Informatika Edisi 181 / September 2015
-
Upload
fahmiainfathah -
Category
Documents
-
view
113 -
download
11
description
Transcript of Informatika Edisi 181 / September 2015
Edisi: 181/September 2015
◙Editorial
2
N egeri Para Nabi, Negeri
Seribu Menara, Negeri
Kinanah dan masih banyak
slogan-slogan masyhur yang tidak asing
lagi bagi para penuntut ilmu yang ingin
melanjutkan studinya di universitas Islam
tertua di Dunia, al-Azhar Kairo. Sebutan
masyhur yang menggiurkan setiap
pendengarnya ini, selalu dapat menarik
perhatian untuk bisa merantau ke Mesir
guna merasakan manisnya belajar Ilmu-
ilmu Islam langsung dengan para
pakarnya. Seperti halnya Imam Syafi‟i,
beliau menghabiskan masa hidupnya
hanya untuk berkelana dari negeri ke
negeri guna menuntut ilmu kepada ulama-
ulama masyhur yang ahli dalam
bidangnya.
Saat-saat inilah para mediator sibuk
berkompetisi menarik massa agar
mempecayakan penuh segala
kepengurusan kepada mereka mulai dari
visa, pemberkasan, penjemputan dan
segala kebutuhan yang diperlukan ketika
sudah sampai di Mesir. Tidak hanya itu,
Komite Pelaksana Pendaftaran
Mahasiswa Baru atau biasa disebut KPP
Maba juga mulai disibukkan dengan
berkas-berkas yang akan menjadi
jembatan bagi para Camaba agar resmi
menjadi Mahasiswa/wi.
Pesta demokrasi Masisir sudah berlalu,
Presiden PPMI beserta kabinet baru juga
sudah dilantik, progam unggulan dan visi-
misi yang telah berulang kali terucap mulai
dilaksanakan sedikit demi sedikit. Camaba
akan menjadi amanah besar bagi PPMI
dan lembaga-lembaga lain di bawah
naunganya, mampukah mereka merangkul
semua Camaba agar tetap istiqomah pada
niat awal mereka ke Mesir?
Hidup tak selalu mulus, setiap
persoalan pasti ada sedikit ganjalan.
Sama halnya dengan kepengurusan
Camaba, perubahan kebijakan dan
prosedur sedikit membuat kecewa bagi
para Camaba, hal inilah akan menjadi
topik utama informatika edisi reguler ini,
selain itu kami juga menghadirkan sorot
terkait Ikatan Alumni al-Azhar
Internasional (IAAI) dan lapsus mengenai
broker atau mediator yang bertanggung
jawab atas pemberangkatan Camaba dan
Sahah Indonesia yang muncul untuk
mengembangkan kualitas masisir. Selain
itu kami juga menghadirkan rubrik opini,
keislaman dan sastra. Selamat membaca!
◙
Nasib Camaba?
Email:
Telp / Mobile: 01157926958/01142418156
Alamat Redaksi: Wisma Nusantara, 8 Wahran St. Rabea el-Adawea , Nasr City, Cairo, Egypt.
Distributor dan Periklanan: Irfan M. Ali :+201100159050 Wasliah J : + 201274944865
Layouter & Ilustrator: Surya Fajrin/Ahmad Rofiq
Editor: Achmad Fawatih, Fakhry Emil Habib, Miftah Firdaus, Nisa‟ul Mujahidah,.
Reporter: Adam Dwi Baskoro, Ahmad Rofiq, Afifah N Diyanah, Fauzi Zahrul A, Habibah, Hani Fathiya, Muhammad Daud Farma, Muham-mad Ashraf, Mega Puspita, Surya Fajrin, Yazid Arif.
Redaktur Ahli: Ahmad Satriawan Hariadi, Lc., Fajar Pradika, Lc., Hilmy Mubarok Lc., Fitra Yu-zarni Lc.
Penanggungjawab: Koordinator Departemen Media dan Komunikasi ICMI Orsat Kairo
Pengarah: Indra Gunawan, Lc. Sayyid Zuhdi, Lc. S.S.
Pelindung: Ketua Umum ICMI Orsat Kairo
Informatika
Dewan Redaksi: Mochammad Hamam, Nawa Syarif, Laela Nur Hidayah, Shofuria, Nurul Aini Azizah.
Sekretaris Redaksi: Irfan Muhammad Ali
Pemimpin Redaksi: M. Fahmi al-Fath.
Pemimpin Usaha: Wasliyah J
Pemimpin Umum: Rif‟atud Darojah
MARKAZ TAKWAA
FOTO COPY Melayani cetak, foto copy dan Majalah
Telp. +201281551421
Edisi: 181/September 2015
3
Selengkapnya...Hal 8
◙Suara Mayoritas
B erbagai tanggapan tentang daurah lugah datang dari
lapisan Masisir, terlebih untuk tahun ini, perubahan sistem
penyeleksian tahap kedua akan dilaksanakan di Mesir. Sebagian mereka menganggap bahwa daurah lugah tidak mendatangkan banyak manfaat. Dengan ini, mereka para calon duta Indonesia yang masih hangat beberapa waktu lalu tiba di Mesir, tak dapat dikatakan
Mahasiswa Baru, tapi kini mereka menyandang lakon (CAMABA) Calon Mahasiswa Baru dengan impian kuliah di Al-Azhar yang masih menggantung. Apakah dibolehkan langsung mengikuti aktifitas kuliah atau diwajibkan mengikuti kelas
persiapan bahasa yang disebut Daurah lugah terlebih dahulu, yang mana akan memakan waktu kurang lebih satu tahun. Mahasiswa baru mulai cemas.
Terkait perubahan sistem penyeleksian yang terkesan mendadak ini, ketua KPP
MABA, Baihaqi, menjelaskan secara gamblang bahwa ketika pihak markaz lugah diundang datang ke Indonesia, mereka meminta
uang muka per anaknya sekitar 50 dolar. Permasalahannya muncul ketika pihak IAAI tidak menyanggupi permintaan ini, yang menyebabkan ujian masuk diadakan di Mesir, karena pihak markaz tidak dapat mengadakan ujian sebelum melunasi
pembayaran. Bak bola api yang
menggelinding, kobaran perubahan sistem ini pun membakar dan mempengaruhi beberapa hal, diantara imbasnya ialah menciutnya antusiasme calon mahasiswa. Salah satu mitra
mediator pemberangkatan mengungkapkan, “Akibatnya, kebanyakan dari mereka akhirnya ragu. Dari tiga orang teman saya, hanya seorang yang memantapkan hati untuk berangkat, itupun setelah dibujuk dengan berbagai alasan. Pun
sebagian mereka berfikir jika daurah lugah terlebih dahulu, maka akan membutuhkan waktu yang lama jadinya akan telat." Di samping itu, Aji
Noor juga mengkritisi perihal kebijakan IAAI yang tidak mampu mengeluarkan dana, tapi berani memanggil penguji.
Turunnya antusias calon Mahasiswa, dapat dispekulasikan dari data kelulusan Calon Mahasiswa Baru yang awalnya berjumlah
614 orang, lantas menyusut menjadi 537 orang yang berangkat.
Menilik dari kasus sebelumnya, pada periode 2013-2014 menyisakan kenangan pahit dan pembelajaran besar dimana pada saat itu dari sekitar 200
siswa, hanya 10% yang mampu mendapat nilai Mutamayyiz, ini menjadi standart nilai untuk menentukan CAMABA berhak melanjutkan ke jenjang kuliah pada tahun
◙Sorot
Masa Depan Mahasiswa Baru
P emuda adalah pemimpin masa
depan. Pepatah itu harusnya
mampu menggelitik kaum mu-
da, khususnya mahasiswa. Peran maha-
siswa sebagai pemuda-pemudi harapan
bangsa sangat penting, sehingga mereka
disebut-sebut sebagai agent of change,
iron stock, intelektual ataupun creatifity
minority.
Ideal menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti, sesuai dengan yang di-
inginkan atau sesuai yang dicita-citakan.
Lantas, bagaimana sebenarnya mahasiswa
ideal? Yang akademisnya oke, selalu naik
tingkat dengan nilai yang memuaskan,
tidak pernah rasib? Atau yang ikut banyak
organisasi, daftar CV-nya bejibun? Yang
rajin talaqqi atau yang ikut kajian sana-
sini?
Tidak bisa dipungkiri, pola pikir kita
yang terbentuk sejak kecillah yang memu-
tuskan makna ideal menurut perspektif kita
masing masing. Namun setidaknya, saya
melihat ada 5 karakteristik yang menen-
tukan orientasi berpikir mahasiswa; per-
tama, study oriented. Kedua, social orient-
ed. Ketiga, spiritual oriented. Keempat,
mahasiswa dis-oriented dan kelima, maha-
siswa yang menggabung poin satu, dua,
dan tiga.
Kelima jenis mahasiswa yang saya
sebutkan itu, tentunya memiliki sudut pan-
dang yang berbeda tentang makna pres-
tasi. Bagi mahasiswa study oriented, pres-
tasi adalah ketika mereka mempunyai ban-
yak waktu untuk membaca dan menggali
ilmu, selalu naik tingkat dengan nilai
memuaskan, tidak ada kata bersahabat
dengan yang namanya „rasib‟.
Bagi mahasiswa tipe kedua, mempu-
nyai banyak relasi, menjadi penentu ke-
bijakan dalam organisasi, memiliki berjuta
pengalaman berharga guna menghadapi
kehidupan bermasyarakat. Bagi mereka
berorientasi pada organisasi, inilah makna
prestasi.
Bagi mahasiswa yang ketiga, spiritual
oriented, berprestasi adalah ketika
mengenal banyak syaikh dan kyai, punya
banyak waktu menghadiri majlis halaqah
dan talaqqi, hafal sekian juz ayat-ayat al-
Quran dan mempunyai banyak sanad
keilmuan.
Sedang mahasiswa yang keempat,
mahasiswa dis-oriented, bagi mereka,
hidup tidaklah penting dan tidaklah harus
mempunyai prestasi, bisa menikmati hidup
dengan dengan santai, main game, jalan-
jalan, atau hanya sekadar mengobrol ber-
sama kawan, bagi mereka sudahlah cukup.
Walhasil, bagi saya, mahasiswa ideal
adalah mahasiswa yang mampu meng-
gabungkan tiga unsur tersebut. Tidak mu-
dah memang untuk membagi waktu. Wa-
laupun dari tiga hal tersebut tentu ada yang
lebih dominan dan ada dianak-tirikan. Ka-
rena memang, genggaman tangan kita
terbatas, kita tak mampu menggenggam
semua hal secara bersamaan. Tapi, mere-
ka yang ingin menjadi ideal, tetap mem-
berikan porsi yang sama terhadap ketiga
unsur itu; study oriented, social oriented
dan spiritual oriented. ◙
“O h Jelas saya
tahu,“ jawaban
tegas dari M.
Nur Kholis, MA salah seorang
lulusan S2 al-Azhar ini saat
ditanya mengenai apa itu IAAI.
“Saya tahu IAAI adalah Ikatan
Alumni al–Azhar Internasional dan
saya tahu beberapa orang yang
bekerja di sana, tapi gak tahu juga
ya mereka kenal saya atau tidak,
karena mereka ada untuk anak
baru aja kayaknya,“ tuturnya.
“Gaungnya gak kedengaran.
Paling kalau lagi ada reuni akbar
aja. Emang susah nyatuin alumni
segini banyaknya,” Nur Laily
Farades, alumni Universitas al-
Azhar 2014 juga mengutarakan
hal serupa. Menurutnya, faktor
yang memicu problem ini adalah
tidak adanya pendataan para
alumni.
Bukan hanya alumni,
mahasiswa yang masih berada di
Mesir pun turut berkomentar. “IAAI
itu tugas pentingnya ya
IAAI Under Cover
Oleh: M. Fahmi al-Fath*
◙Gerbang
Mahasiswa Ideal
Selengkapnya... Hal 4 Selengkapnya... Hal 7
*Pemred Informatika
Edisi: 181/September 2015
yang sama. Belum lagi pada tahun ini,
Malaysia mengutus 1000 Calon Mahasiswa barunya dan mendapatkan presentase kelulusan lebih kecil dalam ujian tahdidul mustawa. Data ini menjadi fokus tersendiri dari pihak KPP MABA.
Namun ketika dikonfirmasi akan hal ini, pihak daurah lugah berdalih semuanya kembali kepada kemampuan akademik dari setiap calon mahasiswa masing-masing. “Itu tergantung kemampuan individual
masing-masing, ujian kami memiliki standar tersendiri. Tidak benar adanya jika ujian di Indonesia jauh lebih mudah dibandingkan di sini. Semua soalnya serupa, baik dari negara manapun yang mengadakan ujian."
Tak habisnya ketenangan diusik, setelah kepastian tentang materi ujian yang berbeda dibandingkan tahun kemarin diklarifikasi oleh pihak daurah lugah,
muncul juga isu bahwasanya kedatangan pelajar Malaysia yang sudah berjumlah seribuan itu, menjadikan panitia daurah lugah terlihat kewalahan dengan menambah kelas-kelas baru. Walhasil ruang kafe maupun ruang guru disulap menjadi kelas, hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri jika sekiranya sekitar 500-an CAMABA yang baru akan dipending urusannya.
Lagi-lagi pihak markaz lugah meluruskan isu-isu yang dinilai tak mendasar ini, “Secepatnya, sesampainya siswa baru, kami akan segera melaksanakan ujian setelah mendapatkan Ishol dari tansiq dan untuk masalah tempat kami sudah atur”. Ujar Dr. Mahmud Abduh tegas.
Akan tetapi dari segi teknis, KPP MABA
belum cukup tenang akan hal ini, dikhawatirkan urusan ujian masuk akan diakhirkan dan baru bisa masuk daurah lugah di bulan Januari nanti. Tetapi mereka tetap optimis akan mampu mengatasi masalah ini.
Adapun formula khusus yang
ditawarkan KPP MABA untuk mengatasi hal ini ialah jika sekiranya bukan mustawa
mubtadi yang diperlambat, maka mustawa mutamayyiz yang dipercepat. Karena berbeda halnya dengan Malaysia yang tujuan utama mereka adalah daurah lugah, cepat atau lambat itu tidak akan berpengaruh bagi mereka.
Dari sekian banyaknya perspektif miring peserta daurah lugah, ada satu hal yang paling menyedihkan dimana markaz lugah memiliki aturan tersendiri terkait
administrasinya. Hal ini menjadikan momok yang sangat sukar diterima oleh kalangan mahasiswa. Pembayaran 540 pound perbulan merupakan angka fantastis jika dibandingkan dengan Kampus Al-Azhar yang hanya mewajibkan seperlima dari angka tersebut pertahun. “Memang kepentingan dan manfaatnya jelas, namun disayangkan harganya itu yang kurang
masuk akal”, ungkap Alfarabi, slah seorang yang membantu menangani CAMABA.
Setelah eksis dengan misinya dalam mempersiapkan calon mahasiswa baru, daurah lugah menghadirkan kesan tersendiri bagi alumninya, sebagian dari mereka menilai daurah lugah itu hanyalah sekedar formalitas semata yang dampaknya kurang berpengaruh. “Daurah lugah itu, tanpa mengikutinya pun
kita mampu mendapatkan pembelajarannya, tanpa harus menyediakan waktu khusus memakan waktu satu tahun ajaran", ungkap Yopie, pelajar asal Medan dengan aksen bataknya yang khas.
Hal yang senada juga disampaikan salah satu pelajar tingkat akhir daurah lugah Ibnu Sina el-Khairi, yang menyatakan
bahwasanya daurah lugah hanya formalitas semata, dan yang mencekik adalah biaya yang tidak sesuai kapasitas kantong Mahasiswa.
Ibarat dua mata pisau, ada yang pro dan ada yang kontra. Di samping banyak yang menyayangkan sedikitnya manfaat
daurah lugah, namun banyak juga yang mengapresiasi dari banyaknya manfaat yang mampu dihadirkan daurah lugah. Diantaranya Aliya Fatin yang menyatakan, "Penting, sangat bermanfaat sekali
khususnya bagi saya pribadi, daurah lugah mengembangkan bahasa saya yang sebelumnya kurang, ditambah lagi pengajarnya yang profesional serta amanah, sangat membantu bagi saya yang basic pendidikan di pesantren modern yang lebih mengedepankan pelajaran umum” Jawab Aliya Fatin, mahasiswi yang ingin melanjutkan ke Fakultas Lughah ini.
Tak jauh berbeda, Inayah juga
menyampaikan apresiasinya terhadap pihak daurah lugah yang telah membantunya, guna mempersiapkan diri menuju ke jenjang yang lebih tinggi, Universitas Al Azhar. “Ya, Bermanfaat sekali, apalagi untuk adek-adek baru nanti yang kurang memiliki basic, dan untuk harganya saya rasa berbanding lurus dengan manfaatnya,” ujar wanita pegiat
sejarah ini, dengan nada menggebu-gebu. Dimana kaki berpijak disitu langit
dijunjung, mungkin pepatah inilah yang mampu mendiskripsikan nasib Calon Mahasiswa tahun ini, mulai dari perubahan sistem seleksi, peningkatan standar kelulusan, hingga masalah teknis lapangan mesti dihadapi dengan optimis dan semangat.
“Jangan sampai pesimis. Karena jika
mereka pesimis itu akan berpengaruh juga pada kinerja kami, ketika kita optimis dan mereka pesimis, bagaimana mungkin kita mendorong orang yang sudah pesimis," ujar Baihaqi menasehati. Dalam hal ini, KPP MABA juga akan menyambut dan memberikan motivasi dan arahan terkait semua kebijakan tahun ini untuk Calon Mahasiswa Baru.
Tak ketinggalan nasihat penting juga datang dari pihak daurah lugah, ”Jangan takut! Jawab saja sesuai kemampuan jika tidak tau, jangan dijawab. Agar para murid mampu mendapatkan nilai murni sesuai kemampuannya. Jangan sampai hanya seperti meja ini, mereka tidak paham apa-apa. Karena mereka tidak berada pada mustawa yang sebenarnya.“
Namun ada angin segar yang datang
dari pihak daurah Lugah, Dr Mahmud Abduh Ahmad Farj selaku Mudir ketika ditanya tentang perubahan standar nilai menyebutkan, Mutaqaddim Tsani ialah standar mustawa untuk mendapatkan Ifadah Najah Masyrutoh yang merupakan syarat masuk kuliah.
Akan tetapi ketika dikonfirmasi lebih lanjut dari pihak KPP MABA, mereka
mendapatkan info yang berbeda. Ya semoga saja kabar yang didapat itu salah, dan KPP MABA akan mengkonfirmasi ulang setelah perwakilan kedutaan tiba di Mesir. (Ashraf, Farma, Yazid).◙
4
Sambungan Hal. 1 Masa Depan ...
Kedatangan CAMABA asal Tanah Borneo ...
Edisi: 181/September 2015
“T untutlah ilmu sampai ke negeri Cina,” pepatah masyhur ini sering menjadi
pedoman bagi penuntut ilmu, terlebih sebagai pendorong agar merantau demi meraih cita-cita dan asa yang diinginkan.
Bedanya, kini perantauan tidak sekejam dahulu. Jika dahulu jarak ribuan kilometer akan ditempuh dalam waktu berbulan, kini bisa disingkat menjadi hanya hitungan jam. Bahkan tetak-bengek keberangkatan pun kini sudah bisa dipermudah dengan adanya jasa mediator. Seperti mediator yang siap membantu siapa saja yang berkeinginan untuk bisa duduk dan menuntut ilmu di Universitas dan al-Azhar.
Namun, tidak hanya calon mahasiswa yang berkeinginan ke Mesir. Para pelajar tamatan SMP juga ingin mengecap ilmu dari al-Azhar, melalui ma’had tentunya, seperti AE dan teman-temanya. Karena keinginan yang kuat untuk bisa meneruskan pendidikan di al-Azhar banyak rintangan yang dihadapi, mulai dari mediator yang menetapkan pembayaran lebih dari kesepakatan yang ditetapkan oleh PPMI dan KPP Maba, kepengurusan berkas agar bisa menjadi pelajar Dirâsah Khâssah dan visa yang terbatas hanya selama 3 bulan.
“Karena mediator yang membantu mengurus kita baru pertama kali memberangkatkan orang yang ingin meneruskan pendidikannya di Mesir, jadi ya seperti ini urusannya. Masalah biaya yang awalnya 30 juta perorang tapi sudah dikembalikan 14,5 juta,” ujar AE dengan nada santainya. Sampai berita ini diturunkan, AE dan 2 temannya belum tercatat sebagai pelajar Dirâsah Khâssah.
KPP Maba pun tidak mau mengambil bagian atas kepengurusan mereka, karena memang mereka datang ke Mesir tidak melalui prosedur yang semestinya. Untungnya, mediator bersedia bertanggung jawab penuh atas mereka, meskipun kepengurusan mereka sedikit tersendat.
“Kepengurusan sedikit terganjal karena pihak Murâqabah sempat mengubah peraturan mengharuskan adanya bukti visa tinggal di Mesir untuk beberapa bulan, sedangkan setelah habis visa entry saya belum memperpanjang lagi,” jelas remaja asal Jambi ini.
Karena perpanjangan visa merupakan syarat untuk bisa masuk Dirâsah Khâssah, AE dan 2 temannya terpaksa harus ke Mugamma` untuk bisa mendapat izin tinggal di Mesir, sampai mereka tercatat resmi menjadi pelajar. Mediator yang seharusnya bertanggung jawab sampai akhir kepengurusan sedikit lalai dalam mengemban amanahnya. AE sempat
ditinggal pulang terlebih dahulu selama dua hari berturut-turut oleh pihak mediator dan dua temannya ketika proses perpanjangan visa berlangsung.
“Memang kepengurusan kita agak ribet. Jadi hari pertama ustaz yang ngurus kita pulang duluan, mungkin karena udah capek dan kepentok, saya juga ikut pulang. Hari kedua ustaz dan dua teman saya telat sejam, sedangkan paspor saya sudah di tangan petugas. Petugasnya juga ga mau nerima paspor lain soalnya udah siang. Nah, ketika itu ustaz dan dua teman saya ninggalin lagi, karena ga ada senior yang nemenin dan saya juga masih baru di Mesir, jadi ya masih ga ngerti. Saya juga baru sadar kalau stempel yang ada di paspor saya stempel deportasi, ” terang AE dengan logat khasnya.
“Saya bersyukur masalah visa sudah selesai, karena dibantu oleh pihak KBRI dan para senior Masisir, jadi stempel deportasi sudah dicabut. Sedangkan kepengurusan berkas masih proses. Semoga berjalan lancar,” lanjut AE dengan sedikit senyum di wajahnya.
Masalah seperti yang disebutkan di atas sebenarnya tidak jauh dari persoalan pangkalnya, bahwa tidak semua mediator yang memberangkatkan Camaba atau calon pelajar ma`had memenuhi standar yang sudah ditetapkan oleh IAAI, PPMI dan KPP Maba dengan serinci-rincinya. Seperti yang dipaparkan oleh mantan anggota BPA periode 2014-2015, Aidil Fitri, bahwa ia dan jajarannya setidaknya empat kali berdialog dengan mediator-mediator yang pembayarannya tidak sesuai dengan kesepakatan.
“Sebenarnya masalah mereka kembali lagi pada masalah finansial, dimana para mediator mengambil bagian lebih dari kesepakatan yang ada, dan mematok nominal yang lebih banyak dari kesepakatan yang sudah ditentukan,” ungkap mantan BPA periode 2014-2015 ini. “Untuk tahun ini kepengurusan di-handle oleh KPP Maba yang dibentuk langsung oleh PPMI, agar bisa meminimalisir
jalannya mediator-mediator yang tidak memenui syarat,” lanjut pria asal Palembang ini.
Jika tugas BPA dan MPA menangani serta menindaklanjuti mediator yang tidak memenuhi syarat , tentunya ada sanksi sebagai imbalan dari perbuatan mereka. “Sanksi untuk mediator yang tidak memenuhi syarat selama ini baru berupa tulisan tanpa ada realisasi. Tapi untuk tahun ini setelah ditetapkannya Amandemen UU Camaba kita berharap BPA, MPA dan PPMI menegaskan sanksi-sanksi yang sudah ditetapkan,” tegas mantan ketua kekeluargaan Kemas ini.
Amandemen UU Camaba yang baru ditetapkan tahun ini sangat membantu, karena bisa lebih menjauhi resiko adanya mediator-mediator yang tidak memenuhi syarat , entah itu mediator yang membawa calon mahasiswa atau calon pelajar. Seperti yang diungkapkan oleh Al Farabi mantan wakil ketua 4 pimpinan MPA periode 2014-2015, “Amandemen Camaba yang sudah ditetapkan bersama berlaku bagi semua Mediator yang membawa camaba ataupun calon pelajar ma`had al-Azhar. Jadi amandemen ini tidak dikhususkan untuk camaba saja,”
Prosedur kepengurusan Camaba sudah mulai sistematis sejak tahun 2014, karena IAAI mengkoordinir proses pemberkasan dan visa secara kolektif, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Seperti yang diujarkan oleh Agus Setiyawan selaku mitra mediator dari IKAMARU, “Kalau dulu masing-masing mediator mengajukan visa ke kedutaan langsung serta mengurus pemberkasan mulai dari penerjemahan ijazah dan akta sampai berkas siap diajukan ke Tansiq oleh KPP Maba. Akan tetapi sekarang pengajuan visa dan proses pemberkasan di Indonesia sudah dikoordinir oleh IAAI sedangkan di Mesir oleh KPP Maba.”
Solusi untuk mengatasi broker nakal
atau mediator yang kurang memenuhi
syarat sudah mulai terlihat. “Semenjak satu
pintu di IAAI, celah bagi para mediator
nakal semakin terminimalisir, karena IAAI
terus memantau kinerja mereka, mulai dari
pemberkasan, visa dan batas maksimal
pembayaran,” terang Mahasiswa asal Jawa
Tengah ini. Meski amandemen yang sudah
dirancang tertulis khusus untuk mediator
yang membawa camaba, besar harapan
bagi semua mediator tak terkecuali yang
membawa calon pelajar ma`had agar tetap
mengikuti ketentuan dan ketetapan yang
telah ditetapkan. (Icha, Rofiq, Mega) ◙
◙Lapsus
5
Membasmi Broker Bandel
Salah satu alasan broker menaikkan harga keberangkatan
Edisi: 181/September 2015
Keluar dari Zona Nyaman ◙Kolom
6
Oleh: : Irfan M. Ali*
R asa nyaman adalah sesuatu yang diharapkan oleh semua makhluk hidup, untuk
mewujudkan hal itu mereka rela melakukan apapun. banyak orang yang seakan tak pernah lelah bekerja banting tulang, pergi pagi pulang petang hanya untuk mendapat-kan harta benda, jika ukuran nyaman menurut mereka adalah kekayaan, seorang ahli ibadah seakan tak pernah bosan sepanjang waktu berada di mihrabnya, ka-rena menurutnya kenyamanan didapat dari kedekatan kepada tuhan, seorang politisi tak pikir panjang menggelontorkan uang miliyaran rupiah demi mencapai sebuah kekuasaan, karena dia memandang rasa nyaman adalah sebuah kekuasaan.
Maka bukan sesuatu yang aneh jika seseorang rela mengorbankan apa saja demi menjaga rasa nyaman yang telah mereka capai, karena tak ingin apa yang telah susah payah mereka dapatkan lenyap begitu saja. tak jarang kita menemukan orang yang menyewa jasa orang lain untuk mempertahankan keyama-nannya, seperti menyewa seorang pengacara atau pengawal pribadi. bahkan hewan pun akan melakukan hal yang sama untuk mempertahankan rasa nyamann-ya, seekor ular akan menyerang mangsanya jika merasa kenya-manannya terusik, lebah juga tidak akan tinggal diam jika ada orang yang melempari sa-rangnya sebagai bentuk perlin-dungan terhadap suasana yang nyaman.
Tapi terkadang, merasa terlalu nyaman dengan sebuah keadaan sehingga tidak sanggup lagi untuk lepas dari zona tersebut karena sudah ada sebuah ketergantungan juga meru-pakan sebuah kekeliruan. karena hal itu akan membuat seseorang menjadi terkekang dan sulit untuk menjelajahi dunia baru yang penuh dengan perubahan, yang pada akhirnya akan menjadikan orang ter-sebut tertinggal ditelan kemajuan zaman tanpa bisa bangkit kembali untuk bertarung dalam kancah persaingan.
Persepsi “Saya pikir hidup yang nya-man, terlindungi, tercukupi adalah hidup yang aman,” hanya akan membuat seseorang terkebelakang dan tidak berkem-bang. Kita sering berpikir bahwa apa-apa yang kita kerjakan dan membuat kita mahir sehari-hari sudah final, berpuas diri dan merasa cukup dengan apa yang ada. Dengan cara seperti itu maka kita akan melakukan hal yang sama berulang-ulang sepanjang hari, melewati jalan atau cara-cara yang sama sepanjang tahun, tidak ada
perkembangan dan kemajuan sama sekali, monoton dalam sebuah rutinitas yang sama dan itu-itu saja, karena kita sudah terlanjur merasa nyaman dengan keadaan tersebut dan takut untuk keluar mencari sesuatu yang baru.
Padahal segala sesuatu selalu berubah, tidak ada yang tetap, Ilmu pengetahuan baru selalu bermunculan dan saling menghancurkan. Teknologi baru berdatan-gan menuntut ketrampilan baru yang lebih matang. Demikian juga peraturan dan un-dang-undang. Pemimpin dan generasi baru juga mengubah kebiasaan dan cara pan-dang. Ketika satu elemen berubah, semua kebiasaan, struktur, pola, budaya kerja dan cara pengambilan keputusan ikut berubah. Ilmu, keterampilan dan kebiasaan kita pun menjadi cepat us- ang dan
terkebelakang, semuanya berputar begitu cepat melindas mereka yang hanya jalan di tempat bahkan yang berjalan lambat dan kurang cepat.
Orang-orang yang terperangkap dalam zona nyaman biasanya takut mencari jalan, tersasar atau tersesat di jalan buntu. Pa-dahal solusinya mudah sekali, putar arah saja, mundur sedikit kebelakang untuk kemudian melesat maju kedepan dengan kekuatan yang lebih besar, semangat yang lebih kuat, misi yang lebih jelas, dan bekal yang lebih banyak, kemudian berusaha mencari seraya membiasakan diri dengan jalan yang baru, tidak harus terpaku me-renungi nasib sambil memandangi jalan
buntu karena itu hanya akan menghabiskan waktu.
Kata orang bijak, keajaiban jarang ter-jadi pada mereka yang tak pernah keluar dari "selimut rasa nyamannya" dan tidak berani mengambil resiko mengikuti kema-juan zaman. Orang-orang yang tak terbiasa keluar-masuk dari zona nyaman punya ke-cenderungan mengutuk jalan buntu karena ia merasa tersesat di sana dan bingung harus melakukan apa, sedangkan orang yang sudah terlatih keluar dari zona nya-man bisa melihat jalan keluar.
Hidup itu hakekatnya adalah perpinda-han dari sebuah keadaan kepada keadaan yang lain, tidak akan pernah ada yang ab-adi, sehingga tidak akan ada kenyamanan dalam sebuah zona nyaman, tak ada muk-jizat selain bagi mereka yang berani keluar dari selimut tidurnya. maka hidup menuntut kita untuk selalu bergerak mencari zona baru dan menciptakan rasa nyaman disana.
jika sudah mendapatkannya, jangan ber-henti dan berpuas diri, terus bergerak
mencari zona baru dan menciptakan suasana nyaman yang baru dan
begitu selanjutnya. Dengan be-gitu seseorang tidak akan ter-perangkap dalam sebuah keadaan, tapi bisa dengan mudah bangkit mencari jalan keluar dari berbagai perma-salahan, karena sudah mempunyai ketrampilan yang berkompeten dan mampu bersaing sesuai dengan tuntutan zaman. Keluar dari zona nyaman dan
mengikuti perkembangan za-
man tidak harus meninggalkan
kebiasaan lama yang baik, yang
dibutuhkan hanyalah memodifikasi
kebiasaan baik tersebut sehingga
tetap sinkron dengan lingkungan sekitar
yang terus bergerak maju kedepan dan
tidak pernah menoleh kebelakang, kita ha-
rus peka terhadap perubahan yang ada,
menyesuaikan segala sesuatu dengan tem-
pat dan waktunya, menjauhi pemikiran yang
cenderung konservatif dan berpegang
teguh pada kebiasaan lama yang kuno han-
ya karena kita sudah merasa nyaman
dengan hal itu tanpa menyadari bahwa si-
kap tersebut suatu hari nanti bisa me-
nyebabkan kita ketinggalan kereta ke-
hidupan, yang lambat laun akan men-
imbulkan penyesalan yang sudah tak
berguna. ◙
*Sekretaris Redaksi Informatika
Doc. Google
Edisi: 181/September 2015
menyambung silaturahmi antar alumni.
Bukan hanya omongan sana-sini al-Azhar
itu begini-begitu,” tutur Ahmad Baihaqi,
mahasiswa tingkat 4 Fakultas Ushuluddin al
-Azhar beropini.
Kurangnya sosialisasi kegiatan IAAI
wajar menimbulkan tanda tanya. Terlebih
dengan banyaknya alumni serta calon
alumni yang harus dirangkul.
Zainul Majdi selaku wakil ketua IAAI
menjelaskan bahwa IAAI dibentuk dengan
tujuan menyambung silaturahim dan
menaungi potensi para alumninya. “Kan
ikatan alumni itu fungsinya yang paling
utama adalah taushîl atau menyambung
semua potensi-potensi alumni al-Azhar,”
Salah satu kegiatan besar IAAI -
sebagaimana yang tertulis dalam halaman
Facebook-nya- di antaranya adalah
Multaqa Nasional. Pria yang menjabat
sebagai gubernur Nusa Tenggara Barat itu
juga mengutarakan harapannya agar
Multaqa Nasional yang ketiga dapat
dilaksanakan akhir tahun 2015. “Kita akan
mencoba mencari tema yang aktual, yang
menjadi concern atau kepedulian para
alumni kita,” lanjutnya.
Mukhlis Hanafi, sekjen IAAI ikut
memberi tanggapan. Ia mengklarifikasi
tentang ketiadaan database alumni al-
Azhar di Indonesia. “Kita sebenarnya ada
database para alumni, cuma memang
terakhir diupdate 1-2 tahun yang lalu,
terakhir di angka 1.350,“ tutur pria
berkacamata ini.
Ia kembali menjelaskan bahwasanya
salah satu faktor penyebab kurang
efisiennya kinerja IAAI ialah banyaknya
keterbatasan anggota. Tidak dapat
dipungkiri juga bahwa pengurus IAAI ini
juga memiliki banyak kesibukan masing-
masing. Keikhlasan dan pengorbanan
sangat dibutuhkan dalam melaksanakan
tugas IAAI di sela-sela kesibukan mereka.
“Kita ini punya banyak keterbatasan, jadi
pengurus-pengurusnya itu punya kesibukan
masing-masing. Dan mereka jadi pengurus
tidak dibayar, sukarela, sehingga kita
melaksanakan pekerjaan juga di sela-sela
kesibukan,” lanjutnya.
Pria kelahiran 1971 ini juga sedikit
menjelaskan kegaitan-kegiatan yang
sebenarnya dilakukan oleh IAAI, termasuk
memfasilitasi pihak al-Azhar ketika ada
program yang dilaksanakan di Jakarta. Ia
menuturkan bahwasanya kegiatan IAAI,
selain yang diketahui secara umum, juga
banyak mengadakan seminar
internasioanal yang bekerjasama dengan
kedutaan Mesir di Jakarta, lalu dengan al-
Azhar Mesir itu sendiri. Seperti halnya
agenda pada bulan Ramadhan yang lalu.
Selain pemberdayaan alumni, IAAI juga
memfasilitasi pelajar baru yang akan
melanjutkan pendidikan mereka ke Mesir,
khususnya Al-Azhar agar lebih teratur dan
menghindarkan calon pelajar dari penipuan.
Namun kenyataannya, masih ada broker-
broker ilegal yang tetap memberangkatkan
maba tanpa mengikuti tes yang diadakan di
Indonesia. Wakil Ketua IAAI menjelaskan
bahwa IAAI tidak tahu-menahu tentang hal
tersebut. Kalau pun tahu, pasti sudah
diberikan pencegahan. Beliau mengatakan
bahwa IAAI sudah berupaya memberikan
seruan moral kepada alumni atau pihak
lainnya agar tidak ikut terlibat dalam hal
seperti itu.
“Ya jelas kami gak tahu, masa tahu
dibiarin. Gini ya, pintu keluar itu kan
banyak, kemudian orang yang pergi kesini
kan bisa saja alasannya untuk wisata atau
apa,” jelasnya Mukhlis.
Ia kembali menjelaskan bahwasanya
IAAI memang tidak punya perangkat untuk
memantau secara khusus para broker dari
Indonesia. Sebatas peringatan berupa
seruan moral kepada alumni sudah
dicanangkan agar alumni tidak ikut terlibat
dalam hal-hal seperti itu. “Kasihan juga
kalau diberangkatkan lalu tak ada
pertanggungjawaban untuk kelanjutan
hidupnya di Mesir,” tuturnya.
“Sekali lagi IAAI secara resmi tidak
menjadi mediator. Kita memfasilitasi banyak
mediator dengan perlakuan yang sama,”
tegasnya.
Ia juga mencoba meluruskan berita
yang simpang siur tentang kejelasan para
mahasiswa baru di bawah naungan IAAI.
Tidak secara total para mahasiswa akan
diurus pihak IAAI sampai menuju bangku
kuliah. KBRI misalnya yang kemudian
menyerahkan maba ke pihak PPMI dan
turun pertanggungjawaban ke pihak yang
lebih spesifik yakni KPP MABA. Semuanya
saling berkoordinasi mengurusi mahasiswa
baru hingga menuju bangku kuliah. “KBRI
menugaskan PPMI lalu PPMI membentuk
KPP MABA. Kita tidak secara langsung
berurusan dengan KPP MABA, tapi dengan
instansi resmi di sini yaitu al-Azhar dan
dengan perwakilan pemerintahan kita di
sini, KBRI,” jelasnya.
Sebagai organisasi induk bagi alumni al
-Azhar di Indonesia, pun juga dengan
modal ikhlas dari para pengurus, IAAI tentu
tak akan lepas dari kekurangan. “Harapan
saya IAAI bisa membuka lapangan kerja
buat alumni, membuat buletin atau wadah
pemikiran buat alumni dan yang penting
juga datangin masyâikh Mesir untuk talaqqi
di Indo, kayak anak-anak Malaysia gitu.
Jadi biar keliatan kerja nyatanya,“ ujar M.
Maulana Nur Kholis, lulusan S2 al-Azhar
yang sudah kembali ke Indonesia.
Harapan lain disampaikan oleh Ahmad
Baihaqi, “Yah semoga bukan hanya bekerja
di pulau Jawa aja ini IAAI. Karena
kebanyakan begitu. Mesti menyeluruh
hingga ke pulau-pulau kecil.“ (Hani,
Habibah, Surya)◙
7
IAAI under cover… Halaman 3
Dok. Facebook IAAI
Edisi: 181/September 2015
8
Menelisik Lahirnya Sahah Indonesia ◙Lapsus
“Y aa Rabbi shalli ‘alaa Mu-hammad asyrafi badrin fil kawni asyraq”, lantunan
shalawat bergema di tengah kawasan Da-rossa, salah satu sudut kota Kairo, dimana hidupnya sumber-sumber keilmuan dan pengajian bersama masyayikh Azhar. Ter-bukti hingga saat ini segala kegiatan yang bersifat keilmuan berjalan dengan lancar di sana, seperti: talaqqi kepada syeikh, majelis zikir, shalawat, serta majelis ilmiah lainnya. Didukung oleh berbagai macam kegiatan ini, akhirnya muncullah sebuah rumah yang berbasis independen dengan berbagai macam kegiatan yang bergerak dalam pembentukan karakter Azhari. Ru-mah yang sedang meng-gaung namanya ini dikenal dengan nama: Sahah Indone-sia.
Sebuah tempat untuk melakukan aktivitas belajar-mengajar dan acara-acara keagamaan secara umum yang lahir pada Sabtu 18 April 2015 ini, bertujuan untuk mengembalikan tujuan awal datangnya masisir ke Mesir ini, yaitu belajar ilmu-ilmu keislaman dengan baik dan pada tataran yang jelas. “Untuk para pelajar Azhar agar lebih giat belajar, men-gisi waktu kosongnya dengan bebagai macam kegiatan yang sifatnya akademis, serta mengembalikan niat kawan-kawan untuk belajar,” ucap Ali Irham, Direktur Sahah Indo-nesia saat ini. Muhammad Ziaul Haq sebagai tokoh yang melatar belakangi berdirinya rumah ini juga menjelaskan dari sisi kerohaniannya, “Dengan sahah ini, agar mencetak sosok ulama rabbani yang bisa membawa kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya”.
Dengan banyaknya kesibukan Masisir dalam berbagai macam aktivitas, Sahah ini membantu menopang para pelajar Al-Azhar agar kembali kepada masyayikh Azhar dan mendekatkan hati mereka kepa-da Nabi besar Muhammad Saw., “Dengan ini kita juga mengajak kawan-kawan untuk mendekatkan diri kepada Nabi besar kita, Muhammad Saw dengan membaca shala-wat secara bersama,” ungkap Ali Irham sambil tersenyum.
Latar belakang Sahah ini terbentuk ka-rena adanya hubungan yang dekat antara para masyayikh dengan para pelajar Azhar sendiri, diantaranya adalah: Ustad Ihsan, Ustad Ziaul Haq, serta mantan presiden
PPMI periode 2014-2015, Agus Susanto. Juga kedekatan mereka dengan para-para muhsinin, seperti: Wakil Rektor Univ. Al-Azhar, Prof. Dr.Muhammad Mahmud Abu Hasyim dan Syeikh Ahmad Najm Al-Hasyimi. Mereka inilah yang memberikan bantuan berupa sebuah sahah yang digunakan sebagai wadah keilmuan dan pengajian. “Kelahiran Sahah Indonesia ini dilatar belakangi oleh kedekatan personal antara beberapa senior Masisir dengan seorang muhsinin (donatur) asal Mesir yang ingin memberikan proses belajar mengajar Masisir,” Papar Muhammad Ziaul Haq dengan serius.
“Berkahnya mahabbah kepada
Rasulullah Saw., ahlul baitnya, dan ulama-ulama Azhar. Dan dengan itulah Allah Swt. membuka jalan hingga adanya Sahah ini,” Lanjut mahasiswa tingkat empat jurusan Hadits ini.
Sahah Indonesia juga sebuah majelis keilmuan yang tidak lagi terdengar asing ditelinga Masisir karena adanya kegiatan-kegiatan yang tidak jarang diadakannya. Adanya Sahah Indonesia adalah salah satu daripada usaha PPMI yang memiliki konsentrasi penuh akan pendidikan kawan-kawan Masisir, “Sahah Indonesia sangat berguna bagi kawan Masisir. Kawan-kawan tidak semuanya sudah mahir dalam bahasa Arab. Meskipun dari pesantren, akan tetapi ketika bertemu dengan masyayikh kadang belum faham apa yang disampaikan oleh para masyayikh. Selanjutnya akan
diadakan pengajian-pengajian yang menunjang adanya talaqqi seperti dauroh tajwid, balagah, maqroah (membaca al-qur‟an bergantian beserta tajwidnya) dan sebagainya. Jadi sebelum bertemu dengan syekh yang menggunakan bahasa arab, kita juga ada pelajaran dengan bahasa Indonesia. Tetapi adanya Sahah Indo ini tidak termasuk menyaingi adanya pengajian-pengajian masyayikh,” papar mantan Wakil Presiden periode 2014-2015, Hujaj Nur Rahim.
Sahah yang terletak di pertigaan gang belakang Masjid Al Azhar ini juga dibentuk sebagai penunjang agar lebih mantap lagi untuk ber-talaqi, bukan bermaksud lain,
apalagi untuk menyaingi Azhar, “Makanya ketika ada masyayikh yang pengajiannya banyak yang ikut, di Sahah Indo nggak ada kegiatan Kegiatan kita sebenarnya hanya sebagai penunjang agar lebih mantap untuk ber-talaqi, talaqi yang menggunakan bahasa Indonesia oleh ustad S2 dan S3,” tambah pria berkelahiran Cilacap ini. Untuk program-programnya, terdiri dari: majelis shalawat, tahfidz, pengajian bersama senior, talaqi, silaturrahmi dengan para masya-yikh serta ziarah. Dan belajarnya juga dibagi menjadi santri mukim dan non mukim. Untuk mukim sendiri memiliki kurikulum wajib yang menunjang keilmuan mereka secara lebih dan bisa mengabdi lebih baik ke masyarakat. “Untuk kawan-kawan yang mukim di Sa-hah wajib mengikuti kegiatan dan kurikulum yang kita sepakati ber-sama.” Tutur Direktur Sahah ini dengan lugas. Dan sekarang su-dah berjalan program tahfidz Al-
Quran dan daurah Tajwid Jazariyah bagi yang mukim untuk saat ini.
Adapun untuk para pelajar non mukim, juga berhak mengikuti talaqi dan pengajian disini dengan bebas serta diberikan ako-modasi bagi yang yang jauh rumahnya dan kemalaman untuk pulang ke rumah. “Kita memiliki manahij atau kurikulum yang ter-buka dan tidak tertutup untuk kawan-kawan yang tinggal disini saja, jadi ini bersifat umum dan bagi kawan-kawan yang ikut pengajian disini dalam kondisi kemalaman dan kecapean, maka Sahah ini bisa dijadi-kan tempat singgah,” Lanjut pria asal Jepa-ra yang berkesibukan mengajar di Rumah Syariah ini.
Jadi Sahah Indonesia ini sebagai batu
Bersambung ke halaman… 13
Edisi: 181/September 2015
9
I remember it now, it takes me back to when
it all first started
But I’ve only got myself to blame for it, and
I accept it now
P ukul setengah lima sore cuaca
di Jakarta terlihat mendung
tidak seperti biasanya. Mung-
kin bagi sebagian orang ini adalah suatu
keberkahan, karena di musim panas seperti
ini bisa merasakan gumpalan awan yang
menutupi sinar matahari. Hembusan angin
menjatuhkan daun-daun dari
pohonnya, serta menerbangkan
debu-debu ke langit. Bebera-
pa pejalan kaki yang
melintas sesekali me-
nutup hidungnya agar
tidak ada debu yang
masuk ke dalamnya.
Pandanganku
beralih kepada Nau-
ra, sosok gadis yang
duduk tepat di
sampingku. Gadis itu
mengenakan kaus putih
yang dibungkus oleh jaket
varisty berwarna biru tua
milikku dengan celana jins hitam
yang digunakan untuk menutupi hing-
ga bagian betis kakinya. Serta kakinya
dibalut dengan sepatu converse merah fa-
voritnyanya yang sudah terlihat buluk.
Tanpa sadar, ada senyum yang muncul di
bibirku ketika melihat sosok gadis yang
berada duduk di sampingku.
“Di, sampai kapan gue ngejar hal yang
nggak pasti kayak gini ya?” ujar Naura tiba-
tiba. Ada raut kegelisahan yang tergambar
jelas dari wajahnya.
Di luar Mc Donald banyak angkot-
angkot ngetem sembarangan tanpa peduli
dengan orang lain, seolah jalanan adalah
miliknya. Di sebrang jalan, aku melihat
seorang anak kecil laki-laki yang memban-
tu membawa sekantung buah-buah bel-
anjaan seorang gadis paruh baya, sambil
sesekali menengok ke arah kanannya untuk
memastikan bahwa tidak ada mobil yang
mengarah ke arah mereka.
“Ternyata di kota ini masih ada orang
yang peduli dengan sesamanya” gumamku.
“Adi, gue lagi nanya. Malah didiemin sih.
Sebel ah,” gerutu Naura.
“Ini gue kan lagi mikir jawabannya, Ra,”
Jawabku singkat. Tanganku meraih segelas
Pepsi yang berdiri tegak di meja tempat kita
berdua makan. Sisa embun dari gelasnya
menempel di tanganku.
Setelah tiga tegukan dan mengelap
mulutku dengan tisu, “Santai, Ra. Pasti ada
saatnya Bintang akan tau kalo elu sayang
banget sama dia kok,” kataku untuk
menenangkan muka sendu yang mulai
tampak dari raut wajahnya.
Andrian, salah satu senior yang
diidolakan oleh gadis-gadis kampus, tak
terkecuali Naura. Selain aktifis, dia juga
terkenal sebagai salah satu pemain basket
kebanggan kampus dan juga memiliki nilai
akademik yang memuaskan di jurusan
hukum. Berbeda dengan diriku, aku
hanyalah mahasiswa tak terkenal dengan
nilai prestasi akademik yang pas-pas an,
serta lebih memilih untuk membaca
kumpulan novel Lupus, ketimbang aktif di
kegiatan kampus.
“Kenapa deh elu kuat banget nunggu
Bintang, Ra?” Tanya gue sambil memesan
satu gelas Pepsi lagi kepada pelayan.
“Elu tuh sahabat gue, Di. Semuanya
udah gue ceritain ke elu kan?” Jawab Naura
sambil sesekali memasukan es krim Mcfloat
rasa Oreo ke dalam mulutnya. “Eh, Di. Kalo
misalnya elu di posisi gue, apa yang
bakalan elu lakuin, Di?” lanjut Naura.
“Kenapa elu nggak istirahat sejenak.
Maksud gue, coba perhatiin sekitar elu, Ra.
Mungkin ketika elu sibuk mencintai
sosok Adrian, ada seseorang yang
mengagumi elu secara diam-
diam kan? walaupun gue
nggak yakin juga sih.
Hehe,” kata gue.
“Ih, Adi” jawabnya
sambil memukul
pundak ku dengan
manja.
“Becanda, Ra. Gini
nih kalo keseringan
nonton drama korea
tiap pulang kampus.
Jadi baper-an kan.”
sambil mengacak-acak
rambut hitamnya yang
panjang.
“Nggak mungkin juga ah, Di.
Kalo pun ada, pasti cowo yang naksir
gue itu akan berusaha deket sama gue.
Tapi kenyataannya? Kan cowo yang deket
sama gue dan bisa disuruh-suruh, cuman
elu doang hahaha,” ujar Naura sambil
tertawa lepas. Sambil memamerkan
deretan gigi putihnya yang rapi dan
membentuk sebuah lekukan kecil di pipi
sebelah kanannya.
“Yee enak aja elu, hahah,” jawabku.
Walaupun begitu dari lubuk hati yang
terdalam, aku merasakan bahwa
perasaanku sejak dulu hingga saat ini tidak
disadari olehnya. Bahkan sepertinya, bukan
hanya saat ini saja akan tetapi untuk
selamanya dia tidak akan pernah sadar
bahwa ada seorang pria yang selalu
menyebut namanya setiap dialognya
dengan Allah diakhir shalatnya.
Rintik-rintik hujan mulai mencium bumi
High Hopes ◙Sastra
Oleh: : Fauzi Zahrul. A*
Doc. Google
Edisi: 181/September 2015
disertai beberapa kali dentuman petir keras
layaknya tabuhan drum yang dibawakan
oleh grup musik Metalica. Para pejalan kaki
mulai mempercepat langkahnya mencari
tempat untuk berteduh. Penjual jajanan
juga terlihat tergesa-gesa menutupi barang
dagangannya agar tidak terkena cipratan
hujan.
Aroma aspal yang terkena air mulai
tercium. Menenangkan, menurutku.
Terlebih aku bersyukur akan turunnya
hujan ini, karena tepat disampingku
terdapat sosok gadis yang selalu ku
doakan kebahagian untuknya.
It’s time to let it go, go
out and start again
But it’s not that easy
**
Dua tahun setelah
itu...
Suasana cafe di
malam itu terasa cukup
hangat, terlebih bau
semerbak aroma kopi
yang memenuhi tiap
sudut cafe. Para
pelayan cafe sesekali
harus menyeka keringat
yang keluar dari dahinya
setelah mengantarkan
pesanan kopi untuk para
pelanggannya.
Kemudian pandanganku
teralhikan, dengan
melihat percakapan
antara pelayan dengan para barista yang
sesekali diiringi tawa lepas. Dipojok cafe
terlihat seorang pemuda yang sibuk
dengan bacaan novelnya. “Hmm... mirip
denganku beberapa tahun yang lalu,”
gumamku.
Kali ini aku tidak duduk dibangku
pengunjung dengan satu buah ekspreso
hangat maupun laptop yang biasanya ku-
gunakan untuk mengetik cerita untuk ku-
masukkan ke dalam blog. Saat ini aku ber-
sama band-ku sedang menunggu giliran
untuk menyanyikan sebuah lagu di atas
panggung. Kebetulan salah satu teman
band-ku kenal dengan pengurus cafe ini.
Naura?
Aku sudah tidak tahu kabar terakhirnya
sejak satu tahun terakhir ini. Aku memang
sengaja ingin menjaga jarak dengannya
dan juga ingin membiarkan diriku dan
dirinya hidup dengan kehidupan yang kita
miliki masing-masing. Karena sejak kenal
dengan dirinya, waktuku lebih banyak
dihabiskan dengannya. Begitu pun dengan
Naura. Aku tahu konsekuensi yang akan ku
terima jika aku menjaga jarak dengannya,
bahwa aku tidak akan pernah melihat
wajah riangnya lagi. Meskipun seperti itu
setidaknya aku tidak khawatir karena ada
satu hal yang kuyakini bahwa akan ada
seseorang yang dia cintai yang akan selalu
berada disampingnya dan membuatnya
selalu tersenyum. Bintang.
**
“Adrian, elu lagi sibuk ngga?” kata ku
tepat setelah pertandingan basket berakhir
antara jurusan hukum dan kedokteran.
“Engga. Oh iya, elu—“
“Adi” sanggahku.
“Ada temen gue yang udah lama naksir
sama elu. Baik kok orangnya, walaupun
agak sedikit bawel sih. Namanya Naura
Aulia, anak Komunikasi. Ini nomernya. Gue
nitip ya, tolong elu jaga dia,” sambungku
cepat sambil perlahan berjalan menjauh.
“Di, tunggu!!” teriak Adrian berusaha
memanggilku.
**
Petikan gitar melankolis, dentuman
cepat drum, nada-nada yang keluar dari
alunan keyboard, perlahan menghiasi tiap
sudut cafe melalui sound system yang ter-
letak dekat panggung kecil ini. Dengan
penuh penghayatan aku mulai menyanyi-
kan lagu High Hopes milik Kodaline di
depan para pengunjung.
But I’ve got high hopes, it takes me back
when we started
High hopes, when you let it go, go out and
start again
High hopes, when it all comes to an end
But the world keeps spinning aroun
And in my dreams, I meet the ghosts of all
the people who have come and gone
Memories, they seem to show up so quick
but they leave you far too soon
Naive I wast just starting at the barrel of a
gun
And I do belive that, yeah
Perlahan memori-
memoriku bersama
Naura terlintas cepat.
Awal mula pertemuan
dengannya, kemudian
memori itu berganti lagi
dengan raut wajahnya
yang tersenyum sambil
memamerkan deretan
gigi putihnya, kemudian
berganti ketika dia
sedang memukul
pundakku dengan manja,
kemudian berganti
dengan senyumannya
yang mengembang
ketika Adrian
mengatakan bahwa dia
jatuh cinta kepadanya.
**
Aku keluar cafe setelah menyelesaikan
satu lagu yang kubawakan, sedangkan
teman-teman band-ku lainnya berbincang
dengan pengurus cafe agar bisa perform
untuk hari-hari selanjutnya. Sejenak aku
menghirup nafas panjang, berharap aku
menemukan ketenangan di sana. Kemudian
ku ambil satu batang rokok Djarum Black
dari kantung kemeja lalu kusulut rokok itu.
Aku hisap dalam-dalam sambil kubiarkan
dadaku sesak dipenuhi asap rokok.
“Tuhan, meskipun aku tidak bisa bersa-
manya lagi, aku berharap agar Engkau
membuatnya selalu tersenyum bersama
orang yang dicintainyai,” doaku dalam
hati. ◙
10
*Kru Informatika
Doc. Google
Edisi: 181/September 2015
P artai politik yang ber-
sistemkan Demokrasi,
muncul pada abad 18
Masehi. Sistem ini diawali dengan
hadirnya beberapa golongan yang
memiliki visi dan misi berbeda. Partai
politik pertama kali bergerak di dara-
tan Britian Raya, hal ini disebabkan
pengaruh ekonomi sosial yang
mendesak berdirinya Partai politik
ketika itu.
Adanya partai poitik di Mesir, ber-
mula dengan masuknya Militer Inggris
ke Mesir pada abad ke-20 yang mulai
menduduki sebagian wilayah di Mesir.
Dengan penjajahan ini, pemerintah
Mesir mulai mengirimkan pemuda-
pemudanya untuk melanjutkan studi-
nya ke Eropa. Sekembalinya pemuda-
pemuda tersebut, mereka menyebarkan
ilmu-ilmu untuk kemerdekaan Negaranya.
Dari sini, maka muncullah dekonstruksi
sistem pemerintahan Demokrasi di Mesir.
Kemudian berdirilah partai politik pertama di
Mesir dan di Negara Islam pada umumnya
yaitu ‟‟Partai Nasionalis”, pada tahun 1907,
yang dipelopori oleh Kolonel Musthafa
Kamil.
Sampai saat ini tercatat beberapa Partai
Politik yang masih aktif di Republik Arab
Mesir, diantaranya: Partai Persatuan Pem-
bangunan Nasional yang diketuai oleh Mr.
Khaled Mohyidin, Partai Sosialis Liberal
yang diketuai oleh Mr. Mostafa Kamel
Murod, Partai Buruh Sosial yang diketuai
oleh Mr. Ibrahim Shoukry, Partai Neo Wafd
yang diketuai oleh Mr. Mohammad Fouad
Seraguldin, Partai Sosial Arab Mesir yang
diketuai oleh Mr. Gamal Eldin Rabie
Youssef, Partai Rakyat Mesir Baru yang
diketuai oleh Dr. Gen. Abdul Moneim El-
Aasar, Partai Keadilan Sosial yang diketuai
oleh Mr. Mohammad Abdul „Aal, Partai Per-
satuan Demokrasi yang diketuai oleh Mr.
Ibrahim Abdul Moneim Tork, Partai Pemuda
Mesir yang diketuai oleh Gamal Rabie, Par-
tai Rakyat Demokrasi yang diketuai oleh
Anwar Afifi, Partai Solidaritas yang diketuai
oleh Dr. Usama Mohamamad Shaltout, Par-
tai Al-Ummah yang diketuai oleh Mr. Ahmad
Al-Sabahi Awad Allah, Partai Nasr yang
diketuai oleh Mr. Diaa El-Din Daoud.
Mengenai Partai Keadilan dan Kebeba-
san (FJP) yang merupakan sayap politik
Ikhwanul Muslimin, telah dibubarkan oleh
Putusan Pengadilan Administrasi Tertinggi
di Mesir pada Agustus 2014 yang lalu. Par-
tai ini dibubarkan dilandasi penyelidikan
oleh kantor Jaksa Keamanan Negara,
dengan bukti pelanggaran yang dilakukan
oleh FJP terhadap persyaratan yang
ditetapkan bagi kegiatan partai politik di
Mesir. Partai ini telah dimasukkan ke dalam
daftar hitam oleh Pemerintahan Mesir se-
bagai ”kelompok teroris” pada Februari
2014 lalu. Sejak penggulingan presiden
Moursi dua tahun lalu, Ikhwanul Muslimin
telah melancarkan protes yang seringkali
berubah menjadi kerusuhan. Untuk menga-
tasi kerusuhan tersebut, kampus Al-Azhar
pun diperketat keamanannya dan diadakan
pemeriksaan untuk Mahasiswa/wi bagi yang
ingin memasuki kampus.
Sebelum kita mempertanyakan men-
gapa Ikhwanul Muslimin dilabeli “kelompok
teroris”, sebaiknya kita mengetahui sejarah
singkat tentang partai ini lebih dahulu. Pelo-
por berdirinya partai ini ialah Imam Hassan
Al-Banna. Beliau dilahirkan pada 14 Ok-
tober 1906 di Mahmudiyah Mesir. Bapak
Imam Hassan Al-Banna ialah Ahmad bin
Rahman Al-Banna yang berguru kepada
Muhammad Abduh. Yang mana pada
akhirnya, pemikiran-pemikiran Muhammad
Abduh ini tumbuh di tubuh Ikhwan Muslim.
Imam Hassan Al-Banna menganggotai
Jama‟ataul Makram al-Akhlaq al-Islamiyah
yang giat mengadakan ceramah-ceramah
Islam. Dari sinilah, Imam Hasan bertemu
dengan Muhibbuddin al-Khatin, Muhammad
Rashid Reda, Farid Wajdi dan lain-lain.
Setelah menamatkan pendidikan di Dar al-
„Ulum dan mendapatkan ijazah pada tahun
1927, tahun depannya ketika umur beliau
berusia 23 tahun, Imam Hassan
menubuhkan gerakan Ikhwan Muslimin di
bandar Isma‟iliyyah sekaligus memimpin
gerakan tersebut. Jama‟ah ini berdiri
setelah runtuhnya sistem khalifah Islam
terakhir Turki Uthmaniyyah, besama kee-
nam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Ha-
mid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibra-
him, Abdurrahman Hasbullah, Ismail
Izz, dan Zakki al-Maghribi. Pada ta-
hun 1930, Anggaran Dasar Ikhwanul
Muslimin dibuat dan disahkan pada
rapat umum Ikhwanul Muslimin pada
24 September 1930. Selanjutnya pa-
da tahun 1932, struktur administrasi
Ikhwanul Muslimin disusun dan pada
tahun itu pula, Ikhwanul Muslimin
membuka cabang di Suez, Abu So-
weir dan al-Mahmoudiya. Pada tahun
1933, Ikhwanul Muslimin menerbitkan
majalah mingguan yang dipimpin oleh
Muhibuddin Khatib. Adapun pemimpin
partai ini dari tahun ke tahun ialah:
Hassan al-Banna (1928-1949), Has-
san al-Hudaibi (1949-1972), Umar
Tilmisani (1972-1986), Muhammad
Hamid Abu Nasr (1986-1996), Mustafa
Masyhur (1996-2002), Ma‟mun al-Hudaibi
(2002-2004), Muhammad Mahdi (2004),
dan terakhir Muhammad Mursi.
Sejatinya jama‟ah IM ini merupakan satu
gerakan Islam yang mengajak dan menun-
tun tegaknya syari‟at Islam, namun metod-
ologi berpikir yang ditanamkan pada tubuh
IM oleh Sayyid Qutub ini tidak diterima oleh
kebanyakan masyarakat Mesir. Padahal
beliau adalah ulama muda yang terkenal
dengan keilmuan, kecerdasan dan akhlak-
nya. Dengan kejernihan pikiran Sayyid
Qutub, beliau berhasil menciptakan karya
tulis yang sempat menjadikan rujukan
masyarakat. Namun masih disayangkan
lagi, beberapa penafsiran seorang
pengkritik sastra ini dikritik oleh syekh Al-
Azhar karena adanya pemikiran yang
“keras” di dalamnya. Salah satu contohnya,
dalam masalah pemahamannya terhadap
jihad, yang mana pembunuhan terhadap
sesama manusia dapat digolongkan berji-
had di jalan Allah.
Partai Islam diibaratkan sebagai sebuah
kendaraan, sedangkan tujuannya adalah
menegakkan nilai-nilai Islam yang murni.
Tapi berpartai bukanlah satu-satunya cara
menyebarkan Islam. Berdakwah dalam ar-
tian luas dapat berbentuk ucapan yang
baik, akhlak yang tepuji, pun harta yang
melimpah juga dapat menjadi wasilah
penyebaran Islam. Perbedaan aspirasi jan-
ganlah menjadi dikotomi, biarkan ia menjadi
klasifikasi, yang secara substansi tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Mari men-
jaga ukhuwah, menjadi umat yang satu. ◙
Pergerakan Partai Politik di Mesir
Oleh : Nisa’ul Mujahidah*
◙Kolom
11
*Editor Informatika
Edisi: 181/September 2015
Agama dan Agamis
Ilustrasi I
S uatu ketika guru saya di pondok
dulu, Buya Deswandi, pernah
melontarkan sebuah pertanyaan
meggelitik yang berkaitan dengan ilmu saraf
yang dikaitkan dengan ilmu tasawuf yang
beliau ajarkan.
“Habib tahu tidak, kenapa orang miskin
itu disebut miskin?”
Saya yang pada waktu itu masih kelas 3
tsanawiyah dan belum memiliki kemampuan
analisis yang membutuhkan pendalaman
beberapa cabang ilmu, hanya diam dan
memasang wajah tidak tahu. Menunggu
jawaban yang tak kunjung datang, beliau
mulai memberikan beberapa petunjuk.
“Coba, asal kata „miskin‟ dalam Bahasa
Arab itu apa?” beliau bertanya.
Hmm.. Mîm, sîn, kâf, yâ, nûn.. “Sakana,
Ustaz?” saya bertanya ragu-ragu.
“Benar. Bentuk masdar dari sakana itu
apa?” beliau kembali bertanya.
“Sukûn, Ustaz?” saya kembali bertanya
ragu-ragu.
“Nah, coba, arti sukun itu apa?”
“Mati, Ustaz. Mungkin karena mata
pencarian mereka dan mereka tidak bisa
mencukupi kebutuhan sehari-hari,” ujarku
asal, karena dalam ilmu tajwid, huruf yang
berharkat sukun sukûn disebut huruf mati.
Beliau sedikit terkekeh.
“Bukan, bukan. Sukûn itu artinya tenang.
Bukankah cabang dari sukun juga ada kata
sakînah yang berarti ketenangan? Orang
miskin itu disebut miskin karena hidup
mereka tenang. Habib, kalau tidur malam
tidak mengunci pintu tentu hati tidak tenang
bukan?”
“Benar sekali, Ustaz,”
“Nah, berbeda dengan orang miskin.
Mereka bisa tidur tenang tanpa harus
mengunci pintu. Mereka bisa tenang saat di
tengah pasar karena pencopet paling lapar
pun enggan menyasar mereka. Mereka
tenang karena tidak diburu tagihan kartu
kredit, kreditan mobil, tidak perlu bawa kunci
kemana-mana. Mereka pun bisa tenang di
akhirat nanti karena tidak banyak harta yang
akan dihisab. Mereka tenang karena tidak
berpunya,” ujar beliau sambil menyetir
santai.
***
KBBI mengartikan agama sebagai
ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada
Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah
yang berhubungan dengan pergaulan
manusia dan manusia serta lingkungannya.
Dengan bahasa lebih ringkas, agama
adalah sebuah ajaran yang menjamin
keselamatan penganutnya di dunia dan
akhirat. Agama adalah sumber ketenangan,
yang tanpanya manusia akan kehilangan
arah dan tujuan.
Namun kenyataannya, berabad-abad
lamanya umat manusia malah menjadi
brutal dengan alasan agama. Betapa
banyak peperangan serta konflik yang
didasari keyakinan. Bahkan konflik Palestina
dan Israel yang hingga kini masih belum
menemukan titik temu pun katanya
disebabkan oleh doktrin agama. Belum lagi
pembantaian di Afrika Tengah, Rohingya,
Poso dan masih banyak lagi. Semuanya
terjadi atas nama agama.
Sebagai orang yang tidak terlibat
langsung terhadap konflik-konflik tersebut,
saya hanya bisa mengelus dada. Namun
saya sangat terkejut saat melihat sebuah
gambar yang „mungkin‟ disebarkan oleh
seorang ateis, memperlihatkan kekerasan
serta permasalahan yang katanya
disebabkan oleh agama, kemudian dia
menambah komentar singkat di bawah
gambar tersebut, “These are why i prefer not
to have a religion”.
Begitu menampar.
Bagaimana tidak? Agama yang
sebenarnya diturunkan agar manusia hidup
dalam tatanan teratur, malah menjadi
pangkal segala kekacauan besar. Bahkan
kekacauan-kekacauan tersebutlah yang
disorot oleh para penganut paham dahriah
untuk melegalkan keyakinan mereka, bahwa
tuhan itu tidak ada, bahwa agama hanyalah
candu dan produk fantasi manusia yang
sedang putus asa.
Realita ini mungkin bisa dikaitkan
dengan cerita orang miskin dalam ilustrasi
di atas, bahwa pada awalnya orang-orang
mengejar harta karena berharap harta akan
memberi mereka ketenangan. Namun
ternyata hartalah yang membuat mereka
diburu waktu serta kecemasan. Malah orang
miskin yang tidak berpunyalah yang
dihinggapi ketenangan.
Pada awalnya orang-orang beragama
menginginkan ketenangan, kedamaian,
serta keselamatan, namun malah berujung
pada konflik tak berkesudahan. Tak heran,
jika ada, bahkan banyak orang yang mulai
berpikir bahwa jika beragama hanya
menambah persoalan, lebih baik menjadi
pribadi bebas yang tak terikat pada
keyakinan. Bukankah kekanakan sekali
untuk saling caci dan benci hanya karena
perbedaan keyakinan dalam hati?
Agama saya tidak pernah salah. Paling
tidak, saya bisa mengatakan hal ini karena
alhamdulillah, saya telah diberi nikmat Islam
sedari lahir. Yang salah adalah orang yang
beragama, yang menyalahposisikan agama,
yang memperjualbelikan agama, yang
menjadikan agama sebagai jalan untuk
menghancurkan.
Jika agama benar-benar diposisikan
seperti seharusnya, yang mencakup
keyakinan dalam hati, pembenaran dengan
ucapan, dan diamalkan dengan perbuatan,
tentu citra agama tak akan pernah buruk di
mata orang yang tak percaya tuhan. Namun
lain cerita saat agama disamakan dengan
golongan atau kelompok yang saling basmi
demi mencapai tempat tertinggi. Tempat
tertinggi dimana? Mau menguasai dunia? Ini
kekanakan yang saya maksud.
Permasalahan semakin rumit karena
ulama yang diharapkan untuk menjernihkan
citra agama malah ikut-ikutan
mencemarkan. Alih-alih menyebarkan
hidayah kepada pemeluk agama lain
dengan argumen kuat dan bahasa santun,
malah cercaan kasar yang terlontar. Ada
juga beberapa tokoh agama yang sangat
santun terhadap pemeluk agama lain,
namun sayang, lidahnya tajam terhadap
perbedaan internal, suka mengangkat hal-
hal kontroversial. Bisa bertoleransi
antaragama, namun alergi terhadap
perbedaan intraagama.
Bukan mematikan harapan, namun
beginilah kenyataan. Bahwa persoalan
sedemikian besarnya, namun harapan
belum juga menunjukkan tanda-tanda.
Proyek mengembalikan posisi agama
kembali ke asalnya sebagai sumber
ketenangan dan keselamatan bukanlah
sebuah pekerjaan mudah. Hal ini
membutuhkan kerja keras serta kerja sama
seluruh elemen yang memang mengaku
beragama.
Jika konflik peperangan sulit untuk
dibendung, maka mungkin kita mulai dari
menahan diri dari peperangan dunia maya
yang kini sedang menjadi tren. Sudah
saatnya kita keluar dari forum diskusi dunia
maya yang sering mengangkat tema atas
dasar agama namun dikomentari oleh orang
-orang yang tidak mendalami agama. Kita
tahan diri dari ungkapan kasar lisan maupun
tulisan, terhadap rekan berbeda agama
maupun yang seagama namun beda
golongan. Santunkan perkataan, perkuat
alasan, pun juga akhlak mesti dibaguskan.
Ini senjata utama agar hidayah bisa
ditularkan.
Barangkali sebuah ungkapan terkenal
yang sering ditempel di toilet umum bisa
dijadikan sumber renungan. “Jika tidak bisa
membersihkan, maka paling tidak jangan
mengotori”.
Bahwa menjaga citra agama adalah
tanggung jawab setiap pemeluknya, dan
setiap tanggung jawab yang tersia-siakan
akan menyisakan jejak kemunafikan dalam
diri pelakunya. ◙
◙Keislaman
12
Oleh: Fakhry Emil Habib*
*Editor Informatika
Edisi: 181/September 2015
13
◙Aktualita
Senat Mengukir Nama di Mata Masisir
loncatan atau tempat penggodokan kualitas kawan-kawan mahasiswa untuk memperdalam keilmuannya, “Saya sendiri disana bersama kawan-kawan ingin ikut memajukan pola pikir kawan-kawan Masisir. Misi kami adalah mengajak Masisir untuk berdinamika. Jadi menurut saya, Masisir harus talaqi, tapi tidak boleh mencukupkan diri dengan itu saja maka setelah kita talaqi, kita mengambil faedah, kita akan diskusikan apa yang telah kita dapatkan, maka saya programkan ada diskusi karena mau nggak mau kita harus mengakui bahwasanya ketika talaqi kita hanya mendengarkan dan belum tentu kita bisa baca kitabnya. Maka di Sahah Indo juga akan kita laksanakan program belajar baca kitab dengan baik dan benar, diskusi, serta akan diadakan kajian yang nanti ada pemakalah dan sebagainya. Tapi semua ini perlu proses,” jelas Hujaj Nur Rahim, yang juga sebagai salah satu pengurus Sahah bagian penasehat. Mengenai tanggapan santri mukimnya Qais Mawardy, banyak manfaat yang bisa di ambil dari mukimnya disini, ”Alhamdulillah banyak sesuatu yang
ana dapat disini, dan bersyukur ana bisa berguru banyak sama ustad-ustadnya sehingga silaturrahmi lebih tersambung diantaranya Masisir dengan para masyayikh, banyak fan ilmu yang bisa dipelajari.” Ucap pria asal Surabaya ini.
Tak lepas dari tanggapan santri non mukimnya. “Saya disini merasa terbantu dengan adanya proses keilmuan, seperti adanya hafalan matan, kajian kitab dengan santrinya sendiri yang mengajinya setiap bulannya, shalawatan tiap mingguan, dan menggundang syekh. Dan saya lebih suka ke shalawatannya,” sekilas tanggapan Zaki Hasbi, Mahasiswa Ushuluddin yang sering hadir di pengajian Sahah Indonesia ini.
Tidak dipungkiri, majelis keilmuan pemberian muhsinin ini sangat bermanfaat. Mahasiswa Indonesia memiliki tempat khusus untuk mengadakan acara-acara atau kegiatan-kegiatan yang berbau keilmuan, memudahkan para masisir sehingga tidak perlu bersusah payah mencari syaqqoh atau tempat untuk kegiatan-kegiatan tersebut.
“Saya ikut sholawatan, soalnya bikin adem hati tuh, terus kegiatannya positif,” ucap salah satu murid markaz lughah yang
sering menghadiri acara keilmuan di Sahah Indonesia, Rabiatul Adawiyyah.
Berbeda dengan salah seorang pelajar Indonesia yang sudah hampir setahun mengenyam pendidikan dibangku kuliah, Nuansa Garini, “Lebih efektif lagi, terus kegiatan-kegiatannya lebih variatif lagi biar orang-orang seneng kesana, tambah orang dan tambah pengurus terus mungkin beberapa orang malas kesana karena lokasi yang terlalu masuk dan tangga yang terlalu tinggi, yang perempuan di sutuh!”.
Penuturannya ini dikarenakan Sahah berada di belakang masjid Azhar, yang beralamatkan di jalan Bathiniyyah, gedung atau imarah 23, lantai 2 untuk banin dan lantai 5 untuk banat (atas Resto Husein). “Bagus, ya, kalo bisa, jangan sutuh. Di-pendekkin tangganya! Ya, gitu tadi, banyakin kegiatannya, lalu gimana caranya biar orang tahu, Sahah Indo dimana dan fungsinya apa untuk memperkenalkan ke masyarakat Masisir ini,” tambah Mahasiswi Fakultas Bahasa Arab ini. (Adam, Afifah) ◙
T epat pukul 12:30 acara yang bertema Cerdas Cermat antar Forsema (Forum Senat Maha-
siswa) berlangsung. Aula wisma Nusantara menjadi tempat bersejarah, sebab untuk kali pertama kegiatan keilmuan antar Forsema ini diadakan. Kegiatan keilmuan yang diikuti 9 orang dari setiap fakultas ini, menjadikan keeratan kembali antar fakultas. “Alasan kami mengadakan kegiatan ini, salah satunya untuk menyambung silaturrahmi antar senat.” Ujar ketua Panitia, Agung Sa-putra.(20/8)
“Untuk masalah dana, kami mem-iliki 5 sumber,” Lanjutnya ketika kami menanyakan perihal dana. Dana Pro-posal yang mereka ajukan kepada KBRI menjadi Dana terbesar diantara dana Forsema, Iuran antar Fakultas dan Sponsor. Menurut mahasiswa kelahiran 20 juli ini, dana yang ber-jumlah hampir 5.000 le sudah cukup menyukseskan kegiatan ini. Ia juga menjelaskan uang yang digunakan disamping untuk hadiah peserta, juga untuk membelikan kitab sebagai apre-sasi keikutsertaan mereka.
Acara Cerdas Cermat antar Forsema (CCF) berlangsung cukup meriah. Dilihat dari antusiasme peserta terhadap soal yang diutarakan juri dan suporter yang mendukung dari berbagai fakultas. Mes-kipun, bisa dibilang jumlah suporter yang datang hanya sedikit jika dipresentasikan dengan jumlah Masisir. Menurut Agung,
sedikitnya suporter yang hadir bukan han-ya karena kegiatannya kurang mengasyikan untuk Masisir, melainkan karena forum “Senat” nya sendiri. “Kita belum mendapat nama di mata Masisir pada umumnya, jadi ya demikian. Selanjut-nya kita berharap bisa menadikan Senat sebagai sorotan di mata Masisir.” Jelas
Agung sembari menampakkan senyum khasnya.
Acara ini berawal dari ide Keputrian dan Pendidikan Senat Syariah dengan kerjasama seluruh senat memiliki alasan cukup kuat. Disamping untuk silaturrahmi antar senat, juga mengajak masisir untuk memperdalam ilmu keislamannya. “Banyak
ilmu didalam kegiatan ini, adapun manfaat atau tidaknya kegiatan ini untuk masisir dibagi menjadi dua, jangka panjang untuk seluruh masisir dan jangka pendek untuk seluruh peserta.” Terang Agung kemudian.
Asas perlombaan ini adalah majlis ilmu. Dimana setiap peserta ataupun juri men-jadi pelengkap sempurnanya jawaban.
Begitupun penentuan kitab untuk setiap materi yang akan diujikan men-jadi dasar agar tidak meluasnya jawa-ban yang dilontarkan peserta, juga sebagai penyetaraan antar peserta. Karena peserta diikuti dari tingkat 1 sampai tingkat 4. “Selanjutnya dengan niat ibadah dan memberi manfaat.” Tutupnya dengan harapan kepada seluruh Masisir atas perlombaan yang Senat adakan se-lanjutnya. Lomba CCF ini pun dimenangkan
oleh Fakultas Syariah atas nama pe-
serta; M. Zuhal Qobili, A. Saiful Mil-
lah, dan Iis Istianah, dan berhak
mendapatkan trofi dan uang tunai LE.
500. Juara II direbut oleh Fakultas
Bahasa Arab dengan nama perserta;
Rahmat Hidayatullah, Zakiatul Fikriah dan
Siti Qomariah yang berhak mendapatkan
uang tunai LE. 400. Sedang juara III diraih
oleh Fakultas Syariah atas nama Mustrafa
Kamal, Zahid Mustafa dan Shabrun Jamil,
mereka mendapatkan uang tunai sebesar
LE. 300. (Wasliah J) ◙
Sambungan halaman… 8
Edisi: 181/September 2015
14
◙Language Corner
J’aime la langue Français
Oleh: Hani Fathiya*
H ai, kawan-kawan Informatika! Saatnya kita menambah pengetahuan dan kemampuan kita dalam berbahasa asing.
Language Corner kali ini ingin mengajak kawan-kawan semua untuk mempelajari bahasa yang digunakan Napoleon
Bonaparte. Yap, ialah bahasa Perancis.
Bahasa Perancis merupakan salah satu dari enam bahasa resmi yang digunakan oleh organisasi internasional(Perserikatan
Bangsa-Bangsa. Jumlah penutur bahasa ini di dunia mencapai 220 juta orang. Hal ini menempatkan Bahasa Perancis di peringkat ke
-8 bahasa internasional. Bahasa ini ternyata juga banyak digunakan di Mesir, loh! Kalau kita sering perhatikan nama-nama toko di
pinggir jalan, pasti kita akan menemukan beberapa di antaranya berbahasa Perancis. Seperti misalnya La Poire, Le Marché, Le
Jardin dan lain sebagainya.
Nah, kita akan memulai belajar bahasa Perancis ini dari kalimat-kalimat yang sering digunakan sehari-hari. Kalimat sapaan,
bagaimana memperkenalkan diri, dan kalimat perpisahan.
1. Kalimat Sapaan
Berikut ini adalah beberapa kalimat sapaan yang sering
digunakan dalam bahasa Perancis.
Bonjour : Selamat Pagi (biasanya digunakan sejak pukul
00.00 sampai 12.00 siang)
Bon aprés-midi : selamat siang
Bonsoir : selamat sore
Bonne nuit : selamat malam/selamat tidur
Salut : hai
Ketika bertemu dengan seseorang, hal yang lazim pertama kali
ditanyakan adalah mengenai kabar. Berikut adalah kalimat untuk
bertanya kabar dalam bahasa Perancis.
Ça va ? : sehat? Comment ça va? : apa kabar?
Comment vas-tu?: bagaimana keadaanmu?
Jawabannya:
Bien : baik
Trés bien : sangat baik
Ça va bien/très bien : kabar baik / sangat baik
Je vais bien / je vais trés bien : keadaanku baik/ sangat baik
Pas trop bien : tidak baik
2. Memperkenalkan diri
Kalau sudah bertegur sapa, mari kita pelajari bagaimana
memperkenalkan diri dalam bahasa Perancis.
Tapi sebelumnya kita ketahui dulu kata ganti subjek dalam
bahasa Perancis, yaitu :
Contoh:
Je suis Indonesien / Indonesiénne : saya adalah orang Indonesia
(lk) /(pr)
Nous sommes les étudiants : kami adalah pelajar
Il t‟aime : dia mencintaimu
Nah, sekarang contoh memperkenalkan diri dalam bahasa Peran-
cis. Kita bisa mengatakan :
Salut, je m‟apelle Shinta. Je suis dix-neuf ans. Enchantée.
Artinya : Hi, my name is Shinta. I am nineteen years old. Nice to
meet you.
*Enchanté : apabila yang mengucapkan laki-laki
*Enchantée : apabila yang mengucapkan perempua
Bisa juga :
Bonjour, mon nom est Wildan. Je suis un etudiant l‟université Al
Azhar. J‟aime chanter et lire. Merci.
Artinya : Good morning, my name is Wildan. I am a student in Al
Azhar University. I like singing
and reading. Thank you.
3. Ucapan Terima Kasih dan Selamat Tinggal
Sekarang, bagaimana kita
mengucapkan terima kasih
dan jawabannya dalam baha-
sa Perancis?
Merci : thank you
Merci beaucoup : thank you
so much
De rien : you‟re welcome
Pas de probléme : no problem
Au revoir : see you later
À plus tard : see you later
À bientot : see you soon
À demain : see you tomorrow
Bon courage : keep spirit !
Bonne chance : good luck
Oke, sekian dulu pelajaran bahasa Perancisnya. Semoga ber-
manfaat. Merci!
Nb : cara pengucapannya bisa belajar dari internet.
Nous : kami
Vous : anda/kalian
Ils : mereka (lk)
Elles : mereka (pr)
Je : saya
Tu : kamu
Il : dia (lk)
Elle : dia (pr)
*Kru Informatika
Edisi: 181/September 2015
◙Hikmah Permata yang Terlupakan
Oleh: Ahmad Satriawan Hariadi Oleh: M. Fahmi al-Fath*
Hai anak Adam, kalian tak lain hanyalah kumpulan hari-hari
Tiap berlalu sepetang sepagi, telah hilang bagian diri
Hasan al-Bashri
K onon, suatu ketika, seorang raja di sebuah negeri me-nyuruh rakyatnya untuk
mengumpulkan susu. Tidak banyak, hanya dua gelas perorang. Jika dikumpulkan oleh seluruh rakyat negeri itu, maka susu yang terkumpul akan sebanyak danau.
Di negeri itu, ada seorang rakyat yang cerdas, terlalu cerdas malah. Dia terlalu menguasai konsep ekonomi, untung-rugi, sehingga ia berpikiran untuk menyerahkan dua gelas air tajin, atau sisa rebusan nasi. Tentu tidak akan ketahuan, toh warnanya sama persis, hanya dua gelas pula. Dalam pikirannya, dua gelas air tajin itu akan tercampur dengan jutaan gelas air susu yang lain.
Keesokan harinya, alangkah terkejut dan murkanya sang raja, sebab air susu yang dikumpulkan semuanya berupa air bersihan beras. Ternyata, tanpa ada disku-si dan persetujuan secara kolektif, semua rakyat berpikiran sama, mengumpulkan dua gelas air tajin.
Cerita itu, sepertinya juga kita alami dalam kehidupan sehari-hari. Tentang pola pikir kita, memaafkan kesalahan diri karena beranggapan bahwa kesalahan „kecil‟ kita akan ditutupi oleh „kebaikan‟ yang dilakukan oleh orang lain. Seperti sikap dan prilaku kita dalam komitmen waktu. Bukti jelasnya, ketika kita berjanji untuk bertemu ataupun rapat. Di negeri kita, di lingkungan kita, jika berjanji rapat atau pertemuan jam 8 maka mulainya jam 9. Jika di undangan jam 12 maka mulainya jam 2. Parahnya lagi, masih ada yang telat. Dia berpikiran, “Jika di undangan jam 12, paling mulainya jam 2, saya berangkat jam 2.30 saja ah. Nggak apa kok telat dikit,” Hei…Hei...!
Satu orang berpikiran macam ini, mungkin dampaknya tidak akan kentara. Namun jika seperempat? Separuh? Ini yang bahaya.
Ketika kita telat untuk datang dalam sebuah rapat, perjanjian, pertemuan, tak hanya kita yang rugi karena ingkar janji, tapi juga orang lain. Di luar sana, masih banyak orang-orang yang begitu menghar-gai waktunya. Ingin memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Tapi karena menunggu kehadiran si pribadi „telatan‟ dan kawan separtainya, waktu produktif mereka tersita. Sebab agenda yang seharusnya di mulai jam 12 ditunda menjadi jam 2 hanya karena menunggu. Dan akibat dari ketertundaan itu, acara pun berakhir lebih lama dari waktu yang ditentukan.
Di dunia ini, ada dua golongan manu-sia. Bukan dari segi jahat dan baik, juga bukan kaya dan miskin. Tapi orang-orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi. Kita pasti ada di antara dua golongan ini. Maka, ujar Dr. Hassan Syamsi Basya dalam bukunya Hamâsah fî Udzuni Syabâb, orang yang tidak mengatur rencana hidupnya, secara otomatis ia akan mengikuti aturan atau rencana orang lain, seperti air yang mengalir. Kabar buruknya, air itu selalu mengalir ke bawah, selalu begitu, menjadi yang kalah.
Maka jangan sekali-kali kita
mengacaukan jadwal yang mereka buat dengan demikian rapi dan detailnya itu hanya karena menunggu „sebuah keterlambatan‟. Sebab kita semua mempunyai mimpi-mimpi yang ingin di-capai. Kita semua mempunyai target-target yang ingin ditaklukkan. Selesai satu peker-jaan, kewajiban yang lain telah menunggu. Sebab ujar Hasan al-Banna, kewajiban lebih banyak dari waktu yang tersedia
Saking penting dan berharganya waktu ini, Allah sampai beberapa kali bersumpah dengannya dalam al-Quran. Dengan siang maupun malam, pagi ataupun petang, juga dengan waktu fajr, dhuha dan ashr.
Allah bersumpah dengan apapun yang ia mau, ujar Imam Hasanain Muhammad Makhluf dalam tafsirnya ‘Shafwatul bayan lima’ani al-Quran’, kadang Allah ber-sumpah dengan dirinya sendiri (Q.S adz-Dzariat: 23), dengan pekerjaan-Nya yang menakjubkan atau dengan karya-Nya yang luar biasa (Q.S. asy-Syams : 5-6), juga dengan zaman dan waktu (Q.S ad-Dhuha:1-3). Ini menunjukkan bahwa sesuatu yang dengannya Allah bersumpah; agung nilainya, tinggi derajatnya, luar biasa pent-ingnya atau banyak tak terhingga manfaatnya.
Rasulullah SAW. Juga mem-peringatkan betapa besarnya nikmat waktu ini, beliau bersabda ( نعمتان مغبون فيهما كثير من
الناس : الصحة و الفراغ رواه البخاري و الترمذى وابن Ada dua kenikmatan yang banyakماجه( manusia tertipu yaitu; nikmat sehat dan waktu senggang.
Al-gabn secara bahasa, bisa berarti
menjual sesuatu dengan harga yang tidak sesuai. Seseorang yang sehat badanya, banyak waktu luangnya, tapi tidak me-manfaatkannya untuk berbuat baik dan kebaikan, maka ia umpama orang yang rugi dalam jual beli.
Seseorang boleh jadi sehat tubuhnya, tapi kadang tidak luang waktunya karena sibuk dengan dunia. Atau berlimpah wak-tunya tapi tidak sehat badannya. Maka apabila diberi dua nikmat sehat dan waktu luang ini, tapi masih malas saja untuk taat kepada Allah, enggan mengatur waktunya dengan sebaik-baiknya, maka dia termasuk golongan orang yang rugi.
Tentang bagaimana ulama menghargai waktu ini, akan banyak kita dapati kisah-kisah hikmah ulama yang meraksasa di langit sejarah. Seperti yang direkam oleh Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah dalam kitabnya, Qimatuzzaman ‘inda al-ulama.
Ada kisah Abu Yusuf, murid kesayangan sekaligus sahabat Abu Hani-fah yang rela tidak menghadiri pemakaman anaknya, bukan karena tidak sayang, tapi agar tidak hilang kesempatan untuk mendengar nasihat sang guru. Ada kisah Amr Ibn Abd Qais yang meminta matahari dihentikan kepada seseorang yang hendak berbicara sia-sia kepadanya. Aduhai, be-gitu jauhkah jarak kita dengan mereka, apakah kita tidak mengambil pelajaran?
Padahal ujar Imam asy-Syafi‟i setelah mendapatkan pelajaran dari orang-orang sufi, waktu itu adalah pedang, apabila kau tidak memotongkannya, maka kau yang akan dipotongnya. Jika dirimu tidak disibuk-kan dengan kebenaran, maka kebatilan akan menyibukkanmu.
Sedang Imam al-Ghazali menasihati dalam kitabnya, „bidayatul hidayah’ bahwa „waktumu adalah umurmu dan umurmu adalah modalmu, setiap hirupan nafas dari hidupmu adalah permata yang tak ternilai harganya.‟ Maka pernahkah kau melihat orang membuang permata ke dalam tong sampah? Menyia-nyiakannya?
Akhirnya harga diri kita, kadang justru dinilai dari hal-hal sederhana, seperti bagaimana kita menghargai waktu, bagaimana kita menepati janji, bagaimana kita tetap bersabar dalam antrian, bagaima-na kita menebar senyum. Sederhana, mu-dah, kecil, tapi dampaknya besar luar bi-asa. Agaknya, sudah saatnya kita menjadi generasi yang menghargai waktu dan kepentingan orang banyak. Meminimalisir, bahkan menghilangkan sama sekali per-ilaku yang dapat merugikan orang banyak. Kalau ingin merubah dunia, atau Indonesia khususnya, mulailah dari sekarang, dari hal-hal kecil, dan ini yang terpenting; dari diri sendiri. ◙
15
*Pemred Informatika
Doc. Google
Edisi: 181/September 2015