Indonesia di Mata Internasional.doc

4
Indonesia di Mata Internasional: Citra dan Fakta Impunitas* Indonesia tengah disorot masyarakat internasional terkait dengan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dalam sidang 4 tahunan Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB, 23 Mei 2012. Tak cukup banyak alasan bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan citranya di mata dunia, karena pada saat yang sama beragam pelanggaran HAM terus terjadi. Mengacu kepada rekomendasi UPR tahun 2008, Pemerintah Indonesia didorong untuk menjalankan sejumlah rekomendasi di bidang HAM, di antaranya adalah ratifikasi Konvensi internasional, perlindungan pembela HAM, menghapuskan impunitas, perlindungan warga negara, dan membangun kapasitas aparat Negara. Rekomendasi-rekomendasi inilah yang kemudian dipertanyakan oleh Dewan HAM PBB dan sejumlah Negara yang terlibat di dalam sidang tersebut. Citra dan Fakta Impunitas Sebagai salah satu pilar PBB, HAM menjadi salah satu tolok ukur bagi setiap Negara untuk memperlihatkan citra baik di mata global. Tak terkecuali Indonesia yang juga menjadi salah satu Anggota Dewan HAM sejak 2011. Namun tentu bukan hanya pencitraan yang diharapkan dari keberadaan HAM, melainkan capaian-capaian kongkret yang betul-betul dapat memanusiakan manusia melalui tangan pemerintah. Sebuah pertanyaan kemudian mengemuka, yaitu apakah Pemerintah Indonesia masih memosisikan HAM sebagai alat pencitraan atau betul-betul telah beranjak dari posisi tersebut untuk lebih memberikan dampak positif di level nasional? Tentu tak mudah menjawab pertanyaan tersebut, namun setidaknya rekomendasi- rekomendasi UPR 2008 di atas dapat dijadikan tolok ukur bagaimana Indonesia mengimplementasikan HAM selama periode 4 tahun ini. Di luar dari kemajuan dan prestasi yang diklaim Pemerintah, masih terdapat hal lain yang patut untuk dikemukakan dan menggambarkan

Transcript of Indonesia di Mata Internasional.doc

Page 1: Indonesia di Mata Internasional.doc

Indonesia di Mata Internasional: Citra dan Fakta Impunitas*

Indonesia tengah disorot masyarakat internasional terkait dengan pelaksanaan hak asasi manusia (HAM) dalam sidang 4 tahunan Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB, 23 Mei 2012. Tak cukup banyak alasan bagi Pemerintah Indonesia untuk tetap mempertahankan citranya di mata dunia, karena pada saat yang sama beragam pelanggaran HAM terus terjadi.

Mengacu kepada rekomendasi UPR tahun 2008, Pemerintah Indonesia didorong untuk menjalankan sejumlah rekomendasi di bidang HAM, di antaranya adalah ratifikasi Konvensi internasional, perlindungan pembela HAM, menghapuskan impunitas, perlindungan warga negara, dan membangun kapasitas aparat Negara. Rekomendasi-rekomendasi inilah yang kemudian dipertanyakan oleh Dewan HAM PBB dan sejumlah Negara yang terlibat di dalam sidang tersebut.

Citra dan Fakta Impunitas

Sebagai salah satu pilar PBB, HAM menjadi salah satu tolok ukur bagi setiap Negara untuk memperlihatkan citra baik di mata global. Tak terkecuali Indonesia yang juga menjadi salah satu Anggota Dewan HAM sejak 2011. Namun tentu bukan hanya pencitraan yang diharapkan dari keberadaan HAM, melainkan capaian-capaian kongkret yang betul-betul dapat memanusiakan manusia melalui tangan pemerintah.

Sebuah pertanyaan kemudian mengemuka, yaitu apakah Pemerintah Indonesia masih memosisikan HAM sebagai alat pencitraan atau betul-betul telah beranjak dari posisi tersebut untuk lebih memberikan dampak positif di level nasional? Tentu tak mudah menjawab pertanyaan tersebut, namun setidaknya rekomendasi-rekomendasi UPR 2008 di atas dapat dijadikan tolok ukur bagaimana Indonesia mengimplementasikan HAM selama periode 4 tahun ini.

Di luar dari kemajuan dan prestasi yang diklaim Pemerintah, masih terdapat hal lain yang patut untuk dikemukakan dan menggambarkan betapa rezim pemerintahan di Indonesia belum mampu menjadi katalisator gerbong pemajuan dan perlindungan HAM. Salah satu yang cukup penting adalah impunitas pelaku-pelaku pelanggaran HAM, baik untuk kejahatan masa lalu atau setelah UU HAM disahkan.

Lembar catatan penegakan HAM di Indonesia mencatat, setidaknya 4 permasalahan impunitas yang sampai saat ini belum ma(mp)u diselesaikan oleh Pemerintah, yaitu penyelesaikan kasus Munir, penuntasan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu, kasus kerusuhan Mei 1998 dan impunitas terhadap pelaku kekerasan berbasis agama/keyakinan terhadap minoritas. Kasus-kasus tersebut seakan hilang seakan tanpa bekas, tanpa ada kebijakan yang jelas dari Pemerintah, bahkan ada sinyalemen untuk melupakan kasus-kasus tersebut sebagai dosa sejarah Indonesia. Mandegnya penyelesaian kasus-kasus tersebut, masih berlenggangnya para pelaku pelanggaran

Page 2: Indonesia di Mata Internasional.doc

HAM, serta banyak kasus kekerasan atas nama agama yang tidak diproses berdasarkan hukum sangat menunjukkan bahwa pemerintah enggan dan tidak serius mengakhiri impunitas.

Senarai prestasi Indonesia dalam pemajuan HAM selalu menjadi senjata ampuh bagi Pemerintah untuk mengunduh citra baik di mata komunitas internasional. Padahal, dalam era informasi sekarang ini beragam informasi dengan sangat mudah mengisi halaman-halaman media massa, sehingga untuk tidak mengatakan percuma, pembangunan citra ini justru tidak banyak berguna bagi Indonesia di level global.

Pemajuan dan Evaluasi

Mekanisme UPR merupakan sebuah mekanisme yang baru berjalan satu periode sejak 2008. Tahun ini, adalah kali kedua Indonesia dievaluasi, bersama dengan Bahrain, Aljazair, Tunisia, Maroko, Filipina, Inggris dan India.

UPR sama sekali bukan sebuah mekanisme penghakiman atau penghukuman terhadap kondisi HAM suatu Negara. Sebaliknya, mekanisme ini dibuat untuk memajukan dan mendorong pelaksanaan Deklarasi Universal HAM di level nasional. Seluruh Negara Anggota PBB berkewajiban untuk terlibat dalam proses evaluasi dan melaporkan kondisi HAM-nya secara berkala 4 tahunan, dengan menyampaikan kemajuan positif, tantangan dan kemunduran pelaksanaan HAM selama periode tersebut.

Untuk itu, harusnya Indonesia juga memaknai forum ini sebagai sebuah proses perbaikan dan evaluasi pemajuan HAM, bukan justru menganggap forum tersebut sebagai ancaman image buruk di mata internasional. Dengan mengedepankan semangat kerjasama, Indonesia hendaknya mengungkap kondisi nyata penegakan HAM, menjawab rekomendasi-rekomendasi UPR 2008 secara objektif, sembari mengemukakan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai.

Dengan begitu, HAM tidak hanya menjadi komoditas politik pencitraan pemerintah di mata internasional, namun sebaliknya lebih memberikan manfaat bagi perlindungan, penghormatan dan kemajuan HAM di tataran nasional, sehingga citra baik atau sanjungan dari komunitas internasional merupakan cerminan nyata kondisi di dalam negeri.

*Rafendi Djamin, dari Jenewa, Switzerland

Direktur Eksekutif Human Rights Working Group (HRWG): Koalisi NGO HAM Indonesia untuk Advokasi Internasional

Page 3: Indonesia di Mata Internasional.doc

Kepada Yth.

Tim Redaksi Desk Opini Koran Kompas

di Tempat

Salam sejahtera,

Bersama dengan ini saya kirimkan tulisan Opini saya terkait dengan sorotan internasional terhadap Indonesia dalam Sidang Dewan HAM PBB pada 23 Mei 2012, yang kebetulan kami ikuti. Artikel ini dibuat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat Indonesia bahwa mekanisme tersebut adalah sebuah proses evaluasi dan pemajuan yang harus disikapi secara kooperatif oleh pemerintah. Di sisi yang lain, forum ini bukan hanya sebagai forum membangun citra, tetapi kondisi HAM di Indonesia semakin buruk. Sebaliknya, pentingnya untuk melinierkan kedua hal tersebut - penegakan HAM dan citra di dunia interasional - merupakan sebuah keharusan bagi Indonesia. 

Demikian. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Terlampir saya cantumkan biodata singkat.

Rafendi Djamin,