Rekam Medik Gigi " Odontogram " Permenkes NOMOR 269 / MENKES / PER / III / 2008
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …
Transcript of IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/
PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Oleh
RIA FITRIANI NASUTION
137032236/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/
PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)
dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Rumah Sakit
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh:
RIA FITRIANI NASUTION
137032236/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES
NO.755/MENKES/PER/IV/2011 TERHADAP
TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK DI
RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN
Nama Mahasiswa : Ria Fitriani Nasution
Nomor Induk Mahasiswa : 137032236
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi RumahSakit
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD. Sp.JP (K)
Ketua
(dr. Fauzi, S.K.M)
Anggota
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Tanggal Lulus : 22 Oktober2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Telah Diuji
Pada Tanggal : 22 Oktober 2015
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. SutomoKasiman, Sp.PD, Sp.JP (K)
Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M
2. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes
3. Drs. Amru Nasution, M.Kes
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERNYATAAN
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/
PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini
dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2015
Penulis,
Ria Fitriani Nasution
137032236/IKM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Untuk itu rumah sakit perlu menyelenggarakan
tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk melindungi pasien. Hal ini
sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kesehatan
dan perumahsakitan yaitu Permenkes RI No.755/Menkes/ Per/IV/2011. Peraturan
Menteri Kesehatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja
komite medik dirumah sakit. Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan akan
meluruskan persepsi keliru yang menganggap Komite Medik adalah wadah untuk
memperjuangkan kesejahteraan para staf medik.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM Medan)
merupakan rumah sakit kelas A. Berdasarkan survei pendahuluan pada minggu II
Januari 2014 tentang masalah keprofesionalan tenaga medik,diperoleh informasi
bahwa masih sebanyak pengaduan masyarakat/pasien tentang ketidakpuasan mereka
terhadap pelayanan tenaga medik ke Komite Medik.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kebijakan
Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik
di Rumah Sakit diimplementasikan dalam tugas dan fungsi Komite Medik di Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komite Medik RSUP Haji Adam Malik
telah mengimplementasikan 755/Menkes/Per/IV/2011 dengan baik. Masalah yang
dihadapi adalah masalah komitmen kerja yang masih kurang pada beberapa dokter
yang juga berperan rangkap sebagai dosen di perguruan tinggi.
Saran yang dapat disampaikan dalam tulisan ini adalah sebaiknya diminta
komitmen yang lebih tegas dari dokter yang bersangkutan agar tidak mengabaikan
tugas di rumah sakit. Misalnya melalui perjanjian tertulis yang mengatur tentang
dampak dan akibat bila mengabaikan komitmen kerja, memberikan hak dan
wewenang kepada Komite Medik untuk melakukan penilaian kinerja dokter,
Keterbatasan waktu yang dimiliki para pengurus Komite Medik dapat diatasi dengan
mengangkat tenaga staf yang akan membantu para pengurus menjalankan tugasnya
sebagai anggota Komite Medik
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Komite Medik RSUP Haji Adam Malik
Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRACT
A hospital as one of the health service facilities is part of health resource
which is highly needed in supporting health organization. Therefore, it needs to
organiza good clinical governance in order to protect patients. This is in line with the
legal provisions concerning helth and hospital stipulated in Permenkes RI No.
755/Menkes/Per/IV/2011. This Decree of the Health Minister is intended to improve
and increase the performance of hospital medical committee. It is also expected to
make a correction of wrong perception which assumes that medical committee is a
body that strives for the committee members’ welfare.
RSUP (Central General Hospital) Haji Adam Malik, Medan, is a Class A
type. Based on the preliminary survey in the second week of January, 2014,
regarding medical personner’s professionalism, it was found that many
people/patients complained to the Medical Committee about their dissatiffaction with
medical personnel’s services.
The objective of the research was to find out how far the policy of Permenkes
RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 on the Organization of Hospital Medical Committee
was implemented in the duty and function of the Medical Committee at RSUP Haji
Adam Malik, Medan.
The result of the research showed that the Medical Committee of RSUP Haji
Adam Malik had implemented Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 properly.
The problem was about some doctors’ lack of work commitment since they were also
instructors at the universities.
It is recommended that the doctors have good commitment for not ignoring
the duty in the hospital by, for example, signing agreement about the consequences of
ignoring work commitment, give the right and outhority to the Medical Committee to
asses doctors’ performance. The limited time owned by the Medical Committee can
be settled by recruiting new staffs who will help the management do their job as
Medical Committee members.
Keyword : Implementation of Policy, Medical Committee of RSUP Haji Adam
Malik Medan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini
dengan sebaik-baiknya dengan judul “Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011” . Tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan, hal ini disebabkan kemampuan dan pengetahuan penulis
yang masih terbatas. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan
menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak guna kesempurnaan tesis ini.
Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dorongan dari
berbagai pihak dalam menyelesaikan tesis ini. Pantas kiranya penulis dengan hati
yang tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada :
1. Prof. Subhilhar, Ph.D, selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti
pendidikan pada program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Dr. Ir. Evawany Y, Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD. Sp.JP (K) selaku Pembimbing I yang telah
sabar dalam memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk membimbing
penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. dr. Fauzi, S.K.M selaku Pembimbing II, guru dan konsultan bagi penulis yang
telah banyak memberikan ide-ide kreatif dan wawasan lapangan dalam proses
pembelajaran saya.
6. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Penguji 1 yang telah memberikan arahan dan
masukan dalam penyelesaian tesis ini.
7. Drs. Amru Nasution, M.Kes yang telah memberikan arahan dan masukan dalam
penyelesaian tesis ini.
8. Direktur RSUP. Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian
kepada penulis
9. dr. Emir T. Pasaribu, Sp.B (Onk) selaku Ketua Komite Medik RSUP. Haji Adam
Malik Medan
10. Seluruh dosen dan staf di lingkungan program studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat peminatan Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti
selama penulis mengikuti pendidikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
11. Papa dan Mama tercinta, H. Abdul Muis Nasution, S.H., M.M dan Hj. Deliana
Hanum Lubis atas kasih sayang, doa, nasehat, dorongan dan perhatiannya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi Negeri.
12. Saudara-saudaraku yang tersayang Hj. Poppy Imelda Mahrani Nasution, S.Sos.
MSP, Indra Mulia Nasution, S.Sos. M.Si, Baginda Irwansyah, S.H yang selalu
dengan sabar mendampingi penulis.
13. Drs. Rahudman Hrp selaku mantan Walikota Medan yang telah banyak berjasa
dalam membuka wawasan cakrawala berpikir dan kesempatan di dunia pekerjaan.
14. dr. Radar Radius Tarigan yang telah memberikan rekomendasi dan banyak
membantu dalam mengumpulkan data dan informasi sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.
15. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa program studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat angkatan 2013 yang telah membantu penulis selama pendidikan dan
proses penyusunan tesis.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah terlibat
selama penyusunan tesis ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Atas semua bantuan, dorongan, dan saran yang diberikan, penulis
mengucapkan terima kasih. Semua bantuan, dorongan dan saran akan mendapat
balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
di masa yang akan datang.
Amin ya robbal alamin.
Medan, Oktober 2015
Penulis,
Ria Fitriani Nasution
137032236/IKM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ria Fitriani Nasution, dilahirkan pada tanggal 28 Mei 1987
di kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, bertempat tinggal
di Jl. STM-Suka TAni No. 7A Medan. Penulis merupakan anak ke empat dari 4
(empat) bersaudara, dari pasangan ayahanda H. Abdul Muis Nasution, SH.MM, dan
ibunda Hj. Deliana Hanum Lubis.
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar
dimulai tahun 1993-1999 di SD Swasta Taman Asuhan Pematangsiantar, pendidikan
SMP tahun 1999-2002 di SLTP Swasta Taman Asuhan, pendidikan SMA tahun
2002-2005 di SMU Negeri 2 Pematangsiantar, Pendidikan S1 kedokteran Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2005-2012, dan dan penulis
menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
minat studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015.
Sejak tanggal 11 April 2012 sampai dengan 1 Oktober 2013 Penulis bekerja
sebagai dokter di manjemen RSU. Bunda Thamrin Medan yaitu sebagai Sekertaris
Komite Medik RSU. Bunda Thamrin Medan, dan menjadi anggota kelompok kerja
Pelayanan Medik dalam peran serta Akreditasi RSU. Bunda Thamrin Medan pada
tanggal 29 Juni 2012. Pada tahun 2014 sd sekarang bertugas di RSUD. Dr. R.M.
Djoelham Binjai.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................... i
ABSTRACT .......................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN ...............................................................................
1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2. Permasalahan ............................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1. Kebijakan Publik ...................................................................... 6
2.2. Kebijakan Kesehatan ................................................................ 9
2.2.1. Segitiga Kebijakan Kesehatan ...................................... 10
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan
Kesehatan ...................................................................... 11
2.3. Implementasi Kebijakan ........................................................... 12
2.4. Monitoring Kebijakan ............................................................... 19
2.5. Pelayanan Kesehatan ................................................................ 23
2.6. Komite Medik ........................................................................... 27
2.6.1. Sejarah Komite Medik .................................................. 28
2.6.2. Konsep Dasar Komite Medik ........................................ 32
2.6.3. Peranan Komite Medik dalam Menegakkan
Profesionalisme ............................................................. 33
2.6.4. Tugas dan Fungsi Komite Medik .................................. 34
2.6.5. Pengorganisasian Komite Medik .................................. 35
2.6.6. Hubungan Komite Medik dengan Pengelola Rumah
Sakit .............................................................................. 36
2.6.7. Peranan Organisasi Perumahsakitan dalam
Pemberdayaan Komite Medik di Rumah Sakit ............ 37
2.7. Clinical Geovernance (Tata Kelola Klinis) .............................. 57
2.8. Landasan Teori ......................................................................... 59
2.9. Kerangka Berpikir .................................................................... 61
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................. 63
3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 63
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 64
3.2.1. Lokasi Penelitian ........................................................... 64
3.2.2. Waktu Penelitian ........................................................... 64
3.3. Informan Penelitian .................................................................. 64
3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 65
3.5. Variabel Penelitian .................................................................... 68
3.6. Definisi Operasional ................................................................. 69
3.7. Metode Analisis Data ............................................................... 71
BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 73
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 73
4.1.1. Sejarah Rumah Sakit Adam Malik Medan ................... 73
4.1.2. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan ...... 75
4.1.3. Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan ............... 73
4.1.4. Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi RSUP
H. Adam Malik ............................................................. 76
4.1.5. Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan ................................................................. 79
4.1.6. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam
Malik Medan (Uraian Tugas, Fungsi, Wewenang,
Tanggung Jawab Dan Kewajiban Komite Medis) ....... 80
4.2. Hasil Wawancara tentang Kebijakan Permenkes RI No.
755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan .................................................................. 90
4.2.1. Sosialisasi Kebijakan yang Dilakukan Komite Medik
dalam Rangka Melaksanakan Kebijakan Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan
Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan ................................... 91
4.2.2. Jumlah Tenaga dan Kualitas Sumber Daya pada
Komite Medik dalam Pelaksanaan Kebijakan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan
Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Haji
Adam Malik Medan ...................................................... 96
4.2.3. Koordinasi Antar Sub Komite dalam Rangka
Pelaksanaan Kebijakan Permenkes Nomor
755/Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan
Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan ................................... 101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2.4. Bentuk Disposisi terhadap Pelaksanaan Kebijakan
Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan .. 104
BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 105
5.1. Implementasi Kebijakan Permenkes RI Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 .......................................................... 105
5.2. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Permenkes No 755/
Menkes/Per/IV/2011 ................................................................. 105
5.3. Faktor yang Memengaruhi ........................................................ 107
5.3.1. Komunikasi ................................................................... 107
5.3.2. Sumber Daya ................................................................. 109
5.3.3. Struktur Birokrasi .......................................................... 111
5.3.4. Disposisi ........................................................................ 112
5.4. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Permenkes No
755/Menkes/ Per/IV/2011 ......................................................... 112
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 114
6.1. Kesimpulan ............................................................................... 114
6.2. Saran ......................................................................................... 115
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 117
LAMPIRAN ......................................................................................................... 118
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Informan Penelitian ................................................................................... 65
Matriks 4.1. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan
Berbagai Ketentuan di Dalamnya ............................................... 91
Matriks 4.2. Koordinasi Antar Bagian Pada Komite Medik ........................... 93
Matriks 4.3. Alur Komunikasi yang Jelas ....................................................... 95
Matriks 4.3. Jumlah Personil, Jumlah Personil dan Kualitas SDM ................. 96
Matriks 4.4. Fasilitas yang Tersedia ................................................................ 98
Matriks 4.5. Pembiayaan(Anggaran/Dana, Sumber Dana, Kondisi
Pembiayaan) ................................................................................ 99
Matriks 4.6. Kewenangan ................................................................................ 100
Matriks 4.7. Adanya Prosedur yang Jelas ....................................................... 101
Matriks 4.8. Adanya Tanggungjawab dalam Menjalankan Kebijakan ........... 103
Matriks 4.9. Pehaman Para Pelaksana dalam Memenuhi Tanggungjawab
terhadap Pelaksanaan Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011 104
Matriks 4.10. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan .... 104
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.1. Segitiga Analisis Kebijakan ...................................................................... 10
2.2. Model Implementasi George C. Edwards III ............................................ 16
2.3. Evaluasi Berkesinambungan (On Going Professionalpractice
Evaluation) ................................................................................................ 47
2.4. Kerangka Berpikir Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor 755/
Menkes/Per/IV/2011 terhadap Tugas dan Fungsi Komite Medik Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan ........................................... 61
4.1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan .................................. 75
4.2. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam Malik Medan ..... 80
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Pedoman Wawancara ................................................................................ 119
2. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 124
3. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ........................................................ 128
4. Surat Izin Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan .......................... 129
5. Surat Izin Penelitian dari Pelayanan Medik RSUP H. Adam Malik
Medan ........................................................................................................ 130
6. Surat Izin Penelitian dari Komite Medik RSUP H. Adam Malik Medan . 131
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakana
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan
melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara
menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan
Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan
bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung
penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis
tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat
yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang
bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan didalam Rumah Sakit. Pada
hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan
pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang
seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf
kesejahteraan masyarakat.
Rumah sakit wajib mengetahui dan menjaga keamanan setiap pelayanan
medik yang dilakukan dalam lingkungannya demi keselamatan semua pasien yang
dilayaninya sebagai bagian dari the duty of due care. Untuk itu rumah sakit perlu
menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk
melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan kesehatan dan perumahsakitan yaitu Permenkes RI
No.755/Menkes/ Per/IV/2011.
Peraturan Menteri Kesehatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan
meningkatkan kinerja komite medik dirumah sakit. Peraturan Menteri Kesehatan ini
diharapkan akan meluruskan persepsi keliru yang menganggap komite medik adalah
wadah untuk memperjuangkan kesejahteraan para staf medik. Peraturan menteri
kesehatan ini menata kembali ”professional self governance” dengan meletakkan
struktur komite medik di bawah kepala/direktur rumah sakit sampai pada tingkat
tertentu berperan sebagai “governing board”. Kepala/direktur rumah sakit
berkewajiban menyediakan segala sumber daya meliputi waktu, tenaga, biaya, sarana
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dan prasarana agar tata kelola klinis dapat terselenggara dengan baik. Kepala/direktur
rumah sakit harus menjamin agar semua informasi keprofesian setiap staf medik
terselenggara dan terdokumentasi dengan baik sehingga dapat diakses oleh komite
medik. Lebih jauh lagi, bila komite medik menangani berbagai hal yang bersifat
pengelolaan, seperti misalnya panitia rekam medik, panitia pencegahan dan
pengendalian infeksi dan panitia farmasi dan terapi, hal ini akan merancukan fungsi
keprofesian dengan fungsi pengelolaan rumah sakit. Oleh karenanya dalam Peraturan
Menteri Kesehatan ini, komite medik ditegaskan hanya menangani masalah
keprofesian saja dan bukan menangani pengelolaan rumah sakit yang seharusnya
dilakukan kepala/direktur rumah sakit.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang
kinerja Komite Medik di Rumah Sakit Adam Malik Medan untuk mengetahui sejauh
mana Komite Medik di rumah sakit ini telah mengimplementasikan Permenkes
Nomor 755/MENKES/Per/IV/2011 dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Adapun judul penelitian yang ditetapkan oleh penulis Implementasi Kebijakan
Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 Terhadap Tugas Dan Fungsi Komite
Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah
peneliti adalah Bagaimana Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Malik Medan mengimplementasikan Permenkes RI No. 755/Menkes/ Per/IV/2011
dalam menjalankan tugas dan fungsinya?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui Bagaimana
Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
mengimplementasikan Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 dalam
menjalankan tugas dan fungsinya dengan melihat faktor-faktor yang mendukung
terlaksananya sebuah implementasi dengan melihat peran ke 3 sub komite , yaitu :
peran sub komite kredensial, peran sub komite mutu profesi, peran sub komite etika
dan disiplin profesi.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat yang berguna baik secara
teoritis maupun praktis, yaitu :
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi direktur/pimpinan
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan melalui peningkatan pemahaman implementasi kebijakan
Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 terhadap tugas dan fungsi komite
medik di rumah sakit.
2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di rumah sakit lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kebijakan Publik
Menurut Solichin (2008), istilah kebijakan publik (publik policy) seringkali
penggunaannya saling ditukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals)
program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan
rancangan-rancangan besar. Bagi para pembuat kebijakan (policy makers) dan para
sejawatnya istilah-istilah itu tidaklah akan menimbulkan masalah apapun karena
menggunakan referensi yang sama. Namun bagi orang-orang yang berada di luar
struktur pengambilan kebijakan istilah-istilah tersebut kebijakan mungkin akan
membingungkan.
Seorang ahli Anderson (1979) merumuskan kebijakan sebagai perilaku dari
sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam
suatu bidang kegiatan tertentu. Dye (1995) mendefenisikannya sebagai segala sesuatu
yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan hasil yang membuat
sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (what government do, why they do it, and
what difference it makes). Sedangkan Nugroho (2008) mendefinisikan kebijakan
publik secara sederhana yakni “keputusan yang dibuat negara, khususnya pemerintah,
sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan”.
Dalam Subarsono (2008) dari hirarkinya dapat dilihat, kebijakan publik dapat
bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan pemerintah provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/kota dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keputusan walikota. Winarno (2007), mengatakan bahwa kebijakan publik secara
garis besar mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan, implementasai
kebijakan dan evaluasi kebijakan. Sementara itu, analisis kebijakan berhubungan
dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi
kebijakan publik.
Anderson (1979) sebagai pakar kebijakan publik menetapkan proses kebijakan
publik sebagai berikut :
1. Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya? Apa yang membuat
hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat
masuk dalam agenda pemerintah?
2. Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan
atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang
berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?
3. Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternatif ditetapkan persyaratan atau
kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan
kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa
isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?
4. Implementasi (implementation): Siapa yang akan terlibat dalam implementasi
kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?
5. Evaluasi (evalution): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan
diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya
evaluasi kebijakan?
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sedangkan Howlet dan Ramesh (1995), menyatakan bahwa roses kebijakan
publik terdiri dari 5 (lima) tahapan sebagai berikut :
1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni proses agar suatu masalah bisa
mendapat perhatian dari pemerintah.
2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan
kebijakan oleh pemerintah.
3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih
untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.
4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk
melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.
5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan
menilai hasil atau kinerja kebijakan.
Nugroho (2008) menyebutkan: pertama, kebijakan publik senantiasa ditujukan
untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan politik untuk meningkatkan
kehidupan publik itu sendiri. Kedua, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia.
Teramat banyak kebijakan publik yang baik akhirnya tidak dapat dilaksanakan karena
tidak didukung oleh ketersediaan SDM yang memadai. Ketiga, adalah keterbatasan
kelembagaan, artinya sejauh mana kualitas praktek dan manajemen profesional dalam
lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, baik yang bergerak di bidang profit
maupun non profit. Keempat, keterbatasan dana atau anggaran. Kebijakan tidak dapat
dilakukan jika tidak ada dana. Keterbatasan dana adalah fakta yang paling dilihat oleh
pembuat kebijakan dan ini adalah sesuatu yang benar. Kelima, keterbatasan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bersifat teknis, yakni berkenaan dengan kemampuan teknis menyusun kebijakan itu
sendiri.
2.2. Kebijakan Kesehatan
Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai
negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons
menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan.
Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit
perekonomian, melalui inovasi dan investasi di bidang teknologi biomedik atau
produksi dan penjualan obat-obatan atau dengan menjamin adanya populasi yang
sehat yang produktif secara ekonomi (Buse, 2009).
Sebagian warga masyarakat mengunjungi fasilitas kesehatan sebagai pasien
atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit, klinik atau apotik atau sebagai
profesi kesehatan-perawat, dokter, tenaga pendukung kesehatan, apoteker atau
manajer. Karena pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan hal kematian
dan keselamatan, kesehatan diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa
dibanding dengan masalah sosial yang lainnya (Buse, 2009).
Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan dan
pelaksanaan program kesehatan. Kebijakan kesehatan juga berperan sebagi panduan
bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap
pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan
yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial serta
menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehaatan (Buse, 2009).
2.2.1. Segitiga Kebijakan Kesehatan
Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat
disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks dan segitiga ini
menunjukkan kesan bahwa keempat faktor dapat dipertimbangkan secara terpisah.
Tidak demikian seharusnya. Pada kenyataannya, para pelaku dapat dipengaruhi dalam
konteks dimana mereka tinggal dan bekerja, konteks dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti : ketidaksetabilan atau ideologi dalam hal sejarah dan budaya, serta proses
penyusunan kebijakan, bagaimana isu dapat menjadi suatu agenda kebijakan dan
bagaimana isu tersebut dapat berharga dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan
mereka dalam struktur kekuatan, norma dan harapan mereka sendiri (Buse, 2009).
Gambar 2.1. Segitiga Analisis Kebijakan
Sumber : Walt and Gilson (1994)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Ada banyak gagasan mengenai defenisi kebijakan kesehatan, misalnya di
bidang ekonomi mengartikan bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu
tentang pengalokasian sumberdaya yang langka bagi kesehatan. Sementara seorang
perencana memandang bahwa kebijkan kesehatan adalah cara untuk mempengaruhi
faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan
masyarakat, dan dari sisi seorang dokter maka kebijakan kesehatan diartikan sebagai
segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan
serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang berpengaruh
pada penyusunan kebijakan, bagaimana mereka mengolah pengaruh tersebut dan
dengan persyaratan apa (Buse, 2009).
Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena sektor
kesehatan sangat berperan bagi perekonomian negara, kesehatan juga mempunyai
posisi yang lebih istimewa dibanding masalah social yang lain. Kebijakan kesehatan
juga sangat dipengaruhi oleh sejumlah kemiskinan, pencemaran udara, kurangnya
akses air bersih dan sanitasi yang buruk (Buse,2009).
2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kesehatan
Leichter (1979) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi
kebijakan kesehatan adalah :
1. Faktor situasional
Faktor situasional merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang
dapat berdampak pada kebijakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Faktor struktural
Faktor struktural merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah.
Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut dan
kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan
keputusan kebijakan.
3. Faktor budaya
Faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan. Dalam masyarakat
dimana hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya atau
menantang pejabat tinggi atau pejabat senior.
4. Faktor internasional atau exogenous
Faktor internasional yang menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar
Negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam
kesehatan. Meskipun banyak masalah kesehatan berhubungan dengan
pemerintahan nasional, sebagian dari masalah itu memerlukan kerjasama
organisasi tingkat nasional, regionalatau multilateral.
2.3. Implementasi Kebijakan
Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan
tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi
dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana
berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau
program-program (winarno, 2007).
Patton dan Savichi dalam Tangkilisan (2003: 29) menyebutkan bahwa
implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk
merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.
Menurut Tangkilisan (2003: 18), ada 3 (tiga) kegiatan utama yang paling penting
dalam implementasi keputusan yaitu :
1. Penafsiran, yaitu makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima
dan dapat dijalankan
2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
kedalam tujuan kebijakan.
3. Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah
dan lain- lainnya.
Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang
mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun
sebagai dampak (outcome), misalnya implementasi dikonseptualisasikan sebagai
suatu proses atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-
keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan.
Winarno dalam bukunya Kebijakan Publik Teori dan Proses (2007), mengutip
apa yang disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Bureucracy and Policy
Implementation yang berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,
keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah
implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud
tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh pejabat
pemerintah.
Berikut teori yang menjelaskan implementasi kebijakan (Subarsono, 2005:
89), yaitu :
1. Teori George C. Edwards III (1980)
George C. Edwards menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi
implementasi kebijakan:
a. Komunikasi
Pemerintah sebagai pihak yang berperan langsung dalam mengimplementasi
kebijakan/program telah mentransmisikan (mengirimkan) perintah-perintah
implementasi sesuai dengan keputusan yang telah dibuat kepada kelompok
sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Perintah yang diterima
harus jelas, apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, atau bahkan
tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan
terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
b. Sumberdaya
Sumberdaya dapat berwujud, Sumber Daya Manusia yang sangat diperlukan
dalam menjalankan kebijakan, pentingnya ketrampilan SDM itu untuk
menjalankan sebuah kebijakan. Sumberdaya manusia tersebut membutuhkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
informasi yang berkenaan dengan berupa petunjuk dalam melaksanakan
kebijakan dan data untuk menyesuaikan antara implementasi dengan kebijakan
pemerintah.
Kemudian, selain sumberdaya manusia, diperlukan juga sumberdaya financial
yang dapat berupa kewenangan atau otoritas yaitu hak untuk mengeluarkan
jaminan, mengeluarkan perintah untuk pejabat lain, menarik dana dari sebuah
program, memberikan dana, bantuan teknik, membeli barang dan jasa,
pengawasan serta mengeluarkan cek untuk para warga atau bisa juga disebut
dengan adanya fasilitas fisik yang disediakan oleh implementator sebagai
persediaan yang esensial yang bisa menunjang implementasi kebijakan atau
program.
c. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang harus dimiliki oleh implementator,
seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti
apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap
atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
standard (SOP) yang menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam
bertindak.
Gambar 2.2. Model Implementasi George C. Edwards III
Sumber : Subarsono, 2005
2. Teori Donald S. van Meter dan Carl E. van Horn (1975)
Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005: 99) menerapkan model
implementasi dengan lebih memfokuskan ke sisi teknisnya. Menurut Meter dan Horn,
ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
a. Standar dan sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh
program atau kebijakan, maka dari itu harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisir. Apabila terjadi kekaburan, maka yang akan terjadi adalah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
multiinterpretasi dan memudahkan timbulnya konflik diantara para agen
implementasi.
b. Sumber daya
Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial atau non-
manusia dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.
c. Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan
kordinasi dengan instansi lain.
d. Karakterisktik agen pelaksana
Birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi
yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
e. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung
keberhasillam implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagi impelementasi kebijakan, kharakteristik
para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik
yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi
kebijakan.
f. Disposisi implementor
Disposisi impelementor mencakup tiga hal yang penting, yakni :
1) Respon impelementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi
kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan
3) Intensitas disposisi impelementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh
implementor.
Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi
George C.Edward (Subarsono, 2005: 89) yang dipengaruhi oleh empat variabel,
yakni:
1. Komunikasi
Komunikasi adalah syarat utama dalam organisasi. Komunikasi mencakup
hubungan antar organisasi pelaksana implementasi. Komunikasi yang baik
meliputi proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh
serta koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam proses implementasi
dan bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal atau vertikal.
2. Sumberdaya
Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan
jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia, sumber daya dana dan fasilitas,
Informasi dan Kewenangan yang akan digunakan sangat mempengaruhi
pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.
3. Disposisi
Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan
dari agen pelaksana kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau
kegagalan kebijakan publik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan. Dalam struktur birokrasi harus ada prosedur tetap bagi pelaku
kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam
menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.
2.4. Monitoring Kebijakan
Monitoring (pemantauan) merupakan prosedur analisis kebijakan yang
digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan
publik. Monitoring juga merupakan sumber informasi utama tentang implementasi
kebijakan. Jadi, monitoring merupakan cara untuk membuat pernyataan yang sifatnya
penjelasan tentang kebijakan di waktu lampau maupun sekarang. Monitoring
menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah kebijakan diadopsi serta
diimplementasikan. Sedangkan tindakan evaluasi merupakan analisa penilaiannya
terhadap informasi yang telah dikumpulkan dalam proses monitoring tersebut
(Badjuri dan Yuwono, 2002).
Monitoring memainkan peran metodologis yang penting dalam analisis
kebijakan. Ketika situasi masalah timbul saat transformasi tindakan kebijakan
menjadi informasi tentang hasil kebijakan melalui monitoring, situasi masalah (sistem
dari berbagai masalah yang saling tergantung) tersebut diinformasikan melalui
perumusan masalah kebijakan (Badjuri dan Yuwono, 2002).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Informasi yang dibutuhkan untuk memantau kebijakan publik harus relevan,
dapat diandalkan dan valid. Dapat diandalkan mengandung arti bahwa observasi
dalam memperoleh informasi harus dilkukan secara cermat. Valid atau sahih
maksudnya informasi tersebut benar-benar memberitahu kita tentang apa yang
memang kita maksudkan. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pada
umumnya informasi diperoleh dari arsip pada instansi atau badan terkait berupa buku,
monograf, artikel dan laporan tertulis dari para peneliti. Bila data dan informasi tidak
tersedia pada sumber diatas, monitoring perlu dilakukan dengan kuesioner,
wawancara dan observasi lapangan (Michael, 1996).
Dalam memantau hasil kebijakan, harus dibedakan dua jenis hasil kebijakan,
yaitu : keluaran (output) dan dampak (impact). Keluaran kebijakan adalah barang,
layanan atau sumber daya yang yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok
penerima. Sebaliknya dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah
laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut. Dalam memantau
keluaran serta dampak kebijakan harus diingat bahwa kelompok sasaran tidak selalu
merupakan kelompok penerima. Kelompok sasaran merupakan individu, masyarakat
atau organisasi yang hendak dipengaruhi oleh suatu kebijakan dan program.
Sedangkan penerima adalah kelompok yang menerima manfaat atau nilai dari
kebijakan tersebut (Badjuri dan yuwono, 2002).
Untuk menghitung secara baik keluaran dan dampak kebijakan, perlu melihat
kembali tindakan kebijakan yang dilakukan sebelumnya. Secara umum tindakan
kebijakan mempunyai dua tujuan utama, yaitu regulasi dan alokasi. Tindakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
regulatif adalah tindakan yang dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar
atau prosedur tertentu. Sebaliknya tindakan alokatif adalah tindakan yang yang
membutuhkan masukan yang berupa uang, waktu, personil dan alat (Badjuri dan
Yuwono, 2002).
Tindakan kebijakan dapat pula dipilah lebih lanjut menjadi masukan (input)
kebijakan dan proses kebijakan. Masukan kebijakan adalah sumber daya (waktu,
uang, personil, alat, material) yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dan
dampak. Proses kebijakan adalah tindakan organisasional dan politis yang
menentukan transformasi dari masukan kebijakan menjadi keluaran dan dampak
kebijakan (Badjuri dan Yuwono, 2002).
Monitoring dapat dipilah menjadi beberapa pendekatan : akuntansi sistem
sosial, eksperimental sosial, auditing sosial dan sintesis riset dan praktek. Namun
demikian, setiap pendekatan tersebut memiliki sifat yang sama, antara lain (Badjuri
dan Yuwona, 2002):
1. Berusaha memantau hasil kebijakan yang relevan setiap pendekatan mencermati
variabel-variabel yang relevan bagi pembuat kebijakan karena variabel-variabel
tersebut merupakan indikator dari keluaran dan/atau dampak kebijakan.
2. Terfokus pada tujuan hasil kebijakan dipantau karena diyakini akan meningkatkan
kepuasan atas beberapa kebutuhan, nilai dan kesempatan. Dengan kata lain, hasil
kebijakan dipandang sebagai cara memecahkan masalah kebijakan.
3. Berorientasi pada perubahan (changed oriented). Setiap pendekatan berupaya
untuk memantau perubahan, baik dengan menganalisis perubahan dalam hasil
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
antar waktu (time series); dengan membandingkan perubahan antar program,
proyek atau wilayah atau dengan kombinasi kedua cara ini.
4. Memungkinkan klasifikasi silang atas keluaran dan dampak dengan variabel lain,
termasuk variabel yang dipakai untuk memantau masukan serta proses kebijakan.
5. Mengukur tindakan dan hasil kebijakan secara objektif maupun sunyektif.
Indikator yang objektif biasanya didasarkan pada data yang tersedia, sedangkan
indikator subyektif didasarkan pada data baru yang diperoleh melalui survei atau
studi lapangan:
a. Akuntansi Sistem Sosial
b. Eksperimentasi Sosial
c. Pemeriksaan Sosial
d. Sintesis Riset dan Praktek.
Monitoring terhadap suatu kebijakan baru dapat dilakukan setelah adanya
tindakan dari para pelaku kebijkan terhadap objek atau kelompok sasaran. Dengan
kata lain rencana kebijakan tersebut telah diimplementasikan menjadi kebijakan
publik. Sehingga minimal analis dapat melihat adanya perubahan atau hasil yang
signifikan dari tindakan kebijakan tersebut baik berupa data-data kuantitatif maupun
data kualitatif berdasarkan hasil pengamatan.
Pelaksanaan monitoring yang bersifat ex post facto atau pasca penerapan
kebijakan ini sama halnya dengan prinsip evaluasi. Bedanya dalam monitoring
intinya analis hanya mengumpulkan informasi seputar pelaksanaan kebijakan, baik
berupa data objektif maupun subjektif, berdasarkan indikator-indikator yang telah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dipilih. Sedangkan dalam evaluasi, analis memasukkan penilaiannya terhadap
informasi yang telah dikumpulkan dalam proses monitoring tersebut. Jadi dari suatu
hasil evaluasi analis dapat menilai apakah suatu proses atau keluaran kebijakan
berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan pembuat kebijakan atau tidak, sedangkan
dalam monitoring hal tersebut tidak dapat dilakukan. Bagaimana seharusnyakegiatan
monitoring dan evaluasi tidak dapat dipisahkan dan mampu berjalan seiring dengan
diterapkannya suatu kebijakan publik (Badjuri dan Yuwono, 2002).
2.5. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan publik yang termasuk
dalam pelayanan dasar yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam
setiap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik
harus memenuhi 6 (enam) kriteria penyusunan dan penetapan standar pelayanan pada
pelayanan publik yang ditetapkan dalam PERMENPAN No. 15 Tahun 2014 tentang
Pedoman Standar Pelayanan yaitu :
1. Sederhana, yakni standar pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti,
mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya
terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.
2. Partisipatif, yaitu penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatkan masyarakat
dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas
dasar komitmen atau hasil kesepakatan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Akuntabel, yakni hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat
dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.
4. Berkelanjutan yakni standar pelayanan harus terus-menerus dilakukan perbaikan
sebagai upaya peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan.
5. Transparansi yakni standar pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh
masyarakat.
6. Keadilan yakni standar pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang
diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi,
jarak lokasi geografis dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.
Menurut Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
seseorang, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar,1996: 44). Dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus didukung dengan fasilitas pelayanan
kesehatan yakni suatu alat atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau
masyarakat.
Dalam Undang–Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan
bahwa upaya pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan diselenggarakan dalam
bentuk :
1. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatanmdan/atau serangkaian
kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat
promosi kesehatan.
2. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu
masalah kesehatan/penyakit.
3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan
pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan
agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.
4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk
mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi
lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat
semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.
Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang emberikan
arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan ini
dicantumkan pada Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, asas
pelayanan kesehatan tersebut terdiri dari :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus
dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha
Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.
2. Asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan
antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental serta antara
material dan sipiritual.
3. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi
setiap warga negara.
4. Asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat
memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima
pelayanan kesehatan.
5. Asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan
kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk
kesamaan kedudukan hukum.
6. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan
pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan
pembiayaan yang terjangkau.
7. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak
membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.
8. Asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan
menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.6. Komite Medik
Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 dijelaskan bahwa Rumah Sakit
adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri
yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan
teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu
meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar
terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008,
jenis-jenis pelayanan minimal yang harus disediakan rumah sakit terdiri dari
pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan
bedah, pelayanan persalinan dan perinatologi, pelayanan intensif, pelayanan
radiologi, pelayanan laboratorium patologi klinik, pelayanan rehabilitasi medik,
pelayanan farmasi, pelayanan gizi, pelayanan transfusi darah, pelayanan keluarga
miskin, pelayanan rekam medis, pengelolaan limbah, pelayanan administrasi
manajemen, pelayanan ambulans/kereta jenazah, pelayanan pemulasaraan jenazah,
pelayanan laundry, pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit, pencegah
pengendalian Infeksi.
Rumah sakit diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko
tinggi (high risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat
dinamis perubahannya. Salah satu pilar pelayanan medik adalah clinical governance,
dengan unsur staf medik yang dominan. Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 UU
Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011,
komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tatakelola klinis
(clinical governance) agar staf medik dirumah sakit terjaga profesionalismenya
melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medik dan pemeliharaan etika
dan disiplin profesi medik.
2.6.1. Sejarah Komite Medik
Perkembangan komite medik di Indonesia diilhami oleh perkembangan
Medical Staff Organization Amerika Serikat yang dimulai sekitar 80 tahun yang lalu,
yaitu ketika pada tahun 1910.Dokter Ernest Codman seorang dokter ahli bedah
mengusulkan adanya suatu sistem standarisasi rumah sakit. Usul ini kemudian
menjadi tujuan utama dari American College of Surgeons ketika didirikan pada tahun
1913 (Rijadi, 1997).
Pada masa itu secara umum hasil pembedahan masih sangat mengecewakan
sehingga mereka masih merasa perlu mencari penyebabnya agar dicapai hasil yang
lebih baik. Untuk itu pada tahun 1917, American College of Surgeons
mengembangkan suatu “Minimum Standard”, yaitu standard minimal yang harus
dipenuhi rumah sakit, termasuk didalamnya adalah keharusan adanya organisasi staf
medik dengan standar minimal dari profesionalitasnya (Rijadi, 1997).
Program komite medik semakin meluas ke Negara lain dan pada tahun 1951
terbentuklah suatu badan kerjasama yang independen, yaitu “Joint Comission on
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Acreditation of Hospitals” yang merupakan bentuk kerjasama dari American College
of Surgeon, American College of Physician, American Hospital Association,
American Medikal Association dan Canadian Medikal Association (Joint Comission
on Acreditation of Hospitals, 1994). Jadi badan ini didukung oleh organisasi profesi
dari Amerika Serikat dan Canada. Komisi ini melanjutkan usaha standarisasi, yaitu
dengan membuat standar akreditasi yang mencakup seluruh fungsi dan kegiatan
rumah sakit, diantaranya kegiatan dari Medikal Staff Organization. Kegiatan utama
Medical Staff Organization antara lain adalah sebagai berikut:
1. Credentials, yaitu mengadakan penelusuran terhadap aktivitas profesi dokter
baru, verifikasi dan evaluasi sehingga kemampuan memberikan pelayanan dengan
kualitas yang tinggi tanpa cacat dari dokter tersebut dapat diketahui. Dalam
kredential ini yang akan dinilai antara lain : ijazah atau sertifikat keahlian dokter
yang bersangkutan, berapa lama yang bersangkutan menjalankan keahliannya,
seberapa jauh pengalaman kerjanya, menelusuri latar belakang kegiatan dokter
yang bersangkutan dengan pengecekan terhadap tempat pekerjaan sebelumnya
dan menelusuri serta pengumpulan bukti-bukti keberhasilan dan kegagalan dokter
yang bersangkutan sesuai dengan profesi yang dilaksanakan sebelumnya.
2. Privileges, yaitu memberikan batasan pada profesi dokter atas hak melakukan
tindakan medik atau layanan medik di rumah sakit dengan dasar antara lain
adanya lisensi, tingkat pendidikan (eduction), pengalaman bekerja (experience),
latihan-latihan yang pernah diikuti (training), keputusan yang dilakukan oleh
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pembimbing (judgement), tingkat kemampuannya (competences) dan status
kesehatan.
3. Proctoring, yaitu memberikan bimbingan dan penilaian terhadapdokter baru yang
meminta privileges atau kewenangan untuk melakukan praktek dibawah
bimbingan dan pengawasan dokter ahli senior. Bila dokter ahli senior
menganggap sudah dianggap cukup mampu, privileges dapat diberikan.
4. Performance Measurement, yaitu mengikuti dan mengukur mutu hasil pekerjaan
dokter yang bersangkutan antara lain, berapa banyak pasien post operasi yang
mengalami infeksi (high infection rate), apakah dokter tersebut melakukan
operasi yang tidak perlu (unnecessary surgery), berapa pasien yang meninggal
(unexpected death), apakah kesalahan pengobatan dan berapa banyak pasien yang
kembali lagi dengan keluhan yang sama.
5. Peer Review, yaitu mengandalkan pencatatan terhadap kegiatan medik para
dokter atau anggota Medical Staff Organization sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan dan kegagalan pengobatan/
tindakan operatif yang telah dilaksanakan oleh para anggotanya selama bekerja di
rumah sakit melalui referat, studi kasus dan sejenisnya.
6. Corrective action, yaitu melaksanakan tindakan koreksi secara langsung terhadap
tindakan layanan medik yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan standar yang
telah ditentukan dalam standar terapi
7. Tindakan disiplin, yaitu melaksanakan pencatatan terutama terhadap anggota staf
medik yang melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
8. Appointment dan Re-appointment, yaitu mengadakan pembaharuan surat
perjanjian dari ketua Staf Organisasi Medik setiap 2 (dua) tahun.
9. Monitoring dan Evaluasi, yaitu melaksanakan peninjauan dari semua kegiatan
staf medik untuk semua kegiatan pelayanan medik di rumah sakit.
Fungsi dari Medical Staff Organization adalah menjembatani komunikasi
dokter dengan manajer rumah sakit, memberikan informasi kegiatan rumah sakit
kepada dokter, pendistribusian sumber daya ke unit-unit, mengkoordinasikan
pelayanan medik, mengusahakan peningkatan pelayanan medik, monitoring serta
mengevaluasi mutu pelayanan.
Standar pelayanan medik Joint Comission on Acreditation of Hospital’s
Organization dalam penilaian akreditasi yang dikaitkan dengan Medikal Staff
Organization adalah sebagai berikut (JCAHO, 1994):
1. Terdapat satu organisasi Staf Medik yang bertanggung jawab secara keseluruhan
atas kualitas pelayanan profesional yang diberikan oleh mereka yang mempunyai
privilege dan mempertanggungjawabkan kepada government body.
2. Medical Staff Organization menetapkan prosedur rumah sakit untuk appointment
dan re-appointment dari staf medik dan juga pembaruan serta perbaikan dari
privilege klinis.
3. Medical Staff Organization mengembangkan dan mengesahkan bylaws dan
peraturan Staf Medik rumah sakit untuk dijadikan dasar pengelolaan mandiri dari
Staf Medik dan hanya bertanggung jawab kepada governing body.
4. Medical Staff Organization diorganisasi untuk mencapai fungsi yang ditetapkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5. Medical Staff Organization berupaya terus menerus untuk meningkatkan mutu.
6. Semua individu rumah sakit yang mempunyai privilege diharuskan untuk
mengikuti pelatihan.
2.6.2. Konsep Dasar Komite Medik
Komite medik menjalankan fungsi untuk menegakkan profesionalisme dengan
mengendalikan staf medikyang melakukan pelayanan medik di rumah sakit.
Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengatur secara rinci kewenangan
melakukan pelayanan medik (delineation of clinical privileges). Pengendalian ini
dilakukan secara bersama oleh kepala/direktur rumah sakit dan komite medik. Komite
medik melakukan kredensial, meningkatkan mutu profesi dan menegakkan disiplin
profesi serta merekomendasikan tindak lanjutnya kepada kepala/direktur rumah sakit;
sedangkan kepala/direktur rumah sakit menindaklanjuti rekomendasi komite medik
dengan mengerahkan semua sumber daya agar profesionalisme para staf medik dapat
diterapkan dirumah sakit.
Konsep profesionalisme di atas didasarkan pada kontrak sosial antara profesi
medik dengan masyarakat. Di satu pihak, profesi medik sepakat untuk memproteksi
masyarakat dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap staf medik yang akan
menjalankan praktik dalam masyarakat. Hanya staf medik yang baik (kredibel)
sajalah yang diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat, hal ini dilakukan
melalui mekanisme perizinan (licensing). Sedangkan staf medik yang belum
memenuhi syarat, dapat menjalani proses pembinaan (proctoring) agar memiliki
kompetensi yang diperlukan sehingga dapat diperkenankan melakukan pelayanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada masyarakat setelah melalui kredensial. Di lain pihak, kelompok profesi staf
medik memperoleh hak istimewa (privilege) untuk melakukan praktik kedokteran
secara eksklusif dan tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal tersebut. Dengan
hak istimewa tersebut parastaf medik dapat memperoleh manfaat ekonomis dan
prestise profesi. Namun demikian, bila ada staf medik yang melakukan pelanggaran
standar profesi maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan disiplin
iniberbentuk penangguhan hak istimewa tersebut (suspension of clinicalprivilege)
agar masyarakat terhindar dari praktisi medik yang tidak professional.
Dalam dunia nyata di banyak negara, kontrak sosial antara profesi medik
dengan masyarakat dituangkan dalam bentuk undang-undang praktik kedokteran
(medikal practice act). Pelaksanaan pengendalian profesi medik dalam kehidupan
sehari-hari dilaksanakan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh undang-undang
praktik kedokteran (statutory body) yang biasanya disebut sebagai konsil kedokteran
(medikal council atau medikal board). Lembaga tersebut selain memberikan izin
untuk menjalankan profesi juga berwenang menangguhkan atau mencabut izin
tersebut bila terjadi pelanggaran standar profesi. Tindakan disiplin profesi tersebut
dilakukan setelah melalui proses sidang disiplin profesi (disciplinary tribunal).
2.6.3. Peranan Komite Medik dalam Menegakkan Profesionalisme
Komite medik memegang peranan utama dalam menegakkan profesionalisme
staf medik yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi
pemberian izin melakukan pelayanan medik di rumah sakit (clinical appointment)
termasuk rinciannya (delineation of clinicalprivilege), memelihara kompetensi dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
etika profesi, serta menegakkan disiplin profesi. Untuk itu kepala/direktur rumah
sakit berkewajiban agar komite medik senantiasa memiliki akses informasi terinci
tentang masalah keprofesian setiap staf medik di rumah sakit.
2.6.4. Tugas dan Fungsi Komite Medik
Komite medik bertugas menegakkan profesionalisme staf medik yang bekerja
di rumah sakit. Komite medik bertugas melakukan kredensial bagi seluruh staf medik
yang akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit, memelihara kompetensi dan
etika para staf medik dan mengambil tindakan disiplin bagi staf medik. Tugas lain
seperti pengendalian infeksi nosokomial, rekam medik dan sebagainya dilaksanakan
oleh kepala/direktur rumah sakit dan bukan oleh komite medik. Komite medik
melaksanakan tugasnya melalui tiga hal utama yaitu:
1. Rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medik (entering to the
profession), dilakukan melalui subkomite kredensial;
2. Memelihara kompetensi dan perilaku para staf medik yang telah memperoleh izin
(maintaining professionalism), dilakukan olehsubkomite mutu profesi melalui
auditmedik dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional
development);
3. Rekomendasi penangguhan kewenangan klinis tertentu hingga pencabutan izin
melakukan pelayanan medik (expelling from the profession), dilakukan melalui
subkomite etika dan disiplin profesi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tugas-tugas lain diluar tugas-tugas di atas yang terkait dengan pelayanan
medik bukanlah menjadi tugas komite medik, tetapi menjadi tugas kepala/direktur
rumah sakit dalam mengelola rumah sakit.
2.6.5. Pengorganisasian Komite Medik
Pada dasarnya komite medik bukan merupakan kumpulan atau himpunan
kelompok staf medik fungsional/departemen klinik sebuah rumah sakit. Para staf
medik yang tergabung dalam kelompok staf medik fungsional/departemen klinik di
organisasi oleh kepala/direktur rumah sakit.
Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit dan bertanggung
jawab kepada kepala/direktur rumah sakit. Organisasi komite medik sekurang-
kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua komite medik ditetapkan
oleh kepala/direktur rumah sakit. Sekretaris dan anggota diusulkan oleh ketua komite
medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit. Dalam hal wakil ketua komite
medik diperlukan maka wakil ketua diusulkan oleh ketua komite medik dan
ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit
Dalam melaksanakan tugasnya komite medik dibantu oleh subkomite
kredensial, subkomite mutu profesi dan subkomite etika dan disiplin profesi. Dalam
hal terdapat keterbatasan jumlah staf medik, fungsi subkomite-subkomite ini
dilaksanakan oleh komite medik (Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011).
Ketua sub komite kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomite etika
dan disiplin profesi diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh
kepala/direktur rumah sakit. Di lain pihak, dalam pelaksanaan pelayanan medik
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sehari-hari di rumah sakit, kepala/direktur rumah sakit dapat mengelompokkan staf
medik berdasarkan disiplin/spesialisasi, peminatan atau dengan cara lain berdasarkan
kebutuhan rumah sakit sesuai peraturan internal rumah sakit (corporate bylaws).
Wakil ketua, sekretaris, dan ketua-ketua subkomite direkomendasikan oleh
ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan
memperhatikan masukan dari staf medik yang bekerja di rumah sakit. Selain itu,
kepala/direktur rumah sakit mengangkat beberapa staf medik di rumah sakit tersebut
untuk menjadi anggota pengurus komite medik dan anggota subkomite-subkomite di
bawah komite medik. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, komite medik
senantiasa melibatkan mitra bestari untuk mengambil putusan profesional. Rumah
sakit bersama komite medik menyiapkan daftar mitra bestari yang meliputi berbagai
macam bidang ilmu kedokteran sesuai kebutuhannya. Mitra bestari tersebut akan
dibutuhkan oleh setiap subkomite dalam menjalankan tugasnya.
2.6.6. Hubungan Komite Medik dengan Pengelola Rumah Sakit
Ketua komite medik bertanggung jawab kepada kepala/direktur rumah sakit.
Di satu pihak, kepala/direktur rumah sakit berkewajiban untuk menyediakan segala
sumber daya agar komite medik dapat berfungsi dengan baik untuk
menyelenggarakan profesionalisme staf medik sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan ini. Di lain pihak, komite medik memberikan laporan
tahunan dan laporan berkala tentang kegiatan keprofesian yang dilakukannya kepada
kepala/direktur rumah sakit. Dengan demikian lingkup hubungan antara
kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik adalah dalam hal-hal yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menyangkut profesionalisme staf medik saja. Hal-hal yang terkait dengan
pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya oleh
kepala/direktur rumah sakit. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal
pengaturan kewenangan melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama
tersebut dalam bentuk rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan
pelayanan medik dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.
Untuk mewujudkan pelayanan klinis yang baik, efektif, profesional, dan aman
bagi pasien, sering terdapat kegiatan pelayanan yang terkait erat dengan masalah
keprofesian. Kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dengan komite medik untuk
menyusun pengaturan layanan medik (medikal staff rules and regulations) agar
pelayanan yang profesional terjamin mulai saat pasien masuk rumah sakit hingga
keluar dari rumah sakit.
2.6.7. Peranan Organisasi Perumahsakitan dalam Pemberdayaan Komite
Medik di Rumah Sakit
Rumah sakit sangat berkepentingan dengan komite medik karena sangat
menentukan baik buruknya tata kelola klinik (clinical governance) di rumah sakit
tersebut. Menyelenggarakan komite medik merupakan hal yang kompleks dan
memerlukan berbagai sumber daya dan informasi yang terkaitdengan
keprofesian.Setiap rumah sakit memiliki kapasitas sumber daya yang
berbeda,sehingga luaran (output) yang dihasilkan dalam melakukan upaya
pemberdayaan komite medik pun berbeda pula. Agar upaya pemberdayaankomite
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
medik ini lebih berdaya guna dan berhasil guna, organisasiperumahsakitan berperan
serta melakukan pemberdayaan komite medik agartata kelola klinis (clinical
governance) yang baik terselenggara lebih merata diseluruh wilayah Indonesia.
Adapun susunan organisasi komite medik di rumah sakit yaitu:
a. Sub Komite Kredensial
Sub Komite Kredensial memiliki tujuan untuk melindungi keselamatan pasien
dengan memastikan bahwa staf medik yang akan melakukan pelayanan medik di
rumah sakit adalah yang kredibel.
1. Konsep dasar kredensial
Salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya untuk menjaga keselamatan pasiennya adalah dengan menjaga
standar dan kompetensi para staf medik yang akan berhadapan langsung dengan para
pasien di rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar setiap
pelayanan medik yang dilakukan terhadap pasienhanya dilakukan oleh staf medik
yang benar-benar kompeten. Kompetensi inimeliputi dua aspek, kompetensi profesi
medik yang terdiri dari pengetahuan,keterampilan, dan perilaku profesional serta
kompetensi fisik dan mental. Walaupun seorang staf medik telah mendapatkan brevet
spesialisasi dari kolegium ilmu kedokteran yang bersangkutan, namun rumah sakit
wajib melakukan verifikasi kembali keabsahan bukti kompetensi seseorang dan
menetapkan kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medik dalam lingkup
spesialisasi tersebut, hal ini dikenal dengan istilah credentialing.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Proses credentialing ini dilakukan dengan dua alasan utama. Alasan pertama,
banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi setelah seseorang mendapatkan
sertifikat kompetensi dari kolegium. Perkembangan ilmu di bidang kedokteran untuk
suatu pelayanan medik tertentu sangat pesat, sehingga kompetensi yang diperoleh
saat menerima sertifikat kompetensi bisa kedaluarsa, bahkan dapat dianggap sebagai
tindakan yang tidak aman bagi pasien. Selain itu, lingkup suatu cabang ilmu
kedokteran tertentu senantiasa berkembang dari waktu ke waktu sehingga suatu
tindakan yang semula tidak diajarkan pada penerima brevet pada periode tertentu,
dapat saja belakangan diajarkan pada periode selanjutnya, bahkan dianggap
merupakan suatu kemampuan yang standar. Hal ini mengakibatkan bahwa
sekelompok staf medik yang menyandang sertifikat kompetensi tertentu dapat saja
memiliki lingkup kompetensi yang berbeda-beda.
Alasan kedua, keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun akibat
penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan pelayanan
medik yang dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji kelaikan
kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi profesi medik
tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme credentialing dan hal ini
dilakukan demi keselamatan pasien. Tindakan verifikasi kompetensi ini juga
dilakukan pada profesi lain untuk keamanan kliennya. Misalnya kompetensi profesi
penerbang (pilot) yang senantiasa diperiksa secara teratur dalam periode tertentu oleh
perusahaan penerbangan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Setelah seorang staf medik dinyatakan kompeten melalui suatu
proseskredensial, rumah sakit menerbitkan suatu izin bagi yang bersangkutan untuk
melakukan serangkaian pelayanan medik tertentu dirumah sakit tersebut, hal ini
dikenal sebagai kewenangan klinis (clinical privilege). Tanpa adanya kewenangan
klinis (clinical privilege) tersebut seorang staf medik tidak diperkenankan untuk
melakukan pelayananmedik di rumah sakit tersebut.
Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege) seseorang dokter
spesialis/dokter gigi spesialis dapat saja berbeda dengan koleganya dalam spesialisasi
yang sama, tergantung pada ketetapan komite medik tentang kompetensi untuk
melakukan tiap pelayanan medik oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil proses
kredensial. Dalam hal pelayanan medikseorang staf medik membahayakan pasien
maka kewenangan klinis (clinical privilege) seorang staf medik dapat saja dicabut
sehingga tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan medik tertentu di
lingkungan rumah sakit tersebut.
Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut dilakukan melalui
prosedur tertentu yang melibatkan komite medik. Kewajiban rumah sakit untuk
menetapkan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut telah diatur dengan tegas
dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan bahwa setiap rumah
sakit wajib menyusun dan melaksanakan hospital bylaws, yang dalam penjelasan
peraturan perundang-undangan tersebut ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib
melaksanakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Hal ini harus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dirumuskan oleh setiap rumah sakit dalam peraturan staf medik rumah sakit (medical
staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis (clinical privilege).
Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan
menimbulkan tanggung jawab hukum bagi rumah sakit dalam hal terjadi kecelakaan
pelayanan medik. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari segala
pelayanan medik yang dilakukan oleh setiap staf medik di rumah sakit tersebut, hal
ini dikenal sebagai the duty of due care. Tanggung jawabrumah sakit tersebut berlaku
tidak hanya terhadap tindakan yang dilakukan oleh staf medik pegawai rumah sakit
saja, tetapi juga setiap staf medik yang bukan berstatus pegawai (staf medik tamu).
Rumah sakit wajib mengetahui dan menjaga keamanan setiap pelayanan medik yang
dilakukan dalam lingkungannya demi keselamatan semua pasien yang dilayaninya
sebagai bagian dari the duty of due care.
Untuk memenuhi kebutuhan staf medik di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan pelayanan rumah sakit memerlukan penambahan staf medik.
Kepala/direktur rumah sakit menentukan kebutuhan dan penambahan staf medik.
Komite medik dapat diminta oleh kepala/direktur rumah sakit untuk melakukan
kajian kompetensi calon staf medik.
2. Mekanisme kredensial
Menurut Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011, mekanisme kredensial
dan rekredensial di rumah sakit adalah tanggung jawab komite medik yang
dilaksanakan oleh sub komite kredensial. Proses kredensial tersebut dilaksanakan
dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terdokumentasi. Dalam proses kredensial, sub komite kredensial melakukan
serangkaian kegiatan termasuk menyusun tim mitra bestari dan melakukan penilaian
kompetensi seorang staf medik yang meminta kewenagan klinis tertentu. Selain itu
sub komite kredensial juga menyiapkan berbagai instrument kredensial yang disahkan
kepala/direktur rumah sakit. Instrument tersebut paling sedikit meliputi kebijakan
rumah sakit tentang kredensial dan kewenangan klinis, pedoman penilaian
kompetensi klinis, formulir yang diperlukan. Pada akhir proses kredensial, komite
medik menerbitkan rekomendasi kepada kepala/direktur rumah sakit tentang lingkup
kewenangan klinis seorang staf medik.
3. Keanggotaan
Sub komite kredensial di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga)
orang staf medik yang memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment) di
rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian
sub komite kredensial sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota,
yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.
4. Mekanisme kredensial dan pemberian kewenangan klinis bagi staf medik di
rumah sakit
Kepala/direktur rumah sakit menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur
bagi staf medik untuk memperoleh kewenangan klinis dengan berpedoman pada
peraturan internal staf medik (medical staff bylaws). Selain itu kepala/direktur rumah
sakit bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar
kegiatan ini dapat terselenggara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis (clinical
appointment) habis masa berlakunya atau dicabut oleh kepala/direktur rumah sakit.
Surat penugasan klinis untuk setiap staf medik memiliki masa berlaku untuk periode
tertentu, misalnya dua tahun. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan tersebut
rumah sakit harus melakukan rekredensial terhadap staf medik yang bersangkutan.
Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan proses kredensial awal
sebagaimana diuraikan di atas karena rumah sakit telah memiliki informasi setiap staf
medik yang melakukan pelayanan medik di rumah sakit tersebut.
Pertimbangan pencabutan kewenangan klinis tertentu oleh kepala/direktur
rumah sakit didasarkan pada kinerja profesi dilapangan, misalnya staf medik yang
bersangkutan terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental. Selain itu,
pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi kecelakaan medik
yang diduga karena inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari komite medik.
Namun demikian, kewenangan klinis yang dicabut tersebut dapat diberikan kembali
bila staf medik tersebut dianggap telah pulih kompetensinya. Dalam hal kewenangan
klinis tertentu seorang staf medik diakhiri, komite medik akan meminta subkomite
mutu profesi untuk melakukan berbagai upaya pembinaan agar kompetensi yang
bersangkutan pulih kembali. Komite medik dapat merekomendasikan kepada
kepala/direktur rumah sakit pemberian kembali kewenangan klinis tertentu setelah
melalui proses pembinaan. Pada dasarnya kredensial tetap ditujukan untuk menjaga
keselamatan pasien, sambil tetap membina kompetensi seluruh staf medik di rumah
sakit tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa komite medik dan peraturan internal
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
staf medik memegang peranan penting dalam proses kredensial dan pemberian
kewenangan klinis untuk setiap staf medik.
b. Sub Komite Mutu Profesi
Sub Komite Mutu Profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medik
dengan tujuan:
1. Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf
medik yang bermutu, kompeten, etis dan profesional;
2. Memberikan asas keadilan bagi staf medik untuk memperoleh kesempatan
memelihara kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis
(clinical privilege);
3. Mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medikal mishaps);
4. Memastikan kualitas asuhan medik yang diberikan oleh staf medik melalui upaya
pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-going
professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus
(focused professional practiceevaluation).
Kualitas pelayanan medik yang diberikan oleh staf medik sangat ditentukan
oleh semua aspek kompetensi staf medik dalam melakukan penatalaksanaan asuhan
medic (medical care management). Mutu suatu penatalaksanaan asuhan medik
tergantung pada upaya staf medik memelihara kompetensi seoptimal mungkin. Untuk
mempertahankan mutu dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian mutu profesi
melalui :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Memantau kualitas, misalnya morning report, kasus sulit, ronde ruangan,kasus
kematian (death case), audit medik, journal reading;
2. Tindak lanjut terhadap temuan kualitas, misalnya pelatihan singkat (short course),
aktivitas pendidikan berkelanjutan dan pendidikan kewenangan tambahan.
1. Keanggotaan
Sub Komite Mutu Profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3
(tiga) orang staf medik yang memiliki surat penugasan klinis (clinicalappointment) di
rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian
Sub Komite Mutu Profesi sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan
anggota yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.
2. Mekanisme Kerja
Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh
mekanisme kerja subkomite mutu profesi berdasarkan masukan komite medik. Selain
itu kepala/direktur rumah sakit bertanggungjawab atas tersedianya berbagai sumber
daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.
Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan, pelaksanaan
audit medik dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam
rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medik tidak
digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf medik dalam suatu
kasus. Dalam hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf
medik, mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya
mekanisme audit medik. Audit medik dilakukan dengan mengedepankan respek
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
terhadap semua staf medic (no blaming culture) dengan cara tidak menyebutkan
nama (no name) tidak mempersalahkan (no blaming) dan tidak mempermalukan (no
shaming).
Audit medik yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi
secara sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri dari kegiatan
peer review, surveillance dan assessment terhadap pelayanan medik di rumah sakit.
Dalam pengertian audit medik tersebut diatas, rumah sakit, komite medik atau
masing-masing kelompok staf medik dapat menyelenggarakan evaluasi kinerja
profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation). Secara umum
pelaksanaan audit medik harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting, yaitu :
1. Sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing
staf medik pemberi pelayanan di rumah sakit.
2. Sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai
kompetensi yang dimiliki.
3. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan atau
penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege), dan
4. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan perubahan/
modifikasirincian kewenangan klinis seorang staf medik.
Audit medik dapat pula diselenggarakan dengan melakukan evaluasi
berkesinambungan (on going professionalpractice evaluation), baik secara
perorangan maupun kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
lain dapat merupakan kegiatan yang berbentuk siklus sebagai upaya perbaikan yang
terus menerus sebagaimana tercantum pada bagan dibawah ini :
Gambar 2.3. Evaluasi Berkesinambungan (On Going Professionalpractice
Evaluation)
Berdasarkan siklus diatas maka langkah-langkah pelaksanaan audit medik
dilaksanakan sebagai berikut :
1. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit
Tahap pertama dari audit medik adalah pemilihan topik yang akan dilakukan
audit. Pemilihan topik tersebut bisa berupa penanggulangan penyakit tertentu di
rumah sakit (misalnya : thypus abdominalis), penggunaan obat tertentu (misalnya
penggunaan antibiotik), tentang prosedur atau tindakan tertentu, tentang infeksi
nosokomial di rumah sakit, tentang kematian karena penyakit tertentu dan lain-
lain. Pemilihan topik ini sangat penting, dalam memilih topik agar
memperhatikan jumlah kasus epidemiologi penyakit yang ada di rumah sakit dan
adanya keinginan untuk melakukan perbaikan. Sebagai contoh di rumah sakit,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kasus thypus abdominalis cukup banayak dengan angka kematian cukup tinggi.
Hal ini tentunya menjadi masalah dan ingin dilakukan perbaikan. Contoh lainnya:
angka seksio sesarea yang cukup tinggi di rumah sakit yang melebihi dari angka
nasional. Untuk mengetahui penyebabnya sehingga dapat dilakukan perbaikan
maka perlu dilakukan audit terhadap seksio sesarea tersebut. Pemilihan dan
penetapan topik atau masalah yang ingin dilakukan audit dipilih berdasarkan
kesepakatan komite medik dengan kelompok staf medik.
2. Penetapan standar dan kriteria
Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan kriteria atau standar profesi yang
jelas, obyektif dan rinci terkait dengan topik tersebut. Misalnya topik yang dipilih
thypus abdominalis maka perlu ditetapkan prosedur pemeriksaan, diagnosis dan
pengobatan thypus abdominalis. Penetapan standardan prosedur ini oleh mitra
bestari (peer group) dan/atau dengan ikatan profesi setempat. Ada dua level
standar dan kriteria yaitu must do yang merupakan absolut minimum kriteria dan
should do yang merupakan tambahan kriteria yang merupakan hasil penelitian
yang berbasis bukti.
3. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit
Dalam mengambil sampel bisa dengan menggunakan metode pengambilan
sampel tetapi bisa juga dengan cara sederhana yaitu menetapkan kasus thypus
abdominalis yang akan diaudit dalam kurun waktu tertentu, misalnya dari bulan
Januari sampai Maret. Misalnya selama 3 bulan tersebut ada 200 kasus maka 200
kasus tersebut yang akan dilakukan audit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan
Sub komite mutu profesi atau tim pelaksana audit medik mempelajari rekam
medik untuk mengetahui apakah kriteria atau standar dan prosedur yang telah
ditetapkan tadi telah dilaksanakan atau telah dicapai dalam masalah atau kasus-
kasus yang dipelajari. Data tentang kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria
yang telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan untuk dianalisis. Misalnya dari
200 kasus ada 20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau standar maka 20 kasus
tersebut agar dipisahkan dan dikumpulkan.
5. Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria
Sub komite mutu profesi atau tim pelaksana audit medik menyerahkan ke 20
kasus tersebut pada mitra bestari (peer group) untuk dinilai lebih lanjut. Kasus-
kasus tersebut dianalisis dan didiskusikan apa kemungkinan penyebabnya dan
mengapa terjadi ketidaksesuaian dengan standar. Hasilnya bisa jadi terdapat
(misalnya) 15 kasus yang penyimpangannya terhadap standar adalah
“acceptable” karena penyulit atau komplikasi yang tak diduga sebelumnya
(unforeseen). Kelompok ini disebut deviasi (yang acceptable). Sisanya yang 5
kasus adalah deviasi yang unacceptable,dan hal ini dikatakan sebagai
“defisiensi”. Untuk melakukan analisis kasus tersebut apabila diperlukan dapat
mengundang konsultan tamu atau pakar dari luar, yang biasanya dari rumah sakit
pendidikan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Menerapkan perbaikan
Mitra bestari (peer group) melakukan tindakan korektif terhadap kelima kasus
yang defisiensi tersebut secara kolegial dan menghindari “blaming culture”. Hal
ini dilakukan dengan membuat rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara
pencegahan dan penanggulangan, mengadakan program pendidikan dan latihan,
penyusunan dan perbaikan prosedur yang ada dan lain sebagainya.
7. Rencana reaudit
Mempelajari lagi topik yang sama di waktu kemudian, misalnya setelah 6 (enam)
bulan kemudian. Tujuan reaudit dilaksanakan adalah untuk mengetahui apakah
sudah ada upaya perbaikan. Hal ini bukan berarti topik audit adalah sama terus
menerus, audit yang dilakukan 6 (enam) bulan kemudian ini lebih untuk melihat
upaya perbaikan. Namun sambil melihat upaya perbaikan ini, sub komite mutu
profesi atau tim pelaksana audit dan mitra bestari (peer group) dapat memilih
topik yang lain.
Sub Komite Mutu Profesi merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi
staf medik:
1. Sub komite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus
dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf medik dengan pengaturan-
pengaturan waktu yang disesuaikan.
2. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus tersebut antara lain
meliputi kasus kematian (death case), kasus sulit maupun kasus langka.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir
peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi.
4. Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari sub komite mutu
profesi.
5. Sub komite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf medik menentukan
kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh sub komite mutu profesi yang
melibatkan staf medik rumah sakit sebagai narasumber dan peserta aktif.
6. Setiap kelompok staf medik wajib menentukan minimal satu kegiatan ilmiah yang
akan dilaksanakan dengan sub komite mutu profesi per tahun.
7. Sub komite mutu profesi bersama dengan bagian pendidikan dan penelitian rumah
sakit memfasilitasi kegiatan tersebut dan dengan mengusahakan satuan angka
kredit dari ikatan profesi.
8. Sub komite mutu profesi menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat diikuti
oleh masing-masing staf medik setiap tahun dan tidak mengurangi hari cuti
tahunannya.
9. Sub komite mutu profesi memberikan persetujuan terhadap permintaan staf medik
sebagai asupan kepada direksi.
Sub Komite Mutu Profesi memfasilitasi Proses Pendampingan (Proctoring)
bagi staf medik yang membutuhkan, dengan rincian tugas:
1. Sub komite mutu profesi menentukan nama staf medik yang akan mendampingi
staf medik yang sedang mengalami sanksi disiplin/ mendapatkan pengurangan
clinical privilege.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Komite medik berkoordinasi dengan kepala/direktur rumah sakit untuk
memfasilitasi semua sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pendampingan
(proctoring) tersebut.
4) Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Subkomite Etika dan Disiplin Profesi pada Komite Medik di Rumah Sakit
dibentuk dengan tujuan:
1. Melindungi pasien dari pelayanan staf medik yang tidak memenuhi syarat
(unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan asuhan klinis
(clinical care).
2. Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah sakit.
Setiap staf medik dalam melaksanakan asuhan medik di rumah sakit harus
menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kedokteran kinerja profesional yang baik
sehingga dapat memperlihatkan kinerja profesi yang baik. Dengan kinerja profesional
yang baik tersebut pasien akan memperoleh asuhan medik yang aman dan efektif.
Upaya peningkatan profesionalisme staf medik dilakukan dengan melaksanakan
program pembinaan profesionalisme kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku
profesional staf medik di lingkungan rumah sakit.
Dalam penanganan asuhan medik tidak jarang dijumpai kesulitan dalam
pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit kerja yang dapat
membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis tersebut.
Pelaksanaan keputusan subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit
merupakan upaya pendisiplinan oleh komite medik terhadap staf medik di rumah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sakit yang bersangkutan sehingga pelaksanaan dan keputusan ini tidak terkait atau
tidak ada hubungannya dengan proses penegakan disiplin profesi kedokteran di
lembaga pemerintah, penegakan etika medik di organisasi profesi, maupun penegakan
hukum.
Pengaturan dan penerapan penegakan disiplin profesi bukanlah sebuah
penegakan disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian pada
umumnya. Sub komite Etika dan Disiplin Profesi memiliki semangat yang
berlandaskan, antara lain:
1. Peraturan internal rumah sakit;
2. Peraturan internal staf medik;
3. Etik rumah sakit;
4. Norma etika medik dan norma-norma bioetika.
Tolak ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional staf medik, antara
lain:
1. Pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit;
2. Prosedur kerja pelayanan di rumah sakit;
3. Daftar kewenangan klinis di rumah sakit;
4. Pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medik (white
paper) di rumah sakit;
5. Kode etik kedokteran Indonesia;
6. Pedoman perilaku profesional kedokteran (buku penyelenggaraan praktik
kedokteran yang baik);
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
7. Pedoman pelanggaran disiplin kedokteran yang berlaku di Indonesia;
8. Pedoman pelayanan medik/klinik;
9. Standar prosedur operasional asuhan medik.
Komite Etika dan Disiplin Profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang staf medik yang memiliki surat penugasan klinis (clinical
appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.
Pengorganisasian Komite Etika dan Disiplin Profesi sekurang-kurangnya terdiri dari
ketua, sekretaris dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada
ketua komite medik.
Mekanisme kerja sub komite etika dan disiplin profesi yaitu kepala/direktur
rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme kerja sub komite
disiplin dan etika profesi berdasarkan masukan komite medik. Selain itu
Kepala/direktur rumah sakit bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber
daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.Penegakan disiplin
profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh ketua subkomite etika dan
disiplin profesi. Panel terdiri 3 (tiga) orang staf medik atau lebih dalam jumlah ganjil
dengan susunan sebagai berikut:
1. Satu orang dari subkomite etik dan disiplin profesi yang memiliki disiplin ilmu
yang berbeda dari yang diperiksa;
2. Dua orang atau lebih staf medik dari disiplin ilmu yang sama dengan yang
diperiksa dapat berasal dari dalam rumah sakit atau luar rumah sakit, baik atas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
permintaan komite medik dengan persetujuan kepala/direktur rumah sakit atau
kepala/direktur rumah sakit terlapor.
Panel tersebut dapat juga melibatkan mitra bestari yang berasal dari luar
rumah sakit. Pengikutsertaan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit
mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan rekomendasi
komite medik.
Dalam melakukan upaya pendisiplinan perilaku profesional mekanisme
pemeriksaan pada upaya pendisiplinan perilaku profesional adalah sebagai berikut:
1. Sumber laporan
a. Notifikasi (laporan) yang berasal dari perorangan, antara lain: manajemen
rumah sakit, staf medik lain, tenaga kesehatan lain atau tenaga non kesehatan
dan pasien atau keluarga pasien.
b. Notifikasi (laporan) yang berasal dari non perorangan berasal dari hasil
konferensi kematian dan hasil konferensi klinis.
2. Dasar dugaan pelanggaran disiplin profesi
Keadaan dan situasi yang dapat digunakan sebagai dasar dugaan pelanggaran
disiplin profesi oleh seorang staf medik adalah hal-hal yang menyangkut, antara
lain: kompetensi klinis, penatalaksanaan kasus medik, pelanggaran disiplin
profesi, penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan standar
pelayanan kedokteran di rumah sakit dan ketidakmampuan bekerja sama dengan
staf rumah sakit yang dapat membahayakan pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Pemeriksaan
Adapun urutan pemeriksaan yaitu:
a. Dilakukan oleh panel pendisiplinan profesi;
b. Melalui proses pembuktian;
c. Dicatat oleh petugas sekretariat komite medik;
d. Terlapor dapat didampingi oleh personil dari rumah sakit tersebut;
a) Panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai kebutuhan;
b) seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel disiplin profesi bersifat
tertutup dan pengambilan keputusannya bersifat rahasia.
4. Keputusan
Keputusan panel yang dibentuk oleh Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
diambil berdasarkan suara terbanyak untuk menentukan ada atau tidak
pelanggaran disiplin profesi kedokteran di rumah sakit. Bilamana terlapor merasa
keberatan dengan keputusan panel, maka yang bersangkutan dapat mengajukan
keberatannya dengan memberikan bukti baru kepada Sub Komite Etika dan
Disiplin Profesi yang kemudian akan membentuk panel baru. Keputusan ini
bersifat final dan dilaporkan kepada direksi rumah sakit melalui komite medik.
5. Tindakan Pendisiplinan Perilaku Profesional
Rekomendasi pemberian tindakan pendisiplinan profesi pada staf medikoleh Sub
Komite Etika dan Disiplin Profesi di rumah sakit berupa peringatan tertulis,
limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege), bekerja dibawah
supervisi dalam waktu tertentu oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pelayanan medik tersebut dan pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege)
sementara atauselamanya.
6. Pelaksanaan Keputusan
Keputusan Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi tentang pemberian
tindakan disiplin profesi diserahkan kepada Kepala/Direktur Rumah Sakit oleh
Ketua Komite Medik sebagai rekomendasi, selanjutnya Kepala/Direktur Rumah
Sakit melakukan eksekusi.
Sub komite etika dan disiplin profesi menyusun materi kegiatan pembinaan
profesionalisme kedokteran. Pelaksanaan pembinaan profesionalisme kedokteran
dapat diselenggarakan dalam bentuk ceramah, diskusi, simposium, lokakarya dan
sebagainya yang dilakukan oleh unit kerja rumah sakit terkait seperti unit pendidikan
dan latihan, komite medik dan sebagainya.
Staf medik dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada
suatu kasus pengobatan di rumah sakit melalui kelompok profesinya kepada komite
medik. Sub komite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasan
kasus dengan mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk
memberikan pertimbangan pengambilan keputusan etis tersebut.
2.7. Clinical Governance (Tata Kelola Klinis)
Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) dapat diartikan sebagai suatu sistem
yang menjamin organisasi pemberi pelayanan kesehatan, bertanggung jawab untuk
terus menerus melakukan perbaikan mutu pelayanannya dan menjamin memberikan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pelayanan dengan standar yang tinggi dengan menciptakan lingkungan di mana
pelayanan prima akan berkembang (Scally & Donaldson 1998). Untuk mendapatkan
pelayanan prima rumah sakit yang baik dibutuhkan tata kelola klinik yang baik pula.
Pelayanan klinis merupakan core business dari rumahsakit yang perlu mendapat
perhatian khusus terutama yang menyangkut dengan keselamatan pasien dan
profesionalisme dalam pelayanan. Untuk pengembangan sistem pelayanan klinis
dilakukan melalui penerapan Good Clinical Governance.
Adapun tujuan diterapkannya Goodclinical Governance adalah untuk menjaga
agar pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan baik berdasarkan standar
pelayanan yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang memiliki tingkat
profesionalisme tinggi. Dengan demikian pada gilirannya akan mendukung dalam
upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan melalui upaya klinik yang
maksimal dengan biaya yang paling efisien.
Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang
meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, resiko klinis berbasis bukti,
peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,
pengembangan profesional dan akreditasi rumah sakit.
Standar tata kelola klinis menurut Permenkes RI No.
755/Menkes/Per/IV/2011 adalah:
1. Pertanggungjawaban
2. Kebijakan dan strategi
3. Struktur organisasi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Penyediaan sumber daya yang tepat
5. Komunikasi
6. Pengembangan profesi dan pelatihan
7. Pengukuran efektivitas
8. Penilaian dari luar
2.8. Landasan Teori
Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 dirumuskan untuk mengatur tata
kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan medik dan keselamatan pasien di rumah
sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medik. Melalui komite medik
diharapkan tujuan pelayanan rumah sakit akan dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Komite medik memegang peranan utama dalam menegakkan profesionalisme
staf medik yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi
pemberian izin melakukan pelayanan medik di rumah sakit (clinical appointment)
termasuk rinciannya (delineation of clinicalprivilege), memelihara kompetensi dan
etika profesi serta menegakkan disiplin profesi. Untuk itu kepala/direktur rumah sakit
berkewajiban agar komite medik senantiasa memiliki akses informasi terinci tentang
masalah keprofesian setiap staf medik di rumah sakit.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Permenkes RI No. 755/Menkes/
Per/IV/2011 dikeluarkan agar pelayanan rumah sakit dapat terselenggara dengan
lebih baik. Maka setelah suatu kebijakan diformulasikan atau ditetapkan selanjutnya
akan memasuki tahap impementasi kebijakan yang dianggap sebagai tahap yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
paling menentukan dalam proses kebijakan. Menurut Akib (2010), bahwa
implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan
pengerahan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya input
menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat.
Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Edwards III yang dikutip oleh Tangkilisan (2003) ada 4 faktor yang
menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan yakni faktor
sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. Keempat faktor tersebut tidak
berdiri sendiri namun saling berkaitan dalam memengaruhi proses implementasi yang
ditinjau dari perspektif pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan kelompok
penerima manfaat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2.9 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka
berpikir untuk penelitian ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut :
Gambar 2.4. Kerangka Berpikir Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor
755/ Menkes/Per/IV/2011 terhadap Tugas dan Fungsi Komite Medik Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Keterangan:
Setelah sebuah kebijakan dirumuskan dan dijalankan, maka perlu dilakukan
sebuah analisis terhadap amplikasi dari kebijakan tersebut. Apakah kebijakan tersebut
telah berjalan sesuai dengan ketentuan, kendala apa yang dihadapi, penyebab
munculnya kendala dan solusi yang dapat ditawarkan untuk menghadapi kendala
tersebut. Sebagaimana telah dirumuskan bahwa peneliti akan menggunakan teori
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Edwards III dalam melakukan analisis kebijakan tersebut yaitu melalui alat ukur
Sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. Dalam hal ini kebijakan yang
dirumuskan tersebut adalah perumusan tugas dan fungsi Komite medik. Masing-
masing sub komite medik telah memiliki tugas yang jelas dan khusus. Maka penulis
akan melakukan analisa apakah komite medik (masing-masing sub komite) telah
melakukan tugas dan fungsi sesuai dengan rumusan kebijakan. Dalam hal ini penulis
akan mengukur sejauh mana Komite medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan telah menjalankan tugas dan fungsinya dalam rangka peningkatan
mutu pelayanan medik dan keselamatan pasien di rumah sakit.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode
penelitan eksplanatif dengan pendekatan kualitatif. Dalam Nawawi (1990: 64),
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengemukakan gejala/keadaan
sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan
intrepretasi. Sedangkan metode penelitian ekspalanatif adalah suatu metode penelitian
yang dimaksudkan untuk menemukan dan mengembangkan teori sehingga hasil atau
produk penelitiannya dapat menjelaskan kenapa atau mengapa (variabel anteseden
apa saja yang mempengaruhi) terjadinya suatu gejala atau kenyataan sosial tertentu
(Sanapiah, 2007: 18). Penelitian eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan hubungan
antara dua atau lebih gejala atau variabel. Dalam penelitian ini akan digali informasi
sebanyak-banyaknya dan secara detail tentang implementasi kebijakan Permenkes
No. 755/Menkes/Per/IV/2011 dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Komite Medik
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan melalui teori implementasi
kebijakan Edward III, yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur
birokrasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Alasan pemilihan lokasi penelitian, karena belum pernah dilakukan tentang topik ini
sebelumnya dan karena terdapat beberapa kasus medik yang ditangani Komite Medik
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April 2015, diawali dengan
pengumpulan data di lapangan, pengolahan data, analisis data sampai dengan
presentasi hasil penelitian.
3.3. Informan Penelitian
Informan merupakan orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian dan mempunyai banyak pengalaman tentang latar
penelitian (Moleong, 2006). Dalam penelitian ini informan akan ditentukan melalui
teknik purposive sampling, yaitu partisipan yang dipilih adalah pihak-pihak yang
terkait dengan Komite Medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
Menurut Sugiyono (2010) purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel untuk tujuan tertentu saja. Misalnya akan melakukan penelitian tentang
implementasi suatu program, maka sampel yang dipilih adalah orang yang bertugas
mengimplementasikan program itu. Informan dalam penelitian adalah sebagai
berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tabel 3.1. Informan Penelitian
Kriteria Tempat Tugas Jumlah
1. Ketua Komite Medik RSUP H.Adam Malik Medan 1
2. Sekretaris Komite Medik RSUP H.Adam Malik Medan 1
3. Anggota Sub Komite Kredensial RSUP H.Adam Malik Medan 1
4. Anggota Sub Komite Mutu Profesi RSUP H.Adam Malik Medan 1
5. Anggota Sub Komite Etika dan
Disiplin Profesi
RSUP H.Adam Malik Medan 1
3.4. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam
penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang
memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh
salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian
kualitatif. Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data
akan berakibat kurang akuratnya hasil penelitiannya atau bias.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara mendalam secara terstruktur dengan Komite Medik di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sedangkan data sekunder
diperoleh dari data-data dan laporan-laporan yang terkait di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik Medan.
Standar khusus pengumpulan data yang perlu dipenuhi sesuai dengan
karakteristik penelitian kualitatif sesuai menurut Moleong (2006), yakni melakukan
setidak-tidaknya triaggulasi metode dan triangulasi sumber data. Triangulasi metode
dilakukan dengan cara wawancara mendalam yang terstruktur, telaah dokumen dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
observasi sehingga kebenaran data yang diperoleh melalui suatu metode dapat dicek
dengan data yang diperoleh melalui metode lain. Sedangkan triangulasi sumber data
dilakukan dengan cara wawancara beberapa informan sehingga didapat data yang
relevan.
Adapun teknis atau cara dalam pengumpulan data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
1. Wawancara mendalam
Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk
mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Wawancara
mendalam dilakukan secara bebas terkontrol artinya wawancara dilakukan secara
bebas. Sehingga data yang diperoleh adalah data yang luas dan mendalam, tetapi
masih memperhatikan unsur terpimpin yang memungkinkan masih terpenuhinya
prinsip-prinsip komparabilitas dan reliabilitas secara langsung dapat diarahkan dan
memihak pada persoalan-persoalan yang diteliti. Walaupun draft wawancara
digunakan dalam wawancara ini, akan tetapi dalam pelaksanaannya wawancara
dibuat bervariasi dan disesuaikan dengan situasi yang ada, sehingga tidak kaku.
Seperti halnya dalam teknik pengumpulan data dengan observasi, maka dalam
wawancara inipun hasilnya dicatat dan direkam untuk menghindari terjadinya
kesesatan “recording”. Disamping itu peneliti juga menggunakan teknik recall
(ulangan) yaitu menggunakan pertanyaan yang sama tentang suatu hal. Ini
dimaksudkan untuk memperoleh kepastian jawaban dari responden. Apabila hasil
jawaban pertama dan selanjutnya sama, maka data dapat disebut sudah final.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Singarimbun (1989:192) interview atau wawancara adalah suatu
proses tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung berhadapan atau
melalui media. Keduanya berkomunikasi secara langsung baik terstruktur maupun
tidak terstruktur atau dilakukan dengan persiapan maupun tanpa persiapan terlebih
dahulu. Sehingga antara pertanyaan dengan jawaban dapat diperoleh secara langsung
dalam suatu konteks kejadian secara timbal balik. Dengan demikian wawancara
dalam penelitian merupakan proses interaksi komunikasi antara peneliti dengan
subyek penelitian, informan, maupun informan kunci (key informan) dengan cara
melakukan tanya jawab secara langsung untuk memperoleh data atau informasi.
2. Observasi
Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan
data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya
merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman,
pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah
penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau
suasana tertentu dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk
memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan
penelitian.
Bungin (2007) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: a) Observasi
partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang
digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan
di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan; b) Observasi tidak terstruktur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga
peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di
lapangan; c) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok
tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.
Berdasarkan teori menurut Bungin di atas, maka bentuk observasi yang
diterapkan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi (participant observation)
adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian
melalui pengamatan dan penginderaan.
3. Analisis Dokumen
Pengumpulan data melalui teknik ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil
data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dengan analisis dokumen ini
diharapkan data yang diperlukan menjadi benar-benar valid. Dokumen yang dapat
dijadikan sumber antara lain foto, laporan penelitian, buku-buku yang sesuai dengan
penelitian dan data tertulis lainnya.
3.5. Variabel Penelitian
Untuk melakukan analisis implementasi kebijakan permenkes nomor
755/menkes/per/IV/2011 terhadap tugas dan fungsi komite medik Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malaik Medan maka variable yang akan digunakan adalah :
1. Implementasi kebijakan
Adapun model implementasi yang digunakan adalah model implementasi
menurut George C. Edwards III dengan variabel, yaitu :
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
a. Komunikasi
b. Sumberdaya
c. Struktur Birokrasi
d. Disposisi
2. Tugas Dan Fungsi Komite Medik
a. melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medik yang
akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit adalah yang kredibel.
b. Menjaga Mutu Profesi Medik
c. Melindungi pasien dari pelayanan staf medik yang tidak memenuhi syarat
d. Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah
sakit
3.6. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan uraian dari variable penelitian yang sudah
dirumuskan dalam bentuk indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari
suatu penelitian. Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang
memberitahukan bagaimana cara menyusun suatu variabel sehingga dalam
pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator pendukung apa saja yang
dianalisis dari variabel tersebut. Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan
Permenkes nomor 755/menkes/per/IV/2011 diukur dengan menggunakan indicator
sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Komunikasi
a. Sosialisai permenkes dan berbagai ketentuan di dalam nya
b. Koordinasi antar bagian pada Komite Medik
c. Alur komunikasi yang jelas
2. Sumberdaya
a. Personil, yang terdiri atas:
1) Jumlah personil
2) Motivasi kerja
3) Komitmen
4) Kualitas SDM
b. Fasilitas pendukung
c. Pembiayaan (anggaran/dana, sumber dana, kondisi pembiayaan)
d. Kewenangan
1) Kebebasan menjalankan tugas dan tanggungjawab
2) Kebebasan intervensi dari pihak yang tidak berkepentingan
3. Struktur Birokrasi
a. Ada prosedur yang tetap dan jelas bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan
kebijakannya
b. Ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/
per/IV/2011 sesuai dengan berbagai ketentuan yang telah diatur.
c. Adanya tanggung jawab dalam menjalankan kebijakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Disposisi
a. Pemahaman para pelaksana dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap
pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/per/IV/2011
b. Intensitas yang berupa sikap dari para pelaksana Permenkes nomor
755/menkes/per/IV/2011
c. Penerimaan atau penolakan terhadap pelaksanaan kebijakan.
3.7. Metode Analisis Data
Bogdan dan Biklen seperti yang dikutip oleh Moleong (2006) mengatakan
bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Metode analisis data dalam penelitian kualitatif jenis studi kasus ini adalah
metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian secara teoritis, kemudian teori
tersebut dianalisis sesuai dengan temuan di lapangan dan data yang diperoleh melalui
observasi dan wawancara. Dengan teknik analisa kualitatif, peneliti akan
menjabarkan hasil penelitian dan melakukan pembahasan hanya dengan
menguraikannya dalam kalimat-kalimat. Adapun Langkah-langkah analisis data pada
studi kasus, yaitu:
1. Mengorganisir informasi
2. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya
4. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori
5. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi
natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus
yang lain.
6. Menyajikan hasil akhir penelitian secara naratif.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Sejarah Rumah Sakit Adam Malik Medan
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan sebuah
rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah
Provinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. Rumah
Sakit ini pernah menjadi pusat pelayanan dan penanganan korban jatuhnya pesawat
Mandala Airlines sesaat setelah lepas landas dari Bandara Polonia dalam tujuannya
ke Bandara Soekarno-Hatta pada 5 September 2005. Rumah Sakit H. Adam Malik
mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan
untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mengalami beberapa
tahap perkembangan yang dapat digambarkan sebagai berikut:
1. 1990: Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit
kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990
2. 1991: Sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.
502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan
wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera
Barat dan Riau.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. 1993: Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas
Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda
dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada
tanggal 21 Juli 1993.
4. 2007: Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007
dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007
tepatnya pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi
Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-
pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk
perubahan status menjadi BLU (Badan Layanan Umum) Penuh.
5. 2008: Untuk mewujudkan RSUP sebagai BLU perlu pemberdayaan dan
kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif
dan efisien dan dilakukan penyesuaian Organisasi yang didukung oleh Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tentang
Organisasi dan tata kerja RSUP H Adam Malik Medan tanggal 11 Maret 2008.
6. 2009: RSUP. H. Adam Malik berubah status menjadi Badan Layanan Umum
(BLU) Penuh. Hal tersebut ditetapkan dengan penerbitan Surat Keputusan
Menteri Keuangan No. 214/KMK.05/2009 pada tanggal 10 Juni 2009.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.1.2. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan
Direktur
Utama
Direktur SDM &
Pendidikan
Direktur
Keuangan
Direktur
Umum &
Operasional
Direktur
Medik &
Keperawatan
Komite
MedikSekretaris
Sub Komite
Kredensial
Sub Komite Mutu
Profesi
Sub Komite Etika
& disiplin
Gambar 4.1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan
Sumber: Arsip RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015
4.1.3. Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan
Untuk ”Membuat Rakyat Sehat”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia
telah menetapkan 4 (empat) Grand Strategy pembangunan kesehatan yang menjadi
misi RSUP H. Adam Malik, meliputi:
1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat
2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas
3. Meningkatkan Surveilance, monitoring dan informasi kesehatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Meningkatkan pendapatan.
Merujuk pada misi Departemen Keuangan tersebut maka visis RSUP H.
Adam Malik adalah : ” Menjadi pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan
serta pusat rujukan kesehatan wilayah Sumatera bagian Utara dan Tengah dan pada
tahun 2010 yang bertumpu pada kemandirian”. Maka langkah-langkah yang
dilakukan adalah :
1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat.
2. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan yang bermutu untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang profesional di bidang kesehatan
3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan dalam
rangka meningkatkan mutu pelayanan.
4. Menyelenggarakan pelayanan yang menunjang peningkatan mutu pelayanan
kesehatan.
4.1.4. Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi RSUP H. Adam Malik
1. Tugas Pokok
a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasilguna dengan
mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara
serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan
upaya rujukan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Bekerjasama dengan fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan
lembaga lainnya dalam menyelenggarakan pendidikan klinik calon dokter
spesialis serta tenaga kesehatan lainnya.
2. Fungsi RSUP H. Adam Malik
a. Menyelenggarakan pelayanan medis
b. Pelayanan dan asuhan keperawatan
c. Penunjang medis dan non medis
d. Pengelolaan sumber daya manusia
e. Pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan
pendidikan kedokteran berkelanjutan.
f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya
g. Penelitian dan pengembangan
h. Pelayanan rujukan
i. Administrasi umum dan keuangan.
3. Susunan Organisasi
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 244/MenKes/
per/III/2008 tentang organisasi RSUP H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa
susunan organisasi RSUP H. Adam Malik Medan terdiri dari :
a. Direktorat Medik dan Keperawatan
b. Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan
c. Direktorat Keuangan
d. Direktorat Umum dan Operasional
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
e. Unit-unit Non Struktural
Direktorat Medik dan Keperawatan dipimpin oleh seorang direktur yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Tugas dari
Direktorat Medik dan Keperawatan adalah melaksanakan pengelolaan pelayanan
medis, keperawatan dan penunjang. Fungsi dari Direktorat Medik dan Keperawatan
adalah :
a. Penyusunan rencana pelayanan medis, keperawatan dan penunjang
b. Koordinasi pelaksanaan pelayanan medis, keperawatan dan penunjang
c. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelayanan medis, keperawatan dan
penunjang.
Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan terdiri dari :
a. Bidang Pelayanan Medik
b. Bidang Pelayanan Keperawatan
c. Bidang Pelayanan Penunjang
d. Instalasi
e. Kelompok Jabatan Fungsional
Bidang Pelayanan Medik terdiri dari:
a. Seksi Pelayanan Medik Rawat Jalan
b. Seksi Pelayanan Medik Rawat Inap
c. Seksi Pelayanan Medik Rawat Khusus
Bidang Pelayanan Medik Rawat Jalan mempunyai tugas melakukan
penyiapan bahan penyusunan rencana pelayanan, koordinasi pelaksanaan,
pemantauan dan evaluasi pelayanan medis rawat jalan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah rumah sakit negeri kelas
A. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan
subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau disebut
pula sebagai rumah sakit pusat. RSU H Adam Malik menyediakan 633 tempat tidur
inap, lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Sumatera Utara yang tersedia rata-
rata 80 tempat tidur inap. Dengan 210 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih banyak
dibanding rata-rata rumah sakit di Sumatera Utara. 34 dari 633 tempat tidur di rumah
sakit ini berkelas VIP keatas.
Struktur organisasi RSUP H. Adam Malik dituangkan dalam surat keputusan
direktur utama RSUP H. Adam Malik Medan Nomor OT.01.01/IV.2.1/ /2015 Januari
2015.
4.1.5. Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Sebagaimana dituangkan dalam Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011
bahwa Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit dan bertanggung
jawab kepada kepala/direktur rumah sakit. Organisasi Komite Medik sekurang-
kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua Komite Medik ditetapkan
oleh Kepala/Direktur Rumah Sakit. Sekretaris dan anggota diusulkan oleh Ketua
Komite Medik dan ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah Sakit. Dalam hal Wakil
Ketua Komite Medik diperlukan maka wakil ketua diusulkan oleh Ketua Komite
Medik dan ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah Sakit.
Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terdiri
atas : Ketua Sub Komite Kredensial, Sekretaris Sub Komite Kredensial, Anggota Sub
Komite Kredensial, Ketua Sub Komite Mutu Profesi, Sekretaris Sub Komite Mutu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Profesi, Anggota Sub Komite Mutu Profesi, Ketua Sub Komite Etika dan Disiplin
Profesi, Anggota Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi, Mitra Bestari.
Secara umum komite medik RSUP H. Adam Malik Medan bertugas untuk
memantau dan memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien sudah
sesuai dengan standar. Dalam hal ini Komite Medik menjadi media komunikasi
antara petugas medis dengan pimpinan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan. Ini berarti Komite Medik harus bekerjasama dan selalu melakukan koordinasi
dengan para petugas medis yang bekerja di lapangan atau yang berhadapan langsung
dengan pasien.
4.1.6. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam Malik Medan
(Uraian Tugas, Fungsi, Wewenang, Tanggung Jawab Dan Kewajiban
Komite Medis)
Gambar 4.2. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam Malik
Medan
Sumber: Arsip RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Tugas dan Fungsi Komite Medis
1. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang
bekerja di rumah sakit dengan cara :
a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan
medis di rumah sakit
b. Memelihara mutu profesi staf medis;dan
c. Menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi staf medis
2. Dalam melaksanakan tugas kredensial komite medik mempunyai fungsi sebagai
berikut :
a. Penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan
masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang
berlaku
b. Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian :
1) Kompetensi
2) Kesehatan fisik dan mental
3) Perilaku
4) Etika profesi
c. Evaluasi data pendidikan professional kedokteran/kedokteran gigi
berkelanjutan
d. Wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis
e. Penilaian dan pemutusankewenangan klinis yang adekuat
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
f. Pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi
kewenangan klinis kepada komite medik
g. Melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat
penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik;dan
h. Rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.
3. Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis, komite medis
memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pelaksanaan audit medis
b. Rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan
bagi staf medis;
c. Rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi
staf medis;
d. Rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang
membutuhkan.
4. Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin ,etika dan perilaku profesi staf komite
medis memiliki fungsi sebagai berikut :
a. Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran
b. Pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;
c. Rekomendasi pendisiplinan pelaku professional di rumah sakit;dan
d. Pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada
asuhan medis pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wewenang Komite Medis
Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, komite medik berwenang :
1. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis ( delineation of clinical
privilege) ;
2. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment);
3. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis ( clinical privilege)
tertentu;
4. Memberikan rekomendasi perubahan/ modifikasi rincian kewenangan klinis
(delineation of clinical privilege );
5. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;
6. Memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan;
7. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring)
8. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.
4.1.6.1. Subkomite Kredensial
Sub komite kredensial memiliki tujuan untuk melindungi keselamatan pasien
dengan memastikan bahwa staf medik yang melakukan pelayanan medik di rumah
sakit adalah yang kredibel. Sub komite kredensial ini fungsinya adalah melakukan
kebijakan komite medik dalam bidang kredensial, yaitu dengan menjaga keselamatan
pasien, dan menjaga standar kompetensi staf medik yang langsung berhadapan
dengan pasien.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Sub komite kredensial memiliki tugas :
a. Mendapatkan dan memastikan staf medis yang professional dan akuntabel bagi
pelayanan di rumah sakit
b. Menyusun jenis-jenis kewenangan klinis bagi setiap staf medis yang melakukan
pelayanan medis di rumah sakit sesuai dengan cabang ilmu
kedokteran/kedokteran gigi yang ditetapkan oleh kolegium kedokteran/
kedokteran gigi Indonesia.
c. Menjaga reputasi dan kredibilitas para staf medis dan institusi rumah sakit di
hadapan pasien, penyandang dana dan pemangku kepentingan rumah sakit
lainnya.
Mekanisme Kredensial
Mekanisme kredensial dan rekredensial di rumah sakit adalah tanggung
jawab komite medik yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial. Proses kredensial
tersebut dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan
prosedur dan terdokumentasi.
Peran Sub Komite Kredensial
a. Penerimaan staf medis
Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik Medan telah menerapkan
beberapa langkah dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Permenkes Nomor
755/Menkes/ Per/IV/2011 ini, yaitu pertama sekali dokter yang bersangkutan harus
memasukkan surat permohonan untuk bertugas ke Direktur Utama rumah sakit
melalui tata usaha. Surat permohonan tersebut berisikan surat permohonan pribadi,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
surat lulus butuh dari departemen yan terkait, rincian kewenangan klinis dari
departemen tersebut, surat tanda registrasi maupun kelengkapan lainnya yang
dibutuhkan. Selanjutnya surat dan kelengakapan berkas tersebut akan di terima oleh
Direktur Utama melalui SDM, SDM akan memberikan disposisinya atas
pertimbangan dari tim ad hock.
Tim ad hock terdiri atas perwakilan dari departemen-departemen yang terkait.
Tim adhock disini fungsinya untuk menanyakan apakah departemen tersebut memang
membutuhkan tambahan dokter atau tidak. Pada tahapan inilah ditentukan apakah
permohonan diterima atau ditolak.
Setelah tim ad hock memutuskan untuk menerima permohonan maka langkah
selanjutnya adalah penyerahan berkas administrasi ke komite medik yang akan
diproses oleh sekertariat, yang selanjutnya akan diteruskan kepada sub komite
kredensial. Sub Komite Kredensial akan memeriksa apakah kewenangan klinis sudah
ditanda tangani oleh kepala departemen yang terkait, jika belum maka sub komite
kredensial akan meminta kepada staf medis yang bersangkutan untuk dapat
melengkapinya terlebih dahulu. Jika sudah dilengkapi maka komite medik akan
mengeluarkan surat rekomendasi dan clinical appointment yang akan diserahkan
kepada Direktur Utama. Kemudian Direktur Utama akan membuatkan nota tugas
kepada staf medis yang bersangkutan.
b. Pencabutan / Pengurangan Kewenangan Klinis
Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik belum pernah melakukan
pencabutan kewenangan klinis staf medis. Jika memang harus dilakukan pencabutan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kewenangan klinis, maka sebelumnya harus dilakukan audit kasus untuk
membuktikan ada/tidaknya kasus malpraktek. Dan pada saat kredensial / rekredensial,
peer group harus melakukan evaluasi apakah ada pengurangan sebahagian
kompetensi yang diajukan oleh staf medis yang bersangkutan.
Mekanisme kredensial dan rekredensial di rumah sakit menjadi tanggung
jawab komite medik yang dilaksanakan oleh sub komite kredensial. Proses kredensial
dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur
dan terdokumentasi.
4.1.6.2. Subkomite Mutu Profesi
Sub komite mutu profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medis.
Sub komite mutu profesi menjalankan tugasnya dengan :
a. Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf
medis yang bermutu, kompeten, etis, dan professional
b. Memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan
memelihara kompetensi dan kewenangan klinis
c. Mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan
d. Memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui upaya
pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan, maupun evaluasi
kinerja profesi yang terfokus
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Peran Sub Komite Mutu Profesi
a. Audit Kasus
Audit kasus dilakukan berdasarkan ada tidaknya aduan dari keluarga pasien atau
pasien. Bentuk pengaduan yang dibuat keluarga harus dalam bentuk laporan
tertulis. Audit kasus dilakukan tidak secara berkala tetapi jika ada pengaduan
yang diterima. Audit kasus akan langsung diproses tetapi harus disesuaikan
dahulu dengan kronologis yang dibuat oleh perawat.
Surat pengaduan yang disampaikan biasanya berupa tentang pengaduan adanya
kepuasan/ketidak puasan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, surat
pengaduan disampaikan kepada direktur medik (Pelayanan Medik), setelah itu
surat diteruskan kepada Komite Medik yang kemudian akan disesuaikan dengan
kronologis yang dibuat oleh perawat. Setelah itu dengan memanggil dan
melibatkan pihak-pihak yang terkait maka masalah tersebut langsung diselesaikan
pada saat itu juga.
b. Audit Medis
Pelakasanaan audit medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen
klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit
medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf
medis dalam saatu kasus. Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah
kegiatan evaluasi profesi secara sitemik.
Audit medis dilakukan berdasarkan kasus medis yang terbanyak. Komite medik
akan membuat panitia ad hock dalam menyelesaikan kasus medis yang akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
dibahas. Audit medis akan dilakukan jika ada pemberitahuan berupa surat dari
direktur yang ditujukan kepada direktur medik (Pelayanan Medik), setelah itu
surat akan diteruskan ke Komite Medik. Selanjutnya komite medik akan
memberitahu pihak-pihak yang terkait untuk dapat membentuk panitia ad hock
nya setelah itu barulah dapat dilakukan audit medis, setelah audit selesai maka
panitia ad hock dapat dibubarkan. Panitia ad hock ini sifatnya sementara.
Adapun yang menjadi tujuan dari audit medis bukan untuk mencari kesalahan
tetapi mencari penyebab atas suatu masalah medis. Misalnya : lama rawatan di
ICU selama > 14 hari, maka dicari apa penyebabnya, siapa saja yang terlibat
(rekam medis, DPJP, laboratorium), maka dibentuklah tim ad hock untuk
menyelesaikan masalah tersebut.
c. Merekomendasikan Pendidikan Berkelanjutan Bagi Staf Medis.
4.1.6.3. Subkomite Etika dan Disiplin Profesi
Setiap staf medik dalam melaksanakan asuhan medik di rumah sakit harus
menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kedokteran dan kinerja professional yang
baik. Dengan kinerja profesionalisme yang baik, pasien akan memperoleh asuhan
medik yang aman dan efektif. Didalam penanganan asuhan medik sehari-hari di
rumah sakit tidak jarang akan dijumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan,
sehingga diperlukan adanya suatu tim / unit kerja untuk dapat membantu memberikan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil oleh sub
komite etika dan disiplin profesi merupakan upaya pendisiplinan staf medik di rumah
sakit yang bersangkutan, jadi pelaksanaannya tidak berkaitan dengan proses
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
penegakan disiplin profesi di lembaga pemerintah, organisasi profesi ataupun hukum.
Penegakan disiplin profesi yang dimaksud disini juga bukan sebuah penegakan
disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian rumah sakit.
Mekanisme Kerja
Kepala/Direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh
mekanisme kerja subkomite disiplin dan etika profesi berdasarkan masukan komite
medis. Selain itu Kepala/ Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas tersedianya
berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.
4. Peran Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat dan
tidak layak untuk melakukan asuhan klinis. Selain itu juga Sub Komite Etika dan
Disiplin Profesi bertanggungjawab dalam memelihara dan meningkatkan mutu
profesionalisme staf medis di rumah sakit. Secara umum Sub Komite ini tidak dapat
bekerja sendiri karena harus bekerja sama dengan Sub Komite Mutu dan Sub Komite
Kredensial. Hal ini berkaitan dengan pencabutan kewenangan klinis, pengurangan
kewenangan klinis, pembinaan dan pengawasan yang melibatkan Sub Komite
Kredensial. Maka sebelumnya Komite Medik harus melakukan penelusuran melalui
audit kasus yang melibatkan Sub Komite Mutu Profesi. Jika sampai membahayakan
dan tidak memperhatikan keselamatan pasien barulah bisa dilakukan pencabutan
kewenangan klinis. Namun sampai saat ini RSUP. Haji Adam Malik belum pernah
menemukan kasus yang fatal dan belum pernah melakukan pencabutan kewenangan
klinis.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4.2. Hasil Wawancara tentang Kebijakan Permenkes RI No.
755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Untuk mengukur sejauh mana Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011
telah diimplentasikan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan maka
digunakan beberapa indikator sebagai berikut:
1. Komunikasi
Sub indikator :
a. Sosialisasi permenkes dan berbagai ketentuan di dalam nya
b. Koordinasi antar bagian pada Komite Medik
c. Alur komunikasi yang jelas.
2. Sumberdaya
Sub indikator:
a. Personil, yang terdiri atas:
1) Jumlah personil
2) Motivasi kerja
3) Komitmen
4) Kualitas SDM
b. Fasilitas pendukung
c. Pembiayaan (anggaran/dana, sumber dana, kondisi pembiayaan)
d. Kewenangan
1) Kebebasan menjalankan tugas dan tanggungjawab
2) Kebebasan intervensi dari pihak yang tidak berkepentingan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
3. Struktur Birokrasi
Sub indikator:
a. Ada prosedur yang tetap dan jelas bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan
kebijakannya
b. Ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/
per/IV/2011 sesuai dengan berbagai ketentuan yang telah diatur adanya
tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan
c. Adanya tanggung jawab dalam menjalankan kebijakan.
4. Disposisi
Sub indikator:
a. Pemahaman para pelaksana dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap
pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/per/IV/2011.
b. Intensitas yang berupa sikap dari para pelaksana Permenkes nomor
755/menkes/per/IV/2011
c. Penerimaan atau penolakan terhadap pelaksanaan kebijakan.
4.2.1. Sosialisasi Kebijakan yang Dilakukan Komite Medik dalam Rangka Melaksanakan Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Matriks 4.1. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai
Ketentuan di Dalamnya
A. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai
Ketentuan di Dalamnya Ketua Komite Medik Ya, sosialisasi tentang Permenkes ini kami terima di tahun 2011, saat
peraturan ini mulai diberlakukan. Sebenarnya sebelumnya kan udah ada juga peraturannya, peraturan ini dibuat untuk mengubah pandangan yang keliru tentang tugas dan fungsi komite medik. Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan akan meluruskan persepsi keliru yang menganggap komite medik adalah wadah untuk memperjuangkan kesejahteraan para staf medik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Matriks 4.1. (Lanjutan)
A. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai
Ketentuan di Dalamnya Sekretaris Komite Medik
Ya., disosialisasikan karena status RSUP HAji Adam MAlik adalah unit organisasi yang bertanggungjawab di bawah kementrian kesehatan. Ini disosialisasikan pada tahun 2011 yang lalu. Seluruh anggota komite medik diundang untuk diberi penjelasan tentang tugas, fungsi dan wewenang komite medik yang sebenarnya.tujuannya supaya gak terjadi miss communication atau salah persepsi. Kalau kerja ini kan paling enak kalau alur tugas dan fungsi masing-masing jelas..masing-masing tau apa yang jadi tanggungjawab dan wewenangnya. Jadi kalau ada maslah kita tidak saling menolak atau sitilahnya buang badan.
Sub komite kredensial Ya disosialisasikan, walaupun sebenarnya fungsi dan tugasnya gak jauh beda dengan yang lama. Hanya untuk mempertegas saja.
Dari uraian jawaban wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai Ketentuan Di Dalamnya
dilaksanakan dengan baik. Dengan adanya sosialisasi tentang ketentuan baru maka
diharapkan pelaksaan atau implementasi dari sebuah kebijakan dapat dilakukan
dengan lebih baik dan kerjasama dapat terjalin. Secara umum proses sosialisasis
dilakukan melalui berbagai kegiatan rapat, seminar, breafing dan sebagainya. Agar
proses sosialisasi dapat berhasil maka dibutuhkan proses komunikasi yang efektif
pula. Komunikasi adalah suatu proses atau kegiatan penyampaian pesan dari
seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses
komunikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah media yang digunakan,
waktu, tempat dan pembicara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Matriks 4.2. Koordinasi Antar Bagian Pada Komite Medik
B. Koordinasi Antar Bagian Pada Komite Medik
Ketua Komite Medik Ya, itu pasti. Karena Komite Medik tidak bisa bekerja sendirian kan? Kita bisa memberikan respon kan kalau ada laporan dari berbagai piha di rumah sakit ini. Tapi yang kita tindaklanjuti hanya masalah yang berhubungan dengan masalah mutu layanan, kredensial dan etika profesi. Jadi ini sering kita informasikan kepada rekan-rekan lain dari berbagai bagian. Misalnya dari SMF, direktur pelayanan, direktur SDm dan sebagainya.
Sekretaris Komite Medik Ya, kita sering berkoordinasi dengan bagian-bagian lain. Kita tidak bisa memutuskan sebuah solusi tanpa mendengarkan tanggapan dan masukan dari berbagai pihak. Kalau ada masalah maka kita akan panggil divisi yang berkaitan dan kita diskusikan bersama. Misalnya ada keterlambatan dalam bidang pelayanan…biasanya kan paling banyak keluhan di sini…. maka itu merupakan bagian dari bidang pelayanan medis untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagai contoh permasalahan yang akan dihadapi atau ditindaklanjuti oleh komite medik adalah dokter atau staf medik yang tidak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh komite medik atau staf medik yang melakukan pelanggaran.
Sub komite kredensial Sub komite kredensial memiliki fungsi yang cukup jelas ya. Kita bertugas untuk melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medik yang akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit adalah yang kredibel. Proses kredensial tersebut dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur, dan terdokumentasi. Dalam proses kredensial, sub komite kredensial melakukan serangkaian kegiatan termasuk menyusun tim mitra bestari, dan melakukan penilaian kompetensi seorang staf medik yang meminta kewenagan klinis tertentu.Jadi, dengan demikian bahwa sub komite kreedensial memang harus selalu berkoordinasi dengan sub komite lain dan pihak –pihak lain termasuk pimpinan rumah sakit dan para pegawai di sini.
Sub Komite Mutu Profesi Medik Pertanyaan apakah sub Komite Mutu profesi medik melakukan koordinasi dengan sub komite medik yang lain di rumah sakit ini, jawabannya jelas ya.. kami juga berperan bagaimana supaya rumah sakit berkualitas dengan cara memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf medik yang bermutu, kompeten, etis, dan professional. Jadi itu bukan hanya tugas dari kredensial toh?untuk mempertahankan mutu layanan dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian misalnya morning report, kasus sulit, ronde ruangan,kasus kematian (death case), audit medik, journal reading. Nah ini semuakan butuh informasi dari teman-teman di bagian lain termasuk para dokter dan perawat yang bertugas.
Subkomite Etika dan Disiplin Profesi Ya, kita selalu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlapor. Misalnya dalam menangani maslah laporan dokter atau staf medik yang tidak mematuhi perturan maka pertama sekalai direktur akan memngirimkan pemberitahuan kepada komite medik, setelah ada disposisi dari direktur barulah komite medika akan memproses.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dari jawaban wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa komite medik dan
petugas medis lain di RSUP Haji Adam Malik Medan selalu melakukan koordinasi
dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul. RSUP Haji Adam Malik
Medan terutama Komite Medik sangat menyadari bahwa koordinasi sangat
dibutuhkan dalam sebuah organisasi besar ataupun kecil. Kordinasi adalah
penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali kegiatan - kegiatan yang saling
bergantung dari individu-individu untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi
sangatlah penting dalam organisasi karena di dalamnya terdapat banyak kegiatan
yang berlainan dilakukan oleh banyak orang dalam banyak bagian. Kebutuhan
koordinasi timbul sewaktu-waktu apabila satu orang atau kelompok bertanggung
jawab atas kesempurnaan suatu tugas. Apabila terdapat keadaan saling bergantungan
di antara kegiatan-kegiatan maka hasil yang efektif akan dapat tercapai. Misalnya
seperti dalam penanganan kasus di bidang pelayanan yang dinilai kurang maksimal.
Jika permasalahan berasal dari salah satu instalasi yang ada maka pertama sekali
instalasi harus membuat surat untuk dilakukan Audit medis di mana Audit Medis ini
merupakan tugas dari Sub Komite Mutu Profesi. Maka dalam hal ini terlihat adanya
koordinasi antar bagian, ada ketergantungan antar pihak yang terlibat. Dengan
dilakukannya koordinasi maka akan tercapai beberapa hal sebagai berikut:
1. Mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah
tercapainya sasaran.
2. Menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran.
3. Menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dan sasaran.
5. Menghindari tindakan overlapping dari sasaran.
Selain itu, disadari bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan dapat
membutuhkan beberapa panitia lain dalam rangka tata kelola klinis yang baik seperti
panitia infeksi nosokomial, panitia rekam medik, dan sebagainya. Panitia-panitia
tersebut perlu dikoordinasikan secara fungsional oleh sebuah komite tertentu yang
bertanggung jawab pada kepala/direktur rumah sakit. Komite tertentu tersebut
berperan meningkatkan mutu rumah sakit yang tidak langsung berkaitan dengan
profesi medik, sehingga perlu dibentuk secara tersendiri agar dapat melakukan
tugasnya secara lebih terfokus.
Matriks 4.3. Alur Komunikasi yang Jelas
C. Alur Komunikasi yang Jelas
Ketua Komite Medik
Ya, jalur komunikasi di komite medis ini ya jelas. Artinya bahwa setiap memproses
sebuah masalah memang ada tahapannya, dari mana dulu lalu lanjut kemana. Kita
juga secara teratur menyamoaikan laporan kepada Direktur RS.
Sekretaris Komite Medik
Dalam memecahkan masalah dan mencari soslusi yang terbaik setiap pihak yang
terlibat harus mengetahui perkembangan masalahnya. Masalahnya apa, siapa yang
terlibat dan solusi yang bagaimana yang diharapkan. Maka seperti yang sudah saya
sebutkan tadi misalnya ada masalah pelayanan maka terlebih dahulu ada
komunikasi dengan instalasi yang bersangkutan.selain itu selalu ada laporan
kepada pihak pengelola rumah sakit (dalam hal ini adalah kemenkes) karena segara
bentuk kegiatan harus dilaporkan kepada kemenkes Sub komite Kredensial
Bentuk komunikasi yang kami lakukan adalah dalam hal pemberian informasi
mengenai berbagai kebijakan dan prosedur bagi staf medik untuk memperoleh
kewenangan klinis dengan berpedoman pada peraturan internal staf medik (medikal
staff bylaws). Subkomite Etika dan Disiplin Profesi
Ya pasti ada komunikasi yang jelas. Struktur organisasi kan fungsinya itu juga.
Kapan kita melapor ke direktur, melalui siapa dulu baru bisa sampai ke direktur.
Semua sudah jelas diatur.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Komite medik memberikan laporan tahunan dan laporan berkala tentang
kegiatan keprofesian yang dilakukannya kepada kepala/direktur rumah sakit. Dengan
demikian lingkup hubungan antara kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik
adalah dalam hal-hal yang menyangkut profesionalisme staf medik saja. Hal-hal yang
terkait dengan pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya
oleh kepala/direktur rumah sakit. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal
pengaturan kewenangan melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama
tersebut dalam bentuk rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan
pelayanan medik dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.
4.2.2. Jumlah Tenaga dan Kualitas Sumber Daya pada Komite Medik dalam
Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik Rumah
Sakit di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan
Matriks 4.3. Jumlah Personil, Jumlah Personil dan Kualitas SDM
A. Jumlah Personil, Jumlah Personil dan Kualitas SDM
Ketua Komite Medik
Jumlah personil komite medik ya saya rasa sudah memadai dan masing-
masing sesuai dengan keahlian. Kita semua memiliki latar belakang medis,
sehingga sedikit banyaknya kita mengetahi seluk beluk duni medis.
Sekretaris Komite Medik
Jumlah pengurus komite medik sudah mencukupi dan kualitas SDM nya juga
sudah sangat mendukung.
Subkomite Etika dan Disiplin Profesi
Ya, semua anggota komite medik RS HAji Adam Malik ini memiliki kualitas
kerja yang baik.
Dari jawaban di atas dapat disimpulkan bahwa Komite medik RSUP Haji
Adam Malik Medan memiliki kualitas SDM yang baik dan jumlahnya sudah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mencukupi. Jumlah personalia komite medik yang efektif berkisar sekitar lima
sampai sembilan orang termasuk ketua dan sekretaris. Namun demikian, untuk rumah
sakit dengan jumlah staf medik terbatas dapat menyesuaikan dengan situasi sejauh
tugas dan fungsi komite medik tetap terlaksana. Walaupun rumah sakit memiliki staf
medik yang terbatas jumlahnya, budaya profesionalisme yang akuntabel harus tetap
ditegakkan melalui penyelenggaraan tata kelola klinis yang baik. Pasien harus tetap
terlindungi tanpa melihat besar kecilnya jumlah staf medik. Personalia tersebut dipilih
dari staf medik yang memiliki reputasi baik dalam profesinya yang meliputi
kompetensi, sikap dan hubungan interpersonal yang baik. Mekanisme pengambilan
keputusan dibidang keprofesian dalam setiap kegiatan komite medik dilaksanakan
secara sehat dengan memperhatikan asas–asas kolegialitas. Peraturan internal staf
rumah sakit (medikal staffbylaws) akan menetapkan lebih rinci tentang mekanisme
tersebut
Ketua komite medik bertanggung jawab kepada kepala/direktur rumah sakit.
Di satu pihak, Kepala/Direktur Rumah Sakit berkewajiban untuk menyediakan segala
sumber daya agar Komite Medik dapat berfungsi dengan baik untuk
menyelenggarakan profesionalisme staf medik sesuai dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri Kesehatan ini. Di lain pihak, komite medik memberikan laporan
tahunan dan laporan berkala tentang kegiatan keprofesian yang dilakukannya kepada
kepala/direktur rumah sakit. Dengan demikian lingkup hubungan antara
kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik adalah dalam hal-hal yang
menyangkut profesionalisme staf medik saja. Hal-hal yang terkait dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya oleh
kepala/direktur rumah sakit. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical
governance) yang baik kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal
pengaturan kewenangan melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama
tersebut dalam bentuk rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan
pelayanan medik dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.
Matriks 4.4. Fasilitas yang Tersedia
B. Fasilitas yang Tersedia
Ketua Komite Medik
Fasilitas yang disediakan ya memadai. Ada ruangan khusus, ada fasilitas
kantor yang khusus.
Sekretaris Komite Medik
Fasilitas fisik sangat memadai. Sudah sangat memadai lah. Kalau misalnya
kita mengadakan rapat, lokakarya an sebagainya segala kebutuhan sudah
ditanggung oleh pihak rumah sakit. Suasana lingkungan juga nyaman,
artinya kantor kita ini kan tidak berada di tempat yang istilahnya banyak
pasien dan para medis menjalankan pelayanan pengobatan. Jadi masalah
failitas fisik dan lingkungan saya rasa sudah sangat mendukung.
Sub Komite Mutu
Ya, sudah sangat memadai
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Sangat memadai
Sub Komite kredensial
Sangat memadai dan saya rasa sudah cukup.
Dari jawaban di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang disediakan oleh
pengelola RSUP Haji Adam Malik Medan sudah sangat memadai bagi Komite
Medik dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dalam suatu pencapaian tujuan
perusahaan, diperlukan alat atau sarana pendukung yang digunakan dalam aktivitas
sehari-hari di perusahaan tersebut, fasilitas yang digunakan bermacam-macam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bentuk, jenis maupun manfaatnya, disesuaikan dengan dengan kebutuhan dan
kemampuan perusahaan. Kata fasilitas sendiri berasal dari bahasa belanda “faciliteit”
yang artinya prasarana atau wahana untuk melakukan atau mempermudah sesuatu.
Fasilitas juga bisa dianggap suatu alat. Untuk mencapai tujuan perusahaan atau
organisasi ada banyak faktor yang mendukung, salah satu diantaranya adalah
fasilitas kerja karyawan merupakan faktor pendukung bagi kelancaran tugas yang
mereka kerjakan, sehingga pekerjaan dapat dikerjakan sesuai dengan yang
diharapkan. Fasilitas kerja terkait dengan lingkungan kerja, karena lingkungan kerja
juga merupakan fasilitas kerja, dengan adanya lingkungan kerja yang nyaman maka
karyawan dapat melaksanakan kerja (Moekijat 2001 : 155).
Matriks 4.5. Pembiayaan(Anggaran/Dana, Sumber Dana, Kondisi Pembiayaan)
C. Pembiayaan(Anggaran/Dana, Sumber Dana, Kondisi Pembiayaan)
Ketua Komite Medik
Seperti yang sudah saya katakan tadi bahwa kalau dana untuk seminar,
rapat dan sebagainya semua sudah difasilitasi oleh pihak rumah sakit. Tapi
kalau diluar dari itu gak ada lagi.
Sekretaris Komite Medik
Sebenarnya inilah yang menjadi masalah selama Komite Medik ini ada. Kita
sama sekali tidak mendapat honor atau gaji dari tugas kita ini. Semua sudah
disatukan dengan system remonisasi. Anggaran tidak disediakan oleh
Kemenkes padahal sebenarnya ada disebutkan di alam salah satu pasal.
Sub Komite Mutu
Kita tidak pernah membahas masalah honor anggota komite medik secara
khusus.
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Kalau anggaran untuk rapat, seminar dan pembiayaan lain mungkin bisa
ditanyakan pada sekretaris ya..
Sub Komite Kresidensial
Anggaran untuk menjalankan tugas setahu saya gak ada masalah karena
semua sudah disediakan oleh pihak rumah sakit. Taoi kalau anggaran untuk
yang lain saya kurang paham. Mungkin pak ketua yang tau ya…
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Penganggaran merupakan komitmen resmi yang terkait dengan harapan
tentang pendapatan, biaya dan beragam transaksi keuangan dalam jangka waktu
tertentu di masa yang akan datang. Dengan penyusunan anggaran usaha-usaha akan
lebih banyak berhasil apabila ditunjang oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang
terarah dan dibantu oleh perencanaan-perencanaan yang matang.
Matriks 4.6. Kewenangan
D. Kewenangan
Ketua Komite Medik
Kewenangan kita sebatas memberikan rekomendasi/saran kepada Direktur
RS.
Sekretaris Komite Medik
Komite medik melakukan kredensial, meningkatkan mutu profesi, dan
menegakkan disiplin profesi serta merekomendasikan tindak lanjutnya kepada
kepala/direktur rumah sakit; sedangkan kepala/direktur rumah sakit
menindaklanjuti rekomendasi komite medik dengan mengerahkan semua
sumber daya agar profesionalisme para staf medik dapat diterapkan dirumah
sakit.
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Kewenangan sub komite etika dan displin profesi adalah Memelihara dan
meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah sakit. Tugas kami
adalah mengupayakan adanya program pembinaan profesionalisme
kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku profesional staf medik di
lingkungan rumah sakit
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Kewenangan sub komite etika dan displin profesi adalah Memelihara dan
meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah sakit. Tugas kami
adalah mengupayakan adanya program pembinaan profesionalisme
kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku profesional staf medik di
lingkungan rumah sakit
Sub Komite Kredensial
kewenangan kami adalah untuk memastikan bahwa calon dokter yang akan
bertugas di rumah sakit ini adalah yang memang memilki kredibilitas. Itu ada
prosedurnya..mulai dari pengajuan permohonan hingga pada keluarnya izin
untuk bertugas
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Wewenang merupakan dasar untuk bertindak, berbuat, dan melakukan
kegiatan/aktivitas dalam suatu organisasi/instansi. Bentuk saluran wewenang yang
diterapkan di RSUP HAji Adam Malik Medan adalah wewenang fungsional, yaitu
kekuasaan seorang manajer adalah karena proses-proses, praktek-praktek, kebijakan-
kebijakan tertentu atau soal-soal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan oleh pegawai-pegawai lain dalam bagian-bagian lain pula. Dalam
hal ini setiap sub komite memeiliki wewenang yang sudah jelas. Namun kendala yang
sering dihadapi adalah pengurus Komite medik adalah tenaga medis yang memiliki
tugas pelayanan kesehatan sehingga sering sekali kesibukan tersebut menjadi kendala
dalam menjalankan tugas sebagai pengurus komite medik.
4.2.3. Koordinasi Antar Sub Komite dalam Rangka Pelaksanaan Kebijakan
Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan Komite
Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Matriks 4.7. Adanya Prosedur yang Jelas
A. Adanya Prosedur yang Jelas
Ketua Komite Medik
Prosedur kerja di komite ini sudah jelas karena semua sudah diatur di
Permenekes no 755 tahun 2011 itu. Jadi gak bisa sembarangan.
Sekretaris Komite Medik
Ya, sangat jelas. Seperti yang sudah saya jelaskan tadi bahwa kalau ada
masalah gak langsung ke Komite Medik. Tapi melalui instatlasi yang
bersangkutan dulu.baru kemudian kita proses. Itu semua sudah diatur di
Permenekes No 755 tahun 2011. Jadi semuanya sudah jelas, jadi kita tinggal
ikutkan saja.
Sub Komite Mutu
Prosedurnya sudah diatur secara jelas di permenkes.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Matriks 4.7. (Lanjutan)
A. Adanya Prosedur yang Jelas
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Kalau masalah etika dan profesi ini kan masalah yang sangat riskan. Tapi
syukurnya semua sudah diatur di permenekes No.755. jadi kalau kita
mengambil keputusan sudah jelas dasar hukumnya.
sub Komite kredensial
semua sudah diatur dalam Permenkes kan. Jadi prosedur kerja nya sudah
jelas.
Dari jawaban wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa Komite menjalankan
tugas sesuai dengan prosedur yang sudah ada. Misalnya dalam hal Pencabutan
kewenangan klinis (clinical privilege0 dilakukan melalui prosedur tertentu yang
melibatkan komite medik. Walaupun sampai saat ini sub Komite Kredensiaal RSUPH
Adam Malik Medan belum pernah melakukan pencabutan kewenangann klinis,
namun tetap diatur ketentuan tentang pencabutan kewenangan klinikal misalnya
karena malpraktek. Untuk menentukan apakah memang benar telah terjadi mal
praktek maka terlebih dahulu dilakukan audit medik. Yang melaksanakan adalah tim
ad-hock yang dibentuk khusus untuk melakukan audit medic. Ketua tim ad-hock
ditetapkan berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Sedangkan audit kasus adalah
penyelesaian masalah setelah adanya keluhan dari keluarga pasien yang disampaikan
melalui surat. Jika memang terbukti ada kesalahan dalam pelayanan pasien, maka
barulah dapat dilakukan pencabutan kewenangan klinis.
Kewajiban rumah sakit untuk menetapkan kewenangan klinis
(clinicalprivilege) tersebut telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-
undangan tentang perumahsakitan bahwa setiap rumah sakit wajib menyusun dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
melaksanakan hospital bylaws yang dalam penjelasan peraturan perundang-undangan
tersebut ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib melaksanakan tata kelola klinis
yang baik (good clinical governance). Hal ini harus dirumuskan oleh setiap rumah
sakit dalam peraturan staf medik rumah sakit (medikal staff bylaw) antara lain diatur
kewenangan klinis (clinical privilege).
Matriks 4.8. Adanya Tanggungjawab dalam Menjalankan Kebijakan
B. Adanya Tanggungjawab dalam Menjalankan Kebijakan
Ketua Komite Medik
Ya, tentu saja kita berusaha menjalankan tanggungjawab ini dengan baik.
Walau kadangkala kita kesulitan dalam masalah waktu. Kita juga sibuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga kalau ada pelatihan-
pelatihan untuk Komite medik kita tidak selalu bisa menghadirinya. Sekretaris Komite Medik
Ya, sebenarnya tanggungjawab itu muncul dari pemahaman kita akan tujuan dan manfaat dibentuknya Komite medik ini. Kalau kita sudah menyadarinya maka kita akan tau bahwa tanggungjawab pengurus komite itu gak ringan. Bayangkan aja, bagaimana kita dituntut untuk bisa menjaga kualitas layanan rumah sakit secara eksternal maupun internal, dan tugas sebagai paramedik juga sudah menunggu di rumah sakit maupun di klinik.
Sub Komite Mutu Kita mau aja bertanggungjawab menjalankan tugas, tapi kadang-kadang waktu nya gak mendukung…ya semampu kita ajalah.
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Ya, kita berusah mengemban tanggungjawab dengan sebaik mungkin.
Sub Komite Kredensial tujuan didirikannya Komite medik ini adalah untuk menjamin bahwa hak pasien terlindungi, hak para medis juga bisa diterima, jadi sebenarnya tanggungjawab kami itulah
Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa secara umum pengurus komite
Medik menyadari tanggungjawab yang diberikan kepada mereka. Namun sering
sekali tanggungjawab tersebut tidak maksimal dijalankan karena keterbatasan waktu.
Apalagi secara umum, pengurus komite medik adalah para dokter spesialis yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
memiliki jam tugas yang sangat padat. Sehingga sering sekali sebuah masalah
membutuhkan waktu yang lama dalam menyelesaikannya.
4.2.4. Bentuk Disposisi terhadap Pelaksanaan Kebijakan Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan
Matriks 4.9. Pehaman Para Pelaksana dalam Memenuhi Tanggungjawab
terhadap Pelaksanaan Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011
A. P Pehaman Para Pelaksana dalam Memenuhi Tanggungjawab terhadap
Pelaksanaan Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011 Ketua Komite Medik
Ya kita paham lah..pihak rumah sakit juga pasti paham itu.. Sekretaris Komite Medik
Ya paham Sub Komite Mutu Pahamlah..
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Paham-paham sebatas tugas sub kita.. Sub Komite kredensial paham…
Dari jawaban wawancara dapat dilihat bahwa pelaksana kebijakan sangat
memahami tanggungjawab mereka dan apa peranan mereka dalam peningkatan
kualitas layanan rumah sakit.
Matriks 4.10. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan
B. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan
Ketua Komite Medik
Disposisi ini artinya penerimaan dari pihak rumah sakit kan? Ya. Pihak RS
Adam Malik sangat merespon keberadaan Komite medik ini. Walaupun ada
beberapa petugas medis yang menganggap kita ini sebagai pengawas yang
akan mengancam mereka..hahaha…tapi secara umum mereka mereka
merespon dengan baik karena mereka tau tugas dan fungsi kita itu apa.
Sekretaris Komite Medik
Ya, sangat menerima..terbukti dari fasilitas-fasilitas yang diberikan..kesediaan
untuk mendanai berbagai rapat, seminar dan lokakarya yang
diselenggarakan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Matriks 4.10. (Lanjutan)
B. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan
Sub Komite Mutu
Saya rasa gak ada alas an untuk tidak menerima ya, karena kita bertugas
untuk menjaga agar layanan terhadap pasien bisa maksimal.
Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi
Ya, sangat menerima lah..kita perpanjangan tangan dari Kementrian
Kesehatan
sub Komite kredensial
setau saya pihak RS Adam Malik ini sangat merespon positif akan keberadaan
komite ini. Sebagai rumah sakit tipe A, kualitas kan harus diutamakan, maka
perlu sebuah struktur yang mengawasi mutu tersebut.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 5
PEMBAHASAN
Dalam implementasi Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011 tentu terdapat
faktor pendukung dan faktor penghambat/kendala-kendala yang dihadapi oleh
pengurus Komite Medik.
5.1. Implementasi Kebijakan Permenkes RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011
Pelaksanaan kebijakan Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah
Sakit Umum Pusat haji Adam Malik Medan sudah dilaksanakan. Hal tersebut
dikarenakan staf medik yang ada di struktur komite medik mau melaksanakannya.
Selain itu juga kebijakan Permenkes No 755/ Menkes/Per/IV/2011 merupakan salah
satu syarat dalam pelaksanaan akrreditasi rumah sakit, sehingga staf medik dan
tenaga pelaksana komite medik lainnya harus menjalankan kebijakan tersebut.
5.2. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Permenkes No 755/
Menkes/Per/IV/2011
Ketenagaan dalam dalam pelaksanaan kebijakan Permenkes Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medsn
sudah sesua. Dimana didalam Permenkes RI No 755/ Menkes/Per/IV/2011,
disebutkan bahwa jumlah personalia komite medik yang efektif berkisar sekitar lima
sampai Sembilan orang termasuk ketua dan sekertaris. Personalia tersebut dipilih
dari staf medis yang memiliki reputasi baik dslam profesinya yang meliputi
kompetensi, sikap, dan hubungan interpersonal yang baik. Mekanisme pengambilan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
keputusan di bidang ke profesian dalam setiap kegiatan komite medik dilaksanakan
secara sehat dengan memperhatikan asas-asas kolegialitas. Peraturan internal staf
medik (medical staff bylaws) akan menetapkan lebih rinci tentang mekanisme
tersebut.
Dalam hal pendanaan, diketahui bahwa pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik akan menyediakan dana dalam mendukung terlaksananya kegiatan-
kegiatan komite medik.
5.3. Faktor yang Memengaruhi
5.3.1. Komunikasi
Dengan adanya komunikasi yang dilakukan secara teratur maka kerjasama
akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Komunikasi adalah suatu proses atau kegiatan
penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.
Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia dan untik menjaga keberlangsungan
sebuah organisasi atau keolompok. Kehidupan manusia akan tampak hampa apabila
tidak ada komunikasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara
perorangan, kelompok, ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi. Dua orang
dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi.
Aksi dan reaksi dilakukan manusia baik secara perorangan, kelompok atau organisasi
Dalam sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit
Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilakukan dengan menghadirkan pembicara
dari Kementrian Kesehatan. Hal ini dilakukan agar berbagai pertanyaan yang muncul
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
saat proses sosialisasi dapat terjawab. Saat sosialisasi juga dihadirkan perwakilan dari
divisi-divisi yang ada di RSUP Haji Adam Malik seperti dari Divisi Bedah, Poli
Umum, Keuangan, Personalia dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar berbagai pihak
dapat memahami tugas pokok dan fungsi dari Komite Medik. Fungsi lain dari
sosialisasi ini adalah agar berbagai pihak menyadari dan mengetahui bahwa setiap
kebijakan memiliki berbagai dampak dan konsekwensi yang jelas. Maka setiap
kebijakan yang telah dirumuskan, terlebih dahulu harus disosialisasikan agar
masyarakat maupun pihak pihak yang terlibat memahami standar yang dituntut dari
keberhasilan tujuan kebijakan tersebut. Oleh karena itu secara umum setelah tahapan
implementasi maka tahap berikut dari sebuah perumusan kebijakan adalah tahap
penilaian.
Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi
untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan
masalah. Kebijakan-kebijakan pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang
diinginkan. Oleh karena itu, maka ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria
yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan tersebut telah meraih dampak
yang diinginkan.
Namun, dalam beberapa pengarahan dan pelatihan yang ditujukan kepada
pengurus Komite Medik tidak dihadiri oleh selruh pengurus komite karena kesibukan
masing-masing. Sehingga kiranya perlu disusun sebuah strategi pengarahan yang
lebih efektif agar seluruh pengurus mengetahui perkembangan baru tentang tugas dan
fungsi komite medik. Demikian juga hal nya dengan pihak lain seperti pegawai
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
rumah sakit, mitra bestari bahkan masyarakt. Sehingga keberadaan komite medik ini
diketahui dan dapat diberdayakan secara maksimal.
5.3.2. Sumber Daya
Dari sudut jumlah, Komite medik RSUP Haji Adam MAlik Medan sudah
sangat memadai yaitu sebanyak 14 orang yang teridiri atas tenaga medis dengan
bidang yang berbeda-beda. Komite Medik RSUP Haji Adam Malik terdiri atas :
Ketua Sub Komite Kredensial, Sekretaris Sub Komite Kredensial, Anggota Sub
Komite Kredensial, Ketua Sub Komite Mutu Profesi, Sekretaris Sub Komite Mutu
Profesi, Anggota Sub Komite Mutu Profesi, Ketua Sub Komite Etika dan Disiplin
Profesi, Anggota Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi, Mitra Bestari. Walaupun
berdasarkan permenkes No.755 tahun 2011 jumlah efektif Komite medik adalah 5
sampai dengan 9 orang, namun dengan melihat ukuran RSUP Haji Adam Malik yang
sangat besar maka perlu ditambah menjadi 14 orang.
Namun tentu juga harus disadari bahwa jumlah personil yang banyak tidak
menjadi faktor utama keberhasilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Faktor
lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas SDM dari pengurus tersebut yang dapat
diukur dari rasa tanggungjawab, motivasi kerja, loyalitas dan sebagainya. Hal yang
sangat penting dan fundamental di dalam sebuah organisasi adalah loyalitas dan
kebersamaan dari setiap anggota dan pimpinannya yang akan sangat menentukan
kemajuan dan perkembangan organisasi. Tanpa adanya loyalitas dan kebersamaan,
maka sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik bahkan terkadang tidak akan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mampu bertahan apabila di dalamnya tidak diterapkan sikap loyal dan kebersamaan
dengan baik.
Hal ini dapat dikatakan sebagai kesetiaan terhadap organisasinya. Apabila
para anggota organisasi memiliki kesetiaan/loyalitas terhadap organisasinya, maka ia
akan merasa memiliki kesadaran akan kewajiban untuk menggunakan semua fasilitas,
kemampuan serta sumber daya yang dimilikinya demi kemajuan organisasinya.
Semua itu dapat terlihat dari para anggota organisasi yang selalu menaati peraturan
atau kesepakatan yang telah ditentukan baik tertulis maupun lisan. Ia akan
mendukung setiap program kerja organisasi yang telah dijalankan dan akan
mengerjakan bagiannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Tentunya terkadang
memerlukan pengorbanan baik secara materi maupun waktu yang seringkali tidak
dapat diterima oleh mereka yang tidak memiliki kesetiaan/loyalitas terhadap
organisasinya. Dalam hal ini pengurus Komite Medik dituntut untuk meluangkan
waktu mereka untuk menjalankan tugas sebagai pengurus. Para pengurus harus
menyadari bahwa dalam loyalitas terkandung beberapa unsur diantaranya
pengorbanan, kepatuhan, komitmen, ketaatan dan kesetiaan. Tentunya ini bukan
merupakan hal yang mudah, mengingat bahwa para medis ini juga memiliki tugas di
tempat lain. Oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ini adalah dengan menambah petugas tambahan yang bukan berasal dari para
medis, namun memiliki pemahaman tentang pelayanan rumah sakit. Misalnya dengan
meningkatkan arus koordinasi dan komunikasi dengan Mitra Bestari dan perwakilan
masyarakat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
5.3.3. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi akan menggambarkan hubungan kerjasama antar bagian yang
terdapat dalam struktur. Di RSUP Haji Adam Malik Medan struktur organisasi
tersusun dengan sangat jelas, bagaimana prosedur kerja telah diatur, bagaimana
tanggungjawab harus dijalankan dan sebagainya. Salah satu contoh adalah dalam hal
penerimaan calon dokter yang akan bertugas. Ada beberapa langkah dan prosedur
yang harus diikuti. Pertama sekali dokter yang bermohon tersebut harus
memasukkan surat permohonan untuk bertugas ke direktur utama rumah sakit melalui
tata usaha. Surat permohonan berisi antara lain permohonan pribadi dan surat izin
dari departemen yang akan dituju oleh si dokter tersebut. Selanjutnya surat akan
diterima oleh Direktur Utama lalu di disposisikan ke bagian SDM. Di bagian SDM
ada tim ad-hock (terdiri atas perwakilan dari departemen-departemen). Tim ad-hock
fungsinya untuk menanyakan apakah departemen memang benar-benar membutuhkan
tambahan dokter atau tidak. Pada tahapan inilah ditentukan apakah permohonan
diterima atau ditolak.
Setelah tim ad-hock memutuskan untuk menerima permohonan maka langkah
selanjutnya adalah diserahkan ke Komite Medik yang akan diolah oleh sekretaris
Komite medik dan diserahkan pada sub komite yang berwenang dalam hal ini sub
komite kredensial. Sub komite Kredensial akan memeriksa apakah kewenangan
klinisnya sudah diteken oleh departemen, jika belum maka harus dilengkapi. Jika
sudah dilengkapi maka komite medik akan mengeluarkan surat rekomendasi dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sekaligus membuat Clinical Appoitment dan diserahkan pada Direktur Utama untuk
dibuat nota tugasnya.
5.3.4. Disposisi
Disposisi dapat diukur dari tingkat penerimaan dan keterlibatan dalam
implementasi kebijakan. Keberhasilan implementasi sebuah kebijakan sangat
bergantung pada pihak-pihak terlibat. Misalnya dalam Permenkes Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 sikap RSUP Haji Adam Malik dalam pelaksanaan
kebijakan tersebut akan menjadi penentu apakah Komite medik akan berhasil
menjalankan tugasnya atau tidak. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa
pihak Rumah sakit sangat respon terhadap keberadaan Komite medik ini. Dapat
dilihat dari kesediaan pengelola rumah sakit untuk hadir dalam berbagai rapat
maupun diskusi yang diselenggarakan. Kesediaan pihak umah sakit untuk
menyediakan fasilitas bagi komite medik juga dapat dijadikan petunjuk bahwa pihak
rumah sakit memberikan respon yang sangat positif terhadap komite ini.
5.4. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Permenkes No 755/Menkes/
Per/IV/2011
Beberapa hal yang menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan ini
adalah:
1. Komitmen Kerja Dokter yang Bertugas Sebagai Dosen
Sub Komite kredensial adalah bagian yang khusus menangani tentang penyediaan
tenaga dokter yang professional, menjamin standar dan kompetensi para staf
medik yang akan berhadapan langsung dengan para pasien di rumah sakit. Untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mendapatkan tenaga dokter yang benar-benar professional komite medik
bekerjasama dengan bagian lain (SDM dan tim ad-hock) melakukan kegiatan
seleksi yang cukup ketat. Salah satu bentuk seleksi yang dilakukan adalah
wawancara terhadap dokter yang akan ditugaskan. Namun kendala yang sering
dihadapi adalah sering sekali kegiatan seleksi menjadi terkendala karena dokter
tersebut tidak datang pada hari yang telah ditetapkan untuk diwawancarai.
Sehingga kegiatan sub kreedensial menjadi tertunda. Namun komite medic tidak
memiliki hak untuk melakukan penundaan mengeluarkan surat rekomendasi
untuk penerbitan clinical appointment. Hal ini tentu tidak efektif mengingat
bahwa rumah sakit membutuhkan tenaga medik dalam jumlah, kualitas dan waktu
yang tepat. Pelayanan terhadap pasien tidak dapat ditunda. Kendala lain yang
dihadapi adalah beberapa dokter yang akan bertugas memiliki dua fungsi dari
instansi yang berbeda. Misalnya dokter yang juga bertugas sebagai dosen di
fakultas kedokteran atau yang serumpun. Sering sekali dokter lebih banyak
menghabiskan waktu di kampus atau sebagai staf pengajar daripada menjalankan
tugas sebagai seorang dokter. Hal ini tentu bertentangan dengan kode etik
kedokteran yang seharusnya lebih mengutamakan pelayanan terhadap pasien
daripada bidang lain. Sehingga tidak berlebihan jika loyalitas dokter tersebut
dipertanyakan sebagai seorang juru medis.
2. Kesediaan Waktu Para Komite Medik
Masalah penghambat lainnya adalah keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para
petugas yang menjalankan profesi sebagai juru medis. Hal ini juga terungkap dari
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
hasil wawancara dengan narasumber bahwa sering sekali pengurus tidak dapat
menghadiri rapat, lokakarya dan sebagainya yang berhubungan dengan sosialisasi
tupoksi Komite Medik karena waktunya berbenturan dengan tugas sebagai juru
medis.
Hal ini mungkin dapat diantisipasi dengan adanya media informasi yang dapat
diakses kapan saja oleh pengurus Komite Medik. Demikian juga dengan
pengadaan suatu lembaga atau unit tertentu yang khusus memberikan layanan
informasi seputar tugas dan fungsi Komite Medik.
Pendelegasian tugas kepada dokter dengan jam terbang yang masih rendah juga
bisa dilakukan sehingga apabila pengurus mengalami kendala waktu maka dapat
didelegasikan kepada wakil atau staf nya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:
1. Komite medik RSUP Haji Adam Malik telah mengimplementasikan
755/Menkes/Per/IV/2011 dengan baik yang meliputi 3 aspek yaitu Mutu, Etika
dan disiplin profesi serta Kredensial.
2. Sebagai bukti bahwa Komite medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan telah melaksanakan kebijakan Permenkes Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 tentan Tugas dan fungsi Komite Medik Rumah Sakit di
Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan telah mengikuti akreditasi baik yang
bertaraf nasional maupun yang bertaraf internasional. Hal ini dijamin oleh suatu
lembaga akreditasi yang bernama Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).
3. Sub Komite Mutu Profesi bertugas untuk menyampaikan penilaian tentang kinerja
dari dokter yang bertugas kepada Sub Komite Kredensial yang mana laporan
tersebut akan digunakan sebagai dasar penerbitan dan perpanjangan kewenangan
klinis dokter tersebut.
4. Sub Komite Kredensial
a. Secara administratif Komite Medik telah menjalankan prosedur dengan baik,
namun yang menjadi kendala adalah kadangkala staf medis yang hendak di
kredensial tidak hadir pada waktu yang ditentukan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
b. Beberapa staf medis yang sudah di kredensial kurang dapat membagi waktu
antara tenaga pelayanan di rumah sakit dan tenaga pengajar di perguruan
tinggi
c. Dalam tahap kredensial staf medis yang hendak bermohon harus dapat
melengkapi persyaratan yang diperlukan
5. Sub Komite Mutu Profesi
Meliputi : audit kasus dan audit medik hal ini dibuat dengan tujuan untuk
melindungi keselamatan pasien, dan juga meningkatkan kualitas pelayanan
6. Sub komite Etika dan Disiplin Profesi
Staf medis di RSUP. Haji Adam Malik belum pernah melakukan pelanggaran
disiplin yang fatal, dan RSUP. Haji Adam Malik belum pernah melakukan
pencabutan kewenangan klinis
6.2. Saran
Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah:
1. Oleh karena Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sudah dapat
dikatakan baik dalam mengimplementasikan kebijakan Perenkes RI Nomor
755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Malik Medan, maka diharapkan kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji
Adam Medan dapat terus meningkatkan kualitasnya dalam penjagaan mutu dan
profesionalisme staf medik. Dengan meningkatnya mutu dan profesionalisme staf
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
medik di rumah sakit diharapkan kualiitas pelayanan di rumah sakit juga dapat
ditingkatkan.
2. Untuk mengatasi masalah komitmen kerja yang kurang pada dokter yang
memiliki dua fungsi yaitu sebagai petugas medis dan sekaligus sebagai dosen,
maka sebaiknya diminta komitmen yang lebih tegas dari dokter yang
bersangkutan agar tidak mengabaikan tugas di rumah sakit. Misalnya melalui
perjanjian tertulis yang mengatur tentang dampak dan akibat bila mengabaikan
komitmen kerja.
3. Staf medis yang juga berperan sebagai tenaga pengajar diharapkan dapat
menyeimbangkan peran sebagai tenaga pelayanan di rumah sakit.
4. Para staf medis yang sudah di kredensial diminta untuk dapat melengkapi segala
persyaratan yang ditetapkan oleh Sub Komite Kredensial, jika staf medis tidak
dapat memenuhi aturan-aturan yang ditetapkan maka komite medik berhak
memberikan keputusan yang sesuai.
5. Agar sub komite mutu profesi lebih teratur dalam melakukan pertemuan, hal ini
dimaksudkan agar kualitas pelayanan dapat ditingkatkan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DAFTAR PUSTAKA
Singarimbun, Masri, 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta: LP3ES Anderson
(1979) Robert B., Proving Programs Correct, John Wiley & Sons,
Azwar Azrul, 2002. Pengantar Administrasi Kesehatan , edisi ketiga. Jakarta
Badjuri H. Abubakar dan Yuwono Teguh, 2002, Kebijakan Publik, Konsep FISIP
Universitas Diponegoro, Semarang.
Edwards III, George C., 1980. Implementing Public Policy.Washington
Congressional Quarterly Inc.
Lexy J., Moleong, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Nawawi, Hadari, 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University.
Yogyakarta
Nugroho, R., 2008. Public Policy: Teori Kebijakan Analisis Kebijakan -Proses
Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi,Jakarta: PT Elex
Media Komputindo
Solichin, 2008. Kebijakan Publik, Gajah Mada Press, Yogyakarta
Subarsono, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Jakarta,
Pustaka Pelajar
Tangkilisan, Hesel Nogi, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta:
Lukman Offset YPAPI.
Winarno, Budi, 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses, Jakarta: PT Buku Kita
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 772 / Menkes / SK / VI / 2002 Peraturan
Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws).
Keputusan Menteri Keseshatan RI Nomor 631 / Menkes / SK / VI / 2005 tentang
Peraturan Internal Staf Medik (Medikal Staff By Laws) di Rumah Sakit,
Jakarta 25 April 2005.
Peraturan Menteri Kesehtan RI Nomor 755 / Menkes / Per / IV / 2011 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
117
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA