ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ......

53
ILO Declaration Project on Police Training Baseline Survai Pengetahuan dan Kapasitas Polri dalam Menerapkan Asas-asas Mendasar Hak-hak untuk Bekerja Muhammad Mustofa M. Kemal Dermawan Adrianus M. Meliala International Labour Organization Jakarta Office, 2003 1

Transcript of ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ......

Page 1: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

ILO Declaration Project on Police Training

Baseline Survai Pengetahuan dan Kapasitas Polri dalam Menerapkan Asas-asas

Mendasar Hak-hak untuk Bekerja

Muhammad Mustofa M. Kemal Dermawan Adrianus M. Meliala

International Labour Organization

Jakarta Office, 2003

1

Page 2: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Daftar Isi

Kata Pengantar 3 Rangkuman Esksekutif 4Bab I Pendahuluan

Latar Belakang Perumusan masalah Tujuan penelitian Tinjauan kepustakaan Kegiatan-kegiatan penelitian yang dilakukan Hasil penelitian yang penting Sistematika laporan

6

Bab II Pelaksanaan penelitian

Metode penelitian Pemilihan responden Pemilihan lokasi penelitian Tim peneliti Pelaksanaan penelitian Analisa data Validitas penelitian

16

Bab III Hasil penelitian

Pengetahuan dan pemahaman responden polisi terhadap asas-asas mendasar dan hak-hak untuk bekerja Pengetahuan dan pemahaman responden polisi terhadap prosedur penyelesaian perselisihan perindustrian Peraturan perundangan yang mengatur peranan Polri dalam menerapkan asas-asas mendasar dan hak untuk bekerja Struktur organisasi Polri dan kemampuannya dalam menangani perselisihan perindustrian Kurikulum pendidikan Polri

22

Bab IV Kesimpulan dan saran

Kesimpulan Saran

47

Daftar Pustaka 52 Lampiran-lampiran

2

Page 3: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Kata pengantar

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menerapkan hasil kesepakatan antara Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia dan the International Labour Office di Jakarta untuk menyelenggarakan Proyek Pelatihan Polisi sesuai dengan Deklarasi International Labour Organization yang berkenaan dengan peran penting dari polisi dalam memelihara keamanan dan menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan perburuhan. Untuk itu diperlukan data awal yang dapat dipergunakan untuk merancang proyek pelatihan tersebut. Oleh karena itu penelitian ini berusaha memperoleh informasi terkini terutama tentang pengetahuan dari personel polisi tentang asas-asas mendaar dan hak-hak untuk bekerja. Selain itu dalam gerak perubahan Polri, dari semula merupakan lemaga di bawah ABRI menjadi lembaga penegak hukum yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, perlu pula diidentifikasi kemampuan kelembagaan unit-unit kerja Polri yang dapat difungsikan secara profesional dalam memelihara keamanan dan menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan perburuhan. Penelitian ini sendiri dilaksanakan oleh Tim Peneliti dari Departmen Kriminologi FISIP

Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

di Jakarta yang dilaksanakan mulai 21 Oktober 2003 sampai dengan 19 Desember 2003.

Muhammad Mustofa

Jakarta,

Desember 2003

3

Page 4: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Rangkuman esksekutif

Dengan meratifikasi Konvensi-konvensi ILO maka Pemerintah Indonesia

mempunyai kewajiban untuk melaksanakannya. Dalam hal terjadi pelanggaran hukum

dan dalam situasi adanya perselisihan perindustrian yan sering terwujud dalam bentuk

pemogokan buruh maupun penutupan perusahaan, maka adalah peranan polisi untuk

megendalikan, memelihara ketertiban dan menegakkan hukum Namun demikian

Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melakukan tugasnya sudah lama diwarnai

oleh pendekatan militer karena secara kelembagaan Polri ditempatkan di bawah ruang

lingkup ABRI. Keadaan ini tidak kondusif bagi penegakan hukum dan pemeliharaan

keamanan yang sesuai dengan asas-asas hukum.

Secara kelembagaan Polri dipisahkan dari lingkungan ABRI baru terjadi ada

tahun 1977 melalui Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002.

Sementara itu di bidang perburuhan, yang dalam era orde lama menempatkan buruh

sebagai pihak yang lemah dalam hubungan perburuhan, keadaan ini baru diperbaiki

dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 yang diperbaharui dengan

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang lebih responsif

terhadap kepentingan buruh.

Perubahan dalam pendekatan Polri maupun perubahan dalam peraturan

perburuhan yang sesuai dengan Konvensi-konvensi ILO memerlukan jaminan bahwa

perubahan-perubahan tersebut terwujud dalam kenyataan. Dalam kerangka itulah

dilakukan penelitian terhadap pengetahuan dan kemampuan Polri dalam memelihara

keamanan dan menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan perburuhan.

Penelitian ini menemukan bahwa pemahaman personel polisi terhadap asas-asas

mendasar dan hak-hak untuk bekerja masih perlu ditingkatkan karena kendatipun secara

umum tampak ada wawasan yang baik, namun dalam banyak halmasih terdapat

kekeliruan pemahaman. Hal ini terkait dengan pemahaman tentang pengertian usia anak,

dan peran pemerintah dalam mengendalikan organisasi buruh atau organisasi pengusaha.

Sementara itu mengenai peranan Polri dalam memelihara keamanan dan menegakkan

hukum bila terjadi perselisihan perburuhan, berdasarkan pengalaman anggota polisi yang

pernah menangani kasus-kasus perselisihan perburuhan, pada umumnya berkonsentrasi

4

Page 5: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

pada usaha pencegahan terjadi kejahatan sebagai eskses dari pemogokan misalnya.

Meskipun demikian terdapat pula upaya dari mereka untuk mengupayakan perdamaian.

Secara kelembagaan Polri mempunyai kapasitas untuk melaksanakan fungsi

menjaga keamanan dan menegakkan hukum bila terjadi perselisihan perburuhan. Fungsi

ini secara eksplisit maupun implisit dijamin dalam Undang-undang Ketenagakerjaan (UU

No. 13 Tahun 2003) maupun Undang-undang Tentang Kepolisian Negara. (UU No. 2

Tahun 2002). Namun peran tersebut masih perlu ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan

yang sesuai dengan kebutuhan tugas di lapangan. Kurikulum pendidikan Polri saat ini

kurang dapat memberikan kemampuan profesional yang diperlukan untuk melaksanakan

fungsi diinginkan dalam menangani perselisihan perburuhan. Dan hal yang

menggembirakan adalah bahwa secara inernal pihak Polri sendiri sedang berusaha

melakukan reformasi terhadap kurikulum pendidikannya.

5

Page 6: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

BAB I

PENDAHULUAN

Penelitian yang dilaksanakan ini merupakan survai terhadap beberapa pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) dalam rangka mengukur tingkat

pengetahuan mereka tentang berbagai Konvensi Organisasi Perburuhan Internasional

yang telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena Pemerintah

Republik Indonesia telah meratifikasi berbagai Konvensi ILO, maka Pemerintah

Indonesia berkewajiban untuk melaksanakannya. Terkait dengan hal tersebut di atas

penelitian ini juga meneliti kesiapan dari Kepolisian Republik Indonesia sebagai aparat

pemelihara keamanan dan penegak hukum dalam melaksanakan fungsinya yang terkait

dengan Konvensi ILO dan peraturan perundangan nasional di bidang ketenagakerjaan

yang relevan. Realitas kapasitas POLRI yang diperoleh dalam penelitian ini akan

dipergunakan untuk merancang pelatihan bagi anggota POLRI dalam menegakkan

hukum dan ketertiban ketika terjadi perselisihan perburuhan.

Untuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap dalam masalah perselisihan

perburuhan, informasi pelengkap juga diperoleh dari sejumlah nara sumber yang

kompeten di bidang itu yang terdiri dari pejabat Kantor Departemen Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, wakil Organisasi Pengusaha, dan wakil Organisasi Buruh.

Latar belakang

Berdasarkan konsultasi antara Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI),

Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, dan the International Labour

Office di Jakarta, telah dihasilkan suatu kesepakatan untuk menyelenggarakan Proyek

Pelatihan Polisi sesuai dengan Deklarasi International Labour Organization yang

berkenaan dengan peran penting dari polisi dalam memelihara keamanan dan

menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan perburuhan. Proyek tersebut

sesungguhnya merupakan bagian dari kerjasama teknik yang lebih luas antara Pemerintah

Amerika Serikat dengan Pemerintah Republik Indonesia. Landasan dari proyek ini

dirumuskan dalam Amandemen terhadap Surat Persetujuan tentang Pengendalian dan

Penegakan Hukum Narkotika tanggal 23 Agustus 2000 antara kedua negara tersebut di

atas. Amandemen tersebut ditandatangani oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk

6

Page 7: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Indonesia dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia di Jakarta pada tanggal 26

Februari 2003.

1. Tujuan utama dari proyek tersebut di atas antara lain adalah membantu

peningkatan pemahaman dan kemampuan kelembagaan dari Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan prinsip-prinsip dan hak-

hak mendasar di tempat kerja sesuai dengan Konvensi ILO, serta peranan

Kepolisian Republik Indonesia dalam menangani aspek hukum dan

ketertiban ketika terjadi perselisihan perburuhan. Tujuan ini diharapkan

akan terwujud melalui pemberian pelatihan dan pengembangan kurikulum

bagi anggota polisi.

Sementara itu Konvensi ILO Nomor 102 Tahun 1952 tentang Standar Minimum

Jaminan Sosial belum diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia, sedangkan Undang-undang

ketenagakerjaan yang baru, yaitu Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 pun dalam

banyak hal sudah selaras dengan jiwa Konvensi-konvensi ILO.

Perumusan masalah.

Dengan meratifikiasi Konvensi-konvensi ILO tersebut maka Pemerintah Republik

Indonesia mempunyai kewajiban untuk melaksanakannya. Dalam hal terjadi pelanggaran

hukum dan dalam situasi adanya perselisihan perindustrian yang sering terwujud dalam

bentuk pemogokan buruh maupun penutupan perusahaan, maka adalah peranan polisi

untuk mengendalikan, memelihara ketertiban dan menegakkan hukum. Namun demikian

Kepolisian Republik Indonesia dalam melakukan kegiatannya telah cukup lama diwarnai

oleh pendekatan militer karena secara kelembagaan POLRI ditempatkan dibawah ruang

lingkup ABRI. Secara kelembagaan POLRI dipisahkan dari lingkungan ABRI baru

terjadi pada tahun 1997 melalui Undang-undang Nomor 28 tahun 1997 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor

2 Tahun 2002. Sementara itu dalam bidang perburuhan, yang dalam era orde baru

menempatkan buruh sebagai pihak yang lemah dalam hubungan perburuhan, keadaan ini

baru diperbaiki dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan yang lebih responsif terhadap kepentingan buruh.

7

Page 8: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Berdasarkan uraian di atas maka yang menjadi masalah adalah apakah secara

kelembagaan Kepolisian Negara Republik Indonesia sudah siap untuk melaksanakan

fungsi pemelihara keamanan dan ketertiban dan menegakkan hukum, dengan pendekatan

yang baru, khususnya dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan

perselisihan perburuhan.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi terkini yang terpercaya

tentang keadaan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang terkait dengan bidang

tugasnya dalam menangani masalah ketertiban dan keamanan ketika terjadi perselisihan

perburuhan. Sebagai penelitian pendahuluan, penelitian ini berusaha mengumpulkan data

dasar yang dapat dipergunakan sebagai landasan untuk melakukan penentuan

kebijaksanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Proyek Pelatihan Polisi sebagaimana

dimaksud oleh Deklarasi ILO. Secara lebih rinci penelitian ini memajukan sejumlah

pertanyaan yang meliputi:

1. Bagaimanakah organisasi POLRI memahami prinsip-prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja dalam hubungan kerja antara buruh dan majikan?

2. Bagaimanakah hukum yang berlaku di Indonesia memberikan kewenangan

kepada POLRI untuk memelihara ketertiban dan menegakkan hukum ketika

terjadi perselisihan perburuhan?

3. Bagaimanakah kemampuan kelembagaan POLRI dalam memelihara dan

menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan perburuhan?

Secara khusus penelitian ini hanya akan membatasi pengetahuan dan pemahaman

anggota Polri terhadap Konvensi ILO Nomor 87, Nomor 98, Nomor 29, Nomor 105,

Nomor 138, Nomor 182, Nomor 100, dan Nomor 111.

Tinjauan kepustakaan

Sebagai anggota dari the International Labour Organization, Pemerintah Indonesia

telah meratifikasi sejumlah Konvensi ILO karena hal itu sesuai dengan Undang-undang

Dasar Republik Indonesia 1945 (termasuk amandemennya) dan peraturan perundangan

lainnya. Konvensi-konvensi ILO yang telah diratifikasi meliputi:

8

Page 9: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

1. Konvensi ILO Nomor 19 Tahun 1925 tentang Perlakuan yang sama

dalam Kompensasi Kecelakaan (Diratifikasi Tanggal 12 Juni 1950)

2. Konvensi ILO Nomor 27 Tahun 1929 tentang Pemberian Tanda Berat

Barang yang diangkut oleh kapal laut (Diratifikasi Tanggal 12 Juni

1950).

3. Konvensi ILO Nomor 29 Tahun 1930 tentang Kerja Paksa (Diratifikasi

Tanggal 12 Juni 1950).

4. Konvensi ILO Nomor 45 Tahun 1935 tentang Pekerjaan Bawah Tanah

Bagi Perempuan (Diratifikasi Tanggal 12 Juni 1950).

5. Konvensi ILO Nomor 69 Tahun 1946 tentang Sertifikasi Koki Kapal

(Diratifikasi Tanggal 30 Maret 1992).

6. Konvensi ILO Nomor 87 Tahun 1948 tentang Kebebasan untuk

Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi (Diratifikasi

Tanggal 9 Juni 1998).

7. Konvensi ILO Nomor 88 Tahun 1948 tentang Pelayanan Penempatan

Tenaga Kerja (Diratifikasi Tanggal 8 Agustus 2002).

8. Konvensi ILO Nomor 98 Tahun 1949 tentang Hak untuk Berorganisasi

dan Melakukan Perundingan Secara Kolektif (Diratifikasi Tanggal 15

Juli 1957).

9. Konvensi ILO Nomor 100 Tahun 1951 tentang Pengupahan Yang

Sama Bagi Buruh Laki-laki dan Perempuan untuk pekerjaan Yang

sama Nilainya (Diratifikasi Tanggal 11 Agustus 1958).

10. Konvensi ILO Nomor 105 Tahun 1957 tentang Penghapusan Kerja

Paksa (Diratifikasi Tanggal 7 Juni 1999).

11. Konvensi ILO Nomor 106 Tahun 1957 tentang Istirahat Mingguan

untuk Perdagangan dan Kantor (Diratifikasi Tanggal 23 Agustus 1972).

12. Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1958 tentang Diskriminasi dalam

Pekerjaan dan Jabatan (Diratifikasi Tanggal 7 Juni 1999).

13. Konvensi ILO Nomor 120 Tahun 1964 tentang Kesehatan dalam

Perdagangan dan Kantor (Diratifikasi Tanggal 13 Juni 1969).

9

Page 10: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

14. Konvensi ILO Nomor 138 Tahun 1973 tentang Usia Minimum Yang

Dibolehkan Untuk Bekerja (Daritifikasi Tanggal 7 Juni 1999).

15. Konvensi ILO Nomor 144 Tahun 1976 tentang Standar Perburuhan

Internasional dalam Konsultasi Tripartit (Diratifikasi Tanggal 17

Oktober 1990).

16. Konvensi ILO Nomor 182 Tahun 1999 tentang Pekerjaan Terburuk

untuk Anak (Diratifikasi Tanggal 28 Maret 2000).

Berdasarkan catatan pada CEACR (ILOLEX / Indonesia@ref, 2002) terdapat 13

gugatan masalah perburuhan yang ditujukan kepada Pemerintah Indonesia. Gugatan

terakhir tercatat dimasukkan kepada CEACR pada tanggal 25 November 2002 yang

dilengkapi dengan informasi tambahan dikirimkan tanggal 25 Januari 2003 dan 28

Februari 2003 diterima tanggal 1 April 2003 (Case No. 2236, Report No. 331

(Indonesia): Complaint against the Government of Indonesia presented by the Chemical,

Energy and Mine Worker’s Union). Gugatan tersebut menyangkut keberatan dari

Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia tentang skorsing terhadap 4 Pengurus Serikat Pekerja Kimia, Energi dan

Pertambangan pada Perusahaan Bridgestone Tyre Indonesia Company sebagai tindakan

anti serikat pekerja dan diskriminasi karena bertentangan Konvensi ILO Nomor 87 Tahun

1948 dan Nomor 98 Tahun 1949.

Dalam kasus tersebut Pemerintah Indonesia berpendapat perlindungan terhadap

tindakan anti serikat buruh dan diskriminasi telah diterapkan oleh Pemerintah Indonesia

sesuai dengan Pasal 28 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000 yang merupakan undang-

undang baru di bidang ketenagakerjaan. Selanjutnya dinyatakan bahwa kasus skorsing

terhadap 4 Pengurus Serikat Pekerja di atas tidak sesuai dengan Pasal 28 (a) dan 42

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000. Kemudian berdasarkan penelitian oleh

Direktorat Pengawasan Norma Perburuhan Departemen Tenagakerja, kasusnya

dilaporkan ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia pada 7 September 2002

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Terhadap kasus di atas CEACR menilai bahwa skorsing yang dijatuhkan terhadap

4 pekerja tersebut tanpa upah adalah bertentangan dengan Pasal 6 (4) Keputusan Menteri

Tenaga Kerja Nomor 150 Tahun 2000. Selanjutnya CEACR merekomendasikan kepada

10

Page 11: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Pemerintah Indonesia antara lain agar : (i) melakukan langkah-langkah yang diperlukan

untuk menjamin bahwa prosedur yang berhubungan dengan tuduhan anti serikat buruh

dan diskriminasi yang diajukan oleh 4 pekerja di atas dijadikan preseden dalam

pemutusan hubungan kerja; dan (ii) mengusahakan cara-cara yang terbaik dalam

memberikan bantuan terhadap 4 buruh yang bersangkutan dan memastikan bahwa semua

prosedur dalam tingkat nasional dilaksanakan dalam kasus tersebut dan diselesaikan

secepat mungkin. Kasus yang menyangkut pekerja Bridgestone Tyre Indonesia di atas

menunjukkan adanya keterlibatan polisi dalam menegakkan Undang-undang

Ketenagakerjaan yang berlaku saat itu (Undang-undang Nomor 28 Tahun 2000).

Terkait dengan kebebasan berserikat bagi buruh yang merupakan masalah penting

pada periode lalu, penelitian yang dilakukan oleh Patrick Quinn (2003) tentang

“Kebebasan Berserikat Dan Perundingan Bersama: Sebuah Studi tentang Pengalaman

Indonesia 1998-2003” menyimpulkan bahwa:

“iklim hubungan industrial Indonesia telah mengalami perubahan secara signifikan sejak tahun 1998, dengan didapatnya kemajuan positif dalam kaitannya dengan hak atas kebebasan berserikat dan berunding bersama. . . undang-undang tenaga kerja Indonesia sepenuhnya mengikuti ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi ILO No. 87 dan 98”. Don Sherman Grant II dan Michael Wallace (1991) dalam penelitiannya tentang

pemogokan buruh menemukan bahwa pemogokan buruh dapat berubah menjadi

kekerasan karena terkait dengan konteks sosio politik tempat pemogokan terjadi, suasana

legislatif, ketrampilan yang bervariasi dari buruh yang mogok, dan strategi perlawanan

dari pengusaha. Dalam hal ini kekerasan merupakan langkah pertahanan diri setelah

kelompok yang dituju (pengusaha) memperoleh akses ke birokrasi. Temuan Grant II dan

Wallace tersebut mengindikasikan bahwa dalam menangani perselisihan perburuhan yang

diikuti dengan pemogokan buruh, maka pihak polisi selaku aparat pengendalian sosial

formal harus dapat menempatkan diri pada posisi yang netral. Sementara itu David H.

Bayley dan James Garofalo (1989) dalam penelitian mereka tentang Manajemen

Kekerasan oleh Polisi Patroli menemukan bahwa:

“(1) kekerasan, bahkan agresi verbal, jarang dilakukan dalam pelaksanaan tugas polisi; (2) konflik pada umumnya mereda dengan kedatangan polisi, dan meninggalkan ruang yang sempit saja untuk taktik pengelabuan; dan (3) tingkah laku polisi yang dinilai oleh rekan kerjanya tampak menunjukkan ketrampilan

11

Page 12: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

dalam mengurangi kekerasan yang diukur berdasarkan perbedaannya dari “rata-rata” tingkah laku petugas, dan dengan pertimbangan bahwa rekan kerja merupakan penilai yang baik dalam kinerja di lapangan”

Berdasarkan temuan tersebut Bayley dan Garofalo memberikan saran agar dalam

kebijakan polisi bagi kegiatan patroli rutin dalam rangka meredakan konflik,

mempertimbangkan 6 aspek:

Pertama: penerapan taktik pengelabuan yang canggih ketika kontak sudah terjadi

bukanlah kunci pengurangan kekerasan. Konflik pada umumnya berhenti begitu polisi

tiba, penyerangan terhadap polisi jarang dilakukan, dan kekerasan yang dilakukan oleh

polisi biasanya ringan. Petugas polisi perlu dilatih untuk menghindari provokasi yang

nyata, misalnya menggunakan kata-kata yang kasar atau bertindak tanpa mendengarkan.

Namun penyesuaian taktik selama menghadapi kekerasan mungkin tidak diperlukan.

Diragukan manfaat pelatihan pengelabuan yang dianggap akan mengurangi bentuk-

bentuk kekerasan ringan yang biasanya terjadi dalam tugas patroli.

Serentak dengan itu, pelatihan yang lebih luas dan elaborasi taktik mungkin

diperlukan untuk alasan lain. Pelatihan penanganan konflik dapat dilakukan melalui

permainan-peran ketika menghadapi masalah di lapangan, dan melalui “sharing”

informasi tentang pengalaman pendekatan taktik dan hasilnya yang dilakukan melalui

forum seminar dan diskusi kelompok yang dilakukan secara terjadwal daripada melalui

reaksi setelah terjadi krisis.

Kedua: antisipasi sebelum peristiwa terjadi mungkin lebih bermanfaat dalam

rangka menghindarkan penggunaan kekerasan yang tidak perlu yang dapat menimbulkan

perlukaan daripada melakukan tindakan setelah peristiwa terjadi. Dalam hal ini pelatihan

polisi harus ditekankan pada kenyataan bahwa konflik fisik jarang terjadi. Meskipun

pelatihan menekankan aspek bahaya tindakan kepolisian dan konsekuensi dari tindakan

yang lunak, para polisi akan segera memahami bahwa setiap tugas patroli bukanlah tugas

untuk peperangan dan tidak setiap perintah menuju ke tempat kejadian perkara

merupakan krisis. Memang terdapat paradoks bahwa polisi dilatih untuk “perang” tetapi

harus siap melakukan perdamaian. Tidak menyimak akan berakibat lebih serius daripada

tidak mampu menembak dengan jitu.

12

Page 13: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Ketiga: pelatihan penggunaan kekerasan dalam patroli harus ditekankan pada

teknik yang efektif dalam bertahan daripada melakukan pemukulan, penyerangan, atau

penembakan.

Keempat: organisasi polisi dalam mengandalkan petugas lapangan untuk

membantu memilih “role models” yang tepat untuk dipergunakan pada latihan di

lapangan bagi petugas, nara sumber dalam pelatihan kerja, dan barangkali menjadi

instruktur pada tataran akademi.

Kelima: organisasi polisi harus dapat menemukan cara untuk mendorong agar

petugas patroli yang berpengalaman tetap bekerja di bidang itu, karena ia akan dapat

menjadi panutan bagi petugas yang lebih muda.

Keenam: kebebasan memberikan pendapat di antara petugas lapangan, paling

tidak terkait dengan taktik di lapangan, menunjukkan kemanfaatan daripada merupakan

kendala dalam menegakkan norma-norma kepolisian.

Kegiatan-kegiatan penelitian yang dilakukan

Dalam melaksanakan penelitian ini agar dapat dilaksanakan sesuai dengan jangka

waktu yang ditentukan, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah berdasarkan

kelompok kegiatan dalam satuan waktu mingguan yang meliputi:

No Kegiatan Waktu

1 Penyusunan rencana kerja 20 Oktober 2003 – 25 Oktober 2003

2 Penyusunan tim peneliti 20 Oktober 2003 – 25 Oktober 2003

3 Penyusunan kuesioner penelitian 20 Oktober 2003 – 25 Oktober 2003

4 Konsultasi kuesioner penelitian

dengan pihak POLRI

27 Oktober 2003 – 7 November 2003

5 Kordinasi lokasi penelitian dengan

pihak POLRI

27 Oktober 2003 – 7 November 2003

6 Pengumpulan data penelitian 10 November 2003 – 14 November 2003

7 Pengolahan data penelitian 17 November 2003 – 21 November 2003

8 Penulisan laporan 24 November 2003 – 28 November 2003

9 Penerjemahan laporan, penggandaan

laporan, penyerahan laporan

1 Desember 2003 – 5 Desember 2003

13

Page 14: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Hasil penelitian yang penting

Berdasarkan telaah dokumen buku-buku petunjuk pelaksanaan dan petunjuk

teknis kerja Polri, khususnya “Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional

Kepolisian Tingkat Polwil/Tabes dan Polda; Tingkat Polres/Ta/Tabes; Tingkat Polsek/ta

(SK Kapolri Nomor POL: Skep / 1540 / IX / 1998, tanggal 30 September 1998; Skep /

1543 / IX / 1998, tanggal 30 September 1998; Skep / 1539 / IX / 1998, tanggal 30

September 1998 hanya secara umum membahas masalah ketenagakerjaan yang

dimasukkan dalam faktor korelatif kriminogen sosial budaya, misalnya adanya buruh

miskin dan pemutusan hubungan kerja. Sementara masalah perlindungan hak asasi

manusia kendatipun sudah menjadi menu tugas Polri tetapi belum secara khusus

mengupas masalah perlindungan hak asasi kaum buruh sebagaimana dapat dibaca pada

terbitan Badan Pembinaan Hukum Polri Agustus 2001 yang memuat Undang-undang RI

Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, dan Standar Hak Asasi

Manusia Internasional untuk Penegak Hukum.

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia memberi penekanan pada fungsi pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat (Pasal 2, Pasal 13), yang dijabarkan pada Pasal 14 yang memungkinkan Polri

ikut terlibat dalam penanganan kasus perselisihan industrial, yang dalam huruf l

dirumuskan bahwa Polri bertugas : “melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan

perundangan-undangan”. Sementara itu dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan Pasal 182 memberikan kewenangan kepada pejabat Polisi

Negara Indonesia untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran pidana yang

tercantum dalam undang-undang tersebut, yang ancaman pidananya tercantum pada pasal

183 hingga pasal 189.

Pengetahuan dan pemahaman personel polisi tentang prinsip-prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja masih belum memadai dan juga tidak didukung oleh adanya

pola pelatihan yang tepat sesuai dengan pokok masalah perselisihan perindustrian.

14

Page 15: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Sistematika laporan

Laporan penelitian ini terdiri dari Bagian yang terdiri dari:

I. Pendahuluan: menguraikan latar belakang penelitian, perumusan masalah,

tujuan penelitian, review kepustakaan, kegiatan penelitian, dan hasil

utama dari penelitian.

II. Pelaksanaan penelitian: menguraikan metode penelitian, susunan tim

peneliti, metode pengumpulan data, analisa data dan penilaian validitas

dan serta realibilitas penelitian.

III. Hasil penelitian:

IV. Kesimpulan dan Saran-saran:

V. Lampiran-lampiran:

15

Page 16: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

BAB II

PELAKSANAAN PENELITIAN

Metode penelitian.

Pemilihan responden.

Penelitian ini dilaksanakan terutama dengan mempergunakan metode survai

terhadap perwira-perwira menengah Polri yang bertugas di beberapa Polres yang terpilih

secara sengaja. Para perwira menengah Polri tersebut dipilih berdasarkan fungsi

jabatannya yang dipandang relevan dengan penanganan masalah perselisihan perburuhan.

Mereka adalah Kepala Satuan Intel, Kepala Satuan Reserse, Kepala Satuan Samapta, dan

Kepala Satuan Bina Mitra. Survai dilakukan dengan cara mewawancai para perwira

menengah Polri tersebut berdasarkan kuesioner yang jawabannya disusun secara tertutup,

dengan kemungkinan adanya jawaban terbuka atau penjelasan dari jawaban tertutup yang

dinyatakan oleh responden. Bila ketika petugas pewawancara tidak dapat menemui

perwira menengah Polri yang telah dipilih sebagai responden tersebut, maka sebagai

alternatif dapat diwakili oleh wakilnya. Cara ini ditempuh dengan pertimbangan bahwa

para responden yang mewakili lembaga seperti Polri, kemungkinan besar akan

mempunyai jawaban yang seragam bila ditanya hal-hal yang berhubungan dengan fungsi

lembaga tempat mereka bekerja. Kemudian dibukanya alternatif responden kepada wakil

pejabat tersebut karena jangka waktu maupun dana penelitian ini yang terbatas yang

hanya memungkinan pewawancara berada di lokasi penelitian selama 2 hari saja.

Kemudian untuk melengkapi data yang berhubungan dengan kebijakan Polri

dalam menyikapi masalah penyelesaian perselisihan perburuhan, sejumlah 11 orang

Perwira Polri pada tingkat Mabes yang dipilih secara insidental diwawancarai untuk

aspek itu.

Pemilihan lokasi penelitian.

Penelitian terhadap insitusi seperti polisi dalam rangka mengetahui kemampuan

kelembagaan sesungguhnya dapat dilakukan terhadap unit kerja operasional polisi yang

dipertanyakan di mana saja. Sebab pola dan mekanisme kerja dari unit kerja yang sama

dari suatu institusi seperti polisi akan cenderung sama. Penelitian ini menentukan lokasi

penelitian pada unit Kepolisian Resor (Polres) dengan pertimbangan bahwa dalam

16

Page 17: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

masalah perselisihan perburuhan yang antara lain berbentuk pemogokan buruh atau

penutupan tempat kerja oleh majikan/pengusaha, unit kerja terrendah dari Polri yang akan

bertindak adalah Polres. Kemudian dalam rangka memenuhi cakupan wilayah provinsi

sebagaimana disyaratkan dalam perjanjian pelaksanaan penelitian maka wilayah Polres

yang akan dipilih ditentukan berdasarkan kekhasan setting sosial setempat yang terkait

dengan ciri khas perindustriannya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka wilayah

yang dipilih untuk pengumpulan data berdasarkan wilayah provinsinya adalah sebagai

berikut:

a. Provinsi Sumatera Utara : Wilayah Tanjung Morawa yang akan mewakili

industri perkebunan.

b. Provinsi Banten : Kabupaten Tangerang yang merupakan sentra in-

dustri PMA (sub kontrak merk Internasional).

c. Provinsi DKI Jakarta : Kawasan Industri Pulo Gadung yang merupakan

Sentra Industri yang sudah lama dibangun.

d. Provinsi Jawa Barat : Kawasan Cigondewa (Cileunyi) yang merupakan

sentra industri garmen.

e. Provinsi Jawa Tengah : Kabupaten Kudus yang merupakan sentra industri

rokok lokal.

f. Provinsi Jawa Timur : Kabupaten Sidorejo yang merupakan sentra indus-

tri logam dan listrik.

Tim Penelitian.

Ketua tim : Prof. Dr. Muhammad Mustofa, MA

Ketua Departemen Kriminologi FISIP UI

Anggota : 1. Drs. M. Kemal Dermawan Msi,

Ketua Laboratorium Departemen Kriminologi

FISIP UI

2. Drs. Adrianus M. Meliala, Msi. MSc (Candidat

Doctor), Peneliti/Staf Pengajar Senior

Departemen Kriminologi FISIP UI

17

Page 18: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Pewawancara yang ditugasi untuk mengumpulkan data adalah para staf pengajar

Departemen Kriminologi FISIP UI yang mempunyai pengalaman luas dalam penelitian

yang masing-masing bertanggung jawab untuk satu lokasi penelitian. Nama-nama

pewawancara dan lokasi penelitiannya adalah sebagai berikut:

No. Nama Pewawancara Provinsi Polres 1. Drs. Thomas Sunaryo MSi Sumatera Utara Tanjung Morawa 2 Iqrak Sulhin, S.Sos. Banten Kab. Tangerang 3 Yogo Tri Hendiarto DKI Jakarta Jakarta Timur 4 Fikri Somyadewi, S.Sos. Jawa Barat Kab. Bandung 5 Dra. Mamik Sri Supadmi Jawa Tengah Kab. Kudus 6 Drs. M. Kemal Dermawan,Msi Jawa Timur Kab. Sidoarjo

Pelaksanaan penelitian.

Penelitian ini dalam pelaksanaannya dirancang untuk menjawab permasalahan

penelitian yang kemudian dijabarkan dalam pertanyaan penelitian. Pertanyaan penelitian

pertama yaitu: “Bagaimanakah organisasi POLRI memahami prinsip-prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja dalam hubungan kerja antara buruh dan majikan?“ dicari

jawabannya melalui survai terhadap perwira menengah Polri dari 6 Polres yang dipilih

secara sengaja. Data atau informasi tentang pemahaman terhadap hak-hak mendasar

dalam hubungan kerja diperoleh melalui wawancara yang dilakukan oleh pewawancara

yang telah diberi bekal pemahaman pertanyaan-pertanyaan yang tertulis dalam kuesioner.

Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan merupakan rangkuman intisari prinsip-prinsip dan

hak-hak mendasar di tempat kerja dari buruh dalam hubungan kerja yang tertuang dalam

Konvensi-konvensi ILO, maupun pertanyaan yang berhubungan dengan peran formal

yang diberikan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan kepada Polri dalam menangani

perselisihan perburuhan.

Pertanyaan penelitian kedua yaitu: “Bagaimanakah hukum yang berlaku di

Indonesia memberikan kewenangan kepada POLRI untuk memelihara ketertiban dan

menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan perburuhan?” diteliti melalui metode

penafsiran gramatikal terhadap Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia dan terhadap Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan, serta berbagai peraturan perundangan yang merupakan ratifikasi

Pemerintah Indonesai terhadap Konvensi-konvensi ILO.

18

Page 19: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Pertanyaan penelitian ketiga yaitu: “Bagaimanakah kemampuan kelembagaan

POLRI dalam memelihara dan menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan

perburuhan?” diteliti dengan cara melakukan survai terhadap perwira menengah Polri

yang menjadi responden tentang pengalamannya menangani kasus-kasus perselisihan

industrial, meneliti buku-buku pentunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (juklak, juknis)

kerja Polri, kurikulum pendidikan Polri dalam berbagai jenis pendidikan di lingkungan

Polri, serta telaahan terhadap penelitian-penelitian tentang peranan Polri dalam

menangani kasus-kasus perselisihan industrial.

Analisa data.

Data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini diolah dengan

mempergunakan Program SPSS. Data tentang kemampuan Organisasi Polisi dalam

memahami prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja dalam hubungan kerja

antara buruh dan majikan dianalisa berdasarkan tingkat kesesuaian jawaban responden

Perwira Menengah Polri terhadap pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam

kuesioner khususnya tentang pengetahuan terhadap Konvensi ILO. Data disajikan dalam

bentuk tabel-tabel frekuensi sesuai dengan kategori permasalahannya. Lebih lanjut data

tersebut dikonfirmasi dengan ketersediaan buku petunjuk pelaksanaan dan petunjuk

teknis kerja Polri, serta kurikulum pendidikan Polri apakah terdapat kesesuaian atau tidak

dalam mendukung kemampuan kelembagaan Polri dalam menangani perselisihan

perburuhan.

Kewenangan yang diberikan oleh hukum kepada Polri untuk menangani kasus-

kasus perselisihan industrial dianalisa secara gramatikal terhadap pasal-pasal yang

tertuang dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia dan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan. Kutipan terhadap pasal-pasal tersebut akan dikemukakan untuk

menunjukkan bagaimana hukum yang dipertanyakan dirumuskannya.

Kemampuan Polri dalam menegakkan hukum ketika terjadi perselisihan

perburuhan dianalisa berdasarkan pengalaman responden Perwira Menengah Polri dalam

menangani kasus-kasus perselisihan perburuhan, hasil penelitian yang relevan,

ketersediaan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam menangani perselisihan

19

Page 20: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

perburuhan, adanya kurikulum pendidikan yang relevan yang keseluruhannya dinilai

berdasarkan keserasiannya terhadap kewenangan hukum yang diberikan kepada Polri.

Validitas penelitian

Secara eksternal validitas penelitian ini, dalam pengertian tingkat keterwakilan

populasi oleh sampel dapat dikatakan cukup memadai. Sebab meneliti suatu kemampuan

suatu organisasi seperti Polri dengan cara survai dan mempergunakan unit analisa Polres,

serta respondennya adalah pejabat, akan cenderung memperoleh jawaban yang seragam.

Namun demikian belum tentu informasi yang diperoleh dari responden benar-benar

mencerminkan kemampuan organisasi yang sesungguhnya. Jawaban seragam tadi lebih

dipengaruhi oleh tradisi komando yang menekankan keseragaman. Hal ini merupakan ciri

Polri yang sebagian terbentuk ketika masih menjadi bagian dari ABRI. Seyogyanya untuk

dapat memperoleh gambaran yang alamiah tentang kemampuan sesungguhnya dari

organisasi Polri memerlukan pendekatan lain yang lebih menjamin validitas, yakni

metode studi kasus dengan menempatkan suatu organisasi Polres sebagai contoh kajian

melalui partisipasi observasi. Namun mengingat waktu yang disediakan untuk peneliti

terbatas maka hanya metode survai saja yang dapat dilakukan.

Bagaimanapun, sebagai studi awal hasil penelitian ini akan dapat dijadikan

landasan pembuatan kebijakan pelatihan personel polisi dalam menangani kasus-kasus

perselisihan perburuhan, mengingat berbagai aspek yang diperlukan untuk perencanaan

tersebut secara komprehensif sudah tercakup melalui berbagai sumber data.

Meskipun penelitian ini dilaksanakan melalui kerjasama dengan pihak Polri dan

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang merupakan lembaga yang relevan

dengan pokok masalah penelitian ini, tidak berarti bahwa pelaksanaan pengumpulan data

menjadi lebih mudah. Kendala yang dihadapi ketika mengumpulkan data pada tingkat

Polres adalah bahwa pejabat yang dijadikan responden tidak sedang di tempat. Sementara

itu karena masalah ketenagakerjaan berdasarkan Undang-undang Pemerintah Daerah

merupakan kewenangan daerah, pihak Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi tidak

dapat memberikan rekomendasi untuk pengumpulan data di daerah. Di daerah sendiri

tempat penelitian ini dilaksanakan struktur organisasi yang berwenang mengurus masalah

ketenagakerjaan tidak seragam, sehingga dalam urusan administrasi (yang masih melekat

20

Page 21: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

sebagai ganti dari perijinan) untuk melakukan penelitian perlu adanya pendekatan

personal agar supaya pelaksanaan pengumpulan data sesuai dengan rencana yang telah

disusun. Masalah waktu yang disediakan untuk melakukan penelitian ini yakni 1 bulan

semenjak penandatangan kontrak kerja adalah waktu yang sangat sempit. Keadaan ini

tentunya akan mempengaruhi kualitas penelitian.

21

Page 22: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

BAB III

HASIL PENELITIAN

1. Pengetahuan dan pemahaman responden personel polisi terhadap asas-asas mendasar dan hak-hak untuk bekerja.

a. Pengetahuan dan pemahaman personel polisi terhadap Konvensi ILO

No. 87 mengenai kebebasan untuk berserikat dan perlindungan terhadap hak untuk berorganisasi.

Pada umumnya para responden mengetahui bahwa baik pihak buruh maupun

majikan mempunyai hak untuk berserikat (87% dan 82.6% membenarkan), meskipun

berhubungan dengan anggota polisi dan TNI untuk membentuk serikat pekerja sendiri

tidak dilihat sebagai hak mereka (91.3% tidak membenarkan). Hal ini akan lebih terlihat

pada Tabel 1 di bawah ini yang dihasilkan berdasarkan pertanyaan apakah pekerja dan

majikan mempunyai hak untuk mendirikan organisasi di kalangan mereka sendiri:

Tabel 1

Pengetahuan tentang hak untuk berserikat (n = 23)

PENGETAHUAN JENIS HAK Boleh Tak Boleh Tdk Tahu

JUML

Hak buruh untuk berseri-kat sendiri

20 (87%) 2 (8.7%) 1 (4.3%) 23 (100%)

Hak pengusaha untuk berorganisasi

19 (82.6%) 4 (17.4%) - 23 (100%)

Hak anggota polisi dan TNI untuk berserikat

2 (8.7%) 21 (91.3%) - 23 (100%)

Mengenai perlindungan terhadap hak untuk berorganisasi yang dihasilkan

berdasarkan pertanyaan boleh tidaknya pemerintah campur tangan dalam merumuskan

AD/ART dinyatakan tidak boleh oleh 69.6% responden; boleh tidaknya pemerintah

membubarkan organisasi buruh atau pengusaha dinyatakan boleh oleh 78.3% responden;

dan tindakan yang dilarang dilakukan oleh pengusaha terhadap organisasi buruh maupun

terhadap pengurus serikat buruh, dinyatakan tidak boleh oleh 78.3 % responden untuk

masalah perusahaan melarang pembentukan serikat buruh; 69.6% untuk pemutusan

hubungan kerja oleh perusahaan terhadap aktivis serikat pekerja dalam jam kerja; dan

78.3% untuk pemutusan hubungan kerja terhadap aktivis serikat pekerja di luar jam kerja.

Lebih nyata hal itu dapat disimak dalam Tabel 2 di bawah ini:

22

Page 23: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Tabel 2

Pengetahuan Perlindungan Terhadap Hak untuk Berorganisasi (n=23) PENGETAHUAN JENIS HAK

Boleh Tak Boleh Tdk Tahu JUML

Campur tangan pemerintah dalam merumuskan AD / ART serikat buruh dan organisasi majikan

6 (26.1%) 16 (69.6%) 1 (4.3%) 23 (100%)

Hak pemerintah membubarkan serikat buruh / organisasi majikan

18 (78.3%) 5 (21.7%) - 23 (100%)

Larangan oleh pengusaha terhadap buruh untuk membentuk serikat buruh

4 (17.4%) 18 (78.3%) 1 (4.3%) 23 (100%)

PHK oleh pengusaha terhadap anggota serikat buruh yang membela anggota berhadapan dengan majikan dalam jam kerja

7 (30.4%) 16 (69.6%) - 23 (100%)

PHK oleh pengusaha terhadap anggota serikat buruh yang membela anggota berhadapan dengan majikan di luar jam kerja

4 (17.4%) 18 (78.3%) 1 (4.3%) 23 (100%)

Data tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan responden tidak sepenuhnya

sesuai dengan Konvensi ILO maupun Undang-undang Ketenagakerjaan, sebab terkait

dengan pembubaran serikat buruh maupun organisasi pengusaha oleh pemerintah,

responden cenderung berpendapat boleh.

b. Pengetahuan dan pemahaman responden personel polisi terhadap Konvensi ILO No. 98 tentang Hak untuk Berorganisasi dan Melakukan Perundingan Kolektif

Isu mengenai hak buruh untuk berorganisasi sudah tercakup pada Tabel 1, yang

pada umumnya personel polisi mengetahui adanya hak tersebut. Sedangkan hak buruh

untuk melakukan perundingan kolektif responden cenderung mengetahuinya (78.3%)

sebagaimana terlihat pada Tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3

Pengetahuan tentang adanya Hak untuk melakukan Perundingan Kolektif (n=23) PENGETAHUAN JENIS HAK

Ada Tidak Ada Tdk Tahu JUML

Adanya Hak buruh untuk melakukan perundingan kolektif

18 (78.3%) 5 (21.7%) - 23 (100%)

23

Page 24: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

c. Pengetahuan dan pemahaman personel polisi terhadap Konvensi ILO No. 29 tentang Kerja Paksa.

Pengetahuan responden personel polisi tentang Kerja Paksa (wajib kerja)

berdasarkan Konvensi ILO 29 cenderung tidak tepat karena pendapat responden

cenderung membenarkan adanya kerja paksa (60.9%). Hal tersebut selaras dengan

pengetahuan mereka terhadap ketentuan wajib militer yang memang dibolehkan (56%).

Secara visual hal tersebut tampak pada Tabel 4 di bawah ini.

Tabel 4

Pengetahuan responden tentang wajib kerja (n=23)

PENGETAHUAN JENIS LARANGAN / KEWENANGAN Boleh Tak Boleh Tdk Tahu

JUML

Wewenang negara mem-buat peraturan wajib kerja

14 (60.9%) 9 (39.1%) - 23 (100%)

Wewenang negara mem- buat peraturan wajib militer

13 (56.%) 10 (43.5%) - 23 (100%)

d. Pengetahuan dan pemahaman responden personel polisi terhadap Konvensi ILO No. 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa

Tabel 5

Pengetahuan responden terhadap larangan kerja paksa (n=23) PENGETAHUAN JENIS LARANGAN

Boleh Tak Boleh Tdk Tahu JUML

Wewenang perseorangan atau badan hukum mempe-kerjakan seseorang secara paksa

- 23 (100%) - 23 (100%)

Wewenang negara mene-rapkan kerja paksa sebagai hukuman bagi yang menentang ideologi politik dan ekonomi negara

- 22 (95.7%) 1 (4.3%) 23 (100%)

Wewenang negara menge-rahkan tenaga warga negara secara paksa untuk pemba-ngunan ekonomi

3 (13%) 20 (87%) - 23 (100%)

Wewenang atasan menerap-kan kerja paksa kepada pegawai yang tidak disiplin

3 (13%) 20 (87%) - 23 (100%)

Wewenang majikan mene-rapkan hukuman kerja paksa bagi buruh yg terlibat pemogokan

- 23 (100%) - 23 (100%)

24

Page 25: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Tabel 5 di atas menunjukkan bagaimana pengetahuan responden personel polisi

tentang larangan terhadap kerja paksa, dalam bentuk larangan bagi birokrasi maupun

pengusaha untuk menjadikan kerja paksa sebagai tindakan disiplin terhadap pegawai

maupun lain-lain larangan. Resonden cenderung mempunyai pengetahuan yang benar,

yang dinyatakan oleh lebih dari 87% hingga 100% responden.

e. Pengetahuan dan pemahaman responden personel polisi terhadap Konvensi ILO Nomor 138 tentang usia minimum untuk bekerja.

Sebagaimana terlihat pada Tabel 6 di bawah ini, pengetahuan responden

mengenai usia minimum untuk dibolehkan bekerja berbeda dari ketentuan konvensi yaitu

justru cenderung ke arah usia yang lebih tinggi dari 15 tahun. Kecenderungan jawaban

responden ada pada usia 18 tahun (30.4%), 17 tahun (26.1%), dan 21 tahun (17.4%) .

Tabel 6

Pendapat responden tentang usia minimum untuk bekerja (n=23) USIA MINIMUM FREKUENSI PROSENTASE

15 TAHUN 1 4.3 16 TAHUN 2 8.7 17 TAHUN 6 26.1 18 TAHUN 7 30.4 19 TAHUN 2 8.7 20 TAHUN 1 4.3 21 TAHUN 4 17.4

TOTAL 23 100

Tabel 7

Pendapat responden tentang usia minimum dalam lingkungan yang membahayakan (n=23)

USIA MINIMUM FREKUENSI PROSENTASE

17 TAHUN 5 21.7 18 TAHUN 8 34.8 19 TAHUN 1 4.3 20 TAHUN 3 13.0 21 TAHUN 6 26.1

TOTAL 23 100

Sementara itu pada Tabel 7 pendapat responden tentang batas usia minum anak

untuk bekerja dalam lingkungan yang membayakan cenderung sesusai dengan batas

25

Page 26: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

minimum ILO yaitu 18 tahun (34.8%) atau bahkan menyebut usia yang lebih tinggi

(43.5%). Yang menyebut usia lebih rendah sebanyak 21.7 %,.

Selanjutnya pengetahuan responden tentang usia minimun anak untuk pekerjaan

ringan dengan persetujuan pemerintah, pengusaha, dan serikat buruh juga cenderung

menyebut usia yang lebih tinggi dari usia yang dibolehkan oleh Konvensi ILO yaitu 13

tahun sampai dengan 15 tahun, sebagaimana terlihat pada Tabel 8 di bawah ini.

Tabel 8

Pendapat responden tentang usia minimum anak boleh bekerja ringan (n=23) USIA MINIMUM FREKUENSI PROSENTASE

16 TAHUN 2 8.7 17 TAHUN 7 30.4 18 TAHUN 9 39.1 19 TAHUN 3 13.0 21 TAHUN 2 8.7

TOTAL 23 100

Mengenai pekerjaan anak usia 13 tahun sampai dengan 15 tahun dalam rangka

mengembangkan bakat dan minat serta tidak mengganggu kesehatan dan pendidikan

anak, sebagian besar responden (69.6 %) menolak dengan alasan apapun, sedangkan

sisanya membolehkan secara paruh waktu sebagaimana terlihat pada Tabel 9 di bawah

ini.

Tabel 9

Pendapat responden tentang pekerjaan untuk anak usia 13-15 tahun (n=23) PENDAPAT RESPONDEN FREKUENSI PERSENTASE

Boleh secara paruh waktu 7 30.4

Tidak boleh dg alasan apapun 16 69.6

TOTAL 23 100

Sementara itu pendapat responden tentang mempekerjakan anak usia minimum 14

tahun dalam rangka praktik kerja yang merupakan bagian kurikulum pendidikan atau

pelatihan yang disetujui pejabat berwenang, responden lebih cenderung menyetujuinya

daripada tidak menyetujuinya. Hal itu ditunjukkan oleh 52.2 % yang menyatakan ya, dan

selebihnya (47.8 %) tidak menyetujuinya yang merupakan perbedaan pendapat yang tipis

sebagaimana terlihat pada Tabel 10 di bawah ini.

26

Page 27: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Tabel 10

Pendapat responden mempekerjakan anak usia minimum 14 tahun dalam rangka praktik kerja sesuai kurikulum (n=23)

PENDAPAT RESPONDEN FREKUENSI PERSENTASE

Boleh 12 52.2 Tidak boleh 11 47.8

TOTAL 23 100

Pendapat responden tentang usia minimum anak dipekerjakan pada kapal

transportasi atau kapal nelayan cenderung lebih tinggi dari persyaratan ILO yaitu 15

tahun, sebagaimana terlihat pada Tabel 11 di bawah ini.

Tabel 11

Pendapat responden tentang usia minimum anak dipekerjakan pada kapal tranportasi atau kapal nelayan (n=23)

USIA MINIMUM FREKUENSI PROSENTASE

17 TAHUN 4 17.4 18 TAHUN 7 30.4 19 TAHUN 1 4.3 20 TAHUN 5 21.7 21 TAHUN 5 21.7 24 TAHUN 1 4.3

TOTAL 23 100

Pendapat responden tentang usia minimum anak untuk dipekerjakan pada

pertambangan bawah tanah cenderung belum sesuai dengan persyaratan ILO yaitu 18

tahun, sebagaimana terlihat pada Tabel 12.

Tabel 12

Pendapat responden tentang usia minimum anak bekerja di pertambangan bawah tanah (n=23)

USIA MINIMUM FREKUENSI PROSENTASE

17 TAHUN 3 13.0 18 TAHUN 6 26.1 20 TAHUN 6 26.1 21 TAHUN 8 34.8

TOTAL 23 100

Data pada Tabel 12 tersebut menunjukkan bahwa terdapat 13 % persen responden

yang menyebut usia 17 tahun, 26.1 % menyebut usia 18 tahun, 26.1 % menyebut usia 20

tahun, dan bahkan 34.8 % menyebut usia 21 tahun.

27

Page 28: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

f. Pengetahuan dan pemahaman responden tentang Konvensi ILO Nomor 182 tentang Pekerjaan Terburuk untuk anak.

Tentang larangan mempekerjakan anak pada pekerjaan yang terburuk seluruh

responden menyatakan tidak boleh dan hal itu sesuai dengan ketentuan Konvensi ILO

Nomor 182, sebagaimana terlihat pada Tabel 13 di bawah ini.

Tabel 13

Pendapat responden tentang pekerjaan yang terburuk bagi anak PENDAPAT RESPONDEN

JENIS PEKERJAAN TERBURUK BAGI ANAK BOLEH (%) TDK BOLEH

(%)

Segala bentuk perbudakan - 23 (100%)

Diperdagangkan - 23 (100%)

Kerja ijon - 23 (100%)

Dijadikan hamba sahaya - 23 (100%)

Direkrut untuk kerja paksa - 23 (100%)

Direkrut untuk wajib kerja - 23 (100%)

Dilibatkan dalam konflik bersenjata - 23 (100%

Dijadikan pelacur - 23 (100%)

Dijadikan obyek produksi pornografi - 23 (100%)

Dijadikan tontonan pornografi - 23 (100%)

Dilibatkan dalam produksi dan peredaran narkotika - 23 (100%)

Dipekerjakan yang dpt mempengaruhi kesehatan, keselamatan atau moral - 23 (100%)

g. Pengetahuan dan pemahaman responden terhadap Konvensi ILO Nomor

100 tentang persamaan upah.

Pengetahuan responden tentang persamaan upah untuk pekerjaan dan tanggung

jawab yang sama antara laki-laki perempuan tidak menunjukkan konsistensi. Dengan

tanpa menyebut jabatan dengan resiko tinggi responden menyebut tidak boleh ada

diskriminasi, sedangkan jabatan dengan resiko tinggi terdapat responden yang menyetujui

diskriminasi.

Sementara itu diskriminasi upah berdasarkan perbedaan agama, ras, kelas sosial

dan keyakinan politik secara tegas ditolak oleh responden. Data tersebut dapat dilihat

pada Tabel 14 di bawah ini.

28

Page 29: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Tabel 14

Pendapat responden tentang persamaan upah (n=23) JENIS DISKRIMINASI PENGUPAHAN BOLEH TIDAK

Diskriminasi upah untuk jabatan dan tg jawab sama berdasar gender - 23 (100%) Diskriminasi upah utk jabatan resiko tinggi berdasarkan gender 4 (17.4%) 19 (82.6%)

h. Pengetahuan dan pemahaman responden personel polisi terhadap Konvensi ILO NO. 111 tentang Diskriminasi dalam pekerjaan dan jabatan.

Mengenai larangan diskriminasi dalam pemberian pekerjaan dan jabatan

didasarkan adanya perbedaan agama, ras, kelas sosial, dan keyakiman politik, secara total

(100%) responden menyatakan tidak boleh.

2. Pengetahuan dan pemahaman responden personel polisi terhadap prosedur penyelesaian perselisihan perindustrian.

Pengetahuan responden tentang mekanisme perselisihan perburuhan tidak secara

khusus ditanyakan, karena ketentuan tentang hal itu sebagaimana dimaksud oleh Undang-

undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 136 ayat 2 yang akan berbentuk undang-undang

masih dalam proses penyusunannya. Namun demikian masalah ini dapat diidentifikasi

melalui sejumlah pertanyaan yang secara tidak langsung berhubungan dengan hal itu,

khususnya berdasarkan pengalaman responden menangani masalah perselisihan

perburuhan. Tabel 15 menunjukkan jenis perselisihan perburuhan yang pernah ditangani

yang diakui oleh 73.9% responden.

Tabel 15

Jenis perselisihan perburuhan yang pernah ditangani responden (n=23) PENGALAMAN RESPONDEN

JENIS PERSELISIHAN PERBURUHAN PERNAH TAK PERNAH Pemutusan hubungan kerja 11 (47.8%) 12 (52.2%) Pemogokan buruh 12 (52.2%) 11 (47.8%) Tuntutan kenaikan upah buruh 9 (39.1%) 14 (60.9%) Penutupan perusahaan 7 (30.4%) 16 (69.6%)

Sementara itu data yang diperoleh dari pihak pengusaha secara berturut-turut dari

yang paling sering disebut menunjukkan bahwa perselisihan perburuhan berhubungan

dengan masalah: (1) tuntutan kenaikan upah, (2) pemutusan hubungan kerja, (3)

29

Page 30: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

pesangon, dan (4) jaminan sosial. Pihak buruh secara berturut turut menyebut masalah:

(1) pemutusan hubungan kerja, (2) pesangon, (3) jaminan sosial, (4) kenaikan upah, (5)

peningkatan kesejahteraan. Sedangkan dari pihak Kantor Departemen Tenaga Kerja

menyebutkan pokok masalahnya secara berturut-turut meliputi: (1) pemutusan hubungan

kerja dan penutupan tempat kerja, (2) masalah upah minimum dan pemogokan buruh, (3)

masalah jaminan sosial, dan (4) masalah pendirian serikat buruh.

Dalam menangani perselisihan perburuhan tersebut di atas tindakan yang diambil

oleh mereka yang pernah mengalaminya dapat dikategorikan dalam tiga bentuk tindakan,

yaitu :

(1) Berusaha untuk menjadi penengah secara musyawarah, baik dilakukan

sendiri maupun melibatkan pihak buruh, majikan, maupun Kantor Depnaker.

(2) Menekankan aspek keamanan dan pencegahan kejahatan.

(3) Mempersiapkan aspek keamanan bila musyawarah gagal.

Kecenderungan penyelesaian perselisihan perburuhan yang dilakukan oleh

pengusaha adalah pada perundingan bipartit dengan pihak Serikat Pekerja yang

bersangkutan. Pernyataan ini juga diperkuat oleh data yang diperoleh dari pihak Serikat

Pekerja maupun dari Kantor-kantor Departemen Tenaga Kerja setempat.

Sementara itu dari pengalaman responden dalam menangani masalah perselisihan

perburuhan, sumber informasi tentang adanya masalah tersebut dapat berasal dari bebagai

sumber yaitu pihak buruh, pihak majikan, hasil pengembangan informasi intelijen, dan

dari pihak lain. Namun sebagian besar berasal dari hasil pengembangan informasi

intelijen, sebagaimana dapat disimak pada Tabel 16 di bawah ini.

Tabel 16

Sumber informasi adanya perselisihan perindustrian (n=23) SUMBER INFORMASI ADANYA PERSELISIHAN YA TIDAK

Laporan dari pihak buruh 10 (43.5%) 13 (56.5%) Laporan dari pihak majikan 6 (26.1%) 17 (73.9%) Hasil pengembangan informasi intelijen 12 (52.2%) 11 (47.8%) Laporan pihak lain 5 (21.7%) 18 (78.3%)

Dalam menangani perselisihan perburuhan menurut pengakuan responden tentang

pihak yang harus dilindungi kepentingannya jawabannya cenderung kepada kedua belah

pihak, sebagaimana terlihat pada Tabel 17 di bawah ini.

30

Page 31: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Tabel 17

Pihak yang menurut responden harus dilindungi kepentingannya dalam perselisihan perindustrian (n=23)

PIHAK YANG HARUS DILINDUNGI

KEPENTINGANNYA YA TIDAK

Pihak buruh 1 (4.3%) 22 (95.7%) Pihak majikan 1 (4.3%) 22 (95.7%) Kedua belah pihak 15 (65.2%) 8 (34.8%)

Mengenai tindakan polisi yang harus dilakukan bila menghadapi masalah

perselisihan perburuhan, responden merasa bahwa polisi tidak boleh membiarkan

masalah tersebut dengan beberapa bentuk tindakan yang secara rinci dapat dilihat pada

Tabel 18 di bawah ini.

Tabel 18 Tindakan yang harus dilakukan polisi dalam menangani perselisihan perburuhan

(n=23)

TINDAKAN YANG HARUS DILAKUKAN POLISI YA TIDAK Membiarkan karena bukan kewenangan polisi - 23 (100%) Menyerahkan ke pihak Departemen Tenaga kerja 6 (26.1%) 17 (73.9%) Melakukan penyidikan dan penyelidikan 8 (34.8%) 15 (65.2%) Mengupayakan perdamaian pihak-pihak yang berselisih 9 (39.1%) 14 (60.9%)

Selanjutnya tidak semua responden berpendapat bahwa polisi mempunyai

kewenangan menangani kasus-kasus yang berhubungan dengan masalah ketenagakerjaan.

Data menunjukkan sebanyak 18 (78.3%) responden yang membenarkan, dan sisanya

sebanyak 5 (21.7%) tidak membenarkannya. Yang dijadikan alasan mengapa polisi

mempunyai kewenangan dalam menangani masalah ketenagakerjaan alasan yang

menonjol adalah mengaitkannya dengan masalah pelanggaran pidana, khususnya yang

dilakukan oleh pihak buruh, dan hanya sedikit saja yang merujuk bahwa terdapat

ketentuan dalam undang-undang ketenagakerjaan yang memberikan kewenangan kepada

polisi.

Mengenai kewenangan polisi, baik pihak pengusaha maupun serikat pekerja

cenderung berpendapat bahwa keterlibatan polisi hanya diperlukan apabila timbul tindak

pidana seperti perusakan atau tindakan anarki saja dan berkonsentrasi dalam penjagaan

kemananan. Sedangkan dari pihak Kantor-kantor Departemen Tenaga Kerja

31

Page 32: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

menyebutkan kewenangan polisi tersebut diperlukan tetapi terbatas, yang pada dasarnya

serupa dengan pandangan pihak pengusaha maupun buruh.

Dalam menangani masalah perselisihan industrial teridentifikasi sejumlah kendala

yang dihadapi oleh personel polisi yang dapat dikelompokkan dalam 4 kategori yaitu:

(1) Kendala dalam menghadapi massa pekerja yang dapat emosional dan anarki.

(2) Kendala yang berhubungan dengan kemampuan personel maupun daya

jangkau Polri.

(3) Kendala yang berhubungan dengan proses hukum yang tidak lancar.

(4) Kendala yang berhubungan dengan proses mediasi antara pengusaha dengan

buruh.

Mengenai pandangan anggota polisi tentang kasus-kasus pemogokan buruh dan

penutupan perusahaan, berdasarkan survai kecil yang dilakukan terhadap 11 orang

perwira menengah polisi yang bertugas di Markas Besar Polri yang dipilih secara

aksidental diperoleh data bahwa: pada umumnya perwira yang diwawancarai (72.7%)

berpendapat pemogokan yang sah sebagaimana dinyatakan oleh aparat yang berwenang

adalah merupakan hak buruh dan bukan tindakan kekerasan. Secara rinci data tersebut

dapat dilihat pada Tabel 19. Sementara itu bila pertanyaan tersebut ditujukan tentang

penutupan perusahaan yang dinyatakan sah oleh aparat yang berwenang, jawaban

responden gambarannya masih serupa yakni sebagian besar (63.6%) menyatakan sebagai

hak pengusaha sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 19

Pendapat responden perwira Mabes Polri terhadap pemogokan yang sah (n=11) KATEGORI JAWABAN ATAS PEMOGOKAN YANG

SAH YA TIDAK

Merupakan hak buruh 8 (72.7%) - Merupakan tindakan kekerasan 2 (18.2%) - Tidak menjawab 1 (9.1%) -

Tabel 20

Pendapat responden perwira Mabes Polri terhadap penutupan perusahaan (n=11) KATEGORI JAWABAN ATAS PENUTUPAN

PERUSAHAAN YANG SAH Frekuensi Prosentase

Merupakan hak perusahaan 7 (63.6%) Merupakan tindakan kekerasan 2 (18.2%) Tidak menjawab 2 (18.2%)

32

Page 33: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Selanjutnya responden perwira Mabes Polri ini menyatakan bahwa dalam hal

penyebarluasan informasi oleh Polri tentang peraturan perundangan yang terbaru yang

berhubungan dengan prosedur penanganan masalah perselisihan perindustrian oleh polisi,

sebagian besar (72.7%) menyatakan tidak pernah, yang rinciannya dapat dilihat pada

Tabel 21.

Bila pertanyaan terkait dengan pernah tidaknya responden tersebut memperoleh

informasi tentang tata cara menangani perselisihan perburuhan secara tepat hanya diakui

oleh 54.5% saja, sebagaimana terlihat pada Tabel 22.

Tabel 21

Pendapat responden perwira Mabes Polri tentang penyebarluasan informasi peraturan perundangan baru dan prosedur penanganan perselisihan perburuhan

oleh Polri (n=11)

PENYEBARAN INFORMASI TERBARU OLEH POLRI Frekuensi Prosentase Tidak pernah 8 72.7% Ya, kadang-kadang 3 27.3%

Tabel 22

Pernah tidaknya responden menerima informasi penanganan perselisihan perburuhan yang tepat (n=11)

PERNAH TIDAKNYA MEMPEROLEH INFORMASI Frekuensi Prosentase

Tidak pernah 5 45.5% Ya pernah 6 54.5%

Kemudian berhubungan dengan ada tidaknya buku petunjuk pelaksanaan atau

petunjuk teknis penanganan perselisihan perburuhan, sebagian besar responden (81.8%)

menjawab ada (tanpa menyebut judul buku petunjuk tersebut) yang secara rinci dapat

disimak pada Tabel 23.

Tabel 23

Pendapat responden tentang ada tidaknya petunjuk pelaksanaan penanganan perselisihan perindustrian (n=11)

ADA TIDAKNYA PETUNJUK PELAKSANAAN Frekuensi Prosentase

Ya ada 9 81.8% Tidak ada 2 18.2%

33

Page 34: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Meskipun terdapat informasi tentang penanganan perselisihan perburuhan

maupun terdapat petunjuk pelaksanaan tentang hal itu namun sebagian besar responden

(81.8%) berpendapat perlu adanya pendidikan khusus dalam menangani perselisihan

perburuhan yang baik. Dan tentang bentuk pelatihan khusus yang diharapkan meliputi:

(1) Penanganan kasus perselisihan perburuhan.

(2) Peningkatan pengetahuan psikologi massa dan taktik penanganan

huru-hara.

(3) Teknik negosiasi.

(4) Penguasaan materi hukum perburuhan.

3. Peraturan perundangan yang mengatur peranan Polri dalam menerapkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 sebagai pengganti Undang-undang

Nomor 28 Tahun 2000, pada dasarnya merupakan penegasan-penegasan dari Konvensi-

konvensi ILO yang sudah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia. Meskipun demikian,

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan tersebut berdasarkan

pasal 136 (2) masih menyisakan persoalan dalam perselisihan perburuhan, yakni prosedur

penyelesaian perselisihan perburuhan bila tidak terjadi permufakatan antara buruh dengan

pengusaha akan diatur oleh undang-undang yang masih akan dibuat. Namun demikian,

berdasarkan ketentuan undang-undang tersebut bila terjadi pelanggaran terhadap

ketentuan yang tercantum dalam Konvensi ILO dan yang secara yuridis diadopsi dalam

hukum positif Indonesia, maka polisi mempunyai kewenangan untuk melakukan

penegakan hukum. Hal tersebut diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan yang dalam Pasal 182 memberikan kewenangan kepada

pejabat Polisi Negara Indonesia untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran

pidana yang tercantum dalam undang-undang tersebut. Ancaman pidana terhadap

pelanggaran Undang-undang Ketenagakerjaan tersebut, yang memungkinkan polisi untuk

bertindak tercantum pada pasal 183 hingga pasal 189. Sebaliknya bila menyangkut hak

buruh untuk mogok, pasal 143 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 secara tegas

menyatakan bahwa:

34

Page 35: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

(1) “Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat

pekerja/serikat buruh untuk menggunakan hak mogok kerja yang dilakukan secara

sah, tertib, dan damai.”

(2) “Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap

pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok

kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundangan yang

berlaku”.

Namun demikian hak mogok tersebut harus dilakukan sesuai dengan ketentuan

yang berlaku yaitu berdasarkan pasal 137 Undang-undang 13/2003 harus dilakukan

secara sah, tertib, dan damai; menurut pasal 138 (1) dilakukan dengan tidak melanggar

hukum; dan menurut pasal 139 dilakukan dengan tidak mengganggu kepentingan umum

dan/atau membahayakan keselamatan orang lain. Yang masih menjadi ganjalan dalam

pelaksanaan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 adalah bahwa dalam hal prosedur

penyelesian perselisihan perburuhan menurut pasal 136 diatur berdasarkan undang-

undang tersendiri yang sampai dengan saat ini masih dalam proses. Oleh karena itu dalam

hal penyelesaian perselisihan perburuhan masih harus mempergunakan ketentuan yang

tercantum pada Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 yang terlalu memberi peran

kepada pemerintah. Dan prosedur inipun menurut Quinn ditentang baik oleh kalangan

pengusaha dan buruh (Lihat Quinn, 2003: 32-36).

Bila dikaitkan dengan peran polisi dalam memelihara keamanan dan ketertiban

serta menegakkan hukum, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia dalam Pasal 2 menegaskan bahwa “Fungsi kepolisian adalah

salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat”. Oleh karena Konvensi-konvensi ILO pada dasarnya merupakan bentuk

jaminan hak-hak asasi manusia yang berhubungan dengan pekerjaan, maka pasal 4

Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 juga kondusif bagi penerapan Konvensi-konvensi

ILO tersebut. Pasal 4 tersebut merumuskan bahwa: “Kepolisian Negara Republik

Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi

terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum,

35

Page 36: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya

ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Dalam rangka memberikan pedoman kepada aparat pelaksana kepolisian di

daerah mulai dari tingkat Kepolisian Daerah (POLDA), Kepolisian Resor (POLRES), dan

Kepolisian Sektor (POLSEK) pada tanggl 30 September 1998 dikeluarkan 3 Buku

Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian yaitu:

(1) Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian Tingkat

POLWIL/TABES dan POLDA.

(2) Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian Tingkat

POLRES/TABES.

(3) Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian Tingkat

POLSEK/TA.

Pada dasarnya sistematika dan isi ketiga buku tersebut adalah sama yang dalam

aspek hubungan industrial menempatkan masalah perburuhan yaitu adanya buruh miskin

dan masalah pemutusan hubungan kerja sebagai salah satu bentuk “faktor korelatif

kriminogen” yang diartikan sebagai “suatu kondisi dan situasi yang ditinjau dari aspek

Astagatra (Geografi, Demografi, Sumberdaya Alam, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial

budaya dan Hankam) berpengaruh terhadap timbulnya gangguan Kamtibmas khususnya

kriminalitas” . Dengan demikian dalam buku petunjuk tersebut masalah perselisihan

perindustrian masih ditempatkan dalam dimensi gangguan keamanan dan ketertiban

masyarakat semata dan bukan masalah yang terkait dengan prinsip-prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja.

Pada tahun 2001 Badan Pembinaan Hukum Polri menerbitkan Standar Hak Asasi

Manusia Internasional untuk Penegak Hukum, yang merupakan pelengkap dari

penerbitan tentang Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

dan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, yang

pada dasarnya disusun berdasarkan “A compilation of International Instruments, Jilid 1 (2

bagian) dari “Universal Instruments” terbitan PBB Nomor E.94.XIV.1. Kompilasi dari

bahan ini apabila disebarluaskan kepada para anggota polisi dan dapat dicerna dengan

baik oleh segenap anggota akan merupakan modal yang baik dalam menangani

perselisihan industrial secara baik pula.

36

Page 37: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

4. Struktur organisasi Polri dan kemampuannya dalam menangani perselisihan perindustrian.

Karena organisasi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan organisasi

polisi nasional, maka struktur organisasi polisi berawal dari tingkat pusat yag disebut

sebagai Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia. Kemudian pada setiap provinsi

dibentuk Kepolisian Daerah (POLDA). Namun ada kalanya pada sebuah provinsi tidak

dibentuk organisasi tingkat POLDA tetapi dibentuk organisasi Kepolisian Wilayah

(POLWIL) yang merupakan jajaran di bawah POLDA yang bertanggung jawab untuk

mengkordinasi beberapa jajaran organisasi di bawahnya yang dibentuk pada setiap

Kabupaten atau Kota yaitu Kepolisian Resor (POLRES).

Jajaran Kepolisian Wilayah ini tidak selalu ada dalam struktur organisasi POLDA,

misalnya POLDA Metropolitan Jakarta Raya tidak memiliki jajaran organisasi POLWIL.

Di bawah jajaran POLRES terdapat organisasi terkecil dalam jajaran komando POLRI

yaitu Kepolisian Sektor (POLSEK) yang bertanggung jawab atas suatu wilayah yang

setara dengan kecamatan. Secara visual diagram organisasi Kepolisian Republik

Indonesia berdasarkan wilayah yurisdiksinya adalah sebagaimana terlihat pada halaman

berikut ini.

37

Page 38: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

POLDA POLDA POLDA POLDA

POLWI L

POLWI L

POLWI L

POLRES

POLRES

POLSEK

POLSEK

POLSEK

POLRES

POLSEK

POLSEK

POLSEK

POLRES

POLRES

POLRES

MABES POLRI

Diagram Struktur Organisasi POLRI berdasarkan yurisdiksi wilayah tersebut

menunjukkan bahwa organisasi terbawah dalam organisasi adalah Kepolisian Sektor

(POLSEK) yang berada di bawah kendali Kepolisian Resor (POLRES). Secara

operasional POLSEK merupakan Unit Pelaksana Utama dari POLRES yang

membawahinya. Untuk memahami hal itu perlu dipaparkan Struktur Organisasi tingkat

38

Page 39: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

POLRES yang merupakan unsur operasional kepolisian terdepan dalam jajaran organisasi

kewilayahan POLRI sebagaimana terlihat di bawah ini.

Bagan Struktur Organisasi POLRES

Unsur Pimpinan

Unsur Pembantu Pimpinan/Pelaksana

Unsur Pelaksana Staf Khusus dan Pelayanan

Unsur Pelaksana Utama

Kabag Binamitra Kabag Operasional Kabag Administrasi

Kepala Unit P3DKaur Telematika Ur Dokkes Kepala TAUD

KA SPK

KASAT INTEL PAM

KASAT Satuan RESKRIM

KASAT Satuan SAMAPTA

KASAT LANTAS

KASAT NARKOBA

POLSEK POLSEK POLSEK POLSEK

WAKIL KEPALA KEPOLISIAN RESOR

KEPALA KEPOLISIAN RESOR

Dari struktur organisasi POLRES tersebut Unsur Pelaksana Utama yang dipimpin

oleh Kepala Satuan melaksanakan tugas dibantu oleh POLSEK-POLSEK yang

39

Page 40: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

membawahi wilayah tempat kejadian perkara. Adapun fungsi dari beberapa satuan

tersebut adalah sebagai berikut:

Satuan Intelijen dan Pengamanan mempunyai fungsi intelijen dan pengamanan.

Satuan intelijen bertugas melakukan kegiatan intelijen antara lain meliputi “early

warning” serta mengidentifikasi sumber ancaman dan gangguan keamanan dan

ketertiban, khususnya kriminalitas. Satuan pengamanan kepolisian bertugas

menyelenggarakan pengaman ke dalam tubuh Polri, baik pengamanan personel, materiil,

informasi, maupun terhadap ancaman dari dalam dan luar Polri, serta pengamanan

terhdap sandi Polri. Di samping itu satuan pengamanan juga melakukan pengamanan

terhadap hasil-hasil pembangunan ekonomi nasional, pengamanan masyarakat secara

menyeluruh (www.polri.go.id/aboutus/intel.php).

Satuan reserse kriminal mempunyai tugas pokok mencari dan menemukan pelaku

pelanggaran hukum maupun kejahatan untuk diproses sesuai dengan hukum yang

berlaku. Dengan demikian satuan ini lebih menekankan pada fungsi represif dalam

penegakan hukum. Satuan ini mempunyai wewenang penyelidikan, pemanggilan orang,

penangkapan orang, pemeriksaan, penggeledahan, penyitaan sampai penahanan

(www.polri.go.id/aboutus/serse.php).

Satuan samapta bhayangkara atau Shabara mempuyai tugas utama pencegahan

kejahatan. Kegiatan yang dilakukan meliputi patroli, pengaturan, penjagaan, pengawalan

yang sasaran utamanya adalah menghilangkan atau mengurangi kemungkinan terjadainya

pelanggaran hukum atau kejahatan. Satuan ini bekerja selama 24 jam sehari (www.polri.

go.id/aboutus/sabhara.php).

Binamitra dalam struktur organisasi POLRES merupakan unsur pembantu

pimpinan/pelaksana. Bagian ini dahulu dikenal sebagai bagian Bimbingan Masyarakat.

Bagian ini bertugas untuk membina keamanan dan ketertiban masyarakat, pengayom,

pembina, pelayan dan pembimbing masyarakat. Kegiatan yang pembinaan yang

dilakukan meliputi pembinaan keamanan ketertiban swakarsa (siskamling) baik pada

tingkat permukiman, perdagangan maupun industri (www.polri.go.id/aboutus/

sabhara.php).

Di luar struktur organisasi kewilayahan tersebut di atas terdapat suatu unit

fungsional Polri yang dikenal sebagai Brigade Mobil yang bertugas membantu

40

Page 41: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

melaksanakan fungsi kesamptaan dan pembinaan masyarakat (patroli dan pencegahan

kejahatan) maupun dalam fungsi penindakan. Brimob akan dihadirkan di tempat kejadian

perkara bila terjadi konflik dengan intensitas tinggi, dalam keributan massa, kecelakaan

massal yang membutuhkan pertolongan darurat di tempat yang sulit dijangkau

(www.polri.go.id/aboutus/brmobggn.php).

Melihat pada struktur operaional organisasi Polri tersebut di atas maka dalam

rangka melaksanakan fungsi dalam menjamin prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di

tempat kerja maka fungsi-fungsi operasional utama yang dapat berperan meliputi fungsi

“Satuan Samapta Bhayangkara” (Sabhara) yang tugas pokoknya adalah melakukan

pencegahan kejahatan melalui kegiatan patroli, penjagaan, dan pengawalan yang bekerja

selama 24 jam sehari. Namun dalam keadaan terjadi huru-hara, maka fungsi Sabhara ini

akan didukung oleh kekuatan Brigade Mobil yang mempunyai kemampuan khusus dalam

pengendalian huru-hara.

Namun demikian tindakan pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh Satuan

Sabhara akan lebih efektif bila didukung oleh informasi intelijen tentang kemungkinan

terjadinya huru-hara yang mungkin saja terjadi ketika terjadi peristiwa pegomokan buruh.

Informasi yang diperoleh dari satuan intelijen ini amat berguna agar supaya Satuan

Sabhara dapat melakukan tindakan-tindakan pencegahan secara pro aktif tidak semata-

mata menunggu bergerak bila terjadi suatu peristiwa. Lebih jauh untuk melakukan

langkah-langkah pencegahan secara dini yakni menghasilkan situasi kondusif agar supaya

pihak-pihak yang potensial berkonflik, yaitu buruh dan majikan, maka peran dari

Binamitra menjadi tidak kalah pentingnya. Namun demikian peran dari Binamitra ini

dalam penanganan masalah perselisihan perindustrian harus merupakan fungsi sosialisasi

terhadap peraturan perundangan perburuhan secara netral dengan tanpa diwarnai oleh

kepentingan untuk melindungi salah satu pihak saja misalnya pihak majikan yang

terkesan terjadi pada masa lalu.

Bila terjadi masalah pelanggaran hukum pidana sebagai akibat dari suatu

perselisihan perburuhan, maka tidak bisa tidak maka satuan reserse harus melakukan

fungsinya untuk mengumpulkan alat bukti dan membawa perkara ke proses hukum lebih

lanjut.

41

Page 42: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

5. Kurikulum pendidikan Polri.

Pada bagian ini akan dilakukan analisa terhadap kurikulum pendidikan Polri yang

ada sekarang ini untuk melihat apakah kurikulum tadi sudah memuat hal-hal yang

diperlukan oleh anggota polisi dalam melaksanakan fungsinya mewujudkan prinsip-

prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja bila terjadi perselisihan perburuhan.

Sebagai tolok ukur kurikulum dan isi kurikulum seperti apa yang diperlukan oleh anggota

Polri dalam menangani perselisihan perburuhan, maka berdasarkan analisa data

sebelumnya dapat dirumuskan perlunya sejumlah materi yang meliputi:

(1) Peraturan perundangan perburuhan, yang meliputi Undang-undang

Ketenagakerjaan dan Undang-undang Prosedur Penyelesaian

Perselisihan Perindustrian.

(2) Resolusi konflik.

(3) Teknik negosiasi.

(4) Pengendalian huru-hara.

Analisa terhadap kurikulum pendidikan Polri hanya dilakukan terhadap daftar

mata kuliah yang diajarkan pada Sespim, PTIK, Akpol, PPSS, Selapa, dan Secapa sebab

tim peneliti tidak dapat memperoleh data yang lengkap yang meliputi silabi mata kuliah

dan metode pengajaran. Namun demikian analisa ini didukung oleh analisa internal yang

dilakukan oleh Polri sendiri dalam bentuk makalah dalam seminar evaluasi kurikulum

pendidikan Polri maupun hasil tim kerja evaluasi pendidikan perwira Polri.

Analisa yang dilakukan terhadap daftar mata kuliah pada Sekolah Pimpinan Polri

(SESPIM) dari 77 mata kuliah yang diajarkan hanya terdapat 2 mata kuliah yang dapat

dikaitkan dengan landasan profesional penyelesian perselisihan perburuhan. Sementara

itu dari daftar mata kuliah yang diajarkan pada Perguruan Tinggi Kepolisian, dari 43

mata kuliah yang diajarkan terdapat 10 mata kuliah yang dapat dikembangkan untuk

memberikan landasan profesional penyelesaian perselisihan perburuhan. Dari daftar 46

mata kuliah pada Sekolah Lanjutan Perwira Polri yang diajarkan terdapat 8 mata kuliah

yang dapat dikembangkan. Selanjutnya dari daftar 46 mata kuliah yang diajarakan pada

Akademi Kepolisian terdapat 4 mata kuliah yang dapat dikembangkan. Dan dari 60 mata

kuliah yang diajarkan pada PPSS (Penerimaan Perwira Sumber Sarjana) terdapat 4 mata

kuliah yang dapat dikembangkan. Sedangkan dari 36 mata kuliah yang diajarkan pada

42

Page 43: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Sekolah Calon Perwira (SECAPA) terdapat 5 mata kuliah yang dapat dikembangkan.

Secara lebih rinci berbagai mata kuliah dalam berbagai lembaga pendidikan perwira Polri

di atas yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dan kekurangan pada daftar mata

kuliah pada lembaga pendidikan yang bersangkutan dapat dilihat pada matrik di bawah

ini.

Nama mata kuliah yang dapat dan yang diperlukan dikembangkan menurut

Lembaga Pendidikan Polri

NO LEMBAGA

PENDIDIKAN

MATA KULIAH YANG DAPAT

DIKEMBANGKAN

MATA KULIAH YANG

MASIH DIPERLUKAN 1 SEKOLAH PIMPINAN 1. Metode Prediksi dan Antisi

pasi. 2. Ketenagakerjaan di Indonesia.

1. Hak Asasi Manusia 2. Teknik negosiasi. 3. Resolusi konflik. 4. Pengendalian huru hara 5. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

2 P T I K 1. Hak Asasi Manusia. 2. Komunikasi Sosial. 3. Psikologi Sosial. 4. Sosiologi Hukum 5. Sosiologi. 6. Manajemen Reserse. 7. Kriminologi. 8. Manajemen Kamtibmas 9. Manajemen Intel. 10. Manajemen Sabhara

1. Undang-undang perburuhan 2. Prosedur Penyelesianan. Perselisihan Perburuhan. 3. Resolusi Konflik. 4. Teknik Negosiasi.

3 SELAPA 1. Hak Asasi Manusia. 2. Metode Prediksi dan Antisipasi. 3. Manajemen IPP. 4. Manajeman Sabhara. 5. Sosiologi. 6. Manajemen Reserse. 7. Manajemen Bimmas. 8. Kriminologi

1. Undang-undang perburuhan 2. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Perburuhan 3. Resolusi Konflik. 4. Teknik negosiasi.

4 AKADEMI KEPOLISIAN

1. Fungsi Teknis Operasional (Res, Intel,Sabh,Bimas,Lant) 2. Kriminologi. 3. Sosiologi. 4. Hukum Perburuhan

1. Hak Asasi Manusia 2. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Perburuhan 3. Resolusi Konflik. 4. Negosiasi.

5 PENERIMAAN PERWIRA SUMBER SARJANA

1. Negosiasi 2. Pelatihan HAM 3. Kriminologi. 4. Komunikasi Sosial

1. Undang-undang perburuhan 2. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 3. Resolusi Konflik.

6 SECAPA 1. Hak Asasi Manusia. 2. Psikologi Sosial. 3. Komunikasi Sosial. 4. Sosiologi Hukum. 5. Pengendalian Massa.

1. Undang-undang Perburuhan 2. Prosedur Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 3. Resolusi Konflik. 4. Teknik Negosiasi.

43

Page 44: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Sesungguhnya pihak Polri sendiri sedang melakukan evaluasi kurikulum

pendidikan Polri baik untuk tingkat Perwira maupun bintara. Hal itu ditunjukkan antara

lain lain dengan diselenggarakannya Seminar dan Lokakarya Pengembangan Kurikulum

Pendidikan Polri tanggal 23 – 24 Oktober 2001 yang merupakan kerjasama antara

Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian dengan Partnership for Government Reform in

Indonesia. Dalam makalah yang disampaikan oleh Deputi Kapolri Bidang Pendidikan dan

Latihan (Komjen Pol. Drs. Noegroho Djajoesman, antara lain dikemukakan bahwa

kurikulum pendidikan Polri untuk semua jenis terdapat lebih dari 150 jenis kurikulum

yang diopersionalkan setiap tahun. Kemudian kurikulum tersebut lebih merupakan

transformasi kultur pendidikan ABRI ke pendidikan Polri. Melihat realitas itu maka

dalam rangka pengembangan kurikulum pendidikan Polri ke depan, pedoman dalam

penyusunan kurikulum yang diusulkan meliputi:

(1) Implementasi kurikulum dan / atau formulasi kurikulum sepadat mungkin

didekatkan pada “alam nyata”.

(2) Materi pelajaran yang berkenaan dengan pekerjaan Kepolisian terutama yang

terkait dengan pengembangan ketrampilan dan kemampuan dipandang lebih tepat

diajarkan di lapangan dari pada di lembaga pendidikan.

(3) Mengintrodusir beberapa kemampuan sebagaimana diproyeksikan kepada

tantangan tugas Polisi di massa datang (HAM, Manajemen, Komunikasi, Muatan

Lokal dan sebagainya).

(4) Mengidentifikasi dan memilih / menentukan mata kuliah / mata pelajaran secara

efektif untuk menghindari ketumpangtindihan materi tiap-tiap jenis pendidikan.

(5) Proses pembelajaran berorientasi kepada pendekatan “problem solving” dan

“actual case study”.

(6) Program-program pendidikan, pendidikan kejuruan perwira akan ditinjau kembali,

kecuali fungsi investigasi yang memang sudah “mendunia” dan untuk program

pendidikan yang sifatnya pengembangan ketrampilan cukup dilaksanakan dalam

bentuk pelatihan lapangan pada masing-masing satuan.

(7) Formulasi kurikulum berorientasi pada kebutuhan lapangan, peningkatan daya

pikir Polri profesional dengan gerak yang tinggi (mobilitas dan ketrampilan).

44

Page 45: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

(8) Menyusun suatu kerangka kurikulum yang serasi dengan kebutuhan tugas, selaras

dengan perkembangan jaman dan tingkat kemampuan input, berkait antara satu

dengan pendidikan Perwira lainnya serta berlanjut bagi yang diperuntukkan

melanjutkan yang lebih tinggi.

(9) Sebagai perwujudan pendidikan profesi kedinasan, maka proyeksi kurikulum

dibagi dalam bobot teori minimal 30 % / maksimal 40 % dan praktek 70 % / 60 %

(Lihat, Dediklat Kapolri, 2001: 9-13).

Sementara itu Tim Kerja Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta (2001) dalam

Evaluasi Kurikulum Pendidikan Perwira Polri menyimpulkan bahwa kemampuan lulusan

Lembaga Pendidikan Polri bervariasi yaitu:

(1) Lulusan Secapa memiliki kemampuan dasar kepolisian yang baik namun kurang

keberanian bertindak, khususnya terhadap bintara seangkatan.

(2) Lulusan Akpol kurang siap menghadapi masalah di lapangan dan ragu bertindak.

Selain itu mereka juga ragu bertanya kepada senior.

(3) Lulusan PPSS memiliki sikap ragu-ragu untuk bertindak dan kurang mampu

memimpin bawahan.

(4) Lulusan Selapa umumnya memiliki kemampuan untuk memimpin dan

mengambil keputusan.

(5) Lulusan PTIK memiliki kemampuan untuk memimpin dan menangani masalah di

lapangan.

(6) Lulusan semua Lemdik Pa Polri kurang menguasai unsur-unsur tindak pidana,

mereka hanya menguasai secara teoritik sehingga diperlukan metode

pembelajaran yang dapat membangkitkan kreativitas dan ketrampilan untuk

mendukung tugas lapangan (Lihat Tim Kerja PTIK 2001: hal 8).

Sementara itu berdasarkan hasil Focus Group Discussion oleh Tim Kerja dengan

pengguna lulusan pada tingkat POLDA (Kapolda, Para Kadit, Kapolwil, dan Kapolres)

antara lain disimpulkan bahwa :

“Kurikulum perlu memuat muatan-muatan yang relevan dengan pelaksanaan tugas Polri di masyarakat seperti HAM, Sosial Budaya, Antropologi, Hukum, Psikologi Massa, Ekonomi, Negosiasi, dan Teknologi Informasi . . . “ (Tim Kerja PTIK, 2001: 7).

45

Page 46: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Analisa kurikulum ini menunjukkan bahwa pihak Polri sendiri sudah siap untuk

melakukan perbaikan mendasar dalam pendidikan Perwira Polri agar sesuai dengan

tuntutan pekerjaan di lapangan. Oleh karena itu terkait dengan peran Polri dalam

memastikan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja maka komponen

kurikulum yang berhubungan dengan undang-undang perburuhan dan prosedur

penyelesian perselisihan perburuhan juga akan diperlukan.

46

Page 47: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengetahuan personel polisi terhadap asas-asas mendasar dan hak untuk bekerja

Pada umumnya responden perwira polisi yang diwawancarai mempunyai

pengetahuan yang cukup memadai terhadap prinsip-prinsip hak-hak mendasar di tempat

kerja kecuali untuk beberapa isu. Responden mengetahui bahwa adalah merupakan hak

bagi serikat buruh untuk berserikat dan demikian pula adalah merupakan hak bagi

pengusaha untuk mengorganisasikan diri (Tabel 1). Selaras dengan itu responden

mengetahui bahwa buruh mempunyai hak untuk berunding secara kolektif (Tabel 3).

Namun ketika hal itu dikaitkan dengan hak anggota Polisi dan tentara, responden tidak

mengakuinya sebagai hak (Tabel 1). Hal ini dapat dipahami karena memang dalam

doktrin pendidikan mereka anggota polisi lebih ditekankan sebagai pengabdi masyarakat

dan tidak mengutamakan kepentingan sendiri. Apalagi dalam tradisi komando

kemiliteran yang mendominasi budaya polisi begitu lama, maka alternatif organisasi di

luar komando dipandang sebagai tidak lajim.

Terkait dengan perlindungan hak untuk berorganisasi, terdapat satu aspek yang

masih mendominasi pikiran responden yakni bahwa pemerintah mempunyai hak untuk

membubarkan organisasi serikat pekerja maupun organisasi pengusaha (Tabel 2).

Pendekatan sekuriti dalam menjaga ketertiban masyarakat yang menempatkan suatu

organisasi dapat menjadi ancaman gangguan keamanan ketertiban mewarnai sikap itu.

Isu lain yang belum serasi dengan jiwa prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di

tempat kerja adalah tentang batasan usia minimum anak untuk bekerja dalam keadaan

normal atau dalam sistuasi khusus. Responden cenderung menyebut usia di atas dari yang

diakui dalam Konvensi ILO yaitu 15 tahun (Tabel 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12). Barangkali hal

ini dipengaruhi oleh konsentrasi polisi dalam hal usia mengacu kepada ketentuan pidana

yakni berdasarkan Undang-undang Pengadilan Anak, kategori anak adalah mereka yang

berusia antara 8 tahun hingga 18 tahun.

Mengenai larangan kerja paksa dalam berbagai bentuk, responden secara mutlak

mengetahui hal itu (Tabel 5). Namun ketika isunya mengenai wajib kerja yang dilakukan

47

Page 48: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

oleh pemerintah, responden cenderung membolehkannya karena hal itu mungkin

dianggap sama dengan wajib militer (Tabel 4).

Mengenai pekerjaan terburuk untuk anak seluruh responden mempunyai

pengetahuan yang tepat bahwa hal itu tidak boleh terjadi karena rumusan tersebut sangat

dekat dengan rumusan tindak pidana (Tabel 13).

Perlakuan yang berbeda dalam memberikan upah dan jabatan berdasarkan jenis

kelamin atau berdasarkan perbedaan ras, kelas sosial, agama, dan keyakinan politik dapat

dipahami oleh responden sebagai tidak boleh dilakukan. Namun ketika hal itu

berhubungan dengan pekerjaan yang mempunyai resiko tinggi, maka responden

cenderung membenarkan bila terjadi diskriminasi berdasarkan jenis kelamin (Tabel 14).

Secara keseluruhan pengetahuan responden tentang prinsip-prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja sudah cukup memadai, hanya saja masih perlu diperbaiki,

khususnya yang terkait dengan peran pemerintah dan pendekatan sekuriti dalam

menegakkan ketertiban sosial.

Pengetahuan responden tentang prosedur penyelesaian perselisihan perindustrian

Pemahaman responden terhadap prosedur penyelesaian perselisihan perburuhan

sendiri tidak dapat diidentifikasi meskipun responden Perwira Mabes Polri menyatakan

bahwa dalam organisasi Polri terdapat petunjuk pelaksanaan dalam penanganan

perselisihan perburuhan (Tabel 23). Hal ini tidak konsisten dengan pengakuan bahwa

pihak Polri kurang memberikan informasi terbaru yang berhubungan dengan masalah

perburuhan (Tabel 21). Meskipun demikian bila diidentifikasi berdasarkan pengalaman

menangani perselisihan perburuhan, pada umumnya penanganan diarahkan untuk

negosiasi atau mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik, selain menekankan peran

menjaga keamanan dan ketertiban, diikuti dengan peran penyelidikan dan penyidikan

tndak pidana bila terjadi ekses ketika terjadi perselisihan perburuhan.

Peraturan perundangan dan petunjuk pelaksanaan dalam mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat kerja

Sesungguhnya dilihat dari peraturan perundangan yang mendasar, yakni Undang-

undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, maupun Undang-undang tentang

48

Page 49: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 sudah secara cukup menjadi

landasan bagi Polri untuk mewujudkan prinsip-prinsip dan hak-hak mendasar di tempat

kerja. Meskipun demikian agar dalam melaksanakan tugas pihak Polri lebih dapat

melakukan fungsinya sesuai dengan peran yang diberikan oleh undang-undang, masih

perlu menunggu terbitnya Undang-undang tentang Prosedur Penyelesian Perselisihan

Perburuhan. Karena polisi lajim bekerja dengan hanya mengacu pada ketentuan pidana

yang umum (KUHP dan KUHAP) maka dalam hal pelaksanaan fungsi menjaga

ketertiban dan keamanan ketika terjadi perselisihan perburuhan masih diperlukan

petunjuk lapangan yang rinci dan aplikatif bagi petugas di tingkat depan yang langsung

menangani peristiwa. Memang terdapat buku petunjuk lapangan yang ditujukan kepada

organisasi polisi kewilayahan mulai dari Polda sampai dengan Polsek, namun tidak

secara khusus memberi perhatian pada prosedur penyelesaian perselisihan perburuhan

dan bahkan masih menempatkan pemogokan buruh sebagai bagian dari gangguan

keamanan dan ketertiban.

Kemampuan organisasi polisi dalam menangani perselisihan perburuhan

Berdasarkan telaah struktur organisasi Polri tampak bahwa secara organisasional

Polri mempunyai kemampuan untuk menegakkan keamanan dan ketertiban ketika terjadi

perselisihan perburuhan. Kemampuan tersebut secara organisasional terletak dari peran

organisasi tingkat POLRES yang mempunyai unit pelaksana utama pada tingkat

POLSEK. Selanjutnya unit-unit kerja operasional yang mempunyai peran besar dalam

menjaga keamanan dan ketertiban ketika terjadi perselisihan perburuhan adalah Satuan

Samapta Bhayangkara (SABHARA) yang dalam keadaan mendesak dapat dibantu oleh

satuan Brimob. Namun demikian unit operasional ini yang meskipun bekerja selama 24

jam sehari dan secara langsung berhubungan dengan masyarakat, dalam lingkungan Polri

tidak dianggap sebagai unit kerja yang bergengsi bila dibandingkan dengan unit reserse

yang akan dapat mempengaruhi etos kerja.

Kemampuan organisasi Polri dikhawatirkan akan dapat dipengaruhi oleh tingkat

mobilitas personel dalam arti mutasi dari satu daerah ke daerah lain. Pada tingkat perwira

hasil pendidikan AKPOL atau PPSS barangkali dapat terjadi hal tersebut, namun

penempatan tugas seorang perwira di suatu tempat paling tidak akan berlangsung selama

49

Page 50: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

3 tahun. Pada tataran bintara, mutasi ke daerah lain akan membutuhkan waktu yang lebih

lama, dan ini kondisi yang kondusif bagi unsur pelaksana utama untuk pengenalan medan

para anggotanya.

Kurikulum pendidikan Polri

Kurikulum pendidikan Polri yang ada selama ini yang masih dipengaruhi oleh

pendekatan militeristik dirasakan sebagai kendala dalam menghasilkan perwira Polri

yang handal dengan pendekatan “civilian” yang selaras dengan kebutuhan masyarakat.

Meskipun demikian secara internal sudah disadari bahwa perlu dilakukan perubahan

mendasar dalam kurikulum maupun pola pendidikan Polri yang sesuai dengan kebutuhan

kerja yang nyata.

Saran Dalam rangka meningkatkan pemahaman dan kemampuan anggota Polri serta

meningkatkan kemampuan kelembagaan Polri dalam menegakkan keamanan dan

ketertiban dalam perselisihan industrial, maka berdasarkan hasil-hasil penelitian ini dapat

disarankan sejumlah langkah yang perlu ditempuh oleh Polri.

(1) Mengingat bahwa pemahaman anggota Polri tentang prinsip-prinsip dan hak-hak

mendasar di tempat kerja masih perlu ditingkatkan, maka penataran terhadap

anggota Polri baik melalui pendidikan kedinasan maupun sesi khusus di tingkat

organisasi operasional kewilayahan (POLRES) perlu dilakukan sebagai kegiatan

rutin.

(2) Kurikulum pendidikan Polri dalam pendidikan kedinasan yang berhubungan

dengan penanganan perselisihan perburuhan harus diberikan dengan pendekatan

aplikatif berdasarkan studi kasus dan simulasi dalam bentuk berbagai materi

perkuliahan, misalnya negosiasi, pengendalian masa, resolusi konflik.

(3) Perlu memberikan prioritas utama kepada fungsi Sabhara yang akan merupakan

unit operasional terdepan dalam menangani perselisihan perburuhan. Oleh karena

itu prosedur kerja dan pembinaan profesi unit operasional ini harus dievaluasi

untuk dirumuskan ulang peran konkritnya agar supaya sesuai dengan kebutuhan

kerja.

50

Page 51: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

(4) Fungsi-fungsi operasional yang lain, seperti Binamitra, Intelijen, dan Reserse,

harus ditingkatkan fungsi koordinasinya dalam rangka mendukung pelaksanaan

fungsi Sabhara.

(5) Bantuan tenaga Brigade Mobil yang berada di luar struktur operasional Polres

perlu dievaluasi apakah secara koordinatif akan mampu membantu tugas Polres

secara cepat bila diperlukan.

(6) Dalam program pelatihan yang bersifat baru akan diperlukan latihan untuk

pelatih. Dalam kaitan ini sebaiknya calon pelatih tersebut diseleksi di antara para

perwira pertama dan atau perwira menengah yang bertugas di Lemdiklat yang

masih baru (tahun pertama) dalam penempatannya, untuk mengantisipasi bahwa

perwira tersebut masih cukup lama berada di Lemdiklat sehingga akan berfungsi

sebagai pelatih dalam waktu yang relatif lama pula.

51

Page 52: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

DAFTAR PUSTAKA

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,

Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian Tingkat Polwil/Tabes dan Polda, Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1540/IX/1998, Tanggal 30 September 1998.

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,

Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian Tingkat Polres/Ta/Tabes, Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1543/IX/1998, Tanggal 30 September 1998.

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia,

Buku Petunjuk Lapangan Manajemen Operasional Kepolisian Tingkat Polsek/Ta, Surat Keputusan Kapolri No. Pol. Skep/1539/IX/1998, Tanggal 30 September 1998.

CEACR, (Indonesia@ref) List of Indonesian Labour Cases CEACR, Cases (s) No(s). 2236, Report No. 331 (Indonesia): Complaint against the

Government of Indonesia presented by the Chemical, Energy and Mine Workers’ Union (Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi dan Pertambangan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia – DPP SP Kep SPSI).

Bayley, David H., and James Garofalo, “The Management of Violence By Police Patrol

Officers”, Criminology, Vol. 27, Number 1, 1989. Djajoesman, Noegroho, Komjen. Pol. (Deputi Kapolri Bidang Pendidikan dan Latihan),

“Pembinaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Polri untuk Mencapai Perwira Polri Profesional (Dalam Konteks Pendekatan 10 Komponen Dik)”, makalah disampaikan pada Seminar & Lokakarya tentang Pengembangan Kurikulum Pendidikan Perwira Polri, diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian bekerjasama dengan Partnership for Governance Reform in Indonesia, Jakarta: Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, 23 s/d 24 Oktober 2001.

Grant II, Don Sherman, and Michael Wallace, “Why Do Strikes Turn Violent?”,

American Journal of Sociology, Vol. 96, No. 5, March 1991. http://www.polri.go.id/aboutus/brmobggn.php http://www.polri.go.id/aboutus/bimas.php http://www.polri.go.id/aboutus/intel.pdp http://www.polri.go.id/aboutus/sabhara.php

52

Page 53: ILO Declaration Project on Police Training fileSelain itu dalam gerak perubahan Polri, ... Universitas Indonesia sebagai External Collaborator dari The International Labour Office

http://www.polri.go.id/aboutus/serse.php Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39

Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia; Standar Hak Asasi Manusia Internasional Untuk Penegak Hukum, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Polri, Agustus 2001.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO

Convention No. 105 Concerning The Abolition of Forced Labour (Konvensi ILO Mengenai Penghapusan Kerja Paksa).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO

Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO

Convention No. 111 Concerning Discrimination in Respect of Employment and Occupation (Konvensi ILO Mengenai Diskriminasi Dalam Pekerjaan dan Jabatan).

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Konvensi ILO No.

182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.

Undang-undang Repubik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Quinn, Patrick, Kebebasan Berserikat dan Perundingan Bersama: Sebuah Studi tentang

Pengalaman Indonesia 1998-2003, International Labour Organization, Jakarta Office, Mei 2003.

Tim Kerja Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Ringkasan Eksekutif Evaluasi Kurikulum

Lembaga Pendidikan Perwira Polri, Jakarta 2001.

53