ILWI Buletin No 01-2013
Transcript of ILWI Buletin No 01-2013
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
1/12
ILWI Buletin No 01-2013 1
ILWI (Indonesian Land
reclamation & Water management Institute),
adalah sebuah lembaga kajian dibidang
reklamasi dan pengelolaan air. Lembaga iniberupaya untuk menyebarkan informasi dan
pengetahuan di bidang reklamasi &
pengelolaan air kepada masyarakat. Salah
satunya dengan penerbitan buletin.
Buletin ini kami kirimkan secara
gratis. Tulisan, saran dan pemberitaan media
menjadi bagian dari isi buletin ini.
Alamat :
Jalan Palapa II No 19,
Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, 12520
atau
P.O. Box 7277/JKSPM
Jakarta Selatan 12072
Website : www.pengendalianbanjir.com
Email : [email protected]
No : 01-2013
Maret 2013 uletinPasca Banjir Jakarta 2013:
Mendesak Pembangunan Infrastruktur
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
2/12
ILWI Buletin No 01-2013 2
okezone.com
PENGANTAR REDAKSI
Pembaca yang budiman, di awal tahun 2013, ini, Jakarta langsung dikejutkan dengan masalah banjir yang kali ini
genangannya cukup masif. Bagi ibukota urusan banjir sebenarnya bukan masalah baru, bahkan sudah terkesan usang dan bolak-
balik dialami kota terbesar di Indonesia. Akan tetapi banjir kali ini lebih istimewa karena bagi Joko Widodo, Gubernur Jakarta,
ini merupakan kali pertama dia mendapat cobaan banjir. Meski kemungkinan banjir pasti sudah diprediksi oleh gubernur dan
wakil gubernur yang baru, akan tetapi tetap saja mereka kewalahan menghadapi tekanan masyarakat yang cemas aki bat rumah
dan harta bendanya yang kebanjiran.
Jokowi, demikian dia biasa disapa, harus pontang-panting kesana-kemari untuk memantau apakah aparatnya sudah
bergerak maksimal dalam memberikan bantuan atau sekedar menyapa warganya yang menjadi korban. Basuki Thahaja Purnama,
wakil gubernur DKI Jakarta, juga melakukan hal yang sama, memantau langsung kondisi warga yang menjadi korban.
Disamping itu tentu saja mereka juga menawarkan rencana-rencananya berkaitan dengan penanggulangan banjir di ibukota.Pembaca, jika kita mengikuti perkembangan rencana penanggulangan banjir dalam beberapa bulan di awal tahun ini,
setidaknya ada tiga upaya teknis yang berkembang. Pertama membangun sodetan antara Kali Ciliwung dan Kanal Banjir Timur
Timur, kedua mempercepat realisasi pembangunan tanggul laut dan ketiga pembangunan rencana deep tunnel. Karena semua itu
merupakan pembangun fisik maka tentunya rencana itu tidak gampang terealisasi. Butuh waktu, dana dan argumen yang kuat
untuk bisa melaksanakannya dengan cepat.
Pembaca, dalam kaitan itu Buletin ILWI kali ini mengangkat pemasalahan dan perkembangan penanggulangan banjir
di Jakarta. Keterbatasan dana dan ide-ide baru mengenai upaya penanggulangan menjadi bagian dari wacana yang berkembang
dan pas untuk kita bahas. Untuk itu kami berusaha menyegarkan ingatan dan menambah wawasan pembaca. Akhirnya kami
ucapkan selamat menikmati buletin edisi pertama tahun 2013 ini.
.
Redaksi
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
3/12
ILWI Buletin No 01-2013 3
BERHARAP RELOKASI DANA SUBSIDI
Banjir Jakarta Januari 2013 memaksa pemerintah untuk memacu pembangunan infrastruktur
pengendalian banjir. Pengalihan dana subsidi bahan bakar minyak menjadi alternatif penambahan dana
pembangunan.
Jokowi meninjau banjir Jakarta 2013 solo pos .com
Sabtu, 19 Januari 2013, merupakan hari kedua
bagi Sutrisno, 40 tahun, tidak mengemudi taksinya.
Setelah banjir mencapai puncaknya pada Kamis
sebelumnya, bapak satu anak ini mengaku merugi jika
memaksakan diri untuk mencari penumpang pada hari-
hari tersebut. Pengalaman pada saat banjir besar dua
hari sebelumnya, dimana laki-laki berkulit gelap ini,
bukan hanya tidak mendapatkan penumpang, tapi taksiyang sudah dikendarainya selama lima tahun itu, juga
tidak bisa bergerak kemana-mana.
Banjir besar di Jakarta membuat Sutrisno
gamang, risiko tidak mendapatkan penumpang atau
kenderaan terjebak genangan air, sangat
menakutkannya. Lebih baik dirumah saja daripada
memaksa narik, katanya. Sebagai tulang punggung
keluarga, tidak bekerja semacam ini tentu membebani
ekonomi keluarga kecilnya. Kalau Jakarta setiap tahun
banjir semcam ini, berat bagi orang kecil seperti kami,katanya dengan mata menerawang.
Sutrisno tidak sendiri ada jutaan warga Jakarta
yang harus kehilangan potensi ekonominya setelah
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
4/12
ILWI Buletin No 01-2013 4
genangan air besar menggelontor ibukota. Ganasnya
banjir di Jakarta membuat banyak orang tidak bisa
beraktivitas dan banyak pabrik yang tidak berproduksi.
Triliunan rupiah potensi ekonomi tergerus begitu saja
terbawa aliran air yang menggenangi ibukota Republik
Indonesia ini.
Banjir menghambat perekonomian cincara.com
Seandainya banjir tidak pernah ada tentulah
laju perekonomian bisa berkurang hambatannya.
Apalagi jika banjir tersebut menghantam kota sebesar
Jakarta, dampak ekonomi yang ditimbulkannya pastilah
cukup besar, belum lagi hambatan yang disebabkan
oleh kemacetan lalu lintas. Dua permasalahan besar
Jakarta tersebut bebar-benar menjadi momok yang
menakutkan bagi warga dan pengusaha yang berada dikota yang didirikan oleh Fatahillah ini.
Joko Widodo, Gubernur Daerah Khusus
Ibukota (DKI) Jakarta, memperkirakan bahwa banjir
kali ini menyebabkan kerugian hingga 20 triliun rupiah.
Menurutnya jika keadaan semacam ini berulang terus
maka akan sangat membebani ekonomi.
Ditambahkannya jika dana sebanyak itu
digunakan untuk pembangunan infrastruktur untuk
mengantisipasi banjir maka akan dapat mengurangi
potensi banjir. Banjir kali ini memang cukup
merepotkan, tidak hanya warga yang terkena langsung
dampak banjir yang menderita. Masyarakat di wilayahlain di Jakarta juga mengalami kesulitan.
Untungnya harga-harga barang kebutuhan
pokok masih bisa dikendalikan. Menurut Gita
Wirjawan, Menteri Perdagangan, meski pada saat banjir
harga-harga sembako di Jakarta tergolong masih
terkendali tapi hal semacam ini tidak bisa dibiarkan
terus menerus. Tapi kalau begini - begini terus, ya
pastinya kita akan terpengaruh. Logistik akan
terganggu, ujarnya.
Menurut Gita harus ada perbaikan infrastruktur
dalam beberapa waktu ke depan, jika tidak maka
dampaknya terhadap perekonomian akan semakinbesar.
Tuntutan untuk mengurangi dampak banjir di
Jakarta memang cukup kuat beberapa tahun belakangan
ini. Sama dengan masalah kemacetan, penanggulangan
banjir selalu menjadi tolok ukur keberhasilan gubernur
dalam memimpin Jakarta.
Perlu terobosan untuk perbaikan infrastruktur JG photo
Dorongan untuk membangun infrastruktur
penanggulangan banjir sering dikumandangkan para
pengamat. Masalah klasik seperti keterbatasan dana dan
pembebasan lahan membuat ruang gerak pemerintah
menjadi terbatas.
Sebenarnya akhir tahun 2012 lalu, Jokowi,
demikian gubernur Jakarta biasa disebut, sempat
melontarkan idenya untuk mengalihkan dana subsidi
premium di Jakarta untuk membiayai proyek-proyek
infrastruktur. Kala itu usul mantan walikota Solo ini,adalah meminta kompensasi memakai dana subsidi
untuk membangun infrastruktur, salah satunya untuk
mengurangi kemacetan di ibukota. Ide ini langsung
menimbulkan pro kontra yang ditanggapi Jokowi
dengan menebar senyum.
Usulan untuk mengkompensasi subsidi BBM
dengan pembangunan infrastruktur kembali bergaung
ketika Jakarta mengalami banjir besar, Januari lalu.
Jusuf Kalla, Mantan Wakil Presiden, yang
mengumandangkannya, menurutnya jika ingin
persoalan banjir dan kemacetan bisa diselesaikan, maka
infrastruktur harus dibangun dan diperbaiki.Konsekuensinya, subsidi untuk BBM direalokasi untuk
perbaikan dan pembangunan tersebut.
Subsidi BBM yang hampir mencapai Rp 300
triliun lebih bermanfaat bila dipakai untuk
pembangunan infrastruktur. Untuk itu harus
ditentukan pilihan, anggaran tersebut mau digunakan
untuk subsidi BBM atau pembangunan infrastruktur.
Dana itu (bisa) digunakan untuk memperbaiki jalan,
perairan, sekolah, hingga mushala agar anak jalan enak
ke rumah tidak banjir, tegasnya. Meski ini berakibat
pada orang yang memiliki kendaraan bermotor harus
membayar bensin dengan harga yang lebih tinggi.Suryo Bambang Sulistio, Ketua Umum Kamar
Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) juga
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
5/12
ILWI Buletin No 01-2013 5
berpendapat perlunya subsidi diberikan pada hal-hal
yang dianggap penting saja. Subsidi harus direalokasi,
kalau perlu dihapus sama sekali. Kita setuju jika
direalokasi. Misalnya untuk pembangunan infrastruktur
dan pendidikan, jelasnya. Untuk mendorong
perekenomian maka dipandang perlu untuk lebih
banyak membangun infrastruktur.
Sering memakan korban detiknews
Pengalihan dana subsidi BBM memang
menjadi pilihan yang cukup menarik untuk
mengefektifkan penggunanan dana negara. Sudah
menjadi rahasia umum bahwa dalam kenyataannya
subsidi BBM yang dikeluarkan oleh pemerintah lebih
banyak dinikmati oleh kalangan berduit. Mengingat
konsumsi BBM lebih banyak disedot oleh warga yang
memiliki kendaraan bermotor. Padahal logikanyamasyarakat yang memiliki mobil untuk keperluannya
sehari-hari tidak layak lagi diberi bantuan subsidi oleh
pemerintah. Karena sejatinya subsidi diberikan untuk
membantu masyarakat golongan bawah untuk
memenuhi kebutuhannya.
Jakarta sebagai kota dengan beragam
kepentingan sangat memerlukan dorongan
pembangunan infrastruktur untuk memaksimalkan
pertumbuhan ekonomi. Karena itu keinginan Jokowi
untuk mengalihkan subsidi BBM kepada pembangunan
infrastruktur cukup masuk akal.
Merambah hingga pusat kota
Jika ini bisa dilakukan, Jakarta tidak hanya
mendapat tambahan dana untuk membangun prasarana
dan sarana yang diperlukan saja, disisi lain akan
mengurangi juga permakaian BBM masyarakatnya
untuk urusan-urusan yang tidak perlu. Kalau BBM naik
tentu saja warga Jakarta akan lebih selektif melakukan
pergerakan.Bayangkan saja Jakarta yang pemakaian BBM
sekitar 8 % dari kebutuhan nasional, jika mendapatkan
bagian dari subsidi yang jumlahnya hampir Rp. 300
triliun, maka ibukota akan mendapatkan dana
tambahan pembangunan sekitar Rp. 24 triliun per
tahunnya. Jika dana sebanyak itu terkonsentrasi untuk
pembangunan infrastruktur yang mendukung
transportasi dan penanggulangan banjir, pastilah akan
memotong waktu yang cukup signifikan untuk
membuat Jakarta sebagai kota yang benar-benar layak
sebagai ibukota negara yang produk domestik bruto nya
masuk dalam 20 besar negara-negara di dunia.
Triliunan rupiah untuk perbaikan infrastruktur tribunews
Dana triliunan rupiah yang harus disiapkan
pemerintah untuk pembangunan angkutan publik, jalan,
tanggul laut, normalisasi sungai, pembebasan lahan
untuk ruang terbuka hijau, pembangunan sistem-sistem
polder, akan banyak terbantu dengan adanya dana
tersebut. Akibatnya program-program yang jangka
waktunya puluhan tahun bisa dipotong lebih cepat lagi.
Sehingga kesengsaraan masyarakat Jakarta tak terlalu
lama berlangsung.
Dampaknya tidak hanya itu, kota-kota disekitar
Jakarta juga akan melakukan hal yang sama, mereka
tidak lagi bisa bertahan dengan harga BBM yang
rendah seperti sekarang ini. Karena penduduk Jakarta
pasti akan menyerbu stasiun-stasiun pengisian bahan
bakar ke wilayah mereka. Ini pastilah merepotkan kota-
kota satelit tersebut, akibatnya mereka juga terdorong
untuk melakukan hal yang sama. Apalagi jika dengan
menghapuskan dana subsidi mereka mendapat stimulus
anggaran kompensasi.
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
6/12
ILWI Buletin No 01-2013 6
HARUSKAH IBUKOTA PINDAH ?
Wacana pemindahan ibukota merebak ketika banjir besar menggulung Jakarta. Isu banjir serta
kemacetan menjadi alasan pemindahannya. Sekalipun ibukota berpindah, tidak mungkin Jakarta
ditinggalkan dengan masalah banjir dan kemacetan yang tidak terselesaikan.
Banjir selalu membawa isu perpindahan ibukota ILWI
Banjir besar pertengahan Januari 2013, benar-
benar membuat kalang kabut banyak pihak. Tidak
hanya sumpah serapah saja yang diungkapkan wargayang menjadi korban, kalangan lain juga mengangkat
isu untuk memindahkan ibukota dai Jakarta. Menuntut
perpindahan ibukota memang bukan merupakan wacana
baru di republik ini, macet dan banjir menjadi alasan
utama.
Pro kontra masalah perpindahan ibukota
merebak dengan cepat ketika Jakarta lumpuh akibat
genangan air. Pemerintah pun menanggapi wacana
tersebut, dan meminta agar usul tersebut
dipertimbangkan secara matang terlebih dahulu. Hatta
Rajasa, Menteri Koordinator Perekonomian, mengaku
telah memiliki beberapa studi terkait pemindahan
ibukota negara dari Jakarta. Kita jangan latah hanya
karena banjir kemudian kita berpikir lagi seperti itu.
Namun pikiran-pikiran itu bagus saja menurut saya,"
kata Hatta.
Menurutnya memindahkan ibukota itu bukan
perkara mudah, karena penempatan ibukota di DKI
Jakarta sudah diatur dalam undang-undang. Kalau
kita mau memindahkan, maka harus berpikir panjang
dari segi lokasi, pembiayaan, dan lain-lain," jelas Hatta.
Ditambahkannya yang mendesak sebenarnya adalah
penataan tata ruang dan wilayah Jabodetabek, sehingga
kondisi banjir seperti saat ini bisa dicegah.
Isu memindahkan ibukota yang cukup hangat
diperbincangkan ditengah-tengah hujan deras yang
kerap mengguyur Jakarta, bukanlah satu bahasan yang
tepat untuk diangkat. Apalagi ditengah-tengah
kesibukan orang untuk melakukan tindakan tanggapdarurat pasca banjir yang menghantam kota yang
berpenduduk lebih dari sepuluh juta jiwa ini.
Perbincangan yang dilakukan pada saat momen yang
kurang tepat, seolah-olah akan menimbulkan
pertanyaan, apakah jika ibukota dipindah maka masalah
banjir atau kemacetan lalu lintas tak perlu lagi di
selesaikan di Jakarta?
Harus diingat penanggulangan banjir dan
penyelesaian masalah kemacetan tidak harus dikaitkan
dengan pemindahan ibukota. Bagaimanapun juga dua
masalah besar itu harus tetap diselesaikan meski ibukota
berpindah sekali pun. Bahkan sebagai pusat
perekonomian dan industri, Jakarta dan kota-kota
disekitarnya tidak bisa lagi berlarut-larut dalam
menyelesaikan kedua permasalahan ini. Jika tidak bisa,
maka triliunan rupiah potensi ekonomi yang dimiliki
akan terbuang percuma.
Padahal kesempatan untuk membawa
kehidupan masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan
sangat tergantung kepada efektifitas pemanfaatan
potensi potensi ekonomi yang dimiliki. Karena itu
disetiap kali ada peristiwa banjir semacam ini kita tidak
lagi harus mengangkat isu pemindahan ibukota. Lebih
baik mencari solusi yang tepat untuk mengenyahkan
banjir dari Jakarta dalam waktu dekat.
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
7/12
ILWI Buletin No 01-2013 7
Terowongan Multifungsi :
MENGANGKAT KEMBALI IDE LAMA
Ide terowongan bawah tanah pertama kali diangkat enam tahun lalu. Biaya yang besar dan efektifitas
fungsi dari terowongan menjadi pertimbangan. Kementerian Pekerjaan Umum terkesan hati-hati dalam
menyikapi bangkitnya ide lama ini.
Berharap terowongan multifungsi untuk mengurangi banjir
Kamis, 1 Maret, 2007, Fauzi Bowo, Wakil
Gubernur DKI Jakarta, kala itu, tekun mendengarkan
paparan dari Badan Regulator. Pertemuan yang terjadi
enam tahun silam itu sangat penting, maklum beberapa
hari sebelumnya Jakarta baru saja dilibas banjir besar,
yang memakan korban cukup banyak. Banjir terbesar
dalam sejarah ibukota Indonesia. Karena itu Sutiyoso,
Gubernur Jakarta kala itu, merasa perlu mengambil
langkah-langkah yang penting untuk mengurangi
dampak banjir.
Saat itu Badan Regulator menjelaskan
mengenai Deep Tunnel Reservoir System (DTRS),
sistem yang dianggap bisa menjadi terobosan untuk
menanggulangi banjir Jakarta. Dimana rencananya akan
dibangun kanal raksasa dibawah permukaan tanah yang
bisa mengalirkan air dalam jumlah besar. Menurut
Fauzi Bowo, sistem ini sangat mungkin dilaksanakan di
ibukota. Nanti tidak ada warga yang menentang
proyek ini karena terowongan dan tandon dibangun di
dalam tanah, katanya saat itu.
Menurut Ahmad Lanti, ketua Badan Regulator,
pembangunan deep tunnel ini tidak membutuhkan
waktu yang terlalu lama. Dia mengambil contoh
Singapura yang membangun kanal sepanjang 70
kilometer hanya dalam tiga tahun. Kalau di Jakarta,
kan hanya 17 kilometer. Jadi, bisa dibangun satu sampai
dua tahun saja, jelasnya. Pertemuan antara Badan
Regulator dan wakil gubernur ini adalah untuk memberi
masukan pada pemerintah provinsi yang akan
memaparkan rencana ini di Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dan Wapres Jusuf Kalla.
Akan tetapi setelah beberapa tahun berselang
rencana itu raib bak ditelan bumi. Tidak ada tindak
lanjutnya bahkan dikalangan masyarakat nyaris tidak
ada wacana deep tunnel tersebut. Sampai akhirnya di
awal tahun 2013, sehabis meninjau gorong-gorong yang
mampet di jalan Thamrin, Joko Widodo, Gubernur
Jakarta, mengutarakan keinginannya untuk membuat
terowongan raksasa. Sejak itu, ide deep tunnel seakan
bangkit kembali.
Tidak seperti di jaman Sutiyoso dan Fauzi
Bowo, kali ini isu deep tunnel ini langsung menjadi
berita hangat di berbagai media. Gaya khas Jokowi dan
popularitas yang lagi menempel didirinya, berhasil
membetot banyak perhatian dari berbagai kalangan atas
ide ini. Tentu saja gagasan terowongan multiguna ini
disambut oleh berbagai pihak baik yang pro dan kontra.
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
8/12
ILWI Buletin No 01-2013 8
Menurut Jokowi nantinya terowongan itu
memiliki 5 fungsi, sebagai jalan tol, saluran air bersih,
saluran limbah, sebagai jalur kabel listrik dan serat
optik, serta yang paling utama untuk menampung
limpasan air akibat banjir. Terowongan yang
diperkirakan berdiameter 16 meter ini diperkirakan
mampu menampung 2,5 juta meter kubik air.
Dibangun sepanjang 19 kilometer mulai kawasan MTHaryono, Ciliwung, hingga Pluit. Untuk membangun
terowongan sepanjang itu pemerintah diperkirakan
harus merogoh kocek hingga Rp. 16 triliun.
Kanal yang juga bisa digunakan untuk jalan raya dot.gov
Seperti yang diberitakan Tempo, Firdaus Ali,
pendukung ide terowongan ini menyatakan bahwa
konsep gorong-gorong yang akan diterapkan di Jakarta
ini merupakan terobosan, dengan mengadopsi kanal
yang sama yang telah ada di 5 negara sebelumnya yaitu
Amerika Serikat, Hongkong, Jepang, Malaysia, danSingapura.
Pembangunan Smart Tunnel di Malysia Allmalaysia.info
Pintu masuk terowongan Multifungsi di Malaysia
Disetiap negara rata-rata kanal mempunyai satu
fungsi. Misalnya di Boston, Amerika Serikat yang
berfungsi sebagai jalan tol, di Singapura sebagai
pengendali limbah dan di Jepang sebagai pengendali
banjir. Nah, untuk Jakarta rencananya terowongan itu
memiliki 5 fungsi sekaligus, itulah makanya
terowongan ini dikenalkan dengan sebutan Multi-
Purpose Deep Tunnel (MPDT).
Multi fungsi dari terowongan ini yang disebut
sebut sebagai nilai lebih dari sistem ini, ternyata masih
dipertanyakan kefektifitasannya oleh ahli lain. Salah
satunya adalah Joko Luknanto, guru besar pengairan
dari Universitas Gadjah Mada. Dalam blog nya, Joko
membandingkan dengan terowongan yang ada di KualaLumpur, Malaysia. Buletin ILWI nomor 1 tahun 2009,
pernah juga membahas mengenai kanal yang di Kuala
Lumpur dinamakan dengan SMART (Stormwater
Management And Road Tunnel) itu.
Menurut Joko Luknanto terowongan itu akan
lebih mahal dibandingkan Kuala Lumpur (KL) karena
posisi Jakarta yang relatif datar dan rendah serta
beberapa daerah berada di bawah permukaan laut.
Sedangkan KL berada lebih tinggi dari permukaan
laut sehingga akhirnya air yang akan dipompakan dari
kanal ke laut menyedot energi potensial yang lebih
tinggi. Tentu ini menyebabkan biaya yang tidak sedikitpula. Dia menyimpulkan bahwa terowongan semacam
ini sama sekali tidak efektif diterapkan untuk
pengendalian banjir di Jakarta.
Mantan Dirjen Sumberdaya Air PU Ir Siswoko,
dalam kolomnya di harian Kompas, juga meragukan
efektifitas manfaat terowongan ini.
Pemerintah pusat sendiri cenderung hati-hati
menanggapi rencana itu. Djoko Kirmanto, Menteri
Pekerjaan Umum, menilai konsep proyek terowongan
multifungsi ini masih belum jelas benar. "Itu harus
dievaluasi dulu, konsepnya aja belum tahu, belum
jelas," kata Djoko Selasa, 22 Januari 2013. Djokobelum tahu juga apakah terowongan ini direncanakan
mau dijadikan flat way atau dijadikan reserved di
bawah tanah.
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
9/12
ILWI Buletin No 01-2013 9
MENGGEBER PEMBANGUNAN TANGGUL LAUT
Niat Jokowi mempercepat pembangunan tanggul laut disetujui pemerintah pusat. Ahok yakin tanggul
laut akan memperbaiki kualitas lingkungan Jakarta. Kementerian Pekerjaan Umum berharap
perencanaan dilakukan secara matang agar tahu mana bagian tanggul yang harus dibangun terlebih
dahulu.
Tanggul Laut mengubah Teluk Jakarta ILWI
Baru beberapa bulan menjabat sebagai
gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Joko
Widodo, dipusingkan dengan gelontoran air dalam
jumlah besar yang menggenangi ibukota. Dengan gaya
khasnya, mantan walikota Solo, ini harus pontang
panting kesana kemari memantau dan memberi instruksi
ke daerah-daerah yang terkena banjir. Sesekali
diselinginya dengan mengadakan rapat koordinasi
dengan instansi terkait.
Jokowi, demikian dia kerap disapa, juga
langsung melihat rencana-rencana apa yang telah
disiapkan oleh pendahulunya serta mencari jalan keluar
lain yang mungkin dilakukan. Pembangunan deeptunel
atau saluran raksasa di bawah tanah menjadi salah satu
rencananya yang langsung mendapat tanggapan dari
berbagai pihak. Disamping itu Jokowi bersama
pemerintah pusat juga berencana untuk segera membuat
sodetan yang menghubungkan Kali Ciliwung dan Kanal
Banjir Timur.
Selain membuat rencana baru, Jokowi juga
mendorong rencana yang dianggapnya cukup baik yang
telah dilakukan gubernur sebelumnya. Seperti
pembangunan tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall
(GSW), yang sudah mulai dilakukan pengkajian sejak
jaman Gubernur Fauzi Bowo dulu. Jokowi sendiri
menganggap bahwa pembangunan tanggul laut ini
harus lebih didorong lagi agar realisasinya bisa cepat
dilaksanakan.
Proyek itu rencananya baru akan dibangun
setelah tahun 2020. Gubernur sendiri tampaknya tidak
mau terlalu lama untuk segera merealisasaikan
pembangunan tanggul laut tersebut . "Kelamaan itu.
Tahun depanlah, jangan lama-lama lah mulainya," kata
Jokowi, awal Februari 2013 lalu. Untuk memastikan itu
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
10/12
ILWI Buletin No 01-2013 10
pemerintah provinsi dan pemerintah pusat, dengan
bantuan Belanda, terus melakukan kajian, terutama
berkenaan dengan perhitungan teknis pembangunan
fisik, ekonomi dan masalah lingkungan. "Masih terus
diproses rencana pembangunan ini. Secepatnya akan
segera kita putuskan, jelasnya.
Pembangunan tanggul laut memakan waktu lama
Sepakat dengan Jokowi, Basuki Tjahaja
Purnama, Wakil Gubernur DKI Jakarta, juga
memandang penting adanya tanggul laut ini. Bahkan
Ahok, demikian dia biasa dipanggil, yakin bahwa
pembangunan GSW, yang nantinya dilakukan dengan
cara mereklamasi pantai utara Jakarta, justru akan
memperbaiki kualitas lingkungan di Jakarta. Semua
ekosistem di Jakarta sudah habis rusak oleh pencemaran
sungai-sungai. Makanya diperbaiki itu denganreklamasi," ujarnya.
Menurutnya kelak dikemudian hari, laut yang
berada di luar dari GSW, merupakan laut yang benar-
benar bersih tanpa ada pencemaran. Sementara air yang
berada didalam waduk, yang berasal dari sungai-sungai
di Jakarta akan diolah sebagai sumber bahan baku air
bersih. Sehingga pasokan bahan baku air bersih di
ibukota bisa melimpah dan tidak tergantung lagi
dengan Jatiluhur. Ahok juga berani menantang para ahli
lingkungan, tentang upaya yang dilakukan Pemprov
DKI Jakarta berkenaan dengan pembangunan tanggul
laut ini.Bahkan dalam kesempatan teleconference
dengan mahasiswa dan para ahli Indonesia yang berada
di luar negeri, Ahok juga menanggapi dengan santai
pertanyaan-pertanyaan kritis berkaitan dengan upaya
penanggulangan banjir di Jakarta. Salah satunya
adalah mengenai mahalnya biaya pembangunan GSW.
Ahok mengatakan bahwa Pemprov DKI akan menutup
biaya mahal tersebut lewat investor yang mau
menanamkan modalnya di sana.
Dalam kesempatan tersebut Retno LP Marsudi,
Duta Besar Republik Indonesia, untuk Kerajaan
Belanda, menyatakan bahwa masalah tata kelola air
merupakan satu bentuk kerjasama potensial yang bisa
dilakukan antara Pemerintah Belanda dan juga
Pemerintah Indonesia. Menurutnya Belanda dan
Indonesia mempunyai 94 proyek berkaitan dengan
tatakelola perairan, dimana 27 di antaranya berada di
Jakarta dan yang terbaru adalah Jakarta Coastal
Defence System (JCDS).
Memperbaiki kualitas lingkungan phy.orgDimana JCDS inilah yang merumuskan strategi
Jakarta dalam menghadapi ancaman air di pantai utara
Jakarta, yaitu dengan melakukan pembangunan tanggul
laut. Bahkan untuk tahun 2013 ini pemerintah Belanda
juga telah menyiapkan tim konsultannya untuk
membuat masterplan pembangunan GSW. Ini tentu
saja merupakan berita gembira, karena langkah
penataan Teluk Jakarta semakin bisa lebih cepat
direalisasikan.
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
11/12
ILWI Buletin No 01-2013 11
Ahok, sendiri juga memperbincangkan
pembangunan tanggul laut itu dengan Frans CGM
Timmermans, Menteri Luar Negeri Belanda. Secara
umum mereka membicarakan beberapa proyek
strategis, salah satunya adalah mengenai pembangunan
tanggul laut. termasuk mengatasi banjir. Saya bilang,
kami bukan cuma mau bikin tembok raksasa saja. Kami
ingin bikin seperti New Manhattan, supaya jadi kotabaru," kata Ahok setelah ketemu Timmermans, Rabu 20
Februari 2013.
Belakangan keinginan Jokowi untuk
mempercepat pembangunan tanggul laut tampaknya
mulai mendapat dukungan dari pemerintah pusat.
Tidak tanggung-tanggung pemerintah menargetkan
peletakan batu pertama (ground breaking) akan
dilakukan pada tahun 2014. "Kami akan mempercepat
schedule dari tiga tahapan pembangunan giant sea
wall, yang tadinya ditargetkan rampung pada tahun
2020," jelas Hatta Rajasa, Menteri Koordinator Bidang
Perekonomian, 6 Maret 2013.
Mengenai pendanaan Hatta mengatakan
bahwa pemerintah akan mengalokasikan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan porsi
kecil selebihnya akan diperoleh dari swasta melaluiskema public private partnership. Ditambahkannya
proyek ini sangat penting untuk penataan pantai Jakarta
terutama untuk pengendalian banjir . "Tidak hanya sisi
hilirnya saja, tapi juga sisi hulu untuk pengendalian air
dan pengendalian banjir, sekaligus pembangunan
kawasan yang terpadu," jelas Hatta.
TIM KAJIAN TANGGUL RAKSASA
pesatnews
Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
untuk segera melanjutkan rencana pembangunan
tanggul raksasa tidak bertepuk sebelah tangan. Djoko
Kirmanto, Menteri Pekerjaan Umum (PU), menyambut
baik keinginan itu. "Saya sangat mendukung dan yakin
tanggul itu bisa dilakukan," ujarnya. Menurutnya
pembangunan giant sea wall merupakan salah satu
resolusi yang bisa dilakukan pemerintah untuk
mengatasi banjir Jakarta. Apalagi, muka air laut terus
naik akibat pemanasan global dan turunnya permukaan
tanah Jakarta.
Kementerian PU juga sudah melakukan
kerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) untuk membentuk tim kajian
pembangunan tanggul laut raksasa. Bahas giant sea
wall, sudah ada timnya, sudah kita susun orang-
orangnya," kata Djoko, 27 Februari 2012 setelah
bertemu dengan Marzan Iskandar, Kepala BPPT.
Tim yang bertugas mengkaji secara
komprehensif manfaat dan dampak keberadaan tanggul
laut itu terhadap penanganan banjir ibu kota, ini akan
bekerja selama satu tahun.
Disamping mengkaji secara teknis tim ini juga
harus memberikan analisa dampak lingkungannya.
Dampaknya terhadap lingkungan harus benar-benar
diperhatikan agar keberadaan tanggul ini benar-benar
menguntungkan dan tidak memperburuk kondisi alam
disekitarnya..
Menurut Marzan BPPT sendiri sudah
memantau dan menganalisa GSW sejak rencana
pembangunan tanggul itu mulai diwacanakan. "Giant
sea wall harus diintegrasikan dengan sistem
penanganan banjir secara kesuluruhan. Di DKI, yang
-
7/30/2019 ILWI Buletin No 01-2013
12/12
ILWI Buletin No 01-2013 12
sudah ada apa saja, performanya gimana. Sistem
banjirnya gimana, apakah sudah optimal atau perlu
diperbaiki," tutur Marzan.
Meski Indonesia dianggapnya sudah mampu
membangun proyek tersebut, Marzan berpendapat
bahwa kita harus terbuka untuk mengadopsi teknologi
asing bila hal tersebut dinilai lebih baik. "Kita terbuka
untuk terima teknologi luar, tapi prioritas yang ada di
dalam negeri, harus pertimbangkan kontribusi tenaga
ahli dalam negeri. Jangan sampai adopsi luar, padahal
di dalam sendiri sebenarnya mampu," tambah Marzan.
.
Jakarta Menuju Kota Modern
Bagaimana Tanggul Laut Bisa Merubah Ibu kota ?
Telah terbit buku :
Memasuki Era Tanggul LautHarapan Baru di Teluk Jakarta
Membahas mengenai permasalahan Jakarta,
kerawanan daerah delta, kecenderungan
semakin tenggelamnya sebagian wilayah
ibukota, isu-isu strategis dan potensi Teluk
Jakarta, analisis keselamatan tanggul laut
hingga pengembangan Jakarta menuju kota
modern untuk bersaing dengan kota-kota
terkemuka di dunia.
Untuk pemesanan bisa melalui email ke: :
atau
di toko buku Gramedia di kota anda