INFUS
-
Upload
anisa-eka-putri -
Category
Documents
-
view
45 -
download
0
description
Transcript of INFUS
INFUS
Pendahuluan
Kanulasi intravena atau infus cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah
pemberian sejumlah cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.
Pemasangan infus digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan,
tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan elektrolit, atau glukosa yang diperlukan untuk metabolism, atau
untuk memberikaan medikasi.
Obat yang diberikan secara intravena memasuki aliran darah secara langsung dan
diabsorbsi lebih cepat daripada pemberian obat lain. Karenanya obat diberikan secara intravena
bila diperlukan efek cepat, atau bila obat terlalu mengiritasi jaringan tubuh bila diberikan dengan
cara lain. Obat yang diberikan dengan cara ini biasanya diberikan (diinfuskan) dengan perlahan
untuk mencegah reaksi.
Secara umum, keadaan-keadaan yang memerlukan pemberian cairan infus adalah:
1. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
2. Trauma abdomen berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)
3. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha) (kehilangan cairan
tubuh dan komponen darah)
4. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)
5. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)
6. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)
7. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan komponen
darah)
Tujuan
Tujuan pemberian terapi intra vena melalui infus yaitu :
1. Mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin,
protein, lemak, dan kalori yang tidak dapat dipertahankan secara adekuat melalui oral.
2. Memperbaiki keseimbangan asam-basa.
3. Memperbaiki volume komponen-komponen darah.
4. Memberikan jalan masuk untuk pemberian obat-obatan ke dalam tubuh.
5. Memonitor tekanan vena sentral (CVP).
6. Memberikan nutrisi pada saat sistem pencernaan ketika diistirahatkan.
Indikasi dan Kontraindikasi
Indikasi pemasangan kanulasi intravena:
1. Pemberian cairan
2. Pemberian obat, secara kontinyu atau intermiten
3. Pemberian darah atau produk darah
4. Pemberian kontras radioopak atau sedasi
5. Tindakan profilaksis untuk pasien yang tidak stabil atau pada prosedur tertentu
Kontraindikasi pemasangan kanulasi intravena:
Absolut
1. Inflamasi atau infeksi pada kulit yang akan menjadi tempat pemasangan kanula
2. Fistula arteriovenosa pada tempat pemasangan kanula
3. Tindakan mastektomi sebelumnya dengan pembedahan nodus axillaris atau limfoedema pada
tempat yang akan dipasang kanula.
Relatif
1. Kecenderungan perdarahan
2. Vena dari lengan bawah pada pasien gagal ginjal yang mungkin memerlukan pembentukan
fistula arteriovenosa pada masa depan.
Hal-hal yang Harus Diperhatikan
a. Sterilitas
Tindakan pemasangan infus merupakan tindakan invasif yang dapat mengundang kuman
untuk masuk ke aliran darah, karena itu harus dilakukan secara aseptis agar kuman tidak
masuk tubuh. Kulit disterilkan, alat-alat yang digunakan steril, petugas steril, dan tindakan
yang dilakukan secara aseptis. Sebaiknya cuci tangan dengan sabun sebelumnya. Sterilisasi
kulit dapat dilakukan dengan salah satu desinfektan:
Povidon-iodine
o Dioleskan dua kali
o Tunggu 30 detik
o Tak perlu dibilas dengan alkohol
Etil Alkohol
o Konsentrasi 70%
o Tunggu 60 detik
o Biarkan yang kering
Pungsi dilakukan setelah desinfektan kering agar tidak perih
b. Fiksasi
Kanula yang sudah terpasang harus dilakukan fiksasi dengan baik agar tidak bergerak-gerak
dan tercabut, kanula yang bergerak akan :
1. Menembus dinding vena
2. Melukai dinding dalam vena
3. Mengundang infeksi
Fiksasi dilakukan dengan plester hypafix dan plester coklat sehingga kanula tidak bergerak
dan infus set tidak mudah tercabut.
c. Menghitung Tetesan
Pemberian cairan perinfus harus dihitung jumlah tetesan permenitnya untuk mendapatkan
kebutuhan yang dijadwalkan. Jumlah ml cairan yang masuk tiap jam dapat digunakan
rumus :
ml per jam = tetesan x faktor tetesan
Faktor tetesan dihitung dengan 60 dibagi jumlah tetesan yang bisa dikeluarkan oleh infus set
untuk mengeluarkan 1 ml. Misalnya, suatu infus set dapat mengeluarkan 1 ml cairan dalam
15 tetesan, berarti faktor tetesan (60:15) = 4. Jadi bila infus set tersebut memberikan cairan
dengan kecepatan 25 tetes per menit berarti akan diberikan cairan sebanyak 25x4 = 100 ml
perjam.
d. Monitoring dan Perawatan
Tiap pemasangan infus harus diamati hal-hal berikut :
1. Kelancaran tetesan yang semula lancar menjadi tidak lancar, mungkin ada sumbatan,
kanula tertekuk, atau ekstravasasi (keluar dari pembuluh darah).
2. Keluhan nyeri bila ada nyeri mungkin akibat iritasi oleh cairan yang hipertonis, ada
infeksi atau ekstravasasi.
3. Infeksi biasanya disertai nyeri, panas dan kemerahan disekitar kanula merupakan hal
yang berbahaya karena dapat menyebar ke sistemik. Kanula harus segera dicabut dan
dipindah.
4. Pembengkakan mungkin ekstravasasi cairan atau hematoma. Segera dicabut dan
dipindah.
5. Perawatan secara aseptik dilakukan tiap hari, dijaga sebagai suatu system tertutup
(sambungan ujung infus dan kanula tak boleh dilepas).
6. Darah pada ujung slang harus dibersihkan karena dapat menyumbat dan merupakan
media yang baik untuk pertumbuhan kuman.
Tempat Insersi Jarum Infus
Secara umum ada beberapa tempat untuk insersi jarum infus pada pemasangan infus yaitu :
a. Venapunctur perifer
vena mediana kubiti
vena sefalika
vena basilika
vena dorsalis pedis
b. Venapunctur central
vena femoralis
vena jugularis internal
vena subklavia
Jenis Cairan Infus
1. Cairan Hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum.
Maka cairan “ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip
cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-
sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien
cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah
tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan
tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan
peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah:
a. Dextrose 2,5 % dalam NaCI 0,45 %
b. NaCI 0,45%
c. NaCI 0,2 %
2. Cairan Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen
darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang
mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal
jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah:
a. NaCI normal 0,9 %
b. Ringer laktat
c. Komponen -komponen darah (albumin 5 %, plasma)
d. Dextrose 5 % dalam air (D 5 W)
3. Cairan Hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik” cairan dan elektrolit
dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya:
a. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,9 %
b. Dextrose 5 % dalam NaCI 0,45 % ( hanya sedikit hipertonis karena dextrose dengan
cepat dimetabolisme dan hanya sementara mempengaruhi tekanan osmotik)
c. Dextrose 10 % dalam air
d. Dextrose 20 % dalam air
e. NaCI 3% dan 5%
f. Larutan hiperalimentasi
g. Dextrose 5 % dalam ringer laktat
h. Albumin 25
Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya:
1. Kristaloid
Bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang
memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.
2. Koloid
Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran
kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat
menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Prosedur Pemasangan Infus IV
1. Pastikan pasien yang akan dipasang infus
2. Informed consent (tindakan yang akan dilakukan dan tujuan)
3. Pastikan cairan infus yang akan digunakan (lihat expired date, cek kelayakan botol infus,
kunci selang infus)
4. Menyiapkan alat-alat
a. Infus set
b. Abbocath
c. Duk steril
d. Kapas
e. Betadine
f. Alkohol
g. Sarung tangan / hand scoen
h. Plester
i. Tourniqet / karet pembendung
5. Pasang selang infus pada botol infus
6. Menggantung botol infus yang telah diperiksa (pada tiang penggantung)
7. Tentukan pembuluh darah yang akan dipasang infus
8. Mencuci tangan
9. Mengenakan sarung tangan
10. Sterilisasi daerah sekitar pembuluh darah yang akan dipasang infus dengan desinfektan
contohnya menggunakan kapas alkohol terlebih dahulu, kemudian kapas betadine dengan
gerakan melingkar dari dalam ke luar
11. Memasang duk steril dan karet pembendung
12. Tusuk pembuluh darah dengan abbocath secara perlahan, halus dan mantap dengan ujung
jarum menghadap ke atas
13. Perhatikan apakah ada darah mengisi ruang dalam abbocath tersebut lalu menekan dengan
jari tangan
14. Melepaskan karet pembendung dan duk steril lalu dorong abbocath masuk ke dalam
pembuluh darah sambil menarik jarum keluar
15. Ambil selang infus dan pasangkan pada abbocath
16. Mengecek apakah infus terpasang dan menetes dengan baik lalu menguncinya
17. Fiksasi selang infus
18. Buka kunci selang infus dan hitung tetesan yang dikehendaki
19. Mengucapkan terima kasih atas kerja samanya
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul dari terapi IV:
1. Infiltrasi (ektravasasi)
2. Trombophlebitis
3. Bakteremia
4. Emboli udara
5. Perdarahan
6. Trombosis
7. Imbalance elektrolit,
8. Hematom, dll.