Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 / Human Development Index (HDI) 2011
-
Upload
kota-lhokseumawe-aceh -
Category
Documents
-
view
46 -
download
0
description
Transcript of Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2011 / Human Development Index (HDI) 2011
-
SAMBUTAN
Kota Lhokseumawe sebagai daerah yang sedang berkembang
memerlukan suatu data dan indikator dalam rangka menunjang proses
perencanaan pembangunan termasuk pembangunan manusia. Salah
satu indikator keberhasilan pembangunan manusia adalah Indeks
Pembangunan Manusia (IPM).
Penyusunan buku Perhitungan dan Analisis Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun 2010 dapat
memberikan gambaran tentang indikator keberhasilan pembangunan
manusia di Kota Lhokseumawe, seperti angka harapan hidup, angka
melek huruf dan rata-rata lama sekolah, serta tingkat daya beli
masyarakat. Hasilnya diharapkan sebagai bahan acuan dalam
perencanaan pembangunan manusia Kota Lhokseumawe di masa
mendatang.
Akhirnya, semoga buku Perhitungan dan Analisis Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun 2010 dapat
memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, umumnya
kepada masyarakat luas. Kepada semua pihak yang telah
berpastisipasi dalam penyusunan buku ini, saya ucapkan terima kasih.
Lhokseumawe, Oktober 2011
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Kota Lhokseumawe
Plh. Kepala,
Drs. A. Madjid
NIP. 195903031986031001
-
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT dan
rahmat serta hidayah-Nya, hingga tersusun buku Perhitungan dan
Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe Tahun
2010 yang digunakan untuk mengukur kinerja pembangunan manusia
di Kota Lhokseumawe.
Berbagai kebijakan yang mengarah pada peningkatan kualitas
manusia telah ditempuh oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe. Data
yang tersaji pada buku ini kami jadikan sebagai alat pemantauan
terhadap perkembangan pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe
serta dapat digunakan sebagai bahan akuntabilitas publik yang
mengevaluasi kinerja pemerintah.
Kepada tim penyusun, kami ucapkan terima kasih atas daya dan
upaya dalam penyusunan buku ini. Akhirnya saran dan kritik sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan penyusunan buku ini di masa
mendatang.
Lhokseumawe, Oktober 2011
Badan Pusat Statistik
Kota Lhokseumawe
Kepala,
Mughlisuddin, SE NIP 196904241994011001
-
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMBUTAN i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR vi BAB I PENDAHULUAN 2 1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan 1.3 Manfaat 1.4 Ruang Lingkup
2 7 7 7
BAB II METODOLOGI 9 2.1 Metode Pengumpulan Data
2.2 Metode Pengolahan Data 2.3 Metode Analisis dan Penghitungan IPM
3.5.1 Rumus Umum IPM 3.5.2 Angka Harapan Hidup 3.5.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah 3.5.4 Purchasing Power Parity (PPP) 3.5.5 Perubahan IPM
2.4 Metode Penyajian
9 10 11 12 14 17 19 23 24
BAB III GAMBARAN UMUM 28 3.1 Kondisi Geografis
3.2 Kondisi Pemerintahan 3.3 Kondisi Demografi 3.4 Kondisi Ketenagakerjaan 3.5 Kondisi Perekonomian
3.5.1 Struktur Ekonomi 3.5.2 Pertumbuhan Ekonomi
28 29 31 36 39 39 46
BAB IV INDIKATOR KESEHATAN 51 BAB V INDIKATOR PENDIDIKAN 54 5.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat
5.2 Angka Melek Huruf 5.3 Rata-rata Lama Sekolah
55 56 58
BAB VI INDIKATOR DAYA BELI 60 6.1 Pengeluaran Konsumsi Per Kapita
6.2 Daya Beli Penduduk 60 63
-
iv
Halaman
BAB VII PERKEMBANGAN IPM 67 7.1 Indeks Pembangunan Manusia
7.2 Shortfall IPM
67 71
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 75 8.1 Kesimpulan
8.2 Implikasi Kebijakan 8.2.1 Identifikasi Permasalahan Pembangunan 8.2.2 Strategi dan Sasaran Pembangunan Manusia
75 76 76 78
-
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Ekstrim Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang Digunakan dalam Penghitungan
13
Tabel 2.2
Jenjang Pendidikan dan Skor yang Digunakan untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
19
Tabel 2.3
Klasifikasi IPM 24
Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota Lhokseumawe per Kecamatan 29
Tabel 3.2 Nama Gampong Berdasarkan Kecamatan dan Kemukiman di Kota Lhokseumawe
30
Tabel 3.3 Jumlah dan Tingkat Kepadatan Penduduk
di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
32
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia Produktif di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
33
Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
37
Tabel 3.6 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan Migas (persen)
40
Tabel 3.7 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Tanpa Migas (persen)
44
Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan dan Tanpa Migas (persen)
48
Tabel 6.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kota Lhokseumawe dan Propinsi Aceh Tahun 2009-2010 (Rp)
61
Tabel 6.2 Pendapatan Per Kapita Kota Lhokseumawe Tahun 2007-
2010 (Rp)
62
-
vi
Tabel 7.1 Tabel 7.2
Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
69
70
-
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2010 35
Gambar 3.2
Peranan PDRB Dengan Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010
43
Gambar 3.3
Peranan PDRB Tanpa Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010
46
Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun
2006 - 2010
52
Gambar 5.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
56
Gambar 5.2 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
57
Gambar 5.3 Rata-rata Lama Sekolah di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
58
Gambar 6.1 Pengeluaran Per Kapita Disesuaikan Kota Lhokseumawe, 2006-2010 (Rp 000)
64
Gambar 6.2 Indeks Daya Beli Kota Lhokseumawe Tahun 2006-2010 65
Gambar 7.1 Perkembangan IPM Kota Lhokseumawe dan Beberapa Kabupaten/Kota Lainnya di Aceh Tahun 2006 - 2010
67
Gambar 7.2 Perkembangan Reduksi Shortfall IPM Kota
Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
72
-
BAB IPENDAHULUAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
2
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan manusia (human development)
merupakan suatu paradigma yang menempatkan manusia
sebagai titik sentral sehingga setiap upaya pembangunan
mempunyai ciri dari, oleh, dan untuk rakyat. Dalam
kerangka ini maka pembangunan daerah ditujukan untuk
meningkatkan partisipasi penduduk dalam semua proses
pembangunan. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah
melakukan upaya peningkatan kualitas penduduk sebagai
sumber daya baik dari aspek fisik (kesehatan), intelektualitas
(pendidikan), kesejahteraan ekonomi (daya beli) maupun
moralitas (iman dan takwa). Hal ini sesuai dengan tujuan
pembangunan yang tercantum dalam UUD 1945, yaitu
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa yang secara implisit juga mengandung
makna pemberdayaan manusia.
Dalam perspektif United Nations Development
Programme (UNDP), pembangunan manusia (human
development) dirumuskan sebagai perluasan pilihan bagi
penduduk (enlarging the choices of people), yang dapat dilihat
sebagai proses upaya ke arah perluasan pilihan dan
sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut
(UNDP, 1990). Pada saat yang sama pembangunan manusia
I
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
3
dapat dilihat juga sebagai pembangunan (formation)
kemampuan manusia melalui perbaikan taraf kesehatan,
pengetahuan dan ketrampilan; sekaligus sebagai
pemanfaatan (utilization) kemampuan/ketrampilan mereka
tersebut.
Konsep pembangunan di atas jauh lebih luas
pengertiannya dibandingkan konsep pembangunan ekonomi
yang menekankan pada pertumbuhan (economic growth),
kebutuhan dasar (basic needs), kesejahteraan masyarakat
(social welfare), atau pembangunan sumber daya manusia
(human resource development). Karena konsep pembangunan
UNDP mengandung empat unsur, yaitu : produktivitas
(productivity), pemerataan (equity), kesinambungan
(sustainability), dan pemberdayaan (empowerment).
Pembangunan manusia dapat juga dilihat dari sisi
pelaku atau sasaran yang ingin dicapai. Dalam kaitan ini
UNDP melihat pembangunan manusia sebagai semacam
model pembangunan tentang penduduk, untuk penduduk,
dan oleh penduduk.
a. tentang penduduk; berupa investasi di bidang
pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial
lainnya;
b. untuk penduduk; berupa penciptaan peluang
kerja melalui perluasan (pertumbuhan) ekonomi
dalam negeri; dan
c. oleh penduduk; berupa upaya pemberdayaan
(empowerment) penduduk dalam menentukan
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
4
harkat manusia dengan cara berpartisipasi dalam
proses politik dan pembangunan.
Untuk melihat sejauh mana capaian pembangunan
manusia di suatu daerah, maka kehidupan masyarakat perlu
dipantau perkembangannya. Pemantauan bertujuan untuk
mengevaluasi kemajuan hasil pembangunan. Selain itu juga
sebagai kerangka akuntabilitas publik untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah daerah sebagai penyelenggara
pemerintahan di tingkat kabupaten/kota.
Bidang kehidupan yang perlu dipantau meliputi seluruh
aspek kehidupan masyarakat, baik yang berkaitan dengan
individu dalam hal kelangsungan hidup secara individu
(kebutuhan dasar, kesehatan dan KB), tumbuh kembang
(pendidikan, gizi), partisipasi (ketenaga-kerjaan, politik),
perlindungan (kesejahteraan sosial, hukum dan ketertiban),
maupun yang berkaitan dengan wilayah seperti
kependudukan, kemiskinan, dan pertumbuhan ekonomi.
Berbagai indikator dapat digunakan untuk memantau
kemajuan pembangunan di suatu daerah, baik indikator
ekonomi maupun indikator sosial. Dalam konteks
masyarakat sebagai obyek pembangunan, maka diperlukan
suatu indikator untuk mengukur perkembangan
kehidupan/tingkat kesejahteraan masyarakat itu sendiri.
Untuk melihat tingkat kesejahteraan dari segi ekonomi
secara umum, indikator yang tepat digunakan adalah PDRB.
Untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan sosial dalam
arti lebih sempit, dapat menggunakan indikator IMH (Indeks
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
5
Mutu Hidup), karena indikator IMH hanya
mempertimbangkan variabel-variabel sosial saja. Sedangkan
untuk melihat gambaran tingkat kesejahteraan sosial dan
ekonomi secara luas, dapat menggunakan indikator IPM
(Indeks Pembangunan Manusia), karena IPM
mempertimbangkan variabel-variabel sosial dan ekonomi.
UNDP sejak tahun 1990 menggunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index
(HDI) untuk mengukur keberhasilan atau kinerja
(performence) suatu negara atau daerah dalam bidang
pembangunan manusia.
Konsep pembangunan manusia memiliki dimensi yang
sangat luas. Menurut UNDP upaya ke arah perluasan
pilihan hanya mungkin dapat direalisasikan jika penduduk
paling tidak memiliki : peluang berumur panjang dan sehat,
pengetahuan ketrampilan yang memadai, dan peluang untuk
merealisasikan pengetahuan yang dimiliki dalam kegiatan
yang produktif (misalnya dapat bekerja dan memperoleh
uang sehingga memiliki daya beli). Dengan kata lain,
tingkat pemenuhan ketiga unsur tersebut minimal sudah
dapat merefleksikan tingkat keberhasilan pembangunan
manusia suatu negara/daerah.
Untuk mengukur tingkat pemenuhan ketiga unsur di
atas, UNDP menyusun suatu indeks komposit berdasarkan
pada 3 (tiga) indikator, yaitu : Angka Harapan Hidup (life
expectancy at age o : eo), Angka melek huruf penduduk
dewasa (adult literacy rate : Lit), Rata-rata lama sekolah
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
6
(mean years of schooling : MYS), serta Purchasing Power
Parity (merupakan ukuran pendapatan yang sudah
disesuaikan dengan paritas daya beli). Indikator pertama
mengukur umur panjang dan sehat, dua indikator
berikutnya mengukur pengetahuan dan ketrampilan,
sedangkan indikator terakhir mengukur kemampuan dalam
mengakses sumber daya ekonomi dalam arti luas. Ketiga
indikator inilah yang digunakan sebagai komponen dalam
penyusunan IPM/HDI.
Pengukuran tingkat pemenuhan ketiga indikator di atas
dilakukan dengan sistem pengukuran yang dipakai oleh
UNDP dalam menyusun IPM global. Hal ini didorong harapan
agar indeks yang dihasilkan terbanding secara nasional
maupun internasional.
Bagi daerah-daerah yang relatif baru seperti Kota
Lhokseumawe, kegiatan penyusunan IPM memiliki peran
sangat strategis dalam perencanaan pembangunan regional
khususnya pembangunan manusia. Dalam evaluasi
pembangunan manusia, IPM ini dapat diamati
perkembangannya setiap periode sehingga dapat diketahui
seberapa besar percepatan pembangunan manusia antar
periode. Di sisi lain, secara cross section IPM juga dapat
digunakan sebagai indikator pembanding antar wilayah
untuk melihat posisi relatif pembangunan manusia suatu
wilayah terhadap wilayah lain.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
7
1.2 Tujuan Kegiatan perhitungan dan analisis Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe bertujuan untuk
melihat kondisi pembangunan manusia dan diharapkan
mampu digunakan sebagai pembanding kinerja
pembangunan manusia antar waktu dan antar daerah.
1.3 Manfaat Beberapa manfaat penting yang dapat diperoleh dari
perhitungan dan analisis Indeks Pembangunan Manusia
Kota Lhokseumawe adalah sebagai berikut :
1. sebagai bahan Laporan Pembangunan Manusia
(Human Development Report) di Kota Lhokseumawe,
2. sebagai alat bantu pemerintah dalam rangka
melakukan perencanaan dan evaluasi
pembangunan daerah,
3. sebagai bahan akuntabilitas publik terhadap kinerja
pemerintah daerah khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
4. sebagai basis data dan data acuan bagi pihak lain
yang berkepentingan.
1.4 Ruang Lingkup Ruang lingkup bahasan dalam penyusunan publikasi
ini adalah wilayah administratif Kota Lhokseumawe.
-
BAB IIMETODOLOGI
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
9
METODOLOGI
2.1 Metode Pengumpulan Data
Informasi yang dicakup dalam kegiatan penyusunan
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Lhokseumawe
adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga, institusi
maupun instansi pemerintah yang relevan. Data-data
tersebut secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Indiktor Kesehatan, yang meliputi angka harapan
hidup dan IMR, dengan data dasar adalah jumlah
wanita usia subur 15-49 tahun (wus), status
perkawinan wus, jumlah anak lahir hidup maupun
anak lahir mati dari wus, dan life table model
western dari UN (United Nations).
2. Indikator Pendidikan, yang meliputi rata-rata lama
sekolah (mean years school) dan angka melek huruf
(literacy rate), dengan data pokok jumlah penduduk
yang bersekolah, pendidikan tertinggi yang
ditamatkan, dan kemampuan baca tulis penduduk.
3. Indikator Daya Beli, yang meliputi indeks kemahalan
dan paritas daya beli yang menggunakan data
pokok:
a. Pengeluaran konsumsi makanan maupun non
makanan oleh penduduk
II
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
10
b. Harga 27 paket komoditi dasar di Kota
Lhokseumawe dan di Kota Banda Aceh sebagai
pembanding.
Penggunaan harga-harga komoditi di Kota Banda
Aceh sebagai angka pembanding dimaksudkan
agar dapat terlihat kewajaran harga-harga dari 27
komoditi tersebut, mengingat Kota Banda Aceh
sebagai pusat perekonomian di wilayah Propinsi
Aceh.
Tingkat daya beli penduduk menggambarkan
kondisi relatif daya beli antar wilayah dan antar
waktu. Sehubungan dengan hal tersebut daya beli
penduduk ini harus disesuaikan dengan
komponen lain seperti indeks harga dan indeks
kemahalan melalui formula atkinson. Angka daya
beli yang dihasilkan tidak dapat diinterpretasikan
berdasarkan angka nominalnya, melainkan harus
diinterpretasikan secara riil dengan
membandingkan antar wilayah dan antar waktu.
Harga 27 paket komoditi yang dimaksud di sini
adalah komoditi terpilih untuk menghitung paritas
daya beli.
2.2 Metode Pengolahan Data
Setelah tahap pengumpulan data selesai, tahap
berikutnya adalah pengolahan data. Pengolahan data
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
11
dilakukan dengan menggunakan cara manual dan dengan
bantuan komputer atau software.
- Tahap pertama pengolahan data, metode yang
digunakan adalah secara manual (pra komputer).
Pengolahan data secara manual ini terdiri atas tahap
pemeriksaan (verification) dan penyuntingan-
pengkodean (editing coding).
- Tahap kedua, setelah tahap manual selesai,
pengolahan data dilanjutkan dengan bantuan
komputer. Pada tahap ini dilakukan perekaman data
(entry data) dengan menggunakan paket program
SPSS (Statistical Program for Social Science),
pengecekan hasil entry (validasi), dan proses
tabulasi untuk mempermudah analisis.
Secara rinci tahapan dalam pengolahan data dalam
kegiatan ini adalah:
1. Pengelompokan data (data batching)
2. Pemeriksaan data hasil lapangan (verifikasi)
3. Perekaman data (entry)
4. Pengecekan konsistensi data (validasi)
5. Tabulasi
2.3 Metode Analisis dan Penghitungan IPM
Analisis yang dilakukan dalam penyusunan Indeks
Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe menggunakan
metode analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis
deskriptif ditujukan untuk memperoleh gamabaran atau
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
12
deskripsi dari angka IPM dan berbagai indikator turunannya.
Berbagai data yang ada melalui analisis kuantitatif berupa
perhitungan-perhitunagn tertentu sangat diperlukan untuk
pembentukan indikator kesehatan, indikator pendidikan,
dan indikator daya beli sebgai pembentuk angka IPM.
2.3.1 Rumus Umum IPM
Seperti dikemukakan sebelumnya komponen IPM terdiri
dari angka harapan hidup (eo), angka melek huruf (Lit), rata-
rata lama sekolah (MYS), dan Purchasing Power Parity (PPP).
Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung
indeksnya sehingga bernilai antara 0 (keadaan terburuk) dan
1 (keadaan terbaik). Lebih kanjut komponen angka melek
huruf dan rata-rata lama sekolah digabung menjadi satu
sebagai indikator pendidikan dengan perbandingan 2:1.
Dalam laporan ini indeks tersebut dinyatakan dalam ratusan
(dikalikan 100) untuk mempermudah penafsiran. Teknik
penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti
rumus sebagai berikut:
Xi Xi min Indeks Xi = Xi maks Xi min di mana:
Xi = Indikator ke-i (i=1,2,3)
Xi maks = Nilai maksimum Xi
Xi min = Nilai minimum Xi
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
13
Ketiga indeks yang dihitung ini (X1,X2,X3) adalah:
1. Indeks Harapan Hidup (Indeks X1)
2. Indeks Pendidikan (Indeks X2)
3. Indeks Daya Beli (Indeks X3)
Dengan nilai maksimum dan minimum sebagai berikut :
Tabel 2.1 Nilai Ekstrim Komponen IPM
Komponen IPM (Xi) Nilai Maksimum Nilai
Minimum
Angka Harapan Hidup (e0) 85 25
Angka Melek Huruf (Lit) 100 0
Rata-rata Lama Sekolah (MYS) 15 0
Daya Beli (Real Per Capita Expenditure/Real PPP Adjusted) (Rp 000) 792.720 360.000
Nilai maksimum dan minimum untuk komponen angka
harapan hidup, angka melek huruf dan rata-rata lama
sekolah adalah sama seperti yang digunakan UNDP dalam
menyusun IPM global tahun 1994, kecuali untuk nilai real
PPP adj telah disesuaikan dengan keadaan negara Indonesia.
Setelah ketiga angka indeks tersebut dihasilkan, maka
dapat dihitung IPM secara global:
X1 + X2 + X3 3 ;
di mana :
IPM =
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
14
X1 = Indeks Harapan Hidup
X2 = Indeks Pengetahuan (2/3 Indeks Melek Huruf
+ 1/3 Indeks Lama Sekolah)
X3 = Indeks Standar Hidup Layak
2.3.2 Angka Harapan Hidup Angka harapan hidup pada waktu lahir (e0), yaitu rata-
rata jumlah tahun yang akan dijalani oleh sekelompok orang
yang dilahirkan pada suatu waktu tertentu dengan asumsi
pola mortalitas untuk setiap kelompok umur pada masa
yang akan datang tetap.
Variabel e0 diharapkan mencerminkan lama hidup
sekaligus hidup sehat suatu masyarakat. Meskipun
sebenarnya angka morbiditas/kesakitan akan lebih valid
dalam mengukur hidup sehat, akan tetapi hanya sedikit
negara yang memiliki data morbiditas yang dapat dipercaya,
maka variabel tersebut tidak digunakan untuk tujuan
perbandingan.
Penghitungan angka harapan hidup Kota Lhokseumawe
dilakukan dengan menggunakan bantuan tabel kematian (life
tables) dan software Mortpak-Lite. Angka harapan hidup
dihitung dengan metode tidak langsung yaitu : Brass variant
Trussel dan bantuan Life Tables model Western. Data dasar
yang digunakan untuk penghitungan metode tidak langsung
adalah rata-rata anak lahir hidup dan rata-rata anak
masih hidup dari wanita per kelompok umur. Oleh karena
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
15
itu, metode penghitungan tersebut memerlukan data-data
sebagai berikut :
1. Jumlah wanita per kelompok usia (15-19, 20-24, 25-
29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49)
2. Anak Lahir Hidup (ALH) dari wanita per kelompok
usia (15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-
49)
3. Anak Masih Hidup (AMH) dari wanita per kelompok
usia (15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-
49)
Melalui metode ini secara tidak langsung juga
menghasilkan angka kematian bayi (Infant Mortality Rate-
IMR). IMR merupakan suatu indikator kesehatan dan
kesejahteraan rakyat yang sangat penting. IMR didefinisikan
sebagai banyaknya atau tingkat kematian bayi sebelum
mencapai usia 1 tahun per 1000 kelahiran hidup pada suatu
daerah dalam waktu tertentu.
IMR dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Jika angka IMR < 40 (Hard Rock), berarti tingkat
kesehatan dan kesejahteraan ibu yang melahirkan
baik, namun pada level ini sangat sulit diupayakan
penurunan angka IMR-nya.
2. Jika angka IMR antara 40-70 (Intermediate Rock),
berarti tingkat kesehatan dan kesejahteraan ibu
yang melahirkan sedang (agak baik), namun pada
level ini agak sulit diupayakan penurunan angka
IMR-nya.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
16
3. Jika angka IMR > 70 (Soft Rock), berarti tingkat
kesehatan dan kesejahteraan ibu yang melahirkan
buruk, namun pada level ini cukup mudah
diupayakan penurunan angka IMR-nya.
Adapun tahapan yang dilakukan untuk memperoleh
Angka Harapan Hidup adalah sebagai berikut:
1. Cari jumlah wanita per kelompok usia; 15-19, 20-
24, 25-29, 30-34, 35-39, 40-44, 45-49 (Wi)
2. Cari jumlah anak lahir hidup dari wanita per
kelompok usia; 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39,
40-44, 45-49 (ALHi)
3. Cari jumlah anak masih hidup dari wanita per
kelompok usia; 15-19, 20-24, 25-29, 30-34, 35-39,
40-44, 45-49 (AMHi)
4. Cari Pi = ALHi/Wi (i = kelompok umur)
5. Cari Si = AMHi/Wi (i = kelompok umur)
6. Cari Di = 1- (Si/Pi) (i = kelompok umur)
7. Cari xQ0 = Di x Ki (Ki untuk setiap kelompok umur
diperoleh dari table Trussel)
8. Cari IMR dari xQ0 untuk kelompok umur 20-24, 25-
29, 30-34 dengan bantuan Life Tables model
Western
9. Cari rata-rata ketiga IMR tersebut (=IMR)
10. Cari level dari IMR dengan bantuan Life Tables
model Western
11. Dari level yang diperoleh maka akan diperoleh pula
e0.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
17
2.3.3 Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah Untuk mengukur dimensi pengetahuan BPS
menggunakan kombinasi angka melek huruf dan rata-rata
lama sekolah penduduk dewasa (15 tahun ke atas). Kedua
indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat
pengetahuan dan ketrampilan penduduk.
Angka melek huruf didefinisikan sebagai kemampuan
membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Angka
ini diolah dari variabel kemampuan baca tulis dari Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Kor. Pentingnya angka
melek huruf (Lit) sebagai komponen IPM tidak banyak
diperdebatkan. Permasalahannya hanya sebatas kepekaan
Lit sebagai ukuran dimensi pengetahuan karena dinilai
angkanya sudah cukup tinggi di semua wilayah Indonesia.
Dampak kelemahan tersebut berkurang dengan
dimasukkannya variabel rata-rata lama sekolah (MYS) dalam
penghitungan indeks pendidikan (IP) yang menurut UNDP
dihitung dengan cara sebagai berikut:
IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS
Rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan
dua variabel dasar dalam kuesioner Kor-Susenas, yaitu kelas
tertinggi yang pernah/sedang diduduki dan pendidikan
tertinggi yang ditamatkan. Penghitungan MYS dilakukan
dengan cara penghitungan tidak langsung. Langkah pertama
adalah memberikan bobot variabel pendidikan tertinggi yang
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
18
ditamatkan kemudian langkah selanjutnya menghitung
rata-rata tertimbang dari variabel tersebut sesuai bobotnya.
Secara sederhana prosedur penghitungan tersebut dapat
dirumuskan sebagai berikut:
10 fi * LSi i=1
MYS = 10 fi i=1
di mana:
MYS = rata-rata lama sekolah
fi = frekuensi penduduk untuk jenjang
pendidikan i
Si = skor untuk masing-masing jenjang
pendidikan i
LSi = 0 (bila tidak/belum pernah sekolah)
LSi = Si (bila tamat)
LSi = Si + kelas yang diduduki-1 (bila masih
bersekolah dan pernah tamat)
LSi = kelas yang diduduki-1 (bila jenjang yang
diduduki SD/SR)
i = jenjang pendidikan (1,2,3,....,11)
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
19
Tabel 2.2 Jenjang Pendidikan dan Skor Yang Digunakan Untuk Menghitung Rata-rata Lama Sekolah (MYS)
Jenjang Pendidikan Skor
(1) (2)
1. Tidak/belum pernah sekolah
2. SD/MI/sederajat
3. SLTP/MTs/sederajat/Kejuruan
4. SMU/MA/sederajat
5. SM Kejuruan
6. Diploma I
7. Diploma II
8. Diploma III/Sarjana Muda
9. Diploma IV/S1
10. S2
11. S3
0
6
9
12
12
13
14
15
16
18
21
2.3.4 Purchasing Power Parity (PPP) Dengan dimasukkannya variabel PPP sebagai ukuran
paritas daya beli, IPM secara konseptual jelas lebih lengkap
dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia daripada
IMH atau PQLI. Karena IMH yang tinggi hanya merefleksikan
kondisi masyarakat yang memiliki peluang hidup panjang
(dan sehat) serta tingkat pendidikan (dan ketrampilan) yang
memadai. Menurut UNDP kondisi tersebut belum
memberikan gambaran yang ideal karena belum
memasukkan aspek peluang kerja/berusaha yang memadai
sehingga memperoleh sejumlah uang yang memiliki daya
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
20
beli (purchasing power). Pemenuhan kebutuhan seperti itulah
yang dicoba diukur dengan PPP.
Komponen standar hidup layak dihitung dengan rata-
rata konsumsi riil per kapita yang telah disesuaikan dengan
metode Atkinson. UNDP dalam menyusun IPM global,
menggunakan PDB per kapita untuk mengukur standar
hidup layak. Untuk kepentingan penghitungan IPM
Kabupaten/Kota, BPS tidak menggunakan pendapatan per
kapita. Alasannya pendapatan per kapita hanya mengukur
produksi suatu wilayah sehingga tidak mencerminkan daya
beli riil masyarakat yang merupakan fokus perhatian IPM.
Sebagai penggantinya BPS menggunakan indikator dasar
rata-rata pengeluaran per kapita.
Data pengeluaran per kapita dihitung dari data Susenas
Kor yang telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga
menjamin keterbandingan antar waktu dan antar wilayah di
Indonesia. Dalam tahapan penyesuaian ini dihitung juga
indeks kemahalan dengan tujuan menstandarkan nilai beli
atau manfaat rupiah di seluruh Indonesia dan didiscount
dengan formula Atkinson. Ilustrasinya adalah bahwa
kenaikan Rp 50.000,- bagi kabupaten/kota yang memiliki
pengeluaran per kapita Rp 100.000,- akan memiliki nilai
beli atau nilai manfaat yang berbeda dengan kenaikan
yang sama bagi kabupaten/kota yang memiliki pengeluaran
per kapita Rp 500.000,-
Secara garis besar, proses penyesuaian untuk
menghitung angka indeks daya beli adalah sebagai berikut :
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
21
1. Menghitung pengeluaran konsumsi per kapita dari
Susenas Kor (=A)
A = Pengeluaran seluruh penduduk untuk barang dan
jasa Jumlah seluruh penduduk
2. Menyesuaikan nilai A (mark-up) dengan data Susenas
Modul sekitar 20 persen (=B). Penyesuaian ini
diperlukan karena data pengeluaran hasil survei,
dalam hal ini data konsumsi Susenas Kor, cenderung
under estimate.
B = 1,2 x A
3. Mendeflasikan nilai B dengan IHK/Indeks Harga
Konsumsen (=C). Bagi daerah yang tidak memiliki
data inflasi, IHK bias didekati dengan IHK ibukota
propinsi (jika dekat) atau inflasi PDRB.
C = B IHK 4. Menghitung daya beli per unit (=PPP/unit) yang
disebut dengan indeks kemahalan. Indeks
kemahalan (PPP/unit) dimaksudkan untuk
menstandarkan nilai rupiah di semua wilayah
Indonesia. Oleh karena itu, berdasarkan standar
baku penghitungan IPM secara nasional digunakan
harga-harga pada wilayah Jakarta Selatan sebagai
pembanding. Penghitungan PPP/unit dilakukan
sesuai rumus :
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
22
E(i,j) j
PPP/Unit = p(9,j) q(i,j)
j
di mana :
E(i,j) = Total pengeluaran untuk komoditi j di kab/kota
p(9,j) = Harga komoditi j di Jakarta Selatan q(i,j) = Total komoditi j (unit) yang di konsumsi
di kab/kota
5. Membagi nilai C dengan PPP/unit (=D)
6. Menyesuaikan (mendiscount) nilai D dengan formula
Atkinson sebagai upaya untuk memperkirakan nilai
marginal utility dari D (riil/PPPadj) (=D*). Rumus
Atkinson yang digunakan untuk penyesuaian rata-
rata konsumsi riil secara matematis dapat
dinyatakan sebagai berikut:
D(i)* = D(i) jika D(i) Z
= Z+2(D(i) Z)(1/2) jika Z
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
23
dalam laporan ini Z ditetapkan sebesar
Rp 1.500,- per kapita sehari atau Rp 547.500,-
per kapita setahun
2.3.5 Perubahan IPM Pencapaian pembangunan manusia dapat dilihat dari
dua segi, yaitu :
1. Kecepatan Perubahan IPM (shortfall)
Kecepatan perubahan IPM dalam suatu periode
dapat dilihat dari angka shortfall. Angka tersebut
mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara
jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus
ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal
(IPM=100). Semakin tinggi angka shortfall, semakin
cepat kenaikan IPM. Secara formulasi reduksi
sortfall (r) adalah:
IPM t1 IPM t0 R = x100
IPM ref IPM t0 di mana :
IPM t0 = IPM tahun dasar
IPM t1 = IPM tahun terakhir
IPM ref = IPM acuan atau ideal yang dalam hal
ini sama dengan 100
2. Meningkatnya status pembangunan manusia
berdasarkan klasifikasi berikut :
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
24
Tabel 2.3 Klasifikasi IPM
Nilai IPM Status Pembangunan Manusia
< 50 50 IPM < 66 66 IPM < 80 80
Rendah Menengah bawah Menengah atas Tinggi
2.4 Metode Penyajian
Penyajian data merupakan salah satu hal yang sangat
penting dalam penyusunan publikasi atau buku. Hal ini
berkaitan dengan kemudahan para pengguna atau
konsumen publikasi IPM Kota Lhokseumawe. Penyajian data
dalam penyusunan IPM ini akan berbentuk tulisan, grafik,
dan tabel. Penyajian isi materi akan disajikan secara
terstruktur dengan rincian sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bagian pertama ini akan dijelaskan tentang
latar belakang, maksud, tujuan, dan ruang
lingkup dari penghitungan dan analisis IPM Kota
Lhokseumawe.
BAB II METODOLOGI
Bagian ke dua ini menjelaskan berbagai metode
atau teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data, pengolahan data, berbagai formulasi
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
25
penghitungan indikator, dan metode analisis.
BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH
Bagian ke tiga ini menjelaskan secara ringkas
mengenai kondisi wilayah Kota Lhokseumawe,
seperti kondisi geografis, musim, pemerintahan,
kependudukan, perekonomian, dan sosial
budaya.
BAB IV INDIKATOR KESEHATAN
Bagian ke empat ini merupakan bagian awal dari
substansi publikasi IPM. Dalam bagian ini akan
dijelaskan secara rinci mengenai kondisi
kesehatan penduduk berdasarkan relevansinya
dengan penghitungan IPM, seperti kematian bayi
dan angka harapan hidup.
BAB V INDIKATOR PENDIDIKAN
Bagian ini akan menjelaskan secara rinci
mengenai kondisi pendidikan masyarakat
berdasarkan relevansinya dengan penghitungan
IPM, seperti tingkat pendidikan penduduk, rata-
rata lama sekolah, dan angka melek huruf.
BAB VI INDIKATOR DAYA BELI
Bagian ini merupakan bagian terakhir dari
substansi publikasi IPM. Di bagian ini akan
dijelaskan kondisi daya beli masyarakat
berdasarkan relevansinya dengan penghitungan
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
26
IPM, seperti variabel pengeluaran konsumsi
penduduk dan daya beli penduduk.
BAB VII PERKEMBANGAN IPM
Bagian ke tujuh ini merupakan bagian pokok
karena di dalamnya akan dijelaskan mengenai
kondisi pembangunan manusia di Kota
Lhokseumawe yang ditunjukkan oleh indikator
IPM beserta kecepatan perubahan pembangunan
manusia (shortfall).
BAB VIII KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Bagian penutup ini berisi tentang kesimpulan
hasil berbagai penghitungan indikator beserta
model implikasi kebijakan yang akan
direkomendasikan kepada Pemerintah Kota
Lhokseumawe.
-
BAB IIIGAMBARAN UMUM
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
28
GAMBARAN UMUM
Kota Lhokseumawe merupakan salah satu daerah
otonom baru dalam Provinsi Aceh. Kota Lhokseumawe
pemekaran dari kabupaten induknya yaitu Kabupaten Aceh
Utara yang dibentuk dengan Undang-undang No. 2 Tahun
2001 tanggal 21 Juni 2001.
3.1 Kondisi Geografis
Kota Lhokseumawe adalah salah satu kota setingkat
kabupaten yang berada di wilayah timur Provinsi Aceh.
Terletak pada posisi astronomis 04o54 05o18 Lintang Utara
dan 96o20 97o21 Bujur Timur.
Kota Lhokseumawe secara administratif memiliki batas
sebagai berikut :
Curah hujan di Kota Lhokseumawe rata-rata berkisar
50 294,5 mm pada tahun 2010 setara dengan suhu udara
antara 19 oC - 34 oC. Wilayah Kota Lhokseumawe berada pada
ketinggian antara 2 24 meter dpl (di atas permukaan laut).
Sebelah Utara : Selat Malaka
Sebelah Selatan : Kecamatan Kuta Makmur (Aceh
Utara)
Sebelah Barat : Kecamatan Dewantara (Aceh Utara)
Sebelah Timur : Kecamatan Syamtalira Bayu (Aceh
Utara)
III
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
29
Luas wilayah Kota Lhokseumawe berdasarkan undang-
undang No. 2 Tahun 2001 seluas 181,06 Km atau 18.106
Ha yang meliputi 3 wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan
Banda Sakti, Kecamatan Blang Mangat, dan Kecamatan
Muara Dua. Pada tahun 2006 terjadi pemekaran wilayah
Kecamatan Muara Dua menjadi kecamatan Muara Dua dan
Kecamatan Muara Satu. Rincian luas wilayah kecamatan
sebagai berikut :
Tabel 3.1 Luas Wilayah Kota Lhokseumawe per Kecamatan
No. Kecamatan Luas Wilayah
Km Ha
1. Blang Mangat 56,12 5.612
2. Muara Dua 57,80 5.780
3. Muara Satu 55,90 5.590
4. Banda Sakti 11,24 1.124
Jumlah 181,06 18.106
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe
3.2 Kondisi Pemerintahan
Sejak tahun 2006, secara administrasi Kota
Lhokseumawe terdiri dari:
- 4 ( empat ) kecamatan
- 9 ( sembilan ) kemukiman
- 68 ( enam puluh delapan ) gampong
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
30
Tabel 3.2 Nama Gampong Berdasarkan Kecamatan dan Kemukiman di Kota Lhokseumawe
No. Urut
I BANDA SAKTI I. Mukim Lhokseumawe Selatan 1 Kuta Blang
2 Kota Lhokseumawe3 Mon Geudong4 Keude Aceh5 Simpang Empat6 Pusong Lhokseumawe7 Lancang Garam 8 Pusong Baru9 Kampung Jawa Baru
II. Mukim Lhokseumawe Utara 10 Kp Jawa Lama11 Hagu Teungoh12 Uteun Bayi13 Ujong Blang14 Hagu Selatan15 Tumpok Teungoh16 Hagu Barat Laut17 Ulee Jalan18 Banda Masen
II MUARA DUA
I. Mukim Kandang 1 Alue Awe2 Blang Crum3 Cut Mamplam4 Meunasah Mee5 Cot Girek Kandang6 Meunasah Manyang7 Meunasah Blang
II. Mukim Cunda 8 Keude Cunda9 Meunasah Uteunkot Cunda10 Lhokmon Puteh11 Meunasah Mesjid12 Meunasah Panggoi13 Meunasah Paya Bili14 Meunasah Alue15 Paya Peunteuet16 Blang Poh Roh17 Paloh Batee
Nama Gampong Nama Kecamatan dan Mukim
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
31
No. Urut
III MUARA SATU
I. Mukim Paloh Timur 1 Cot Trieng2 Paloh Punti3 Padang Sakti4 Meuria Paloh5 Meunasah Dayah6 Blang Panyang
II. Mukim Paloh Barat 7 Ujong Pacu8 Blang Pulo9 Blang Naleung Mameh
10 Batuphat Timur11 Batuphat Barat
IV BLANG MANGAT
I. Mukim Meuraksa 1 Kuala2 Blang Cut3 Mesjid Meuraksa4 Jambo Timu5 Tunong6 Blang Teueu7 Teungoh
II. Mukim Peunteuet 8 Baloy9 Blang Peunteuet
10 Kumbang Peunteuet11 Mesjid Peunteuet12 Ulee Blang Mane13 Keude Peunteuet14 Mane Kareung15 Asan Kareung
III. Mukim Mangat Makmu 16 Rayeuk Kareung 17 Alue Lim
18 Blang Buloh19 Blang Weu Panjou20 Jeulikat21 Blang Weu Baroh22 Seuneubok
Nama DesaNama Kecamatan dan Mukim
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe
3.3 Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun
2010 mencapai 171.163 jiwa dengan komposisi penduduk
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
32
laki-laki sebanyak 85.436 jiwa dan penduduk perempuan
sebanyak 85.727 jiwa. Jika dibandingkan dengan luas
wilayah Kota Lhokseumawe yang seluas 181,06 km2, maka
kepadatan penduduk di kota ini mencapai 945 jiwa per km2.
Dari empat kecamatan yang ada di Kota
Lhokseumawe, Kecamatan Banda Sakti adalah kecamatan
dengan penduduk terbanyak, mencapai 73.452 jiwa.
Kecamatan Blang Mangat merupakan kecamatan dengan
jumlah penduduk paling sedikit yaitu 21.689 jiwa.
Tabel 3.3 Jumlah dan Kepadatan Penduduk per Kecamatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Penduduk (jiwa)
Luas Wilayah ( Km2 )
Kepadatan (jiwa/km2)
(2) (3) (4)
1 21.689 56,12 386
2 Muara Dua 44.209 57,80 765
3 Muara Satu 31.723 55,90 567
4 Banda Sakti 73.542 11,24 6543
171.163 181,06 945
Kecamatan
(1)
Blang Mangat
Jumlah
Sumber : Bappeda Kota Lhokseumawe
Kecamatan Banda Sakti memiliki tingkat kepadatan
tertinggi mencapai 6.543 jiwa per km2. Adapun Kecamatan
Blang Mangat adalah wilayah yang memiliki tingkat
kepadatan terendah yaitu 386 jiwa per km2.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
33
Komposisi penduduk Kota Lhokseumawe pada tahun
2010 untuk kelompok usia 0-14 tahun sebesar 32,11 persen.
Kelompok usia 15-64 tahun 65,28 persen dan kelompok usia
65 tahun ke atas 2,61 persen. Rasio beban tanggungan
(dependency ratio) sebesar 53,18 yang berarti sebanyak 53
penduduk usia non produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun
ke atas) di Kota Lhokseumawe di tanggung oleh 100
penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Tingginya
angka tersebut dapat menyebabkan pembangunan manusia
di Kota Lhokseumawe terhambat. Hal ini dikarenakan
sebagian pendapatan yang diperoleh golongan penduduk
usia produktif terpaksa harus dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhan penduduk usia non produktif.
Tabel 3.4 Jumlah Penduduk Menurut Usia Produktif di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Laki-laki Perempuan(1) (2) (3) (4)
0 - 14 tahun 28.334 26.618 54.952
15 - 64 tahun 55.246 56.496 111.742
65 + tahun 1.856 2.613 4.469
Jumlah 85.436 85.727 171.163
Angka Ketergantungan 54,65 51,74 53,18
Kelompok UsiaJenis Kelamin
L+P
Sumber : Badan Pusat Statistik
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
34
Perubahan demografis yang selalu mendapat
perhatian dalam analisis kependudukan adalah perubahan
struktur umur. Perubahan struktur umur ini umumnya
akibat dari menurunnya tingkat fertilitas dan mortalitas.
Proporsi penduduk yang berumur muda akan mengalami
penurunan, sedangkan proporsi penduduk yang berumur
tua akan mengalami peningkatan. Keadaan struktur umur
penduduk akan tampak jelas dengan menggunakan piramida
penduduk.
Piramida penduduk menggambarkan perkembangan
penduduk pada setiap kelompok umur yang berbeda. Bentuk
piramida penduduk dipengaruhi oleh tingkat kelahiran,
tingkat kelangsungan hidup setiap kelompok umur, dan oleh
perpindahan penduduk. Penduduk dengan tingkat kelahiran
tinggi biasanya ditandai dengan bentuk piramida penduduk
yang alasnya besar dan berangsur mengecil hingga puncak
piramida. Tingkat kelahiran rendah ditandai oleh bentuk
piramida dengan alas tidak begitu besar dan tidak langsung
mengecil hingga puncaknya. Adapun tingkat kelangsungan
hidup dan tingkat perpindahan penduduk pada setiap
kelompok umur akan mempengaruhi fluktuasi pada
piramida.
Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa
penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010 dapat digolongkan
penduduk muda. Artinya, lebih banyak jumlah penduduk
kelompok usia muda.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
35
Gambar 3.1 Piramida Penduduk Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Batang piramida untuk kelompok umur 0-4 tahun dan
5-9 tahun masih relatif panjang dari kelompok umur lainnya,
kecuali kelompok umur 15-19 tahun. Hal ini berarti fertilitas
di kota ini masih cukup tinggi. Apabila dibandingkan dengan
batang piramida kelompok umur 10-14 yang hampir sama,
maka dapat ditafsirkan paling tidak dalam 15 tahun terakhir
tidak terjadi penurunan kelahiran yang berarti. Bahkan
untuk penduduk berjenis kelamin perempuan selama 25
tahun terakhir tidak terjadi penurunan kelahiran yang
berarti karena panjang batang piramida yang hampir sejajar.
Hal lain yang menarik adalah perubahan panjang
batang piramida yang cukup signifikan dari kelompok umur
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
36
30-34 tahun ke kelompok umur 35-39 tahun untuk jenis
kelamin laki-laki. Diduga kuat penyebabnya adalah tingginya
migrasi keluar pada kelompok umur 35-39 tahun tersebut.
Untuk penduduk berjenis kelamin perempuan, perubahan
yang signifikan terjadi pada kelompok umur 44-49 tahun ke
kelompok umur 50-54 tahun dan ke 55-59 tahun. Dengan
angka harapan hidup sebesar 70,81 dan dengan
membandingkan piramida penduduk, dapat dilihat bahwa
penduduk yang berumur 70 tahun ke atas adalah penduduk
perempuan. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk
perempuan memiliki harapan hidup yang lebih panjang dari
penduduk laki-laki di Kota Lhokseumawe.
3.4 Kondisi Ketenagakerjaan
Peningkatan jumlah penduduk di Kota Lhokseumawe
berakibat pada meningkatnya jumlah penduduk usia kerja
(tenaga kerja). Dengan demikian jumlah penduduk yang
memasuki angkatan kerja juga akan meningkat. Seiring
dengan peningkatan jumlah penduduk yang akan memasuki
pasar kerja, maka penciptaan dan perluasan lapangan kerja
produktif diupayakan dapat terlaksana secara mantap
seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang dicapai.
Dalam rangka memperluas lapangan kerja produktif
dan mengurangi pengangguran, Pemerintah Kota
Lhokseumawe harus mengupayakan berbagai kegiatan
melalui beberapa program di bidang ketenagakerjaan.
Program-program tersebut diharapkan dapat memperluas
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
37
lapangan kerja maupun meningkatkan kualitas pekerja.
Namun, upaya-upaya tersebut harus dilakukan
berkesinambungan karena pertumbuhan tenaga kerja baru
yang memasuki pasar kerja ke depan akan semakin tinggi.
Tabel 3.5 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja
Berdasarkan Sektor Pekerjaan Utama di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Sektor Jenis Kelamin Jumlah Laki-laki Perempuan (1) (2) (3) (4)
Pertanian
Manufaktur
7.803
8.049
2.252
1.258
10.055
9.307
Jasa
24.469 14.467 39116
Jumlah 40.321 18.157 58.478
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
Jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang
bekerja di Kota Lhokseumawe tahun 2010 adalah sebesar
58.478 jiwa. Dari sejumlah itu penduduk laki-laki yang
bekerja mempunyai persentase sebesar 68,95 persen,
sisanya adalah penduduk perempuan. Terjadi peningkatan
jumlah penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja
dari tahun 2009 yaitu sebesar 4.670 jiwa atau sebesar 8,6
persen.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota
Lhokseumawe pada tahun 2010 adalah 57,73. TPAK
merupakan rasio antara angkatan kerja dengan jumlah
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
38
penduduk usia kerja. Angka ini juga dapat menggambarkan
jumlah penduduk yang masuk dalam dunia kerja. Angka
TPAK sebesar 57,73 dapat diartikan diantara 100 orang
penduduk usia kerja terdapat 57 orang yang bekerja atau
mencari pekerjaan. TPAK penduduk laki-laki di Kota
Lhokseumawe lebih besar daripada penduduk perempuan.
Hal ini sejalan dengan kebiasaan di masyarakat bahwa laki-
laki lebih bertanggungjawab terhadap pemenuhan nafkah.
Indikator ketenagakerjaan yang tak kalah penting
untuk diamati adalah tingkat pengangguran terbuka.
Pengangguran terbuka didefinisikan sebagai orang yang
sedang mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan
usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan,
termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja tetapi
belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka tidak termasuk
orang yang masih sekolah atau mengurus rumah tangga,
sehingga hanya orang yang temasuk angkatan kerja saja
yang merupakan pengangguran terbuka.
Angka TPT untuk jenis kelamin laki-laki adalah 5,92
sedangkan angka TPT untuk perempuan lebih tinggi sebesar
22,64. Penggangguran terbuka sebagian besar adalah
pencari kerja, sehingga dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar perempuan masih membutuhkan lapangan kerja
untuk mereka.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
39
1.5 Kondisi Perekonomian
1.5.1 Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian menunjukkan besarnya
kontribusi masing-masing sektor ekonomi di suatu daerah.
Dengan mengamati struktur perekonomian akan tampak
seberapa besar kekuatan ekonomi suatu negara atau
daerah. Indikator makro semacam ini sangat penting bagi
pengambilan keputusan untuk menentukan arah dan
sasaran kebijakan pembangunan di masa yang akan datang.
Pola kegiatan ekonomi Kota Lhokseumawe sejak
tahun 2007 dapat dikatakan sama. Kontribusi terbesar
selalu disumbangkan oleh sektor sekunder. Walaupun
mengalami penurunan di tiap tahunnya, kontribusi sektor
sekunder selalu lebih dari 50 persen. Sektor yang
mempunyai peningkatan berarti tiap tahun adalah sektor
tersier. Sektor primer mempunyai kontribusi terkecil dalam
perekonomian Kota Lhokseumawe.
Apabila dilihat dari sektor-sektor pembentuk sektor
sekunder, maka diketahui bahwa selama periode 2007
hingga 2010 sektor industri pengolahan mempunyai peranan
paling besar, bahkan sangat mendominasi dalam struktur
ekonomi Kota Lhokseumawe secara keseluruhan. Kendati
demikian, kontribusinya dalam kurun waktu tersebut
cenderung mengalami penurunan dengan rata-rata
penurunan 5,8 persen tiap tahunnya. Kontribusi tahun 2007
mencapai 67,32 persen dan terus menurun menjadi 49,92
persen pada tahun 2010.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
40
Tabel 3.6 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan Migas (persen)
Sektor 2007 2008 2009*) 2010**)
(1) (2) (3) (4) (5) Primer 4,67 4,58 4,77 4,91 1. Pertanian 4,52 4,43 4,61 4, 74 2. Pertambangan & Penggalian 0,15 0,15 0,16 0,17 Sekunder 71,27 67,14 62,49 57,76 3. Industri Pengolahan 67,32 62,00 55,84 49,92 4. Listrik & Air Minum 0,05 0,06 0,07 0,09 5. Bangunan/Konstruksi 3,90 5,08 6,58 7,75 Tersier 24,05 28,29 32,75 37,32 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 16,79 20,30 23,45 26,77 7. Pengangkutan & Komunikasi 3,76 4,27 5,09 6,09 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
0,81 0,98 1,26 1,48
9. Jasa-jasa 2,69 2,74 2,95 2,98
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara
Industri pengolahan menjadi leading sector
perekonomian wilayah Lhokseumawe karena pengaruh
beberapa industri besar terutama industri pengolahan migas
yakni PT Arun. Meskipun mengalami penurunan peranan
dalam perekonomian dikarenakan produksi migas yang
menurun, sektor industri pengolahan migas masih menjadi
primadona dalam perekonomian Kota Lhokseumawe.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
41
Sementara itu sektor bangunan/konstruksi memberikan
kontribusi sebesar 7,75 persen pada tahun 2010. Sektor ini
cenderung mengalami kenaikan sejak tahun 2007 sejalan
dengan maraknya pembangunan properti seperti perumahan
dan pertokoan di wilayah kota ini.
Sektor sekunder mengalami penurunan sejalan
dengan berkurangnya peranan sektor industri pengolahan
dalam perekonomian Kota Lhokseumawe. Dua sektor lainnya
yakni sektor konstruksi dan sektor listrik, air, dan gas,
masing-masing mengalami kenaikan selama empat tahun
terakhir. Meskipun demikian kenaikan tersebut tidak
signifikan menaikkan share sektor sekunder karena
dominasi sektor industri pengolahan yang cukup besar.
Secara keseluruhan, kontribusi terbesar kedua pada
perekonomian Lhokseumawe selama empat tahun terakhir
diberikan oleh sektor tersier terutama sektor perdagangan,
hotel dan restoran. Sektor ini mengalami kenaikan dari share
sebesar 16,79 persen pada tahun 2007 menjadi 26,77 persen
pada tahun 2010. Sektor yang mempunyai sumbangan
terbesar kedua terhadap sektor tersier adalah sektor
perhubungan dan komunikasi. Sektor ini mengalami
kenaikan rata-rata satu persen selama empat tahun terakhir.
Sektor pendukung sektor tersier rata-rata semua
mengalami kenaikan share selama empat tahun terakhir. Hal
ini menyebabkan sektor tersier juga terdukung kenaikannya.
Sektor jasa-jasa mengalami kenaikan meskipun cenderung
stabil selama empat tahun, sedangkan sektor keuangan,
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
42
persewaan, dan jasa perusahaan mempunyai kontribusi
sebesar 0,81 1,48 persen.
Sektor pertanian mempunyai andil yang cenderung
stabil dalam perekonomian Kota Lhokseumawe dengan
besaran 4,67 4,91 persen. Sektor ini sempat mengalami
penurunan pada tahun 2008 seiring dengan menurunnya
share sektor pertanian, sektor pendukung utama sektor
primer. Penurunannya cenderung sangat kecil hanya sebesar
0,09 persen dan pada tahun 2009 sektor pertanian kembali
mengalami kenaikan menjadi 4,61 persen. Pada tahun 2010
peranan sektor pertanian adalah sebesar 4,71 persen;
terbesar kelima dalam perekonomian Kota Lhokseumawe.
Konversi lahan pertanian yang terjadi sebagai konsekuensi
dari wilayah yang berstatus kota memerlukan perhatian
lebih. Konversi lahan yang terjadi harus diusahakan ke
sektor-sektor produktif agar perekonomian tetap stabil,
bahkan meningkat.
Berbeda dengan sektor pertanian, kontribusi sektor
pertambangan dan penggalian sebagai bagian dari sektor
primer sangat kecil dan juga cenderung stabil. Kontribusi
yang diberikan terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe
hanya sebesar 0,15 persen pada tahun 2007 dan empat
tahun kemudian, yaitu tahun 2010 menunjukkan besaran
yang mengalami hanya sedikit kenaikan menjadi 0,17
persen.
Berdasarkan struktur perekonomian yang terbentuk
sepanjang periode 2007 hingga 2010, masih mengukuhkan
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
43
Kota Lhokseumawe sebagai kota indutri migas terbesar di
Aceh, dengan kontribusi kelompok sektor sekunder
mencapai lebih dari 50 persen terhadap perekonomian Kota
Lhokseumawe sendiri. Kontribusi yang telah diberikan oleh
masing-masing kelompok sektor tentunya harus lebih
dioptimalkan, meskipun nantinya optimalisasi kontribusi ini
tentunya akan sangat tergantung pada kinerja ekonomi
masing-masing sektor di tahun-tahun yang akan datang.
Gambar 3.2 Peranan PDRB Dengan Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Sementara itu jika sektor migas dikeluarkan dari
peranannya terhadap perekonomian Kota Lhokseumawe,
akan terlihat bahwa PDRB tahun 2010 didominasi oleh
kelompok tersier. Share sebesar 72,5 persen diberikan oleh
sektor tersier. Besaran share sektor tersier terhadap
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
44
perekonomian Kota Lhokseumawe tanpa migas, sangat
mendominasi karena jauh diatas 50 persen.
Tabel 3.7 Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Tanpa Migas (persen)
Sektor 2007 2008 2009*) 2010**)
(1) (2) (3) (4) (5) Primer 13,80 11,69 10,52 9,53 1. Pertanian 13,37 11,32 10,17 9, 20 2. Pertambangan & Penggalian 0,43 0,37 0,34 0,33 Sekunder 15,12 16,01 17,27 17,97 3. Industri Pengolahan 3,45 2,88 2,61 2,74 4. Listrik & Air Minum 0,14 0,14 0,15 0,17 5. Bangunan/Konstruksi 11,53 12,98 14,51 15,06 Tersier 71,08 72,30 72,21 72,50 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 49,62 51,88 51,71 52,00 7. Pengangkutan & Komunikasi 11,11 10,92 11,23 11,84 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
2,39 2,51 2,78 2,88
9. Jasa-jasa 7,96 6,99 6,50 5,79
PDRB 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara
Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan
kontribusi terbesar dari total PDRB tanpa migas dan
merupakan leading sector dari sektor tersier. Sektor ini terus
meningkat dari tahun ke tahun, walaupun kenaikannya
cenderung stabil. Sektor pengangkutan & komunikasi serta
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
45
sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan juga
semakin meningkat dalam kurun waktu 2007-2010 dengan
peningkatan yang relatif kecil. Sektor jasa-jasa mengalami
penurunan share selama kurun waktu empat tahun, dari
7,96 persen pada 2007 menjadi 5,79 persen pada 2010.
Kelompok primer berada pada posisi kedua terbesar
peranannya dalam pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe.
Pada tahun 2010 kelompok primer ini memberikan
kontribusi sebesar 9,53 persen. Namun, kontribusi yang
diberikan cenderung menurun setiap tahunnya. Misalnya
saja pada tahun 2007 kontribusi kelompok ini mencapai
angka 13,80 persen dan menjadi 9,53 persen pada tahun
2010. Sektor yang dominan pada kelompok primer adalah
sektor pertanian dimana pada tahun 2010 memberikan
kontribusi sebesar 9,20 persen. Sementara itu peranan
sektor pertambangan dan penggalian menyumbang tidak
lebih dari setengah persen sejak periode 2007-2010.
Yang berada di posisi ketiga adalah kelompok
sekunder yang terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor
listrik dan air bersih serta sektor konstruksi. Kelompok
sekunder ini lebih didominasi oleh sektor konstruksi yang
memberikan kontribusi sebesar 15,06 persen pada tahun
2010. Sektor konstruksi juga menunjukkan kecenderungan
meningkat peranannya setiap tahun.
Sementara itu sektor industri pengolahan
memberikan kontribusi sebesa 2,74 persen pada tahun
2010. Sedangkan sektor listrik dan air bersih kontribusinya
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
46
masih sangat kecil baru mencapai 0,17 persen terhadap
pembentukan PDRB Kota Lhokseumawe tahun 2010. Sektor
ini juga merupakan sektor yang paling kecil kontribusinya
terhadap nilai PDRB.
Gambar 3.3 Peranan PDRB Tanpa Migas Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
1.5.2 Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah merupakan salah
satu ukuran kinerja pembangunan daerah khususnya di
bidang perekonomian. Pertumbuhan ekonomi ini dapat
dilihat dari laju pertumbuhan PDRB atas harga konstan,
yaitu dengan menghilangkan faktor perubahan harga (inflasi)
dan menggunakan faktor pengali harga konstan (at constant
price inflation factor) sehingga diperoleh gambaran
peningkatan produksi secara makro.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
47
Sesuai dengan panduan dari The System of National
Accounts 1993 (SNA), pembagian nilai pertumbuhan
ekonomi untuk negara Indonesia dibagi ke dalam dua
bagian, yaitu pertumbuhan PDRB Dengan Migas dan Tanpa
Migas. Nilai pertumbuhan PDRB Kota Lhokseumawe dengan
dan tanpa migas adalah tidak sama karena kegiatan sub
sektor pertambangan dan industri pengolahan migas
terdapat di kota ini, bahkan menjadi leading sector.
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe sangat
dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor industri, terutama
industri minyak dan gas. Selama kurun waktu 2007 hingga
2010, pertumbuhan ekonomi menunjukkan kecenderungan
yang menurun seiring dengan menurunnya pertumbuhan
sektor industri pengolahan di Kota Lhokseumawe yang
didominasi industri gas alam cair oleh PT Arun, NGL.
Dengan memasukkan unsur minyak dan gas,
pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe masih minus
yaitu minus 6,45 persen. Meskipun demikian, angka
pertumbuhan ini mengalami kenaikan sebesar 0,12 persen
dari tahun sebelumnya. Sektor yang mengalami
pertumbuhan minus adalah sektor industri pengolahan.
Selain itu, sektor yang mengalami penurunan adalah sektor
jasa-jasa.
Tanpa faktor minyak dan gas, sektor listrik dan air
minum adalah sektor dengan pertumbuhan terbesar.
Adapun sektor dengan kenaikan pertumbuhan terbesar
adalah sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
48
Sektor pertanian adalah sektor yang mengalami
pertumbuhan terkecil pada tahun 2010 walaupun
pertumbuhannya sudah mengalami kenaikan dari tahun
sebelumnya.
Tabel 3.8 Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Dalam PDRB Kota Lhokseumawe Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Sektor, 2007-2010 Dengan dan Tanpa Migas (persen)
Sektor 2007 2008 2009*) 2010**)
(1) (2) (3) (4) (5) 1. Pertanian (2,39) 1,23 1,54 2, 22 2. Pertambangan & Penggalian 4,35 2,81 3,29 5,26 3a. Industri Pengolahan (16,37) (12,56) (15,08) (17,19) 3b. Industri Pengolahan 2,12 4,05 2,35 2,29 4. Listrik & Air Minum 38,20 7,13 10,76 12,26 5. Bangunan/Konstruksi 7,31 6,64 4,29 4,41 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 21,28 9,41 7,94 8,07 7. Pengangkutan & Komunikasi 13,03 3,96 4,58 5,02 8. Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
17,03 5,43 5,51 8,75
9. Jasa-jasa 3,01 3,05 3,51 2,85
PDRB Dengan Migas (7,81) (5,69) (6,57) (6,45) PDRB Tanpa Migas 12,11 6,38 5,66 5,93
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe Ket: *) Angka Revisi **) Angka Sementara
Pertumbuhan ekonomi Kota Lhokseumawe tanpa
memasukkan unsur minyak dan gas tahun 2010 sebesar
5,93 persen yang ditunjukkan oleh pertumbuhan PDRB atas
dasar harga konstan tahun 2000. Secara sektoral di tahun
2010 seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
49
positif dan pertumbuhan tertinggi secara berturut-turut
dialami oleh sektor listrik dan air bersih sebesar 12,26
persen; sektor keuangan, real estate, dan jasa perusahaan
sebesar 8,75 persen; sektor perdagangan, hotel, dan restoran
8,07 persen; pertambangan dan penggalian 5,26 persen;
pengangkutan dan komunikasi 5,02 persen; konstruksi 4,41
persen; jasa-jasa 2,85 persen; industri pengolahan 2,29
persen; serta sektor pertanian tumbuh terkecil yaitu sekitar
2,22 persen.
-
BAB IVINDIKATOR KESEHATAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
51
INDIKATOR KESEHATAN
Kondisi kesehatan penduduk merupakan salah satu
modal bagi keberhasilan pembangunan bangsa. Hal ini
dikarenakan aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap
kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku
pembangunan. Kondisi kesehatan penduduk dapat ditinjau
dari dua sisi, yaitu sisi derajat kesehatan dan dari sisi status
kesehatan. Derajat kesehatan penduduk dapat diukur
melalui angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR)
dan Angka Harapan Hidup (Life Expectancy at Birth). Dua
ukuran ini merupakan indikator penting dalam
penghitungan IPM.
Angka harapan hidup memberikan banyak arti dalam
kaitannya dengan berbagai faktor kehidupan masyarakat.
Angka harapan hidup atau yang dikenal dengan istilah Life
Expectancy at Birth merupakan rata-rata peluang hidup
penduduk. Dari angka harapan hidup tersebut tercermin
tingkat kesejahteraan masyarakat khususnya kualitas
kesehatan penduduk di suatu wilayah.
Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi,
maka angka harapan hidup penduduk di Kota Lhokseumawe
pun mengalami peningkatan. Secara perlahan peluang hidup
penduduk di Kota Lhokseumawe menunjukkan perbaikan
pada tahun 2010. Angka harapan hidup penduduk kota ini
IV
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
52
pada tahun 2010 mencapai 70,81 tahun, sedikit lebih baik
dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 70,41 tahun.
Hal ini berarti pada tahun tersebut penduduk Kota
Lhokseumawe memiliki harapan hidup sekitar hampir 71
tahun.
Gambar 4.1 Angka Harapan Hidup di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
-
BAB VINDIKATORPENDIDIKAN
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
54
INDIKATOR PENDIDIKAN
Pada era globalisasi saat ini keberhasilan suatu bangsa
di ajang internasional tidak lagi hanya ditentukan oleh
keunggulan komparatif, seperti kekayaan sumber daya alam
yang dimiliki. Akan tetapi, akan lebih ditentukan oleh
keunggulan kompetitif yang dalam hal ini berkaitan dengan
kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas
sumberdaya manusia bertitik tolak pada upaya
pembangunan bidang pendidikan. Oleh karena itu,
pendidikan sebagai suatu upaya untuk meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) menjadi instrumen
yang sangat penting. Melalui pendidikan diharapkan akan
terbentuk SDM berkualitas dan berdaya guna bagi
pembangunan.
Bagi pemerintah keuntungan yang akan diperoleh dari
investasi di bidang pendidikan antara lain bahwa pendidikan
merupakan salah satu cara memerangi kemiskinan,
mengurangi ketimpangan pendapatan, dan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja. Adapun bagi masyarakat,
pendidikan yang semakin baik merupakan modal dalam
memperebutkan kesempatan kerja sehingga pada akhirnya
akan meningkatkan pendapatan mereka.
Untuk mengetahui perkembangan pembangunan
pendidikan di Kota Lhokseumawe akan dijelaskan mengenai
V
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
55
kondisi pendidikan penduduk melalui pendekatan indikator
turunan dari IPM.
5.1 Tingkat Pendidikan Masyarakat
Kualitas sumber daya manusia secara spesifik dapat
digambarkan dari tingkat pendidikan penduduk. Komposisi
penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan
memberikan gambaran tentang kualitas sumberdaya
manusia. Kebutuhan akan tenaga kerja berpendidikan tinggi
dirasakan sangat penting bagi kepentingan pembangunan.
Hal ini berkaitan dengan daya saing SDM antar daerah
dalam menghadapi era kompetisi global di masa mendatang.
Penduduk Kota Lhokseumawe yang berumur 10 tahun
ke atas pada tahun 2010 yang berijazah (pendidikan tertinggi
yang ditamatkan) SMA sederajat sebesar 34,46 persen;
berijazah SMP sederajat sebanyak 21,32 persen; SD
sederajat sebanyak 20,13 persen; dan perguruan tinggi
sebanyak 10,69 persen. Sementara itu persentase penduduk
berumur 10 tahun ke atas yang belum/tidak tamat SD
adalah 13,40 persen.
Berdasarkan fakta bahwa sebagaian besar penduduk
berpendidikan SMA sederajat, maka pembangunan sumber
daya manusia di bidang pendidikan di Kota Lhokseumawe
dapat dikatakan telah berlangsung dengan baik karena
sebagian besar penduduk telah melampaui Program Wajib
Belajar 9 Tahun. Hal ini berkaitan dengan daya saing dengan
sumber daya manusia daerah lain dalam menghadapi era
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
56
kompetisi global di masa mendatang. Dengan kualifikasi
penduduk di bidang pendidikan yang cukup, diharapkan
Kota Lhokseumawe mampu menghadapi persaingan
tersebut. Penduduk yang berpendidikan akan menambah
peluang partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah.
Gambar 5.1 Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
5.2 Angka Melek Huruf
Pada tingkat makro ukuran yang sangat mendasar dari
pendidikan adalah kemampuan baca tulis penduduk.
Minimal penduduk harus mempunyai kemampuan membaca
dan menulis agar dapat menerima informasi secara tertulis,
dapat berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan, dan
dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara wajar.
Dengan kata lain, kemampuan baca tulis merupakan
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
57
keterampilan minimum yang dibutuhkan penduduk untuk
dapat menuju hidup sejahtera. Dalam penghitungan IPM,
kemampuan penduduk dalam membaca dan menulis dilihat
dari angka melek huruf (Literacy Rate) penduduk umur 15
tahun ke atas.
Pada tahun 2010 angka melek huruf penduduk Kota
Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas mencapai 99,62
persen. Dengan kata lain, sebesar 0,38 persen penduduk
umur 15 tahun ke atas di kota ini belum atau tidak dapat
membaca dan menulis. Namun, dapat dimaklumi karena
pada umumnya penduduk yang belum atau tidak membaca
dan menulis tersebut terkonsentrasi pada penduduk
kelompok umur tua.
Gambar 5.2 Angka Melek Huruf di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
58
5.3 Rata-rata Lama Sekolah
Ukuran lain dari pendidikan adalah rata-rata lama
sekolah (Mean Years School). Secara umum indikator ini
menunjukkan jenjang pendidikan yang telah dicapai oleh
penduduk dewasa (15 tahun ke atas). Semakin tinggi angka
rata-rata lama sekolah penduduk, berarti semakin baik
tingkat pendidikan tersebut.
Pada tahun 2010 rata-rata lama sekolah penduduk
umur 15 tahun ke atas di Kota Lhokseumawe mencapai 9,99
tahun. Artinya, mayoritas penduduk dewasa di kota ini
pernah mengenyam pendidikan formal antara 9 sampai 10
tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa rata-rata penduduk
Kota Lhokseumawe umur 15 tahun ke atas telah mengenyam
pendidikan sampai kelas 3 SMP. Program wajib belajar
sembilan tahun yang dicanangkan oleh pemerintah dapat
dikatakan telah terwujud.
Gambar 5.3 Rata-rata Lama Sekolah di Kota Lhokseumawe Tahun 2006 - 2010
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
-
BAB VIINDIKATOR DAYA
BELIhttp://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
59
INDIKATOR DAYA BELI
Daya beli masyarakat merupakan variabel yang
mencerminkan kemampuan masyarakat dalam membeli
barang-barang dan jasa. Tingkat daya beli masyarakat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain pendapatan,
pengeluaran konsumsi, indeks harga konsumen, dan indeks
kemahalan. Oleh karena itu, pendapatan yang tinggi tidak
menjamin daya beli masyarakat yang tinggi pula. Faktor
inflasi merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
seberapa riil nilai uang yang dimilki masyarakat. Artinya,
seberapa mampu masyarakat belanja dengan uang yang
dipegangnya.
Jika dilihat kemampuan membeli barang dan jasa
(daya beli) antar wilayah, maka daya beli itu sendiri
merupakan sesuatu yang relatif. Artinya, pertanyaan
Apakah daya beli masyarakat suatu wilayah lebih baik dari
daya beli masyarakat di wilayah lain, maka faktor relatif-nya
daya beli tersebut melatarbelakangi penghitungan indeks
kemahalan.
6.1 Pengeluaran Konsumsi Per Kapita
Pengeluaran konsumsi merupakan variabel yang
memiliki kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Oleh karena itu, pengeluaran
VI
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
60
konsumsi per kapita adalah variabel yang cukup penting
sebagai alat pemantau perkembangan standar hidup
penduduk di suatu wilayah. Sebagai contoh, penentuan
jumlah penduduk miskin di suatu wilayah ditentukan
berdasarkan pengeluaran konsumsi per kapita penduduk.
Selain itu, pengeluaran konsumsi per kapita ini juga
merupakan perkiraan pendapatan per kapita penduduk
suatu wilayah. Bagi penduduk dengan pendapatan
menengah ke bawah penggunaan uang untuk pengeluaran
konsumsi merupakan pengeluaran terbesar di banding
pengeluaran non konsumsi.
Tabel 6.1 Pengeluaran Konsumsi Masyarakat Kota Lhokseumawe dan Propinsi Aceh Tahun 2009-2010 (Rp)
Tahun Wilayah
Rata-rata pengeluaran
makanan sebulan
Rata-rata pengeluaran
bukan makanan sebulan
Pengeluaran per kapita
Persentase Rata-rata
pengeluaran makanan sebulan
Persentase Rata-rata
pengeluaran bukan
makanan sebulan
2009 Kota Lhokseumawe 317.009 257.928 574.937 55,14 44,86 Propinsi Aceh 300.659 187.993 488.651 61,53 38,47
2010 Kota Lhokseumawe 319.287 268.423 587.710 54,33 45,67 Propinsi Aceh 327.839 208.780 536.620 61,09 38,91
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Nilai pengeluaran konsumsi masyarakat diperoleh dari
kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Dari
tabel terlihat bahwa pengeluaran rata-rata per bulan
masyarakat untuk makanan persentasenya lebih besar
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
61
daripada pengeluaran bukan makanan. Nilai pengeluaran
per kapita per bulan masyarakat Kota Lhokseumawe lebih
tinggi daripada rata-rata pengeluaran untuk Propinsi Aceh.
Untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat
salah satunya dapat menggunakan indikator pendapatan per
kapita. Indikator ini didapatkan dari besaran nilai PDRB per
kapita. Pendapaten per kapita merupakan nilai perkiraan
pendapatan per jumlah penduduk selama satu tahun.
Perkembangan pendapatan per kapita Kota Lhokseumawe
atas dasar harga berlaku tahun 2007-2010 dengan atau
tanpa migas dapat dilihat pada tabel 6.2.
Tabel 6.2 Pendapatan Per Kapita Kota Lhokseumawe
Tahun 2007-2010 (Rp)
Tahun ADHB ADHK 2000
Dengan Migas Tanpa Migas Dengan Migas Tanpa Migas (1) (2) (3) (4) (5)
2007 59.482.850,43 20.128.118,92 30.485.464,07 11.470.415,75
2008 62.281.175,84 24.370.659,77 28.174.858,22 11.957.043,19
2009 61.303.014,79 27.798.726,29 25.799.053,18 12.382.035,84
2010 62.109.299,97 31.978.315,17 23.697.901,82 12.878.843,73
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
Untuk melihat seberapa besar tingkat pertumbuhan
per kapita secara riil akibat peningkatan output adalah
dengan memperhatikan perkembangan pendapatan per
kapita atas dasar harga konstan. Atas dasar harga konstan
tahun 2000, pendapatan per kapita penduduk Kota
Lhokseumawe selama kurun waktu 2007 sampai 2010 tanpa
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
62
migas meningkat 12,28 persen. Tahun 2007 pendapatan per
kapita tersebut sebesar Rp 11.470.415,75 dan meningkat
menjadi Rp 12.878.843,73 pada tahun 2010. Jadi, secara
rata-rata hanya mengalami peningkatan 3,07 persen per
tahun.
Pengaruh sektor migas terhadap pendapatan
penduduk cukup besar. Kendati demikian pengaruh sektor
ini memberikan dampak penurunan terhadap pendapatan
per kapita penduduk karena produktivitas ataupun output
dari sektor ini mengalami penurunan tiap tahunnya. Baik
berdasarkan harga berlaku maupun harga konstan,
pendapatan per kapita dengan memasukkan nilai sektor
migas akan mengalami penurunan.
Pendapatan per kapita penduduk Kota Lhokseumawe
atas dasar harga berlaku pada tahun 2010 tanpa sektor
migas adalah sebesar Rp 31.978.315,17. Nilai ini mengalami
peningkatan sebesar 58,87 persen dari tahun 2007. Dengan
demikian nilai pertumbuhan pendapatan per tahunnya
adalah sebesar 14,72 persen.
6.2 Daya Beli Penduduk
Berdasarkan data pengeluaran per kapita penduduk,
maka dapat dilihat bagaimana tingkat daya beli penduduk di
Kota Lhokseumawe. Tingkat daya beli penduduk ini
menggambarkan kondisi relatif daya beli antar wilayah dan
antar waktu. Pada penghitungan IPM, daya beli penduduk
disesuaikan dengan komponen lain, seperti indeks harga dan
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
63
indeks kemahalan melalui formula Atkinson. Oleh karena
itu, angka daya beli yang dihasilkan tidak dapat
diinterpretasikan berdasarkan angka nominal, melainkan
harus diinterpretasikan secara riil dengan membandingkan
antar wilayah dan antar waktu. Angka daya beli ini dibaca
sebagai nilai pada kondisi tahun 2000.
Gambar 6.1 Pengeluaran per Kapita Disesuaikan Kota Lhokseumawe Tahun 20062010 (Rp 000)
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
Perkembangan daya beli masyarakat Kota
Lhokseumawe berangsur menunjukkan peningkatan. Setelah
ditimbang dengan indeks harga konsumen, indeks
kemahalan, dan disesuaikan dengan formula Atkinson, maka
daya beli penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2010
mencapai Rp 634.070. Artinya, karena daya beli telah
ditimbang dengan faktor indeks harga (tahun dasar 2000),
maka kemampuan penduduk membeli barang dan jasa
selama satu tahun tersebut setara dengan nilai uang sebesar
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
64
Rp 634.070,- di tahun 2000. Besaran ini meningkat apabila
dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai Rp
621.490.
Nilai indeks daya beli Kota Lhokseumawe tahun 2010
adalah sebesar 63,34. Indeks ini mengalami kenaikan setiap
tahun, dari tahun 2006 sebesar 60,43; tahun 2007 sebesar
62,00; tahun 2008 sebesar 62,57; dan tahun 2009 sebesar
63,34.
Gambar 6.2 Indeks Daya Beli Kota Lhokseumawe Tahun 20062010
Sumber: BPS Kota Lhokseumawe
-
BAB VIIPERKEMBANGAN IPM
http://www.bappedalhokseumawe.web.id
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
65
PERKEMBANGAN IPM
7.1 Indeks Pembangunan Manusia
Berdasarkan empat variabel yaitu angka harapan
hidup, tingkat melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan daya
beli masyarakat diperoleh indeks harapan hidup, indeks
pengetahuan, dan indeks standar hidup layak. Dari ketiga
indeks ini dihasilkan indeks pembangunan manusia (IPM)
Kota Lhokseumawe.
Gambar 7.1 Perkembangan IPM Kota Lhokseumawe dan Beberapa Kabupaten/Kota Lainnya di Aceh Tahun 2006 - 2010
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
VII
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
66
Apabila dibandingkan antar kabupaten/kota di Aceh,
kondisi pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe berada
di peringkat kedua di bawah Kota Banda Aceh. Jika
dibandingkan dengan IPM rata-rata Aceh, IPM Kota
Lhokseumawe berada di atas rata-rata pembangunan
manusia di Aceh. Kondisi ini disebabkan pembangunan
manusia di seluruh aspek, bidang kesehatan yang
dicerminkan oleh angka harapan hidup, bidang pendidikan
yang dicerminkan oleh rata-rata lama sekolah dan angka
melek huruf, serta bidang ekonomi yang dicerminkan oleh
daya beli masyarakat, berada di atas rata-rata Aceh.
Nilai IPM Kota Lhokseumawe berselisih tipis dengan
Kota Sabang yang menempati peringkat ketiga di Aceh.
Peringkat berikutnya yaitu Kota Langsa kemudian
Kabupaten Aceh Tengah. Sementara kabupaten induk Aceh
Utara menduduki peringkat ke delapan se-Aceh. Propinsi
Aceh sendiri menempati peringkat ke-17 IPM secara
nasional.
Pada tahun 2010 angka IPM Kota Lhokseumawe
mencapai 76,10. Selama kurun waktu 2006 sampai 2010
angka IPM kota ini menunjukkan peningkatan yang cukup
berarti. Selain itu, selama lima tahun terakhir status
pembangunan manusia di Kota Lhokseumawe masuk dalam
kategori menengah atas. Hal ini ditunjukkan dari angka IPM
yang selalu berada di atas angka 66.
Pada tahun 2010 indeks pendidikan (pengetahuan)
sebesar 88,61 diatas indeks harapan hidup sebesar 76,35
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
67
dan indeks daya beli (standar hidup layak) sebesar 63,34.
Hal ini menunjukkan bahwa hasil pencapaian pembangunan
manusia di bidang pendidikan relatif lebih baik jika
dibandingkan dengan bidang kesehatan dan ekonomi.
Tingginya nilai indeks pendidikan ini sangat dipengaruhi
oleh keberadaan berbagai perguruan tinggi, meningkatnya
jumlah sarana pendidikan, dan berkurangnya angka putus
sekolah.
Lhokseumawe merupakan kota terbesar kedua di
Propinsi Aceh dimana keadaan fasilitas penunjang
pembangunan manusia seperti pendidikan dan kesehatan
telah cukup memadai. Table 7.1 dan 7.2 menunjukkan
banyaknya sarana pendidikan (sekolah) dan sarana
kesehatan pada tahun 2010 di Kota Lhokseumawe, baik
negeri maupun swasta.
Tabel 7.1 Jumlah Sarana Pendidikan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
1 Blang Mangat 13 7 2 2
2 Muara Dua 18 8 7 5
3 Muara Satu 10 8 6 0
4 Banda Sakti 28 12 12 3
(1) (2) (3) (4) (5)
Jumlah 69 35 27 10
KecamatanJenjang Pendidikan Umum
SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA Akademi/ PT
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
68
Jumlah sarana pendidikan yang memadai
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
meneruskan pendidikan sampai ke jenjang yang diinginkan,
tidak hanya sampai pada level pendidikan dasar dan
menengah namun juga sampai ke level perguruan tinggi.
Lokasi akademi atau perguruan tinggi yang berada di
kawasan Kota Lhokseumawe menambah iklim pendidikan
menjadi lebih maju karena akses terhadap sarana
pendidikan menjadi semakin mudah. Selain itu kemajuan
sector pendidikan dapat meningkatkan indeks pendidikan
melalui persentase melek huruf dan rata-rata lamanya
bersekolah.
Tabel 7.2 Jumlah Sarana Kesehatan di Kota Lhokseumawe Tahun 2010
Praktek Dokter
Puskesmas
Pustu PuslingPosyan
du
Polin des &Poskes
des
Toko Obat
(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1 Blang Mangat 0 2 7 2 29 12 4
2 Muara Dua 10 1 4 1 24 8 4
3 Muara Satu 0 1 2 1 15 10 5
4 Banda Sakti 26 2 8 2 32 4 12
36 6 21 6 100 34 25
No Kecamatan
Sarana Kesehatan Dasar
(2)
Jumlah
Sumber : BPS Kota Lhokseumawe
-
Perhitungan dan Analisis Indeks Pembangunan Manusia Kota Lhokseumawe 2010
69
Meskipun letak Rumah Sakit Umum Daerah yang
agak jauh dari pusat kota, tidak menjadi penyebab
masyarakat yang bertempat tinggal di pusat kota kesulitan
mendapatkan pelayanan kesehatan. Terdapat praktek dokter
dan rumah sakit swasta yang memberikan pelayanan kepada
masyarakat umum. Dengan adanya sarana kesehatan yang
mencukupi juga dapat menekan angka kematian bayi dan
kematian maternal. Secara tidak langsung hal ini dapat
meningkatkan angka harapan hidup bagi masyarakat Kota
Lhokseumawe.
7.2 Shortfall IPM
Angka shortfall diilustrasikan sebagai rasio
pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh
terhadap jarak yang harus ditemp