IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

136
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN TESIS Oleh RIA FITRIANI NASUTION 137032236/IKM PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Transcript of IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Page 1: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/

PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Oleh

RIA FITRIANI NASUTION

137032236/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 2: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/

PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes)

dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh:

RIA FITRIANI NASUTION

137032236/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 3: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Judul Tesis : IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES

NO.755/MENKES/PER/IV/2011 TERHADAP

TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK DI

RSUP. HAJI ADAM MALIK MEDAN

Nama Mahasiswa : Ria Fitriani Nasution

Nomor Induk Mahasiswa : 137032236

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi RumahSakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD. Sp.JP (K)

Ketua

(dr. Fauzi, S.K.M)

Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 22 Oktober2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 4: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Telah Diuji

Pada Tanggal : 22 Oktober 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. SutomoKasiman, Sp.PD, Sp.JP (K)

Anggota : 1. dr. Fauzi, S.K.M

2. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes

3. Drs. Amru Nasution, M.Kes

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 5: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/

PER/IV/2011 TERHADAP TUGAS DAN FUNGSI KOMITE MEDIK

RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini

dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2015

Penulis,

Ria Fitriani Nasution

137032236/IKM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 6: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan. Untuk itu rumah sakit perlu menyelenggarakan

tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk melindungi pasien. Hal ini

sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kesehatan

dan perumahsakitan yaitu Permenkes RI No.755/Menkes/ Per/IV/2011. Peraturan

Menteri Kesehatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja

komite medik dirumah sakit. Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan akan

meluruskan persepsi keliru yang menganggap Komite Medik adalah wadah untuk

memperjuangkan kesejahteraan para staf medik.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan (RSUP HAM Medan)

merupakan rumah sakit kelas A. Berdasarkan survei pendahuluan pada minggu II

Januari 2014 tentang masalah keprofesionalan tenaga medik,diperoleh informasi

bahwa masih sebanyak pengaduan masyarakat/pasien tentang ketidakpuasan mereka

terhadap pelayanan tenaga medik ke Komite Medik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana kebijakan

Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik

di Rumah Sakit diimplementasikan dalam tugas dan fungsi Komite Medik di Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Komite Medik RSUP Haji Adam Malik

telah mengimplementasikan 755/Menkes/Per/IV/2011 dengan baik. Masalah yang

dihadapi adalah masalah komitmen kerja yang masih kurang pada beberapa dokter

yang juga berperan rangkap sebagai dosen di perguruan tinggi.

Saran yang dapat disampaikan dalam tulisan ini adalah sebaiknya diminta

komitmen yang lebih tegas dari dokter yang bersangkutan agar tidak mengabaikan

tugas di rumah sakit. Misalnya melalui perjanjian tertulis yang mengatur tentang

dampak dan akibat bila mengabaikan komitmen kerja, memberikan hak dan

wewenang kepada Komite Medik untuk melakukan penilaian kinerja dokter,

Keterbatasan waktu yang dimiliki para pengurus Komite Medik dapat diatasi dengan

mengangkat tenaga staf yang akan membantu para pengurus menjalankan tugasnya

sebagai anggota Komite Medik

Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Komite Medik RSUP Haji Adam Malik

Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 7: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

ABSTRACT

A hospital as one of the health service facilities is part of health resource

which is highly needed in supporting health organization. Therefore, it needs to

organiza good clinical governance in order to protect patients. This is in line with the

legal provisions concerning helth and hospital stipulated in Permenkes RI No.

755/Menkes/Per/IV/2011. This Decree of the Health Minister is intended to improve

and increase the performance of hospital medical committee. It is also expected to

make a correction of wrong perception which assumes that medical committee is a

body that strives for the committee members’ welfare.

RSUP (Central General Hospital) Haji Adam Malik, Medan, is a Class A

type. Based on the preliminary survey in the second week of January, 2014,

regarding medical personner’s professionalism, it was found that many

people/patients complained to the Medical Committee about their dissatiffaction with

medical personnel’s services.

The objective of the research was to find out how far the policy of Permenkes

RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 on the Organization of Hospital Medical Committee

was implemented in the duty and function of the Medical Committee at RSUP Haji

Adam Malik, Medan.

The result of the research showed that the Medical Committee of RSUP Haji

Adam Malik had implemented Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 properly.

The problem was about some doctors’ lack of work commitment since they were also

instructors at the universities.

It is recommended that the doctors have good commitment for not ignoring

the duty in the hospital by, for example, signing agreement about the consequences of

ignoring work commitment, give the right and outhority to the Medical Committee to

asses doctors’ performance. The limited time owned by the Medical Committee can

be settled by recruiting new staffs who will help the management do their job as

Medical Committee members.

Keyword : Implementation of Policy, Medical Committee of RSUP Haji Adam

Malik Medan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 8: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini

dengan sebaik-baiknya dengan judul “Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011” . Tesis ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar

Magister Kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat banyak

kekurangan dan kelemahan, hal ini disebabkan kemampuan dan pengetahuan penulis

yang masih terbatas. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis akan

menerima kritikan dan saran dari berbagai pihak guna kesempurnaan tesis ini.

Penulis telah banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dorongan dari

berbagai pihak dalam menyelesaikan tesis ini. Pantas kiranya penulis dengan hati

yang tulus mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya

kepada :

1. Prof. Subhilhar, Ph.D, selaku Pejabat Rektor Universitas Sumatera Utara

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti

pendidikan pada program studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 9: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Dr. Ir. Evawany Y, Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. dr. Sutomo Kasiman, Sp.PD. Sp.JP (K) selaku Pembimbing I yang telah

sabar dalam memberikan masukan dan meluangkan waktu untuk membimbing

penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

5. dr. Fauzi, S.K.M selaku Pembimbing II, guru dan konsultan bagi penulis yang

telah banyak memberikan ide-ide kreatif dan wawasan lapangan dalam proses

pembelajaran saya.

6. Dr. Drs. Zulfendri, M.Kes selaku Penguji 1 yang telah memberikan arahan dan

masukan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Drs. Amru Nasution, M.Kes yang telah memberikan arahan dan masukan dalam

penyelesaian tesis ini.

8. Direktur RSUP. Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin penelitian

kepada penulis

9. dr. Emir T. Pasaribu, Sp.B (Onk) selaku Ketua Komite Medik RSUP. Haji Adam

Malik Medan

10. Seluruh dosen dan staf di lingkungan program studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat peminatan Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti

selama penulis mengikuti pendidikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 10: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

11. Papa dan Mama tercinta, H. Abdul Muis Nasution, S.H., M.M dan Hj. Deliana

Hanum Lubis atas kasih sayang, doa, nasehat, dorongan dan perhatiannya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi Negeri.

12. Saudara-saudaraku yang tersayang Hj. Poppy Imelda Mahrani Nasution, S.Sos.

MSP, Indra Mulia Nasution, S.Sos. M.Si, Baginda Irwansyah, S.H yang selalu

dengan sabar mendampingi penulis.

13. Drs. Rahudman Hrp selaku mantan Walikota Medan yang telah banyak berjasa

dalam membuka wawasan cakrawala berpikir dan kesempatan di dunia pekerjaan.

14. dr. Radar Radius Tarigan yang telah memberikan rekomendasi dan banyak

membantu dalam mengumpulkan data dan informasi sehingga penulis dapat

menyelesaikan tesis ini dengan sebaik-baiknya.

15. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa program studi S2 Ilmu Kesehatan

Masyarakat angkatan 2013 yang telah membantu penulis selama pendidikan dan

proses penyusunan tesis.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah terlibat

selama penyusunan tesis ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 11: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Atas semua bantuan, dorongan, dan saran yang diberikan, penulis

mengucapkan terima kasih. Semua bantuan, dorongan dan saran akan mendapat

balasan yang setimpal dari Allah SWT. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat

di masa yang akan datang.

Amin ya robbal alamin.

Medan, Oktober 2015

Penulis,

Ria Fitriani Nasution

137032236/IKM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 12: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ria Fitriani Nasution, dilahirkan pada tanggal 28 Mei 1987

di kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara, beragama Islam, bertempat tinggal

di Jl. STM-Suka TAni No. 7A Medan. Penulis merupakan anak ke empat dari 4

(empat) bersaudara, dari pasangan ayahanda H. Abdul Muis Nasution, SH.MM, dan

ibunda Hj. Deliana Hanum Lubis.

Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar

dimulai tahun 1993-1999 di SD Swasta Taman Asuhan Pematangsiantar, pendidikan

SMP tahun 1999-2002 di SLTP Swasta Taman Asuhan, pendidikan SMA tahun

2002-2005 di SMU Negeri 2 Pematangsiantar, Pendidikan S1 kedokteran Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan tahun 2005-2012, dan dan penulis

menempuh pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

minat studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara pada tahun 2013 sampai dengan tahun 2015.

Sejak tanggal 11 April 2012 sampai dengan 1 Oktober 2013 Penulis bekerja

sebagai dokter di manjemen RSU. Bunda Thamrin Medan yaitu sebagai Sekertaris

Komite Medik RSU. Bunda Thamrin Medan, dan menjadi anggota kelompok kerja

Pelayanan Medik dalam peran serta Akreditasi RSU. Bunda Thamrin Medan pada

tanggal 29 Juni 2012. Pada tahun 2014 sd sekarang bertugas di RSUD. Dr. R.M.

Djoelham Binjai.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 13: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ........................................................................................................... i

ABSTRACT .......................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. vii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN ...............................................................................

1.1. Latar Belakang .......................................................................... 1

1.2. Permasalahan ............................................................................ 3

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6

2.1. Kebijakan Publik ...................................................................... 6

2.2. Kebijakan Kesehatan ................................................................ 9

2.2.1. Segitiga Kebijakan Kesehatan ...................................... 10

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan

Kesehatan ...................................................................... 11

2.3. Implementasi Kebijakan ........................................................... 12

2.4. Monitoring Kebijakan ............................................................... 19

2.5. Pelayanan Kesehatan ................................................................ 23

2.6. Komite Medik ........................................................................... 27

2.6.1. Sejarah Komite Medik .................................................. 28

2.6.2. Konsep Dasar Komite Medik ........................................ 32

2.6.3. Peranan Komite Medik dalam Menegakkan

Profesionalisme ............................................................. 33

2.6.4. Tugas dan Fungsi Komite Medik .................................. 34

2.6.5. Pengorganisasian Komite Medik .................................. 35

2.6.6. Hubungan Komite Medik dengan Pengelola Rumah

Sakit .............................................................................. 36

2.6.7. Peranan Organisasi Perumahsakitan dalam

Pemberdayaan Komite Medik di Rumah Sakit ............ 37

2.7. Clinical Geovernance (Tata Kelola Klinis) .............................. 57

2.8. Landasan Teori ......................................................................... 59

2.9. Kerangka Berpikir .................................................................... 61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 14: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 3. METODE PENELITIAN .................................................................. 63

3.1. Jenis Penelitian ......................................................................... 63

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 64

3.2.1. Lokasi Penelitian ........................................................... 64

3.2.2. Waktu Penelitian ........................................................... 64

3.3. Informan Penelitian .................................................................. 64

3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 65

3.5. Variabel Penelitian .................................................................... 68

3.6. Definisi Operasional ................................................................. 69

3.7. Metode Analisis Data ............................................................... 71

BAB 4. HASIL PENELITIAN ........................................................................ 73

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ......................................... 73

4.1.1. Sejarah Rumah Sakit Adam Malik Medan ................... 73

4.1.2. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan ...... 75

4.1.3. Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan ............... 73

4.1.4. Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi RSUP

H. Adam Malik ............................................................. 76

4.1.5. Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik Medan ................................................................. 79

4.1.6. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam

Malik Medan (Uraian Tugas, Fungsi, Wewenang,

Tanggung Jawab Dan Kewajiban Komite Medis) ....... 80

4.2. Hasil Wawancara tentang Kebijakan Permenkes RI No.

755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan .................................................................. 90

4.2.1. Sosialisasi Kebijakan yang Dilakukan Komite Medik

dalam Rangka Melaksanakan Kebijakan Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan

Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan ................................... 91

4.2.2. Jumlah Tenaga dan Kualitas Sumber Daya pada

Komite Medik dalam Pelaksanaan Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan

Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Haji

Adam Malik Medan ...................................................... 96

4.2.3. Koordinasi Antar Sub Komite dalam Rangka

Pelaksanaan Kebijakan Permenkes Nomor

755/Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan

Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan ................................... 101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 15: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4.2.4. Bentuk Disposisi terhadap Pelaksanaan Kebijakan

Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/2011 tentang

Penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan .. 104

BAB 5. PEMBAHASAN .................................................................................. 105

5.1. Implementasi Kebijakan Permenkes RI Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 .......................................................... 105

5.2. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Permenkes No 755/

Menkes/Per/IV/2011 ................................................................. 105

5.3. Faktor yang Memengaruhi ........................................................ 107

5.3.1. Komunikasi ................................................................... 107

5.3.2. Sumber Daya ................................................................. 109

5.3.3. Struktur Birokrasi .......................................................... 111

5.3.4. Disposisi ........................................................................ 112

5.4. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Permenkes No

755/Menkes/ Per/IV/2011 ......................................................... 112

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 114

6.1. Kesimpulan ............................................................................... 114

6.2. Saran ......................................................................................... 115

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 117

LAMPIRAN ......................................................................................................... 118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 16: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Informan Penelitian ................................................................................... 65

Matriks 4.1. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan

Berbagai Ketentuan di Dalamnya ............................................... 91

Matriks 4.2. Koordinasi Antar Bagian Pada Komite Medik ........................... 93

Matriks 4.3. Alur Komunikasi yang Jelas ....................................................... 95

Matriks 4.3. Jumlah Personil, Jumlah Personil dan Kualitas SDM ................. 96

Matriks 4.4. Fasilitas yang Tersedia ................................................................ 98

Matriks 4.5. Pembiayaan(Anggaran/Dana, Sumber Dana, Kondisi

Pembiayaan) ................................................................................ 99

Matriks 4.6. Kewenangan ................................................................................ 100

Matriks 4.7. Adanya Prosedur yang Jelas ....................................................... 101

Matriks 4.8. Adanya Tanggungjawab dalam Menjalankan Kebijakan ........... 103

Matriks 4.9. Pehaman Para Pelaksana dalam Memenuhi Tanggungjawab

terhadap Pelaksanaan Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011 104

Matriks 4.10. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan .... 104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 17: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Segitiga Analisis Kebijakan ...................................................................... 10

2.2. Model Implementasi George C. Edwards III ............................................ 16

2.3. Evaluasi Berkesinambungan (On Going Professionalpractice

Evaluation) ................................................................................................ 47

2.4. Kerangka Berpikir Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor 755/

Menkes/Per/IV/2011 terhadap Tugas dan Fungsi Komite Medik Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan ........................................... 61

4.1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan .................................. 75

4.2. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam Malik Medan ..... 80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 18: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Pedoman Wawancara ................................................................................ 119

2. Dokumentasi Penelitian ............................................................................. 124

3. Surat Izin Penelitian dari FKM USU ........................................................ 128

4. Surat Izin Penelitian dari RSUP H. Adam Malik Medan .......................... 129

5. Surat Izin Penelitian dari Pelayanan Medik RSUP H. Adam Malik

Medan ........................................................................................................ 130

6. Surat Izin Penelitian dari Komite Medik RSUP H. Adam Malik Medan . 131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 19: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah melindungi segenap

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakana

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan

melalui berbagai upaya kesehatan dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara

menyeluruh dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional

Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang Undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap orang berhak

memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam pasal 34 ayat (3) dinyatakan

Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas

pelayanan umum yang layak

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan merupakan

bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung

penyelenggaraan upaya kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah

Sakit mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat kompleks. Berbagai jenis

tenaga kesehatan dengan perangkat keilmuannya masing-masing berinteraksi satu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 20: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

sama lain. Ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang sangat pesat

yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam rangka pemberian pelayanan yang

bermutu, membuat semakin kompleksnya permasalahan didalam Rumah Sakit. Pada

hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat penyembuhan penyakit dan

pemulihan kesehatan dan fungsi dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang

seyogyanya merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan taraf

kesejahteraan masyarakat.

Rumah sakit wajib mengetahui dan menjaga keamanan setiap pelayanan

medik yang dilakukan dalam lingkungannya demi keselamatan semua pasien yang

dilayaninya sebagai bagian dari the duty of due care. Untuk itu rumah sakit perlu

menyelenggarakan tata kelola klinis (clinical governance) yang baik untuk

melindungi pasien. Hal ini sejalan dengan amanat peraturan perundang-undangan

yang terkait dengan kesehatan dan perumahsakitan yaitu Permenkes RI

No.755/Menkes/ Per/IV/2011.

Peraturan Menteri Kesehatan ini dimaksudkan untuk memperbaiki dan

meningkatkan kinerja komite medik dirumah sakit. Peraturan Menteri Kesehatan ini

diharapkan akan meluruskan persepsi keliru yang menganggap komite medik adalah

wadah untuk memperjuangkan kesejahteraan para staf medik. Peraturan menteri

kesehatan ini menata kembali ”professional self governance” dengan meletakkan

struktur komite medik di bawah kepala/direktur rumah sakit sampai pada tingkat

tertentu berperan sebagai “governing board”. Kepala/direktur rumah sakit

berkewajiban menyediakan segala sumber daya meliputi waktu, tenaga, biaya, sarana

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 21: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

dan prasarana agar tata kelola klinis dapat terselenggara dengan baik. Kepala/direktur

rumah sakit harus menjamin agar semua informasi keprofesian setiap staf medik

terselenggara dan terdokumentasi dengan baik sehingga dapat diakses oleh komite

medik. Lebih jauh lagi, bila komite medik menangani berbagai hal yang bersifat

pengelolaan, seperti misalnya panitia rekam medik, panitia pencegahan dan

pengendalian infeksi dan panitia farmasi dan terapi, hal ini akan merancukan fungsi

keprofesian dengan fungsi pengelolaan rumah sakit. Oleh karenanya dalam Peraturan

Menteri Kesehatan ini, komite medik ditegaskan hanya menangani masalah

keprofesian saja dan bukan menangani pengelolaan rumah sakit yang seharusnya

dilakukan kepala/direktur rumah sakit.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk mengangkat tema tentang

kinerja Komite Medik di Rumah Sakit Adam Malik Medan untuk mengetahui sejauh

mana Komite Medik di rumah sakit ini telah mengimplementasikan Permenkes

Nomor 755/MENKES/Per/IV/2011 dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Adapun judul penelitian yang ditetapkan oleh penulis Implementasi Kebijakan

Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 Terhadap Tugas Dan Fungsi Komite

Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah

peneliti adalah Bagaimana Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 22: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Malik Medan mengimplementasikan Permenkes RI No. 755/Menkes/ Per/IV/2011

dalam menjalankan tugas dan fungsinya?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui Bagaimana

Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

mengimplementasikan Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 dalam

menjalankan tugas dan fungsinya dengan melihat faktor-faktor yang mendukung

terlaksananya sebuah implementasi dengan melihat peran ke 3 sub komite , yaitu :

peran sub komite kredensial, peran sub komite mutu profesi, peran sub komite etika

dan disiplin profesi.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat yang berguna baik secara

teoritis maupun praktis, yaitu :

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pikiran bagi direktur/pimpinan

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan melalui peningkatan pemahaman implementasi kebijakan

Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 terhadap tugas dan fungsi komite

medik di rumah sakit.

2. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 23: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam meningkatkan

kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat di rumah sakit lainnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 24: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik

Menurut Solichin (2008), istilah kebijakan publik (publik policy) seringkali

penggunaannya saling ditukarkan dengan istilah-istilah lain seperti tujuan (goals)

program, keputusan, undang-undang, ketentuan-ketentuan, usulan-usulan dan

rancangan-rancangan besar. Bagi para pembuat kebijakan (policy makers) dan para

sejawatnya istilah-istilah itu tidaklah akan menimbulkan masalah apapun karena

menggunakan referensi yang sama. Namun bagi orang-orang yang berada di luar

struktur pengambilan kebijakan istilah-istilah tersebut kebijakan mungkin akan

membingungkan.

Seorang ahli Anderson (1979) merumuskan kebijakan sebagai perilaku dari

sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam

suatu bidang kegiatan tertentu. Dye (1995) mendefenisikannya sebagai segala sesuatu

yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan hasil yang membuat

sebuah kehidupan bersama tampil berbeda (what government do, why they do it, and

what difference it makes). Sedangkan Nugroho (2008) mendefinisikan kebijakan

publik secara sederhana yakni “keputusan yang dibuat negara, khususnya pemerintah,

sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan Negara yang bersangkutan”.

Dalam Subarsono (2008) dari hirarkinya dapat dilihat, kebijakan publik dapat

bersifat nasional, regional, maupun lokal, seperti undang-undang, peraturan

pemerintah, peraturan pemerintah provinsi, peraturan pemerintah kabupaten/kota dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 25: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

keputusan walikota. Winarno (2007), mengatakan bahwa kebijakan publik secara

garis besar mencakup tahap-tahap perumusan masalah kebijakan, implementasai

kebijakan dan evaluasi kebijakan. Sementara itu, analisis kebijakan berhubungan

dengan penyelidikan dan deskripsi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi

kebijakan publik.

Anderson (1979) sebagai pakar kebijakan publik menetapkan proses kebijakan

publik sebagai berikut :

1. Formulasi masalah (problem formulation): Apa masalahnya? Apa yang membuat

hal tersebut menjadi masalah kebijakan? Bagaimana masalah tersebut dapat

masuk dalam agenda pemerintah?

2. Formulasi kebijakan (formulation): Bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan

atau alternatif-alternatif untuk memecahkan masalah tersebut? Siapa saja yang

berpartisipasi dalam formulasi kebijakan?

3. Penentuan kebijakan (adoption): Bagaimana alternatif ditetapkan persyaratan atau

kriteria seperti apa yang harus dipenuhi? Siapa yang akan melaksanakan

kebijakan? Bagaimana proses atau strategi untuk melaksanakan kebijakan? Apa

isi dari kebijakan yang telah ditetapkan?

4. Implementasi (implementation): Siapa yang akan terlibat dalam implementasi

kebijakan? Apa yang mereka kerjakan? Apa dampak dari isi kebijakan?

5. Evaluasi (evalution): Bagaimana tingkat keberhasilan atau dampak kebijakan

diukur? Siapa yang mengevaluasi kebijakan? Apa konsekuensi dari adanya

evaluasi kebijakan?

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 26: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Sedangkan Howlet dan Ramesh (1995), menyatakan bahwa roses kebijakan

publik terdiri dari 5 (lima) tahapan sebagai berikut :

1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni proses agar suatu masalah bisa

mendapat perhatian dari pemerintah.

2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan

kebijakan oleh pemerintah.

3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih

untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan.

4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yaitu proses untuk

melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil.

5. Evaluasi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan

menilai hasil atau kinerja kebijakan.

Nugroho (2008) menyebutkan: pertama, kebijakan publik senantiasa ditujukan

untuk melakukan intervensi terhadap kehidupan politik untuk meningkatkan

kehidupan publik itu sendiri. Kedua, keterbatasan kemampuan sumber daya manusia.

Teramat banyak kebijakan publik yang baik akhirnya tidak dapat dilaksanakan karena

tidak didukung oleh ketersediaan SDM yang memadai. Ketiga, adalah keterbatasan

kelembagaan, artinya sejauh mana kualitas praktek dan manajemen profesional dalam

lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat, baik yang bergerak di bidang profit

maupun non profit. Keempat, keterbatasan dana atau anggaran. Kebijakan tidak dapat

dilakukan jika tidak ada dana. Keterbatasan dana adalah fakta yang paling dilihat oleh

pembuat kebijakan dan ini adalah sesuatu yang benar. Kelima, keterbatasan yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 27: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

bersifat teknis, yakni berkenaan dengan kemampuan teknis menyusun kebijakan itu

sendiri.

2.2. Kebijakan Kesehatan

Sektor kesehatan merupakan bagian penting perekonomian di berbagai

negara. Sejumlah pendapat menyatakan bahwa sektor kesehatan sama seperti spons

menyerap banyak sumber daya nasional untuk membiayai banyak tenaga kesehatan.

Pendapat yang lain mengemukakan bahwa sektor kesehatan seperti pembangkit

perekonomian, melalui inovasi dan investasi di bidang teknologi biomedik atau

produksi dan penjualan obat-obatan atau dengan menjamin adanya populasi yang

sehat yang produktif secara ekonomi (Buse, 2009).

Sebagian warga masyarakat mengunjungi fasilitas kesehatan sebagai pasien

atau pelanggan, dengan memanfaatkan rumah sakit, klinik atau apotik atau sebagai

profesi kesehatan-perawat, dokter, tenaga pendukung kesehatan, apoteker atau

manajer. Karena pengambilan keputusan kesehatan berkaitan dengan hal kematian

dan keselamatan, kesehatan diletakkan dalam kedudukan yang lebih istimewa

dibanding dengan masalah sosial yang lainnya (Buse, 2009).

Kebijakan kesehatan memiliki peran strategis dalam pengembangan dan

pelaksanaan program kesehatan. Kebijakan kesehatan juga berperan sebagi panduan

bagi semua unsur masyarakat dalam bertindak dan berkontribusi terhadap

pembangunan kesehatan. Melalui perancangan dan pelaksanaan kebijakan kesehatan

yang benar, diharapkan mampu mengendalikan dan memperkuat peran stakeholders

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 28: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

guna menjamin kontribusi secara maksimal, menggali sumber daya potensial serta

menghilangkan penghalang pelaksanaan pembangunan kesehaatan (Buse, 2009).

2.2.1. Segitiga Kebijakan Kesehatan

Segitiga kebijakan kesehatan merupakan suatu pendekatan yang sudah sangat

disederhanakan untuk suatu tatanan hubungan yang kompleks dan segitiga ini

menunjukkan kesan bahwa keempat faktor dapat dipertimbangkan secara terpisah.

Tidak demikian seharusnya. Pada kenyataannya, para pelaku dapat dipengaruhi dalam

konteks dimana mereka tinggal dan bekerja, konteks dipengaruhi oleh banyak faktor,

seperti : ketidaksetabilan atau ideologi dalam hal sejarah dan budaya, serta proses

penyusunan kebijakan, bagaimana isu dapat menjadi suatu agenda kebijakan dan

bagaimana isu tersebut dapat berharga dipengaruhi oleh pelaksana, kedudukan

mereka dalam struktur kekuatan, norma dan harapan mereka sendiri (Buse, 2009).

Gambar 2.1. Segitiga Analisis Kebijakan

Sumber : Walt and Gilson (1994)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 29: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Ada banyak gagasan mengenai defenisi kebijakan kesehatan, misalnya di

bidang ekonomi mengartikan bahwa kebijakan kesehatan adalah segala sesuatu

tentang pengalokasian sumberdaya yang langka bagi kesehatan. Sementara seorang

perencana memandang bahwa kebijkan kesehatan adalah cara untuk mempengaruhi

faktor-faktor penentu di sektor kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas kesehatan

masyarakat, dan dari sisi seorang dokter maka kebijakan kesehatan diartikan sebagai

segala sesuatu yang berhubungan dengan layanan kesehatan. Kebijakan kesehatan

serupa dengan politik dan segala penawaran terbuka kepada orang yang berpengaruh

pada penyusunan kebijakan, bagaimana mereka mengolah pengaruh tersebut dan

dengan persyaratan apa (Buse, 2009).

Kebijakan kesehatan merupakan hal yang sangat penting karena sektor

kesehatan sangat berperan bagi perekonomian negara, kesehatan juga mempunyai

posisi yang lebih istimewa dibanding masalah social yang lain. Kebijakan kesehatan

juga sangat dipengaruhi oleh sejumlah kemiskinan, pencemaran udara, kurangnya

akses air bersih dan sanitasi yang buruk (Buse,2009).

2.2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kebijakan Kesehatan

Leichter (1979) menyatakan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi

kebijakan kesehatan adalah :

1. Faktor situasional

Faktor situasional merupakan kondisi yang tidak permanen atau khusus yang

dapat berdampak pada kebijakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 30: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

2. Faktor struktural

Faktor struktural merupakan bagian dari masyarakat yang relatif tidak berubah.

Faktor ini meliputi sistem politik, mencakup pula keterbukaan sistem tersebut dan

kesempatan bagi warga masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembahasan dan

keputusan kebijakan.

3. Faktor budaya

Faktor budaya dapat mempengaruhi kebijakan kesehatan. Dalam masyarakat

dimana hirarki menduduki tempat penting, akan sangat sulit untuk bertanya atau

menantang pejabat tinggi atau pejabat senior.

4. Faktor internasional atau exogenous

Faktor internasional yang menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar

Negara dan mempengaruhi kemandirian dan kerjasama internasional dalam

kesehatan. Meskipun banyak masalah kesehatan berhubungan dengan

pemerintahan nasional, sebagian dari masalah itu memerlukan kerjasama

organisasi tingkat nasional, regionalatau multilateral.

2.3. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan

tahap dari proses kebijakan segera setelah penetapan undang-undang. Implementasi

dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana

berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik bekerja bersama-sama untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 31: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

menjalankan kebijakan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau

program-program (winarno, 2007).

Patton dan Savichi dalam Tangkilisan (2003: 29) menyebutkan bahwa

implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk

merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk

mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

Menurut Tangkilisan (2003: 18), ada 3 (tiga) kegiatan utama yang paling penting

dalam implementasi keputusan yaitu :

1. Penafsiran, yaitu makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima

dan dapat dijalankan

2. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program

kedalam tujuan kebijakan.

3. Penerapan, yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah

dan lain- lainnya.

Implementasi pada sisi lain merupakan fenomena yang kompleks yang

mungkin dapat dipahami sebagai suatu proses, suatu keluaran (output) maupun

sebagai dampak (outcome), misalnya implementasi dikonseptualisasikan sebagai

suatu proses atau serangkaian keputusan dan tindakan yang ditujukan agar keputusan-

keputusan yang diterima oleh lembaga legislatif bisa dijalankan.

Winarno dalam bukunya Kebijakan Publik Teori dan Proses (2007), mengutip

apa yang disampaikan oleh Ripley dan Franklin dalam Bureucracy and Policy

Implementation yang berpendapat bahwa implementasi adalah apa yang terjadi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 32: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,

keuntungan (benefit) atau suatu jenis keluaran yang nyata (tangible output). Istilah

implementasi menunjuk pada sejumlah kegiatan yang mengikuti pernyataan maksud

tentang tujuan-tujuan program dan hasil-hasil yang diinginkan oleh pejabat

pemerintah.

Berikut teori yang menjelaskan implementasi kebijakan (Subarsono, 2005:

89), yaitu :

1. Teori George C. Edwards III (1980)

George C. Edwards menyatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi

implementasi kebijakan:

a. Komunikasi

Pemerintah sebagai pihak yang berperan langsung dalam mengimplementasi

kebijakan/program telah mentransmisikan (mengirimkan) perintah-perintah

implementasi sesuai dengan keputusan yang telah dibuat kepada kelompok

sasaran sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Perintah yang diterima

harus jelas, apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas, atau bahkan

tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan

terjadi resistensi dari kelompok sasaran.

b. Sumberdaya

Sumberdaya dapat berwujud, Sumber Daya Manusia yang sangat diperlukan

dalam menjalankan kebijakan, pentingnya ketrampilan SDM itu untuk

menjalankan sebuah kebijakan. Sumberdaya manusia tersebut membutuhkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 33: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

informasi yang berkenaan dengan berupa petunjuk dalam melaksanakan

kebijakan dan data untuk menyesuaikan antara implementasi dengan kebijakan

pemerintah.

Kemudian, selain sumberdaya manusia, diperlukan juga sumberdaya financial

yang dapat berupa kewenangan atau otoritas yaitu hak untuk mengeluarkan

jaminan, mengeluarkan perintah untuk pejabat lain, menarik dana dari sebuah

program, memberikan dana, bantuan teknik, membeli barang dan jasa,

pengawasan serta mengeluarkan cek untuk para warga atau bisa juga disebut

dengan adanya fasilitas fisik yang disediakan oleh implementator sebagai

persediaan yang esensial yang bisa menunjang implementasi kebijakan atau

program.

c. Disposisi

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang harus dimiliki oleh implementator,

seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki

disposisi yang baik, maka dia dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti

apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap

atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses

implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

d. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek

struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 34: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

standard (SOP) yang menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam

bertindak.

Gambar 2.2. Model Implementasi George C. Edwards III

Sumber : Subarsono, 2005

2. Teori Donald S. van Meter dan Carl E. van Horn (1975)

Van Meter dan Van Horn (Subarsono, 2005: 99) menerapkan model

implementasi dengan lebih memfokuskan ke sisi teknisnya. Menurut Meter dan Horn,

ada enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:

a. Standar dan sasaran kebijakan

Standar dan sasaran kebijakan pada dasarnya adalah apa yang hendak dicapai oleh

program atau kebijakan, maka dari itu harus jelas dan terukur sehingga dapat

direalisir. Apabila terjadi kekaburan, maka yang akan terjadi adalah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 35: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

multiinterpretasi dan memudahkan timbulnya konflik diantara para agen

implementasi.

b. Sumber daya

Sumber daya menunjuk kepada seberapa besar dukungan finansial atau non-

manusia dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.

c. Hubungan antar organisasi

Dalam banyak program implementasi sebuah program perlu dukungan dan

kordinasi dengan instansi lain.

d. Karakterisktik agen pelaksana

Birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi

yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.

e. Kondisi sosial, ekonomi, dan politik

Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung

keberhasillam implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok

kepentingan memberikan dukungan bagi impelementasi kebijakan, kharakteristik

para partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik

yang ada dilingkungan dan apakah elit politik mendukung implementasi

kebijakan.

f. Disposisi implementor

Disposisi impelementor mencakup tiga hal yang penting, yakni :

1) Respon impelementor terhadap kebijakan, yang akan mempengaruhi

kemauannya untuk melaksanakan kebijakan,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 36: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

2) Kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan

3) Intensitas disposisi impelementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh

implementor.

Dalam penelitian ini penulis memilih menggunakan model teori implementasi

George C.Edward (Subarsono, 2005: 89) yang dipengaruhi oleh empat variabel,

yakni:

1. Komunikasi

Komunikasi adalah syarat utama dalam organisasi. Komunikasi mencakup

hubungan antar organisasi pelaksana implementasi. Komunikasi yang baik

meliputi proses penyampaian informasi yang akurat, jelas, konsisten, menyeluruh

serta koordinasi antar instansi-instansi yang terkait dalam proses implementasi

dan bentuk koordinasi yang dilakukan, apakah koordinasi horizontal atau vertikal.

2. Sumberdaya

Sumberdaya merupakan faktor utama dalam melaksanakan dan merealisasikan

jalannya suatu kebijakan. Sumber daya manusia, sumber daya dana dan fasilitas,

Informasi dan Kewenangan yang akan digunakan sangat mempengaruhi

pelaksanaan implementasi kebijakan tersebut.

3. Disposisi

Disposisi atau sikap para pelaksana merupakan sikap penerima atau penolakan

dari agen pelaksana kebijakan yang sangat mempengaruhi keberhasilan atau

kegagalan kebijakan publik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 37: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4. Struktur Birokrasi

Struktur organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi

kebijakan. Dalam struktur birokrasi harus ada prosedur tetap bagi pelaku

kebijakan dalam melaksankan kebijakannya dan adanya tanggung jawab dalam

menjalankan sebuah kebijakan demi mencapai tujuan yang ingin dicapai.

2.4. Monitoring Kebijakan

Monitoring (pemantauan) merupakan prosedur analisis kebijakan yang

digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan

publik. Monitoring juga merupakan sumber informasi utama tentang implementasi

kebijakan. Jadi, monitoring merupakan cara untuk membuat pernyataan yang sifatnya

penjelasan tentang kebijakan di waktu lampau maupun sekarang. Monitoring

menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah kebijakan diadopsi serta

diimplementasikan. Sedangkan tindakan evaluasi merupakan analisa penilaiannya

terhadap informasi yang telah dikumpulkan dalam proses monitoring tersebut

(Badjuri dan Yuwono, 2002).

Monitoring memainkan peran metodologis yang penting dalam analisis

kebijakan. Ketika situasi masalah timbul saat transformasi tindakan kebijakan

menjadi informasi tentang hasil kebijakan melalui monitoring, situasi masalah (sistem

dari berbagai masalah yang saling tergantung) tersebut diinformasikan melalui

perumusan masalah kebijakan (Badjuri dan Yuwono, 2002).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 38: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Informasi yang dibutuhkan untuk memantau kebijakan publik harus relevan,

dapat diandalkan dan valid. Dapat diandalkan mengandung arti bahwa observasi

dalam memperoleh informasi harus dilkukan secara cermat. Valid atau sahih

maksudnya informasi tersebut benar-benar memberitahu kita tentang apa yang

memang kita maksudkan. Informasi dapat diperoleh dari berbagai sumber. Pada

umumnya informasi diperoleh dari arsip pada instansi atau badan terkait berupa buku,

monograf, artikel dan laporan tertulis dari para peneliti. Bila data dan informasi tidak

tersedia pada sumber diatas, monitoring perlu dilakukan dengan kuesioner,

wawancara dan observasi lapangan (Michael, 1996).

Dalam memantau hasil kebijakan, harus dibedakan dua jenis hasil kebijakan,

yaitu : keluaran (output) dan dampak (impact). Keluaran kebijakan adalah barang,

layanan atau sumber daya yang yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok

penerima. Sebaliknya dampak kebijakan merupakan perubahan nyata pada tingkah

laku atau sikap yang dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut. Dalam memantau

keluaran serta dampak kebijakan harus diingat bahwa kelompok sasaran tidak selalu

merupakan kelompok penerima. Kelompok sasaran merupakan individu, masyarakat

atau organisasi yang hendak dipengaruhi oleh suatu kebijakan dan program.

Sedangkan penerima adalah kelompok yang menerima manfaat atau nilai dari

kebijakan tersebut (Badjuri dan yuwono, 2002).

Untuk menghitung secara baik keluaran dan dampak kebijakan, perlu melihat

kembali tindakan kebijakan yang dilakukan sebelumnya. Secara umum tindakan

kebijakan mempunyai dua tujuan utama, yaitu regulasi dan alokasi. Tindakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 39: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

regulatif adalah tindakan yang dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar

atau prosedur tertentu. Sebaliknya tindakan alokatif adalah tindakan yang yang

membutuhkan masukan yang berupa uang, waktu, personil dan alat (Badjuri dan

Yuwono, 2002).

Tindakan kebijakan dapat pula dipilah lebih lanjut menjadi masukan (input)

kebijakan dan proses kebijakan. Masukan kebijakan adalah sumber daya (waktu,

uang, personil, alat, material) yang dipakai untuk menghasilkan keluaran dan

dampak. Proses kebijakan adalah tindakan organisasional dan politis yang

menentukan transformasi dari masukan kebijakan menjadi keluaran dan dampak

kebijakan (Badjuri dan Yuwono, 2002).

Monitoring dapat dipilah menjadi beberapa pendekatan : akuntansi sistem

sosial, eksperimental sosial, auditing sosial dan sintesis riset dan praktek. Namun

demikian, setiap pendekatan tersebut memiliki sifat yang sama, antara lain (Badjuri

dan Yuwona, 2002):

1. Berusaha memantau hasil kebijakan yang relevan setiap pendekatan mencermati

variabel-variabel yang relevan bagi pembuat kebijakan karena variabel-variabel

tersebut merupakan indikator dari keluaran dan/atau dampak kebijakan.

2. Terfokus pada tujuan hasil kebijakan dipantau karena diyakini akan meningkatkan

kepuasan atas beberapa kebutuhan, nilai dan kesempatan. Dengan kata lain, hasil

kebijakan dipandang sebagai cara memecahkan masalah kebijakan.

3. Berorientasi pada perubahan (changed oriented). Setiap pendekatan berupaya

untuk memantau perubahan, baik dengan menganalisis perubahan dalam hasil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 40: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

antar waktu (time series); dengan membandingkan perubahan antar program,

proyek atau wilayah atau dengan kombinasi kedua cara ini.

4. Memungkinkan klasifikasi silang atas keluaran dan dampak dengan variabel lain,

termasuk variabel yang dipakai untuk memantau masukan serta proses kebijakan.

5. Mengukur tindakan dan hasil kebijakan secara objektif maupun sunyektif.

Indikator yang objektif biasanya didasarkan pada data yang tersedia, sedangkan

indikator subyektif didasarkan pada data baru yang diperoleh melalui survei atau

studi lapangan:

a. Akuntansi Sistem Sosial

b. Eksperimentasi Sosial

c. Pemeriksaan Sosial

d. Sintesis Riset dan Praktek.

Monitoring terhadap suatu kebijakan baru dapat dilakukan setelah adanya

tindakan dari para pelaku kebijkan terhadap objek atau kelompok sasaran. Dengan

kata lain rencana kebijakan tersebut telah diimplementasikan menjadi kebijakan

publik. Sehingga minimal analis dapat melihat adanya perubahan atau hasil yang

signifikan dari tindakan kebijakan tersebut baik berupa data-data kuantitatif maupun

data kualitatif berdasarkan hasil pengamatan.

Pelaksanaan monitoring yang bersifat ex post facto atau pasca penerapan

kebijakan ini sama halnya dengan prinsip evaluasi. Bedanya dalam monitoring

intinya analis hanya mengumpulkan informasi seputar pelaksanaan kebijakan, baik

berupa data objektif maupun subjektif, berdasarkan indikator-indikator yang telah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 41: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

dipilih. Sedangkan dalam evaluasi, analis memasukkan penilaiannya terhadap

informasi yang telah dikumpulkan dalam proses monitoring tersebut. Jadi dari suatu

hasil evaluasi analis dapat menilai apakah suatu proses atau keluaran kebijakan

berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan pembuat kebijakan atau tidak, sedangkan

dalam monitoring hal tersebut tidak dapat dilakukan. Bagaimana seharusnyakegiatan

monitoring dan evaluasi tidak dapat dipisahkan dan mampu berjalan seiring dengan

diterapkannya suatu kebijakan publik (Badjuri dan Yuwono, 2002).

2.5. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan publik yang termasuk

dalam pelayanan dasar yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. Dalam

setiap pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik

harus memenuhi 6 (enam) kriteria penyusunan dan penetapan standar pelayanan pada

pelayanan publik yang ditetapkan dalam PERMENPAN No. 15 Tahun 2014 tentang

Pedoman Standar Pelayanan yaitu :

1. Sederhana, yakni standar pelayanan yang mudah dimengerti, mudah diikuti,

mudah dilaksanakan, mudah diukur, dengan prosedur yang jelas dan biaya

terjangkau bagi masyarakat maupun penyelenggara.

2. Partisipatif, yaitu penyusunan Standar Pelayanan dengan melibatkan masyarakat

dan pihak terkait untuk membahas bersama dan mendapatkan keselarasan atas

dasar komitmen atau hasil kesepakatan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 42: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Akuntabel, yakni hal-hal yang diatur dalam Standar Pelayanan harus dapat

dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan kepada pihak yang berkepentingan.

4. Berkelanjutan yakni standar pelayanan harus terus-menerus dilakukan perbaikan

sebagai upaya peningkatan kualitas dan inovasi pelayanan.

5. Transparansi yakni standar pelayanan harus dapat dengan mudah diakses oleh

masyarakat.

6. Keadilan yakni standar pelayanan harus menjamin bahwa pelayanan yang

diberikan dapat menjangkau semua masyarakat yang berbeda status ekonomi,

jarak lokasi geografis dan perbedaan kapabilitas fisik dan mental.

Menurut Undang-Undang no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang

memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.

Pelayanan kesehatan ialah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau

secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan

kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan

seseorang, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar,1996: 44). Dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus didukung dengan fasilitas pelayanan

kesehatan yakni suatu alat atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan

upaya pelayanan kesehatan, yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, atau

masyarakat.

Dalam Undang–Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, dijelaskan

bahwa upaya pelayanan kesehatan adalah setiap kegiatan yang dilakukan secara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 43: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat. Upaya pelayanan kesehatan diselenggarakan dalam

bentuk :

1. Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatanmdan/atau serangkaian

kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan yang bersifat

promosi kesehatan.

2. Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu

masalah kesehatan/penyakit.

3. Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan atau serangkaian kegiatan

pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan

penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit atau pengendalian kecacatan

agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin.

4. Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan untuk

mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi

lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat

semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya.

Pembangunan kesehatan harus memperhatikan berbagai asas yang emberikan

arah pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya kesehatan ini

dicantumkan pada Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, asas

pelayanan kesehatan tersebut terdiri dari :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 44: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

1. Asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan kesehatan harus

dilandasi atas perikemanusiaan yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha

Esa dengan tidak membedakan golongan agama dan bangsa.

2. Asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dilaksanakan

antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental serta antara

material dan sipiritual.

3. Asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan harus memberikan manfaat

yang sebesar-besarnya bagi kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi

setiap warga negara.

4. Asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan harus dapat

memberikan pelindungan dan kepastian hukum kepada pemberi dan penerima

pelayanan kesehatan.

5. Asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti bahwa pembangunan

kesehatan dengan menghormati hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk

kesamaan kedudukan hukum.

6. Asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan harus dapat memberikan

pelayanan yang adil dan merata kepada semua lapisan masyarakat dengan

pembiayaan yang terjangkau.

7. Asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa pembangunan kesehatan tidak

membedakan perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki.

8. Asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus memperhatikan dan

menghormati serta tidak membedakan agama yang dianut masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 45: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

2.6. Komite Medik

Dalam Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 dijelaskan bahwa Rumah Sakit

adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri

yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan

teknologi dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu

meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar

terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/II/2008,

jenis-jenis pelayanan minimal yang harus disediakan rumah sakit terdiri dari

pelayanan gawat darurat, pelayanan rawat jalan, pelayanan rawat inap, pelayanan

bedah, pelayanan persalinan dan perinatologi, pelayanan intensif, pelayanan

radiologi, pelayanan laboratorium patologi klinik, pelayanan rehabilitasi medik,

pelayanan farmasi, pelayanan gizi, pelayanan transfusi darah, pelayanan keluarga

miskin, pelayanan rekam medis, pengelolaan limbah, pelayanan administrasi

manajemen, pelayanan ambulans/kereta jenazah, pelayanan pemulasaraan jenazah,

pelayanan laundry, pelayanan pemeliharaan sarana rumah sakit, pencegah

pengendalian Infeksi.

Rumah sakit diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko

tinggi (high risk), terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat

dinamis perubahannya. Salah satu pilar pelayanan medik adalah clinical governance,

dengan unsur staf medik yang dominan. Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 46: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 UU

Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011,

komite medik adalah perangkat rumah sakit untuk menerapkan tatakelola klinis

(clinical governance) agar staf medik dirumah sakit terjaga profesionalismenya

melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi medik dan pemeliharaan etika

dan disiplin profesi medik.

2.6.1. Sejarah Komite Medik

Perkembangan komite medik di Indonesia diilhami oleh perkembangan

Medical Staff Organization Amerika Serikat yang dimulai sekitar 80 tahun yang lalu,

yaitu ketika pada tahun 1910.Dokter Ernest Codman seorang dokter ahli bedah

mengusulkan adanya suatu sistem standarisasi rumah sakit. Usul ini kemudian

menjadi tujuan utama dari American College of Surgeons ketika didirikan pada tahun

1913 (Rijadi, 1997).

Pada masa itu secara umum hasil pembedahan masih sangat mengecewakan

sehingga mereka masih merasa perlu mencari penyebabnya agar dicapai hasil yang

lebih baik. Untuk itu pada tahun 1917, American College of Surgeons

mengembangkan suatu “Minimum Standard”, yaitu standard minimal yang harus

dipenuhi rumah sakit, termasuk didalamnya adalah keharusan adanya organisasi staf

medik dengan standar minimal dari profesionalitasnya (Rijadi, 1997).

Program komite medik semakin meluas ke Negara lain dan pada tahun 1951

terbentuklah suatu badan kerjasama yang independen, yaitu “Joint Comission on

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 47: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Acreditation of Hospitals” yang merupakan bentuk kerjasama dari American College

of Surgeon, American College of Physician, American Hospital Association,

American Medikal Association dan Canadian Medikal Association (Joint Comission

on Acreditation of Hospitals, 1994). Jadi badan ini didukung oleh organisasi profesi

dari Amerika Serikat dan Canada. Komisi ini melanjutkan usaha standarisasi, yaitu

dengan membuat standar akreditasi yang mencakup seluruh fungsi dan kegiatan

rumah sakit, diantaranya kegiatan dari Medikal Staff Organization. Kegiatan utama

Medical Staff Organization antara lain adalah sebagai berikut:

1. Credentials, yaitu mengadakan penelusuran terhadap aktivitas profesi dokter

baru, verifikasi dan evaluasi sehingga kemampuan memberikan pelayanan dengan

kualitas yang tinggi tanpa cacat dari dokter tersebut dapat diketahui. Dalam

kredential ini yang akan dinilai antara lain : ijazah atau sertifikat keahlian dokter

yang bersangkutan, berapa lama yang bersangkutan menjalankan keahliannya,

seberapa jauh pengalaman kerjanya, menelusuri latar belakang kegiatan dokter

yang bersangkutan dengan pengecekan terhadap tempat pekerjaan sebelumnya

dan menelusuri serta pengumpulan bukti-bukti keberhasilan dan kegagalan dokter

yang bersangkutan sesuai dengan profesi yang dilaksanakan sebelumnya.

2. Privileges, yaitu memberikan batasan pada profesi dokter atas hak melakukan

tindakan medik atau layanan medik di rumah sakit dengan dasar antara lain

adanya lisensi, tingkat pendidikan (eduction), pengalaman bekerja (experience),

latihan-latihan yang pernah diikuti (training), keputusan yang dilakukan oleh

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 48: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

pembimbing (judgement), tingkat kemampuannya (competences) dan status

kesehatan.

3. Proctoring, yaitu memberikan bimbingan dan penilaian terhadapdokter baru yang

meminta privileges atau kewenangan untuk melakukan praktek dibawah

bimbingan dan pengawasan dokter ahli senior. Bila dokter ahli senior

menganggap sudah dianggap cukup mampu, privileges dapat diberikan.

4. Performance Measurement, yaitu mengikuti dan mengukur mutu hasil pekerjaan

dokter yang bersangkutan antara lain, berapa banyak pasien post operasi yang

mengalami infeksi (high infection rate), apakah dokter tersebut melakukan

operasi yang tidak perlu (unnecessary surgery), berapa pasien yang meninggal

(unexpected death), apakah kesalahan pengobatan dan berapa banyak pasien yang

kembali lagi dengan keluhan yang sama.

5. Peer Review, yaitu mengandalkan pencatatan terhadap kegiatan medik para

dokter atau anggota Medical Staff Organization sesuai dengan jadwal yang telah

ditentukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan dan kegagalan pengobatan/

tindakan operatif yang telah dilaksanakan oleh para anggotanya selama bekerja di

rumah sakit melalui referat, studi kasus dan sejenisnya.

6. Corrective action, yaitu melaksanakan tindakan koreksi secara langsung terhadap

tindakan layanan medik yang kurang tepat dan tidak sesuai dengan standar yang

telah ditentukan dalam standar terapi

7. Tindakan disiplin, yaitu melaksanakan pencatatan terutama terhadap anggota staf

medik yang melanggar ketentuan/peraturan yang berlaku.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 49: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

8. Appointment dan Re-appointment, yaitu mengadakan pembaharuan surat

perjanjian dari ketua Staf Organisasi Medik setiap 2 (dua) tahun.

9. Monitoring dan Evaluasi, yaitu melaksanakan peninjauan dari semua kegiatan

staf medik untuk semua kegiatan pelayanan medik di rumah sakit.

Fungsi dari Medical Staff Organization adalah menjembatani komunikasi

dokter dengan manajer rumah sakit, memberikan informasi kegiatan rumah sakit

kepada dokter, pendistribusian sumber daya ke unit-unit, mengkoordinasikan

pelayanan medik, mengusahakan peningkatan pelayanan medik, monitoring serta

mengevaluasi mutu pelayanan.

Standar pelayanan medik Joint Comission on Acreditation of Hospital’s

Organization dalam penilaian akreditasi yang dikaitkan dengan Medikal Staff

Organization adalah sebagai berikut (JCAHO, 1994):

1. Terdapat satu organisasi Staf Medik yang bertanggung jawab secara keseluruhan

atas kualitas pelayanan profesional yang diberikan oleh mereka yang mempunyai

privilege dan mempertanggungjawabkan kepada government body.

2. Medical Staff Organization menetapkan prosedur rumah sakit untuk appointment

dan re-appointment dari staf medik dan juga pembaruan serta perbaikan dari

privilege klinis.

3. Medical Staff Organization mengembangkan dan mengesahkan bylaws dan

peraturan Staf Medik rumah sakit untuk dijadikan dasar pengelolaan mandiri dari

Staf Medik dan hanya bertanggung jawab kepada governing body.

4. Medical Staff Organization diorganisasi untuk mencapai fungsi yang ditetapkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 50: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

5. Medical Staff Organization berupaya terus menerus untuk meningkatkan mutu.

6. Semua individu rumah sakit yang mempunyai privilege diharuskan untuk

mengikuti pelatihan.

2.6.2. Konsep Dasar Komite Medik

Komite medik menjalankan fungsi untuk menegakkan profesionalisme dengan

mengendalikan staf medikyang melakukan pelayanan medik di rumah sakit.

Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengatur secara rinci kewenangan

melakukan pelayanan medik (delineation of clinical privileges). Pengendalian ini

dilakukan secara bersama oleh kepala/direktur rumah sakit dan komite medik. Komite

medik melakukan kredensial, meningkatkan mutu profesi dan menegakkan disiplin

profesi serta merekomendasikan tindak lanjutnya kepada kepala/direktur rumah sakit;

sedangkan kepala/direktur rumah sakit menindaklanjuti rekomendasi komite medik

dengan mengerahkan semua sumber daya agar profesionalisme para staf medik dapat

diterapkan dirumah sakit.

Konsep profesionalisme di atas didasarkan pada kontrak sosial antara profesi

medik dengan masyarakat. Di satu pihak, profesi medik sepakat untuk memproteksi

masyarakat dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap staf medik yang akan

menjalankan praktik dalam masyarakat. Hanya staf medik yang baik (kredibel)

sajalah yang diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat, hal ini dilakukan

melalui mekanisme perizinan (licensing). Sedangkan staf medik yang belum

memenuhi syarat, dapat menjalani proses pembinaan (proctoring) agar memiliki

kompetensi yang diperlukan sehingga dapat diperkenankan melakukan pelayanan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 51: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

pada masyarakat setelah melalui kredensial. Di lain pihak, kelompok profesi staf

medik memperoleh hak istimewa (privilege) untuk melakukan praktik kedokteran

secara eksklusif dan tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal tersebut. Dengan

hak istimewa tersebut parastaf medik dapat memperoleh manfaat ekonomis dan

prestise profesi. Namun demikian, bila ada staf medik yang melakukan pelanggaran

standar profesi maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan disiplin

iniberbentuk penangguhan hak istimewa tersebut (suspension of clinicalprivilege)

agar masyarakat terhindar dari praktisi medik yang tidak professional.

Dalam dunia nyata di banyak negara, kontrak sosial antara profesi medik

dengan masyarakat dituangkan dalam bentuk undang-undang praktik kedokteran

(medikal practice act). Pelaksanaan pengendalian profesi medik dalam kehidupan

sehari-hari dilaksanakan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh undang-undang

praktik kedokteran (statutory body) yang biasanya disebut sebagai konsil kedokteran

(medikal council atau medikal board). Lembaga tersebut selain memberikan izin

untuk menjalankan profesi juga berwenang menangguhkan atau mencabut izin

tersebut bila terjadi pelanggaran standar profesi. Tindakan disiplin profesi tersebut

dilakukan setelah melalui proses sidang disiplin profesi (disciplinary tribunal).

2.6.3. Peranan Komite Medik dalam Menegakkan Profesionalisme

Komite medik memegang peranan utama dalam menegakkan profesionalisme

staf medik yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi

pemberian izin melakukan pelayanan medik di rumah sakit (clinical appointment)

termasuk rinciannya (delineation of clinicalprivilege), memelihara kompetensi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 52: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

etika profesi, serta menegakkan disiplin profesi. Untuk itu kepala/direktur rumah

sakit berkewajiban agar komite medik senantiasa memiliki akses informasi terinci

tentang masalah keprofesian setiap staf medik di rumah sakit.

2.6.4. Tugas dan Fungsi Komite Medik

Komite medik bertugas menegakkan profesionalisme staf medik yang bekerja

di rumah sakit. Komite medik bertugas melakukan kredensial bagi seluruh staf medik

yang akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit, memelihara kompetensi dan

etika para staf medik dan mengambil tindakan disiplin bagi staf medik. Tugas lain

seperti pengendalian infeksi nosokomial, rekam medik dan sebagainya dilaksanakan

oleh kepala/direktur rumah sakit dan bukan oleh komite medik. Komite medik

melaksanakan tugasnya melalui tiga hal utama yaitu:

1. Rekomendasi pemberian izin untuk melakukan pelayanan medik (entering to the

profession), dilakukan melalui subkomite kredensial;

2. Memelihara kompetensi dan perilaku para staf medik yang telah memperoleh izin

(maintaining professionalism), dilakukan olehsubkomite mutu profesi melalui

auditmedik dan pengembangan profesi berkelanjutan (continuing professional

development);

3. Rekomendasi penangguhan kewenangan klinis tertentu hingga pencabutan izin

melakukan pelayanan medik (expelling from the profession), dilakukan melalui

subkomite etika dan disiplin profesi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 53: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Tugas-tugas lain diluar tugas-tugas di atas yang terkait dengan pelayanan

medik bukanlah menjadi tugas komite medik, tetapi menjadi tugas kepala/direktur

rumah sakit dalam mengelola rumah sakit.

2.6.5. Pengorganisasian Komite Medik

Pada dasarnya komite medik bukan merupakan kumpulan atau himpunan

kelompok staf medik fungsional/departemen klinik sebuah rumah sakit. Para staf

medik yang tergabung dalam kelompok staf medik fungsional/departemen klinik di

organisasi oleh kepala/direktur rumah sakit.

Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit dan bertanggung

jawab kepada kepala/direktur rumah sakit. Organisasi komite medik sekurang-

kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua komite medik ditetapkan

oleh kepala/direktur rumah sakit. Sekretaris dan anggota diusulkan oleh ketua komite

medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit. Dalam hal wakil ketua komite

medik diperlukan maka wakil ketua diusulkan oleh ketua komite medik dan

ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit

Dalam melaksanakan tugasnya komite medik dibantu oleh subkomite

kredensial, subkomite mutu profesi dan subkomite etika dan disiplin profesi. Dalam

hal terdapat keterbatasan jumlah staf medik, fungsi subkomite-subkomite ini

dilaksanakan oleh komite medik (Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011).

Ketua sub komite kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomite etika

dan disiplin profesi diusulkan oleh ketua komite medik dan ditetapkan oleh

kepala/direktur rumah sakit. Di lain pihak, dalam pelaksanaan pelayanan medik

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 54: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

sehari-hari di rumah sakit, kepala/direktur rumah sakit dapat mengelompokkan staf

medik berdasarkan disiplin/spesialisasi, peminatan atau dengan cara lain berdasarkan

kebutuhan rumah sakit sesuai peraturan internal rumah sakit (corporate bylaws).

Wakil ketua, sekretaris, dan ketua-ketua subkomite direkomendasikan oleh

ketua komite medik dan ditetapkan oleh kepala/direktur rumah sakit dengan

memperhatikan masukan dari staf medik yang bekerja di rumah sakit. Selain itu,

kepala/direktur rumah sakit mengangkat beberapa staf medik di rumah sakit tersebut

untuk menjadi anggota pengurus komite medik dan anggota subkomite-subkomite di

bawah komite medik. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, komite medik

senantiasa melibatkan mitra bestari untuk mengambil putusan profesional. Rumah

sakit bersama komite medik menyiapkan daftar mitra bestari yang meliputi berbagai

macam bidang ilmu kedokteran sesuai kebutuhannya. Mitra bestari tersebut akan

dibutuhkan oleh setiap subkomite dalam menjalankan tugasnya.

2.6.6. Hubungan Komite Medik dengan Pengelola Rumah Sakit

Ketua komite medik bertanggung jawab kepada kepala/direktur rumah sakit.

Di satu pihak, kepala/direktur rumah sakit berkewajiban untuk menyediakan segala

sumber daya agar komite medik dapat berfungsi dengan baik untuk

menyelenggarakan profesionalisme staf medik sesuai dengan ketentuan dalam

Peraturan Menteri Kesehatan ini. Di lain pihak, komite medik memberikan laporan

tahunan dan laporan berkala tentang kegiatan keprofesian yang dilakukannya kepada

kepala/direktur rumah sakit. Dengan demikian lingkup hubungan antara

kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik adalah dalam hal-hal yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 55: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

menyangkut profesionalisme staf medik saja. Hal-hal yang terkait dengan

pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya oleh

kepala/direktur rumah sakit. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical

governance) yang baik kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal

pengaturan kewenangan melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama

tersebut dalam bentuk rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan

pelayanan medik dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.

Untuk mewujudkan pelayanan klinis yang baik, efektif, profesional, dan aman

bagi pasien, sering terdapat kegiatan pelayanan yang terkait erat dengan masalah

keprofesian. Kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dengan komite medik untuk

menyusun pengaturan layanan medik (medikal staff rules and regulations) agar

pelayanan yang profesional terjamin mulai saat pasien masuk rumah sakit hingga

keluar dari rumah sakit.

2.6.7. Peranan Organisasi Perumahsakitan dalam Pemberdayaan Komite

Medik di Rumah Sakit

Rumah sakit sangat berkepentingan dengan komite medik karena sangat

menentukan baik buruknya tata kelola klinik (clinical governance) di rumah sakit

tersebut. Menyelenggarakan komite medik merupakan hal yang kompleks dan

memerlukan berbagai sumber daya dan informasi yang terkaitdengan

keprofesian.Setiap rumah sakit memiliki kapasitas sumber daya yang

berbeda,sehingga luaran (output) yang dihasilkan dalam melakukan upaya

pemberdayaan komite medik pun berbeda pula. Agar upaya pemberdayaankomite

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 56: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

medik ini lebih berdaya guna dan berhasil guna, organisasiperumahsakitan berperan

serta melakukan pemberdayaan komite medik agartata kelola klinis (clinical

governance) yang baik terselenggara lebih merata diseluruh wilayah Indonesia.

Adapun susunan organisasi komite medik di rumah sakit yaitu:

a. Sub Komite Kredensial

Sub Komite Kredensial memiliki tujuan untuk melindungi keselamatan pasien

dengan memastikan bahwa staf medik yang akan melakukan pelayanan medik di

rumah sakit adalah yang kredibel.

1. Konsep dasar kredensial

Salah satu upaya rumah sakit dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya untuk menjaga keselamatan pasiennya adalah dengan menjaga

standar dan kompetensi para staf medik yang akan berhadapan langsung dengan para

pasien di rumah sakit. Upaya ini dilakukan dengan cara mengatur agar setiap

pelayanan medik yang dilakukan terhadap pasienhanya dilakukan oleh staf medik

yang benar-benar kompeten. Kompetensi inimeliputi dua aspek, kompetensi profesi

medik yang terdiri dari pengetahuan,keterampilan, dan perilaku profesional serta

kompetensi fisik dan mental. Walaupun seorang staf medik telah mendapatkan brevet

spesialisasi dari kolegium ilmu kedokteran yang bersangkutan, namun rumah sakit

wajib melakukan verifikasi kembali keabsahan bukti kompetensi seseorang dan

menetapkan kewenangan klinis untuk melakukan pelayanan medik dalam lingkup

spesialisasi tersebut, hal ini dikenal dengan istilah credentialing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 57: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Proses credentialing ini dilakukan dengan dua alasan utama. Alasan pertama,

banyak faktor yang mempengaruhi kompetensi setelah seseorang mendapatkan

sertifikat kompetensi dari kolegium. Perkembangan ilmu di bidang kedokteran untuk

suatu pelayanan medik tertentu sangat pesat, sehingga kompetensi yang diperoleh

saat menerima sertifikat kompetensi bisa kedaluarsa, bahkan dapat dianggap sebagai

tindakan yang tidak aman bagi pasien. Selain itu, lingkup suatu cabang ilmu

kedokteran tertentu senantiasa berkembang dari waktu ke waktu sehingga suatu

tindakan yang semula tidak diajarkan pada penerima brevet pada periode tertentu,

dapat saja belakangan diajarkan pada periode selanjutnya, bahkan dianggap

merupakan suatu kemampuan yang standar. Hal ini mengakibatkan bahwa

sekelompok staf medik yang menyandang sertifikat kompetensi tertentu dapat saja

memiliki lingkup kompetensi yang berbeda-beda.

Alasan kedua, keadaan kesehatan seseorang dapat saja menurun akibat

penyakit tertentu atau bertambahnya usia sehingga mengurangi keamanan pelayanan

medik yang dilakukannya. Kompetensi fisik dan mental dinilai melalui uji kelaikan

kesehatan baik fisik maupun mental. Tindakan verifikasi kompetensi profesi medik

tersebut oleh rumah sakit disebut sebagai mekanisme credentialing dan hal ini

dilakukan demi keselamatan pasien. Tindakan verifikasi kompetensi ini juga

dilakukan pada profesi lain untuk keamanan kliennya. Misalnya kompetensi profesi

penerbang (pilot) yang senantiasa diperiksa secara teratur dalam periode tertentu oleh

perusahaan penerbangan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 58: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Setelah seorang staf medik dinyatakan kompeten melalui suatu

proseskredensial, rumah sakit menerbitkan suatu izin bagi yang bersangkutan untuk

melakukan serangkaian pelayanan medik tertentu dirumah sakit tersebut, hal ini

dikenal sebagai kewenangan klinis (clinical privilege). Tanpa adanya kewenangan

klinis (clinical privilege) tersebut seorang staf medik tidak diperkenankan untuk

melakukan pelayananmedik di rumah sakit tersebut.

Luasnya lingkup kewenangan klinis (clinical privilege) seseorang dokter

spesialis/dokter gigi spesialis dapat saja berbeda dengan koleganya dalam spesialisasi

yang sama, tergantung pada ketetapan komite medik tentang kompetensi untuk

melakukan tiap pelayanan medik oleh yang bersangkutan berdasarkan hasil proses

kredensial. Dalam hal pelayanan medikseorang staf medik membahayakan pasien

maka kewenangan klinis (clinical privilege) seorang staf medik dapat saja dicabut

sehingga tidak diperkenankan untuk melakukan pelayanan medik tertentu di

lingkungan rumah sakit tersebut.

Pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut dilakukan melalui

prosedur tertentu yang melibatkan komite medik. Kewajiban rumah sakit untuk

menetapkan kewenangan klinis (clinical privilege) tersebut telah diatur dengan tegas

dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan bahwa setiap rumah

sakit wajib menyusun dan melaksanakan hospital bylaws, yang dalam penjelasan

peraturan perundang-undangan tersebut ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib

melaksanakan tata kelola klinis yang baik (good clinical governance). Hal ini harus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 59: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

dirumuskan oleh setiap rumah sakit dalam peraturan staf medik rumah sakit (medical

staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis (clinical privilege).

Kelemahan rumah sakit dalam menjalankan fungsi kredensial akan

menimbulkan tanggung jawab hukum bagi rumah sakit dalam hal terjadi kecelakaan

pelayanan medik. Setiap rumah sakit wajib melindungi pasiennya dari segala

pelayanan medik yang dilakukan oleh setiap staf medik di rumah sakit tersebut, hal

ini dikenal sebagai the duty of due care. Tanggung jawabrumah sakit tersebut berlaku

tidak hanya terhadap tindakan yang dilakukan oleh staf medik pegawai rumah sakit

saja, tetapi juga setiap staf medik yang bukan berstatus pegawai (staf medik tamu).

Rumah sakit wajib mengetahui dan menjaga keamanan setiap pelayanan medik yang

dilakukan dalam lingkungannya demi keselamatan semua pasien yang dilayaninya

sebagai bagian dari the duty of due care.

Untuk memenuhi kebutuhan staf medik di rumah sakit dalam rangka

meningkatkan pelayanan rumah sakit memerlukan penambahan staf medik.

Kepala/direktur rumah sakit menentukan kebutuhan dan penambahan staf medik.

Komite medik dapat diminta oleh kepala/direktur rumah sakit untuk melakukan

kajian kompetensi calon staf medik.

2. Mekanisme kredensial

Menurut Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011, mekanisme kredensial

dan rekredensial di rumah sakit adalah tanggung jawab komite medik yang

dilaksanakan oleh sub komite kredensial. Proses kredensial tersebut dilaksanakan

dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 60: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

terdokumentasi. Dalam proses kredensial, sub komite kredensial melakukan

serangkaian kegiatan termasuk menyusun tim mitra bestari dan melakukan penilaian

kompetensi seorang staf medik yang meminta kewenagan klinis tertentu. Selain itu

sub komite kredensial juga menyiapkan berbagai instrument kredensial yang disahkan

kepala/direktur rumah sakit. Instrument tersebut paling sedikit meliputi kebijakan

rumah sakit tentang kredensial dan kewenangan klinis, pedoman penilaian

kompetensi klinis, formulir yang diperlukan. Pada akhir proses kredensial, komite

medik menerbitkan rekomendasi kepada kepala/direktur rumah sakit tentang lingkup

kewenangan klinis seorang staf medik.

3. Keanggotaan

Sub komite kredensial di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3 (tiga)

orang staf medik yang memiliki surat penugasan klinis (clinical appointment) di

rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian

sub komite kredensial sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota,

yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.

4. Mekanisme kredensial dan pemberian kewenangan klinis bagi staf medik di

rumah sakit

Kepala/direktur rumah sakit menetapkan berbagai kebijakan dan prosedur

bagi staf medik untuk memperoleh kewenangan klinis dengan berpedoman pada

peraturan internal staf medik (medical staff bylaws). Selain itu kepala/direktur rumah

sakit bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar

kegiatan ini dapat terselenggara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 61: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Kewenangan klinis akan berakhir bila surat penugasan klinis (clinical

appointment) habis masa berlakunya atau dicabut oleh kepala/direktur rumah sakit.

Surat penugasan klinis untuk setiap staf medik memiliki masa berlaku untuk periode

tertentu, misalnya dua tahun. Pada akhir masa berlakunya surat penugasan tersebut

rumah sakit harus melakukan rekredensial terhadap staf medik yang bersangkutan.

Proses rekredensial ini lebih sederhana dibandingkan dengan proses kredensial awal

sebagaimana diuraikan di atas karena rumah sakit telah memiliki informasi setiap staf

medik yang melakukan pelayanan medik di rumah sakit tersebut.

Pertimbangan pencabutan kewenangan klinis tertentu oleh kepala/direktur

rumah sakit didasarkan pada kinerja profesi dilapangan, misalnya staf medik yang

bersangkutan terganggu kesehatannya, baik fisik maupun mental. Selain itu,

pencabutan kewenangan klinis juga dapat dilakukan bila terjadi kecelakaan medik

yang diduga karena inkompetensi atau karena tindakan disiplin dari komite medik.

Namun demikian, kewenangan klinis yang dicabut tersebut dapat diberikan kembali

bila staf medik tersebut dianggap telah pulih kompetensinya. Dalam hal kewenangan

klinis tertentu seorang staf medik diakhiri, komite medik akan meminta subkomite

mutu profesi untuk melakukan berbagai upaya pembinaan agar kompetensi yang

bersangkutan pulih kembali. Komite medik dapat merekomendasikan kepada

kepala/direktur rumah sakit pemberian kembali kewenangan klinis tertentu setelah

melalui proses pembinaan. Pada dasarnya kredensial tetap ditujukan untuk menjaga

keselamatan pasien, sambil tetap membina kompetensi seluruh staf medik di rumah

sakit tersebut. Dengan demikian jelaslah bahwa komite medik dan peraturan internal

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 62: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

staf medik memegang peranan penting dalam proses kredensial dan pemberian

kewenangan klinis untuk setiap staf medik.

b. Sub Komite Mutu Profesi

Sub Komite Mutu Profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medik

dengan tujuan:

1. Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf

medik yang bermutu, kompeten, etis dan profesional;

2. Memberikan asas keadilan bagi staf medik untuk memperoleh kesempatan

memelihara kompetensi (maintaining competence) dan kewenangan klinis

(clinical privilege);

3. Mencegah terjadinya kejadian yang tak diharapkan (medikal mishaps);

4. Memastikan kualitas asuhan medik yang diberikan oleh staf medik melalui upaya

pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan (on-going

professional practice evaluation), maupun evaluasi kinerja profesi yang terfokus

(focused professional practiceevaluation).

Kualitas pelayanan medik yang diberikan oleh staf medik sangat ditentukan

oleh semua aspek kompetensi staf medik dalam melakukan penatalaksanaan asuhan

medic (medical care management). Mutu suatu penatalaksanaan asuhan medik

tergantung pada upaya staf medik memelihara kompetensi seoptimal mungkin. Untuk

mempertahankan mutu dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian mutu profesi

melalui :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 63: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

1. Memantau kualitas, misalnya morning report, kasus sulit, ronde ruangan,kasus

kematian (death case), audit medik, journal reading;

2. Tindak lanjut terhadap temuan kualitas, misalnya pelatihan singkat (short course),

aktivitas pendidikan berkelanjutan dan pendidikan kewenangan tambahan.

1. Keanggotaan

Sub Komite Mutu Profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-kurangnya 3

(tiga) orang staf medik yang memiliki surat penugasan klinis (clinicalappointment) di

rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda. Pengorganisasian

Sub Komite Mutu Profesi sekurang-kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan

anggota yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada ketua komite medik.

2. Mekanisme Kerja

Kepala/direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh

mekanisme kerja subkomite mutu profesi berdasarkan masukan komite medik. Selain

itu kepala/direktur rumah sakit bertanggungjawab atas tersedianya berbagai sumber

daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.

Dalam peraturan perundang-undangan tentang perumahsakitan, pelaksanaan

audit medik dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam

rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit medik tidak

digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf medik dalam suatu

kasus. Dalam hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kelalaian seorang staf

medik, mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya

mekanisme audit medik. Audit medik dilakukan dengan mengedepankan respek

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 64: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

terhadap semua staf medic (no blaming culture) dengan cara tidak menyebutkan

nama (no name) tidak mempersalahkan (no blaming) dan tidak mempermalukan (no

shaming).

Audit medik yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi

secara sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri dari kegiatan

peer review, surveillance dan assessment terhadap pelayanan medik di rumah sakit.

Dalam pengertian audit medik tersebut diatas, rumah sakit, komite medik atau

masing-masing kelompok staf medik dapat menyelenggarakan evaluasi kinerja

profesi yang terfokus (focused professional practice evaluation). Secara umum

pelaksanaan audit medik harus dapat memenuhi 4 (empat) peran penting, yaitu :

1. Sebagai sarana untuk melakukan penilaian terhadap kompetensi masing-masing

staf medik pemberi pelayanan di rumah sakit.

2. Sebagai dasar untuk pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) sesuai

kompetensi yang dimiliki.

3. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan pencabutan atau

penangguhan kewenangan klinis (clinical privilege), dan

4. Sebagai dasar bagi komite medik dalam merekomendasikan perubahan/

modifikasirincian kewenangan klinis seorang staf medik.

Audit medik dapat pula diselenggarakan dengan melakukan evaluasi

berkesinambungan (on going professionalpractice evaluation), baik secara

perorangan maupun kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 65: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

lain dapat merupakan kegiatan yang berbentuk siklus sebagai upaya perbaikan yang

terus menerus sebagaimana tercantum pada bagan dibawah ini :

Gambar 2.3. Evaluasi Berkesinambungan (On Going Professionalpractice

Evaluation)

Berdasarkan siklus diatas maka langkah-langkah pelaksanaan audit medik

dilaksanakan sebagai berikut :

1. Pemilihan topik yang akan dilakukan audit

Tahap pertama dari audit medik adalah pemilihan topik yang akan dilakukan

audit. Pemilihan topik tersebut bisa berupa penanggulangan penyakit tertentu di

rumah sakit (misalnya : thypus abdominalis), penggunaan obat tertentu (misalnya

penggunaan antibiotik), tentang prosedur atau tindakan tertentu, tentang infeksi

nosokomial di rumah sakit, tentang kematian karena penyakit tertentu dan lain-

lain. Pemilihan topik ini sangat penting, dalam memilih topik agar

memperhatikan jumlah kasus epidemiologi penyakit yang ada di rumah sakit dan

adanya keinginan untuk melakukan perbaikan. Sebagai contoh di rumah sakit,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 66: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

kasus thypus abdominalis cukup banayak dengan angka kematian cukup tinggi.

Hal ini tentunya menjadi masalah dan ingin dilakukan perbaikan. Contoh lainnya:

angka seksio sesarea yang cukup tinggi di rumah sakit yang melebihi dari angka

nasional. Untuk mengetahui penyebabnya sehingga dapat dilakukan perbaikan

maka perlu dilakukan audit terhadap seksio sesarea tersebut. Pemilihan dan

penetapan topik atau masalah yang ingin dilakukan audit dipilih berdasarkan

kesepakatan komite medik dengan kelompok staf medik.

2. Penetapan standar dan kriteria

Setelah topik dipilih maka perlu ditentukan kriteria atau standar profesi yang

jelas, obyektif dan rinci terkait dengan topik tersebut. Misalnya topik yang dipilih

thypus abdominalis maka perlu ditetapkan prosedur pemeriksaan, diagnosis dan

pengobatan thypus abdominalis. Penetapan standardan prosedur ini oleh mitra

bestari (peer group) dan/atau dengan ikatan profesi setempat. Ada dua level

standar dan kriteria yaitu must do yang merupakan absolut minimum kriteria dan

should do yang merupakan tambahan kriteria yang merupakan hasil penelitian

yang berbasis bukti.

3. Penetapan jumlah kasus/sampel yang akan diaudit

Dalam mengambil sampel bisa dengan menggunakan metode pengambilan

sampel tetapi bisa juga dengan cara sederhana yaitu menetapkan kasus thypus

abdominalis yang akan diaudit dalam kurun waktu tertentu, misalnya dari bulan

Januari sampai Maret. Misalnya selama 3 bulan tersebut ada 200 kasus maka 200

kasus tersebut yang akan dilakukan audit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 67: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4. Membandingkan standar/kriteria dengan pelaksanaan pelayanan

Sub komite mutu profesi atau tim pelaksana audit medik mempelajari rekam

medik untuk mengetahui apakah kriteria atau standar dan prosedur yang telah

ditetapkan tadi telah dilaksanakan atau telah dicapai dalam masalah atau kasus-

kasus yang dipelajari. Data tentang kasus-kasus yang tidak memenuhi kriteria

yang telah ditetapkan dipisahkan dan dikumpulkan untuk dianalisis. Misalnya dari

200 kasus ada 20 kasus yang tidak memenuhi kriteria atau standar maka 20 kasus

tersebut agar dipisahkan dan dikumpulkan.

5. Melakukan analisis kasus yang tidak sesuai standar dan kriteria

Sub komite mutu profesi atau tim pelaksana audit medik menyerahkan ke 20

kasus tersebut pada mitra bestari (peer group) untuk dinilai lebih lanjut. Kasus-

kasus tersebut dianalisis dan didiskusikan apa kemungkinan penyebabnya dan

mengapa terjadi ketidaksesuaian dengan standar. Hasilnya bisa jadi terdapat

(misalnya) 15 kasus yang penyimpangannya terhadap standar adalah

“acceptable” karena penyulit atau komplikasi yang tak diduga sebelumnya

(unforeseen). Kelompok ini disebut deviasi (yang acceptable). Sisanya yang 5

kasus adalah deviasi yang unacceptable,dan hal ini dikatakan sebagai

“defisiensi”. Untuk melakukan analisis kasus tersebut apabila diperlukan dapat

mengundang konsultan tamu atau pakar dari luar, yang biasanya dari rumah sakit

pendidikan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 68: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

6. Menerapkan perbaikan

Mitra bestari (peer group) melakukan tindakan korektif terhadap kelima kasus

yang defisiensi tersebut secara kolegial dan menghindari “blaming culture”. Hal

ini dilakukan dengan membuat rekomendasi upaya perbaikannya, cara-cara

pencegahan dan penanggulangan, mengadakan program pendidikan dan latihan,

penyusunan dan perbaikan prosedur yang ada dan lain sebagainya.

7. Rencana reaudit

Mempelajari lagi topik yang sama di waktu kemudian, misalnya setelah 6 (enam)

bulan kemudian. Tujuan reaudit dilaksanakan adalah untuk mengetahui apakah

sudah ada upaya perbaikan. Hal ini bukan berarti topik audit adalah sama terus

menerus, audit yang dilakukan 6 (enam) bulan kemudian ini lebih untuk melihat

upaya perbaikan. Namun sambil melihat upaya perbaikan ini, sub komite mutu

profesi atau tim pelaksana audit dan mitra bestari (peer group) dapat memilih

topik yang lain.

Sub Komite Mutu Profesi merekomendasikan pendidikan berkelanjutan bagi

staf medik:

1. Sub komite mutu profesi menentukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang harus

dilaksanakan oleh masing-masing kelompok staf medik dengan pengaturan-

pengaturan waktu yang disesuaikan.

2. Pertemuan tersebut dapat pula berupa pembahasan kasus tersebut antara lain

meliputi kasus kematian (death case), kasus sulit maupun kasus langka.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 69: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Setiap kali pertemuan ilmiah harus disertai notulensi, kesimpulan dan daftar hadir

peserta yang akan dijadikan pertimbangan dalam penilaian disiplin profesi.

4. Notulensi beserta daftar hadir menjadi dokumen/arsip dari sub komite mutu

profesi.

5. Sub komite mutu profesi bersama-sama dengan kelompok staf medik menentukan

kegiatan-kegiatan ilmiah yang akan dibuat oleh sub komite mutu profesi yang

melibatkan staf medik rumah sakit sebagai narasumber dan peserta aktif.

6. Setiap kelompok staf medik wajib menentukan minimal satu kegiatan ilmiah yang

akan dilaksanakan dengan sub komite mutu profesi per tahun.

7. Sub komite mutu profesi bersama dengan bagian pendidikan dan penelitian rumah

sakit memfasilitasi kegiatan tersebut dan dengan mengusahakan satuan angka

kredit dari ikatan profesi.

8. Sub komite mutu profesi menentukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang dapat diikuti

oleh masing-masing staf medik setiap tahun dan tidak mengurangi hari cuti

tahunannya.

9. Sub komite mutu profesi memberikan persetujuan terhadap permintaan staf medik

sebagai asupan kepada direksi.

Sub Komite Mutu Profesi memfasilitasi Proses Pendampingan (Proctoring)

bagi staf medik yang membutuhkan, dengan rincian tugas:

1. Sub komite mutu profesi menentukan nama staf medik yang akan mendampingi

staf medik yang sedang mengalami sanksi disiplin/ mendapatkan pengurangan

clinical privilege.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 70: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

2. Komite medik berkoordinasi dengan kepala/direktur rumah sakit untuk

memfasilitasi semua sumber daya yang dibutuhkan untuk proses pendampingan

(proctoring) tersebut.

4) Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Subkomite Etika dan Disiplin Profesi pada Komite Medik di Rumah Sakit

dibentuk dengan tujuan:

1. Melindungi pasien dari pelayanan staf medik yang tidak memenuhi syarat

(unqualified) dan tidak layak (unfit/unproper) untuk melakukan asuhan klinis

(clinical care).

2. Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah sakit.

Setiap staf medik dalam melaksanakan asuhan medik di rumah sakit harus

menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kedokteran kinerja profesional yang baik

sehingga dapat memperlihatkan kinerja profesi yang baik. Dengan kinerja profesional

yang baik tersebut pasien akan memperoleh asuhan medik yang aman dan efektif.

Upaya peningkatan profesionalisme staf medik dilakukan dengan melaksanakan

program pembinaan profesionalisme kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku

profesional staf medik di lingkungan rumah sakit.

Dalam penanganan asuhan medik tidak jarang dijumpai kesulitan dalam

pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit kerja yang dapat

membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis tersebut.

Pelaksanaan keputusan subkomite etika dan disiplin profesi di rumah sakit

merupakan upaya pendisiplinan oleh komite medik terhadap staf medik di rumah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 71: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

sakit yang bersangkutan sehingga pelaksanaan dan keputusan ini tidak terkait atau

tidak ada hubungannya dengan proses penegakan disiplin profesi kedokteran di

lembaga pemerintah, penegakan etika medik di organisasi profesi, maupun penegakan

hukum.

Pengaturan dan penerapan penegakan disiplin profesi bukanlah sebuah

penegakan disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian pada

umumnya. Sub komite Etika dan Disiplin Profesi memiliki semangat yang

berlandaskan, antara lain:

1. Peraturan internal rumah sakit;

2. Peraturan internal staf medik;

3. Etik rumah sakit;

4. Norma etika medik dan norma-norma bioetika.

Tolak ukur dalam upaya pendisiplinan perilaku profesional staf medik, antara

lain:

1. Pedoman pelayanan kedokteran di rumah sakit;

2. Prosedur kerja pelayanan di rumah sakit;

3. Daftar kewenangan klinis di rumah sakit;

4. Pedoman syarat-syarat kualifikasi untuk melakukan pelayanan medik (white

paper) di rumah sakit;

5. Kode etik kedokteran Indonesia;

6. Pedoman perilaku profesional kedokteran (buku penyelenggaraan praktik

kedokteran yang baik);

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 72: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

7. Pedoman pelanggaran disiplin kedokteran yang berlaku di Indonesia;

8. Pedoman pelayanan medik/klinik;

9. Standar prosedur operasional asuhan medik.

Komite Etika dan Disiplin Profesi di rumah sakit terdiri atas sekurang-

kurangnya 3 (tiga) orang staf medik yang memiliki surat penugasan klinis (clinical

appointment) di rumah sakit tersebut dan berasal dari disiplin ilmu yang berbeda.

Pengorganisasian Komite Etika dan Disiplin Profesi sekurang-kurangnya terdiri dari

ketua, sekretaris dan anggota, yang ditetapkan oleh dan bertanggung jawab kepada

ketua komite medik.

Mekanisme kerja sub komite etika dan disiplin profesi yaitu kepala/direktur

rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh mekanisme kerja sub komite

disiplin dan etika profesi berdasarkan masukan komite medik. Selain itu

Kepala/direktur rumah sakit bertanggung jawab atas tersedianya berbagai sumber

daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.Penegakan disiplin

profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh ketua subkomite etika dan

disiplin profesi. Panel terdiri 3 (tiga) orang staf medik atau lebih dalam jumlah ganjil

dengan susunan sebagai berikut:

1. Satu orang dari subkomite etik dan disiplin profesi yang memiliki disiplin ilmu

yang berbeda dari yang diperiksa;

2. Dua orang atau lebih staf medik dari disiplin ilmu yang sama dengan yang

diperiksa dapat berasal dari dalam rumah sakit atau luar rumah sakit, baik atas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 73: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

permintaan komite medik dengan persetujuan kepala/direktur rumah sakit atau

kepala/direktur rumah sakit terlapor.

Panel tersebut dapat juga melibatkan mitra bestari yang berasal dari luar

rumah sakit. Pengikutsertaan mitra bestari yang berasal dari luar rumah sakit

mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh rumah sakit berdasarkan rekomendasi

komite medik.

Dalam melakukan upaya pendisiplinan perilaku profesional mekanisme

pemeriksaan pada upaya pendisiplinan perilaku profesional adalah sebagai berikut:

1. Sumber laporan

a. Notifikasi (laporan) yang berasal dari perorangan, antara lain: manajemen

rumah sakit, staf medik lain, tenaga kesehatan lain atau tenaga non kesehatan

dan pasien atau keluarga pasien.

b. Notifikasi (laporan) yang berasal dari non perorangan berasal dari hasil

konferensi kematian dan hasil konferensi klinis.

2. Dasar dugaan pelanggaran disiplin profesi

Keadaan dan situasi yang dapat digunakan sebagai dasar dugaan pelanggaran

disiplin profesi oleh seorang staf medik adalah hal-hal yang menyangkut, antara

lain: kompetensi klinis, penatalaksanaan kasus medik, pelanggaran disiplin

profesi, penggunaan obat dan alat kesehatan yang tidak sesuai dengan standar

pelayanan kedokteran di rumah sakit dan ketidakmampuan bekerja sama dengan

staf rumah sakit yang dapat membahayakan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 74: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Pemeriksaan

Adapun urutan pemeriksaan yaitu:

a. Dilakukan oleh panel pendisiplinan profesi;

b. Melalui proses pembuktian;

c. Dicatat oleh petugas sekretariat komite medik;

d. Terlapor dapat didampingi oleh personil dari rumah sakit tersebut;

a) Panel dapat menggunakan keterangan ahli sesuai kebutuhan;

b) seluruh pemeriksaan yang dilakukan oleh panel disiplin profesi bersifat

tertutup dan pengambilan keputusannya bersifat rahasia.

4. Keputusan

Keputusan panel yang dibentuk oleh Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

diambil berdasarkan suara terbanyak untuk menentukan ada atau tidak

pelanggaran disiplin profesi kedokteran di rumah sakit. Bilamana terlapor merasa

keberatan dengan keputusan panel, maka yang bersangkutan dapat mengajukan

keberatannya dengan memberikan bukti baru kepada Sub Komite Etika dan

Disiplin Profesi yang kemudian akan membentuk panel baru. Keputusan ini

bersifat final dan dilaporkan kepada direksi rumah sakit melalui komite medik.

5. Tindakan Pendisiplinan Perilaku Profesional

Rekomendasi pemberian tindakan pendisiplinan profesi pada staf medikoleh Sub

Komite Etika dan Disiplin Profesi di rumah sakit berupa peringatan tertulis,

limitasi (reduksi) kewenangan klinis (clinical privilege), bekerja dibawah

supervisi dalam waktu tertentu oleh orang yang mempunyai kewenangan untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 75: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

pelayanan medik tersebut dan pencabutan kewenangan klinis (clinical privilege)

sementara atauselamanya.

6. Pelaksanaan Keputusan

Keputusan Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi tentang pemberian

tindakan disiplin profesi diserahkan kepada Kepala/Direktur Rumah Sakit oleh

Ketua Komite Medik sebagai rekomendasi, selanjutnya Kepala/Direktur Rumah

Sakit melakukan eksekusi.

Sub komite etika dan disiplin profesi menyusun materi kegiatan pembinaan

profesionalisme kedokteran. Pelaksanaan pembinaan profesionalisme kedokteran

dapat diselenggarakan dalam bentuk ceramah, diskusi, simposium, lokakarya dan

sebagainya yang dilakukan oleh unit kerja rumah sakit terkait seperti unit pendidikan

dan latihan, komite medik dan sebagainya.

Staf medik dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada

suatu kasus pengobatan di rumah sakit melalui kelompok profesinya kepada komite

medik. Sub komite etika dan disiplin profesi mengadakan pertemuan pembahasan

kasus dengan mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk

memberikan pertimbangan pengambilan keputusan etis tersebut.

2.7. Clinical Governance (Tata Kelola Klinis)

Tata Kelola Klinis (Clinical Governance) dapat diartikan sebagai suatu sistem

yang menjamin organisasi pemberi pelayanan kesehatan, bertanggung jawab untuk

terus menerus melakukan perbaikan mutu pelayanannya dan menjamin memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 76: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

pelayanan dengan standar yang tinggi dengan menciptakan lingkungan di mana

pelayanan prima akan berkembang (Scally & Donaldson 1998). Untuk mendapatkan

pelayanan prima rumah sakit yang baik dibutuhkan tata kelola klinik yang baik pula.

Pelayanan klinis merupakan core business dari rumahsakit yang perlu mendapat

perhatian khusus terutama yang menyangkut dengan keselamatan pasien dan

profesionalisme dalam pelayanan. Untuk pengembangan sistem pelayanan klinis

dilakukan melalui penerapan Good Clinical Governance.

Adapun tujuan diterapkannya Goodclinical Governance adalah untuk menjaga

agar pelayanan kesehatan dapat terselenggara dengan baik berdasarkan standar

pelayanan yang tinggi serta dilakukan pada lingkungan kerja yang memiliki tingkat

profesionalisme tinggi. Dengan demikian pada gilirannya akan mendukung dalam

upaya mewujudkan peningkatan derajat kesehatan melalui upaya klinik yang

maksimal dengan biaya yang paling efisien.

Tata kelola klinis yang baik adalah penerapan fungsi manajemen klinis yang

meliputi kepemimpinan klinik, audit klinis, data klinis, resiko klinis berbasis bukti,

peningkatan kinerja, pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan,

pengembangan profesional dan akreditasi rumah sakit.

Standar tata kelola klinis menurut Permenkes RI No.

755/Menkes/Per/IV/2011 adalah:

1. Pertanggungjawaban

2. Kebijakan dan strategi

3. Struktur organisasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 77: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4. Penyediaan sumber daya yang tepat

5. Komunikasi

6. Pengembangan profesi dan pelatihan

7. Pengukuran efektivitas

8. Penilaian dari luar

2.8. Landasan Teori

Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011 dirumuskan untuk mengatur tata

kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan medik dan keselamatan pasien di rumah

sakit dalam rangka peningkatan profesionalisme staf medik. Melalui komite medik

diharapkan tujuan pelayanan rumah sakit akan dapat dicapai secara efektif dan

efisien. Komite medik memegang peranan utama dalam menegakkan profesionalisme

staf medik yang bekerja di rumah sakit. Peran tersebut meliputi rekomendasi

pemberian izin melakukan pelayanan medik di rumah sakit (clinical appointment)

termasuk rinciannya (delineation of clinicalprivilege), memelihara kompetensi dan

etika profesi serta menegakkan disiplin profesi. Untuk itu kepala/direktur rumah sakit

berkewajiban agar komite medik senantiasa memiliki akses informasi terinci tentang

masalah keprofesian setiap staf medik di rumah sakit.

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa Permenkes RI No. 755/Menkes/

Per/IV/2011 dikeluarkan agar pelayanan rumah sakit dapat terselenggara dengan

lebih baik. Maka setelah suatu kebijakan diformulasikan atau ditetapkan selanjutnya

akan memasuki tahap impementasi kebijakan yang dianggap sebagai tahap yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 78: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

paling menentukan dalam proses kebijakan. Menurut Akib (2010), bahwa

implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan

pengerahan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya input

menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat.

Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh banyak faktor.

Menurut Edwards III yang dikutip oleh Tangkilisan (2003) ada 4 faktor yang

menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan yakni faktor

sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. Keempat faktor tersebut tidak

berdiri sendiri namun saling berkaitan dalam memengaruhi proses implementasi yang

ditinjau dari perspektif pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan kelompok

penerima manfaat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 79: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

2.9 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori yang telah dijelaskan sebelumnya, maka kerangka

berpikir untuk penelitian ini dapat ditunjukkan pada gambar berikut :

Gambar 2.4. Kerangka Berpikir Implementasi Kebijakan Permenkes Nomor

755/ Menkes/Per/IV/2011 terhadap Tugas dan Fungsi Komite Medik Rumah

Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Keterangan:

Setelah sebuah kebijakan dirumuskan dan dijalankan, maka perlu dilakukan

sebuah analisis terhadap amplikasi dari kebijakan tersebut. Apakah kebijakan tersebut

telah berjalan sesuai dengan ketentuan, kendala apa yang dihadapi, penyebab

munculnya kendala dan solusi yang dapat ditawarkan untuk menghadapi kendala

tersebut. Sebagaimana telah dirumuskan bahwa peneliti akan menggunakan teori

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 80: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Edwards III dalam melakukan analisis kebijakan tersebut yaitu melalui alat ukur

Sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. Dalam hal ini kebijakan yang

dirumuskan tersebut adalah perumusan tugas dan fungsi Komite medik. Masing-

masing sub komite medik telah memiliki tugas yang jelas dan khusus. Maka penulis

akan melakukan analisa apakah komite medik (masing-masing sub komite) telah

melakukan tugas dan fungsi sesuai dengan rumusan kebijakan. Dalam hal ini penulis

akan mengukur sejauh mana Komite medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik Medan telah menjalankan tugas dan fungsinya dalam rangka peningkatan

mutu pelayanan medik dan keselamatan pasien di rumah sakit.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 81: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, metode penelitian yang digunakan adalah metode

penelitan eksplanatif dengan pendekatan kualitatif. Dalam Nawawi (1990: 64),

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang mengemukakan gejala/keadaan

sebagaimana adanya secara lengkap dan diikuti dengan pemberian analisa dan

intrepretasi. Sedangkan metode penelitian ekspalanatif adalah suatu metode penelitian

yang dimaksudkan untuk menemukan dan mengembangkan teori sehingga hasil atau

produk penelitiannya dapat menjelaskan kenapa atau mengapa (variabel anteseden

apa saja yang mempengaruhi) terjadinya suatu gejala atau kenyataan sosial tertentu

(Sanapiah, 2007: 18). Penelitian eksplanatif bertujuan untuk menjelaskan hubungan

antara dua atau lebih gejala atau variabel. Dalam penelitian ini akan digali informasi

sebanyak-banyaknya dan secara detail tentang implementasi kebijakan Permenkes

No. 755/Menkes/Per/IV/2011 dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Komite Medik

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan melalui teori implementasi

kebijakan Edward III, yakni komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur

birokrasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 82: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Alasan pemilihan lokasi penelitian, karena belum pernah dilakukan tentang topik ini

sebelumnya dan karena terdapat beberapa kasus medik yang ditangani Komite Medik

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan April 2015, diawali dengan

pengumpulan data di lapangan, pengolahan data, analisis data sampai dengan

presentasi hasil penelitian.

3.3. Informan Penelitian

Informan merupakan orang yang dapat memberikan informasi tentang situasi

dan kondisi latar penelitian dan mempunyai banyak pengalaman tentang latar

penelitian (Moleong, 2006). Dalam penelitian ini informan akan ditentukan melalui

teknik purposive sampling, yaitu partisipan yang dipilih adalah pihak-pihak yang

terkait dengan Komite Medik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Menurut Sugiyono (2010) purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel untuk tujuan tertentu saja. Misalnya akan melakukan penelitian tentang

implementasi suatu program, maka sampel yang dipilih adalah orang yang bertugas

mengimplementasikan program itu. Informan dalam penelitian adalah sebagai

berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 83: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Tabel 3.1. Informan Penelitian

Kriteria Tempat Tugas Jumlah

1. Ketua Komite Medik RSUP H.Adam Malik Medan 1

2. Sekretaris Komite Medik RSUP H.Adam Malik Medan 1

3. Anggota Sub Komite Kredensial RSUP H.Adam Malik Medan 1

4. Anggota Sub Komite Mutu Profesi RSUP H.Adam Malik Medan 1

5. Anggota Sub Komite Etika dan

Disiplin Profesi

RSUP H.Adam Malik Medan 1

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam

penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang

memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh

salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian

kualitatif. Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data

akan berakibat kurang akuratnya hasil penelitiannya atau bias.

Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari hasil wawancara mendalam secara terstruktur dengan Komite Medik di

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Sedangkan data sekunder

diperoleh dari data-data dan laporan-laporan yang terkait di Rumah Sakit Umum

Pusat Haji Adam Malik Medan.

Standar khusus pengumpulan data yang perlu dipenuhi sesuai dengan

karakteristik penelitian kualitatif sesuai menurut Moleong (2006), yakni melakukan

setidak-tidaknya triaggulasi metode dan triangulasi sumber data. Triangulasi metode

dilakukan dengan cara wawancara mendalam yang terstruktur, telaah dokumen dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 84: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

observasi sehingga kebenaran data yang diperoleh melalui suatu metode dapat dicek

dengan data yang diperoleh melalui metode lain. Sedangkan triangulasi sumber data

dilakukan dengan cara wawancara beberapa informan sehingga didapat data yang

relevan.

Adapun teknis atau cara dalam pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Wawancara mendalam

Wawancara merupakan salah satu teknik pengumpulan data untuk

mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada informan. Wawancara

mendalam dilakukan secara bebas terkontrol artinya wawancara dilakukan secara

bebas. Sehingga data yang diperoleh adalah data yang luas dan mendalam, tetapi

masih memperhatikan unsur terpimpin yang memungkinkan masih terpenuhinya

prinsip-prinsip komparabilitas dan reliabilitas secara langsung dapat diarahkan dan

memihak pada persoalan-persoalan yang diteliti. Walaupun draft wawancara

digunakan dalam wawancara ini, akan tetapi dalam pelaksanaannya wawancara

dibuat bervariasi dan disesuaikan dengan situasi yang ada, sehingga tidak kaku.

Seperti halnya dalam teknik pengumpulan data dengan observasi, maka dalam

wawancara inipun hasilnya dicatat dan direkam untuk menghindari terjadinya

kesesatan “recording”. Disamping itu peneliti juga menggunakan teknik recall

(ulangan) yaitu menggunakan pertanyaan yang sama tentang suatu hal. Ini

dimaksudkan untuk memperoleh kepastian jawaban dari responden. Apabila hasil

jawaban pertama dan selanjutnya sama, maka data dapat disebut sudah final.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 85: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Menurut Singarimbun (1989:192) interview atau wawancara adalah suatu

proses tanya jawab antara dua orang atau lebih secara langsung berhadapan atau

melalui media. Keduanya berkomunikasi secara langsung baik terstruktur maupun

tidak terstruktur atau dilakukan dengan persiapan maupun tanpa persiapan terlebih

dahulu. Sehingga antara pertanyaan dengan jawaban dapat diperoleh secara langsung

dalam suatu konteks kejadian secara timbal balik. Dengan demikian wawancara

dalam penelitian merupakan proses interaksi komunikasi antara peneliti dengan

subyek penelitian, informan, maupun informan kunci (key informan) dengan cara

melakukan tanya jawab secara langsung untuk memperoleh data atau informasi.

2. Observasi

Selain wawancara, observasi juga merupakan salah satu teknik pengumpulan

data yang sangat lazim dalam metode penelitian kualitatif. Observasi hakikatnya

merupakan kegiatan dengan menggunakan pancaindera, bisa penglihatan, penciuman,

pendengaran, untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab masalah

penelitian. Hasil observasi berupa aktivitas, kejadian, peristiwa, objek, kondisi atau

suasana tertentu dan perasaan emosi seseorang. Observasi dilakukan untuk

memperoleh gambaran riil suatu peristiwa atau kejadian untuk menjawab pertanyaan

penelitian.

Bungin (2007) mengemukakan beberapa bentuk observasi, yaitu: a) Observasi

partisipasi (participant observation) adalah metode pengumpulan data yang

digunakan untuk menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan penginderaan

di mana peneliti terlibat dalam keseharian informan; b) Observasi tidak terstruktur

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 86: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

ialah pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan pedoman observasi, sehingga

peneliti mengembangkan pengamatannya berdasarkan perkembangan yang terjadi di

lapangan; c) Observasi kelompok ialah pengamatan yang dilakukan oleh sekelompok

tim peneliti terhadap sebuah isu yang diangkat menjadi objek penelitian.

Berdasarkan teori menurut Bungin di atas, maka bentuk observasi yang

diterapkan dalam penelitian ini adalah observasi partisipasi (participant observation)

adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian

melalui pengamatan dan penginderaan.

3. Analisis Dokumen

Pengumpulan data melalui teknik ini dimaksudkan untuk melengkapi hasil

data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Dengan analisis dokumen ini

diharapkan data yang diperlukan menjadi benar-benar valid. Dokumen yang dapat

dijadikan sumber antara lain foto, laporan penelitian, buku-buku yang sesuai dengan

penelitian dan data tertulis lainnya.

3.5. Variabel Penelitian

Untuk melakukan analisis implementasi kebijakan permenkes nomor

755/menkes/per/IV/2011 terhadap tugas dan fungsi komite medik Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malaik Medan maka variable yang akan digunakan adalah :

1. Implementasi kebijakan

Adapun model implementasi yang digunakan adalah model implementasi

menurut George C. Edwards III dengan variabel, yaitu :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 87: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

a. Komunikasi

b. Sumberdaya

c. Struktur Birokrasi

d. Disposisi

2. Tugas Dan Fungsi Komite Medik

a. melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medik yang

akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit adalah yang kredibel.

b. Menjaga Mutu Profesi Medik

c. Melindungi pasien dari pelayanan staf medik yang tidak memenuhi syarat

d. Memelihara dan meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah

sakit

3.6. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan uraian dari variable penelitian yang sudah

dirumuskan dalam bentuk indikator agar lebih memudahkan operasionalisasi dari

suatu penelitian. Definisi operasional adalah unsur-unsur penelitian yang

memberitahukan bagaimana cara menyusun suatu variabel sehingga dalam

pengukuran ini dapat diketahui indikator-indikator pendukung apa saja yang

dianalisis dari variabel tersebut. Dalam penelitian ini, implementasi kebijakan

Permenkes nomor 755/menkes/per/IV/2011 diukur dengan menggunakan indicator

sebagai berikut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 88: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

1. Komunikasi

a. Sosialisai permenkes dan berbagai ketentuan di dalam nya

b. Koordinasi antar bagian pada Komite Medik

c. Alur komunikasi yang jelas

2. Sumberdaya

a. Personil, yang terdiri atas:

1) Jumlah personil

2) Motivasi kerja

3) Komitmen

4) Kualitas SDM

b. Fasilitas pendukung

c. Pembiayaan (anggaran/dana, sumber dana, kondisi pembiayaan)

d. Kewenangan

1) Kebebasan menjalankan tugas dan tanggungjawab

2) Kebebasan intervensi dari pihak yang tidak berkepentingan

3. Struktur Birokrasi

a. Ada prosedur yang tetap dan jelas bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan

kebijakannya

b. Ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/

per/IV/2011 sesuai dengan berbagai ketentuan yang telah diatur.

c. Adanya tanggung jawab dalam menjalankan kebijakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 89: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4. Disposisi

a. Pemahaman para pelaksana dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap

pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/per/IV/2011

b. Intensitas yang berupa sikap dari para pelaksana Permenkes nomor

755/menkes/per/IV/2011

c. Penerimaan atau penolakan terhadap pelaksanaan kebijakan.

3.7. Metode Analisis Data

Bogdan dan Biklen seperti yang dikutip oleh Moleong (2006) mengatakan

bahwa analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Metode analisis data dalam penelitian kualitatif jenis studi kasus ini adalah

metode deskriptif yaitu suatu metode penelitian secara teoritis, kemudian teori

tersebut dianalisis sesuai dengan temuan di lapangan dan data yang diperoleh melalui

observasi dan wawancara. Dengan teknik analisa kualitatif, peneliti akan

menjabarkan hasil penelitian dan melakukan pembahasan hanya dengan

menguraikannya dalam kalimat-kalimat. Adapun Langkah-langkah analisis data pada

studi kasus, yaitu:

1. Mengorganisir informasi

2. Membaca keseluruhan informasi dan memberi kode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 90: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Membuat suatu uraian terperinci mengenai kasus dan konteksnya

4. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori

5. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan generalisasi

natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk penerapannya pada kasus

yang lain.

6. Menyajikan hasil akhir penelitian secara naratif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 91: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.1.1. Sejarah Rumah Sakit Adam Malik Medan

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan sebuah

rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah

Provinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. Rumah

Sakit ini pernah menjadi pusat pelayanan dan penanganan korban jatuhnya pesawat

Mandala Airlines sesaat setelah lepas landas dari Bandara Polonia dalam tujuannya

ke Bandara Soekarno-Hatta pada 5 September 2005. Rumah Sakit H. Adam Malik

mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan

untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan mengalami beberapa

tahap perkembangan yang dapat digambarkan sebagai berikut:

1. 1990: Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit

kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990

2. 1991: Sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No.

502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan

wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera

Barat dan Riau.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 92: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. 1993: Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas

Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda

dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada

tanggal 21 Juli 1993.

4. 2007: Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007

dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007

tepatnya pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi

Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-

pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk

perubahan status menjadi BLU (Badan Layanan Umum) Penuh.

5. 2008: Untuk mewujudkan RSUP sebagai BLU perlu pemberdayaan dan

kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif

dan efisien dan dilakukan penyesuaian Organisasi yang didukung oleh Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tentang

Organisasi dan tata kerja RSUP H Adam Malik Medan tanggal 11 Maret 2008.

6. 2009: RSUP. H. Adam Malik berubah status menjadi Badan Layanan Umum

(BLU) Penuh. Hal tersebut ditetapkan dengan penerbitan Surat Keputusan

Menteri Keuangan No. 214/KMK.05/2009 pada tanggal 10 Juni 2009.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 93: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4.1.2. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan

Direktur

Utama

Direktur SDM &

Pendidikan

Direktur

Keuangan

Direktur

Umum &

Operasional

Direktur

Medik &

Keperawatan

Komite

MedikSekretaris

Sub Komite

Kredensial

Sub Komite Mutu

Profesi

Sub Komite Etika

& disiplin

Gambar 4.1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Medan

Sumber: Arsip RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

4.1.3. Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Medan

Untuk ”Membuat Rakyat Sehat”, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

telah menetapkan 4 (empat) Grand Strategy pembangunan kesehatan yang menjadi

misi RSUP H. Adam Malik, meliputi:

1. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat

2. Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas

3. Meningkatkan Surveilance, monitoring dan informasi kesehatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 94: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4. Meningkatkan pendapatan.

Merujuk pada misi Departemen Keuangan tersebut maka visis RSUP H.

Adam Malik adalah : ” Menjadi pusat unggulan pelayanan kesehatan dan pendidikan

serta pusat rujukan kesehatan wilayah Sumatera bagian Utara dan Tengah dan pada

tahun 2010 yang bertumpu pada kemandirian”. Maka langkah-langkah yang

dilakukan adalah :

1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau oleh seluruh

lapisan masyarakat.

2. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan yang bermutu untuk menghasilkan

sumber daya manusia yang profesional di bidang kesehatan

3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan dalam

rangka meningkatkan mutu pelayanan.

4. Menyelenggarakan pelayanan yang menunjang peningkatan mutu pelayanan

kesehatan.

4.1.4. Tugas Pokok, Fungsi dan Susunan Organisasi RSUP H. Adam Malik

1. Tugas Pokok

a. Melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasilguna dengan

mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara

serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan

upaya rujukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 95: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

b. Bekerjasama dengan fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan

lembaga lainnya dalam menyelenggarakan pendidikan klinik calon dokter

spesialis serta tenaga kesehatan lainnya.

2. Fungsi RSUP H. Adam Malik

a. Menyelenggarakan pelayanan medis

b. Pelayanan dan asuhan keperawatan

c. Penunjang medis dan non medis

d. Pengelolaan sumber daya manusia

e. Pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan

pendidikan kedokteran berkelanjutan.

f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya

g. Penelitian dan pengembangan

h. Pelayanan rujukan

i. Administrasi umum dan keuangan.

3. Susunan Organisasi

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 244/MenKes/

per/III/2008 tentang organisasi RSUP H. Adam Malik Medan menyatakan bahwa

susunan organisasi RSUP H. Adam Malik Medan terdiri dari :

a. Direktorat Medik dan Keperawatan

b. Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan

c. Direktorat Keuangan

d. Direktorat Umum dan Operasional

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 96: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

e. Unit-unit Non Struktural

Direktorat Medik dan Keperawatan dipimpin oleh seorang direktur yang

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama. Tugas dari

Direktorat Medik dan Keperawatan adalah melaksanakan pengelolaan pelayanan

medis, keperawatan dan penunjang. Fungsi dari Direktorat Medik dan Keperawatan

adalah :

a. Penyusunan rencana pelayanan medis, keperawatan dan penunjang

b. Koordinasi pelaksanaan pelayanan medis, keperawatan dan penunjang

c. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelayanan medis, keperawatan dan

penunjang.

Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan terdiri dari :

a. Bidang Pelayanan Medik

b. Bidang Pelayanan Keperawatan

c. Bidang Pelayanan Penunjang

d. Instalasi

e. Kelompok Jabatan Fungsional

Bidang Pelayanan Medik terdiri dari:

a. Seksi Pelayanan Medik Rawat Jalan

b. Seksi Pelayanan Medik Rawat Inap

c. Seksi Pelayanan Medik Rawat Khusus

Bidang Pelayanan Medik Rawat Jalan mempunyai tugas melakukan

penyiapan bahan penyusunan rencana pelayanan, koordinasi pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi pelayanan medis rawat jalan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 97: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik adalah rumah sakit negeri kelas

A. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan

subspesialis luas oleh pemerintah ditetapkan sebagai rujukan tertinggi atau disebut

pula sebagai rumah sakit pusat. RSU H Adam Malik menyediakan 633 tempat tidur

inap, lebih banyak dibanding setiap rumah sakit di Sumatera Utara yang tersedia rata-

rata 80 tempat tidur inap. Dengan 210 dokter, rumah sakit ini tersedia lebih banyak

dibanding rata-rata rumah sakit di Sumatera Utara. 34 dari 633 tempat tidur di rumah

sakit ini berkelas VIP keatas.

Struktur organisasi RSUP H. Adam Malik dituangkan dalam surat keputusan

direktur utama RSUP H. Adam Malik Medan Nomor OT.01.01/IV.2.1/ /2015 Januari

2015.

4.1.5. Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Sebagaimana dituangkan dalam Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011

bahwa Komite medik dibentuk oleh kepala/direktur rumah sakit dan bertanggung

jawab kepada kepala/direktur rumah sakit. Organisasi Komite Medik sekurang-

kurangnya terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota. Ketua Komite Medik ditetapkan

oleh Kepala/Direktur Rumah Sakit. Sekretaris dan anggota diusulkan oleh Ketua

Komite Medik dan ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah Sakit. Dalam hal Wakil

Ketua Komite Medik diperlukan maka wakil ketua diusulkan oleh Ketua Komite

Medik dan ditetapkan oleh Kepala/Direktur Rumah Sakit.

Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan terdiri

atas : Ketua Sub Komite Kredensial, Sekretaris Sub Komite Kredensial, Anggota Sub

Komite Kredensial, Ketua Sub Komite Mutu Profesi, Sekretaris Sub Komite Mutu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 98: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Profesi, Anggota Sub Komite Mutu Profesi, Ketua Sub Komite Etika dan Disiplin

Profesi, Anggota Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi, Mitra Bestari.

Secara umum komite medik RSUP H. Adam Malik Medan bertugas untuk

memantau dan memastikan bahwa pelayanan yang diberikan kepada pasien sudah

sesuai dengan standar. Dalam hal ini Komite Medik menjadi media komunikasi

antara petugas medis dengan pimpinan Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan. Ini berarti Komite Medik harus bekerjasama dan selalu melakukan koordinasi

dengan para petugas medis yang bekerja di lapangan atau yang berhadapan langsung

dengan pasien.

4.1.6. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam Malik Medan

(Uraian Tugas, Fungsi, Wewenang, Tanggung Jawab Dan Kewajiban

Komite Medis)

Gambar 4.2. Struktur Kepengurusan Komite Medik RSUP H Adam Malik

Medan

Sumber: Arsip RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 99: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Tugas dan Fungsi Komite Medis

1. Komite medik mempunyai tugas meningkatkan profesionalisme staf medis yang

bekerja di rumah sakit dengan cara :

a. Melakukan kredensial bagi seluruh staf medis yang akan melakukan pelayanan

medis di rumah sakit

b. Memelihara mutu profesi staf medis;dan

c. Menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi staf medis

2. Dalam melaksanakan tugas kredensial komite medik mempunyai fungsi sebagai

berikut :

a. Penyusunan dan pengkompilasian daftar kewenangan klinis sesuai dengan

masukan dari kelompok staf medis berdasarkan norma keprofesian yang

berlaku

b. Penyelenggaraan pemeriksaan dan pengkajian :

1) Kompetensi

2) Kesehatan fisik dan mental

3) Perilaku

4) Etika profesi

c. Evaluasi data pendidikan professional kedokteran/kedokteran gigi

berkelanjutan

d. Wawancara terhadap pemohon kewenangan klinis

e. Penilaian dan pemutusankewenangan klinis yang adekuat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 100: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

f. Pelaporan hasil penilaian kredensial dan menyampaikan rekomendasi

kewenangan klinis kepada komite medik

g. Melakukan proses rekredensial pada saat berakhirnya masa berlaku surat

penugasan klinis dan adanya permintaan dari komite medik;dan

h. Rekomendasi kewenangan klinis dan penerbitan surat penugasan klinis.

3. Dalam melaksanakan tugas memelihara mutu profesi staf medis, komite medis

memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Pelaksanaan audit medis

b. Rekomendasi pertemuan ilmiah internal dalam rangka pendidikan berkelanjutan

bagi staf medis;

c. Rekomendasi kegiatan eksternal dalam rangka pendidikan berkelanjutan bagi

staf medis;

d. Rekomendasi proses pendampingan (proctoring) bagi staf medis yang

membutuhkan.

4. Dalam melaksanakan tugas menjaga disiplin ,etika dan perilaku profesi staf komite

medis memiliki fungsi sebagai berikut :

a. Pembinaan etika dan disiplin profesi kedokteran

b. Pemeriksaan staf medis yang diduga melakukan pelanggaran disiplin;

c. Rekomendasi pendisiplinan pelaku professional di rumah sakit;dan

d. Pemberian nasehat/pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis pada

asuhan medis pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 101: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Wewenang Komite Medis

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, komite medik berwenang :

1. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis ( delineation of clinical

privilege) ;

2. Memberikan rekomendasi surat penugasan klinis (clinical appointment);

3. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis ( clinical privilege)

tertentu;

4. Memberikan rekomendasi perubahan/ modifikasi rincian kewenangan klinis

(delineation of clinical privilege );

5. Memberikan rekomendasi tindak lanjut audit medis;

6. Memberikan rekomendasi pendidikan kedokteran berkelanjutan;

7. Memberikan rekomendasi pendampingan (proctoring)

8. Memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin.

4.1.6.1. Subkomite Kredensial

Sub komite kredensial memiliki tujuan untuk melindungi keselamatan pasien

dengan memastikan bahwa staf medik yang melakukan pelayanan medik di rumah

sakit adalah yang kredibel. Sub komite kredensial ini fungsinya adalah melakukan

kebijakan komite medik dalam bidang kredensial, yaitu dengan menjaga keselamatan

pasien, dan menjaga standar kompetensi staf medik yang langsung berhadapan

dengan pasien.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 102: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Sub komite kredensial memiliki tugas :

a. Mendapatkan dan memastikan staf medis yang professional dan akuntabel bagi

pelayanan di rumah sakit

b. Menyusun jenis-jenis kewenangan klinis bagi setiap staf medis yang melakukan

pelayanan medis di rumah sakit sesuai dengan cabang ilmu

kedokteran/kedokteran gigi yang ditetapkan oleh kolegium kedokteran/

kedokteran gigi Indonesia.

c. Menjaga reputasi dan kredibilitas para staf medis dan institusi rumah sakit di

hadapan pasien, penyandang dana dan pemangku kepentingan rumah sakit

lainnya.

Mekanisme Kredensial

Mekanisme kredensial dan rekredensial di rumah sakit adalah tanggung

jawab komite medik yang dilaksanakan oleh subkomite kredensial. Proses kredensial

tersebut dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan

prosedur dan terdokumentasi.

Peran Sub Komite Kredensial

a. Penerimaan staf medis

Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik Medan telah menerapkan

beberapa langkah dan prosedur yang telah ditetapkan oleh Permenkes Nomor

755/Menkes/ Per/IV/2011 ini, yaitu pertama sekali dokter yang bersangkutan harus

memasukkan surat permohonan untuk bertugas ke Direktur Utama rumah sakit

melalui tata usaha. Surat permohonan tersebut berisikan surat permohonan pribadi,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 103: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

surat lulus butuh dari departemen yan terkait, rincian kewenangan klinis dari

departemen tersebut, surat tanda registrasi maupun kelengkapan lainnya yang

dibutuhkan. Selanjutnya surat dan kelengakapan berkas tersebut akan di terima oleh

Direktur Utama melalui SDM, SDM akan memberikan disposisinya atas

pertimbangan dari tim ad hock.

Tim ad hock terdiri atas perwakilan dari departemen-departemen yang terkait.

Tim adhock disini fungsinya untuk menanyakan apakah departemen tersebut memang

membutuhkan tambahan dokter atau tidak. Pada tahapan inilah ditentukan apakah

permohonan diterima atau ditolak.

Setelah tim ad hock memutuskan untuk menerima permohonan maka langkah

selanjutnya adalah penyerahan berkas administrasi ke komite medik yang akan

diproses oleh sekertariat, yang selanjutnya akan diteruskan kepada sub komite

kredensial. Sub Komite Kredensial akan memeriksa apakah kewenangan klinis sudah

ditanda tangani oleh kepala departemen yang terkait, jika belum maka sub komite

kredensial akan meminta kepada staf medis yang bersangkutan untuk dapat

melengkapinya terlebih dahulu. Jika sudah dilengkapi maka komite medik akan

mengeluarkan surat rekomendasi dan clinical appointment yang akan diserahkan

kepada Direktur Utama. Kemudian Direktur Utama akan membuatkan nota tugas

kepada staf medis yang bersangkutan.

b. Pencabutan / Pengurangan Kewenangan Klinis

Rumah Sakit Umum Pusat. Haji Adam Malik belum pernah melakukan

pencabutan kewenangan klinis staf medis. Jika memang harus dilakukan pencabutan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 104: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

kewenangan klinis, maka sebelumnya harus dilakukan audit kasus untuk

membuktikan ada/tidaknya kasus malpraktek. Dan pada saat kredensial / rekredensial,

peer group harus melakukan evaluasi apakah ada pengurangan sebahagian

kompetensi yang diajukan oleh staf medis yang bersangkutan.

Mekanisme kredensial dan rekredensial di rumah sakit menjadi tanggung

jawab komite medik yang dilaksanakan oleh sub komite kredensial. Proses kredensial

dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur

dan terdokumentasi.

4.1.6.2. Subkomite Mutu Profesi

Sub komite mutu profesi berperan dalam menjaga mutu profesi medis.

Sub komite mutu profesi menjalankan tugasnya dengan :

a. Memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf

medis yang bermutu, kompeten, etis, dan professional

b. Memberikan asas keadilan bagi staf medis untuk memperoleh kesempatan

memelihara kompetensi dan kewenangan klinis

c. Mencegah terjadinya kejadian yang tidak diharapkan

d. Memastikan kualitas asuhan medis yang diberikan oleh staf medis melalui upaya

pemberdayaan, evaluasi kinerja profesi yang berkesinambungan, maupun evaluasi

kinerja profesi yang terfokus

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 105: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Peran Sub Komite Mutu Profesi

a. Audit Kasus

Audit kasus dilakukan berdasarkan ada tidaknya aduan dari keluarga pasien atau

pasien. Bentuk pengaduan yang dibuat keluarga harus dalam bentuk laporan

tertulis. Audit kasus dilakukan tidak secara berkala tetapi jika ada pengaduan

yang diterima. Audit kasus akan langsung diproses tetapi harus disesuaikan

dahulu dengan kronologis yang dibuat oleh perawat.

Surat pengaduan yang disampaikan biasanya berupa tentang pengaduan adanya

kepuasan/ketidak puasan terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan, surat

pengaduan disampaikan kepada direktur medik (Pelayanan Medik), setelah itu

surat diteruskan kepada Komite Medik yang kemudian akan disesuaikan dengan

kronologis yang dibuat oleh perawat. Setelah itu dengan memanggil dan

melibatkan pihak-pihak yang terkait maka masalah tersebut langsung diselesaikan

pada saat itu juga.

b. Audit Medis

Pelakasanaan audit medis dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen

klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit

medis tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang staf

medis dalam saatu kasus. Audit medis yang dilakukan oleh rumah sakit adalah

kegiatan evaluasi profesi secara sitemik.

Audit medis dilakukan berdasarkan kasus medis yang terbanyak. Komite medik

akan membuat panitia ad hock dalam menyelesaikan kasus medis yang akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 106: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

dibahas. Audit medis akan dilakukan jika ada pemberitahuan berupa surat dari

direktur yang ditujukan kepada direktur medik (Pelayanan Medik), setelah itu

surat akan diteruskan ke Komite Medik. Selanjutnya komite medik akan

memberitahu pihak-pihak yang terkait untuk dapat membentuk panitia ad hock

nya setelah itu barulah dapat dilakukan audit medis, setelah audit selesai maka

panitia ad hock dapat dibubarkan. Panitia ad hock ini sifatnya sementara.

Adapun yang menjadi tujuan dari audit medis bukan untuk mencari kesalahan

tetapi mencari penyebab atas suatu masalah medis. Misalnya : lama rawatan di

ICU selama > 14 hari, maka dicari apa penyebabnya, siapa saja yang terlibat

(rekam medis, DPJP, laboratorium), maka dibentuklah tim ad hock untuk

menyelesaikan masalah tersebut.

c. Merekomendasikan Pendidikan Berkelanjutan Bagi Staf Medis.

4.1.6.3. Subkomite Etika dan Disiplin Profesi

Setiap staf medik dalam melaksanakan asuhan medik di rumah sakit harus

menerapkan prinsip-prinsip profesionalisme kedokteran dan kinerja professional yang

baik. Dengan kinerja profesionalisme yang baik, pasien akan memperoleh asuhan

medik yang aman dan efektif. Didalam penanganan asuhan medik sehari-hari di

rumah sakit tidak jarang akan dijumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan,

sehingga diperlukan adanya suatu tim / unit kerja untuk dapat membantu memberikan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Keputusan yang diambil oleh sub

komite etika dan disiplin profesi merupakan upaya pendisiplinan staf medik di rumah

sakit yang bersangkutan, jadi pelaksanaannya tidak berkaitan dengan proses

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 107: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

penegakan disiplin profesi di lembaga pemerintah, organisasi profesi ataupun hukum.

Penegakan disiplin profesi yang dimaksud disini juga bukan sebuah penegakan

disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian rumah sakit.

Mekanisme Kerja

Kepala/Direktur rumah sakit menetapkan kebijakan dan prosedur seluruh

mekanisme kerja subkomite disiplin dan etika profesi berdasarkan masukan komite

medis. Selain itu Kepala/ Direktur rumah sakit bertanggung jawab atas tersedianya

berbagai sumber daya yang dibutuhkan agar kegiatan ini dapat terselenggara.

4. Peran Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Melindungi pasien dari pelayanan staf medis yang tidak memenuhi syarat dan

tidak layak untuk melakukan asuhan klinis. Selain itu juga Sub Komite Etika dan

Disiplin Profesi bertanggungjawab dalam memelihara dan meningkatkan mutu

profesionalisme staf medis di rumah sakit. Secara umum Sub Komite ini tidak dapat

bekerja sendiri karena harus bekerja sama dengan Sub Komite Mutu dan Sub Komite

Kredensial. Hal ini berkaitan dengan pencabutan kewenangan klinis, pengurangan

kewenangan klinis, pembinaan dan pengawasan yang melibatkan Sub Komite

Kredensial. Maka sebelumnya Komite Medik harus melakukan penelusuran melalui

audit kasus yang melibatkan Sub Komite Mutu Profesi. Jika sampai membahayakan

dan tidak memperhatikan keselamatan pasien barulah bisa dilakukan pencabutan

kewenangan klinis. Namun sampai saat ini RSUP. Haji Adam Malik belum pernah

menemukan kasus yang fatal dan belum pernah melakukan pencabutan kewenangan

klinis.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 108: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4.2. Hasil Wawancara tentang Kebijakan Permenkes RI No.

755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan

Untuk mengukur sejauh mana Permenkes RI No. 755/Menkes/Per/IV/2011

telah diimplentasikan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan maka

digunakan beberapa indikator sebagai berikut:

1. Komunikasi

Sub indikator :

a. Sosialisasi permenkes dan berbagai ketentuan di dalam nya

b. Koordinasi antar bagian pada Komite Medik

c. Alur komunikasi yang jelas.

2. Sumberdaya

Sub indikator:

a. Personil, yang terdiri atas:

1) Jumlah personil

2) Motivasi kerja

3) Komitmen

4) Kualitas SDM

b. Fasilitas pendukung

c. Pembiayaan (anggaran/dana, sumber dana, kondisi pembiayaan)

d. Kewenangan

1) Kebebasan menjalankan tugas dan tanggungjawab

2) Kebebasan intervensi dari pihak yang tidak berkepentingan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 109: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

3. Struktur Birokrasi

Sub indikator:

a. Ada prosedur yang tetap dan jelas bagi pelaku kebijakan dalam melaksankan

kebijakannya

b. Ketepatan atau kesesuaian pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/

per/IV/2011 sesuai dengan berbagai ketentuan yang telah diatur adanya

tanggung jawab dalam menjalankan sebuah kebijakan

c. Adanya tanggung jawab dalam menjalankan kebijakan.

4. Disposisi

Sub indikator:

a. Pemahaman para pelaksana dalam memenuhi tanggung jawabnya terhadap

pelaksanaan Permenkes nomor 755/menkes/per/IV/2011.

b. Intensitas yang berupa sikap dari para pelaksana Permenkes nomor

755/menkes/per/IV/2011

c. Penerimaan atau penolakan terhadap pelaksanaan kebijakan.

4.2.1. Sosialisasi Kebijakan yang Dilakukan Komite Medik dalam Rangka Melaksanakan Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Matriks 4.1. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai

Ketentuan di Dalamnya

A. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai

Ketentuan di Dalamnya Ketua Komite Medik Ya, sosialisasi tentang Permenkes ini kami terima di tahun 2011, saat

peraturan ini mulai diberlakukan. Sebenarnya sebelumnya kan udah ada juga peraturannya, peraturan ini dibuat untuk mengubah pandangan yang keliru tentang tugas dan fungsi komite medik. Peraturan Menteri Kesehatan ini diharapkan akan meluruskan persepsi keliru yang menganggap komite medik adalah wadah untuk memperjuangkan kesejahteraan para staf medik.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 110: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Matriks 4.1. (Lanjutan)

A. Sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai

Ketentuan di Dalamnya Sekretaris Komite Medik

Ya., disosialisasikan karena status RSUP HAji Adam MAlik adalah unit organisasi yang bertanggungjawab di bawah kementrian kesehatan. Ini disosialisasikan pada tahun 2011 yang lalu. Seluruh anggota komite medik diundang untuk diberi penjelasan tentang tugas, fungsi dan wewenang komite medik yang sebenarnya.tujuannya supaya gak terjadi miss communication atau salah persepsi. Kalau kerja ini kan paling enak kalau alur tugas dan fungsi masing-masing jelas..masing-masing tau apa yang jadi tanggungjawab dan wewenangnya. Jadi kalau ada maslah kita tidak saling menolak atau sitilahnya buang badan.

Sub komite kredensial Ya disosialisasikan, walaupun sebenarnya fungsi dan tugasnya gak jauh beda dengan yang lama. Hanya untuk mempertegas saja.

Dari uraian jawaban wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi

Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011dan Berbagai Ketentuan Di Dalamnya

dilaksanakan dengan baik. Dengan adanya sosialisasi tentang ketentuan baru maka

diharapkan pelaksaan atau implementasi dari sebuah kebijakan dapat dilakukan

dengan lebih baik dan kerjasama dapat terjalin. Secara umum proses sosialisasis

dilakukan melalui berbagai kegiatan rapat, seminar, breafing dan sebagainya. Agar

proses sosialisasi dapat berhasil maka dibutuhkan proses komunikasi yang efektif

pula. Komunikasi adalah suatu proses atau kegiatan penyampaian pesan dari

seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam proses

komunikasi beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah media yang digunakan,

waktu, tempat dan pembicara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 111: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Matriks 4.2. Koordinasi Antar Bagian Pada Komite Medik

B. Koordinasi Antar Bagian Pada Komite Medik

Ketua Komite Medik Ya, itu pasti. Karena Komite Medik tidak bisa bekerja sendirian kan? Kita bisa memberikan respon kan kalau ada laporan dari berbagai piha di rumah sakit ini. Tapi yang kita tindaklanjuti hanya masalah yang berhubungan dengan masalah mutu layanan, kredensial dan etika profesi. Jadi ini sering kita informasikan kepada rekan-rekan lain dari berbagai bagian. Misalnya dari SMF, direktur pelayanan, direktur SDm dan sebagainya.

Sekretaris Komite Medik Ya, kita sering berkoordinasi dengan bagian-bagian lain. Kita tidak bisa memutuskan sebuah solusi tanpa mendengarkan tanggapan dan masukan dari berbagai pihak. Kalau ada masalah maka kita akan panggil divisi yang berkaitan dan kita diskusikan bersama. Misalnya ada keterlambatan dalam bidang pelayanan…biasanya kan paling banyak keluhan di sini…. maka itu merupakan bagian dari bidang pelayanan medis untuk menyelesaikan masalahnya. Sebagai contoh permasalahan yang akan dihadapi atau ditindaklanjuti oleh komite medik adalah dokter atau staf medik yang tidak mematuhi aturan yang sudah ditetapkan oleh komite medik atau staf medik yang melakukan pelanggaran.

Sub komite kredensial Sub komite kredensial memiliki fungsi yang cukup jelas ya. Kita bertugas untuk melindungi keselamatan pasien dengan memastikan bahwa staf medik yang akan melakukan pelayanan medik di rumah sakit adalah yang kredibel. Proses kredensial tersebut dilaksanakan dengan semangat keterbukaan, adil, obyektif, sesuai dengan prosedur, dan terdokumentasi. Dalam proses kredensial, sub komite kredensial melakukan serangkaian kegiatan termasuk menyusun tim mitra bestari, dan melakukan penilaian kompetensi seorang staf medik yang meminta kewenagan klinis tertentu.Jadi, dengan demikian bahwa sub komite kreedensial memang harus selalu berkoordinasi dengan sub komite lain dan pihak –pihak lain termasuk pimpinan rumah sakit dan para pegawai di sini.

Sub Komite Mutu Profesi Medik Pertanyaan apakah sub Komite Mutu profesi medik melakukan koordinasi dengan sub komite medik yang lain di rumah sakit ini, jawabannya jelas ya.. kami juga berperan bagaimana supaya rumah sakit berkualitas dengan cara memberikan perlindungan terhadap pasien agar senantiasa ditangani oleh staf medik yang bermutu, kompeten, etis, dan professional. Jadi itu bukan hanya tugas dari kredensial toh?untuk mempertahankan mutu layanan dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian misalnya morning report, kasus sulit, ronde ruangan,kasus kematian (death case), audit medik, journal reading. Nah ini semuakan butuh informasi dari teman-teman di bagian lain termasuk para dokter dan perawat yang bertugas.

Subkomite Etika dan Disiplin Profesi Ya, kita selalu melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terlapor. Misalnya dalam menangani maslah laporan dokter atau staf medik yang tidak mematuhi perturan maka pertama sekalai direktur akan memngirimkan pemberitahuan kepada komite medik, setelah ada disposisi dari direktur barulah komite medika akan memproses.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 112: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Dari jawaban wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa komite medik dan

petugas medis lain di RSUP Haji Adam Malik Medan selalu melakukan koordinasi

dalam menyelesaikan berbagai masalah yang muncul. RSUP Haji Adam Malik

Medan terutama Komite Medik sangat menyadari bahwa koordinasi sangat

dibutuhkan dalam sebuah organisasi besar ataupun kecil. Kordinasi adalah

penyelarasan secara teratur atau penyusunan kembali kegiatan - kegiatan yang saling

bergantung dari individu-individu untuk mencapai tujuan bersama. Koordinasi

sangatlah penting dalam organisasi karena di dalamnya terdapat banyak kegiatan

yang berlainan dilakukan oleh banyak orang dalam banyak bagian. Kebutuhan

koordinasi timbul sewaktu-waktu apabila satu orang atau kelompok bertanggung

jawab atas kesempurnaan suatu tugas. Apabila terdapat keadaan saling bergantungan

di antara kegiatan-kegiatan maka hasil yang efektif akan dapat tercapai. Misalnya

seperti dalam penanganan kasus di bidang pelayanan yang dinilai kurang maksimal.

Jika permasalahan berasal dari salah satu instalasi yang ada maka pertama sekali

instalasi harus membuat surat untuk dilakukan Audit medis di mana Audit Medis ini

merupakan tugas dari Sub Komite Mutu Profesi. Maka dalam hal ini terlihat adanya

koordinasi antar bagian, ada ketergantungan antar pihak yang terlibat. Dengan

dilakukannya koordinasi maka akan tercapai beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah

tercapainya sasaran.

2. Menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran.

3. Menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 113: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

4. Menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dan sasaran.

5. Menghindari tindakan overlapping dari sasaran.

Selain itu, disadari bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan dapat

membutuhkan beberapa panitia lain dalam rangka tata kelola klinis yang baik seperti

panitia infeksi nosokomial, panitia rekam medik, dan sebagainya. Panitia-panitia

tersebut perlu dikoordinasikan secara fungsional oleh sebuah komite tertentu yang

bertanggung jawab pada kepala/direktur rumah sakit. Komite tertentu tersebut

berperan meningkatkan mutu rumah sakit yang tidak langsung berkaitan dengan

profesi medik, sehingga perlu dibentuk secara tersendiri agar dapat melakukan

tugasnya secara lebih terfokus.

Matriks 4.3. Alur Komunikasi yang Jelas

C. Alur Komunikasi yang Jelas

Ketua Komite Medik

Ya, jalur komunikasi di komite medis ini ya jelas. Artinya bahwa setiap memproses

sebuah masalah memang ada tahapannya, dari mana dulu lalu lanjut kemana. Kita

juga secara teratur menyamoaikan laporan kepada Direktur RS.

Sekretaris Komite Medik

Dalam memecahkan masalah dan mencari soslusi yang terbaik setiap pihak yang

terlibat harus mengetahui perkembangan masalahnya. Masalahnya apa, siapa yang

terlibat dan solusi yang bagaimana yang diharapkan. Maka seperti yang sudah saya

sebutkan tadi misalnya ada masalah pelayanan maka terlebih dahulu ada

komunikasi dengan instalasi yang bersangkutan.selain itu selalu ada laporan

kepada pihak pengelola rumah sakit (dalam hal ini adalah kemenkes) karena segara

bentuk kegiatan harus dilaporkan kepada kemenkes Sub komite Kredensial

Bentuk komunikasi yang kami lakukan adalah dalam hal pemberian informasi

mengenai berbagai kebijakan dan prosedur bagi staf medik untuk memperoleh

kewenangan klinis dengan berpedoman pada peraturan internal staf medik (medikal

staff bylaws). Subkomite Etika dan Disiplin Profesi

Ya pasti ada komunikasi yang jelas. Struktur organisasi kan fungsinya itu juga.

Kapan kita melapor ke direktur, melalui siapa dulu baru bisa sampai ke direktur.

Semua sudah jelas diatur.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 114: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Komite medik memberikan laporan tahunan dan laporan berkala tentang

kegiatan keprofesian yang dilakukannya kepada kepala/direktur rumah sakit. Dengan

demikian lingkup hubungan antara kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik

adalah dalam hal-hal yang menyangkut profesionalisme staf medik saja. Hal-hal yang

terkait dengan pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya

oleh kepala/direktur rumah sakit. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical

governance) yang baik kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal

pengaturan kewenangan melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama

tersebut dalam bentuk rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan

pelayanan medik dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.

4.2.2. Jumlah Tenaga dan Kualitas Sumber Daya pada Komite Medik dalam

Pelaksanaan Kebijakan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik Rumah

Sakit di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan

Matriks 4.3. Jumlah Personil, Jumlah Personil dan Kualitas SDM

A. Jumlah Personil, Jumlah Personil dan Kualitas SDM

Ketua Komite Medik

Jumlah personil komite medik ya saya rasa sudah memadai dan masing-

masing sesuai dengan keahlian. Kita semua memiliki latar belakang medis,

sehingga sedikit banyaknya kita mengetahi seluk beluk duni medis.

Sekretaris Komite Medik

Jumlah pengurus komite medik sudah mencukupi dan kualitas SDM nya juga

sudah sangat mendukung.

Subkomite Etika dan Disiplin Profesi

Ya, semua anggota komite medik RS HAji Adam Malik ini memiliki kualitas

kerja yang baik.

Dari jawaban di atas dapat disimpulkan bahwa Komite medik RSUP Haji

Adam Malik Medan memiliki kualitas SDM yang baik dan jumlahnya sudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 115: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

mencukupi. Jumlah personalia komite medik yang efektif berkisar sekitar lima

sampai sembilan orang termasuk ketua dan sekretaris. Namun demikian, untuk rumah

sakit dengan jumlah staf medik terbatas dapat menyesuaikan dengan situasi sejauh

tugas dan fungsi komite medik tetap terlaksana. Walaupun rumah sakit memiliki staf

medik yang terbatas jumlahnya, budaya profesionalisme yang akuntabel harus tetap

ditegakkan melalui penyelenggaraan tata kelola klinis yang baik. Pasien harus tetap

terlindungi tanpa melihat besar kecilnya jumlah staf medik. Personalia tersebut dipilih

dari staf medik yang memiliki reputasi baik dalam profesinya yang meliputi

kompetensi, sikap dan hubungan interpersonal yang baik. Mekanisme pengambilan

keputusan dibidang keprofesian dalam setiap kegiatan komite medik dilaksanakan

secara sehat dengan memperhatikan asas–asas kolegialitas. Peraturan internal staf

rumah sakit (medikal staffbylaws) akan menetapkan lebih rinci tentang mekanisme

tersebut

Ketua komite medik bertanggung jawab kepada kepala/direktur rumah sakit.

Di satu pihak, Kepala/Direktur Rumah Sakit berkewajiban untuk menyediakan segala

sumber daya agar Komite Medik dapat berfungsi dengan baik untuk

menyelenggarakan profesionalisme staf medik sesuai dengan ketentuan dalam

Peraturan Menteri Kesehatan ini. Di lain pihak, komite medik memberikan laporan

tahunan dan laporan berkala tentang kegiatan keprofesian yang dilakukannya kepada

kepala/direktur rumah sakit. Dengan demikian lingkup hubungan antara

kepala/direktur rumah sakit dengan komite medik adalah dalam hal-hal yang

menyangkut profesionalisme staf medik saja. Hal-hal yang terkait dengan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 116: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

pengelolaan rumah sakit dan sumber dayanya dilakukan sepenuhnya oleh

kepala/direktur rumah sakit. Untuk mewujudkan tata kelola klinis (clinical

governance) yang baik kepala/direktur rumah sakit bekerjasama dalam hal

pengaturan kewenangan melakukan tindakan medik di rumah sakit. Kerjasama

tersebut dalam bentuk rekomendasi pemberian kewenangan klinis untuk melakukan

pelayanan medik dan rekomendasi pencabutannya oleh komite medik.

Matriks 4.4. Fasilitas yang Tersedia

B. Fasilitas yang Tersedia

Ketua Komite Medik

Fasilitas yang disediakan ya memadai. Ada ruangan khusus, ada fasilitas

kantor yang khusus.

Sekretaris Komite Medik

Fasilitas fisik sangat memadai. Sudah sangat memadai lah. Kalau misalnya

kita mengadakan rapat, lokakarya an sebagainya segala kebutuhan sudah

ditanggung oleh pihak rumah sakit. Suasana lingkungan juga nyaman,

artinya kantor kita ini kan tidak berada di tempat yang istilahnya banyak

pasien dan para medis menjalankan pelayanan pengobatan. Jadi masalah

failitas fisik dan lingkungan saya rasa sudah sangat mendukung.

Sub Komite Mutu

Ya, sudah sangat memadai

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Sangat memadai

Sub Komite kredensial

Sangat memadai dan saya rasa sudah cukup.

Dari jawaban di atas dapat disimpulkan bahwa fasilitas yang disediakan oleh

pengelola RSUP Haji Adam Malik Medan sudah sangat memadai bagi Komite

Medik dalam menjalankan tugas dan fungsinya Dalam suatu pencapaian tujuan

perusahaan, diperlukan alat atau sarana pendukung yang digunakan dalam aktivitas

sehari-hari di perusahaan tersebut, fasilitas yang digunakan bermacam-macam

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 117: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

bentuk, jenis maupun manfaatnya, disesuaikan dengan dengan kebutuhan dan

kemampuan perusahaan. Kata fasilitas sendiri berasal dari bahasa belanda “faciliteit”

yang artinya prasarana atau wahana untuk melakukan atau mempermudah sesuatu.

Fasilitas juga bisa dianggap suatu alat. Untuk mencapai tujuan perusahaan atau

organisasi ada banyak faktor yang mendukung, salah satu diantaranya adalah

fasilitas kerja karyawan merupakan faktor pendukung bagi kelancaran tugas yang

mereka kerjakan, sehingga pekerjaan dapat dikerjakan sesuai dengan yang

diharapkan. Fasilitas kerja terkait dengan lingkungan kerja, karena lingkungan kerja

juga merupakan fasilitas kerja, dengan adanya lingkungan kerja yang nyaman maka

karyawan dapat melaksanakan kerja (Moekijat 2001 : 155).

Matriks 4.5. Pembiayaan(Anggaran/Dana, Sumber Dana, Kondisi Pembiayaan)

C. Pembiayaan(Anggaran/Dana, Sumber Dana, Kondisi Pembiayaan)

Ketua Komite Medik

Seperti yang sudah saya katakan tadi bahwa kalau dana untuk seminar,

rapat dan sebagainya semua sudah difasilitasi oleh pihak rumah sakit. Tapi

kalau diluar dari itu gak ada lagi.

Sekretaris Komite Medik

Sebenarnya inilah yang menjadi masalah selama Komite Medik ini ada. Kita

sama sekali tidak mendapat honor atau gaji dari tugas kita ini. Semua sudah

disatukan dengan system remonisasi. Anggaran tidak disediakan oleh

Kemenkes padahal sebenarnya ada disebutkan di alam salah satu pasal.

Sub Komite Mutu

Kita tidak pernah membahas masalah honor anggota komite medik secara

khusus.

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Kalau anggaran untuk rapat, seminar dan pembiayaan lain mungkin bisa

ditanyakan pada sekretaris ya..

Sub Komite Kresidensial

Anggaran untuk menjalankan tugas setahu saya gak ada masalah karena

semua sudah disediakan oleh pihak rumah sakit. Taoi kalau anggaran untuk

yang lain saya kurang paham. Mungkin pak ketua yang tau ya…

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 118: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Penganggaran merupakan komitmen resmi yang terkait dengan harapan

tentang pendapatan, biaya dan beragam transaksi keuangan dalam jangka waktu

tertentu di masa yang akan datang. Dengan penyusunan anggaran usaha-usaha akan

lebih banyak berhasil apabila ditunjang oleh kebijaksanaan-kebijaksanaan yang

terarah dan dibantu oleh perencanaan-perencanaan yang matang.

Matriks 4.6. Kewenangan

D. Kewenangan

Ketua Komite Medik

Kewenangan kita sebatas memberikan rekomendasi/saran kepada Direktur

RS.

Sekretaris Komite Medik

Komite medik melakukan kredensial, meningkatkan mutu profesi, dan

menegakkan disiplin profesi serta merekomendasikan tindak lanjutnya kepada

kepala/direktur rumah sakit; sedangkan kepala/direktur rumah sakit

menindaklanjuti rekomendasi komite medik dengan mengerahkan semua

sumber daya agar profesionalisme para staf medik dapat diterapkan dirumah

sakit.

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Kewenangan sub komite etika dan displin profesi adalah Memelihara dan

meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah sakit. Tugas kami

adalah mengupayakan adanya program pembinaan profesionalisme

kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku profesional staf medik di

lingkungan rumah sakit

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Kewenangan sub komite etika dan displin profesi adalah Memelihara dan

meningkatkan mutu profesionalisme staf medik di rumah sakit. Tugas kami

adalah mengupayakan adanya program pembinaan profesionalisme

kedokteran dan upaya pendisiplinan berperilaku profesional staf medik di

lingkungan rumah sakit

Sub Komite Kredensial

kewenangan kami adalah untuk memastikan bahwa calon dokter yang akan

bertugas di rumah sakit ini adalah yang memang memilki kredibilitas. Itu ada

prosedurnya..mulai dari pengajuan permohonan hingga pada keluarnya izin

untuk bertugas

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 119: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Wewenang merupakan dasar untuk bertindak, berbuat, dan melakukan

kegiatan/aktivitas dalam suatu organisasi/instansi. Bentuk saluran wewenang yang

diterapkan di RSUP HAji Adam Malik Medan adalah wewenang fungsional, yaitu

kekuasaan seorang manajer adalah karena proses-proses, praktek-praktek, kebijakan-

kebijakan tertentu atau soal-soal lain yang berhubungan dengan pelaksanaan

kegiatan-kegiatan oleh pegawai-pegawai lain dalam bagian-bagian lain pula. Dalam

hal ini setiap sub komite memeiliki wewenang yang sudah jelas. Namun kendala yang

sering dihadapi adalah pengurus Komite medik adalah tenaga medis yang memiliki

tugas pelayanan kesehatan sehingga sering sekali kesibukan tersebut menjadi kendala

dalam menjalankan tugas sebagai pengurus komite medik.

4.2.3. Koordinasi Antar Sub Komite dalam Rangka Pelaksanaan Kebijakan

Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan Komite

Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan

Matriks 4.7. Adanya Prosedur yang Jelas

A. Adanya Prosedur yang Jelas

Ketua Komite Medik

Prosedur kerja di komite ini sudah jelas karena semua sudah diatur di

Permenekes no 755 tahun 2011 itu. Jadi gak bisa sembarangan.

Sekretaris Komite Medik

Ya, sangat jelas. Seperti yang sudah saya jelaskan tadi bahwa kalau ada

masalah gak langsung ke Komite Medik. Tapi melalui instatlasi yang

bersangkutan dulu.baru kemudian kita proses. Itu semua sudah diatur di

Permenekes No 755 tahun 2011. Jadi semuanya sudah jelas, jadi kita tinggal

ikutkan saja.

Sub Komite Mutu

Prosedurnya sudah diatur secara jelas di permenkes.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 120: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Matriks 4.7. (Lanjutan)

A. Adanya Prosedur yang Jelas

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Kalau masalah etika dan profesi ini kan masalah yang sangat riskan. Tapi

syukurnya semua sudah diatur di permenekes No.755. jadi kalau kita

mengambil keputusan sudah jelas dasar hukumnya.

sub Komite kredensial

semua sudah diatur dalam Permenkes kan. Jadi prosedur kerja nya sudah

jelas.

Dari jawaban wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa Komite menjalankan

tugas sesuai dengan prosedur yang sudah ada. Misalnya dalam hal Pencabutan

kewenangan klinis (clinical privilege0 dilakukan melalui prosedur tertentu yang

melibatkan komite medik. Walaupun sampai saat ini sub Komite Kredensiaal RSUPH

Adam Malik Medan belum pernah melakukan pencabutan kewenangann klinis,

namun tetap diatur ketentuan tentang pencabutan kewenangan klinikal misalnya

karena malpraktek. Untuk menentukan apakah memang benar telah terjadi mal

praktek maka terlebih dahulu dilakukan audit medik. Yang melaksanakan adalah tim

ad-hock yang dibentuk khusus untuk melakukan audit medic. Ketua tim ad-hock

ditetapkan berdasarkan penyakit yang diderita pasien. Sedangkan audit kasus adalah

penyelesaian masalah setelah adanya keluhan dari keluarga pasien yang disampaikan

melalui surat. Jika memang terbukti ada kesalahan dalam pelayanan pasien, maka

barulah dapat dilakukan pencabutan kewenangan klinis.

Kewajiban rumah sakit untuk menetapkan kewenangan klinis

(clinicalprivilege) tersebut telah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-

undangan tentang perumahsakitan bahwa setiap rumah sakit wajib menyusun dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 121: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

melaksanakan hospital bylaws yang dalam penjelasan peraturan perundang-undangan

tersebut ditetapkan bahwa setiap rumah sakit wajib melaksanakan tata kelola klinis

yang baik (good clinical governance). Hal ini harus dirumuskan oleh setiap rumah

sakit dalam peraturan staf medik rumah sakit (medikal staff bylaw) antara lain diatur

kewenangan klinis (clinical privilege).

Matriks 4.8. Adanya Tanggungjawab dalam Menjalankan Kebijakan

B. Adanya Tanggungjawab dalam Menjalankan Kebijakan

Ketua Komite Medik

Ya, tentu saja kita berusaha menjalankan tanggungjawab ini dengan baik.

Walau kadangkala kita kesulitan dalam masalah waktu. Kita juga sibuk

memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga kalau ada pelatihan-

pelatihan untuk Komite medik kita tidak selalu bisa menghadirinya. Sekretaris Komite Medik

Ya, sebenarnya tanggungjawab itu muncul dari pemahaman kita akan tujuan dan manfaat dibentuknya Komite medik ini. Kalau kita sudah menyadarinya maka kita akan tau bahwa tanggungjawab pengurus komite itu gak ringan. Bayangkan aja, bagaimana kita dituntut untuk bisa menjaga kualitas layanan rumah sakit secara eksternal maupun internal, dan tugas sebagai paramedik juga sudah menunggu di rumah sakit maupun di klinik.

Sub Komite Mutu Kita mau aja bertanggungjawab menjalankan tugas, tapi kadang-kadang waktu nya gak mendukung…ya semampu kita ajalah.

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Ya, kita berusah mengemban tanggungjawab dengan sebaik mungkin.

Sub Komite Kredensial tujuan didirikannya Komite medik ini adalah untuk menjamin bahwa hak pasien terlindungi, hak para medis juga bisa diterima, jadi sebenarnya tanggungjawab kami itulah

Dari hasil wawancara dapat dilihat bahwa secara umum pengurus komite

Medik menyadari tanggungjawab yang diberikan kepada mereka. Namun sering

sekali tanggungjawab tersebut tidak maksimal dijalankan karena keterbatasan waktu.

Apalagi secara umum, pengurus komite medik adalah para dokter spesialis yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 122: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

memiliki jam tugas yang sangat padat. Sehingga sering sekali sebuah masalah

membutuhkan waktu yang lama dalam menyelesaikannya.

4.2.4. Bentuk Disposisi terhadap Pelaksanaan Kebijakan Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik Rumah Sakit di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

Matriks 4.9. Pehaman Para Pelaksana dalam Memenuhi Tanggungjawab

terhadap Pelaksanaan Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011

A. P Pehaman Para Pelaksana dalam Memenuhi Tanggungjawab terhadap

Pelaksanaan Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011 Ketua Komite Medik

Ya kita paham lah..pihak rumah sakit juga pasti paham itu.. Sekretaris Komite Medik

Ya paham Sub Komite Mutu Pahamlah..

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi Paham-paham sebatas tugas sub kita.. Sub Komite kredensial paham…

Dari jawaban wawancara dapat dilihat bahwa pelaksana kebijakan sangat

memahami tanggungjawab mereka dan apa peranan mereka dalam peningkatan

kualitas layanan rumah sakit.

Matriks 4.10. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan

B. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan

Ketua Komite Medik

Disposisi ini artinya penerimaan dari pihak rumah sakit kan? Ya. Pihak RS

Adam Malik sangat merespon keberadaan Komite medik ini. Walaupun ada

beberapa petugas medis yang menganggap kita ini sebagai pengawas yang

akan mengancam mereka..hahaha…tapi secara umum mereka mereka

merespon dengan baik karena mereka tau tugas dan fungsi kita itu apa.

Sekretaris Komite Medik

Ya, sangat menerima..terbukti dari fasilitas-fasilitas yang diberikan..kesediaan

untuk mendanai berbagai rapat, seminar dan lokakarya yang

diselenggarakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 123: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

Matriks 4.10. (Lanjutan)

B. Penerimaan atau Penolakan terhadap Pelaksanaan Kebijakan

Sub Komite Mutu

Saya rasa gak ada alas an untuk tidak menerima ya, karena kita bertugas

untuk menjaga agar layanan terhadap pasien bisa maksimal.

Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi

Ya, sangat menerima lah..kita perpanjangan tangan dari Kementrian

Kesehatan

sub Komite kredensial

setau saya pihak RS Adam Malik ini sangat merespon positif akan keberadaan

komite ini. Sebagai rumah sakit tipe A, kualitas kan harus diutamakan, maka

perlu sebuah struktur yang mengawasi mutu tersebut.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 124: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 5

PEMBAHASAN

Dalam implementasi Permenkes No 755/Menkes/Per/IV/2011 tentu terdapat

faktor pendukung dan faktor penghambat/kendala-kendala yang dihadapi oleh

pengurus Komite Medik.

5.1. Implementasi Kebijakan Permenkes RI Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011

Pelaksanaan kebijakan Permenkes Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah

Sakit Umum Pusat haji Adam Malik Medan sudah dilaksanakan. Hal tersebut

dikarenakan staf medik yang ada di struktur komite medik mau melaksanakannya.

Selain itu juga kebijakan Permenkes No 755/ Menkes/Per/IV/2011 merupakan salah

satu syarat dalam pelaksanaan akrreditasi rumah sakit, sehingga staf medik dan

tenaga pelaksana komite medik lainnya harus menjalankan kebijakan tersebut.

5.2. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Permenkes No 755/

Menkes/Per/IV/2011

Ketenagaan dalam dalam pelaksanaan kebijakan Permenkes Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medsn

sudah sesua. Dimana didalam Permenkes RI No 755/ Menkes/Per/IV/2011,

disebutkan bahwa jumlah personalia komite medik yang efektif berkisar sekitar lima

sampai Sembilan orang termasuk ketua dan sekertaris. Personalia tersebut dipilih

dari staf medis yang memiliki reputasi baik dslam profesinya yang meliputi

kompetensi, sikap, dan hubungan interpersonal yang baik. Mekanisme pengambilan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 125: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

keputusan di bidang ke profesian dalam setiap kegiatan komite medik dilaksanakan

secara sehat dengan memperhatikan asas-asas kolegialitas. Peraturan internal staf

medik (medical staff bylaws) akan menetapkan lebih rinci tentang mekanisme

tersebut.

Dalam hal pendanaan, diketahui bahwa pihak Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik akan menyediakan dana dalam mendukung terlaksananya kegiatan-

kegiatan komite medik.

5.3. Faktor yang Memengaruhi

5.3.1. Komunikasi

Dengan adanya komunikasi yang dilakukan secara teratur maka kerjasama

akan lebih mudah untuk dilaksanakan. Komunikasi adalah suatu proses atau kegiatan

penyampaian pesan dari seseorang kepada orang lain untuk mencapai tujuan tertentu.

Komunikasi adalah prasyarat kehidupan manusia dan untik menjaga keberlangsungan

sebuah organisasi atau keolompok. Kehidupan manusia akan tampak hampa apabila

tidak ada komunikasi. Karena tanpa komunikasi, interaksi antar manusia, baik secara

perorangan, kelompok, ataupun organisasi tidak mungkin dapat terjadi. Dua orang

dikatakan melakukan interaksi apabila masing-masing melakukan aksi dan reaksi.

Aksi dan reaksi dilakukan manusia baik secara perorangan, kelompok atau organisasi

Dalam sosialisasi Permenkes RI No.755/Menkes/Per/IV/2011 di Rumah Sakit

Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilakukan dengan menghadirkan pembicara

dari Kementrian Kesehatan. Hal ini dilakukan agar berbagai pertanyaan yang muncul

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 126: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

saat proses sosialisasi dapat terjawab. Saat sosialisasi juga dihadirkan perwakilan dari

divisi-divisi yang ada di RSUP Haji Adam Malik seperti dari Divisi Bedah, Poli

Umum, Keuangan, Personalia dan sebagainya. Hal ini dilakukan agar berbagai pihak

dapat memahami tugas pokok dan fungsi dari Komite Medik. Fungsi lain dari

sosialisasi ini adalah agar berbagai pihak menyadari dan mengetahui bahwa setiap

kebijakan memiliki berbagai dampak dan konsekwensi yang jelas. Maka setiap

kebijakan yang telah dirumuskan, terlebih dahulu harus disosialisasikan agar

masyarakat maupun pihak pihak yang terlibat memahami standar yang dituntut dari

keberhasilan tujuan kebijakan tersebut. Oleh karena itu secara umum setelah tahapan

implementasi maka tahap berikut dari sebuah perumusan kebijakan adalah tahap

penilaian.

Pada tahap ini, kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi

untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan

masalah. Kebijakan-kebijakan pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang

diinginkan. Oleh karena itu, maka ditentukan ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria

yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan tersebut telah meraih dampak

yang diinginkan.

Namun, dalam beberapa pengarahan dan pelatihan yang ditujukan kepada

pengurus Komite Medik tidak dihadiri oleh selruh pengurus komite karena kesibukan

masing-masing. Sehingga kiranya perlu disusun sebuah strategi pengarahan yang

lebih efektif agar seluruh pengurus mengetahui perkembangan baru tentang tugas dan

fungsi komite medik. Demikian juga hal nya dengan pihak lain seperti pegawai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 127: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

rumah sakit, mitra bestari bahkan masyarakt. Sehingga keberadaan komite medik ini

diketahui dan dapat diberdayakan secara maksimal.

5.3.2. Sumber Daya

Dari sudut jumlah, Komite medik RSUP Haji Adam MAlik Medan sudah

sangat memadai yaitu sebanyak 14 orang yang teridiri atas tenaga medis dengan

bidang yang berbeda-beda. Komite Medik RSUP Haji Adam Malik terdiri atas :

Ketua Sub Komite Kredensial, Sekretaris Sub Komite Kredensial, Anggota Sub

Komite Kredensial, Ketua Sub Komite Mutu Profesi, Sekretaris Sub Komite Mutu

Profesi, Anggota Sub Komite Mutu Profesi, Ketua Sub Komite Etika dan Disiplin

Profesi, Anggota Sub Komite Etika dan Disiplin Profesi, Mitra Bestari. Walaupun

berdasarkan permenkes No.755 tahun 2011 jumlah efektif Komite medik adalah 5

sampai dengan 9 orang, namun dengan melihat ukuran RSUP Haji Adam Malik yang

sangat besar maka perlu ditambah menjadi 14 orang.

Namun tentu juga harus disadari bahwa jumlah personil yang banyak tidak

menjadi faktor utama keberhasilan dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Faktor

lain yang perlu diperhatikan adalah kualitas SDM dari pengurus tersebut yang dapat

diukur dari rasa tanggungjawab, motivasi kerja, loyalitas dan sebagainya. Hal yang

sangat penting dan fundamental di dalam sebuah organisasi adalah loyalitas dan

kebersamaan dari setiap anggota dan pimpinannya yang akan sangat menentukan

kemajuan dan perkembangan organisasi. Tanpa adanya loyalitas dan kebersamaan,

maka sebuah organisasi tidak akan berjalan dengan baik bahkan terkadang tidak akan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 128: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

mampu bertahan apabila di dalamnya tidak diterapkan sikap loyal dan kebersamaan

dengan baik.

Hal ini dapat dikatakan sebagai kesetiaan terhadap organisasinya. Apabila

para anggota organisasi memiliki kesetiaan/loyalitas terhadap organisasinya, maka ia

akan merasa memiliki kesadaran akan kewajiban untuk menggunakan semua fasilitas,

kemampuan serta sumber daya yang dimilikinya demi kemajuan organisasinya.

Semua itu dapat terlihat dari para anggota organisasi yang selalu menaati peraturan

atau kesepakatan yang telah ditentukan baik tertulis maupun lisan. Ia akan

mendukung setiap program kerja organisasi yang telah dijalankan dan akan

mengerjakan bagiannya dengan baik dan penuh tanggung jawab. Tentunya terkadang

memerlukan pengorbanan baik secara materi maupun waktu yang seringkali tidak

dapat diterima oleh mereka yang tidak memiliki kesetiaan/loyalitas terhadap

organisasinya. Dalam hal ini pengurus Komite Medik dituntut untuk meluangkan

waktu mereka untuk menjalankan tugas sebagai pengurus. Para pengurus harus

menyadari bahwa dalam loyalitas terkandung beberapa unsur diantaranya

pengorbanan, kepatuhan, komitmen, ketaatan dan kesetiaan. Tentunya ini bukan

merupakan hal yang mudah, mengingat bahwa para medis ini juga memiliki tugas di

tempat lain. Oleh karena itu salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan menambah petugas tambahan yang bukan berasal dari para

medis, namun memiliki pemahaman tentang pelayanan rumah sakit. Misalnya dengan

meningkatkan arus koordinasi dan komunikasi dengan Mitra Bestari dan perwakilan

masyarakat.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 129: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

5.3.3. Struktur Birokrasi

Struktur birokrasi akan menggambarkan hubungan kerjasama antar bagian yang

terdapat dalam struktur. Di RSUP Haji Adam Malik Medan struktur organisasi

tersusun dengan sangat jelas, bagaimana prosedur kerja telah diatur, bagaimana

tanggungjawab harus dijalankan dan sebagainya. Salah satu contoh adalah dalam hal

penerimaan calon dokter yang akan bertugas. Ada beberapa langkah dan prosedur

yang harus diikuti. Pertama sekali dokter yang bermohon tersebut harus

memasukkan surat permohonan untuk bertugas ke direktur utama rumah sakit melalui

tata usaha. Surat permohonan berisi antara lain permohonan pribadi dan surat izin

dari departemen yang akan dituju oleh si dokter tersebut. Selanjutnya surat akan

diterima oleh Direktur Utama lalu di disposisikan ke bagian SDM. Di bagian SDM

ada tim ad-hock (terdiri atas perwakilan dari departemen-departemen). Tim ad-hock

fungsinya untuk menanyakan apakah departemen memang benar-benar membutuhkan

tambahan dokter atau tidak. Pada tahapan inilah ditentukan apakah permohonan

diterima atau ditolak.

Setelah tim ad-hock memutuskan untuk menerima permohonan maka langkah

selanjutnya adalah diserahkan ke Komite Medik yang akan diolah oleh sekretaris

Komite medik dan diserahkan pada sub komite yang berwenang dalam hal ini sub

komite kredensial. Sub komite Kredensial akan memeriksa apakah kewenangan

klinisnya sudah diteken oleh departemen, jika belum maka harus dilengkapi. Jika

sudah dilengkapi maka komite medik akan mengeluarkan surat rekomendasi dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 130: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

sekaligus membuat Clinical Appoitment dan diserahkan pada Direktur Utama untuk

dibuat nota tugasnya.

5.3.4. Disposisi

Disposisi dapat diukur dari tingkat penerimaan dan keterlibatan dalam

implementasi kebijakan. Keberhasilan implementasi sebuah kebijakan sangat

bergantung pada pihak-pihak terlibat. Misalnya dalam Permenkes Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 sikap RSUP Haji Adam Malik dalam pelaksanaan

kebijakan tersebut akan menjadi penentu apakah Komite medik akan berhasil

menjalankan tugasnya atau tidak. Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa

pihak Rumah sakit sangat respon terhadap keberadaan Komite medik ini. Dapat

dilihat dari kesediaan pengelola rumah sakit untuk hadir dalam berbagai rapat

maupun diskusi yang diselenggarakan. Kesediaan pihak umah sakit untuk

menyediakan fasilitas bagi komite medik juga dapat dijadikan petunjuk bahwa pihak

rumah sakit memberikan respon yang sangat positif terhadap komite ini.

5.4. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Permenkes No 755/Menkes/

Per/IV/2011

Beberapa hal yang menjadi penghambat dalam implementasi kebijakan ini

adalah:

1. Komitmen Kerja Dokter yang Bertugas Sebagai Dosen

Sub Komite kredensial adalah bagian yang khusus menangani tentang penyediaan

tenaga dokter yang professional, menjamin standar dan kompetensi para staf

medik yang akan berhadapan langsung dengan para pasien di rumah sakit. Untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 131: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

mendapatkan tenaga dokter yang benar-benar professional komite medik

bekerjasama dengan bagian lain (SDM dan tim ad-hock) melakukan kegiatan

seleksi yang cukup ketat. Salah satu bentuk seleksi yang dilakukan adalah

wawancara terhadap dokter yang akan ditugaskan. Namun kendala yang sering

dihadapi adalah sering sekali kegiatan seleksi menjadi terkendala karena dokter

tersebut tidak datang pada hari yang telah ditetapkan untuk diwawancarai.

Sehingga kegiatan sub kreedensial menjadi tertunda. Namun komite medic tidak

memiliki hak untuk melakukan penundaan mengeluarkan surat rekomendasi

untuk penerbitan clinical appointment. Hal ini tentu tidak efektif mengingat

bahwa rumah sakit membutuhkan tenaga medik dalam jumlah, kualitas dan waktu

yang tepat. Pelayanan terhadap pasien tidak dapat ditunda. Kendala lain yang

dihadapi adalah beberapa dokter yang akan bertugas memiliki dua fungsi dari

instansi yang berbeda. Misalnya dokter yang juga bertugas sebagai dosen di

fakultas kedokteran atau yang serumpun. Sering sekali dokter lebih banyak

menghabiskan waktu di kampus atau sebagai staf pengajar daripada menjalankan

tugas sebagai seorang dokter. Hal ini tentu bertentangan dengan kode etik

kedokteran yang seharusnya lebih mengutamakan pelayanan terhadap pasien

daripada bidang lain. Sehingga tidak berlebihan jika loyalitas dokter tersebut

dipertanyakan sebagai seorang juru medis.

2. Kesediaan Waktu Para Komite Medik

Masalah penghambat lainnya adalah keterbatasan waktu yang dimiliki oleh para

petugas yang menjalankan profesi sebagai juru medis. Hal ini juga terungkap dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 132: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

hasil wawancara dengan narasumber bahwa sering sekali pengurus tidak dapat

menghadiri rapat, lokakarya dan sebagainya yang berhubungan dengan sosialisasi

tupoksi Komite Medik karena waktunya berbenturan dengan tugas sebagai juru

medis.

Hal ini mungkin dapat diantisipasi dengan adanya media informasi yang dapat

diakses kapan saja oleh pengurus Komite Medik. Demikian juga dengan

pengadaan suatu lembaga atau unit tertentu yang khusus memberikan layanan

informasi seputar tugas dan fungsi Komite Medik.

Pendelegasian tugas kepada dokter dengan jam terbang yang masih rendah juga

bisa dilakukan sehingga apabila pengurus mengalami kendala waktu maka dapat

didelegasikan kepada wakil atau staf nya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 133: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:

1. Komite medik RSUP Haji Adam Malik telah mengimplementasikan

755/Menkes/Per/IV/2011 dengan baik yang meliputi 3 aspek yaitu Mutu, Etika

dan disiplin profesi serta Kredensial.

2. Sebagai bukti bahwa Komite medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik

Medan telah melaksanakan kebijakan Permenkes Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 tentan Tugas dan fungsi Komite Medik Rumah Sakit di

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan telah mengikuti akreditasi baik yang

bertaraf nasional maupun yang bertaraf internasional. Hal ini dijamin oleh suatu

lembaga akreditasi yang bernama Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS).

3. Sub Komite Mutu Profesi bertugas untuk menyampaikan penilaian tentang kinerja

dari dokter yang bertugas kepada Sub Komite Kredensial yang mana laporan

tersebut akan digunakan sebagai dasar penerbitan dan perpanjangan kewenangan

klinis dokter tersebut.

4. Sub Komite Kredensial

a. Secara administratif Komite Medik telah menjalankan prosedur dengan baik,

namun yang menjadi kendala adalah kadangkala staf medis yang hendak di

kredensial tidak hadir pada waktu yang ditentukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 134: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

b. Beberapa staf medis yang sudah di kredensial kurang dapat membagi waktu

antara tenaga pelayanan di rumah sakit dan tenaga pengajar di perguruan

tinggi

c. Dalam tahap kredensial staf medis yang hendak bermohon harus dapat

melengkapi persyaratan yang diperlukan

5. Sub Komite Mutu Profesi

Meliputi : audit kasus dan audit medik hal ini dibuat dengan tujuan untuk

melindungi keselamatan pasien, dan juga meningkatkan kualitas pelayanan

6. Sub komite Etika dan Disiplin Profesi

Staf medis di RSUP. Haji Adam Malik belum pernah melakukan pelanggaran

disiplin yang fatal, dan RSUP. Haji Adam Malik belum pernah melakukan

pencabutan kewenangan klinis

6.2. Saran

Beberapa saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Oleh karena Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan sudah dapat

dikatakan baik dalam mengimplementasikan kebijakan Perenkes RI Nomor

755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Komite Medik Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Malik Medan, maka diharapkan kepada Rumah Sakit Umum Pusat Haji

Adam Medan dapat terus meningkatkan kualitasnya dalam penjagaan mutu dan

profesionalisme staf medik. Dengan meningkatnya mutu dan profesionalisme staf

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 135: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

medik di rumah sakit diharapkan kualiitas pelayanan di rumah sakit juga dapat

ditingkatkan.

2. Untuk mengatasi masalah komitmen kerja yang kurang pada dokter yang

memiliki dua fungsi yaitu sebagai petugas medis dan sekaligus sebagai dosen,

maka sebaiknya diminta komitmen yang lebih tegas dari dokter yang

bersangkutan agar tidak mengabaikan tugas di rumah sakit. Misalnya melalui

perjanjian tertulis yang mengatur tentang dampak dan akibat bila mengabaikan

komitmen kerja.

3. Staf medis yang juga berperan sebagai tenaga pengajar diharapkan dapat

menyeimbangkan peran sebagai tenaga pelayanan di rumah sakit.

4. Para staf medis yang sudah di kredensial diminta untuk dapat melengkapi segala

persyaratan yang ditetapkan oleh Sub Komite Kredensial, jika staf medis tidak

dapat memenuhi aturan-aturan yang ditetapkan maka komite medik berhak

memberikan keputusan yang sesuai.

5. Agar sub komite mutu profesi lebih teratur dalam melakukan pertemuan, hal ini

dimaksudkan agar kualitas pelayanan dapat ditingkatkan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Page 136: IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENKES NOMOR 755/MENKES/ …

DAFTAR PUSTAKA

Singarimbun, Masri, 1989. Metode Penelitian Survey. Yogyakarta: LP3ES Anderson

(1979) Robert B., Proving Programs Correct, John Wiley & Sons,

Azwar Azrul, 2002. Pengantar Administrasi Kesehatan , edisi ketiga. Jakarta

Badjuri H. Abubakar dan Yuwono Teguh, 2002, Kebijakan Publik, Konsep FISIP

Universitas Diponegoro, Semarang.

Edwards III, George C., 1980. Implementing Public Policy.Washington

Congressional Quarterly Inc.

Lexy J., Moleong, 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Nawawi, Hadari, 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gadjah Mada University.

Yogyakarta

Nugroho, R., 2008. Public Policy: Teori Kebijakan Analisis Kebijakan -Proses

Kebijakan, Perumusan, Implementasi, Evaluasi, Revisi,Jakarta: PT Elex

Media Komputindo

Solichin, 2008. Kebijakan Publik, Gajah Mada Press, Yogyakarta

Subarsono, 2008. Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori Dan Aplikasi, Jakarta,

Pustaka Pelajar

Tangkilisan, Hesel Nogi, 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta:

Lukman Offset YPAPI.

Winarno, Budi, 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses, Jakarta: PT Buku Kita

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 772 / Menkes / SK / VI / 2002 Peraturan

Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws).

Keputusan Menteri Keseshatan RI Nomor 631 / Menkes / SK / VI / 2005 tentang

Peraturan Internal Staf Medik (Medikal Staff By Laws) di Rumah Sakit,

Jakarta 25 April 2005.

Peraturan Menteri Kesehtan RI Nomor 755 / Menkes / Per / IV / 2011 tentang

Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA