Ikakom Asma
-
Upload
farah-sonya-anastasya -
Category
Documents
-
view
234 -
download
0
Transcript of Ikakom Asma
-
7/24/2019 Ikakom Asma
1/17
ASTHMA
A. DEFINISI
Asma merupakan penyakit gangguan inflamasi kronis saluran pernafasan yang
dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversible dangejala pernafasan. Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang
melibatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperesponsif jalan napas yang menimbulkan gejala episodik berulang berupa mengi,
sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari.
Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan
seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan.
B. EPIDEMIOLOGIDi Amerika kunjungan pasien asma berjenis kelamin perempuan di bagian
gawat darurat dan akhirnya memerlukan perawatan di rumah sakit dua kali lebih
banyak daripada pasien pria. Prevalensi asma didunia mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun terutama pada anak anak. Asma merupakan sepuluh besar penyebab
kesakitan dan kematian di Indonesia, hal itu tergambar dari data studi survei
kesehatan rumah tangga !"#$%& di berbagai propinsi di Indonesia. "urvei kesehatan
rumah tangga !"#$%& '()* menunjukkan asma menduduki urutan ke-+ dari '
penyebab kesakitan !morbiditi& bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema.
Pada "#$% '((, asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian
!mortaliti& ke- di Indonesia atau sebesar +,* /. %ahun '((+, prevalensi asma di
seluruh Indonesia sebesar '01 ', dibandingkan bronkitis kronik ''1 ' dan
obstruksi paru 1 '
C. FAKTOR RISIKO ASMA
$isiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu !host
fa2tor& dan faktor lingkungan. 3aktor pejamu disini termasuk predisposisi genetik
yang mempengaruhi untuk berkembangnya asma, yaitu genetik asma, alergik !atopi& ,
hipereaktiviti bronkus, jenis kelamin dan ras. 3aktor lingkungan mempengaruhi
individu dengan ke2enderungan1 predisposisi asma untuk berkembang menjadi asma,
menyebabkan terjadinya eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma
menetap. %ermasuk dalam faktor lingkungan yaitu alergen, sensitisasi lingkungan
kerja, asap rokok, polusi udara, infeksi pernapasan !virus&, diet, status sosioekonomi
1 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
2/17
dan besarnya keluarga. Interaksi faktor genetik1 pejamu dengan lingkungan dipikirkan
melalui kemungkinan 4
- pajanan lingkungan hanya meningkatkan risiko asma pada individu dengan
genetik asma,
- 5aik lingkungan maupun genetik masing-masing meningkatkan risiko penyakit
asma.
1. Faktor pejamuAsma adalah penyakit yang diturunkan telah terbukti dari berbagai penelitian.
Predisposisi genetik untuk berkembangnya asma memberikan bakat1
ke2enderungan untuk terjadinya asma. 3enotip yang berkaitan dengan asma,
dikaitkan dengan ukuran subjektif !gejala& dan objektif !hipereaktiviti bronkus,
kadar IgE serum& dan atau keduanya. #arena kompleksnya gambaran klinis asma,
maka dasar genetik asma dipelajari dan diteliti melalui fenotip-fenotip perantara
yang dapat diukur se2ara objektif seperti hipereaktiviti bronkus, alergik1 atopi,
walau disadari kondisi tersebut tidak khusus untuk asma. 5anyak gen terlibat
dalam patogenesis asma, dan beberapa kromosom telah diidentifikasi berpotensi
menimbulkan asma, antara6lain 7D), I8P5+, 77$, 7D, I9($,:;"', reseptor
agonis beta, 8"%P'< dan gen-gen yang terlibat dalam menimbulkan asma dan
atopi yaitu I$3, I9-0,Il-, I9-+, I9-'0, I9-(, 7"3 8$9', AD$5, 7D',
=9AD, %:3A, %7$8, I9-*, %7$5, %>;D dan sebagainya.
Genetik mengontrol respons imun. 8en-gen yang berlokasi pada kompleks
=9A !human leu2o2yte antigen& mempunyai 2iri dalam memberikan respons imun
2 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
3/17
terhadap aeroalergen. #ompleks gen =9A berlokasi pada kromosom *p dan terdiri
atas gen kelas I, II dan III dan lainnya seperti gen %:3-?. 5anyak studi populasi
mengamati hubungan antara respons IgE terhadap alergen spesifik dan gen =9A
kelas II dan reseptor sel %, didapatkan hubungan kuat antara =9A alel D$5'@'+
dengan respons terhadap alergen Amb av
Genetik mengontrol sitokin proinflamasi. #romosom '',','0 memiliki
berbagai gen yang penting dalam berkembangnya atopi dan asma. 3enotip alergik
dikaitkan dengan kromosom '', kromosom ' mengandung gen yang mengkode
I3:- , mast cell growth factor, insulin-like growth factor dan nictric oxide
synthase. "tudi berkesinambungan menunjukkan ada ikatan positif antara petanda-
petanda pada lokus ', asma dan IgE, demikian pula kromosom ' dan '(.
>utasi pada kluster-kluster gen sitokin pada kromosom + dihipotesiskan sebagai
predisposisi terjadinya asma. 5erbagai gen pada kromosom + berperan dalam
progresiviti inflamasi baik pada asma maupun atopi, yaitu gen yang mengkode
sitokin I9-0, I9-, I9-+, I9-(, I9-', I9-'0, dan 8>7"3. Interleukin- sangat
penting dalam respons imun atopi, baik dalam menimbulkan diferensiasi sel %h
maupun merangsang produksi IgE oleh sel 5. 8en I9- dan gen-gen lain yang
mengatur regulasi ekspresi I9- adalah gen yang berpredisposisi untuk terjadi asma
dan atopi.
. Faktor !"#$ku#$a#
Alergen dan sensitisasi bahan lingkungan dipertimbangkan adalah penyebab
utama asma, dengan pengertian faktor lingkungan tersebut pada awalnya
mensensitisasi jalan napas dan mempertahankan kondisi asma tetap aktif dengan
men2etuskan serangan asma atau menyebabkan menetapnya gejala.
D. PATOFISIOLOGI
3 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
4/17
%rigger !pemi2u& yang berbeda-beda dapat menyebabkan eksaserbasi asma
oleh karena inflamasi saluran pernafasan atau bronkospasme akut atau keduanya.
"esuatu yang dapat memi2u terjadinya serangan asma sangat bervariasi antara satu
individu dengan individu yang lainnya dan dari waktu ke waktu yang lain. 5eberapa
hal diantaranya adalah, alergen, polusi udara, infeksi saluran nafas, perubahan 2ua2a,
makanan, obat atau ekspresi emosi yang berlebihan. >ekanisme keterbatasan udara
yang bersifat akut ini bervariai sesuai dengan rangsangan. Alergen akan memi2u
terjadinya bronkokontriksi akibat dari pelepasan mediator kimiawi dari hasil interaksi
IgE dependent dari sel mast dengan alergen. >ediator kimiawi yang termasuk
didalamnya adalah histamin, prostaglandin, leukotrien, sehingga akan terjadi
kontraksi otot polos. #eterbatasan aliran udara ini dapat terjadi karena pada saluran
nafas pada pasien asma sangat hiperresponsif terhadap berbagai ma2am rangsangan.
Pada kasus asma akut mekanisme yang menyebabkan bronkokontriksi terdiri dari
kombinasi antara pelepasan mediator inflamasi dan dan rangsangan yang bersifat
lokal atau refleks saraf pusat. Akibatnya keterbatasan aliran udara timbul oleh karena
adanya pembengkakan dinding saluran nafas dengan atau tanpa kontraksi otot polos.
Peningkatan permeabilitas dan kebo2oran mikrovaskular berperan terhadap penebalan
dan pembekakan pada sisi luar otot polos saluran pernafasan.
Penyempitan saluran nafas yang bersifat progresif yang disebabkan oleh
inflamasi saluran pernafasan atau peningkatan tonus otot polos bronkioler merupakan
gejala serangan asma akut dan berperan terhadap peningkatan resistensi aliran,
hiperinflasi pulmoner dan ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi. Apabila tidak
dilakukan koreksi terhadap obstruksi saluran nafas ini akan terjadi gagal nafas yang
merupakan konsekuensi dari peningkatan kerja pernafasan, inefisiensi pertukaran gas
dan kelelahan otot pernafasan. .
;bstruksi aliran udara merupakan merupakan gangguan terpenting pada asma
akut. 8angguan ini akan menghambat aliran udara selama inspirasi dan ekspirasi yang
dapat dinilai dengan tes fungsi paru yang sederhana seperti peak eBpratory flow rate
!PE3$& dan 3EC' !3or2ed EBpiration volume&. #etika terjadi obstruksi aliran udara
saat ekspirasi yang relatif 2ukup berat maka akan menyebabkan pertukaran udara
yang ke2il untuk men2egah kembalinya tekanan alveolar terhadap tekanan atmosfer
maka akan terjadi hiperinflasi dinamik. 5esarnya inflasi dapat dinilai dengan derajat
penurunan kapasitas 2adangan fungsional dan volume 2adangan. 3enomena ini dapat
juga diliat melalui pemeriksaan foto torak yang memperlihatkan volume paru yang
4 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
5/17
membesar dan diafragma yang mendatar. =iperinflasi dinamik terutama berhubungan
dengan peningkatan aktivitas otot pernafasan, mungkin sangat berpengaruh terhadap
tampilan kardiovaskular. =iperinflasi paru akan meningkatkan after load pada
ventrikel kanan oleh karena peningkatan efek kompresi langsung terhadap pembuluh
darah paru.
Airway Remodeling. Proses inflamasi kronik pada asma akan meimbulkan
kerusakan jaringan yang se2ara fisiologis akan diikuti oleh proses penyembuhan
!healing pro2ess& yang menghasilkan perbaikan !repair& dan pergantian selsel
mati1rusak dengan sel-sel yang baru. Proses penyembuhan tersebut melibatkan
regenerasi1perbaikan jaringan yang rusak1injuri dengan jenis sel parenkim yang sama
dan pergantian jaringan yang rusak1injuri dengan jaringan peyambung yang
menghasilkan jaringan skar. Pada asma, kedua proses tersebut berkontribusi dalam
proses penyembuhan dan inflamasi yang kemudian akan menghasilkan perubahan
struktur yang mempunyai mekanisme sangat kompleks dan banyak belum diketahui
dikenal dengan airway remodeling. >ekanisme tersebut sangat heterogen dengan
proses yang sangat dinamis dari diferensiasi, migrasi, maturasi, dediferensiasi sel
sebagaimana deposit jaringan penyambung dengan diikuti oleh restitusi1pergantian
atau perubahan struktur dan fungsi yang dipahami sebagai fibrosis dan peningkatanotot polos dan kelenjar mukus.
Pada asma terdapat saling ketergantungan antara proses inflamasi dan
remodeling. Infiltrasi sel-sel inflamasi terlibat dalam proses remodeling, juga
komponen lainnya seperti matriks ekstraselular, membran retikular basal, matriks
interstisial,fibrogenic growth factor, protease dan inhibitornya, pembuluh darah, otot
polos, kelenjar mukus. Perubahan struktur yang terjadi 4
=ipertrofi dan hiperplasia otot polos jalan napas
=ipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus
Penebalan membran reti2ular basal
Pembuluh darah meningkat
>atriks ekstraselular fungsinya meningkat
Perubahan struktur parenkim
Peningkatanfibrogenic growth factor menjadikan fibrosis
Airway remodeling merupakan fenomena sekunder dari inflamasi atau
merupakan akibat inflamasi yang terus menerus !longstanding inflammation&.
#onsekuensi klinis airway remodeling adalah peningkatan gejala dan tanda asma
5 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
6/17
seperti hipereaktiviti jalan napas, masalah distensibiliti1regangan jalan napas dan
obstruksi jalan napas. "ehingga pemahaman airway remodeling bermanfaat dalam
manajemen
E. DIAGNOSIS
"tudi epidemiologi menunjukkan asma underdiagnosed di seluruh dunia,
disebabkan berbagai hal antara lain gambaran klinis yang tidak khas dan beratnya
penyakit yang sangat bervariasi, serta gejala yang bersifat episodik sehingga penderita
tidak merasa perlu ke dokter. Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat
episodik, gejala berupa batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti
yang berkaitan dengan 2ua2a. Anamnesis yang baik 2ukup untuk menegakkan
6 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
7/17
diagnosis, ditambah dengan pemeriksaan dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.
1. Anamnesis
Informasi anamnesis yang didapatkan dari pasien biasanya ditemukan 4
- 5ersifat Episodik seringkali reversible dengan atau tanpa pengobatan.
- 8ejalanya dapat berupa batuk !biasanya disertai ataupun tidak disertai dahak&,
sesak nafas1kesulitan bernafas, rasa berat di dada
- 8ejala pada umumnya lebih berat pada malam hari dan pagi hari
- 8ejala lebih berat pada musim-musim tertentu
- 8ejala diawali dari faktor pen2etus yang bersifat individual.
- $espon terhadap pemberian bronkodilator
- $iwayat asama1alergi pada keluarga
2. emeriksaan !isik
Adanya bantuan otot pernafasan pada inspeksi pemeriksaa fisik dapat
menunjukan derajat sesak nafas yang dirasakan pasien. Perhatikan pula adanya
retraksi dinding dada yang mungkin dapat terjadi. 3rekuensi pernafasan dan ada
tidaknya pulsus paradoksus juga harus diperhatikan karena dapat menentukan
beratnya asma.
#elainan pemeriksaan fisik yang paling umum ditemukan pada
auskultasi adalah mengi. Pada sebagian penderita, auskultasi dapat terdengar
normal walaupun pada pengukuran objektif !faal paru& telah terdapat
penyempitan jalan napas. ;leh karena itu, pemeriksaan fisik akan sangat
membantu diagnosis jika pada saat pemeriksaan terdapat gejala-gejala obstruksi
saluran pernapasan !7hung, &
". emeriksaan enun#ang
Pengukuran faal paru sangat berguna untuk meningkatkan nilai diagnostik. Ini
disebabkan karena penderita asma sering tidak mengenal gejala dan kadar
keparahannya, demikian pula diagnosa oleh dokter tidak selalu akurat. 3aal paru
menilai derajat keparahan hambatan aliran udara, reversibilitasnya, dan membantu
kita menegakkan diagnosis asma. Pengukuran faal paru digunakan untuk menilai4
obstruksi jalan napas
reversibiliti kelainan faal paru
variabiliti faal paru, sebagai penilaian tidak langsung hiperes-ponsif jalan
napas
7 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
8/17
5anyak parameter dan metode untuk menilai faal paru, tetapi yang telah
diterima se2ara luas !standar& dan mungkin dilakukan adalah pemeriksaan
spirometri dan arus pun2ak ekspirasi !APE&.
a. "pirometri
Pengukuran volume ekspirasi paksa detik pertama !CEP'& dan kapasiti
vital paksa !#CP& dilakukan dengan manuver ekspirasi paksa melalui
prosedur yang standar. Pemeriksaan itu sangat bergantung kepada kemampuan
penderita sehingga dibutuhkan instruksi operator yang jelas dan kooperasi
penderita. ntuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari -
0 nilai yang reproducible dan acceptable. ;bstruksi jalan napas diketahui dari
nilai rasio CEP'1 #CP F+/ atau CEP' )/ nilai prediksi. >anfaat
pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma 4 ;bstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio CEP'1 #CP F+/ atau
CEP' )/ nilai prediksi.
$eversibiliti, yaitu perbaikan CEP' G '+/ se2ara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator !uji bronkodilator&, atau setelah pemberian
bronkodilator oral '-' hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
!inhalasi1 oral& minggu. $eversibiliti ini dapat membantu diagnosis
asma
>enilai derajat berat asma
b. Arus Pun2ak Ekspirasi
:ilai APE dapat diperoleh melalui pemeriksaan spirometri atau
pemeriksaan yang lebih sederhana yaitu dengan alat peak expiratory flow
meter !PE3 meter& yang relatif sangat murah, mudah dibawa, terbuat dari
plastik dan mungkin tersedia di berbagai tingkat layanan kesehatan termasuk
puskesmas ataupun instalasi gawat darurat. Alat PE3 meter relatif mudah
digunakan1 dipahami baik oleh dokter maupun penderita, sebaiknya digunakan
penderita di rumah sehari-hari untuk memantau kondisi asmanya. >anuver
pemeriksaan APE dengan ekspirasi paksa membutuhkan koperasi penderita
dan instruksi yang jelas.
>anfaat APE dalam diagnosis asma 4
8 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
9/17
$eversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE G '+/ setelah inhalasi
bronkodilator !uji bronkodilator&, atau bronkodilator oral '-' hari,
atau respons terapi kortikosteroid !inhalasi1 oral , minggu&
Cariabiliti, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama '- minggu. Cariabiliti juga dapat digunakan
menilai derajat berat penyakit !lihat klasifikasi&
:ilai APE tidak selalu berkorelasi dengan parameter pengukuran faal paru
lain, di samping itu APE juga tidak selalu berkorelasi dengan derajat berat
obstruksi. ;leh karenanya pengukuran nilai APE sebaiknya dibandingkan
dengan nilai terbaik sebelumnya, bukan nilai prediksi normal< ke2uali tidak
diketahui nilai terbaik penderita yang bersangkutan.
F. KLASIFIKASI ASMA
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. #lasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan peren2anaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan. 5erat penyakit asma diklasifikasikan berdasarkan
gambaran klinis sebelum pengobatan dimulai.
$era#at asma berdasarkan gambaran klinis
G. PENATALAKSANAAN
9 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
10/17
1. Farmako!o$"%
>enurut PDPI !*&, medikasi asma dapat diberikan melalui berbagai 2ara
seperti inhalasi, oral dan parenteral. Dewasa ini yang laHim digunakan adalah melalui
inhalasi agar langsung sampai ke jalan napas dengan efek sistemik yang minimal
ataupun tidak ada. >a2amma2am pemberian obat inhalasi dapat melalui inhalasi
dosis terukur !ID%&, ID% dengan alat bantu !spacer&, $ry powder inhaler !DPI&,
breath%actuated ID%, dan nebuli&er. >edikasi asma terdiri atas pengontrol
!controllers& dan pelega !relie'er&.
Pengontrol !2ontrollers& adalah medikasi asma jangka panjang, terutama
untuk asma persisten, yang digunakan setiap hari untuk menjaga agar asma tetap
terkontrol !PDPI, *&. >enurut PDPI !*&, pengontrol, yang sering disebut
sebagai pen2egah terdiri dari4
'. 8lukokortikosteroid inhalasi dan sistemik
.(eukotriene modifiers
0. Agonis - kerja lama !inhalasi dan oral&
. >etilsantin !teofilin&
+. #romolin !"odium #romoglikat dan :edokromil "odium&
Pelega !$eliever& adalah medikasi yang hanya digunakan bila diperlukan
untuk 2epat mengatasi bronkokonstriksi dan mengurangi gejala gejala asma. Prinsip
kerja obat ini adalah dengan mendilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada, dan batuk. Akan tetapi golongan obat ini tidak
memperbaiki inflamasi jalan napas atau menurunkan hipersensitivitas jalan napas.
Pelega terdiri dari4
'. Agonis - kerja singkat
. #ortikosteroid sistemik
0. Antikolinergik !Ipratropium bromide&
. >etilsantin
>enurut 8I:A !(&, pengobatan berdasarkan derajat asma dibagi menjadi4
'. A%ma I#term"te#
a. mumnya tidak diperlukan pengontrol
10 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
11/17
b. 5ila diperlukan pelega, agonis - kerja singkat inhalasi dapat diberikan.
Alternatif dengan agonis - kerja singkat oral, kombinasi teofilin kerja singkat
dan agonis - kerja singkat oral atau antikolinergik inhalasi
2. 5ila dibutuhkan bronkodilator lebih dari sekali seminggu selama tiga bulan,maka sebaiknya penderita diperlakukan sebagai asma persisten ringan
. A%ma Per%"%te# R"#$a#
a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan men2egah
progresivitas asma, dengan pilihan4
8lukokortikosteroid inhalasi dosis rendah !diberikan sekaligus atau terbagi
dua kali sehari& dan agonis - kerja lama inhalasi
5udenoside 4 Jg1hari
3luti2asone propionate 4 '+ Jg1hari
%eofilin lepas lambat
#romolin
(eukotriene modifiers
b.Pelega bronkodilator !Agonis - kerja singkat inhalasi& dapat diberikan bilaperlu
0. A%ma Per%"%te# Se&a#$
a. Pengontrol diberikan setiap hari agar dapat mengontrol dan men2egah
progresivitas asma, dengan pilihan4
8lukokortikosteroid inhalasi !terbagi dalam dua dosis& dan agonis - kerja
lama inhalasi
5udenoside4 ) Jg1hari
3luti2asone propionate 4 ++ Jg1hari 8lukokortikosteroid inhalasi !) Jg1hari& ditambah teofilin lepas
lambat
8lukokortikosteroid inhalasi !) Jg1hari& ditambah agonis - kerja
lama oral
8lukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi !K) Jg1hari&
8lukokortikosteroid inhalasi !) Jg1hari& ditambah leukotriene
modifiers
b. Pelega bronkodilator dapat diberikan bila perlu
L Agonis - kerja singkat inhalasi4 tidak lebih dari 0 kali sehari, atauL Agonis - kerja singkat oral, atau
11 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
12/17
L #ombinasi teofilin oral kerja singkat dan agonis - kerja singkat
L %eofilin kerja singkat sebaiknya tidak digunakan bila penderita telah
menggunakan teofilin lepas lambat sebagai pengontrol
2. 5ila penderita hanya mendapatkan glukokortikosteroid inhalasi dosis rendah
dan belum terkontrol< maka harus ditambahkan agonis - kerja lama inhalasid. Dianjurkan menggunakan alat bantu 1 spacer pada inhalasi bentuk ID% atau
kombinasi dalam satu kemasan agar lebih mudah.
. A%ma Per%"%te# Berat
L %ujuan terapi ini adalah untuk men2apai kondisi sebaik mungkin, gejala seringan
mungkin, kebutuhan obat pelega seminimal mungkin, faal paru !APE& men2apai
nilai terbaik, variabiliti APE seminimal mungkin dan efek samping obat
seminimal mungkin
L Pengontrol kombinasi wajib diberikan setiap hari agar dapat mengontrol asma,
dengan pilihan4 L 8lukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi !terbagi dalam dua
dosis& dan agonis - kerja lama inhalasi
L 5e2lomethasone dipropionate4 K) Jg1hari
L "elain itu teofilin lepas lambat, agonis - kerja lama oral, dan leukotriene
modifiers dapat digunakan sebagai alternative agonis - kerja lama inhalai
ataupun sebagai tambahan terapi
L Pemberian budenoside sebaiknya menggunakan spacer, karena dapat men2egar
efek samping lokal seperti kandidiasis orofaring, disfonia, dan batuk karena iritasi
saluran napas atas
12 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
13/17
enatalaksanaan Asma )erangan Akut *Asthma !lare-+pxacerbation
"erangan asma bervariasi dari ringan sampai berat bahkan dapat bersifat fatal atau
mengan2am jiwa. "eringnya serangan asma menunjukkan penanganan asma sehari-hari
yang kurang tepat. Dengan kata lain penanganan asma ditekankan kepada penanganan
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan serangan asma akut atau perburukan gejala
dengan memberikan pengobatan yang tepat. Penilaian berat serangan merupakan kun2i
pertama dalam penanganan serangan akut. 9angkah berikutnya adalah memberikan
pengobatan tepat, selanjutnya menilai respons pengobatan, dan berikutnya memahami
tindakan apa yang sebaiknya dilakukan pada penderita !pulang, observasi, rawat inap,
intubasi, membutuhkan ventilator, I7, dan lain-lain&.
/lasifikasi $era#at )erangan Asma akut
13 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
14/17
Rencana engobatan
enatalaksanaan )erangan Asma di Rumah )akit
14 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
15/17
/riteria pulang atau rawat inap
Pertimbangan untuk memulangkan atau perawatan rumah sakit !rawat inap& pada
penderita di gawat darurat, berdasarkan berat serangan, respons pengobatan baik klinis
maupun faal paru. 5erdasarkan penilaian fungsi,pertimbangan pulang atau rawat inap,
adalah4
15 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
16/17
Penderita dirawat inap bila CEP' atau APE sebelum pengobatan awal +/ nilai terbaik1
prediksi< atau CEP' 1APE / nilai terbaik1 prediksi setelah pengobatan awal diberikan
Penderita berpotensi untuk dapat dipulangkan, bila CEP'1APE -*/ nilai terbaik1
prediksi setelah pengobatan awal, dengan diyakini tindak lanjut adekuat dan kepatuhan
berobat.
Penderita dengan respons pengobatan awal memberikan CEP'1APE K */ nilai terbaik1
prediksi, umumnya dapat dipulangkan
/riteria perawatan intensif 0+
"erangan berat dan tidak respons walau telah diberikan pengobatan adekuat
Penurunan kesadaran, gelisah
8agal napas yang ditunjukkan dengan A8DA yaitu Pa ; * mm=g dan atau Pa7; K
+ mm=g, saturasi ; (/ pada penderita anak. 8agal napas dapat terjadi dengan
Pa7; rendah atau meningkat.
0ntubasi dan 3entilasi mekanis
Intubasi dibutuhkan bila terjadi perburukan klinis walau dengan pengobatan optimal,
penderita tampak kelelahan dan atau Pa7; meningkat terus. %idak ada kriteria absolut
untuk intubasi, tetapi dianjurkan sesuai pengalaman dan ketrampilan dokter dalam
penanganan masalah pernapasan. Penanganan umum penderita dalam ventilasi mekanis
se2ara umum adalah sama dengan penderita tanpa ventilasi mekanis, yaitu pemberian adekuat
oksigenasi, bronkodilator dan glukokortikosteroid sistemik
. No#'Farmako!o$"%
a. dukasikepada pasien ataupun keluarga tentang penyakit astma.Edukasi yang baik
akan menurunkan morbiditi dan mortaliti, menjaga penderita agar tetap masuk
sekolah1 kerja dan mengurangi biaya pengobatan karena berkurangnya serangan akut
terutama bila membutuhkan kunjungan ke unit gawat darurat1 perawatan rumah
sakit.
b. 4eningkatkan kebugaran fisis. ;lahraga menghasilkan kebugaran fisis se2ara umum,
dan meningkatkan ketahanan tubuh. Malaupun terdapat salah satu bentuk asma yang
timbul serangan sesudah exercise !eBer2ise-indu2ed asthma1 EIA&, akan tetapi tidakberarti penderita EIA dilarang melakukan olahraga. 5ila dikhawatirkan terjadi serangan
16 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7
-
7/24/2019 Ikakom Asma
17/17
asma akibat olahraga, maka dianjurkan menggunakan beta-agonis sebelum melakukan
olahraga.
"enam Asma Indonesia !"AI& adalah salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan
karena melatih dan menguatkan otot-otot pernapasan khususnya, selain manfaat lain
pada olahraga umumnya. "enam asma Indonesia dikenalkan oleh Nayasan Asma
Indonesia dan dilakukan di setiap klub asma di wilayah yayasan asma di seluruh
Indonesia.
2. 5erhenti atau tidak pernah merokok. Asap rokok merupakan oksidan, menimbulkan
inflamasi dan menyebabkan ketidak seimbangan protease antiprotease. Penderita asma
yang merokok akan memper2epat perburukan fungsi paru dan mempunyai risiko
mendapatkan bronkitis kronik dan atau emfisema sebagaimana perokok lainnya dengan
gambaran perburukan gejala klinis, berisiko mendapatkan ke2a2atan, semakin tidak
produktif dan menurunkan kualiti hidup. ;leh karena itu penderita asma dianjurkan
untuk tidak merokok. Penderita asma yang sudah merokok diperingatkan agar
menghentikan kebiasaan tersebut karena dapat memperberat penyakitnya.
d. 4engenali dan menghindari faktor pencetus ter#adinya serangan astma
DAFTAR P(STAKA
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. ''.edoman $iagnosis dan enatalaksanaan Asma
di 0ndonesia
ocket Guide for Asthma 4anagement and re'ention. 8lobal Initiative for Asthma (
ocket Guide for Asthma 4anagement and re'ention. 8lobal Initiative for Asthma '
"udoyo, M Aru. ''.0lmu enyakit $alam disi 3 6ilid 000. Interna Publishing 4 Oakarta
17 | R e n y S u s a n t i P u r w i t a s a r i2 0 1 1 7 3 0 0 8 7