Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 / Human Development Index (HDI) 2011

88

description

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 / Human Development Index (HDI) 2011 is a comparative measure of life expectancy, literacy, education and standard of living in 2011 published by Statistics Lhokseumawe working with the Regional Development Planning Agency City Government Lhokseumawe.HDI is used to classify whether a city is a city forward, growing town or city retarded and also to measure the impact of economic policies on quality of human life in Lhokseumawe.

Transcript of Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 / Human Development Index (HDI) 2011

  • SAMBUTAN

    Kota Lhokseumawe sebagai daerah yang sedang berkembang

    memerlukan suatu data dan indikator dalam rangka menunjang proses

    perencanaan pembangunan termasuk pembangunan manusia. Salah

    satu indikator keberhasilan pembangunan manusia adalah Indeks

    Pembangunan Manusia (IPM).

    Penyusunan buku Perhitungan dan Analisis Indeks

    Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun 2010 dapat

    memberikan gambaran tentang indikator keberhasilan pembangunan

    manusia di Kota Lhokseumawe, seperti angka harapan hidup, angka

    melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta tingkat daya beli

    masyarakat. Hasilnya diharapkan sebagai bahan acuan dalam

    perencanaan pembangunan manusia Kota Lhokseumawe di masa

    mendatang.

    Akhirnya, semoga buku Perhitungan dan Analisis Indeks

    Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun 2010 dapat

    memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, umumnya

    kepada masyarakat luas. Kepada semua pihak yang telah

    berpastisipasi dalam penyusunan buku ini, saya ucapkan terima kasih.

    Lhokseumawe, Oktober 2011

    Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

    Kota Lhokseumawe

    Plh. Kepala,

    Drs. A. Madjid

    NIP. 195903031986031001

  • KATA PENGANTAR

    Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan

    rahmat serta hidayah-Nya, hingga tersusun buku Perhitungan dan

    Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun

    2010 yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan manusia

    di Kota Lhokseumawe.

    Berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan kualitas

    manusia telah ditempuh oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Data

    yang tersaji pada buku ini kami jadikan sebagai alat pemantauan

    terhadap perkembangan pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe

    serta dapat digunakan sebagai bahan akuntabilitas publik yang

    mengevaluasi kinerja pemerintah.

    Kepada tim penyusun, kami ucapkan terima kasih atas daya dan

    upaya dalam penyusunan buku ini. Akhirnya saran dan kritik sangat

    kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan buku ini di masa

    mendatang.

    Lhokseumawe, Oktober 2011

    Badan Pusat Statistik

    Kota Lhokseumawe

    Kepala,

    Mughlisuddin, SE NIP 196904241994011001

  • iii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    SAMBUTAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi BAB I PENDAHULUAN 2 1.1 Latar Belakang

    1.2 Tujuan 1.3 Manfaat 1.4 Ruang Lingkup

    2 7 7 7

    BAB II METODOLOGI 9 2.1 Metode Pengumpulan Data

    2.2 Metode Pengolahan Data 2.3 Metode Analisis dan Penghitungan IPM

    3.5.1 Rumus Umum IPM 3.5.2 Angka Harapan Hidup 3.5.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah 3.5.4 Purchasing Power Parity (PPP) 3.5.5 Perubahan IPM

    2.4 Metode Penyajian

    9 10 11 12 14 17 19 23 24

    BAB III GAMBARAN UMUM 28 3.1 Kondisi Geografis

    3.2 Kondisi Pemerintahan 3.3 Kondisi Demografi 3.4 Kondisi Ketenagakerjaan 3.5 Kondisi Perekonomian

    3.5.1 Struktur Ekonomi 3.5.2 Pertumbuhan Ekonomi

    28 29 31 36 39 39 46

    BAB IV INDIKATOR KESEHATAN 51 BAB V INDIKATOR PENDIDIKAN 54 5.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat

    5.2 Angka Melek Huruf 5.3 Rata-rata Lama Sekolah

    55 56 58

    BAB VI INDIKATOR DAYA BELI 60 6.1 Pengeluaran Konsumsi Per Kapita

    6.2 Daya Beli Penduduk 60 63

  • iv

    Halaman

    BAB VII PERKEMBANGAN IPM 67 7.1 Indeks Pembangunan Manusia

    7.2 Shortfall IPM

    67 71

    BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 75 8.1 Kesimpulan

    8.2 Implikasi Kebijakan 8.2.1 Identifikasi Permasalahan Pembangunan 8.2.2 Strategi dan Sasaran Pembangunan Manusia

    75 76 76 78

  • v

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Nilai Ekstrim Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang Digunakan dalam Penghitungan

    13

    Tabel 2.2

    Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)

    19

    Tabel 2.3

    Klasifikasi IPM 24

    Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota Lhokseumawe per Kecamatan 29

    Tabel 3.2 Nama Gampong Berdasarkan Kecamatan dan Kemukiman di Kota Lhokseumawe

    30

    Tabel 3.3 Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk

    di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    32

    Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Produktif di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    33

    Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

    Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    37

    Tabel 3.6 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan Migas (persen)

    40

    Tabel 3.7 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Tanpa Migas (persen)

    44

    Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan dan Tanpa Migas (persen)

    48

    Tabel 6.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kota Lhokseumawe dan Propinsi Aceh Tahun 2009-2010 (Rp)

    61

    Tabel 6.2 Pendapatan Per Kapita Kota Lhokseumawe Tahun 2007-

    2010 (Rp)

    62

  • vi

    Tabel 7.1 Tabel 7.2

    Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    69

    70

  • vii

    DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2010 35

    Gambar 3.2

    Peranan PDRB Dengan Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    43

    Gambar 3.3

    Peranan PDRB Tanpa Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    46

    Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun

    2006 - 2010

    52

    Gambar 5.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    56

    Gambar 5.2 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010

    57

    Gambar 5.3 Rata-rata Lama Sekolah di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010

    58

    Gambar 6.1 Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Kota Lhokseumawe, 2006-2010 (Rp 000)

    64

    Gambar 6.2 Indeks Daya Beli Kota Lhokseumawe Tahun 2006-2010 65

    Gambar 7.1 Perkembangan IPM Kota Lhokseumawe dan Beberapa Kabupaten/Kota Lainnya di Aceh Tahun 2006 - 2010

    67

    Gambar 7.2 Perkembangan Reduksi Shortfall IPM Kota

    Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010

    72

  • BAB IPENDAHULUAN

    http://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    2

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pembangunan manusia (human development)

    merupakan suatu paradigma yang menempatkan manusia

    sebagai titik sentral sehingga setiap upaya pembangunan

    mempunyai ciri dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam

    kerangka ini maka pembangunan daerah ditujukan untuk

    meningkatkan partisipasi penduduk dalam semua proses

    pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah

    melakukan upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai

    sumber daya baik dari aspek fisik (kesehatan), intelektualitas

    (pendidikan), kesejahteraan ekonomi (daya beli) maupun

    moralitas (iman dan takwa). Hal ini sesuai dengan tujuan

    pembangunan yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu

    memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

    kehidupan bangsa yang secara implisit juga mengandung

    makna pemberdayaan manusia.

    Dalam perspektif United Nations Development

    Programme (UNDP), pembangunan manusia (human

    development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi

    penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat dilihat

    sebagai proses upaya ke arah perluasan pilihan dan

    sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut

    (UNDP, 1990). Pada saat yang sama pembangunan manusia

    I

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    3

    dapat dilihat juga sebagai pembangunan (formation)

    kemampuan manusia melalui perbaikan taraf kesehatan,

    pengetahuan dan ketrampilan; sekaligus sebagai

    pemanfaatan (utilization) kemampuan/ketrampilan mereka

    tersebut.

    Konsep pembangunan di atas jauh lebih luas

    pengertiannya dibandingkan konsep pembangunan ekonomi

    yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth),

    kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat

    (social welfare), atau pembangunan sumber daya manusia

    (human resource development). Karena konsep pembangunan

    UNDP mengandung empat unsur, yaitu : produktivitas

    (productivity), pemerataan (equity), kesinambungan

    (sustainability), dan pemberdayaan (empowerment).

    Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi

    pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini

    UNDP melihat pembangunan manusia sebagai semacam

    model pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk,

    dan oleh penduduk.

    a. tentang penduduk; berupa investasi di bidang

    pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial

    lainnya;

    b. untuk penduduk; berupa penciptaan peluang

    kerja melalui perluasan (pertumbuhan) ekonomi

    dalam negeri; dan

    c. oleh penduduk; berupa upaya pemberdayaan

    (empowerment) penduduk dalam menentukan

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    4

    harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam

    proses politik dan pembangunan.

    Untuk melihat sejauh mana capaian pembangunan

    manusia di suatu daerah, maka kehidupan masyarakat perlu

    dipantau perkembangannya. Pemantauan bertujuan untuk

    mengevaluasi kemajuan hasil pembangunan. Selain itu juga

    sebagai kerangka akuntabilitas publik untuk mengevaluasi

    kinerja pemerintah daerah sebagai penyelenggara

    pemerintahan di tingkat kabupaten/kota.

    Bidang kehidupan yang perlu dipantau meliputi seluruh

    aspek kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan

    individu dalam hal kelangsungan hidup secara individu

    (kebutuhan dasar, kesehatan dan KB), tumbuh kembang

    (pendidikan, gizi), partisipasi (ketenaga-kerjaan, politik),

    perlindungan (kesejahteraan sosial, hukum dan ketertiban),

    maupun yang berkaitan dengan wilayah seperti

    kependudukan, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi.

    Berbagai indikator dapat digunakan untuk memantau

    kemajuan pembangunan di suatu daerah, baik indikator

    ekonomi maupun indikator sosial. Dalam konteks

    masyarakat sebagai obyek pembangunan, maka diperlukan

    suatu indikator untuk mengukur perkembangan

    kehidupan/tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

    Untuk melihat tingkat kesejahteraan dari segi ekonomi

    secara umum, indikator yang tepat digunakan adalah PDRB.

    Untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan sosial dalam

    arti lebih sempit, dapat menggunakan indikator IMH (Indeks

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    5

    Mutu Hidup), karena indikator IMH hanya

    mempertimbangkan variabel-variabel sosial saja. Sedangkan

    untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan sosial dan

    ekonomi secara luas, dapat menggunakan indikator IPM

    (Indeks Pembangunan Manusia), karena IPM

    mempertimbangkan variabel-variabel sosial dan ekonomi.

    UNDP sejak tahun 1990 menggunakan Indeks

    Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index

    (HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja

    (performence) suatu negara atau daerah dalam bidang

    pembangunan manusia.

    Konsep pembangunan manusia memiliki dimensi yang

    sangat luas. Menurut UNDP upaya ke arah perluasan

    pilihan hanya mungkin dapat direalisasikan jika penduduk

    paling tidak memiliki : peluang berumur panjang dan sehat,

    pengetahuan ketrampilan yang memadai, dan peluang untuk

    merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan

    yang produktif (misalnya dapat bekerja dan memperoleh

    uang sehingga memiliki daya beli). Dengan kata lain,

    tingkat pemenuhan ketiga unsur tersebut minimal sudah

    dapat merefleksikan tingkat keberhasilan pembangunan

    manusia suatu negara/daerah.

    Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di

    atas, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan

    pada 3 (tiga) indikator, yaitu : Angka Harapan Hidup (life

    expectancy at age o : eo), Angka melek huruf penduduk

    dewasa (adult literacy rate : Lit), Rata-rata lama sekolah

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    6

    (mean years of schooling : MYS), serta Purchasing Power

    Parity (merupakan ukuran pendapatan yang sudah

    disesuaikan dengan paritas daya beli). Indikator pertama

    mengukur umur panjang dan sehat, dua indikator

    berikutnya mengukur pengetahuan dan ketrampilan,

    sedangkan indikator terakhir mengukur kemampuan dalam

    mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga

    indikator inilah yang digunakan sebagai komponen dalam

    penyusunan IPM/HDI.

    Pengukuran tingkat pemenuhan ketiga indikator di atas

    dilakukan dengan sistem pengukuran yang dipakai oleh

    UNDP dalam menyusun IPM global. Hal ini didorong harapan

    agar indeks yang dihasilkan terbanding secara nasional

    maupun internasional.

    Bagi daerah-daerah yang relatif baru seperti Kota

    Lhokseumawe, kegiatan penyusunan IPM memiliki peran

    sangat strategis dalam perencanaan pembangunan regional

    khususnya pembangunan manusia. Dalam evaluasi

    pembangunan manusia, IPM ini dapat diamati

    perkembangannya setiap periode sehingga dapat diketahui

    seberapa besar percepatan pembangunan manusia antar

    periode. Di sisi lain, secara cross section IPM juga dapat

    digunakan sebagai indikator pembanding antar wilayah

    untuk melihat posisi relatif pembangunan manusia suatu

    wilayah terhadap wilayah lain.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    7

    1.2 Tujuan Kegiatan perhitungan dan analisis Indeks

    Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe bertujuan untuk

    melihat kondisi pembangunan manusia dan diharapkan

    mampu digunakan sebagai pembanding kinerja

    pembangunan manusia antar waktu dan antar daerah.

    1.3 Manfaat Beberapa manfaat penting yang dapat diperoleh dari

    perhitungan dan analisis Indeks Pembangunan Manusia

    Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut :

    1. sebagai bahan Laporan Pembangunan Manusia

    (Human Development Report) di Kota Lhokseumawe,

    2. sebagai alat bantu pemerintah dalam rangka

    melakukan perencanaan dan evaluasi

    pembangunan daerah,

    3. sebagai bahan akuntabilitas publik terhadap kinerja

    pemerintah daerah khususnya dalam

    meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan

    4. sebagai basis data dan data acuan bagi pihak lain

    yang berkepentingan.

    1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup bahasan dalam penyusunan publikasi

    ini adalah wilayah administratif Kota Lhokseumawe.

  • BAB IIMETODOLOGI

    http://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    9

    METODOLOGI

    2.1 Metode Pengumpulan Data

    Informasi yang dicakup dalam kegiatan penyusunan

    Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Lhokseumawe

    adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga, institusi

    maupun instansi pemerintah yang relevan. Data-data

    tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :

    1. Indiktor Kesehatan, yang meliputi angka harapan

    hidup dan IMR, dengan data dasar adalah jumlah

    wanita usia subur 15-49 tahun (wus), status

    perkawinan wus, jumlah anak lahir hidup maupun

    anak lahir mati dari wus, dan life table model

    western dari UN (United Nations).

    2. Indikator Pendidikan, yang meliputi rata-rata lama

    sekolah (mean years school) dan angka melek huruf

    (literacy rate), dengan data pokok jumlah penduduk

    yang bersekolah, pendidikan tertinggi yang

    ditamatkan, dan kemampuan baca tulis penduduk.

    3. Indikator Daya Beli, yang meliputi indeks kemahalan

    dan paritas daya beli yang menggunakan data

    pokok:

    a. Pengeluaran konsumsi makanan maupun non

    makanan oleh penduduk

    II

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    10

    b. Harga 27 paket komoditi dasar di Kota

    Lhokseumawe dan di Kota Banda Aceh sebagai

    pembanding.

    Penggunaan harga-harga komoditi di Kota Banda

    Aceh sebagai angka pembanding dimaksudkan

    agar dapat terlihat kewajaran harga-harga dari 27

    komoditi tersebut, mengingat Kota Banda Aceh

    sebagai pusat perekonomian di wilayah Propinsi

    Aceh.

    Tingkat daya beli penduduk menggambarkan

    kondisi relatif daya beli antar wilayah dan antar

    waktu. Sehubungan dengan hal tersebut daya beli

    penduduk ini harus disesuaikan dengan

    komponen lain seperti indeks harga dan indeks

    kemahalan melalui formula atkinson. Angka daya

    beli yang dihasilkan tidak dapat diinterpretasikan

    berdasarkan angka nominalnya, melainkan harus

    diinterpretasikan secara riil dengan

    membandingkan antar wilayah dan antar waktu.

    Harga 27 paket komoditi yang dimaksud di sini

    adalah komoditi terpilih untuk menghitung paritas

    daya beli.

    2.2 Metode Pengolahan Data

    Setelah tahap pengumpulan data selesai, tahap

    berikutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    11

    dilakukan dengan menggunakan cara manual dan dengan

    bantuan komputer atau software.

    - Tahap pertama pengolahan data, metode yang

    digunakan adalah secara manual (pra komputer).

    Pengolahan data secara manual ini terdiri atas tahap

    pemeriksaan (verification) dan penyuntingan-

    pengkodean (editing coding).

    - Tahap kedua, setelah tahap manual selesai,

    pengolahan data dilanjutkan dengan bantuan

    komputer. Pada tahap ini dilakukan perekaman data

    (entry data) dengan menggunakan paket program

    SPSS (Statistical Program for Social Science),

    pengecekan hasil entry (validasi), dan proses

    tabulasi untuk mempermudah analisis.

    Secara rinci tahapan dalam pengolahan data dalam

    kegiatan ini adalah:

    1. Pengelompokan data (data batching)

    2. Pemeriksaan data hasil lapangan (verifikasi)

    3. Perekaman data (entry)

    4. Pengecekan konsistensi data (validasi)

    5. Tabulasi

    2.3 Metode Analisis dan Penghitungan IPM

    Analisis yang dilakukan dalam penyusunan Indeks

    Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe menggunakan

    metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis

    deskriptif ditujukan untuk memperoleh gamabaran atau

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    12

    deskripsi dari angka IPM dan berbagai indikator turunannya.

    Berbagai data yang ada melalui analisis kuantitatif berupa

    perhitungan-perhitunagn tertentu sangat diperlukan untuk

    pembentukan indikator kesehatan, indikator pendidikan,

    dan indikator daya beli sebgai pembentuk angka IPM.

    2.3.1 Rumus Umum IPM

    Seperti dikemukakan sebelumnya komponen IPM terdiri

    dari angka harapan hidup (eo), angka melek huruf (Lit), rata-

    rata lama sekolah (MYS), dan Purchasing Power Parity (PPP).

    Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung

    indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan

    1 (keadaan terbaik). Lebih kanjut komponen angka melek

    huruf dan rata-rata lama sekolah digabung menjadi satu

    sebagai indikator pendidikan dengan perbandingan 2:1.

    Dalam laporan ini indeks tersebut dinyatakan dalam ratusan

    (dikalikan 100) untuk mempermudah penafsiran. Teknik

    penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti

    rumus sebagai berikut:

    Xi Xi min Indeks Xi = Xi maks Xi min di mana:

    Xi = Indikator ke-i (i=1,2,3)

    Xi maks = Nilai maksimum Xi

    Xi min = Nilai minimum Xi

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    13

    Ketiga indeks yang dihitung ini (X1,X2,X3) adalah:

    1. Indeks Harapan Hidup (Indeks X1)

    2. Indeks Pendidikan (Indeks X2)

    3. Indeks Daya Beli (Indeks X3)

    Dengan nilai maksimum dan minimum sebagai berikut :

    Tabel 2.1 Nilai Ekstrim Komponen IPM

    Komponen IPM (Xi) Nilai Maksimum Nilai

    Minimum

    Angka Harapan Hidup (e0) 85 25

    Angka Melek Huruf (Lit) 100 0

    Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 15 0

    Daya Beli (Real Per Capita Expenditure/Real PPP Adjusted) (Rp 000) 792.720 360.000

    Nilai maksimum dan minimum untuk komponen angka

    harapan hidup, angka melek huruf dan rata-rata lama

    sekolah adalah sama seperti yang digunakan UNDP dalam

    menyusun IPM global tahun 1994, kecuali untuk nilai real

    PPP adj telah disesuaikan dengan keadaan negara Indonesia.

    Setelah ketiga angka indeks tersebut dihasilkan, maka

    dapat dihitung IPM secara global:

    X1 + X2 + X3 3 ;

    di mana :

    IPM =

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    14

    X1 = Indeks Harapan Hidup

    X2 = Indeks Pengetahuan (2/3 Indeks Melek Huruf

    + 1/3 Indeks Lama Sekolah)

    X3 = Indeks Standar Hidup Layak

    2.3.2 Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup pada waktu lahir (e0), yaitu rata-

    rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang

    yang dilahirkan pada suatu waktu tertentu dengan asumsi

    pola mortalitas untuk setiap kelompok umur pada masa

    yang akan datang tetap.

    Variabel e0 diharapkan mencerminkan lama hidup

    sekaligus hidup sehat suatu masyarakat. Meskipun

    sebenarnya angka morbiditas/kesakitan akan lebih valid

    dalam mengukur hidup sehat, akan tetapi hanya sedikit

    negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya,

    maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan

    perbandingan.

    Penghitungan angka harapan hidup Kota Lhokseumawe

    dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel kematian (life

    tables) dan software Mortpak-Lite. Angka harapan hidup

    dihitung dengan metode tidak langsung yaitu : Brass variant

    Trussel dan bantuan Life Tables model Western. Data dasar

    yang digunakan untuk penghitungan metode tidak langsung

    adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak

    masih hidup dari wanita per kelompok umur. Oleh karena

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    15

    itu, metode penghitungan tersebut memerlukan data-data

    sebagai berikut :

    1. Jumlah wanita per kelompok usia (15-19, 20-24, 25-

    29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49)

    2. Anak Lahir Hidup (ALH) dari wanita per kelompok

    usia (15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-

    49)

    3. Anak Masih Hidup (AMH) dari wanita per kelompok

    usia (15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-

    49)

    Melalui metode ini secara tidak langsung juga

    menghasilkan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-

    IMR). IMR merupakan suatu indikator kesehatan dan

    kesejahteraan rakyat yang sangat penting. IMR didefinisikan

    sebagai banyaknya atau tingkat kematian bayi sebelum

    mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada suatu

    daerah dalam waktu tertentu.

    IMR dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :

    1. Jika angka IMR < 40 (Hard Rock), berarti tingkat

    kesehatan dan kesejahteraan ibu yang melahirkan

    baik, namun pada level ini sangat sulit diupayakan

    penurunan angka IMR-nya.

    2. Jika angka IMR antara 40-70 (Intermediate Rock),

    berarti tingkat kesehatan dan kesejahteraan ibu

    yang melahirkan sedang (agak baik), namun pada

    level ini agak sulit diupayakan penurunan angka

    IMR-nya.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    16

    3. Jika angka IMR > 70 (Soft Rock), berarti tingkat

    kesehatan dan kesejahteraan ibu yang melahirkan

    buruk, namun pada level ini cukup mudah

    diupayakan penurunan angka IMR-nya.

    Adapun tahapan yang dilakukan untuk memperoleh

    Angka Harapan Hidup adalah sebagai berikut:

    1. Cari jumlah wanita per kelompok usia; 15-19, 20-

    24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49 (Wi)

    2. Cari jumlah anak lahir hidup dari wanita per

    kelompok usia; 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39,

    40-44, 45-49 (ALHi)

    3. Cari jumlah anak masih hidup dari wanita per

    kelompok usia; 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39,

    40-44, 45-49 (AMHi)

    4. Cari Pi = ALHi/Wi (i = kelompok umur)

    5. Cari Si = AMHi/Wi (i = kelompok umur)

    6. Cari Di = 1- (Si/Pi) (i = kelompok umur)

    7. Cari xQ0 = Di x Ki (Ki untuk setiap kelompok umur

    diperoleh dari table Trussel)

    8. Cari IMR dari xQ0 untuk kelompok umur 20-24, 25-

    29, 30-34 dengan bantuan Life Tables model

    Western

    9. Cari rata-rata ketiga IMR tersebut (=IMR)

    10. Cari level dari IMR dengan bantuan Life Tables

    model Western

    11. Dari level yang diperoleh maka akan diperoleh pula

    e0.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    17

    2.3.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Untuk mengukur dimensi pengetahuan BPS

    menggunakan kombinasi angka melek huruf dan rata-rata

    lama sekolah penduduk dewasa (15 tahun ke atas). Kedua

    indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat

    pengetahuan dan ketrampilan penduduk.

    Angka melek huruf didefinisikan sebagai kemampuan

    membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Angka

    ini diolah dari variabel kemampuan baca tulis dari Survei

    Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor. Pentingnya angka

    melek huruf (Lit) sebagai komponen IPM tidak banyak

    diperdebatkan. Permasalahannya hanya sebatas kepekaan

    Lit sebagai ukuran dimensi pengetahuan karena dinilai

    angkanya sudah cukup tinggi di semua wilayah Indonesia.

    Dampak kelemahan tersebut berkurang dengan

    dimasukkannya variabel rata-rata lama sekolah (MYS) dalam

    penghitungan indeks pendidikan (IP) yang menurut UNDP

    dihitung dengan cara sebagai berikut:

    IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS

    Rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan

    dua variabel dasar dalam kuesioner Kor-Susenas, yaitu kelas

    tertinggi yang pernah/sedang diduduki dan pendidikan

    tertinggi yang ditamatkan. Penghitungan MYS dilakukan

    dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama

    adalah memberikan bobot variabel pendidikan tertinggi yang

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    18

    ditamatkan kemudian langkah selanjutnya menghitung

    rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya.

    Secara sederhana prosedur penghitungan tersebut dapat

    dirumuskan sebagai berikut:

    10 fi * LSi i=1

    MYS = 10 fi i=1

    di mana:

    MYS = rata-rata lama sekolah

    fi = frekuensi penduduk untuk jenjang

    pendidikan i

    Si = skor untuk masing-masing jenjang

    pendidikan i

    LSi = 0 (bila tidak/belum pernah sekolah)

    LSi = Si (bila tamat)

    LSi = Si + kelas yang diduduki-1 (bila masih

    bersekolah dan pernah tamat)

    LSi = kelas yang diduduki-1 (bila jenjang yang

    diduduki SD/SR)

    i = jenjang pendidikan (1,2,3,....,11)

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    19

    Tabel 2.2 Jenjang Pendidikan dan Skor Yang Digunakan Untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)

    Jenjang Pendidikan Skor

    (1) (2)

    1. Tidak/belum pernah sekolah

    2. SD/MI/sederajat

    3. SLTP/MTs/sederajat/Kejuruan

    4. SMU/MA/sederajat

    5. SM Kejuruan

    6. Diploma I

    7. Diploma II

    8. Diploma III/Sarjana Muda

    9. Diploma IV/S1

    10. S2

    11. S3

    0

    6

    9

    12

    12

    13

    14

    15

    16

    18

    21

    2.3.4 Purchasing Power Parity (PPP) Dengan dimasukkannya variabel PPP sebagai ukuran

    paritas daya beli, IPM secara konseptual jelas lebih lengkap

    dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia daripada

    IMH atau PQLI. Karena IMH yang tinggi hanya merefleksikan

    kondisi masyarakat yang memiliki peluang hidup panjang

    (dan sehat) serta tingkat pendidikan (dan ketrampilan) yang

    memadai. Menurut UNDP kondisi tersebut belum

    memberikan gambaran yang ideal karena belum

    memasukkan aspek peluang kerja/berusaha yang memadai

    sehingga memperoleh sejumlah uang yang memiliki daya

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    20

    beli (purchasing power). Pemenuhan kebutuhan seperti itulah

    yang dicoba diukur dengan PPP.

    Komponen standar hidup layak dihitung dengan rata-

    rata konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dengan

    metode Atkinson. UNDP dalam menyusun IPM global,

    menggunakan PDB per kapita untuk mengukur standar

    hidup layak. Untuk kepentingan penghitungan IPM

    Kabupaten/Kota, BPS tidak menggunakan pendapatan per

    kapita. Alasannya pendapatan per kapita hanya mengukur

    produksi suatu wilayah sehingga tidak mencerminkan daya

    beli riil masyarakat yang merupakan fokus perhatian IPM.

    Sebagai penggantinya BPS menggunakan indikator dasar

    rata-rata pengeluaran per kapita.

    Data pengeluaran per kapita dihitung dari data Susenas

    Kor yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga

    menjamin keterbandingan antar waktu dan antar wilayah di

    Indonesia. Dalam tahapan penyesuaian ini dihitung juga

    indeks kemahalan dengan tujuan menstandarkan nilai beli

    atau manfaat rupiah di seluruh Indonesia dan didiscount

    dengan formula Atkinson. Ilustrasinya adalah bahwa

    kenaikan Rp 50.000,- bagi kabupaten/kota yang memiliki

    pengeluaran per kapita Rp 100.000,- akan memiliki nilai

    beli atau nilai manfaat yang berbeda dengan kenaikan

    yang sama bagi kabupaten/kota yang memiliki pengeluaran

    per kapita Rp 500.000,-

    Secara garis besar, proses penyesuaian untuk

    menghitung angka indeks daya beli adalah sebagai berikut :

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    21

    1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari

    Susenas Kor (=A)

    A = Pengeluaran seluruh penduduk untuk barang dan

    jasa Jumlah seluruh penduduk

    2. Menyesuaikan nilai A (mark-up) dengan data Susenas

    Modul sekitar 20 persen (=B). Penyesuaian ini

    diperlukan karena data pengeluaran hasil survei,

    dalam hal ini data konsumsi Susenas Kor, cenderung

    under estimate.

    B = 1,2 x A

    3. Mendeflasikan nilai B dengan IHK/Indeks Harga

    Konsumsen (=C). Bagi daerah yang tidak memiliki

    data inflasi, IHK bias didekati dengan IHK ibukota

    propinsi (jika dekat) atau inflasi PDRB.

    C = B IHK 4. Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit) yang

    disebut dengan indeks kemahalan. Indeks

    kemahalan (PPP/unit) dimaksudkan untuk

    menstandarkan nilai rupiah di semua wilayah

    Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan standar

    baku penghitungan IPM secara nasional digunakan

    harga-harga pada wilayah Jakarta Selatan sebagai

    pembanding. Penghitungan PPP/unit dilakukan

    sesuai rumus :

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    22

    E(i,j) j

    PPP/Unit = p(9,j) q(i,j)

    j

    di mana :

    E(i,j) = Total pengeluaran untuk komoditi j di kab/kota

    p(9,j) = Harga komoditi j di Jakarta Selatan q(i,j) = Total komoditi j (unit) yang di konsumsi

    di kab/kota

    5. Membagi nilai C dengan PPP/unit (=D)

    6. Menyesuaikan (mendiscount) nilai D dengan formula

    Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai

    marginal utility dari D (riil/PPPadj) (=D*). Rumus

    Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-

    rata konsumsi riil secara matematis dapat

    dinyatakan sebagai berikut:

    D(i)* = D(i) jika D(i) Z

    = Z+2(D(i) Z)(1/2) jika Z

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    23

    dalam laporan ini Z ditetapkan sebesar

    Rp 1.500,- per kapita sehari atau Rp 547.500,-

    per kapita setahun

    2.3.5 Perubahan IPM Pencapaian pembangunan manusia dapat dilihat dari

    dua segi, yaitu :

    1. Kecepatan Perubahan IPM (shortfall)

    Kecepatan perubahan IPM dalam suatu periode

    dapat dilihat dari angka shortfall. Angka tersebut

    mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara

    jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus

    ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal

    (IPM=100). Semakin tinggi angka shortfall, semakin

    cepat kenaikan IPM. Secara formulasi reduksi

    sortfall (r) adalah:

    IPM t1 IPM t0 R = x100

    IPM ref IPM t0 di mana :

    IPM t0 = IPM tahun dasar

    IPM t1 = IPM tahun terakhir

    IPM ref = IPM acuan atau ideal yang dalam hal

    ini sama dengan 100

    2. Meningkatnya status pembangunan manusia

    berdasarkan klasifikasi berikut :

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    24

    Tabel 2.3 Klasifikasi IPM

    Nilai IPM Status Pembangunan Manusia

    < 50 50 IPM < 66 66 IPM < 80 80

    Rendah Menengah bawah Menengah atas Tinggi

    2.4 Metode Penyajian

    Penyajian data merupakan salah satu hal yang sangat

    penting dalam penyusunan publikasi atau buku. Hal ini

    berkaitan dengan kemudahan para pengguna atau

    konsumen publikasi IPM Kota Lhokseumawe. Penyajian data

    dalam penyusunan IPM ini akan berbentuk tulisan, grafik,

    dan tabel. Penyajian isi materi akan disajikan secara

    terstruktur dengan rincian sebagai berikut:

    BAB I PENDAHULUAN

    Pada bagian pertama ini akan dijelaskan tentang

    latar belakang, maksud, tujuan, dan ruang

    lingkup dari penghitungan dan analisis IPM Kota

    Lhokseumawe.

    BAB II METODOLOGI

    Bagian ke dua ini menjelaskan berbagai metode

    atau teknik yang digunakan dalam pengumpulan

    data, pengolahan data, berbagai formulasi

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    25

    penghitungan indikator, dan metode analisis.

    BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH

    Bagian ke tiga ini menjelaskan secara ringkas

    mengenai kondisi wilayah Kota Lhokseumawe,

    seperti kondisi geografis, musim, pemerintahan,

    kependudukan, perekonomian, dan sosial

    budaya.

    BAB IV INDIKATOR KESEHATAN

    Bagian ke empat ini merupakan bagian awal dari

    substansi publikasi IPM. Dalam bagian ini akan

    dijelaskan secara rinci mengenai kondisi

    kesehatan penduduk berdasarkan relevansinya

    dengan penghitungan IPM, seperti kematian bayi

    dan angka harapan hidup.

    BAB V INDIKATOR PENDIDIKAN

    Bagian ini akan menjelaskan secara rinci

    mengenai kondisi pendidikan masyarakat

    berdasarkan relevansinya dengan penghitungan

    IPM, seperti tingkat pendidikan penduduk, rata-

    rata lama sekolah, dan angka melek huruf.

    BAB VI INDIKATOR DAYA BELI

    Bagian ini merupakan bagian terakhir dari

    substansi publikasi IPM. Di bagian ini akan

    dijelaskan kondisi daya beli masyarakat

    berdasarkan relevansinya dengan penghitungan

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    26

    IPM, seperti variabel pengeluaran konsumsi

    penduduk dan daya beli penduduk.

    BAB VII PERKEMBANGAN IPM

    Bagian ke tujuh ini merupakan bagian pokok

    karena di dalamnya akan dijelaskan mengenai

    kondisi pembangunan manusia di Kota

    Lhokseumawe yang ditunjukkan oleh indikator

    IPM beserta kecepatan perubahan pembangunan

    manusia (shortfall).

    BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

    Bagian penutup ini berisi tentang kesimpulan

    hasil berbagai penghitungan indikator beserta

    model implikasi kebijakan yang akan

    direkomendasikan kepada Pemerintah Kota

    Lhokseumawe.

  • BAB IIIGAMBARAN UMUM

    http://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    28

    GAMBARAN UMUM

    Kota Lhokseumawe merupakan salah satu daerah

    otonom baru dalam Provinsi Aceh. Kota Lhokseumawe

    pemekaran dari kabupaten induknya yaitu Kabupaten Aceh

    Utara yang dibentuk dengan Undang-undang No. 2 Tahun

    2001 tanggal 21 Juni 2001.

    3.1 Kondisi Geografis

    Kota Lhokseumawe adalah salah satu kota setingkat

    kabupaten yang berada di wilayah timur Provinsi Aceh.

    Terletak pada posisi astronomis 04o54 05o18 Lintang Utara

    dan 96o20 97o21 Bujur Timur.

    Kota Lhokseumawe secara administratif memiliki batas

    sebagai berikut :

    Curah hujan di Kota Lhokseumawe rata-rata berkisar

    50 294,5 mm pada tahun 2010 setara dengan suhu udara

    antara 19 oC - 34 oC. Wilayah Kota Lhokseumawe berada pada

    ketinggian antara 2 24 meter dpl (di atas permukaan laut).

    Sebelah Utara : Selat Malaka

    Sebelah Selatan : Kecamatan Kuta Makmur (Aceh

    Utara)

    Sebelah Barat : Kecamatan Dewantara (Aceh Utara)

    Sebelah Timur : Kecamatan Syamtalira Bayu (Aceh

    Utara)

    III

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    29

    Luas wilayah Kota Lhokseumawe berdasarkan undang-

    undang No. 2 Tahun 2001 seluas 181,06 Km atau 18.106

    Ha yang meliputi 3 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan

    Banda Sakti, Kecamatan Blang Mangat, dan Kecamatan

    Muara Dua. Pada tahun 2006 terjadi pemekaran wilayah

    Kecamatan Muara Dua menjadi kecamatan Muara Dua dan

    Kecamatan Muara Satu. Rincian luas wilayah kecamatan

    sebagai berikut :

    Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota Lhokseumawe per Kecamatan

    No. Kecamatan Luas Wilayah

    Km Ha

    1. Blang Mangat 56,12 5.612

    2. Muara Dua 57,80 5.780

    3. Muara Satu 55,90 5.590

    4. Banda Sakti 11,24 1.124

    Jumlah 181,06 18.106

    Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe

    3.2 Kondisi Pemerintahan

    Sejak tahun 2006, secara administrasi Kota

    Lhokseumawe terdiri dari:

    - 4 ( empat ) kecamatan

    - 9 ( sembilan ) kemukiman

    - 68 ( enam puluh delapan ) gampong

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    30

    Tabel 3.2 Nama Gampong Berdasarkan Kecamatan dan Kemukiman di Kota Lhokseumawe

    No. Urut

    I BANDA SAKTI I. Mukim Lhokseumawe Selatan 1 Kuta Blang

    2 Kota Lhokseumawe3 Mon Geudong4 Keude Aceh5 Simpang Empat6 Pusong Lhokseumawe7 Lancang Garam 8 Pusong Baru9 Kampung Jawa Baru

    II. Mukim Lhokseumawe Utara 10 Kp Jawa Lama11 Hagu Teungoh12 Uteun Bayi13 Ujong Blang14 Hagu Selatan15 Tumpok Teungoh16 Hagu Barat Laut17 Ulee Jalan18 Banda Masen

    II MUARA DUA

    I. Mukim Kandang 1 Alue Awe2 Blang Crum3 Cut Mamplam4 Meunasah Mee5 Cot Girek Kandang6 Meunasah Manyang7 Meunasah Blang

    II. Mukim Cunda 8 Keude Cunda9 Meunasah Uteunkot Cunda10 Lhokmon Puteh11 Meunasah Mesjid12 Meunasah Panggoi13 Meunasah Paya Bili14 Meunasah Alue15 Paya Peunteuet16 Blang Poh Roh17 Paloh Batee

    Nama Gampong Nama Kecamatan dan Mukim

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    31

    No. Urut

    III MUARA SATU

    I. Mukim Paloh Timur 1 Cot Trieng2 Paloh Punti3 Padang Sakti4 Meuria Paloh5 Meunasah Dayah6 Blang Panyang

    II. Mukim Paloh Barat 7 Ujong Pacu8 Blang Pulo9 Blang Naleung Mameh

    10 Batuphat Timur11 Batuphat Barat

    IV BLANG MANGAT

    I. Mukim Meuraksa 1 Kuala2 Blang Cut3 Mesjid Meuraksa4 Jambo Timu5 Tunong6 Blang Teueu7 Teungoh

    II. Mukim Peunteuet 8 Baloy9 Blang Peunteuet

    10 Kumbang Peunteuet11 Mesjid Peunteuet12 Ulee Blang Mane13 Keude Peunteuet14 Mane Kareung15 Asan Kareung

    III. Mukim Mangat Makmu 16 Rayeuk Kareung 17 Alue Lim

    18 Blang Buloh19 Blang Weu Panjou20 Jeulikat21 Blang Weu Baroh22 Seuneubok

    Nama DesaNama Kecamatan dan Mukim

    Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe

    3.3 Kondisi Demografi

    Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun

    2010 mencapai 171.163 jiwa dengan komposisi penduduk

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    32

    laki-laki sebanyak 85.436 jiwa dan penduduk perempuan

    sebanyak 85.727 jiwa. Jika dibandingkan dengan luas

    wilayah Kota Lhokseumawe yang seluas 181,06 km2, maka

    kepadatan penduduk di kota ini mencapai 945 jiwa per km2.

    Dari empat kecamatan yang ada di Kota

    Lhokseumawe, Kecamatan Banda Sakti adalah kecamatan

    dengan penduduk terbanyak, mencapai 73.452 jiwa.

    Kecamatan Blang Mangat merupakan kecamatan dengan

    jumlah penduduk paling sedikit yaitu 21.689 jiwa.

    Tabel 3.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Penduduk (jiwa)

    Luas Wilayah ( Km2 )

    Kepadatan (jiwa/km2)

    (2) (3) (4)

    1 21.689 56,12 386

    2 Muara Dua 44.209 57,80 765

    3 Muara Satu 31.723 55,90 567

    4 Banda Sakti 73.542 11,24 6543

    171.163 181,06 945

    Kecamatan

    (1)

    Blang Mangat

    Jumlah

    Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe

    Kecamatan Banda Sakti memiliki tingkat kepadatan

    tertinggi mencapai 6.543 jiwa per km2. Adapun Kecamatan

    Blang Mangat adalah wilayah yang memiliki tingkat

    kepadatan terendah yaitu 386 jiwa per km2.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    33

    Komposisi penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun

    2010 untuk kelompok usia 0-14 tahun sebesar 32,11 persen.

    Kelompok usia 15-64 tahun 65,28 persen dan kelompok usia

    65 tahun ke atas 2,61 persen. Rasio beban tanggungan

    (dependency ratio) sebesar 53,18 yang berarti sebanyak 53

    penduduk usia non produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun

    ke atas) di Kota Lhokseumawe di tanggung oleh 100

    penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Tingginya

    angka tersebut dapat menyebabkan pembangunan manusia

    di Kota Lhokseumawe terhambat. Hal ini dikarenakan

    sebagian pendapatan yang diperoleh golongan penduduk

    usia produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi

    kebutuhan penduduk usia non produktif.

    Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Usia Produktif di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Laki-laki Perempuan(1) (2) (3) (4)

    0 - 14 tahun 28.334 26.618 54.952

    15 - 64 tahun 55.246 56.496 111.742

    65 + tahun 1.856 2.613 4.469

    Jumlah 85.436 85.727 171.163

    Angka Ketergantungan 54,65 51,74 53,18

    Kelompok UsiaJenis Kelamin

    L+P

    Sumber : Badan Pusat Statistik

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    34

    Perubahan demografis yang selalu mendapat

    perhatian dalam analisis kependudukan adalah perubahan

    struktur umur. Perubahan struktur umur ini umumnya

    akibat dari menurunnya tingkat fertilitas dan mortalitas.

    Proporsi penduduk yang berumur muda akan mengalami

    penurunan, sedangkan proporsi penduduk yang berumur

    tua akan mengalami peningkatan. Keadaan struktur umur

    penduduk akan tampak jelas dengan menggunakan piramida

    penduduk.

    Piramida penduduk menggambarkan perkembangan

    penduduk pada setiap kelompok umur yang berbeda. Bentuk

    piramida penduduk dipengaruhi oleh tingkat kelahiran,

    tingkat kelangsungan hidup setiap kelompok umur, dan oleh

    perpindahan penduduk. Penduduk dengan tingkat kelahiran

    tinggi biasanya ditandai dengan bentuk piramida penduduk

    yang alasnya besar dan berangsur mengecil hingga puncak

    piramida. Tingkat kelahiran rendah ditandai oleh bentuk

    piramida dengan alas tidak begitu besar dan tidak langsung

    mengecil hingga puncaknya. Adapun tingkat kelangsungan

    hidup dan tingkat perpindahan penduduk pada setiap

    kelompok umur akan mempengaruhi fluktuasi pada

    piramida.

    Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa

    penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010 dapat digolongkan

    penduduk muda. Artinya, lebih banyak jumlah penduduk

    kelompok usia muda.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    35

    Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    Batang piramida untuk kelompok umur 0-4 tahun dan

    5-9 tahun masih relatif panjang dari kelompok umur lainnya,

    kecuali kelompok umur 15-19 tahun. Hal ini berarti fertilitas

    di kota ini masih cukup tinggi. Apabila dibandingkan dengan

    batang piramida kelompok umur 10-14 yang hampir sama,

    maka dapat ditafsirkan paling tidak dalam 15 tahun terakhir

    tidak terjadi penurunan kelahiran yang berarti. Bahkan

    untuk penduduk berjenis kelamin perempuan selama 25

    tahun terakhir tidak terjadi penurunan kelahiran yang

    berarti karena panjang batang piramida yang hampir sejajar.

    Hal lain yang menarik adalah perubahan panjang

    batang piramida yang cukup signifikan dari kelompok umur

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    36

    30-34 tahun ke kelompok umur 35-39 tahun untuk jenis

    kelamin laki-laki. Diduga kuat penyebabnya adalah tingginya

    migrasi keluar pada kelompok umur 35-39 tahun tersebut.

    Untuk penduduk berjenis kelamin perempuan, perubahan

    yang signifikan terjadi pada kelompok umur 44-49 tahun ke

    kelompok umur 50-54 tahun dan ke 55-59 tahun. Dengan

    angka harapan hidup sebesar 70,81 dan dengan

    membandingkan piramida penduduk, dapat dilihat bahwa

    penduduk yang berumur 70 tahun ke atas adalah penduduk

    perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk

    perempuan memiliki harapan hidup yang lebih panjang dari

    penduduk laki-laki di Kota Lhokseumawe.

    3.4 Kondisi Ketenagakerjaan

    Peningkatan jumlah penduduk di Kota Lhokseumawe

    berakibat pada meningkatnya jumlah penduduk usia kerja

    (tenaga kerja). Dengan demikian jumlah penduduk yang

    memasuki angkatan kerja juga akan meningkat. Seiring

    dengan peningkatan jumlah penduduk yang akan memasuki

    pasar kerja, maka penciptaan dan perluasan lapangan kerja

    produktif diupayakan dapat terlaksana secara mantap

    seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai.

    Dalam rangka memperluas lapangan kerja produktif

    dan mengurangi pengangguran, Pemerintah Kota

    Lhokseumawe harus mengupayakan berbagai kegiatan

    melalui beberapa program di bidang ketenagakerjaan.

    Program-program tersebut diharapkan dapat memperluas

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    37

    lapangan kerja maupun meningkatkan kualitas pekerja.

    Namun, upaya-upaya tersebut harus dilakukan

    berkesinambungan karena pertumbuhan tenaga kerja baru

    yang memasuki pasar kerja ke depan akan semakin tinggi.

    Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

    Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Sektor Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan (1) (2) (3) (4)

    Pertanian

    Manufaktur

    7.803

    8.049

    2.252

    1.258

    10.055

    9.307

    Jasa

    24.469 14.467 39116

    Jumlah 40.321 18.157 58.478

    Sumber: BPS Kota Lhokseumawe

    Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang

    bekerja di Kota Lhokseumawe tahun 2010 adalah sebesar

    58.478 jiwa. Dari sejumlah itu penduduk laki-laki yang

    bekerja mempunyai persentase sebesar 68,95 persen,

    sisanya adalah penduduk perempuan. Terjadi peningkatan

    jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja

    dari tahun 2009 yaitu sebesar 4.670 jiwa atau sebesar 8,6

    persen.

    Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota

    Lhokseumawe pada tahun 2010 adalah 57,73. TPAK

    merupakan rasio antara angkatan kerja dengan jumlah

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    38

    penduduk usia kerja. Angka ini juga dapat menggambarkan

    jumlah penduduk yang masuk dalam dunia kerja. Angka

    TPAK sebesar 57,73 dapat diartikan diantara 100 orang

    penduduk usia kerja terdapat 57 orang yang bekerja atau

    mencari pekerjaan. TPAK penduduk laki-laki di Kota

    Lhokseumawe lebih besar daripada penduduk perempuan.

    Hal ini sejalan dengan kebiasaan di masyarakat bahwa laki-

    laki lebih bertanggungjawab terhadap pemenuhan nafkah.

    Indikator ketenagakerjaan yang tak kalah penting

    untuk diamati adalah tingkat pengangguran terbuka.

    Pengangguran terbuka didefinisikan sebagai orang yang

    sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan

    usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena

    merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan,

    termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi

    belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk

    orang yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga,

    sehingga hanya orang yang temasuk angkatan kerja saja

    yang merupakan pengangguran terbuka.

    Angka TPT untuk jenis kelamin laki-laki adalah 5,92

    sedangkan angka TPT untuk perempuan lebih tinggi sebesar

    22,64. Penggangguran terbuka sebagian besar adalah

    pencari kerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian

    besar perempuan masih membutuhkan lapangan kerja

    untuk mereka.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    39

    1.5 Kondisi Perekonomian

    1.5.1 Struktur Ekonomi

    Struktur perekonomian menunjukkan besarnya

    kontribusi masing-masing sektor ekonomi di suatu daerah.

    Dengan mengamati struktur perekonomian akan tampak

    seberapa besar kekuatan ekonomi suatu negara atau

    daerah. Indikator makro semacam ini sangat penting bagi

    pengambilan keputusan untuk menentukan arah dan

    sasaran kebijakan pembangunan di masa yang akan datang.

    Pola kegiatan ekonomi Kota Lhokseumawe sejak

    tahun 2007 dapat dikatakan sama. Kontribusi terbesar

    selalu disumbangkan oleh sektor sekunder. Walaupun

    mengalami penurunan di tiap tahunnya, kontribusi sektor

    sekunder selalu lebih dari 50 persen. Sektor yang

    mempunyai peningkatan berarti tiap tahun adalah sektor

    tersier. Sektor primer mempunyai kontribusi terkecil dalam

    perekonomian Kota Lhokseumawe.

    Apabila dilihat dari sektor-sektor pembentuk sektor

    sekunder, maka diketahui bahwa selama periode 2007

    hingga 2010 sektor industri pengolahan mempunyai peranan

    paling besar, bahkan sangat mendominasi dalam struktur

    ekonomi Kota Lhokseumawe secara keseluruhan. Kendati

    demikian, kontribusinya dalam kurun waktu tersebut

    cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata

    penurunan 5,8 persen tiap tahunnya. Kontribusi tahun 2007

    mencapai 67,32 persen dan terus menurun menjadi 49,92

    persen pada tahun 2010.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    40

    Tabel 3.6 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan Migas (persen)

    Sektor 2007 2008 2009*) 2010**)

    (1) (2) (3) (4) (5) Primer 4,67 4,58 4,77 4,91 1. Pertanian 4,52 4,43 4,61 4, 74 2. Pertambangan & Penggalian 0,15 0,15 0,16 0,17 Sekunder 71,27 67,14 62,49 57,76 3. Industri Pengolahan 67,32 62,00 55,84 49,92 4. Listrik & Air Minum 0,05 0,06 0,07 0,09 5. Bangunan/Konstruksi 3,90 5,08 6,58 7,75 Tersier 24,05 28,29 32,75 37,32 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 16,79 20,30 23,45 26,77 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,76 4,27 5,09 6,09 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

    0,81 0,98 1,26 1,48

    9. Jasa-jasa 2,69 2,74 2,95 2,98

    PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara

    Industri pengolahan menjadi leading sector

    perekonomian wilayah Lhokseumawe karena pengaruh

    beberapa industri besar terutama industri pengolahan migas

    yakni PT Arun. Meskipun mengalami penurunan peranan

    dalam perekonomian dikarenakan produksi migas yang

    menurun, sektor industri pengolahan migas masih menjadi

    primadona dalam perekonomian Kota Lhokseumawe.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    41

    Sementara itu sektor bangunan/konstruksi memberikan

    kontribusi sebesar 7,75 persen pada tahun 2010. Sektor ini

    cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2007 sejalan

    dengan maraknya pembangunan properti seperti perumahan

    dan pertokoan di wilayah kota ini.

    Sektor sekunder mengalami penurunan sejalan

    dengan berkurangnya peranan sektor industri pengolahan

    dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Dua sektor lainnya

    yakni sektor konstruksi dan sektor listrik, air, dan gas,

    masing-masing mengalami kenaikan selama empat tahun

    terakhir. Meskipun demikian kenaikan tersebut tidak

    signifikan menaikkan share sektor sekunder karena

    dominasi sektor industri pengolahan yang cukup besar.

    Secara keseluruhan, kontribusi terbesar kedua pada

    perekonomian Lhokseumawe selama empat tahun terakhir

    diberikan oleh sektor tersier terutama sektor perdagangan,

    hotel dan restoran. Sektor ini mengalami kenaikan dari share

    sebesar 16,79 persen pada tahun 2007 menjadi 26,77 persen

    pada tahun 2010. Sektor yang mempunyai sumbangan

    terbesar kedua terhadap sektor tersier adalah sektor

    perhubungan dan komunikasi. Sektor ini mengalami

    kenaikan rata-rata satu persen selama empat tahun terakhir.

    Sektor pendukung sektor tersier rata-rata semua

    mengalami kenaikan share selama empat tahun terakhir. Hal

    ini menyebabkan sektor tersier juga terdukung kenaikannya.

    Sektor jasa-jasa mengalami kenaikan meskipun cenderung

    stabil selama empat tahun, sedangkan sektor keuangan,

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    42

    persewaan, dan jasa perusahaan mempunyai kontribusi

    sebesar 0,81 1,48 persen.

    Sektor pertanian mempunyai andil yang cenderung

    stabil dalam perekonomian Kota Lhokseumawe dengan

    besaran 4,67 4,91 persen. Sektor ini sempat mengalami

    penurunan pada tahun 2008 seiring dengan menurunnya

    share sektor pertanian, sektor pendukung utama sektor

    primer. Penurunannya cenderung sangat kecil hanya sebesar

    0,09 persen dan pada tahun 2009 sektor pertanian kembali

    mengalami kenaikan menjadi 4,61 persen. Pada tahun 2010

    peranan sektor pertanian adalah sebesar 4,71 persen;

    terbesar kelima dalam perekonomian Kota Lhokseumawe.

    Konversi lahan pertanian yang terjadi sebagai konsekuensi

    dari wilayah yang berstatus kota memerlukan perhatian

    lebih. Konversi lahan yang terjadi harus diusahakan ke

    sektor-sektor produktif agar perekonomian tetap stabil,

    bahkan meningkat.

    Berbeda dengan sektor pertanian, kontribusi sektor

    pertambangan dan penggalian sebagai bagian dari sektor

    primer sangat kecil dan juga cenderung stabil. Kontribusi

    yang diberikan terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe

    hanya sebesar 0,15 persen pada tahun 2007 dan empat

    tahun kemudian, yaitu tahun 2010 menunjukkan besaran

    yang mengalami hanya sedikit kenaikan menjadi 0,17

    persen.

    Berdasarkan struktur perekonomian yang terbentuk

    sepanjang periode 2007 hingga 2010, masih mengukuhkan

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    43

    Kota Lhokseumawe sebagai kota indutri migas terbesar di

    Aceh, dengan kontribusi kelompok sektor sekunder

    mencapai lebih dari 50 persen terhadap perekonomian Kota

    Lhokseumawe sendiri. Kontribusi yang telah diberikan oleh

    masing-masing kelompok sektor tentunya harus lebih

    dioptimalkan, meskipun nantinya optimalisasi kontribusi ini

    tentunya akan sangat tergantung pada kinerja ekonomi

    masing-masing sektor di tahun-tahun yang akan datang.

    Gambar 3.2 Peranan PDRB Dengan Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    Sementara itu jika sektor migas dikeluarkan dari

    peranannya terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe,

    akan terlihat bahwa PDRB tahun 2010 didominasi oleh

    kelompok tersier. Share sebesar 72,5 persen diberikan oleh

    sektor tersier. Besaran share sektor tersier terhadap

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    44

    perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa migas, sangat

    mendominasi karena jauh diatas 50 persen.

    Tabel 3.7 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Tanpa Migas (persen)

    Sektor 2007 2008 2009*) 2010**)

    (1) (2) (3) (4) (5) Primer 13,80 11,69 10,52 9,53 1. Pertanian 13,37 11,32 10,17 9, 20 2. Pertambangan & Penggalian 0,43 0,37 0,34 0,33 Sekunder 15,12 16,01 17,27 17,97 3. Industri Pengolahan 3,45 2,88 2,61 2,74 4. Listrik & Air Minum 0,14 0,14 0,15 0,17 5. Bangunan/Konstruksi 11,53 12,98 14,51 15,06 Tersier 71,08 72,30 72,21 72,50 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 49,62 51,88 51,71 52,00 7. Pengangkutan & Komunikasi 11,11 10,92 11,23 11,84 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

    2,39 2,51 2,78 2,88

    9. Jasa-jasa 7,96 6,99 6,50 5,79

    PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara

    Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan

    kontribusi terbesar dari total PDRB tanpa migas dan

    merupakan leading sector dari sektor tersier. Sektor ini terus

    meningkat dari tahun ke tahun, walaupun kenaikannya

    cenderung stabil. Sektor pengangkutan & komunikasi serta

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    45

    sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga

    semakin meningkat dalam kurun waktu 2007-2010 dengan

    peningkatan yang relatif kecil. Sektor jasa-jasa mengalami

    penurunan share selama kurun waktu empat tahun, dari

    7,96 persen pada 2007 menjadi 5,79 persen pada 2010.

    Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar

    peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe.

    Pada tahun 2010 kelompok primer ini memberikan

    kontribusi sebesar 9,53 persen. Namun, kontribusi yang

    diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya

    saja pada tahun 2007 kontribusi kelompok ini mencapai

    angka 13,80 persen dan menjadi 9,53 persen pada tahun

    2010. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah

    sektor pertanian dimana pada tahun 2010 memberikan

    kontribusi sebesar 9,20 persen. Sementara itu peranan

    sektor pertambangan dan penggalian menyumbang tidak

    lebih dari setengah persen sejak periode 2007-2010.

    Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok

    sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor

    listrik dan air bersih serta sektor konstruksi. Kelompok

    sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang

    memberikan kontribusi sebesar 15,06 persen pada tahun

    2010. Sektor konstruksi juga menunjukkan kecenderungan

    meningkat peranannya setiap tahun.

    Sementara itu sektor industri pengolahan

    memberikan kontribusi sebesa 2,74 persen pada tahun

    2010. Sedangkan sektor listrik dan air bersih kontribusinya

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    46

    masih sangat kecil baru mencapai 0,17 persen terhadap

    pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2010. Sektor

    ini juga merupakan sektor yang paling kecil kontribusinya

    terhadap nilai PDRB.

    Gambar 3.3 Peranan PDRB Tanpa Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    1.5.2 Pertumbuhan Ekonomi

    Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah

    satu ukuran kinerja pembangunan daerah khususnya di

    bidang perekonomian. Pertumbuhan ekonomi ini dapat

    dilihat dari laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan,

    yaitu dengan menghilangkan faktor perubahan harga (inflasi)

    dan menggunakan faktor pengali harga konstan (at constant

    price inflation factor) sehingga diperoleh gambaran

    peningkatan produksi secara makro.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    47

    Sesuai dengan panduan dari The System of National

    Accounts 1993 (SNA), pembagian nilai pertumbuhan

    ekonomi untuk negara Indonesia dibagi ke dalam dua

    bagian, yaitu pertumbuhan PDRB Dengan Migas dan Tanpa

    Migas. Nilai pertumbuhan PDRB Kota Lhokseumawe dengan

    dan tanpa migas adalah tidak sama karena kegiatan sub

    sektor pertambangan dan industri pengolahan migas

    terdapat di kota ini, bahkan menjadi leading sector.

    Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat

    dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri, terutama

    industri minyak dan gas. Selama kurun waktu 2007 hingga

    2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan

    yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan

    sektor industri pengolahan di Kota Lhokseumawe yang

    didominasi industri gas alam cair oleh PT Arun, NGL.

    Dengan memasukkan unsur minyak dan gas,

    pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe masih minus

    yaitu minus 6,45 persen. Meskipun demikian, angka

    pertumbuhan ini mengalami kenaikan sebesar 0,12 persen

    dari tahun sebelumnya. Sektor yang mengalami

    pertumbuhan minus adalah sektor industri pengolahan.

    Selain itu, sektor yang mengalami penurunan adalah sektor

    jasa-jasa.

    Tanpa faktor minyak dan gas, sektor listrik dan air

    minum adalah sektor dengan pertumbuhan terbesar.

    Adapun sektor dengan kenaikan pertumbuhan terbesar

    adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    48

    Sektor pertanian adalah sektor yang mengalami

    pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 walaupun

    pertumbuhannya sudah mengalami kenaikan dari tahun

    sebelumnya.

    Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan dan Tanpa Migas (persen)

    Sektor 2007 2008 2009*) 2010**)

    (1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian (2,39) 1,23 1,54 2, 22 2. Pertambangan & Penggalian 4,35 2,81 3,29 5,26 3a. Industri Pengolahan (16,37) (12,56) (15,08) (17,19) 3b. Industri Pengolahan 2,12 4,05 2,35 2,29 4. Listrik & Air Minum 38,20 7,13 10,76 12,26 5. Bangunan/Konstruksi 7,31 6,64 4,29 4,41 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 21,28 9,41 7,94 8,07 7. Pengangkutan & Komunikasi 13,03 3,96 4,58 5,02 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

    17,03 5,43 5,51 8,75

    9. Jasa-jasa 3,01 3,05 3,51 2,85

    PDRB Dengan Migas (7,81) (5,69) (6,57) (6,45) PDRB Tanpa Migas 12,11 6,38 5,66 5,93

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara

    Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tanpa

    memasukkan unsur minyak dan gas tahun 2010 sebesar

    5,93 persen yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas

    dasar harga konstan tahun 2000. Secara sektoral di tahun

    2010 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    49

    positif dan pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut

    dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar 12,26

    persen; sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan

    sebesar 8,75 persen; sektor perdagangan, hotel, dan restoran

    8,07 persen; pertambangan dan penggalian 5,26 persen;

    pengangkutan dan komunikasi 5,02 persen; konstruksi 4,41

    persen; jasa-jasa 2,85 persen; industri pengolahan 2,29

    persen; serta sektor pertanian tumbuh terkecil yaitu sekitar

    2,22 persen.

  • BAB IVINDIKATOR KESEHATAN

    http://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    51

    INDIKATOR KESEHATAN

    Kondisi kesehatan penduduk merupakan salah satu

    modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Hal ini

    dikarenakan aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap

    kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku

    pembangunan. Kondisi kesehatan penduduk dapat ditinjau

    dari dua sisi, yaitu sisi derajat kesehatan dan dari sisi status

    kesehatan. Derajat kesehatan penduduk dapat diukur

    melalui angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR)

    dan Angka Harapan Hidup (Life Expectancy at Birth). Dua

    ukuran ini merupakan indikator penting dalam

    penghitungan IPM.

    Angka harapan hidup memberikan banyak arti dalam

    kaitannya dengan berbagai faktor kehidupan masyarakat.

    Angka harapan hidup atau yang dikenal dengan istilah Life

    Expectancy at Birth merupakan rata-rata peluang hidup

    penduduk. Dari angka harapan hidup tersebut tercermin

    tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya kualitas

    kesehatan penduduk di suatu wilayah.

    Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi,

    maka angka harapan hidup penduduk di Kota Lhokseumawe

    pun mengalami peningkatan. Secara perlahan peluang hidup

    penduduk di Kota Lhokseumawe menunjukkan perbaikan

    pada tahun 2010. Angka harapan hidup penduduk kota ini

    IV

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    52

    pada tahun 2010 mencapai 70,81 tahun, sedikit lebih baik

    dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 70,41 tahun.

    Hal ini berarti pada tahun tersebut penduduk Kota

    Lhokseumawe memiliki harapan hidup sekitar hampir 71

    tahun.

    Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

  • BAB VINDIKATORPENDIDIKAN

    http://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    54

    INDIKATOR PENDIDIKAN

    Pada era globalisasi saat ini keberhasilan suatu bangsa

    di ajang internasional tidak lagi hanya ditentukan oleh

    keunggulan komparatif, seperti kekayaan sumber daya alam

    yang dimiliki. Akan tetapi, akan lebih ditentukan oleh

    keunggulan kompetitif yang dalam hal ini berkaitan dengan

    kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas

    sumberdaya manusia bertitik tolak pada upaya

    pembangunan bidang pendidikan. Oleh karena itu,

    pendidikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan

    kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi instrumen

    yang sangat penting. Melalui pendidikan diharapkan akan

    terbentuk SDM berkualitas dan berdaya guna bagi

    pembangunan.

    Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari

    investasi di bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan

    merupakan salah satu cara memerangi kemiskinan,

    mengurangi ketimpangan pendapatan, dan meningkatkan

    produktivitas tenaga kerja. Adapun bagi masyarakat,

    pendidikan yang semakin baik merupakan modal dalam

    memperebutkan kesempatan kerja sehingga pada akhirnya

    akan meningkatkan pendapatan mereka.

    Untuk mengetahui perkembangan pembangunan

    pendidikan di Kota Lhokseumawe akan dijelaskan mengenai

    V

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    55

    kondisi pendidikan penduduk melalui pendekatan indikator

    turunan dari IPM.

    5.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat

    Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat

    digambarkan dari tingkat pendidikan penduduk. Komposisi

    penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan

    memberikan gambaran tentang kualitas sumberdaya

    manusia. Kebutuhan akan tenaga kerja berpendidikan tinggi

    dirasakan sangat penting bagi kepentingan pembangunan.

    Hal ini berkaitan dengan daya saing SDM antar daerah

    dalam menghadapi era kompetisi global di masa mendatang.

    Penduduk Kota Lhokseumawe yang berumur 10 tahun

    ke atas pada tahun 2010 yang berijazah (pendidikan tertinggi

    yang ditamatkan) SMA sederajat sebesar 34,46 persen;

    berijazah SMP sederajat sebanyak 21,32 persen; SD

    sederajat sebanyak 20,13 persen; dan perguruan tinggi

    sebanyak 10,69 persen. Sementara itu persentase penduduk

    berumur 10 tahun ke atas yang belum/tidak tamat SD

    adalah 13,40 persen.

    Berdasarkan fakta bahwa sebagaian besar penduduk

    berpendidikan SMA sederajat, maka pembangunan sumber

    daya manusia di bidang pendidikan di Kota Lhokseumawe

    dapat dikatakan telah berlangsung dengan baik karena

    sebagian besar penduduk telah melampaui Program Wajib

    Belajar 9 Tahun. Hal ini berkaitan dengan daya saing dengan

    sumber daya manusia daerah lain dalam menghadapi era

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    56

    kompetisi global di masa mendatang. Dengan kualifikasi

    penduduk di bidang pendidikan yang cukup, diharapkan

    Kota Lhokseumawe mampu menghadapi persaingan

    tersebut. Penduduk yang berpendidikan akan menambah

    peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.

    Gambar 5.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    5.2 Angka Melek Huruf

    Pada tingkat makro ukuran yang sangat mendasar dari

    pendidikan adalah kemampuan baca tulis penduduk.

    Minimal penduduk harus mempunyai kemampuan membaca

    dan menulis agar dapat menerima informasi secara tertulis,

    dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan, dan

    dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara wajar.

    Dengan kata lain, kemampuan baca tulis merupakan

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    57

    keterampilan minimum yang dibutuhkan penduduk untuk

    dapat menuju hidup sejahtera. Dalam penghitungan IPM,

    kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis dilihat

    dari angka melek huruf (Literacy Rate) penduduk umur 15

    tahun ke atas.

    Pada tahun 2010 angka melek huruf penduduk Kota

    Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas mencapai 99,62

    persen. Dengan kata lain, sebesar 0,38 persen penduduk

    umur 15 tahun ke atas di kota ini belum atau tidak dapat

    membaca dan menulis. Namun, dapat dimaklumi karena

    pada umumnya penduduk yang belum atau tidak membaca

    dan menulis tersebut terkonsentrasi pada penduduk

    kelompok umur tua.

    Gambar 5.2 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    58

    5.3 Rata-rata Lama Sekolah

    Ukuran lain dari pendidikan adalah rata-rata lama

    sekolah (Mean Years School). Secara umum indikator ini

    menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh

    penduduk dewasa (15 tahun ke atas). Semakin tinggi angka

    rata-rata lama sekolah penduduk, berarti semakin baik

    tingkat pendidikan tersebut.

    Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah penduduk

    umur 15 tahun ke atas di Kota Lhokseumawe mencapai 9,99

    tahun. Artinya, mayoritas penduduk dewasa di kota ini

    pernah mengenyam pendidikan formal antara 9 sampai 10

    tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk

    Kota Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas telah mengenyam

    pendidikan sampai kelas 3 SMP. Program wajib belajar

    sembilan tahun yang dicanangkan oleh pemerintah dapat

    dikatakan telah terwujud.

    Gambar 5.3 Rata-rata Lama Sekolah di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010

    Sumber: BPS Kota Lhokseumawe

  • BAB VIINDIKATOR DAYA

    BELIhttp://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    59

    INDIKATOR DAYA BELI

    Daya beli masyarakat merupakan variabel yang

    mencerminkan kemampuan masyarakat dalam membeli

    barang-barang dan jasa. Tingkat daya beli masyarakat

    dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pendapatan,

    pengeluaran konsumsi, indeks harga konsumen, dan indeks

    kemahalan. Oleh karena itu, pendapatan yang tinggi tidak

    menjamin daya beli masyarakat yang tinggi pula. Faktor

    inflasi merupakan salah satu faktor utama yang menentukan

    seberapa riil nilai uang yang dimilki masyarakat. Artinya,

    seberapa mampu masyarakat belanja dengan uang yang

    dipegangnya.

    Jika dilihat kemampuan membeli barang dan jasa

    (daya beli) antar wilayah, maka daya beli itu sendiri

    merupakan sesuatu yang relatif. Artinya, pertanyaan

    Apakah daya beli masyarakat suatu wilayah lebih baik dari

    daya beli masyarakat di wilayah lain, maka faktor relatif-nya

    daya beli tersebut melatarbelakangi penghitungan indeks

    kemahalan.

    6.1 Pengeluaran Konsumsi Per Kapita

    Pengeluaran konsumsi merupakan variabel yang

    memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik

    Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, pengeluaran

    VI

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    60

    konsumsi per kapita adalah variabel yang cukup penting

    sebagai alat pemantau perkembangan standar hidup

    penduduk di suatu wilayah. Sebagai contoh, penentuan

    jumlah penduduk miskin di suatu wilayah ditentukan

    berdasarkan pengeluaran konsumsi per kapita penduduk.

    Selain itu, pengeluaran konsumsi per kapita ini juga

    merupakan perkiraan pendapatan per kapita penduduk

    suatu wilayah. Bagi penduduk dengan pendapatan

    menengah ke bawah penggunaan uang untuk pengeluaran

    konsumsi merupakan pengeluaran terbesar di banding

    pengeluaran non konsumsi.

    Tabel 6.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kota Lhokseumawe dan Propinsi Aceh Tahun 2009-2010 (Rp)

    Tahun Wilayah

    Rata-rata pengeluaran

    makanan sebulan

    Rata-rata pengeluaran

    bukan makanan sebulan

    Pengeluaran per kapita

    Persentase Rata-rata

    pengeluaran makanan sebulan

    Persentase Rata-rata

    pengeluaran bukan

    makanan sebulan

    2009 Kota Lhokseumawe 317.009 257.928 574.937 55,14 44,86 Propinsi Aceh 300.659 187.993 488.651 61,53 38,47

    2010 Kota Lhokseumawe 319.287 268.423 587.710 54,33 45,67 Propinsi Aceh 327.839 208.780 536.620 61,09 38,91

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    Nilai pengeluaran konsumsi masyarakat diperoleh dari

    kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Dari

    tabel terlihat bahwa pengeluaran rata-rata per bulan

    masyarakat untuk makanan persentasenya lebih besar

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    61

    daripada pengeluaran bukan makanan. Nilai pengeluaran

    per kapita per bulan masyarakat Kota Lhokseumawe lebih

    tinggi daripada rata-rata pengeluaran untuk Propinsi Aceh.

    Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat

    salah satunya dapat menggunakan indikator pendapatan per

    kapita. Indikator ini didapatkan dari besaran nilai PDRB per

    kapita. Pendapaten per kapita merupakan nilai perkiraan

    pendapatan per jumlah penduduk selama satu tahun.

    Perkembangan pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe

    atas dasar harga berlaku tahun 2007-2010 dengan atau

    tanpa migas dapat dilihat pada tabel 6.2.

    Tabel 6.2 Pendapatan Per Kapita Kota Lhokseumawe

    Tahun 2007-2010 (Rp)

    Tahun ADHB ADHK 2000

    Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas (1) (2) (3) (4) (5)

    2007 59.482.850,43 20.128.118,92 30.485.464,07 11.470.415,75

    2008 62.281.175,84 24.370.659,77 28.174.858,22 11.957.043,19

    2009 61.303.014,79 27.798.726,29 25.799.053,18 12.382.035,84

    2010 62.109.299,97 31.978.315,17 23.697.901,82 12.878.843,73

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    Untuk melihat seberapa besar tingkat pertumbuhan

    per kapita secara riil akibat peningkatan output adalah

    dengan memperhatikan perkembangan pendapatan per

    kapita atas dasar harga konstan. Atas dasar harga konstan

    tahun 2000, pendapatan per kapita penduduk Kota

    Lhokseumawe selama kurun waktu 2007 sampai 2010 tanpa

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    62

    migas meningkat 12,28 persen. Tahun 2007 pendapatan per

    kapita tersebut sebesar Rp 11.470.415,75 dan meningkat

    menjadi Rp 12.878.843,73 pada tahun 2010. Jadi, secara

    rata-rata hanya mengalami peningkatan 3,07 persen per

    tahun.

    Pengaruh sektor migas terhadap pendapatan

    penduduk cukup besar. Kendati demikian pengaruh sektor

    ini memberikan dampak penurunan terhadap pendapatan

    per kapita penduduk karena produktivitas ataupun output

    dari sektor ini mengalami penurunan tiap tahunnya. Baik

    berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan,

    pendapatan per kapita dengan memasukkan nilai sektor

    migas akan mengalami penurunan.

    Pendapatan per kapita penduduk Kota Lhokseumawe

    atas dasar harga berlaku pada tahun 2010 tanpa sektor

    migas adalah sebesar Rp 31.978.315,17. Nilai ini mengalami

    peningkatan sebesar 58,87 persen dari tahun 2007. Dengan

    demikian nilai pertumbuhan pendapatan per tahunnya

    adalah sebesar 14,72 persen.

    6.2 Daya Beli Penduduk

    Berdasarkan data pengeluaran per kapita penduduk,

    maka dapat dilihat bagaimana tingkat daya beli penduduk di

    Kota Lhokseumawe. Tingkat daya beli penduduk ini

    menggambarkan kondisi relatif daya beli antar wilayah dan

    antar waktu. Pada penghitungan IPM, daya beli penduduk

    disesuaikan dengan komponen lain, seperti indeks harga dan

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    63

    indeks kemahalan melalui formula Atkinson. Oleh karena

    itu, angka daya beli yang dihasilkan tidak dapat

    diinterpretasikan berdasarkan angka nominal, melainkan

    harus diinterpretasikan secara riil dengan membandingkan

    antar wilayah dan antar waktu. Angka daya beli ini dibaca

    sebagai nilai pada kondisi tahun 2000.

    Gambar 6.1 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Kota Lhokseumawe Tahun 20062010 (Rp 000)

    Sumber: BPS Kota Lhokseumawe

    Perkembangan daya beli masyarakat Kota

    Lhokseumawe berangsur menunjukkan peningkatan. Setelah

    ditimbang dengan indeks harga konsumen, indeks

    kemahalan, dan disesuaikan dengan formula Atkinson, maka

    daya beli penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010

    mencapai Rp 634.070. Artinya, karena daya beli telah

    ditimbang dengan faktor indeks harga (tahun dasar 2000),

    maka kemampuan penduduk membeli barang dan jasa

    selama satu tahun tersebut setara dengan nilai uang sebesar

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    64

    Rp 634.070,- di tahun 2000. Besaran ini meningkat apabila

    dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai Rp

    621.490.

    Nilai indeks daya beli Kota Lhokseumawe tahun 2010

    adalah sebesar 63,34. Indeks ini mengalami kenaikan setiap

    tahun, dari tahun 2006 sebesar 60,43; tahun 2007 sebesar

    62,00; tahun 2008 sebesar 62,57; dan tahun 2009 sebesar

    63,34.

    Gambar 6.2 Indeks Daya Beli Kota Lhokseumawe Tahun 20062010

    Sumber: BPS Kota Lhokseumawe

  • BAB VIIPERKEMBANGAN IPM

    http://www.bappedalhokseumawe.web.id

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    65

    PERKEMBANGAN IPM

    7.1 Indeks Pembangunan Manusia

    Berdasarkan empat variabel yaitu angka harapan

    hidup, tingkat melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya

    beli masyarakat diperoleh indeks harapan hidup, indeks

    pengetahuan, dan indeks standar hidup layak. Dari ketiga

    indeks ini dihasilkan indeks pembangunan manusia (IPM)

    Kota Lhokseumawe.

    Gambar 7.1 Perkembangan IPM Kota Lhokseumawe dan Beberapa Kabupaten/Kota Lainnya di Aceh Tahun 2006 - 2010

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

    VII

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    66

    Apabila dibandingkan antar kabupaten/kota di Aceh,

    kondisi pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe berada

    di peringkat kedua di bawah Kota Banda Aceh. Jika

    dibandingkan dengan IPM rata-rata Aceh, IPM Kota

    Lhokseumawe berada di atas rata-rata pembangunan

    manusia di Aceh. Kondisi ini disebabkan pembangunan

    manusia di seluruh aspek, bidang kesehatan yang

    dicerminkan oleh angka harapan hidup, bidang pendidikan

    yang dicerminkan oleh rata-rata lama sekolah dan angka

    melek huruf, serta bidang ekonomi yang dicerminkan oleh

    daya beli masyarakat, berada di atas rata-rata Aceh.

    Nilai IPM Kota Lhokseumawe berselisih tipis dengan

    Kota Sabang yang menempati peringkat ketiga di Aceh.

    Peringkat berikutnya yaitu Kota Langsa kemudian

    Kabupaten Aceh Tengah. Sementara kabupaten induk Aceh

    Utara menduduki peringkat ke delapan se-Aceh. Propinsi

    Aceh sendiri menempati peringkat ke-17 IPM secara

    nasional.

    Pada tahun 2010 angka IPM Kota Lhokseumawe

    mencapai 76,10. Selama kurun waktu 2006 sampai 2010

    angka IPM kota ini menunjukkan peningkatan yang cukup

    berarti. Selain itu, selama lima tahun terakhir status

    pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe masuk dalam

    kategori menengah atas. Hal ini ditunjukkan dari angka IPM

    yang selalu berada di atas angka 66.

    Pada tahun 2010 indeks pendidikan (pengetahuan)

    sebesar 88,61 diatas indeks harapan hidup sebesar 76,35

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    67

    dan indeks daya beli (standar hidup layak) sebesar 63,34.

    Hal ini menunjukkan bahwa hasil pencapaian pembangunan

    manusia di bidang pendidikan relatif lebih baik jika

    dibandingkan dengan bidang kesehatan dan ekonomi.

    Tingginya nilai indeks pendidikan ini sangat dipengaruhi

    oleh keberadaan berbagai perguruan tinggi, meningkatnya

    jumlah sarana pendidikan, dan berkurangnya angka putus

    sekolah.

    Lhokseumawe merupakan kota terbesar kedua di

    Propinsi Aceh dimana keadaan fasilitas penunjang

    pembangunan manusia seperti pendidikan dan kesehatan

    telah cukup memadai. Table 7.1 dan 7.2 menunjukkan

    banyaknya sarana pendidikan (sekolah) dan sarana

    kesehatan pada tahun 2010 di Kota Lhokseumawe, baik

    negeri maupun swasta.

    Tabel 7.1 Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    1 Blang Mangat 13 7 2 2

    2 Muara Dua 18 8 7 5

    3 Muara Satu 10 8 6 0

    4 Banda Sakti 28 12 12 3

    (1) (2) (3) (4) (5)

    Jumlah 69 35 27 10

    KecamatanJenjang Pendidikan Umum

    SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA Akademi/ PT

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    68

    Jumlah sarana pendidikan yang memadai

    memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk

    meneruskan pendidikan sampai ke jenjang yang diinginkan,

    tidak hanya sampai pada level pendidikan dasar dan

    menengah namun juga sampai ke level perguruan tinggi.

    Lokasi akademi atau perguruan tinggi yang berada di

    kawasan Kota Lhokseumawe menambah iklim pendidikan

    menjadi lebih maju karena akses terhadap sarana

    pendidikan menjadi semakin mudah. Selain itu kemajuan

    sector pendidikan dapat meningkatkan indeks pendidikan

    melalui persentase melek huruf dan rata-rata lamanya

    bersekolah.

    Tabel 7.2 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010

    Praktek Dokter

    Puskesmas

    Pustu PuslingPosyan

    du

    Polin des &Poskes

    des

    Toko Obat

    (1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

    1 Blang Mangat 0 2 7 2 29 12 4

    2 Muara Dua 10 1 4 1 24 8 4

    3 Muara Satu 0 1 2 1 15 10 5

    4 Banda Sakti 26 2 8 2 32 4 12

    36 6 21 6 100 34 25

    No Kecamatan

    Sarana Kesehatan Dasar

    (2)

    Jumlah

    Sumber : BPS Kota Lhokseumawe

  • Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010

    69

    Meskipun letak Rumah Sakit Umum Daerah yang

    agak jauh dari pusat kota, tidak menjadi penyebab

    masyarakat yang bertempat tinggal di pusat kota kesulitan

    mendapatkan pelayanan kesehatan. Terdapat praktek dokter

    dan rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan kepada

    masyarakat umum. Dengan adanya sarana kesehatan yang

    mencukupi juga dapat menekan angka kematian bayi dan

    kematian maternal. Secara tidak langsung hal ini dapat

    meningkatkan angka harapan hidup bagi masyarakat Kota

    Lhokseumawe.

    7.2 Shortfall IPM

    Angka shortfall diilustrasikan sebagai rasio

    pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh

    terhadap jarak yang harus ditemp