IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI …eprints.ums.ac.id/61154/10/NASKAH PUBLIKASI...

17
IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH (STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH) Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum Oleh: ANDI BUDI RIYONO NIM: C 100 120 223 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2018

Transcript of IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI …eprints.ums.ac.id/61154/10/NASKAH PUBLIKASI...

i

IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1

pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Oleh:

ANDI BUDI RIYONO

NIM: C 100 120 223

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2018

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

ANDI BUDI RIYONO

NIM: C 100 120 223

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

Pembimbing I

(Dr. Wardah Yuspin, S.H., M.Kn., Ph. D.)

i

iii

HALAMAN PENGESAHAN

IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)

Yang ditulis oleh:

ANDI BUDI RIYONO

NIM: C. 100.120.223

Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada tanggal:

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji

Ketua :

Sekretaris :

Anggota :

Mengetahui

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Muhammadiyah Surakarta

(Prof. Dr. H. Khudzaifah Dimyati, SH., M. Hum.)

ANAK SEBAGAI PELAKU PIDANA

( Pertanggungjawaban Anak Ditinjau dari Hukum Pidana dan Jinayah)

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh:

AHMAD BASRONI

C 100 120 239

Telah diperiksa dan disetujui oleh:

ii

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan

tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam

naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelask terbukti ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan

saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.

Surakarta, 19 Maret 2018

Penulis

ANDI BUDI RIYONO

NIM: C. 100.120.223

iii

1

IMPLEMENTASI HUKUM JAMINAN PADA TRANSAKSI

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

(STUDI KASUS PADA PT. BANK BNI SYARIAH)

ABSTRAK

Adanya jaminan dalam transaksi pembiayaan merupakan hal yang wajar

sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah

Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris. Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau peraturan perundang-undangan. Sedangkan empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada terhadap implementasi hukum jaminan yang ada pada PT. Bank BNI Syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dasarnya dalam akad musyarakah tidak ada jaminan, akan tetatpi jaminan digunakan untuk menghindari terjadinya kemungkinan nasabah melakukan wanprestasi dan untuk memberikan rasa keamanan bagi pihak bank dan nasabah. Oleh sebab itu, pihak bank dapat meminta jaminan kepada pihak nasabah. Konsep hukum jaminan yang Diaplikasikan di PT. Bank BNI Syariah pada pembiayaan musyarakah sudah sesuai dengan prinsip jaminan karena mengacu pada undang-undang perbankan no. 10 Tahun 1998, UU No. 21 tentang Perbankan Syariah dan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000. Adanya jaminan, dan manajemen yang dipraktekkan oleh PT. Bank BNI Syari’ah yang tidak sesuai dengan musyarakah perspektif fiqih, hal ini terlihat dari diberlakukannya jaminan atau agunan sebagai syarat mutlak dalam pembiayaannya pada nasabah.

Kata Kunci: implementasi hukum jaminan dan transaksi pembiayaan musyarakah

ABSTRACT

The existence of the guarantee in the financing transaction is a natural

thing in accordance with the Law of the Republic of Indonesia Number 10 of 1998

concerning Banking that the collateral is an additional guarantee submitted by the

Debtor Customer to the bank in the framework of granting credit or financing

facility based on Sharia Principles. The approach method used in this research is empirical juridical approach. Juridical is to study the concept of normatifnya or legislation. While empirical is to examine the reality that exists on the implementation of existing security law at PT. Bank BNI Syariah.

2

The results show that basically in the musharaka contract there is no guarantee,

but the guarantee is used to avoid the possibility of the customer performing the

default and to provide a sense of security for the bank and the customer. Therefore,

the bank can request a guarantee to the customer. The concept of legal guarantees

applied at PT. Bank BNI Syariah in musyarakah financing is in accordance with

the principle of guarantee because it refers to the banking law number. 10 of 1998,

UU No. 21 concerning Sharia Banking and Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000.

The existence of guarantee, and management practiced by PT. Bank BNI Syari'ah

which is not in accordance with musyarakah perspective fiqih, this is seen from the

enactment of collateral or collateral as a necessary condition in the financing of

the customer.

Keywords: implementation of guarantee law and musyarakah financing transaction

1. PENDAHULUAN

Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku

manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh

kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat. Perilaku manusia di sini berkaitan

dengan landasan-landasan syari‟ah sebagai rujukan berperilaku dan kecenderungan-

kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut berinteraksi dengan porsinya

masing-masing sehingga terbentuk sebuah mekanisme ekonomi yang khas dengan

dasar-dasar nilai Ilahiah. Akibatnya, masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah

menjamin berputarnya harta di antara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi

hidupnya sebagai hamba Allah untuk mencapai kedamaian dan kesejahteraan dunia

akhirat (here after).1

Semangat umat Islam untuk melaksanakan ajaran Islam khususnya di

bidang ekonomi semakin kokoh terlebih ditandai dengan munculnya gerakan

ekonomi Islam sebagai alternatif lain dari sistem ekonomi konvensional yang

berbasis sistem bunga (ribawi) yang dianggap tidak adil dan eksploitatif.2

1 Ascarya, 2011, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Cet. 3, hal. 7. 2 Syafi‟i Antonio, 1999, Bank Syari’ah Bagi Banker dan Praktisi Keuangan, Jakarta:

Tazkia Institute, hal. 124-125.

3

Fenomena tersebut telah didukung dengan disahkannya berbagai undang-

undang yang mendukung keberadaan bank-bank syari‟ah di Indonesia, salah

satunya adalah Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syari‟ah

yang disahkan pada tanggal 16 Juli 2008.3

Bank syari‟ah adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam bentuk pembiayaan atau

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak berdasarkan

prinsip syari‟ah.4

Salah satu produk dari pembiayaan perbankan syari‟ah adalah pembiayaan

musyarakah. Pembiayaan musyarakah adalah pembiayaan berdasarkan akad kerja

sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing

pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan resiko

yang terjadi akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.5

Jika dilihat dari definisi musyarakah di atas akad ini merupakan suatu akad

kerja sama, maka seharusnya tidak diperlukan jaminan di dalam transaksi

pembiayaan musyarakah tersebut, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan umum

bahwa pembiayaan musyarakah yang ada di masyarakat memerlukan jaminan

sebagai salah satu syarat dicairkannya pembiayaan musyarakah.

Tabel 1.

Komposisi Pembiayaan yang diberikan Bank Umum Syariah

Periode 2011-2015

Akad Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

Mudharabah 10.229 12.023 13.625 14.354 14.906

Musyarakah 18.960 27.667 39.874 49.387 54.033

Murabahah 56.365 88.004 110.565 117.371 117.777

Salam 0 0 0 0 0

3 A. Riawan Amin, 2009, Menata Perbankan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: UIN

Press. 4 Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang

No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah. 5 Mardani, 2013, Hukum Perikatan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika,

hal. 163-164.

4

Istishna 326 376 582 633 678

Ijarah 3.839 7.345 10.481 11.620 11.561

Qardh 12.937 12.090 8.995 5.965 4.938

Total 102.655 147.505 184.122 199.330 203.894

www.bi.go.id.

Berdasarkan tabel 1 tentang komposisi pembiayaan yang diberikan Bank

Umum Syariah di atas menunjukkan bahwa pembiayaan musyarakah menunjukkan

kenaikan yang drastis dibandingkan dengan pembiayaan bank umum syariah (BUS)

lainnya.

Tabel 2. Komposisi Pembiayaan Musyarakah, Mudharabah, dan Murabahah

Periode 2011-2015 (Dalam jutaan rupiah)

Nama Bank Jenis Pembiayaan

Musyarakah Mudharabah Murabahah

PT. Bank Muamalat

Indonesia

20.808.388 1.146.881 24.359.869

PT. Bank Syariah Mandiri 10.591.077 2.888.566 34.807.005

PT. BRI Syariah 5.082.963 1.121.467 10.003.275

PT. BNI Syariah 2.168.804 1.279.950 13.486.471

www.bi.go.id.

Berdasarkan tabel 2, komposisi pembiayaan musyarakah terbesar diberikan

oleh PT. Bank Muamalat Indonesia. Pembiayaan mudharabah dan murabahah

terbesar diberikan oleh PT. Bank Syariah Mandiri. Sementara PT. BNI Syariah

memiliki urutan terkecil dalam menyalurkan pembiayaan musyarakah. Sehingga

peneliti tertarik meneliti pada PT. BNI Syariah terkait dengan sedikitnya

penyaluran pembiayaan musyarakah.

Adanya jaminan dalam transaksi pembiayaan merupakan hal yang wajar

sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah

Debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah6

6 http://www.jdih.kemenkeu.go.id, diakses 3 November 2017.

1

1

1

5

Akan tetapi, jika ditelusuri dari akar syar‟i, keharusan untuk menyerahkan

jaminan hanya dijelaskan dalam akad gadai atau rahn saja. Hal ini menunjukkan

bahwa adanya penyimpangan dalam operasionalisasi Bank Syari‟ah karena praktek

semacam itu pada intinya sama saja dengan Praktek Bank konvensional yang

berprinsip tidak ada kredit tanpa jaminan.

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian yang membahas mengenai pembiayaan musyarakah

pada PT. BNI Syariah dengan judul “Implementasi Hukum Jaminan Pada

Transaksi Pembiayaan Musyarakah (Studi Kasus Pada PT. Bank BNI

Syariah)”

2. METODE

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

yuridis empiris. Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau peraturan

perundang-undangan. Sedangkan empiris yaitu mengkaji pada kenyataan yang ada

terhadap implementasi hukum jaminan yang ada pada PT. Bank BNI Syariah.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Praktek Pembiayaan PT. Bank BNI Syariah

Produk yang ditawarkan PT. Bank BNI Syariah antara lain adalah

Pendanaan, Pembiayaan, Layanan Luar Negeri, Kartu Pembiayaan Hasanah, dll.

Salah satu produk pembiayaan pada PT. Bank BNI Syariah adalah pembiayaan

musyarakah. Jumlah pembiayaan musyarakah PT. Bank BNI Syariah Minimal 100

juta dan Maksimal 500 juta. Pembiayaan musyarakah dilakukan dengan akad

musyarakah dimana nanti masing-masing pihak akan mendapatkan nisbah bagi

hasil. Akan tetapi, pada setiap pembiayaan musyarakah di PT. Bank BNI Syari‟ah

harus menyertakan jaminan dengan nilai jaminan sebesar 125% dari pembiayaan.

Jaminan itu diberikan nasabah kepada PT. Bank BNI Syari‟ah Berupa fixed Asset

(tanah dan/atau bangunan) dan/atau cash collateral (jaminan cash).

1

6

Berdasarkan fatwa DSN no. O8/DSN-MUI/IV/2000 bagian objek akad

dalam point (c) perihal keuntungan telah dipaparkan, yaitu setiap keuntungan mitra

harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada

jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan seorang mitra.7 Berdasarkan Fatwa

DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000 bagian objek akad dalam point (d) perihal kerugian

telah dipaparkan, yaitu kerugian harus dibagi diantara para mitra secara

proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

Jumlah jaminan yang harus disertakan dalam pembiayaan musyakarah di

PT. Bank BNI Syari‟ah lebih dari 100% dari jumlah modal yang disertakan padahal

musyarakah dalam fiqh, kontribusi prosentase modal yang diberikan jumlahnya

harus sama antara bank dan nasabah.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis berpendapat bahwa pembiayaan

musyarakah PT. Bank BNI Syari‟ah sudah sesuai karena menggunakan nisbah bagi

hasil dalam pembagian keuntungan, akan tetapi penyertaan jaminan pada

pembiayaan musyarakah di PT. Bank BNI Syari‟ah lebih dari 100% dari jumlah

modal belum sesuai dengan konsep fiqh dan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000

point c dan point d. Dimana point (c) perihal keuntungan telah dipaparkan, yaitu

setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh

keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan seorang

mitra. Sedangkan point (d) perihal kerugian telah dipaparkan, yaitu kerugian harus

dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing

dalam modal.

3.2. Konsep Hukum Jaminan yang Diaplikasikan PT. Bank BNI Syariah

Jaminan dalam PT. Bank BNI Syariah mengacu pada UU perbankan

syariah. Menurut PT. Bank BNI Syariah manfaat jaminan adalah sebagai second

way out apabila terjadi wanprestasi, sehingga jaminan dapat di jual atau lelang dan

hasilnya digunakan untuk melunasi kewajiban nasabah.

7 Widyaningsih, 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana, hal. 150.

7

Undang-undang No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah pada

dasarnya tidak mengunakan istilah kredit sebagaimana yang digunakan dalam UU

No. 10 tahun 1998, tetapi menggunakan istilah pembiayaan sebagai padanan kata

kredit dalam sistem lembaga keuangan syariah. Pembiayaan didefinisikan dalam

pasal 1 angka 25 UU No. 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah sebagai

pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk

ijarah muntahiya bittamlik.

c. Transaksi jual beli dalam bentuk hutang murabahah, salam, dan istishna'.

d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah bentuk transaksi multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS

dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas

dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Kata kredit pada dasar berasal dari bahasa Romawi Credere yang artinya

percaya8. Kredit dalam ketentuan Pasal 1 angka 11 UU No. 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan didefinisikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat

dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-

meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Perbedaan mendasar keduanya adalah jika return kredit melalui bunga,

maka return pembiayaan dilakukan dengan cara-cara lain yang ditentukan sesuai

dengan akad masing-masing pembiayaan syariah (berdasarkan prinsip bagi hasil,

jual-beli, atau sewa menyewa). Sedangkan dalam hubungan nasabah. dan bank

8 A. Wangsawidjaja Z, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

hal. 152.

8

syariah berbentuk hubungan kemitraan, bukan hubungan debitur-kreditur seperti

dalam bank konvensional.9

Jaminan dan Agunan pada dasarnya merupakan dua istilah yang dapat saling

dipertukarkan. Jaminan secara sederhana dimaknai sebagai tanggungan atas

pinjaman yang diterima.10

Jaminan dalam nomenklatur hukum perdata di Indonesia

ditemukan dalam Pasal 1131 KHUPer dan Penjelasan Pasal 8 UU No. 10

Tahun1998 tentang Perbankan. Hanya saja, kedua peraturan tersebut tidak

mendefinisikan secara jelas apa yang dimaksud dengan jaminan, kedua aturan

ini menyatakan jaminan berkaitan erat dengam masalah utang piutang.

Sehingga, jaminan dapat didefinisikan sebagai suatu perjanjian antara

kreditur dengan debitur, di mana debitur memperjanjikan sejumlah hartanya untuk

kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan yang berlaku, apabila

dalam waktu yang telah ditentukan terjadi kemacetan pembayaran utang debitur.11

Dalam terminologi hukum perbankan agunan didefinisikan dalam Pasal 1

angka 23 UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sebagai suatu jaminan

tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur kepada Bank (Kreditur) dalam rangka

pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Sedangkan

Pasal 1 Angka 26 UU No. 21 Tahun 2008 tentan Perbankan Syariah menyebutkan

agunan merupakan jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda

tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik Agunan kepada Bank Syariah

dan/atau UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban Nasabah Penerima Fasilitas.

Kedua aturan tersebut dengan tegas menyebutkan agunan sebagai jaminan

tambahan, maka menurut Wangsawidjaja secara a contrario jika ada jaminan

tambahan, tentulah ada jaminan pokok. Jika melihat terminologi hukum yang ada

dalam UU No. 21 Tahun 2008, jaminan pokok pada dasarnya tidak disebutkan

secara jelas. Namun jika merujuk pada istilah jaminan dan agunan dalam praktik

9 Muhammad Syafi‟i Antonio, Op. Cit, hal. 34.

10 A. Wangsawidjaja Z, Op. Cit, hal. 285.

11 Gatot Supramono, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang

Yuridis, Jakarta: Renika Cipta, hal. 196.

9

perbankan yang dikemukan oleh A. Wangsawidjaja, bahwa istilah ini muncul dari

SK No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian

Kredit dan SE No. 23/6/UKU tanggal 28 Februari1991 tentang Jaminan

Pemberian Kredit.12

Pasal 1 huruf b dan c SK No. 23/69/KEP/DIR yang menyebutkan: Jaminan

pemberian kredit adalah keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi

kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Agunan adalah jaminan material, surat

berharga, garansi resiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung

pembayaran kembali suatu kredit, apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai

dengan yang diperjanjikan.

Ketentuan pada Pasal 23 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan

Syariah menyebutkan bahwa: Bank Syariah dan/atau UUS harus mempunyai

keyakinan atas kemauan dan kemampuan calon Nasabah Penerima Fasilitas untuk

melunasi seluruh kewajiban pada waktunya, sebelum Bank Syariah dan/atau UUS

menyalurkan dana kepada Nasabah Penerima Fasilitas.

Sedangkan dalam ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU No. 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan hanya menyebutkan: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan

berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

Jika dilihat ketiga ketentuan tersebut, A. Wangsawidjaja menambahkan jika

ketentuan pengertian keyakinan sebagaimana yang dimaksud dalam dalam Pasal 23

ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbakan Syariah ini dikaitkan dengan

ketentuan Pasal 1 huruf b dan c SK No. 23/69/KEP/DIR, maka dapat

dianalogikan jika agunan adalah jaminan tambahan, maka„keyakinan‟ bank untuk

12 A. Wangsawidjaja Z, Op. Cit, hal. 286.

10

memberikan kredit dapat ditafsirkan secara a contrario pula sebagai jaminan

pokok.13

Maka menurut pendapat penulis jika UU No. 21 Tahun 2008 merupakan

lex sepecialis dari UU No. 10 Tahun 1998 sebagai lex generalis, maka

pemaknaan/definisi dalam UU No. 10 Tahun 1998 tentang agunan sebagai jaminan

tambahan adalah sama dengan yang dimaknai dalam UU No. 21 Tahun 2008

tentang Perbankan Syariah. Dengan makna lain, jaminan pokok dalam UU

No.107 Tahun 1998 adalah sama berkaitan dengan makna „keyakinan‟ bank

untuk memberikan kredit.

Dampak penerapan jaminan dan sita jaminan bagi PT. Bank BNI Syariah

adalah dengan adanya jaminan, PT. Bank BNI Syariah akan terlindungi apabila ada

nasabah yang melakukan wanprestasi sehingga PT. Bank BNI Syariah dapat

menggunakan jaminan tersebut untuk melunasi kewajiban nasabah. Berdasarkan

pasal 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah keharusan adanya jaminan

terkandung dalam kalimat “........ keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan

debitur .....”dan mencerminkan apa yang disebut the five cost of credit yang salah

satunya adalah collateral (jaminan/agunan) yang harus disediakan oleh debitur. 14

3.3. Implementasi Hukum Jaminan Pada Konsep Pembiayaan Musyarakah

Menurut Hukum Islam

Pembiayaan musyarakah yang telah dipraktekkan oleh PT. Bank BNI

Syari‟ah bila ditinjau dari akad dalam literatur fiqih sudah terpenuhi yaitu adanya

ijab dan qabul akan tetapi pembiayaan musyarakah bukanlah hanya dilihat dari

akad saja melainkan juga dari segi praktek usaha itu sendiri, cara penentuan nisbah

bagi hasilnya, maupun mengenai tanggung jawab atas kerugian.

Pada PT. Bank BNI Syari‟ah Syariah masih terdapat beberapa hal yang

sama dengan bank konvensional, hal ini dapat dilihat dari nisbah bagi hasil yang

13 A. Wangsawidjaja Z, Op. Cit, Hlm. 287.

14 Budi Untung, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offiset, hal.54

11

ditetapkan di awal dan sudah menjadi patokan yang tidak ditawarkan serta nominal

uang yang harus disetorkan nasabah kepada bank yang ditetapkan diawal, resiko

usaha dari akad pembiayaan tidak menjadi tanggung jawab dari kedua belah pihak,

sehingga nasabah menjadi pihak yang dirugikan. Serta adanya jaminan, dan

manajemen yang dipraktekkan oleh PT. Bank BNI Syari‟ah yang tidak sesuai

dengan musyarakah perspektif fiqih, hal ini terlihat dari diberlakukannya jaminan

atau agunan sebagai syarat mutlak dalam pembiayaannya pada nasabah.

4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab di atas, maka penulis dapat

mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1). Pada dasarnya dalam akad musyarakah tidak ada jaminan, akan tetatpi jaminan

digunakan untuk menghindari terjadinya kemungkinan nasabah melakukan

wanprestasi dan untuk memberikan rasa keamanan bagi pihak bank dan

nasabah. Oleh sebab itu, pihak bank dapat meminta jaminan berupa fixed asset

(tanah dan/atau bangunan), sertifikat bangunan atau tanah, BPKB Kendaraan,

SK kerja dan/atau cash collateral (jaminan cash) sebagai syarat mutlak dalam

pembiayaannya pada nasabah. Praktik pengenaan jaminan pada pembiayaan

musyarakah berdasarkan Berdasarkan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000.

Penyertaan jaminan pada pembiayaan musyarakah di PT. Bank BNI Syari‟ah

lebih dari 100% dari jumlah modal belum sesuai dengan konsep fiqh dan Fatwa

DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000 point c dan point d. Dimana point (c) perihal

keuntungan telah dipaparkan, yaitu setiap keuntungan mitra harus dibagikan

secara proporsional atas dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang

ditentukan di awal yang ditetapkan seorang mitra. Sedangkan point (d) perihal

kerugian telah dipaparkan, yaitu kerugian harus dibagi diantara para mitra

secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal.

12

2). Konsep hukum jaminan yang Diaplikasikan di PT. Bank BNI Syariah pada

pembiayaan musyarakah sudah sesuai dengan prinsip jaminan karena mengacu

pada undang-undang perbankan no. 10 Tahun 1998, UU No. 21 tentang

Perbankan Syariah dan Fatwa DSN No. 8/DSN-MUI/IV/2000.

3). Implementasi Hukum Jaminan Pada Konsep Pembiayaan Musyarakah Menurut

Hukum Islam dapat disimpulkan bahwa musyarakah yang telah dipraktekkan

oleh PT. Bank BNI Syari‟ah bila ditinjau dari akad dalam literatur fiqih sudah

terpenuhi yaitu adanya ijab dan qabul akan tetapi pembiayaan musyarakah

bukanlah hanya dilihat dari akad saja melainkan juga dari segi praktek usaha itu

sendiri, cara penentuan nisbah bagi hasilnya, maupun mengenai tanggung jawab

atas kerugian. Pada PT. Bank BNI Syari‟ah Syariah masih terdapat beberapa

hal yang sama dengan bank konvensional, hal ini dapat dilihat dari nisbah bagi

hasil yang ditetapkan di awal dan sudah menjadi patokan yang tidak ditawarkan

serta nominal uang yang harus disetorkan nasabah kepada bank yang ditetapkan

diawal, resiko usaha dari akad pembiayaan tidak menjadi tanggung jawab dari

kedua belah pihak, sehingga nasabah menjadi pihak yang dirugikan. Serta

adanya jaminan, dan manajemen yang dipraktekkan oleh PT. Bank BNI

Syari‟ah yang tidak sesuai dengan musyarakah perspektif fiqih, hal ini terlihat

dari diberlakukannya jaminan atau agunan berupa fixed asset (tanah dan/atau

bangunan), sertifikat bangunan atau tanah, BPKB Kendaraan, SK kerja dan/atau

cash collateral (jaminan cash) sebagai syarat mutlak dalam pembiayaannya pada

nasabah.

4.2 Saran

Adapun masukan ataupun saran-saran yang bermanfaat bagi penulis untuk

pembahsan skripsi ini adalah:

1). Diharapkan nasabah yang melakukan pinjaman di PT. Bank BNI Syari‟ah

memiliki rasa tanggung jawab penuh untuk mengembalikan modal sesuai

dengan pembiayaan yang telah diterima.

13

2). Diharapkan pihak nasabah dan Bank yang melakukan perjanjian dengan akad

musyarakah memiliki rasa kepercayaan yang penuh dalam menjalankan

usahanya

DAFTAR PUSTAKA

Antonio, M. Syafi‟i, 1999, Bank Sayri’ah Bagi Banker dan Praktisi Keuangan,

Jakarta: Tazkia Institute.

Amin, A. Riawan, 2009, Menata Perbankan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: UIN

Press.

Ascarya, 2011, Akad dan Produk Bank Syari’ah, Jakarta: Raja Grafindo Persada.

http://www.jdih.kemenkeu.go.id, diakses 3 November 2017.

Mardani, 2013, Hukum Perikatan Syari’ah di Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika.

Supramono, Gatot, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis, Jakarta: Renika Cipta.

Undang-Undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, dan Undang-Undang

No.21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syari‟ah.

Untung, Budi, 2000, Kredit Perbankan di Indonesia, Yogyakarta: Andi Offiset.

Widyaningsih, 2005, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana.

Wangsawidjaja Z, 2012, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.