. Basri AB, M.SiNIP. 19600811 198503 1 001
iv
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................ iii
Inovasi Mendukung Pengembangan HortikulturaPendampingan Gapoktan Reje Keumala untuk PengolahanCabai dan Tomat Berbasis Agroindustri di KabupatenBener Meriah .......................................................................1
Mensiasati Tanaman Cabai Tumbuh Optimal dan PenuhiPermintaan Pasar ................................................................8
Penangkaran Benih Bawang Merah .....................................12
Efisiensi Pemupukan Melalui Pupuk Organik pada SentraProduksi Kentang...............................................................21
Inovasi Mendukung Pengembangan PeternakanSistem Pemberian Pakan pada Ternak Sapi Potong ..............25Pemanfaatan Limbah Jagung Sebagai Sumber PakanBagi Ternak .......................................................................32
Potensi Limbah Sawit Sebagai Sumber Nutrisi Pakan Ternak.38
Obat-obatan Tradisional untuk Ternak.................................45
Fermentasi Jerami Padi Probiotik Sebagai PakanTernak Sapi dan Pupuk Organik ..........................................60
Inovasi Mendukung Pengembangan PerkebunanMemahami Rantai Nilai Kopi Arabika Gayo dari Petanike Konsumen ....................................................................71
Pengembangan Usaha Komoditi Pala Aceh ..........................74
v
Perbaikan Pembibitan Kopi Melalui Introduksi Varietas,Pupuk Cair dan Naungan ....................................................84
Inovasi Mendukung Pengembangan TanamanPanganAzolla, Tanaman Paku Air yang MenguntungkanPadi Sawah........................................................................92
Peran Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu(SL-PTT) terhadap Peningkatan Produktivitas Padidi Kabupaten Pidie Jaya.................................................... 100
Inovasi Pertanian di Lahan Rawa ...................................... 110
Teknologi Beberapa Varietas Kacang Hijau padaLahan kering.................................................................... 123
Inovasi Mendukung Pengembangan Hama PenyakitTanamanPengendalian Hama Tikus pada Tanaman Padi MelaluiPendekatan Secara Terpadu ............................................. 131
Teknologi Pengendalian Ulat Grayak pada
Tanaman Kedelai ............................................................. 137
Tanaman Biopestisida ...................................................... 144
Teknik Pengendaian Gulma (Fisik, Biologi dan Kimiawi)pada Tanaman Kedelai ..................................................... 152
vi
Inovasi Mendukung Pengembangan Pasca PanenTeknik Prosessing, Penyimpanan dan TeknologiPasca Panen Benih Kedelai ............................................... 161
Mengenal Kualitas dan Mekanisme Pengawetan Daging...... 168
Teknologi Panen dan Pascapanen Bawang Merah .............. 176
Inovasi untuk Peningkatan Produktivitas LahanPotensi Bahan Organik dalam Meningkatkan
Produktivitas Lahan.......................................................... 182
Pasca Panen Buah Jambu Biji ........................................... 192
Mengenal Citra Rasa Berbagai Jenis Ubi Jalar .................... 203
Trichocompos .................................................................. 212
Konsep Pertanian Organik ................................................ 216
Panen dan Pasca Panen Padi Gogo.................................... 226
1111
PENDAMPINGAN GAPOKTAN REJE KEUMALA UNTUKPENGOLAHAN CABAI DAN TOMAT BERBASIS
AGROINDUSTRI DI KABUPATEN BENER MERIAH
Oleh: Basri A. Bakar
Secara umum luas tanam cabai di Provinsi Aceh pada
tahun 2011 mencapai 8.612 ha dengan produksi 49.525 ton
dan tomat mencapai 1.177 ha dengan produksi 17.358 ton
(BPS, 2012). Kabupaten Bener Meriah merupakan salah satu
daerah potensi hortikultura sayuran di Aceh dan sentra
tanaman cabai dan tomat yang memberi kontribusi penting
bagi perekonomian daerah.
Selama ini animo petani untuk menanam cabai dan tomat
cukup tinggi, namun sering dihadapkan pada berbagai
permasalahan seperti 1) karakteristik kedua komoditi ini yang
mudah rusak dan busuk, 2) fluktuasi harga yang cukup tinggi
terutama pada saat panen raya, 3) minimnya teknologi
pengolahan, dan 4) belum optimalnya peran Gapoktan dan
pemerintah dalam pembinaan.
Di lain pihak saat ini berbagai teknologi pascapanen telah
dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian untuk membantu
petani mengatasi permasalahan, melalui rekayasa kelembagaan
agroindustri yang dipadukan dengan rekayasa teknologi
pengolahan cabai dan tomat yang dipadukan dengan kebijakan
pemasaran dan permodalan. Rekayasa kelembagaan dan
2
teknologi tersebut mesti dilakukan dengan penuh perhitungan
dan efisiensi yang dapat dimulai di Kabupaten Bener
Meriah,untuk selanjutnya dikembangkan di daerah sentra cabai
dan tomat lainnya.
Oleh karena itu diperlukan adanya model agroindustri
pengolahan cabai dan tomat dengan aplikasi teknologi yang
tepat dan sesuai dengan karakteristik wilayah. Dengan
demikian dapat diharapkan akan terwujudnya agroindustri
cabai dan tomat yang menguntungkan dan berdaya saing
secara berkelanjutan di Provinsi Aceh.
Tujuan dari kegiatan pendampingan adalah membentuk
model agroindustri pengolahan cabai dan tomat dengan
memanfaatkan dan meningkatan peran Gapoktan Reje
Keumala di Kabupaten Bener Meriah dan meningkatkan peran
lembaga pemerintah dalam pembinaan Gapoktan melalui model
kerjasama. Seperangkat alat dan mesin pengolahan diberikan
ke Gapoktan melalui BB Pascapanen Bogor.
Pendekatan program yang dilakukan meliputi validasi
teknologi prosesing cabai dan tomat, dimana masih terdapat
kelemahan berupa minimnya peralatan dan pendampingan
teknologi pengolahan yang mengarah ke model agroindustri
pengolahan cabai dan tomat serta pembinaan dan penguatan
kelembagaan mencakup teknis prosesing dan manajemen.
3
Pendekatan yang digunakan yaitu business approach dengan
melibatkan partisipasi aktif anggota gapoktan.
Proses alih teknologi termasuk pembentukan model
agroindustri dilaksanakan di Kabupaten Bener Meriah dari
bulan Agustus sampai Desember 2014. Cakupan teknologi
olahan cabai meliputi cabai kering, tepung cabai, saus cabai
dan pasta cabai. Sedangkan olahan tomat dilakukan dalam
bentuk pasta tomat, sari buah tomat dan saos tomat.
Hasil Kegiatan
Berdasarkan hasil survey dan pengumpulan data
sekunder, bahwa Kabupaten Bener Meriah memiliki potensi
untuk pengembangan komoditas pertanian khususnya
hortikultura seperti kentang, cabai, tomat, bawang merah,
bawang putih, kubis, markisa dan buncis. Adapun luas dan
produksi beberapa komoditas hortikultura di Kabupaten Bener
Meriah tahun 2011 pada Tabel 1.
Khusus cabai dan tomat merupakan komoditi yang umum
ditanam sepanjang tahun oleh petani di Kabupaten Bener
Meriah, sehingga menjamin ketersediaan bahan baku hampir
sepanjang tahun. Namun sejak tiga tahun terakhir trend
penanaman tomat mengalami penurunan luas areal. Hal ini
disebabkan karena harga yang berfluktuasi dan sering rentan
gangguan hama penyakit. Akibatnya banyak petani yang
4
beralih ke tanaman lain seperti kentang dan kopi yang
harganya relatif stabil. Varietas cabai yang sering ditanam
adalah jenis lokal “Lanyoe” dan “Amando Lepaben” yang
benihnya diproduksi sendiri oleh petani setempat. Sedangkan
komoditi tomat, luas penanamannya cenderung stabil dari
tahun ke tahun. Varietas yang sering ditanam umumnya
varietas Hibrida “Martha” dan “Menara”.
Tabel 1. Luas dan produksi beberapa komoditas hortikultura diKabupaten Bener Meriah tahun 2011
Komoditi Luas Tanam
(ha)
Produksi
(ton)
Produktivitas
(ton/ha)
Cabai besar 1.048 8.972 9,99
Tomat 99 860 9,35
Kentang 835 1.232 15,20
Bawang merah 220 1.565 7,28
Bawang putih 60 189 4,20
Kubis 406 9.218 23,22
Buncis 92 675 7,76
Sumber : Kabupaten Bener Meriah (2012)
Profil Gapoktan Reje Keumala
Gapoktan Reje Keumala beralamat di Desa Blang Kucak
Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah, berdiri sejak 6
Pebruari 2009 dengan jumlah anggota 60 orang, terdiri dari 3
kelompok tani yaitu Kelompok tani Ceulala, Dedingin dan
5
Gegarang, masing-masing berjumlah 20 anggota. Unit usaha
yang telah berjalan adalah unit usaha tani, unit sarana dan
prasarana serta unit simpan pinjam, sedangkan unit
pengolahan hasil dan unit pemasaran masih belum berjalan
sebagaimana mestinya.
Kegiatan yang pernah dilakukan oleh Gapoktan Reje
Keumala kerjasama dengan Dinas Pertanian antara lain SL
Pengendalian Hama Terpadu Cabai (2009), SL PHT Tomat
(2010 – 2011) untuk pemula dan lanjut, SL PHT padi untuk
pemula dan lanjut dan beberapa kegiatan lain baik secara
swadaya maupun kegiatan Dinas/ instansi pemerintah.
Semua anggota kelompok yang bergabung dalam
Gapoktan Reje Keumala bermata pencaharian sebagai petani
dengan bidang usaha budidaya hortikultura dengan luas
penguasaan lahan rata-rata 0,5 hektar. Dengan adanya
pembinaan dan pendampingan prosessing cabai dan tomat
dapat memicu anggota kelompok tani untuk mengolahnya
menjadi produk yang bernilai.
Pembentukan model agroindustri pengolahan cabai dan
tomat merupakan penerapan model tripartet yang melibatkan
lembaga penelitian (BB Pascapanen dan BPTP Aceh), lembaga
pendidikan (STPP Medan) dan masyarakat (Gapoktan) selaku
penerima manfaat. Pembinaan dengan model ini bertujuan
untuk meningkatkan koordinasi dan peranan lembaga
6
pemerintahan dalam pelaksanaan kegiatan demi mendapatkan
hasil yang optimal.
Kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui penguatan
kelembagaan Gapoktan Reje Keumala, dapat dlihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Bentuk pemberdayaan pembentukan agroindustripengolahan cabai dan tomat
No. Bentuk
Pemberdayaan
Dimensi Perberdayaan
1. Peningkatan
kapasitas SDM
a. Pemahaman dan keterampilantentang pengolahan cabai dantomat
b. Peningkatan partisipasianggota Gapoktan
c. Uji produksi pengolahan cabaidan tomat
2. Penguatan modal a. Pemberian bantuanperalatandan mesinpengolahan cabai dan tomat
b. Pemberian bantuan kemasan3. Pengembangan
jejaring
a. Pembinaan dan pembinaanterkait izin produksi
b. Pembinaan danpendampingan pemasaran
c. Kemitraan dengan DinasPertanian Kabupaten BenerMeriah.
Kegiatan pendampingan diarahkan agar terciptanya
kemandirian Gapoktan dalam mengembangkan agroindustri
cabai dan tomat tersebut sebagai salah satu kegiatan Small
7
and Medium Enterprise. Pendampingan ini diharapkan menjadi
model bagi pengembangan kelompok lain dalam upaya
pengolahan cabai dan tomat. Dengan demikian kendala yang
dirasakan petani selama ini berupa murahnya harga kedua
komoditi ini saat panen raya dapat diatasi dengan mengolah
dalam berbagai produk yang bernilai ekonomis dan tahan lama.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistika. 2012. Dinas Pertanian Tanaman PanganBener Meriah Provinsi Aceh.
Cahyono. 1998. Tomat, Usaha Tani dan PenangananPascapanen. Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Prayudi, B. 2010. Budidaya dan Pascapanen Cabai Merah. BalaiPengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Stiadi. 2006. Bertanam Cabai. Penerbit Penebar SwadayaBogor.
Soetiarso, M., Ameriana dan Sumarni. 2006. Pertumbuhan,Hasil dan Kelayakan Finansial Penggunaan Mulsa danPupuk Buatan pada usahatani Cabai Merah di LuarMusim. Jurnal Hortikultura 16 (1) 2006.
Trisnawati dan Setiawan. 1994. Tomat Pembudidayaan secaraKomersial. Penerbit Penebar Swadaya
8
MENYIASATI TANAMAN CABAI TUMBUH OPTIMALDAN PENUHI PERMINTAAN PASAR
Oleh : Rini Andriani
Tanaman cabai (Capsicum annuum) merupakan tanaman
sayuran buah semusim, yang diperlukan oleh seluruh lapisan
masyarakat sebagai penyedap masakan dan penghangat
badan. Kebutuhan terhadap cabai semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah kebutuhan konsumen. Tanaman
cabai bila dibandingkan dengan tanaman lain jumlahnya paling
kecil, tetapi karena banyak diperlukan sehari-hari sebagai
bumbu dapur, maka pengaruhnya terhadap stabilitas harga-
harga di pasar sangat dirasakan, terutama pada hari besar
(hari raya). Pada hari besar dan pada saat tanam harga cabai
melonjak sampai beberapa kali harga pada waktu normal.
Tetapi sebaliknya, pada saat panen harganya merosot jauh di
bawah harga rata-rata pasar.
Beberapa faktor yang menyebabkan berfluktuasinya harga
cabai yaitu kebiasaan petani bertanam cabai mengikuti pola
musim tanam yang menyebabkan pasokan ke pasar tidak
kontinyu. Demikian pula cuaca ekstrem pada saat tanam dan
rendahnya pengetahuan petani terhadap karakter tanaman
cabai yang bisa ditanam pada musim-musim tertentu.
9
Teknologi pertanian yang memungkinkan untuk diadopsi
agar tanaman cabai tumbuh optimal meskipun ditanam
sepanjang tahun dan agar pasokan ke pasar relatif kontinyu di
antaranya :
1. Teknologi Benih
Benih adalah salah satu faktor penentu keberhasilan
menanam cabai. Pemilihan benih yang tepat akan berdampak
pada potensi hasil. Pilihan benih cabai di pasaran benih kini
sudah banyak tersedia di toko-toko saprodi dengan berbagai
jenis dan merek serta kualitasnya. Pada saat membeli benih,
disesuaikan jenis benih yang akan ditanam dengan kondisi
cuaca dan lokasi penanaman serta sasaran pemasarannya.
2. Teknologi Mulsa Plastik Hitam Perak
Beberapa manfaat dari penggunaan mulsa plastik yaitu
rumput dan gulma dapat dicegah sehingga zat makanan untuk
tanaman dapat terpenuhi, menekan kelembaban udara,
menjaga kelembaban, suhu dan kestabilan keasaman tanah.
3. Aplikasi Teknologi EMP
Mikroorganisme tanah memiliki peran sebagai penyedia
zat makanan tanaman dan berpengaruh terhadap perbaikan
sifat fisik tanah. Teknologi EMP merupakan teknologi aplikasi
inokulan mikroorganisme yang menguntungkan bagi tanah
dalam proses budidaya pertanian.
10
4. Aplikasi Teknologi Bokasi
Istilah bokasi bisa didefinisikan sebagai pupuk organik
yang diperkaya dengan mikroorganisme yang menguntungkan
bagi tanah dan tanaman. Aplikasi teknologi bokasi dianjurkan
dikombinasikan dengan teknologi EMP jika kandungan bahan
organik tanah dalam kondisi rendah atau sangat rendah.
5. Pemilihan Lokasi dan Pola Tanam
Tanaman cabai tidak menyukai kondisi tanah yang terlalu
lembab dalam waktu lama. Tanah seperti lahan persawahan
cenderung jenuh air pada musim hujan. Pada situasi ini
dianjurkan menanam pada musim kemarau. Tanah seperti
lahan pertanian dataran menengah dan dataran tinggi biasanya
memiliki drainase baik.
Alternatif lainnya untuk menambah keuntungan dan
meminimalisir kerugian-kerugian yang mungkin ada yaitu
dengan menerapkan pola tanam tumpangsari. Gunanya yaitu
untuk menghemat biaya pupuk, pestisida dan mulsa. Contoh
tanaman yang dapat ditumpangsarikan dengan cabai merah
seperti bawang merah, selada, bawang daun, atau kol bunga.
Menurut Final Prajnanta (2011), seorang pakar hama penyakit
tanaman menyarankan kepada petani cabai bahwa dalam
bertanam cabai cukup satu periode saja. Pergiliran tanaman
juga sebaiknya dipilih dari tanaman yang berasal dari keluarga
nun solananceae seperti talas, edamame, padi, jagung, atau
11
kol. Tujuannya yaitu untuk menghambat perkembangan hama
dan penyakit pada cabai, seperti phytophtora dan antraknosa.
Bila kebutuhan terhadap cabai sedikit dibandingkan
pasokannya, maka kenaikan harga akan terjadi. Hal ini
tentunya akan menguntungkan petani. Oleh karena itu ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum menanam cabai
yaitu 1) menanam cabai pada saat harganya murah, 2)
mengunjungi daerah sentra untuk melihat luasan penanaman
cabai. Jika luasnya menyusut, maka saat itulah waktu yang
tepat untuk menanam, 3) mengecek volume penjualan benih
dari masing-masing produsen, jika penjualan melebihi tahun
sebelumnya maka penanaman bisa ditangguhkan 4) melakukan
kontrak penjualan dengan pabrik/pemakai bahan baku cabai 5)
menanam varietas unggul agar produksinya tinggi. Dan
tentunya dalam menanam tetap memperhatikan cara-cara
menanam yang baik dengan menggunakan beberapa teknologi
yang telah dijelaskan di atas. Di tahun 2014, kebutuhan akan
cabai di Aceh mengalami kenaikan dari Rp. 20.000/Kg menjadi
60.000/Kg. Penyebabnya karena bencana banjir yang melanda
Aceh beberapa hari terakhir. Cabai merah mengalami kenaikan
harga cukup tinggi karena dipasok dari Meulaboh Aceh Barat
dan Lamno, Aceh Jaya yang merupakan wilayah terparah
direndam banjir. Pasokan yang mulai berkurang menyebabkan
mahalnya harga.
12
Saat ini, di pasar Sigli, Kabupaten Pidie, harga cabai
merah juga mengalami kenaikan dari Rp. 22.000/Kg menjadi
32.000/Kg. Penyebabnya adalah kurangnya pasokan ke pasar
setempat akibat dari hasil panen cabai merah di Pidie dikirim ke
Sumatera Utara dan banyaknya petani di Kabupaten ini belum
panen, bahkan ada yang sudah panen tetapi kualitasnya
kurang bagus.
Dengan banyaknya permintaan akan cabai merah, hal ini
menunjukkan tingginya potensi cabai merah untuk
dikembangkan di daerah-daerah tertentu. Tentunya dengan
penggunaan beberapa teknologi pertanian untuk
mengoptimalkan tanaman cabai merah agar kualitasnya bagus
dan pasokan ke pasar berjalan lancar.
DAFTAR PUSTAKA
Aya. 2015. Harga Cabai Merah Naik.http://aceh.tribunnews.com/2015/05/09/harga-cabai-merah-naik. Diakses 21 Mei 2015
Setyadi, Agus. 2014. Dampak Banjir Harga Cabai Merah DiAceh Tembus Rp. 60.000/kg, Naik 50%.http://finance.detik.com/read/2014/11/07/153714/2.Diakses 21 Mei 2015
Tarmizi, Fadhil. 2014. Harga Cabai Merah Meroket Di AcehBarat.
13
http://www.rri.co.id/post/berita/100346/ekonomi/harga_cabai_merah_meroket_di_aceh_barat.html. Diakses 21 Mei 2015
Ir. Wahyudi. 2011. Panen Cabai Sepanjang Tahun. AgroMediaPustaka. Jakarta.
Trubus. My Potential Business. 2011. Cabai. PT. TrubusSwadaya. Depok.
14
PENANGKARAN BENIH BAWANG MERAH
Oleh : Nurbaiti
Setiap tahun pemintaan bawang merah untuk konsumsi
dan benih dalam negeri terus mengalami peningkatan. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, maka produksi dan mutu hasil
bawang merah harus terus ditingkatkan, salah satunya
penggunaan benih unggul bawang merah yang bersertifikat.
Di Propinsi Aceh terutama pada sentra-sentra pengembangan
bawang merah seperti di Kabupaten Pidie, Bener Meriah dan
Aceh Tengah, produktivitas rata-rata masih rendah berkisar
7,87 ton/ha – 10,5 ton/ha (BPS, 2014).
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas antara lain
karena tidak menggunakan bibit unggul, atau bibit yang
digunakan bukan berasal dari bibit produksi yang diperbanyak
secara khusus. Pada umumnya para petani menggunakan umbi
bibit bawang merah yang berasal dari umbi konsumsi yang
telah mengalami pecah dormansi, sehingga kemurnian serta
daya tahan terhadap penyakit maupun kemampuan
produksinya masih diragukan, khususnya penyakit yang
sebelumnya menyerang pertanaman bawang, sehingga
dikhawatirkan akan terbawa pada generasi berikutnya.
15
Prosedur Produksi Benih Sumber Bawang Merah
Lahan
Lahan yang digunakan untuk produksi benih sumber,
bukan bekas lahan penanaman bawang merah atau yang se
famili, sebaiknya dilakukan rotasi dengan tanaman lain, lahan
bebas dari nematoda dan busuk umbi.
Lokasi penanaman bibit bawang merah harus memiliki
kesesuaian agroklimat untuk pertumbuhan bawang merah
antara lain pH berkisar 5,5 – 7,0. Jika pH di bawah kisaran
tersebut maka dianjurkan melakukan pengapuran. Di samping
itu harus tersedia sumber air untuk mengairi pertanaman saat
dibutuhkan.
Penyiapan Benih
Benih yang digunakan berasal dari varietas unggul
nasional yang telah dilepas oleh Menteri Pertanian. Benih
unggul tersebut bemutu dan bersertifikat serta berlabel dengan
kelas benih yang lebih tinggi dari yang akan diproduksi. Benih
bawang yang akan ditanam sudah melewati masa dormansi
(berumur 2-3 bulan setelah panen).
Beberapa varietas bawang merah yang dikembangkan
oleh Balitsa Lembang Jawa Barat antara lain adalah :
Pikatan, umur panen normal 55 hari, potensi hasil 6,2 – 23,3
ton/ha, dengan keunggulan tahan simpan sampai 6 bulan
16
Pancasona, umur panen normal 57 hari, potensi hasil 6,9 –
23,7 ton/ha, dengan keunggulan tahan simpan sampai 3 - 4
bulan
Trisula, umur panen normal 55 hari, potensi hasil 6,5 – 23,2
ton/ha, dengan keunggulan tahan simpan sampai 5 bulan
Mentes, umur panen normal 58 hari, potensi hasil 7,1– 27,6
ton/ha, dengan keunggulan tahan simpan sampai 3 - 4
bulan
Gambar 1. Varietas bawang merah dari Balitsa
Permohonan Pemeriksaan Lapangan
Sebelum dilakukan perbanyakan benih, penangkar benih
bawang harus mengajukan permohonan pemeriksaan lapangan
pendahuluan kepada Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih
Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPSBTPH) Propinsi Aceh.
Surat Permohonan ini harus diajukan paling lambat 1 (satu)
minggu sebelum tanam.
17
Penyiapan Lahan
- Pengolahan tanah dilakukan 15-20 hari sebelum tanam
dengan kedalaman 20-30 cm, pembuatan bedeng dengan
ukuran 100-110 cm sedangkan panjang menyesuaikan
lahan, lebar parit 40-50 cm.
- Pemupukan dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk
kandang 5 – 10 ton/ha dan pupuk NPK 1/3 takaran (150
kg/ha) dan bedengan ditutup dengan plastik MPHP.
- Jarak tanam untuk pembibitan bawang merah 15x 15 cm
dengan kedalaman 15 cm.
Pemeliharaan Tanaman
- Pupuk susulan NPK 300 kg/ha diberikan pada umur 15
dan 30 HST masing-masing sepertiga dosis dengan cara
ditabur secara merata pada larikan yang telah dibuat di
antara tanaman dan tutup dengan tanah.
- Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
dengan insektisida dan pengendalian penyakit dengan
fungisida. Frekuensi penyemprotan dua kali seminggu
atau sesuai dengan kebutuhan.
Roguing dan Pemeriksaan Lapang
Adalah kegiatan melakukan seleksi atau membuang
tanaman yang bukan varietasnya (berdasarkan deskripsi
varietas) dan tanaman terkena serangan hama dan penyakit
18
yang dilakukan oleh pengawas benih berwenang (Pemulia dan
Bagian Hama dan Penyakit, BPSBTPH).
Pemeriksaan lapangan dilakukan sebanyak 3 kali yaitu
pemeriksaan lapang pendahuluan, pemeriksaan fase vegetatif
(20-25 HST) dan pemeriksaan menjelang fase panen (35-40
HST)
Panen
Pemanenan umbi bawang merah dilakukan setelah
tanaman mempunyai ciri-ciri 80% daun rebah dan menguning,
leher batang kosong/ gembos, umbi tersembul ke pemukaan
tanah dan berwarna merah.
Umumnya bawang merah dipanen pada saat berumur 55-
75 hari, tergantung pada varietasnya dan daerah penanaman
(dataran rendah atau dataran tinggi). Umbi bawang dicabut
dengan hati–hati dari dalam tanah, kemudian diletakkan dalam
keranjang/ karung yang telah diberi label yang mencantumkan
: nama varietas, tanggal tanam, tanggal panen, dan lokasi
penanaman dan diangkut ke tempat penjemuran. Kemudian
timbang berat umbi yang telah dipanen.
Prosessing Benih
Pengeringan umbi bawang merah dilakukan dengan cara
dijemur di bawah sinar matahari secara tidak langsung sampai
daun menjadi kering (kadar air umbi kering antara 75-80%).
Hasil panen umbi selanjutnya dibersihkan dari akar dan sisa
19
kotoran yang menempel pada bagian umbi dan memisahkan
umbi yang baik dan yang rusak karena mekanis maupun yang
terkena serangan hama dan penyakit. Ambil satu persatu umbi
yang baik dan daunnya telah kering kemudian ikat menjadi
satu kesatuan dengan umbi yang lain menggunakan tali.
Penyimpanan Benih dan Pemeliharaan di Gudang
Penyimpanan umbi bawang merah sebaiknya pada kondisi
suhu 29-30o C dan RH 65 – 70 %. Penyimpanan dilakukan
dengan cara diikat dan digantung.
Pemeliharaan di gudang penyimpanan dilakukan setiap
bulan dengan melakukan sortasi benih (membuang benih yang
keropos dan busuk) dan pemeliharaan kebersihan gudang
sehingga kualitas benih tetap terjaga.
Permohonan Pemeriksaan Umbi di Gudang dan
Pemasangan Label
Umbi bawang yang dipanen dan disimpan selama 2-3
bulan, penangkar bawang harus mengajukan surat
permohonan pemeriksaan umbi di gudang kepada Kepala Balai
Sertifikasi Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan
dan Hortikultura.
Setelah pemeriksaan umbi bawang di gudang dan
selanjutnya dilakukan pemasangan label sehingga benih
bawang yang akan disalurkan memiliki identitas yang jelas
20
terutama tentang mutu benihnya, sehingga tidak bertentangan
dengan perundangan dan peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
BPS. 2014. Pidie dalam Angka.
BPS. 2014. Aceh Tengah dalam Angka.
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2009. StandarProsedur Operasional Produksi Benih Bawang Merah.Direktorat Jendral Hortikultura. Kementrian Pertanian,Jakarta.
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2013. PedomanTeknis Sertifikasi Benih Tanaman Hortikultura. DirektoratJendral Hortikultura. Kementrian Pertanian, Jakarta.
Wiguna, G. Hidayat, IM. Dan Azmi, C. 2013. PerbaikanTeknologi Produksi Benih Bawang Merah melaluiPengaturan Pemupukan, Densitas dan Varietas. J. Hort.23(2):137-142.
21
EFISIENSI PEMUPUKAN MELALUI PUPUK ORGANIKPADA SENTRA PRODUKSI KENTANG
Oleh: Abdul Azis
Pendahuluan
Kendala utama peningkatan produksi kentang di Indonesia
di antaranya yaitu : (1) rendahnya kualitas dan kuantitas bibit
kentang, yang merupakan perhatian utama dalam usaha
peningkatan produksi kentang di Indonesia, (2) teknik
budidaya yang masih konvensional, (3) daerah tropis Indonesia
merupakan tempat yang optimum untuk perkembangbiakan
hama dan penyakit tanaman kentang (Kuntjoro, 2000).
Penanaman bibit kentang bermutu, tepat waktu dan tepat
umur fisiologis adalah faktor utama penentu keberhasilan
produksi kentang (Wattimena, 2000). Upaya penyediaan benih
kentang bermutu perlu dilandasi dengan sistem perbenihan
yang mapan.
Biaya produksi yang tinggi antara lain diakibatkan oleh
harga bibit kentang yang tinggi, karena bibit umumnya masih
diimpor. Biaya untuk bibit mencapai 35 – 40% dari total biaya
produksi (Puspitaningtias dan Wattimena, 1998). Oleh karena
itu salah satu usaha untuk menurunkan biaya produksi yang
tinggi adalah dengan mengadakan bibit kentang yang bermutu
di dalam negeri secara kontinyu, sehingga dapat menghemat
biaya yang digunakan untuk membeli bibit setiap tahunnya dan
22
merangsang petani untuk meningkatkan usahanya (Asandhi,
1992 dalam Hartus 2001).
Sentra Produksi Tanaman Kentang
Berdasarkan kesesuaian agroekosistem dataran tinggi
daerah sentra produksi kentang di Provinsi Aceh adalah
Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Aceh Tengah dan
Kabupaten Gayo Lues. Tingkat produktivitas rata-rata agregat
yang dicapai 11,91 ton/ha dan masih berada di bawah tingkat
produktivitas nasional yaitu 12,6 ton/ha, (Dinas Pertanian dan
Hortikultura Aceh Tengah, 2012). Sementara hasil
penelitian/pengkajian potensi dapat mencapai 25-30 ton/ha bila
dikelola dengan baik dan menggunakan varietas yang sesuai.
Senjang hasil ini perlu mendapatkan perhatian dari stakeholder
dan para peneliti untuk melakukan pengkajian kentang di
Provinsi Aceh.
Bahan Organik dan Efisiensi Pemupukan
Pemanfaatan bahan organik sangat penting dalam
memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, selain
mampu memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah, bahan
organik juga berperan sebagai penyumbang unsur hara serta
meningkatkan efisiensi pemupukan dan serapan hara oleh
tanaman. Penggunaan pupuk organik, baik jenis maupun
23
takarannya, telah banyak diteliti, tetapi akhir-akhir ini telah
banyak dikembangkan pupuk organik kotoran ternak dan
pupuk organik lainnya hasil fermentasi.
Penggunaan pupuk organik bermanfaat untuk
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia, sehingga
dosis pupuk dan dampak pencemaran lingkungan akibat
penggunaan pupuk kimia dapat secara nyata dikurangi.
Kemampuan pupuk organik untuk menurunkan dosis
penggunaan pupuk konvensional sekaligus mengurangi biaya
pemupukan telah dibuktikan oleh beberapa hasil penelitian,
baik untuk tanaman pangan (kedelai, padi, jagung, dan
kentang) maupun tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet,
kakao, teh, dan tebu) yang diketahui selama ini sebagai
pengguna utama pupuk konvensional (pupuk kimia). Lebih
lanjut, kemampuannya untuk mengurangi dampak pencemaran
lingkungan terbukti sejalan dengan kemampuannya
menurunkan dosis penggunaan pupuk kimia.
Beberapa hasil penelitian di daerah Pati, Lampung,
Magetan, Banyumas, organik terbukti dapat menekan
kebutuhan pupuk urea hingga 100 persen, SP-36 hingga 50
perse dan kapur pertanian hingga 50 persen. (Rukmana,
2002). Aplikasi pupuk organik yang dikombinasikan dengan
separuh takaran dosis standar pupuk kimia (anorganik) dapat
menghemat biaya pemupukan.
24
Pengujian lapang terhadap tanaman pangan (kentang,
jagung, dan padi) juga menunjukkan hasil yang
menggembirakan, karena selain dapat menghemat biaya
pupuk, juga dapat meningkatkan produksi khususnya untuk
dosis 75 persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen
pupuk organik (Goenadiet. al., 1998). Pada kombinasi 75
persen pupuk kimia (anorganik) ditambah 25 persen pupuk
organik, tersebut biaya pemupukan dapat dihemat sebesar
20,73 persen untuk tanaman kentang; 23,01 persen untuk
jagung; dan 17,56 persen untuk padi. Produksi dapat
meningkat masing-masing 6,94 persen untuk kentang, 10,98
persen untuk jagung, dan 25,10 persen untuk padi.
Penggunaan pupuk organik hingga 25 persen akan mengurangi
biaya produksi sebesar 17 hingga 25 persen dari total biaya
produksi.
Kesimpulan
Penggunaan pupuk kimia berkadar hara tinggi seperti
Urea, ZA, SP-36, dan KCl tidak selamanya menguntungkan
karena dapat menyebabkan lingkungan menjadi tercemar jika
tidak menggunakan aturan yang semestinya. Pemupukan
dengan pupuk kimia hanya mampu menambah unsur hara
tanah tanpa memperbaiki sifat fisika dan biologi tanah, bahkan
dapat menimbulkan dampak negatif terhadap tanah. Kombinasi
25
pupuk organik, NPK dan NK memberikan hasil terbaik (13,63
knol/rumpun) disebabkan tanaman kentang membutuhkan
lebih banyak unsur Kalium (K) dalam pembentukan umbi.
Menurut F. Agus dan J. Ruijter (2004) setiap ton hasil kentang
membutuhkan unsur N, P dan K asing-masing 2,7; 0,3 dan 3,6
kg.
DAFTAR PUSTAKA
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam, 2008. Laporan Tahunan2007 Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Karjadi, 2002. Potensi Penerapan Teknik Kultur Jaringan danPerbanyakan Cepat dalam Pengadaan Bibit KentangBerkwalitas. Balai penelitian Tanaman Sayuran Lembang.Makalah seminar Sehari Pengembangan KSP SayuranSembalun NTB, Mataram, Oktober 2002.
Kuntjoro, A. S. 2000. Produksi Umbi Mini Kentang Go BebasVirus Melalui Perbanyakan Planlet Secara Kultur Jaringandi P.T. Intidaya Agro Lestari (Inagro) Bogor – Jawa barat.Skripsi Jurusan budidaya pertanian Fakultas PertanianIPB.62 hal.
Nur, M ; Frits H. Silalahi dan Edison Bangun. 1998. PengkajianSistem Usahatani kentang di Sumatera Utara. ProsidingSeminar Hasil Penelitian dan Pengkajian di Sumut. Medan23 – 25 Maret 1998. BPTP Gedung Johor – MedanSumut.
26
Saliem, P. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangandi Kawasan Timur Indonesia. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Simatupang, sortha. 2000. Pengkajian Usaha PembentukanPembibitan Kentang Bermutu di Sumatera Utara,Prosiding Seminar Nasional Spesifik Lokasi MenujuDesentralisasi Pembangunan Pertanian. Medan 13 – 14Maret 2000. hal 65 – 72.
Syafri Edi, Yardha, Mildaerizanti dan Mugtiyanto. 2005.Pengaruh Sumber Bibit terhadap Pertumbuhan danProduksi Kentang di Kabupaten Kerinci, Jambi. Juornalpengkajian dan Pengembangan teknologi pertanian Vol.8. No. 2. Juli 2005. hal. 232 – 241.
Wattimena, G.A. 2000. Perkembangan Propagul KentangBermutu dan kultivar Kentang Unggul dalam MendukungPeningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Desertasiilmiah guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura. FakultasPertanian Institut Pertanian Bogor. 86 Hal.
27
SISTEM PEMBERIAN PAKAN PADA TERNAKSAPI POTONG
Oleh: Yenni Yusriani
Problem kuantitas pakan terjadi karena beberapa hal,
yaitu kurang imbangnya laju pertambahan jumlah ternak
dengan laju pertambahan pakan, kurang intensifnya
pertambahan lahan untuk penanaman tanaman pakan
ruminansia, tidak ada kebijakan khusus dari pemerintah untuk
meningkatkan kuantitas pakan, ketersediaan pakan yang
kurang dan lain-lain yang menyebabkan Indonesia masih
menggantungkan diri pada import pakan.
Harga pakan cenderung selalu berubah setiap saat
tergantung situasi dan kondisi politik, alam dan pasar. Masalah
yang terjadi adalah kurangnya kuantitas dan kualitas pakan,
harga yang cenderung tidak stabil dan tingkat ketersediaan
yang secara simultan terus berkurang. Semuanya saling kait
mengkait sehingga apabila problem ada di salah satu bagian,
hal itu berarti juga menjadi problem bagian lain pula. Kondisi
kualitas pakan di Indonesia masih memprihatinkan karena
umumnya pakan kurang berkualitas, belum ada standarisasi
kualitas pakan dan masih beragamnya kualitas masing-masing
bahan pakan.
Kualitas dan kuantitas pakan adalah salah satu faktor
sangat berpengaruh terhadap keberhasilan usaha peternakan.
28
Pada usaha ternak ruminansia hampir 70 persen komponen
biaya produksi berasal dari pakan. Untuk itu perhatian terhadap
standar asupan nutrisi ini berperan penting untuk mencukupi
kebutuhan pokok (maintenance), perkembangan tubuh dan
untuk kebutuhan reproduksi dari ternak. Implikasi dari kondisi
asupan nutrisi ternak yang kurang, tak jarang dijumpai ternak
dengan pertambahan berat hidup (ADG/ average daily gain)
yang masih sangat jauh dari hasil yang diharapkan baik di
tingkat peternakan rakyat skala kecil maupun skala industri.
Pengertian Pakan dan Ransum
Pakan adalah semua yang bisa dimakan oleh ternak dan
tidak mengganggu kesehatannya. Pada umumnya pengertian
pakan (feed) digunakan untuk hewan yang meliputi kuantitatif,
kualitatif, kontinuitas serta keseimbangan zat pakan yang
terkandung di dalamnya. Menurut Hartanto, (2008), pakan
merupakan aspek yang penting karena 70% dari total biaya
produksi adalah untuk pakan. Pakan merupakan sumber energi
utama untuk pertumbuhan dan pembangkit tenaga bagi ternak.
Makin baik mutu dan jumlah pakan yang diberikan, makin
besar tenaga yang ditimbulkan dan makin besar pula energi
yang tersimpan dalam bentuk daging.
Rasjid (2012), menyatakan bahwa pakan dapat
digolongkan ke dalam sumber protein, sumber energi dan
29
sumber sumber serat kasar. Hijauan pakan ternak merupakan
sumber serat kasar yang utama yang berasal dari tanaman
yang berwarna hijau. Agar pakan tersebut dapat bermanfaat
bagi ternak untuk menghasilkan suatu produk, pakan harus
diketahui kandungan zat–zat yang terkandung didalamnya
seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral.
Ransum adalah pakan jadi yang siap diberikan pada
ternak yang disusun dari berbagai jenis bahan pakan yang
sudah dihitung (dikalkulasi) sebelumnya berdasarkan
kebutuhan industri dan energi yang diperlukan. Retnani et al.
(2010), menyatakan bahwa pakan merupakan faktor penentu
produktivitas ternak, sehingga ketersediaan pakan yang
berkualitas baik merupakan persyaratan untuk pengembangan
ternak di suatu wilayah.
Pemberian pakan berupa hijauan saja tidak mampu
meningkatkan atau memaksimalkan produksi ternak. Selain
karena sifat hijauan yang voluminous (bulky) juga
ketersediaannya yang berfluktuasi sehingga perlu adanya
teknologi pengolahan pakan yang membuat pakan lebih tahan
lama dan mudah disimpan serta memiliki palatabilitas tinggi.
Lebih lanjut Tangendjaja (2009), menyatakan bahwa teknologi
pakan mencakup semua teknologi mulai dari penyediaan bahan
pakan sampai ransum diberikan kepada ternak.
30
Sistem Pemberian Pakan
Dalam memilih bahan pakan, beberapa pengetahuan
penting berikut ini harus diketahui sebelumnya yaitu :
1. Bahan pakan harus mudah diperoleh dan sedapat mungkin
terdapat di daerah sekitar sehingga tidak menimbulkan
masalah biaya transportasi dan kesulitan mencarinya;
2. Bahan pakan harus terjamin ketersediaannya sepanjang
waktu dalam jumlah yang mencukupi keperluan;
3. Bahan pakan harus mempunyai harga yang layak dan
sedapat mungkin mempunyai fluktuasi harga yang tidak
besar;
4. Bahan pakan diusahakan tidak bersaing dengan kebutuhan
manusia yang sangat utama. Seandainya harus
menggunakan bahan pakan tersebut maka usahakanlah agar
digunakan satu macam saja;
5. Bahan pakan harus dapat diganti dengan bahan pakan lain
yang kandungan zat-zat makanannya hampir setara;
6. Bahan pakan tidak mengandung racun dan tidak dipalsukan
atau tidak menampakkan perbedaan warna, bau atau rasa
dari keadaan normalnya.
BPMPT (2011), melaporkan pakan ruminansia terdiri dari
hijauan sebagai sumber serat. Hijauan merupakan bahan
pakan pokok ternak ruminansia yang pada umumnya terdiri
atas daun-daunan yang berasal dari rumput-rumputan,
31
tanaman biji-bijian atau jenis kacang-kacangan. Pemberian
pakan dapat dilakukan dengan 3 cara: yaitu
penggembalaan (Pasture fattening), kereman (dry lot
faatening) dan kombinasi cara pertama dan kedua :
1. Sistem Penggembalaan (Pasture Fattening), adalah sistem
penggembalaan dengan melepas sapi-sapi di padang
rumput, yang biasanya dilakukan di daerah yang mempunyai
tempat cukup luas, dan memerlukan waktu sekitar 5-7 jam
per hari untuk mengembalakan ternak.
2. Sistem kereman (dry lot fattening) adalah sistem yang
menggembalakan ternak di dalam kandang, Ternak tidak
dilepas, pakan dapat diberikan dengan cara dijatah/
disuguhkan. Sapi yang dikandangkan dan pakan diperoleh
dari ladang, sawah/tempat lain. Setiap hari sapi memerlukan
pakan kira-kira sebanyak 10% dari berat badannya dan juga
pakan tambahan 1% - 2% dari berat badan. Ransum
tambahan berupa dedak halus atau bekatul, bungkil kelapa,
gaplek, ampas tahu yang diberikan dengan cara
dicampurkan dalam rumput di tempat pakan. Selain itu,
dapat ditambah mineral sebagai penguat berupa garam
dapur, kapur. Pakan sapi dalam bentuk campuran dengan
jumlah dan perbandingan tertentu.
32
3. Sistem kombinasi cara pertama dan kedua adalah sistem
ternak tersebut digembalakan dan dikandangkan. Pemberian
pakan sapi yang terbaik adalah kombinasi antara
penggembalaan dan keraman. Menurut keadaannya, jenis
hijauan dibagi menjadi 3 kategori, yaitu hijauan segar,
hijauan kering, dan silase. Macam hijauan segar adalah
rumput-rumputan, kacang-kacangan (leguminosa) dan
tanaman hijau lainnya. Rumput yang baik untuk pakan sapi
adalah rumput gajah, rumput raja (king grass), daun turi,
daun lamtoro.
Pemberian jumlah pakan berdasarkan periode sapi seperti
anak sapi sampai sapi dara, periode bunting, periode
kering dan laktasi. Pada anak sapi pemberian konsentrat lebih
tinggi daripada rumput. Pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan
pakan tambahan sebanyak 1-2% dari BB. Sapi yang sedang
menyusui (laktasi) memerlukan makanan tambahan sebesar
25% hijauan dan konsentrat dalam ransumnya.
33
DAFTAR PUSTAKA
BPMPT Bekasi Balai Pengujian Mutu Pakan Ternak Bekasi.2011. Buku Hasil Uji Bahan Pakan. Bekasi (ID): BPMPT.
Hartanto. 2008. Estimasi Konsumsi Bahan kering, ProteinKasar, Total Digestible Nutriens dan Sisa Pakan pada SapiPeranakan Simmental. Agromedia 26 (2). Hal: 34-43.
Rasjid Sjamsuddin. 2012. The Great Ruminant: Nutrisi, Pakan,dan Manajemen Produksi. Penerbit: Brilian InternasionalSurabaya.
Retnani Y, Kamesworo S, Khotidjah L, Saenab A. 2010.Pemanfaatan Wafer Limbah Sayuran Pasar Untuk TernakDomba. Seminar Nasional Teknologi Peternakan danVeteriner, 2010 Agustus 2-3; Bogor, Indonesia. Bogor(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan.hlm 503-510.
Tangendjaja B. 2009. Teknologi pakan dalam menunjangindustri peternakan di Indonesia. Pengembangan InovasiPertanian 2(3): 192-207. Bogor (ID): Pusat Penelitiandan Pengembangan Peternakan.
34
PEMANFAATAN LIMBAH JAGUNG SEBAGAI SUMBERPAKAN BAGI TERNAK
Oleh : Yenni Yusriani
Pendahuluan
Jagung merupakan sumber makanan yang penting bagi
manusia dan ternak, produksi jagung sebagai pakan di
Indonesia ditujukan untuk unggas, ayam pedaging 54 persen,
ayam petelur 47,14 persen (Tangendjaja, et al. 2002) dan
sisanya untuk ternak itik. Jagung memiliki keunggulan
dibandingkan dengan bahan pakan lainnya, yakni sebagai
pakan sumber energi. Jagung memiliki kandungan EM 3370
Kkal/kg, PK 8,6% dan Lemak Kasar 3,9% (Wahyu, 2004).
Produksi jagung yang tidak mencukupi dalam negeri
sehingga pemerintah melakukan impor jagung dalam jumlah
besar untuk memenuhi kebutuhan jagung, persaingan
penggunaan jagung sebagai bahan pangan konsumsi manusia
dan pakan ternak berdampak pada meningkatnya harga
jagung, sehingga meningkat pula biaya produksi pakan dalam
suatu usaha peternakan itik pedaging hibrida, maka diperlukan
bahan pakan alternatif pengganti jagung yang lebih murah
namun memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda
sehingga mampu menekan biaya pakan.
Bahan pakan sebaiknya yang tersedia dalam jumlah cukup
di daerah tersebut dan jika memungkinkan merupakan hasil
35
potensi daerah tersebut. Penyusunan pakan harus sesuai
dengan kebutuhan ternak dan paling ekonomis (Sutawi, 2007).
Bahan pakan yang dibeli selama penelitian banyak terdapat di
daerah sekitar sehingga mampu menekan biaya pakan yang
lebih murah.
Tabel 1. Proporsi Limbah Tanaman Jagung, Kadar ProteinKasar dan Nilai Kecernaan Bahan Kering LimbahJagung.
Peranan komoditi jagung sebagai bahan baku pakan
ternak sampai saat ini belum tergantikan. Upaya untuk
menggantikan jagung dengan biji-bijian lain tampaknya belum
berhasil sehingga jagung tetap menjadi bahan baku utama
pakan di seluruh dunia. Komponen jagung dalam bahan baku
pakan ternak unggas memiliki proporsi yang paling tinggi
dibandingkan dengan komponen penyusun lainnya. Dengan
demikian fungsi jagung khususnya untuk pakan menjadi sangat
penting. Penggunaan jagung yang relatif tinggi ini disebabkan
oleh harganya yang relatif murah, mengandung kalori tinggi,
36
mempunyai protein dengan kandungan asam amino yang
lengkap, mudah diproduksi dan digemari oleh ternak.
Syamsu dan Abdullah (2009), melaporkan bahwa secara
umum untuk pengembangan pakan memiliki permasalahan,
antara lain: (a) kebutuhan bahan baku pakan tidak seluruhnya
dipenuhi dari lokal sehingga masih mengandalkan impor, (b)
bahan baku pakan lokal belum dimanfaatkan secara optimal,
(c) ketersediaan pakan lokal tidak kontinyu dan kurang
berkualitas, (d) penggunaan tanaman legum sebagai sumber
pakan belum optimal, (e) pemanfaatan lahan tidur dan lahan
integrasi masih rendah, (f) penerapan teknologi hijauan pakan
masih rendah, (g) produksi pakan nasional tidak pasti akibat
akurasi data yang kurang tepat, serta (h) penelitian dan
aplikasinya tidak sejalan.
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Jerami Jagung pada BerbagaiUmur Panen
Menurut Liana dan Febriana (2011), menyatakan bahwa
limbah pertanian tidak semuanya dimanfaatkan oleh petani,
penyebabnya adalah : a) umumnya petani membakar limbah
tanaman pangan karena secepatnya akan dilakukan
pengolahan tanah, b) limbah tanaman pangan bersifat kamba
37
sehingga menyulitkan peternak untuk mengangkut dalam
jumlah banyak untuk diberikan kepada ternak, dan umumnya
lahan pertanian jauh dari pemukiman peternak sehingga
membutuhkan biaya dalam pengangkutan, c) tidak tersedianya
tempat penyimpanan limbah tanaman pangan, dan peternak
tidak bersedia menyimpan/menumpuk limbah di sekitar
rumah/kolong rumah karena takut akan bahaya kebakaran, d)
peternak menganggap bahwa ketersediaan hijauan di lahan
pekarangan, kebun, sawah masih mencukupi sebagai pakan
ternak.
Kebutuhan produk pangan asal hewan terus meningkat
yang disebabkan oleh pertumbuhan jumlah penduduk,
peningkatan pengetahuan, pergeseran gaya hidup dan tingkat
kesejahteraan masyarakat yang semakin membaik.
Peningkatan kebutuhan protein asal hewan menuntut sektor
peternakan untuk dapat menyediakan pangan berupa protein
hewani yang sehat. Tingginya produksi jagung menghasilkan
jumlah limbah yang cukup banyak baik berupa jerami maupun
tongkol jagung. Menurut McCutcheon dan Samples (2002),
proporsi tongkol jagung dari jumlah buahnya sebesar 20%,
sehingga jumlah tongkol jagung yang diproduksi di Indonesia
sebesar 3.518.461,8 ton/tahun yang tidak termanfaatkan.
Tongkol jagung belum ada pemanfaatan yang bernilai guna
dan ekonomis. Seringkali limbah yang tidak tertangani akan
38
menimbulkan pencemaran lingkungan, padahal tongkol jagung
berpotensi sebagai sumber prebiotik.
Pemanfaatan Limbah Jagung
Jerami jagung merupakan limbah pertanian yang banyak
terdapat di pedesaan dan hampir merata di lahan kering. Hasil
pertanian seperti jerami jagung jika dicampur dengan bahan
pakan lain yang mempunyai kandungan nutrien lengkap akan
menghasilkan susunan pakan yang rasional dan murah. Jerami
jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya
dipanen dan dapat diberikan pada ternak baik dalam bentuk
segar maupun dalam bentuk kering. Pemanfaatan jerami
jagung sebagai pakan ternak telah dilakukan terutama untuk
ternak sapi, kambing, dan domba (Direktorat Budidaya Ternak
Ruminansia 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Budidaya Ternak Ruminansia. 2006. Limbahtanaman sebagai pakan ruminansia, Jakarta.
Liana dan Febriana. 2011. Pemanfaatan Limbah PertanianSebagai Pakan Ruminansia pada Peternak Rakyat di Kec.Rengat Barat Kab. Inragiri Hulu. Fakultas PertanianUniversitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. JurnalPeternakan Vol 5 No 1 Februari 2008 (28-37).
39
Mccutcheon, J. dan D. Samples. 2002. Grazing Corn Residues.Extension Fact Sheet Ohio State University Extension. Us.Anr 10-20.
Syamsu, J.A. dan A. Abdullah. 2009. Analisis StartaegiPemanfaatan Limbah Tanaman Pangan Sebagai PakanRuminansia Di Sulawesi Selatan. Jurnal EkonomiPembangunan FE Univ. Mihammadiyah Surakarta. Vo. 10,No. 2, Desember 2009, hl. 199-214.
Sutawi, 2007. Kapita Selekta Agribisnis Peternakan. UMM Press.Malang.
40
POTENSI LIMBAH SAWIT SEBAGAI SUMBERNUTRISI PAKAN TERNAK
Oleh : Yenni Yusriani
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara penghasil kelapa sawit
terbesar nomor satu dunia setelah Malaysia. Menyumbang
sebanyak 48 % dari total volume produksi minyak sawit di
dunia, diikuti Malaysia sebagai penyumbang produksi minyak
sawit sebesar 37% dari total volume produksi minyak sawit
dunia. Sumatera dan Kalimantan adalah daerah penghasil lebih
dari 96% persen produksi minyak sawit Indonesia. Sumatera
menyumbang sebanyak 78% dan Kalimantan sebanyak 18%
dari total produksi minyak sawit Indonesia.
Di samping itu, beberapa pulau di luar Sumatera dan
Kalimantan turut memberikan kontribusi dalam produksi
minyak sawit Indonesia. Sulawesi memproduksi sekitar 2-3%
dan sisanya lagi berasal dari Papua dan Jawa. Riau tercatat
sebagai provinsi yang menyumbang produksi sawit terbesar di
pulau Sumatera. Riau tercatat memproduksi hampir dari 40%
minyak sawit yang dihasilkan di Sumatera. Hal tersebut setara
dengan produksi sebesar 6 juta ton minyak sawit per tahun
atau 13% minyak sawit dari total produksi sawit di dunia.
41
Saat ini pembangunan bidang peternakan diarahkan pada
peningkatan produksi ternak untuk pemenuhan kebutuhan
daging. Dari tahun ke tahun, permintaan daging terus
meningkat. Meskipun, limbah selalu dikaitkan dengan harga
yang murah, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan
dalam pemanfaatannya sebagai pakan ternak. Faktor dimaksud
adalah kontinuitas ketersediaan, kandungan gizi, kemungkinan
adanya faktor pembatas seperti zat anti nutrisi serta perlu
tidaknya bahan tersebut diolah sebelum dapat digunakan
sebagai pakan ternak.
Hasil-hasil penelitian tentang pemanfaatan beberapa
limbah pertanian dan perkebunan seperti dedak padi, limbah
singkong, bungkil kelapa, limbah kelapa sawit, ampas tahu,
limbah udang, kakao pod, batang pisang dan daun rami dalam
pakan ternak ruminansia (sapi dan domba) dan non-ruminansia
(ayam ras, ayam buras dan itik) merupakan bagian dari
konvensional. Djaenudin et al. (1996), menyatakan bahwa
keberhasilan pengembangan peternakan sangat ditentukan
oleh penyediaan pakan ternak.
Upaya peningkatan produksi ternak tidak cukup hanya
dengan memberikan rumput alam saja, tetapi perlu adanya
pakan tambahan. Mahalnya harga pakan impor mendorong kita
agar mampu memanfaatkan berbagai sumberdaya lokal
sebagai sumber bahan pakan alternatif, terutama bahan baku
42
sumber protein dan energi. Bahan baku dimaksud, diharapkan
tersedia secara kontinyu, melimpah, murah, tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia, secara ekonomi menguntungkan,
dan secara sosial dapat diterima masyarakat. Salah satu bahan
pakan yang saat ini cukup potensial adalah produk samping
perkebunan kelapa sawit.
Nilai Nutrisi Limbah Sawit
Ketaren, (1986) menjelaskan bungkil inti sawit
mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dibanding limbah
lainnya dengan kandungan protein kasar 15% dan energi kasar
4.230 kkal/kg, sehingga dapat berperan sebagai pakan penguat
(konsentrat). Industri kelapa sawit menghasilkan limbah yang
berpotensi sebagai pakan ternak, seperti bungkil inti sawit,
serat perasan buah, tandan buah kosong, dan solid (Aritonang
1986; Pasaribu et al. 1998; Utomo et al. 1999).
Menurut penelitian Utomo dan Widjaya (2005)
menyatakan bahwa bungkil sawit mempunyai potensi sebagai
sumber gizi, kandungan gizi dari solit adalah sebagai berikut :
protein kasar (PK) 12,63-17,41%; serat kasar (SK) 9,98-
25,79%; lemak kasar (LK) 7,12-15,15%; energi bruto (GE)
3.217-3.454 kkal/kg bahan kering. Produksi solid akan
bertambah seiring semakin meningkatnya produksi tandan
43
buah segar (TBS), dimana produksi solid yang dapat diperoleh
sekitar 3% dari TBS yang diolah.
Umumnya pabrik belum memanfaatkan solid secara
optimal bahkan dibuang begitu saja. Solid adalah limbah padat
hasil samping pengolahan buah kelapa sawit menjadi crude
palm oil (CPO). Bentuk dan konsistensinya padat seperti ampas
tahu namun berwarna coklat gelap, tidak berasa, lembut di
lidah (lumer), berbau asam-asam manis.
Tabel 1 memperlihatkan hasil penelitian tentang
kandungan nutrisi yang ada dari limbah sawit, sedangkan Tabel
2 memperlihatkan kandungan senyawa kimia penyusun serat
pada berbagai bahan pakan asal perkebunan sawit dan Tabel 3
menunjukkan kandungan hara limbah kelapa sawit.
Tabel 1. Komposisi Kimia beberapa Hasil Perkebunan Sawit
Komposisi Kimia
Bahan
BungkilInti
Sawit
SolidDecenter Pelepah Daun Serat Perasan
Buah Bacang
Bahan Kering (%)
Protein Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Lemak Kasar (%)
BETN (%)
Abu (%)
GE (Mkal/kg)
ME (Mkal/kg)
88-93
16-18
13-17
2.0-3.5
52-58
3.0-4.4
4.1-4.3
2.8-3.0
84-92
12-15
12-17
12-14
40-46
19-23
3.8-4.1
2.9-3.1
85-90
4.0-5.0
38-40
2.0-3.0
-
3.2-3.6
-
2.5-2.7
85-87
13-15
-
3.0-3.4
-
3.8-4.2
5.0-5.5
-
86-92
4.0-5.8
42-48
3.0-5.8
29-40
6.0-9.0
4.0-4.6
1.8-2.2
85-92
1.6-3.2
36-39
0.6-1.0
51-54
2.8-3.2
4.3-4.6
2.0-2.5
Sumber : Handayani (1987); Sutardi et al (1997): Hanafi (1999)
44
Tabel 2. Kandungan Senyawa Kimia Penyusun Serat PadaBerbagai Bahan Pakan Asal Perkebunan Sawit
Unsur Kimia(%)
Fraksi Kelapa Sawit
Daun Pelepah Serat PerasanBuah
Batang
Selulosa
Hemiselulosa
Lignin
Silika
16.6
27.6
27.6
3.8
31.7
33.9
17.4
0.6
18.3
44.9
21.3
-
34
35.8
12.6
1.4
Total 75.6 83.6 84.5 83.8
Sumber : Shibata (1988) ; Aliman (1995)
Tabel 3. Kandungan Hara Limbah Kelapa Sawit
Limbah
Kandungan atas dasar % bobot kering
N P K Mg Ca
Batang Pohon
Pelepah Daun
a.Daunb.PelepahTandan KosongSabut buahCangkang
0.488
0.373
2.38
0.350
0.320
0.330
0.047
0.066
0.157
0.028
0.080
0.010
0.699
0.873
1.116
2.285
0.470
0.090
0.117
0.161
0.287
0.175
0.020
0.020
0.194
0.295
0.568
0.149
0.110
0.020
Sumber : Suryahadi (2006)
45
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, D. 1986. Perkebunan kelapa sawit sebagai sumberpakan ternak di Indonesia. Jurnal Penelitian danPengembangan Pertanian V(4): 93-99.
Djaenudin, D., H. Subagio, dan S. Karama. 1996. Kesesuaianlahan untuk pengembangan peternakan di beberapapropinsi di Indonesia. Prosiding Seminar NasionalPeternakan dan Veteriner, Cisarua 7−8 November 1995.Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.hlm. 165 174.
Pasaribu, T., A.P. Sinurat, J. Rosida, T. Purwadaria, dan T.Haryati. 1998. Pengkayaan gizi bahan pakaninkonvensional melalui fermentasi untuk ternak unggas.2. Peningkatan nilai gizi lumpur sawit melalui fermentasi.Edisi Khusus Kumpulan Hasil-hasil Penelitian PeternakanTahun Anggaran 1996/1997. Buku III: Penelitian TernakUnggas. Balai Penelitian Ternak, Bogor.
Ketaren, P.P. 1986. Bungkil inti sawit dan ampas minyak sawitsebagai pakan ternak. Warta Penelitian danPengembangan Pertanian 8(4−6): 10-11.
Utomo, B.N., E. Widjaja, S. Mokhtar, S.E. Prabowo, dan H.Winarno. 1999. Laporan
Akhir Pengkajian Pengembangan Ternak Potong pada SistemUsaha Tani Kelapa Sawit. Balai Pengkajian TeknologiPertanian Palangkaraya, Palangkaraya.
46
Suryahadi. 2006. Manajemen Lingkungan dan Sumber dayaPeternakan. [materi kuliah]. Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor.
Widjaja, E. dan Utomo, B.N. 2005. Pemanfaatan limbahpengolahan minyak kelapa sawit yang berupa solid untukpakan ternak (sapi, domba dan ayam potong). SuccessStory Pengembangan Teknologi Inovatif Spesifik Lokasi.Badan Litbang Pertanian. Buku I. hlm. 173-185.
47
OBAT-OBATAN TRADISIONAL UNTUK TERNAK
Oleh: Saiful Helmy
Upaya swasembada daging terus saja didengungkan,
namun arah pembangunan peternakan yang lebih baik masih
jauh dari harapan. Oleh karena itu perlu upaya khusus yang
dilakukan dengan semangat pantang menyerah, untuk tekat
mensejahterakan bangsa. Salah satunya adalah pemanfaatan
obat-obat herbal untuk mencegah ternak dari berbagai
penyakit.
Pengetahuan tentang ramuan obat ini telah diwariskan
dari generasi ke generasi, apalagi dari hasil riset yang
dilakukan, ternyata obat-obat yang diproduksi oleh farmasi
terdapat efek samping, karena prosessingnya banyak
menggunakan bahan pengawet. Melalui tulisan ini kita diajak
kembali ke alam (back to natural) agar obat yang diberikan
tidak berbahaya bagi hewan dan aman bagi manusia.
1. Bawang Putih (Allium Sativum)
a. Komposisi :
Sulfur organic, Zat aktif Scordinin dan Allium sativum oil
b. Indikasi :
Sulfur organik mempunyai potensi sebagai antibiotic.
48
Parutannya dapat menyembuhkan luka karena gigitan
serangga berbisa atau beracun.
Oilnya dapat membunuh larva dari beberapa nyamuk.
Zat aktif scordinin memiliki daya kerja memperlancar
proses oksidasi dan reduksi dalam metabolise tubuh,
sehingga pertumbuhan dan pergantian sel - sel tubuh
meningkat.
Dapat juga digunakan sebagai obat topical bagi ternak
menderita Demodecosis.
2. Buah Sawo Muda (Manilkara kauki)
a. Indikasi :
Mengobati diare pada sapi, Kerbau, Domba, dan Kambing.
b. Cara Pemakaian :
▪ Buah sawo muda diparut 3 – 5 buah
▪ Peras dan derivatnya dimasukkan ke dalam labu takar
▪ Tambahkan air murni 10 – 20 ml aduk sampai
homogen
▪ Aplikasi obat dapat diberikan per oral melalui selang
3. Akar Tapak Dara (Catharanthi Radix)
a. Komposisi :
Alkaloid, Karotionoid dan Zat Aktif Sterol
b. Indikasi :
49
▪ Kadar sari yang larut dalam air berguna untuk
pengobatan penyakit malaria, sembelit, dan gangguan
pencernaan.
▪ Alkaloid Karotinoid serta zat aktif sterol berpengaruh
terhadap kelesterol dan gula darah.
4. Daun Jambu Biji (Bidium Guagava Linn)
a. Komposisi :
Tannin, minyak atsiri, Flanoid, Lugenob, Pektin, Alkaloid,
Saponin dan garam mineral
b. Indikasi :
▪ Tannin secara farmalogi bermanfaat sebagai anti bakteri
▪ Absorbent dan Astringent bermanfaat sebagai antidiare
dan melapisi dinding mukosa usus serta antispasmolitik
5. Anggur Hutan (Vitis Tripolia)
a. Indikasi :
▪ Mengobati Tympani pada sapi
b. Cara Pemakaian :
▪ Batang dan daunnya dililitkan pada daerah kepala dan
leher dengan maksud agar bau daun anggur dapat
teresap dan merangsang alat digesti sehingga dalam
udara dalam rumen keluar.
6. Biji Sirsak (Annona Murricata)
a. Komposisi :
50
Astringent dan Alkaloid yaitu maurine dan mauricine
b. Indikasi :
▪ Alkaloid pada biji mempunyai aktivitas akresida
sehingga berkasiat untuk pengobatan scabies pada
kambing
▪ Astringent pada kulit sirsak bermanfaat untuk diare.
c. Cara Pemakaian :
Ambil kulit sebanyak dua jari dan rebus dengan air
sebanyak 400 ml, setelah air tinggal setengahnya aplikasi
per oral.
7. Asam Jawa (tamarandus Indica)
a. Komposisi
Asam Sitrat, Asetat, Butitat, Tatrat dan Asam Oksalat
b. Indikasi :
▪ Digunakan pada penderita sukar menelan atau
obstipasi.
c. Cara Pemakaian :
▪ Ambil satu gemgam asam jawa dan tambahkan satu
liter air hangat, lalu remas asam jawanya dan
minumkan secukupnya pada ternak.
8. Daun Bambu (Bambusa hama)
a. Indikasi :
51
▪ Mengobati penderita distokia ( sukar Melahirkan) juga
penderita retensio secundinarium
b. Cara Pemakaian :
▪ Daun bambu muda dilumuri dengan manisan tebu dan
ditumbuk lalu diberikan per oral melalui bungkus daun
pisang
9. Bayam Berduri (Amaranthus spinosus)
a. Indikasi :
▪ Mengobati ternak demam (fibris)
▪ Mengobati testis bengkak.
b. Cara Pemakaian :
▪ Untuk demam : ambil daun bayam berduri secukupnya
dan remas, tambahkan garam dapur dan air murni
hangat, saring dan airnya diminumkan pada ternak
yang sakit.
10. Bakung (Crinum Asiaticum)
a. Indikasi :
▪ Mengobati luka dan luka bakar
b. Cara Pemakaian :
▪ Daun bakung yang segar ditumbuk sampai lumat.
▪ Oleskan pada luka dan bungkus dengan daun segar
sebagai pengganti perban.
52
11. Ceplukan (Phyasalis Angulata)
a. Indikasi :
▪ Mengobati batuk
b. Cara Pemakaian :
▪ Batang, daun dan akar serta buah di rebus dan airnya
diminumkan pada ternak yang sakit.
12. Daun Durian
a. Indikasi :
▪ Mengobati demam
▪ Sariawan, Keracunan dan hipersalivasi.
b. Cara Pemakaian :
▪ Daun durian di tumbuk sampai halus, tambahkan air
dan saring, campurkan madu lebah ke dalam cairan.
▪ Minumkan setiap 3 jam sekali, cukup 2 – 3 kali
pemberian.
13. Gadung (Dioscorea Bispida)
a. Indikasi :
▪ Hipersalivasi
▪ Anemia
b. Cara Pemakaian :
▪ Ambil buah gadung secukupnya dan rebus.
▪ Berikan pada ternak dengan cara disulangkan.
53
14. Getah Jarak (Jafropho Curcas Linn)
a. Indikasi :
▪ Luka karena gigitan binatang berbisa ( Ular ).
b. Cara Pemakaian :
▪ Tampung getah jarak sebanyak-banyaknya dan oleskan
pada luka gigitan atau daerah infeksi.
15. Jahe (Zingerber Officinale Rose)
a. Indikasi :
▪ Gembung perut
b. Cara Pemakaian :
▪ Jahe 3 gram tumbuk halus (parut), minyak kayu putih
15 tetes, dan minyak kelapa, kemudian lulurkan pada
daerah phlank sinister
▪ Jahe 3 gram tumbuk halus, minyak kayu putih 10 tetes,
dan air murni hangat 400 cc, kemudian minumkan saat
suhu campuran 40 0C
16. Biji Pepaya
a. Indikasi :
▪ Obat cacing pada pedet.
b. Cara Pemakaian :
▪ Ambil satu genggam biji pepaya kering dan tumbuk
sampai halus, tambahkan gula jawa setengahnya
54
▪ Berikan peroral, pengobatan dapat diulang setiap
bulannya satu kali.
17. Kelor (Moringa Oleifera)
a. Indikasi :
▪ Luka Borok
b. Cara Pemakaian :
▪ Ambil daun kelor segar dan tumbuk sampai halus,
tempekan pada luka barok tersebut sedemikian rupa.
▪ Ulangi setiap harinya sampai jadi keropeng kering.
18. Ketepeng (Cassia Alata Linn)
a. Indikasi :
▪ Obat kudis (scabies)
b. Cara Pemakaian :
▪ Daun ketepeng di tumbuk sampai halus tambahkan air
hangat dan gosokkan pada, kulit yang terinfeksi
▪ Ulangi selama 3 – 5 hari.
19. Kembang Sepatu (Hibiscus Scihizopetalus)
a. Indikasi :
▪ Pengobatan Sinutisis (keluar darah dari hidung)
▪ Kencing Berdarah.
b. Cara Pemakaian :
▪ Untuk Sinusitis : remas bunga kembang sepatu dan
tempelkan pada hidung
55
▪ Pada kencing berdarah : ambil daun dan bunga
kembang sepatu, remas dan tambahkan air murni lalu
minumkan sehari sekali selama beberapa hari.
20. Lidah Buaya (Aloe Vera Linn)
a. Indikasi :
▪ Pengobatan luka bakar
▪ Alergi (bercak merah pada kulit)
b. Cara Pemakaian :
▪ Untuk luka bakar : daging lidah buaya yang dibelah
dan dikorek diolesi pada luka bakar tersebut
▪ Ulangi beberapa kali setelah pemberian pertama
dengan selang waktu 5 jam.
▪ Untuk alergi : belah daun lidah buaya dan dagingnya
dikerok langsung tempelkan pada daerah bercak merah
tersebut.
21. Mengkudu (Hamorinda Citofilia Linn)
a. Indikasi
▪ Batuk berdarah
b. Cara Pemakaian :
▪ Buah mengkudu yang sudah siap masak di tumbuk
halus lalu diperas dan disaring.
▪ Filtrat mengkudu ditambah dengan madu lebah
sebanyak (1/4) bagian
56
▪ Minumkan kepada ternak yang batuk berdarah ini
selama 3-5 hari berturut – turut satu kali sehari
22. Kunyit (Curcuma Demostica)
a. Indikasi :
▪ Digunakan oleh inseminator atau PKB untuk menolong
kelahiran pada distokia luka minor
▪ Perangsang nafsu makan
b. Cara Pemakaian :
▪ Filtrat kunyit dicampur dengan minyak kelapa.
23. Labu Merah (Cucurbita Maschata Duch)
a. Indikasi :
▪ Pengobatan cacingan
b. Cara Pemakaian :
▪ Ambil segenggam biji labu merah yang dikeringkan dan
tumbuk sampai halus.
▪ Tambahkan air murni hangat secukupnya
▪ Lalu minumkan 2x sehari pada penderita.
24. Nenas (Ananas sativus)
a. Indikasi :
▪ Oligo Urea (kencing sedikit – sedikit atau An Urea)
b. Cara Pemakaian :
▪ Potong kecil – kecil buah nenas muda, lalu berikan
melalui penyulangan pada mulut ternak sakit.
57
25. Temulawak (Curcama Anthoriza)
a. Indikasi :
▪ Anemia (Kekurangan Anthoriza)
b. Cara Pemakaian :
▪ Campurkan temulawak diparut, ditambah gula tebu
secukupnya dan tambahkan air murni
▪ Lalu minumkan kepada hewan ternak satu kali sehari
selama 5 hari berturut – turut.
26. Pisang Biji/pisang wak (Musa Paradisiaca Linn)
a. Indikasi :
▪ Disentri (tinja berlendir dan berdarah)
▪ Panas Dalam
b. Cara Pemakaian :
▪ Untuk disentrik : buah pisang muda dipotong – potong
dan sulangkan ke mulut ternak sakit.
▪ Untuk panas dalam : diberikan daun pucuk pisang
muda di tumbuk halus dan di berikan madu lebah, lalu
diminumkan.
27. Rumbia (Metroxylon Sagus)
a. Indikasi :
▪ Diare dan cacingan
▪ Perbaikan laktari air susu
58
b. Cara Pemakaian :
▪ Ambil beberapa biji buah rumbia dan tumbuk halus
serta seduhkan air murni hangat.
▪ Minumkan kepada ternak yang menderita diare atau
cacingan.
▪ Khusus bagi induk yang baru melahirkan dapat
diberikan daun pucuk rumbia ditumbuk sampai lumat
▪ Kemudian tambahkan air murni hangat, aduk sampai
homogen dan sarin.
28. Serai (Cymbopogon Citratus Dc)
a. Indikasi :
▪ Cacingan
b. Cara Pemakaian :
▪ Batang dan akar serai ditumbuk, filtratnya ditambah
dengan air murni hangat.
▪ Minumkan pada hewan ternak yang menderita
cacingan.
29. Sirih (Piper Bitle Linn)
a. Indikasi :
▪ Batuk
▪ Luka
59
b. Cara Pemakaian :
▪ Untuk batuk : daun sirih direbus dengan jumlah air 2
gelas/gayung air, setelah separuh airnya minumkan
pada ternak.
▪ Daun sirih yang ditumbuk halus dan ditambah air murni
hangat serta saring dengan kain tipis, minumkan 2x
sehari yaitu pada pagi dan sore.
▪ Untuk luka : ambil beberapa helai daun sirih,
tambahkan sedikit kapur sirih, tumbuk sampai
halus/lumat.
▪ Oleskan pada permukaan yang luka, ulangi bila ramuan
tersebut telah kering.
30. Tembakau (Nicotiana Tabakum Linn)
a. Indikasi :
▪ Luka belatung, luka borok
▪ Membasmi kutu/caplak
b. Cara Pemakaian :
▪ Campurkan tembakau dengan minyak premium,
gunakan untuk mengeluarkan belatung dari luka.
▪ Daun tembakau yang diolesi kapur sirih dan sedikit air,
ditumbuk sampai lumat, lalu ditempelkan pada
permukaan luka borok.
60
▪ Tembakau yang direndam dengan air hangat selama 1
jam dapat menghilangkan kutu/caplak dari badan
ternak.
31. Tutup Bumi (Elephan Topu Scaber)
a. Indikasi :
▪ Diare
▪ Demam
▪ Sariawan
b. Cara Pemakaian :
▪ Daun tutup bumi direbus dengan air murni sebanyak 2
gayung.
▪ Setelah air rebusan tinggal 1 gayung minumkan 2x
sehari pada ternak.
61
DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Petugas Peternakan di Lapangan 2010, DinasKesehatan Hewan dan Peternakan propinsi Aceh.
Manual Untuk Paramedic Kesehatan Hewan, Food AndAgriculture Organization of The United Nations, 1991.
Pengobatan Hewan Tradisional di Indonesia, FAO RegionalOffice for Asia and Pasific, Bangkok, Thailand, 1991.
Perawatan Ternak Budidaya.blogspot.com/2013/08.
hhtps//id-id.facebook.com/notes/etawa-farmparungpanjang/obat-tradisional-untuk-ternakkambing/102711266531419.
https//www.facebook.com/permalink.php?id=30405945636823&story_pbid:388682174572630.
62
FERMENTASI JERAMI PADI DENGAN PROBIOTIK
SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DAN PUPUK ORGANIK
Oleh: Nani Yunizar
Pendahuluan
Hijauan pakan ternak yang tersedia dalam jumlah yang
cukup dengan kualitas baik merupakan syarat pokok didalam
mengembangkan usaha peternakan khususnya ternak
ruminansia. Hijauan pakan yang biasanya diberikan adalah
berupa rumput-rumputan yang berasal dari lapangan/kebun
rumput Tegal pematang atau pinggiran jalan.
Hijauan sangat berpengaruh terhadap iklim terutama pada
musim kemarau akan terjadi kekurangan hijauan pakan ternak
terutama untuk daerah pertanian intensif. Kekurangan hijauan
pakan ternak pada musim kemarau juga diikuti oleh
kekurangan pula pada musim hujan karena pola pemanfaatan
lahan yang lebih diutamakan untuk produksi tanaman pangan.
Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian di
Indonesia yang cukup tersedia serta diduga akan selalu
meningkat ketersediannya. Umumnya jerami padi di negeri kita
sebagian besar digunakan yaitu sekitar 36-62% dibakar
dikembalikan ke tanah sebagai kompos dan 24-39% untuk
makanan ternak, sisa yang digunakan untuk industri (7-15%).
63
Jerami padi agaknya dapat memberikan prospek yang
lebih cerah khususnya subsektor peternakan, potensinya
memang cukup besar untuk dikembangkan ke arah itu. Namun
sejauh ini pemanfaatan jerami untuk makanan ternak masih
kecil sekali dibandingkan produksi pertahun. Hal ini diduga
bahwa jerami padi mempunyai nilai nutrisi yang sangat rendah
untuk dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak. Nilai
kecernaan bahan kering jerami hanya mencapai 35-38%
dengan kandungan protein kasar sekitar 3-4% sedangkan
untuk hidup ternak membutuhkan bahan hijauan pakan dengan
nilai kecernaan minimal 50-55% dan kandungan protein kasar
8% (Djayanegara 1989).
Kekurangan nilai nutrisi pada pemberian pakan ternak
dapat diatasi dengan penambahan rumput lapangan sekitar
25% dari kebutuhan dan hasil diikuti dengan penambahan
pakan konsentrat seperti dedak padi.
Produksi jerami padi dapat mencapai 5-8 ton/ha/panen
bergantung pada lokasi dan jenis varietas yang ditanam.
Jerami padi yang dihasilkan ini dapat digunakan sebagai pakan
sapi dewasa sebanyak 2-3 ekor sepanjang tahun.
Salah satu cara untuk mengatasi kekurangan bahan pakan
tersebut dapat menggunakan bahan pakan serat hasil
64
sampingan pertanian seperti jerami padi sebagai pakan
alternatif pengganti hijauan untuk makanan ternak.
Strategi pemanfaatan jerami sebagai pakan sapi
Untuk meningkatkan kualitas nutrisi jerami padi perlu
dilakukan proses fermentasi terbuka selama 21 hari. Hal ini
dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai pemacu
proses degradasi komponen serat dalam jerami padi sehingga
akan lebih mudah dicerna oleh ternak.
Proses fermentasi terbuka ini dapat dilakukan sebagai
berikut:
Pembuatan jerami padi fermentasi dilakukan pada tempat
terlindung dari hujan maupun sinar matahari langsung. Proses
pembuatan dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap fermentatif
dan tahap pengeringan dan penyimpanan. Pada tahap
pertama, jerami padi yang baru dipanen dari sawah
dikumpulkan pada tempat yang telah disediakan dan
diharapkan masih mempunyai kandungan air sekitar 65 %.
Bahan yang digunakan dalam proses fermentatif adalah Urea
dan Probiotik, yaitu campuran dari berbagai mikroorganisme
yang dapat membantu pemecahan komponen serat dalam
jerami padi tersebut. Jerami padi segar yang akan dibuat
menjadi jerami padi fermentasi ditimbun dengan ketebalan
kurang lebih 20 cm kemudian ditaburi dengan urea dan
probiotik setebal 20 cm.
65
Demikian seterusnya sehingga ketebalan tumpukan jerami
padi mengikuti takaran sebanyak 5 kg urea untuk setiap ton
jerami segar. Demikian pula takaran probiotik yang digunakan
adalah 5 kg probiotik untuk setiap ton jerami padi segar.
Setelah pencampuran urea dan probiotik pada jerami padi
tersebut dilakukan secara merata, kemudian didiamkan selama
21 hari agar proses fermentatif dapat berlangsung dengan
baik. Pada tahap kedua adalah proses pengeringan dan
penyimpanan jerami padi fermentasi tersebut.
Tumpukan jerami padi yang telah mengalami proses
fermentasi tersebut dikeringkan dibawah sinar matahari dan
dianginkan-anginkan sehingga cukup kering disimpan pada
tempat yang juga terlindung dari hujan dan sinar matahari
langsung. Setelah proses pengeringan ini, maka jerami padi
fermentasi tersebut dapat diberikan kepada sapi sebagai pakan
menggantikan rumput segar. Dengan cara demikian
pemanfaatan hijauan pakan ternak dalam bentuk jerami padi
akan dapat dilakukan sepanjang tahun dan lebih efisien dalam
pemanfaatan waktu dan tenaga peternak.
66
Jerami segar (kadar air 65%)
Tumpukan jerami + probiotik + urea
Proses fermetasi dan amoniasi(3 minggu)
Pengeringan
Sinar matahari selama 30 menit
Pengepresan
Menggunakan alat
Penyimpanan
Pemberian pada ternak
Gambar. Proses pembuatan jerami padi fermentasi untuk pakan ternak
Potensi Produksi Daging
Dengan pola pemeliharaan sapi secara terintegrasi ini
diharapkan akan dapat diperoleh pertambahan berat badan
sapi sebesar 0,4-0,8 kg per hari, sehingga potensi produksi
tambahan berat badan dapat diperkirakan sekitar 50 - 300 kg
per ekor per tahun. Apabila dalam kawasan satu hektar dapat
67
menunjang kebutuhan 4-6 ekor sapi maka dapat diharapkan
akan ada tambahan berat badan sapi sebesar 750-1500 kg
yang setara dengan 200-400 kg daging sapi. Untuk kondisi
harga sekarang, potensi produksi daging setara dengan
pendapatan Rp. 4-8 juta per tahun per hektar sawah, sebelum
dikurangi biaya pemeliharaan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh BPTP Aceh pada
tahun 2002 pemberian jerami padi hasil fermentasi harus
diimbangi dengan pemberian sebagian rumput lapang diikuti
dengan pemberian konsentrat. Konsentrat yang diberikan
setiap hari sebanyak 0,5-1% dari berat badan. Tujuan dari
penambahan konsentrat adalah untuk menutupi kebutuhan
protein dalam pakan.
Potensi Sapi Sebagai Pakan Penghasil Pupuk Organik
Seekor sapi dapat menghasilkan kotoran (feses) sebanyak
8-10 kg setiap hari. Apabila kotoran sapi ini diproses menjadi
pupuk organik dapat diharapkan akan menghasilkan 4-5 kg per
hari. Dengan demikian, pada luasan sawah satu hektar dapat
diharapkan akan menghasilkan sekitar 7,3 sampai dengan 11,0
ton pupuk organik pertahun.
Sementara itu, penggunaan pupuk organik pada lahan
persawahan adalah 2 ton perhektar untuk setiap kali tanam,
sehingga potensi pupuk organik yang ada dapat menunjang
kebutuhan pupuk organik untuk 1,8 sampai dengan 2,7 hektar
68
dengan dua kali tanam setahun. Penambahan bahan organik
(pupuk hijau, pupuk kandang, kompos dan sisa-sisa tanaman)
di dalam tanah sangat dibutuhkan untuk kehidupan
mikroorganisme di dalam tanah.
Bahan organik berupa limbah pertanian (jerami padi,
jerami jagung, dan lain-lain) dapat digunakan sebagai pupuk
organik. Lahan pertanian memerlukan pupuk organik untuk
mempertahankan kesehatan tanah serta kecukupan unsur hara
tanaman. Pengggunaan pupuk anorganik secara terus menerus
dalam jangka waktu yang lama ternyata dapat menyebabkan
kondisi tanah menjadi tidak sehat untuk pertumbuhan
tanaman.
Hal ini berkaitan dengan perubahan fisik tanah dan
mikrobiologi tanah sedemikian rupa sehingga pertumbuhan
perakaran tanaman menjadi terganggu yang pada gilirannya
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara
keseluruhan. Berkurangnya kandungan bahan organik pada
lahan pertanian di Indonesia dewasa ini menunjukkan bahwa
sebenarnya diperlukan tidak kurang dari 100% tambahan
bahan organik untuk mengembalikan pada keadaan kesehatan
tanah yang normal. Bahan organik terdiri dari berbagai limbah
yang akan dijadikan pupuk organik.
Keberadaan bahan organik di dalam tanah merupakan
motivator adanya kehidupan di dalam tanah. Tanpa bahan
69
organik tanah akan mati, tanah yang mati bila dipupuk dengan
bahan organik secara berkesinambungan dengan dosis yang
benar, tanah akan mudah memiliki daya ikat air yang tinggi
meningkatkan nilai tukar kation tanah, dan meningkatkan daya
dukung tanah sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi
hasil pertanian di Indonesia.
Proses pembuatan pupuk organik dapat dilakukan dalam
waktu relatif singkat dengan penambahan indikator EM4 yang
disebut dengan Bokashi. Bahan utama (bahan organik) yang
dibutuhkan untuk membuat Bokashi ada beberapa macam
seperti jerami padi, pupuk kandang sekam atau serbuk gergaji.
Bokashi adalah hasil fermentasi bahan organik dengan
teknologi EM4 yang dapat digunakan sebagai pupuk organik
untuk menyuburkan tanah dan meningkatkan produksi
tanaman. Bokashi sangat berguna bagi petani sebagai sumber
pupuk organik yang siap pakai dalam waktu singkat, yang
berguna secara sinergis dapat menekan populasi hama dan
penyakit tanaman, meningkatkan kesuburan tanah secara fisik,
kimia dan biologi sehingga penggunaan pupuk anorganik
dibidang pertanian dapat dikurangi.
Adapun bahan pembuatan Bokashi terdiri dari:
Jerami padi 200 kg (dipotong 5-10 cm), sekam 100 kg,
kotoran sapi 100 kg, dedak 10 kg, gula pasir/gula merah 10
sdm, EM4 200 ml (20 sdm) dan air secukupnya.
70
Adapun teknik pembuatan Bokashi sebagai berikut:
Larutan EM4 + gula + air dicampur merata, jerami yang
telah dipotong ditambahkan dedak campurkan secara merata
dengan sekam, larutan jerami yang telah tercampur disiramkan
dengan larutan EM4. Pencampuran dilakukan secara perlahan-
lahan dan merata hingga kandungan air ± 30-40 %. Bahan
yang telah tercampur diletakkan diatas tempat yang kering
dengan tinggi 15 – 20 cm, kemudian bahan tersebut ditutup
dengan plastik hitam.
Tumpukan dipertahankan suhu antara 40-500 C untuk
mengontrolnya setiap 5 jam sekali suhunya diukur. Apabila
suhunya tinggi makanan bahan tersebut dibalik didiamkan
sebentar agar suhu turun lalu ditutup kembali. Proses
fermentasi ini berlangsung sekitar 4-7 hari.
Setelah bahan tersebut menjadi Bokashi, tumpukan
dibuka Dengan cirikan dengan warna hitam gembur tidak
panas dan tidak berbau. Dalam kondisi seperti ini Bokashi
dapat digunakan sebagai pupuk. Baru dapat dijadikan untuk
pupuk dengan dosis 2kg/batang.
71
DAFTAR PUSTAKA
Bamualim A, Kuswandi, A. Azahari dan B. Haryanto. 2007.Sistem usahatani tanaman-ternak. Makalah disampaikanpada Seminar dan Expose Sistem Integrasi TanamanPangan dan Ternak 22-23 Mei 2007 di KP Muara, Bogor.
Musofie, A. 2002.Peran Ternak Sapi Potong dalam SistemUsaha Pertanian Organik. Lokakarya SIPT-2. Strategi danTeknologi Sistem Integrasi Padi – Ternak. DinasPertanian-Pemerintahan Provinsi D I Yogyakarta.
Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. 2008.Pedoman Teknis integrasi Ternak Ruminansia –Tanaman. Direktorat Budidaya Ternak RuminansiaDirektorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian,Jakarta.
Diwyanto, K., dan B. Haryanto. 2003. Integrasi ternak denganusaha tanaman pangan. Makalah disampaikan padaTemu Aplikasi Paket Teknologi di BPTP KalimantanSelatan. Banjarbaru, 8-9 Desember 2003.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian DepartemenPertanian. 2005.Prospek dan Arah PengembanganAgribisnis Sapi. Departemen Pertanian, Jakarta.
Djajanegara, A., B. Risdiono, A. Priyanti, D. Lubis dan K.Diwiyanto. 2001. Crop-Animal Systems Research Network(CASREN) Indonesia. Laporan Penelitian. Pusat Penelitiandan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian. 2008.Pedoman Teknis Integrasi Ternak Ruminansia –Tanaman. Direktorat Budidaya Ternak RuminansiaDirektorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian,Jakarta.
72
MEMAHAMI RANTAI NILAI KOPI ARABIKA GAYO DARIPETANI KE KONSUMEN
Oleh : Rini Andriani
Sumber gambar: Google search
Kopi Arabika di dataran tinggi Gayo merupakan komoditas
penting bagi perekonomian masyarakat di Kabupaten Aceh
Tengah, Bener Meriah dan Gayo Lues. Areal yang cukup luas,
kesuburan tanah dan iklim di kawasan ini sesuai untuk
pengembangan Agribisnis kopi Arabika. Komoditas ini
merupakan salah satu komoditas yang pengembangannya
diprioritaskan oleh Pemerintah Indonesia saat ini dikarenakan
memiliki cita rasa yang khas dan banyak digemari oleh pecinta
kopi di tanah air bahkan ke negara-negara konsumen.
Tahapan-tahapan sampainya biji-biji kopi ke tangan
konsumen dalam bentuk kopi bubuk hingga menjadi kopi
seduhan yang nikmat itulah yang dinamakan rantai nilai kopi.
73
Sedangkan pengertian dari rantai nilai itu sendiri adalah
berbagai kegiatan kompleks yang dilakukan oleh berbagai
pelaku (produsen utama, pengolah, pedagang, penyedia jasa)
untuk membawa bahan baku melalui suatu rantai hingga
menjadi produk akhir yang dijual (ACIAR, 2012).
1. Penanaman
Perbanyakan tanaman bisa dilakukan secara generatif dan
vegetatif dan penanaman dilakukan pada awal musim hujan.
Tanaman kopi bisa ditumpangsarikan dengan tanaman
semusim seperti kubis, tomat, cabai, dan kacang-kacangan
serta dengan tanaman tahunan berupa pohon seperti jeruk,
terong belanda, alpukat, kesemek. Hal ini untuk melindungi
tanaman kopi dari angin yang dapat mematahkan dahan
tanaman. Dalam hal pemeliharaan tanaman, petani juga harus
rajin memberikan unsur hara tanah, membasmi hama dan
penyakit serta melakukan pemangkasan batang tunggal.
2. Panen
Warna buah adalah hal utama yang perlu diperhatikan
pada saat panen, yaitu maksimum merah minimum kuning.
Dengan melihat warna buah dapat diduga kualitas biji kopi
yang akan diperoleh.
74
3. Pengangkutan
Setelah dipanen hasilnya harus segera diangkut ke tempat
pengolahan agar tidak terjadi pembusukan, paling lambat 12
jam harus sudah sampai di tempat pengolahan.
4. Sortasi Buah
Sebelum melakukan pengolahan, buah kopi dibersihkan/
dipisahkan dari daun, ranting, kerikil dan kotoran lainnya.
Dominan buah warna hijau 5%, buah busuk atau kering 5%.
Perlu dilakukan sortasi sebelum digiling jika syarat tersebut
tidak terpenuhi. Masing-masing warna buah (buah muda/hijau,
busuk, terlalu masak, setengah kering, kering dan kotoran lain)
dipisahkan untuk menjaga citarasa.
5. Pengolahan
Buah kopi yang telah disortasi dimasukkan ke dalam
pulping untuk memisahkan kulit buah dari biji. Kemudian di
fermentasi sekitar 12 jam. Setelah itu dilakukan pencucian dan
pengapungan, penirisan serta penjemuran kopi gabah.
Penjemuran dilakukan paling sedikit 4 jam pada terik matahari,
kemudian di huller dan dikeringkan lagi dalam bentuk kopi
labu.
6. Penanganan biji kopi
Pada tahap ini biji dikelompokkan sesuai dengan ukuran
dan mutu fisik untuk menentukan jenis dan keseragamannya
dan kualitas citarasa seduhan kopi.
75
7. Pengemasan
Tahap akhir dari proses ini bertujuan untuk
mempertahankan mutu fisik dan citarasa, mengamankan dari
serangan hama penyakit, mempermudah penanganan dan
mempermudah proses pengangkutan.
Untuk pemasaran, biji-biji kopi dari petani ditampung oleh
koperasi ataupun pedagang pengumpul untuk eksportir.
Harganya mencapai Rp. 23.000,-/Kg. Salah satu Koperasi yang
sudah berkembang dalam pengolahan biji kopi di Aceh Tengah
adalah Koperasi Babburrayan. Koperasi ini sudah memiliki
peralatan pengolahan yang cukup modern dan berskala besar
mulai dari mesin Huller, Grader, Desimetri, dll. Koperasi ini
menampung biji kopi dari para petani anggotanya untuk
kemudian diolah dan dipasarkan hasilnya baik untuk ekspor
maupun untuk industri nasional melalui jalur khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Kopi Gayo TembusPasar Amerika.http://ditjenbun.pertanian.go.id/pascapanen/berita-157-kopi-gayo-tembus-pasaran-amerika-.html. Diakses 21 Mei2015
Australian Centre for International Agricultural Reseach(ACIAR). 2012. Membuat Rantai Nilai Lebih BerpihakPada kaum Miskin. Buku Pegangan Bagi Praktisi AnalisisRantai Nilai. Canberra. 146 halaman.
76
Buku Panduan Upaya peningkatan Produksi dan Kualitas KopiArabika Gayo Yang Berkelanjutan. 2012. Kerjasama IOMSEGA dan Universitas Gajah Putih. Didanai oleh AcehEconomic Development Financial Facility (AEDFF).Takengon.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. ProsidingSimposium Kopi. 2006. Surabaya, 2-3 Agustus 2006.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2008. PanduanBudidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo.
77
PENGEMBANGAN USAHA KOMODITI PALA ACEH
Oleh : Idawanni
Pendahuluan
Tanaman pala (Myristica fragrant Houtt) adalah tanaman
rempah asli kepulauan Maluku (Purseglove et all., 1995).
Selanjutnya tanaman pala terus menyebar dan berkembang di
Sulawesi Utara sampai ke Aceh (Sunanto, 1993).
Pala dikenal sebagai tanaman rempah yang memiliki nilai
ekonomis dan multiguna karena setiap bagian tanaman dapat
dimanfaatkan dalam berbagai industri makanan dan minuman.
Biji beserta fulinya juga merupakan bahan ekspor hasil
perkebunan yang cukup penting. Indonesia merupakan negara
pengekspor biji pala dan fuli terbesar di pasaran dunia. Sampai
saat ini diperkirakan 85% kebutuhan pala di pasaran dunia
berasal dari Indonesia dan sisanya dipenuhi dari negara lainnya
seperti Grenada, India, Srilangka dan Papua Newgini (Bachmid,
2008).
Hasil pala Indonesia mempunyai keunggulan dipasaran
dunia karena memiliki aroma yang khas dan memiliki rendemen
minyak yang tinggi. Buah ini dikenal sebagai tanaman rempah
yang memiliki nilai ekonomis dan multiguna. Setiap bagian
tanaman, mulai dari daging, biji, hingga tempurung pala dapat
dimanfaatkan untuk industri makanan, minuman maupun
78
kosmetika. Tanaman pala sebagai salah satu tanaman
perkebunan, yang dapat menghasilkan devisa yang cukup
besar (Sunanto, 1993).
Tinggi pohon pala dapat mencapai 20 m dan usianya bisa
mencapai ratusan tahun. Akibat nilainya yang tinggi sebagai
rempah-rempah, buah dan biji pala telah menjadi komoditas
perdagangan yang penting sejak masa lampau. Istilah ‘pala’
juga dipakai untuk biji pala yang diperdagangkan
(Rismunandar, 1990).
Tumbuhan ini berumah dua (Dioecious) dimana bunga
jantan dan bunga betina terdapat pada individu/pohon yang
berbeda. sehingga dikenal pohon jantan dan pohon betina.
Untuk menentukan populasi tanaman dengan perbandingan
jenis kelamin jantan dan betina optimum pada pertanaman
pala harus menunggu sampai tanaman berbunga (± 5 tahun).
Dari 100 biji pala yang ditanam rata-rata terdapat 55 pohon
betina, 40 pohon jantan dan 5 pohon yang hermaphrodite.
Daun pala berbentuk elips langsing, buahnya berbentuk
lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan
beraroma khas karena mengandung minyak atsiri pada daging
buahnya. Bila masak, kulit dan daging buah membuka dan biji
akan terlihat terbungkus fuli yang berwarna merah. Satu buah
menghasilkan satu biji berwarna coklat.
79
Di Provinsi Aceh daerah penghasil minyak pala bersentral
di Aceh Selatan. Di daerah Tapaktuan ini terdapat beberapa
perusahaan atau industri penyulingan minyak pala dan
merupakan salah satu industri yang tumbuh dan berkembang
karena banyaknya buah pala yang terdapat di Kabupaten Aceh
Selatan tersebut. Kualitas tanaman pala asal Aceh dan Maluku
menjadi primadona dan digemari oleh masyarakat
internasional. Kedua daerah itu telah dikenal mengembangkan
tanaman pala sejak berabad lalu. Salah satu penyebab Maluku
dan Aceh diserang oleh Belanda, karena kedua daerah ini
menyimpan cadangan pala yang melimpah dan rempah-
rempah lainnya, seperti cengkeh dan lain-lainnya.
Di Aceh Selatan, pala jenis myristica fragans paling
banyak dibudidayakan. Pala jenis ini memiliki kualitas ekonomi
lebih tinggi dan harga jual lebih mahal di pasaran internasional.
Data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Aceh Selatan
menyebutkan bahwa di tahun 2001 Aceh Selatan mampu
menghasilkan 4.937 ton pala dengan devisa sedikitnya Rp 6,5
milyar.
Dari tahun 1995 sampai 2000 rata-rata terjadi penurunan
produksi 320 ton setiap tahun. Pada tahun 2005, produksi pala
hanya mencapai 4.321 ton, dan tahun 2011 hanya terjadi
sedikit peningkatan produksi yaitu menjadi 4.650.
80
Adapun distribusi penghasil pala serta luas lahan yang
dimiliki untuk komoditi ini masing-masing kabupaten dapat
dilihat pada tabel berikut:
Luas Lahan dan Produksi Pala di Aceh 2011
No Kabupaten/kota Luas/Area (ha) Produksi(Ton)1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.13.14.15.16.
SimeulueAceh SingkilAceh SelatanAceh TenggaraAceh TimurAceh BaratAceh BesarPidieBireunAceh UtaraAceh Barat dayaNagan RayaAceh JayaBener MeriahSabangPidie Jaya
1.38964
14.18343164248109150148
4.6831221351215318
8312
4.6508-
154410253531935183-4
Total 21.522 5.261Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Aceh.
Tabel di atas menunjukkan produksi pala tahun 2011
terbesar dihasilkan oleh Kabupaten Aceh Selatan, seluas
14.183 Ha, dengan produksi 4.650 ton. Di bawahnya menyusul
Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) dengan luas lahan 4.683
Ha dengan total produksi 319 ton per tahun.
81
Mengenal Tanaman Pala
Umumnya pohon pala mulai berbuah pada umur 7 tahun
dan pada umur 10 tahun telah berproduksi secara
menguntungkan. Produksi pada akan terus meningkat dan
pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi. Pohon pala
terus berproduksi sampai umur 60–70 tahun. Buah pala dapat
dipetik (dipanen) setelah cukup masak (tua), yaitu sekitar 6–7
bulan sejak mulai bunga dengan tanda-tanda buah pala yang
sudah masak adalah jika sebagian dari buah tersebut tersebut
mulai merekah (membelah) melalui alur belahnya dan terlihat
bijinya yang diselaputi fuli warna merah. Jika buah yang sudah
mulai merekah dibiarkan tetap dipohon selama 2-3 hari, maka
pembelahan buah menjadi sempurna (buah berbelah dua) dan
bijinya akan jatuh di tanah.
Pala dipanen biji dan salut bijinya (Arillus), dalam
perdagangan salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa
Inggris disebut mace. Sebelum dipasarkan, biji dijemur hingga
kering setelah dipisah dari fulinya. Pengeringan ini memakan
waktu enam sampai delapan minggu. Bagian dalam, biji akan
menyusut dalam proses ini dan akan terdengar bila biji
digoyangkan. Cangkang biji akan pecah dan bagian dalam biji
dijual sebagai pala.
Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala
dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus,
82
sayuran, dan minuman penyegar. Minyaknya juga dipakai
sebagai campuran parfum atau sabun.
Manfaat pala tidak hanya dari bijinya saja. Daging
buahnya yang berair dan berasa asam yang selama ini juga
telah dimanfaatkan dalam industri rumah tangga sebagai
makanan ringan. Begitu pula dengan selubung biji pala yang
berwarna merah, biasanya dijadikan bahan campuran ketika
mengolah minyak pala.
Manfaat dari Tanaman Pala
Selain sebagai rempah-rempah, tanaman pala juga
banyak manfaat lainnya seperti kulit, batang, daun, fuli, biji,
daging buah pala.
a. Kulit batang dan daun
Batang/kayu pohon pala yang disebut dengan “kino”
hanya dimanfaatkan sebagai kayu bakar, sedangkan kulit
batang dan daun tanaman pala dapat menghasilkan minyak
atsiri
b. Fuli
Fuli adalah benda yang menyelimuti biji buah pala yang
berbentuk seperti anyaman pala, disebut “bunga pala”. Bunga
pala ini dalam bentuk kering banyak dijual di dalam negeri. Fuli
ini sebaiknya dijemur pada panas matahari yang tidak terlalu
panas selama beberapa jam, kemudian diangin-anginkan. Hal
83
ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli itu kering. Warna fuli
yang semula merah cerah, setelah dikeringkan menjadi merah
tua dan akhirnya menjadi jingga. Dengan pengeringan seperti
ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan
berkualitas tinggi sehingga nilai ekonomisnya pun tinggi pula.
Fuli ini juga bisa menghasilkan minyak atsiri dengan cara
menyuling fuli. Minyak atsiri ini warnanya jernih dan mudah
menguap. Minyak fuli juga dapat dipakai sebagai obat
rubefacien dan minyak gosok balsam untuk penghangat kulit.
c. Biji pala
Dapat meringankan semua rasa sakit dan rasa nyeri yang
disebabkan oleh kedinginan dan masuk angin dalam lambung
dan usus. Biji pala sangat baik untuk obat pencernaan yang
terganggu dan obat muntah-muntah. Lemak yang dikeluarkan
oleh minyak pala sebagian besar diolah di Eropa dan
diperdagangkan sebagai Volatile oil of nutmeg. Minyak
digunakan untuk membuat minyak wangi, parfum dan sabun di
Eropa, isi biji pala juga dibuat serbuk untuk bumbu masakan
Barat dan Timur Tengah.
d. Daging buah
Daging buah pala sangat baik dan sangat digemari oleh
masyarakat jika telah diproses menjadi makanan ringan,
misalnya: asinan pala, manisan pala, selai pala, sirup pala,
Manmelade daging buah pala yang masih muda.
84
Jenis Pala
Tanaman pala memiliki beberapa jenis, antara lain:
1) Myristica fragrans Houtt
2) Myristica argentea Ware
3) Myristica fattua Houtt
4) Myristica specioga Ware
5) Myristica Sucedona BL
6) Myristica malabarica Lam
Jenis pala yang banyak diusahakan adalah terutama
Myristica fragrans, sebab jenis pala ini mempunyai nilai
ekonomi lebih tinggi daripada jenis lainnya. Disusul jenis
Myristica argentea dan Myristica fattua. Jenis Myristica
specioga, Myristica sucedona, dan Myristica malabarica
produksinya rendah sehingga nilai ekonomisnya pun rendah
pula.
Pemasaran
Jalur pemasaran pala sangat sederhana. Dimulai dari
petani, kemudian ke pedagang pengumpul di tingkat
kecamatan, baru kemudian dibawa ke pedagang besar,
biasanya di ibukota kabupaten. Sebelum dibawa ke Medan
dalam bentuk minyak atsiri Pala (nutmeg oil), buah pala masuk
ke pabrik penyulingan pala yang banyak terdapat di ibukota
kabupaten seperti Tapaktuan atau Blang Pidie.
85
Peluang Usaha
Peluang usaha di sektor ini dapat dibagi dalam 3 (tiga)
jenis, yaitu pada bidang pembukaan perkebunan baru, bidang
pemrosesan lanjutan dari minyak pala dan bidang
pemasaran/trade.
Karena margin yang dinikmati oleh perantara selama ini
cukup besar, maka usaha di bidang pemasarannya menjadi
cukup menarik. Namun karena produksi minyak pala yang
dihasilkan dari Aceh masih relatif kecil untuk memenuhi
permintaan pasar internasional, maka usaha di bidang ini juga
menjadi sangat terbatas karena sudah adanya pemain lama
yang masih aktif. Oleh sebab itu untuk membuat industri ini
lebih menarik, maka pembukaan perkebunan pala yang baru
sangat disarankan untuk memperbesar volume produksi pala di
86
Aceh. Setelah itu baru pemrosesan minyak pala dan
pembuatan produk turunannya baik yang berasal dari bunga,
daging buah dan biji pala dapat dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Aspek Budidaya-budidaya Tanaman Pala.http://ditjenbun.deptan.go.id/ budtanreyar.
Sunanto,Hatta. Budidaya Pala Komoditas Ekspor . Yogyakarta:kanisius. 1993.
Rismunandar, 1992. Budidaya dan Tataniaga Pala. PenebarSwadaya, Jakarta.
Bachmid, 2008. Seks Rasio Pala di Blok Kebun Percobaan PT.Banda Permai
Purseglove. 1995. Prospek dan Strategi Pengembangan Pala diMaluku.
87
PERBAIKAN PEMBIBITAN KOPIMELALUI INTRODUKSI VARIETAS,
PUPUK CAIR DAN NAUNGAN
Oleh: Yufniati ZA, Rahman Jaya, Rini Andriani
Pendahuluan
Kopi merupakan salah satu komoditas ekspor penting
yang diharapkan mampu memberikan nilai tambah penerimaan
devisa baik bagi negara pada umumnya maupun untuk daerah
sentra produksi khususnya. Perkebunan kopi di Indonesia
didominasi oleh perkebunan rakyat dengan total areal 1,06 juta
ha atau 94,14%, sementara areal perkebunan besar negara
39,3 ribu ha (3,48%) dan perkebunan besar swasta 26,8 ribu
ha (2,38%). Areal perkebunan rakyat tersebut dikelola oleh
sekitar 2,12 juta kepala keluarga petani (Direktorat Jenderal
Bina Produksi Perkebunan, 2004).
Menurut International Coffee Organization (ICO) tahun
2004, Indonesia merupakan negara penghasil kopi terbesar
keempat di dunia dengan kontribusi sebesar 60% produksi kopi
dunia.
Provinsi Aceh merupakan daerah penghasil kopi Arabika
terbesar di Indonesia dengan pusat pengembangannya terletak
di dataran tinggi Gayo yaitu di Kabupaten Aceh Tengah dan
Kabupaten Bener Meriah yang keseluruhannya merupakan
88
usaha perkebunan rakyat. Pada tahun 2009 luas perkebunan
rakyat di dataran tinggi Gayo adalah 87.492 ha dengan rincian
48.001 ha di Kabupaten Aceh Tengah dan 39.491 ha berada di
Kabupaten Bener Meriah (Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Provinsi NAD, 2009). Akan tetapi dari luasan areal perkebunan
rakyat tersebut produksi yang dihasilkan hanya berkisar
±27.444 ton dengan tingkat produktivitas per hektarnya ±718
kg/tahun. Tingkat produksi dan produktivitas tersebut masih
relatif rendah jika dibandingkan dengan produktivitas kopi
Arabika nasional yang mencapai ±85.236 kg/tahun.
Pembibitan merupakan tahapan yang sangat penting
dalam budidaya tanaman kopi karena akan menentukan
kemampuan hidup tanaman pada tahap selanjutnya di
lapangan. Bibit yang bermutu merupakan hasil interaksi
tanaman dan faktor lingkungan. Rendahnya produktivitas kopi
Arabika di dataran tinggi Gayo disebabkan oleh belum
diterapkannya teknologi budidaya secara benar, sehingga
berpengaruh besar terhadap hasil produksi. Karena itu, upaya
peningkatan produktivitas, mutu dan citarasa melalui varietas–
varietas unggulan terus ditingkatkan.
Kebutuhan bibit bermutu dirasakan menjadi salah satu
masalah dalam peremajaan dan pengembangan kebun petani.
Keadaan ini dirasakan petani kopi di sentra produksi kopi
89
Arabika di dataran tinggi Gayo yang merupakan sentra produksi
kopi Arabika di Provinsi Aceh.
Untuk itu perbaikan teknologi budidaya melalui
pembibitan harus dilakukan dengan tepat sehingga mampu
menghasilkan bibit kopi varietas unggul bermutu sesuai dengan
syarat teknis pembibitan.
Pertumbuhan Tanaman
Pengamatan pertumbuhan tanaman mencakup tinggi
tanaman, diameter batang dan jumlah pasang daun dilakukan
pada umur 1 BSP, 3 BSP dan 6 BSP. Tanaman dengan
perlakuan naungan 20%, 40% dan 60% dan pupuk cair 2,5 ml,
5ml dan 7,5 ml/1 liter air yang lebih tinggi pada varietas Timtim
dan Borbor bila dibandingkan dengan varietas P 88, meskipun
secara statistik tidak berbeda nyata (1,2, dan 3). Dari tiga
varietas yang diuji, diketahui bahwa varietas Timtim dan
Borbor dapat menampilkan tinggi tanaman lebih tinggi dan
diameter batang lebih lebar dibanding dengan varietas P 88.
Jumlah pasang daun setiap bulan bertambah sepasang daun,
pada umur 6 BSP tanaman kopi mempunyai 6 pasang daun.
Penambahan jumlah pasang daun dikarenakan oleh sifat
genetik dari tanaman kopi kedua varietas. Masing-masing jenis
tanaman kopi tumbuh sesuai dengan karakteristik genetiknya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sumiarsi dan Priyadi (2003),
90
yang menyatakan bahwa pertumbuhan awal sangat
dipengaruhi oleh kondisi bibit di samping faktor genetik.
Tabel 1.Rata-rata Tinggi tanaman (cm) 3 varietas kopi dengan
penggunaan naungan dan pupuk cair di lahan Kebun
Percobaan Pondok Gajah Gayo, Kecamatan Bandar Kabupaten
Bener Meriah tahun 2013.Varietas/Pupuk
N1 N2 N3
1 BSP 3 BSP 6 BSP 1 BSP 3 BSP 6 BSP 1 BSP 3 BSP 6 BSP
V1 17,25 52,66 90,24 17,96 55,62 118,57 16,98 54,32 115,23
V2 20,83 67,89 122,33 21,24 64,41 124,77 21,04 65,3 122,65
V3 22,19 71,87 126,69 22,48 63,96 124,93 22,73 64,13 123,63
Rata-rata
varietas
20,09a 64,14b 113c 20,56a 61,33b 122c 20,25a 61,25b 120c
Keterangan : Angka-angka sejajar yang diikuti huruf sama berbedanyata pada taraf 0,05 Tukey.
Selanjutnya salah satu parameter pertumbuhan bibit kopi
yang diamati adalah diameter batang, secara lebih lengkap
dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata Diameter batang (mm) 3 varietas kopi
dengan penggunaan naungan dan pupuk cair di lahan
Kebun Percobaan Pondok Gajah Gayo, Kecamatan
Bandar Kabupaten Bener Meriah tahun 2013.
91
Varietas/
Pupuk
N1 N2 N3
1
BSP
3 BSP 6
BSP
1
BSP
3
BSP
6
BSP
1
BSP
3
BSP
6
BSP
V1 3 3.09 3,18 3,06 3,15 3,24 3,03 3,12 3,21
V2 3 3.06 3,12 3,03 3,09 3,15 3 3,06 3,12
V3 3 3.06 3,12 3,03 3,09 3,15 3 3,06 3,12
Rata-rata
varietas
3a 3.07b 3,14c 3,04a 3,11b 3,18c 3,01a 3,08b 3,15c
Keterangan : Angka-angka sejajar yang diikuti huruf sama berbedanyata pada taraf 0,05 Tukey
Tabel 2 di atas menunjukkan bahwa secara bersama
pupuk dan kombinasi naungan memberikan respon yang sama
terhadap diameter batang tanaman pada seluruh varietas.
Penambahan diameter batang dari umur 30 HSP ke 60 HSP
hanya berkisar 0,01 mm.
Analisis kelayakan perlu dilakukan untuk melihat apakah
usaha yang dilakukan layak atau tidak untuk dikembangkan.
Hasil pengkajian didapat R/C Rationya adalah 1,82 dengan
harga kopi ditingkat petani sebesar Rp. 1.100.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Secara umum pertumbuhan bibit kopi arabika dari ketiga
varietas, perlakuan pupuk dan naungan terlihat baik.
Pertumbuhan paling tinggi terlihat pada varietas P 88 dengan
92
naungan 75%.
2. Terjadi interaksi antara varietas, dosis pupuk, dan naungan
terhadap tinggi tanaman, diameter batang, dan jumlah daun.
Saran
1. Untuk kesinambungan data yang telah diperoleh, perlu
kegiatan lanjutan pada masa yang akan datang agar bibit
yang ada di lapangan untuk dilihat tingkat produktivitas
masing-masing perlakuan.
2. Diharapkan bibit varietas P-88 yang telah dihasilkan dari
pengkajian ini dapat disalurkan kepada petani untuk
dikembangkan di Dataran Tinggi Gayo.
DAFTAR PUSTAKA
AEKI, 1997. Statistik Kopi. Jakarta.
Darmawijaya, I, 1975. Klasifikasi Tanah Kopi. Komisi teknisPerkebunan V. Budidaya Kopi-Coklat. Tretes.
Dinas Perkebunan dan Kehutan Provinsi NAD, 2008. LaporanTahunan. Banda Aceh.
Karim, A. 1996b. Hubungan Antara Elevasi dan Lereng denganProduksi Kopi Arabika Catimor di Aceh Tengah. JurnalPenelitian Pertanian, Fakultas Pertanian, UISU, Medan.
93
Karim, A dan Darusman. 1997a. Potensi Bahan Baku PupukOrganik Sumber Lokal pada Perkebunan Kopi Organik diAceh Tengah. Makalah Disajikan pada Seminar BulananFakultas Pertanian Unsyiah, Darussalam, Banda Aceh, 22September 1997.
Nur, A.M, 1992, Pemangkasan Tanaman Kopi. Pusat PenelitianKopi dan Kakao, Jawa Timur.
Nur, A.M, 1996. Aspek Agronomi Diversifikasi Kopi Arabikadengan Tanaman Jeruk Keprok Gayo di Aceh Tengah.
Renes, H. 1989. Arabika Coffee in Aceh Tengah, Projek PPW-LTA 77- Canard/a. Small Holder Coffeee Development inAceh Tengah, Consultan Report An Aplloed ArabikaCoffee Research, May 1985 – Juni 1989.
RetnoHulupi. 2008. Bahan Tanam Kopi Arabika AnjuranNasional yang Sesuai Untuk Dataran Tinggi Gayo.Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi Arabika Gayo.Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.
Sarief, E S. 1989. Kesuburan dan Pemupukan tanah Pertanian.Pustaka Buana. Bandung. 197 hal.
Sitompul, S. M. Dan B. Guritno. 1995. Analisis pertumbuhantanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soekadar Wiryadiputra, 2008. Hama-hama Utama pada KopiArabika. Panduan Budidaya dan Pengolahan Kopi ArabikaGayo.Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 217hal.
94
Sofyan Souri, 2001. Penggunaan Pupuk Kandang MeningkatkanProduksi Padi. Folder ARMP. Instalasi Penelitian danPengkajian Teknologi Pertanian Mataram. Mataram.
Sumiarsi, N dan D. Priyadi. 2003. Interaksi antara VariasiKonsentrasi Hormon dan Interaksi Penyinaran Mataharipada Pertumbuhan Biji Serdang, Agrista 7 (3): 255-258.
Winaryo, 2003. Standart dan Sertifikasi Perkebunan Organik.Makalah Disampaikan pada Ekspose Teknologi PHT diJogya.
Winaryo, Usmandan S. Mawardi. 1994. Pengaruh KomposisiBahan Baku dan Lama Pengomposan Terhadap KualiatasKompos. Laporan Penelitian. Proyek Penelitian KopiArabika, Balai Penelitian Kopi Gayo, Pondok Gajah, AcehTengah.
95
AZOLLA, TANAMAN PAKU AIR YANG MENGUNTUNGKANPADI SAWAH
Oleh : Eka Fitria
Azolla berasal dari bahasa latin “azollaceae”, yang
merupakan tanaman paku air yang termasuk ordo Salviniales,
family Azollaceae. Azolla mempunyai beberapa spesies yaitu A.
caroliniana, A. filiculoides, A. mexicana, A. microphylla, A.
rubra, A. nilotica, dan A. Pinnata. Spesies yang banyak
terdapat di Indonesia terutama di pulau Jawa adalah Azolla
pinnata. Azolla banyak tumbuh di lahan sawah atau pada
ketebalan air optimal 3-5 cm maupun pada permukaan tanah
yang lembab.
Selama hidupnya azolla bersimbiosis mutualistis dengan
ganggang hijau biru (Anabaena azollae), yang mampu
memfiksasi nitrogen (N2). Kemampuan simbiosis azolla
anabaena untuk mereduksi nitrogen dari atmosfer menjadi
amonia melalui enzim denitrogenase cukup efektif
(Kuncarawati, 2005).
Jumlah unsur nitrogen yang dapat ditambat melalui
simbiosis Azolla-Anabaena azollae cukup tinggi. Besarnya
aktivitas penambatan nitrogen (N2) adalah 7,2 - 7,8 mg N2 per
gram berat/kering (Kuncarawati, 2005). Pada kondisi
pertumbuhan azolla yang baik dapat dihasilkan 335 - 675 kg
Junal DEDIKASI Volume 3 Nopember 2005
96
N2/Ha/th atau setara dengan 333 ton berat basah Azolla sp,
dengan kandungan nitrogen sebesar 840 kg per hektar luas
tanah (Sugiharto dalam Maftuchah,1998 ).
Azolla merupakan salah satu sumber bahan organik bagi
lahan sawah. Biomassa azolla dapat dijadikan sebagai pupuk
organik sumber Nitrogen (N) yang sangat cocok dikembangkan
oleh para petani karena aplikasinya sangat mudah dan murah.
Penggunaan azolla pada lahan sawah bisa dengan disebar
langsung ataupun dibenamkan.
Sebelum digunakan, azolla terlebih dahulu diperbanyak
pada kolam. Bibit yang dipakai adalah yang masih muda (umur
2 minggu), hal ini mempengaruhi pada proses produktifitas.
Pemberian pupuk tambahan seperti N, P dan K sangat penting
untuk memacu pertumbuhan bibit azolla.
Setelah jumlahnya cukup, azolla disebar atau dibenamkan
di sawah dengan frekuensi empat kali yaitu pada saat
pengolahan tanah pertama dan kedua, saat penyiangan kesatu
dan kedua. Setelah dibenamkan azolla segar terdekomposisi
dan melepaskan hara nitrogen dan hara lainnya. Dengan cara
demikian dapat menghemat pupuk Urea 60 - 80% dari total
kebutuhan pertumbuhan padi. Selain sebagai sumber N, azolla
juga sebagai tanaman penutup (lapisan azolla) yang juga
berpotensi untuk meningkatkan produksi padi.
97
Beberapa keuntungan penggunaan azolla pada padi
sawah: 1) Mengurangi penggunaan pupuk kimia khususnya
pupuk N, 2) Meningkatkan pendapatan petani karena lebih
efisien dalam biaya pengelolaan budidaya padi sawah, 3)
Meningkatkan kualitas mutu gabah, 4) Dalam jangka panjang
akan menguntungkan kondisi tanah menuju sistem pertanian
yang berkelanjutan.
Tabel 1. Susunan hara Azolla (%) berdasarkan Berat KeringUnsur Kandungan Unsur Kandungan
Abu 10,50 Magnesium 0,5-0,6Lemak kasar 3,0-3,30 Mangan 0,11-0,16Protein kasar 24-30 Zat Besi 0,06-0,26Nitrogen 4,5 Gula Terlarut 3,5Fosfor 0,5-0,9 Kalsium 0,4-1,0Kalium 2-4,5 Serat Klorofil 9,1Pati 6,54 Klorofil 0,34-0,55
Sumber : Maftuchah,1994
Pengganti Urea
Berdasarkan komposisi kimia, azolla sangat efektif
digunakan sebagai pupuk organik untuk mempertahankan
kesuburan tanah, setiap hektar sawah memerlukan azolla
sejumlah 20 ton dalam keadaan kering. Bila azolla diberikan
setiap musim tanam, maka tingkat pemakaian pupuk buatan
akan semakin berkurang. Hal ini dikarenakan pada pemberian
pertama seperempat bagian unsur yang dikandung azolla
langsung dimanfaatkan oleh tanah. Seperempat bagian ini,
setara dengan 65 kg pupuk urea. Pada musim tanam ke-2 dan
98
ke-3, azolla mensubsitusikan seperempat sampai sepertiga
dosis pemupukan. Penggunaan azolla sebagai pupuk, selain
dalam bentuk segar, baik juga dalam bentuk kering dan
kompos.
Azolla sebagai Bahan Pakan
Sebagai pakan ternak, kandungan gizi azolla cukup tinggi.
Kandungan protein mencapai 31,25 %, lemak 7,5 %,
karbohidrat 6,5 %, gula terlarut 3,5 % dan serat kasar 13 %.
Untuk pakan bebek, penggunaan azolla segar yang masih
muda (umur 2 - 3 minggu) dicampur dengan ransum pakan
bebek. Berdasarkan hasil penelitian, campuran Azolla 15 % ke
dalam ransum, terbukti tidak berpengaruh buruk pada bebek.
Produksi telur, berat telur dan konversi pakan juga tetap
normal. Ini berarti penggunaana azolla bisa menekan 15 %
biaya pembelian pakan bebek. Hal ini tentunya menguntungkan
bagi peternak karena bisa mengurangi biaya pembelian pakan.
Tabel 2. Sifat pupuk kandang kambing dan azollaParameter Satuan Kambing Azolla
Kadar Air % 16.63 37.16pH H20 - 8.47 8.06pH KCL - 6.66 6.78DHL dS m-1 0.85 0.89Bahan Organik % 70.12 87.97C-Organik % 30.06 31.38KPK Cmol (+) kg-1 54.05 -N Total % 1.49 1.98Nisbah C/N - 20.31 15.77P Total % 0.53 1.24K Total % 3.58 1.22
Sumber: Utami, S.N.H, 2012
99
Penambahan nitrogen dengan pemberian bahan organik
dapat dilakukan melalui pemberian pupuk kandang dan azolla.
Kemampuan azolla menambat N mencapai 1,4 kg N/ha/hari (Sri
Nuryani Hidayah Utami, 2012). Pemberian dosis pupuk
nitrogen sebanyak 50 % (100 kg/ ha) dan pemberian Azolla
michrophylla sebanyak 1,13 ton/ ha memberikan hasil yang
baik pada parameter tinggi tanaman 2-6 MST, jumlah anakan
2-7 MST (Nurmayulis dkk, 2011).
Sumber: https://www.google.com/search?q=Utilization+of+Azolla+in+rice+paddy
Menurut (Haryanto, 2008) pemupukan dengan pupuk
buatan yang dikombinasikan dengan azolla dapat
meningkatkan produksi sekitar 10-30 % dibandingkan dengan
pemupukan dengan pupuk urea pada takaran rekomendasi.
BATAN menambahkan bahwa penggunaan azolla dapat
menghemat penggunaan pupuk Nitrogen anorganik sebanyak
25-50 %.
Tyasmoro (2006), menyatakan bahwa pemberian azolla
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan tanaman padi.
Untuk komponen luas daun dan berat kering total tanaman
100
juga lebih tinggi dibanding perlakuan azolla tanpa urea dan
urea tanpa azolla (Rahmatika, 2009). Perhitungan nilai R/C
ratio tertinggi terdapat pada perlakuan 75% N azolla + 25% N
urea yakni sebesar 4,96 artinya setiap rupiah investasi pada
usaha tani ini menghasilkan penerimaan sebesar Rp. 4,96,-.
Pemberian bahan organik dapat meningkatkan luas daun
dan berat kering tanaman. Nitrogen yang cukup tersedia
pada fase vegetatif menghasilkan jumlah anakan yang banyak
dan luas daun yang lebih tinggi. Unsur N, P dan K yang
cukup tersedia pada perlakuan kombinasi persentase N azolla
dan N urea menghasilkan luas daun dan indeks luas daun
yang tinggi. Seiring dengan peningkatan luas daun, maka
produk biomassa yang dihasilkan juga tinggi.
Lapisan azolla di atas permukaan lahan sawah dapat
menghemat penggunaan urea sebanyak 50 kg/ha, jika
perkembangan azolla sangat tinggi bisa menghemat
penggunaan pupuk urea sampai 100 kg/ha (Kusumo, 2008).
Selanjutnya pemberian kompos azolla dengan dosis 6 ton/ ha
memberikan hasil terbaik tanaman padi sawah sebesar 12,05
ton/ ha atau meningkatkan berat produksi gabah sebesar
21,03% (Kaimuddin, Bachrul Ibrahim dan Lina Tangko. 2008;
Anna Hedhiati. 2008 dalam Gunawan, 2014).
Jumlah anakan pada umur umur 6 minggu tertinggi juga
dicapai pada pemberian azolla sebanyak 400 gr/pot yaitu
101
sebanyak 24 anakan, sementara berat kering brangkasan
tertinggi juga pada pemberian azolla sebanyak 400 gr/ pot
yaitu sebesar 62,93 gram (Gunawan, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Badan Tenaga Nuklir Nasional, Kelompok Pemupukan danNutrisi Tanaman. PATIR-BATAN. Jakarta (2010),www.batan.go.id/patir/pert/pemupukan/pemupukan.html. Diakses tanggal 13 -03-2010.
Gunawan, I., 2014. Kajian Peningkatan Peran Azolla SebagaiPupuk Organik Kaya Nitrogen pada Padi Sawah. JurnalPenelitian Pertanian Terapan Vol. 14 (2): 134-138.Politeknik Lampung.
Haryanto, Rasjid, H., Dan Sisworo, E.L., 2008. Azolla sumberN terbarukan bagi padi sawah, Prosiding Simposiumdan Pameran teknologi Aplikasi Isotop dan Radiasi,Batan. Jakarta,145 – 149.
http://sholihnugroho.blogspot.com/2011/03/manfaat-tanaman-azolla-azolla-pinnata-r.html. Diakses tanggal 27-01-2015.
http://dkwek.com/1551/membuat-pupuk-cair-dan-kompos-dari-azolla-microphylla/. Diakses tanggal 9-2-2015.
Kuncarawati, I,.L., Husen, S., dan Rukhiyat, M., 2005. AplikasiTeknologi Pupuk Organik Azolla Pada Budidaya Padi SawahDi Desa Mandesan Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar.Jurnal Dedikasi Volume 3. 10-16 hal.
Kusumo, D. 2008. Beberapa hasil penelitian tentang azolla.http://kolamazolla.blogspot.com/2009/10/penelitian-azolla-di-faperta-ugm.html.
102
Maftuchah, 1994. Asosiasi Azolla Dengan Anabaena SebagaiSumber Nitrogen Alami Dan Manfaatnya Sebagai BahanBaku Protein. Pusat Bioteknologi Pertanian.Universitas Muhammadiyah Malang.
Nurmayulis, Utama, P., Firnia, D., Yani, H, dan Citraresmini,A., 2011. Respons Nitrogen dan Azolla terhadapPertumbuhan Tanaman Padi Varietas Mira I denganMetode SRI.Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi.115-129 hal.
Nurmansyah. 2009. Aplikasi azolla sebagai upaya mitigasi gasmetan pada lahan padi sawah beririgasi. InstitutPertanian Bogor.
Rahmatika,W., 2010. Pertumbuhan tanaman padi (Oryzasativa.L) akibat pengaruh persentase N (azolla dan urea).Primordia Volume 6 No.2. Kediri. 84-88 hal.
Tyasmoro, S.Y. 2006. Sinergi Unsur Hara Fosfat danMolibdenum pada Penyediaan N- Azolla (Azollamycorphylla L.) untuk Padi Sawah dalam Upaya EfisiensiPenggunaan Pupuk Nitrogen (Urea). Disertasi S3Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang.
Utami, S.N.H., Purwanto, B.H. dan Putra R.C. 2012. Pengaruhpupuk kandang kambing dan azolla terhadap beberapasifat tanah dan serapan padi di sawah organik Sambirejo,Sragen. UGM. Yogyakarta. 105-117 hal.
103
PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMANTERPADU (SSLL--PPTTTT)) TTEERRHHAADDAAPP PPEENNIINNGGKKAATTAANN
PPRROODDUUKKTTIIVVIITTAASS PPAADDII DDIIKKAABBUUPPAATTEENN PPIIDDIIEE JJAAYYAA
Oleh: M. Nasir Ali dan Husaini Yusuf
Pendahuluan
Komoditi tanaman pangan memiliki peranan pokok
sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, pakan dan industri
dalam negeri yang setiap tahunnya cenderung meningkat
seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan
berkembangnya industri pangan dan pakan. Dari sisi ketahanan
pangan nasional fungsinya menjadi amat penting dan strategis.
Sasaran produksi padi nasional tahun 2011 adalah 70,59 juta
ton GKG atau meningkat 5,54% dibandingkan sasaran produksi
sebelumnya, sasaran tanam 13,41 juta ha, sasaran panen
13,13 juta ha dengan sasaran produktivitas 53,77 ku/ha. Upaya
peningkatan produksi padi, yang terfokus pada penerapan SL-
PTT tahun 2010 telah berhasil menjadi pemicu dalam
meningkatkan produksi padi sebesar 5,91% (ARAM 2009).
(Dirjen Tanaman Pangan, 2010).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah menginisiasi
aplikasi SL-PTT lahan sawah irigasi sejak 1999 di Sukamandi,
peningkatan hasil padi yang diperoleh dengan penerapan SL-
PTT berbeda menurut tingkat dan skala luasan usaha. Pada
104
tingkat penelitian dan demonstrasi dengan luasan terbatas
(1,0-2,5 ha) melalui model SL-PTT hasil padi dapat meningkat
rata-rata 37% (Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009).
Provinsi Aceh merupakan salah satu sentra produksi padi
dalam negeri dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan,
pakan dan industri nasional yang setiap tahunnya terus
meningkat. Sekitar 2,40 % kebutuhan beras nasional dipenuhi
dari Provinsi Aceh, dengan rerata produktivitas 4,6 ton/ha
(Dinas Pertanian TPH Prov. Aceh, 2010). Produktivitas padi
Provinsi Aceh mengalami peningkatan dari 4,26 ton per hektar
pada 2008, meningkat jadi 4,32 ton per hektar pada 2009 atau
meningkat sebesar 1,37 persen, sedangkan target peningkatan
pada tahun 2012 sebesar 6,08% atau 4,6 ton per hektar (BPS,
2011).
Ketersediaan lahan sawah potensial seluas 408.486 ha
tersebar pada 21 kabupaten/kota. Ini menjadi peluang dalam
peningkatan produksi dan produktivitas mengingat dewasa ini
konversi lahan terus terjadi dari lahan produktif ke sektor non
pertanian, diperkirakan mencapai 100 ribu hektar/tahun
(Balitklimat, 2009). Disamping pula terjadi perubahan iklim
yang menjadi ancaman utama pada sektor pertanian.
Pidie Jaya merupakan salah satu kabupaten hasil
pemekaran dari induknya yakni Kabupaten Pidie yang terjadi
pada tahun 2007 berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
105
2007. Namun jika dilihat dari perkembangannya di sektor
pertanian, produksi padi malah melampaui kabupaten
induknya. Data yang dirilis Pidie Jaya Dalam Angka, pada tahun
2011, produktivitas padi di Kabupaten Pidie Jaya sebesar 7,99
ton/ha dengan total produksi 103.504 ton.
Hasil kajian yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Aceh 2010 pada beberapa demontrasi plot
(demplot) mencapai 8,0 – 9,0 ton/ha. Demikian pula hasil
demfarm dan demarea yang didampingi Dinas Pertanian
Tanaman Pangan dan Peternakan dan Badan Penyuluhan
Pertanian dan Ketahanan Pangan (BP2KP) pada MT 2009-2010
telah menghasilkan 7,0 – 9,0 ton/ha.
Salah satu tujuan dari kegiatan diseminasi SL-PTT adalah
meningkatkan adopsi teknologi, peningkatan produksi dan
efisiensi biaya usahatani. Sekolah Lapang ini diharapkan dapat
memberi suatu daya tarik tersendiri terhadap petani dalam
memecahkan masalah. Dengan pendekatan SL-PTT juga
diharapkan petani dapat berpartisipasi aktif sejak perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi, dan menentukan paket yang terbaik.
SL-PTT yang nantinya diharapkan dapat ditiru dan diadopsi
oleh pengguna secara berkelanjutan.
106
Komponen Teknologi Unggulan PTT
Adapun komponen teknologi yang dianjurkan dalam
SLPTT adalah; (1) Penggunaan varietas unggul baru (VUB)
berlabel yang berdaya hasil tinggi, bernilai ekonomi tinggi. (2)
Pemupukan berimbang dan sesuai kebutuhan tanaman. (3)
Penggunaan pupuk organik berupa kompos dan pupuk
kandang sebagai penyedia hara dan pembenah tanah. (4)
Penggunaan alat mesin (alsin) berupa alat pra panen dan
pasca panen untuk menekan kerusakan hasil. (5) Pengairan
dan pompanisasi dengan pemanfaatan air irigasi, air hujan. (6)
Penggunaan benih bermutu dengan varietas unggul tahan
terhadap hama dan penyakit, berpotensi hasil tinggi dan mutu
hasil yang lebih baik. (7) Penanaman yang tepat waktu,
serentak dan jumlah populasi yang optimal dapat menghindari
serangan hama dan penyakit. (8) Pemberian pupuk secara
berimbang berdasarkan kebutuhan tanaman dan ketersediaan
hara tanah dengan prinsip tepat jumlah, jenis, cara, dan waktu
aplikasi. (9) Pemberian air pada tanaman secara efektif dan
efisien sesuai dengan kebutuhan tanaman dan kondisi tanah.
(10) Perlindungan tanaman dilaksanakan untuk mengantisipasi
dan mengendalikan serangan OPT tanaman dengan
meminimalkan kerusakan atau penurunan produksi akibat
serangan OPT. (11) Penanganan panen dan pasca panen tepat
waktu. (Pusbangluhtan, 2008).
107
Karakteristik Lokasi
Desa Meunasah Raya merupakan desa terpilih untuk
mendukung percepatan alih teknologi budidaya tanaman padi
dalam pendampingan program SL-PTT padi sawah. Desa ini
adalah termasuk kawasan sentra produksi padi dari 19 desa di
kecamatan Meurah Dua kabupaten Pidie Jaya. Desa ini juga
memiliki potensi dibidang tanaman pangan khususnya padi dan
tanaman pangan lainnya. Luas lahan sawah irigasi desa
Meunasah Raya 87 ha yang ditanam setahun dua kali dan desa
ini merupakan desa binaan BPTP Aceh pada tahun 2012 dalam
mengembangkan sektor pertanian yakni tanaman pangan
kegiatan pendampingan program SL-PTT padi sawah.
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu
Program pendampingan SL-PTT padi merupakan program
nasional pendekatan inovasi spesifik lokasi pada padi sawah.
Salah satu konsepnya adalah komponen teknologi yang
diterapkan disesuaikan dengan kondisi spesifik lokasi.
Penerapan konsep PTT pada usahatani padi sawah dimana
salah satu komponen teknologinya adalah penggunaan varietas
yang sesuai dengan agroekosistem diharapkan dapat
meningkatkan hasil padi dan pendapatan petani, setiap
program SL-PTT tersebut terdiri 25 ha dan didalamnya terdapat
1 ha laboratorium lapang (LL) sebagai tempat petani belajar,
108
menganalisa setiap masalah dan memecahkan masalah secara
bersama.
Dalam kegiatan SL-PTT adanya program Display Varietas
Unggul Baru (VUB), yaitu kegiatan demontrasi di lapangan.
Ketika kegiatan berjalan dilakukan pelatihan petani oleh BPTP
dan Dinas Pertanian Kabupaten. Selain itu adanya kegiatan
temu lapang (field day) atau hari tani. Kegiatan SL-PTT 2011
telah berjalan sangat baik, mulai perencanaan, persiapan,
hingga persemaian. Ada beberapa kendala yang dihadapi
dilapangan termasuk bergesernya jadwal tanam karena
kekurangan air. Hal ini disebabkan terjadinya kekeringan
panjang di provinsi Aceh pada umumnya.
Tabel 1. Keragaan Usahatani Kegiatan SL-PTT di KabupatenPidie Jaya tahun 2011.
UraianDemontrasi Plot
LL SL-PTT NON SL-PTT
Ekoregion: Lahansawah
Lahansawah
Lahansawah
Tinggi tanamanJumlah anakanJumlah malai perrumpunJumlah bulir per malai
1102622134
1102017114
1071611104
Penerapan komponenteknologi SL-PTT (%)
BenihBermutu
BenihBermutu
Benih antarlapang
Sumber : Data sumber (diolah).
109
Produktivitas Hasil Display VUB
Pada unit areal SL-PTT dilaksanakan kegiatan percontohan
(Display VUB) bagi petani peserta dan disediakan benih unggul
bermutu dengan harapan dengan adanya display VUB dapat
mempercepat alih teknologi. Adapun lokasi dan capaian hasil
display varietas unggul baru (VUB) dimana inpari-10
produktivitas 8, 2 ton/ha diikuti inpari-20 dan ciherang.
Tabel 2. Produktivitas Hasil pada Kegiatan Pendampingan SL-PTT di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2011.
No Kecamatan Desa
Produktifitas(Ton GKP/Ha)
Peningkatanproduktivitas
Non SLPTTdibandingkan
SL dan LL(t/ha)
Peningkatanproduktivitas
LLdibandingkan
SL (t/ha)SL LL Non-
SL SL LL
1 Bandar Dua Seunong 7,2 8,4 6,2 1,0 2,2 1,2
Poh Roh 7,1 7,8 6,4 0,7 1,4 0,7
Meuko Baroh 7,2 8,6 5,5 1,7 3,1 1,4
2 Ulim Reuleut 7,1 8,2 6,4 0,7 1,8 1,1
Meuko Baroh 6,8 7,3 6,1 0,7 1,2 0,5
Kiran Krueng 8,0 8,4 7,5 0,5 0,9 0,4
Lhok Gajah 8,5 9,5 8,2 0,3 1,3 1,0
Balee Ulim 8,0 8,5 7,0 1,0 1,5 0,5
Tanjong Ulim 8,5 9,5 7,8 0,7 1,7 1,0
Ujin Daboh 8,2 9,5 8,0 0,2 1,5 1,3
3 Meurah Dua Meunasah Raya 8,5 8,9 7,3 1,6 1,2 0,4
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan 2011.
Rekomendasi VUB Padi
Berdasarkan hasil display varietas unggul baru, uji
adaptasi varietas dan demo plot di lahan petani dengan benih
110
unggul bermutu untuk mempercepat alih teknologi
direkomendasikan untuk dikembangkan varietas inpari-10,
inpari-13, inpari-20, inpari 3, Cibogo dan Mekongga.
Sedangkan varietas ciherang hasil pengamatan sangat berisiko
dikembangkan karena mulai terserang penyakit Blast leher
malai. Adapun lokasi dan varietas yang dianjurkan
sebagaimana tabel berikut ini.
Tabel 3. Komponen Teknologi yang telah diadopsi oleh petanidi lokasi pengkajian, pada Kegiatan PendampinganSL-PTT di Kabupaten Pidie Jaya tahun 2011.
Komponenteknologi
Adopsikomponen
teknologi (%)Keterangan
Penggunaan varietasunggul
√ (80) Varietas Inpari-7, Inpari-10,Inpari-13,Inpari-20, cibogo danciherang
Penggunaan benihbermutu dan bibitsehat
√ (80) Benih berlabel biru.
Umur bibit muda √ (75) 15-20 hari setelah sebarSistem tanam jajarlegowo (2 : 1)
√ (75) Petani lainnya menggunakanlegowo 4:1, 6:1 dan 10:1.
Pemupukanberimbang
√ (50) Petani sudah bisa menerapkanpemupukan berimbang
Pengendalian hamaterpadu sesuai OPTsasaran
√ (45) Pengendalian hama masihbelum kontinyu danserentak/sebagian sudahmenggunakan pestisida selektif
Perbaikan aerasi tanah Belum(0)
Belum mengerti, belum semuabisa memahami tentang aerasitanah dan sebagian sudahmenerapkan irigasi berkala
Penambahan bahanorganik
√ (70) Manfaat penggunaan bahanorganik sudah dirasakan olehpetani
111
Pupuk cair atausuplemen lainnya
√ (80) Penggunaan pupuk cair sangatkondisional
Penanganan panendan pasca panen
√ (90) Panen dilakukan bila 1/5 darimalai atau gabah pada bagianmalai telah kuning. Perontokangabah paling lama 1-2 harisetelah panen
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Peternakan 2011.
Tabel 4. Analisa Usahatani Padi MH pada KegiatanPendampingan SL-PTT di Kabupaten Pidie Jaya tahun2011, dengan Luas: 1,0 ha.
No. Uraian Satuan TeknologiPTT Petani
1 Total Biaya Rp 18.610.000 19.100.0002 Produksi Rp 32.800.000 26.000.0003 Total Pendapatan Rp 32.800.000 26.000.0004 Keuntungan Rp 14.190.000 6.900.0005 R/C Rasio 1,8 1,4
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2001. Pedoman Penyelenggaraan KegiatanDiseminasi Teknologi Informasi Pertanian. Badan LitbangPertanian. Departemen Pertanian. Jakarta.
Badan Pusat Statistik, 2009. Statistik Padi.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, 2009. Deskripsi VarietasPadi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Badan Litbang, 2009. Rencana Strategis Departemen Pertanian2009-2014. Departemen Pertanian.
112
Balitsereal, 2010. Teknologi PTT Jagung pada Lahan SawahSub-optimal.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/ind//index.php?option=com_content&task=view&id=47&Itemid=137(diakses tanggal 20 Maret 2010)
Balitkabi, 2010. Deskripsi Varietas Unggul Kacang Tanah 1950 -2008.http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/images/PDF/deskripsi%20kacang%20tanah.pdf (diakses tanggal 20 Maret2010).
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura ProvinsiAceh, 2008. Laporan Tahunan 2007 Provinsi Aceh.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Aceh,2009. Laporan Tahunan 2008 Provinsi Aceh.
Dirjen Tanaman Pangan, 2010. Pedoman Pelaksanaan SL-PTTPadi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah 2010.Kementerian Pertanian. Jakarta.
Kartaatmadja, S dan A.M. Fagi. 2000. Pengelolaan TanamanTerpadu: Konsep dan Penerapan. Dalam ProsidingTonggak Kemajuan Teknologi Produksi Tanaman Pangan.Konsep dan Strategi Peningkatan Produksi Pangan. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. BadanLitbang Pertanian. Hal. 75-89.
Pusbangluhtan, 2008. Pedoman Umum Sekolah Lapangan PTTPadi. Badan Pengembangan Sumber Daya ManusiaPertanian. Departemen Pertanian.
Suryana A, dkk. 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah LapangPengelolaan Tanaman Terpadu Padi. DepartemenPertanian.
113
INOVASI PERTANIAN DI LAHAN RAWA
Oleh: Rini Andriani
Kondisi pangan di Indonesia menghadapi berbagai
permasalahan di antaranya yaitu pengaruh variabilitas dan
perubahan iklim, maraknya serangan organisme pengganggu
tanaman, hingga tingginya laju konversi lahan sawah menjadi
nonsawah. Di sisi lain laju pertumbuhan penduduk kian
meningkat. Pertambahan tersebut membutuhkan penambahan
ketersediaan pangan, khususnya beras sebesar 2 juta ton per
tahun. Terobosan yang sedang dilakukan oleh pemerintah saat
ini yaitu dengan memanfaatkan lahan rawa untuk produksi
pertanian.
Berkurangnya lahan subur untuk usaha pertanian serta
meningkatnya kebutuhan pangan nasional terutama beras
akibat pertambahan jumlah penduduk menyebabkan pilihan
pemenuhan kebutuhan pangan diarahkan pada pemanfaatan
lahan rawa. Penggunaan lahan rawa untuk areal pertanian
semestinya dapat dilakukan secara efisien dan merupakan
alternatif yang sangat tepat khususnya untuk produksi
pertanian tanaman pangan. Saat ini pemerintah telah
membuka lahan rawa untuk produksi pertanian seluas 2.270 ha
atau 23,8% dari total luas rawa yang dapat digunakan untuk
114
pertanian. Ditargetkan pembukaan lahan rawa bisa mencapai
200.000-500.000 ha/tahun.
Potensi Lahan Rawa di Indonesia
Lahan rawa merupakan lahan yang berada di kawasan
sepanjang pantai, aliran sungai, danau, atau lebak yang
letaknya masuk ke pedalaman sampai sekitar 100 km atau
sejauh dirasakannya pengaruh gerakan pasang. Jadi lahan
rawa dapat dikatakan sebagai lahan yang mendapat pengaruh
pasang surut air laut atau sungai disekitarnya.
Di Indonesia terdapat dua pengertian istilah rawa, yakni
rawa pasang surut dan rawa lebak. Rawa pasang surut
diartikan sebagai daerah rawa yang mendapatkan pengaruh
langsung atau tidak langsung oleh ayunan pasang surut air laut
atau sungai disekitarnya. Sedangkan rawa lebak adalah daerah
rawa yang mengalami genangan selama lebih dari tiga bulan
dengan tinggi genangan terendah 25 – 50 cm.
Tentu tidak semua jenis lahan rawa tersebut cocok
digunakan untuk kegiatan budidaya pertanian. Bagi lahan rawa
yang masih berselimutkan hutan primer, hutan sekunder dan
hutan gambut tidak perlu di konversi dikarenakan di ekosistem
lahan rawa tersebut menyimpan keanekaragaman hayati
(biodiversity) yang tinggi. Lahan rawa yang akan dikonversi
menjadi kawasan pertanian diprioritaskan pada lahan rawa
115
yang ditumbuhi semak belukar yang secara ekologi cocok
untuk kegiatan budidaya pertanian. Sesuai kajian Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian,
Badan Litbang Pertanian, sekitar 7,9 juta ha memiliki potensi
untuk dibuka (ekstensifikasi lahan).
Prioritas lainnya adalah merevitalisasi rawa bokor yang
mencapai 2 juta ha. Rawa bokor adalah lahan rawa yang
pernah dibuka namun belum dibudidayakan. Lahan
terbengkalai ini dapat diaktifkan dengan memperbaiki sistem
tata air, baik makro maupun mikro. Alokasi biaya tidak terlalu
besar jika dibandingkan dengan membuka lahan rawa yang
baru. Jadi dengan memperhatikan fakta tersebut, kita memiliki
potensi lahan rawa untuk kegiatan pertanian seluas sekitar 9,9
juta.
Strategi Membangun dan Mengembangkan Pertanian di
Lahan Rawa
Kunci keberhasilan pertanian di lahan rawa adalah dengan
menerapkan kebijakan yang sistematis, terpadu dan terarah.
Membangun pertanian di lahan rawa memiliki peluang yang
sangat tinggi. Peluang tersebut seiring dengan masih luasnya
lahan rawa yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi dan Papua.
Kebijakan membangun pertanian lahan rawa di
Kementerian Pertanian difokuskan pada optimalisasi dari
116
berbagai hasil riset dalam sistem budidaya pertanian di lahan
rawa, melalui:
a. Penggunaan varietas unggul
b. Peningkatan pengolahan tanah
c. Pengendalian hama penyakit
d. Pemupukan berimbang
e. Pengelolaan pascapanen
f. Pemanfaatan kearifan lokal
Untuk strategi pengembangan pertanian lahan rawa harus
berorientasi pada pembangunan berkelanjutan berdasarkan
pada model yang telah dikaji dan diterapkan, baik di kebun-
kebun percobaan maupun lahan petani. Model pertanian di
lahan rawa harus dilakukan secara terpadu atau terintegrasi
dari hulu (penyediaan benih, pupuk dan sarana produksi
pertanian lainnya), sistem budidaya sampai hilir (pengolahan
pascapanen) tanpa meninggalkan limbah yang mengotori
lingkungan. Kondisi ini dapat tercapai jika semua bagian
tersebut menerapkan inovasi teknologi, baik dari hasil riset
para peneliti, kearifan lokal para petani maupun gabungan di
antara keduanya.
Menanam Varietas Unggul
Kendala utama lahan rawa lebak adalah pola genangan air
yang sangat dinamis dan tak menentu. Di musim penghujan
misalnya, secara mendadak lahan terendam air dan
117
menenggelamkan benih yang baru ditanam. Namun dilain
waktu, lahan dapat menjadi kering kerontang. Jika petani telat
tanam, benih tersebut dapat mati lantaran terkena cekaman
(stress). Untuk mengatasinya ada beberapa cara yang
dilakukan.
Pertama, jika memungkinkan dapat melalui reklamasi lahan
secara benar. Walaupun membutuhkan investasi yang
lumayan tinggi.
Kedua, untuk mengatasi tergenangnya benih yang baru
ditanam, usahakan menggunakan benih unggul yang tahan
genangan dan berumur genjah (sekitar 3-4 bulan). Salah
satu bibit yang mampu beradaptasi pada situasi ekstrem
seperti itu adalah Inpara 3. Ada tiga varietas padi lainnya
yang memiliki kemampuan memanjang jika terendam air,
yakni Tapus, Nagara dan Alabio.
Biosure dan Biotara, Inovasi Baru Pupuk Hayati untuk
Lahan Rawa
Tingkat kesuburan di lahan rawa tergolong rendah.
Dengan menggunakan pupuk hayati Biosure dan Biotara,
inovasi baru dari Badan Litbang Pertanian, ternyata mampu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah sehingga
meningkatkan produktivitas pertanian secara signifikan.
Pupuk hayati Biosure dapat meningkatkan pH >40%,
mensubstitusi kebutuhan kapur >80%, menurunkan kadar
118
sulfat tanah >20% dan meningkatkan produktivitas tanaman
>50% pada tanah sulfat masam.
Pupuk hayati Biotara dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan nitrogen dan posfor lebih dari 30% serta
meningkatkan hasil padi di lahan rawa lebih dari 20%.
Sumber: Haryono, 2013.
Pemupukan Berimbang
Kondisi miskinnya hara tanaman dapat diatasi dengan
pemupukan yang berimbang, sesuai dengan kebutuhan
tanaman dan tingkat ketersediaan hara di dalam tanah.
Artinya, dosis pemberian pupuk yang akan diberikan
disesuaikan dengan kondisi di setiap lokasi.
Jenis pupuk yang, digunakan juga bermacam-macam,
mulai dari sintetis (pupuk buatan pabrik seperti urea, KCl,
dan SP36), pupuk organik (kotoran ternak dan limbah
biomassa), serta pupuk hayati (Biotara dan Biosure)
Jajar Legowo Terobosan untuk Pertanian Lahan Rawa
Sistem tanam jajar legowo memudahkan tanaman
mendapatkan lebih banyak sinar matahari, memudahkan
tanaman yang berada di pinggir mendapatkan unsur hara yang
119
lebih banyak dibandingkan dengan rumpun tanaman di
dalamnya, dan juga memudahkan petani dalam pemupukan
susulan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit serta
lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus.
Sistem tanam jajar legowo di lahan rawa memberikan
andil yang cukup besar dalam peningkatan produksi padi. Di
daerah Jambi membuktikan bahwa sistem tanam jajar legowo
5-1 mampu menaikkan produksi padi hingga 100%.
Sumber: Haryono, 2013.Sistem tanam jajar legowo 4:1
Integrasi Tanaman dan Ternak
Pengembangan sistem usaha pertanian yang
mengintegrasikan antara ternak dan tanaman pangan memiliki
prospek yang cerah. Petani yang mengusahakannya dapat
memperoleh nilai ekonomi yang tinggi. Kotoran ternaknya
dapat dipakai untuk pupuk organik yang dapat menyuburkan
tanaman padinya, selain itu pupuk tersebut dapat dijual untuk
menambah pendapatan. Begitu juga dalam pemberian pakan
ternak sapi dan kerbau, sisa-sisa tanaman padi (jerami) dan
batang jagung dapat dimanfaatkan untuk pakan. Dengan
120
begitu petani dapat menghemat biaya yang digunakan untuk
membeli pakan hijauan ternak.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
Salah satu hama yang paling ditakuti petani lahan rawa
adalah tikus. Pada saat padi berumur muda, ia menyerang
batang padi. Begitu juga ketika padi telah menguning, tikus-
tikus ini menggasak bulir padi yang sedang menguning. Cara
yang dapat dikembangkan petani di desa Talang Rejo,
Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, Sumatera
Selatan, layak dipraktikkan petani lain di lahan pasang surut.
Mereka memagar sekeliling sawahnya dengan sejenis plastik.
Agar tikus tidak dapat memanjat, di sepanjang pagar bagian
luar tersebut dibuat saluran yang selalu terisi air dengan lebar
100 cm. Jadi, untuk mencapai sawah yang sudah ditanami
padi, tikus harus berenang di saluran tersebut. Meskipun ia
mampu berenang namun kakinya tak akan mampu
mencengkeram plastik tadi. Padi pun aman dari serangan tikus.
Sumber: Haryono, (2013)
121
Potensi Lahan Rawa di Aceh
Saat ini lahan sawah telah banyak beralih fungsi kepada
pembangunan pemukiman penduduk dan pengalihan
komoditas yang ditanam. Hal ini menjadikan lahan-lahan rawa
di Aceh dimanfaatkan untuk mengembangkan sumber daya
pertanian dan untuk menghindari terjadinya krisis pangan.
Sebagaimana yang terjadi di Kabupaten Nagan Raya dan
Kabupaten Aceh Barat Daya. dilaporkan luas hutan gambut di
Kabupaten Nagan Raya dan Kabupaten Aceh Barat Daya 61,8
ribu hektar yang di tanami padi hanya 4.491 ha.
Lahan gambut yang tidak tebal atau dangkal, kurang dari
3 m dapat dijadikan sebagai lahan untuk pertanian. Karena jika
diusahakan dapat memberikan tambahan pendapatan bagi
perusahaan maupun masyarakat di sekitarnya. Lahan gambut
merupakan bagian dari lahan rawa. Ada 215.704 ha luas lahan
gambut yang tercatat di Aceh yang dapat dimanfaatkan untuk
kesejahteraan masyarakat, seperti pengembangan komoditas
padi lahan rawa, penanaman sayur-sayuran, ketela, ubi kayu
dan kacang tanah. Secara ekonomi, hutan rawa gambut juga
sangat kaya dengan berbagai jenis ikan dan hasil hutan non
kayu yang secara tradisional dimanfaatkan masyarakat
setempat sebagai sumber ekonomi keluarga dan sumber
protein.
122
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2014. Hasil Survey : Nagan raya Bakal Berada dibawah Permukaan laut.http://bongkarnews.com/v1/view.php?newsid=5698.Diakses 18 Mei 2015.
Aziz, Abdul dan Basri A. Bakar. 2012. Lahan Rawa SangatPotensial Atasi Krisis Pangan.http://nad.litbang.pertanian.go.id. Diakses 18 Mei 2015.
Foto-foto : Dokumen Badan Litbang Pertanian.
Haryono, 2013. Lahan Rawa. Lumbung Pangan Masa DepanIndonesia. Bogor. Badan Penelitian dan pengembanganPertanian.
Purwanto, Siwi.,2006. Kebijakan Pengembangan Lahan RawaLebak. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan LahanTerpadu. Banjarbaru, 28-29 Juli 2006.P.1
123
TEKNOLOGI BEBERAPA VARIETAS KACANG HIJAU PADALAHAN KERING
Oleh: Abdul Azis dan Basri A. Bakar
Kacang hijau (Vigna radiata) memiliki kelebihan
dibandingkan tanaman pangan lainnya, yaitu: (1) berumur
genjah (55-65 hari), (2) lebih toleran kekeringan dengan
kebutuhan air untuk pertumbuhan kacang hijau relatif kecil,
yakni 700-900 mm/tahun. Pada curah hujan yang lebih rendah
dari itu masih dapat tumbuh karena ia berakar dalam, (3)
dapat ditanam pada lahan yang kurang subur dan penyubur
tanah karena bersimbiose dengan rhizobium dan menghasilkan
biomasa banyak (11-12 t/ha), (4) cara budidayanya mudah,
cukup olah tanah minimal dan biji disebar, (5) hama yang
menyerang relatif sedikit dan (6) harga jual tinggi dan stabil,
(Kasno.A 2007). Karena kelebihan tersebut kacang hijau dapat
dipandang sebagai komoditas alternatif untuk dikembangkan di
lahan sawah dan lahan kering, khususnya yang memiliki indeks
panen rendah.
Peran strategis dari kacang hijau adalah komplementer
dengan beras dapat diperkaya oleh kacang hijau, sebab protein
beras yang miskin lisin akan diperkaya oleh kacang hijau yang
kaya lisin. Asam amino kacang hijau yang miskin sulfur akan
diperkaya oleh asam amino beras yang kaya sulfur. Oleh
124
karena itu kombinasi kacang hijau dan tepung beras
merupakan kombinasi yang serasi. Campuran tepung kacang
hijau dan tepung beras masing-masing 50 % sangat baik untuk
konsumsi anak balita karena kandungan lisin dan asam amino-
sulfur sangat serasi (Kasno. A 2007). Implikasi dari sosialisasi
konsumsi kacang hijau hingga mencapai 2,5 kg/tahun/kapita,
dengan jumlah penduduk kurang lebih 225 juta jiwa maka hal
ini memerlukan tambahan produksi kacang hijau sekitar
200.000-215.000 ton. Tambahan produksi tersebut
memerlukan tambahan areal tanam. Pengembangan areal
tanam dapat diarahkan pada lahan sawah maupun lahan
kering. Dampak dari pengembangan areal tersebut akan dapat
menampung tenaga kerja yang besar.
Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di
Indonesia, karena memberikan kontribusi 61% terhadap
produksi kacang hijau nasional. Sebaran daerah produksi
kacang hijau adalah Aceh, Sumatera Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat
dan Nusa Tenggara Timur. Total kontribusi daerah tersebut
adalah 90 % terhadap produksi kacang hijau nasional dan 70
% berasal dari lahan sawah (Kasno. A 2007).
Tantangan pengembangan tanaman kacang hijau adalah
kesiapan teknologi dalam pengembangan kacang hijau belum
tersedia dengan baik, keterbatasan modal, anggapan petani
125
terhadap kacang hijau sebagai tanaman kedua, dan
infrastruktur yang kurang memadai merupakan faktor biofisik
dan sosial ekonomi yang menghambat pengembangan kacang
hijau.
Kacang hijau umumnya ditanam dilahan sawah pada
musim kemarau setelah padi atau tanaman palawija yang lain.
Ditingkat petani, rata-rata produktivitas baru mencapai 0,9
ton/ha. Sedangkan dari hasil percobaan dapat mencapai 1,60
ton/ha. Rendahnya hasil kacang hijau di tingkat petani antara
lain disebabkan oleh praktek budidaya yang kurang optimal.
Untuk meningkatkan produktivitas tanaman diperlukan teknik
budidaya yang tepat.
Teknik Budidaya Kacang Hijau
a. Varietas
Semua varietas kacang hijau yang telah dilepas cocok
ditanam di lahan sawah maupun lahan kering. Varietas terbaru
tahan penyakit embun tepung dan bercak daun seperti sriti,
kenari, perkutut, murai dan kutilang dapat dianjurkan untuk
ditanam di daerah endemik penyakit tersebut. Kebutuhan benih
sekitar 25-30 kg/ha dengan daya tumbuh 90%.
126
b. Penyiapan Lahan
Pada lahan sawah bekas tanaman padi, tidak perlu
dilakukan pengolahan tanah (Tanpa Olah Tanah = TOT).
Tunggul padi perlu dipotong pendek dan jerami padi
dibersihkan. Apabila tanah becek, perlu dibuat saluran
drainase.
Pada lahan kering (tegalan) pengolahan tanah dilakukan
intensif dibersihkan dari rumput, dicangkul hingga gembur
(untuk tanah tegalan yang berat pembajakan dilakukan
sedalam 15-20 cm), dibuat petakan 3-4 m.
Pemberian mulsa jerami sekitar 5 ton/ha agar dapat
menekan pertumbuhan gulma, mencegah penguapan air
dan perbaikan struktur tanah.
c. Penanaman
Waktu tanam pada lahan sawah tanaman kacang hijau
ditanam pada musim kemarau setelah tanaman padi.
Sedangkan dilahan tegalan dilakukan pada awal musim
hujan.
Cara tanam
Benih ditanam dengan cara tugal, dengan jarak 40 cm x
15 cm untuk musim hujan, sehingga populasinya sekitar 300-
400 ribu tanaman perhektar. Sedangkan untuk musim kemarau
digunakan jarak tanam 40 cm x 10 cm, tiap lubang diisi 2 biji.
127
Sehingga populasinya sekitar 400-500 ribu tanaman perhektar.
Penyulaman dapat dilakukan sebelum tanaman berumur 7 hari.
d. Pemupukan
Pada lahan sawah bekas tanaman padi yang subur,
tanaman kacang hijau pada umumnya tidak perlu
dilakukan pemupukan.
Pada lahan kering diperlukan pemupukan dengan NPK.
Pada tanah yang kurang subur dilakukan pemupukan 45 kg
Urea, 45 - 90 kg TSP dan 50 kg KCL/ha yang diberikan
pada saat tanam secara larikan di sisi lubang tanam
sepanjang barisan tanaman.
Penambahan pupuk organik seperti pupuk kompos, pupuk
kandang dapat meningkat kapasitas menahan air didalam
tanah. Pupuk organik diberikan dengan sebanyak 15-20
ton/ha.
Abu dapur sangat baik digunakan sebagai penutup lobang
tanam
e. Penggunaan Mulsa Jerami
Jerami padi dapat diaplikasikan sebagai mulsa, dengan
takaran 5 ton jerami padi/ha. Penggunaan mulsa dapat
menekan serangan lalat bibit, pertumbuhan gulma dan
penguapan air.
128
f. Pengairan
Tanaman kacang hijau relatif tahan kering, namun tetap
memerlukan pengairan terutama pada periode kritis pada
waktu perkecambahan, menjelang berbunga (umur 25 hari)
dan pembentukan polong (umur 45-50 hari).
g. Penyiangan
Penyiangan dilakukan seawal mungkin karena kacang
hijau tidak tahan bersaing dengan gulma. Penyiangan
dilakukan 2 kali pada umur 2 dan 4 minggu.
h. Pengendalian hama dan penyakit
Beberapa jenis hama tanaman kacang hijau antara lain :
Lalat Kacang (Ophiomya phaseoli), Ulat Jengkal Hijou (Phusia
chalcites), Ulat Grayak (Prodanio litura), Penggerek Polong
(Maruca testulalis), Kutu Aphis (Aphis craccivora), Kepik Hijau
(Nezara viridula), dan Kutu Thrips (Benusia tabaci). Untuk
pengendalian ulat daun maupun penggerek polong dapat
digunakan insektisida : Marshal, Fastac, Decis, Matador dan
Atabron Untuk mengendalikan kutu dan kepik yang menyerang
daun maupun polong dapat digunakan insektisida diantaranya :
Decis, Basso, Kiltop, Ambush, Larvin.
Penyakit yang sering muncul pada tanaman kacang hijau
antara lain :
a. Penyakit yang disebabkan oleh jamur/cendowan seperti
bercak-bercak daun (Cercospora c.), karat daun (Uromycus sp),
129
Kudis (Elismoe iwatae), embung tepung (Erysipha p.) dan
Rhizoctonia s. Pengendaliannya :
- Menanam varietas tahan seperti Walet, Nuri, Gelatik dan
Kenari.
- Membuat saluran drainase/bedengan.
- Menghindari tanah dan sisa tanaman yang terinfeksi jamur
atau cendawan.
- Aplikasi fungisida scat tanam (mencampur pada benih) dan
pada pertanaman dengan Benlate, Dithene M 45, Bayleton,
Bavistin, Topsin M, Cobox atau Cuprovit.
b. Penyakit : Virus Belong (Blackgram mottle) dan Mosaik
Kuning (Bean yellow).
Pengendalian : a) penanaman varietas tahan dan bebas
virus. b) mencabut dan membakar tanaman terserang. c)
menggunakan insektisida untuk memberantas serangga vektor
di lapangan. d) melakukan pergiliran tanaman.
i. Panen dan Pasca panen
a. Panen
Kacang hijau dipanen sesuai dengan umur varietas,
Tanda-tanda lain bahwa kacang hijau telah siap untuk di panen
adalah berubahnya warna polong dari hijau menjadi hitam atau
coklat dan kering. Keterlambatan panen dapat mengakibatkan
polong pecah saat dilapangan. Panen dilakukan dengan cara
dipetik. Panen dapat dilakukan satu, dua atau tiga kali
130
tergantung varietas. Jarak antar panen kesatu dan ke dua 3-5
hari.
b. Pasca Panen
Pengeringan polong dilakukan selama 2-3 hari dibawah
sinar matahari. Pembijian dilakukan secara manual yaitu
dipukul-pukul didalam kantong plastik atau kain untuk
menghindari kehilangan hasil. Pembersihan biji dari kulit polong
dilakukan dengan tampi. Sebelum disimpan biji kacang hijau di
jemur kembali sampai mencapai kering simpan yaitu kadar air
8 - 10 %.
Hasil di Kebun Percobaan
Tabel 1. Komponen yang digunakan dalam visitor plot KacangHijau di Lahan BPTP Aceh :
No Komponen Teknologi UraianI Agroekosistem Sasaran Lahan KeringII Teknis Pelaksanaan
Waktu Tanam Juni 2012 (Juni – September 2012)
Lokasi Di kebun kantor BPTP NAD
Penyiapan Lahan Pengolahan tanah secara optimalyaitu tanah diolah dengan sempurna
Varietas Perkutut, Walet, Vima-1 dan varietaslokal
Benih 25 - 30 kg/ha
Pemberian BahanOrganik
Dilakukan 15 hari sebelum tanam,Cara pemberiannya disebar merata diatas permukaan tanah. Dosispemberiannya 15 ton/ha
Penanaman Tanam dengan sistem tugal dengan2-3 biji/lubang dengan jarak tanam40 cm x 10 cm. Lubang tanam ditutupdengan tanah.
131
Pemupukan pupuk an organik (Urea, SP-36, KCl)dengan perbandingan 45 : 90 : 50Kg/ha
Pengendalian HamaPenyakit
Penyemprotan dilakukan apabilapopulasi mencapai ambang kendaliinsektisida dosis disesuaikan denganpetunjuk.Pengendalian penyakit :penyemprotan apabila intensitaspenularan mencapai 30% fungisidaalternatif Dithane M-45, Baniate danBeylevon.
Pengendalian Gulma Gulma dikendalikan dua kali secaramanual yaitu pada umur 21 dan 35hari setelah tanam (hst) melaluikegiatan penyiangan danpembubunan.
Panen Bila 95% polong telah berubah warnadari hijau menjadi kecoklatan atauhitam.
Sebelum dilakukan penanaman terlebih dahulu tanah
dianalisis dengan menggunakan perangkat uji tanah kering
(PUTK ) pada tanggal 5 Mei 2012. Hasil analisis PUTK dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Analisis PUTK Lahan Kacang Hijau diLaboratorium BPTP Aceh
No Analisis PUTK Kadar Hara Rekom Dosis Pupuk
1 Hara P Tinggi SP-36 100 kg/ha
2 Hara K Rendah KCl 100 kg/ha
3 C-organik Rendah PukanJerami
2 t/ha Pukan2 t/ha Jerami
4 Nitrogen Stabil Urea 25 kg/ha
5 pH Netral 6 – 7
132
Hasil pengamatan keragaan tanaman kacang hijau dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3. Rata-rata Pengamatan Keragaan Tanaman KacangHijau di Kebun BPTP Aceh
No KeragaanVarietas
Perkutut Walet Vima-1 Lokal
1. Tinggi tanaman 56 55 61 51
2. Jumlah cabang produktif 15 12 11 8
3. Jumlah polong isi 9 7 6 4
4. Jumlah polong hampa 3 2 2 2
5. Berat ubinan (gr) 800 600 500 300
6. Berat 100 biji (gr) 4,0 3,7 3,3 3,0
Ket: Data sebelum diolah
Kegiatan visitor plot tanaman kacang hijau yang
dilaksanakan pada bulan Mei 2012, diawali dengan pengolahan
tanah. Tanah dibajak menggunakan hand traktor dan diratakan
dengan cangkul selama 4 hari. Pelaksanaan tanam dilakukan
pada tanggal 10 Mei 2012. Benih kacang hijau kelas Breder
seed (BS) tersebut diperoleh dari Balitkabi-Malang, Jawa Timur.
Pengujian varietas terdiri dari : Perkutut, Walet, Vima-1 dan
varietas lokal.
Salah satu penyebab keragaman hasil kacang hijau di
tingkat petani Provinsi Aceh adalah belum diterapkannya
teknologi kacang hijau secara tepat oleh petani. Hal ini terlihat
dari 40 % tanaman kacang hijau masih ditanam dengan cara
sebar, di samping komponen lain seperti sulitnya mendapatkan
133
varietas unggul yang sesuai dengan agroekosistem setempat,
mutu benih belum memenuhi syarat, penyiangan, pengendalian
hama dan penyakit belum dilakukan secara baik oleh petani,
sehingga hasil yang diperoleh masih rendah (0,6 - 0,8 ton/ha).
Dalam upaya peningkatan produksi kacang hijau, Badan
Litbang Pertanian melalui Balitkabi Malang terus berupaya
mendapatkan varietas unggul di masa datang. Uji multi lokasi
dan adaptasi di daerah sentra produksi merupakan salah satu
cara untuk mempercepat pelepasan benih unggul yang telah
dihasilkan oleh Balitkabi.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan
bahwa pertumbuhan kacang hijau kurang baik, sedangkan
umur panen kacang hijau kurang lebih 60 hari setelah tanam.
Jumlah produksi yang dihasilkan dari tanaman kacang
hijau di lahan Visitor Plot + 30 kg. Rendahnya produksi yang
dihasilkan disebabkan pada saat penanaman terjadi musim
kering sehingga mengganggu pertumbuhan kacang hijau.
Berbagai upaya telah dilakukan dengan cara penyiraman setiap
hari pada waktu sore hari, namun pertumbuhan kacang hijau
tetap saja terganggu. Selain hal tersebut banyaknya serangan
hama penyakit dan gangguan gulma pada saat pertumbuhan
sehingga pertumbuhan kacang hijau terhambat. Disamping hal
di atas, kendala yang dihadapi adalah kurangnya tenaga kerja
di lapangan sehingga perawatan tanaman kurang baik. Dari
134
beberapa kendala yang dihadapi tersebut sangat
mempengaruhi produksi kacang hijau. Apabila dibandingkan
dengan biaya yang dikeluarkan maka secara ekonomi tanaman
kacang hijau di lahan visitor plot tidak menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.2009.http://sulsel.litbang.deptan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=207&Itemid=217
Astanto Kasno. 2007. Kacang Hijau Alternatif yangMenguntungkan Ditanam di Lahan Kering. Tabloid SinarTani, 23 Mei 2007. Jakarta.
Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan danumbi-umbian. Malang
I Made MS. 2000. Teknik Produksi Benih Kacang Hijau.Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi PertanianDenpasar. Bali.
135
PENGENDALIAN HAMA TIKUS PADA TANAMAN PADIMELALUI PENDEKATAN SECARA TERPADU
Oleh : Ahmad Adriani
PENDAHULUAN
Tikus merupakan hama utama pada tanaman padi yang
tidak boleh diremehkan malah sebagian besar petani di wilayah
Aceh, hama tikus sudah dianggap hama paling penting, karena
tingkat gangguannya yang sangat merugikan. Gangguan hama
ini mulai terjadi dari persemaian sampai hasil panen. Hama ini
cepat sekali berkembang bila mata rantai makanannya tidak
pernah terputus, seandainya terputus pun hama ini dapat
menyesuaikan diri secara cepat dengan makanan lain.
Selain itu tikus juga disebut sebagai vektor penyakit pest
yang berbahaya bagi manusia. Di benua Eropa tikus disebut
dengan istilah rat dan mice. Rat adalah tikus ukuran besar
sedangkan mice adalah tikus ukuran kecil. Binatang kecil ini
termasuk cerdik karena memiliki adaptasi tinggi terhadap
lingkungan, sebaliknya memiliki indra penglihatan yang lemah
namun diimbangi dengan indra pencium, peraba dan
pendengar yang amat tajam (peka). Tikus juga mampu
bertahan hidup di daerah dataran tinggi maupun dataran
136
rendah dalam keadaan musim paceklik makanan dan air
selama 3 bulan.
Perkembangan hama ini sangat dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, terutama ketersediaan makanan. Pada daerah
dengan musim hujan dan musim kemarau yang tidak terlalu
jauh berbeda sepanjang tahun, faktor ketersediaan makanan
tidak berbeda banyak, sehingga kepadatan populasi tikus juga
stabil. Untuk daerah yang jelas antara musim hujan dan musim
kemarau, kepadatan populasi tidak stabil. Pada musim hujan,
bila persediaan makan cukup, populasi tikus akan berkembang
pesat dan demikian pula sebaliknya malah terkadang dapat
terhenti sama sekali.
Tingkat serangan hama tikus di Provinsi Aceh Tahun 2014
mencapai 1.380 ha dengan luas tanam 239.038 ha, intensitas
serangan hama tertinggi di Kabupaten Aceh Utara seluas 211
ha, diikuti oleh Aceh Besar 209 ha, Pidie 164 ha serta Bireuen
seluas 134 ha. Dinas Pertanian Provinsi Aceh sudah berupaya
melakukan pengendalian hama tersebut, yaitu dengan Upaya
Gerakan Pengendalian Tikus pada tanaman padi di tiap
Kabupaten/Kota. Teknis pengendalian berupa gropyokan,
emposan tikus dan bantuan umpan beracun. (Sumber : Dinas
Pertanian Aceh).
Kehilangan hasil tanaman padi akibat gangguan hama
tikus sangat besar, sehingga memerlukan pengendalian yang
137
baik. Data dari Pusat Peramalan Hama dan Penyakit Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan menunjukan bahwa kehilangan
hasil akibat serangan tikus di pertanaman sekitar 17 %/ tahun.
Pada dasarnya dalam hal pengendalian menunjukkan
bahwa tidak satupun cara pengendalian tunggal dapat
mengatasi hama tikus pada semua kondisi lingkungan.
Kompenen pengendalian secara PHT, program serta manusia
yang terkait di dalamnya yang merupakan kunci keberhasilan
penanganan masalah tikus bersinergi, agar memberikan
pengendalian yang lebih efektif dan menguntungkan.
Pengendalian Tikus pada Tanaman Padi
Sudarmaji, (2006) menyebutkan beberapa penyebab
hama tikus menyerang tanaman padi setiap tahun di beberapa
daerah di Indonesia: 1). Pengendalian yang dilakukan petani
berjalan sendiri-sendiri, 2). Monitoring yang lemah terhadap
hama 3). Terlambat melakukan pengendalian dan sering tidak
berlanjut dan 4). Kurang pemahaman terhadap hama tikus
dan informasi teknologi dalam memberantas hama ini.
Harus diingat bahwa membunuh seekor tikus betina pada
waktu tanam sama dengan membunuh 80 ekor tikus setelah
berkembang biak. Oleh karena itu dalam mengendalikan hama
tikus diperlukan suatu strategi dengan metode pengendalian
hama terpadu yaitu dengan memanfatkan semua teknik yang
138
kompatibel dalam suatu sistem yang harmonis untuk
mempertahankan atau menekan populasi di bawah batas
ambang ekonomi. Beberapa cara pengendalian yang dipadukan
dalam satu strategi hama terpadu yaitu sebagai berikut :
a. Pengaturan waktu tanam
Dianjurkan untuk penanaman yang serentak,
berdasarkan daya jelajah tikus sampai 2 km, maka penanaman
serentak meliputi 300 ha, artinya serentak memasuki fase
generatif dengan selang waktu kurang dari 10 hari.
b. Minimalisasi ukuran pematang dan tanggul
Sedapat mungkin mempersempit ukuran pematang dan
tanggul di sekitar persawahan, sehingga mengurangi
kesempatan sebagai tempat pembuatan liang (sarang tikus).
c. Sanitasi Lingkungan
Kebersihan lingkungan persawahan terhadap semak-semak
dan rerumputan yang menjadi tempat persembunyian tikus
dan menghindari penumpukan jerami di sekitar liang tikus.
d. Pemasangan bubu perangkap di persemaian
Pemagaran persemaian menggunakan plastik yang
dikombinasikan dengan bubu perangkap, jumlahnya 2 - 3 buah
setiap persemaian, dipasang setiap sudut persemaian dengan
tinggi pagar plastik 50 cm.
139
e. Pemasangan bubu perangkap di pertanaman
Pemasangan pagar plastik yang dikombinasikan dengan
bubu perangkap, jarak antara bubu perangkap 10-20 m.
Pemasangan dilakukan setelah tanaman berumur 1-2 minggu.
f. Pemanfaatan Musuh Alami
Tindakan yang dilakukan adalah menjaga kelestarian musuh
alami dengan jalan tidak menangkap dan membunuh serta
memberi perlindungan untuk hidup bebas di alam, musuh
alam tersebut antara lain adalah ; kucing, anjing, ular sawah,
burung hantu dan burung elang.
g. Cara Fisik Mekanik
Teknik pengendalian meliputi cara seperti penggenangan
lahan, gropyokan (Pembongkaran liang dan menangkap tikus
secara beramai-ramai), pemasangan bambu sebagai perangkap
dan pemanfaatan jaring.
h. Fumigasi atau pengomposan dengan asap beracun
Pengomposan paling efektif pada stdia keluar malai karena
pada saat itu tikus sedang masa berkembang biak dan banyak
tinggal di liang. Apabila populasi tikus tinggi, pengomposan 2-3
minggu setelah panen atau menjelang saat pengolahan tanam.
i. Umpan Beracun
Penggunaan umpan beracun sangat efektif bila di lapangan
tidak ada tanaman dan tingkat serangan sudah mencapai 10%,
umpan diletakkan pada tempat-tempat yang banyak dikunjungi
140
atau dilewati tikus. Berdasarkan cepat dan lambat daya bunuh
rodentisida dapat dibedakan 2 golongan yaitu ; racun akut dan
kronis. Golongan racun akut daya kerja cepat, 3-14 jam
setelah peracunan menunjukkan gejala kematian sedangkan
racun kronis daya kerja lambat, 2-14 hari setelah peracunan
mununjukkan gejala kematian. Contoh Klerat RM, dosis
penggunaan 1 kg/ha per aplikasi.
KESIMPULAN
Pengendalian tikus merupakan hama terpenting pada tanaman
padi dan tanaman lainnya, harus disosialisasikan dan
diimplementasikan dalam bentuk pengendalian terpadu.
2. Pada dasarnya tidak ada satupun cara pengendalian tunggal
dapat mengatasi hama tikus pada semua kondisi ekosistem,
upaya melalui pendekatan ekologi mutlak diperlukan sebagai
komponen pengendalian spesifik lokasi yang terpadu.
3. Komponen-komponen non kimiawi merupakan komponen
yang mudah diintegrasikan antara satu dengan yang
141
lainnya, apabila hal tersebut tidak serius ditangani maka
penggunaan rodentisida yang tidak tepat dapat berakibat
buruk pada lingkungan akan semakin berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, I. 1999. Vetebrata Hama. Diktat Jurusan HamaPenyakit Tumbuhan. Banda Aceh. Hal 21-28.
Anonim, 2007. Pedoman Rekomendasi Pengendalian HamaTerpadu Pada Tanaman Padi. Direktorat PerlindunganTanaman Pangan, Jakarta.
Dinas Pertanian Aceh, BPTPH, 2014. Data Perkembangan OPTPadi di Provinsi Aceh.
Djafar Baco, 2008. Pengendalian Tikus Pada Tanaman PadiMelalui Pendekatan Ekologi.
Gallagher, K.1991. Pengendalian Hama Terpadu untuk Padi.Proyek Prasarana Bappenas. Jakarta.
Sudarmaji, 2007. Pengendalian Hama Tikus Terpadu untukmendukung P2BN.
142
TEKNOLOGI PENGENDALIAN ULAT GRAYAK(Spodoptera litura F.) PADA TANAMAN KEDELAI
Oleh : Ratnawati
Tanaman kedelai adalah komoditas tanaman pangan
yang sangat dibutuhkan oleh penduduk Indonesia karena
kedelai merupakan sumber protein, nabati, lemak, vitamin dan
mineral yang murah dan mudah tumbuh di berbagai wilayah
Indonesia. Kedelai salah satu jenis tanaman palawija yang
cukup penting setelah kacang tanah dan jagung. Sebagai
bahan makanan kedelai mempunyai kandungan gizi yang tinggi
terutama protein (40%), lemak (20%), karbohidrat (35%) dan
air (8%) (Suprapto, 1997). Di Indonesia, kedelai banyak diolah
untuk berbagai macam bahan pangan, seperti: tauge, susu
kedelai, tahu, kembang tahu, kecap, oncom, tauco, tempe, es
krim, minyak makan, dan tepung kedelai. Selain itu, juga
banyak dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan
meningkatnya kesejahteraan masyarakat, maka permintaan
terhadap komoditas kedelai semakin meningkat dari tahun ke
tahun serta adanya kesadaran masyarakat terhadap
kebutuhan tentang gizi. Akan tetapi, kapasitas produksi dalam
negeri belakangan ini cenderung menurun. Setiap tahunnya
pemerintah melakukan impor kedelai yang belakangan ini
143
sudah mencapai 600 ribu ton per tahun (Arsyad dan Syam,
1998). Menurut Hilman, et al. (2004), proyeksi permintaan
kedelai tahun 2018 sebesar 6,11 juta ton, tanpa upaya dan
kebijakan khusus, hingga tahun 2018 kebutuhan kedelai
nasional tetap akan bergantung pada impor.
Hama merupakan salah satu faktor kendala dalam usaha
meningkatkan produksi kedelai. Serangga hama kedelai di
Indonesia sebanyak 111 jenis (13), beberapa di antaranya
berstatus hama penting. Salah satu hama daun penting yang
mengakibatkan kehilangan hasil panen sebesar 20-40 %
adalah Spodoptera litura F. (Lepidoptera, Noctuidae) yang
lebih dikenal dengan nama ulat grayak. Luas serangan ulat
grayak berkembang dari tahun ke tahun, kehilangan hasil
akibat serangan ulat grayak banyak ditentukan oleh populasi
hama, fase perkembangan serangga serta varietas tanaman.
Menurut Pracaya (2005) Spodoptera litura F. disebut ulat
grayak karena ulat ini dalam jumlah yang sangat besar sampai
ribuan menyerang dan memakan tanaman pada waktu malam
hari sehingga tanaman akan habis dalam waktu yang sangat
singkat. Spodoptera litura F. merupakan hama perusak daun
yang bersifat polifag (mempunyai kisaran inang yang luas).
Tanaman inangnya antara lain jagung, tomat, kapas,
144
tembakau, padi, kakao, jeruk, ubi jalar, kacang tanah, jarak,
kedelai, kentang, kubis, dan bunga matahari (Holloway, 1989).
Penggunaan pestisida sintetis yang berlebihan dan tidak
tepat telah menyebabkan dampak negatif baik terhadap
serangga dan juga terhadap lingkungan, misalnya timbulnya
resistensi hama. Untuk itu pengendalian Spodoptera
litura dapat dilakukan dengan Pengendalian Hama Terpadu
(PHT) yakni merupakan langkah pengendalian dengan
mengikutsertakan beberapa komponen pengendalian, termasuk
komponen biologi yaitu predator, parasitoid dan patogen serta
pemanfaatan pestisida nabati.
Di dalam konsep PHT, tindakan pengendalian hama
ditujukan untuk menurunkan kemudian mempertahankan
populasi hama di bawah ambang ekonomi, yaitu tingkat
populasi hama yang pada tingkat tersebut harus dilakukan
pengendalian untuk mencegah meningkatnya populasi hama
mencapai tingkat yang membahayakan tanaman. Prinsip
pengendalian hama pada ambang ekonomi telah
dikembangkan oleh para ahli sebagai dasar dalam menentukan
keputusan.
Nilai ambang ekonomi ulat grayak disajikan dalam Tabel
1. Pada keadaan tanaman diserang oleh kompleks hama daun,
145
ambang ekonominya setara dengan kerusakan daun sebesar
12,5% .
Tabel 1. Ambang Ekonomi Ulat Grayak Pada Tanaman Kedelai(Mojosari , 1987).
No Stadia Serangga Nilai Ambang Ekonomi1 Telur 1 Kelompok /57 Tanaman2 Ulat Instar I 58 Ekor/ 12 Tanaman3 Ulat Instar II 58 Ekor/ 12 Tanaman
4 Ulat Instar III 58 Ekor/ 12 Tanaman
Komponen Pengelolaan Terpadu Ulat Grayak
Prinsip operasional yang digunakan dalam PHT meliputi :
1. Budidaya tanaman sehat
Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologi yang
tinggi terhadap gangguan hama. Oleh karena itu, penerapan
paket teknologi produksi harus diarahkan kepada terwujudnya
tanaman yang sehat.
2. Pelestarian musuh alami
a. Musuh alami (parasit, predator, dan patogen serangga)
merupakan faktor pengendali hama penting yang perlu
dilestarikan dan dikelola agar mampu berperan secara
maksimum dalam pengaturan populasi hama di lapang.
Penggunaan pestisida nabati biji mimba yang mengandung
azadirachtin terbukti dapat menekan serangan ulat grayak
146
(Nathan dan Kalaivani 2005). Penggunaan agen hayati
(pengendalian biologis).
b. Pengendalian biologis pada dasarnya adalah pemanfaatan
dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan hama.
Musuh alami seperti parasitoid, predator, dan pathogen
serangga hama merupakan agens hayati yang dapat
digunakan sebagai pengendali ulat grayak (Marwoto 1999).
3. Pengelolaan ekosistem
Pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam
yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan dan pembiakan hama, serta
mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati. Beberapa
teknik bercocok tanam yang dapat menekan populasi hama
meliputi :
a. Penanaman varietas tahan terhadap hama dan penyakit
c. Penggunaan benih sehat dan berdaya tumbuh baik.
d. Pergiliran tanaman untuk memutus siklus hidup hama
e. Sanitasi
f. Penetapan masa tanam dan penanaman secara serempak
g. Penanaman tanaman perangkap atau penolak hama
147
4. Petani sebagai ahli PHT
Petani harus mampu mengambil keputusan dan memiliki
keterampilan dalam menganalisis ekosistem untuk menetapkan
cara pengendalian hama secara tepat sesuai dengan dasar
PHT.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., F. Djapri dan I M. Samudra. 1986. Kematian,perkembangan dan daya rusak ulat rayak, Spodopteralitura F. akibat residu monokrotofos pada kedelai.Seminar Hasil Penelitian Tanaman Pangan. 1 (Palawija):69-73.
Arsyad , D.M dan M. Syam. 1998 Kedelai Sumber PertumbuhanProduksi dan Teknik Budidaya. Jakarta.
Hilman, Y. A. 2004. Kacang-Kacangan dan Umbi-UmbianKontribusi Terhadap Ketahanan Pangan danPerkembangan Teknologinya. Dalam Makarim, et al.(penyunting). Inovasi Pertanian Tanaman Pangan.Puslitbangtan Bogor; 95-132 hlm.\\
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Direvisidan diterjemahkan oleh P.A. van der Laan. PT. IchtiarBaru – van Hoeve, Jakarta. 701 p.
Marwoto dan Bedjo, 1996. Status resistensi hama ulat daunterhadap insektisida di daerah sentra produksi kedelai diJawa Timur. Laporan Teknis Balitkabi Tahun 1995/1996.p. 114-121.
148
Marwoto dan Suharsono. 2008. Pengendalian dan KomponenTeknologi Pengendalian Ulat Grayak (Spodoptera lituraFabricus) Pada Tanaman Kedelai. Balai PenelitianTanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, JalanRaya Kendalpayak, Kotak Pos 66, Malang 65101.
Nathan, Sentil S. and K. Kalaivani. 2005. Efficacy ofnucleopolyhedrosis virus and azadirachtin on Spodopteralitura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae). Biol. Control 34:93-98.
Pracaya 2011. Hama dan Penyakit Tanaman Penebar SwadayaDepok.
149
TANAMAN BIOPESTISIDA
Oleh: Fenty Ferayanti
Biopestisida adalah bahan yang berasal dari alam, seperti
tumbuh-tumbuhan yang digunakan untuk mengendalikan
Organisme Pengganggu Tanaman atau juga disebut dengan
pestisida hayati. Biopestisida merupakan salah satu solusi
ramah lingkungan dalam rangka menekan dampak negatif
akibat penggunaan pestisida non hayati yang berlebihan. Saat
ini Biopestisida telah banyak dikembangkan di masyarakat
khususnya para petani. Namun belum banyak petani yang
menjadikan biopestisida sebagai penangkal dan pengendali
hama penyakit untuk tujuan mempertahankan produksi.
Untuk itulah, sudah saatnya para petani beralih
menggunakan pestisida organik (Bio Pestisida) yang
sebenarnya banyak terdapat di sekitar kita. Penggunaan bio
pestisida, adalah alternatif paling aman untuk mewujudkan
pertanian organik, karena pestisida organik ini nyaris tidak
menimbulkan dampak bahaya (hazard) baik bagi konsumen
maupun bagi lingkungan. Berikut ini beberapa tanaman yang
mempunyai potensi sebagai biopestisida :
150
Kapasan (Abelmoschus moschatus [L.] Medic.)
Daun, bunga, dan biji bisa digunakansebagai insektisida (membasmi serangga).Minyak atsiri yang terdapat di dalam akarkapasan berfungsi sebagai insektisida danlarvasida (Dalimartha, 1999).
Kemangian/Selasih (Ocimum basilicum Linn.)
Daun kemangi/selasih mengandung
minyak atsiri dengan bahan aktif eugenol
dan sineol yang mempunyai potensi
sebagai larvasida dan hormon juvenil
yang menghambat perkembangan larva
nyamuk (Anopheles aconitus). Abu
kemangi bisa digunakan untuk menghalau
serangan nyamuk (Fatimah, 1997). Selain nyamuk, daun
kemangi juga dapat digunakan untuk membasmi lalat buah,
kutu daun, laba-laba merah, dan tungau (Simon et al., 1990;
Panhwar, 2005).
Mimba (Azadirachta indica A. Juss)
Produk mimba selain dapat digunakan
sebagai pupuk hijau juga merupakan
alternatif substitusi pestisida kimia yang
berfungsi sebagai insektisida. Zat
151
azadirachtin yang terkandung di dalam biji dan daun mimba
efektif sebagai insektisida. Biji mimba yang berumur 3-8 bulan
memiliki kandungan azadirachtin paling tinggi. Selain berperan
sebagai penurun nafsu makan (anti feedant) yang
mengakibatkan daya rusak serangga sangat menurun,
mehantriol berperan sebagai penghalau (repellent) yang
mengakibatkan hama serangga enggan mendekati zat tersebut.
Nimbin dan nimbidin berperan sebagai anti mikroorganisme,
bakterisida, dan fungisida.
WIDURI (Calotropis gigantea R. Br.)
Akar dan daun widuri berfungsi
sebagai insektisida. Penelitian
Siswanto (2000) membuktikan
bahwa ekstrak daun widuri
dapat digunakan sebagai
insektisida nabati untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti.
Penelitian Pujihastuti (2000) membuktikan bahwa getah batang
widuri dapat digunakan untuk membunuh lalat rumah (Musca
domestica).
152
BABADOTAN (Ageratum conyzoides Linn.)
Babadotan memiliki senyawa bioaktif
yang berfungsi sebagai insektisida
dan nematisida. Kandungan
senyawa bioaktif di antaranya
saponin, flavanoid, polifenol, dan
minyak atsiri yang mampu mencegah hama mendekati
tanaman (penolak) dan menghambat pertumbuhan.
TUBA (Derris elliptica)
Kandungan Rocetone, deguelin dan
toxicarol dalam tanaman ini
(khususnya bagian akar) sangat efektif
untuk mengendalikan berbagai hama
tanaman seperti jenis serangga,
berbagai jenis ulat, tungau, lalat buah
dan mollusca (jenis siput-siputan, keong).
SEMBUNG (Blumea balsamifera)
Tanaman ini merupakan jenis tanaman liar
yang mudah ditemui disekitar kebun atau
pinggiran hutan. Daun dan bunga dari
tanaman ini efektif sebagai pengendali
hama tanaman terutama jenis ulat dan kutu.
153
SIRIH (Piper bettle)
Aroma dan rasa daun Sirih yang khas,
rupanya merupakan hal yang tidak
disukai oleh banyak serangga
pengganggu tanaman. Dengan
campuran kapur barus, larutan daun
sirih ini dapat mengendalikan berbagai
jenis hama terutama dari jenis kutu-kutuan seperti tungau,
kutu daun dan sebagainya.
TEMBAKAU (Nicotinae tobacum L)
Kandungan toksin (racun) dalam daun
tembakau cukup efektif untuk
mengendalikan berbagai jenis ulat dan
belalang yang menyerang pada
tanaman semusim. Penggunaannya
cukup mudah, cukup dihaluskan dan
dicampur dengan bahan perekat kemudian disemprotkan pada
tanaman yang terserang hama.
154
SIRSAK ( Anona murricata L )
Bagian tanaman sirsak yaitu akar, kulit
batang dan daunnya ternyata sangat
efektif untuk mengusir berbagai
serangga pengganggu tanaman. Daun
Sirsak mengandung bahan aktif
Annonain dan Ressin yang sangat efektif untuk mengendalikan
hama Kutu daun dan hama Balst.
MAJA (Aegle marmaros)
Tanaman ini termasuk tanaman liar dengan
batang berkayu, dan bentuk buah besar
menyerupai jeruk bali dan bergelantungan
di ujung cabang. Buahnya berwarna hijau
muda dengan bagian dalam berwarna
kehitaman. Buah dan daun Maja yang rasanya pahit sangat
tidak disukai oleh semua serangga maupun berbagai jenis ulat.
Tanaman ini juga dapat dimanfaatkan sebagai alternative
pengendalian berbagai hama tanaman semusim maupun
tanaman tahunan.
155
CENGKIH (Eugenia aromatica )
Daun dan kulit batang Cengkeh
mengandung minyak atsiri yang
aromanya tidak disukai oleh berbagai
jenis serangga. Minyak atsiri dari
daun dan kulit batang cengkih ini
dapat digunakan sebagai campuran
untuk membuat biopestida. Dengan tambahan kapur barus
atau belerang, bagian dari tanaman cengkih ini dapat
mengendalikan hama yang berada di bawah permukaan tanah.
Campuran ini juga dapat dipergunakan untuk mengendalikan
dan mencegah serangan jamur akar pada tanaman tahunan.
GADUNG (Dioscorea hispida).
Umbi dari tanaman gadung ini sangat
beracun karena mengandung toksin
jenis sianida yang sangat mematikan.
Racun yang terkandung dalam umbi
gadung ini dapat dimanfaatkan
sebagai pengendali hama dan
penyakit tanaman.
156
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha, S. 1999. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. TrubusAgriwidya. Ungaran.
Fatimah, S. 1997. Studi Laboratorium Uji Kepekaan LarvaAnopheles aconitus terhadap Ekstrak Daun Selasih(Ocimum basilicum). Universitas Diponegoro. Semarang.Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Panhwar, F. 2005. Using Plants to Control Pests. www. Farmingsolutions.org/successtories/stories.asp?id=163. Diaksespada bulan Januari 2015.
Pujihastuti , T. E. 2000. Uji Efikasi Getah Batang TumbuhanWiduri (Calotropis gigantea) untuk Membunuh LalatRumah (Musca domestica). Universitas Diponegoro.Semarang. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
Simon, J.E., J. Quinn and R.G. Murray. 1990. Basil: A Source ofEssential Oils. TimberPress,Portland.http://www.hort.purdue.edu/newcrop/proceedings1990/V1484. html. Diakses pada bulan September2014.
Siswanto, B. 2000. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Widuri(Calotropis gigantea) sebagai Insektisida Nabati NyamukEndophagus (Aedes aegypti). Universitas Diponegoro.Semarang. Skripsi. Tidak Diterbitkan.
157
TEKNIK PENGENDAIAN GULMA (FISIK, BIOLOGI DANKIMIAWI) PADA TANAMAN KEDELAI
Oleh: Ratnawati
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang
sangat penting peranannya dalam kehidupan. Kandungan
kedelai terdiri dari 35 % Protein sedangkan kadar protein
kedelai pada varietas unggul dapat mencapai 40-43 %.
Kebutuhan protein sebesar 55 gram perhari dapat dipenuhi
dengan makanan yang berasal dari kedelai 157,14 gram
(Radiyati, 1992). Di samping itu kedelai juga mengandung
lemak sekitar 20%, dibagi menjadi lemak jenuh dan tidak
jenuh dan jumlah kandungan mineral di antaranya kalium,
kalsium fosfor, dan magnesium. Dan beberapa sejumlah
vitamin adalah vitamin A, B1, B2, B3, B5, B6, dan sedikit
vitamin C.
Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak
diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil yang
bisa dicapai oleh tanaman produksi. Batasan gulma bersifat
teknis dan plastis. Teknis, karena berkait dengan proses
produksi suatu tanaman pertanian. Keberadaan gulma dapat
menurunkan hasil karena mengganggu pertumbuhan tanaman
produksi melalui kompetisi, beberapa jenis tumbuhan dikenal
158
sebagai gulma utama, seperti teki dan alang-alang (Wikipedia,
2010).
Pada Budidaya tanaman kedelai, gulma sangat berpotensi
mengganggu pertumbuhan vegetatif tanaman yang akhirnya
berdampak pada penurunan peningkatan kuantitas dan kualitas
hasil tanaman kedelai itu sendiri.
Menurut Soetikno S. Sastroutomo (1990), penurunan hasil
akibat kompetisi gulma pada pertanaman kedelai dapat
mencapai 10-50%pada populasi 20% dari populasi tanaman
kedelai, oleh karena itu teknik pengendalian gulma pada
budidaya kedelai sangat diperlukan.
Pada tempat-tempat yang telah ditumbuhi gulma,
tanaman kedelai tidak dapat tumbuh dengan baik. Jenis gulma
yang biasa tumbuh di pertanaman kedelai sekitar 56 spesies
yang terdiri atas 20 jenis rerumputan, 6 jenis teki-tekian, dan
30 jenis berdaun lebar di antaranya terdapat jenis-jenis gulma
yang sangat merugikan.
Pada lahan dengan indeks pertanaman 300% atau tidak
mengalami masa istirahat lama, ragam dan jumlah gulma
relatif sedikit. Sebaliknya, pada lahan yang mengalami masa
istirahat lama (bera), ragam dan jumlah gulma relatif
banyak. Beberapa jenis gulma yang dominan pada pertanaman
kedelai antara lain adalah Amaranthus sp. (bayam), Digitaria
ciliaris (rumput jampang), Echinochloa colonum (rumput
159
jejagoan), Eragrotis enioloides (rumput bebekan), Cyperus
kyllingia (rumput teki), Cyperus iria (rumput jeking kunyit),
Portulaka sp. (krokot), Ageratum conyzoides (wedusan),
Molluge penaphylla (daun mutiara), dan Mimosa pudica (puteri
malu). gulma Amaranthus sp, Digitaria ciliaris, dan Cyperus
rotundus dapat menurunkan hasil kedelai masing-masing
sebesar 35%, 21%, dan 15%.Dilahan kering masam yang
didominasi oleh gulma Barreria alata dengan kerapatan nisbi
sebesar 79% dapat menurunkan hasil biji kedelai sebesar 60%.
Selain kerugian dari sisi kompetisi, ada beberapa jenis
gulma yang mempunyai sifat alelopati yaitu kemampuan
mengeluarkan zat yang bersifat racun dan dapat menghambat
pertumbuhan tanaman tertentu. Misalnya Imperata cylindrica
menghasilkan zat phenol, Juglans nigra dapat memproduksi
hydroksi juglon, Artemisia absinthium mengeluarkan zat
absintin yang dapat mempengaruhi pertumbuhan vegetatif.
Keberhasilan pengendalian gulma merupakan salah satu
faktor penentu tercapainya tingkat hasil kedelai yang tinggi,
pengendalian gulma dapat dilakukan secara kultur teknis,
mekanis, biologis, dan khemis, oleh karena harus dilakukan
secara intensif (Widiyati et al. 2001 dalam Fadhly, 2004).
Gulma pada tanaman kedelai umumnya dikendalikan
dengan cara fisika, biologi dan kimiawi. Pengendalian gulma
160
secara kimiawi berpotensi merusak lingkungan sehingga perlu
dibatasi memalui pemaduan dengan cara pengendalian lainya.
Teknik Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma dapat dilakukan dengan cara:
1. Preventif (pencegahan)
Cara pencegahan antara lain :
a. Dengan pembersihan bibit-bibit pertanaman dari kontaminasi
biji-biji gulma
b. Pencegahan pemakaian pupuk kandang yang belum matang
c. Pencegahan pengangkutan jarak jauh jerami dan rumput-
rumput makanan ternak
d. Pemberantasan gulma di sisi-sisi sungai dan saluran-saluran
pengairan
e. Pembersihan ternak yang akan diangkut
f. Pencegahan pengangkutan tanaman berikut tanahnya dan
lain sebagainya.
2. Pengendalian gulma secara fisik
Pengendalian gulma secara fisik ini dapat dilakukan dengan
jalan :
a. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah menggunakan alat-alat seperti cangkul,
garu, bajak, traktor yang berfungsi untuk memberantas
gulma. Efektifitas alat-alat pengolah tanah di dalam
161
memberantas gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus
hidup dari gulma, penyebaran akar, umur dan ukuran infestasi,
b. Pembabatan (pemangkasan, mowing)
Pembabatan umumnya hanya efektif untuk mematikan
gulma setahun dan relatif kurang efektif untuk gulma tahunan.
Efektivitas cara ini tergantung pada waktu pemangkasan,
interval (ulangan) Pembabatan sebaiknya dilakukan pada
waktu gulma menjelang berbunga atau pada waktu daunnya
sedang tumbuh dengan hebat.
c. Penggenangan
Penggenangan efektif untuk memberantas gulma dengan
menggenangi sedalam 15 – 25 cm selama 3 – 8 minggu. harus
cukup terendam sehingga pertumbuhan gulma tertekan.
d. Pembakaran
Suhu kritis yang menyebabkan kematian pada kebanyakan
sel adalah 45 – 550 C, kematian dari sel-sel yang hidup pada
suhu di atas disebabkan oleh koagulasi pada protoplasmianya.
Pembakaran secara terbatas masih sering dilakukan untuk
membersihkan tempat-tempat dari sisa-sisa tumbuhan setelah
dipangkas. Pembakaran juga dapat mematikan insekta dan
hama lain serta penyakit seperti cendawan, bakteri kekurangan
dari sistem ini dapat mengurangi kandungan humus atau
mikroorganisme tanah, dapat memperbesar erosi.
162
e. Mulsa (mulching, penutup seresah)
Penggunaan mulsa untuk mencegah cahaya matahari
tidak sampai ke gulma, sehingga gulma tidak dapat melakukan
fotosintesis, akhirnya akan mati dan pertumbuhan yang baru
(perkecambahan) dapat dicegah. Bahan-bahan yang dapat
digunakan untuk mulsa antara lain jerami, pupuk hijau, sekam,
serbuk gergaji, kertas dan plastik.
3. Pengendalian gulma secara biologis
Pengendalian gulma secara biologis (hayati) dengan
menggunakan organisme lain, seperti insekta, fungi, bakteri
sebagainya. Pengendalian biologis yang intensif dengan insekta
atau fungi dapat erpotensi mengendalikan gulma secara
biologis
4. Pengendalian gulma secara kimiawi
Pengendalian gulma secara kimiawi adalah pengendalian
gulma dengan menggunakan herbisida. Yang dimaksud dengan
herbisida adalah senyawa kimia yang dapat digunakan untuk
mematikan atau menekan pertumbuhan gulma, baik secara
selektif maupun non selektif. Macam herbisida yang dipilih bisa
kontak maupun sistemik, dan penggunaannya bisa pada saat
pratanam, pratumbuh atau pasca tumbuh. Keuntungan
pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya ialah
bahaya keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap
163
pencemaran lingkungan. Sehubungan dengan sifatnya ini maka
pengendalian gulma secara kimiawi ini harus merupakan pilihan
terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak
berhasil.
Gulma Tanaman Kedelai
Sumber : Gulma teki Sumber: http://wanuabone.blogspot.com
Tanaman kedelai yang didominasi gulma
164
DAFTAR PUSTAKA
Ashton, F. M. adnd T. J. Monaco. 1991. Weed Science:Principles and Pratice. 3rd Ed. John Wiley and Sons,Inc.: New York. 466 p.
Eprim, Yeheskiel Sah. 2006. Periode Kritis Tanaman Kedelai(Glycine max (L.) Merr.) Terhadap Kompetisi GulmaPada Beberapa Jarak Tanam di Lahan Alang-alang(Imprata cylindrica (L.) Beauv.). Skripsi. Program StudiAgronomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Fadhly, A.F. dan Tabri, F. 2004. Pengendalian Gulma padaPertanaman Jagung. Balai Penelitian TanamanSerealia, Maros. Goldsworthy, P. R. dan N.M. Fischer.1992. Fisiologi Tanaman Budidaya Tropik. GadjahMada University Press: Yogyakarta. 874 hal.
Pusat Penelitian dan Pengembangan tanaman Pangan, 2007,Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangannya. PusatPenelitian dan Pengembangan tanaman Pangan, BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian
Pusat Penelitian dan Pengembangan tanaman Pangan,1985,Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan TanamanPangan, Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianTanggal Artikel : 08-12-2014.
Radiyati, T., 1992. Pengolahan Kedelai. Subang : BPTTGPuslitbang Fisika Terapan-LIPI.
Smith, J. R. 1981. Weed of Majpr Economic Importance in Riceand Yields Loisses Due to Weed Competition. P 19-36. InProcidings of The Conference on Weed Control of Rice.IRRI. Manila. Philippines.
165
Sutikno, Sastroutomo. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia PustakaUtam, Jakarta.
Tyas 2010. Persaingan Gulma Teki dengan Tanaman.Kedelai.http://breederlifeblogspot.com/2010/02/persaingan-gulma-teki-dengan tanamanhtml/ (diakses 3 Maret2015)
166
TEKNIK PROSESING, PENYIMPANAN DAN TEKNOLOGIPASCA PANEN BENIH KEDELAI
Oleh : Cut Maisyura
Latar Belakang
Teknik prosessing benih kedelai adalah tahapan kegiatan
yang dimulai sejak pemanenan sampai siap disimpan atau
dipasarkan. Teknik prosessing yang tepat dapat membantu
mengurangi kehilangan hasil dan mempertahankan viabilitas
benih kedelai (mendekati viabilitas seperti pada saat panen)
sehingga didapat harga jual yang tinggi.
Untuk menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan
mutu fisik, mutu fisiologis, dan mutu genetik juga harus
dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik
dan genetik terutama dilakukan selama masa prosesing,
sedangkan menjaga mutu fisiologis dilakukan pada saat panen
hingga penyimpanan bahkan hingga benih siap tanam.
Kehilangan hasil pada usahatani kedelai secara umum
masih tinggi. Perkiraan kehilangan hasil kedelai yang dipanen
pada kadar air tinggi (30 – 40 % basis basah (bb) mencapai
15,5 % dan yang dipanen pada kadar air rendah (17 – 20 %
bb) sebesar 10 %. Di samping kehilangan hasil secara fisik
(kuantitas), susut mutu/ viabilitas (kualitas) benih kedelai
dalam penanganan pascapanen juga cukup tinggi yaitu 2,5 –
167
8,0 % (Purwadaria, 1989). Hal ini disebabkan karena benih
kedelai mudah rusak dan cepat turun daya tumbuhnya,
sehingga memerlukan penanganan yang cepat, tepat dan teliti.
Oleh karena itu tujuan dari teknik processing benih kedelai
adalah menjaga viabilitas benih kedelai supaya tetap sama
seperti pada waktu panen dan mengurangi kehilangan hasil
pada semua proses kegiatan pascapanen yang dilakukan
(panen, perontokan, pengeringan, sortasi, pengemasan dan
penyimpanan).
Waktu dan Cara Panen
Panen kedelai hendaknya dilakukan pada saat mutu fisiologis
benih mencapai maksimal, yang ditandai bila sekitar 95 %
polong telah berwarna coklat atau kehitaman (warna polong
masak) dan sebahagian besar daun sudah rontok (Harnowo,
dkk. 2007).
Untuk mendapatkan mutu benih yang baik dan memperkecil
pecahnya polong di lapang, serta menghindari benih
bercendawan, panen kedelai sebaiknya dilakukan segera
setelah kadar air benih di bawah 18 % bb, sebelum terjadi
pembasahan benih kembali oleh air hujan.
Panen dapat dilakukan dengan sabit tajam atau bergerigi
dengan memotong pangkal batang. Cara panen ini lebih
menguntungkan dibandingkan dengan cara dicabut, karena
168
cepat, dapat diterapkan dalam kondisi kering maupun basah,
Rhizobium tetap tertinggal dalam tanah dan berangkasan
bersih dari tanah (Sumardi dan Ridwan Thahir, 1985).
Berangkasan kedelai hasil panen langsung dikeringkan
(dihamparkan) di bawah sinar matahari dengan ketebalan 25
cm selama 2 – 3 hari (tergantung cuaca) menggunakan alas
terpal plastik, tikar, atau anyaman bambu. Pengeringan
dilakukan sampai kadar air benih mencapai sekitar 14 %.
Usahakan untuk tidak menumpuk berangkasan lebih dari 2
hari karena dapat menyebabkan benih berjamur, kusam dan
bermutu rendah.
Perontokan
Berangkasan kedelai yang telah kering (kadar air 14 %)
perlu segera dirontok. Perontokan dapat dilakukan secara
manual atau secara mekanis.
Perontokan harus dilakukan secara hati-hati untuk
menghindari benih pecah kulit, benih retak, atau kotiledon
terlepas karena akan mempercepat laju penurunan daya
tumbuh dan vigor benih selama penyimpanan.
169
Sortasi
Benih hasil perontokan dibersihkan dari kotoran, seperti
potongan batang, cabang tanaman dan tanah. Pembersihan
dapat dilakukan dengan cara manual (ditampi) atau secara
mekanis (blower)
Sortasi diperlukan untuk mendapatkan benih yang
berukuran seragam dengan cara memisahkan sekitar 5 %
benih yang berukuran kecil.
Selain memisahkan benih yang berukuran kecil, sortasi juga
diperlukan untuk membuang biji yang menyimpang dengan
deskripsi varietas yang ditanam.
Pengeringan
Benih yang sudah bersih dan ukurannya seragam harus
dikeringkan hingga mencapai kadar air 9 – 10 %.
Pengeringan benih dilakukan dengan menjemur di bawah
sinar matahari, menggunakan alas terpal plastik atau tikar
pada lantai jemur yang kering, dengan ketebalan sekitar 2-3
lapis benih. Benih yang dijemur harus dibalik setiap 2–3 jam
agar benih kering secara merata.
170
Usahakan jangan menyimpan benih dalam kondisi yang
masih panas dalam karung tertutup karena benih setelah
dijemur perlu diangin-anginkan selama 30 menit untuk
menyeimbangkan suhu benih dengan suhu udara ruang
simpan.
Pengemasan
Benih dikemas dengan menggunakan bahan pengemas
kedap udara untuk menghambat masuknya uap air dari luar
kemasan ke dalam benih .
Kantong plastik benih yang bening atau buram (kapasitas 2
atau 5 kg) dengan ketebalan 0,08 mm cukup baik
digunakan untuk mengemas benih kedelai hingga 8 bulan
simpan pada kondisi ruang alami dengan kadar air awal
sekitar 9 – 10 %.
Kemasan yang telah berisi benih harus tertutup rapat
dengan cara diikat erat menggunakan tali atau bagian atas
kantong dipres dengan kawat nikelin panas/sealer.
Penyimpanan
Benih dalam kemasan dapat disimpan dalam ruangan
beralas kayu atau pada rak-rak agar kemasan tidak
bersinggungan langsung dengan lantai.
Benih dalam penyimpanan harus terhindar dari serangan
tikus atau hewan lain yang dapat merusak kantong kemasan
maupun benih.
171
Usahakan menyimpan benih dalam ruangan tersendiri dan
tidak bercampur dengan bahan bahan lain yang dapat
menyebabkan ruangan menjadi lembab.
Benih disimpan secara teratur, dipisahkan sesuai dengan
varietasnya. Penyimpanan benih perlu ditata sedemikian
rupa agar tidak roboh, tidak mengganggu keluar masuknya
barang yang lain dan mudah dikontrol. Setiap tumpukan
benih sebaiknya dilengkapi dengan kartu pengawasan yang
berisi informasi :
o Nama Varietas
o Tanggal Panen
o Asal Petak Percobaan
o Jumlah/kuantitas benih asal (pada saat awal
penyimpanan)
o Jumlah/kuantitas pada saat pemeriksaan stok terakhir
o Hasil uji daya kecambah terakhir (tanggal, persentase
daya kecambah)
Penanganan benih dengan teknologi pasca panen yang
tepat (mulai dari panen hingga ke penyimpanan), diharapkan
viabilitas benih dapat bertahan hingga delapan bulan dengan
daya tumbuh lebih dari 80 %.
172
DAFTAR PUSTAKA
Ana, N.H.; R. Thahir dan D.A. Nasution. 2001. Mesin SortasiPendukung perbenihan Kedelai. Warta Penelitian danPengembangan Pertanian (23) 4 : 9 – 10
Departemen Pertanian. 2007. Peraturan Mentri Pertanian no28/Permentan/SP.120/3/2007 tentang pedoman ProduksiBenih Kedelai.
Harnowo, D. ; J. R. Hidayat dan Suyamto. 2007. Kebutuhandan teknologi produksi benih kedelai. Hlm. :383 – 415.Dalam Kedelai. Pusat Penelitian dan PengembanganTanaman Pangan.
Kementerian Pertanian. 2013. Pedoman Umum Produksi danDistribusi Benih Sumber Kedelai.
Purwadaria, H. K. 1989. Teknologi Penanganan Pasca PanenKedelai (buku pegangan edisi kedua). Deptan–FAO,UNDP. Development and Utilization of Postharvest toolsand equipment, INS/088/007.
173
MENGENAL KUALITAS DAN MEKANISMEPENGAWETAN DAGING
Oleh : Saiful Helmy
Pendahuluan
Daging merupakan salah satu produk hasil ternak yang
sangat disukai masyarakat karena mempunyai nilai gizi tinggi
yang diperlukan tubuh, bercita rasa kuat, mengenyangkan dan
beragam variasi pengolahan dapat dilakukan. Di samping
keistimewaannya, daging juga memiliki kekurangan, yaitu
merupakan media tumbuhnya mikroorganisme, sehingga bahan
baku olahan daging sangat rentan terhadap pembusukan yang
berakibat daging menjadi rusak dan sangat tidak layak
dikonsumsi serta mengganggu kesehatan.
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mempertahankan kualitas daging dimulai sejak bahan baku
diproduksi hingga olahan daging yang siap dikonsumsi
masyarakat adalah dengan cara melakukan diversifikasi olahan
daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Untuk itu
maka harus diterapkan metode pengolahan yang memberikan
keuntungan bagi pelaku (produsen) dan pelanggan
(konsumen).
Syarat utama memilih daging sebagai bahan baku olahan
adalah daging yang berasal dari ternak oleh dokter hewan yang
berwenang dinyatakan aman dari bahaya-bahaya fisik, kimia
174
dan biologi, sehat dikonsumsi karena tidak membawa penyakit
menular, tidak ada pencampuran dan pemalsuan dari bahan
hewan lainnya, halal dalam proses penyembelihan sesuai
ketentuan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Daging yang ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal) dapat
diperoleh dengan cara mengidentifikasi kriteria beberapa jenis
daging sebagai berikut:
1. Teknik menentukan kualitas daging, dibagi dalam duakelompok.
a. Daging yang bersal dari ternak unggas di antaranya ayam,
itik, puyuh, merpati dan lain-lain.
b. Daging yang berasal dari ternak besar di antaranya sapi,
kerbau, kambing, domba, rusa dan lain-lain.
Hasil utama dari ternak adalah karkas yaitu bagian tubuh
ternak penghasil daging yang telah dipisahkan dari bagian-
bagian isi perut, kepala, kaki dan kulit. Kualitas karkas sangat
dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah penyembelihan
(Ante dan Post Mortem Inspektion) antara lain genetik, spesies,
bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan
tambahan dan kondisi ternak pra dan pasca penyembelihan.
Faktor setelah penyembelihan antara lain pemisahan karkas
dari bagian kotor atau sumber kontaminasi, proses pelayuan,
pengempukan, pengawetan, pengemasan dan distribusi.
175
2. Berdasarkan warna daging, terdiri atas dua kategori.
a. Daging putih, dengan ciri mempunyai serat lebih besar dan
lebar, mengandung sedikit pigmen (myoglobin), warna
daging tampak pucat sehingga dalam proses pengolahan
tidak diperlukan penguat warna atau pemutih.
b. Daging merah dengan ciri serat yang kecil dan rapat dan
kaya pigmen (mioglobin). Dalam proses pengolahan daging
diperlukan sendawa atau bahan alami seperti daun jati, kulit
bawang merah dan daun salam.
Beberapa kriteria daging yang baik
a. Secara umum untuk mendapatkan daging yang baik sebagai
bahan baku adalah dengan memperhatikan ciri-ciri antara
lain : daging masih mengkilat, warna cerah tidak pucat,
berbau khas daging, tidak busuk, daging masih elastis tidak
kaku dan bila dipegang daging tidak lengket di tangan serta
terasa kebasahannya..
b. Daging sehat adalah daging yang berasal dari hewan yang
sehat yang disembelih pada tempat pemotongan resmi,
diperiksa dan diangkut dengan kendaraan khusus dan dijual
di tempat yang bersih.
c. Setiap 100 gram daging sapi mengandung antara lain 207
kalori, 18,8 gram protein, 14 gram lemak, 11 miligram
kalsium, 170 miligram fosfor dan 2,8 miligram zat besi.
176
Ciri dan Karakteristik Daging antar Ternak
1. Daging Ayam
a. Warna putih kekuningan, bersih dan tidak memar
b. Serat halus dan konsistensi lunak
c. Tidak tampak lemak didalam daging
d. Mengandung protein 18,2 persen dan lemak total 25
persen
e. Aroma khas daging ayam segar dan tidak busuk
2. Daging sapi muda.
a. Warna agak pucat
b. Serat halus dan konsistensi lunak
c. Bau dan rasa lembut.
3. Daging sapi dewasa
a. Warna merah cerah dan tidak memar
b. Serat halus dan sedikit berlemak.
c. Konsistensi padat mengkilat
d. Mengandung protein 18,8 persen dan lemak total 14
persen
e. Aroma khas daging segar dan tidak berbau busuk
4. Daging kerbau
a. Warna merah tua lebih gelap dibanding daging sapi
b. Serat kasar dan berlemak
c. Rasa hampir sama dengan daging sapi hanya saja lebih
kasar
177
d. Aroma lebih khas dibanding sapi
5. Daging kambing
a. Warna lebih pucat dibanding domba
b. Lemak berwarna putih
c. Memiliki aroma khas kambing
d. Mengandung protein 16,6 persen dan lemak 9,2 persen
6. Daging domba.
a. Warna merah khas daging domba
b. Serat daging halus dan sangat rapat
c. Konsistensi padat
d. Antara otot dan bawah kulit terdapat banyak lemak
e. Daging jantan beraroma khas
f. Mengandung protein 17,1 persen dan lemak 14,8 persen
Penanganan Daging Higienis
Penanganan daging higienis bertujuan mencegah
terjadinya penurunan kualitas daging sehingga dapat
memperpanjang masa simpan, perubahan fisik seperti warna
dan bau dan cita rasa yang berakibat terjadinya gangguan
kesehatan bagi konsumen. Usaha-usaha yang dilakukan agar
kualitas daging dapat bertahan lebih lama antara lain:
1. Pilih bahan baku olahan daging yang bermutu, dengan cara
memilih daging yang tidak rusak, terutama oleh mikroba.
Daging yang terkontaminasi mikroba dapat diamati dengan
ciri-ciri tengik dan berbau busuk, berlendir, berubah warna
178
dan rasa asam atau pahit, tumbuh jamur sekitar pinggiran
daging. Bila daging tidak langsung diolah dapat dilakukan
pembersihan dan pencucian lalu simpan pada suhu rendah,
yaitu sekitar 5 0C dengan masa simpan yang berbeda
tergantung jenis daging. Umumnya bertahan 3-7 hari.
2. Menjaga sarana pengolahan daging agar tetap higienis.
3. Menjaga kebersihan lingkungan pengolahan daging agar
terhindar dari hama seperti tikus, kecoa dan binatang
penyebar penyakit lainnya.
4. Tetap utamakan personality higienis petugas.
Pengempukan Daging
Salah satu kualitas daging yang baik ditetapkan dengan
tingkat keempukan daging. Faktor yang mempengaruhinya
antara lain komposisi daging berupa tenunan pengikat, serabut
daging dan sel-sel lemak diantara serabut serta rigor mortis
daging setelah ternak disembelih.
Teknik pengempukan daging namun nilai gizinya tetap
bertahan dapat dilakukan dengan cara:
a. Pelayuan daging pada suhu 10 0C
b. Merebus daging dengan suhu rendah (60 – 70 0C) dalam
waktu lama.
c. Menggunakan enzim protenase papain dari getah daun
pepaya dengan cara melumurkan atau merendam daging
sebelum daging diolah.
179
d. Menggunakan enzim bromelin dari nenas masak.
Bahan tambahan pengolahan daging yang diizinkan antara lain:
a. NaCl (garam dapur) yang berfungsi menghambat
pertumbuhan khamir.
b. Sodium tripolypospat (STPP) 0,5 persen berfungsi
menurunkan jumlah bakteri.
c. Perendaman karkas dalam larutan disodium pospat 6,23
persen selama 6 jam. Dapat meningkatkan masa simpan 1-
2 hari.
d. Gula pasir 3 persen dapat juga dipakai sebagai pengawet
daging.
e. Sodium nitrit dapat digunakan untuk curing (peraman)
daging, dianjurkan tidak lebih dari 155 ppm.
f. Sodium laktat 2,9 persen, digunakan untuk menetralisir
pertumbuhan patogen
g. Sendawa (kalium, kalsium dan natrium nitrat 0,1 persendapat juga dilakukan untuk pengawet.
DAFTAR PUSTAKA
Pedoman Standar Prosedur Pengolahan Hasil Peternakan. 2009Deptan Jakarta.
Teknis Pengolahan Daging. 2010 Dirjen Pengolahan HasilPertanian.
180
Hhtp Daging Word Press.Com 2013/10/09/7[SNI] StandarNasional Indonesia. 1995. SNI 01-3947-1995, DagingSapi/Kerbau. BSN, Jakarta.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 01-3948-1995,Daging Kambing/Domba. BSN, Jakarta.
Aberle, E.D., J.C. Forrest, D.E. Gerrard, E.W. Mills, H.B.Hendrick, M.D. Judge, R.A. Merkel. 2001. Principles ofMeat Science. Edisi ke-4. Kendall/Hunt, Iowa.
Anonymous. 2000. Teknologi Tepat Guna: Pengawetan danBahan Kimia. Pendayagunaan dan Pemasyarakatan IlmuPengetahuan dan Teknologi, Kemenegristek. Anonymous.2006. Bahaya Formalin dan Boraks.
Anonimous, 2006. Pedoman Standar Prosedur OperasionalPengolahan Hasil Peternakan (Daging). DirektoratPengolahan Hasil Pertanian, Direktorat JenderalPengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, DepartemenPertanian, Jakarta.
181
TEKNOLOGI PANEN DAN PASCAPANENBAWANG MERAH
Oleh: Nurbaiti
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran
unggulan yang memiliki arti penting bagi masyarakat, baik
dilihat dari penggunaannya sebagai bumbu masak yang
dibutuhkan sehari-hari maupun dari nilai ekonominya yang
tinggi.
Budidaya bawang merah yang dilakukan petani di propinsi
Aceh umumnya belum menerapkan sepenuhnya kaidah
budidaya yang benar. Hal ini mengakibatkan usaha agribisnis
bawang merah belum memberikan hasil yang optimal bagi
petani bawang merah. Oleh sebab itu perbaikan cara-cara
budidaya mulai dari persiapan lahan, penerapan teknik
budidaya, perbaikan penanganan panen dan pascapanen,
prosessing, dan pemasaran perlu dilakukan agar hasil panen
bawang merah mempunyai nilai tambah, menghasilkan produk
yang bermutu dan berdaya saing.
Kegiatan Panen Bawang Merah
Umur panen bawang merah cukup bervariasi, tergantung
varietas, tempat penanaman, tingkat kesuburan, dan tujuan
penanaman. Ada varietas bawang merah yang memang
182
mempunyai umur pendek dan ada juga yang berumur panjang.
Bawang merah yang ditanam di dataran tinggi seperti di Aceh
Tengah dan Bener Meriah biasanya mempunyai umur panen
yang lebih panjang dari pada yang ditanam di dataran rendah.
Sementara itu tanaman yang sangat subur pertumbuhan
umumnya mempunyai umur relatif panjang. Di lain pihak, jika
penanaman dimaksudkan untuk menghasilkan umbi untuk
bibit, pemanenan harus dilakukan setelah bawang merah cukup
tua, sedangkan untuk bawang konsumsi dapat di panen sedikit
lebih cepat.
Usahakan panen bawang merah dilakukan pada pagi hari
dalam kondisi cerah dan tidak hujan. Pemanenan dilakukan
dengan mencabut bawang merah dari tempat penanaman dan
kemudian diletakkan diatas bedeng lalu kemudian sekelompok
umbi diikat bagian daunnya kemudian diangkut ketempat
pengeringan.
Gambar 1. Hasil panen merah yang dijemur diatas bedengan
183
Kegiatan Pascapanen Bawang merah
1. Pelayuan dan pengeringan
Setelah bawang merah di panen tindakan yang harus
segera dilakukan adalah pelayuan dan pengeringan. Hal ini
mencegah kerusakan umbi akibat busuk atau serangan
penyakit. Cara yang dapat ditempuh untuk mengeringkan
bawang merah yaitu dengan penjemuran dan menggunakan
teknologi sistem pengeringan dan penyimpanan (Instore
Drying).
a.Pengeringan
Cara pengeringan bawang merah yang dilakukan petani
adalah dengan menjemurnya di bawah matahari. Ikatan-ikatan
bawang merah dijajarkan dengan posisi umbi bawang di bawah
dan daun diatas, dalam keadaan demikian, daun akan
mendapat panas matahari langsung dan akan mengalami
pengeringan lebih dulu.
Pengeringan dengan penjemuran ini ada kelemahannya,
untuk menjemur bawang merah diperlukan tempat terbuka
yang cukup luas. Disamping itu jika panen dilakukan kebetulan
musim hujan sehingga penjemurannya tidak dapat dilakukan
dengan sempurna maka dapat menyebabkan infeksi bakteri
pembusuk sehingga bawang yang dihasilkan mutunya rendah,
dan tidak dapat disimpan lama.
184
b.Teknologi Sistem Pengeringan dan Penyimpanan
Agar proses pengeringan dapat berjalan terus tanpa
terkendala cuaca dan tidak memerlukan tempat yang terlalu
luas maka Balai Besar Pascapanen menggunakan suatu
teknologi sistem pengeringan-penyimpanan (Instore Drying),
dimana dalam sistim ini kondisi ruang dapat diatur sesuai
dengan kondisi optimum untuk proses pengeringan -
penyimpanan bawang. Ukuran bangunan penyimpanan 6 m
panjang x 6 m lebar x 3 m tinggi dapat menampung 5 – 10
ton. Atap bangunan terdiri dari fibre glass transparan yang
dilengkapi dengan aerasi udara (ballwindow), dinding
bangunan dari fibre glass, rak pengering – penyimpanan
berupa rak gantung yang dibuat dari bambu.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengeringan
bawang merah dengan Instore Drying dapat dilakukan dalam
waktu 3 hari. Hal ini berarti pengeringan bawang merah
dengan Instore Drying lebih cepat jika dibandingkan
pengeringan cara petani(penjemuran) yang bisa mencapai 9
hari. Selain itu pengeringan dengan Instore Drying juga tidak
menyebabkan kerusakan yang berarti yaitu hanya berkisar
antara 0,24%-0.72% jauh lebih bila dibandingkan dengan
penjemuran, dimana kerusakannya bisa mencapai 1,68%.
185
Gambar 2. Instore Drying yang digunakan untuk pengeringan dan
penyimpanan bawang merah (sumber: BB Pasca Panen)
2. Pembersihan dan Sortasi
Pembersihan bawang merah merupakan kegiatan
menghilangkan kotoran yang menempel pada umbi seperti
tanah dan akar serta memperoleh umbi yang berkualitas baik.
Sedangkan kegiatan sortasi dilakukan untuk memisahkan
antara umbi yang baik (bernas, tidak cacat fisik atau busuk,
berukuran seragam) dengan umbi yang jelek, rusak atau
busuk.
3. Penyimpanan
Pada umumnya para petani bawang menyimpan bawang
merah dengan menggantung ikatan bawang merah pada para-
para diatas perapian dapur, namun jumlah bawang yang dapat
disimpan dengan cara ini terbatas, tergantung seberapa luas
dan seberapa besar tempat di atas perapian dapur.
Untuk jumlah bawang yang banyak dibutuhkan ruang
penyimpanan yang lebih luas dengan kondisi bersih, kering dan
186
tidak lembab dengan ventilasi yang baik dan cukup banyak
sehingga dapat memberikan pergantian udara dalam ruang
dengan baik. Suhu yang baik untuk penyimpanan bawang
merah adalah 30-340C dan kelembaban 65-75%.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2009. StandarProsedur Operasional Produksi Benih Bawang Merah.Direktorat Jendral Hortikultura. Kementrian Pertanian,Jakarta.
Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi. 2010. StandarProsedur Operasional Budidaya Bawang Merah.Direktorat Jendral Hortikultura. Kementrian Pertanian,Jakarta.
Litbang Pertanian. 2012. 50 Teknologi Inovatif LitbangPascapanen. Balai Besar Pascapanen, Bogor.
Nugraha, S. 2008. Teknologi Sistem Pengeringan danPenyimpanan Bawang Merah. Balai Besar Pascapanen,Bogor, diunduh 2 Maret 2015,http://pascapanen.litbang.pertanian.go.id.
Wibowo Singgih. 2009. Budidaya Bawang merah. PenebarSwadaya, Jakarta.
187
POTENSI BAHAN ORGANIK DALAM MENINGKATKANPRODUKTIVITAS LAHAN
Oleh: Elviwirda
Pendahuluan
Salah satu upaya yang telah dilakukan selama ini dalam
usaha meningkatkan produktivitas tanaman pangan dan
hortikultura yaitu melalui program intensifikasi dan
ekstensifikasi. Berkaitannya dengan intensifikasi, maka
teknologi pemupukan memegang peranan yang sangat penting
terutama penggunaan pupuk kimia seperti urea, SP-36 dan
KCl.
Intensifikasi tanaman pangan dan hortikultura dengan
asupan pupuk kimia dalam jumlah besar dan dalam jangka
waktu lama, serta kurangnya memperhatikan penggunaan
bahan organik dalam sistem produksi pertanian telah
mengakibatkan terganggunya keseimbangan hara tanah yang
mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya lahan.
Kondisi saat ini lahan pertanian di Indonesia baik lahan
sawah maupun lahan kering mempunyai bahan organik yang
rendah (<2%). Terabaikannya pengembalian bahan organik
telah menyebabkan kondisi fisik dan kimia tanah telah menurun
188
yang orang awam disebut gejala tanah menjadi “sakit” atau
kelelahan lahan (land fatigue) (Siswono, 2006).
Model intensifikasi tanaman pangan dan hortikultura
dimasa mendatang sudah selayaknya untuk tidak bertumpu
kepada penggunaan pupuk kimia guna mencapai target
produksi, namun perlu dipikirkan dan dikembangkan upaya-
upaya untuk mengembalikan kesuburan lahan. Salah satu
upaya yang dapat ditempuh untuk memperbaiki kondisi
tersebut adalah pemasyarakatan kembali penggunaan bahan
organik pada lahan usahatani.
Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun
tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah, yaitu sebagai
sumber (source) dan pengikat (sink) hara dan sebagai substrat
bagi mikroba tanah. Praktek pertanian secara terus-menerus
akan mengurangi cadangan total karbon dan nitrogen dalam
tanah. Untuk mendapatkan kondisi tanah yang optimal bagi
pertumbuhan tanaman, diperlukan adanya bahan organik
tanah (C-total) di lapisan atas paling sedikit 2 % (Young, 1989
dalam Hairiah. K., et.al, 2006).
Peranan Bahan Organik
Bahan organik tanah merupakan sumber hara tanaman
dan sumber energi bagi sebagian jasad renik tanah. Di dalam
tanah bahan organik akan mengalami degradasi dan
189
mineralisasi sehingga senyawa komplek akan diuraikan menjadi
senyawa yang lebih sederhana dan sejumlah unsur hara
essensial seperti nitrogen (N), fosfat (P), belerang (S) dan
sejumlah unsur hara mikro (Shiddieq dan Partoyo, 2000).
Pemberian bahan organik ke dalam tanah baik dalam
bentuk pupuk kandang, kompos, maupun pupuk hijau, dapat
berperan ganda karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika,
kimia dan biologis tanah (Sitompul dan Setijono, 1991).
Dekomposisi bahan organik yang cepat yang diikuti oleh
peningkatan populasi mikroorganisme, untuk sementara dapat
menyebabkan fosfat diikat dalam tubuh mikroorganisme.
Selanjutnya hasil dekomposisi berupa asam-asam organik dan
humus dapat secara efektif bereaksi dengan Fe dan Al
membentuk senyawa kompleks. Pengikatan Fe dan Al oleh
asam-asam organik dapat mengurangi pengikatan P anorganik
(Soepardi, 1983; Benito, Purwanto dan Sutanto 1997; Chairani
2003).
Bahan organik berperan meningkatkan daya menahan air
(water holding capacity), memperbaiki struktur tanah menjadi
gembur, mencegah pengerasan tanah, serta menyangga reaksi
tanah dari kemasaman, kebasaan, dan salinitas (Tisdale et al.
1993; Dobermann dan Fairhurst 2000). Kandungan bahan
organik tanah yang tinggi juga memudahkan pengolahan tanah
serta dapat menahan butiran tanah dari proses erosi
190
permukaan (Chen dan Yung, 1990). Perbaikan sifat fisik tanah
tersebut merupakan nilai guna dan manfaat yang sangat besar
dalam sistem produksi pertanian.
Bahan organik meningkatkan kapasitas tukar kation tanah,
berfungsi sebagai cadangan sekaligus sumber hara makro dan
mikro, mengikat kation yang mudah tersedia bagi tanaman
tetapi menahan kehilangan hara akibat pencucian (leaching),
berfungsi dalam pembentukan chelat (ikatan organik) terhadap
unsur mikro Fe, Zn, Mn sehingga tetap tersedia bagi tanaman
(Tisdale et al. 1993; Dobermann dan Fairhurst 2000). Bahan
organik juga meningkatkan ketersediaan beberapa unsur hara
dan efisiensi penyerapan P (Hsieh, 1990).
Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah
mendorong pertumbuhan mikroba secara cepat sehingga dapat
memperbaiki aerasi tanah, menyediakan energi bagi kehidupan
mikroba tanah, meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroba
tanah), dan meningkatkan kesehatan biologis tanah (Tisdale et
al.1993; Dobermann dan Fairhurst 2000).
Bahan organik yang telah mengalami proses dekomposisi
dapat mensuplai unsur hara bagi tanaman, sedangkan peran
lainnya dari bahan organik antara lain: (1) memberikan warna
gelap sehingga mampu mempengaruhi serapan energi panas
matahari, (2) meningkatkan daya retensi air tanah karena
bahan organik mampu menyerap air hingga 20 kali bobotnya,
191
(3) membentuk khelat dengan ion logam dari unsur hara mikro
seperti Cu, Al, dan Mn, sehingga menjadi bentuk yang stabil
dalam tanah dan pada kondisi tanah tertentu dapat
dimanfaatkan oleh tanaman atau mikroorganisme tanah, (4)
meningkatkan ketersediaan unsur hara dari hasil dekomposisi,
(5) memantapkan agregat tanah karena asosiasi senyawa
organik dengan partikel primer tanah, (6) sebagai penyangga
perubahan pH tanah, (7) meningkatkan Kapasitas Tukar Kation
(KTK) tanah, dan (8) sebagai sumber energi bagi aktivitas
mikroorganisme tanah tertentu Stevenson (1994), Shiddieq dan
Partoyo (2000), serta Sutanto (2000).
Berdasarkan hasil penelitian Arsyad (1992) menunjukkan
pemberian bahan organik sebagai suatu perlakuan, dapat
memberikan peningkatan hasil pada bobot biji dan bobot
kering bagian atas tanaman serta jumlah polong yang terisi.
Pemberian bahan organik merupakan faktor kesuburan tanah
yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas produksi
(Sutanto , 2000).
Beberapa Cara yang Dapat Dilakukan untuk
Mendapatkan Bahan Organik :
1. Pengembalian sisa panen
Limbah hasil panen tanaman pangan yang dapat
dikembalikan ke dalam tanah berkisar 2 - 5 ton ha-1, dan
192
jumlah ini tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan organik
minimum dalam tanah. Oleh karena itu masukan bahan organik
dari sumber lain tetap diperlukan.
2. Pemberian kotoran hewan atau pupuk kandang
Kotoran hewan bisa berasal dari hewan peliharaan seperti
sapi, kerbau, kambing dan ayam, atau juga bisa berasal dari
hewan liar seperti kelelawar dan burung. Pupuk kandang
adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak, baik berupa
kotoran padat (feces) yang bercampur sisa makanan maupun
air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang beragam
tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan
kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan
lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan,
jumlah serta kandungan haranya (Soepardi,1983). Secara kimia
pupuk kandang dapat menambah unsur hara terutama NPK
dan meningkatkan KTK dan secara biologi dapat meningkatkan
aktivitas mikroorganisme tanah. Pupuk kandang tidak saja
mengandung nitrogen, asam fosfat, dan kalium saja, tetapi
juga mengandung hampir semua unsur hara makro dan mikro
yang dibutuhkan tanaman serta berperan dalam memelihara
keseimbangan hara dalam tanah. Namun demikian kandungan
haranya lebih rendah daripada pupuk kimia. Selain itu hara dalam
pupuk kandang tidak mudah tersedia bagi tanaman.
Ketersediaan hara sangat dipengaruhi oleh tingkat dekomposisi
193
dari bahan-bahan tersebut. Rendahnya ketersediaan hara dari
pupuk kandang antara lain disebabkan karena bentuk N, P
serta unsur lain terdapat dalam bentuk senyawa kompleks
organo protein atau senyawa asam humat atau lignin yang sulit
terdekomposisi. Adapun kandungan hara yang terdapat
didalam beberapa pupuk kandang dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 1. Kandungan hara yang terdapat di dalam beberapapupuk kandang
Sumber PupukKandang
N P K Ca Mg S Fe%
Sapi perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004Sapi daging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010Unggas 1,50 0,77 0.89 0.30 0.88 0.00 0,100Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020
Sumber : Tan (1993)
3. Pemberian pupuk hijau
Pupuk hijau bisa diperoleh dari serasah dan dari
pangkasan tanaman penutup yang ditanam selama masa bera
atau pepohonan dalam larikan sebagai tanaman pagar.
Pangkasan tajuk tanaman penutup tanah dari keluarga kacang-
kacangan (LCC = legume cover crops ) dapat memberikan
masukan bahan organik sebanyak 1.8 – 2.9 ton ha-1 untuk
yang berumur umur 3 bulan dan 2.7 – 5.9 ton ha-1 untuk yang
berumur 6 bulan.
194
Usaha lain untuk memperoleh tambahan bahan organik
adalah dengan menanam pepohonan berbaris sebagai pagar di
antara tanaman semusim. Pada tajuk tanaman pagar
dipangkas secara rutin bila telah mulai menaungi tanaman
semusim. Semua hasil pangkasan dikembalikan ke dalam petak
lahan sebagai mulsa, kecuali cabang yang garis tengahnya
lebih dari 5 cm diangkut keluar lahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, A.R. 1992. Usaha perbaikan sifat fisik tanah Ultisoldengan kapur dan bahan organik dalam hubungannyadengan pengikisan tanah dan produksi kacang tanah .Tesis Pendidikan Pasca Sarjana KPK IPB – UNAND.Padang.
Benito, H. Purwanto dan Sutanto, R. 1997. Gugus fungsionalbahan organik berperan aktif di dalam penekanan Al3+
dan peningkatan ketersediaan P di dalam tanah.Prosiding Pusat Penelitian Tanah dan AgroklimatDepartemen Pertanian. Jakarta.
Chairani. 2003. Pengaruh organisme pelarut P, VAM, danbeberapa sumber P terhadap ketersediaan P tanah,serapan P tanaman, dan pertumbuhan tanaman lamtoro(Leucaena diversifolia) pada tanah Typie Paleudult.Kongres Nasional HITI VIII. Padang.
Chen, S.S. and T.C. Yung. 1990. The effects of organic matteron soil properties. Paper presented at Seminar on the
195
Use of Organic Fertilizers in Crop Production, Suweon,South Korea, 18-24 June 1990.
Dobermann, A. and T. Fairhurst. 2000. Rice nutrient disordersand nutrient management. Potash & Phosphate Institute(PPI), Potash & Phosphate Institute of Canada (PPIC)and IRRI. p. 2- 37.
Hairiah K, Utami SR, Lusiana B and van NoordwijkM. 2006. Neraca Hara dan Karbon Dalam SistemAgroforestri. In: Hairiah K, Widianto and LusianaB,eds. WaNuLCAS Model Simulasi Untuk SistemAgroforestri. Bahan Ajar 6. Bogor,Indonesia. International Centre for Research inAgroforestry, SEA Regional Research Programme. 105-123 p.
Hsieh, S.C. and C.F. Hsieh. 1990. The use of organic matter incrop production. Paper presented at Seminar on the Useof Organic Fertilizers in Crop Production Suweon, SouthKorea, 18-24 June 1990
Shiddieq, J. & Partoyo. 2000. Suatu pemikiran mencaripradigma baru dalam pengelolaan tanah yang ramahlingkungan. Prosiding. Kongres Nasional VII. HITI.Bandung.
Simanungkalit et,al., 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.Balai Besar Penelitian dan Pengembangan SumberdayaLahan Pertanian. Bogor.
Siswono, W.H. 2006. Swasembada pangan dan pertanianberkelanjutan tantangan abad dua satu: Pendekatan ilmutanah, tanaman dan pemanfaatan iptek nuklir. Dalam A.
196
Hanafiah WS, Mugiono, dan E.L. Sisworo. Badan TenagaNuklir Nasional, Jakarta. 207 hlm
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah.Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
Sutanto, R. 2000. Penerapan Pertanian Organik.Pemasyarakatan dan Pengembangannya. PenerbitKanisius. Yogyakarta.
Tan, K. H. 1993. Dasar dasar Kimia tanah. Gajah MadaUniversity Press. Yogyakarta.
Tisdale, S.L., W.L. Nelson, J.D. Beaton, and J.L. Halvlin. 1993.Soil fertility and fertilizers. Fifth Edition. Macmillan Pub.Co. New York, Canada, Toronto, Singapore, Sidney. p.462-607
197
PASCA PANEN BUAH JAMBU BIJI (Psidium guajava L.)
Oleh : Idawanni
Pendahuluan
Produk hortikultura pada umumnya sangat mudah rusak
dan membusuk baik pada saat panen maupun setelah panen.
Hal tersebut yang menyebabkan produk hortikultura memiliki
daya simpan yang relatif rendah. Mutu produk hortikultura
setelah panen dapat dipertahankan dengan penanganan pasca
panen yang baik.
Produk hortikultura yaitu buah dan sayuran segar saat ini
mendapat perhatian lebih dari masyarakat karena kesadaran
akan manfaat nilai nutrisinya bagi kesehatan. Banyak publikasi
yang menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi buah dan
sayuran sebagai salah satu komponen utama makanan akan
dapat memperlambat atau menyembuhkan berbagai penyakit
degeneratif. Perhatian terhadap kegemukan dan penyakit
jantung koroner mengarahkan promosi terhadap pengurangan
konsumsi lemak dan merekomendasikan untuk mengkonsumsi
buah dan sayuran yang umumnya rendah akan lemak.
Kandungan serat yang tinggi pada buah dan sayuran
dipandang dapat mengurangi atau mencegah kondisi medis
yang kurang baik.
198
Kerusakan mekanis selama panen bisa menjadi masalah
yang serius karena kerusakan tersebut menentukan cepatnya
produk untuk membusuk, meningkatnya kehilangan cairan dan
meningkatnya laju respirasi serta produksi etilen yang
berakibat pada cepatnya kemunduran produk.
Selain itu produk hortikultura segar juga sangat mudah
mengalami kerusakan yaitu kerusakan fisik akibat berbagai
penanganan yang dilakukan. Kerusakan fisik ini terjadi karena
secara fisik-morfologis, produk hortikultura segar mengandung
air tinggi (85-98%) sehingga benturan, gesekan dan tekanan
sekecil apapun dapat menyebabkan kerusakan yang dapat
langsung dilihat secara kasat mata dan dapat tidak terlihat
pada saat aktifitas fisik tersebut terjadi.
Hal yang penting untuk dipahami adalah produk
pascapanen buah dan sayuran segar apapun bentuknya masih
melakukan aktivitas metabolisme penting yaitu respirasi.
Aktivitas respirasi berlangsung untuk memperoleh energi yang
digunakan untuk aktivitas hidup pascapanennya. Setelah
panen, sebagian besar aktivitas fotosintesis yang dilakukan
saat masih melekat pada tanaman induknya berkurang atau
secara total tidak dapat dilakukan.
Cara penanganan yang tepat untuk mengurangi proses
metabolisme setelah panen yang senantiasa menimbulkan
199
penurunan mutu yang menyebabkan berkurangnya minat
konsumen atas produk tersebut perlu dilakukan.
Salah satu Produk hortikultura yang tingkat keringkihan
relatifnya tinggi yaitu salah satunya buah jambu biji degan
potensi masa simpan kurang lebih hanya 2 - 4 minggu setelah
panen. Jambu biji sudah dikenal luas oleh masyarakat sehingga
jambu biji sudah merambah kesegala lapisan masyarakat, baik
yang tinggal di kota-kota besar maupun pedesaan. Namun
seperti halnya buah jambu biji merah memiliki keterbatasan
umur simpan yaitu berkisar antara 1-2 minggu setelah buah
matang penuh (Ali dan Lazan, 2001). Keterbatasan umur
simpan inilah yang mendorong upaya pengolahan buah jambu
biji merah agar dapat tetap dikonsumsi. Beberapa cara yang
dapat dilakukan untuk mempertahankan umur simpan buah
tersebut yaitu dengan pelilinan, pengemasan yang baik, dan
menyimpan buah pada suhu dingin.
Jambu biji (Psidium guajava L.) adalah salah satu
tanaman buah jenis perdu, dalam bahasa Inggris disebut
Lambo guava. Tanaman ini berasal dari Brazilia Amerika
Tengah, menyebar ke Thailand kemudian ke negara Asia
lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah dibudidayakan
dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji sering
disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu
(Anonymous, 2011).
200
Jambu biji adalah salah satu buah heksotis dan dikenal
dengan nama lain seperti jambu klutuk atau jambu batu.
Jambu biji merupakan salah satu buah yang digemari karena
daging buahnya yang lunak, memiliki rasa manis, dan aroma
harum ketika matang. Jambu biji merah termasuk dalam
kelompok jambu biji bersama dengan jambu bangkok,
jambu paris, dan jambu susu (Satuhu, 1993).
Buah jambu biji berbentuk bulat dengan diameter kurang
dari 5 cm dan panjang 4-12 cm. Kulit buah berwarna kuning
kehijauan dengan daging buah berwarna merah muda sampai
merah. Buah jambu biji cocok untuk buah meja atau di olah
sebagai minuman segar. Jambu biji juga bermanfaat bagi
kesehatan.
Ketika membeli jambu biji, konsumen selalu menghendaki
buah yang berpenampilan baik, yaitu buah yang bentuknya
sempurna, ukurannya besar, dan kulitnya mulus tanpa bercak.
Oleh karena itu, saat tanaman jambu biji mulai berbuah
dilakukan perawatan untuk menjaga agar buah berpenampilan
baik dan memiliki bentuk yang sempurna (Noorbaiti et al ,
2013).
Di antara berbagai jenis buah, jambu biji mengandung
vitamin C yang paling tinggi dan cukup mengandung vitamin A.
Dibanding buah-buahan lainnya seperti jeruk manis yang
mempunyai kandungan vitamin C 49 mg/100 gram bahan,
201
kandungan vitamin C jambu biji 2 kali lipat. Menurut Nag et al.,
(2011) jambu biji kaya vitamin C (260 mg /100 g) dan juga
sumber kalsium, fosfor, zat besi dan vitamin A . Vitamin C ini
sangat baik sebagai zat antioksidan. Sebagian besar vitamin C
jambu biji terkonsentrasi pada kulit dan daging bagian luarnya
yang lunak dan tebal. Kandungan vitamin C jambu biji
mencapai puncaknya menjelang matang. Selain pemasok andal
vitamin C, jambu biji juga kaya serat, khususnya pektin (serat
larut air), yang dapat digunakan untuk bahan pembuat gel atau
jeli. Manfaat pektin lainnya adalah untuk menurunkan
kolesterol yaitu mengikat kolesterol dan asam empedu dalam
tubuh dan membantu pengeluarannya, selain itu juga jambu
biji dapat menurunkan kadar kolesterol total dan trigliserida
darah serta tekanan darah penderita hipertensi essensial (Tiara
2011). Selain itu buah ini juga sangat kaya sumber serat larut
(5,4 g per 100 g buah, sekitar 14% dari kebutuhan harian),
yang membuatnya menjadi pencahar massal yang baik.
Kandungan serat membantu melindungi usus besar selaput
lendir dengan mengurangi waktu terkena racun serta mengikat
bahan kimia penyebab kanker di usus besar (Anonymous,
2010).
202
Sebagai komoditas hortikultura, buah jambu biji segar
pada umumnya memiliki sifat mudah rusak karena
mengandung banyak air dan setelah dipanen komoditas ini
masih mengalami proses hidup, yaitu proses respirasi,
transpirasi dan pematangan. Buah jambu biji harus
mendapatkan teknologi pascapanen yang tepat agar kesegaran
sekaligus umur simpannya dapat bertahan lama.
Kegiatan pascapanen merupakan bagian integral dari
pengembangan agribisnis, yang dimulai dari aspek produksi
bahan mentah sampai pemasaran produk akhir. Peran kegiatan
pascapanen menjadi sangat penting, karena merupakan salah
satu sub-sistem agribisnis yang mempunyai peluang besar
dalam upaya meningkatkan nilai tambah produk agribisnis.
Pengolahan buah jambu biji merupakan salah satu upaya
untuk menyelamatkan harga jual buah terutama pada saat
panen raya. Dibandingkan dengan produk segar, produk olahan
mempunyai umur simpan yang lebih lama sehingga dapat
mengurangi resiko penjualan akibat perubahan harga.
Salah satu produk olahan jambu biji merah yang potensial
untuk dikembangkan adalah dalam bentuk sari buah. Produk
sari buah jambu biji merah yang memiliki rasa segar dan aroma
yang khas, selain itu menurut Khalil et al., (2000)
tingkat permintaan akan produk sari buah menunjukkan
kecenderungan yang semakin meningkat, dimana produsen
203
berlomba-lomba untuk menghasilkan produk dengan kualitas
terbaik yang disukai oleh konsumen.
Cara pemberian Lapisan lilin juga bisa dilakukan seperti
hasil penelitian Wijewardane, (2013) dimana pemberian lapisan
lilin dapat membantu untuk memperpanjang umur simpan dan
mengurangi penyusutan buah karena terjadinya proses
respirasi .
1. Penanganan Pasca Panen Pada Buah Jambu Biji
A. Panen Jambu Biji
Kebanyakan buah-buah segar dipanen secara manual
kemudian dimasukkan ke dalam keranjang penampung
sementara, dan kemudian ditempatkan atau dikumpulkan di
suatu tempat dekat lapang penanaman. Pemanenan dilakukan
204
terhadap buah-buah yang telah menunjukkan Kriteria yang
ditetapkan. Namun demikian, pemanenan pada kondisi matang
optimal merupakan kondisi terbaik bagi buah-buah agar
diperoleh kualitas buah masak yang maksimal (Santoso, 2011).
B. Ciri dan Umur Panen
Buah jambu biji umumnya pada umur 2-3 tahun akan
mulai berbuah, berbeda dengan jambu yang pembibitannya
dilakukan dengan cangkok/ stek umur akan lebih cepat kurang
lebih 6 bulan sudah bisa buah, jambu biji yang telah matang
dengan ciri-ciri melihat warna yang disesuikan dengan jenis
jambu biji yang ditanam dan juga dengan mencium baunya
serta yang terakhir dengan merasakan jambu biji yang sudah
masak dibandingkan dengan jambu yang masih hijau dan
belum masak, dapat dipastikan bahwa pemanenan dilakukan
setelah jambu bewarna hijau pekat menjadi muda ke putih-
putihan dalam kondisi ini maka jambu telah siap dipanen .
C. Cara Panen
Cara pemanenan yang terbaik adalah dipetik beserta
tangkainya, yang sudah matang (hanya yang sudah masak)
sekaligus melakukan pemangkasan pohon agar tidak menjadi
rusak, waktunya setelah 4 bulan umur buah kemudian
dimasukkan ke dalam keranjang yang dibawa oleh pemetik dan
setelah penuh diturunkan dengan tali yang telah disiapkan
sebelumnya, hingga pemanenan selesai dilakukan.
205
Pemangkasan dilakukan sekaligus panen supaya dapat
bertunas kembali dengan baik dengan harapan dapat cepat
berbuah kembali (Anonymous, 2011).
D. Periode Panen
Periode pemanenan setelah buah jambu biji dilakukan
pembatasan buah dalam satu rantingnya kurang lebih 2-3
buah, hal ini dimaksudkan agar buah dapat berkembang besar
dan merata. Dengan sistem ini diharapkan pemanenan buah
dapat dilakukan dua kali dalam setahun (6 bulan) atau sekitar
2-3 bulan setelah berbuah, dengan dicari buah yang masak,
dan yang belum masak supaya ditinggal dan kemudian dipanen
kembali. Apabila buah sudah masak tetapi tidak dipetik maka
akan berakibat datangnya binatang pemakan buah seperti
kalong, tupai dll.
E. Pasca Panen Jambu Biji
Penanganan buah dilakukan untuk tujuan penyimpanan,
transportasi dan kemudian pemasaran. Langkah yang harus
dilakukan dalam penanganan buah setelah dipanen meliputi
pengumpulan, pemilihan (sorting), pemisahan berdasarkan
ukuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading),
penyimpanan, kemudian pengemasan dan pengangkutan.
Setelah dilakukan pemanenan yang benar buah jambu biji
harus dikumpulkan secara baik, biasanya dikumpulkan tidak
jauh dari lokasi pohon sehingga selesai pemanenan secara
206
keseluruhan. Hasil panen selanjutnya dimasukkan dalam
keranjang dengan diberi dedauan menuju ke tempat
penampungan yaitu dalam gudang.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2010. Pemasakan Buah.tp://wordbiology.wordpress.com /2010/01/20/ pemasakan-buah.
Anonymous. 2011. Jambu Biji / Jambu Batu.http://www.warintek. ristek.go.id/ pertanian/jambu_biji.pdf
Khalil, S.H., M.K. Aroua, and N.M. Sulaiman, 2000. A Study onThe Retention of the Volatile Components of SimulatedGuava Juice during Ultrafltration. Department of ChemicalEngineering, Faculty of Engeneering, University ofMalaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Noorbaiti Indah, Trisnowati Sri, Mitrowihardjo Suyadi.2013. Pengaruh Warna Plastik dan UmurPembrongsongan Terhadap Mutu Buah Jambu Biji(Psidium Guajava L.).Yogyakarta: Vegetalika Vol 2,No.1:44-53 (2013).
Santoso, Bambang. B. 2011. Penanganan Pasca Panen Buah.http://fp.unram.ac.id/data/DR.Bambang%20B%20Santoso/Bahan Ajar-PascapanenHortikultura/ BAB-8-Pasca-Panen-Buah.pdf.
Situhu, S., 1994. Penanganan dan Pengolahan Buah. PenebarSwadaya, Jakarta.
207
Wijewardane, R.M.N.A. 2013. Application of PolysaccharideBased Composite Film Wax Coating for Shelf LifeExtension of Guava (var. Bangkok Giant) Institute ofPostharvest Technology, Jayanthi Mawatha ,Anuradhapura, Sri Lanka , Journal of PostharvestTechnology.
Tiara N Vonny. 2011.Studi Kelayakan Bisnis Tanaman BuahJambu Kristal Pada Kelompok Tani Desa Cikarawang,Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor . Bogor: IPB.[Skripsi].
208
MENGENAL CITRA RASA BERBAGAI JENIS UBI JALAR
Oleh : Mehran
Pendahuluan
Ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lamb) merupakan salah
satu komoditi pertanian yang mempunyai prospek untuk
dikembangkan di lahan yang kurang subur dan sebagai bahan
olahan ataupun sebagai bahan baku industri. Menurut
sejarahnya, tanaman ubi jalar berasal dari Amerika Tengah
tropis, namun ada yang berpendapat lain yaitu dari Polinesia.
Tanaman ubi jalar masuk ke Indonesia diduga dibawa oleh
para saudagar rempah-rempah (Iriani, E dan Meinarti N, 1996).
Ubi jalar merupakan komoditi yang potensial
dikembangkan di Indonesia sebagai sumber bahan pangan,
pakan dan bahan baku industri. Kandungan nutrisi ubi jalar
tidak hanya ada pada ubi tetapi juga pada bagian daun yang
mempunyai kandungan antioksidan dengan kualitas sangat
tinggi (Manrique dan Roca , 2008; Truong et al., 2007;
Rumbaoa et al., 2009). Menurut Manrique dan Roca (2008),
Indonesia menyumbang 2% produksi ubi jalar di dunia.
Ubi jalar merupakan salah satu komoditas bahan pangan
yang unik karena memiliki beberapa varietas dengan
karakteristik dan keunggulan masing-masing, ada ubi jalar
209
Adin, ubi jalar Cilembu, ubi jalar Sari, ubi jalar Lokal Saree dan
Sawentar. Potensi ubi jalar sebagai bahan baku industri pangan
sangat besar, mengingat sumber daya bahan tersedia
melimpah, karena budi daya yang mudah dan masa panen
yang singkat, selain itu ubi jalar juga memiliki fleksibilitas yang
tinggi dalam pengolahan, kandungan zat gizinya cukup lengkap
bahkan beberapa zat di antaranya sangat penting bagi tubuh
karena berfungsi fisiologis yaitu anthosianin dan karatenoid
sebagai anti oksidan serta serat rapinasa yang berfungsi
prebiotik.
Potensi lain dari ubi jalar adalah daya terima masyarakat
terhadap produk dari ubi jalar yang akan disukai masyarakat
karena bahan dasar sudah cukup dikenal di masyarakat hanya
perlu inovatif. Diversifikasi ubi jalar yang dapat dikembangkan
oleh industri pangan di antaranya ; aneka cookies, cake, chip,
ice cream dan bubur bayi. (Rasidah, 2010)
Dewasa ini ada kecenderungan konsumen untuk
mengonsumsi pangan alami dan menyehatkan, serta dalam
bentuk produk pangan siap saji. Mengingat lengkapnya
kandungan gizi pada ubi jalar tersebut maka komoditi ini dapat
digolongkan sebagai pangan fungsional. Pangan fungsional
merupakan pangan yang tidak hanya memberikan zat-zat gizi
essensial pada tubuh tetapi juga memberikan efek
perlindungan pada tubuh atau bahkan penyembuhan terhadap
210
beberapa gangguan penyakit. Dilaporkan bahwa senyawa
metabolit sekunder seperti beta karoten dan antosianin dalam
ubi jalar dapat bertindak sebagai anti oksidan yang berfungsi
sebagai anti kanker, antidiabet, antimutagen, dan anti radikal.
Salah satu pengolahan ubi jalar menjadi produk setengah jadi
(intermediate product), seperti mashed sweet potato (granula
umbi). Kelebihan mashed sweet potato adalah dapat
dikonsumsi langsung, mempunyai umur simpan yang lama,
serta fleksibel dalam penggunaannya yaitu dapat digunakan
sebagai bahan pencampur (mixed product) berbagai produk
pangan lainnya seperti es krim, roti dan donat, serta berbagai
kultivar kue.
Tekstur utama ubi jalar dapat dibedakan setelah umbinya
dimasak, ada tiga tipe tekstur umbi, yaitu :
a. Daging umbi padat, kesat, dan bertekstur baik;
b. Daging umbi lunak, lembab dan lengket; serta
c. Daging umbi kasar, dan berserat.
Sebagian besar produksi ubi jalar ditujukan untuk tipe
tekstur pertama dengan sebagian besar kultivar berdaging
putih. Di samping untuk pangan manusia, tipe tekstur umbi ubi
jalar pertama juga banyak digunakan untuk pakan ternak dan
bahan baku produk industri. Produksi ubi jalar tipe tekstur
kedua terutama untuk pangan manusia. Berdasarkan
211
volumenya, produksi ubi jalar tipe kedua jumlahnya sangat
kecil.
Produksi ubi jalar tipe tekstur ketiga umumnya digunakan
untuk pakan ternak, bahan baku industri pati, dan alkohol
(Sarwono, 2005). Berdasarkan warna umbi, ubi jalar dibedakan
menjadi beberapa golongan sebagai berikut :
a. Ubi jalar putih yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna putih. Misalnya, varietas tembakur putih, varietas
tembakur ungu, varietas Taiwan dan varietas MLG 12659-
20P.
b. Ubi jalar kuning, yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging
umbi berwarna kuning, kuning muda atau putih
kekuningan. Misalnya, varietas lapis 34, varietas South
Queen 27, varietas Kawagoya, varietas Cicah 16 dan
varietas Tis 5125-27.
c. Ubi jalar orange yaitu jenis ubi jalar yang memiliki daging
umbi berwarna jingga hingga jingga muda. Misalnya,
varietas Ciceh 32, varietas mendut dan varietas Tis 3290-3.
d. Ubi jalar ungu yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi
berwarna ungu hingga ungu muda (Juanda, Dede dan
Bambang Cahyono, 2000).
Berdasarkan bentuk umbi, ubi jalar mempunyai 9 tipe
umbi, yaitu bulat (round), bulat elips (round elliptic), elip
(elliptic), oval di bawah (ovale), oval di atas (obote), bulat
212
panjang ukuran kecil (oblong), bulat panjang ukuran besar
(long oblong), elip ukuran panjang (long elip) dan panjang tak
beraturan (long irregulaer).
Berdasarkan bentuk permukaan umbi, terdiri dari 4 tipe
yaitu alligator like skin, vein, horizontal contriction dan
longitudinal grooves. Berdasarkan warna kulit, terdiri dari 9
tipe, yaitu putih (white), krem (crem), kuning (yellow), jingga
(orange), jingga kecoklatan (brown orange), merah muda
(pink), merah tua (red), merah ungu (purple red), dan biru tua
(dark purple).
Berdasarkan warna daging, terdiri dari 9 tipe yaitu
melingkar tipis dekat kulit (narrow ring), melingkar lebar dekat
kulit (board ring in cortex), noda menyebar dalam daging
(scartered spots in flesh), melingkar tipis dalam daging (narrow
ring in flesh), melingkar lebar dalam daging (broad ring in
flesh), beberapa lingkaran dalam daging (ring and other areas
in flesh), bentuk membujur (in longitudinal section), sebagian
dari lingkaran penuh dalam daging (covering most of the
flesh),dan lingkaran penuh dalam daging (covering all flesh)
(Huaman, 1990 dalam Suismono, 2001).
213
Beberapa Jenis Ubi Jalar :
1. Ubi Jalar Sari : Umbi varietas
Sari berbentuk bulat hingga elip
dengan permukaan halus, warna
kulit merah cerah, warna daging
kuning agak merah muda
(mengandung β-karoten), tangkai umbi pendek, susunan umbi
tertutup, dan berat umbi 650 g/tanaman. Berdasarkan karakter
morfologi tersebut, ubi jalar varietas Sari identik dengan tipe
Gunung Kawi. Bedanya, kulit ubijalar tipe Gunung Kawi
berwarna merah dan berumur dalam (3-3,5 bulan lebih lama
dibanding varietas Sari).
2. Ubi Jalar Lokal Saree : bentuk umbi
cenderung lonjong, permukaan
kulitnya tidak rata, warna daging
jingga/kuning dan lebih lunak (basah)
sehingga kandungan patinya juga
lebih rendah yaitu sekitar 13 – 19% (Pantastico,1986). Rasanya
kurang manis tetapi kandungan vitamin A dan C tinggi.
3. Ubi Jalar Adin : bentuk umbi
cenderung bulat, permukaan kulit
umumnya tidak rata, daging umbi
lebih keras dan warnanya merah di
214
bagian tengah dan putih di bagian dekat kulit, rasa tidak
semanis ubi putih, permukaan kulit cenderung tidak rata. Ubi
jalar merah memiliki kandungan vitamin A (retinol) paling tinggi
di antara ubi jalar yang lain dan tidak hilang dengan proses
perebusan, selain itu serat yang terdapat pada ubi jalar merah
maupun ungu berfungsi sebagai prebiotik yaitu untuk
merangsang pertumbuhan bakteri yang baik bagi usus
sehingga penyerapan zat gizi menjadi lebih baik dan usus lebih
bersih.
4. Ubi Jalar Sewentar : Warna
daging: Krem; Bentuk umbi: Elips
panjang; Potensi hasil : 30 t/ha;
Rasa umbi: Enak, manis;
Kandungan nutrisi: Pati 32,48%,
Bahan kering 38%, Beta karoten
398,11 mg/100g; Agak peka hama boleng dan , toleran kudis
dan bercak daun, agak toleran kekeringan.
215
5. Ubi cilembu ini berbeda dengan ubi lainya karena jika
dipanaskan dengan oven, apalagi jika ubi mentah sudah
disimpan lebih dari satu minggu,
akan mengeluarkan cairan sejenis
cairan lengket seperti madu dan
rasanya manis. Rasa manis
tersebut merupakan sumber
tenaga bagi orang yang
memakannya, sehingga ubi ini cocok sebagai hidangan sahur
ataupun buka puasa. Bentuk ubi cilembu yaitu panjang, kulit
dan daging umbinya saat mentah berwarna krem kemerahan
dan akan menjadi kuning saat dimasak, dan akan muncul
lelehan-lelehan lengket seperti madu. Kulit ubi cilembu
berurat-urat panjang sehingga tidak mulus.
DAFTAR PUSTAKA
Buckle dkk. 1987. Ilmu Pangan,. Penerjemah Hari Purnomo danAdiono. Jakarta: Universitas Indonesia Press
Rasidah, 2010., Potensi Ubi Jalar sebagai Bahan baku IndustriPangan, Universitas UNNES hlm. 45-52.
Suismono. 2001. Teknologi Pembuatan Tepung dan Pati Ubi-Ubian untuk Menunjang Ketahanan Pangan. Majalahpangan nomor: 37/X/Juli/2001 Hal. 37-49
216
Indriyani S (2008) Panduan Pengembangan Industri BuahNanas di Industri Kecil. http://sriindri. tripod.com [16April 2014].
Nugroho (2007) Karbohidrat dalam Indus-tri Pangan.http://nugrohob. Wordpress. com/2007/12/page/3 [16April 2014].
Juanda,D. dan Bambang C. 2000. Ubi Jalar Budidaya danAnalisis Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta.
217
TRICHOKOMPOS
Oleh: Fenty Ferayanti
Ketersediaan pupuk sebagai sumber unsur hara bagi
tanaman adalah merupakan hal yang mutlak, agar tanaman
menjadi sehat, tahan terhadap serangan OPT dan dengan
demikian diharapkan mampu mencapai produksi yang optimal.
Perbaikan kondisi kesuburan tanah yang paling praktis adalah
dengan penambahan pupuk ke tanah.
Namun perlu diperhatikan keseimbangan kesuburan tanah
sehingga pupuk yang diberikan dapat efektif dan efisien.
Penambahan pupuk anorganik yang menyediakan ion mineral
siap saji saja akan merusak kesuburan fisik tanah, di mana
tanah menjadi keras dan kompak. Dengan demikian, aplikasi
pupuk organik akan sangat memperbaiki kondisi tanah. Namun
pupuk organik lebih lambat untuk terurai menjadi ion mineral,
apalagi jika aplikasinya hanya berupa penambahan bahan
organik mentah saja. Maka dari itu kandungan mikroorganisme
tanah juga perlu diperkaya untuk mempercepat dekomposisi,
sehingga kesuburan tanah dapat terjaga.
Alternatif yang cukup memberikan harapan bagi petani
dalam mengatasi hal di atas adalah dengan memanfaatkan
kotoran ternak, arang sekam dan trichoderma sebagai kompos
218
(Trichokompos). Dengan sentuhan teknologi, maka kompos
akan menjadi berkualitas.
Trichokompos merupakan salah satu bentuk pupuk
organik kompos yang mengandung cendawan antagonis
Trichoderma sp. Trichoderma yang terkandung dalam kompos
ini berfungsi sebagai dekomposer bahan organik dan sekaligus
sebagai pengendali OPT penyakit tular tanah seperti :
Sclerotium sp, Phytium sp, Fusarium sp, Phythoptora sp dan
Rhizoctonia sp. Trichoderma sp disamping sebagai organisme
pengurai, dapat pula berfungsi sebagai agen hayati dan
stimulator pertumbuhan tanaman. Trichokompos yang
diberikan ke dalam tanah dapat memberikan manfaat antara
lain :
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro
2. Memperbaiki struktur tanah
Sumber : Penyuluhthl.wordpress.comSumber : saungurip.blogspot.com
219
3. Memudahkan pertumbuhan akar tanaman, menahan air
4. Meningkatkan aktivitas biologis mikroorganisme tanah yang
menguntungkan.
5. Meningkatkan PH pada tanah asam
6. Sebagai pengendalian OPT penyakit tular tanah
Teknik Pembuatan Trichokompos
- semua bahan dicampur dan aduk hingga rata dan
dilembabkan dengan air secukupnya.
- Tutup dengan plastik hitam/karung dan inkubasi 7 - 10 hari
- Trichokompos siap diaplikasikan.
Berdasarkan uji Laboratorium, kandungan hara
Trichokompos dari bahan organik kotoran sapi adalah sebagai
berikut : N 0,50%, P 0,28%, K 0,42%, Ca 1,035 ppm, Fe 958
ppm, Mn 147 ppm, Cu 4 ppm, Zn 25 ppm.
Arang sekam
10 kg
+
Trichoderma padat
250 grKotoran Ternak
100 kg
Air Secukupnya+ +
220
Rata-Rata Kandungan Hara dari Beberapa Bahan Organik
Bahan N (%) P (%) K (%)
Kotoran sapi 0,5 2,5 0,5
Kotoran ayam 1,0 9,5 0,3
Kotoran kerbau 0,7 2,5 4,0
Kotoran kuda 1,7 3,9 0,2
Guano 0,5 27,5 0,4
Daun Lamtoro 4,0 0,3 2,5
Jerami Padi 0,8 0,2 3,7
Azolla 3,5 1,2 2,5
Sumber : BPTP Jambi
221
KONSEP PERTANIAN ORGANIK
Oleh: Cut Nina Herlina
Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang
bertujuan untuk tetap menjaga keselarasan (harmoni) dengan
sistem alami, dengan memanfaatkan dan mengembangkan
semaksimal mungkin proses-proses alami dalam pengelolaan
usaha tani (Kasumbogo Untung, 1997). Pertanian organik
menghindari penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, ZPT dan
perangsang lainnya yang mengandung bahan-bahan kimia
buatan (Saragih. 2008). Dengan kata lain pertanian organik
suatu sistem pertanian yang tidak menggunakan bahan kimia
buatan; mewujudkan sikap dan perilaku hidup yang
menghargai alam; dan berkeyakinan bahwa kehidupan adalah
anugerah Tuhan yang harus dilestarikan (Joko Prayogo dkk.,
1999).
Kegunaan budidaya organik pada dasarnya adalah untuk
membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan
oleh budidaya kimiawi atau yang seringkali disebut sebagai
pertanian konvensional. Meskipun sistem pertanian organik
dengan segala aspeknya jelas memberikan keuntungan banyak
kepada pembangunan pertanian rakyat dan penjagaan
lingkungan hidup, termasuk konservasi sumber daya lahan,
namun penerapannya tidak mudah dan akan menghadapi
222
banyak kendala. Faktor-faktor kebijakan umum dan sosio-
politik sangat menentukan arah pengembangan sistem
pertanian sebagai unsur pengembangan ekonomi (Sutanto,
2002). Sistem pertanian organik mengajak manusia kembali ke
alam, sambil tetap meningkatkan produktivitas hasil tani
melalui perbaikan kualitas tanah dengan tidak memakai atau
mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia. Pertanian organik
menghargai kedaulatan dan otonomi petani berdasarkan nilai-
nilai lokal.
Rosenow, et all (1996) menyatakan pertanian organik
dalam versi lain, yaitu merupakan sistem pertanian yang
mempromosikan aspek 8 lingkungan, sosial, ekonomi, dengan
memproduksi pangan dan serat. Sistem ini memperhatikan
kesuburan tanah sebagai dasar kapasitas produksi dan sifat
alami tanaman, hewan, biofisik, landscap, sehingga mampu
mengoptimalkan kualitas semua faktor-faktor yang saling
terintegrasi atau tergantung tersebut. Pertanian organik
menekankan praktek rotasi tanaman, daur ulang limbah-limbah
organik secara alami tanpa input kimia. Tingkat persediaan
optimal bahan-bahan organik tersebut dibutuhkan untuk
mencapai siklus nutrisi unsur hara dalam tanah. Oleh karena
itu, pertanian organik bisa dikatakan sebagai dasar produksi
hasil pertanian, dasar untuk peternakan hewan, dasar untuk
keseimbangan ekologi secara alami.
223
Filosofi pertanian organik adalah siklus kehidupan
menurut hukum alam, kembali ke alam, selaras dengan alam,
melayani alam secara ikhlas, utuh, holistik, sehingga alam pun
akan memberikan hasil produksi pertanian yang maksimal
kepada manusia. Jadi, hubungan ini bersifat timbal balik.
Terdapat perbedaan yang mencolok antara pertanian organik
dan konvensional, baik secara anatomi maupun ekonomi.
Jenis-jenis Pupuk
Menurut Hamida (2010) Pupuk dapat dibedakan
berdasarkan bahan asal, senyawa, fasa, cara penggunaan,
reaksi fisiologi, jumlah dan macam hara yang dikandungnya.
Adapun jenis – jenis pupuk adalah sebagai berikut :
a. Berdasarkan asal :
Pupuk alam, merupakan pupuk yang terdapat di alam atau
dibuat dengan bahan alam tanpa proses yang berarti.
Misalnya, pupuk kompos, pupuk kandang, pupuk guano,
pupuk hijau, dan pupuk batuan P.
Pupuk buatan, merupakan pupuk yang dibuat oleh pabrik.
Misalnya, TSP, urea, rustika, dan nitrophoska. Pupuk ini
dibuat oleh pabrik dengan mengubah sumber daya alam
melalui proses fisika atau proses kimia.
224
b. Berdasarkan senyawa :
Pupuk organik, merupakan pupuk yang berupa senyawa
organik. Kebanyakan pupuk alam tergolong pupuk organik,
seperti pupuk kandang, pupuk kompos, dan pupuk guano.
Pupuk alam tidak termasuk pupuk organik, seperti rock
phosphate, umumnya berasal dari batuan sejenis apatit
(Ca3(PO4)2)
Pupuk anorganik atau mineral merupakan pupuk dari
senyawa anorganik. Hampir semua pupuk buatan tergolong
pupuk anorganik.
c. Berdasarkan fasa :
Pupuk padat, merupakan kelarutan yang beragam, mulai
yang mudah larut dalam air sampai yang sukar larut.
Pupuk cair, merupakan pupuk yang dilarutkan dulu ke
dalam air, umumnya pupuk ini disemprotkan ke daun.
Karena mengandung banyak hara, baik makro maupun
mikro, harganya relatif mahal. Pupuk amoniak cair
merupakan pupuk cair yang kadar N-nya sangat tinggi
sekitar 83%, penggunaannya dapat diinjeksikan melalui
tanah.
d. Berdasarkan cara penggunaan :
Pupuk daun, merupakan pupuk yang cara pemupukan
dilarutkan dalam air dan disemprotkan pada permukaan
daun.
225
Pupuk akar atau pupuk tanah, merupakan pupuk yang
diberikan ke dalam tanah di sekitar agar diserap oleh akar
tanaman.
e. Berdasarkan reaksi fisiologi :
Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis masam, artinya
bila pupuk diberikan ke dalam tanah, menimbulkan
kecenderungan tanah menjadi lebih masam (pH menjadi
rendah). Misalnya, Za dan urea.
Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis basis, merupakan
pupuk yang bila diberikan ke dalam tanah menyebabkan
pH tanah cenderung naik, misalnya pupuk chili saltpeter,
calnitro, kalsium sianida.
f. Berdasarkan jumlah hara yang dikandung :
Pupuk yang hanya mengandung satu jenis hara tanaman
saja. Misalnya, urea hanya mengandung hara N, TSP hanya
mengandung hara P saja (meskipun ada mengandung hara
Ca)
Pupuk majemuk, merupakan pupuk yang mengandung 2
atau lebih hara tanaman. Contoh : NPK, amophoska, dan
nitrophoska.
g. Berdasarkan macam hara tanaman :
Pupuk makro, merupakan pupuk yang hanya mengandung
hara makro saja.
Contohnya NPK dan nitrophoska.
226
Pupuk mikro, merupakan pupuk yang hanya mengandung
hara mikro saja.
Contohnya mikrovet, mikroplek, metalik.
Pupuk campuran makro dan mikro, misalnya pupuk
gandasil, bayfolan, rustika.
Syarat-syarat Pupuk Organik
Pupuk organik merupakan pupuk yang berasal dari sisa
tanaman, hewan, atau manusia, seperti pupuk kandang, pupuk
hijau, dan kompos yang berbentuk cair maupun padat. Pupuk
organik bersifat bulky dengan kandungan hara makro dan
mikro rendah sehingga diperlukan dalam jumlah banyak.
Keuntungan utama menggunakan pupuk organik adalah dapat
dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik, dan biologis tanah,
selain sebagai sumber hara bagi tanaman (Suriyadikarta,
2006).
Syarat-syarat yang harus dimiliki pupuk organik, yaitu :
a). Zat N atau zat lemasnya harus terdapat dalam bentuk
persenyawaan organik, jadi harus mengalami peruraian
menjadi persenyawaan N yang mudah dapat diserap oleh
tanaman. b). Pupuk tersebut dapat dikatakan tidak
meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah. c). Pupuk
organik tersebut seharusnya mempunyai kadar persenyawaan
C organik yang tinggi, seperti hidrat arang (Sutejo dan
Kartasaputra, 1990).
227
Manfaat Pupuk Organik
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian
besar lahan pertanian intensif menurun produktivitasnya dan
telah mengalami degradasi lahan, terutama terkait dengan
sangat rendahnya kandungan karbon organik dalam tanah,
yaitu 2%. Padahal untuk memperoleh produktivitas optimal
dibutuhkan karbon organik sekitar 2,5%. Pupuk organik sangat
bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas
maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan
meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan. Penggunaan
pupuk organik dalam jangka panjang dapat meningkatkan
produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.
Sumber bahan untuk pupuk organik sangat beraneka
ragam, dengan karakteristik fisik dan kandungan kimia yang
sangat beragam sehingga pengaruh dari penggunaan pupuk
organik terhadap lahan dan tanaman dapat bervariasi. Selain
itu, peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisika,
kimia biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang
ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa kali
fase perombakan oleh mikro organisme tanah untuk menjadi
humus. Bahan organik juga berperan sebagai sumber energi
dan makanan mikroba tanah sehingga dapat meningkatkan
aktivitas mikroba tersebut dalam penyediaan hara tanaman.
228
Rosmarkam dan Nasih (2002), menyatakan sifat-sifat baik
yang dimiliki pupuk organik terhadap kesuburan tanah antara
lain sebagai berikut :
a. Bahan organik dalam proses mineralisasi akan melepaskan
hara tanaman yang lengkap (N, P, K, Ca, Mg, S, serta hara
mikro) dalam jumlah tidak terlalu banyak dan relatif kecil.
b. Bahan organik dapat memperbaiki struktur tanah,
menyebabkan tanah menjadi ringan untuk diolah, dan mudah
ditembus akar
c. Bahan organik dapat mempermudah pengolahan tanah-
tanah yang berat.
d. Bahan organik meningkatkan daya menahan air, sehingga
kemampuan tanah untuk menyediakan air menjadi lebih
banyak san kelengasan air lebih terjaga.
e. Bahan organik membuat permeabilitas tanah menjadi lebih
baik, menurunkan permeabilitas pada tanah bertekstur kasar
(pasiran) dan meninggalkan permeabilitas pada tanah
bertekstur sangat lembut (lempungan).
f. Bahan organik meningkatkan KPK (kapasitas pertukaran
kation) sehingga kemampuan mengikat kation menjadi lebih
tinggi. Akibatnya, jika tanah yang dipupuk dengan bahan
organik dengan dosis tinggi, hara tanaman tidak mudah
tersusun.
229
g. Bahan organik memperbaiki kehidupan biologi tanah (baik
hewan tingkat tinggi ataupun tingkat rendah) menjadi lebih
baik karena ketersediaan makan lebih terjamin.
DAFTAR PUSTAKA
Hamidah. (2010). http://hamidahmamur.wordpress.com/2010/05/28/jenis-dankegunaan–unsur –hara.
Joko Prayogo, Toni Suyono, Michael Berney. 1999. Apa itupertanian Organik? Pusat Pengembangan Penataran GuruPertanian (VEDCA) Cianjur. Indah Offset Malang.
Kasumbogo Untung. 1997. Pertanian Organik Sebagai AlternatifTeknologi dalam Pembangunan Pertanian. Diskusi PanelTentang Pertanian Organik. DPD HKTI Jawa Barat,Lembang 1996.
Rosmarkam, A dan N.W Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah.Kanisius. Yogyakarta.
Rosenow, Soltysiak, dan Verschuur. 1996. Organic Farming,Sustainable Agriculture Put Into Practice. Jerman: IFOAM.
Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik,Pemasyarakatan & Pengembangannya. Yogyakarta:Kanisius.
Suryadikarta, DidiArti. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati.Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
230
Sutedjo, M. M., dan A.G. Kartasaputra, 1990. Pupuk danPemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
Sutanto, Rachman. (2002). Pertanian organik: MenujuPertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Jakarta:Kanisius. ISBN 979-21-0187-X, 9789792101874
231
PANEN DAN PASCAPANEN PADI GOGO
Oleh: Idawanni
Pendahuluan
Dalam peningkatan ketahanan pangan nasional, peran
padi gogo tidak kalah pentingnya. Meskipun memiliki umur
yang lebih panjang, namun dari segi kualitas hasil tidak kalah
dengan jenis padi sawah. Agar diperoleh hasil yang maksimal
penanganan pasca panen padi merupakan salah satu upaya
sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan
produksi padi. Konstribusi penanganan pasca panen terhadap
peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan
kehilangan hasil dan tercapainya mutu gabah/ beras sesuai
persyaratan mutu.
Mejio (2008), pascapanen adalah serangkaian kegiatan
yang meliputi pemanenan, pengolahan, sampai dengan hasil
siap dikonsumsi. Penanganan pascapanen bertujuan untuk
menekan kehilangan hasil, meningkatkan kualitas, daya
simpan, daya guna komoditas pertanian, memperluas
kesempatan kerja, dan meningkatkan nilai tambah. Berkaitan
dengan hal tersebut maka kegiatan pascapanen padi meliputi
(1) pemanenan, (2) perontokan, (3) perawatan atau
pengeringan, (4) pengangkutan, (5)penggilingan, (6)
232
penyimpanan,(7) standardisasi mutu, (8) pengolahan, dan (9)
penanganan limbah.
Dalam penanganan pasca panen padi, salah satu
permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya
kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan
pascapanen yang baik.
Masalah utama dalam penanganan pascapanen padi
adalah tingginya kehilangan hasil (BPS 1996), serta gabah dan
beras yang dihasilkan bermutu rendah (Baharsyah 1992;
Setyono et al.2001). Hal ini terjadi pada tahapan pemanenan,
perontokan, dan pengeringan sehingga perbaikan teknologi
pascapanen padi sebaiknya di titik beratkan pada ketiga
tahapan tersebut (Setyono 1990).
Proses Penanganan Pasca Panen Padi
Tahapan proses penanganan pascapanen padi yang
dilakukan oleh petani dimulai dengan penentuan umur panen.
Penentuan umur panen dapat dilakukan secara visual dengan
melihat kenampakan padi, melihat umur tanaman berdasarkan
diskripsi masing-masing varietas. Umur panen optimum sangat
menentukan mutu maupun kehilangan hasil saat panen. Padi
yang dipanen sebelum masak optimal akan menghasilkan
kualitas gabah maupun beras yang kurang baik.
233
Penanganan pasca panen padi meliputi beberapa tahap
kegiatan yaitu penentuan saat panen, pemanenan,
penumpukan sementara di lahan sawah, pengumpulan padi di
tempat perontokan, penundaan perontokan, perontokan,
pengangkutan gabah ke rumah petani, pengeringan gabah,
pengemasan dan penyimpanan gabah, penggilingan,
pengemasan dan penyimpanan beras.
A. Penentuan Saat Panen
Penentuan saat panen merupakan tahap awal dari
kegiatan penanganan pasca panen padi. Umur panen optimal
padi dicapai apabila 90 sampai 95 % butir gabah pada malai
padi sudah berwarna kuning atau kuning keemasan. Padi yang
dipanen pada kondisi tersebut akan menghasilkan gabah
berkualitas baik sehingga menghasilkan rendemen giling yang
tinggi.
B. Pemanenan
Pemanenan padi harus dilakukan pada umur panen yang
tepat, ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan padi dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil
yang rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil dapat mencapai
9,52 % apabila pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.
234
Umur panen padi gogo bervariasi tergantung varietas dan
lingkungan tumbuh. Panen sebaiknya dilakukan pada fase
masak panen yang dicirikan dengan kenampakan >90% gabah
sudah menguning (33-36 hari setelah berbunga), bagian
bawah malai masih terdapat sedikit gabah hijau dan kadar air
gabah 21-26 %. Panen yang dilakukan pada fase masak lewat
panen, yaitu pada saat jerami mulai mengering, pangkal mulai
patah, dapat mengakibatkan banyak gabah yang rontok saat
dipanen.
C. Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan dan pengumpulan merupakan tahap
penanganan pasca panen setelah padi dipanen. Ketidaktepatan
dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang cukup tinggi. Untuk
menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil
sebaiknya pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi
menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat
penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan
hasil antara 0,94 – 2,36 %.
D. Pengangkutan
Pengangkutan adalah kegiatan memindahkan gabah
setelah panen dari sawah ke rumah atau ke unit penggilingan
235
padi untuk dikeringkan atau memindahkan beras dari
penggilingan ke gudang atau ke pasar.
E. Perontokan
Perontokan merupakan tahap penanganan pasca panen
setelah pemotongan, penumpukan dan pengumpulan padi.
Pada tahap ini, kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam
melakukan perontokan dapat mencapai lebih dari 5 %. Cara
perontokan padi telah mengalami perkembangan dari cara
digebot menjadi menggunakan pedal thresher dan power
thresher. Perontokan dengan pengebotan (memukul-mukul
batang padi pada papan) sebaiknya dihindari karena
kehilangan hasilnya cukup besar, bisa mencapai 3,4%.
F. Pengeringan
Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air
gabah sampai mencapai nilai tertentu sehingga siap untuk
diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang
lama. Kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan
proses pengeringan dapat mencapai 2,13 %. Pengeringan
gabah dilakukan selama 3-4 hari selama 3 jam per hari sampai
kadar airnya 14%. Secara tradisional padi dijemur di lantai
semen atau alas dari plastik,tikar anyaman bambu di halaman,
tetapi pada saat ini cara pengeringan padi telah berkembang
dari cara penjemuran menjadi pengering buatan.
236
G. Penyimpanan
Penyimpanan merupakan tindakan untuk
mempertahankan gabah/beras agar tetap dalam keadaan baik
dalam jangka waktu tertentu. Kesalahan dalam melakukan
penyimpanan gabah/ beras dapat mengakibatkan terjadinya
respirasi, tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang
mengerat dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu
gabah/beras. Cara penyimpanan gabah/beras dapat dilakukan
dengan cara menggunakan kemasan/wadah seperti karung
plastik karung goni, dan lain-lain. Tempat penyimpanan juga
sangat mempengaruhi kesukaan serangga gudang terhadap
gabah yang disimpan. Tempat penyimpanan yang tidak baik
dengan kelembaban tinggi dan temperatur yang tidak sesuai
akan memacu perkembangbiakan serangga. Walaupun kadar
air gabah sudah memenuhi standar setelah dikeringkan, akan
tetapi jika tempat penyimpanan tidak sesuai justru akan
meningkatkan kembali kadar air gabah.
237
H. Penggilingan
Penggilingan merupakan proses untuk mengubah gabah
menjadi beras. Proses penggilingan gabah meliputi pengupasan
sekam, pemisahan gabah, penyosohan, pengemasan dan
penyimpanan. Kehilangan hasil dalam proses penggilingan
disebabkan oleh gabah ikut terbuang bersama sekam, gabah
dan beras tercecer.
238
DAFTAR PUSTAKA
BPS (Biro Pusat Statistik). 1996. Survei Susut Pascapanen MT.1994/1995. Kerja sama Biro Pusat Statistik, DitjenPertanian Tanaman Pangan, Badan Pengendali Bimas,Badan Urusan Logistik, Badan PerencanaanPembangunan Nasional, Institut Pertanian Bogor, danBadan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Baharsyah S. 1992. Pidato Pengarahan Menteri Pertanian padaPembukaan Simposium Penelitian Tanaman Pangan III.Dalam M. Syam, Hermanto, M. Karim, dan Sunihardi(Ed.). Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Buku 1. PusatPenelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Mejio, D.J. 2008. An overview of rice postharvest technology:Use of small metallic for minimizing losses. AgriculturalIndustries Officer, Agricultural and Food EngineeringTechnologies Service, FAO, Rome. FAO CorporateDocument Repository. p. 1-16.
Setyono A, Sutrisno, Nugraha S. 2001. Pengujian pemanenanpadi sistem kelompok dengan memanfaatkan kelompokjasa pemanen dan jasa perontok. Penelitian PertanianTanaman Pangan.
Setyono A. 1990. Untuk menekan tingkat kehilangan hasilpanen sistem pemanenan di jalur pantura perludiperbaiki.