Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

9
INDONESIA SEBAGAI NEGARA INDUSTRI

Transcript of Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

Page 1: Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

INDONESIA SEBAGAI

NEGARA INDUSTRI

Page 2: Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

Indonesia dikategorikan sebagai negara industri. Dapat dikatakan demikian karena saat ini

segala barang-barang kebutuhan sehari-hari masyarakat bergantung kepada hasil industry. Produk-

pruduk yang saat ini ada di tangan masyarakat, dalam proses produksinya sebagian besar

menggunakan mesin. Kondisi ini juga didasari atas kontribusi industri pengolahan (manufaktur)

terhadap produk domestik bruto (PDB/GDP) yang meningkat sejak lima tahun terakhir dibandingkan

sektor pertanian (yang notabene dahulu Indonesia merupakan Negara agraris). Data Badan Pusat

Statistik (BPS) yang diolah Depperin menyebutkan, kontribusi industri manufaktur terhadap PDB selalu

bertahan pada angka 27–28,3% pada kurun waktu 2002–2006. Kontribusi industri manufaktur

terhadap PDB tetap berada pada posisi teratas dibandingkan dengan bidang-bidang strategis lainnya,

seperti pertanian, kehutanan, pertambangan, perdagangan, serta hotel dan restoran. Kedua, Indonesia

mulai beralih dari negara agraris menjadi negara industri. Sektor pertanian yang dahulu memegang

peran utama, sekarang sudah tergantikan. Total ekspor industri nonmigas pada 2006 mencapai

USD79,5 miliar dari total ekspor nasional yang mencapai USD100,69 miliar atau meningkat 19,68%

dibandingkan 2005 senilai USD66,43 miliar. Dengan begitu nilai ekspor Indonesia dibidang industry

terus meningkat. Namun, Indonesia justru kehilangan opportunity cost dalam neraca ekspor-impor.

Ekspor bahan mentah masih menjadi andalan, seperti timah, emas, batubara, kelapa sawit, nikel, dsb.

Tetapi ada beberapa industry yang mampu dijalankan Indonesia seperti industry pesawat terbang,

industry perkapalan, industry perlengkapan militer, industry kerajinan tangan, industry tekstil &

garmen, industry kayu, industry makanan organic, industri otomotif-itu hanya menjadi tempat

perakitan dengan mendatangkan komponen utama dari luar negeri, komponen lokal hanya pada

bagian yang ringan-dan lain-lain. Hal yang juga mendukung bahwa Indonesia menjadi salah satu dari

20 negara industry (G20) adalah saat ini juga banyak terdapat kawasan-kawasan industry terpadu yang

tersebar diseluruh pelosok Indonesia. G-20 atau Grup 20 negara-negara industri adalah kumpulan dari

19 negara dengan perekonomian terbesar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. G-20 dibentuk sebagai

forum baru untuk kerjasama.Apalagi saat ini listrik merambah hingga ke pelosok desa. Industri

informasi dan telekomunikasi elektronik di Indonesia pun juga sudah maju pesat.

Salah satu hal yang juga mendukung bahwa Indonesia juga menjadi Negara industry adalah

Indonesia berhasil menemukan dan merupakan pionir dalam mengganti bahan bakar minyak yang saat

ini telah banyak digunakan, dengan biodiesel yang merupakan bahan bakar alternative, di wilayah

Negara berkembang. Tanaman yang saat ini dikembangkan adalah tanaman Jarak Pagar (Jatropha

Page 3: Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

Curcas Linn) yang berasal dari daerah tropis Amerika Tengah, tetapi telah lama dikenal masyarakat

Indonesia sejak jaman penjajahan Jepang. Tanaman Jarak banyak dijumpai sebagai pagar pekarangan,

juga digunakan sebagai obat serta penghasil minyak lampu. Biji tanaman jarak mengandung

persentase minyak yang besar, sehingga mulai dilirik orang untuk digunakan sebagai sumber bahan

bakar alternatif dimasa yang akan datang. Disamping untuk menunjang usaha konservasi lahan,

tanaman Jarak akan memberikan solusi pada pengadaan Biodiesel sekaligus akan memembuka

kesempatan bagi penambahan lowongan pekerjaan dan pendapatan petani. Karena latar belakang

Indonesia yang merupakan negara Agraris dimana 80% dari potensi lahan yang dimiliki adalah berupa

lahan pertanian, banyak saat ini dilakukan penemuan-penemuan seperti biodiesel tersebut diatas, dan

juga pengembangan industry-industri agriculture oriented. Demikian juga dengan sumber daya alam

yang subur, dan sumber daya manusia yang mayoritas adalah petani, hal yang harus dilakukan adalah

dengan menggali potensi masyarakat dalam bidang agrobisnis dan agroindustri guna mempercepat

tercapainya agroindustri yang kuat, sebagaimana dimiliki oleh negara-negara lain yang telah maju di

sektor ini.

Gambaran wajah kapitalisme dalam konsepsi Marx sangat mengerikan. Jika

diandaikan seekor monster raksasa, kapitalisme adalah monster raksasa itu yang sedang

menggenggam eksistensi manusia dan di saat yang bersamaan, ia pun menggerogotinya

sedikit demi sedikit. Anehnya, manusia tidak menyadari keberadaan monster tersebut. Dan

yang lebih aneh lagi, manusia tidak menyadari dirinya ketika digerogoti pelan-pelan. Marx,

dengan pemikirannya yang tajam, sebetulnya ingin mengingatkan bahaya itu; bahwa

kapitalisme menciptakan apa yang disebut keterasingan atau dalam istilah Marx disebut

alienasi.

Alienasi adalah salah satu tesis penting dalam pemikiran filosofis Marx. Di kemudian

hari, pemikir-pemikir Neo-Marxisme abad dua puluh mengadopsi konsep ini ke dalam

kerangka pemikiran mereka masing-masing. Secara istilah, alienasi bisa diartikan sebagai

keterasingan dari sesuatu hal. Akan tetapi dalam konsep Marx, alienasi bermakna bahwa

pekerja yang notabene menghasilkan barang atau hasil karya justru terasing dari buatannya

sendiri. Mengapa demikian?

Sederhananya, seorang tukang yang membuat meja misalnya, akan terasing dari

hasil karyanya mengingat meja tersebut harganya jauh lebih mahal dari pada bayaran dia

Page 4: Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

ketika dia memproduksi dan menghasilkan meja tersebut. Kenyataan seperti ini juga berlaku

dalam ruang-lingkup kerja yang lebih besar, misalnya di pabrik, perusahaan, dan seterusnya.

Jika kita memperhatikan kondisi ini misalnya: katakanlah harga sebuah televisi 24 inc di

pasaran berkisar 1 sampai 2 juta. Dalam proses pembuatannya, bisa ditaksir bahwa telah

terjadi akumulasi kapital yang sudah dihitung oleh si pemiliki modal; misalnya berapa harga

produksi, berapa ongkos pengerjaannya, berapa lama ia dikerjakan, dan berapa ongkos

promosinya, dan seterusnya, dan seterusnya. Semua ini terakumulasi ke dalam modal kerja.

Buruh yang mengerjakan televisi tersebut katakanlah dibayar 1 juta perbulan. Akan tetapi, si

buruh ini tentunya telah menghabiskan waktu setidaknya 10 jam sehari dan enam hari

seminggu dalam pengerjaannya. Di sini dapat dilihat bahwa harga televisi tersebut di

pasaran telah jauh lebih mahal dari upah si buruh jika dibandingkan waktu dan tenaga yang

ia habiskan untuk membuat barang tersebut. Maka, si buruh ini telah terasing dari hasil

pekerjaannya alias barang yang ia hasilkan lebih mahal dari “harga” dirinya sebagai pekerja.

Inilah yang dimaksud dengan alienasi. Marx menulis, “Nilai si pekerja sebagai modal naik

berkesesuaian dengan permintaan dan persediaan, dan bahkan secara fisikal,

keberadaannya, hidupnya, adalah dan dipandang sebagai suatu persediaan suatu barang

dseperti barang dagangan lainnya. Si pekerja itu memproduksi modal, modal memproduksi

dirinya (si pekerja) karenanya ia memproduksi dirinya sendiri, dan manusia sebagai pekerja,

sebagai suatu barang dagangan, adalah produk dari siklus ini. Bagi manusia yang cuma

seorang pekerja belaka dan baginya sebagai seorang pekerja kualitas-kualitas

kemanusiaannya hanya ada sejauh itu berada (eksis) bagi modal yang asing (alien) baginya”.

Walhasil, dalam pandangan Marx, buruh atau pekerja nilai kediriannya tidak lebih dari nilai

sebuah barang dagangan di mata kapitalis.

Keterasingan (alienasi) dalam konsep Marx juga sangat berhubungan dengan

konsepnya yang lain tentang nilai-lebih. Tentu ini masih berada dalam konteks kerja dan

relasi buruh majikan. Nilai-lebih dapat diartikan sebagai tambahan harga dari suatu barang

yang dijual, misalnya sebuah pensil dibeli dengan harga Rp. 1000, lalu dijual kembali dengan

harga Rp. 1100; Rp. 100 ini adalah nilai-lebih dalam konteks penjualan yang normatif. Bagi

Marx, nilai-lebih dalam sistem ekonomi kapitalis sebetulnya tidak sesederhana itu. Pertama-

tama, Marx menggaris-bawahi bahwa dalam sisteme produksi kapitalis barang dagangan

memiliki nilai-guna atau nilai-pakai. Nilai-guna ini memunculkan atau menciptakan nilai baru

Page 5: Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

bagi barang dagangan tersebut yaitu tenaga kerja. Tenaga kerja telah dibeli oleh kapitalis

dalam pengertian bahwa ia dibayar untuk memproduksi barang tertentu. Sebetulnya,

demikian kata Marx, ketika si kapitalis itu membayar upah kerja si pekerja katakanlah

selama seminggu, ia sebetulnya sudah membeli tenaga si pekerja lebih dari yang semestinya

ia bayar. Dalam arti kata, meskipun ia membayarnya hanya sehari saja, itu sudah impas

dengan produksi yang ia hasilkan. Hanya saja kenyataannya, si pekerja menyerahkan semua

tenaga dan waktunya untuk si kapitalis. Enam hari yang lain sebetulnya gratis diambil dan

dipakai begitu saja oleh si kapitalis dan si pekerja tidak menyadari bahwa sesungguhnya,

kerja-lebih itulah yang menghasilkan apa yang disebut nilai-lebih bagi suatu barang.

Akumulasi modal dalam konteks ini bukan berasal dari membeli dan kemudian menjual

dalam pengertian konvensional perdagangan, akan tetapi akumulasi modal berasal dari

nilai-lebih dari kerja-lebih yang dipersembahkan oleh pekerja untuk si kapitalis secara cuma-

cuma. Inilah yang dimaksud Marx dengan nilai-lebih dalam bukunya Das Kapital. Oleh

karena itu, Engels menyatakan bahwa, “…soal pokoknya adalah, bahwa sang kapitalis, di

samping kerja yang dibayarnya, juga menarik/mengeduk kerja yang tidak dibayarnya”.

Dalam pandangan Marx, eksploitasi tenaga kerja dalam corak produksi kapitalis bersumber

dari sini: bahwa proses kerja terdiri dari: 1). Pekerja berada di bawah kontrol kapitalis; 2).

Produk menjadi milik kapitalis karena proses kerja itu telah dimiliki sepenuhnya oleh si

kapitalis itu sendiri, yaitu tenaga-kerja dan alat produksi. Maka dari Engels menilai bahwa,

“sebagai suatu proses penciptaan nilai, proses kerja itu menjadi suatu proses produksi nilai-

lebih pada saat ia diperpanjang melampaui titik di mana ia menyetorkan suatu ekuivalen

(kesetaraan) sederhana untuk nilai tenaga-kerja yang dibayar itu. Dalam pandangannya

Marx mengidentifikasikan empat jenis alenasi yang dialami oleh para pekerja sebagai akibat

dari sistem produksi kapitalis.

Pertama. Alienasi dari pekerjaan. Karena kerja bersifat esensial bagi hidup manusia,

maka seseorang yang mengalami keterasingan dari pekerjaan otomatis berarti mengalami

keterasingan dari dirinya sendiri. Seharusnya pekerjaan memuaskan manusia sebagai sarana

pemenuhan kebutuhan dan pengembangan potensi serta ekspresi-diri manusia. Namun,

dalam praktiknya pekerjaan telah menjadi aktivitas yang kemudian mentransformasikan

manusia hanya menjadi buruh upahan. Para pekerja melakukan pekerjaannya tanpa

Page 6: Indonesia Dikategorikan Sebagai Negara Industri

imaginasi dan kreatifitas, karena mereka hanya mengharapkan upah untuk hidup subsisten

dari tenaga kerja yang dijualnya kepada majikan.

Kedua. Alienasi dari hasil kerja. Produk-produk yang dihasilkan para pekerja tidak

diperuntukkan bagi mereka sendiri, melainkan semata-mata untuk sebagai komoditi yang

tidak lagi memiliki keterkaitan dengan diri mereka. Seorang pekerja pabrik sepatu Nike di

Tangerang, misalnya, tidak pernah sanggup membeli dan memakai sepatu yang dibuatnya

sendiri setiap hari. Mereka semata-mata hanya menghasilkan komoditi untuk ditukar

dengan upah.

Ketiga. Alienasi dari para pekerja yang lain. Menurut Marx aktivitas produksi harus

bersifat kooperatif, memperkokoh ikatan kesatuan orang-orang ke dalam suatu masyarakat.

Dalam industri kapitalis, kenyataannya para pekerja tidak dapat bertindak secara kooperatif.

Mereka terpaksa berkompetisi dengan yang lainnya untuk mendapatkan pekerjaan.

Keempat. Alienasi dari kemanusiaan. Industri kapitalis mengasingkan para pekerja

dari potensi kemanusiaan mereka. Marx menganalisa bahwa dalam industri kapitalis para

pekerja lebih mengingkari potensi yang mereka miliki. Mereka tidak mengembangkan

kekuatan-kekuatan mental dan fisiknya secara penuh sebagai suatu ekspresi yang

menyenangkan tetapi lebih sebagai hal yang melelahkan dan menurunkan martabatnya

sendiri. Para pekerja menjadi tidak betah saat mereka melaksanakan pekerjaan mereka.

Dengan kata lain aktivitas produksi yang seharusnya merupakan suatu ekspresi kualitas

terbaik manusia, dalam industri kapitalis justru telah berbalik mengespresikan aspek-aspek

terburuk manusia.