Informatika Edisi 181 / September 2015

16

description

Hidup tak selalu mulus, setiap persoalan pasti ada sedikit ganjalan. Sama halnya dengan kepengurusan Camaba, perubahan kebijakan dan prosedur sedikit membuat kecewa bagi para Camaba, hal inilah akan menjadi topik utama informatika edisi reguler ini, selain itu kami juga menghadirkan sorot terkait Ikatan Alumni al-Azhar Internasional (IAAI) dan lapsus mengenai broker atau mediator yang bertanggung jawab atas pemberangkatan Camaba dan Sahah Indonesia yang muncul untuk mengembangkan kualitas masisir. Selain itu kami juga menghadirkan rubrik opini, keislaman dan sastra. Selamat membaca!!!

Transcript of Informatika Edisi 181 / September 2015

Page 1: Informatika Edisi 181 / September 2015
Page 2: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

◙Editorial

2

N egeri Para Nabi, Negeri

Seribu Menara, Negeri

Kinanah dan masih banyak

slogan-slogan masyhur yang tidak asing

lagi bagi para penuntut ilmu yang ingin

melanjutkan studinya di universitas Islam

tertua di Dunia, al-Azhar Kairo. Sebutan

masyhur yang menggiurkan setiap

pendengarnya ini, selalu dapat menarik

perhatian untuk bisa merantau ke Mesir

guna merasakan manisnya belajar Ilmu-

ilmu Islam langsung dengan para

pakarnya. Seperti halnya Imam Syafi‟i,

beliau menghabiskan masa hidupnya

hanya untuk berkelana dari negeri ke

negeri guna menuntut ilmu kepada ulama-

ulama masyhur yang ahli dalam

bidangnya.

Saat-saat inilah para mediator sibuk

berkompetisi menarik massa agar

mempecayakan penuh segala

kepengurusan kepada mereka mulai dari

visa, pemberkasan, penjemputan dan

segala kebutuhan yang diperlukan ketika

sudah sampai di Mesir. Tidak hanya itu,

Komite Pelaksana Pendaftaran

Mahasiswa Baru atau biasa disebut KPP

Maba juga mulai disibukkan dengan

berkas-berkas yang akan menjadi

jembatan bagi para Camaba agar resmi

menjadi Mahasiswa/wi.

Pesta demokrasi Masisir sudah berlalu,

Presiden PPMI beserta kabinet baru juga

sudah dilantik, progam unggulan dan visi-

misi yang telah berulang kali terucap mulai

dilaksanakan sedikit demi sedikit. Camaba

akan menjadi amanah besar bagi PPMI

dan lembaga-lembaga lain di bawah

naunganya, mampukah mereka merangkul

semua Camaba agar tetap istiqomah pada

niat awal mereka ke Mesir?

Hidup tak selalu mulus, setiap

persoalan pasti ada sedikit ganjalan.

Sama halnya dengan kepengurusan

Camaba, perubahan kebijakan dan

prosedur sedikit membuat kecewa bagi

para Camaba, hal inilah akan menjadi

topik utama informatika edisi reguler ini,

selain itu kami juga menghadirkan sorot

terkait Ikatan Alumni al-Azhar

Internasional (IAAI) dan lapsus mengenai

broker atau mediator yang bertanggung

jawab atas pemberangkatan Camaba dan

Sahah Indonesia yang muncul untuk

mengembangkan kualitas masisir. Selain

itu kami juga menghadirkan rubrik opini,

keislaman dan sastra. Selamat membaca!

Nasib Camaba?

Email:

[email protected]

Telp / Mobile: 01157926958/01142418156

Alamat Redaksi: Wisma Nusantara, 8 Wahran St. Rabea el-Adawea , Nasr City, Cairo, Egypt.

Distributor dan Periklanan: Irfan M. Ali :+201100159050 Wasliah J : + 201274944865

Layouter & Ilustrator: Surya Fajrin/Ahmad Rofiq

Editor: Achmad Fawatih, Fakhry Emil Habib, Miftah Firdaus, Nisa‟ul Mujahidah,.

Reporter: Adam Dwi Baskoro, Ahmad Rofiq, Afifah N Diyanah, Fauzi Zahrul A, Habibah, Hani Fathiya, Muhammad Daud Farma, Muham-mad Ashraf, Mega Puspita, Surya Fajrin, Yazid Arif.

Redaktur Ahli: Ahmad Satriawan Hariadi, Lc., Fajar Pradika, Lc., Hilmy Mubarok Lc., Fitra Yu-zarni Lc.

Penanggungjawab: Koordinator Departemen Media dan Komunikasi ICMI Orsat Kairo

Pengarah: Indra Gunawan, Lc. Sayyid Zuhdi, Lc. S.S.

Pelindung: Ketua Umum ICMI Orsat Kairo

Informatika

Dewan Redaksi: Mochammad Hamam, Nawa Syarif, Laela Nur Hidayah, Shofuria, Nurul Aini Azizah.

Sekretaris Redaksi: Irfan Muhammad Ali

Pemimpin Redaksi: M. Fahmi al-Fath.

Pemimpin Usaha: Wasliyah J

Pemimpin Umum: Rif‟atud Darojah

MARKAZ TAKWAA

FOTO COPY Melayani cetak, foto copy dan Majalah

Telp. +201281551421

Page 3: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

3

Selengkapnya...Hal 8

◙Suara Mayoritas

B erbagai tanggapan tentang daurah lugah datang dari

lapisan Masisir, terlebih untuk tahun ini, perubahan sistem

penyeleksian tahap kedua akan dilaksanakan di Mesir. Sebagian mereka menganggap bahwa daurah lugah tidak mendatangkan banyak manfaat. Dengan ini, mereka para calon duta Indonesia yang masih hangat beberapa waktu lalu tiba di Mesir, tak dapat dikatakan

Mahasiswa Baru, tapi kini mereka menyandang lakon (CAMABA) Calon Mahasiswa Baru dengan impian kuliah di Al-Azhar yang masih menggantung. Apakah dibolehkan langsung mengikuti aktifitas kuliah atau diwajibkan mengikuti kelas

persiapan bahasa yang disebut Daurah lugah terlebih dahulu, yang mana akan memakan waktu kurang lebih satu tahun. Mahasiswa baru mulai cemas.

Terkait perubahan sistem penyeleksian yang terkesan mendadak ini, ketua KPP

MABA, Baihaqi, menjelaskan secara gamblang bahwa ketika pihak markaz lugah diundang datang ke Indonesia, mereka meminta

uang muka per anaknya sekitar 50 dolar. Permasalahannya muncul ketika pihak IAAI tidak menyanggupi permintaan ini, yang menyebabkan ujian masuk diadakan di Mesir, karena pihak markaz tidak dapat mengadakan ujian sebelum melunasi

pembayaran. Bak bola api yang

menggelinding, kobaran perubahan sistem ini pun membakar dan mempengaruhi beberapa hal, diantara imbasnya ialah menciutnya antusiasme calon mahasiswa. Salah satu mitra

mediator pemberangkatan mengungkapkan, “Akibatnya, kebanyakan dari mereka akhirnya ragu. Dari tiga orang teman saya, hanya seorang yang memantapkan hati untuk berangkat, itupun setelah dibujuk dengan berbagai alasan. Pun

sebagian mereka berfikir jika daurah lugah terlebih dahulu, maka akan membutuhkan waktu yang lama jadinya akan telat." Di samping itu, Aji

Noor juga mengkritisi perihal kebijakan IAAI yang tidak mampu mengeluarkan dana, tapi berani memanggil penguji.

Turunnya antusias calon Mahasiswa, dapat dispekulasikan dari data kelulusan Calon Mahasiswa Baru yang awalnya berjumlah

614 orang, lantas menyusut menjadi 537 orang yang berangkat.

Menilik dari kasus sebelumnya, pada periode 2013-2014 menyisakan kenangan pahit dan pembelajaran besar dimana pada saat itu dari sekitar 200

siswa, hanya 10% yang mampu mendapat nilai Mutamayyiz, ini menjadi standart nilai untuk menentukan CAMABA berhak melanjutkan ke jenjang kuliah pada tahun

◙Sorot

Masa Depan Mahasiswa Baru

P emuda adalah pemimpin masa

depan. Pepatah itu harusnya

mampu menggelitik kaum mu-

da, khususnya mahasiswa. Peran maha-

siswa sebagai pemuda-pemudi harapan

bangsa sangat penting, sehingga mereka

disebut-sebut sebagai agent of change,

iron stock, intelektual ataupun creatifity

minority.

Ideal menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia berarti, sesuai dengan yang di-

inginkan atau sesuai yang dicita-citakan.

Lantas, bagaimana sebenarnya mahasiswa

ideal? Yang akademisnya oke, selalu naik

tingkat dengan nilai yang memuaskan,

tidak pernah rasib? Atau yang ikut banyak

organisasi, daftar CV-nya bejibun? Yang

rajin talaqqi atau yang ikut kajian sana-

sini?

Tidak bisa dipungkiri, pola pikir kita

yang terbentuk sejak kecillah yang memu-

tuskan makna ideal menurut perspektif kita

masing masing. Namun setidaknya, saya

melihat ada 5 karakteristik yang menen-

tukan orientasi berpikir mahasiswa; per-

tama, study oriented. Kedua, social orient-

ed. Ketiga, spiritual oriented. Keempat,

mahasiswa dis-oriented dan kelima, maha-

siswa yang menggabung poin satu, dua,

dan tiga.

Kelima jenis mahasiswa yang saya

sebutkan itu, tentunya memiliki sudut pan-

dang yang berbeda tentang makna pres-

tasi. Bagi mahasiswa study oriented, pres-

tasi adalah ketika mereka mempunyai ban-

yak waktu untuk membaca dan menggali

ilmu, selalu naik tingkat dengan nilai

memuaskan, tidak ada kata bersahabat

dengan yang namanya „rasib‟.

Bagi mahasiswa tipe kedua, mempu-

nyai banyak relasi, menjadi penentu ke-

bijakan dalam organisasi, memiliki berjuta

pengalaman berharga guna menghadapi

kehidupan bermasyarakat. Bagi mereka

berorientasi pada organisasi, inilah makna

prestasi.

Bagi mahasiswa yang ketiga, spiritual

oriented, berprestasi adalah ketika

mengenal banyak syaikh dan kyai, punya

banyak waktu menghadiri majlis halaqah

dan talaqqi, hafal sekian juz ayat-ayat al-

Quran dan mempunyai banyak sanad

keilmuan.

Sedang mahasiswa yang keempat,

mahasiswa dis-oriented, bagi mereka,

hidup tidaklah penting dan tidaklah harus

mempunyai prestasi, bisa menikmati hidup

dengan dengan santai, main game, jalan-

jalan, atau hanya sekadar mengobrol ber-

sama kawan, bagi mereka sudahlah cukup.

Walhasil, bagi saya, mahasiswa ideal

adalah mahasiswa yang mampu meng-

gabungkan tiga unsur tersebut. Tidak mu-

dah memang untuk membagi waktu. Wa-

laupun dari tiga hal tersebut tentu ada yang

lebih dominan dan ada dianak-tirikan. Ka-

rena memang, genggaman tangan kita

terbatas, kita tak mampu menggenggam

semua hal secara bersamaan. Tapi, mere-

ka yang ingin menjadi ideal, tetap mem-

berikan porsi yang sama terhadap ketiga

unsur itu; study oriented, social oriented

dan spiritual oriented. ◙

“O h Jelas saya

tahu,“ jawaban

tegas dari M.

Nur Kholis, MA salah seorang

lulusan S2 al-Azhar ini saat

ditanya mengenai apa itu IAAI.

“Saya tahu IAAI adalah Ikatan

Alumni al–Azhar Internasional dan

saya tahu beberapa orang yang

bekerja di sana, tapi gak tahu juga

ya mereka kenal saya atau tidak,

karena mereka ada untuk anak

baru aja kayaknya,“ tuturnya.

“Gaungnya gak kedengaran.

Paling kalau lagi ada reuni akbar

aja. Emang susah nyatuin alumni

segini banyaknya,” Nur Laily

Farades, alumni Universitas al-

Azhar 2014 juga mengutarakan

hal serupa. Menurutnya, faktor

yang memicu problem ini adalah

tidak adanya pendataan para

alumni.

Bukan hanya alumni,

mahasiswa yang masih berada di

Mesir pun turut berkomentar. “IAAI

itu tugas pentingnya ya

IAAI Under Cover

Oleh: M. Fahmi al-Fath*

◙Gerbang

Mahasiswa Ideal

Selengkapnya... Hal 4 Selengkapnya... Hal 7

*Pemred Informatika

Page 4: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

yang sama. Belum lagi pada tahun ini,

Malaysia mengutus 1000 Calon Mahasiswa barunya dan mendapatkan presentase kelulusan lebih kecil dalam ujian tahdidul mustawa. Data ini menjadi fokus tersendiri dari pihak KPP MABA.

Namun ketika dikonfirmasi akan hal ini, pihak daurah lugah berdalih semuanya kembali kepada kemampuan akademik dari setiap calon mahasiswa masing-masing. “Itu tergantung kemampuan individual

masing-masing, ujian kami memiliki standar tersendiri. Tidak benar adanya jika ujian di Indonesia jauh lebih mudah dibandingkan di sini. Semua soalnya serupa, baik dari negara manapun yang mengadakan ujian."

Tak habisnya ketenangan diusik, setelah kepastian tentang materi ujian yang berbeda dibandingkan tahun kemarin diklarifikasi oleh pihak daurah lugah,

muncul juga isu bahwasanya kedatangan pelajar Malaysia yang sudah berjumlah seribuan itu, menjadikan panitia daurah lugah terlihat kewalahan dengan menambah kelas-kelas baru. Walhasil ruang kafe maupun ruang guru disulap menjadi kelas, hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri jika sekiranya sekitar 500-an CAMABA yang baru akan dipending urusannya.

Lagi-lagi pihak markaz lugah meluruskan isu-isu yang dinilai tak mendasar ini, “Secepatnya, sesampainya siswa baru, kami akan segera melaksanakan ujian setelah mendapatkan Ishol dari tansiq dan untuk masalah tempat kami sudah atur”. Ujar Dr. Mahmud Abduh tegas.

Akan tetapi dari segi teknis, KPP MABA

belum cukup tenang akan hal ini, dikhawatirkan urusan ujian masuk akan diakhirkan dan baru bisa masuk daurah lugah di bulan Januari nanti. Tetapi mereka tetap optimis akan mampu mengatasi masalah ini.

Adapun formula khusus yang

ditawarkan KPP MABA untuk mengatasi hal ini ialah jika sekiranya bukan mustawa

mubtadi yang diperlambat, maka mustawa mutamayyiz yang dipercepat. Karena berbeda halnya dengan Malaysia yang tujuan utama mereka adalah daurah lugah, cepat atau lambat itu tidak akan berpengaruh bagi mereka.

Dari sekian banyaknya perspektif miring peserta daurah lugah, ada satu hal yang paling menyedihkan dimana markaz lugah memiliki aturan tersendiri terkait

administrasinya. Hal ini menjadikan momok yang sangat sukar diterima oleh kalangan mahasiswa. Pembayaran 540 pound perbulan merupakan angka fantastis jika dibandingkan dengan Kampus Al-Azhar yang hanya mewajibkan seperlima dari angka tersebut pertahun. “Memang kepentingan dan manfaatnya jelas, namun disayangkan harganya itu yang kurang

masuk akal”, ungkap Alfarabi, slah seorang yang membantu menangani CAMABA.

Setelah eksis dengan misinya dalam mempersiapkan calon mahasiswa baru, daurah lugah menghadirkan kesan tersendiri bagi alumninya, sebagian dari mereka menilai daurah lugah itu hanyalah sekedar formalitas semata yang dampaknya kurang berpengaruh. “Daurah lugah itu, tanpa mengikutinya pun

kita mampu mendapatkan pembelajarannya, tanpa harus menyediakan waktu khusus memakan waktu satu tahun ajaran", ungkap Yopie, pelajar asal Medan dengan aksen bataknya yang khas.

Hal yang senada juga disampaikan salah satu pelajar tingkat akhir daurah lugah Ibnu Sina el-Khairi, yang menyatakan

bahwasanya daurah lugah hanya formalitas semata, dan yang mencekik adalah biaya yang tidak sesuai kapasitas kantong Mahasiswa.

Ibarat dua mata pisau, ada yang pro dan ada yang kontra. Di samping banyak yang menyayangkan sedikitnya manfaat

daurah lugah, namun banyak juga yang mengapresiasi dari banyaknya manfaat yang mampu dihadirkan daurah lugah. Diantaranya Aliya Fatin yang menyatakan, "Penting, sangat bermanfaat sekali

khususnya bagi saya pribadi, daurah lugah mengembangkan bahasa saya yang sebelumnya kurang, ditambah lagi pengajarnya yang profesional serta amanah, sangat membantu bagi saya yang basic pendidikan di pesantren modern yang lebih mengedepankan pelajaran umum” Jawab Aliya Fatin, mahasiswi yang ingin melanjutkan ke Fakultas Lughah ini.

Tak jauh berbeda, Inayah juga

menyampaikan apresiasinya terhadap pihak daurah lugah yang telah membantunya, guna mempersiapkan diri menuju ke jenjang yang lebih tinggi, Universitas Al Azhar. “Ya, Bermanfaat sekali, apalagi untuk adek-adek baru nanti yang kurang memiliki basic, dan untuk harganya saya rasa berbanding lurus dengan manfaatnya,” ujar wanita pegiat

sejarah ini, dengan nada menggebu-gebu. Dimana kaki berpijak disitu langit

dijunjung, mungkin pepatah inilah yang mampu mendiskripsikan nasib Calon Mahasiswa tahun ini, mulai dari perubahan sistem seleksi, peningkatan standar kelulusan, hingga masalah teknis lapangan mesti dihadapi dengan optimis dan semangat.

“Jangan sampai pesimis. Karena jika

mereka pesimis itu akan berpengaruh juga pada kinerja kami, ketika kita optimis dan mereka pesimis, bagaimana mungkin kita mendorong orang yang sudah pesimis," ujar Baihaqi menasehati. Dalam hal ini, KPP MABA juga akan menyambut dan memberikan motivasi dan arahan terkait semua kebijakan tahun ini untuk Calon Mahasiswa Baru.

Tak ketinggalan nasihat penting juga datang dari pihak daurah lugah, ”Jangan takut! Jawab saja sesuai kemampuan jika tidak tau, jangan dijawab. Agar para murid mampu mendapatkan nilai murni sesuai kemampuannya. Jangan sampai hanya seperti meja ini, mereka tidak paham apa-apa. Karena mereka tidak berada pada mustawa yang sebenarnya.“

Namun ada angin segar yang datang

dari pihak daurah Lugah, Dr Mahmud Abduh Ahmad Farj selaku Mudir ketika ditanya tentang perubahan standar nilai menyebutkan, Mutaqaddim Tsani ialah standar mustawa untuk mendapatkan Ifadah Najah Masyrutoh yang merupakan syarat masuk kuliah.

Akan tetapi ketika dikonfirmasi lebih lanjut dari pihak KPP MABA, mereka

mendapatkan info yang berbeda. Ya semoga saja kabar yang didapat itu salah, dan KPP MABA akan mengkonfirmasi ulang setelah perwakilan kedutaan tiba di Mesir. (Ashraf, Farma, Yazid).◙

4

Sambungan Hal. 1 Masa Depan ...

Kedatangan CAMABA asal Tanah Borneo ...

Page 5: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

“T untutlah ilmu sampai ke negeri Cina,” pepatah masyhur ini sering menjadi

pedoman bagi penuntut ilmu, terlebih sebagai pendorong agar merantau demi meraih cita-cita dan asa yang diinginkan.

Bedanya, kini perantauan tidak sekejam dahulu. Jika dahulu jarak ribuan kilometer akan ditempuh dalam waktu berbulan, kini bisa disingkat menjadi hanya hitungan jam. Bahkan tetak-bengek keberangkatan pun kini sudah bisa dipermudah dengan adanya jasa mediator. Seperti mediator yang siap membantu siapa saja yang berkeinginan untuk bisa duduk dan menuntut ilmu di Universitas dan al-Azhar.

Namun, tidak hanya calon mahasiswa yang berkeinginan ke Mesir. Para pelajar tamatan SMP juga ingin mengecap ilmu dari al-Azhar, melalui ma’had tentunya, seperti AE dan teman-temanya. Karena keinginan yang kuat untuk bisa meneruskan pendidikan di al-Azhar banyak rintangan yang dihadapi, mulai dari mediator yang menetapkan pembayaran lebih dari kesepakatan yang ditetapkan oleh PPMI dan KPP Maba, kepengurusan berkas agar bisa menjadi pelajar Dirâsah Khâssah dan visa yang terbatas hanya selama 3 bulan.

“Karena mediator yang membantu mengurus kita baru pertama kali memberangkatkan orang yang ingin meneruskan pendidikannya di Mesir, jadi ya seperti ini urusannya. Masalah biaya yang awalnya 30 juta perorang tapi sudah dikembalikan 14,5 juta,” ujar AE dengan nada santainya. Sampai berita ini diturunkan, AE dan 2 temannya belum tercatat sebagai pelajar Dirâsah Khâssah.

KPP Maba pun tidak mau mengambil bagian atas kepengurusan mereka, karena memang mereka datang ke Mesir tidak melalui prosedur yang semestinya. Untungnya, mediator bersedia bertanggung jawab penuh atas mereka, meskipun kepengurusan mereka sedikit tersendat.

“Kepengurusan sedikit terganjal karena pihak Murâqabah sempat mengubah peraturan mengharuskan adanya bukti visa tinggal di Mesir untuk beberapa bulan, sedangkan setelah habis visa entry saya belum memperpanjang lagi,” jelas remaja asal Jambi ini.

Karena perpanjangan visa merupakan syarat untuk bisa masuk Dirâsah Khâssah, AE dan 2 temannya terpaksa harus ke Mugamma` untuk bisa mendapat izin tinggal di Mesir, sampai mereka tercatat resmi menjadi pelajar. Mediator yang seharusnya bertanggung jawab sampai akhir kepengurusan sedikit lalai dalam mengemban amanahnya. AE sempat

ditinggal pulang terlebih dahulu selama dua hari berturut-turut oleh pihak mediator dan dua temannya ketika proses perpanjangan visa berlangsung.

“Memang kepengurusan kita agak ribet. Jadi hari pertama ustaz yang ngurus kita pulang duluan, mungkin karena udah capek dan kepentok, saya juga ikut pulang. Hari kedua ustaz dan dua teman saya telat sejam, sedangkan paspor saya sudah di tangan petugas. Petugasnya juga ga mau nerima paspor lain soalnya udah siang. Nah, ketika itu ustaz dan dua teman saya ninggalin lagi, karena ga ada senior yang nemenin dan saya juga masih baru di Mesir, jadi ya masih ga ngerti. Saya juga baru sadar kalau stempel yang ada di paspor saya stempel deportasi, ” terang AE dengan logat khasnya.

“Saya bersyukur masalah visa sudah selesai, karena dibantu oleh pihak KBRI dan para senior Masisir, jadi stempel deportasi sudah dicabut. Sedangkan kepengurusan berkas masih proses. Semoga berjalan lancar,” lanjut AE dengan sedikit senyum di wajahnya.

Masalah seperti yang disebutkan di atas sebenarnya tidak jauh dari persoalan pangkalnya, bahwa tidak semua mediator yang memberangkatkan Camaba atau calon pelajar ma`had memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh IAAI, PPMI dan KPP Maba dengan serinci-rincinya. Seperti yang dipaparkan oleh mantan anggota BPA periode 2014-2015, Aidil Fitri, bahwa ia dan jajarannya setidaknya empat kali berdialog dengan mediator-mediator yang pembayarannya tidak sesuai dengan kesepakatan.

“Sebenarnya masalah mereka kembali lagi pada masalah finansial, dimana para mediator mengambil bagian lebih dari kesepakatan yang ada, dan mematok nominal yang lebih banyak dari kesepakatan yang sudah ditentukan,” ungkap mantan BPA periode 2014-2015 ini. “Untuk tahun ini kepengurusan di-handle oleh KPP Maba yang dibentuk langsung oleh PPMI, agar bisa meminimalisir

jalannya mediator-mediator yang tidak memenui syarat,” lanjut pria asal Palembang ini.

Jika tugas BPA dan MPA menangani serta menindaklanjuti mediator yang tidak memenuhi syarat , tentunya ada sanksi sebagai imbalan dari perbuatan mereka. “Sanksi untuk mediator yang tidak memenuhi syarat selama ini baru berupa tulisan tanpa ada realisasi. Tapi untuk tahun ini setelah ditetapkannya Amandemen UU Camaba kita berharap BPA, MPA dan PPMI menegaskan sanksi-sanksi yang sudah ditetapkan,” tegas mantan ketua kekeluargaan Kemas ini.

Amandemen UU Camaba yang baru ditetapkan tahun ini sangat membantu, karena bisa lebih menjauhi resiko adanya mediator-mediator yang tidak memenuhi syarat , entah itu mediator yang membawa calon mahasiswa atau calon pelajar. Seperti yang diungkapkan oleh Al Farabi mantan wakil ketua 4 pimpinan MPA periode 2014-2015, “Amandemen Camaba yang sudah ditetapkan bersama berlaku bagi semua Mediator yang membawa camaba ataupun calon pelajar ma`had al-Azhar. Jadi amandemen ini tidak dikhususkan untuk camaba saja,”

Prosedur kepengurusan Camaba sudah mulai sistematis sejak tahun 2014, karena IAAI mengkoordinir proses pemberkasan dan visa secara kolektif, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang diujarkan oleh Agus Setiyawan selaku mitra mediator dari IKAMARU, “Kalau dulu masing-masing mediator mengajukan visa ke kedutaan langsung serta mengurus pemberkasan mulai dari penerjemahan ijazah dan akta sampai berkas siap diajukan ke Tansiq oleh KPP Maba. Akan tetapi sekarang pengajuan visa dan proses pemberkasan di Indonesia sudah dikoordinir oleh IAAI sedangkan di Mesir oleh KPP Maba.”

Solusi untuk mengatasi broker nakal

atau mediator yang kurang memenuhi

syarat sudah mulai terlihat. “Semenjak satu

pintu di IAAI, celah bagi para mediator

nakal semakin terminimalisir, karena IAAI

terus memantau kinerja mereka, mulai dari

pemberkasan, visa dan batas maksimal

pembayaran,” terang Mahasiswa asal Jawa

Tengah ini. Meski amandemen yang sudah

dirancang tertulis khusus untuk mediator

yang membawa camaba, besar harapan

bagi semua mediator tak terkecuali yang

membawa calon pelajar ma`had agar tetap

mengikuti ketentuan dan ketetapan yang

telah ditetapkan. (Icha, Rofiq, Mega) ◙

◙Lapsus

5

Membasmi Broker Bandel

Salah satu alasan broker menaikkan harga keberangkatan

Page 6: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

Keluar dari Zona Nyaman ◙Kolom

6

Oleh: : Irfan M. Ali*

R asa nyaman adalah sesuatu yang diharapkan oleh semua makhluk hidup, untuk

mewujudkan hal itu mereka rela melakukan apapun. banyak orang yang seakan tak pernah lelah bekerja banting tulang, pergi pagi pulang petang hanya untuk mendapat-kan harta benda, jika ukuran nyaman menurut mereka adalah kekayaan, seorang ahli ibadah seakan tak pernah bosan sepanjang waktu berada di mihrabnya, ka-rena menurutnya kenyamanan didapat dari kedekatan kepada tuhan, seorang politisi tak pikir panjang menggelontorkan uang miliyaran rupiah demi mencapai sebuah kekuasaan, karena dia memandang rasa nyaman adalah sebuah kekuasaan.

Maka bukan sesuatu yang aneh jika seseorang rela mengorbankan apa saja demi menjaga rasa nyaman yang telah mereka capai, karena tak ingin apa yang telah susah payah mereka dapatkan lenyap begitu saja. tak jarang kita menemukan orang yang menyewa jasa orang lain untuk mempertahankan keyama-nannya, seperti menyewa seorang pengacara atau pengawal pribadi. bahkan hewan pun akan melakukan hal yang sama untuk mempertahankan rasa nyamann-ya, seekor ular akan menyerang mangsanya jika merasa kenya-manannya terusik, lebah juga tidak akan tinggal diam jika ada orang yang melempari sa-rangnya sebagai bentuk perlin-dungan terhadap suasana yang nyaman.

Tapi terkadang, merasa terlalu nyaman dengan sebuah keadaan sehingga tidak sanggup lagi untuk lepas dari zona tersebut karena sudah ada sebuah ketergantungan juga meru-pakan sebuah kekeliruan. karena hal itu akan membuat seseorang menjadi terkekang dan sulit untuk menjelajahi dunia baru yang penuh dengan perubahan, yang pada akhirnya akan menjadikan orang ter-sebut tertinggal ditelan kemajuan zaman tanpa bisa bangkit kembali untuk bertarung dalam kancah persaingan.

Persepsi “Saya pikir hidup yang nya-man, terlindungi, tercukupi adalah hidup yang aman,” hanya akan membuat seseorang terkebelakang dan tidak berkem-bang. Kita sering berpikir bahwa apa-apa yang kita kerjakan dan membuat kita mahir sehari-hari sudah final, berpuas diri dan merasa cukup dengan apa yang ada. Dengan cara seperti itu maka kita akan melakukan hal yang sama berulang-ulang sepanjang hari, melewati jalan atau cara-cara yang sama sepanjang tahun, tidak ada

perkembangan dan kemajuan sama sekali, monoton dalam sebuah rutinitas yang sama dan itu-itu saja, karena kita sudah terlanjur merasa nyaman dengan keadaan tersebut dan takut untuk keluar mencari sesuatu yang baru.

Padahal segala sesuatu selalu berubah, tidak ada yang tetap, Ilmu pengetahuan baru selalu bermunculan dan saling menghancurkan. Teknologi baru berdatan-gan menuntut ketrampilan baru yang lebih matang. Demikian juga peraturan dan un-dang-undang. Pemimpin dan generasi baru juga mengubah kebiasaan dan cara pan-dang. Ketika satu elemen berubah, semua kebiasaan, struktur, pola, budaya kerja dan cara pengambilan keputusan ikut berubah. Ilmu, keterampilan dan kebiasaan kita pun menjadi cepat us- ang dan

terkebelakang, semuanya berputar begitu cepat melindas mereka yang hanya jalan di tempat bahkan yang berjalan lambat dan kurang cepat.

Orang-orang yang terperangkap dalam zona nyaman biasanya takut mencari jalan, tersasar atau tersesat di jalan buntu. Pa-dahal solusinya mudah sekali, putar arah saja, mundur sedikit kebelakang untuk kemudian melesat maju kedepan dengan kekuatan yang lebih besar, semangat yang lebih kuat, misi yang lebih jelas, dan bekal yang lebih banyak, kemudian berusaha mencari seraya membiasakan diri dengan jalan yang baru, tidak harus terpaku me-renungi nasib sambil memandangi jalan

buntu karena itu hanya akan menghabiskan waktu.

Kata orang bijak, keajaiban jarang ter-jadi pada mereka yang tak pernah keluar dari "selimut rasa nyamannya" dan tidak berani mengambil resiko mengikuti kema-juan zaman. Orang-orang yang tak terbiasa keluar-masuk dari zona nyaman punya ke-cenderungan mengutuk jalan buntu karena ia merasa tersesat di sana dan bingung harus melakukan apa, sedangkan orang yang sudah terlatih keluar dari zona nya-man bisa melihat jalan keluar.

Hidup itu hakekatnya adalah perpinda-han dari sebuah keadaan kepada keadaan yang lain, tidak akan pernah ada yang ab-adi, sehingga tidak akan ada kenyamanan dalam sebuah zona nyaman, tak ada muk-jizat selain bagi mereka yang berani keluar dari selimut tidurnya. maka hidup menuntut kita untuk selalu bergerak mencari zona baru dan menciptakan rasa nyaman disana.

jika sudah mendapatkannya, jangan ber-henti dan berpuas diri, terus bergerak

mencari zona baru dan menciptakan suasana nyaman yang baru dan

begitu selanjutnya. Dengan be-gitu seseorang tidak akan ter-perangkap dalam sebuah keadaan, tapi bisa dengan mudah bangkit mencari jalan keluar dari berbagai perma-salahan, karena sudah mempunyai ketrampilan yang berkompeten dan mampu bersaing sesuai dengan tuntutan zaman. Keluar dari zona nyaman dan

mengikuti perkembangan za-

man tidak harus meninggalkan

kebiasaan lama yang baik, yang

dibutuhkan hanyalah memodifikasi

kebiasaan baik tersebut sehingga

tetap sinkron dengan lingkungan sekitar

yang terus bergerak maju kedepan dan

tidak pernah menoleh kebelakang, kita ha-

rus peka terhadap perubahan yang ada,

menyesuaikan segala sesuatu dengan tem-

pat dan waktunya, menjauhi pemikiran yang

cenderung konservatif dan berpegang

teguh pada kebiasaan lama yang kuno han-

ya karena kita sudah merasa nyaman

dengan hal itu tanpa menyadari bahwa si-

kap tersebut suatu hari nanti bisa me-

nyebabkan kita ketinggalan kereta ke-

hidupan, yang lambat laun akan men-

imbulkan penyesalan yang sudah tak

berguna. ◙

*Sekretaris Redaksi Informatika

Doc. Google

Page 7: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

menyambung silaturahmi antar alumni.

Bukan hanya omongan sana-sini al-Azhar

itu begini-begitu,” tutur Ahmad Baihaqi,

mahasiswa tingkat 4 Fakultas Ushuluddin al

-Azhar beropini.

Kurangnya sosialisasi kegiatan IAAI

wajar menimbulkan tanda tanya. Terlebih

dengan banyaknya alumni serta calon

alumni yang harus dirangkul.

Zainul Majdi selaku wakil ketua IAAI

menjelaskan bahwa IAAI dibentuk dengan

tujuan menyambung silaturahim dan

menaungi potensi para alumninya. “Kan

ikatan alumni itu fungsinya yang paling

utama adalah taushîl atau menyambung

semua potensi-potensi alumni al-Azhar,”

Salah satu kegiatan besar IAAI -

sebagaimana yang tertulis dalam halaman

Facebook-nya- di antaranya adalah

Multaqa Nasional. Pria yang menjabat

sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat itu

juga mengutarakan harapannya agar

Multaqa Nasional yang ketiga dapat

dilaksanakan akhir tahun 2015. “Kita akan

mencoba mencari tema yang aktual, yang

menjadi concern atau kepedulian para

alumni kita,” lanjutnya.

Mukhlis Hanafi, sekjen IAAI ikut

memberi tanggapan. Ia mengklarifikasi

tentang ketiadaan database alumni al-

Azhar di Indonesia. “Kita sebenarnya ada

database para alumni, cuma memang

terakhir diupdate 1-2 tahun yang lalu,

terakhir di angka 1.350,“ tutur pria

berkacamata ini.

Ia kembali menjelaskan bahwasanya

salah satu faktor penyebab kurang

efisiennya kinerja IAAI ialah banyaknya

keterbatasan anggota. Tidak dapat

dipungkiri juga bahwa pengurus IAAI ini

juga memiliki banyak kesibukan masing-

masing. Keikhlasan dan pengorbanan

sangat dibutuhkan dalam melaksanakan

tugas IAAI di sela-sela kesibukan mereka.

“Kita ini punya banyak keterbatasan, jadi

pengurus-pengurusnya itu punya kesibukan

masing-masing. Dan mereka jadi pengurus

tidak dibayar, sukarela, sehingga kita

melaksanakan pekerjaan juga di sela-sela

kesibukan,” lanjutnya.

Pria kelahiran 1971 ini juga sedikit

menjelaskan kegaitan-kegiatan yang

sebenarnya dilakukan oleh IAAI, termasuk

memfasilitasi pihak al-Azhar ketika ada

program yang dilaksanakan di Jakarta. Ia

menuturkan bahwasanya kegiatan IAAI,

selain yang diketahui secara umum, juga

banyak mengadakan seminar

internasioanal yang bekerjasama dengan

kedutaan Mesir di Jakarta, lalu dengan al-

Azhar Mesir itu sendiri. Seperti halnya

agenda pada bulan Ramadhan yang lalu.

Selain pemberdayaan alumni, IAAI juga

memfasilitasi pelajar baru yang akan

melanjutkan pendidikan mereka ke Mesir,

khususnya Al-Azhar agar lebih teratur dan

menghindarkan calon pelajar dari penipuan.

Namun kenyataannya, masih ada broker-

broker ilegal yang tetap memberangkatkan

maba tanpa mengikuti tes yang diadakan di

Indonesia. Wakil Ketua IAAI menjelaskan

bahwa IAAI tidak tahu-menahu tentang hal

tersebut. Kalau pun tahu, pasti sudah

diberikan pencegahan. Beliau mengatakan

bahwa IAAI sudah berupaya memberikan

seruan moral kepada alumni atau pihak

lainnya agar tidak ikut terlibat dalam hal

seperti itu.

“Ya jelas kami gak tahu, masa tahu

dibiarin. Gini ya, pintu keluar itu kan

banyak, kemudian orang yang pergi kesini

kan bisa saja alasannya untuk wisata atau

apa,” jelasnya Mukhlis.

Ia kembali menjelaskan bahwasanya

IAAI memang tidak punya perangkat untuk

memantau secara khusus para broker dari

Indonesia. Sebatas peringatan berupa

seruan moral kepada alumni sudah

dicanangkan agar alumni tidak ikut terlibat

dalam hal-hal seperti itu. “Kasihan juga

kalau diberangkatkan lalu tak ada

pertanggungjawaban untuk kelanjutan

hidupnya di Mesir,” tuturnya.

“Sekali lagi IAAI secara resmi tidak

menjadi mediator. Kita memfasilitasi banyak

mediator dengan perlakuan yang sama,”

tegasnya.

Ia juga mencoba meluruskan berita

yang simpang siur tentang kejelasan para

mahasiswa baru di bawah naungan IAAI.

Tidak secara total para mahasiswa akan

diurus pihak IAAI sampai menuju bangku

kuliah. KBRI misalnya yang kemudian

menyerahkan maba ke pihak PPMI dan

turun pertanggungjawaban ke pihak yang

lebih spesifik yakni KPP MABA. Semuanya

saling berkoordinasi mengurusi mahasiswa

baru hingga menuju bangku kuliah. “KBRI

menugaskan PPMI lalu PPMI membentuk

KPP MABA. Kita tidak secara langsung

berurusan dengan KPP MABA, tapi dengan

instansi resmi di sini yaitu al-Azhar dan

dengan perwakilan pemerintahan kita di

sini, KBRI,” jelasnya.

Sebagai organisasi induk bagi alumni al

-Azhar di Indonesia, pun juga dengan

modal ikhlas dari para pengurus, IAAI tentu

tak akan lepas dari kekurangan. “Harapan

saya IAAI bisa membuka lapangan kerja

buat alumni, membuat buletin atau wadah

pemikiran buat alumni dan yang penting

juga datangin masyâikh Mesir untuk talaqqi

di Indo, kayak anak-anak Malaysia gitu.

Jadi biar keliatan kerja nyatanya,“ ujar M.

Maulana Nur Kholis, lulusan S2 al-Azhar

yang sudah kembali ke Indonesia.

Harapan lain disampaikan oleh Ahmad

Baihaqi, “Yah semoga bukan hanya bekerja

di pulau Jawa aja ini IAAI. Karena

kebanyakan begitu. Mesti menyeluruh

hingga ke pulau-pulau kecil.“ (Hani,

Habibah, Surya)◙

7

IAAI under cover… Halaman 3

Dok. Facebook IAAI

Page 8: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

8

Menelisik Lahirnya Sahah Indonesia ◙Lapsus

“Y aa Rabbi shalli ‘alaa Mu-hammad asyrafi badrin fil kawni asyraq”, lantunan

shalawat bergema di tengah kawasan Da-rossa, salah satu sudut kota Kairo, dimana hidupnya sumber-sumber keilmuan dan pengajian bersama masyayikh Azhar. Ter-bukti hingga saat ini segala kegiatan yang bersifat keilmuan berjalan dengan lancar di sana, seperti: talaqqi kepada syeikh, majelis zikir, shalawat, serta majelis ilmiah lainnya. Didukung oleh berbagai macam kegiatan ini, akhirnya muncullah sebuah rumah yang berbasis independen dengan berbagai macam kegiatan yang bergerak dalam pembentukan karakter Azhari. Ru-mah yang sedang meng-gaung namanya ini dikenal dengan nama: Sahah Indone-sia.

Sebuah tempat untuk melakukan aktivitas belajar-mengajar dan acara-acara keagamaan secara umum yang lahir pada Sabtu 18 April 2015 ini, bertujuan untuk mengembalikan tujuan awal datangnya masisir ke Mesir ini, yaitu belajar ilmu-ilmu keislaman dengan baik dan pada tataran yang jelas. “Untuk para pelajar Azhar agar lebih giat belajar, men-gisi waktu kosongnya dengan bebagai macam kegiatan yang sifatnya akademis, serta mengembalikan niat kawan-kawan untuk belajar,” ucap Ali Irham, Direktur Sahah Indo-nesia saat ini. Muhammad Ziaul Haq sebagai tokoh yang melatar belakangi berdirinya rumah ini juga menjelaskan dari sisi kerohaniannya, “Dengan sahah ini, agar mencetak sosok ulama rabbani yang bisa membawa kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya”.

Dengan banyaknya kesibukan Masisir dalam berbagai macam aktivitas, Sahah ini membantu menopang para pelajar Al-Azhar agar kembali kepada masyayikh Azhar dan mendekatkan hati mereka kepa-da Nabi besar Muhammad Saw., “Dengan ini kita juga mengajak kawan-kawan untuk mendekatkan diri kepada Nabi besar kita, Muhammad Saw dengan membaca shala-wat secara bersama,” ungkap Ali Irham sambil tersenyum.

Latar belakang Sahah ini terbentuk ka-rena adanya hubungan yang dekat antara para masyayikh dengan para pelajar Azhar sendiri, diantaranya adalah: Ustad Ihsan, Ustad Ziaul Haq, serta mantan presiden

PPMI periode 2014-2015, Agus Susanto. Juga kedekatan mereka dengan para-para muhsinin, seperti: Wakil Rektor Univ. Al-Azhar, Prof. Dr.Muhammad Mahmud Abu Hasyim dan Syeikh Ahmad Najm Al-Hasyimi. Mereka inilah yang memberikan bantuan berupa sebuah sahah yang digunakan sebagai wadah keilmuan dan pengajian. “Kelahiran Sahah Indonesia ini dilatar belakangi oleh kedekatan personal antara beberapa senior Masisir dengan seorang muhsinin (donatur) asal Mesir yang ingin memberikan proses belajar mengajar Masisir,” Papar Muhammad Ziaul Haq dengan serius.

“Berkahnya mahabbah kepada

Rasulullah Saw., ahlul baitnya, dan ulama-ulama Azhar. Dan dengan itulah Allah Swt. membuka jalan hingga adanya Sahah ini,” Lanjut mahasiswa tingkat empat jurusan Hadits ini.

Sahah Indonesia juga sebuah majelis keilmuan yang tidak lagi terdengar asing ditelinga Masisir karena adanya kegiatan-kegiatan yang tidak jarang diadakannya. Adanya Sahah Indonesia adalah salah satu daripada usaha PPMI yang memiliki konsentrasi penuh akan pendidikan kawan-kawan Masisir, “Sahah Indonesia sangat berguna bagi kawan Masisir. Kawan-kawan tidak semuanya sudah mahir dalam bahasa Arab. Meskipun dari pesantren, akan tetapi ketika bertemu dengan masyayikh kadang belum faham apa yang disampaikan oleh para masyayikh. Selanjutnya akan

diadakan pengajian-pengajian yang menunjang adanya talaqqi seperti dauroh tajwid, balagah, maqroah (membaca al-qur‟an bergantian beserta tajwidnya) dan sebagainya. Jadi sebelum bertemu dengan syekh yang menggunakan bahasa arab, kita juga ada pelajaran dengan bahasa Indonesia. Tetapi adanya Sahah Indo ini tidak termasuk menyaingi adanya pengajian-pengajian masyayikh,” papar mantan Wakil Presiden periode 2014-2015, Hujaj Nur Rahim.

Sahah yang terletak di pertigaan gang belakang Masjid Al Azhar ini juga dibentuk sebagai penunjang agar lebih mantap lagi untuk ber-talaqi, bukan bermaksud lain,

apalagi untuk menyaingi Azhar, “Makanya ketika ada masyayikh yang pengajiannya banyak yang ikut, di Sahah Indo nggak ada kegiatan Kegiatan kita sebenarnya hanya sebagai penunjang agar lebih mantap untuk ber-talaqi, talaqi yang menggunakan bahasa Indonesia oleh ustad S2 dan S3,” tambah pria berkelahiran Cilacap ini. Untuk program-programnya, terdiri dari: majelis shalawat, tahfidz, pengajian bersama senior, talaqi, silaturrahmi dengan para masya-yikh serta ziarah. Dan belajarnya juga dibagi menjadi santri mukim dan non mukim. Untuk mukim sendiri memiliki kurikulum wajib yang menunjang keilmuan mereka secara lebih dan bisa mengabdi lebih baik ke masyarakat. “Untuk kawan-kawan yang mukim di Sa-hah wajib mengikuti kegiatan dan kurikulum yang kita sepakati ber-sama.” Tutur Direktur Sahah ini dengan lugas. Dan sekarang su-dah berjalan program tahfidz Al-

Quran dan daurah Tajwid Jazariyah bagi yang mukim untuk saat ini.

Adapun untuk para pelajar non mukim, juga berhak mengikuti talaqi dan pengajian disini dengan bebas serta diberikan ako-modasi bagi yang yang jauh rumahnya dan kemalaman untuk pulang ke rumah. “Kita memiliki manahij atau kurikulum yang ter-buka dan tidak tertutup untuk kawan-kawan yang tinggal disini saja, jadi ini bersifat umum dan bagi kawan-kawan yang ikut pengajian disini dalam kondisi kemalaman dan kecapean, maka Sahah ini bisa dijadi-kan tempat singgah,” Lanjut pria asal Jepa-ra yang berkesibukan mengajar di Rumah Syariah ini.

Jadi Sahah Indonesia ini sebagai batu

Bersambung ke halaman… 13

Page 9: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

9

I remember it now, it takes me back to when

it all first started

But I’ve only got myself to blame for it, and

I accept it now

P ukul setengah lima sore cuaca

di Jakarta terlihat mendung

tidak seperti biasanya. Mung-

kin bagi sebagian orang ini adalah suatu

keberkahan, karena di musim panas seperti

ini bisa merasakan gumpalan awan yang

menutupi sinar matahari. Hembusan angin

menjatuhkan daun-daun dari

pohonnya, serta menerbangkan

debu-debu ke langit. Bebera-

pa pejalan kaki yang

melintas sesekali me-

nutup hidungnya agar

tidak ada debu yang

masuk ke dalamnya.

Pandanganku

beralih kepada Nau-

ra, sosok gadis yang

duduk tepat di

sampingku. Gadis itu

mengenakan kaus putih

yang dibungkus oleh jaket

varisty berwarna biru tua

milikku dengan celana jins hitam

yang digunakan untuk menutupi hing-

ga bagian betis kakinya. Serta kakinya

dibalut dengan sepatu converse merah fa-

voritnyanya yang sudah terlihat buluk.

Tanpa sadar, ada senyum yang muncul di

bibirku ketika melihat sosok gadis yang

berada duduk di sampingku.

“Di, sampai kapan gue ngejar hal yang

nggak pasti kayak gini ya?” ujar Naura tiba-

tiba. Ada raut kegelisahan yang tergambar

jelas dari wajahnya.

Di luar Mc Donald banyak angkot-

angkot ngetem sembarangan tanpa peduli

dengan orang lain, seolah jalanan adalah

miliknya. Di sebrang jalan, aku melihat

seorang anak kecil laki-laki yang memban-

tu membawa sekantung buah-buah bel-

anjaan seorang gadis paruh baya, sambil

sesekali menengok ke arah kanannya untuk

memastikan bahwa tidak ada mobil yang

mengarah ke arah mereka.

“Ternyata di kota ini masih ada orang

yang peduli dengan sesamanya” gumamku.

“Adi, gue lagi nanya. Malah didiemin sih.

Sebel ah,” gerutu Naura.

“Ini gue kan lagi mikir jawabannya, Ra,”

Jawabku singkat. Tanganku meraih segelas

Pepsi yang berdiri tegak di meja tempat kita

berdua makan. Sisa embun dari gelasnya

menempel di tanganku.

Setelah tiga tegukan dan mengelap

mulutku dengan tisu, “Santai, Ra. Pasti ada

saatnya Bintang akan tau kalo elu sayang

banget sama dia kok,” kataku untuk

menenangkan muka sendu yang mulai

tampak dari raut wajahnya.

Andrian, salah satu senior yang

diidolakan oleh gadis-gadis kampus, tak

terkecuali Naura. Selain aktifis, dia juga

terkenal sebagai salah satu pemain basket

kebanggan kampus dan juga memiliki nilai

akademik yang memuaskan di jurusan

hukum. Berbeda dengan diriku, aku

hanyalah mahasiswa tak terkenal dengan

nilai prestasi akademik yang pas-pas an,

serta lebih memilih untuk membaca

kumpulan novel Lupus, ketimbang aktif di

kegiatan kampus.

“Kenapa deh elu kuat banget nunggu

Bintang, Ra?” Tanya gue sambil memesan

satu gelas Pepsi lagi kepada pelayan.

“Elu tuh sahabat gue, Di. Semuanya

udah gue ceritain ke elu kan?” Jawab Naura

sambil sesekali memasukan es krim Mcfloat

rasa Oreo ke dalam mulutnya. “Eh, Di. Kalo

misalnya elu di posisi gue, apa yang

bakalan elu lakuin, Di?” lanjut Naura.

“Kenapa elu nggak istirahat sejenak.

Maksud gue, coba perhatiin sekitar elu, Ra.

Mungkin ketika elu sibuk mencintai

sosok Adrian, ada seseorang yang

mengagumi elu secara diam-

diam kan? walaupun gue

nggak yakin juga sih.

Hehe,” kata gue.

“Ih, Adi” jawabnya

sambil memukul

pundak ku dengan

manja.

“Becanda, Ra. Gini

nih kalo keseringan

nonton drama korea

tiap pulang kampus.

Jadi baper-an kan.”

sambil mengacak-acak

rambut hitamnya yang

panjang.

“Nggak mungkin juga ah, Di.

Kalo pun ada, pasti cowo yang naksir

gue itu akan berusaha deket sama gue.

Tapi kenyataannya? Kan cowo yang deket

sama gue dan bisa disuruh-suruh, cuman

elu doang hahaha,” ujar Naura sambil

tertawa lepas. Sambil memamerkan

deretan gigi putihnya yang rapi dan

membentuk sebuah lekukan kecil di pipi

sebelah kanannya.

“Yee enak aja elu, hahah,” jawabku.

Walaupun begitu dari lubuk hati yang

terdalam, aku merasakan bahwa

perasaanku sejak dulu hingga saat ini tidak

disadari olehnya. Bahkan sepertinya, bukan

hanya saat ini saja akan tetapi untuk

selamanya dia tidak akan pernah sadar

bahwa ada seorang pria yang selalu

menyebut namanya setiap dialognya

dengan Allah diakhir shalatnya.

Rintik-rintik hujan mulai mencium bumi

High Hopes ◙Sastra

Oleh: : Fauzi Zahrul. A*

Doc. Google

Page 10: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

disertai beberapa kali dentuman petir keras

layaknya tabuhan drum yang dibawakan

oleh grup musik Metalica. Para pejalan kaki

mulai mempercepat langkahnya mencari

tempat untuk berteduh. Penjual jajanan

juga terlihat tergesa-gesa menutupi barang

dagangannya agar tidak terkena cipratan

hujan.

Aroma aspal yang terkena air mulai

tercium. Menenangkan, menurutku.

Terlebih aku bersyukur akan turunnya

hujan ini, karena tepat disampingku

terdapat sosok gadis yang selalu ku

doakan kebahagian untuknya.

It’s time to let it go, go

out and start again

But it’s not that easy

**

Dua tahun setelah

itu...

Suasana cafe di

malam itu terasa cukup

hangat, terlebih bau

semerbak aroma kopi

yang memenuhi tiap

sudut cafe. Para

pelayan cafe sesekali

harus menyeka keringat

yang keluar dari dahinya

setelah mengantarkan

pesanan kopi untuk para

pelanggannya.

Kemudian pandanganku

teralhikan, dengan

melihat percakapan

antara pelayan dengan para barista yang

sesekali diiringi tawa lepas. Dipojok cafe

terlihat seorang pemuda yang sibuk

dengan bacaan novelnya. “Hmm... mirip

denganku beberapa tahun yang lalu,”

gumamku.

Kali ini aku tidak duduk dibangku

pengunjung dengan satu buah ekspreso

hangat maupun laptop yang biasanya ku-

gunakan untuk mengetik cerita untuk ku-

masukkan ke dalam blog. Saat ini aku ber-

sama band-ku sedang menunggu giliran

untuk menyanyikan sebuah lagu di atas

panggung. Kebetulan salah satu teman

band-ku kenal dengan pengurus cafe ini.

Naura?

Aku sudah tidak tahu kabar terakhirnya

sejak satu tahun terakhir ini. Aku memang

sengaja ingin menjaga jarak dengannya

dan juga ingin membiarkan diriku dan

dirinya hidup dengan kehidupan yang kita

miliki masing-masing. Karena sejak kenal

dengan dirinya, waktuku lebih banyak

dihabiskan dengannya. Begitu pun dengan

Naura. Aku tahu konsekuensi yang akan ku

terima jika aku menjaga jarak dengannya,

bahwa aku tidak akan pernah melihat

wajah riangnya lagi. Meskipun seperti itu

setidaknya aku tidak khawatir karena ada

satu hal yang kuyakini bahwa akan ada

seseorang yang dia cintai yang akan selalu

berada disampingnya dan membuatnya

selalu tersenyum. Bintang.

**

“Adrian, elu lagi sibuk ngga?” kata ku

tepat setelah pertandingan basket berakhir

antara jurusan hukum dan kedokteran.

“Engga. Oh iya, elu—“

“Adi” sanggahku.

“Ada temen gue yang udah lama naksir

sama elu. Baik kok orangnya, walaupun

agak sedikit bawel sih. Namanya Naura

Aulia, anak Komunikasi. Ini nomernya. Gue

nitip ya, tolong elu jaga dia,” sambungku

cepat sambil perlahan berjalan menjauh.

“Di, tunggu!!” teriak Adrian berusaha

memanggilku.

**

Petikan gitar melankolis, dentuman

cepat drum, nada-nada yang keluar dari

alunan keyboard, perlahan menghiasi tiap

sudut cafe melalui sound system yang ter-

letak dekat panggung kecil ini. Dengan

penuh penghayatan aku mulai menyanyi-

kan lagu High Hopes milik Kodaline di

depan para pengunjung.

But I’ve got high hopes, it takes me back

when we started

High hopes, when you let it go, go out and

start again

High hopes, when it all comes to an end

But the world keeps spinning aroun

And in my dreams, I meet the ghosts of all

the people who have come and gone

Memories, they seem to show up so quick

but they leave you far too soon

Naive I wast just starting at the barrel of a

gun

And I do belive that, yeah

Perlahan memori-

memoriku bersama

Naura terlintas cepat.

Awal mula pertemuan

dengannya, kemudian

memori itu berganti lagi

dengan raut wajahnya

yang tersenyum sambil

memamerkan deretan

gigi putihnya, kemudian

berganti ketika dia

sedang memukul

pundakku dengan manja,

kemudian berganti

dengan senyumannya

yang mengembang

ketika Adrian

mengatakan bahwa dia

jatuh cinta kepadanya.

**

Aku keluar cafe setelah menyelesaikan

satu lagu yang kubawakan, sedangkan

teman-teman band-ku lainnya berbincang

dengan pengurus cafe agar bisa perform

untuk hari-hari selanjutnya. Sejenak aku

menghirup nafas panjang, berharap aku

menemukan ketenangan di sana. Kemudian

ku ambil satu batang rokok Djarum Black

dari kantung kemeja lalu kusulut rokok itu.

Aku hisap dalam-dalam sambil kubiarkan

dadaku sesak dipenuhi asap rokok.

“Tuhan, meskipun aku tidak bisa bersa-

manya lagi, aku berharap agar Engkau

membuatnya selalu tersenyum bersama

orang yang dicintainyai,” doaku dalam

hati. ◙

10

*Kru Informatika

Doc. Google

Page 11: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

P artai politik yang ber-

sistemkan Demokrasi,

muncul pada abad 18

Masehi. Sistem ini diawali dengan

hadirnya beberapa golongan yang

memiliki visi dan misi berbeda. Partai

politik pertama kali bergerak di dara-

tan Britian Raya, hal ini disebabkan

pengaruh ekonomi sosial yang

mendesak berdirinya Partai politik

ketika itu.

Adanya partai poitik di Mesir, ber-

mula dengan masuknya Militer Inggris

ke Mesir pada abad ke-20 yang mulai

menduduki sebagian wilayah di Mesir.

Dengan penjajahan ini, pemerintah

Mesir mulai mengirimkan pemuda-

pemudanya untuk melanjutkan studi-

nya ke Eropa. Sekembalinya pemuda-

pemuda tersebut, mereka menyebarkan

ilmu-ilmu untuk kemerdekaan Negaranya.

Dari sini, maka muncullah dekonstruksi

sistem pemerintahan Demokrasi di Mesir.

Kemudian berdirilah partai politik pertama di

Mesir dan di Negara Islam pada umumnya

yaitu ‟‟Partai Nasionalis”, pada tahun 1907,

yang dipelopori oleh Kolonel Musthafa

Kamil.

Sampai saat ini tercatat beberapa Partai

Politik yang masih aktif di Republik Arab

Mesir, diantaranya: Partai Persatuan Pem-

bangunan Nasional yang diketuai oleh Mr.

Khaled Mohyidin, Partai Sosialis Liberal

yang diketuai oleh Mr. Mostafa Kamel

Murod, Partai Buruh Sosial yang diketuai

oleh Mr. Ibrahim Shoukry, Partai Neo Wafd

yang diketuai oleh Mr. Mohammad Fouad

Seraguldin, Partai Sosial Arab Mesir yang

diketuai oleh Mr. Gamal Eldin Rabie

Youssef, Partai Rakyat Mesir Baru yang

diketuai oleh Dr. Gen. Abdul Moneim El-

Aasar, Partai Keadilan Sosial yang diketuai

oleh Mr. Mohammad Abdul „Aal, Partai Per-

satuan Demokrasi yang diketuai oleh Mr.

Ibrahim Abdul Moneim Tork, Partai Pemuda

Mesir yang diketuai oleh Gamal Rabie, Par-

tai Rakyat Demokrasi yang diketuai oleh

Anwar Afifi, Partai Solidaritas yang diketuai

oleh Dr. Usama Mohamamad Shaltout, Par-

tai Al-Ummah yang diketuai oleh Mr. Ahmad

Al-Sabahi Awad Allah, Partai Nasr yang

diketuai oleh Mr. Diaa El-Din Daoud.

Mengenai Partai Keadilan dan Kebeba-

san (FJP) yang merupakan sayap politik

Ikhwanul Muslimin, telah dibubarkan oleh

Putusan Pengadilan Administrasi Tertinggi

di Mesir pada Agustus 2014 yang lalu. Par-

tai ini dibubarkan dilandasi penyelidikan

oleh kantor Jaksa Keamanan Negara,

dengan bukti pelanggaran yang dilakukan

oleh FJP terhadap persyaratan yang

ditetapkan bagi kegiatan partai politik di

Mesir. Partai ini telah dimasukkan ke dalam

daftar hitam oleh Pemerintahan Mesir se-

bagai ”kelompok teroris” pada Februari

2014 lalu. Sejak penggulingan presiden

Moursi dua tahun lalu, Ikhwanul Muslimin

telah melancarkan protes yang seringkali

berubah menjadi kerusuhan. Untuk menga-

tasi kerusuhan tersebut, kampus Al-Azhar

pun diperketat keamanannya dan diadakan

pemeriksaan untuk Mahasiswa/wi bagi yang

ingin memasuki kampus.

Sebelum kita mempertanyakan men-

gapa Ikhwanul Muslimin dilabeli “kelompok

teroris”, sebaiknya kita mengetahui sejarah

singkat tentang partai ini lebih dahulu. Pelo-

por berdirinya partai ini ialah Imam Hassan

Al-Banna. Beliau dilahirkan pada 14 Ok-

tober 1906 di Mahmudiyah Mesir. Bapak

Imam Hassan Al-Banna ialah Ahmad bin

Rahman Al-Banna yang berguru kepada

Muhammad Abduh. Yang mana pada

akhirnya, pemikiran-pemikiran Muhammad

Abduh ini tumbuh di tubuh Ikhwan Muslim.

Imam Hassan Al-Banna menganggotai

Jama‟ataul Makram al-Akhlaq al-Islamiyah

yang giat mengadakan ceramah-ceramah

Islam. Dari sinilah, Imam Hasan bertemu

dengan Muhibbuddin al-Khatin, Muhammad

Rashid Reda, Farid Wajdi dan lain-lain.

Setelah menamatkan pendidikan di Dar al-

„Ulum dan mendapatkan ijazah pada tahun

1927, tahun depannya ketika umur beliau

berusia 23 tahun, Imam Hassan

menubuhkan gerakan Ikhwan Muslimin di

bandar Isma‟iliyyah sekaligus memimpin

gerakan tersebut. Jama‟ah ini berdiri

setelah runtuhnya sistem khalifah Islam

terakhir Turki Uthmaniyyah, besama kee-

nam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Ha-

mid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibra-

him, Abdurrahman Hasbullah, Ismail

Izz, dan Zakki al-Maghribi. Pada ta-

hun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul

Muslimin dibuat dan disahkan pada

rapat umum Ikhwanul Muslimin pada

24 September 1930. Selanjutnya pa-

da tahun 1932, struktur administrasi

Ikhwanul Muslimin disusun dan pada

tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin

membuka cabang di Suez, Abu So-

weir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun

1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan

majalah mingguan yang dipimpin oleh

Muhibuddin Khatib. Adapun pemimpin

partai ini dari tahun ke tahun ialah:

Hassan al-Banna (1928-1949), Has-

san al-Hudaibi (1949-1972), Umar

Tilmisani (1972-1986), Muhammad

Hamid Abu Nasr (1986-1996), Mustafa

Masyhur (1996-2002), Ma‟mun al-Hudaibi

(2002-2004), Muhammad Mahdi (2004),

dan terakhir Muhammad Mursi.

Sejatinya jama‟ah IM ini merupakan satu

gerakan Islam yang mengajak dan menun-

tun tegaknya syari‟at Islam, namun metod-

ologi berpikir yang ditanamkan pada tubuh

IM oleh Sayyid Qutub ini tidak diterima oleh

kebanyakan masyarakat Mesir. Padahal

beliau adalah ulama muda yang terkenal

dengan keilmuan, kecerdasan dan akhlak-

nya. Dengan kejernihan pikiran Sayyid

Qutub, beliau berhasil menciptakan karya

tulis yang sempat menjadikan rujukan

masyarakat. Namun masih disayangkan

lagi, beberapa penafsiran seorang

pengkritik sastra ini dikritik oleh syekh Al-

Azhar karena adanya pemikiran yang

“keras” di dalamnya. Salah satu contohnya,

dalam masalah pemahamannya terhadap

jihad, yang mana pembunuhan terhadap

sesama manusia dapat digolongkan berji-

had di jalan Allah.

Partai Islam diibaratkan sebagai sebuah

kendaraan, sedangkan tujuannya adalah

menegakkan nilai-nilai Islam yang murni.

Tapi berpartai bukanlah satu-satunya cara

menyebarkan Islam. Berdakwah dalam ar-

tian luas dapat berbentuk ucapan yang

baik, akhlak yang tepuji, pun harta yang

melimpah juga dapat menjadi wasilah

penyebaran Islam. Perbedaan aspirasi jan-

ganlah menjadi dikotomi, biarkan ia menjadi

klasifikasi, yang secara substansi tidak

dapat dipisahkan satu sama lain. Mari men-

jaga ukhuwah, menjadi umat yang satu. ◙

Pergerakan Partai Politik di Mesir

Oleh : Nisa’ul Mujahidah*

◙Kolom

11

*Editor Informatika

Page 12: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

Agama dan Agamis

Ilustrasi I

S uatu ketika guru saya di pondok

dulu, Buya Deswandi, pernah

melontarkan sebuah pertanyaan

meggelitik yang berkaitan dengan ilmu saraf

yang dikaitkan dengan ilmu tasawuf yang

beliau ajarkan.

“Habib tahu tidak, kenapa orang miskin

itu disebut miskin?”

Saya yang pada waktu itu masih kelas 3

tsanawiyah dan belum memiliki kemampuan

analisis yang membutuhkan pendalaman

beberapa cabang ilmu, hanya diam dan

memasang wajah tidak tahu. Menunggu

jawaban yang tak kunjung datang, beliau

mulai memberikan beberapa petunjuk.

“Coba, asal kata „miskin‟ dalam Bahasa

Arab itu apa?” beliau bertanya.

Hmm.. Mîm, sîn, kâf, yâ, nûn.. “Sakana,

Ustaz?” saya bertanya ragu-ragu.

“Benar. Bentuk masdar dari sakana itu

apa?” beliau kembali bertanya.

“Sukûn, Ustaz?” saya kembali bertanya

ragu-ragu.

“Nah, coba, arti sukun itu apa?”

“Mati, Ustaz. Mungkin karena mata

pencarian mereka dan mereka tidak bisa

mencukupi kebutuhan sehari-hari,” ujarku

asal, karena dalam ilmu tajwid, huruf yang

berharkat sukun sukûn disebut huruf mati.

Beliau sedikit terkekeh.

“Bukan, bukan. Sukûn itu artinya tenang.

Bukankah cabang dari sukun juga ada kata

sakînah yang berarti ketenangan? Orang

miskin itu disebut miskin karena hidup

mereka tenang. Habib, kalau tidur malam

tidak mengunci pintu tentu hati tidak tenang

bukan?”

“Benar sekali, Ustaz,”

“Nah, berbeda dengan orang miskin.

Mereka bisa tidur tenang tanpa harus

mengunci pintu. Mereka bisa tenang saat di

tengah pasar karena pencopet paling lapar

pun enggan menyasar mereka. Mereka

tenang karena tidak diburu tagihan kartu

kredit, kreditan mobil, tidak perlu bawa kunci

kemana-mana. Mereka pun bisa tenang di

akhirat nanti karena tidak banyak harta yang

akan dihisab. Mereka tenang karena tidak

berpunya,” ujar beliau sambil menyetir

santai.

***

KBBI mengartikan agama sebagai

ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan

(kepercayaan) dan peribadatan kepada

Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah

yang berhubungan dengan pergaulan

manusia dan manusia serta lingkungannya.

Dengan bahasa lebih ringkas, agama

adalah sebuah ajaran yang menjamin

keselamatan penganutnya di dunia dan

akhirat. Agama adalah sumber ketenangan,

yang tanpanya manusia akan kehilangan

arah dan tujuan.

Namun kenyataannya, berabad-abad

lamanya umat manusia malah menjadi

brutal dengan alasan agama. Betapa

banyak peperangan serta konflik yang

didasari keyakinan. Bahkan konflik Palestina

dan Israel yang hingga kini masih belum

menemukan titik temu pun katanya

disebabkan oleh doktrin agama. Belum lagi

pembantaian di Afrika Tengah, Rohingya,

Poso dan masih banyak lagi. Semuanya

terjadi atas nama agama.

Sebagai orang yang tidak terlibat

langsung terhadap konflik-konflik tersebut,

saya hanya bisa mengelus dada. Namun

saya sangat terkejut saat melihat sebuah

gambar yang „mungkin‟ disebarkan oleh

seorang ateis, memperlihatkan kekerasan

serta permasalahan yang katanya

disebabkan oleh agama, kemudian dia

menambah komentar singkat di bawah

gambar tersebut, “These are why i prefer not

to have a religion”.

Begitu menampar.

Bagaimana tidak? Agama yang

sebenarnya diturunkan agar manusia hidup

dalam tatanan teratur, malah menjadi

pangkal segala kekacauan besar. Bahkan

kekacauan-kekacauan tersebutlah yang

disorot oleh para penganut paham dahriah

untuk melegalkan keyakinan mereka, bahwa

tuhan itu tidak ada, bahwa agama hanyalah

candu dan produk fantasi manusia yang

sedang putus asa.

Realita ini mungkin bisa dikaitkan

dengan cerita orang miskin dalam ilustrasi

di atas, bahwa pada awalnya orang-orang

mengejar harta karena berharap harta akan

memberi mereka ketenangan. Namun

ternyata hartalah yang membuat mereka

diburu waktu serta kecemasan. Malah orang

miskin yang tidak berpunyalah yang

dihinggapi ketenangan.

Pada awalnya orang-orang beragama

menginginkan ketenangan, kedamaian,

serta keselamatan, namun malah berujung

pada konflik tak berkesudahan. Tak heran,

jika ada, bahkan banyak orang yang mulai

berpikir bahwa jika beragama hanya

menambah persoalan, lebih baik menjadi

pribadi bebas yang tak terikat pada

keyakinan. Bukankah kekanakan sekali

untuk saling caci dan benci hanya karena

perbedaan keyakinan dalam hati?

Agama saya tidak pernah salah. Paling

tidak, saya bisa mengatakan hal ini karena

alhamdulillah, saya telah diberi nikmat Islam

sedari lahir. Yang salah adalah orang yang

beragama, yang menyalahposisikan agama,

yang memperjualbelikan agama, yang

menjadikan agama sebagai jalan untuk

menghancurkan.

Jika agama benar-benar diposisikan

seperti seharusnya, yang mencakup

keyakinan dalam hati, pembenaran dengan

ucapan, dan diamalkan dengan perbuatan,

tentu citra agama tak akan pernah buruk di

mata orang yang tak percaya tuhan. Namun

lain cerita saat agama disamakan dengan

golongan atau kelompok yang saling basmi

demi mencapai tempat tertinggi. Tempat

tertinggi dimana? Mau menguasai dunia? Ini

kekanakan yang saya maksud.

Permasalahan semakin rumit karena

ulama yang diharapkan untuk menjernihkan

citra agama malah ikut-ikutan

mencemarkan. Alih-alih menyebarkan

hidayah kepada pemeluk agama lain

dengan argumen kuat dan bahasa santun,

malah cercaan kasar yang terlontar. Ada

juga beberapa tokoh agama yang sangat

santun terhadap pemeluk agama lain,

namun sayang, lidahnya tajam terhadap

perbedaan internal, suka mengangkat hal-

hal kontroversial. Bisa bertoleransi

antaragama, namun alergi terhadap

perbedaan intraagama.

Bukan mematikan harapan, namun

beginilah kenyataan. Bahwa persoalan

sedemikian besarnya, namun harapan

belum juga menunjukkan tanda-tanda.

Proyek mengembalikan posisi agama

kembali ke asalnya sebagai sumber

ketenangan dan keselamatan bukanlah

sebuah pekerjaan mudah. Hal ini

membutuhkan kerja keras serta kerja sama

seluruh elemen yang memang mengaku

beragama.

Jika konflik peperangan sulit untuk

dibendung, maka mungkin kita mulai dari

menahan diri dari peperangan dunia maya

yang kini sedang menjadi tren. Sudah

saatnya kita keluar dari forum diskusi dunia

maya yang sering mengangkat tema atas

dasar agama namun dikomentari oleh orang

-orang yang tidak mendalami agama. Kita

tahan diri dari ungkapan kasar lisan maupun

tulisan, terhadap rekan berbeda agama

maupun yang seagama namun beda

golongan. Santunkan perkataan, perkuat

alasan, pun juga akhlak mesti dibaguskan.

Ini senjata utama agar hidayah bisa

ditularkan.

Barangkali sebuah ungkapan terkenal

yang sering ditempel di toilet umum bisa

dijadikan sumber renungan. “Jika tidak bisa

membersihkan, maka paling tidak jangan

mengotori”.

Bahwa menjaga citra agama adalah

tanggung jawab setiap pemeluknya, dan

setiap tanggung jawab yang tersia-siakan

akan menyisakan jejak kemunafikan dalam

diri pelakunya. ◙

◙Keislaman

12

Oleh: Fakhry Emil Habib*

*Editor Informatika

Page 13: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

13

◙Aktualita

Senat Mengukir Nama di Mata Masisir

loncatan atau tempat penggodokan kualitas kawan-kawan mahasiswa untuk memperdalam keilmuannya, “Saya sendiri disana bersama kawan-kawan ingin ikut memajukan pola pikir kawan-kawan Masisir. Misi kami adalah mengajak Masisir untuk berdinamika. Jadi menurut saya, Masisir harus talaqi, tapi tidak boleh mencukupkan diri dengan itu saja maka setelah kita talaqi, kita mengambil faedah, kita akan diskusikan apa yang telah kita dapatkan, maka saya programkan ada diskusi karena mau nggak mau kita harus mengakui bahwasanya ketika talaqi kita hanya mendengarkan dan belum tentu kita bisa baca kitabnya. Maka di Sahah Indo juga akan kita laksanakan program belajar baca kitab dengan baik dan benar, diskusi, serta akan diadakan kajian yang nanti ada pemakalah dan sebagainya. Tapi semua ini perlu proses,” jelas Hujaj Nur Rahim, yang juga sebagai salah satu pengurus Sahah bagian penasehat. Mengenai tanggapan santri mukimnya Qais Mawardy, banyak manfaat yang bisa di ambil dari mukimnya disini, ”Alhamdulillah banyak sesuatu yang

ana dapat disini, dan bersyukur ana bisa berguru banyak sama ustad-ustadnya sehingga silaturrahmi lebih tersambung diantaranya Masisir dengan para masyayikh, banyak fan ilmu yang bisa dipelajari.” Ucap pria asal Surabaya ini.

Tak lepas dari tanggapan santri non mukimnya. “Saya disini merasa terbantu dengan adanya proses keilmuan, seperti adanya hafalan matan, kajian kitab dengan santrinya sendiri yang mengajinya setiap bulannya, shalawatan tiap mingguan, dan menggundang syekh. Dan saya lebih suka ke shalawatannya,” sekilas tanggapan Zaki Hasbi, Mahasiswa Ushuluddin yang sering hadir di pengajian Sahah Indonesia ini.

Tidak dipungkiri, majelis keilmuan pemberian muhsinin ini sangat bermanfaat. Mahasiswa Indonesia memiliki tempat khusus untuk mengadakan acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang berbau keilmuan, memudahkan para masisir sehingga tidak perlu bersusah payah mencari syaqqoh atau tempat untuk kegiatan-kegiatan tersebut.

“Saya ikut sholawatan, soalnya bikin adem hati tuh, terus kegiatannya positif,” ucap salah satu murid markaz lughah yang

sering menghadiri acara keilmuan di Sahah Indonesia, Rabiatul Adawiyyah.

Berbeda dengan salah seorang pelajar Indonesia yang sudah hampir setahun mengenyam pendidikan dibangku kuliah, Nuansa Garini, “Lebih efektif lagi, terus kegiatan-kegiatannya lebih variatif lagi biar orang-orang seneng kesana, tambah orang dan tambah pengurus terus mungkin beberapa orang malas kesana karena lokasi yang terlalu masuk dan tangga yang terlalu tinggi, yang perempuan di sutuh!”.

Penuturannya ini dikarenakan Sahah berada di belakang masjid Azhar, yang beralamatkan di jalan Bathiniyyah, gedung atau imarah 23, lantai 2 untuk banin dan lantai 5 untuk banat (atas Resto Husein). “Bagus, ya, kalo bisa, jangan sutuh. Di-pendekkin tangganya! Ya, gitu tadi, banyakin kegiatannya, lalu gimana caranya biar orang tahu, Sahah Indo dimana dan fungsinya apa untuk memperkenalkan ke masyarakat Masisir ini,” tambah Mahasiswi Fakultas Bahasa Arab ini. (Adam, Afifah) ◙

T epat pukul 12:30 acara yang bertema Cerdas Cermat antar Forsema (Forum Senat Maha-

siswa) berlangsung. Aula wisma Nusantara menjadi tempat bersejarah, sebab untuk kali pertama kegiatan keilmuan antar Forsema ini diadakan. Kegiatan keilmuan yang diikuti 9 orang dari setiap fakultas ini, menjadikan keeratan kembali antar fakultas. “Alasan kami mengadakan kegiatan ini, salah satunya untuk menyambung silaturrahmi antar senat.” Ujar ketua Panitia, Agung Sa-putra.(20/8)

“Untuk masalah dana, kami mem-iliki 5 sumber,” Lanjutnya ketika kami menanyakan perihal dana. Dana Pro-posal yang mereka ajukan kepada KBRI menjadi Dana terbesar diantara dana Forsema, Iuran antar Fakultas dan Sponsor. Menurut mahasiswa kelahiran 20 juli ini, dana yang ber-jumlah hampir 5.000 le sudah cukup menyukseskan kegiatan ini. Ia juga menjelaskan uang yang digunakan disamping untuk hadiah peserta, juga untuk membelikan kitab sebagai apre-sasi keikutsertaan mereka.

Acara Cerdas Cermat antar Forsema (CCF) berlangsung cukup meriah. Dilihat dari antusiasme peserta terhadap soal yang diutarakan juri dan suporter yang mendukung dari berbagai fakultas. Mes-kipun, bisa dibilang jumlah suporter yang datang hanya sedikit jika dipresentasikan dengan jumlah Masisir. Menurut Agung,

sedikitnya suporter yang hadir bukan han-ya karena kegiatannya kurang mengasyikan untuk Masisir, melainkan karena forum “Senat” nya sendiri. “Kita belum mendapat nama di mata Masisir pada umumnya, jadi ya demikian. Selanjut-nya kita berharap bisa menadikan Senat sebagai sorotan di mata Masisir.” Jelas

Agung sembari menampakkan senyum khasnya.

Acara ini berawal dari ide Keputrian dan Pendidikan Senat Syariah dengan kerjasama seluruh senat memiliki alasan cukup kuat. Disamping untuk silaturrahmi antar senat, juga mengajak masisir untuk memperdalam ilmu keislamannya. “Banyak

ilmu didalam kegiatan ini, adapun manfaat atau tidaknya kegiatan ini untuk masisir dibagi menjadi dua, jangka panjang untuk seluruh masisir dan jangka pendek untuk seluruh peserta.” Terang Agung kemudian.

Asas perlombaan ini adalah majlis ilmu. Dimana setiap peserta ataupun juri men-jadi pelengkap sempurnanya jawaban.

Begitupun penentuan kitab untuk setiap materi yang akan diujikan men-jadi dasar agar tidak meluasnya jawa-ban yang dilontarkan peserta, juga sebagai penyetaraan antar peserta. Karena peserta diikuti dari tingkat 1 sampai tingkat 4. “Selanjutnya dengan niat ibadah dan memberi manfaat.” Tutupnya dengan harapan kepada seluruh Masisir atas perlombaan yang Senat adakan se-lanjutnya. Lomba CCF ini pun dimenangkan

oleh Fakultas Syariah atas nama pe-

serta; M. Zuhal Qobili, A. Saiful Mil-

lah, dan Iis Istianah, dan berhak

mendapatkan trofi dan uang tunai LE.

500. Juara II direbut oleh Fakultas

Bahasa Arab dengan nama perserta;

Rahmat Hidayatullah, Zakiatul Fikriah dan

Siti Qomariah yang berhak mendapatkan

uang tunai LE. 400. Sedang juara III diraih

oleh Fakultas Syariah atas nama Mustrafa

Kamal, Zahid Mustafa dan Shabrun Jamil,

mereka mendapatkan uang tunai sebesar

LE. 300. (Wasliah J) ◙

Sambungan halaman… 8

Page 14: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

14

◙Language Corner

J’aime la langue Français

Oleh: Hani Fathiya*

H ai, kawan-kawan Informatika! Saatnya kita menambah pengetahuan dan kemampuan kita dalam berbahasa asing.

Language Corner kali ini ingin mengajak kawan-kawan semua untuk mempelajari bahasa yang digunakan Napoleon

Bonaparte. Yap, ialah bahasa Perancis.

Bahasa Perancis merupakan salah satu dari enam bahasa resmi yang digunakan oleh organisasi internasional(Perserikatan

Bangsa-Bangsa. Jumlah penutur bahasa ini di dunia mencapai 220 juta orang. Hal ini menempatkan Bahasa Perancis di peringkat ke

-8 bahasa internasional. Bahasa ini ternyata juga banyak digunakan di Mesir, loh! Kalau kita sering perhatikan nama-nama toko di

pinggir jalan, pasti kita akan menemukan beberapa di antaranya berbahasa Perancis. Seperti misalnya La Poire, Le Marché, Le

Jardin dan lain sebagainya.

Nah, kita akan memulai belajar bahasa Perancis ini dari kalimat-kalimat yang sering digunakan sehari-hari. Kalimat sapaan,

bagaimana memperkenalkan diri, dan kalimat perpisahan.

1. Kalimat Sapaan

Berikut ini adalah beberapa kalimat sapaan yang sering

digunakan dalam bahasa Perancis.

Bonjour : Selamat Pagi (biasanya digunakan sejak pukul

00.00 sampai 12.00 siang)

Bon aprés-midi : selamat siang

Bonsoir : selamat sore

Bonne nuit : selamat malam/selamat tidur

Salut : hai

Ketika bertemu dengan seseorang, hal yang lazim pertama kali

ditanyakan adalah mengenai kabar. Berikut adalah kalimat untuk

bertanya kabar dalam bahasa Perancis.

Ça va ? : sehat? Comment ça va? : apa kabar?

Comment vas-tu?: bagaimana keadaanmu?

Jawabannya:

Bien : baik

Trés bien : sangat baik

Ça va bien/très bien : kabar baik / sangat baik

Je vais bien / je vais trés bien : keadaanku baik/ sangat baik

Pas trop bien : tidak baik

2. Memperkenalkan diri

Kalau sudah bertegur sapa, mari kita pelajari bagaimana

memperkenalkan diri dalam bahasa Perancis.

Tapi sebelumnya kita ketahui dulu kata ganti subjek dalam

bahasa Perancis, yaitu :

Contoh:

Je suis Indonesien / Indonesiénne : saya adalah orang Indonesia

(lk) /(pr)

Nous sommes les étudiants : kami adalah pelajar

Il t‟aime : dia mencintaimu

Nah, sekarang contoh memperkenalkan diri dalam bahasa Peran-

cis. Kita bisa mengatakan :

Salut, je m‟apelle Shinta. Je suis dix-neuf ans. Enchantée.

Artinya : Hi, my name is Shinta. I am nineteen years old. Nice to

meet you.

*Enchanté : apabila yang mengucapkan laki-laki

*Enchantée : apabila yang mengucapkan perempua

Bisa juga :

Bonjour, mon nom est Wildan. Je suis un etudiant l‟université Al

Azhar. J‟aime chanter et lire. Merci.

Artinya : Good morning, my name is Wildan. I am a student in Al

Azhar University. I like singing

and reading. Thank you.

3. Ucapan Terima Kasih dan Selamat Tinggal

Sekarang, bagaimana kita

mengucapkan terima kasih

dan jawabannya dalam baha-

sa Perancis?

Merci : thank you

Merci beaucoup : thank you

so much

De rien : you‟re welcome

Pas de probléme : no problem

Au revoir : see you later

À plus tard : see you later

À bientot : see you soon

À demain : see you tomorrow

Bon courage : keep spirit !

Bonne chance : good luck

Oke, sekian dulu pelajaran bahasa Perancisnya. Semoga ber-

manfaat. Merci!

Nb : cara pengucapannya bisa belajar dari internet.

Nous : kami

Vous : anda/kalian

Ils : mereka (lk)

Elles : mereka (pr)

Je : saya

Tu : kamu

Il : dia (lk)

Elle : dia (pr)

*Kru Informatika

Page 15: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015

◙Hikmah Permata yang Terlupakan

Oleh: Ahmad Satriawan Hariadi Oleh: M. Fahmi al-Fath*

Hai anak Adam, kalian tak lain hanyalah kumpulan hari-hari

Tiap berlalu sepetang sepagi, telah hilang bagian diri

Hasan al-Bashri

K onon, suatu ketika, seorang raja di sebuah negeri me-nyuruh rakyatnya untuk

mengumpulkan susu. Tidak banyak, hanya dua gelas perorang. Jika dikumpulkan oleh seluruh rakyat negeri itu, maka susu yang terkumpul akan sebanyak danau.

Di negeri itu, ada seorang rakyat yang cerdas, terlalu cerdas malah. Dia terlalu menguasai konsep ekonomi, untung-rugi, sehingga ia berpikiran untuk menyerahkan dua gelas air tajin, atau sisa rebusan nasi. Tentu tidak akan ketahuan, toh warnanya sama persis, hanya dua gelas pula. Dalam pikirannya, dua gelas air tajin itu akan tercampur dengan jutaan gelas air susu yang lain.

Keesokan harinya, alangkah terkejut dan murkanya sang raja, sebab air susu yang dikumpulkan semuanya berupa air bersihan beras. Ternyata, tanpa ada disku-si dan persetujuan secara kolektif, semua rakyat berpikiran sama, mengumpulkan dua gelas air tajin.

Cerita itu, sepertinya juga kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Tentang pola pikir kita, memaafkan kesalahan diri karena beranggapan bahwa kesalahan „kecil‟ kita akan ditutupi oleh „kebaikan‟ yang dilakukan oleh orang lain. Seperti sikap dan prilaku kita dalam komitmen waktu. Bukti jelasnya, ketika kita berjanji untuk bertemu ataupun rapat. Di negeri kita, di lingkungan kita, jika berjanji rapat atau pertemuan jam 8 maka mulainya jam 9. Jika di undangan jam 12 maka mulainya jam 2. Parahnya lagi, masih ada yang telat. Dia berpikiran, “Jika di undangan jam 12, paling mulainya jam 2, saya berangkat jam 2.30 saja ah. Nggak apa kok telat dikit,” Hei…Hei...!

Satu orang berpikiran macam ini, mungkin dampaknya tidak akan kentara. Namun jika seperempat? Separuh? Ini yang bahaya.

Ketika kita telat untuk datang dalam sebuah rapat, perjanjian, pertemuan, tak hanya kita yang rugi karena ingkar janji, tapi juga orang lain. Di luar sana, masih banyak orang-orang yang begitu menghar-gai waktunya. Ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Tapi karena menunggu kehadiran si pribadi „telatan‟ dan kawan separtainya, waktu produktif mereka tersita. Sebab agenda yang seharusnya di mulai jam 12 ditunda menjadi jam 2 hanya karena menunggu. Dan akibat dari ketertundaan itu, acara pun berakhir lebih lama dari waktu yang ditentukan.

Di dunia ini, ada dua golongan manu-sia. Bukan dari segi jahat dan baik, juga bukan kaya dan miskin. Tapi orang-orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Kita pasti ada di antara dua golongan ini. Maka, ujar Dr. Hassan Syamsi Basya dalam bukunya Hamâsah fî Udzuni Syabâb, orang yang tidak mengatur rencana hidupnya, secara otomatis ia akan mengikuti aturan atau rencana orang lain, seperti air yang mengalir. Kabar buruknya, air itu selalu mengalir ke bawah, selalu begitu, menjadi yang kalah.

Maka jangan sekali-kali kita

mengacaukan jadwal yang mereka buat dengan demikian rapi dan detailnya itu hanya karena menunggu „sebuah keterlambatan‟. Sebab kita semua mempunyai mimpi-mimpi yang ingin di-capai. Kita semua mempunyai target-target yang ingin ditaklukkan. Selesai satu peker-jaan, kewajiban yang lain telah menunggu. Sebab ujar Hasan al-Banna, kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia

Saking penting dan berharganya waktu ini, Allah sampai beberapa kali bersumpah dengannya dalam al-Quran. Dengan siang maupun malam, pagi ataupun petang, juga dengan waktu fajr, dhuha dan ashr.

Allah bersumpah dengan apapun yang ia mau, ujar Imam Hasanain Muhammad Makhluf dalam tafsirnya ‘Shafwatul bayan lima’ani al-Quran’, kadang Allah ber-sumpah dengan dirinya sendiri (Q.S adz-Dzariat: 23), dengan pekerjaan-Nya yang menakjubkan atau dengan karya-Nya yang luar biasa (Q.S. asy-Syams : 5-6), juga dengan zaman dan waktu (Q.S ad-Dhuha:1-3). Ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dengannya Allah bersumpah; agung nilainya, tinggi derajatnya, luar biasa pent-ingnya atau banyak tak terhingga manfaatnya.

Rasulullah SAW. Juga mem-peringatkan betapa besarnya nikmat waktu ini, beliau bersabda ( نعمتان مغبون فيهما كثير من

الناس : الصحة و الفراغ رواه البخاري و الترمذى وابن Ada dua kenikmatan yang banyakماجه( manusia tertipu yaitu; nikmat sehat dan waktu senggang.

Al-gabn secara bahasa, bisa berarti

menjual sesuatu dengan harga yang tidak sesuai. Seseorang yang sehat badanya, banyak waktu luangnya, tapi tidak me-manfaatkannya untuk berbuat baik dan kebaikan, maka ia umpama orang yang rugi dalam jual beli.

Seseorang boleh jadi sehat tubuhnya, tapi kadang tidak luang waktunya karena sibuk dengan dunia. Atau berlimpah wak-tunya tapi tidak sehat badannya. Maka apabila diberi dua nikmat sehat dan waktu luang ini, tapi masih malas saja untuk taat kepada Allah, enggan mengatur waktunya dengan sebaik-baiknya, maka dia termasuk golongan orang yang rugi.

Tentang bagaimana ulama menghargai waktu ini, akan banyak kita dapati kisah-kisah hikmah ulama yang meraksasa di langit sejarah. Seperti yang direkam oleh Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitabnya, Qimatuzzaman ‘inda al-ulama.

Ada kisah Abu Yusuf, murid kesayangan sekaligus sahabat Abu Hani-fah yang rela tidak menghadiri pemakaman anaknya, bukan karena tidak sayang, tapi agar tidak hilang kesempatan untuk mendengar nasihat sang guru. Ada kisah Amr Ibn Abd Qais yang meminta matahari dihentikan kepada seseorang yang hendak berbicara sia-sia kepadanya. Aduhai, be-gitu jauhkah jarak kita dengan mereka, apakah kita tidak mengambil pelajaran?

Padahal ujar Imam asy-Syafi‟i setelah mendapatkan pelajaran dari orang-orang sufi, waktu itu adalah pedang, apabila kau tidak memotongkannya, maka kau yang akan dipotongnya. Jika dirimu tidak disibuk-kan dengan kebenaran, maka kebatilan akan menyibukkanmu.

Sedang Imam al-Ghazali menasihati dalam kitabnya, „bidayatul hidayah’ bahwa „waktumu adalah umurmu dan umurmu adalah modalmu, setiap hirupan nafas dari hidupmu adalah permata yang tak ternilai harganya.‟ Maka pernahkah kau melihat orang membuang permata ke dalam tong sampah? Menyia-nyiakannya?

Akhirnya harga diri kita, kadang justru dinilai dari hal-hal sederhana, seperti bagaimana kita menghargai waktu, bagaimana kita menepati janji, bagaimana kita tetap bersabar dalam antrian, bagaima-na kita menebar senyum. Sederhana, mu-dah, kecil, tapi dampaknya besar luar bi-asa. Agaknya, sudah saatnya kita menjadi generasi yang menghargai waktu dan kepentingan orang banyak. Meminimalisir, bahkan menghilangkan sama sekali per-ilaku yang dapat merugikan orang banyak. Kalau ingin merubah dunia, atau Indonesia khususnya, mulailah dari sekarang, dari hal-hal kecil, dan ini yang terpenting; dari diri sendiri. ◙

15

*Pemred Informatika

Doc. Google

Page 16: Informatika Edisi 181 / September 2015

Edisi: 181/September 2015