IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

89
IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS KORUPSI DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi gelar Sarjana Hukum (SH) OLEH : SITI HALIMAH SADIAH 11170454000008 JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021/1443 H

Transcript of IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

Page 1: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS KORUPSI

DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk memenuhi gelar Sarjana

Hukum (SH)

OLEH :

SITI HALIMAH SADIAH

11170454000008

JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021/1443 H

Page 2: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

i

IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS KORUPSI

DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Siti Halimah Sadiah

NIM : 11170454000008

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing I Pembimbing II

Mohamad Mujibur Rohman, M.A

NIP: 197604802007101001

Muhammad Ishar Helmy, S.H.,M.H

NIDN: 9920112859

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M / 1443 H

Page 3: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

ii

Pengesahan Panitia Ujian Skripsi

Skripsi yang berjudul “IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA

KASUS KORUPSI DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA”. Telah

diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 04 Agustus 2021. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Program

Strata Satu (S-1) pada Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah).

Jakarta, 04 Agustus 2021

Mengesahkan

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M.H.,M.A.

NIP.197608072003121001

PANITIA UJIAN MUNAQASYAH

1. Ketua

: Qasim Arsadani, M.A.

NIP.196906292008011016

(……………………)

2. Sekretaris

: Mohamad Mujibur Rohman, M.A

NIP.197604802007101001

(……………………)

3. Pembimbing I

: Mohamad Mujibur Rohman, M.A

NIP.197604802007101001

(……………………)

4. Pembimbing II

:Muhammad Ishar Helmy, S.H.,M.H

NIDN.9920112859

(……………………)

5. Penguji I

: Dr. Burhanudin, SH,. M.Hum

NIP. 195903191979121001

(……………………)

6. Penguji II

: Qasim Arsadani, M.A.

NIP.196906292008011016

(……………………)

Page 4: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

iii

Page 5: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

iv

ABSTRAK

Siti Halimah Sadiah. NIM 11170454000008. IMPLEMENTASI

PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS KORUPSI DI NEGARA

INDONESIA DAN MALAYSIA. Program Studi Hukum Pidana Islam

(Jinayyah), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, 1443H/2021M.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pembuktian terbalik

dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dan Malaysia,serta untuk mengetahui

efektivitas pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi yang digunakan

Indonesia dan Malaysia.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian normatif yuridis. Pengumpulan

data dilakukan dengan metode kepustakaan (Library Research). Adapun

pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara teknik deduktif, yakni

bahan hukum yang ada tersebut dianalisis untuk melihat perbedaan diantara

keduanya.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa konsep pembuktian terbalik dalam

tindak pidana korupsi yang digunakan Indonesia adalah pembuktian terbalik

terbatas dan berimbang, sedangkan konsep pembuktian terbalik dalam tindak

pidana korupsi yang digunakan Malaysia adalah pembuktian terbalik murni.

Adapun alasan Indonesia tidak menerapkan sistem pembuktian terbalik murni

seperti yang digunakan negara Malaysia karena pembuktian terbalik murni

melanggar hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun

1999. Selain itu, hasil penelitian ini menyebutkan efektifitas pembuktian terbalik

di Indonesia dan Malaysia memberikan dampak besar dalam menekan laju tindak

pidana korupsi. Namun, pembuktian terbalik Malaysia lebih efektif dibandingkan

dengan Malaysia. Beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam efektifitas

pembuktian terbalik di Indonesia yaitu faktor penegak hukum dan faktor penegak

hukum, serta peran masyarakat.

Kata Kunci : Tindak Pidana Korupsi, Pembuktian Terbalik, Indonesia,

Malaysia, Hukum Pidana Islam

Pembimbing Skripsi : Pembimbing I Mohamad Mujibur Rohman, M.A dan

Pembimbing II Muhammad Ishar Helmy, S.H.,M.H

Sumber Rujukan : 1994 s.d. 2021

Page 6: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala

berkat rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Serta Shalawat dan salam selalu tercurah limpahkan kepada Baginda

Nabi Muhammad Shallalahu „Alaihi wa Salam.

Selanjutnya, penulis ingin sampaikan rasa kebahagiaan dengan penuh

syukur dan terima kasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu

penulis selama dalam penyusunan skripsi. Penulis tidak menafikan bahwa banyak

kendala dan rintangan dalam penyusunan skripsi ini. Namun, karena semangat diri

pribadi dan dukungan moril maupun materiil serta doa dari lingkungan sekitar.

Alhamdulillah semua dapat dilewati dan skripsi ini selesai dengan baik. Oleh

karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih secara khusus kepada :

1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, M. A. Selaku Rektor

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S. H.,M. A., Selaku Dekan Fakultas Syariah

Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Qasim Arsadani, M.A., Selaku Ketua Program Studi Hukum Pidana Islam

(Jinayah) Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Mohamad Mujib Rohman, M. A., Selaku Sekretaris Program Studi

Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

5. Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag., Selaku Dosen Pembimbing Akademik yang

senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada penulis selama

masa studi di Fakultas Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

6. Mohamad Mujib Rohman, M.A., sebagai Pembimbing Skripsi yang selalu

sabar membimbing dan meluangkan waktu kepada penulis dalam

menyusun skripsi.

Page 7: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

vi

7. Muhammad Ishar Helmy, S.H.,M.H sebagai Pembimbing Skripsi yang

selalu bersedia meluangkan waktu, memberikan arahan dan mensupport

penulis dalam menyelesaikan skripsi.

8. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmunya dengan tulus dan

sabar.

9. Teristimewa untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Ade Kasim dan

Ibunda Warsih Nurhasanah, terimakasih atas perjuangan, pengorbanan,

do‟a, dan dukungan moril serta materiil, dari tetesan keringat kedua orang

tua penulis sehingga dapat mengeyam dan menyelesaikan pendidikan di

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

10. Cellica Nurrachadiana selaku bupati karawang dan panitia Beasiswa

Karawang Cerdas tahun 2017 yang telah menyelenggarakan program

beasiswa sehingga membantu penulis dalam pembiayaan selama

mengeyam pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A., selaku Pimpinan Pondok Pesantren

Tafsir Darussa‟adah Ciputat yang telah memberikan ilmu dengan sabar

dan kasih sayang selama di pondok.

12. Guru-Guru SMAN 2 Karawang yang telah mengantarkan penulis ke

jenjang perkuliahan.

13. Keluarga Mahasiswa Islam Karawang (KMIK) yang telah membantu

penulis selama di perantauan.

14. Keluarga Besar Hukum Pidana Islam (HPI) angkatan 2017 yang telah

memberikan pengalaman dan ilmu selama masa perkuliahan di UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

15. Terkhusus Utami Fitriah Prodi Hukum Keluarga sosok orang berhati

malaikat yang selalu mendengarkan keluh kesah penulis selama

pengerjaan skripsi dan selalu memberikan dukungan untuk penulis.

16. , Nisa, Dian, Caca, Lingling, Azer, Izzul, Fahrul, Farhan ambon, Farhan

Kecil, Raka, Deswir, Mahrus, Maul, Yasser, Syarif dan Andika dan

Page 8: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

vii

keluarga PMII KOMFAKSYAHUM selaku sahabat yang peduli kepada

penulis selama masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi.

17. Terkhusus ka Oca, Ka Sayyida,Ka Irna, Ka Inces, Ka Koncone, dan Mba

Hikmah yang telah memberikan ilmu, dan pengalaman kepada penulis

selama di Pondok Pesantren Tafsir Darussa‟adah Ciputat.

18. Teman-teman seperjuangan di Pondok Pesantren Tafsir Darus sa‟adah

Ciputat yang telah peduli dan mendukung penulis.

19. Terkhusus Zone, Fitri, Devi, dan Hikmah yang telah peduli dan membantu

penulis selama pengerjaan skripsi.

20. Seseorang yang special yang selalu menemani dan mendukung dalam

proses pengerjaan skripsi ini dari awal hingga selesai, walaupun belum ada.

21. Dan pihak lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, hal

tersebut tidak mengurangi rasa terima kasih dan syukur penulis. Semoga

segala kebaikan akan terbalaskan dengan kebaikan yang lebih oleh Allah

Swt dan semoga skripsi ini berguna bagi penulis pribadi dan dibidang

hukum khususnya serta masyarakat pada umumnya.

Jakarta, 04 Agustus 2021

Siti Halimah Sadiah

NIM : 11170454000008

Page 9: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ i

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................... ii

ABSTRAK ...................................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... v

DAFTAR ISI .................................................................................................................. viii

BAB I : PENDAHULUAN ...............................................................................................

A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 7

D. Metode Penelitian ...................................................................................... 7

E. Sistematika Penulisan ............................................................................... 10

BAB II : PEMBUKTIAN TERBALIK ..........................................................................

A. Kerangka Konseptual ............................................................................... 12

1. Pembuktian Terbalik ......................................................................... 12

2. Tindak Pidana Korupsi ...................................................................... 14

3. Indonesia dan Malaysia ..................................................................... 15

B. Kerangka Teori ......................................................................................... 16

1. Teori Efektivitas Hukum ................................................................... 16

2. Teori Pembuktian Terbalik ................................................................ 19

3. Teori Bebas ........................................................................................ 20

4. Teori Negatif Menurut Undang-undang ............................................ 21

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu ........................................................ 22

Page 10: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

ix

BAB III : PEMBUKTIAN DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI ..........................

A. Definisi Pembuktian Terbalik ................................................................... 27

B. Perkembangan Sejarah Pembuktian Terbalik Dalam Tindak

Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia .............................................. 29

C. Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia dan Malaysia ............................................................................ 30

D. Pembuktian Terbalik Dalam Menurut Hukum Positif dan

Hukum Islam ............................................................................................ 33

BAB IV : IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS

KORUPSI DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA ........................

A. Konsep Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi di

Negara Indonesia dan Malaysia ................................................................ 55

B. Efektifitas Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Korupsi

di Negara Indonesia dan Malaysia ........................................................... 63

BAB V : PENUTUP .........................................................................................................

A. Simpulan ................................................................................................... 71

B. Rekomendasi Penulis ................................................................................ 72

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 73

Page 11: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin maraknya kejahatan korupsi di Negara Indonesia dengan

kecanggihan teknologi zaman sekarang dan modus operandi oleh para

pelaku tidak bisa dipisahkan. Hal ini menandakan bahwa kejahatan ini

tidak bisa berdiri sendiri, pasti memerlukan pelaku lain dan jaringan yang

besar (Networking). 1Sekian banyak instrument dan pranata hukum yang

telah diimplementasikan dalam kebijakan perundang-undangan untuk

memberantas tindak pidana korupsi yaitu salah satu cara yang paling baik

dengan memberlakukan sistem pembuktian terbalik.2

Konsep pembuktian terbalik di Indonesia ini diatur dalam Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada Undang-undang

tersebut ketentuan mengenai pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 37A,

selain itu diatur pada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan juga

KUHAP.3

Indonesia menggunakan konsep pembuktian terbalik terbatas dan

berimbang (Omkering Van Het Bewijslast). Sedangkan konsep di Malaysia

berbeda dengan di indonesia, Malaysia menggunakan sistem pembuktian

terbalik murni (zuivere omskeering bewijstlast). Malaysia sudah

1 Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP, (Jakarta: Raih Asa

Sukses, 2014), h., 3 2 Stepanus Adiputra Dulang, Sistem Pembuktian Terbalik (Reversal Burden Of

Proof) Delik Gratifikasi Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Jurnal lex

crimen, VII, 6, (Juni, 2019), h. 88. 3 Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana

Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003. (Bandung: P.T. ALUMNI, Cet. kedua ),

h., 7

Page 12: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

2

menerapkan sistem pembuktian terbalik sejak tahun 1961 dan dinamakan

Prevention Of Corruption Act (Undang-undang korupsi Malaysia) yang

diatur atas dasar pasal 42 Akta Pencegah Rasuah Tahun 1997. 4

Selain itu konsep pembuktian terbalik Malaysia diberlakukan

terhadap semua pejabat Negara yang terindikasi korupsi, yakni tentang

harta kekayaan yang tidak sebanding dengan penghasilan dari jabatannya.

Sedangkan di Indonesia sistem pembuktian terbalik hanya berlaku untuk

tersangka/terdakwa kasus korupsi saja.

Mengenai hal ini Islam memandang bahwa korupsi merupakan

perilaku yang sangat bertentangan/berseberangan dengan syariat Islam.5

Sehingga dalam hukum pidana Islam khususnya mekanisme pembuktian

menggunakan metode pembalikan beban pembuktian atau dikenal dengan

pembuktian terbalik. 6

Sebagai contoh peristiwa dalam Islam yang disamakan dengan

metode penerapan pembuktian terbalik atau pembalikan beban pembuktian

ini terjadi pada kisah Nabi Yusuf a.s, dalam alqur‟an dan kejadian Ibnu

Abi Mulaykah.7

Hal ini sebagaimana dijelaskan secara gamblang dalam Alqur‟an

Surah Yusuf ayat 24-29. Ayat tersebut menjelaskan tentang kisah Nabi

Yusuf a.s yang dituduh melakukan perbuatan asusila terhadap majikannya

4

Mulyanto, Praktik Pembatasan Pembalikan Beban Pembuktian Dalam

Pengadilan Tipikor (Studi Pada Perkara Korupsi RAPBD Kota Semarang di Pengadilan

Tipikor Kota Semarang. Jurnal jurisprudence, 6, 2, 2016, h 123 5 Muhammad Tahmid Nur, Kapria Tri Gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia, (Palopo: Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018, cet pertama), h. 119 6 Muhammad Tahmid Nur, Kapria Tri Gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia, (Palopo: Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018, cet pertama), h. 126 7 Muhammad Tahmid Nur, Kapria Tri Gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia, (Palopo: Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018, cet pertama), h. 120

Page 13: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

3

(Zulaikha).8 Kisah Nabi Yusuf as. yang dikemukakan dalam Alqur‟an

tersebut dapat diketahui bahwa alat bukti dakwaan zulaikha terhadap Nabi

Yusuf as. seperti koyaknya pakaian Nabi Yusuf as. pada bagian belakang

yang membuat para pihak yakin. Setelah diketahui bahwa koyak bajunya

bagian belakang, maka dakwaan nabi Yusuf tidak terbukti sehingga yusuf

tidak dihukum sebagaimana yang diminta zulaikha. Pada kisah tersebut

dapatlah kita dikemukakan bahwa Islam membenarkan penggunaan

pembuktian terbalik ketika penyelidik sulit mencari alat-alat bukti.9

Selain itu, hadis juga memandang konsep pembuktian terbalik.

Ketentuan ini berdasarkan pada hadist yang berbunyi:

حد ثني أب و الطا هر أحد بن عمر و بن سرح أخب رنا ابن وهب عن ابن جريج عن ابن أب مليكة

عن ابن عباس أن النب صلى الله عليه و سلم قال لو ي عطى الناس بدعواهم لادعى ناس دماء رجال

عى عليه وأموالم ولكن اليمي على المد

“Abu Ath-Thahir Ahmad bin Amr bin Sarh telah memberitahukan

kepada kepadaku, dan Ibnu Wahb telah mengabarkan kepada kami dari

Ibnu Juraij dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ibnu Abbas bahwa Nabi

Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “seandainya manusia diberikan

atas tuntutannya, tentu manusia (dengan mudah) akan menggugat darah

dan harta benda orang lain, akan tetapi orang yang digugat (terdakwa)

haruslah (menolak) dengan sumpah.” (HR. Muslim)

Selama ini islam memandang dalam upaya pembuktian dibebankan

kepada mudda‟i (penuntut) yaitu jaksa jika dalam kasus pidana. Seperti

yang tercantum dalam hadis. Jadi, pihak penuntutlah yang harus

membuktikan, sehingga dalam hal ini terdakwa cenderung pasif. Namun,

ketentuan dalam beban pembuktian ini mengalami perkembangan, yaitu

8 Muhammad Tahmid Nur, Kapria Tri Gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia, (Palopo: Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018, cet pertama), h. 120 9Tim Penulis Muhammadiyah, dan Nahdatul Ulama, Koruptor Itu Kafir: Telaah

Fiqih Korupsi Dalam Muhammadiyah dan Nahdatu Ulama (NU), (Jakarta:PT Mizan

Publika, 2010, cet pertama), h. 79

Page 14: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

4

dari beban pembuktian pada pundak penggugat menjadi beban pembuktian

berimbang kedua belah pihak. 10

Pembahasan diatas menjelaskan bahwa konsep pembuktian terbalik

di Indonesia dan Malaysia sangatlah berbeda. Hal ini sangatlah menarik

untuk dikaji lebih lanjut, karena mengingat Negara Malaysia ini bisa

dikatakan cukup “Sukses” dalam menekan laju korupsi dengan konsep

yang digunakan yaitu sistem pembuktian terbalik murni (zuivere

omskeering bewijstlast). Sedangkan, di Indonesia yang semakin hari

semakin meningkat kasus korupsinya.

Bahwa dalam hal ini peneliti berpandangan pembuktian terbalik

merupakan langkah yang tepat dalam upaya mengurangi kerugian

keuangan Negara dari tangan pelaku tindak pidana korupsi.11

Namun,

dalam penerapan sistem pembuktian terbalik di berbagai Negara yang

menerapkan sangatlah berbeda-beda, seperti yang dijelaskan sebelumnya

bahwa Malaysia menggunakan konsep pembuktian terbalik murni (zuivere

omskeering bewijstlast), sedangkan Indonesia menggunakan konsep

pembuktian terbalik terbatas dan berimbang. Dalam hal menerapkan

pembuktian terbalik terbatas dan berimbang di Indonesia yang berbeda

dengan Malaysia, di karenakan indonesia memiliki cara tersendiri dalam

menerapkan pembuktian terbalik dalam kasus tindak pidana korupsi, dan

hal ini sudah jelas tercantum dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun

1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan KUHAP.

Namun, Indonesia seharusnya memberlakukan sistem pembuktian

terbalik untuk seluruh pegawai negeri sipil, penegak hukum, politisi, TNI-

Polri dan seluruh pejabat Negara setelah tidak lagi menjabat atau ganti

jabatan seperti yang diberlakukan di Malaysia. Alangkah lebih baik

10

Analiansyah, Hukum Pembuktian Terbalik Dalam Perspektif Hukum Islam.

Jurnal Al Mursalah, 2, 1, (Januari-juni, 2016), h. 45. 11

Yusnita, Muhammad Syarief Nuh, dan Satrih Hasyim, Efektivitas Pelaksanaan

Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi, Journal of lex generalis, 1,

7, (Desember 2020), h. 1036

Page 15: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

5

pemerintah ataupun DPR berkewajiban membuat Undang-undang tentang

pembuktian terbalik yang berlaku untuk bagi para pejabat, pegawai, dan

setiap orang yang memiliki amanah, dan lebih baik lagi jika dalam diktum

sumpah jabatan itu dibuatkan ta‟lik (klausul) tentang pembuktian terbalik.

12

Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam terkait

pembuktian terbalik di Negara Malaysia dan Indonesia. Dimana

pembuktian terbalik dari Negara Malaysia lebih efektif dalam

memberantasan korupsi dibandingkan dengan Negara Indonesia dan

penulis kaji dengan konsep hukum islam dan hukum positif.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis akan mengkaji dalam

penulisan ini dengan judul : IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN

TERBALIK PADA KASUS KORUPSI DI NEGARA INDONESIA

DAN MALAYSIA

12

Abdulahanaa, Penerapan asas pembuktian terbalik terhadap kasus pidana

korupsi dalam perspektif hukum islam. Jurnal Kajian Hukum Islam Al manahij, VII, 02,

(Juli 2013), H. 300.

Page 16: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

6

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan

sebelumnya, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini sebagai

berikut :

a. Mekanisme pembuktian terbalik Indonesia dan Malaysia

b. Ketentuan hukum positif Indonesia dan Malaysia mengenai

pembuktian terbalik

c. Ketentuan hukum pidana Islam mengenai pembuktian

terbalik

d. Malaysia memberlakukan pembuktian terbalik terhadap

semua pejabat

2. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang penulis kemukakan

diatas, untuk mempermudah dalam penulisan dan menghindari

kemungkinan pembahasan yang menyimpang dari pokok

pembahasan yang diteliti, maka skripsi ini dibatasi hanya

membahas tentang Implementasi Pembuktian Terbalik Pada Kasus

Korupsi di Negara Indonesia dan Malaysia.

3. Perumusan Masalah

a. Bagaimana konsep pembuktian terbalik di Indonesia dan

Malaysia?

b. Bagaimana efektifitas pembuktian terbalik dalam tindak pidana

korupsi di Indonesia dan Malaysia?

Page 17: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan dalam penelitian ini, maka

tujuan yang hendak dicapai oleh peneliti dalam melakukan penelitian ini

sebagai berikut:

a. Untuk menjelaskan konsep pembuktian terbalik di Indonesia dan

Malaysia.

b. Untuk menjelaskan efektifitas pembuktian terbalik dalam tindak

pidana korupsi di Indonesia dan Malaysia.

2. Manfaat Penelitian

a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat teoritis diantaranya:

1) Untuk menambah khazanah keilmuan mengenai

pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi di

indonesia dan Malaysia.

2) Untuk menambah khazanah keilmuan dalam hukum positif

dan hukum islam mengenai pembuktian terbalik.

b. Adapun manfaat praktis dari penelitian ini diantaranya :

1) Dapat menjadi acuan bagi peneliti lanjutan, serta berharap

dapat bermanfaat bagi penegak hukum terkait pembuktian

terbalik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dan

malaysia.

2) Dapat bermanfaat bagi masyarakat terkait pembuktian

terbalik dalam tindak pidana korupsi.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis sesuai dengan latar

belakang yang telah penulis paparkan dalam penelitian ini yaitu

dengan menggunakan penelitian normatif -yuridis.

Page 18: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

8

Penelitian normatif yuridis ini mengkaji dan menghubungkan

permasalahan yang dibahas penulis yakni mengenai Implementasi

Pembuktian Terbalik Pada Kasus korupsi di Negara Indonesia dan

Malaysia dengan menggunakan bahan pustaka atau data bahan hukum

sekunder dan primer sebagai bahan dasar dalam penelitian ini seperti

perundang-undangan, jurnal-jurnal hukum, artikel ilmiah hukum, dan

sebagainya.

2. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach)

Pendekatan ini penulis lakukan dengan menelaah Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20

Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12B ayat (1),

Pasal 37A dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan

Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Anti Corruption Act

(Undang-undang korupsi Malaysia), Penal Code (KUHP Malaysia)

dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan

penelitian yang penulis teliti.

b. Pendekatan Komparatif (Comparative Approach)

Melalui pendekatan ini penulis lakukan dengan

membandingkan mengenai konsep dan efektifitas pembuktian

terbalik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia dan Malaysia

dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, Pasal 12B

ayat (1), Pasal 37A dan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2001, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan

dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Kitab Undang-

Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Anti Corruption Act

(Undang-undang korupsi Malaysia), dan Penal Code (KUHP

Malaysia).

Page 19: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

9

3. Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang penulis gunakan adalah sumber

bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder, dan

sumber bahan hukum tersier yang meliputi: 13

a. Sumber Bahan Hukum Primer :

1) Undang-Undang Dasar 1945;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

3) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi;

4) Pasal 37A ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001;

5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan

dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang;

6) Undang-Undang Malaysia .14

b. Sumber Bahan Hukum Sekunder :

1) Alqur‟an dan Hadis;

2) Buku-buku yang terkait dengan pembuktian terbalik dalam

tindak pidana korupsi;

3) Jurnal-jurnal hukum;

4) Artikel ilmiah;

5) Pendapat para sarjana;

6) Kasus-kasus hukum yang berkaitan dengan pembahasan

penelitian.

c. Sumber Hukum Tersier

1) Kamus Besar Bahasa Indonesia

13

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h 12-13. 14

Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta Disertasi,

(Bandung: Alfabeta, 2017), h. 68.

Page 20: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

10

4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah studi kepustakaan (Library Research), baik bahan

hukum primer, sekunder, dan tersier peneliti kumpulkan berdasarkan

topik permasalahan sebagaimana telah peneliti rumuskan dalam

rumusan masalah untuk dikaji secara konfrehensif.

5. Teknik Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun teknik pengolahan dalam penelitian ini yaitu dilakukan

dengan cara teknik deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang peneliti ambil sesuai dengan rumusan masalah

penelitian ini terhadap permasalahan konkret yang di hadapi.

Selanjutnya, bahan hukum yang ada tersebut dianalisis untuk

melihat pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi di Indonesia

dan Malaysia sehingga dapat melihat perbedaan diantara keduanya.

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan yang digunakan penulis dalam penelitian ini

dengan menggunakan kaidah-kaidah pedoman buku “Penulisan

Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tahun 2017

E. Sistematika Penulisan

Pada bagian Pertama, penulis membahas mengenai pendahuluan

yang memuat : Latar Belakang; Indentifikasi, Pembatasan dan Perumusan

masalah; Tujuan dan Manfaat Penelitian; Metode Penelitian; Teknik

Penulisan; dan Sistematika Penulisan.

Selanjutnya di bagian Kedua, penulis membahas mengenai

Pembuktian Terbalik yang memuat: A. Kerangka Konseptual yang

meliputi: (1) Pembuktian Terbalik; (2) Tindak Pidana Korupsi; (3)

Indonesia dan Malaysia; B. Kerangka Teori yang meliputi: (1) Efektifitas

Page 21: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

11

Hukum; (2) Teori Pembuktian Terbalik; (3) Teori bebas (4) dan Teori

Negatif Menurut Undang-undang; C. dan Tinjauan (Review) Kajian

Terdahulu.

Di bagian Ketiga, penulis membahas mengenai pembuktian

terbalik dalam tindak pidana korupsi di Negara Indonesia dan Malaysia

yang memuat : Definisi Pembuktian Terbalik; Sejarah Pembuktian

Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia;

Pembuktian Terbalik di Indonesia dan Malaysia; dan Pembuktian Terbalik

dalam Hukum Positif dan Hukum Islam.

Kemudian pada bagian Keempat yang merupakan inti dari

penelitian ini penulis membahas Pembuktian Terbalik Dalam Tindak

Pidana Korupsi di Indonesia dan Malaysia yang memuat : Konsep

Pembuktian terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan

Malaysia; dan Efektifitas Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia dan Malaysia.

Terakhir pada bagian Kelima merupakan Penutup yang meliputi

Kesimpulan berdasarkan analisis penelitian yang telah dilakukan penulis,

dan Rekomendasi.

Page 22: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

12

BAB II

PEMBUKTIAN TERBALIK

A. Kerangka Konseptual

1. Pembuktian Terbalik

Sistem Pembalikan beban pembuktian (omkering van het bewijslat)

merupakan hukum pembuktian perkara korupsi di Negara Anglo-saxon,

seperti Malaysia, inggris, dan singapura. Sistem ini diterapkan pada

tindak pidana yang berkenaan dengan gratifikasi yang berhubungan

dengan suap. 15

Sistem pembuktian terbalik merupakan sistem yang

terbilang baru, karena mengandung arti bahwa beban pembuktian ada

pada terdakwa. 16

Istilah beban pembuktian terbalik dalam bahasa belanda dikenal

dengan omkering van het bewijslat atau reversal burden of proof jika

diterjemahkan secara bebas menjadi “pembalikan beban pembuktian.

Namun, yang kita sering dengar dengan yaitu istilah pembuktian

terbalik (onus of proof). Disebut sebagai pembuktian terbalik karena

pada sistem pembuktian biasa, yang wajib membuktikan dari dakwaan

yaitu penuntut umum itu sendiri. 17

Adanya sifat kekhususan yang

semula beban pembuktian terletak pada penuntut umum menjadi

beban pembuktian yang diletakkan kepada terdakwa. Proses inilah

yang kemudian dikenal dengan istilah “pembuktian terbalik”. 18

15

Muh Arief Syahroni, M Alpian, dan Syofyan Hadi. Pembalikan beban

pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi. Jurnal ilmu hukum, (Agustus, 2019-

Januari, 2020), h. 127. 16

Aldi Naradwipa dan Reza Priyambodo, Tinjauan tentang sistem pembuktian

terbalik (reversal of burden proof) dalam pemeriksaan perkara gratifikasi, Jurnal verstek

universitas sebelas maret, 03, 02( 2015), h. 122. 17

Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana

Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003. (Bandung: P.T. ALUMNI, Cet. kedua ),

h,. 68 18

Firman Freaddy Busroh, Pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi,

Jurnal hukum to-ra, 02, 02,(agustus , 2016), h. 341.

Page 23: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

13

Ada tiga teori hukum pembuktian yang tidak lepas dan hakikatnya

berlaku di Indonesia dan Malaysia serta dibeberapa Negara lainnya,

yaitu pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief

wettelijke bewijstheorie), pembuktian menurut undang-undang secara

negatif (negatief wettelijke bewijstheorie) dan pembuktian menurut

keyakinan hakim (bloot gemoedelijke overtuiging atau conviction

intime). 19

Berbagai Negara seperti Negara Malaysia dan Indonesia dalam

menerapkan pembuktian terbalik pada dasarnya tidak lepas karena

terus meningkatnya kasus tindak pidana korupsi. Berbagai macam

cara dan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dilakukan.

Namun, belum memberikan hasil yang diharapkan.

Sehingga Indonesia mencoba menerapkan upaya pembuktian

terbalik, sebagaimana yang sudah diterapkan di Negara Malaysia.

Upaya pembentukan undang-undang dalam delik korupsi Indonesia

diterapkan dengan dua sistem, yakni sistem Undang-undang Nomor

31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan sistem KUHAP. 20

Namun, para ahli hukum pidana Indonesia menyatakan bahwa

dalam kasus korupsi indonesia tidak menggunakan asas pembuktian

terbalik bersifat murni seperti di Malaysia, melainkan menerapkan

asas pembuktian terbalik yang bersifat “terbatas dan berimbang”

karena baik jaksa maupun terdakwa sama-sama menerima beban

kewajiban pembuktian. 21

19

Firman Freaddy Busroh, Pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi,

Jurnal hukum to-ra, 02, 02,(agustus , 2016), h. 341. 20

Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP, (Jakarta: Raih Asa

Sukses, 2014), h., 3 21

M. Abdul Kholiq, Asas pembuktian terbalik dalam penyelesaian kasus

kejahatan korupsi, jurnal hukum, 09, 20, (Juni, 2002), h. 63.

Page 24: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

14

2. Tindak Pidana Korupsi

Telah terjadi pergeseran korupsi sejak era demokrasi dari korupsi

yang memusat ke istana ke korupsi yang lebih terfragmentasi, seiring

dengan perubahan struktur politik dan sistem multipartai Pemilu 1999.

22 Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat

merugikan dan berbahaya bagi Negara. Berbahaya bagi kehidupan

manusia, sosial, politik, birokrasi, dan ekonomi. Berbagai macam

upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak lama, namun

tidak memberi efek jera kepada para koruptor.23

Kejahatan korupsi

dilakukan dengan berbagai macam modus dan dukungan yang

semakin hari semakin canggih.

Indonesia mengelompokan korupsi menjadi 7 bagian besar (30

bentuk) sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu:

1. Kerugian keuangan Negara;

2. Suap-Menyuap;

3. Penggelapan dalam jabatan;

4. Pemerasan;

5. Perbuatan curang;

6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;

7. Gratifikasi. 24

Tindak pidana korupsi dipersiapkan dengan sangat rapih dan

lancar yang sudah tersistem sedemikian kuat mulai dari tahap

penyusutan konsep anggaran pembangunan dan perencanaan

22

Febri Diansyah, Illian Deta Arta Sari, Independent Repost Corruption

Assessment and Compliance United Nation Convention Against Corruption (UNCAC)-

2003, (by. Indonesia Corruption Watch (ICW)), h., 10 23

Wicipto Setiadi, Korupsi di Indonesia (penyebab, bahaya, hambatan, dan

upaya pemberantasan, serta-regulasi), jurnal legislasi indonesia, 15, 03, (November,

2018), h. 249 24

Febri Diansyah, Illian Deta Arta Sari, Independent Repost Corruption

Assessment and Compliance United Nation Convention Against Corruption (UNCAC)-

2003, (by Indonesia Corruption Watch (ICW)), h., 8

Page 25: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

15

operasional anggaran, sehingga korupsi sulit sekali dilawan.25

Kini

tindak pidana korupsi telah menjadi isu sentral yang muncul di

berbagai Negara yang kini merupakan salah satu bagian dari hukum

pidana khusus.26

Mengingat khususnya peraturan perundang-undangan tindak

pidana korupsi maka penanganannya pun bersifat khusus. Perubahan

sistem pembuktian semula berada pada penuntut umum beralih kepada

terdakwa. Terdakwa wajib membuktikan bahwa ia tidak melakukan

tindak pidana korupsi. Maka asas dalam tindak pidana korupsi yang

berlaku bukan lagi “presumption of innocence” (praduga tak bersalah)

melainkan beralih menjadi “presumption of guilt” (praduga bersalah).

sehingga seringkali pembuktian terbalik berpotensi untuk melanggar

hak asasi manusia.

Namun didalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, pembuktian terbalik tidak menghilangkan

hak-hak asasi terdakwa sebagai salah satu ciri Negara hukum. karena

undang-undang ini menganut due process model, yaitu melindungi

hak-hak tersangka dan hak-hak individu sehingga menjamin tidak

adanya pelanggaran hak asasi manusia. 27

3. Indonesia dan Malaysia

Indonesia dan Malaysia merupakan Negara yang menerapkan

sistem pembuktian terbalik. Hal ini mengingat semakin meningkatnya

tingkat kasus korupsi. Karena korupsi merupakan masalah serius yang

bisa mengganggu terhadap stabilitas, keamanan nasional dan

25

Alfitra, Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP, (Jakarta: Raih Asa

Sukses, 2014), h., 11 26

Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana

Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003. (Bandung: P.T. ALUMNI, Cet. kedua ),

h., 3 27

M Akil Mochtar, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), h., 28

Page 26: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

16

internasional, selain itu dapat menyebabkan kelemahan konstitusi dan

nilai-nilai demokrasi.

Penerapan asas pembuktian terbalik di indonesia diberlakukan

pembuktian terbalik secara terbatas dan berimbang, yaitu terdakwa

hanya membuktikan bahwa harta kekayaan yang ia dapatkan bukan

berasal dari hasil tindak pidana korupsi, sedangkan penuntut umum

tetap wajib untuk membuktikannya terhadap dakwaan yang lainnya

atau dikenal dengan pembuktian secara negatif sebagaimana diatur

dalam Pasal 66 KUHAP. Tujuan sistem pembuktian terbalik terhadap

harta kekayaan yang didapat oleh pelaku kejahatan adalah untuk

merampas harta kekayaan yang didapat secara kotor dari tangan pelaku

kejahatan. 28

Sedangkan, Malaysia menggunakan sistem pembuktian terbalik

murni (Zuivere omskeering bewijstlast), yaitu beban pembuktian

terletak pada penuntut umum sepanjang pemeriksaan meskipun

terdakwa mempunyai kewajiban untuk menolak praduga berdasarkan

keseimbangan kemungkinan. Hal ini atas dasar Pasal 42 Anti

Corruption Act (ACA) Malaysia yang mengatur tentang pembuktian

dan hanya menyangkut pemberian (gratification), selain itu Pasal ini

juga mengatur sistem pembuktian terbalik berlaku juga untuk delik

suap. 29

B. Kerangka Teori

1. Teori Efektifitas Hukum

Menurut Soerjono Soekanto bahwa salah satu fungsi hukum, baik

sebagai kaidah maupun sebagai sikap atau perilaku yaitu dengan

membimbing perilaku manusia. Karena masalah pengaruh hukum

tidak hanya sebatas pada timbulnya ketaatan atau kepatuhan pada

28

Anton Diary Steward Surbakti, Kajian Yuridis Tindak Pidana Pencucian

Uang Terkait dengan Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia,

Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia, h. 7 29

M Akil Mochtar, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), h.,144-145

Page 27: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

17

hukum, tetapi mencakup efek total dari hukum terhadap sikap tindak

atau perilaku baik yang bersifat positif ataupun negatif.30

Faktanya,

hukum itu tidak berfungsi sebagai sosial control, tetapi bisa juga

menjalankan fungsi perekayasaan sosial (Social engineering atau

instrument of change). Dengan demikian, efektivitas hukum dapat

dilihat dari sudut fungsi sosial control maupun dari sudut fungsinya

sebagai alat untuk melakukan perubahan. 31

Menurut Soerjono Soekanto ada lima faktor yang dapat

mempengaruhi efektivitas hukum yaitu:32

a. Faktor hukum

Hukum mengandung unsur keadilan, kepastian, dan

kemanfaatan. Seperti dalam penerapannya tidak jarang terjadi

pertentangan antara kepastian hukum dengan keadilan. Karena

kepastian hukum bersifat konkreet seseorang berwujud nyata,

sedangkan keadilan memiliki sifat abstrak sehingga ketika hakim

memutuskan suatu perkara secara penerapan undang-undang saja,

maka ada saatnya nilai keadilan itu tidak tercapai. Karena hukum

tidak dilihat dari sudut hukum tertulis saja, melainkan harus

mempertimbangkan faktor-faktor lain yang berkembang dalam

masyarakat. sementara dari sisi lain, keadilan pun masih menjadi

perdebatan disebabkan keadilan mengandung unsur subyektif dari

masing-masing orang.

b. Faktor penegak hukum

Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk

maupun menerapkan hukum (Law enforcement) seperti aparatur

penegak hukum. aparatur penegak hukum ini melingkupi

pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat penegak

30

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, (Jakarta, PT Raja

Grafindo Persada, 2007) h, 110 31

Winarno Yudho dan Heri Tjandrasari, Efektivitas Hukum dalam Masyarakat,

jurrnal hukum dan pembangunan, 17, 1,(Febuari 1987), h. 59 32

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007) h, 5

Page 28: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

18

hukum, sedangkan dalam arti sempit aparat penegak hukum yakni

kepolisian, kejaksaan, kehakiman, penasehat hukum dan petugas

sipil lembaga pemasyarakatan.

Terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi mekanisme

bekerjanya aparat dan aparatur penegak hukum, yakni:

1) Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan

prasarana pendukung dan mekanisme kerja lembaganya;

2) Budaya kerja yang terikat dengan aparatnya, termasuk

mengenai kesejahteraan aparatnya; dan

3) Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja

kelembagaanya maupun yang mengatur materi hukum yang

dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum

acaranya.

c. Faktor sarana atau fasilitas

Sarana atau fasilitas memiliki peranan yang sangat penting di

dalam penegak hukum. seperti halnya Menurut soerjono soekanto

bahwa penegak hukum tidak dapat bekerja dengan baik, jika tidak

dilengkapi dengan kendaraan dan alat-alat yang professional.

d. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat, yakni lingkungan yang dimana hukum

tersebut berlaku atau diterapkan.33

e. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa

yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. 34

Selain itu, kebudayaan juga merupakan nilai yang mendasari

hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak

mengenai apa yang dianggap baik sehingga diikuti dan apa yang

dianggap buruk maka perlu dihindari.

33

Winarno Yudho dan Heri Tjandrasari, Efektivitas Hukum dalam Masyarakat,

jurrnal hukum dan pembangunan, 17, 1,(Febuari 1987), h. 60 34

Winarno Yudho dan Heri Tjandrasari, Efektivitas Hukum dalam Masyarakat,

jurrnal hukum dan pembangunan, 17, 1,(Febuari 1987), h. 60

Page 29: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

19

Faktor-faktor tersebut saling berkaitan, sehingga dalam

menganalisis efektif tidaknya hukum perlu memperhatikan

keterkaitan faktor-faktor tersebut diatas. 35

2. Teori Pembuktian Terbalik

Menurut teori pembuktian terbalik bahwa terdakwa diberi hak

untuk membuktian harta kekayaan yang dimiliki bukan dari tindak

pidana korupsi.36

Dalam tindak pidana pembuktian merupakan

pekerjaan yang sangat panjang dalam penegakan hukum, karena

dari pembuktian nasib seseorang ditentukan dan pembuktian pula

yang merupakan titik sentral pertanggungjawaban hakim dalam

segala bidang.

Menurut Yahya Harahap, pembuktian merupakan ketentuan-

ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara

yang dibenarkan undang-undang dalam membuktikan kesalahan

terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur

alat bukti yang dibenarkan oleh undang-undang dan mengatur

mengenai alat bukti yang boleh digunakan oleh hakim untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Dengan demikian pengadilan

tidak sesuka hati dalam membuktikan kesalahan terdakwa. 37

Teori pembuktian terbalik saat ini sudah digunakan oleh

berbagai Negara seperti Malaysia, Singapura, Inggris, dan bahkan

penerapan pembuktian terbalik di Negara Hongkong sempat

35

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

(Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007) h, 5 36

Rodliyah, dan Salim. Hukum Pidana Khusus (Unsur dan Sanksi Pidananya),

(Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017, Cet. Pertama), h., 6 37

Lilik Mulyadi, Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana

Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia Dihubungkan Dengan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi 2003. (Bandung: P.T. ALUMNI, Cet. kedua ),

h., 84

Page 30: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

20

diajukan permohonan judicial review ke pengadilan tinggi

Hongkong. 38

Inti teori pembuktian terbalik (balance probality principle)

1. Setiap orang berhak memiliki kekayaan/asset yang diperoleh secara

sah, kecuali terbukti sebaliknya.

2. Tersangka/terdakwa yang ketahuan asal-usul asetnya sehingga

seharusnya beban pembuktian asal-usul asset berada pada

tersangka/terdakwa.

3. Pembuktian terbalik atas asset tersangka/terdakwa tidak merupakan

pelanggaran HAM.

4. Ada pemisahan antar pemilik asset dan asetnya yang diduga

berasal dari tindak pidana.

5. Aset tindak pidana merupakan subjek hukum setara dengan

pemiliknya.

6. Pembuktian terbalik atas asset melepaskan pertanggungjawaban

pidana terhadap pemiliknya. 39

3. Teori Bebas

Menurut teori ini, dijelaskan sebagaimana tersirat dalam penjelasan

umum, serta berwujud dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang

berbunyi:

(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi.

(2) Dalam hal terdakwa dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan

tindak pidana korupsi, maka keterangan tersebut dipergunakan

sebagai hal yang menguntungkan baginya.

38

M Akil Mochtar, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), h., 68 39

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di

Indonesia,(Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014, Cet. Keempat), h.,159

Page 31: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

21

(3) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta

bendanya dan harta benda istri atau suami, anak, dan harta benda

setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan

dengan perkara yang bersangkutan.

(4) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan

yang tidak seimbang dengan penghasilannya atau sumber

penambah kekayaannya, maka keterangan tersebut dapat digunakan

untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa telah

melakukan tindak pidana korupsi.

(5) Dalam keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2),

ayat (3), dan ayat (4), penuntut umum tetap berkewajiban untuk

membuktikan dakwaannya.40

4. Teori negatif menurut undang-undang (negatief wettelijke overtuiging)

Menurut teori ini, pembuktian harus dilandaskan pada undang-

undang, yaitu alat bukti yang sah menurut undang-undang dengan

disertai keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti tersebut.

Teori ini dianut oleh (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana)

KUHAP dan (Herzienne Inlands Reglement ) HIR41

sebagaimana yang

sudah tercermin dalam Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi sebagai

berikut:42

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”

Maka dari itu, persyaratan pemberian pidana dalam sistem

KUHAP sangat berat, yakni:

40

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di

Indonesia,(Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014, Cet. Keempat), h., 152 41

Severius Hulu, Diantota Simanjuntak, Josua O.I Limbong, dkk, Penerapan

Sistem Pembuktian Terbali Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, Jurnal Darma Agung,

XXVII, 1, (April, 2019), h., 828 42

Lihat Pasal 183 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Page 32: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

22

1. Minimum dua alat bukti sah, menurut undang-undang,

2. Keyakinan hakim,

3. Ada tindak pidana benar-benar terjadi,

4. Terdakwa itu manusianya yang melakukan perbuatan,

5. Adanya kesalahan pada terdakwa, dan

6. Macam-macam pidana apa yang akan dijatuhkan hakim.43

C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dari beberapa penelitian yang sudah diteliti dan diklasifikasi sesuai

substansi. Maka penulis meneliti hal lain dalam pembuktian terbalik

tersebut. Penulis mengangkat judul skripsi yang berbeda dari penelitian-

penelitian sebelumnya yaitu dengan judul Implementasi Pembuktian

Terbalik Pada Kasus Korupsi di Negara Indonesia dan Malaysia. Dengan

maksud mengangkat substansi mengenai implementasi pembuktian

terbalik pada kasus korupsi di Negara Indonesia dan Malaysia. Kemudian

ditela‟ah dalam hukum positif dan hukum islam.

No. Identitas Judul Substansi Perbedaan

1 Dharma Kusuma

Atmaja

UIN Raden Intan

Lampung

Fakultas Syariah dan

Hukum

Prodi Jinayah

Siyasah

Tahun 2016

Perspektif

hukum islam

terhadap

pembuktian

terbalik pada

perkara

tindak pidana

korupsi

Skripsi ini

memfokuskan

pembahasan

kepada

pandangan

hukum islam

terkait

pembuktian

terbalik dan

pengertian

umum

Yang

membedakan

skripsi ini

dengan

penelitian

penulis adalah

titik fokus

penelitian

penulis lebih

kepada konsep

dan efektifitas

43

Alfitra, Hukum Pembuktian Dalam Beracara Pidana, Perdata dan Korupsi di

Indonesia,(Jakarta: Raih Asa Sukses, 2014, Cet. Keempat), h., 153

Page 33: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

23

mengenai

pembuktian

terbalik

pembuktian

terbalik di

Indonesia dan

Malaysia

2 Titin Ulfiyah

UIN Walisongo

Semarang

Fakultas Syariah dan

Hukum

Jurusan Hukum

Pidana Islam

Tahun 2017

Penerapan

beban

pembuktian

terhadap

tindak pidana

gratifikasi di

pengadilan

tipikor

semarang

dalam

tinjauan

hukum islam

dan hukum

positif

Dalam skripsi

ini memuat

pembahasan

penerapan

pembuktian

terbalik

terhadap

tindak pidana

gratifikasi

Yang

membedakan

skripsi ini

dengan

penelitian

penulis adalah

penelitian

penulis

membandingkan

konsep

pembuktian

terbalik dalam

tindak pidana

korupsi di

Negara

Indonesia dan

malaysia

sedangkan

skripsi ini fokus

pada

pembuktian

terbalik dalam

tindak pidana

gratifikasi

Page 34: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

24

3 Alfi Luthfan

UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta

Fakultas Syariah dan

Hukum

Prodi Jinayah

Siyasah

Tahun 2014

Beban

pembuktian

terbalik

dalam tindak

pidana

pencucian

uang

perspektif

hukum islam

dan hukum

positif

Di dalam

skripsi ini

memuat

pembahasan

pengaturan

perundang-

undangan

mengenai

beban

pembuktian

terbalik dalam

tindak pidana

pencucian

uang

Yang

membedakan

skripsi ini

dengan

penelitian

penulis adalah

penelitian

penulis memuat

konsep dan

efektifitas

pembuktian

terbalik dalam

tindak pidana

korupsi di

Indonesia dan

Malaysia.

4 Defid Tri Rizky

Universitas

Indonesia

Fakultas Hukum

Tahun 2012

Sistem

pembalikan

beban

pembuktian

dalam

penanganan

tindak pidana

korupsi

(studi kasus:

perkara

korupsi atas

nama perkara

terdakwa

Tesis ini

memuat

pembahasan

pengaturan

pembuktian

terbalik dalam

tindak pidana

korupsi sesuai

UU yang

berlaku di

Indonesia.

Hambatan dan

kendala yang

Yang

membedakan

skripsi ini

dengan

penelitian

penulis adalah

penelitian

penulis fokus

pada konsep dan

efektifitas

pembuktian

terbalik di

Indonesia dan

Page 35: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

25

syafrudin dialami

penegak

hukum dalam

penerapan

sistem

pembuktian

terbalik.

Malaysia

5 Sofyan

UIN Alaudin

Makassar

Fakultas Syariah dan

Hukum

Prodi Hukum tata

Negara

Tahun 2019

Pembalikan

beban

pembuktian

yang bersifat

terbatas dan

berimbang

terhadap

pelaku tindak

pidana

korupsi

tela‟ah

hukum islam

(studi kasus

di pengadilan

negeri

Makassar

kelas 1A

khusus

Skripsi ini

memuat

pembahasan

penerapan dan

faktor

penghambat

pembuktian

terbalik di

Pengadilan

Negeri

Makassar

serta

pandangan

hukum islam

dalam

pembuktian

terbalik

Yang

membedakan

skripsi ini

dengan

penelitian

penulis adalah

penerapan yang

penulis ambil

mengenai

pembuktian

terbalik itu di

Indonesia dan

Malaysia.

Sedangkan

skripsi ini di

penerapan

pembuktian

terbalik di PN

Makassar

6 Yusuf

Sekolah Tinggi Ilmu

Syari‟ah Syarif

Abdurrahman

Penerapan

Sistem

Pembuktian

Terbalik

Jurnal ini

memfokuskan

pembahasan

mengenai

Yang

membedakan

jurnal ini

dengan

Page 36: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

26

Pontianak

Tahun 2013

Untuk Kasus

Korupsi

Kajian untuk

Hukum Islam

dan Hukum

Positif

pembuktian

terbalik dalam

kasus korupsi

dengan dikaji

menurut

hukum islam

dan hukum

positif

penelitian

penulis adalah

pembuktian

terbalik dalam

tindak pidana

korupsi di

indonesia dan

Malaysia terkait

konsep dan

keefektitasnya

Page 37: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

27

BAB III

PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA DAN MALAYSIA

A. Definisi Pembuktian Terbalik

Istilah “Sistem Pembuktian Terbalik” memang kurang tepat

apabila dilakukan dengan pendekatan secara gramatikal. Dalam bahasa

belanda dikenal dengan Omkering Van Het Bewijslat atau dalam bahasa

inggris dikenal sebagai Reversal Burden of Proof dan jika diterjemahkan

secara bebas menjadi Pembalikan Beban Pembuktian, atau yang sering

kita kenal dengan istilah Pembuktian Terbalik.44

Sistem pembuktian terbalik adalah suatu aturan hukum yang

mengharuskan seseorang melakukan perbuatan korupsi atau suap untuk

membuktikan terkait harta kekayaan yang dimilikinya, seseorang yang

diduga melakukan korupsi atau suap bisa membantah tuduhan itu apabila

bisa membuktikan asal-usul harta kekayaannya.

Hukum pembuktian tindak pidana korupsi, khususnya mengenai

pembuktian terbalik terdapat perbedaan dengan ketentuan yang ada dalam

KUHAP. Hanya dalam hal-hal tertentu dan pada tindak pidana tertentu

terdapat penyimpangan, pembuktian terbalik tidak mutlak kepada jaksa

penuntut umum, tetapi ada pada terdakwa, atau bahkan kedua belah pihak

yakni jaksa penuntut umum dan terdakwa.45

Menurut Shopian Kasim peneliti dari Center For Legal Aid And

Devlopment Studies, pembuktian terbalik merupakan suatu sistem

pembuktian dimana penuntut umum hanya membuktikan terkait harta

kekayaan terdakwa dan kekayaan orang lain, atau badan akibat perbuatan

terdakwa. Apakah harta kekayaan itu bukan milik terdakwa, dan apakah

harta kekayaan tersebut bukan hasil dari perbuatan melawan hukum, atau

44

M Akil Mochtar, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), h. 14 45

Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,

(Malang: Bayumedia Publishing, edisi pertama, cet 2, 2005), h. 9

Page 38: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

28

tidak menjadikan perekonomian negara rusak, adalah terdakwalah yang

harus membuktikannya. Maka tugas Jaksa Penuntut Umum yang paling

penting adalah mendaftarkan kekayaan terdakwa demi hukum dinyatakan

merupakan harta yang berasal dari tindak pidana korupsi, sedangkan

terdakwa bertugas untuk membuktikan terkait harta yang dimilikinya, baik

harta bergerak maupun tidak bergerak bahwa itu bukan dari hasil

perbuatan melawan hukum. 46

Selain itu, menurut indriyanto Seno Adji bahwa dalam hukum

pidana formil, baik hukum kontinental maupun hukum yang menganut

Anglo-saxon hanya mengenal beban pembuktian yang terletak pada jaksa

penuntut umum.

Pendapat lain mengenai sistem pembuktian terbalik Jeremy Pope

yang dikutip oleh Kukun Abdul Syakur berpendapat bahwa istilah

“membalikan kewajiban membuktikan” itu tidak memuaskan, sehingga

harus mencari istilah yang lebih tepat dalam pembaharuan hukum,

sehingga rumusan yang lebih tepat adalah “terdakwa harus memberikan

penjelasan yang lebih meyakinkan”.

Sistem pembuktian terbalik, merupakan sistem yang dianut oleh

negara-negara yang menganut rumpun Anglo-saxon yakni seperti negara

Malaysia, Singapura, dan Hongkong untuk mempermudah pembuktian

dalam menangani kasus-kasus tertentu yang bersifat khusus yang sangat

sulit untuk ditangani. Sehingga ditempuhlah suatu sistem yang

bertentangan dengan asas universal mengenai pembuktian. 47

46

Muhammad, Hatta, Yoslan K.Koni, dkk, Sistem Pembuktian Terbalik

Terhadap Delik Korupsi di Indonesia, (Jakarta: Sefa Bumi Persada, 2020), h. 140 47

Indriyanto Seno Adji, Sistem Pembuktian Terbalik: Meminimalisir Korupsi di

Indonesia, jurnal keadilan, Vol 1, No 02, juni 2002, h. 29.

Page 39: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

29

B. Perkembangan Sejarah Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia dan Malaysia

1. Sejarah Pembuktian Terbalik di Indonesia

Pada dasarnya ide penerapan sistem pembuktian terbalik di

Indonesia mengikuti Negara yang menganut rumpun Anglo-saxon

yaitu seperti Malaysia dan singapura atau Negara-negara yang

menganut “case law” terbatas pada “certain cases” atau kasus tertentu

yang berkaitan dengan gratification atau pemberian yang berhubungan

dengan “bribery” (suap). Seperti di Malaysia, yang mengatur

gratification dalam Undang-undang Malaysia Anti Corruption Act

1997. 48

Sistem pembuktian terbalik di indonesia sebenarnya telah bergulir

sejak era Presiden Abdurrahman Wahid sewaktu memberikan jawaban

atas momerandum I DPR pada masa jabatannya. Karena mengingat

tindak pidana korupsi yang sangat sulit dibuktikan, maka sebagian

kalangan akademisi dan praktisi berpendapat bahwa penanggungan

harusnya dilakukan sedemikian rupa dan yang bersifat luar biasa pula.

49

Jika dilihat ke belakang, kebijakan legislasi bergesernya beban

pembuktian biasa ke arah pembuktian semi terbalik dan terbalik mulai

terdapat dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 Tentang

Pengusutan Penuntutan, dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.50

Ketentuan ini bisa dilihat pada Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor

24 Tahun 1960 yang menyebutkan bahwa kewajiban dari tersangka

untuk memberikan keterangan terkait seluruh harta benda dan harta

48

Laws of Malaysia Anti Corruption Act 1997 (Act 575) 49

Nurhayani, Pembuktian Terbalik Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

di Indonesia, Jurnal IUS Kajian Hukum dan keadilan,III, 7, (April, 2015), h. 94. 50

Supriyadi Widodo Eddyono, Pembebanan Pembuktian Terbalik dan

Tantangannya (Verification Reversed Imposition and It‟s Challenges), Jurnal Legislasi

Indonesia, 8, 2, (Juni, 2011), h. 271.

Page 40: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

30

benda suami/isteri dan anak dan harta benda sesuatu badan hukum

yang diurusnya.51

Namun, sebelum tahun 1960 tidak diatur pembalikan beban

pembuktian dalam peraturan perundang-undangan korupsi karena

perspektif kebijakan legislasi memandang perbuatan korupsi delik

biasa sehingga penanggulangan korupsi cukup dilakukan secara

konvensional dan tidak perlu memerlukan perangkat hukum yang luar

biasa (exstra ordinary measures). Dalam Undang-undang Nomor 3

Tahun 1971 secara eksplisit telah diatur mengenai pembalikan beban

pembuktian. Lalu, dalam peraturan selanjutnya, pembalikan beban

pembuktian diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.

Kemudian, di karenakan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun

1999 memiliki kelemahan dan pada Pasal 37 diketahui bahwa

pembuktian dalam perkara korupsi masih berada pada pihak penuntut

umum/jaksa sebagaimana halnya dengan undang-undang sebelumnya.

52Selanjutnya telah di perbaiki dengan Undang-undang Nomor 20

Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.53

Sistem

pembuktian terbalik terbatas dan berimbang ini diatur dalam Pasal 37A

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.54

2. Sejarah Pembuktian Terbalik di Malaysia

Sejak tahun 1961 malaysia membangun negara yang bebas korupsi,

Malaya yang kemudian dikenal dengan Malaysia merupakan negara

budaya melayu yang dipengaruhi agama islam yang sangat kuat dalam

51

Muh Arief Syahroni, M Alpian, Syofyan Hadi, Pembalikan Beban

Pembuktian Dalam Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Ilmu Hukum, (Agustus 2019-januari

2020), h.126 52

Elwi Danil, Korupsi: konsep, tindak pidana, dan pemberantasannya, (Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada, 2001), h. 205 53

Supriyadi Widodo Eddyono, Pembebanan Pembuktian Terbalik dan

Tantangannya (Verification Reversed Imposition and It‟s Challenges), Jurnal Legislasi

Indonesia, 8, 2, (Juni, 2011), h. 271. 54

Firman Freaddy Busroh, Pembuktian terbalik dalam tindak pidana korupsi,

Jurnal hukum to-ra, 02, 02,(agustus , 2016), h. 343

Page 41: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

31

ketaatan beragama, sehingga hal tersebut menjadi salah satu penyebab

berkurangnya angka kejahatan dinegara Malaysia. Malaysia sama

seperti negara lain yang mengalami penyakit kronis seperti korupsi.

Penyakit yang terus menyebar luas, serta modus yang semakin

beragam. Malaysia telah mempunyai undang-undang yang bernama

Prevention of Corruption Act pada tahun 1961 atau dikenal dengan

Akta Pencegah Rasuah Nomor 57, kemudian keluar lagi Emergency

(Essential Powers Ordinance) Nomor 22 Tahun 1970, kemudian Anti

Corruptian Agency Act Taun 1982, yang menjadi payung hukum

pembentukan Badan Pencegah Rasuah, dan yang berlaku saat ini

adalah BPR (Badan Pencegah Rasuah) yang berdasarkan Anti-

Corruption Act (ACA) Tahun 1997, yang menggabungkan ketiga

undang-undang dan ordonansi tersebut.55

Penerapan pembuktian terbalik di Malaysia diatur dalam Pasal 42

ayat (1) Badah Pencegah Rasuah Tahun 1997 (Akta 575) yang

berbunyi sebagai berikut:56

“Jika dalam mana-mana prosiding terhadap mana-mana orang atas

sesuatu kesalahan dibawah seksyen 10, 11, 13, 14 atau 15 adalah

dibuktikan bahawa apa-apa suapan telah disetujui-terima atau

dipersetujui untuk disetuju-terima, diperoleh atau cuba diperoleh,

diminta, diberikan atau dipersetujui untuk diberikan, dijanjikan atau

ditawarkan oleh atau kepada tertuduh, suapan itu hendaklah dianggap

telah disetuju-terima atau dipersetujui untuk disetuju-terima, diperoleh

atau cuba diperoleh, diminta, diberikan atau dipersetujui untuk

diberikan, dijanjikan atau ditawarkan secara rasuah sebagai dorongan

atau upah bagi atau kerana perkara-perkara yang dinyatakan dalam

butir-butir kesalahan itu, melainkan jika akasnya dibuktikan”

55

Jur Andi Hamzah, Perbandingan pemberantasan korupsi di berbagai negara,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 38 56

Lihat Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (akta 575), (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 55

Page 42: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

32

Rumusan pembuktian terbalik di Malaysia ternyata berlaku bagi

penerima (passieve omkoping) dan pemberi (actieve omkoping)

dengan kata-kata … oleh atau kepada tertuduh. Kemudian, dalam

Pasal 42 ayat (2) Badan Pencegah Rasuah 1997 berbunyi:57

“Jika dalam mana-mana prosiding terhadap mana-mana orang atas

sesuatu kesalahan dibawah seksyen 161, 162, 163 atau 164 Kanun

Keseksaan, adalah dibuktikan bahawa orang itu telah menyetuju-

terima atau bersetuju untuk menyetuju-terima, atau memperoleh atau

cuba untuk memperoleh apa-apa suapan, orang itu hendaklah

dianggap telah berbuat demikian sebagai motif atau upah bagi

perkara-perkara yang dinyatakan dalam butir-butir kesalahan itu,

melainkan jika akasnya dibuktikan”.

Sistem pembuktian terbalik di Malaysia relatif sama dengan

indonesia , yang berkenaan dengan Proses Penyidikan, Penuntutan,

dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, walaupun hal tersebut

menyimpang dari ketentuan KUHP. Ketentuan tersebut terdapat dalam

Pasal 28, Pasal 37 ayat (1) dan (2), Pasal 37 ayat (1) dan (2) Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 58

C. Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di Indonesia dan

Malaysia

1. Mekanisme Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia

Penerapan hukum acara tindak pidana korupsi terdiri dari

Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan sama seperti hukum acara

tindak pidana lainnya yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8

Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana. Penyelidikan adalah

57

Lihat Pasal 42 ayat (2) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (akta 575), (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 56 58

Aziz Syamsuddin, Tindak pidana khusus, (Jakarta: Sinar Grafika, cetakan

kedua, 2011), h. 226

Page 43: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

33

rangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan sesuatu hal yang

diduga sebagai tindak pidana. Penyelidikan dan penyidikan merupakan

rangkaian yang saling terikat satu sama lain. Penyelidikan sering

diartikan sebagai tindakan untuk mencari kebenaran sebelum

dilakukannya penyidikan. Pengertian penyidikan sendiri merupakan

rangkaian tindakan untuk mengumpulkan alat-alat bukti terhadap

deliknya. Penyidikan serupa dengan Penyiasatan atau (Siasat) di

Malaysia.59

Bahwa penerapan pembuktian terbalik terjadi ditahap penuntutan.

Definisi penuntutan terdapat dalam Pasal 1 butir 7 KUHAP yang

berbunyi:60

“Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk

melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang

dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini

dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di

sidang pengadilan”. Maka, dari tahap penyidikan suatu delik korupsi,

terdakwa harus membuktikan terkait asal-usul harta benda yang

diduga hasil dari tindak pidana korupsi kepada penyidik. Sehingga,

berkas perkara tersebut diberikan kepada penuntut umum untuk

dibuktikan di persidangan. Hal ini diatur dalam Pasal 37 ayat (1)

yang berbunyi:61

(1) Terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi.

Namun, apabila terdakwa tidak melakukan pembuktian terkait

asal-usul harta benda yang diduga korupsi, tentu hal ini akan

dijadikan bukti bahwa dirinya telah melakukan tindak pidana korupsi.

Karena, dengan ketidakmampuan terdakwa dalam membuktikan

asal-usul harta benda yang diduga hasil korupsi itu akan memperkuat

59

Jur Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

cetakan kedua, 2008), h. 120 60

Lihat Pasal 1 butir 7 KUHAP 61

Lihat Pasal 37 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-

undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Page 44: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

34

alat bukti yang sudah ada yang menyatakan bahwa terdakwa

melakukan delik korupsi. Menurut pasal Pasal 37A ayat (3) Undang-

undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi62

bahwa jaksa

penuntut umum juga tetap dibebani kewajiban untuk membuktikan

dakwaannya.

2. Mekanisme Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana Korupsi di

Malaysia

Hukum acara tindak pidana korupsi di Malaysia terdiri dari

Penyidikan (siasatan), Penggeledahan, Penyitaan, dan Penahanan.

Penyidikan (siasatan) adalah mendeteksi, mengumpulkan, dan

menyidik informasi korupsi dan menuntut orang-orang yang

melakukan tindak pidana korupsi ke pengadilan. Penyidikan (siasatan)

memiliki tujuan untuk mendapatkan alat bukti yang menyatakan

bahwa seseorang diduga melakukan korupsi untuk dilakukan

penuntutan.

Dalam hal pelaporan dugaan korupsi di Malaysia tidak seperti di

indonesia, jika di Malaysia ada kode etik di kalangan LSM ketika ada

seseorang yang mengadukan adanya dugaan korupsi seseorang itu

tidak boleh menyebutkan nama orang yang dilaporkan ke media massa.

Nama orang yang dilaporkan itu harus dirahasiakan dan menunggu

sampai dirinya didakwa di pengadilan, hal ini sesuai dengan Pasal 21

ayat (4) Badan Pencegah Rasuah yang berbunyi:63

“Sesuatu aduan

yang dibuat di bawah subseksyen (1) hendaklah dirahsiahkan dan tidak

boleh didedahkan oleh mana-mana orang kepada mana-mana orang

62

Lihat Pasal 37 ayat (3) berbunyi: “Ketentuan sebagaimana dalam ayat (1) dan

ayat (2) merupakan tindak pidana atau perkara pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal

2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai dengan

Pasal 12 Undang-undang ini, sehingga penuntut umum tetap berkewajiban untuk

membuktikan dakwaannya. 63

Lihat Pasal 21 ayat (4) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 29

Page 45: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

35

lain selain pegawai-pegawai Badan dan Pendakwa Raya sehinggalah

orang tertuduh dipertuduh di Mahkamah atas suatu kesalahan di bawah

Akta ini atau mana-mana undang-undang bertulis lain berbangkit

daripada aduan itu.” Sebagaimana bunyi Pasal tersebut hanya boleh

diketahui oleh BPR dan Penuntut umum.

Hal pelaporan bisa diajukan dengan lisan dan tertulis. Apabila lisan,

laporan itu harus dibuat tertulis dan ditanda tangani oleh pelapor.

Kemudian, pada saat pemeriksaan dilakukan dengan memanggil orang,

dan orang yang diperiksa itu harus mengungkap semua informasi serta

tidak boleh ada yang merusak, mengubah, menyembunyikan dokumen

atau benda yang diminta pada saat pemeriksaan. Apabila seseorang itu

telah terbukti melakukan delik berdasarkan ACA, maka penuntut

umum bisa mengeluarkan perintah tertulis kepada BPR untuk

penggeledahan, dan apabila pejabat BPR yang atau berpangkat di atas

investigator (penyiasatan)64

menemukan suatu barang bergerak

menjadi bukti yang berkaitan dengan delik, hal itu bisa disita.

Berdasarkan Pasal 27 ayat (1) Badan Pencegah Rasuah (Akta 575)

yang berbunyi:65

“Walau apa pun mana-mana undang-undang bertulis

lain, seseorang Hakim Mahkamah Tinggi boleh, apabila permohonan

dibuat kepadanya berhubungan dengan sesuatu penyiasatan apa-apa

kesalagan di bawah Akta ini, memerintahkan seseorang penguambela

dan penguamcara supaya mendedahkan maklumat yang boleh didapati

olehnya berkenaan dengan apa-apa transaksi atau urusan yang

berhubungan dengan apa-apa harta yang boleh disita dibawah Akta

ini”. Jadi, maksud dari Pasal tersebut bahwa advokat atau pengacara

dapat diisyaratkan untuk mengungkap informasi yang diketahuinya

terkait harta yang bisa disita berdasarkan dengan Undang-undang

64

Jur Andi Hamzah, Perbandingan pemberantasan korupsi di berbagai negara,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 48 65

Lihat Pasal 27 ayat (1) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 37

Page 46: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

36

Badan Pencegah Rasuah. Hal ini tidak kita jumpai di indonesia dalam

pengaturan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kemudian, berdasarkan Pasal 30 ayat (1) Badan Pencegah Rasuah

(Akta 575) yang berbunyi:66

“Tiap-tiap kesalahan di bawah Akta ini

ialah suatu kesalahan boleh tangkap bagi maksud Kanun Tatacara

Jenayah (Criminal Procedure Code).” Jadi, semua benda yang

berkaitan dengan delik dapat disita sesuai dengan ketentuan Kanun

Tatacara Jenayah (Criminal Procedure Code).

Penempatan penuntut umum (pendakwa raya) di BPR merupakan

penghubung antara BPR dan Badan Penuntut Umum. 67

sebagaimana

Pasal 31 Badan Pencegah Rasuah (Akta 575) berbunyi:68

31. (1) Walau apa pun peruntukan mana-mana undang-undang

bertulis yang lain atau mana-mana rukun undang-undang, Pendakwa

Raya, jika dia berpuas hati bahawa itu perlu bagi maksud apa-apa

penyiasatan tentang sesuatu kesalahan di bawah Akta ini, boleh

memberi kuasa secara bertulis seseorang pegawai Badan yang

berpangkat Penolong Penguasa atau yang lebih tinggi untuk

menjalankan berhubungan dengan mana-mana bank yang dinyatakan

dalam pemberikuasaan itu segala kuasa penyiasatan yang dinyatakan

dalam subsekyen (2).

(2) Seseorang pegawai Badan yang diberi kuasa di bawah

subseksyen (1) boleh, berhubungan dengan bank yang berkenaan

dengannya dia diberi kuasa sedemikian-

66

Lihat Pasal 30 ayat (1) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 39 67

Jur Andi Hamzah, Perbandingan pemberantasan korupsi di berbagai negara,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 50 68

Lihat Pasal 30 Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah 1997

(Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 41-42

Page 47: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

37

(a) memeriksa dan mengambil salinan mana-mana buku bank,

akaun bank atau apa-apa dokumen yang dipunyai oleh atau ada

dalam milikan, jagaan atau kawalan bank itu;

(b) memeriksa dan mengambil salinan mana-mana akaun syer,

akaun pembelian, akaun pembelanjaan atau apa-apa akaun lain

kepunyaan mana-mana orang yang disimpan di bank itu;

(c) memeriksa kandungan mana-mana peti simpan selamat di

bank itu; atau

(d) meminta apa-apa maklumat lain yang berhubungan dengan

mana-mana dokumen, akaun atau barang yang disebut dalam

perenggan (a), (b), dan (c).

(3) walau apa pun apa-apa jua dalam subseksyen (2), seseorang

pegawai Badan yang diberi kuasa dibawah subseksyen (1) boleh

mengambil milik apa-apa buku, dokumen, akaun, hakmilik, sekuriti

atau wang tunai yang dia mempunyai akses kepadanya di bawah

subseksyen itu jika pada pendapat pegawai itu-

(a) pemeriksaannya, penyalinannya, atau pengambilan cabutan

daripadanya, tidak dapat semunasabahnya dibuat tanpa

mengambil miliknya;

(b) ia mungkin diganggu atau dimusnahkan melainkan jika dia

mengambil miliknya; atau

(c) ia mungkin diperlukan sebagai keterangan dalam mana-

mana pendakwaan bagi sesuatu kesalahan di bawah Akta ini

atau mana-mana undang-undang bertulis lain.

Maksud dari Pasal diatas bahwa jaksa/penuntut umum yang

memberi izin kepada penyidik BPR untuk melakukan pemeriksaan

buku, rekening, dan yang lainnya di bank. Berbeda dengan di

Page 48: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

38

indonesia, jika akan melakukan pemeriksaan rekening di bank,

harus meminta izin dari pihak bank indonesia dan permintaan itu

diajukan oleh jaksa atau polisi.69

Jadi, hal ini menandakan bahwa

wewenang penyidik di Malaysia dalam memeriksa rekening di

bank lebih luas di bandingkan dengan indonesia.

Inti dari segala pembuktian pada persidangan terfokus pada

terdakwa setelah prima facie jaksa penuntut umum (pendakwa raya)

telah kuat, penggunaan sistem pembuktian terbalik di Malaysia ini

bersifat murni yang menurut Lilik Mulyadi ini menyebabkan asas

praduga tak bersalah menjadi asas praduga bersalah. Sistem

pembuktian terbalik di Malaysia berlaku pada delik gratifikasi dan

suap yang diatur dalam Pasal 42 Anti Corruption Act 1997 (Act

575).70

D. Pembuktian Terbalik Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Pembuktian Terbalik Menurut Hukum Positif

Sejarah membuktikan hampir disetiap Negara dihadapkan dengan

korupsi. Korupsi merupakan gejala yang sulit untuk diberantas. Berbagai

upaya telah dilakukan oleh pemerintah dalam memberantas tindak pidana

korupsi. Sebagai salah satu hal yang sulit dihadapi oleh penuntut umum

dalam kasus korupsi yang berskala besar adalah memenuhi beban

pembuktian ketika melakukan penuntutan kepada pelaku serta upaya untuk

mendapatkan kembali hasil korupsi.71

Upaya pembentukan Undang-

undang dalam pembuktian terbalik di indonesia tidak tanggung-tanggung,

Indonesia menerapkan dengan dua sistem, yakni sistem Undang-undang

Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan juga menggunakan sistem

KUHAP.

69

Jur Andi Hamzah, Perbandingan pemberantasan korupsi di berbagai negara,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h. 52 70

Laws of Malaysia Anti Corruption Act 1997 (Act 575) 71

M Akil Mochtar, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

(Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2009), h. 13

Page 49: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

39

a) Pembuktian Terbalik Menurut KUHAP

Pembuktian merupakan suatu ketentuan tentang bagaimana cara

dalam membuktikan dan sandaran dalam menarik kesimpulan tentang

suatu peristiwa.72

Dasar sistem pembuktian terdapat dalam Pasal 183

KUHAP73

yang menyatakan bahwa “Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya”, dan ketentuan alat bukti yang sah, sebagaimana

diatur dalam Pasal 184 KUHAP yang berbunyi:74

(1) Alat bukti yang sah ialah:

a. Keterangan saksi;

b. Keterangan ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan terdakwa.

(2) Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan.

Alat bukti petunjuk dalam kasus korupsi sangat diperlukan

dalam pembuktian. Sebagaimana dalam hukum pidana formil tindak

pidana korupsi tidak hanya dibangun melalui tiga alat bukti yang

terdapat dalam Pasal 188 KUHAP75

yaitu keterangan saksi, surat, dan

keterangan terdakwa. Diluar alat bukti yang sah tersebut dapat

diperluas hal tersebut dijelaskan dalam Pasal 26A Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 yakni:76

72

Adami Chazawi, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di Indonesia,

(Malang: Bayumedia Publishing, edisi pertama, cet 2, 2005), h. 7 73

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 306 74

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 306 75

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 308 76

Lihat Pasal 26A Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Page 50: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

40

a. Alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim,

diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik

atau yang serupa dengan itu.

b. Dokumen, yakni setiap rekaman data/informasi yang dapat

dilihat, dibaca dan/atau didengar yang dapat dikeluarkan

dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang

diatas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang

terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar,

peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau performasi

yang memiliki makna.

Pada kasus tindak pidana korupsi tetap menggunakan alat bukti

yang ada dalam Pasal 184 KUHAP karena dalam ketentuan hukum

pidana formil korupsi yaitu menggunakan KUHAP sepanjang Undang-

undang korupsi tidak mengatur. Maka, alat bukti yang ada dalam Pasal

184 KUHAP tetap dipakai oleh Hakim dalam membuktikan tindak

pidana korupsi, namun ditambahkan oleh Hakim yaitu dengan

menggunakan pembuktian terbalik.

b) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi

Disebutkan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

bahwa sistem pembuktian dalam tindak pidana korupsi adalah

dengan sistem pembuktian terbalik terbatas dan berimbang, serta

dengan menggunakan sistem pembuktian negatif menurut undang-

undang. 77

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

77

Wawan Prasetyo, Metode Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Korupsi,

Ad daulah: Jurnal hukum dan Perundangan Islam, 5, 2, (Oktober 2015), h. 490

Page 51: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

41

Pembuktian terbalik disebutkan dalam Pasal 37A. Bunyi Pasal

37A:78

Pasal 37A

(1) Terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh

bendanya dan harta benda istri atau suami, dan harta benda

setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan

dengan perkara yang didakwakan.

(2) Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan

yang tidak seimbang dengan penghadilannya atau sumber

penambah kekayaan. Maka keterangan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) digunakan untuk memperkuat alat bukti yang

sudah ada bahwa terdakwa telah melakukan tindak pidana

korupsi.

(3) Ketentuan sebagaimana dalam ayat (1) dan ayat (2) merupakan

tindak pidana atau perkara pokok sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal

16 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 5 sampai

dengan Pasal 12 Undang-undang ini, sehingga penuntut umum

tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Substansi pembuktian yang ada pada Pasal tersebut mengacu

kepada objek yang harus dibuktikan pada tindak pidana yang

didakwakan oleh penuntut umum/jaksa sebagaimana yang

dirumuskan dalam surat dakwaan, berikut ini merupakan unsur

yang ada dalam surat dakwaan penuntut umum:79

1. Pasal 37 merupakan dasar hukum dari sistem pembuktian

terbalik dalam tindak pidana korupsi.

78

Lihat Pasal 37 dan Pasal 38 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Kourpsi 79

Wawan Prasetyo, Metode Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Korupsi,

Ad daulah: Jurnal hukum dan Perundangan Islam, 5, 2, (Oktober 2015), h. 492-493

Page 52: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

42

2. Pasal 12 B ayat (1) huruf a dan Pasal 38B merupakan

ketentuan dalam (objeknya) tindak pidana korupsi dalam

pembuktiannya menggunakan sistem pembuktian terbalik.

Sehingga, tindak pidana yang didakwa oleh penuntut

umum/jaksa merupakan aspek pokok yang harus dibuktikan oleh

penuntut umum/jaksa serta terdakwa ataupun penasihat

hukumnya. Karena ada unsur-unsur delik yang harus dibuktikan

secara bersamaan. Unsur delik pada perbuatan, ataupun unsur

delik yang melekat pada perbuatan, objek pembuktian serta diri

pelaku sendiri merupakan unsur yang perlu dibuktikan, untuk

membuktikan apakah benar atau tidaknya delik yang

didakwakan untuk si terdakwa.

Dikatakan dalam Pasal 37 ayat (1) bahwa terdakwa memiliki

hak untuk membutikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak

pidana korupsi dengan membuktikan terkait harta benda yang

terkait dengan dirinya. Ketentuan tersebut mengandung

makna:80

1. Harta benda terdakwa dapat didakwa dalam surat

dakwaan oleh penuntut umum.

2. Terdakwa dibebani kewajiban untuk membuktikan bahwa

harta benda yang dimilikinya merupakan harta yang halal.

Sebagai contoh, terdakwa didakwa melakukan tindak pidana

korupsi oleh jaksa penuntut umum dengan bentuk dakwaan secara

berlapis. Dalam dakwaan Primer melanggar Pasal 2 ayat (1) huruf

b jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), ayat (3) Undang-undang

Nomor 31 Tahun1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001,

jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Lalu subsider

melanggar Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 jo

80

Wawan Prasetyo, Metode Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Korupsi,

Ad daulah: Jurnal hukum dan Perundangan Islam, 5, 2, (Oktober 2015), h. 493

Page 53: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

43

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 jo

Pasal 64 ayat 1 KUHP. Sebagaimana dakwaan tersebut jaksa

penuntut umum harus membuktikan dakwaan tersebut mulai dari

dakwaan primer. Jika dakwaan primer telah terbukti, maka

dakwaan subsider tidak perlu dibuktikan lagi. Akan tetapi

sebaliknya, jika dakwaan primer tidak terbukti maka jaksa penuntut

umum masih perlu membuktikan dakwaan subsider.

Tidak berfungsinya pembuktian terbalik dalam tindak pidana

korupsi diperlemah oleh sistem pembuktian negatif menurut

undang-undang (teori ini dianut oleh KUHAP). Karena pada sistem

pembuktian negatif menurut undang-undang, pembuktian berada

pada tangan hakim yang dimana hakim mengacu pada alat-alat

bukti yang ada, serta dalam penjatuhkan putusan hakim mengacu

pada alat-alat bukti yang disampaikan pada saat persidangan

dengan minimal dua alat bukti, dan putusan tersebut dengan

keyakinan hakim itu sendiri. 81

Sedangkan, pengaturan perundang-undangan pembuktian

terbalik dalam tindak pidana korupsi di Malaysia diatur dalam

Undang-undang Malaysia, yaitu Pasal 42 ayat (1) Undang-undang

Malaysia Akta Pencegahan Rasuah 1997 (Akta 575) yang

berbunyi:82

“Jika dalam mana-mana prosiding terhadap mana-mana

orang atas sesuatu kesalahan dibawah seksyen 10, 11, 13, 14 atau

15 adalah dibuktikan bahawa apa-apa suapan telah disetujui-terima

atau dipersetujui untuk disetuju-terima, diperoleh atau cuba

diperoleh, diminta, diberikan atau dipersetujui untuk diberikan,

81

Jawade Hafidz, Efektifitas Pelaksanaan Sistem Pembuktian Terbalik Terhadap

Perkara Korupsi Dalam Mewujudkan Negera Hukum di Indonesia, Jurnal Sultan Agung,

XLIV, 118 (Juni-agustus 2009), h. 58 82

Lihat Pasal 42 ayat (1) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 55

Page 54: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

44

dijanjikan atau ditawarkan oleh atau kepada tertuduh, suapan itu

hendaklah dianggap telah disetuju-terima atau dipersetujui untuk

disetuju-terima, diperoleh atau cuba diperoleh, diminta, diberikan

atau dipersetujui untuk diberikan, dijanjikan atau ditawarkan secara

rasuah sebagai dorongan atau upah bagi atau kerana perkara-

perkara yang dinyatakan dalam butir-butir kesalahan itu, melainkan

jika akasnya dibuktikan”

Terjemah secara harfiah: (Pada setiap proses terhadap setiap

orang yang didakwa melanggar Pasal 10, 11, 13, 14 atau 15, telah

dibuktikan bahwa suatu pemberian (gratification) telah diterima

atau setuju untuk diterima, diperoleh, atau dicoba untuk diperoleh,

didapatkan, diberikan atau setuju untuk diberikan dijanjikan, atau

ditawarkan oleh atau kepada terdakwa maka pemberian itu

dianggap secara korup telah diterima atau setuju untuk diterima,

diperoleh atau dicoba untuk diperoleh, didapat, diberikan, atau

setuju untuk diberikan, dijanjikan, atau ditawarkan sebagai suatu

bujukan atau hadiah untuk suatu atau karena hal yang dinyatakan

secara khusus dalam delik itu, kecuali dibuktikan sebaliknya).

Kemudian, dalam Pasal 42 ayat (2) Badan Pencegah Rasuah

1997 berbunyi:83

“Jika dalam mana-mana prosiding terhadap mana-mana orang atas

sesuatu kesalahan dibawah seksyen 161, 162, 163 atau 164 Kanun

Keseksaan, adalah dibuktikan bahawa orang itu telah menyetuju-

terima atau bersetuju untuk menyetuju-terima, atau memperoleh

atau cuba untuk memperoleh apa-apa suapan, orang itu hendaklah

dianggap telah berbuat demikian sebagai motif atau upah bagi

perkara-perkara yang dinyatakan dalam butir-butir kesalahan itu,

melainkan jika akasnya dibuktikan ”

83

Lihat Pasal 42 ayat (2) Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah

1997 (Malaysia: Percetakan Nasional Malaysia Berhad, 1997), h. 56

Page 55: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

45

Terjemah secara harfiah: Pada semua proses terhadap setiap

orang yang didakwa melanggar Pasal 161, 162, 163, or 164 KUHP,

telah dibuktikan bahwa orang itu telah menerima atau setuju untuk

menerima atau memperoleh atau mencoba untuk memperoleh suatu

pemberian (gratification), maka orang itu dianggap telah

melakukan perbuatan demikian sebagai motif atau hadiah atas hal-

hal yang dinyatakan secara khusus dalam delik itu, kecuali

dibuktikan sebaliknya).

Jadi, sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya

bahwa Malaysia merupakan negara yang hanya menerapkan

pembuktian terbalik pada kasus-kasus tertentu (certain cases) yakni

terhadap tindak pidana pemberian (gratification) yang konteksnya

penyuapan (beribery) kepada pegawai negeri atau penyelenggara

negara. Sehingga penuntut umum hanya membuktikan satu bagian

dari inti delik saja, yaitu dengan adanya pemberian (gratification),

selebihnya dianggap ada dengan sendirinya, kecuali terdakwa

membuktikannya. Pertama, pemberian itu berkaitan dengan

jabatannya, yang kedua yaitu berlawanan dengan kewajibannya.

Sebagaimana Pasal 42 ayat (2) Anti Corruption Act 1997, yang

mengatakan unsur selebihnya terdapat dalam Pasal 161, 162, 163,

or 164 KUHP (Penal Code). Maka, si penerima gratifikasi harus

membuktikan, bahwa pemberian(gratification) itu bukan motif atau

imbalan mengenai hal-hal yang disebut dalam rumusan delik itu,

hal ini tercantum dari kata …. as a motive or reward for the

matters set out in the particulars of the offence…yang merupakan

bagian intinya. Selain itu, rumusan pembuktian terbalik di Malaysia

juga berlaku bagi penerima (passieve omkoping) dan pemberi

Page 56: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

46

(actieve omkoping) dengan kata-kata … oleh atau kepada

tertuduh.84

2. Pembuktian Terbalik Menurut Hukum Pidana Islam

a. Pengertian Risywah dan Hadiah

Pengertian risywah berasal dari bahasa Arab diartikan sebagai

gratifikasi atau disebut juga sebagai suap atau sogok. Secara

etimologi risywah berasal dari kata rasya-yarsyu dengan bentuk

mashdarnya adalah risywah, rasywah, atau rusywah yang berarti

(upah, hadiah, komisi, atau suap). Sedangkan secara terminologi,

risywah adalah sesuatu wujud yang diberikan dalam rangka

mewujudkan kemaslahatan; atau sesuatu yang diberikan dalam

rangka membenarkan yang salah atau menyalahkan yang benar. 85

Menurut MUI yang dikutip oleh Wawan Trans Pujianto,

risywah adalah pemberian yang diberikan oleh seseorang kepada

orang lain (pejabat) dengan memiliki maksud tertentu yang bersifat

batil atau membatilkan perbuatan yang hak.

Pendapat lain datang dari Haryono bahwa risywah adalah

suatu pemberian baik berupa benda maupun benda yang lain

kepada penguasa (pemilik jabatan) untuk menghalalkan (atau

melancarkan) yang batil dan membatilkan yang hak atau

mendapatkan manfaat dari jalan yang tidak diperbolehkan.

Kemudian untuk sanksi risywah yakni dihukumi dengan

takzir sama halnya dengan pelaku ghulul atau penggelapan yang

dihukumi dengan takzir sebab keduanya tidak termasuk dalam

ranah qisas maupun hudud. 86

Pada zaman sekarang banyak sekali orang yang melakukan

risywah dengan dalih memberikan hadiah. Setiap tahunnya para

pejabat dan penguasa kebanjiran parcel dengan dalih memberi

84

Jur Andi Hamzah, Perbandingan pemberantasan korupsi di berbagai negara,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.84-85. 85

M Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Amzah, 2016), h. 208. 86

M Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta, Amzah, 2016), h. 215.

Page 57: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

47

hadiah. Hal ini Islam memandang bahwa risywah dan hadiah

merupakan dua hal yang sangat jelas berbeda. Kedua hal tersebut

memang berupa pemberian. Tetapi, antara risywah sendiri itu

diharamkan berdasarkan dalil alqur‟an, sunnah, dan ijma‟ ulama

sedangkan hadiah itu dianjurkan oleh Islam. Sebagaimana hadis

dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu meriwayatkan hadis dari

Rasulullah SAW beliau bersabda:

تهادوا تحا بوا

Artinya: “Saling memberi hadiahlah kalian niscaya kalian

akan saling mencintai” (HR. al Bukhori)

Hadiah merupakan suatu pemberian yang diberikan kepada

seseorang sebagai bentuk penghargaan atau Ala sabilil ikram.

Perbedaan antara hadiah dan risywah adalah jika hadiah diberikan

dengan ketulusan sebagai penghargaan dan rasa kasih sayang

terhadap seseorang yang diberi, sedangkan risywah adalah

pemberian yang diberikan kepada seseorang dengan maksud

tertentu.

Penjelasan tersebut membedakan antara risywah dan hadiah.

Akan tetapi, pada saat tertentu hadiah dapat dikategorikan sebagai

risywah apabila yang menerimanya adalah seorang pejabat atau

seseorang yang memiliki kekuasaan di ruang lingkup tersebut.

Sehingga dikhawatirkan adanya penggunaan kekuasaan dan

jabatan dengan memanfaatkan dalih hadiah. Hal ini Ibnu Qudamah

dalam al Mughni menjelaskan bahwa:87

ولا يقبل هدية من لم يكن يهدي إليه قبل ولايته

Artinya: Dan tidak menerima hadiah (bagi pejabat) kecuali dari

orang yang terbiasa memberi hadiah sebelum dia menduduki

jabatannya).

87

Ibnu Qudamah, Al mughni, (Beirut: Darul fikr, 1984), cet 1 jilid 10, h. 437.

Page 58: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

48

وذلك لأن الهدية يقصد بها في الغالب اسنمالة قلبه ليعتني به الحكم فتشبه

الشوة

Artinya: “Larangan memberi hadiah kepada pejabat tersebut

karena hadiah secara umum bertujuan agar yang diberi hadiah

hatinya condong sehingga diperhatikan ketika terjadi masalah hukum.

Dari situlah hadiah pejabat mirip dengan risywah”

b. Pembuktian terbalik menurut hukum pidana Islam

Tidak hanya dalam tata hukum di Negara Indonesia ataupun di

Malaysia. Pembuktian juga memegang peranan penting dalam hukum

pidana Islam. Dengan tujuan yang sama, yaitu menegakkan keadilan

dan menyatakan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas apa

yang diperbuat. Bagaimana jika seseorang yang didakwa dinyatakan

terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan dan terbukti atas alat-

alat bukti yang ada, dan disertai dengan keyakinan hakim, padahal itu

tidak benar. Maka, disinilah fungsi hukum pidana islam untuk mencari

kebenaran materiil.88

Istilah pembuktian dalam ilmu fiqih disebut dengan al-Bayyinah

karena dengan pembuktian akan menampakkan makna dua hal yang

paling benar. Istilah lain al-bayyinah yaitu ad-dalil, al-itsbat, al-

burhan, dan asy-syuhud, istilah tersebut memiliki makna yang sama

dengan al-bayyinah. 89

Seperti yang kita ketahui bahwa dalam pandangan Islam perbuatan

korupsi adalah haram karena bertentangan dengan maqashid al-syariah

(tujuan hukum islam). Metode pembuktian terbalik merupakan upaya

pemerintah Indonesia dan Malaysia untuk mengembalikan keuangan

Negara yang ditimbulkan oleh perbuatan korupsi dari tangan-tangan

88

Wawan Prasetyo, Metode Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana Korupsi,

Ad daulah: Jurnal hukum dan Perundangan Islam, 5, 2, (Oktober 2015), h. 481. 89

Yusuf, Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik Untuk Kasus Korupsi Kajian

Antara Hukum Positif dan Hukum Islam, Jurnal Episteme, 8, 1 (Juni, 2013), h. 219

Page 59: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

49

yang kotor. Para ulama menyimpulkan bahwa tujuan syariat Islam

(maqashid al-syariah) adalah dengan mewujudkan kemaslahatan umat

di dunia dan akhirat yang berarti bahwa peraturan syariat ditetapkan

dan diberlakukan untuk kepentingan hamba-Nya. Maka dari itu, dalam

menentukan hukum dampak baik ataupun buruk dari segala sesuatu

menjadi bahan pertimbangan.90

Sehingga dalam hukum pidana islam khususnya mekanisme

pembuktian menggunakan metode pembalikan beban pembuktian atau

dikenal dengan pembuktian terbalik yang merupakan hal baru dalam

teori pembuktian terbalik. 91

Sebagai contoh peristiwa dalam Islam

yang disamakan dengan metode penerapan pembuktian terbalik atau

pembalikan beban pembuktian ini terjadi pada kisah Nabi Yusuf a.s,

dalam alqur‟an dan Hadis.92

Dalam Alqur‟an Surah Yusuf ayat 24-29 merupakan kisah Nabi

Yusuf as. yang dituduh melakukan asusila terhadap majikannya

(zulaikha). Berikut bunyi Q.S Yusuf ayat 24-29:93

وء والفحشاء إنه من ت به وهم بها لولا أن رأى ب رهان ربه كذلك لنصرف عنه الس ولقد هم

ت قميصه من دبر وألفيا سيدها لدى الباب قالت (24)عبادنا المخلصين واستب قا الباب وقد

قال هي راودتني عن ن فسي (25)ما جزاء من أراد بأهلك سوءا إلا أن يسجن أو عذاب أليم

وإن كان (26)وشهد شاهد من أهلها إن كان قميصه قد من ق بل فصدقت وهو من الكاذبين

ا رأى قميصه قد من دبر قال إنه (27)قميصه قد من دبر فكذبت وهو من الصادقين ف لم

90

Bambang Widjoyanto, Abdul Malik Gismar, Laude M. Syarif, korutor itu

kafir (Telaah Fiqh Korupsi dalam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU)), (Jakarta:

Mizan Publika, 2010), h. 97 91

Muhammad Tahmid Nur, Kapria Tri Gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia, (Palopo: Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018, cet pertama), h. 126 92

Muhammad Tahmid Nur, Kapria Tri Gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum Pidana Islam dan Hukum

Pidana Indonesia, (Palopo: Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018, cet pertama), h. 120 93

Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT Hati Emas,

2007)

Page 60: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

50

يوسف أعرض عن هذا واست غفري لذنبك إنك كنت من (28)من كيدكن إن كيدكن عظيم

(29)الخاطئين

Artinya:

“Dia (Yusuf) berkata, “Dia yang menggodaku dan merayu diriku.”

Seorang saksi dari keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, “jika

baju gamisnya koyak di bagian depan, maka perempuan itu benar, dan dia

(Yusuf) termasuk orang yang dusta. Dan jika baju gamisnya koyak di

bagian belakang, maka perempuan itulah yang dusta, dan dia (Yusuf)

termasuk orang yang benar.” Maka ketika dia (suami perempuan itu)

melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia berkata,

“sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar hebat.”

Wahai Yusuf! “Lupakanlah ini, dan (istriku) mohonlah ampunan atas

dosamu, karena engkau termasuk orang yang bersalah.” (Q.S Yusuf [12]:

26-29)

Ada tiga masalah yang dibahas dari ayat ini, yaitu:94

1. Para ulama mengatakan bahwa, “Ketika wanita itu membebaskan dirinya,

dan tidak benar-benar mencintainya-karena di antara tanda cinta adalah

mendahulukan orang yang dicintainya-, yusuf berkata

„Dia menggodaku untuk menundukkan diriku (kepadanya), Nabi Yusuf as.,

telah berkata dengan benar ketika menghadapi kebohongan wanita itu

kepadanya.

Menurut Nauf Asy-Syami dan yang lain mengatakan, “Seolah-olah Yusuf

AS tidak mau membuka tabir masalah, sehingga ketika perempuan itu

membangkang, Yusuf AS marah dan berkata benar.”

94

Syaikh Imam Al-Qurtubi, Terjemahan Tafsir Al-Qurtubi, (Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009), Jilid 9, h. 388-391

Page 61: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

51

2. Dalam Firman Allah SWT, “Dan seorang saksi dari

keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya,” karena dari kedua pihak

ketika bertentangan, raja itu berpendapat dengan seorang saksi untuk

mengetahui yang jujur dan yang dusta. Kemudian, seseorang dari

keluarganya bersaksi, yaitu dengan mengangkat hakim dari pihak keluarga

perempuan, karena dengan mengangkat hakim dari dirinya sendirinya

tidak termasuk sebagai suatu kesaksian. Sehingga, terkait dengan masalah

saksi, ada empat pendapat yang berkembang.

3. Dari keempat pendapat saksi yang berkembang, dan jika saksi itu anak

bayi, maka tidak ada sumber untuk mengamalkan tanda itu. Namun,

apabila seorang laki-laki, maka benar jika dijadikan hujjah dalam

keputusan itu dengan adanya tanda pada barang temuan. Seperti kasus para

maling yang dikemukakan oleh Imam Malik, apabila ada seseorang yang

membawa barang yang dibawanya, kemudian ada sekelompok orang dan

mengaku bahwa pemiliknya datang, sementara mereka tidak memberikan

bukti, maka pihak yang berwenang (hakim) menunggu mereka

(pemiliknya yang akan datang). Tetapi, apabila tidak ada lagi selain

mereka yang mengaku bahwa itu barang miliknya, maka barang itu

diserahkan kepada mereka.

Suatu pelajaran yang bisa kita petik pada Kisah Nabi Yusuf as.,

bahwa meskipun hanya satu orang saksi yang memberikan suatu

keterangan dalam peristiwa hukum tersebut dapat diterima oleh pihak yang

bersengketa, hal ini disebabkan karena adanya alat bukti petunjuk (qarinah)

seperti terbuktinya pakaian Nabi Yusuf as., yang koyak pada bagian

belakang, sehingga bisa meyakinkan para pihak. Jika dikaitkan dengan

Pasal 185 ayat 2 KUHAP95

yang menyatakan bahwa keterangan satu saksi

saja tidak cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah, maka satu orang

95

Lihat Pasal 185 ayat 2 KUHAP berbunyi: “Keterangan seorang saksi saja

tidak cukup untuk membuktikan bahwa Terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang

didakwakan kepadanya.”

Page 62: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

52

saksi tidak bisa diterima sebagai alat bukti, namun mengingat keterangan

itu didukung oleh alat bukti lainnya yang sah, maka satu orang saksi itu

bisa diterima. Jadi, pembuktian dalam peristiwa hukum tersebut

menyatakan bahwa alat bukti digunakan oleh pihak yang tergugat untuk

membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi

sebagaimana yang ada dalam surat dakwaan. Sedangkan pihak yang

menuduh tidak melakukan upaya pembuktian, sehingga pembuktian yang

dilakukan oleh pihak tertuduh dapat meyakinkan pihak lain. Hal ini

menganut teori negatif menurut undang-undang (negatief wettelijke

overtuiging) bahwa pembuktian harus berdasarkan undang-undang dan

keyakinan hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti.

Selain itu, hadis juga memandang konsep pembuktian terbalik.

Ketentuan ini berdasarkan pada hadis yang berbunyi:

حد ثني أب و الطا هر أحد بن عمر و بن سرح أخب رنا ابن وهب عن ابن جريج عن ابن أب مليكة

عن ابن عباس أن النب صلى الله عليه و سلم قال لو ي عطى الناس بدعواهم لادعى ناس دماء رجال

عى عليه وأموالم ولكن اليمي على المد

4445. Abu Ath-Thahir Ahmad bin Amr bin Sarh telah

memberitahukan kepada kepadaku, dan Ibnu Wahb telah mengabarkan

kepada kami dari Ibnu Juraij dari Ibnu Abi Mulaikah dari Ibnu Abbas

bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “seandainya

manusia diberikan atas tuntutannya, tentu manusia (dengan mudah) akan

menggugat darah dan harta benda orang lain, akan tetapi orang yang

digugat (terdakwa) haruslah (menolak) dengan sumpah.” (HR. Muslim)

Imam al-Nawawi menjelaskan dalam syarahnya, menurutnya hadis

ini merupakan kaidah dasar dari beberapa kaidah yang penting dalam

syariat. Yang didalamnya terdapat nasehat bahwa tidak bisa diterima

dakwaan/gugatan seseorang, tanpa disertai dengan bukti-bukti atau

pengakuan terdakwa. Karena itu memang sudah ketentuan dasarnya, agar

Page 63: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

53

orang tidak semena-mena menggugat/mendakwa harta dan darah orang

lain. 96

Hadis tersebut dilatarbelakangi oleh kejadian Ibnu Abi Mulaykah

menerima hadist dari Ibnu Abbas ketika ia melaporkan suatu peristiwa,

yaitu dua orang wanita yang sedang melakukan menjahit pakaian (kulit)

dengan alat pelubang di sebuah rumah. Salah satu wanita itu tertusuk alat

pelubang sampai berdarah. Kemudian ia keluar dan mengadu kepada Ibnu

Abi Mulaykah bahwa ia tertusuk alat pelubang yang disebabkan oleh

temannya. Tapi, wanita itu tidak memberikan bukti atau saksi. Sehingga,

Ibnu Abi Mulaykah mengadukan peristiwa tersebut kepada Ibnu Abbas.

Kemudian Ibnu Abbas mengucapkan Hadis Nabi Saw tersebut. 97

Penjelasan hadis diatas sangatlah jelas bahwa pernyataan manusia

tidak bisa diterima begitu saja, tanpa disertai dengan bukti/saksi. Beliau

Rasullullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengemukakan hikmah

daripada pelarangan yang hanya sekedar mengklaim, karena jika

mencukupkan dengan yang demikian manusia akan terus menggugat darah

dan harta orang lain, sehingga terdakwa akan tidak bisa melindungi harta

karena telah dihalalkan, sedangkan si penggugat bisa melindungi harta

bendanya dengan bukti.98

Selain itu, konteks hadis tersebut memberikan

perlindungan hak-hak bagi terdakwa. Salah satu bentuk perlindungan hak

asasi manusia adalah penuntut umum wajib memberikan bukti-bukti dalam

dakwaannya. Meskipun bukti-bukti tersebut masih perlu untuk diperiksa

kebenarannya dan dikonfirmasi dalam persidangan kepada terdakwa. 99

96

Imam Al-Nawawi, Terjemahan Syarah Shahih Muslim,(Jakarta: Darus Sunnah,

2012), Jilid 8, hadist nomor 4445, h. 452-453 97

Abdulahanaa, Penerapan asas pembuktian terbalik terhadap kasus pidana

korupsi dalam perspektif hukum islam. Jurnal Kajian Hukum Islam Al manahij, VII, 02,

(Juli 2013), h. 300 98

Imam Al-Nawawi, Terjemahan Syarah Shahih Muslim, (Jakarta: Darus

Sunnah, 2012), Jilid 8, hadist nomor 4445, h 452-453 99

Abdulahanaa, Penerapan asas pembuktian terbalik terhadap kasus pidana

korupsi dalam perspektif hukum islam. Jurnal Kajian Hukum Islam Al manahij, VII, 02,

(Juli 2013), h. 300

Page 64: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

54

Ketentuan pembuktian dalam hukum islam mengalami

perkembangan. Dimana perkembangan pertama menyebutkan bahwa

beban pembuktian berada pada pihak pendakwa/penggugat, setelah

mengalami perkembangan disebutkan bahwa beban pembuktian berada

pada kedua belah pihak secara berimbang. Dengan adanya perkembangan

beban pembuktian dalam hukum islam, juga menganut teori bebas.

Menurut teori ini telah dijelaskan sebagaimana dalam penjelasan umum,

serta berwujud dalam pasal 37 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

bahwa tergugat mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak

melakukan tindak pidana korupsi, sedangkan penuntut umum tetap

berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya.

Menurut Mazhab Syafi‟i yang dikutip oleh Analiansyah bahwa

beban pembuktian terbalik terbatas dan berimbang merupakan

pengecualian dari sebelumnya yaitu beban pembuktian yang terletak pada

pendakwa/penggugat. Dalil yang menguatkan ketentuan itu adalah hadis

Jabir yang menerangkan bahwa ada dua orang laki-laki yang sedang

bersengketa dihadapan Nabi Saw mengenai binatang ternaknya, yaitu unta.

Sehingga masing-masing dari keduanya menyampaikan alat bukti saksi

bahwa binatang ternak itu merupakan miliknya dengan memeliharanya,

kemudian Rasul memutuskan untuk orang yang mana hewan tersebut ada

ditangannya.

Sebagai alat bukti pernyataan diatas adalah penguasaan unta yang

merupakan sebagai alat bukti kepemilikan karena penggugat tidak

memberikan alat bukti yang lebih meyakinkan, sehingga Nabi Saw

mengalahkan penggugat. Peristiwa ini dijadikan oleh Mazhab Syafi‟i

sebagai bentuk pengecualian dari hadis yang berbunyi “bukti atas mudda‟i

dan sumpah atas mudda‟a „alaihi”.

Page 65: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

55

BAB IV

IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS

KORUPSI DI NEGARA INDONESIA DAN MALAYSIA

A. Konsep Pembuktian Terbalik Pada Kasus Korupsi di Negara

Indonesia dan Malaysia

Konsep pembuktian terbalik Indonesia dan Malaysia menggunakan

konsep yang berbeda. Indonesia dan Malaysia sebagai salah satu negara

yang menerapkan sistem pembuktian terbalik dalam delik korupsi.

Sebagaimana penjelasan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, disebutkan bahwa

Indonesia menerapkan konsep pembuktian terbalik terbatas dan berimbang,

sedangkan Malaysia menggunakan konsep pembuktian terbalik murni.

Pembuktian terbalik terbatas dan berimbang yaitu terdakwa diberi hak

untuk membuktikan bahwa dirinya tidak melakukan tindak pidana korupsi,

dan wajib memberi keterangan terkait harta kekayaan yang diduga

berkaitan dengan dirinya, serta penuntut umum tetap diwajibkan untuk

membuktikan dakwaannnya.

Kata-kata bersifat “terbatas” memiliki makna yang terbatas dalam

persidangan. Pada persidangan di pengadilan yang seharusnya jaksa

penuntut umum yang membuktikan dakwaannya. Namun, pada kasus

korupsi ini berbeda beban pembuktian terletak pada terdakwa dan jaksa

penuntut umum. Sehingga antara terdakwa dan jaksa saling membuktikan

di sidang pengadilan.

Sedangkan kata “berimbang” diartikan bahwa seorang terdakwa yang

melakukan korupsi harus membuktikan bahwa harta benda yang

dimilikinya bukan hasil dari tindak pidana korupsi, misalnya si A

melakukan korupsi yang memiliki sebuah mobil namun si A menyatakan

bahwa mobil tersebut bukan hasil dari korupsi, melainkan hasil dari

warisan orang tuanya. Dalam hal ini si A bisa membuktikan bahwa harta

yang dimilikinya bukan hasil dari korupsi dengan dibuktikannya input

Page 66: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

56

terdakwa sudah terbukti bahwa terdakwa tidak melakukan korupsi. Namun,

dalam suatu proses persidangan yang berhak atau diwajibkan untuk

membuktikan dakwaannya adalah Jaksa Penuntut Umum. Sehingga kata

“berimbang” diartikan juga sebagai Jaksa Penuntut Umum dan Terdakwa

saling membuktikan. Apabila Jaksa Penuntut Umum membuktikan

perbuatannya/dakwaannya, sedangkan terdakwa membuktikan asal-usul

harta yang berkaitan dengannya. Jadi, seperti inilah sifat terbatas dan

berimbang.

Pembuktian terbalik terbatas (murni) yang diberlakukan di Malaysia

diatur dalam Anti Corruption Act yang dijelaskan bahwa pembuktian

terbalik yang bersifat murni yaitu suatu pembuktian terbalik yang tidak

hanya diberlakukan kepada terdakwa korupsi, melainkan diterapkan

kepada seluruh pejabat negara. Sehingga apabila pejabat negara bisa

membuktikan harta yang dimilikinya bukan hasil dari tindak pidana. Maka,

harta yang tidak bisa dibuktikan oleh pejabat negara itu termasuk dalam

korupsi. Hal ini belum diterapkan di Indonesia. Seperti yang dijelaskan

sebelumnya Indonesia hanya menerapkan pada terdakwa korupsi dan

Tindak Pidana Pencucian Uang saja.

Malaysia memberlakukan asas pembuktian terbalik mulai tahun 1961

dengan mengikuti asas praduga berbuat korupsi (presumption of

corruption), artinya seseorang yang dituduh melakukan korupsi, sejak

awal sudah dianggap bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Sehingga,

dengan asas tersebut, terdakwa/tersangkalah yang memikul beban

pembuktian serta harus membuktikan terkait apa yang didakwakan

kepadanya bahwa dakwaan tersebut tidak benar. Di negara Malaysia jika

seseorang yang didakwa melakukan korupsi, dan ia tidak dapat

membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka hakim menyatakan bersalah

tanpa jaksa penuntut umum melakukan lagi pembuktian untuk kebenaran

terdakwa.

Page 67: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

57

Tabel 1. Konsep pembuktian terbalik

No. Negara Objek Pasal Beban

Pembuktian

1. Indonesia

Gratifikasi (Rp

10.000.000,-

atau lebih)

Pasal 12B

ayat (1)

huruf a

Sistem terbalik

murni

Harta benda

yang sudah

didakwakan

Pasal 37 A

Pembuktian

terbalik

terbatas/berimbang

atau sistem

pembuktian semi

terbalik

Harta benda

yang belum

didakwakan

Pasal 38 B

Sistem terbalik

murni

2

2. Malaysia

Gratifikasi &

suap

Pasal 42

ayat (1) dan

ayat (2)

Pembuktian

terbalik murni

Berdasarkan tabel diatas, ditemukan perbedaan terkait konsep

pembuktian terbalik di negara Indonesia dan Malaysia:

Pertama, Indonesia menerapkan pembuktian terbalik pada kasus

suap menerima gratifikasi, harta yang sudah didakwakan, dan harta yang

belum didakwakan. Sedangkan Malaysia hanya menerapkan sistem

pembuktian terbalik pada kasus suap menerima gratifikasi saja. Jika dilihat

indonesia mengatur lebih kompleks dibandingkan dengan Malaysia.

Kedua, Indonesia menerapkan pembuktian terbalik dalam kasus

suap menerima gratifikasi diatur dalam pasal 12B ayat (1) huruf a, kasus

harta yang sudah didakwakan diatur dalam Pasal 37 A, dan kasus harta

Page 68: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

58

benda yang belum didakwakan diatur dalam pasal 38 B. Sedangkan kasus

gratifikasi di Malaysia diatur dalam pasal 42 ayat (1) dan ayat (2).

Ketiga, Indonesia menerapkan objek pembuktian untuk kasus

gratifikasi (Rp 10.000.000,- atau lebih) dengan menggunakan sistem

terbalik murni. Sistem terbalik murni merupakan sistem beban pembuktian

yang sepenuhnya berada dipihak terdakwa, untuk membuktikan bahwa ia

tidak melakukan korupsi, penuntut umum disini hanya perlu membuktikan

bahwa terdakwa merupakan penyelenggara negara dan ada gratifikasi yang

diterima oleh penyelenggara negara/ pegawai negeri tersebut. Kemudian,

untuk kasus harta benda yang sudah didakwakan merupakan beban

pembuktian terbatas dan berimbang, yaitu antara penuntut umum dan

terdakwa/penasihat hukum sama-sama saling membuktikan, penuntut

umum tetap berkewajiban untuk membuktikan pidana pokoknya,

sedangkan terdakwa membuktikan asal-usul harta benda terhadap apa

yang didakwakan oleh penuntut umum. Lalu, untuk kasus harta benda

yang belum didakwakan oleh penuntut umum menggunakan sistem semi

terbalik. Sistem semi terbalik yaitu pada saat proses persidangan penuntut

umum memiliki fakta baru terhadap kekayaan terdakwa dan penuntut

umum berkeyakinan terhadap harta kekayaan yang dimiliki terdakwa

berasal dari perbuatan korupsi, maka penuntut umum menuntut untuk

dijatuhkan pidana perampasan harta benda terdakwa dalam surat

tuntutannya. Karena adanya surat tuntutan penuntut umum, maka hakim

perlu membuka sidang pembuktian secara khusus (Pasal 38 B ayat 5).

Apabila hakim membuka persidangan kembali, maka terdakwa harus

membuktikan bahwa harta benda yang dimilikinya bukan berasal dari

tindak pidana korupsi. Tetapi, apabila terdakwa tidak dapat membuktikan

terkait harta benda yang dimilikinya bukan berasal dari tindak pidana

korupsi, maka harta benda tersebut dianggap diperoleh dari perbuatan

korupsi, dan hakim berwenang untuk memutuskan seluruh atau sebagian

harta benda yang dimiliki terdakwa tersebut dirampas untuk negara (Pasal

Page 69: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

59

38 B ayat 2). Berbeda dengan Malaysia pada kasus gratifikasi yang

berkaitan dengan suap menggunakan sistem pembuktian terbalik murni,

yaitu terdakwa/tersangkalah yang memikul beban pembuktian, apabila ia

tidak dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah, maka hakim

menyatakan bersalah tanpa jaksa penuntut umum melakukan lagi

pembuktian untuk kebenaran terdakwa.

Pembuktian terbalik merupakan sarana sebagai untuk meminimalisasi

kasus korupsi. Karena sifatnya dalam tindak pidana korupsi dan tindak

pidana pencucian uang bersifat follow the money (mengejar uang yang

dicuri). Sehingga uang yang dicuri oleh para koruptor tersebut dikejar

dengan menggunakan sistem pembuktian terbalik. Dimunculkannya

pembuktian terbalik untuk mendukung adanya pembuktian, sehingga

dalam pembuktian kasus korupsi yang bersifat extra ordinary crime tidak

terlalu sulit. Selain itu, dalam menegakkan hukum korupsi itu harus

menggunakan extra ordinary enforcement (menggunakan penegakkan

hukum yang super) maka dimunculkanlah pembuktian terbalik yang

bersifat terbatas dan berimbang yang diterapkan di Indonesia dan bersifat

murni yang diterapkan di Malaysia.

Dalam hal itu Indonesia telah mengikuti United Nations Convention

Against Corruption (UNCAC) dijelaskan dalam Pasal 31 ayat (8) UNCAC

mengenai pembuktian bahwa Negara dapat mempertimbangkan untuk

mewajibkan pelaku korupsi untuk menunjukan terkait asal-usul dari apa

yang diduga sebagai hasil tindak pidana atau kekayaan lain yang dapat

dirampas, sepanjang kewajiban tersebut sesuai dasar hukum dan proses

pengadilan.100

Perbedaan konsep pembuktian terbalik Indonesia dan Malaysia

merupakan permasalahan yang penulis kaji dalam penelitian ini.

100

Pasal 31 ayat (8) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

Tahun 2003 berbunyi: States parties my consider the possibility of requiring that an

offender demonstrate the lawful origin of such alleged proceeds of crime or other

property liable to confiscation, to the extent that such a requirement is consistent with the

fundamental principles of their domestic law and with the nature of judicial and other

proceedings.

Page 70: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

60

Pembuktian terbalik terbatas dan berimbang dimana pembuktian terletak

pada kedua pihak antara jaksa penuntut umum dan terdakwa merupakan

konsep yang sudah sedemikian rupa dirancang oleh pemerintah Indonesia

dalam mengatasi kasus korupsi. Begitupun Malaysia yang menggunakan

konsep pembuktian terbalik murni.

Selain itu, perbedaan konsep pembuktian terbalik Indonesia dan

Malaysia yang diterapkan kepada penyelenggara negara dan terdakwa

kasus korupsi menjadi pembahasan yang penulis kaji. Seperti yang sudah

dijelaskan sebelumnya bahwa Indonesia menerapkan pembuktian terbalik

kepada terdakwa kasus korupsi saja, sedangkan Malaysia menerapkan

pembuktian terbalik tidak hanya kepada terdakwa korupsi melainkan

diterapkan juga kepada penyelenggara negara yang tercantum dalam Anti

Corruption Act . Sebagai contoh apabila ada seorang pejabat negara yang

menghasilkan gaji 3juta/bulan dalam 1 tahun ia mendapatkan total gaji

36juta. Tapi dia memiliki totalan harta kekayaan yang dimilikinya pada

saat pelaporan kekayaan dengan total 50juta. Maka, total 14juta tersebut

perlu dipertanyakan karena pendapatan yang dihasilkan pejabat negara

tersebut tidak sesuai dengan harta yang dimilikinya. Jadi, apabila di

Malaysia pejabat negara harus membuktikan terkait harta yang dimilikinya

bahwa itu bukan hasil dari korupsi.

Menurut penulis, alangkah lebih bagus apabila Indonesia menerapkan

konsep pembuktian terbalik yang diterapkan kepada pejabat negara dan

terdakwa korupsi. Karena hal itu sudah sangat jelas meminimalisasi kasus

korupsi di Malaysia.

Namun, setiap negara memiliki sistem dan cara mengatasi kasus

korupsi yang berbeda-beda sesuai dengan peraturan perundang-undangan

yang berlaku di Negaranya. Begitupun dengan konsep pembuktian terbalik

Indonesia dan Malaysia. Menurut penulis, konsep pembuktian di Indonesia

sudah sangat relevan sesuai dengan fakta bahwa Indonesia merupakan

negara yang korup dan sangat sulit dimasa sekarang untuk menangani

kasus korupsi terlebih dengan kecanggihan teknologi dan modus operandi

Page 71: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

61

yang sudah sangat beragam dan sulit diberantas. Dengan adanya

pembuktian terbalik merupakan suatu usaha pemerintah dalam

meminimalisir laju korupsi, dan semua berharap dengan adanya sistem

pembuktian terbalik bisa mengurangi kasus korupsi. Namun, konsep

pembuktian terbalik yang diterapkan Indonesia dan Malaysia berbeda.

Menurut penulis, pembuktian terbalik Indonesia dan Malaysia tidak

bisa di samakan. Indonesia tidak bisa menerapkan sistem pembuktian

terbalik murni seperti di Malaysia karena melanggar Hak Asasi Manusia

(HAM). Indonesia memiliki Undang-undang Hak Asasi Manusia yang

diatur dalam Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999. Begitupun dengan

Malaysia yang memiliki Undang-undang Hak Asasi Manusia yang diatur

dalam UUD Malaysia (Perlembagaan Persekutuan) namun kedua konsep

Undang-undang Hak Asasi Manusia antara Indonesia dan Malaysia

berbeda. Selain itu, pemahaman dan pemberlakuan HAM disesuaikan

dengan kondisi budaya dan masyarakat negara tersebut.

Sebagaimana pendapat Prof Oemar Seno Adji, SH yang dikutip oleh

Jawade Hafiz bahwa pembuktian terbalik absolute (murni) “reversal of

burden proof” akan menimbulkan potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia,

khususnya pelanggaran asas praduga tak bersalah dan “non self-

incrimination”, sehingga Indonesia hanya menerapkan pembuktian

terbalik terbatas dan berimbang “shifting of burden proof” untuk

memberikan kesempatan terdakwa untuk membuktikan bahwa ia tidak

bersalah atas apa yang didakwakan oleh penuntut umum.

Perbedaan UU hak asasi manusia Indoesia dan Malaysia menurut

Arifin Hidayat, dalam UU HAM di Indonesia hak-hak warga negara

dijamin serta diyakini seimbang dengan kewajibannya, sedangkan

Malaysia dimaknai dengan kebebasan asasi (fundamental liberties) yang

bisa diubah oleh parlemen sebagai suatu perwujudan dari keinginan rakyat

sepanjang tidak bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.

Pembuktian terbalik murni Malaysia yang tidak bisa diterapkan di

Indonesia ini terletak pada pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.

Page 72: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

62

Hal ini tidak bisa diimplementasikan karena bertentangan dengan HAM

dalam Pasal 18 ayat (1) UU Hak Asasi Manusia bahwa setiap orang

berhak tidak dianggap bersalah sampai dibuktikan kesalahannya. 101

Selain

itu, ketika terdakwa tidak bisa membuktikan sebaliknya atas apa yang

didakwakan jaksa penuntut umum, maka hakim akan menyatakan bersalah

tanpa jaksa penuntut umum melakukan pembuktian lagi. Hal inilah yang

rentan akan menimbulkan kesewenang-wenangan penegak hukum.

Berbeda dengan di Indonesia dimana pembuktian terletak pada kedua

belah pihak yang sama-sama saling membuktikan.

Sebagaimana Pasal 37 ayat (1) dimaknai bahwa terdakwa wajib

membuktikan sebaliknya tentang tuduhan tindak pidana korupsi terhadap

apa yang didakwakan kepadanya. Selanjutnya dipertegas lagi dalam Pasal

37 ayat (2) pada intinya jika berdasarkan pada keterangan yang akhirnya

terdakwa membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi,

maka dalam hal pembuktian itu akan digunakan oleh pengadilan sebagai

dasar bahwa dakwaan jaksa tidak terbukti. Secara hukum, pengadilan akan

mengeluarkan putusan bahwa terdakwa bebas dari segala tuduhan.

Namun, pernyataan diatas tidak sepenuhnya benar. Sebab, keterangan

tentang seluruh harta bendanya dan harta benda istri atau suami, dan harta

benda setiap orang atau korporasi yang diduga mempunyai hubungan

dengan perkara yang didakwakan. Secara yuridis tidak menghapuskan

kewajiban bagi jaksa untuk membuktikan dakwaannya. Sekalipun

terdakwa dapat memberikan keterangan terkait harta kekayaan hasil yang

sah (tidak melakukan tindak pidana korupsi).

Pada saat penyidikan kasus korupsi apabila terdakwa/tersangka dapat

membuktikan secara sah kepada penyidik terkait asal-usul harta kekayaan

yang berkaitan dengannya, maka berkas perkara tersebut tetap akan

dikirim kepada jaksa penuntut umum untuk dibuktikan di pengadilan.

Kemudian, jika memang terdakwa tidak bisa membuktikannya, maka

101

Lihat Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak

Asasi Manusia

Page 73: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

63

penerusan berkas perkara ke pengadilan tentu hal yang sangat wajar dan

memang sudah seharusnya.102

Kemudian, apabila di persidangan pengadilan terdakwa masih tidak

mampu untuk membuktikan terkait harta kekayaan yang berkaitan

dengannya, maka hal ini tidak bisa secara langsung mengklaim bahwa ia

dijatuhi pidana korupsi. Karena dengan ketidakmampuan

terdakwa/tersangka dalam pembuktian oleh pengadilan hanya digunakan

sebagai memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa ia melakukan tindak

pidana korupsi. Hal ini bukan dijadikan sebagai satu-satunya alat bukti

yang bersifat otomatis untuk mempidana seseorang. Sebagaimana

pendapat Hamzah Hasan, Hakim tidak lagi semata-mata menilai seseorang

hanya berdasarkan pada norma hukum materil dan keyakinannya,

melainkan juga harus mendengarkan keterangan terdakwa yang berisi

pengakuan mengenai apa yang dialami dan diketahuinya pada saat

kejadian.

Menurut Lilik Mulyadi pakar hukum Indonesia, meskipun penerapan

pembalikan beban pembuktian beralih menjadi beban pembuktian dari

jaksa penuntut umum kepada terdakwa seperti yang diterapkan Malaysia

dilarang terhadap kesalahan orang/perbuatan orang terhadap delik korupsi.

Akan tetapi, jika ditelaah secara normatif diperbolehkan untuk kasus

tertentu seperti gratifikasi delik penyuapan dan delik perampasan harta

kekayaan orang yang melakukan korupsi.

B. Efektifitas Pembuktian Terbalik Pada Kasus Korupsi di Negara

Indonesia dan Malaysia

Pembuktian terbalik membantu meminimalisasi kasus korupsi dalam

hal pembuktian yang dikatakan cukup sulit. Hal ini dibuktikan dengan

beberapa contoh kasus korupsi di Indonesia dan Malaysia yang telah

mengimplementasikan pembuktian terbalik dalam hal pembuktian.

102

M. Abdul, Kholiq, Asas Pembuktian Terbalik Dalam Penyelesaian Kasus

Kejahatan Korupsi, jurnal hukum, 09, 20, (Juni, 2002), h . 61-62

Page 74: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

64

Kejahatan korupsi menimbulkan kerugian besar bagi setiap negara.

Dengan didirikannya Corruption Perceptions Index (CPI) pada tahun 1995,

produk penelitian unggulan Transparency International telah menjadi

indikator global utama korupsi sektor publik. Indeks ini menawarkan

gambaran tahunan tentang tingkat korupsi relatif berdasarkan peringkat

negara dan wilayah dari seluruh dunia. Selain itu, Global Corruption

Barometer merupakan satu-satunya survei opini publik dunia tentang

korupsi dan praktik suap yang telah debut pada tahun 2003. Barometer

korupsi global telah mensurvei pengalaman orang-orang biasa dalam

menghadapi korupsi di seluruh dunia, dan ditanyai tentang pandangan

serta pengalaman mereka tentang korupsi. 103

Berikut ini merupakan tabel Skor Corruption Perceptions Index (CPI)

di Negara ASEAN:104

Tabel 2. Skor dan Rank Corruption Perceptions Index (CPI) di Negara

ASEAN Tahun 2020.

N Negara Skor Rank

1 Singapura 85 3

2 Brunei Darussalam 60 35

3 Malaysia 51 57

4 Timor Leste 41 86

5 Indonesia 37 102

6 Vietnam 36 104

7 Thailand 36 104

8 Philiphina 34 115

9 Laos 29 134

1 Myanmar 28 137

Sumber: transparency.org

103

Https://ti.or.id/global-corruption-barometer-2020-indonesia/, diakses pada

tanggal 03 Juli 2021. 104

Https://www.transparency.org/en/countries, diakses pada tanggal 03 Juli 2021.

Page 75: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

65

Pada tabel 2 menunjukan betapa korupnya negara Indonesi. Sebuah

negara diberi skor pada skala “0” (sangat korup) hingga 100 (bersih dari

korupsi), kemudian diberi peringkat sesuai dengan skor yang negara

tersebut peroleh. Pada tahun 2020 dapat kita lihat negara Singapura berada

diposisi pertama negara ASEAN dan mendapat ranking ke 3 dengan skor

85 dari 180 negara yang survei. Sedangkan Malaysia berada di posisi ke 3

dengan Ranking 57/180 dan skor 51/100, lalu indonesia berada diposisi ke

5 dengan Ranking 102/180 dan skor 37/100. Sayangnya, situasi tidak

menguntungkan Indonesia karena skornya menurun. Corruption

Perception Index (CPI) menyatakan bahwa indonesia menurun 3 point

dibandingkan dengan tahun 2019. Pada tahun 2019 indonesia

mendapatkan skor 40/100 dengan ranking 85/180. Sedangkan, Malaysia

menurun 2 Point pada tahun 2019 yakni dengan skor 53/100 dan rangking

51/180. Namun, jika dibandingkan dengan Malaysia, indonesia masih

kalah jauh. Tidak salah jika memang indonesia disebut sebagai negara

terkorup.

Indonesia menerapkan pembuktian terbalik pada beberapa kasus

korupsi yang terjadi di Indonesia. Salah satu contoh kasus yang terjadi di

Indonesia menjerat Dhana Widyatmika yang merupakan seorang mantan

pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terlibat kasus korupsi dan

pencucian uang. Tim tindak pidana khusus Kejaksaan Agung menerapkan

metode pembuktian terbalik. Pihak Dhana membantah bahwa harta

kekayaannya bukan hasil dari korupsi, melainkan hasil dari orangtuanya

yang kemudian ia kembangkan dalam bisnis.105

Jaksa penuntut umum

telah mengajukan alat bukti dengan adanya uang Rp 2 Miliar yang

merupakan dari pengiriman Rp 3,4 miliar hasil dari menerima gratifikasi

yang berkaitan dengan posisinya sebagai pegawai Ditjen Pajak. Namun

dalam pembuktian Dhani tidak dapat membuktikan asal-usul uang Rp 2

Miliar bahwa uang tersebut diperoleh secara sah. Hal ini sesuai dengan

105

Https://news.detik.com, Ngaku hartanya bersih, Dhana siap lakukan

pembuktian terbalik, Berita: 5 Maret 2012, diakses pada tanggal 21 Agustus 2021.

Page 76: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

66

ketentuan Pasal 37 A ayat (1) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa terdakwa wajib

membuktikan harta benda yang didakwakan, karena terdakwa Dhani tidak

dapat membuktikan asal-usul uang Rp 2 Miliar yang diperoleh secara sah,

sehingga pembuktian digunakan sebagai memperkuat alat bukti yang ada

sehingga terdakwa Dhani Widyatmika dianggap melakukan tindak pidan

korupsi. Pada proses persidangan Dhana Widyatmika menggunakan

metode pembuktian terbalik terbatas dan berimbang.

Menurut Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Dhana

telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi atas kasus menerima

gratifikasi, melakukan pemerasan dan pencucian uang. Sehingga hakim

dalam putusannya menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara dan denda

Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan.106

Selama diberlakukan dan diundangkannya pembuktian terbalik telah

membantu hakim dalam menjatuhkan putusan yang berdampak positif.

Selain itu, salah satu pendukung efektivitas penerapan pembuktian yakni

dengan terdakwa melaporkan harta kekayaan yang dimilikinya secara

berkala. Karena, salah satu alasan diberlakukannya pembuktian terbalik

adalah kesulitannya mendeteksi harta negara yang telah menjadi

kepemilikan pribadi. Sehingga negara memerlukan instrument hukum

yang kuat untuk mendapatkan kembali kekayaan tersebut.

Pada tahun 2020 tercatat Kepatuhan Laporan Harta Kekayaan

Penyelenggara Negara (LHKPN) menunjukan peningkatan sebesar 3,29%

dari tahun sebelumnya yang 93% menjadi 96,3%.107

Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara merupakan wujud transparansi dan

integritas yang dijungjung tinggi untuk meningkatkan kepatuhan

penyelenggara dalam pelaporan harta kekayaannya. Mengenai kewajiban

106

Https://nasional.kompas.com, Dhani WIdyatmika divonis tujuh tahun penjara,

Berita: 09 November 2012, diakses pada tanggal 21 Agustus 2021. 107

Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK Tahun 2020, Tanpa Tatap Muka

Laporan Tahun 2020, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2020), h. 44.

Page 77: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

67

penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaannya diatur

dalam:108

1. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara

Negara Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan

Nepotisme;

2. Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

3. Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor 07 Tahun 2016

tentang Tata Cara Pendaftaran, Pengumuman, dan Pemeriksaan

Harta Kekayaan Penyelenggara Negara;

4. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan kedua

atas Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dengan adanya sistem pembuktian terbalik Komisi Pemberantasan

Korupsi merasa diuntungkan karena dengan sistem pembuktian tersebut

berhasil mengembalikan kerugian keuangan negara serta tercatat tuntas

dalam menangani kasus-kasus besar. Tercatat pada tahun 2020 sejumlah

uang Rp652,8 Miliar berhasil diselamatkan oleh KPK dan pihak yang

bekerja sama. Serta pada tahun 2020 KPK berhasil mengoptimalisasi,

penertiban, dan pemulihan asset sejumlah Rp592,4 Triliun. Selain itu, total

nilai Rp141,3 Miliar ke beberapa lembaga negara dengan melakukan hibah

dan penetapan status pengguna (PSP) dari barang hasil rampasan

korupsi.109

Sedangkan di negara Malaysia, efektifitas penerapan sistem

pembuktian terbalik sudah terbukti dikatakan efektif. Sebagaimana yang

sudah dijelaskan sebelumnya dari data Transparancy Perception Index

Malaysia berada di posisi ke 3 dengan Ranking 57/180 dan skor 51/100,

108

Https://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/laporan-harta-kekayaan-

penyelenggaraan-negara/mengenal-lhkpn, diakses pada tanggal 03 Juli 2021. 109

Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK Tahun 2020, Tanpa Tatap Muka

Laporan Tahun 2020, (Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2020), h. 106

Page 78: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

68

hal ini cukup membuktikan dalam menekan laju korupsi negara Malaysia

lebih efektif dibanding dengan Indonesia.

Penerapan pembuktian terbalik di Malaysia bisa kita liat pada kasus

korupsi terbesar di Malaysia yakni kasus Perdana Menteri Malaysia Najib

Razak yang dijerat dengan 7 dakwaan korupsi dan tiga dakwaan pencucian

uang. Najib dituduh menerima Uang Ringgit Malaysia 42 juta untuk

memberikan jaminan kepada pemerintah atas pijaman Ringgit Malaysia 4

Miliar yang diambil oleh SRC internasional. Selain itu Najib Razak juga

diduga melakukan pencucian uang dengan menerima uang transfer tiga

kali secara terpisah dengan total uang yang cukup besar. Satu kali transfer

sebesar Rp94 Miliar dan dua kali senilai Rp34 miliar. Najib Razak tidak

dapat membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi,

sehingga terdakwa Najib Razak dianggap melakukan tindak pidana

korupsi. Harta benda dan uang tunai senilai Rp 405 Triliun yang diduga

hasil dari tindak pidana korupsi Najib Razak di sita oleh polisi. Sistem

pembuktian terbalik di Malaysia bersifat absolute, karena dalam

pembuktian tindak pidana korupsi dakwaan jaksa penuntut umum

kewajiban dalam pembuktian terletak pada terdakwa. 110

Namun, pada kenyataannya penggunaan sistem pembuktian terbalik

Indonesia dan Malaysia lebih efektif di negara Malaysia. Menurut penulis

hal ini bukan karena perbedaan konsep antara pembuktian terbalik murni

yang digunakan Malaysia lebih efektif dibandingkan dengan konsep

pembuktian terbalik terbatas dan berimbang yang digunakan Indonesia.

Melainkan, karena beberapa faktor yang menjadi penghambat sehingga

pembuktian terbalik di indonesia tidak seefektif di Malaysia.

Sebagaimana dalam teori efektivitas hukum ada lima faktor yang

dapat mempengaruhi efektivitas hukum yakni:

110

Https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190429125501-106-390471/hakim-tolak-keberatan-najib-razak-dalam-sidang-kasus-korupsi, Hakim Tolak Keberatan Najib Razak Dalam Sidang Korupsi, Berita : 29 April 2019, diakses pada tanggal 10 Juli 2021

Page 79: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

69

1. Faktor Hukum

Faktor hukum menjadi salah satu penghambat tingkat efektifitas

pembuktian terbalik di Indonesia. Sebagaimana penjelasan sebelumnya

yang penulis bahas bahwa Indonesia menggunakan dua sistem

sekaligus yakni menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi dan menggunakan sistem KUHAP. Sehingga

hal ini menjadi over regulasi dalam penerapan pembuktian terbalik di

Indonesia antara KUHAP dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001

ketentuannya berbeda dalam hal pembuktian. Sedangkan di Malaysia

hanya menggunakan Anti Corruption Act 1997 yang hanya fokus pada

satu peraturan.

2. Faktor Penegak Hukum

Penegak hukum menjadi penghambat di Indonesia karena tidak semua

penegak hukum mendalami dan memahami pembuktian terbalik,

masih banyak penegak hukum indonesia yang merasa pembuktian

terbalik terlalu berbelit-belit dan lama prosesnya, serta kurang adanya

kesiapan prosedur dalam penerapan pembuktian terbalik terbatas dan

berimbang, Berbeda dengan penegak hukum di Malaysia yang sigap

dalam menangani kasus korupsi, dan sudah terancang sedemikian rupa

dalam pembuktian terbalik murni, karena memang Malaysia sudah

lebih terdahulu menerapkan pembuktian terbalik di bandingka dengan

Indonesia.

Atas dasar tersebut sistem pembuktian terbalik Indonesia tidak

seefektif di Malaysia. Meskipun indonesia memiliki pengaturan tindak

pidana korupsi yang unggul dan KPK dinilai sebagai salah satu

antikorupsi yang memiliki praktik baik terkait pendaftaran dan

pengelolaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara

(LHKPN), sehingga pada tahun 2020 Malaysia Anti Corruption

Commission (MACC) dan Malaysian Administrative Modernisation

and Management Planning (MAMPU) menyambangi Komisi

Page 80: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

70

Pemberantasan Korupsi (KPK) guna mempelajari tentang Laporan

Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).111

Namun

kesuksesan tersebut tidak hanya dilihat dari substansi hukum,

melainkan budaya hukum dan peran masyarakat.

111

Https://fin.co.id/2020/02/26/lembaga-antikorupsi-malaysia-nimba-ilmu-di-

kpk/, Lembaga Anti Korupsi Malaysia Nimba Ilmu di KPK, Berita : 26 Febuari 2020 ,

diakses pada tanggal 10 Juli 2021.

Page 81: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

71

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil rumusan masalah dan pembahasan yang telah

diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis simpulkan sebagai

berikut:

1. Konsep pembuktian terbalik di indonesia menggunakan konsep

pembuktian terbalik terbatas dan berimbang (Omkering Van Het

Bewijstlast) diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, Malaysia menggunakan konsep

pembuktian terbalik murni yang diatur dalam Pasal 42 ayat (1)

Undang-undang Malaysia Akta Pencegahan Rasuah 1997 (Akta 575)

berkaitan dengan gratifikasi dan suap. Selain itu, konsep pembuktian

terbalik Malaysia diterapkan kepada penyelengara negara dan

terdakwa korupsi. Sedangkan indonesia hanya menerapkan pada

terdakwa korupsi saja. Menurut penulis, alangkah lebih bagus apabila

Indonesia menerapkan pembuktian terbalik pada penyelenggara negara.

karena hal ini dibuktikan dengan meminimalisasi angka kasus korupsi

di Malaysia.

2. Efektivitas pembuktian terbalik di indonesia dan Malaysia

meminimalisasi dalam menekan laju angka korupsi. Melalui pelaporan

harta kekayaan terdakwa secara berkala merupakan pendukung

efektifitas, serta penerapan pembuktian terbalik dalam kasus-kasus

korupsi di Indonesia dan Malaysia yang terjadi pada kasus Dhana

Widyatmika dan Najib Razak merupakan bukti dari penerapan

pembuktian terbalik. Namun, pembuktian terbalik di Malaysia lebih

cepat meminimalisasi dalam menekan laju korupsi dibandingkan

dengan Indonesia. Hal ini bukan karena konsep yang digunakan antara

Indonesia dan Malaysia berbeda. Melainkan beberapa faktor yang

Page 82: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

72

menjadi penghambat dalam efektifitas pembuktian terbalik di

Indonesia, beberapa faktor yang mempengaruhi efektifitas pembuktian

terbalik yaitu, faktor hukum dan faktor penegak hukum, serta peran

masyarakat.

B. Rekomendasi Penulis

Berdasarkan pemaparan penulis pada bab-bab sebelumnya, maka dari itu

peneliti memberikan saran sebagai berikut:

1. Penerapan sistem pembuktian terbalik merupakan cara yang efektif

dalam menekan laju korupsi. Namun, perlu dikaji lebih lanjut lagi

terhadap Undang-undang pembuktian terbalik.

2. Dalam mewujudkan pencegahan korupsi secara keseluruhan perlu

meningkatkan kesadaran masyarakat, pembenahan sistem dalam

penanganan korupsi, perlunya meningkatkan solidaritas dan

penguatan jaringan masyarakat sipil serta perlunya instrument hukum

formal.

Page 83: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

73

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi.

Undang-undang Malaysia Badan Pencegah Rasuah 1997 (akta 575).

Laws of Malaysia Anti Corruption Act 1997 (Act 575).

Pasal 31 ayat (8) United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

Tahun 2003.

Buku

Alfitra. Modus Operandi Pidana Khusus di Luar KUHP, Jakarta: Raih

Asa Sukses, 2014.

--------------, Hukum Pembuktian dalam Beracara Pidana, Perdata dan

Korupsi di Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta: Raih Asa Sukses,

2014.

Al-Qurtubi, Syaikh Imam, Terjemahan Tafsir Al-Qurtubi, Jakarta: Pustaka

Azzam, 2009.

Al-Nawawi, Imam, Terjemahan Syarah Shahih Muslim, Jakarta: Darus

Sunnah, 2012.

Buku pedoman skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, 2017.

Chazawi, Adami, Hukum Pidana Materiil dan Formil Korupsi di

Indonesia, edisi pertama, cet 2, Malang: Bayumedia Publishing,

2005.

Danil, Elwi, Korupsi: Konsep, Tindak Pidana, dan Pemberantasannya,

Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2001.

Page 84: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

74

Departemen Agama RI, Al-qur‟an dan Terjemahnya, Jakarta: PT Hati

Emas, 2007.

Diansyah, Febry, Illian Deta Arta Sari, Independent Repost Corruption

Assessment and Compliance United Nation Convention Against

Corruption (UNCAC)-2003, by. Indonesia Corruption Watch

(ICW).

Hamzah, Jur Andi, Perbandingan Pemberantasan Korupsi Berbagai

Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2008.

--------------, Hukum Acara Pidana Indonesia, cetakan kedua, Jakarta:

Sinar Grafika, 2008.

--------------, KUHP dan KUHAP, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Hatta, Muhammad, Yoslan K.Koni, dkk, Sistem Pembuktian Terbalik

Terhadap Delik Korupsi di Indonesia, Jakarta: Sefa Bumi Persada,

2020.

Irfan, M Nurul, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2016.

Ishaq, Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi, Tesis, serta

Disertasi, Bandung: Alfabeta, 2017.

Mochtar, M Akil, Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah

Konstitusi, 2009.

Mulyadi, Lilik. Pembalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi,

Bandung: Alumni Anggota IKAPI, 2013.

Mulyadi, Lilik. Asas Pembalikan Beban Pembuktian Terhadap Tindak

Pidana Korupsi Dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia

Dihubungkan Dengan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti

Korupsi 2003.Bandung : Aumni Anggota IKAPI, 2007.

Nur Muhammad tahmid, Kapria tri gunawan, dan Takdir, Menguras Kasus

Korupsi Dengan Pembalikan Beban Pembuktian dalam Hukum

Pidana Islam dan Hukum Pidana Indonesia, cet pertama, Palopo:

Lembaga Kampus IAIN Palopo, 2018.

Page 85: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

75

Rodliyah, dan Salim. Hukum Pidana Khusus (Unsur dan Sanksi

Pidananya), Cet Pertama, Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2017.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.

--------------, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada, 2007.

--------------, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,

Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Syamsuddin, Aziz, Tindak Pidana Khusus, cetakan kedua, Jakarta: Sinar

Grafika, 2011.

Tim Penyusun Laporan Tahunan KPK Tahun 2020, Tanpa Tatap Muka

Laporan Tahun 2020, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi,

2020.

Qudamah Ibnu, Al mughni, Beirut: Darul fikr, 1984, cet 1 jilid 10.

Tim Penulis Muhammadiyah, dan Nahdatul Ulama, Koruptor Itu Kafir:

Telaah Fiqih Korupsi Dalam Muhammadiyah dan Nahdatu Ulama

(NU), cet pertama, Jakarta:PT Mizan Publika, 2010.

Widjoyanto, Bambang, Abdul malik gismar, dkk, korutor itu kafir (Telaah

Fiqh Korupsi dalam Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU)),

Jakarta: Mizan Publika, 2010.

Jurnal

Abdulahanaa, Penerapan Asas Pembuktian Terbalik Terhadap Kasus

Pidana Korupsi Dalam Perspektif Hukum Islam. Jurnal Kajian

Hukum Islam Al manahij, No VII, Vol 02, Juli 2013.

Adji, Indriyanto seno, Sistem Pembuktian Terbalik: Meminimalisir

Korupsi di Indonesia, jurnal keadilan, Vol 1, No 02, juni 2002.

Analiansyah, Hukum Pembuktian Terbalik Dalam Perspektif Hukum Islam.

Al Mursalah, Vol 2 No 1, Januari-juni 2016.

Busrah, Firman freaddy, Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana

Korupsi, Jurnal hukum to-ra, Vol 02, No 02, Agustus , 2016.

Page 86: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

76

Dulang, Stephanus Adiputra. Sistem Pembuktian Terbalik Delik

Gratifikasi Menurut UU 20 Tahun 2001 , Lex Crimen, Vol. VIII,

No 6, 2019.

Eddyono, Supriyadi Widodo, Pembebanan Pembuktian Terbalik dan

Tantangannya (Verification Reversed Imposition and It‟s

Challenges), Jurnal Legislasi Indonesia,Vol 8, No 2, Juni, 2011.

Hafidz, Jawade, Efektifitas Pelaksanaan Sistem Pembuktian Terbalik

Terhadap Perkara Korupsi Dalam Mewujudkan Negera Hukum di

Indonesia, Jurnal Sultan Agung, Vol XLIV, No 118, Juni-agustus

2009.

Hulu, Severius, Diantota simanjuntak, josua, dkk, Penerapan Sistem

Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi

kasus No. 1252/Pid.B/2010/PN.Jkt.Sel). Vol XXVII, No 1 , 2019.

Kholiq, M. abdul, Asas Pembuktian Terbalik Dalam Penyelesaian Kasus

Kejahatan Korupsi, jurnal hukum, Vol 09, No 20, Juni, 2002.

Mulyanto, Praktik Pembatasan Pembalikan Beban Pembuktian Dalam

Pengadilan Tipikor (Studi Pada Perkara Korupsi RAPBD Kota

Semarang di Pengadilan Tipikor Kota Semarang. Jurnal

jurisprudence, Vol 6, No 2, 2016.

Naradwipa, Aldi dan reza priyambodo, Tinjauan Tentang Sistem

Pembuktian Terbalik (reversal of burden proof) Dalam

Pemeriksaan Perkara Gratifikasi, Jurnal verstek universitas

sebelas maret, Vol 03, No 02, 2015.

Nik Mahmod, Nik Ahmad Kamal, Good Governance And The Rule Of

Law, Journal of Legal Studies Internasional Islamic University

Malaysia , Vol 4, 2013.

Nurhayani, Pembuktian Terbalik Dalam Pemeriksaan Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia, Jurnal IUS Kajian Hukum dan keadilan, Vol

III, No 7, April, 2015.

Page 87: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

77

Prasetyo, Wawan, Metode Pembuktian Terbalik Pada Tindak Pidana

Korupsi, Ad daulah: Jurnal hukum dan Perundangan Islam, Vol 5,

No 2, Oktober 2015.

Setiadi, Wicipto, Korupsi di Indonesia (penyebab, bahaya, hambatan, dan

upaya pemberantasan, serta-regulasi), jurnal legislasi indonesia,

Vol 15, No 03, November, 2018.

Surbakti, Anton Diary Steward, Kajian Yuridis Tindak Pidana Pencucian

Uang Terkait dengan Pembuktian Terbalik Dalam Tindak Pidana

Korupsi di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia.

Syahroni, Muh Syarif, M Alpin, dan Sofyan Hadi, Pembalikan Beban

Pembuktian Dalam Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Ilmu Hukum,

Agustus 2019-Januari 2020.

Yudho, Winarno dan Heri Tjandrasari, Efektivitas Hukum dalam

Masyarakat, jurrnal hukum dan pembangunan, Vol 17, No 1,

Febuari 1987.

Yusuf, Penerapan Sistem Pembuktian Terbalik Untuk Kasus Korupsi

Kajian Antara Hukum Positif dan Hukum Islam, Jurnal Episteme,

Vol 8, No 1 Juni, 2013.

Yusnita, Muhammad syarief nuh, dan Satrih hasyim, Efektivitas

Pelaksanaan Pembuktian Terbalik Dalam Perkara Tindak Pidana

Korupsi, Journal of lex generalis, Vol 1, No 7, Desember 2020.

Skripsi & Tesis

Kusuma, Dharma, “Perspektif Hukum Islam Terhadap Pembuktian

Terbalik pada Perkara Tindak Pidana Korupsi.” Skripsi S1

Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Raden Intan Lampung, 2016.

Luthfan, Alfi, “Beban Pembuktian Terbalik dalam Tindak Pidana

Pencucian Uang Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif.”

Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta, 2014.

Page 88: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

78

Rizky, Defid Tri, “Sistem Pembalikan Beban Pembuktian dalam

Penanganan Tindak Pidana Korupsi (Studi kasus: perkara korupsi

atas nama terdakwa syafrudin).” Tesis Fakultas Hukum

Universitas Indonesia, 2012.

Sofyan, “Pembalikan Beban Pembuktian yang Bersifat Terbatas dan

Berimbang Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi Tela‟ah

Hukum Islam (Studi kasus di Pengadilan Negeri Makassar Kelas

1A Khusus).” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Alauddin Makassar, 2019.

Ulfiyah, Titin, “Penerapan Beban Pembuktian Terhadap Tindak Pidana

Gratifikasi di Pengadilan Tipikor Semarang dalam Tinjauan

Hukum Islam dan Hukum Positif.” Skripsi S1 Fakultas Syariah dan

Hukum, UIN Walisongo Semarang, 2017.

Sumber Internet

https://www.kpk.go.id/id/layanan-publik/laporan-harta-kekayaan-

penyelenggaraan-negara/mengenal-lhkpn , diakses pada tanggal 03

Juli 2021.

https://ti.or.oid/, Global Corruption Barometer 2020 Indonesia, diakses

pada tanggal 03 Juli 2021.

https://www.transparency.org, diakses pada tanggal 03 Juli 2021.

https://fin.co.id/2020/02/26/lembaga-antikorupsi-malaysia-nimba-ilmu-di-

kpk/, Lembaga Anti Korupsi Malaysia Nimba Ilmu di KPK, Berita :

26 Febuari 2020 , diakses pada tanggal 10 Juli 2021.

https://www.cnnindonesia.com/internasional/20190429125501-106-

390471/hakim-tolak-keberatan-najib-razak-dalam-sidang-kasus-

korupsi, Hakim Tolak Keberatan Najib Razak Dalam Sidang

Korupsi, Berita : 29 April 2019, diakses pada tanggal 10 Juli 2021.

Https://nasional.kompas.com, Dhani Widyatmika divonis tujuh tahun

penjara, Berita: 09 November 2012, diakses pada tanggal 21

Agustus 2021.

Page 89: IMPLEMENTASI PEMBUKTIAN TERBALIK PADA KASUS …

79

Https://news.detik.com, Ngaku hartanya bersih, Dhana siap lakukan

pembuktian terbalik, Berita: 5 Maret 2012, diakses pada tanggal 21

Agustus 2021.