IJTIHAD HAKIM PADA PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN...
Transcript of IJTIHAD HAKIM PADA PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN...
IJTIHAD HAKIM PADA PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN
PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA
SELATAN TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI BANK CENTURY
(Studi kasus Putusan Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan HukumUntuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
ABDUL HARIS FADILAH
NIM. 11140430000038
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MADZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
iii
ABSTRAK
ABDUL HARIS FADILAH, NIM 11140430000038. IJTIHAD HAKIM
PADA PENETAPAN TERSANGKA BERDASARKAN PUTUSAN
PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA SELATAN
TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI BANK CENTURY (Studi
Kasus Putusan Praperadilan Nomor :24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel).
Program Studi Perbandingan Mazhab, Konsentrasi Perbandingan Hukum,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. xv + 103 halaman
Masalah utama dalam penelitian ini adalah ijtihad hakim pada
penetapan tersangka berdasarkan putusan praperadilan negeri jakarta
selatan tentang tindak pidana korupsi (Putusan
No.24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel). Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui
kesesuaian hukum Murafa’at dalam putusan praperadilan Nomor:
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel dan pertimbangan hakim sudah beralasan apa
belum menurut Hukum Murafa’at dan Hukum Pidana di Indonesia.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan
teknik pengumpulan data library research yang mengkaji berbagai
dokumen terkait objek penelitian. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder yang berupa bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
Adapun hasil penelitian ini adalah bahwa dalam kesesuaian dengan
hukum marifa’at pada putusan No.24/Pid/Pra/PN.Jkt.Sel masih belum
sesuai karna dalam hal pengambilan putusan tidak konsisten yang
menimbulkan putusan yang menyimpang dan dasar pertimbangan hakim
dalam putusan No.24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel hakim tidak boleh
melakukan ijtihad karna sudah ada hukum yang mengatur dan tidak perlu
melakukan terobosan hukum serta hakim melebihi kewenangannya karna
hakim hanya perlu melihat dari fakta” hukum dan pembuktian agar
pertimbangan hukum putusan itu tidak menyimpang.
.
Kata Kunci: Hukum acara Pidana Islam, Ijtihad Hakim,
Praperadilan
Pembimbing : Dr. Burhanudin, S.H., M.Hum
Andi Syafrani, SH.I., MCCL.
Daftar Pustaka : Tahun 1979 s/d 2016
iv
KATA PENGANTAR
حيم بسم ن ٱلره حم ٱلره ٱلله
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat,
serta inahnya-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat
serta salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman ilmiah seperti sekarang ini.
Selanjutnya, penulis akan menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga
kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran penulisan skripsi ini, baik
berupa moril maupun materil. Karena tanpa bantuan dan dukungannya, penulis
tidak akan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis secara
khusus akan menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, SH,MH,MA, Dekan Fakultas Syar’ah
dan Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Siti Hana , MA, Ketua Program Studi Perbandingan Mazhab dan
Bapak Hidayatullah, MH, Sekretaris Program Studi Perbandingan Mazhab
3. Bapak Dr. Ahmad Sudirman Abbas, M. Ag, dosen penasehat akademik
Penulis.
4. Bapak Dr.Burhanudin, S.H., M.Hum. dan Bapak Andi Syafrani,
SH.I.,MCCL, dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu
serta memberikan arahan, saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syari’ah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Ramdani dan Ibunda Murnah atas
pengorbanan dalam mendidik, mengasuh dan berjuang sampai ke titik ini
v
tidak pernah lupa mendoakan, memberikan arahan serta dukungan kepada
penulis.
7. Sahabat dan teman terbaik penulis yang telah banyak membantu dalam hal
apapun selama ini, ananda Reno Tri Ramadhan, Fahri Muhammad, S.H.,
Murtadi Ahmad Ningrat. S.H, Budi Kurniawan. S.H., Fahmi Fajrianto,
Ahmad Zaelani, S.H., Deni Alamsyah, S.H., Syahrul Fauzi, M. Angga
Yudha, dll. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan dan keselamatan.
Salam hormat penulis dan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya yang
telah benyak membantu penulis selama ini.
Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan
yang telah diberikan kepada penulis, semoga kebaikan kalian menjadi dan
amal jariyah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaaat
bagi penulis serta pembaca pada umumnya. Aamiin.
Jakarta, 13 November 2019
Abdul Haris Fadilah
11140430000038
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
SURAT PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................. ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah ............................. 5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 6
D. Review Studi Terdahulu ...................................................................... 7
E. Metode Penelitian ................................................................................ 8
F. Sistematika Penelitian ......................................................................... 10
BAB II Hukum Acara Dalam Fiqih Jinayat.................................................... 12
A. Asas-Asas Fiqih Murafa’at..................................................................12
1.Asas Legalitas.................................................................................. 16
2.Asas Tidak Berlaku Surat................................................................. 18
3.Asas Praduga tak bersalah................................................................ 19
4.Asas tidak sahnya hukuman karena keraguan.................................. 22
5.Asas Kesamaan dihadapan hukum................................................... 24
B. Ijtihad Hakim dalam Memutus Perkara.............................................. 26
1. Prinsip Kekuasaan Kehakiman Dalam Hukum Islam................... 27
a. Pengertian Hakim.................................................................... 27
b. Syarat-syarat Hakim................................................................ 28
c. Hukum menerima pengangkatan sebagai hakim.................... 31
d. Tugas-tugas hakim.................................................................. 33
e. Kewajiban hakim..................................................................... 34
vii
2. Metodelogi Ijtihad Hakim............................................................ 34
a. Putusan hakim bersumber dari hukum syara dan sifat putusannya
.................................................................................................35
b. Pokok-pokok prosedur pengadilan.......................................... 37
c. Pembuktian.............................................................................. 42
d. Cara memutuskan perkara....................................................... 46
e. Putusan hukum atau vonis pengadilan.................................... 51
BAB III Praktik Praperadilan Dalam Hukum Pidana di Indonesia.................. 55
A. Praperadilan ........................................................................................ 55
B. Teori Kepastian Hukum ...................................................................... 66
C. Posisi Kasus ............................................................................................... 69
1. Kronologi Kasus .............................................................................. 69
2. Para Pihak Yang Berperkara ............................................................ 70
3. Duduk Perkara ................................................................................. 70
4. Fakta Hukum .................................................................................... 71
5. Amar Putusan .................................................................................. 73
BAB IV Putusan Praperadilan No.24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel Menurut Prinsip
/Asas Fiqih Murafaat dan Hukum Pidana di Indonesia ................................... 74
A. kesesuaian menurut fiqih Murafa’at dan praperadilan dalam putusan
praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel ..................................... 74
B. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan No.24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel sudah beralasan secara fiqih
Murafa’at dan hukum pidana di Indonesia .............................................. 82
BAB V PENUTUP .......................................................................................... 89
A. Kesimpulan ......................................................................................... 89
B. Saran .................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 91
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Lembaga Peradilan dalam suatu negara merupakan hal yang sangat strategis
dan menentukan, karena lembaga inilah yang yang bertindak untuk
menyelesaikan segala sengketa yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dan
menghukum orang-orang yang melanggar hukum sesuai dengan hukum yang
telah ditentukan. Lembaga peradilan ini sangat dibutuhkan dalam upaya
menjawab dan menyelesaikan setiap persoalan di kalangan masyarakat, seiring
dengan perkembangan dan dinamisasi yang terjadi di masyarakat.
Islam memandang masalah peradilan ini merupakan tugas pokok dalam
menegakkan keadilan dan mempunyai kedudukan tinggi dalam penegakan
hukum. “Keadilan itu sendiri diformulasikan dalam al-Qur‟an dengan kata „adl
sebanyak 28 kali dan dengan qisthi sebanyak 25 kali, yang keduanya mempunyai
makna tidak berat sebelah, tidak memihak atau menyamakan sesuatu dengan yang
lain.”1Penyebutan kata „adl dan qisthi yang berulang- ulang dalam al-Qur‟an
menunjukan pentingnya keadilan itu.
Dalam proses peradilan peranan hakim sangat besar dan mulia, dalam hadist
Nabi disebutkan ”apabila seorang hakim telah berijtihad2ketika memutus suatu
perkara dan ijtihadnya benar maka akan mendapatkan dua pahala, apabila salah
maka mendapatkan satu pahala.”3 Dalam hadist lain riwayat Ibn Majah yang
menyebutkan bahwa “Barang siapa yang memohon jabatan hakim maka ia sendiri
1 Abdul Manan, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan, Suatu Kajian dalam
Peradilan Islam cet.1 ,(Jakarta : Kencana, 2007), h.1. 2 Abu Hamid Al Ghazali, Al Mustashfa min Ilmil Ushul (Beirut : Daar al Kutub al „Ilmiyah,
tt), h. 527. 3 Abu Abdillah Bukhari Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah, al-Shahih al
Bukhari. Juz XXII, hadits no. 6805
2
akan dipertanggungjawabkan, tetapi siapa saja yang dipaksa untuk menjabatnya
maka malaikat akan turun untuk membantunya”.4
Yang mana Hukum acara Peradilan Islam (Fikih Mura‟faat) adalah ketentuan
yang ditunjukan kepada masyarakat dalam usahanya mencari kebenaran dan
keadilan bila terjadi “ Pencurian” atas suatu ketentuan hukum materil, hukum
acara meliputi ketentuan-ketentuan tentang cara bagaimana orang harus
menyelesaikan masalah dan mendapatkan keadilan dari hukum, apabila
kepentingan atau haknya dilanggar oleh orang lain dan sebaliknya, bagaimana
cara mempertahankan apabila dituntut oleh orang lain.5 Tujuan hukum peradilan
Islam adalah untuk memelihara dan mempertahankan hukum materiil . Peranan
hukum acara akan mulai tampak dan menonjol manakala terjadi pelanggaran
terhadap hukum materiil.
Karena dalam hukum acara pidana Islam yang mana dari asas-asasnya
terutama pada asas legalitas ini melindungi dari penyalahgunaan kekuasan atau
kesewenang-wenangan hakim bila dikaitkan pada Perundangan di Indonesia
berkaitan dengan Praperadilan di Indoneia yang mana Setelah diundangkannya
KUHAP di dalam Undang-Undang No.8 Tahun 1981 maka terjadi suatu
perkembangan didalam hukum acara pidana Indonesia dengan melahirkan suatu
lembaga baru bernama “ Praperadilan” yang belum diatur dalam HIR.6 Karena
yang melatar belakangi di adakannya Lembaga Praperadilan di dalam Kitab
Undang-Undang Hukum acara Pidana (KUHAP) adalah karena terlalu banyak di
mana pihak penyidik dalam melakukan penangkapan dan penahan salah dalam
seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Selain itu ada kasus dimana
seseorang tersangka telah lama ditahan tetapi tidak diajukan kepengadilan
4 Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Gazwani, Sunan Ibn Majah, jilid II
(Mesir: Matba‟ah Isa alBab al-Halabi, tt), 774. Hadist sama lihat Ibn Hajar, Fathu al-Bari Sharah
Shahih Bukhari jilid III (Mesir: Bab al-Halabi, tt), 103. 5 5 Asadulloh Al- Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam (Yogyakarta: Pustaka Yustika 2009),h.
3 6 Andi Muhammad Sofyan & Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta:
Kencana, 2014), h. 181.
3
disebabkan tidak cukupnya bukti. Berdasarkan pemikiran yang demikian maka
wajar apabila seseorang yang ternyata tidak jadi diajukan ke sidang pengadilan
untuk mendapatkan ganti rugi dan rehabilitasi. Untuk memberikan upaya hukum
terhadap pencari keadilan, maka diperbolehkan untuk melakukan praperadilan
menjamin Hak asasi manusia dan agar aparat penegak membentuk suatu lembaga
yang dinamakan Praperadilan.7
Lahirnya lembaga praperadilan ini dikarenakan adanya dorongan bahwa tidak
terdapatnya pengawasan dan penilaian upaya paksa yang menjamin hak asasi
manusia didalam HIR. Yang dibentuk dengan orientasi atas kekuasaan pada
zaman penjajahan kolinial Belanda. Praperadilan, pada prinsipnya, bertujuan
untuk melakukan pengawasan horizontal atas segala tindakan upaya paksa yang
dilakukan aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana
agar benar-benar tindakan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan hukum
dan perundang-undangan, disamping adanya pengawasan intern dalam perangkat
aparat itu sendiri. Hadirnya praperadilan bukan merupakan lembaga peradilan
tersendiri, tetapi hanya merupakan pemberian wewenang dan fungsi baru
dilimpahkan KUHAP kepada setiap pengadilan negeri yang telah ada selama ini.8
Namun demikian KUHAP sebagai hasil karya manusia jelas tidak akan
terlepas akan kekurangan dan kelemahan. Memang tidak ada suatu undang-
undang yang benar-benar sempurna, lepas dari segala cacat dan kekurangan.9
Demikian juga dengan pengaturan mengenai Lembaga Praperadilan, akan selalu
ada kekurangan di dalamnya. Kewenangan praperadilan diatur dalam Pasal 1
angka 10 jo (junto) 77 KUHAP, kemudian diperluas kewenangannya tersebut
dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Kostitusi (MK) No.21/PUU-
7 Ratna Nurul Afiah, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya, (Jakarta: Akademika Pressindo,
1986), h. 3. 8 M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP ( Pemeriksaan
Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali), (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), h.
1. 9 Nico Ngani dkk. Mengenal Hukum Acara Pidana Tentang Dan Sekitar Pengadilan Negeri
Tinggi Dan Mahkamah Agung Republik Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1985), h. 2.
4
XII/2014.10
Perluasaan tentang wewenang Pengadilan Negeri dari Putusan
Mahkamah Kostitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 agar perlindungan hak asasi
manusia khususnya mengenai hak-hak tersangka lebih terlindungi.11
Kegiatan hidup manusia itu sangat luas, tidak terhitung jumlah dan jenisnya,
sehingga tidak mungkin tercakup dalam satu perundang-undangan dengan tuntas
dan jelas. Maka wajarlah kalau tidak ada peraturan perundang-undangan yang
dapat mencakup keseluruhan kegiatan kehidupan manusia, sehingga tidak ada
peraturan perundang-undangan yang lengkap selengkap-lengkapnya dan jelas
sejelas-jelasnya. Oleh karena hukumnya tidak lengkap dan jelas, maka harus
dicari dan ditemukan.12
Putusan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel. merupakan suatu putusan yang
menuai pro dan kontra dikalangan praktisi dan akademisi. Putusan tersebut
memerintahkan Termohon (KPK) untuk menetapkan Boediono dkk sebagai
tersangka.13
Dalam putusan praperadilan ini adalah putusan yang mana telah
keluar dimana yang telah diatur dalam putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014
tentang perluasaan objek praperadilan yang telah berlaku, namun lagi-lagi
putusan ini banyak pro dan kontra . awal mula permasalahan ini yaitu karena pada
kasus korupsi atas pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) pada
Bank Century dan penetapan Bank Century sebagai “ Bank gagal dampak
sistemik” yang seolah-olah tenggelam selama tiga tahun terakhir ini atau setelah
perkara mantan Deputi Bank Indonesia Budi Mulya berkuatan hukum tetap pada
2015 lalu. Semenjak itu tidak terlihat upaya KPK untuk menindak lanjuti kasus
tersebut. Padahal terdapat 10 nama yang disebut turut terlibat (termasuk mantan
10
Ishaq,Pengantar Hukum Indonesia (PHI), PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.2015, h.182 11
http://icjr.or.id/perluasan-objek-pra-peradilan-kuhap-desak-pemerintah-dan-dpr-siapkan-
hukum-acara/, “Perluasan objek Praperadilan: KUHAP desak pemerintah dan DPR siapakan hukum
acara”, Diakses pada Sabtu, 7 September 2019. 12
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, (Yogyakarta: Liberty 2007),
h. 7. 13
Lihat Amar Putusan Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
5
Wail Presiden RI, Boediono) dalam kasus yang merugikan keuangan negara
hingga 8 (delapan) triliun.14
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menganalisa putusan hakim
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dalam tindak pidana korupsi. Dalam bentuk
skripsi dengan judul “IJTIHAD HAKIM PADA PENETAPAN TERSANGKA
BERDASARKAN PUTUSAN PRAPERADILAN PENGADILAN NEGERI
JAKARTA SELATAN TINDAK PIDANA KORUPSI BANK CENTURY
(Studi Kasus Putusan Nomer 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel)”
B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah penulis paparkan, maka dapat
diidentifikasi beberapa masalah dalam penelitian ini, diantaranya:
a. Bagaimana kekuasaan kehakiman menurut hukum Islam ?
b. Bagaimana Ijtihad hakim dalam Putusan Nomer
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel?
c. Pengertian Praperadilan dikaitkan dengan asas-asas fiqih Murafa‟at?
d. Apakah pertimbangan hakim pada putusan kasus praperadilan yang
memerintahkan menetapkan status tersangka di Pengadilan Jakarta
Selatan sebagai putusan yang pertama dan satu-satunya terkait hal
tersebut ?
e. Bagaimana Putusan Praperadilan dalam memerintahkan penetapan
tersangka ?
2. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini maka penulis
membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasan tidak terlalu
melebar dan sesuai sasaran. Maka penelitian ini, penulis hanya membahas
14
https://www.beritasatu.com/nasional/4888514-setelah-6-kali-praperadilan-kasus-century-
masuk-babak-baru.html, “Setelah 6 kali praperadilan, kasus century masuk babak baru”, Diakses
pada Sabtu, 7 September 2019.
6
Ijtihad Hakim pada Putusan Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel
telah sesuai dengan KUHAP dan Peraturan Perundang-Undangan yang
berlaku serta pertimbangan Hakim sudah beralasan secara hukum atau belum.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, maka penulis
merumuskan permasalah sebagai berikut: .
a. Apakah Sesuai menurut fiqih Mura‟faat dan Praperadilan Dalam
Putusan Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel ?
b. Apakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan Nomor :
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel sudah beralasan secara Hukum Mura‟faat
dan Hukum Pidana di Indonesia ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin penulis capai tersebut adalah
sebagai berikut:
a. Untuk Mengetahui kesesuaian Hukum dalam fiqih murafa‟at dan
praperadilan dalam Putusan Nomor: 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
b. Untuk Mengetahui alasan Pertimbangan Hakim dalam pandangan
hukum murafa‟at dan hukum pidana Di Indonesia dalam Praperadilan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomer
:24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
2. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk :
a. Manfaat Akademis. Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk
menambah wawasan dan pengetahuan dalam memahami kesesuaian
pertimbangan hakim pada Putusan No. 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Kemudian menambah literatur perpustakaan khususnya dalam bidang
Perbandingan Mazhab.
7
b. Kegunaan Praktis. Diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan
penjelasan yang lengkap mengenai Putusan No.
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel dalam hukum positif.
D. Review Studi Terdahulu
Untuk mengetahui kajian terdahulu yang peernah ditulis dan dibahas oleh
penulis lainya, maka penulis me-review beberapa Skripsi/Jurnal yang
pembahasannya hampir sama dengan pembahasan yang penulis angkat.
Dalam hal ini penulis menemukan beberapa skripsi/Jurnal terdahulu yaitu:
1. Nurdin Juddah/Metode Ijtihad hakim dalam penyelesaian perkara/2013.
Dalam penulisan Jurnal ini lebih menekankan pada aspek ijtihad saja
dalam memutuskan perkara di Pengadilan Tinggi Agama.
2. Rusdi/studi komparatif kekuasaan kehakiman dalam perspektif hukum tata
negara Indonesia dan hukum tata negara Islam/ 2018. Dalam skripsi ini
membahas lebih kepada aspek kekuasaan kehakiman dan ruanglingkupnya
dalam hukum Islam dan Hukum tata negara di Indonesia.
3. Jurnal Peranan dan Fungsi Praperadilan Dalam Penegakan Hukum Pidana
Di Indonesia .jurnal yang ditulis oleh Abi Hikmoro. Menjelaskan hanya
pada pokok permasalahan yang mengenai tentang praperadilan dan
fungsinya di Indonesia sedangkan dalam skripsi ini penulis menjelaskan
tentang kewenangan pengadilan dan praperadilan dalam putusan yang
memerintahkan menetapkan tersangka.
E. Metode Penelitian
Dalam menyusun skripsi ini penulis mengunakan beberapa metode, antara
lain:
1. Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini merupakan penelitian Hukum, maka jenis penelitian
yang penulis gunakan adalah penelitian normatif. Penelitian hukum normatif
8
adalah metode atau cara dipergunakan di dalam penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada, seperti dengan cara
mengumpulkan bahan-bahan yang berasal dari buku-buku, jurnal, artikel dan
bahan lainya yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi
ini.
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah ini adalah pendekatan kualitatif dengan menggunakan
analisa isi, dengan cara menguraikan dan mendeskripsikan isi dari putusan
yang penulis dapatkan, kemudian menghubungkan dengan masalah yang
diajukan, sehingga dapat menemukan kesimpulan yang objektif.
3. Jenis Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder, yaitu :
a. Bahan Hukum Primer
Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan diantaranya
adalah UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Putusan
Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel, Putusan mahkamah
Konstitusi Nomor: 21/PUU-XII/2014, KUHAP & KUHP serta Al-Qur‟an.
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dengan cara menggandakan
studi kepustakaan yang berhubungan dengan masalah ini, bahan-bahan
tersebut digunakan untuk mendukung, membantu, melengkapi dan
membahas masalah-masalah yang timbul dalam penelitian ini.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu
metode kepustakaan. Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian
9
kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku,
dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian.15
5. Teknik Analisa Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam skripsi ini adalah menggunakan
teknik analisis deskriptif yaitu dengan cara menjelaskan dan menguraikan
pokok-pokok permasalahan dalam penelitian ini.
6. Tehnik Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi fakultas Syariah dan Hukum” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, cetakan
tahun 2017.
F. Sistematika Penelitian
Pedoman penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
berdasarkan buku pedoman penyusunan skripsi dan karya ilmiah Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2017,
dan untuk menjadikan penelitian ini menjadi penelitian yang terarah dan
sistematis maka pembahasan skripsi ini dilakukan dan ditulis melalui tiga tahap
penulisan yaitu pendahuluan, isi dan penutup. Dari bagian-bagian tersebut terdiri
dari bab-bab dan di dalam bab terdapat sub-sub bab. Adapun sistematika
penulisannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisikan pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang
masalah,identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, tinjauan review terdahulu dan sistematika
penulisan.
15
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2010) , h.107.
10
BAB II HUKUM ACARA DALAM FIQIH JINAYAT
Dalam bab ini terbagi menjadi dua sub bab yang pertama asas-asas fiqih
murafa‟at dan yang kedua ijtihad hakim dalam memutuskan perkara dan dalam
ijtihad hakim dalam memutuskan perkara dibagi menjadi dua prinsip kekuasaan
kehakiman dalam hukum Islam dan metode ijtihad hakim
BAB III PRAKTIK PRAPERADILAN DALAM HUKUM PIDANA DI
INDONEISA
Pembahasan tentang praperadilan, teori kepastian hukum dan kronologi kasus
korupsi Bank Century Boediono, Muliaman Hadad, Raden Pardede.dkk yang
berisi tentang kronologi kasus, para pihak yang berperkara, duduk perkara, fakta
hukum , amar putusan dan pra kontra Publik tentang putusan praperadilan
Nomer: 24/Pra/Pid/2018/PN.Jkt.Sel.
BAB IV PUTUSAN PRAPERADILAN
NO.24/PID/PRA/2018/PN.JKT.SEL. MENURUT PRINSIP FIQIH
MURAFA’AT DAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
Bab ini mencoba menguraikan tentang kesesuian menurut hukum murafa‟at
dan praperadilan serta, pertimbangan hakim apakah sudah beralasan secara
hukum murafa‟at dan hukum pidana di Indonesia.
BAB V PENUTUP
Penutup. Dalam bab kelima merupakan bab penutup berisi tentang
kesimpulan dan saran atas hasil dari penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis
11
BAB II
HUKUM ACARA DALAM FIQIH JINAYAT
A. Asas-asas Fiqih Murafa’at
1.Pengertiaan Pengadilan
Kata al-qadhaa berarti selesai dan sempurnanya sesuatu. Selain itu, ia
juga berarti menetapkan hukum ditengah-tengah masyarakat. Adapun arti kata
al-qaadhi adalah hakim. secara terminologi, kata al-qadha berarti menangani
sengketa dan pertentangan.16
Peradilan adalah terjemahan dari Bahasa Arab
Al-Qadha. al-Qadha sendiri memiliki arti, yaitu memutuskan atau
menghukum antara dua orang yang berkelahi.17
al-Qadha juga berarti
mencegah atau menghalang-halangi.18
Menurut definisi, Salam Madkur lebih jauh mengemukakan beberapa
definisi. Ada definisi yang berbunyi “menyampaikan hukum syar‟i dengan
mencampuri utusan antara makhluk dengan khaliknya untuk menyampaikan
perintah-perintah dan hukum-hukum-Nya kepada mereka dengan perantara
Al-Qur‟an dan As-Sunnah. Atau secara ringkas menyelesaikan sengketa
antara dua pihak dengan (menggunakan) hukum Allah.19
Ulama Madzhab Syafi‟i menerangkan bahwa yang dimaksud dengan
al-qadha adalah memutuskan pertentangan yang terjadi diantara dua orang
atau lebih yang bersengketa dengan merujuk kepada hukum Allah. Dengan
kata lain, al-qadha adalah menetapkan hukum syara dalam suatu
permasalahan.
16
Ibnu Abidin, Ad-Durr al-Mukhtar, jld.IV, (Beirut: Dar al-Fikr ,1989).h.309;ad-Dardir, asy-
Syarh al-Kabir,jld.IV,h.129 17
H. Mahmud Yunus, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap.(Surabaya; Apollo,1997), h.271 18
Muhammad Salama Madkur, al-Qadha fi al-Islam. Diterjemahkan oleh Imran A.M.,
dengan judul Peradilan dalam Islam (Cet.IV; Surabaya:PT.Bina Ilmu, 1988), h.20 19
Muhammad Salama Madkur,al-Qadha fi al Islam Diterjemahkan oleh Imran A.M., dengan
judul Peradilan dalam Islam (Cet.IV; Surabaya:PT.Bina Ilmu, 1988),.h.20
12
Dalam bahasa Arab, al-qadha juga bisa disebut dengan al-hukmu
sebab dalam proses pengadilan terdapat hikmah (yang satu akar kata dengan
kata al-hukmu), di mana dalam proses pengadilan, setiap sesuatu harus
ditempatkan pada posisinya yang tepat dan tindakan orang zalim harus
dihentikan. Selain itu, al-qadha biasa disebut dengan al-hukmu sebab dalam
proses pengadilan ada ihkamu asy-syai (memperkokoh dan menyempurnakan
sesuatu).20
Legalitas pengadilan itu berdasarkan ketetapan Al-Qur‟an, Sunnah,
dan ijmak.21
Dalil dari Al-Qur‟an adalah firman Allah SWT dalam surat Shaad ayat
6 yang berbunyi :
ۥد ذا كئا فٱحكىٱلسضفخهفح جعه لتٱنحقٱناست ذرثع هصثمعفعهكٱن ٱلل
Artinya: “ Wahai, Daud sesungguhnya, engkau kami jadikan khalifah
(penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia
dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan
menyesatkan engkau dari jalan Allah”.
Dan dalam Surat Al-Maa‟idah ayat 49 yang berbunyi :
أ ىٱحكى ا ت أزلت ٱلل
Aritnya : “ Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah”
Dan Juga dalam Surat Al-Maa‟idah ayat 42 yang berbunyi :
ئ د ىفٱحكىحك تٱنقضطهت
Artinya : “ Tetapi engkau memutuskan (perkara mereka) maka
putuskanlah dengan adil”
20
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad Asy-Syirbini,Mughni al-Muhtaj, jld.IV,((Beirut: Dar-
Al- Hadits ).h.372; Fathu al-Qadir,jld.V,h.453. 21
Syekh Syamsuddin Abu Bakar Muhammad al-Sarkhasi. Al-Mabsuth,jld.XVI,h.59 dan
setelahnya;al-Mugni,jld.XI,h.34; Mughni al-Muhtaj,op.cit.;al-Muhadzdzab,jld.II, h.289.
13
Dan Surat an-Nisaa ayat 105 yang berbunyi :
كأزنا ئا ةئن نرحكىتٱنحقٱنكر ا ٱناست كت هأسى ٱلل
Artinya : “ Sungguh, kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur‟an)
kepadamu (Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara
manusia dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu”.
Adapun dalil dari Sunnah adalah hadits yang diriwayatkan dari Amr
bin Ash bahwa nabi Muhammad saw. Bersabda , “ Apabila seorang hakim
berijtihad kemudian ijtihadnya betul, dia mendapatkan dua pahala. Apabila
dia berijtihad, namun hasil ijtihadnya salah, dia mendapatkan satu pahala.”22
Imam al-Hakim meriwayatkan hadis ini dengan redaksi,”Bagi yang
benar mendapatkan sepuluh pahala.”Imam al-Baihaqi meriwayatkan hadits, “
Apabila seorang hakim duduk untuk memutuskan perkara maka Allah
mengutus dua malaikat yang bertugas membimbing dan mengarahkannya.
Apabila hakim tersebut adil, malaikat itu akan berdiri bersamanya. Akan
tetapi, apabila menyeleweng, malaikat itu kan pergi meninggalkannya.”
Nabi muhammad saw. Juga menghakimi para sahabat.23
Nabi juga
pernah mengirim sahabat Ali, Mu‟adz, dan juga Abu Musa al-Asy‟ari ke
Yaman untuk mengursi masalah sengketa (al-qadhaa).24
Sementara itu, Attab
bin Asid adalah hakim kota Makkah pertama yang ditunjuk Rasulullah.
Dasar legalitasnya lainya adalah al-Khulafa ar-rasyidun juga
mengemban amanat sebagai qadhi dan menetapkan putusan hukum untuk
manusia. Umur mengutus Abu Musa al -Asy‟ari ke Bashrah untuk menjadi
hakim (qadhi). Dia juga mengutus Abdullah bin Mas‟ud ke Kufah untuk tugas
22
Jamaluddin Abu Muhammad Abdullah. Nashbu ar-Rayah,jld.XIV. (Kairo: Idaroh Majlis
Ilmi Pakistan.) t.th. ,h.63. 23
Jamaluddin Abu Muhammad Abdullah. Nashbu ar-Rayah,jld.XIV. (Kairo: Idaroh Majlis
Ilmi Pakistan).h.60 24
Jamaluddin Abu Muhammad.Abdullah Nashbu ar-Rayah,jld.XIV.( Kairo: Idaroh Majlis
Ilmi Pakistan. ).h.63.
14
yang sama. Umar, Ali, Mu‟adz, Abu Musa, Syuraih, dan Abu Yusuf juga
pernah menjabat sebagai hakim.
Umat Islam juga bersepakat (jimak) untuk mengangkat hakim yang
bertugas menetapkan putusan hukum atas sengketa yang terjadi di
masyarakat. Alasanya adalah benaran dan hak dapat ditegakan. Selain itu,
dikarenakan manusia mempunyai potensi untuk melakukan kezaliman, harus
ada hakim yang membela orang yang terzalimi.
2. Jenis Legalitas
Menurut kesepakatan ulama semua Madzhab, hukum pengadilan (al-
qadhaa) adalah fardu kifayah. Seorang imam harus mengangkat seorang
hakim. dalil kewajibannya adalah dalam surat an-Nisaa ayat 135 yang
berbunyi :
ا أ كاءاياٱنز ي تٱنقضطق
Artinya; “ Wahai, orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak
keadilan”.
Pertimbangan lainya adalah karena melakukan kezaliman dan tidak
mau memberikan hak kepada pihak yang semestinya serta jarang di antara
mereka yang bersikap adil terhadap dirinya sendiri, dan juga seorang imam
mempunyai banyak tugas publik sehingga dia tidak mungkin menangani
sendiri sengeketa yang terjadi di masyarakat maka wajar jika mengangkat
para hakim untuk mengurusi masalah itu.
Penetapannya sebagai fardhu kifayah sebagai pengadilan merupakan
bagian dari amar makruf dan nahi munkar. Dua tugas ini masuk dalam
kategori fardu kifayah. Sebagian ulama mengatakan, “Pengadilan merupakan
urusan agama dan menyangkut kemaslahatan umat Islam. Karena itu, perlu
mendapat perhatian karena manusia sangat memerlukan hal itu.”25
25
Abu al-Hasan Ahmad bin Muhammad al- Mahamili, al-Lubab Syarh al-Kitab,
jld.IV,(Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyaht.th. )h.77,
15
Melaksanakan tugas pengadilan merupakan salah satu bentuk taqarrub
(pendekatan diri) kepada Allah SWT sehingga para nabi mengemban tugas
mulia ini. Ibnu Mas‟ud berkata,”Duduk untuk memutuskan perkara antara dua
orang itu lebih aku sukai daripada beribadah tujuh puluh tahun.”
Dalam hal asas-asas hukum fiqih Murafa‟at terbagi menjadi 5 (lima)
yaitu :
a. Asas Legalitas
Asas Legalitas dalam kejahatan dan hukuman merupakan suatu
jamianan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas-batas
aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini melindungi
dari penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenang hakim.
menjamin keamanan individu dengan informasi apa yang boleh dan
apa yang dilarang. Setiap orang harus diberi peringatan sebelumnya
tentang perbuatan-perbuatan illegal dan huumnya. Hal ini adalah hak
individu dan merupakan suatu tugas dari masyarakat.26
Tidak ada perbuatan boleh dianggap melanggar hukum oleh
hakim jika belum diatur secara jelas dalam peraturan perundang-
undangan. Asas legalitas dalam Islam bukan berdasarkan akal manusia
semata, tetapi dari ketentuan Allah dalam surat al-Isra ayat 15 yang
berbunyi :
يا كا ت يعز ثعثحر سصل
Artinya : “ Dan kami tidak akan mengazab sebelum kami
mengutus seorang Rasul”.
Prinsip legalitas ini diterapkan paling tegas pada kejahatan
hudud, yang pelanggarannya dihukum dengan sanksi hukum yang
pasti. Juga diterapkan bagi kejahatan-kejahatan qisas-diyat dengan
26
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, cet.I ( Bandung: Asy-Syamil, 2000),
h.426
16
diletakannya prosedur-prosedur khusus dan sanksi yang sesuai.
Namun untuk kejahatan-kejahatan ta‟zir, beberapa sarjana Barat
berpendapat bahwa asas legalitas ini tidak berlaku bagi kategori ini
karena dalam kitab suci Al-Qur‟an maupun sunnah Nabi saw. Pada
kenyataannya pandangan barat ini terlalu dangkal dan tidak benar.
Kekuasaan diskresi dari hakim dalam kejahatan-kejahatan ta‟zir bukan
tanpa kendali. Menurut Nagaty Sanad, Profesor hukum pidana dari
Mesir, pandangan yang benar adalah bahwa asas legalitas dalam Islam
yang berlaku bagi kejahatan-kejahatan ta‟zir adalah yang paling
fleksibel (dibanding dengan dua Kategori sebelumnya).27
Ada dua macam penerapan asas legalitas dalam hukum acara
pidana Islam, yaitu :
1) dari segi penentuan macamnya tindak pidana. Pada tindak
pidana hudud dan qisas serta ta‟zir biasa syariah telah
menentukan macamnya perbuatan-perbuatan yang
membentuk tindak pidana ta‟zir untuk kepentingan umum
perbuatannya tidak ditentukan, hanya sifatnya saja yang
ditentukan.
2) Dari segi penuntutan hukuman, pada tindak pidana hudud
dan qisas, syariah telah menentukan hukumannya,
sedangkan pada tindak pidana ta‟zir syariat tidak
menyediakan sekumpulan hukuman, hakimlah yang
menentukan.28
Hukum pidana Islam membagi tidak cara penerapan yang
berbeda sesuai dengan gawatnya jenis tindak pidananya, yaitu hudud
27
Nagaty Sanad, The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law, cet.I
(Chicago: Office of International Criminal Justice, 1991,h.41 28
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet.4 (Jakarta: Bulan Bintang, 1990),h.73-
74.
17
dan qisas diterapkan dengan tegas, pada tindak pidana ta‟zir biasa ada
kelonggaran dari sisi penentuan hukuman, dan pada ta‟zir untuk
kemaslahatan umum kelonggaran diberikan baik dalam penentuan
hukuman. Akan tetapi dalam hukum positif, cara penerapan asas
legalitasnya untuk semua tindak pidana sama, sehingga menimbulkan
kritik.29
Pada dasarnya syariat Islam menentukan macamnya hukuman
dengan jelas sehingga tidak mungkin bagi hakim untu menciptakan
hukuman dari dirinya sendiri, dan ketentuan itu berlaku bagi tindak
pidana ta‟zir dengan segala macamnya, syariat hanya menentukan
sekumpulan hukuman kemudian diserahkan kepada hakim untuk
menjatuhkan satu hukuman atau lebih yang sesuai atau menjatuhkan
yang terletak antara batas tertinggi dan batas terendah, menghentikan
pelaksanaan hukuman atau memerintahkan pelaksanaan dengan
segera. Kekuasaan hakim pada hukum positif jauh lebih sempit
dibanding kekuasaan hakim pada syariat Islam tidak mempunyai
kekuasaan yang cukup untuk bertindak terhadap perbuatan sesuai
dengan kepentingan umum.
b. Asas tidak berlaku surut
Asas tidak berlaku surut dalam hukum acara pidana Islam
merupakan konsekuensi dari asas legalitas. Asas ini berarti bahwa
undang-undang harus berlaku hanya bagi perbuatan-perbuatan yang
dilakukan setelah diundangkannya ketentuan itu. Pentingnya asas ini
karena ia melindungi keamanan individu dan mencegah
penyalahgunaan kekuasaan dari pemegang otoritas.30
29
Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam, cet.I ( Bandung: Asy-Syamil, 2000),h.118 30
Nagaty Sanad, The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law, cet.I
(Chicago: Office of International Criminal Justice, 1991. h.42.
18
Syariat Islam kaya dengan bukti-bukti yang menegaskan asas
tidak berlaku surut ini. Syariat menentang beberapa praktek yang
berlaku di antara bangsa Arab pra Islam. akan tetapi setiap larangan
dari praktek-praktek ini mengandung suatu statemen bahwa tiada
hukuman yang berlaku surut. Sebagai contoh, di zaman pra Islam
seorang anak diijinkan menikahi bekas istri ayahnya. Islam kemudian
melarang praktek ini, tetapi Al-Qur‟an secara khusus mengecualikan
setiap perkawinan seperti itu yang dilakukan sebelum adanya larangan.
Hal ini disebutkan dalam Surat an-Nisa ayat 22 yang berbunyi :
ل ءاتا ؤكىكحياذكحا ٱنضا ءي ۥصهفهقذيائل ئ حشح كا اف يقر صا ء صثل
Artinya : “ Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang
telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-
buruk jalan (yang ditempuh).”
Sama dengan ketentuan larangan berlaku surut diatas, sanksi
pidana terhadap zina, pencurian, minum khamer, dan kejahatan lainya
yang dilakukan sebelum diturunkanya ketentuan tentang itu tidak
dikenakan sanksi.31
Pengecualian asas tidak berlaku surut, menurut Osman Abdul
Malek al Saleh, Profesor hukum publik dari Universitas Kuwait dan
Nagaty Sanad, kebanyakan ahli hukum Islam berpendapat bahwa
hanya ada satu pengecualian bagi berlakuknya asas ini, yaitu jika yang
baru memberi sanksi yang lebih ringan dibanding hukum yang ada
31
Osman Abdul Malik al-Saleh, “The Right of the Individula to Personal Security in Islam”
dalam M.Cherif Bassiouni, The Islamic Criminal Justice System, cet.I (London: Oceana Publication,
1982), h. 63; juga Abdul Qadir Audah, Criminal Law of Islam, cet.I (Karachi: International Islamic
Publisher, 1987),h.314-326.
19
pada waktu perbuatan dilakukan; dalam kasus seperti ini hukuman
yang lebih ringanlah yang diterapkan.32
Pengecualian ini dalam hukum pidana Islam terjadi, misalnya
pada kejahatan zihar (kejahatan ini terjadi jika seorang laki-laki
mengatakan kepada istrinya: “kamu bagiku seperti punggung ibuku”).
Praktek seperti ini dilakukan secara luas oleh bangsa Arab pada masa
jahiliyah. Allah menghapus praktek seperti ini dan memberikan
hukuman pada pelakunya. Pada masa pra Islam hukuman dari
kejahatan ini adalah perceraian yang diharuskan dan selamanya.
Hukuman yang berat ini dikurangi oleh Al-Qur‟an dengan
membebaskan budak, berpuasa dua bulan berturut-turut atau memberi
makan enam puluh orang miskin. Nabi Muhammad saw menerapkan
sanksi yang lebih ringan itu dalam kasus isteri Aus Ibn al-Samit yang
terjadi sebelum turunya wahyu mengenai kasus itu.33
Ahli hukum Mesir, Abdul Qadir Audah berpendapat bahwa ada
dua pengecualian dari asas tidak berlaku surut yaitu:
1) Bagi kejahatan berbahaya yang membahayakan keamanan dan
ketertiban umum, dan
2) Dalam keadaan sangat diperlukan, untuk suatu kasus yang
penerapana berlaku surutnya adalah bagi kepentingan
masyarakat.34
c. Asas praduga tak bersalah
Konsekuensi lain yang tidak bisa dihindarkan dari asas legalitas
adalah asas praduga tak bersalah. Setiap orang dianggap tidak bersalah
untuk suatu perbuatan jahat kecuali dibuktikan kesalahannya tanpa ada
32
Osman Abdul Malik al-Saleh, The Right”, h.63-634, Nagaty Sanad, The Theory, h.42-43 33
Osman Abdul Malik al-Saleh, The Right”, h.63-634, Nagaty Sanad, The Theory, h.42-43 34
Abd al-Qadir Awdah, Al-Tasyri al-Jina‟i al-Islami (Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi, t.t) h.314
20
keraguan. Jika suatu keraguan beralasan muncul, seorang tertuduh
harus dibebaskan.
Istilah praduga tak bersalah dalam hukum Islam dapat
disamakan dengan al-tuhmah yang berarti tuduhan (dugaan sementara)
yang ditunjukan kepada pelaku tindak pidana. Sementara pelaku
sendiri dikenal dengan istilah al-mudda‟a alayh yang berarti
tertuduh/terdakwa.35
Untuk membuktikan bahwa seorang telah melakukan kesalahan
dalam proses peradilan, diperlukan beberapa bukti pendukung, yang
mencakup:
1) pengakuan terdakwa (iqrar);
2) saksi (al-bayyinah) dari penuntut atau penggugat yang dapat
mengungkapkan perstiwa tersebut;
3) sumpah (al-yamin) dan penolakan dari tergugat (nukul);
4) sumpah (qasamah) bagi keluarga korban dalam delik pembunuhan,
dan
5) pengetahuan hakim (ilm al-qadi).
Selama putusan belum tetap, maka terdakwa tetap dianggap
tidak bersalah walaupun ada dugaan kuat berdasarkan bukti-bukti
bahwa ia telah melakukan kesalahan.36
Seorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus
dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang
menyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahan orang itu.37
Dalam
Al-Qur‟an surat al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
35
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet.I (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996)h.130 36
Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, cet.I (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996)h.130 37
Muhammad Daud Ali, Hukum Islam di Indonesia, cet.8 (Jakarta; PT.Raja Granfindo
Persada,2000)h.119
21
ا أ اٱجرثاءاياٱنز كثش ي ٱنظ تعطئ ٱنظ لذجضضالئثى أحذكىأحةتععاهتععكىغرة
نحىأكمأ اأخ ر هي ر ٱذقافكش ه ٱلل ئ اب ٱلل حى ذ س
Artinya : “ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu
dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah
menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.
Bahkan ditegaskan bahwa sebagian dari prasangka itu adalah
dosa. Ayat ini dijadikan dalil bagi asas praduga tak bersalah.
Hadis Nabi saw yang dapat dijadikan landasan asas praduga tak
bersalah antara lain :
فاكانيخشجفحهاععائشحقالسصلاللهصهاللهعهصهى:ادءاانحذدعانضهيااصرطعرى
صثهفاالياواحطئفانعفخشياخطئفانعقتح
Artinya: “ diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata bahwa
Rasulullah bersabda : hindarkan bagi muslim hukuma hudud kapan
saja kamu dapat dan bila kamu dapat dijalan untuk membebaskannya.
Jika imam salah, lebih baik salah dalam membebaskan dari pada salah
dalam menghukum” (HR.al-Tirmizi).38
d. Asas tidak sahnya hukuman karena keraguan
Hukuman batal jika ada keraguan (doubt). Nash hadis jelas
dalam hal ini :
فعاعاتششجقالقالسصلاللهصهاللهعهصهى:ادفاعاانحذدياجذذىنيذ
)شثاخ(
38
Abu Isa Muhammad bin Sawrah al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi (Beirut: Dar al-Fikr, 1988
M/1408 H), h.IV:25
22
Artinya : “ diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata
Rasulullah saw: bersabda : hindarkan hukuman hudud jika kamu
menemukan jalan untuk menghindarkanya (keadaan ragu), (HR.Ibnu
Majah).39
Menurut ketentuan ini, putusan untuk menjatuhkan hukuman
harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Menurut
Audah, keraguan di sini berarti segala hal yang kelihatan seperti
sesuatu yang terbukti padahal pada kenyataannya tidak terbukti atau
segala hal yang salah menurut hukum yang mungkin secara konkret
muncul padahal tidak ada ketentuan untuk itu dan yang tidak ada
dalam kenyataannya sendiri.40
Abdul Qadir Audah memberi contoh dari keraguan itu dalam
kasus pencurian. Misalnya suatu kecurigaan mengenai kepemilikan
dalam pencurian harta bersama. Jika seseorang mencuri sesuatu yang
dia miliki bersama orang lain, hukuman hadd bagi pencurian menjadi
tidak valid, karena dalam kasus ini harta itu tidak secara khusus
dimiliki orang lain tetapi melibatkan persangkaan adanya kepemilikan
juga dari pelaku perbuatan itu. Contoh lainya adalah pencurian harta
milik seseorang oleh ayahnya sendiri. Di sini persangkaan tentang hak
ayah terhadap hak milik anaknya muncul. Pertanyaan hak ayah ini
muncul dalam kaitan hadis Rasulullah saw : “kamu dan yang kamu
miliki adalah hak ayahmu”.41
Dari hadis Nabi saw yang disebutkan diatas, hakim tidak boleh
menjatuhkan hadd jika ada keraguan. Dalam kejahatan-kejahatan
hudud, keraguan membawa pembebasan si terdakwa dan pembatalan
hukuman hadd. Akan tetaapi ketika membatalkan diperlukan, hakim
39
Abu Abd Allah Muhammad ibn Yazid al-Qazwinil ibn Majah, Sunan ibn Majah (Beirut:
Dar al-Kutub al-Ilmiyah), h. II.851 40
Abdul Qadir Audah ,Al-Tasyri al-Jind‟i. (Beirut: Ar-Risalah: 1998). h.254 41
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah , cet.11 (Mesir: Dar al-Fath,1999 M/1420 H), h.II:312
23
masih memiliki otoritas untuk menjatuhkan hukuman ta‟zir kepada
terdakwa itu.
Para sarjana muslim sepakat pada penerapan prinsip di atas
untuk kejahatan-kejahatan hudud dan qisas, namun mereka berbeda
pada penerapannya untuk kejahatan-kejahatan ta‟zir. Pandangan
mayoritas adalah bahwa aplikasi prinsip ini tidak meliputi kejahatan
ta‟zir. Akan tetapi, sebagian sarjana berpendapat bahwa jenis
kejahatan terakhir tadi mestinya tidak dikecualikan, atas dasar bahwa
tidak ada sesuatupun dalam jiwa dari syariah menghalangi
keberlakuannya. Menurut mereka, ketentuan ini dibuat dengan tujuan
untuk menjamin keadilan dan melindungi kepentingan terdakwa, baik
dakwaan itu untuk kejahatan hudud, qisas, atau ta‟zir.42
Pendapat terakhir ini didukung oleh Nagaty Sanad dengan
alasan bahwa beberapa kejahatan ta‟zir mungkin dapat dijatuhi sanksi
yang sama beratnya dengan dua jenis kejahatan sebelumnya. Hukuman
mati, yang merupakan sanksi paling serius, dapat diterapkan juga
untuk kejahatan ta‟zir ini. Atas dasar kedua alasan tersebut, kejahatan-
kejahatan ta‟zir harus diperlukan sama dengan kejahatan-kejahatan
hudud dan qisas dalam aplikasi prinsip batalnya hukuman karena
keraguan ini.43
e. Asas kesamaan di hadapan hukum
Syariah memberi tekanan yang besar pada prinsip equality
before the law. Hal ini diisyaratkan dalam Al-Qur‟an surat al-Hujurat
ayat 13 yang berbunyi :
ا كىئاٱناس أ خهق ركش ي أث كى جعه ا قثا ئمشعت ها نرعاسف عذأكشيكىئ كىهٱلل أذقى
ئ خثش عهى ٱلل
42
Nagaty Sanad, The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law, cet.I
(Chicago: Office of International Criminal Justice, 1991.h.73 43
Nagaty Sanad, The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law, cet.I
(Chicago: Office of International Criminal Justice, 1991.h.73
24
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”
Pernah terjadi di masa Rasulullah saw, seorang wanita dari satu
suku yang kuat didakwa kasus pencurian. Beberapa anggota keluarga
wanita itu menjumpai Rasulullah saw meminta pembebasan si wanita
tadi dari hukuman yang ditentukan. Rasulullah dengan tegas menolak
perantaraan itu dengan menyatakan : “sesungguhnya yang
membinasakan kaum sebelum kamu adalah karena diskriminatif dalam
memberikan hukuman, apabila orang lemah mencuri mereka tegakan
hukum atasnya, namun apabila orang kuat mencuri mereka abaikan
hukum atasnya, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, ikatan
keluarganya tidak dapat menyelamatkannya dari hukuman had.44
Konsekuensi dari asas ini, hakim wajib mempersamakan antara
kedua pihak (penuntut dan terdakwa) dalam lima hal:
1) dalam menghadap kepadanya;
2) dalam duduk dihadapanya;
3) dalam menerima keduanya;
4) dalam mendengarkan keduanya;
5) dalam menghukum keduanya.45
Umar bin Khatatab menulis surat kepada Abu Musa al-Asy‟ari
bahwa: “ perlakukanlah para pihak dengan cara yang sama, baik dalam
mendudukan mereka maupun sikap mukamu, sehingga orang yang
44
Abi Muh bin Abdullah Yazid, Sunan ibn Majah,( kairo: Darul Hadits.) h.II: 851 45
Sayyid Sabiq, Fiqih al-Sunnah, cet.I (Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1971 M/1391 H),
h.II;403
25
terhormat tidak melecehkanmu dan orang lebah tidak merasa pesimis
untuk mendapatkan keadilan darimu.46
Perlakukan yang sama tersebut
berlaku baik terhadap orang Islam maupun non muslim.
B. Ijtihad Hakim Dalam Memutus Perkara
Secara etimologi, ijtihad berakar pada kata جذ yang berarti kesulitan atau
kesusahan.47
Menurut Prof. Dr. H. Minhajuddin, MA., bahwa ijtihad berarti
mencurahkan segala kemampuan atau menanggung beban yang berat.48
Menurut
Wahbah Az-Zuhaili :
غتزلانجرذاصرفشاغانصعفذحققايشيانليسالحرادفانغح:عثاسج
Artinya : “ Ijtihad menurut Bahasa ialah mengerahkan dari segala
kesungguhan dan mencurahkan segala kemampuan dalam menguatkan suatu uusan
dari dalam menguatkan suatu urusan dari berbagai urusan”,49
Kalau lebih disederhanakan perumusannya, maka ijtihad bermakna kerja keras
dan sungguh-sungguh. Dengan demikian, setiap pekerjaan yang dilakukan dengan
maksimal serta segenap kemampuan yang ada, dinamakan ijtihad pelakunya dinamai
mujtahid.
Kemudian kata atau istilah ijtihad tersebut digunakan sebagai salah satu
istilah dalam kajian ilmu usul al-fiqih yang bermakna usaha maksimal ulama fikih
dalam melakukan kajian untuk memperoleh ketentuan-ketentuan hukum yang
bersifat danniy.50
46
H. Taufiq, “ Asas-asas Hukum Acara Peradilan Islam dalam Jurnal Mimbar Hukum, No.35,
Thn. VIII, 1997, h.19-22 47
Abiy Husain Ahmad ibn Faris ibn Zakariyyah, Mu'jam Maqayis alLughah, Juz, I., (Beirut:
Dar al-Fikr li al-aba'ah wa al-Nasyr, 1979)h.486 48
H. Minhajuddin, Posisi Fiqih Muqaran, (Fiqih Perbandingan dalam PenyelesaianMasalah
Ikhtilafiyyah), (Makassar: CV Berkah Utami, 1999),h. 67 49
Wahbah Az-Zuhaili, Ilm Usul al-Fiqh al-Islami, (Juz II., Beirut: Dar al-Fikr, 1986), h.1038 50
Zakariya al-Ansariy, , Ghaya¯ al-Wus-l, ( Singapura: al-aramain, t. th),h.147
26
Lebih lanjut Wahbah Az-Zuhaili mengemukakan pengertian Ijtihad menurut
istilah bahwa ijtihad adalah usaha mengistinbatkan hukum-hukum syara dari
dalilnya secara terperinci.51
Selanjutnya, bahwa hakim merupakan salah satu unsur terpenting dalam
lembaga peradilan. Ia memainkan peranan yang sangat penting dalam melaksanakan
perberlakuan hukum Islam dan merupakan orang yang paling bertanggung jawab
sepenuhnya dalam menjaga dan mempertahankan hukum Islam.
1.Prinsip Kekuasaan Kehakiman dalam Hukum Islam
a. Pengertian Hakim
Hakim berasal dari kata حاكى-حكى–حكى semakna dengan qadhi yang
berasal dari kata قع- قاض–قع artinya memutus. Sedangkan menurut
bahasa adalah orang yang bijaksana atau orang yang memutuskan perkara
dan menetapkannya.52
Hakim menurut syar‟a Hakim yaitu orang diangkat oleh kepala
Negara untuk menjadi hakim dalam penyelesaian gugatan, perselisihan-
perselisihan dalam bidang hukum perdata oleh penguasa sendiri tidak dapat
menyelesaikan tugas peradilan.53
Di samping itu, seorang hakim harus mampu melakukan pemeriksaan,
penilaian dan akhirnya memberikan keputusan terhadap suatu perkara yang
diajukan kepadanya. kewenangan yang demikian itulah yang disebut dengan
kekuasaan kehakiman.
Hakim sebagai pelaksana hukum mempunyai kedudukan yang sangat
penting sekaligus mempunyai beban yang sangat berat. Dipandang penting
karena melalui hakim akan tercipta produk-produk hukum baik melalui
ijtihad yang sangat dianjurkan sebagai keahlian hakim yang diharapkan
dengan produk tersebut segala bentuk kedhaliman yang terjadi dapat tercegah
51
Wahbah Az-Zuhaili, Ilm Usl al-Fiqih al-Islami,h.1039 52
Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993). h.11 53
Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1993). h.29
27
dan diminimalisir sehingga ketentraman masyarakat terjamin. Dari tugas
hakim ini menunjukkan posisi hakim sangat penting sebagai unsur badan
peradilan. Hakim sebagai salah satu unsur peradilan yang dipandang penting
dalam menyelesaikan perkara yang diperselisihkan antara sesama, oleh sebab
itu harus didukung oleh pengetahuan dan kemampuan yang professional
dengan syarat-syarat yang umum dan khusus yang di tentukan oleh
Mahkamah Agung. Imam Mawardi menambahkan bahwa hakim harus
diketahui identitasnya, harus memahami tugas atas pekerjaanya, menyebut
wewenangnya dan wilayah meliputi negara atau propinsi.54
b. Syarat-syarat Hakim
Para hakim madzhab bersepakat bahwa seorang hakim harus
memenuhi syarat-syarat: berakal, balig, merdeka, muslim, mendengar,
melihat, mampu berbicara. Mereka berselisih dalam menetapkan syarat
adaalah, laki-laki, dan mampu berijtihad.55
Sementara itu, Muhammad Salam Madkur memberikan enam syarat,
Yaitu, Laki-laki, berakal, Islam, adil, mempunyai pengetahuan tentang
pokok-pook hukum agama, sehat pendengaran, pengliatan dan ucapan.56
Adaalah disyaratkan oleh Madzahab Maliki, Syafi‟i, dan Hanbali.
Karena itu, tidak boleh mengangkat orang yang kesaksiannya ditolak atau
orang fasik menjadi hakim sebab ucapan mereka tidak dapat dipercaya. Allah
SWT berfirman dalam surat al-Hujuraat ayat 6 yang berbunyi :
ا أ اٱنز اتثا فاصق جا ءكىئءاي فرث
Artinya : “Wahai, orang-orang yang beriman jika seseorang yang fasik
datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya”
54
Imam Mawardi. Hukum Tata Negara Dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam. Cet. ke-1.
(Jakarta: Gema Insani Press, 2000.),h.142-143 55
Al-Bada‟i, jld.VII,h.3; ad-Dasuqi, jld.VI,h.129; Bidayah al-Mujtahid, jld.II, h.449. 56
Muhammad Salam Madkur, Al-Qadha fil Islam. (Kairo: Dar an-Nah‟ah al-
Arabiyyah,t.t),h.83-84
28
Apabila kesaksian seseorang tidak bisa diterima, tentunya dia layak
diangkat menjadi hakim. orang dianggap memiliki kriteria adaalah jika dia
meninggalkan dosa-dosa besar, tidak berterus-terusan melakukan dosa kecil,
akidahnya benar, menjaga kehormatan, dapat dipercaya, dan tidak dicurugai
mengutamakan kepentingan pribadinya atau mencegah kemudratan pada
dirinya dengan cara yang tidak dibenarkan oleh agama.
Madzhab Hanafi mengatakan bahwa orang fasik dapat menjadi hakim.
kalau imamnya memilihnya sebagai hakim, putusannya dapat diterima.
Meski demikian, seyogianya orang seperti itu tidak dipilih, seperti dalam
masalah saksi, di mana seorang hakim hendaknya tidak menerima kesaksian
seorang saksi yang fasik. Akan tetapi, boleh juga jika hakim menerima
kesaksiannya. Dalam kedua kasus ini (mengangkat hakim dan saksi), orang
yang mengangkat orang fasik sebagai hakim dan menerima kesaksiannya
termasuk orang yang berdosa.57
Berjenis laki-laki juga disyaratkan oleh selain ulama bermadzhab
Hanafi. Dengan demikian, wanita tidak boleh memangku jabatan sebagai
hakim. dalilnya adalah sabda Nabi Muhammad Saw
نفهحانقوناايشىايشاج
Artinya : “ Tidak akan berbahagia kaum yang memasrahkan urusan
(pemerintahanya) kepada wanita.”58
Alasan lainnya, memutuskan perkara itu membutuhkan pikiran dan
akal yang cerdas, juga memerlukan pengalaman berkaitan dengan masalah-
masalah kehidupan. Akal wanita kurang kuat dan sedikit pendapat karena
pengalamannya dalam mengamati realitas kehidupan kurang. Selain itu
seorang hakim harus duduk berhadapan dengan orang laki-laki seperti ahli
57
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. 8. Cet. 10 (Damaskus: Darul Fikr,
2007 M/1428 H), h. 106 58
HR. Al-Bukhari, an-Nasai, at-Tirmidzi dari Abi Bakrah, dan dia(at-Tirmidzi) menilainya
sahih. Al-Maqaashid al-Hasanah, h.340;Nailu al-Awthar, jld.VII,h.263; Subulu as-Salam,jld.VI, h.123;
at-Talkhish al-Habir, jld.IV,h.184. lihat juga Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. 8.
Cet. 10 (Damaskus: Darul Fikr, 2007 M/1428 H), h. 106
29
fiqih, para saksi, dan orang-orang yang sedang bersengketa. Adapun
perempuan dilarang duduk bersama kaum laki-laki asing untuk menghindari
terjadinya fitnah. Dalam Al-Qur‟an, Allah SWT mengingatkan potensi lupa
yang dimiliki oleh wanita yang dalam surat al-Baqarah ayat 282 yang
berbunyi :
اذعمأ شئحذى افرزك ئحذى
Artinya : “ Agar kamu yang seorang lupa maka yang seorang lagi
mengingatkanya”.
Atas dasar semua itu, wanita tidak boleh menjadi pemimpin tertinggi
(al-Imaamah al-Uzhmaa) dan juga jabatan pemimpin dalam negara. Nabi dan
juga khalifah setelahnya tidak pernah mengangkat hakim atau gubernurnya
dari kalangan wanita.
Adapun ulama bermadzhab Hanafi berpendapat bahwa wanita boleh
diangkat sebagai hakim dalam sengketa harta dan keuangan (al-qadhaa al-
madani ). Alasannya karena dalam masalah muamalah. Kesaksian wanita
diterima. Adapun dalam masalah hudud, qisas, atau hukum-hukum jinayah
lainya, wanita tidak boleh menjadi hakim sebab kesaksiannya dalam masalah
ini tidak diterima. Sebagaimana diketahui, kompentensi dalam bidang
menetapapkan perkara berkaitan erat dengan kompentensi menjadi saksi.
Ibnu Jarir ath-Thabari berkata bahwa wanita boleh menjadi hakim
secara mutlak dalam bentuk semua perkara. Alasanya, karena dia boleh
menjadi mufti, dia juga boleh menjadi hakim.
Mampu untuk berijtihad merupakan syarat yang ditetapkan oleh ulama
madzhab Maliki, Syafi‟i, Hanbali, dan sebagian ulama madzhab Hanafi,
seperti Imam al-Qaduri.59
Karena itu orang jahil mengenai hukum-hukum
agama atau muqallid (orang yang hafal madzhab imamnya, namun dia tidak
tau seluk beluk hukumnya dan tidak mampu menguraikan dalil-dalilnya) tidak
59
Al-Lubab fi Syarah al-Kitab (Kitab al-Qaduri),jld.IV,h.78. lihat juga Wahbah az-Zuhaili,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. 8. Cet. 10 (Damaskus: Darul Fikr, 2007 M/1428 H), h.107
30
boleh diangkat menjadi hakim sebab orang seperti itu juga tidak boleh
mengeluarka fatwa, apalagi untuk menjadi hakim. Dalilnya adalah Firman
Allah SWT yang dalam surat al-Maa‟idah ayat 49 yang berbunyi :
أ ىٱحكى ا ت أزلت ٱلل
Artinya : “ Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara
mereka menurut apa yang diturunkan Allah.”
Dalam ayat tersebut, Allah tidak mengatakan “dan hendaklah kamu
memutuskan perkara di antara mereka dengan bertaklid kepada orang lain”.
Allah SWT juga berfirman dalam surat an-Nisa ayat 105 yang berbunyi :
نرحكى ا ٱناست كت أسى ٱلل
Artinya : “ Agar engkau mengadili antara manusia dengan apa yang
telah diajarkan Allah kepadamu”.
Perlu diperhatikan juga bahwa dalam madzhab Maliki, persyaratan
ijtihad bagi hakim merupakan pendapat sebagian besar ulama madzhab.
Meski demikia, pendapat yang mu‟tamad dan yang lebih sahih menurut
mereka adalah bolehnya hakim dari kalangan muqallid asalkan ada
mujtahid.60
Indikator kompentensi berijtihad dapat dilihat dari pengetahuan
seseorang mengenai dalil-dalil Al-Qur‟an dan Sunnah yang berkaitan dengan
hukum-hukum syara, juga harus mengetahui ijmak, perbedaan pendapat,
qiyas, dan bahasa Arab. Dia tidak diharuskan menguasai semua bagian dari
Al-Qur‟an dan Sunnah, juga tidak diharuskan menguasai semua hadits yang
ada, juga tidak diharuskan mampu berijtihad dalam semua permasalahan.
Cukup baginya mengetahui hal-hal yang diperlukan yang memang menjadi
objek kajiannya.61
60
Abu Muhammad Ibn Qudamah,Asy-Syarh al-Kabir dan Hasyiyah ad-Dasuqi, jld.IV.h.129. lihat juga Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. VIII . Cet. 10 (Damaskus: Darul Fikr,
2007 M/1428 H),h. 108 61
Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh , jld.II, h.1044 Dar al-Fikr.
31
c. Hukum Menerima Pengangkatan sebagai Hakim
Para ahli fiqih bersepakat bahwa apabila hanya ada satu orang di
daerah tertentu yang layak untuk menjadi hakim kemudian dia dipilih, dia
wajib menerimannya. Apabila dia menolak, dia termasuk melakukan maksiat,
sama seperti masalah fardu „ain lainya. Pemimpin harus memaksanya untuk
menerima keputusan tersebut sebab masyarakat membutuhkan ilmu dan
pemikirannya sehingga disamakan dengan orang yang mempunyai makanan,
namun dia tidak mau memberikan kepada orang yang memang
membutuhkan.62
Adapun jika dalam suatu daerah tersebut terdapat banyak orang yang
layak untuk menjadi hakim, orang yang dipilih itu boleh menerima
menolaknya. Manakah yang lebih utama menerima atau menolak.
Sebagian sahabat juga ada yang menolak tawaran menjadi hakim,
seperti Ibnu Umar, sebagaian imam fiqih, seperti Abu Hanifah, juga menolak
menjadi hakim sebab ada ancaman agama yang sangat berat dan berisiko.63
Lebih dari itu, meminta untuk menjadi hakim hukumnya makruh
berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW. Kepada Abdurrahman bin
Samurah,” Wahai, Abdurrahman bin Samurah! Janganlah engkau meminta
untuk menjadi pemimpin (imaarah). Jika engkau diberi jabatan sebagai
pemimpin tanpa engkau meminta, engkau akan ditolong, namun jika engkau
mendapatkannya dengan meminta, semua akan dibebankan kepadamu.”64
Ulama kelompok ini menegaskan bahwa hadits-hadits yang
tampaknya mencela hakim mestinya dipahami sebagai pencelaaan terhadap
62
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, jld.VIII. Cet.10 , h.109 63
Dalam Kitab al-Jauharah yang bermadzhab Hanafi. Dan lihat juga Wahbah az-Zuhaili,
Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. VIII . Cet. 10 (Damaskus: Darul Fikr, 2007 M/1428 H), h.109 64
Asy-Syekh Faishal bin Abdul Azis al- Mubarak, Nailu al-Awthar, jld.VIII. penerjemah Mu‟
ammal Hamidy,dkk,(Surabaya: Bina Ilmu,2001).h.256
32
hakim yang bodoh atau hakim pandai, tapi fasik, atau yang mau menerima
sogokan.65
Imam al-Qaduri yang bermadzhab Hanafi mengatkan, orang yang
yakin bahwa dirinya mampu melaksanakan kewajiban sebagai hakim maka
dia boleh masuk dalam dunia peradilan dan ini adalah hukum berdasarkan
kaidah syara. Adapun orang yang takut tidak mampu melaksanakan tugas dan
kewajiban sebagaimana mestinya dan khawatir akan melakukan kezaliman
maka dia dimaksruhkan memasuki dunia kehakiman. Seseorang tidak layak
(hati dan lisannya) meminta jabatan.66
Berdasarkan sabda nabi Muhammad
saw ., “ Barangsiapa meminta untuk menjadi hakim maka (semuanya) akan
dibebankan kepadana. Barangsipa dipaksa untuk menerimanya maka akan
turun malaikat yang kan menolongnya.”67
d. Tugas-Tugas Hakim
Dalam menjalankan tugasnya, hakim memiliki kebebasan untuk
membuat keputusan terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lainya.68
Hakim juga menjadi tumpuan dan harapan bagi pencari keadilan. Serta tugas
–tugas hakim meliputi sepuluh hal berikut ini:
1) Memutuskan perkara dua orang yang sedang bersengketa, baik melalui
cara damai (ishlah) maupun dengan cara memaksa mereka mematuhi
hukum yang ditetapkan.
2) Memerangi orang zalim yang merampas hak orang lain. Menolong
orang-orang yang terzalami dan memberikan haknya secara tepat.
3) Menegakan hudud dan memperjuangkan hak-hak Allah.
65
Al-Bada‟i , jld.VII.hlm.3 dan setelahnya Fath al-Qadir,jld.V.h.458. dan setelahnya; ad-Durr
al-Mukhtar, jld.IV, h.319; al-Lubab Syarh al-Kitab, jld.IV.h. 78.lihat juga Wahbah az-Zuhaili, Fiqih
Islam Wa Adillatuhu , h.111 66
Al-Kitab, jld,IV,h.78. 67
HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad. (Nashbu ar-Rayah, jld.VI,h.69;
Majma az-Zawa‟id, jld.IV, h.194. 68
Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, (Bandung: Rosda
Karya , 1997), h. 104.
33
4) Mengurusi masalah pembunuhan dan pertengkaran hingga timbul luka-
luka
5) Mengurusi harta anak yatim, orang gila, dan menetapkan orang-orang
yang bertanggung jawab untuk mengurusinya supaya harta mereka terjaga.
6) Mengurusi harta wakaf.
7) Melaksanakan wasiat.
8) Mengakadkan perempuan yang tidak memiliki wali atau walinya tidak
mau menikahkanya.
9) Memperhatikan fasilitas-fasilitas umum seperti jalan dan sebagainya.
10) Amar makruf dan nahi munkar, baik dengan ucapan maupun tindakan.69
Ini menunjukan bahwa hakim mengurusi masalah sipil, kriminalitas,
keluarga (ahwal asy-syakhshiyah), masalah administrasi, dan hak-hak publik
sehingga dalam waktu bersamaan, dia menjadi hakim sipil, hakim masalah
kriminalitas, hakim masalah keluarga, dan juga pengontrol tegaknya hukum di
tengah masyarakat (muntasib). Meski demikian, diperbolehkan juga apabila
tugas0tugas itu dibagi sehingga ada hakim-hakim dalam bidang tertentu jika
memang permasalahan yang timbul sangat banyak.
e. Kewajiban Hakim
Seorang hakim wajib mematuhi aturan-aturan yang berakitan dengan
sumber hukum yang menjadi landasan dalam menetapkan keputusan,
prosedur menetapkan keputusan, baik dengan bukti maupun ikrar atau yang
lainya, dan juga aturan-aturan yang berkaitan dengan al-maqdhi lahu (pihak
yang mempunyai hak) dan al-maqdhi‟alaih (pihak yang dianggap kalah, baik
yang menuduh maupun yang dituduh). 70
2. Metodelogi Ijtihad Hakim
69
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu , h.111 70
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu, h.112.
34
Menurut H.M. Atho‟ Mudzhar, ijtihad adalah upaya
bersungguhsungguh secara maksimal untuk mencapai sesuatu. Meskipun ada
pendapat bahwa sasaran ijtihad itu dapat pula dalam bidang-bidang seperti
ilmu kalam dan lain-lain, akan tetapi sejarah menunjukkan bahwa yang
dominan adalah ijtihad selama ini bersasaran untuk memperoleh ketetapan
hukum Islam yang zany, karena ijtihad itu sendiri memang dilakukan kalau
tidak ada nash, baik Al-Qur‟an maupun Hadits, yang menetapkan hukum
masalah yang menjadi sasaran ijtihad itu. Kedudukan ijtihad dalam Islam
amat penting. Ijtihad berperan sebagai roh dari dinamika hukum Islam.
Dengan kata lain, ijtihad adalah modal penting agar hukum Islam senantiasa
dapat menjawab perkembangan zaman.71
Menurutnya, ijtihad mempunyai
relasi dengan sejarah dan struktur sosial, sehingga seorang mujtahid perlu
menggunakan pendekatan sejarah sosial dalam melakukan metode ijtihadnya,
yang dimaksud dengan pendekatan sejarah sosial dalam pemikiran hukum
Islam pada dasarnya adalah hasil interaksi antar pemikir hukum Islam
(mujtahid) dengan lingkungan sosio-kultural atau sosio-politik yang
mengitarinya. Oleh karena itu produk pemikirannya itu bergantung pada
lingkungan tersebut. Pendekatan ini memperkuat alasan seorang mujtahid
dengan kenyataan sejarah, bahwa produk-produk pemikiran yang sering
dianggap hukum Islam itu sebenarnya tidak lebih dari hasil interaksi tersebut.
Dalam hal ini hakim harus berijtihad dalam memutuskan perkara diperadilan.
a. Putusan Hakim bersumber dari hukum Syar’a dan sifat Putusannya
1) Keputusan yang ditetapkan oleh seorang hakim harus keputusan yang
yang menurutnya merupakan hukum Allah SWT baik atas dasar dalil yang
qath‟i, yaitu nas dari Al-Qur‟an, Sunnah yang mutawatir atau yang
masyhur, atau dari ijmak yang maknanya jelas tidak ada kemungkinan
makna lain. Dapat juga berdasarkan dalil yang zahir yang bisa dijadikan
71
H.M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
1998),h.9
35
dasar untuk amal, seperti nas-nas yang zahir dalam Al-Qur‟an atau
Sunnah, atau yang ditetapkan berdasarkan qisas syar‟i dan dapat
diamalkan dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang memiliki potensi
untuk diperselisihkan oleh ulama.
Apabila seorang hakim tidak mendapatkan dasar hukum atas masalah
baru yang dihadapi baik dari Al-Qur‟an, Sunnah, Ijmak, atau qiyas,
keputusannya jika memang dia mempunyai mempunyai kapasitas untuk
berijtihad. Ini karena secara zahir, hasil ijtihadnya adalah pendapat yang
benar baginya sehingga dia tidak boleh mengikuti hasil ijtihad orang lain.
Apakah seorang hakim mujtahid boleh menggunakan pendapat
mujtahid lain lebih faqih darinya? Abu Hanifah membolehkannya.
Adapun dua murid Abu Hanifah menetapkan tidak boleh. Perbedaan
pendapat ini disebabkan adanya perbedaan dalam memandang apakah
lebih pandainya (afqah) salah seorang mujtahid bisa dijadikan dasar untuk
me-rajih-kan pendapatnya atau tidak? Abu Hanifah mengaggapnya bisa
sebab ijtihad orang yang lebih faqih itu lebih dekat dengan kebenaran.
Adapun menurut dua sahabat Abu Hanifah, hal yang seperti itu tidak bisa
dijadikan dasar untuk me-rajih-kan sebab masalahan kefaqihan tidak
setara dengan dalil-dalill yang menjadi sumber istinbath dan yang bisa
digunakan untuk men-tarjih.
Ulama madzhab Maliki berpendapat bahwa bila seorang hakim
mampu berijtihad, dia menetapkan keputusan dengan hasil ijtihadnya
meskipun ada orang lain yang pandai darinya, sebab secara ijmak, seorang
mujtahid tidak boleh taklid terhadap pendapat yang berbeda dengan
pendapatnya.72
72
Al-Mabsuth, jld.XVI, h.68; al-Bada‟i ,jld,VII,h.5
36
Apabila seorang hakim bukan ahli berijtihad, dia boleh memilih
pendapat mujtahid yang lebih faqih atau yang lebih wara‟ sesuai dengan
keyakinannya.
2) Sifat Putusan Hakim
Jumhur ulama berpendapat bahwa putusan hakim hanya menetapkan
aspek-aspek lahirriah perkara, tidak untuk masalah batin atau hakikatnya,
sebab manusia hanya diperintah untuk memerhatikan aspek lahiriahnya,
sedangkan aspek batiniyahnya, hanya Allah yang menghukumi. Karena
itu, keputusan hakim tidak sampai menyebabkan sesuatu yang hukumnya
haram menjadi halal atau sesuatu yang halal menjadi haram. Apabila
seorang hakim menetapkan putusan berdasarkan kesakisan dua orang
saksi yang secara lahiriah adil, keputusannya itu sama sekali tidak bisa
dijadikan dasar untuk menetapkan kehalalan perkara yang diputuskan dari
sisi batin, baik perkara itu berkaitan dengan benda atau lainya. Dalilnya
adalah sabda Nabi Muhammad saw yang artinya” Sesungguhnya, kalian
bersengketa dan meminta keputusannku. Aku ini adalah manusia biasa.
Mungkin di antara kalian ada yang lebih pandai bersilat lidah dengan
hujahnya daripada yang lain lalu aku memutuskan sesuai dengan apa yang
aku dengar. Karena itu, barangsiapa yang aku putuskan untuknya satu
keputusan, namun sebenarnya keputusan itu menyebabkan terlanggarnya
hak kawanya maka janganlah ia mengambil keputusan itu. Jika dia
mengambilnya aku tetapkan baginya potongan dari neraka.”73
Lain dengan Abu hanifah. Dia menetapkan apabila seorang hakim
memutuskan bahwa suatu akad terpenuhi atau suatu akad menjadi rusak
atau jatuh talak, keputusannya itu berlaku, baik pada sisi lahiriah maupun
batiniahnya, sebab tugas hakim adalah menetapkan keputusan secara
benar. Adapun hadits di atas adalah berkenaaan dengan masalah yang
73
Mugni al-Muhtaj,jld.IV,h.397; al-Mughni,jld.IX, h.58, Bidayahtul al-Mujtahid,jld.II,h. 450
37
tidak ada buktinya. Atas dasar ini, apabila ada seorang lelaki mengaku
bahwa wanita yang ada disampingnya adalah istrinya yang sudah ia nikahi
secara sah, namun wanita itu mengingkarinya lalu lelaki itu
mendantangkan dua saksi palsu untuk perkuat pengakuannya kemudian
hakim menetapkan bahwa pernikahan anatara lelaki dan wanita itu sah,
lelaki itu halal berhubungan badan dengan wanita itu meskipun kedua-
keduanya tahu bahwa sebenarnya tidak ada proses pernikahan yang sah.
b. Pokok-Pokok Prosedur Pengadilan
Gambaran praktis prosedur penangan perkara di pengadilan adalah
melalui tiga tingkatan atau langkah prosedur : pertama, adda‟waa (langkah
pengajuan perkara hukum, penuntut perkara, lawsuit); kedua, mekanisme
pembuktian; dan ketiga adalah putusan hukum adalah putusan hukum final.
Dengan tiga tingkatan prosedur ini, hak-hak bisa dicapai, perselisihan dan
persengketaaan bisa diselesaikan, status hukum jelas, dan permusuhan bisa
diakhiri.
1) Pengajuan Perkara (Ad-Daa‟waa)
Ad-da‟waa (gugatan) atau pengajuan perkara hukum ke pengadilan
adalah memberitahukan dan melaporkan suatu hak seorang atas orang
lain kepada hakim.74
dapat juga berarti laporan yang diterima di hadapan
qadhi di mana orang yang melapor bermaksud untuk menuntut haknya
yang ada pada orang lain atau meminta perlindungan terhadap haknya itu
dan mewajibkan orang yang dilaporkannya itu harus memberikan hak itu
kepadanya. Seperti dengan berkata, “saya memiliki hak begini yang
menjadi kewajiban dan tanggungan si fulan,” atau, “saya telah menuaikan
hak si fulan,” dan sebagainya. Pengajuan perkara ke pengadilan adalah
sarana peradilan yang legal dan resmi untuk menuntut hak. Ini karena
secara syara, pihak yang memiliki hak tidak boleh melakukan tindakan
yang bisa menyebabkan penganiayaan terhadap diri pihak tergugat atau
74
Ad-Durr al-Mukhtar, jld.IV. h. 437
38
terdakwa, demi mencegah keributan dan kericuhan serta memutus
pangkal perselisihan, menghentikan berlanjutnya pelanggaran dan
penganiayaan, dan mencegah penghilangan hak. Ini karena perselisihan
dan persengketaan yang terus berkelanjutan akan menimbulkan
kerusakan yang besar, sementara Allah SWT tidak menyukai
kerusakan.75
Landasan pensyariatan ad-da‟waa adalah sabda Rasulullah saw.,
نعطاناستذعاىالدعاسايالقودياءىنكانثحعهانذعانعهي
اكش
Artinya : “ seandainya manusia dikabulkan setiap dakwaan dan
klaimnya, tentunya banyak orang akan menggugat dan mengklaim atas
harta kaum dan darah mereka, tetapi mengajukan bayyinah (saksi) adalah
tugas pihak penggugat dan mengucapkan sumpah adalah tugas pihak
tergugat yang menyangkal.”76
Supaya suatu laporan dakwaan dan gugatan bisa diterima, ulama
Hanafiah memberikan sejumlah syarat dan ketentuan yang harus
dipenuhi, yaitu sebagai berikut:77
a) Terpenuhinya kompetensi akal atau tamyiiz (berakal dan mumayyiz).
Pihak penggugat dan tergugat sama-sama berakal. Karena itu, tidak
sah gugatan orang gila dan anak kecil yang belum mumayyiz,
sebagaimana pula tidak sah melakukan gugatan terhadap mereka berdua.
Karena itu, orang gila dan anak kecil yang belum mumayyiz tidak
dimiliki kewajiban hukum untuk memenuhi dan merespons gugatan atau
dakwaan seorang terhadap mereka berdua. Kesaksian saksi atas mereka
berdua juga tidak diterima. Menurut selain ulama Hanafiah, menjalankan
setiap bentuk hak disyaratakan harus memenuhi kteria baliq. Adapun al-
75
Al-Mabsuth, jld.XVII, h. 28; al-Mughni, jld. IX,h.272 76
HR.al-Baihaqi dan yang lainya 77
Al-Mabsuth, jld.XVII, h.39
39
qaashir (anak yang masih di bawah umur) maka yang menjalankan atau
melakukan gugatan adalah walinya atas nama dirinya.
b) Pengajuan gugatan dan dakwaan harus dilakukan di sidang pengadilan
karena pengajuan gugatan dan dakwaan tidak sah di selain majelis ini,
yakni mahkama atau pengadilan.
c) Dakwaan dan gugatan pihak penggugat harus ditunjukan kepada pihak
tergugat yang orangnya hadir ditempat di hadapan hakim ketika proses
pendengaran dan pengajuan dakwaan, saksi, dan proses pengadilan.
Karena itu, dakwaan dan gugatan terhadap orang yang tidak ada ditempat
adalah tidak diterima, sebagaimana penjatuhan vonis hukum atas seorang
tergugat yang tidak ada ditempat juga tidak boleh menurut ulama
Hanafiah, baik ketidakberadaaannya itu pada waktu kesaksian maupun
setelahnya, juga baik keberadaanya itu pada waktu kesaksian maupun
setelahnya, juga baik ketidakberadaaanya itu hanya di majlis sidang
maupun ia memang sedang tidak ada di daerah di mana qadhi yang
bersangkutan bertugas. Hal ini di dasarkan pada sabda Rasulullah saw.,
فاااقعىنتحضةيااصع
Artinya: “ karena sesungguhnya aku memberikan keputusan hukum
untuknya sesuai dengan apa yang aku dengar,”78
Sementara itu, selain ulama Hanafiah mengatakan bahwa boleh
menjatuhkan vonis hukum atas seseorang yang tidak hadir di tempat jika
memang pihak penggugat mampu mengajukan saksi atas kebenaran
dakwaan dan gugatannya.
d) Sesuatu yang digugat haruslah sesuatu yang jelas dddan tertentu
(ma‟luum), yaitu seperti dengan menunjukan di hadapan qadhi jika
sesuatu yang digugat itu berupa harta bergerak atau dengan menjelaskan
garis-garis batasnya jika sesuatu yang digugat itu memang bisa dijelaskan
78
Nail al-Awthar, jld.VIII, h.287.
40
garis-garis batasnya seperti tanah, perumahan, dan harta tidak bergerak
lainya. Bisa juga dengan menyebutkan nomor registrasi harta tidak
bergerak dalam sistem modern sekarang ini.
Sebab dan alasan disyaratkannya syarat ini, yakni sesuatu yang
digugat harus diketahui dengan jelas dan tertentu bahwa pihak tergugat
tidak memiliki kewajiban untuk merespons dan menanggapi gugatan
pihak penggugat kecuali setelah diketahuinya sesuatu yang digugat.
e) Tema gugatan harus sesuatu yang memungkinkan untuk diwajibkan
atas pihak tergugat, yakni tuntutan yang diajukan harus legal, mengikat,
dan memaksa menutut pengertian kita sekarang ini. Karena itu, jika tidak
dimungkinkan untuk mewajibkan atau membebani pihak tergugat dengan
sesuatu, gugatan yang diajukan tidak bisa diterima. Misalnya, si A
mengugat dan mengklaim bahwa ia adalah wakil si B ini yang ia gugat
yang ada di hadapan qadhi dalam salah satu urusannya.
f) Sesuatu yang digugat (al-mudda‟aa bihi ) adalah termasuk sesuatu
yang memiliki kemungkinan ada. Ini karena gugatan atau klaim atas
sesuatu yang mustahil wujudnya, baik secara hakikat maupun adat
kebiasaan, maka itu adalah sebuah gugatan dan klaim dusta.
Berdasarkan hal ini, gugatan ada dua macam: pertama,gugatan yang
sah dan diterima; kedua,gugatan yang tidak sah dan tertolak.
Gugatan yang diterima adalah gugatan yang memenuhi syarat-syarat
keabsahan suatu gugatan yang telah disebutkan atas dan memunculkan
konsekuensi-konsekuensi hukum yang dimaksud darinya, yaitu
mengharuskan pihak tergugat untuk hadir ke hadapan sidang pengadilan
dengan meminta bantuan para pembantu qadhi untuk menghadirkannya,
ia harus merespons dan menanggapi gugatan pihak penggugat, dan ia
harus bersumpah jika ia mengingkari dan menyangkal gugatan serta
dakwaan yang ditunjukan kepadanya.
41
Gugatan yang tertolak atau gugatan yang tidak sah dan batal adalah
gugatan yang tidak memenuhi salah satu dari syarat-syarat di atas dan
tidak memunculkan konsekuensi-konsekunsi hukum yang dimaksudkan
dan diinginkan dari gugatan seperti yang disebutkan diatas. Misalnya,
jika sesuatu yang digugat adalah sesuatu yang tidak diketahui dengan
jelas dan pasti (majhuul).ini karena sesuatu yang (majhuul) tidak
memungkinkan untuk dibuktikan berdasarkan kesaksian terhadap sesuatu
yang majhuul, juga seorang qadhi tidak mungkin melakukan proses
pengadilan dan memberikan keputusan hukum menyangkut sesuatu yang
majhuul.
c. Pembuktian
1) Pengertian Pembuktian
Pembuktian menurut istilah bahasa Arab berasal dari kata “al-
bayyinah” yang artinya suatu yang menjelaskan.79
Secara etimologis berarti
keterangan, yaitu segala sesuatu yang dapat menjelaskan hak (benar). Dalam
istilah teknis, berarti alat-alat bukti dalam sidang pengadilan. Secara
terminologis, pembuktian berarti memberikan keterangan dengan dalil hingga
meyakinkan. Dalam arti luas, pembuktian berarti memperkuat kesimpulan
dengan syarat-syarat bukti yang sah, sedang dalam arti terbatas pembuktian
itu hanya diperlukan apabila yang dikemukakan oleh penggugat itu dibantah
oleh tergugat.
79
Sulaikin Lubis, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Grup, 2005),h.135
42
Adapun alat-alat bukti (hujjah), ialah sesuatu yang membenarkan
gugatan. Para fuqoha berpendapat bahwa alat bukti ada 7 (tujuh) macam,
yaitu:80
a. Ikrar (pengakuan), yaitu pengakuan terdakwa dan merupakan alat
bukti yang paling kuat. Untuk membenarkan pengakuan, maka
hendaklah orang yang memberikan pengakuan itu dalam keadaan
berakal, baligh, tidak dipaksa dan bukan orang yang di bawah
pengampunan. Adapun contoh dari ikrar yaitu dari Hadis Riwayat
Bukhary Muslim, dari Abu Hurairah: Sewaktu Rasulullah Saw di
dalam masjid, telah datang seorang laki-laki kuslim. Ia berseru kepada
Rasulullah Saw “ya Rasulullah, sesungguhnya saya telah berzina”.
Rasulullah berpaling dari padanya orang itu berputar menghadap
kearah Rasulullah dan berkata “Ya Rasulullah saya telah berzina”.
Rasulullah berpaling dari padanya hingga orang itu ulangi yang
demikian itu sampai empat kali. Tatkala orang itu telas saksikan
(kesalahan) dirinya empat persaksian (empat kali mengaku),
Rasulullah panggil ia dan bertanya “Apakah anda tidak gila?” orang
itu menjawab tidak. Tanya Rasulullah lagi, “apakah anda sudah
kawin?” orang itu menjawab sudah. Maka Rasulullah Saw bersabda
“bawalah orang ini pergi dan rajamlah ia”.81
b. Syahadah (kesaksian), yaitu mengemukakan kesaksian untuk
menetapkan hak atas diri orang lain. Dengan kesaksian yang cukup
sesuai syarat, nyatalah kebenaran bagi hakim dan wajiblah dia
memutus perkara sesuai dengan kesaksian itu. Adapun contoh dari
syahadah yaitu: A memberi keterangan di depan persidangan tentang
80
Tengku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang:
PT Pustaka Rizki Putra, 1997), 136. 81
Roihan A.Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama Cet.VIII, (Jakarta:Rajawali Pers,
2001),h. 171.
43
apa yang ia lihat, ia dengar, dan ia alami sendiri peristiwa pidana yang
dilakukan oleh B.
c. Yamin (sumpah), yaitu suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan
atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan
mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang
memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-
Nya. Sumpah menurut Hukum Islam disebut al-yamin atau al-hilf.
Tetapi kata al-yamin lebih umum dipakai. Sedangkan sumpah di
lapangan pidana disebut qasamah.
d. Nukul (menolak sumpah), penolakan sumpah berarti pengakuan.
Kalangan fukaha berbeda pendapat tentang penolakan sumpah
sebagai alat bukti. Madzhab Hanafi dan Imam Ahmad menganggap
penolakan sumpah merupakan alat bukti yang dapat dipergunakan
sebagai dasar putusan. Pendapat lain menyatakan bahwa penolakan
sumpah tidak dapat dipakai sebagai alat bukti, tetapi jika tergugat
menolak gugatan penggugat maka penggugat yang disumpah.
Kemudian jika ia mau bersumpah maka diputuskan atas dasar sumpah
penggugat itu dan jika ia menolak bersumpah maka ia dikalahkan.
Adapun contoh dari nukul yaitu: Abdullah bin Umar telah menjual
seorang hamba seharga 800 dirham dalam keadaan sehat, kemudian
pembelinya memperkarakan penjualannya kepada Umar bin Khattab,
lalu Utsman berkata kepada Abdullah bin Umar “bersumpahlah
bahwa kamu telah menjualnya sedang hamba itu dalam keadaan
sehat”. Abdullah menolak sehingga hamba tersebut dikembalikan
kepada penjualnya oleh Utsman.82
e. Qasamah (sumpah), yaitu sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan
(tuntutan) pembunuhan yang dilakukan oleh wali (keluarga si
82
Muhammad Salam Madzkur, al-Qadha fi al-Islam, terj.Imran A.M., (Surabaya: Bina Ilmu,
1982),h.94.
44
pembunuh) untuk membuktikan pembunuhan atas tersangka atau
dilakukan oleh tersangka untuk membuktikan bahwa ia tidak
melakukan pembunuhan.
f. Keyakinan hakim, yaitu ilmu hakim yang diperoleh dari sesuatu yang
tidak berhubungan rapat dengan penggugat, tidak dibenarkan oleh
Abu Hanifah untuk dasar memutuskan perkara. Tetapi Abu Yusuf dan
Muhammad Ibn Al Hasan membolehkannya. Adapun keyakinan
hakim yang diperoleh di celahcelah pemeriksaan perkara, maka hakim
boleh memutuskan perkara dengan keyakinannya itu, terkecuali di
dalam bidang pidana, dimana tidak dapat dipergunakan segala hal-hal
yang meragukan. Sungguhpun demikian fukaha mutaakhkhirin
berpendapat bahwa hakim tidak boleh berpegang kepada ilmunya
secara mutlak dalam segala rupa gugatan.
g. Bukti-bukti lainnya yang dapat dipergunakan, yaitu dapat disebut
dengan alat bukti petunjuk (qarinah), berarti setiap tanda yang jelas
menyertai sesuatu yang samar sehingga tanda tersebut menunjuk
kepadanya.Adapun contoh dari qarinah yaitu: hamilnya seorang
perempuan yang belum menikah, bau alkohol pada mulut seseorang,
terbunuhnya seseorang dengan pelaku lebih dari 1 orang.
Ibnu Qayyim mengemukakan bahwa ada 26 alat bukti yang dapat
dipergunakan di hadapan majelis hakim. Namun tidak semuanya diterima oleh
ahli fikih. Adapun alat bukti yang disepakati oleh ulama fikih adalah sebagai
berikut:83
a. Kesaksian (syahadah), pemberitaan yang benar untuk menetapkan
suatu hak dengan lafal syahadah (kesaksian) di depan sidang
pengadilan. Persaksian merupakan salah satu alat bukti yang penting
dalam pembuktian hukum acara pidana Islam. hal ini dikarenakan
83
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996),h. 208.
45
persaksian dapat menjadikan pembuktian lebih obyektif karena
adanya saksi yang menguatkan.
b. Ikrar (pengakuan), yaitu suatu pernyataan terdakwa yang
menceritakan tentang suatu kebenaran atau mengakui kebenaran
tersebut. Para Ulama sepakat tentang keabsahan pengakuan, karena
pengakuan merupakan suatu pernyataan yang dapat menghilangjan
keraguan dari orang yang menyatakan pengakuan tersebut.
c. Sumpah, suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau
diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan
mengingat sifat Maha Kuasa Tuhan dan percaya bahwa siapa yang
memberi keterangan atau janji yang tidak benar akan dihukum oleh-
Nya. Adapun sumpah yang dimaksud dalam hal ini yaitu merupakan
sumpah dalam artian luas, sedangkan dalam hukum pidana sendiri
disebut dengan qasamah.
d. Nukul (penolakan sumpah), yaitu ia (seseorang) merupakan alat
bukti dan penggugat memperkuat gugatannya dengan bukti lain agar
gugatannya dapat mengena kepada pihak lainnya. Kalangan fukaha
berbeda pendapat tentang penolakan sumpah sebagai alat bukti.
e. Qarinah, merupakan alat bukti yang diperselisihkan oleh para
ulama untuk tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan. Untuk
jarimah-jarimah yang lain seperti hudud, qarinah banyak digunakan.
Diperselisihkannya alat bukti qarinah sebagai alat bukti sebabnya
adalah dalam banyak hal qarinah ini bukan petunjuk yang pasti
melainkan masih meragukan, karena banyak kemungkinan-
kemungkinan yang terjadi. Dalam contoh: kehamilan seorang
perempuan yang tidak bersuami sebagai pertanda bahwa ia telah
melakkan zina, belum bisa diterima sebagai petunjuk yang pasti
karena masih ada beberapa kemungkinan yang lain, misalnya ia
(perempuan tersebut) diperkosa. Oleh karena itu jumhur fukaha
46
membatasi penggunaan qarinah ini dalam kasus-kasus yang ada
nasnya, seperti qasamah.
f. Qasamah, yaitu yaitu sumpah yang diulang-ulang dalam dakwaan
(tuntutan) pembunuhan yang dilakukan oleh wali (keluarga si
pembunuh) untuk membuktikan pembunuhan atas tersangka atau
dilakukan oleh tersangka untuk membuktikan bahwa ia tidak
melakukan pembunuhan.
d. Cara Memutuskan Perkara
Seorang hakim wajib menetapkan perkara dengan cara-cara yang legal
menurut syara yaitu berdasarkan bukti, ikrar, sumpah, dan meolak untuk
bersumpah sebagaimana yang akan diuraikan dalam pembahasan khusus
mengenai mekanisme memutuskan perkara.
Yang perlu disinggung bahwa ulama besepakat bahwa bukti (al-bayyinah)
bisa dijadikan dasar untuk menetapkan putusan dengan syarat hakim yakin bahwa
para saksi adalah orang-orang yang adil , umpanya dengan cara menanyakan
kondisi luar dalamnya kepada orang yang mengetahui saksi-saksi tersebut.
Menurut Abu Hanifah, 84
apabila tertuduh menolak mengucapkan sumpah,
penuduh ditetapkan memperoleh hak yang dituduhkanya dalam masalah harta
benda. Menurut madzhab Maliki, hakim juga bisa memutuskan berdasarkan
penolakan untuk bersumpah ditambah satu saksi atau ditambah sumpah penuduh
atau ditambah sumpah tertuduh.85
Akan dibahas juga tiga permasalahan berkaitan dengan hal ini, yaitu apakah
seorang hakim boleh memutuskan berdasarkan pengetahuannya sendiri,
84
Bidayatul al-Mujtahid, jld.II, h. 451 85
Al-Qawanin al-Fiqhiyyah, h.302
47
berdasarkan catatan hakim lain kepadanya, atau berdasarkan kesaksian atas
kesaksian.
1) Putusan hakim berdasarkan keputusannya sendiri
Ulama Madzhab Maliki dan Hambali berpendapat bahwa seorang hakim
tidak boleh menetapkan putusan berdasarkan pengetahuannya sendiri, baik
dalam masalah had maupun masalah yang lain, baik dia mengetahuinya
sebelum proses pengadilan maupun setelahnya. Yang boleh dilakukan oleh
hakim adalah memutuskan perkara berdasarkan pengetahuannya ketika dalam
sidang pengadilan, umpamanya tertuduh mengaku secara suka rela
dihadapannya.
Ulama madzhab Hanafi memperinci masalah keputusan hakim yang
dilakukan berdasarkan pengetahuan hakim sendiri, baik berdasarkan hal yang
dia lihat langsung, mendengar langsung pengakuan orang bersalah, maupun
melihat gerak-gerik secara langsung
Pertama, keputusan hakim tersebut sah dan boleh apabila pengetahuan
hakim itu muncul etika dia menjabat sebagai hakim dan terjadi di daerah
tempat dia bertugas, dengan syarat perkara yang ditangani tersebut berkaitan
dengan hak-hak sipil, umpamanya hakim melihat langsung pengakuan
seseorang bahwa dia mengambil harta orang lain, atau perkara yang ditangani
berkaitan dengan masalah keluarga, seperti hakim melihat langsung seorang
suami menjatuhkan erai kepada istrinya, atau perkara yang ditangani berkaitan
dengan masalah kriminal tertentu, seperti tuduhan berzina atau pembunuhan.
Kedua, keputusan hakim tersebut tidak sah apabila pengetahuannya itu
terjadi sebelum dia memegang jabatan sebagai hakim atau menjabat , tapi dia
belum sampai ke daerah tempat tugasnya. Menurut Abu Hanifah, keputusan
hakim yang seperti ini sama sekali tidak sah. Akan tetapi, menurut pendapat
dua sahabat Abu Hanifah, keputusan hakim seperti itu sah jika perkaranya
48
yang ditanganinya tidak berkenanan dengan masalah hukuman had yang
murni kaitannya dengan hak-hak Allah.
2) Putusan hakim berdasarkan tulisan hakim lain yang diberikan kepadanya.
Para ahli fiqih bersepakat bahwa seorang hakim boleh menetapkan
putusan berdasarkan tulisan hakim lain yang diberikan kepadanya, di mana
hakim lain tersebut telah memutuskan perkara itu jika perkara yang ditangani
berkaitan dengan hak harta benda. Kadang seorang ingin menuntut haknya
yang berada di luar daerahnya ke daerah tersebut lalu menuntutnya kecuali
dengan membawa surat dari hakim tempat dia tinggal.
Imam Malik juga memperbolehkan seoarang hakim menetapkan hukaman
berdasarkan surat hakim lain dalam perkara hudud, qishash.86
Ada dua bentuk surat yang dikirim oleh seorang hakim kepada hakim lain.
Pertama.Surat yang berisi kesaksian yang didengar oleh seorang hakim
dari para saksi, baik dalam surat itu disertai keterangan hakim bahwa para
saksi itu adil maupun tanpa keterangan seperti itu sehingga hakim yang lain
harus mengintivigasi keadaaan para saksi tersebut.
Kedua,Surat yang berisi putusan perkara terhadap orang yang tidak ada
dalam sidang. Surat itu kemudian dikirimkan kepada hakim kedua supaya
melaksanakan putusan tersebut.
Adapun ulama Madzhab Hanafi tidak memolehkan seorang hakim
menetapkan hukuman bagi orang yang gaib (tidak hadir dalam persidangan),
sebagaimana nanti akan diterangkan.
Ulama dari berbagai Madzhab menetapkan beberapa syarat supaya surat
seorang hakim dapat diterima, namun akan menyebutkan sebagian saja dari
syarat-syarat yang ditetapkan oleh ulama Madzhab Hanafi, yaitu sebagai
berikut.
86
Bidayatu al-Mujtahid, jld. II, h. 458
49
a) adanya bukti bahwa tulisan tersebut memang benar-benar tulisan hakim
pengirim. Karena itu, harus ada dua saksi lelaki atau satu saksi lelaki
dan dua saksi perempuan yang memberikan kesaksian bahwa surat itu
adalah tulisan seorang hakim
b) surat tersebut hendaknya distempel dan disaksikan oleh para saksi
bahwa stempel itu adalah stempel hakim yang mengirim supaya surat
tersebut terhindar dari pemalsuan.
c) harus ada dua saksi yang memberikan kesaksian mengenai isi dari surat
tersebut. Umpanya dua saksi itu mengatakan, “Hakim pertama telah
membacakan kepada kami berdua isi tersebut,” juga diperkuat dengan
adanya stempel.
d) Jarak antara hakim pertama dan hakim kedua harus memenuhi jarak
diperbolehkannya shalat qashar sebab pembolehan masalah ini
didasarkan atas keperluan (haajaah) dan dharuurah. Ini karena kasus
seperti ini termasuk menetapkan putusan kepada orang yang tidak ada
sehingga apabila jarak antara dua hakim itu tidak sampai masaafah al-
qashr, ini tidak diperbolehkan.
e) Perkara yang ditangani itu harus berkaitan dengan masalah harta dan
keluarga, seperti masalah hutang, nikah, menetapkan nasab, barang
yang digasab, titipan, atau mudhaarabah, juga berkaitan dengan benda-
benda tidak bergerak seperti masalah batas hak atas tanah dan rumah.
f) perkara yang ditangani bukanlah perkara yang berkaitan dengan hudud
dan qisas. Ini karena status tulisan seorang hakim sebenarnya adalah
kesaksian atas kesaksian dan yang seperti itu tidak bisa diterima
sebagai bukti untuk menetapkan sanksi atau hukuman yang berkaitan
dengan hak-hak Allah yang murni. Ini karena dalam menangani
masalah seperti itu, jika ada hal yang meragukan, putusannya harus
dihindari. Adapun surat seorang hakim kepada hakim yang lain
mempunyai potensi diragukan.
50
Ini adalah pendapat yang paling rajih menurut madzhab Syafi‟i dan
Hanbali. Ulama Madzhab Maliki sebagaimana yang diketahui,
membolehkan seorang hakim memutuskan perkara hudud dan kisas
berdasarkan surat hakim yang lain.ini karena dasar yang menjadi
patokan adalah kesaksian para saksi, sedangkan para saksi pada
kenyataanya telah memberikan kesaksian.87
3) Putusan hakim berdasarkan kesaksian atas kesaksian.
Dalam perkara yang berkaitan harta benda, para ahli fiqih bersepakat
untuk menerima kesaksian atas kesaksian. Dasarnya adalah firman Allah
SWT dalam surat ath-Thalaaq ayat 2 yang berbunyi :
ذا أش كىعذل ر ي
Artinya : “ Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara
kamu”
Diterimannya kesaksian atas kesaksian karena hal itu memamng
diperlukan (haajat) sebab terkadang kesaksian para saksi yang asli tidak dapat
dihadirkan karena ada uzur misalnya sakit, terhalang dalam perjalanan, atau
tidak mampu untuk datang.
Adapun menurut ulama madzhab Hanafi, Hanbali, dan juga yang azh-har
dalam madzhab Syafi‟i, kesaksian atas kesaksian tidak bisa diterima apabila
perkara yang ditangani berkaitan dengan masalah hudud yang murni
berhubungan dengan hak Allah. Alasanya karena masalah hudud harus sebisa
mungkin disembunyikan dan tidak ditetapkan jika ada keraguan-keraguan.
Sebab kesaksian yang kedua ada kemungkinan salah, lupa, dan bohong,
ditambah lagi hal yang seperti itu juga terjadi pada kesaksian yang asal.
Adapun menurut Imam Malik, kesaksian atas kesaksian dapat diterima
dalam masalah hudud dan semua perkara yang berkaitan dengan masalah
87
Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. VIII . Cet. 10 (Damaskus: Darul Fikr,
2007 M/1428 H),h.118
51
harta benda. Jika hukuman had bisa diputuskan berdasarkan kesaksian pihak
kedua, sama seperti dalam kasus harta benda.88
e. Putusan Hukum atau Vonis Pengadilan
Putusan hukum atau vonis pengadilan adalah putusan penyelesaian perkara
dan persengketaan dengan perkataan atau tindakan yang dikeluarkan oleh qadhi
dalam bentuk mengikat dan memaksa. Putusan pengadilan secara dasar
berlandaskan pada ke absahan alat-alat pembuktian yang dimiliki oleh qadhi.
Putusan hukum itu menjadi tujuan peradilan dan simbol keadilan. Sebagaimana
yang sudah pernah disinggung dibagian terdahulu dalam pembahasan seputar
etika qadhi, ada dua hal yang harus diperhatikan lebih dalu sebelum
mengeluarkan putusan, yaitu sebagai berikut.
1) Melakukan langkah persuasif dengan mencoba mendamaikan kedua belah
pihak yang berpekara.
Tidak apa-apa seorang qadhi mengajak dan membujuk kedua belah pihak
yang berperkara untuk berdamai jika memang tampak ada harapan mereka
mau berdamai. Allah SWT berfirman dalam surat an-Nisaa ayat 128 yang
berbunyi :
هح ٱنص ش أحعشخخ حهٱلفش ٱنش
Artinya: “ dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)”.
Karena itu, meminta untuk berdamai adalah permintaan untuk kebaikan.
Khalifah Umar bin al-Khaththab r.a. berkata, “doronglah pihak-pihak yang
berpekara untuk mau berdamai. Ini karena putusan hukum pengadilan bisa
memicu dan mewariskan kebencian dan kedengkelan di antara mereka.”
b.Melakukan Musyawarah dengan fuqaha, meminta masukan dan saran dari
mereka.
88
Fath al-Qadir, jld.VI,h.74;Mughni al-Muhtaj, jld.IV, h. 453;al-Mughni,jld.IX, h.206;al-
Qawanin al-Fiqhiyyah,h.297
52
Seorang qadhi sangat dianjurkan untuk duduk bersama dengan sejumlah
fuqaha untuk musyawarah dengan mereka, meminta masukan pandangan dan
saran dari mereka terkait hukum-hukum yang tidak ia ketahui atau terkait
kasus yang sulit, kabur, dan janggal baginya. Allah SWT berfirman dalam
surat Ali Imran ayat 159 yang berbunyi :
سى شا ٱليش ف
Artinya: “dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu”.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : “aku tidak melihat
seorang pun yang lebih banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya
daripada Rasulullah saw.”89
Apabila pendapat para fuqaha telah bulat dalam suatu perkara, qadhi
memutuskan berdasrkan pendapat mereka tersebut, sebagaimana yang
dipraktikan oleh al-Khulafa ar-Rasyidun. Adapun jika mereka memiliki
keragaman pendapat, qadhi mengambil pendapat yang paling baik dan
mengeluarkan putusan yang menurut penilaian dan pandangannya itu adalah
yang benar. Jika ada orang lain yang lebih faqih daripada dirinya, ia boleh
mengambil pendapat orang tersebut dan meninggalkan pendapat pribadinya.
Terdapat sejumlah aturan dalam mengeluarkan putusan hukum
pengadilan yang diperhatikan dalam Islam sebagai berikut.
1) Bersegera mengeluarkan putusan hukum setelah kebenaran benar-
benar terbukti di hadapan qadhi. Tidak boleh menunda-nundanya
kecuali dalam perkara yang masih meragukan, ada harapan
perdamaian di antara para kerabat, dan memberikan kesempatan
dalam jangka waktu tertentu kepada pihak tergugat untuk menolak
dan menyangkal kesaksian yang ada.
2) Ketika mengeluarkan putusan hukum, itu dilakukan dengan dihadiri
oleh pihak-pihak yang berperkara dan dihadapan mereka (judgment in
89
HR at-Tirmidzi
53
the presence), tidak boleh dilakukan secara tersembunyi (in absentia).
Ini karena sebagaimana yang sudah pernah disinggung dibagian
terdahulu, tidak boleh melakukan proses pengadilan terhadap orang
yang tidak ada kecuali karena darurat atau karena suatu
kemaslahatan. Hal ini berarti tidak boleh mengeluarkan putusan
hukum tanpa dihadiri pihak-pihak yang berperkara. Sementara itu,
selain ulama Hanafiah memperbolehkan untuk melakukan proses
pengadilan terhadap orang yang tidak hadir dan mengeluarkan
putusan hukum terhadap pihak tergugat secara in absntia.
3) Putusan hukum yang dikeluarkan hendaknya disertai dengan uraian
tentang alasan-alasannya dan penjelasan tentang sebab-sebabnya
yang menjadi landasan putusan tersebut.
4) Pendokumentasian putusan hukum. para qadhi mencatat dan
mendolumentasikan putusan-putusan hukum yang dikeluarkan dalam
sebuah buku catatan khusu. Hal ini sudah berjalan sejak pada masa
kekuasaan Umawi, dengan tujuan agar putusan-putusan hukum
tersebut tetap terjaga dan agar dapat dijadikan landasan untuk
menjamin dilaksanakannya putusan tersebut.
54
55
BAB III
PRAKTIK PRAPERADILAN DALAM HUKUM PIDANA DI INDONESIA
A . Praperadilan
1. Pengertian Praperadilan
Praperadilan merupakan suatu hal yang baru dalam dunia peradilan di
Indonesia. Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang di
perkenalkan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana di dalam
kehidupan penegak hukum. Praperadilan dalam KUHAP, telah ditempatkan
dalam BAB X, Bagian Kesatu, sebagai salah satu bagian ruang lingkup
wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Ditinjau dari peradilan sendiri,
praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri. Bukan pula
sebagai instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan
akhir atas suatu kasus peristiwa pidana.praperadilan hanya suatu lembaga baru
yang ciri dan eksitensinya berupa :
a.Berada dan merupakan kesatuan yang melekat pada tingkat Pengadilan
Negeri, dan sebagai lembaga pengadilan hanya dijumpai pada tingkat
Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari Pengadilan
Negeri,
b.Dengan demikian, Praperadilan bukan berada di luar atau samping
maupun sejajar dengan Pengadilan Negeri, tetapi hanya merupakan devivi
dari Pengadilan Negeri,
c.Administatif yudisial, personil, peralatan, dan finansial bersatu dengan
Pengadilan Negeri, dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan dan
pembinanaan Ketua Pengadilan Negeri.
56
d.Tata Laksana fungsi yudisialnya merupakan bagian dari fungsi yudisial
Pengadilan Negeri itu sendiri.90
Dari gambaran diatas, terlihat eksistensi dan kehadiran praperadilan, bukan
merupakan lembaga praperadilan sendiri. Tetapi hanya merupakan pemberian
wewenang dan fungsi baru yang dilimpahkan KUHAP kepada setiap
Pengadilan Negeri, sebagai wewenang dan fungsi tambahan Pengadilan Negeri
yang telah ada selama ini. Praperadilan pada Hakekatnya adalah suatu lembaga
yan bermaksud dan bertujuan memberi perlindungan kepada orang yang
disangka melakukan tindak pidana atau pihak lain yang berkepentingan disatu
pihak dan dilain pihak merupakan kontrol terhadap tindakan penyidik dan atau
penuntut umum dalam usaha menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu
penyidikan dan atau penuntutan.91
Menurut Pasal 1 butir 10 KUHAP, praperadilan adalah wewenang
pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur
dalam undang-undang ini tentang;92
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa
tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan tersangka/penyidik/penuntut umum demi tegaknya
hukum dan keadilan;
90
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyelidikan dan
Penuntutan,( Jakarta, Sinar Grafika, 2002) , h. 1 91
“ Faktor Penyebab Gagalnya Praperadilan”, Jurnal Ilmiah Progresif. Vol.8, No.,8, 23
Agustus 2011. Banyuwangi. UNTAG. 92
Pasal 1 butir 10 KUHAP.
57
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya, yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
Lembaga Praperadilan merupakan hasil usaha tuntutan terhadap
perlindungan hak asasi manusia, terutama mereka yang terlibat di dalam perkara
pidana. Oleh karena itu, tujuan dibentuknya praperadilan ini tidak lain adalah
demi tegaknya hukum. Di samping itu praperadilan ini juga berfungsi sebagai
pengawas terhadap penyidik atau penuntut umum mengenai adanya
penyalahgunanaan wewenang yang diberikan kepadanya, fungsi kontrol yang
dilakukan dengan cara-cara sebagi berikut :
a. Kontrol Vertikal, yakni kontrol dari atas ke bawah
b. Kontrol Horizontal, yakni kontrol ke samping antara penyidik, penuntut
umum timbal balik, dan tersangka, keluarganya, atau pihak ketiga.
Menurut Wahyu Efendi, yang dikutip oleh S.Tanubroto, kehadiran
Praperadilan ini memberikan peringatan, yaitu :
a. Agar penegak Hukum hati-hati dalam melakukan hukumannya dan
setiap tindakan hukum harus didasarkan pada ketentuan hukum yang
berlaku, dalam arti ia harus mampu menahan diri serta menjatuhkan diri
dari tindakan sewenang-wenang.
b. Ganti kerugian dan rehabilitasi merupakan upaya untuk melindungi
warga Negara yang diduga melakukan kejahatan yang ternyata tanpa
didukung dengan bukti-bukti yang menyakinkan sebagai akibat dari
sikap dan perlakuan dari penegak hukum yang akan tidak mengindahkan
prinsip-prinsip hak asasi manusia.
58
c. Hakim dalam menentukan ganti kerugian harus memperhitungkan dan
mempertimbangkan dengan seksama, baik untuk kepentingan orang
yang dirugikan maupun dari sudut kemampuan finansial pemerintah,
dalam memenuhi dan melaksanakan keputusan itu.
d. Dengan rehabilitasi, maka orang tersebut telah dipulihkan haknya sesuai
dengan keadaan semula yang diduga telah melakukan kejahatan.
e. Kejujuran yang telah dijiwai KUHAP harus diimbangi dengan integritas
dan dedikasi oleh aparat penegak hukum karena tanpa adanya
keseimbangan itu semuanya akan sia-sia belaka.93
Titik terberat perhatian pemeriksaan praperadilan dimulai untuk
menentukan apakah petugas telah melaksanakan atau tidak melaksanakan
pemeriksaan terhadap tersangka. Sesuai dengan undang-undang atau apakah
petugas telah melaksankan perintah jabatan yang diwenangkan atau tidak.
Selain itu, tindakan sewenang-wenang yang menyebabkan kekeliruan dalam
penerapan hukum yang mengakibatkan kerugian dan hak asasi tersangka
menjadi kurang terlindungi.
2. Perluasan Ruang Lingkup Praperadilan
Berdasarkan Putusan Mahkamah Kostitusi No. 21/PUU-XII/2014, bahwa
wewenang praperadilan diperluas selain yang diatur dalam Pasal 77
KUHAP yaitu :
a. Penetapan tersangka
b. Menyangkut sah atau tidaknya penggeledahan dan penyitaan 94
3. Wewenang Praperadilan
93
S. Tanubroto, Peran Praperadilan Dalam Hukum Acara Pidana,( Bandung, Alumni, 1983)
, h.2 94
Andi Muhammad Sofyan dan Abd Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar,( Jakarta,
Kencana, 2014) , h. 182
59
Undang-undang telah memberikan beberapa macam kewenangan
terhadap Praperadilan. Kewenangan praperadilan tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Memeriksa dan Memutus Sah atau Tidaknya Upaya Paksa
Hal ini merupakan kewenangan yang diberikan undang-undang kepada
praperadilan, untuk memeriksa dan memutus sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan atau penyitaan dapat meminta kepada
praperadilan untuk memeriksa sah atau tidaknya tindakan yang dilakukan
penyidik kepadanya yang bertentangan dengan Pasal 21 KUHAP atau
telah melampaui batas yang telah diatur dalam Pasal 24 KUHAP.95
b) Memeriksa Sah atau Tidakya Penghentian Penyidikan atau
Penghentian Penuntutan
Wewenang lain yang masih dalam ruang lingkup wewenang
praperadilan adalah memeriksa dan memutus sah atau tidaknya
penghentian penyidikan yang dilakukan pejabat penyidik atau tentang sah
atau tidaknya penghentian penuntutan yang dilakukan penuntut umum.
Kewenangan praperadilan ini muncul bila tidak ada pihak-pihak ketiga
yang berkepentingan, penyidik, dan penuntut umum.96
Dalam hal ini
terdapat beberapa alasan, yaitu :
(1) Ne bis in idem yaitu apa yang dipersangkakan kepada tersangka
merupakan tindak pidana yang telah pernah dituntut dan diadili,
dan putusan sudah memperoleh kekuatan hukum tetap;
95
M.Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP ,( Jakarta, Sinar
Grafika, 2002) , h.4 96
Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana Kontemporer.( Bandung, Citra Aditya Bakti,
2007), h.95
60
(2) Kadaluwarsa untuk menuntut sebagai mana diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).97
c) Memeriksa Tuntutan ganti Kerugian
Pasal 95 mengatur tentang ganti kerugian yang diajukan oleh
tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya kepada praperadilan.
Tuntutan ganti kerugian diajukan berdasarkan alasan karena atau penahan
yang tidak sah, atau oleh karena pengeledahan dan penyitaan yang
bertentangan dengan ketentuan hukum dan undang-undang, adanya
kekeliruan terhadap orang yang ditangkap, ditahan dan diperiksa.98
d) Memeriksa Permintaan Rehabilitasi
Praperadilan berwenang memeriksa dan memutus permintaan
rehabilitasi yang diajukan tersangka, keluarganya atau penasihat
hukumnya atas penangkapan atau penahanan tanpa dasar hukum yang
ditentukan undang-undang. Atau rehabilitasi atas kekeliruan mengenai
orang atau hukum yang diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke
sidang pengadilan.
e) Praperadilan Terhadap Tindakan Penyitaan
Sehubungan dengan permasalahan hukum ini dapat dijelaskan
pendapat berikut. Pada dasarnya, setiap upaya dalam penegakan hukum
mengandung nilai Hak Asasi Manusia (HAM). Oleh karena itu, harus
dilindungi dengan seksama dan hati-hati, sehingga perampasan atasnya
harus sesuai dengan “acara yang berlaku” (due procces) dan “hukum
yang berlaku” (due to law).99
97
Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar , (Jakarta,
Kencana, 2014) , h.189 98
Andi Muhammad Sofyan dan Abd . Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar, (Jakarta,
Kencana) , 2014, h. 185 99
Andi Muhammad Sofyan dan Abd. Asis, Hukum Acara Pidana Suatu Pengantar,( Jakarta,
Kencana, 2014) , h.189
61
Memeriksa tindakan penyitaan yaitu dengan hanya berkena dengan
penyitaan yang dilakukan terhadap barang pihak ketiga dan barang ini
termasuk sebagai alat bukti atau barang bukti, maka yang berhak
mengajukan ketidakabsahan penyitaan kepada praperadilan adalah pemilik
barang tersebut.100
4. Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan Praperadilan
Mengenai pengajuan permohonan pemeriksaan praperadilan dapat
diuraikan sebagai berikut :
a) Pihak yang Berhak Mengajukan Permohonan
Mengajukan permohonan praperadilan harus dikemukakan sesuai
dengan alasan yang menjadi dasar permintaan pengajuan praperadilan.
Dengan demikian, dikelompokan alasan yang menjadi dasar pengajuan
pemeriksaan praperadilan dan sekaligus dikaitkan dengan pihak yang
berhak mengajukan permintaan.
(1) Tersangka, Keluarganya, atau Kuasanya
Berdasarkan ketentuan Pasal 79 KUHAP yang berhak
mengajukan permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya
penangkapan atau penahanan, bukan hanya tersangka saja, tetapi
dapat diajukan meliputi pengajuan pemeriksaan tentang sah atau
tidaknya penangkapan atau penahan. Kedalamnya tidak termasuk
pengajuan permintaan tentang sah atau tidaknya penggeledahan dan
penyitaan termasuk juga dalam kandungan Pasal 79 KUHAP
dihubungkan dengan Pasal 83 ayat (3) huruf d KUHAP, sehingga
mengenai sah atau tidaknya penggeledahan dan penyitaan dapat
diajukan oleh tersangka, keluarganya atau penasihat hukumnya atau
orang terhadap siapa dilakukan penggeledahan ataupun dalam hal
melakukan penyitaan.
62
(2) Penuntut Umum dan Pihak Ketiga yang Berkepentingan
Menurut Pasal 80 KUHAP, Penuntut umum atau pihak ketiga
yang berkepentingan, dapat mengajukan permintaan pemeriksaan
tentang sah atau tidaknya pengentian penyidikan. Mengenai pihak
ketiga yang berkepentingan dalam tindakan penghentian penyidikan
ialah saksi yang langsung menjadi korban dalam peristiwa pidana
yang bersangkutan. Saksi korban yang berhak mengajukan
permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian
penyidikan ke praperadilan.
(3) Penyidik atau Pihak Ketiga yang Berkepentingan
Penghentian penyidikan penuntut umum ataupun pihak ketiga
yang mempunyai kepentingan yang dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan tentang sah atau tidaknya penghentian penyidikan, hal
ini berkebalikan dengan pengajuan permintaan permeriksaan
mengenai sah atau tidaknya penghentian penuntutan yang hanya
boleh diajukan oleh penyidik ataupun pihak ketiga yang mempunyai
kepentingan yang dapat mengajukan.
(4) Tersangka, Ahli Warisnya, atau Kuasanya
Menurut Pasal 95 ayat (2) KUHAP, Tersangka, Ahli Waris, atau
Penasihat Hukum dapat mengajukan ganti kerugian kepada
Praperadilan atas alasan pengkapan atau penahan yang tidak sah,
penggeledahan ataupun penyitaan tanpa alasan yang sah, kekeliruan
mengenai orang ataupun hukum yang diterapkan yang perkaranya
tidak diajukan ke sidang pengadilan.
(5) Tersangka atau Pihak Ketiga yang berkepentingan Menuntut
Ganti Rugi
63
Pasal 81 KUHAP, Tersangka ataupun pihak ketiga yang
mempunyai kepentingan dapat mengajukan suatu ganti kerugian
kepada praperadilan dengan alasan sahnya penghentian penyidikan
ataupun sahnya penghentian penuntutan. Mengenai penghentian
penyidikan ataupun penghentian penuntutan, tersangka dapat
mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada praperadilan atas dasar:
(a) Jika penghentian itu tidak diajukan ke praperadilan; dan
(b) Jika penghentian diajukan ke praperadilan dan menyatakan
penghentian tersebut sah.
5. Pengertian pihak Ketiga yang Berkepentingan
Ditinjau mengenai ilmu yurisprudensi perkataan “pihak ketiga yang
berkepentingan” dalam Pasal 80 KUHAP, dikategorikan istilah yang
mengandung “pengertian luas” atau “kurang jelas pengertiannya”. Cara
yang dianggap mampu memberi pengertian yang tepat dan aktual,
mengaitkannya dengan unsur “kehendak pembuat undang-undang”
(legislative purpuse) dan “ kehendak publik” (public purpose). Jika tujuan
praperadilan pengehentian penyidikan atau penuntutan untuk “mengoreksi”
ataupun “mengawasi” kemungkinan kekeliruan maupun kesewenangan atas
penghentian itu secara horizontal, cukup alasan untik berpendapat bahwa
kehendak pembuat undang-undang dan kehendak publik atas penerapan
pihak ketiga yang berkentingan, meliputi masyarakat luas yang diwakili
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau organisasi kemasyarakatan.
6. Proses Tata Cara Pemeriksaan Praperadilan
Tata cara dan proses pemeriksaan sidang praperadilan diatur oleh
KUHAP dalam BAB X, Bagian Kesatu, dimulai dari Pasal 79 KUHAP
sampai dengan Pasal 83 KUHAP, Apapun yang hendak diajukan kepada
64
praperadilan, tidak terlepas dari tubuh Pengadilan Negeri. Semua
permintaan yang diajukan kepada praperadilan, melalui Ketua Pengadilan
Negeri. Sehubungan Dengan hal itu pengajuan permintaan pemeriksaan
praperadilan, dapat diuraikan seperti berikut ini :
a) Permohonan Ditujukan Kepada Ketua Pengadilan Negeri
Semua permohonan yang hendak diajukan untuk diperiksa oleh
Praperadilan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang meliputi
daerah Hukum tempat dimana penangkapan, penahanan, pengeledahan,
ataupun penyitaan itu dilakukan, Atau diajukan kepada Ketua pengadilan
Negeri tempat dimana penyidik atau penuntut umum yang menghentikan
atau penuntutan berkedudukan.
b) Permohonan Diregister Dalam Perkara Praperadilan
Setelah Panitera menerima, Permohonan, Diregister dalam perkara
praperadilan segala permohonan yang ditunjukan ke praperadilan,
dipisahkan registrasinya dari perkara pidana biasa. Administrasi yudisial
praperadilan dibuat tersendiri terpisah dari administrasi perkara biasa.
c) Ketua Pengadilan Negeri segera Menunjuk Hakim (Tunggal) dan
Panitera
Penunjukan sesegera mungkin hakim dan panitera yang akan
memeriksa permohonan, merujuk kepada ketentuan Pasal 82 ayat (1)
huruf a, yang menegaskan bahwa dalam waktu 3 hari setelah diterima
permintaan, hakim yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Agar yang
dituntut pasal tersebut dapat dilaksanakan tepat setelah pencatatan dalam
register, panitera memintakan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk
segera menunjuk dan menetapkan hakim dan panitera yang akan
bertindak memeriksa permohonan. Atau Ketua Pengadilan Negeri telah
65
menetapkan satuan tugas yang khusus secara permanen, segera
melimpahkan permintaan itu kepada pejabat satuan tugas tersebut.
d) Pemeriksaan Dilakukan dengan hakim Tunggal
Hakim yang duduk dalam pemeriksaan sidang praperadilan adalah
hakim tunggal. Semua permohonan yang diajukan kepada praperadilan,
diperiksa dan diputus oleh hakim tunggal ; Hal ini ditegaskan dalam
Pasal 78 ayat (2) yang berbunyi : Praperadilan dipimpin oleh hakim
tunggal yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri dan dibantu
seseorang panitera.Mengenai tata cara pemeriksaan sidang praperadilan,
diatur dalam pasal 82 ayat (1) KUHAP. Berdasarkan pasal tersebut,
pemeriksaan sidang praperadilan dapat dirinci sebagai berikut:101
a. Dalam waktu tiga hari setelah diterimanya permintaan, hakim
yang ditunjuk menetapkan hari sidang. Dalam hal ini
penghitungan penetapan hari sidang, bukan dari tanggal
penunjukan hakim oleh Ketua Pengadilan Negeri, tetapi dihitung
tiga hari dari tanggal penerimaan atau tiga hari dari tanggal
registrasi di kepanitera.
b. Dalam memeriksa dan memutus permohonan praperadilan, hakim
mendengar keterangan baik tersangka atau pemohon maupun dari
pejabat yang berwenang.
c. Pemeriksaan tersebut dilakukan secara cepat dan selambat-
lambatnya tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan putusannya.
d. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan
negeri, sedangkan pemeriksaan mengenai permintaan kepada
praperadilan belum selesai maka perintaaan tersebut gugur,
101
Andi Hamzah,Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Edisi Kedua, cet. Ketujuh,(Jakarta:
Sinar Grafika.2013) , h.191-193
66
e. Putusan praperadilan pada tingkat penyidikan tidak menutup
kemungkinan untuk mengadakan pemeriksaan praperadilan lagi
pada tingkat penuntutan. Jika untuk diajukan permintaan baru.
f. Putusan hakim dalam acara pemeriksaan praperadilan harus
memuat dengan jelas dasar dan alasannya
g. Selain daripada yang tersebut pada butir 6, putusan hakim
memuat pula;
1) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penangkapan
atau penahanan tidak sah; maka penyidik atau jaksa penuntut
umm pada tingkat pemeriksaan masing harus segera
membebaskan tersangka;
2) Dalam hal putusan menetapkan bahwa sesuatu penghentian
penyidikan atau penuntutan tidak sah, penyidikan atau
penuntutan terhadap tersangka wajib dilanjutkan;
3) Dalam hal putusan menetapkan bahwa suatu penangkapan
atau penahanan tidak sah, maka dalam putusan dicantumkan
jumlah besarnya ganti kerugian dan rehabilitasi yang
diberkan, sedangkan dalam hal suatu penghentian penyidikan
atau penuntutan adalah sah dan tersangkanya tidak ditahan,
maka dalam putusan dicantumkan rehabilitasinya;
4) Dalam hal putusan menetapkan bahwa benda yang disita ada
yang tidak termasuk alat pembuktian, maka dalam putusan
dicantumkan bahwa benda tersebut harus segera dikembalikan
kepada tersangka atau dan siapa benda itu disita.
B. Teori Kepastian Hukum
Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan,
Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakukan dan
adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai
67
wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan pasti huum dapat
menjalankan fungsinya, kepastian hukum merupakan pertanyaan yang hanya bisa
dijawab secara normatif, bukan sosiologi.102
Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek”seharusnya” atau das sollen, dengan
menyertkan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma
adalah produk dan aksi manusia yang deliberatif. Undang-undang yang berisi
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku
dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun dalam
hubungannya dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi
masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu. Adanya
aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian hukum.103
Teori tertentu yang dikembangkan oleh Hans Kelsen dihasilkan dari analisis
perbandingan sistem hukum posotif yang berbeda-bead, membentuk konsep dasar
yang dapat digambarkan suatu komunitas hukum. Masalah utama (subject matter)
dalam teori umum adalah norma hukum (legal norm), elemen-elemennya,
hubungannya, tata hukum sebagai suatu kesatuan, struturnya, hubungan antara tata
hukum yang berbeda, dan akhirnya kesatuan hukum di dalam tata hukum positif
yang prural. The pure theory of law menekankan pada pembedaan yang jelas antara
hukum empiris dan keadilan transendental dengan mengeluarkan dari lingkup
kajian hukum. Hukum bukan merupakan manifestasi dari otoritas super-human,
tetapi merupakan suatu teknik sosial yang spesifik berdasarkan pengalaman
manusia.104
Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan
diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis. Jelas dalam artian
102
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memahami Hukum ,
(Yogyakarta, Laksabang Pressido, 2010) , h.59 103
Hans Kelsen dalam Petem Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta, Kencana
Prenada Media Grup) , 2011, h. 158 104
Hans Kelsen dalam Jimly Assiddiqie dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum , Jakarta, Sekertaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi RI, 2016, h. 11
68
tidak menimbulkan keragu-raguan (multi tafsir) dan logis. Jelas dalam artian ia
menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau
menimbulkan konflik norma. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan
hukum yang jelas, tetapi, konsisten dan konsekuen yang pelaksanaanya tidak dapat
dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang sifatnya subjektif. Kepastian dan keadilan
bukanlah sekedar tuntutan moral, melainkan secara faktual mencirikan hukum.
Suatu hukum yang tidak pasti dan tidak mau adil bukan sekedar hukum yang
buruk.105
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama, adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa keamanan
hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan
atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.106
Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran yuridis-dogmatik yang
didasarkan pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang cenderung
melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri, karena bagi penganut
pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini,
tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat
suatu aturan hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum
membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk kepastian.107
Kepastian hukum merupakan jaminan mengenai hukum yang berisi keadilan.
Norma-norma yang memajukan keadilan harus sungguh-sungguh berfungsi sebagai
105
CST. Kansil, etal., Kamus Istilah Aneka Hukum,( Jakarta, Jala Permata Aksara, 2009) ,
h.385 106
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999) ,
h. 23 107
Acmad Ali, Menguak Tabir Huum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, (Jakarta,
Gunung Agung, 2002) , h. 82-83
69
peraturan yang ditaati. Menurut Gustav Radbruch keadilan dan kepastian hukum
merupakan bagian-bagian yang tetap dari hukum. Beliau berpendapat bahwa108
:
“Keadilan dan kepastian hukum harus diperhatikan, kepastian hukum harus dijaga
demi keamanan dan ketertiban suatu negara. Akhirnya hukum positif harus selalu
ditaati. Berdasarkan teori kepastian hukum dan nilai yang ingin dicapai yaitu nilai
keadilan dan kebahagiaan”.
C. Posisi Kasus
1. Kronologi Kasus
Kasus ini mulai mencuat ketika Masyarakat Anti Korupsi Indonesia
(MAKI) mengajukan permohonan kepada Lembaga Praperadilan yang
berkedudukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pihak ketiga yang
berkepentingan terhadap aparat penegak hukum yaitu termohon Komisi
Pemberantasn Korupsi (KPK) yang mana diindikasikan tidak melakukan
proses hukum dan atau lamban dalam melakukan penyidikan terhadap
tindakan tindak pidana Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang menjerat
Mantan Wakil Presiden RI Boediono, dkk dalam perkara Korupsi Bank
Century.109
Bahwa perkara korupsi Bank Century telah memasuki babak baru dengan
telah inkrachtnya putusan atas terdakwa Budi Mulya dengan vonis bersalah
yang mana dalam putusan tersebut dimuat dakwaan Budi Mulya bersama-
sama Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, dimana fakta
hukum pertimbangan hakim perbuatan Budi Mulya bersama-sama Boediono
dkk, dan amarnya Budi Mulya dinyatakan bersalah bersama-sama melakukan
korupsi.
108
Acmad Ali, Menguak Tabir Huum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,( Jakarta,
Gunung Agung, 2002) , h. 95
109 Ditelaah Dari Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel
70
Namun kenyataannya kemudian termohon dalam jangka waktu yang
panjang tidak melakukan kegiatan penyidikan sekitar 2 tahun sejak perkara
terdakwa Budi Mulya mendapat putusan inkracht di tingkat kasasi pada tahun
2015.
Dari situasi dan kondisi yang demikian maka MAKI mengajukan
permohonan praperadilan yang utamanya terkait tidak sahnya penghentian
penyidikan dan memohon kepada praperadilan untuk memerintahkan
termohon melakukan penyidikan dan menetapkan status tersangka kepada
Boediono dkk.
2. Para Pihak yang Berperkara
Pihak Pemohon dalam kasus ini adalah Perkumpulan Masyarakat Anti
Korupsi Indonesia (MAKI) Melawan Pihak Termohon yaitu Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK). Pimpinan Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Republik Indonesia.
3. Duduk Perkara
Bahwa Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang sebagai
Pemohon yang mana ingin penegakan hukum dan pembelaan negara dalam
menyelamatkan harta masyarakat dan negara, Serta bersih dari KKN dan
memberdayakan masyarakat untuk memebantu Pemerintah dalam pencegahan
Pemberantasan KKN di NKRI.
Selanjutnya, MAKI sebagai Pemohon berhak mengajukan praperadilan
kepada pihak-pihak terkait seperti penyidik yang disebut termohon yang
diindikasikan tidak melakukan proses hukum dan lamban melakukan tindakan
terhadap tindak pidana KKN. Dalam putusan Mahkamah Konstitusi pada
perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang dimana pemohonnya adalah
Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang mengabulkan
permohonan pemohon.
Bahwa Penghentian Penyidikan dalam permohonan aquo adalah
permohonan pemeriksaan tidak sahnya penghentian penyidikan secara materil.
71
Maka dari itu dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, diatur jika penyidik
menghentikan penyidikan, maka wajib memberitahu penuntut umum dan
tersangka atau keluarganya, Maka dalam hal ini Pemohon mengajukan
Praperadilan agar perkara ini tidak berlarut bertahun-tahun karna berdasar pada
Pasal 25 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi, penanganan perkara korupsi harus didahulukan dan
diutamakan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya, sedangkan
Termohon telah melakukan Penyidikan Perkara.
4. Fakta Hukum
Fakta hukum adalah fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan,
fakta-fakta tersebut adalah keterangan saksi dibawah sumpah, dan bukti-bukti.
1) Keterangan saksi-saksi dibawah sumpah, yaitu :
a. Saksi Ahli Pemohon Heri Firmansyah, SH, MHUM. MPA
Bahwa apabila dakwaan yang di jungto-kan dengan Pasal 55
membawa Konsekuensi bahwa orang-orang yang disebutkan dalam
dakwaan tersebut harus dituntut juga dan diajukan juga sebagai
tersangka dan harus dijatuhi pidana, akan, tetapi lama pemidanaanya
bisa berbeda tergantung perannya dalam tindak pidana tersebut, seperti
apakah ia orang yang melakukan (pleger), turut serta melakukan
(medepleger), menyuruh lakukan (doenpleger) atau dibujuk melakukan
(uitlokker) atau membantu melakukan perbuatan pidana
(medeplichtige). Menurut saksi ahli adalah merupakan suatu
ketidakadilan dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia khususnya
terdakwa dan keluarga yang telah dipidana, apabila hanya seorang saja
yang dilakukan penuntutan dan dijatuhi pidana, sementara yang lainnya
tidak dan hal tersebut juga merupakan pelanggaran terhadap asas-asas
dasar hukum pidana yang diakui secara universal dalam sistem hukum
pidana continental dan penuntut umum harus bertanggung jawab dan
72
konsekuen kenapa ia memasukan nama-nama orang tersebut dalam
dakwannya dan tidak bisa sebagai formalitas saja dalam menyusun
dakwaan yang pasalnya ada turut serta.
b. Saksi Ahli Pemohon DR. Fuad Bawazier
Bahwa sebenarnya keadaan Bank Century pada waktu itu hanya
bank kecil dan apabila ditutup tidak akan menimbulkan dampak
sistemik dan pengucuran dan pengelontoran bantuan kepada Bank
Century tersebut adalah suatu kesalahan karena Bank Century tersebut
telah dirampok oleh pemiliknya sendiri.
c. Saksi Dra. Anne S Mulya
Bahwa keputusan yang diambil oleh suaminya bukan suatu
keputusan yang dilakukan secara sendiri tetapi merupakan suatu
keputusan yang dilakukan secara sendiri tetapi merupakan suatu
eputusan yang kolektif kologial dan pada saat itu BI dipimpin oleh
Boediono sebagai Gubernur BI dan suami saksi hanyalah sebagai
Deputy, dan saat Boediono selaku Wakil Presiden, pernah mengunjungi
Terpidana Budi Mulya, Boediono secara pribadi menyampaikan
permohonan maafnya kepada Terpidana Budi Mulya atas
menyampaikan permohonan maafnya kepada Terpidana Budi Mulya
atas musibah yang dialaminya sehingga menjadi terpidana padahal itu
bukanlah kesalahannya dalam mengambil kebijakan.
1) Barang Bukti
Menimbang, Bahwa selanjutnya Termohon telah mengajukan bukti
surat berupa fotocopy yang telah diberi materai secukupnya dan telah pula
disesuaikan dengan aslinya, berupa;
1.Foto Kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor : 12/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel, tanggal 10 Maret 2016. (Bukti
T-1).
73
2) Foto Kopi Putusan Mahkamah Kostitusi Republik Indonesia
Nomor : 21/PUU-X/2014, tanggal 28 April 2015 (Bukti T-2)
3) Foto Kopi Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi
Tahun 2015 halaman 79-82, 93-94 dan 97-104 (Bukti T-3).
4) Foto Kopi Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2017 halaman (1-142. (Bukti-4).
5) Foto Kopi Print Out website KPK,
htps;//www.kpk/go.id/splash/. (Bukti T-5).;
5. Amar Putusan
Dalam gugatan praperadilan kasus Bank Century, dikabulkan oleh Hakim
tunggal yaitu Effendi Mukhtar. Putusan Hakim Effendi Mukhtar, SH.,MH.,
pada tanggal 9 April 2018 yaitu :
Dalam Eksepsi :
- Menolak Eksepsi Termohon seluruhnya;
Dalam Pokok Perkara :
- Mengabulkan permohonan praperadilan pemohon untuk sebagian;
- Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya
sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk
melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono,
Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam
surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau
melimpahkannya kepada kepolisian dan atau kejaksaan untuk dilanjutkan
dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses
persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
- Menolak Permohonan Praperadilan untuk selain dan selebihnya;
- Membebankan biaya perkara kepada Termohon, sebesar NIHIL;
74
BAB IV
PUTUSAN PRAPERADILAN NO.24/PID/PRA/2018/PN.JKT.SEL MENURUT
ASAS FIQIH MURAFA’AT DAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA
A. Kesesuaian menurut fiqih Mura’faat dan Praperadilan Dalam Putusan
Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel
Praperadilan merupakan hal baru dalam sistem hukum di Indonesia, karena dalam
rumusan HIR tidak mengatur ketentuan mengenai praperadilan. Istilah praperadilan
diperkenalkan melalui Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981. Praperadilan membawa
perubahan dan memunculkan harapan baru akan adanya perlindungan terhadap hak
asasi manusia. Praperadilan merupakan suatu sidang pengadilan yang diselengarakan
untuk menguji keabsahan suatu tindakan paksa yang dilakukan oleh pejabat yang
berwenang selaku penegak hukum.
Pada Tahun 2018, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengeluarkan putusan
praperadilan dengan nomor register 24/PID/PRA/2018/PN.JKT.SEL. Pihak yang
berperkara dalam putusan tersebut ialah antara MAKI (Masyarakat Anti Korupsi
Indonesia) dengan KPK (Komisi Tindak Pidana Korupsi). Dalam amar putusan
tersebut hakim praperadilan menolak semua eksepsi yang diajukan oleh termohon
yakni KPK, dan juga hakim meminta kepada KPK yang ketika itu sebagai termohon
untuk melakukan penyidikan dan penetapan tersangka kepada Boediono, Muliaman
D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam surat dakwaan atas nama
Terdakwa Budi Mulya) atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan
untuk dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan dalam proses
persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.
Selanjutnya, penolakan hakim tersebut terhadap salah satu eksepsi pada point
Premature, dapat ditafsirkan bahwa kalau memang KPK tidak mau dikatakan telah
menghentikan penyidikan (SP3), maka KPK harus memberikan penjelasan secara
hukum sampai kapan status seseorang yang disebutkan dalam dakwaan yang di-
juncto-kan dengan Pasal 55 KUHP, Apakah akan diteruskan atau dikeluarkan dari
75
dakwaan tersebut. Dengan kata lain, KPK harus dianggap telah menghentikan
penyidikan terhadap perkara tersebut.
Penolakan hakim tersebut menurut Penulis tidak sejalan pada amar putusan
selanjutnya yang meminta kepada termohon yakni KPK untuk melanjutkan
Penyidikan. Terjadi tidak konsisten antara amar putusan pertama yang menolak
eksepsi termohon dengan amar putusan pokok perkaranya.
Dalam hal ini Hukum acara peradilan Islam ( Fikih Murafa‟at ) adalah ketentuan
ketentuan yang ditunjukkan kepada masyarakat dalam usahanya mencari kebenaran
dan keadilan bila terjadi ‛Pencurian‛ atas suatu ketentuan hukum materiil , hukum
acara meliputi ketentuan-ketentuan tentang cara bagaimana orang harus
menyelesaikan masalah dan mendapatkan keadilan dari hukum, apabila kepentingan
atau haknya dilanggar oleh orang lain dan sebaliknya, bagaimana cara
mempertahankan apabila dituntut oleh orang lain.110
Tujuan hukum peradilan Islam
adalah untuk memelihara dan mempertahankan hukum materiil . Peranan hukum
acara akan mulai tampak dan menonjol manakala terjadi pelanggaran terhadap hukum
materiil.
Karna Etika hakim dalam etika umum hakim harus melakukan Musyawarah
dengan tim yang terdiri atas para ahli fiqih, yang bisa diajak bermusyawarah dan
dimintai pendapat mengenai masalah yang dia belum tahu statusnya hukamnnya atau
mengenai problem yang perlu dicarikan solusinya. Dalam Firman Allah SWT surat
Ali Imran ayat 159 yang berbunyi :
ٱصرغفش سىنى شا ٱليش ف
Artinya : “ dan bermusyawarah lah dengan mereka dalam urusan itu”
Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abu Hurairah yang mengatakan, “Aku
tidak menenemukan orang yang banyak bermusyawarah dengan para sahabatnya
melebihi yang dilakukan Rasulullah saw.”
110
Asadulloh Al- Faruq, Hukum Acara Peradilan Islam (Yogyakarta: Pustaka Yustika
2009),h. 3
76
Apabila semua ahli fiqih sepakat dalam satu pendapat tersebut, sebagaimana
pernah dilakukan oleh al-Khulafa ar-rasyidin. Akan tetapi, apabila ada perbedaan
antara ahli fiqih , hakim boleh memilih pendapat yang ada , yang dianggap lebih tepat
dan sesuai. Apabila yang diajak musyawarah itu lebih pandai, dia hendaknya
mengunakan pendapat orang tersebut dan meninggalkan pendapat pribadinya.
Karna hakim tidak boleh memutuskan perkara dalam keraguan yang mana dalam
kaitannya dengan Putusan praperadilan ini dan dalam aasas-asas acara pidana juga
dibahas bahwa menurut ketentuan ini, putusan untuk menjatuhkan hukuman harus
dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Menurut Audah, keraguan di
sini berarti segala hal yang kelihatan seperti sesuatu yang terbukti padahal pada
kenyataanya tidak terbukti atau segala hal yang sah menurut hukum yang mungkin
secara konkret muncul padahal tidak ada ketentuan untuk itu dan yang tidak ada
dalam kenyataanya sendiri.111
Selanjutnya terdakwa juga dalam hal putusan ini membutuhkan kepastian hukum
yaitu pada asas legalitas merupakan jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan
memberi batas-batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas, asas ini
melindungi dari penyalahgunaan kekuasaan atau kesewenang-wenangan haki,
menjamin keamanan individu dengan informasi apa yang boleh dan apa yang
dilarang.
Hal ini sangat berkaitan dalam pokok perkara yang mana dalam permohonan
praperadilan ini adalah adalah “ penghentian penyidikan secara materil”112. Namun
anehnya hakim praperadilan justru tidak sependapat dengan pemohon (MAKI) bahwa
KPK telah melakukan penghentian penyidikan secara materil.113 Jika dilihat dari
pertimbangan-pertimbangan hakim, baik dalam eksepsi dan pokok perkara terlihat
jelas tidak konsisten dalam pertimbangan. Karena dalam eksepsi atau pokok
persoalan adalah sama, yaitu soal penghentian penyidikan secara materil.
111
Awdah, Al-Tasyri al-Jina‟i, h.254 112
Putusan Praperadilan No 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel, h. 63 113
Putusan Praperadilan No 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel, h. 75
77
Namun, menurut penulis dalam pokok perkara yang juga sama-sama
mempersoalkan tentang penghentian penyidikan secara materil, hakim justru tidak
sependapat dengan MAKI. Tapi anehnya tetap mengabulkan permohonan MAKI .
inilah disebut “ fallacy of inconsitency “ dalam argumen pertimbangan hakim
praperadilan.
Karena apabila dalam pokok perkara hakim tidak sependapat dengan MAKI
seharusnya hakim menolak dalil eksepsi KPK dengan menyatakan bahwa objek
permohonan sudah masuk dalam pokok perkara, sehingga beralasan untuk dibahas
lagi dalam pokok perkara bukan mengunakan pertimbangan yang terkesan
menyetujui alasan praperadilan MAKI, namun pada akhirnya (dalam poko perkara )
malah melahirkan pertimbangan yang tidak konsisten dan keragu-raguan dalam
memutuskan pertimbangan hakim.
Sedangkan dalam Hukum Islam sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur‟an dan
Hadits bahwa melaksanakan tugas-tugas peradilan adalah sesuatu kewajiban bagi
Hakim dan setiap manusia. Dalam menegakan suatu hukum tentu harus memiliki para
penegaknya seperti hakim (qadhi) dan aparat keamanan. Menurut ketentuan hukum
Islam, seseorang yang diangkat sebagai hakim (qadhi) mestilah seorang yang benar-
benar layak dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh syara.114
Dalam Kasus tersebut hakim tunggal Effendi Mukhtar dianggap lalai menjalankan
profesi hakim karena menurut hukum Islam Qadhi harus menjauhkan diri dari
keadaan yang dapat mempengaruhi mereka di dalam menegakan keadilan, baik dalam
mahkamah maupun di luar mahkamah.
Dan kedua, Hakim memerintahkan sejumlah nama untuk ditetapkan sebagai
tersangka terkait kasus dugaan korupsi dana talangan Bank Century menimbulkan
kontraversi, Pasalnya, permohonan yang diajukan Masyarakat Anti Korupsi
Indonesia (MAKI) yang diputus hakim tunggal Effendi Mukhtar menurut penulis
melampaui batas kewenangan seorang hakim praperadilan.
114
Tan Sari Dato‟Syed Agil Barakbah, Hakim dan Penghakiman dalam Jurnal Al-Ahkam
(Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997),j.5.h.89
78
Karna dalam hukum acara pidana Islam pada prinsip asas legalitas dalam Islam
yang terkait pada masalh ke dua ini memerintahkan menetapkan menjadi tersangka
dilihat dari Asas Legalitas Islam bukan berdasarkan akal manusia semata, tetapi dari
ketentuan Allah dalam Surat Al-Isra ayat 15 yang berbunyi :
يا كا ت يعز ثعثحر سصل
Artinya: “ Dan kami tidak akan mengazab sebelum kami memutus seorang
Rasul”
Ada dua macam penerapan asas legalitas dalam hukum acara pidana, yaitu: 1)
dari segi penentuan macamnya tindak pidana. Pada tindak pidana hudud dan qisas
serta ta‟zir biasa, syariah telah menentukan macamnya perbuatan-perbuatan yang
membentuk tindak pidana, sedangkan pada tindak pidana ta‟zir untuk kepentingan
umum perbuatannya tidak ditentukan, hanya sifatnya saja yang ditentukan; dan 2)
dari segini penentuan hukuman, sedangkan pada tindak pidana ta‟zir syariat tidak
menyediakan sekumpulan hukuman, hakimlah yang menentukan.115
Dari poin ini dasarnya syariat Islam menentukan macamnya hukuman dengan
jelas sehingga tidak mungkin bagi hakim untuk menciptakan hukuman dari dirinya
sendiri yang mana pada kaitannya memerintahkan menetapkan menjadi tersangka itu
diluar kewenangan hakim dan harus berpacu pada peraturan yang terkait menurut
hukum acara pidana Islam.
Dan dalam hal pembuktian Hakim juga harus melihat karna hakim sebelum
memutuskan perkara harus melihat kepada bukti-bukti yang terkait sepertihalnya
kesaksian, pengakuan, Sumpah, Bukti dalam bentuk dokumen, qarinah,
sepengetahuan hakim sendiri, Al-Khibarah (Keterangan Para Ahli) dan al-
Mu‟aayanah, surat kepada qadhi kepada qadhi lain.
Seperti penulis sebutkan Pembuktian yang diatas harus benar-benar dilihat karna
agar suatu putusan tidak menyimpang dan tidak menimbulkan pro konta. Maka dari
itu harus diperhatikan.
115
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet.4 (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h.73-74
79
Sedangkan, menurut hukum Positif dalam hal hakim memutuskan suatu perkara
sudah tertera jelas dalam suatu peraturan perundang-undang yang terkait dengan
praperadilan seperti penjelasan yang penulis jabarkan dibawah ini terkait undang-
undang yang terkait.
Putusan praperadilan itu menyimpang secara fundamental. Sebab, Putusan
praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN/Jkt.Sel , tidak sesuai dengan rambu-rambu
yang ditentukan dalam KUHAP dan Peraturan MA. Karna hakim praperadilan dalam
hal memutuskan harus melihat peraturan yang berlaku serta tidak bisa menolak
praperadilan. Dalam hal ini kewenangan hakim praperadilan tertuang dalam Pasal 1
Angka 10 KUHAP tentang praperadilan memiliki wewenang untuk memeriksa dan
memutus :
1. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan/atau penahanan atas permintaan
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
2. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan Atas
permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan; dan
3. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan pengadilan.
Kemudian dalam Pasal 77 KUHAP dijelaskan bahwa Pengadilan Negeri
berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam undang-undang ini tentang ;
1. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan;
2. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dalam KUHAP, objek praperadilan yang sebelumnya hanya membahas tentang
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan, tetapi objek praperadilan sudah diperluas oleh Mahkamah Konstitusi
dalam putusannya Nomor 21/PUU-XII/2014.
80
Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 Oktober 2014 menyatakan :
Mengadili,
Menyatakan:
1. Mengabulkan permohonan PEMOHON untuk sebagian;
1.1 Frasa “bukti permulaan”, bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti
yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan
Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak
dimaknai bahwa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan
“bukti yang cukup” adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal
184 Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
1.2 Frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti
yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan
Pasal 21 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 1981, Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa
“bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup”
adalah minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;
1.3 Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan
dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
81
sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan
penyitaan;
1.4 Pasal 77 huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaga Negara Republik Indonesia tahun 1981,
Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209)
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
termasuk penetapan tersangka, pengeledahan, dan penyitaan.
Menolak permohonan PEMOHON untuk selain dan selebihnya;
Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.116
Serta dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4 Tahun 2016 tentang
Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.
Pasal 2
(1) Objek Praperadilan adalah :
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian, penyidikan atau
penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan pengeledahan;
b.Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya
dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan117
Artinya, jika di dalam Pasal 77 huruf (a) KUHAP mengatur kewenangan
praperadilan hanya sebatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penuntutan, maka melalui putusan ini Mahkamah
Konstitusi memperluas ranah praperadilan termasuk sah atau tidaknya penetapan
tersangka, pengeledahan dan penyitaan.
Menurut Penulis, seharusnya tugas hakim praperadilan hanya mengadili dan
memutus perkara sesuai batas kewenangannya. Meskipun hakim boleh bersikap
progresif, tentu tidak boleh pula melanggar hukum acara pidana, dalam hal ini hukum
acara praperadilan. Seperti penjelasan KUHAP dan Putusan Mahkamah Kostitusi
116
Salinan Putusan MK No.21/PUU-XII/2014, h. 110 117
Peraturan Mahkamah Agung No.4 Tahun 2016
82
Nomor 21/PUU-XII/2014 serta dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4
Tahun 2016. Namun, kewenangan (memerintahkan) menetapkan tersangka baru
dalam putusan praperadilan bukan kewenangan hakim. kewenangan penyidik
sepanjang adanya dua alat bukti. Jadi, putusan praperadilan ini diluar
kewenangannya.
B. Pertimbangan Hakim Pada Putusan Preperadilan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan No. 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel Sudah Beralasan Secara
hukum Mura’faat dan hukum pidana di Indonesia
Dalam proses peradilan peranan hakim sangat besar dan mulia, dalam hadist Nabi
disebutkan “ apabila seorang hakim telah berijtihad118
ketika memutus suatu perara
dan ijtihadnya benar maka akan mendapatkan dua pahala, apabila salah maka
mendapatkan satu pahala.”119
Dalam hadist lain riwayat Ibnu Majah yang
menyebutkan bahwa “barang siapa yang memohon jabatan hakim maka ia sendiri
akan dipertanggungjawabkan, tetapi siapa saja yang dipaksa untuk menjabatnya maka
malaikat akan turun untuk membantunya”.120
Hal ini menunjukan beratnya peran
seorang hakim, karena hakim adalah seorang yang berwenang dalam menyelesaikan
berbagai konflik yang terjadi di masyrakat dan menciptakan keadilan bagi masyarakat
dan hakim merupakan pemimpin, pemimpin dalam menyelesaikan masalah. Oleh
karenanya hakim dalam bertindak dan mengambil keputusan harus didasari oleh
ijtihad yang bersumber dari ilmu bukan dari hawa nafsu.
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara Nomor
24/Pid/Pra/2014/PN.Jkt.Sel memutuskan untuk mengabulkan permohonan
Praperadilan pemohon yaitu Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) untuk sebagian,
118
Abu Hamid Al Ghazali, Al Mustashfa min Ilmil Ushul (Beirut : Daar al Kutub al „Ilmiyah, tt),
527 119
Abu Abdillah Bukhari Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah, al-Shahih al Bukhari.
Juz XXII, hadits no. 6805 120
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Gazwani, Sunan Ibn Majah, jilid II (Mesir:
Matba‟ah Isa alBab al-Halabi, tt), 774. Hadist sama lihat Ibn Hajar, Fathu al-Bari Sharah Shahih
Bukhari jilid III (Mesir: Bab al-Halabi, tt), 103.
83
Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak
pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan penyidikan dan menetapkan
tersangka Boediono, Mualiaman D Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana
tertuang dalam surat dakwaan atas nama Terdakwa Budi Mulya) atau
melimpahkannya kepada kepolisian dan atau kejaksaan untuk dilanjutkan dengan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dalam proses persidangan di Pengadilan
Tipikor Jakarta Pusat, Menolak permohonan pemohon praperadilan untuk selain dan
selebihnya.121
Selanjutnya, penulis akan menganalisa Putusan Praperadilan Nomor
24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel kepada dua pembahasan yaitu;
Karna seorang hakim wajib mematuhi aturan-aturan yang berkaitan dengan
sumber hukum yang menjadi landasan dalam menetapkan keputusan, prosedur
menetapkan keputusan, baik dengan bukti maupun ikrar atau lainnya.
1) Hakim Tidak Memenuhi Syarat Melakukan ijtihad
Karna seorang hakim wajib mematuhi aturan-aturan yang berkaitan dengan
sumber hukum yang menjadi landasan dalam menetapkan keputusan, prosedur
menetapkan keputusan, baik dengan bukti maupun ikrar atau lainnya.
Keputusan yang ditetapkan oleh seorang hakim harus keputusan yang menurutnya
merupakan hukum Allah SWT baik atas dasar dalil yang qathi, yaitu nas dari Al-
Qur‟an, Sunnah yang mutawatir atau yang masyhur, atau dari ijma yang maknanya
jelas tidak ada kemungkinan makna lain. Dapat juga berdasarkan dalil yang zahir
yang bisa dijadikan dasar amal, seperti nas-nas yang zahir dalam Al-Qur‟an atau
Sunnah, atau yang ditetapkan berdasarkan qiyas syar‟i dan dapat diamalkan dalam
masalah-masalah ijtihadiyah yang memiliki potensi untuk diperselisihkan oleh ulama.
121
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel.h.77
84
Jadi menurut penulis, dari penjelasan diatas bahwa hakim tidak perlu melakukan
ijtihad karna dalam hal materi ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang
mengatur perkara telah ada dan telah jelas, maka hakim menerapkan ketentuan
tersebut; karna bila dikaitkan dengan pertimbangan hakim dalam memerintahkan
melakukan penyidikan dan menetapkan tersangka dalam perkara tipikor terhadap
seseorang berdasarkan Putusan praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
No.24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel. dikaitkan dengan kewenangan lembaga praperadilan
adalah hakim dalam menjatuhkan putusan praperadilan tidak didasarkan kewenangan
lembaga praperadilan. Selanjutnya, hakim pun tidak dapat melakukan penemuan
hukum dengan dasar Putusan Mahkamah Kostitusi No. 22/PUU-XII/2014 dimana
didalamnya terdapat perkembangan objek praperadilan yang dibenarkan menurut
hukum.
Dalam Hukum Islam penemuan hukum dapat dikatakan sebagai Ijtihad, Ijtihad
merupakan upaya menemukan hukum dengan mengunakan potensi-potensi yang
dimiliki (kecerdasan akal, kehalusan rasa, keluasaan imanjinasi, ketajaman intuisi).
Ijtihad juga bertujuan untuk menjembatani jarak antara harapan atau tuntutan
masyarakat dengan idealitas hukum.122
Alasan seorang hakim juga dipertimbangan
hakim juga harus terhadap bukti-bukti yang ada pada persidangan tidak boleh
menyimpang dari kebenaran yang tertera dalam firman Allah Swt dalam surat An-
Nisa ayat 135 yang berbunyi :
ا ۞ أ تٱنز ي ٱنقضطءاياكاق أفضكىأ عه ن شذا ءلل نذ هٱن غائكٱلقشت
اف فقش أ فلذرثعاٱلل ا ت ن أ أذعذنٱن
ها ئذه ا ۥ ذعشظافا أ اذٱلل ت اكا خثش ه ع
Artinya: “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih
tahu kemaslahatannya, maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
122
M. Natsir Asnawi, Hermeneutika Putusan Hakim, (Yogyakarta: UII Press, 2014), h.25
85
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikan (kata-kata) atau enggan
saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan”.
Dan ditambahkan tentang dalil Maslahah Mursalah yang mana dalam kaitan
dengan Putusan Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel yang mana dalam
penemuan hukumnya diluar KUHAP dan Peraturan yang terkait. Dijelaskan oleh
ulama landasan hukum membuat persyaratan sebagai berikut :
a. Mashlahah yang ingin dicapai itu benar-benar nyata, bukan sekedar dugaan
yang tidak menyakinkan adanya.
b. Maslahah harus bersifat Umum, bukan maslahah perorangan atau kelompok
tertentu saja.
c. Maslahah harus tidak bertentangan dengan ketentuan hukum atau prinsip
agama yang ditetapkan oleh agama dengan nash atau ijma.123
Bila dilihat pada poin ketiga yg diatas yang mana syarat Maslahah harus tidak
bertentangan dengan ketentuan hukum atau prinsipnya yang telah ditetapkan dengan
nash dan ijma. Dalam permasalahan ini dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) dan Peraturan Mahkamah Kostitusi 21/PUU-XII/2014. Hakim
harus lebih teliti dalam menganalisa setiap perkara agara tidak menjadi putusan yang
menyimpang.
Pengaturan tentang upaya hukum praperadilan sudah ada pengaturanya, sehingga
menurut penulis, tidak diperlukan lagi ijtihad dalam menemukan hukum karena tidak
ada kekosongan hukum.
123
Muhammad Sallam, Madkur, Al-Madkhal lil Fiqh al-Islamy ,(Kairo, Dar an Nadhah al-
Arabiyah, 1960), h.30
86
2) Perintah Penetapan Tersangka Lampaui kewenangan Hakim
Dalam permasalahan kedua ini yang mana hakim memerintahkan menetapkan
menjadi tersangka lampaui kewenangan hakim karena dalam pandangan hukum Islam
yang mana dalam Asas praduga tak bersalah dapat disamakan dengan al-tuhmah yang
berarti tuduhan sementara yang ditunjukan kepada pelaku tindak pidana. Sementara
pelaku sendiri dikenal dengan istilah al-mudda‟a alayah yang berati
tertuduh/terdakwa.
Karena menurut penulis, hakim dalam memutuskan suatu perkara harus melihat
bukti pendukung terdahulu, yang mencakup: 1) pengakuan terdakwa (iqrar); 2) saksi
(al-bayyinah), 3) sumpah (al-Yamin) dan penolak sumpah dari pengugat (nukul) ; 4)
sumpah (qasamah) bagi keluarga korban dalam delik pembunuhan, dan 5)
pengetahuan hakim (ilm al-qadi).
Karna hakim dalam memutuskan suatu perkara harus mempertimbangkan dengan
ilmunya dan fakta-fakta yang ada dipersidangan untuk mencapai nilai-nilai keadilan
semaksimal mungkin bagi kedua belah pihak sebagaimana firman Allah SWT dalam
surat An-Nisa ayat 58 :
ئ اأأيشكىٱلل دذإد ٱلي هائن ئراأ رى حك اأٱناست تٱنعذلهذحك ئ اٱلل ۦ عظكىع ت ئ
ٱلل اكا ع اص تصش
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada
yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
Mendengar lagi Maha Melihat”
Dari ayat ini, bahwa didalam memberikan putusan apapun harus memperhatikan
pertimbangan yang ada pada kedua belah pihak, agar penjatuhan putusan yang
diberikan hakim mencapai nilai keadilan.
Karna bila mengkaitakan pertimbangan hakim yang mana dalam Putusan
Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memerintahkan sejumlah nama
untuk ditetapkan sebagai tersangka terkait dengan dugaan kasus korupsi dana
87
talangan Bank Century menimbulkan Kontroversi. Pasalnya, permohonan yang
diajukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang diputus hakim tunggal
Effendi Muhtar ini menurut penulis melampaui batas kewenangan seorang hakim
praperadilan.
Putusan Praperadilan itu menyimpang secara fudanmental sebab, Putusan
Praperadilan Nomor 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel., tidak sesuai dengan Undang-
Undang yang ditetapkan dalam KUHAP dan Peraturan MA. Merujuk Pasal 2 ayat (1)
Peraturan MA (Perma) No.4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali
Putusan Praperadilan disebutkan : “Objek Praperadilan adalah : a. Sah atau tidaknya
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan,
penetapan tersangka, penyitaan dan pengeledahan; b. Ganti kerugian dan atau
rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat
penyidikan atau penuntutan”.
Pemeriksaan praperadilan hanya sebatas aspek formil, bukan substansi perkara.
Namun faktanya, putusan tersebut hakim memutuskan di luar kewenangannya.
Bahkan cenderung menjadi putusan yang menyimpang secara fundamental
menimbulkan persoalan baru. Sebab, merujuk pada Perma No. 4 tahun 2016, putusan
praperadilan tidak bisa diajukan upaya hukum biasa (kasasi) maupun luar biasa (PK).
Makanya, koreksi terhadap putusan ini menyimpang secara fundamental itu belum
ditemukan solusinya.124
Seharusnya tugas hakim mengadili dan memutus perkara sesuai batas
kewenangannya. Meskipun hakim boleh bersikap progresif, tentu tidak boleh pula
melanggar hukum acara pidana, dalam hal ini hukum acara praperadilan. Merujuk
KUHAP dan Putusan MK No. 21/PUU-XII/2014, objek pemeriksaan praperadilan
hanya menyangkut persoalan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan,
pengeledahan, dan penetapan tersangka. Namun, kewenangan (memerintahkan)
menetapkan tersangka baru dalam putusan praperadilan bukan kewenangan hakim.
124
Peraturan Mahkamah Agung RI No.4 Tahun 2016
88
kewenangan penyidik sepanjang adanya dua alat bukti. Jadi, putusan praperadilan ini
di luar kewenangannya. Diperlukan pengaturan hukum acara khusus bagi
praperadilan baik melalui revisi KUHAP maupun aturan lain. Sebab, selama ini
hukum acara praperadilan dalam KUHAP dan Peraturan MA belum cukup memadai.
89
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.Bahwa dalam hal ini tidak adanya kesesuaian menurut hukum acara pidana
Islam (fiqih Murafa‟at) dan praperadilan dalam segi penerapan pada
putusan praperadilan No.24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel. karna dalam putusan
ini tidak adanya konsistensi seorang hakim yang mana dinilai dari amar
putusannya dan menabrak dari asas legalitas yang berakhir putusan yang
menyimpang menurut hukum acara pidana dan praperadilan.
2.Alasan Pertimbangan hakim menurut Hukum Acara Pidana Islam (fiqih
Murafa‟at ) terdapat dua permasalahan yang pertama hakim tidak
memenuhi syarat melakukan ijtihad karena seorang hakim bila tidak
adanya suatu hukum yang terkait, kedua perintah penetapan tersangka
lampaui kewenangan hakim karena hakim hanya perlu melihat kepada
aspek formil yang mana sudah diatur dalam perundang-undangan yang
berlaku dan melihat bukti-bukti persidangan..
B. Saran
Adapun beberapa saran yang dapat diberikan terhadap permasalahyang
dibahas dalam skrispi ini sebagai berikut :
1. Sekiranya ada pembatasan yang lebih tegas dalam Kewenangan dalam
setiap instansi Peradilan karna penemuan hukum seperti halnya hakim
dalam praperadilan banyak yang bertentangan dengan undang-undang
yang berlaku sehingga, banyak pro kontra yang timbul dalam setiap
putusan yang melewati batas kewenangan peradilan tersebut.
2. Perlu dikaji ulang tentang kewenangan praperadilan agar kedepannya
Praperadilan tidak sewenang-wenang dalam mengambil keputusan dan
90
tidak menimbulkan efek yang menimbulkan kebingungan dalam perkara
praperadilan.
91
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdullah, Jamaluddin Abu Muhammad. Nashbu ar-Rayah,jld.XIV. Kairo: Idaroh
Majlis Ilmi Pakistan.t.th.
Afiah, Ratna Nurul . Praperadilan dan Ruang Lingkupnya.Jakarta: Akademika
Pressindo, 1986.
Ahmad, Abiy Husain ibn Faris ibn Zakariyyah, Mu'jam Maqayis alLughah, Juz,
I.Beirut: Dar al-Fikr li al-aba'ah wa al-Nasyr, 1979.
Al Asqalani, Ibnu Hajar. Fath al-Qadir, jld.VI. Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.
AL- Ghazali, Abu Hamid.Al Mustashfa min Ilmil Ushul .Beirut : Daar al Kutub al
„Ilmiyah, t.th.
Al-Ansari, Zakariya.Ghaya al-Wus-l. Singapura: al-aramain, t. th.
Al-Faruq Asadulloh .Hukum Acara Peradilan Islam. Yogyakarta: Pustaka Yustika
2009
Al-Faruq, Asadulloh .Hukum Acara Peradilan Islam .Yogyakarta: Pustaka Yustika
2009.
Al-Ghani, Abdul . al-Lubab Syarh al-Kitab, jld.IV. Mesir: Dar Al Hadith.t.th.
Al-Ghazali, Abu Hamid. Al Mustashfa min Ilmil Ushul .Beirut : Daar al Kutub al
„Ilmiyah, t.th.
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-Gazwani, Sunan Ibn Majah, jilid II
.Mesir: Matba‟ah Isa alBab al-Halabi, t.th.
Ali, Acmad . Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis,. Jakarta,
Gunung Agung, 2002.
Ali, Muhammad Daud Ali, Hukum Islam di Indonesia, cet.8 .Jakarta; PT.Raja
Granfindo Persada,2000.
Al-Saleh, Osman Abdul Malik.“The Right of the Individula to Personal Security in
92
Islam” dalam M.Cherif Bassiouni, The Islamic Criminal Justice System, cet.I
.London: Oceana Publication, 1982.
Al-Sarkhasi, Syamsuddin Abu Bakar Muhammad. Al-Mabsuth,jld.XVI. Beirut:
Darul Marifat. 1989.
Amin,Muhammad , Ad-Durr al-Mukhtar, jld.IV. Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyah
1Ash Shiddieqy, Tengku Muhammad Hasbi . Peradilan dan Hukum Acara Islam.
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 1997.
Assiddiqie , Jimly dan M. Ali Safa‟at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum , Jakarta,
Sekertaris Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Kostitusi RI, 2016
Asy-Syirbini, Syamsuddin Al-Khothib.Mughni al-Muhtaj, jld.IV. Beirut: Dar Al-
Ma‟rifah.
Audah, Abdul qadir. Al-Tasyri al-Jind‟i. Beirut: Darul Kitab Al Araby,t.th.
Awdah, Abd al-Qadir. Al-Tasyri al-Jina‟i al-Islami .Beirut: Dar al-Kitab al-Arabi,
t.th.
Az-Zuhaili, Wahbah, Ilm Usul al-Fiqh al-Islami.Juz II.Beirut: Dar al-Fikr, 1986.
Az-Zuhaili, Wahbah.Fiqih Islam Wa Adillatuhu , jld. 8. Cet. 10 .Damaskus: Darul
Fikr, 2007 M/1428 H.
Bisri, Cik Hasan, Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia. Bandung:
Rosda Karya , 1997.
Dahlan, Abdul Azis. Ensiklopedi Hukum Islam, cet.I .Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 1996.
Dahlan, Abdul Aziz .Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve,
1996.
H. Minhajuddin, Posisi Fiqih Muqaran, (Fiqih Perbandingan dalam
PenyelesaianMasalah Ikhtilafiyyah), .Makassar: CV Berkah Utami, 1999.
Hamzah, Andi .Hukum Acara Pidana Di Indonesia, Edisi Kedua, cet. Ketujuh.
jakarta: Sinar Grafika.2013.
Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet.4 .Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Hanafi,Ahmad . Asas-asas Hukum Pidana Islam, cet.4 .Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
93
Harahap, M. Yahya . Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali).
Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
Harahap, M. Yahya .Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Penyelidikan dan Penuntutan. Jakarta, Sinar Grafika, 2002.
Ishaq,Pengantar Hukum Indonesia (PHI). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2015.
Kansil, CST. etal., Kamus Istilah Aneka Hukum. Jakarta, Jala Permata Aksara, 2009.
Lubis, Sulaikin . Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia.Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup, 2005.
Madkur, Muhammad Salam Madkur, Peradilan Dalam Islam. Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1993.
Madkur, Muhammad Salam . Al-Qadha fil Islam.Kairo: Dar an-Nah‟ah al-
Arabiyyah,t.th.
Madkur, Muhammad Salam, al-Qadha fi al-Islam, terj.Imran A.M., .Surabaya: Bina
Ilmu, 1982.
Madkur, Muhammad Salama Madkur, al-Qadha fi al-Islam. Diterjemahkan oleh
Imran A.M., dengan judul Peradilan dalam Islam ,Cet.IV. Surabaya:PT.Bina Ilmu,
1988.
Madkur, Muhammad Sallam. Al-Madkhal lil Fiqh al-Islamy .Kairo, Dar an Nadhah
al-Arabiyah. 1960.
Manan, Abdul. Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan, Suatu Kajian dalam
Peradilan Islam cet.1 .Jakarta : Kencana, 2007.
Marzuki, Peter Mahmud. Penelitian Hukum. Jakarta, Kencana Prenada Media Grup.
Mawardi, Imam.Hukum Tata Negara Dan Kepemimpinan Dalam Takaran Islam. Cet.
ke-1.Jakarta: Gema Insani Press, 2000.
Mertokusumo, Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar.
Yogyakarta: Liberty 2007.
Mudzhar, H.M. Atho. Membaca Gelombang Ijtihad.Yogyakarta: Titian Ilahi Press,
1998.
94
Muhammad, Al-Hafidz Abi Abdillah bin Yazid al-Gazwani. Sunan Ibn Majah, jilid
II .Mesir: Matba‟ah Isa alBab al-Halabi, tt.
Muhammad, Abu Abdullah ibn Yazid al-Qazwinil ibn Majah, Sunan ibn Majah
.Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,t.t.
Muhammad, Abu Isa bin Sawrah al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi .Beirut: Dar al-Fikr,
1988 M/1408 H.
Muhammad, Rusli, Hukum Acara Pidana Kontemporer. Bandung, Citra Aditya
Bakti, 2007.
Natsir, Asnawi, M. Hermeneutika Putusan Hakim.Yogyakarta: UII Press, 2014.
Ngani, Nico dkk. Mengenal Hukum Acara Pidana Tentang Dan Sekitar Pengadilan
Negeri Tinggi Dan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Yogyakarta: Liberty,
1985.
Rasyid, Roihan A. Hukum Acara Peradilan Agama. Cet.VIII, Jakarta:Rajawali Pers,
2001.
Rato, Dominikus . Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memahami Hukum
.Yogyakarta, Laksabang Pressido, 2010.
Rusyd, Ibnu. Bidayah al-Mujtahid, jld.II,
Sabiq, Sayyid. Fiqih al-Sunnah, cet.I .Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1971 M/1391 H.
Sanad, Nagaty .The Theory of Crime and Criminal Responsibility in Islamic Law,
cet.I .Chicago: Office of International Criminal Justice, 1991.
Santoso, Topo. Menggagas Hukum Pidana Islam, cet.I. Bandung: Asy-Syamil, 2000.
Sofyan, Andi Muhammad Sofyan & Abdul Asis. Hukum Acara Pidana Suatu
Pengantar. Jakarta: Kencana, 2014.
Syahrani, Riduan. Rangkuman Intisari Ilmu Hukum. Bandung, Citra Aditya Bakti,
1999.
Syaukani, Imam.Nailu al-Awthar. Mesir : Dar Ibnu Affant.th..
Tanubroto, S. Tanubroto, Peran Praperadilan Dalam Hukum Acara
Pidana.Bandung, Alumni, 1983.
Yunus, H. Mahmud . Kamus Bahasa Indonesia Lengkap.Surabaya; Apollo,1997.
95
Website
http://icjr.or.id/perluasan-objek-pra-peradilan-kuhap-desak-pemerintah-dan-dpr-
siapkan-hukum-acara/, “Perluasan objek Praperadilan: KUHAP desak pemerintah dan
DPR siapakan hukum acara”, Diakses pada Sabtu, 7 September 2019.
https://nasional.kompas.com/read/2015/02/17/08532481/Tanda.Tanya.di.Balik.Putusa
n.Hakim.Sarpin, “ Tanda tanya Dibalik Putusan hakim Sarpin”, Diakses pada Sabtu,
7 September 2019
https://www.beritasatu.com/nasional/4888514-setelah-6-kali-praperadilan-kasus-
century-masuk-babak-baru.html, “Setelah 6 kali praperadilan, kasus century masuk
babak baru”, Diakses pada Sabtu, 7 September 2019.
Jurnal
.
Tan Sari Dato‟Syed Agil Barakbah, Hakim dan Penghakiman dalam Jurnal Al-
Ahkam .Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka, 1997.
A. Minhaji, “ Reorientasi Kajian Ushul Fiqh “, Al-Jami‟ah Journal Of Islamic
Studies, No 65/VI/1999.
KITAB
Al-Qur‟an
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Putusan Mahkamah Kostitusi 21/PUU-XII/2015.
Undang-Undang N0.48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No. 4 Tahun 2016
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
Nomor : 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili
perkara-perkara permohonan telah menjatuhkan Putusan sebagai tersebut
di bawah ini dalam perkara permohonan antara:
Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam
hal ini diwakili oleh BOYAMIN bin SAIMAN, SH,
KOMARYONO, S.H dan RIZKI DWI CAHYO PUTRA, S.H,
beralamat di Jalan Budi Swadaya 133 Kebon Jeruk, Jakarta
Barat. selanjutnya disebut PEMOHON;
M e l a w a n :
KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
REPUBLIK INDONESIA (“KPK”) cq. PIMPINAN KOMISI
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
REPUBLIK INDONESIA (”KPK”), dalam hal ini
berdasarkan Surat Kuasa Nomor : 12 /HK.07.00/01-
55/03/2018 tanggal 19 Maret 2018, diwakili dan dikuasakan
kepada Setiadi, S.H., M.H., Efi Laila Kholis, S.H., M.H.,
Rasamala Aritonang, S.H., M.H., Indah Oktianti Sutomo,
S.H., M.Hum., Rr. Suryawulan, S.H., M.H., Indra Mantong
Batti, S.H., LL.M., Juliandi Tigor Simanjuntak, S.h., M.H.,
Mia Suryani Siregar, S.H., Imam Akbar Wahyu N, S.H.,
Raden Natalia Kristiono, S.H., Firman Kusbianto, S.H.,
M.H., Naila Fauzanna Nst, S.H., Ade Juang Nirboyo, S.H.,
Togi Robson Sirait, S.H., Hasna Wahida Yunastri, S.H.,
M.H., Muhammed Hafez A, S.H., M.H., Dion Valerian, S.H.,
masing-masing selaku pegawai KPK berkedudukan di
Jakarta, beralamat di Jalan Kuningan Persada Kavling 4,
Setiabudi, Jakarta Selatan 12950, untuk selanjutnya disebut
TERMOHON;
Pengadilan Negeri tersebut;
Setelah membaca Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan Nomor : 24/Pid/Pra/2018/PN.Jkt.Sel, tanggal 5 Maret 2018 tentang
Hal 1 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Penunjukan Hakim ;
Setelah membaca Penetapan Hakim Nomor : 24/Pid/Prap/2018/
PN.Jkt.Sel, tanggal 5 Maret 2018 tentang hari sidang;
Setelah membaca berkas dan surat-surat yang berhubungan
dengan perkara tersebut;
Setelah mendengar keterangan kedua belah pihak;
Setelah mendengar keterangan saksi-saksi, pendapat ahli dan
memeriksa bukti-bukti surat yang diajukan oleh kedua belah pihak;
TENTANG DUDUK PERKARA :
Menimbang, bahwa Pemohon melalui surat permohonan tertanggal
1 Maret 2018 yang telah didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan pada tanggal 1 Maret 2018 dengan register Nomor :
24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel, telah mengajukan permohonan praperadilan
dengan alasan-alasan sebagai berikut:
I. TENTANG HAK DAN KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON :
1. Bahwa Anggaran Dasar MAKI pasal 4 dan pasal 5 ayat (1),
Pemohon bertujuan penegakan hukum dan pembelaan negara
dalam menyelamatkan harta masyarakat dan negara;
2. Bahwa Anggaran Dasar MAKI Pasal 5 ayat (2 dan 3),
PEMOHON membela masyarakat untuk menciptakan
Pemerintah yang bersih bebas dari KKN dan memberdayakan
masyarakat untuk membantu Pemerintah dalam Pencegahan
Pemberantasan KKN di NKRI;
3. Bahwa Anggaran Dasar MAKI Pasal 6 menyatakan Pemohon
berhak mengajukan Praperadilan kepada pihak-pihak terkait
“seperti” Kepolisian....(frasa “seperti” untuk menyebut
perwakilan namun dapat mencakup semua aparat penegak
hukum Penyidik termasuk Termohon dalam perkara ini) yang
diindikasikan tidak melakukan proses hukum dan atau lamban
melakukan tindakan terhadap tindak pidana KKN, sehingga sah
dan berdasarkan hukum Pemohon mengajukan Praperadilan;
4. Bahwa dalam perkara aquo terdapat dugaan KKN terhadap
peristiwanya dan juga terdapat dugaan KKN dalam perkara
Hal 2 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penghentian penyidikan yang tidak sah, KKN mana diduga oleh
oknum pejabat sehingga menjadikan Pemohon berkewajiban
dan berwenang mengajukan Praperadilan;
5. Bahwa berdasar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981
tentang KUHAP, Praperadilan terhadap tidak sahnya
penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan dapat
diajukan oleh Penyidik/Penuntut dan Pihak Ketiga
Berkepentingan;
6. Bahwa siapa yang dimaksud dengan frasa “pihak ketiga yang
berkepentingan” dalam pasal 80 KUHAP, Mahkamah Konstitusi
dalam putusannya pada perkara nomor 98/PUU-X/2012 yang
diucapkan tanggal 21 Mei 2013 dimana Pemohonnya adalah
Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dalam
amar putusannya menyatakan :
Mengabulkan permohonan Pemohon;
1.1. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209) adalah bertentangan
dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai
“termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
1.2. Frasa “pihak ketiga yang berkepentingan“ dalam Pasal 80
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209) tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
“termasuk saksi korban atau pelapor, lembaga swadaya
masyarakat atau organisasi kemasyarakatan”;
Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas, maka Pemohon
memiliki kualifikasi secara hukum untuk bertindak sebagai pihak
Hal 3 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan Permohonan
Praperadilan a quo;
II. DALIL PENGHENTIAN PENYIDIKAN SECARA MATERIEL :
1. Bahwa Pasal 1 butir 10 point b, UU NO. 8 Tahun 1981 Kitab
undang Undang Hukum Acara Pidana menjelaskan
"Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk
memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini, tentang sah atau tidaknya penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi
tegaknya hukum dan keadilan";
2. Bahwa Pasal 77 huruf a UU NO. 8 Tahun 1981 Kitab undang-
Undang Hukum Acara Pidana menyatakan "pengadilan negeri
berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan
ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini, tentang sah
atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan";
3. Bahwa Penghentian Penyidikan dalam permohonan aquo
adalah permohonan pemeriksaan tidak sahnya penghentian
penyidikan secara materiil ;
4. Bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak
secara tegas menyebutkan bentuk penghentian penyidikan
harus berupa Surat Penghentian Penyidikan. Ini berbeda
dengan penghentian penuntutan yang ditegaskan dalam pasal
140 ayat (2) huruf a menyatakan penghentian penuntutan
dituangkan dalam surat ketetapan;
5. Bahwa berdasarkan pasal 1 angka 2 KUHAP, Penyidikan
didefinisikan sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam
dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang
ini untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti
itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya;
6. Bahwa dalam pasal 109 ayat (2) KUHAP, memang diatur bahwa
jika penyidik menghentikan penyidikan, maka wajib
memberitahu penuntut umum dan tersangka atau keluarganya;
Hal 4 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Namun, dalam prakteknya, penyidik jarang menerbitkan Surat
Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3) dengan alasan
khawatir korban/pelapor akan melakukan Praperadilan.
Akibatnya, tak jarang penyidik mendiamkan perkara hingga
perkara tersebut tidak dapat diproses karena terjadi daluwarsa
penuntutan sebagaimana diatur dalam pasal 78-80 KUHP;
Kalaupun penyidik melakukan pelimpahan berkas perkara,
terjadi pelimpahan bolak balik yang tak kunjung selesai antara
penyidik dengan jaksa peneliti berkas, karena penyidik enggan
atau tidak melaksanakan petunjuk yang diberikan jaksa agar
berkas dapat dinyatakan lengkap sebagai dasar menyusun
dakwaan ataupun Jaksa memberi petunjuk subyektif yang sulit
dipenuhi oleh Penyidik;
7. Bahwa karena tidak terdapat panduan baku dalam KUHAP dan
rawan terjadi penyimpangan di dalam pelaksanaannya, maka
beberapa hakim melakukan terobosan dengan melakukan
penafsiran atas perbuatan-perbuatan penyidik yang
dikategorikan sebagai bentuk penghentian penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam frasa “penghentian penyidikan”
dalam KUHAP, melalui beberapa putusan pengadilan, yaitu :
a. Putusan Pengadilan Negeri Tanjungkarang Nomor :
01/PID/PRA 2008/PN TK;
b. Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No.
04/Pid.Pra/2007/PN.Skh;
c. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat nomor
04/PID.PRAP/2010/PN.JKT.PST dengan Pemohon Muspani
(mantan DPD) melawan Jaksa Agung RI dalam perkara
Penghentian Penyidikan Tidak Sah kasus dugaan tindak
pidana korupsi dengan Tersangka Mantan Gubernur
Bengkulu Agusrin Nazamudin;
d. Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor :
01/PRA/2014/PN. Byl yang diputuskan tanggal 05
Desember 2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014;
Hal 5 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
8. Bahwa dalam Putusan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor :
01/PRA/2014/PN.Byl yang diputuskan tanggal 05 Desember
2014 dan diucapkan tanggal 08 Desember 2014, pada halaman
25 dijelaskan :
“Menimbang, bahwa dengan adanya tindakan Termohon I
tersebut telah membuat perkara in casu menjadi
menggantung yang berlangsung selama bertahun-tahun
mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap perkara
tersebut;
Menimbang bahwa Termohon I merupakan organ yang
melaksanakan tugas jalannya penegakan hukum sehingga
didalam melaksanakan tugasnya sebagai aparat hukum tidak
boleh menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap suatu
perkara;
Menimbang, bahwa oleh karena Praperadilan merupakan
fungsi kontrol tehadap jalannya penyidikan dan untuk
adanya kepastian hukum terhadap perkara a quo maka
terhadap perkara a quo Hakim berpendapat walaupun
secara formil Termohon I tidak mengeluarkan Surat
Perintah Penghentian Penyidikan terhadap perkara a quo
namun secara materiil tindakan Termohon I yang tidak
menindaklanjuti proses penyidikan selama bertahun-tahun
dapat dikatakan tindakan Termohon I tersebut
dipersamakan dengan Termohon I telah melakukan
Penghentian Penyidikan Terhadap Perkara a quo;
Menimbang, bahwa oleh karena hakim berpendapat tindakan
Termohon I yang telah lama tidak menindaklanjuti proses
penyidikan terhadap perkara a quo merupakan tindakan yang
dapat dikualifikasikan sebagai tindakan penghentian penyidikan
yang tidak sah maka pengadilan memerintahkan.........”;
9. Bahwa selain itu, berdasar Pasal 25 Undang-Undang No. 31
tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
penanganan perkara korupsi harus didahulukan dan
diutamakan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya,
sedangkan Termohon telah melakukan Penyidikan Perkara
Hal 6 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Korupsi, maka berlaku ketentuan ini. Ketentuan ini menunjukkan
bahwa penanganan perkara tindak pidana korupsi seharusnya
mendapatkan perhatian lebih dibandingkan penanganan
perkara tindak pidana lain;
10. Bahwa berlarut-larutnya penanganan suatu perkara dugaan
korupsi telah melanggar ketentuan perundang-undangan yang
berlaku sehingga harus dilakukan upaya hukum pemaknaan
secara diperluas sebagai bentuk penghentian penyidikan
materiel dikarenakan bertentangan dengan azas dan filosofi
yang termuat dalam Undang Undang :
Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
sebagaimana diamandemen dengan Undang-undang Nomor
4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengharuskan
tentang pelaksanan penegakan hukum itu untuk memedomani
asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan serta tidak
berbelit-belit. Dari rumusan itu diketahui bahwa setiap
“kelambatan” penyelesaian perkara pidana yang disengaja oleh
aparat penegak hukum merupakan pelanggaran terhadap HAM;
Pasal 9 ayat (3) International Convenant on Civil and
political Right (ICCPR) tahun 1966 yang menyatakan bahwa
pemeriksaan harus dilaksanakan sesegera mungkin;
III. Alasan pokok perkara yang mendasari Permohonan
Pemeriksaan Praperadilan adalah sebagai berikut :
1. Bahwa pada sekitar bulan April 2010-2013, Termohon telah
melakukan penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana
korupsi berkaitan dengan pemberian sejumlah dana
penyelamatan Bank Century dalam bentuk Fasilitas Pinjaman
Jangka Pendek (FPJP) dan Penempatan Modal Sementara
(PMS) yang diduga melibatkan Budi Mulya dan Siti C. Fajriyah ,
dkk;
2. Bahwa setelah pemberian FPJP gagal menyehatkan Bank
Century, kemudian dilanjutkan dengan skema penyelamatan
bank Century dalam bentuk PMS pada awalnya rencana
disuntikkan dana sejumlah Rp. 1,3 trilyun. Namun demikian
Hal 7 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ternyata realisasi selanjutnya telah disuntikkan dana sebesar
Rp. 6,7 trilyun dan terakhir dikucurkan dana sebesar Rp.
1.250.000.000.000,- sehingga Negara patut diduga mengalami
kerugian sebesar Rp. 8.012.221.000.000,- (8,012 trilyun) ;
3. Bahwa berkaitan dengan penyelamatan bank Century, Bank
Indonesia telah menggelontorkan dana sebesar Rp. 689 milyar
yang mana penggelontoran ini tidak melalui mekanisme dan
prosedur yang dapat dipertanggungjawabkan. Pengucuran dana
Rp. 689 milyar dilakukan secara tertutup, tidak tepat sasaran
dan mubadzir sehinnga merugikan Negara total lost Rp. 689
milyar. Dana ini dikenal dengan istilah FPJP;
4. Bahwa Bank Century tidak layak diselamatkan dan diambil alih
oleh pemerintah karena jelas dan nyata sebagai bentuk
perampokan oleh pemiliknya sehingga sudah semestinya
dilikuidasi. Dengan demikian segala bentuk penyelamatan
berupa pengucuran sejumlah dana patut diduga sebagai bentuk
KKN;
5. Bahwa Pemohon telah melakukan upaya hukum Praperadilan
Penghentian Penyidikan Tidak sah atas perkara korupsi Bank
Century sebagaimana putusan perkara No. 10/Pid.Prap/2010/
PN.Jkt.Sel, nomor : 12/Pid.Pra/2016/PN.Jkt.Sel. Tertanggal 10
Maret 2016 dan beberapa putusan praperadilan berikutnya yang
diajukan Pemohon kepada Termohon dengan amar putusan
TIDAK DAPAT DITERIMA dengan alasan masih penyelidiakn
dan atau penyidikan perkara korupsi memerlukan kehati-hatian
dan kecermatan. Namun senyatanya kemudian Termohon
dalam jangka waktu yang panjang tidak melakukan kegiatan
Penyidikan sekitar 2 tahun sejak perkara Terdakwa Budi Mulya
mendapat putusan inkracht tingkat Kasasi pada tahun 2015;
6. Bahwa perkara korupsi Century telah memasuki babak baru
dengan telah inkrachtnya putusan atas Terdakwa Budi Mulya
dengan vonis bersalah. Dalam putusan tersebut dimuat
dakwaan Budi Mulya bersama-sama Boediono, Muliaman D
Hadad, Raden Pardede dkk, fakta hukum pertimbangan hakim
perbuatan Budi Mulya bersama-sama Boediono, Muliaman D
Hal 8 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hadad, Raden Pardede dkk, dan amarnya Budi Mulya
dinyatakan bersalah bersama-sama melakukan korupsi;
7. Bahwa dalam pertimbangan putusan Kasasi Mahkamah Agung
No. 861 K/Pid.Sus/2015 pada halaman 826 dengan jelas
menolak alasan Kasasi yang diajukan Budi Mulya dengan
alasan “perbuatan terdakwa yang menyetujui penetapan Bank
Century sebagai bank Gagal Berdampak Sistemik yang
mengakibatkan kerugian keuangan Negara merupakan tindak
pidana Korupsi”. Dengan demikian siapapun pejabat lainnya
dari Bank Indonesia termasuk Boediono, Muliaman D Hadad,
Raden Pardede dkk yang menyetujui penetapan Bank Century
sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik sehingga bank
Century menjadi sakit dan kemudian merugikan Negara dalam
bentuk pemberian FPJP sebesar Rp. 689 Milyar dan biaya
Penyelamatan sebesar Rp. 8.012.221.000.000,- haruslah
dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses ke Pengadilan
Tipikor sebagaimana yang sudah terjadi pada Budi Mulya;
8. Bahwa dalam pertimbangan putusan Kasasi Mahkamah Agung
No. 861 K/Pid.Sus/2015 pada halaman 826 dengan jelas
menerima dan membenarkan alasan Kasasi yang diajukan
Jaksa Penuntut Umum dan menambahkan pertimbangan : “
Bahwa Terdakwa Budi Mulya selaku Deputi Gubernur Bank
Indonesia Bidang Pengelolaan Moneter dan Devisa melakukan
perbuatan melawan hukum secara bersama-sama dengan
pejabat yang nama-namanya disebutkan dalam Surat
Dakwaan Jaksa/Penuntut Umum, Robert Tantular dan Raden
Pardede telah merugikan keuangan negara dalam pemberian
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) sebesar
Rp.689.394.000.000,00 (enam ratus delapan puluh sembilan
milyar tiga ratus sembilan puluh empat juta rupiah) dan dalam
proses penetapan PT. Bank Century,Tbk sebagai Bank gagal
berdampak Sistemik sebesar Rp.6.762.361.000.000,00(enam
trilyun tujuh ratus enam puluh dua milyar tiga ratus enam puluh
satu juta rupiah) sesuai Laporan Hasil Audit Investigasi Badan
Pemeriksa Keuangan RI Nomor : 64/LHP/XV/12/2013 tanggal
20 Desember 2013, serta dana PMS (Penyertaan Modal
Hal 9 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Sementara) yang dikucurkan sebesar Rp.1.250.000.000.000,00
(satu trilyun dua ratus lima puluh milyar rupiah) sehingga total
berjumlah Rp. 8.012.221.000.000,00( delapan trilyun dua belas
miliar dua ratus dua puluh satu juta rupiah)”. Dengan demikian
siapapun pejabat lainnya dari Bank Indonesia termasuk Budiono
yang menyetujui penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik dan persetujuan pengucuran FPJP
haruslah dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses ke
Pengadilan Tipikor sebagaimana yang sudah terjadi pada Budi
Mulya;
9. Bahwa Mahkamah Agung dalam menerima Kasasi JPU
membenarkan : alasan-alasan kasasi Jaksa / Penuntut Umum
Angka II butir 1.2. huruf B. Butir 1,2,3,4 dapat dibenarkan,
karena Judex Facti kurang dalam pertimbangan hukumnya
(Onvoldoende gemotiveerd), yaitu kurang mempertimbangkan
hal-hal yang memberatkan sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 197 ayat(1) huruf f KUHAP. Bahwa pemberian
persetujuan penetapan pemberian FPJP kepada bank century
oleh terdakwa dilakukan dengan etikat tidak baik yang dilakukan
dengan cara melanggar pasal 45 (berikut penjelasannya UU
No.23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah
diubah dengan nomer 3 tahun 2004, dengan demikian
perbuatan terdakwa merupakan perbuatan melawan hukum;
10. Bahwa dalam perjalanannya persidangan korupsi Bank Century,
tersangka Siti C. Fajriyah meninggal dunia sehingga otomatis
gugur demi hukum. Atas meninggalnya Siti C. Fajriyah
semestinya Termohon melanjutkan Penyidikan kepada pihak-
pihak yang satu cluster dengan Siti C. Fajriyah dalam bidang
pengawasan yaitu Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru
Kristiyana dengan dugaan penyimpangan kesalahan melakukan
pengawasan sehingga bank Century menjadi sakit dan
kemudian merugikan Negara dalam bentuk pemberian FPJP
sebesar Rp. 689 Milyar;
11. Bahwa dengan demikian siapapun pejabat lainnya dari Bank
Indonesia termasuk Boediono dkk yang menyetujui penetapan
Hal 10 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bank Century sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik serta
Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana dalam
dugaan keterlibatan dalam proses penyimpangan dalam
pengawasan bank Century sehingga menimbulkan persetujuan
pengucuran FPJP haruslah dinyatakan sebagai Tersangka dan
diproses ke Pengadilan Tipikor sebagaimana yang sudah terjadi
pada Budi Mulya;
12. Bahwa dugaan keterkaitan dan atau keterlibatan Zaenal Abidin,
Pahla Santoso dan Heru Kristiyana dalam fungsi pengawasan
Bank Century dan persetujuan pemberian FPJP adalah :
‒ Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana dalam
melakukan pengawasan sangat longgar terhadap bank
century, bahkan cenderung membiarkan Century mempunyai
SSB bodong, kegiatan fiktif, LC fiktif, pemberian pinjaman
kepada kelompok sendiri tanpa jaminan yang memadai dan
perbuatan menyimpang lainnya sehingga Century makin
sakit. Bukti Heru membiarkan Century tambah sakit dengan
bukti adanya temuan audit independen terdapat banyaknya
penyimpangan yang dibiarkan oleh Zenal Abidin dan Heru
Kristiyana;
‒ Ketiganya ikut menyetujui FPJP padahal keduanya sebagai
pengawas mengetahui persis Century tidak berhak
mendapatkan FPJP. Terbukti awalnya ketiganya menolak
FPJP namun kemudian menyetujui atau tidak melakukan
penolakan secara tegas dan tertulis. Dengan awalnya
menolak berarti keduanya sangat paham bahwa Century
sakit dan tidak berhak FPJP;
13. Bahwa namun demikian sampai dengan didaftarkannya
Praperadilan ini, Termohon belum menetapkan Boediono,
Muliaman D Hadad, Raden Pardede, dkk sebagai Tersangka
korupsi Bank Century sehingga haruslah dimaknai telah terjadi
penghentian Penyidikan perkara korupsi Bank Century dengan
tidak ditetapkannya Boediono , Muliaman D Hadad, Raden
Pardede dkk sebagai Tersangka dalam perkara korupsi Bank
Century. Termohon dalam jangka waktu yang panjang tidak
Hal 11 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
melakukan kegiatan Penyidikan sekitar 2 tahun sejak perkara
Terdakwa Budi Mulya mendapat putusan inkracht tingkat
Kasasi pada tahun 2015;
14. Bahwa sejak Termohon dipimpin oleh Saut Situmorang sebagai
Wakil Ketua KPK maka tidak ada perkembangan perkara
korupsi Century. Hal ini haruslah dimaknai karena sejak awal
termasuk fit and proper test di DPR dan setelah dilantik , Saut
Situmorang menyatakan secara tegas tidak akan meneruskan
dan tidak memproses perkara Century, yang pada saat ini dapat
dipastikan berhenti dan tidak akan berlanjut. Untuk ini sudah
semestinya Saut Situmorang didengar langsung keterangannya
dalam persidangan praperadilan aquo berdasar ketentuan
KUHAP Pasal 82 ayat (1) huruf B ;
(https://www.cnnindonesia.com/nasional/20151221192000-12-
99699/saut-situmorang-emoh-usut-century-dan-blbi)
http://nasional.kompas.com/read/2015/12/17/21300311/Tolak.U
sut.BLBI.dan.Century.Kenapa.Saut.Situmorang.Terpilih.Jadi.Pim
pinan.KPK;
15. Bahwa dengan berlarut-larutnya perkara korupsi Century
menjadikan pihak-pihak yang diduga terkait dan atau terlibat
malah mendapat status bersih sehingga sekarang ini
menduduki jabatan-jabatan strategis misalnya Heru Kristiyana
menjadi Dewan komisioner OJK dan Muliaman D Hadad
menjadi Duta Besar ;
16. Bahwa Termohon tidak menjalankan amanah Hakim dalam Pu-
tusan Perkara Praperadilan nomor : 12/Pid.Pra/2016/PN.Jkt.Sel.
Tertanggal 10 Maret 2016, pada Pengadilan Negeri Jakarta Se-
latan, dalam Pertimbangan Hakim alinea 3 halaman 24 diny-
atakan :
“……………Adapun Termohon yang belum melakukan
penyelidikan dan/atau penyidikan terhadap dugaan
keterlibatan Budiono dalam kasus korupsi Bank Century,
hal ini lebih kepada masalah etika hukum daripada
pelanggaran hukum, sebagaimana pendapat Ahli Adnan
Hal 12 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Pasliadja, sehingga yang diperlukan adalah kesadaran dari
Termohon untuk bisa lebih cepat memulai penyelidikan
dan/atau penyidikan kasus tersebut dan melimpahkannya
ke penuntut umum apabila memenuhi syarat untuk dituntut
dan disidangkan atau sebaliknya menghentikan
penyelidikan kalau tidak ditemukan bukti yang cukup, dan
dengan demikian ada kejelasan dan kepastian hukum atas
kasus tersebut.”;
17. Bahwa Termohon terbukti mengabaikan dan menutup mata atas
fakta hukum pada putusan incracht Terdakwa Budi Mulya seba-
gaimana tertuang dan terulang dengan alasan dan dalih yang
sama dalam Jawaban Praperadilan yang diajukan termasuk
Jawaban atas Perkara Permohonan Praperadilan Nomor
12/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Pst., tertanggal 30 Januari 2018 , pada
halaman 20 sampai dengan 21 menyatakan :
“Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam perkara dengan Terdakwa Budi Mulya tersebut
tentu tidak serta merta dapat dilanjutkan untuk menetapkan
seseorang sebagai tersangka dan tidak secara otomatis
berlaku atau dimbil alih untuk perkara lainnya, namun
harus dimulai dengan proses yang baru untuk menetapkan
sesorang sebagai tersangka. Fakta-fakta yang terungkap
dalam persidangan perlu dilakukan pendalaman dan
analisa lebih lanjut, dan sampai saat ini Termohon masih
dilakukan pengumpulan bahan dan keterangan dalam
rangka mendalami dan melakukan analisa terhadap perkara
Bank Cantury;
Bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mengatur kapan
suatu perkara harus diimulai penyelidikan dan tidak ada
ketentuan hukum yang mengatur batasan waktu suatu
proses penyelidikan/penyidikan. Ketentuan Pasal 102 ayat
(1) KUHAP hanya mengatur : “Penyelidik yang mengetahui,
menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu
peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana wajib
segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan”.
Hal 13 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Sedangkan Pasal 106 KUHAP berbunyi : “Penyidik yang
mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang patut diduga merupakan
tindak pidana wajib segera melakukan tindakan penyidikan
yang diperlukan”;
Sedangkan dalam Pasal 25 UU Tindak Pidana Korupsi
berbunyi : “Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi
harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian
secepatnya”;
Demikian maka kata “segera” atau “secepatnya”
sebagaimana bunyi ketentuan tersebut diatas tentunya
bersifat kasuistis karena setiap perkara berbeda-beda
tingkat kerumitannya maupun waktu penyelesaiannya,
apalagi perkara korupsi Bank Century yang melibatkan
banyak pihak dan sulit pembuktiannya;
Oleh karena itu, perlu dipahami apabila Termohon
memerlukan waktu yang cukup dalam menangani perkara
korupsi Bank Century yang dikenal sebagai kasus mega
skandal keuangan terbesar pasca reformasi, melibatkan
banyak pihak, rumit, dan sulit pembuktiannya;
Termohon dituntut sangat hati-hati dan cermat dalam
menangani perkara aquo dan tentunya harus berpedoman
pada asas-asas yang diatur dalam Pasal 5 UU KPK, yaitu :
kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan
umum, dan proporsionalitas. Oleh karena itu, Termohon
mengedepankan prinsip kecermatan dan kehati-hatian
dalam setiap tindakan termasuk yang bersifat administratif
dan procedural (formil), unutk meminimalisir potensi risiko
termasuk risiko adanya gugatan praperadilan khususnya
setelah diperluasnya obyek praperadilan melalui Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28
April 2015. Termohon harus melakukan tindakan yang
cermat termasuk tindakan yang bersifat formil baik dalam
tahap penyelidikan maupun penyidikan (pro justitia) sesuai
Hal 14 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hukum acara dan peraturan perundang-undangan sehingga
segala tindakan Termohon adalah SAH dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Terlebih lagi karena
tidak adanya kewenangan Termohon untuk menghentikan
penyidikan dan penuntutan. Selanjutnya Termohon pun
dituntut untuk melakukan tindakan yang cermat secara
materiil, agar tuntutan yang diajukan oleh Termohon dapat
terbukti secara SAH dan meyakinkan sehingga terdakwa
diputus bersalah oleh Majelis Hakim dalam persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi”;
18. Bahwa Termohon selalu mengulang dan mamakai dalil yang
sama untuk menutupi ketidakmampuan dan ketidakmauan
melanjutkan Penyidikan Perkara Korupsi Bank Century seba-
gaimana tertuang dalam Jawaban Perkara Praperadilan Nomor
12/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Pst., tertanggal 30 Januari 2018, pada
halaman 22 alinea 2 menyatakan :
“Sampai saat ini Termohon masih dilakukan pengumpulan
bahan dan keterangan dalam rangka melakukan
pendalaman dan analisa lebih lanjut terkait Perkara Bank
Century. Termohon tidak pernah menerbitkan Surat
Penghentian Penyidikan atas perkara tindak pidana korupsi
sehubungan dengan pemberian Fasilitas Pendanaan
Jangka Pendek (FPJP) kepada PT Bank Cntury, Tbk., dan
proses penetapan PT. Bank Century, Tbk sebagai Bank
Gagal Berdampak Sistemik, bahkan Termohon tidak
memiliki kewenagan untuk mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara
tindak pidana korupsi (vide Pasal 40 UU KPK) sehingga
tidak dimungkinkan bagi Termohon untuk melakukan
penghentian penyidikan;
19. Bahwa berdasarkan informasi dari publik, TERMOHON telah
melakukan serangkaian pengumpulan data, atau telaah analisis
atau penyelidikan dan atau penyidikan perkara korupsi Bank
Century berupa pengumpulan bukti-bukti secara tertutup dan
tidak adanya progers report, hal mana jelas dan nyata
Hal 15 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bertentangan dengan asas-asas dalam Pasal 5 UU No. 30
Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, yang
berbunyi sebagai berikut :
“Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Komisi
Pemberantasan Korupsi berasaskan pada :
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. kepentingan umum; dan
e. proporsionalitas.”;
20. Bahwa Termohon dalam penanganan perkara korupsi bank
Century tidak mengembangkan dan melanjutkan Penyidikan
berdasar Putusan Budi Mulya yang telah incracht , maka sangat
jelas mengabaikan dan tidak merujuk ketentuan Pasal 6 UU
No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi,
yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 6 : “Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
c. melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi;
21. Bahwa berpijak pada ketentuan dalam Pasal 5 dan 6 UU No.
30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, jelas
dan nyata TERMOHON tidak melaksanakan tugas, fungsi dan
kewenangan yang diatur dalam undang-undang tersebut,
sehingga jelas dan nyata bentuk tindakan dimaksud merupakan
tindakan penghentian penyidikan yang tidak sah;
22. Bahwa berdasar putusan Budi Mulya yang telah incraht hampir
dua tahun dan dikaitkan ketentuan Pasal 44 UU KPK seharus-
nya Termohon sudah dapat melakukan Penyidikan dengan
menetapkan Tersangka baru perkara korupsi bank Century , na-
mun senyatanya Termohon melanggar ketentuan Pasal 44 UU
KPK yang berbunyi sebafgai berikut :
(1) Jika penyelidik dalam melakukan penyelidikan
menemukan bukti permulaan yang cukup adanya
Hal 16 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dugaan tindak pidana korupsi, dalam waktu paling
lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal
ditemukan bukti permulaan yang cukup tersebut,
penyelidik melaporkan kepada Komisi Pemberantasan
Korupsi;
(2) Bukti permulaan yang cukup dianggap telah ada
apabila telah ditemukan sekurang-kurangnya 2 (dua)
alat bukti, termasuk dan tidak terbatas pada informasi
atau data yang diucapkan, dikirim, diterima, atau
disimpan baik secara biasa maupun elektronik atau
optik;
(3) Dalam hal penyelidik melakukan tugasnya tidak
menemukan bukti permulaan yang cukup
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelidik
melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi
dan Komisi Pemberantasan Korupsi menghentikan
penyelidikan.;
(4) Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi
berpendapat bahwa perkara tersebut diteruskan,
Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan
penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara
tersebut kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan.
(5) Dalam hal penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian
atau kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4),
kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan
koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan
kepada Komisi Pemberantasan Korupsi;
23. Bahwa Termohon tidak segera melakukan Penyidikan dengan
dalil tidak ada batas waktu Penyidikan, namun hal ini haruslah
disinkronkan dengan ketentuan Pasal 78 KUHP tentang Dalu-
arsa, sehingga upaya mengulur-ulur waktu haruslah dimaknai
Termohon akan menunggu daluarsa sehingga perkara secara
otomatis berhenti penyidikannya sebagaimana ketentuan pasal
109 ayat 2 KUHAP;
Hal 17 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
24. Bahwa Termohon dalam mendalilkan dirinya tidak melakukan
Penghentian Penyidikan selalu berlindung ketentuan Pasal 40
UU KPK : “Komisi Pemberantasan Korupsi tidak berwe-
nang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan
dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi.”
Betul bahwa KPK tidak boleh mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (artinya tidak boleh mengeluarkan
SURAT (SP3)), namun jika Termohon mengulur-ulur waktu,
tidak adanya laporan kemajuan atas perkara yang seharusnya
ditangani dan tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan
maka haruslah dimaknai tindakan Termohon tersebut telah
melakukan Penghentian Penyidikan atau setidak-tidaknya
dimaknai telah melakukan Penghentian Penyidikan secara
materiel;
25. Bahwa dalam penanganan perkara korupsi bank Century yang
berlarut-larut dan belum menetapkan Tersangka baru, TERMO-
HON melanggar :
a. Pasal 9 ayat (3) International Convenant on Civil and politi-
cal Right (ICCPR) tahun 1966 yang menyatakan bahwa pe-
meriksaan harus dilaksanakan sesegera mungkin;
b. Pasal 4 ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 se-
bagaimana diamandemen dengan Undang-undang Nomor 4
Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, mengharuskan
tentang pelaksanan penegakan hukum itu untuk memedo-
mani asas peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
serta tidak berbelit-belit. Dari rumusan itu diketahui bahwa
setiap “kelambatan” penyelesaian perkara pidana yang dis-
engaja oleh aparat penegak hukum yang berbelit-belit dan
merupakan pelanggaran tershadap HAM;
c. Pasal 102, 106 KUHAP, dan khususnya 50 KUHAP yang
benbunyi :
‒ Ayat (1) KUHAP menegaskan bahwa: ”Tersangka berhak
segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selan-
jutnya dapat diajukan ke penuntut umum”;
Hal 18 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
‒ Ayat (2) KUHAP menegaskan bahwa: ”Tersangka berhak
perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penun-
tut umum”; dan
‒ Ayat (3) KUHAP menegaskan bahwa: ”Terdakwa berhak
segera diadili oleh pengadilan”;
26. Bahwa untuk mengatasi ketidakpastian dan berlarut-larutnya
penanganan perkara korupsi Bank Century diperlukan recht
finding (penemuan hukum) dalam rangka mengisi kekosongan
hukum atas kebuntuan penanganan perkara korupsi bank Cen-
tury oleh Termohon dalam bentuk Hakim mengabulkan permo-
honan praperadilan aquo dan Perintah Hakim kepada TERMO-
HON untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai den-
gan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam
bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan tersangka ter-
hadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk dan
melanjutkan dengan Pendakwaan dan Penuntutan proses persi-
dangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
27. Bahwa tujuan Praperadilan adalah sebagaimana tertuang dalam
Penjelasan Pasal 80 KUHAP berbunyi : “Pasal ini bermaksud
untuk menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran melalui
sarana pengawasan secara horizontal.” Bukan bermaksud
menggurui, jika terjadi ketidakpastian hukum dan ketidak-adilan
bagi Korban Korupsi Seluruh rakyat NKRI dengan berlarut-larut-
nya penanganan perkara korupsi Bank Century, maka atas
dasar kewenangannya maka Hakim dalam memberikan putusan
Praperadilan tidak semata-mata atas formalitas dan kepastian
hukum, tetapi Hakim harus memutus Praperadilan aquo demi
tegaknya hukum, keadilan dan kebenaran dengan mengabulkan
seluruh Petitum Permohonan Praperadilan dalam perkara aquo.
Mohon diijinkan Pemohon merasakan hukum tegak, keadilan
dan kebenaran ( JEJEGIN ADIL);
28. Bahwa dapat dilihat dan diresapi dengan jelas, senyatanya
Termohon terhadap semua fakta dan bukti diatas terbukti tidak
melanjutkan penyidikan Korupsi Bank Century dengan tidak
Hal 19 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menetapkan Tersangka baru atas nama Budiono, Muliaman D
Hadad, Raden Pardede dkk sehingga dengan demikian
tindakan ini sebagai bentuk PENGHENTIAN PENYIDIKAN
KORUPSI BANK CENTURY secara tidak syah dan melawan
hukum;
29. Bahwa oleh karena Penghentian Penyidikan atas atas perkara
a quo adalah tidak sah dan batal demi hukum dengan segala
akibat hukumnya, maka selanjutnya TERMOHON diperintahkan
untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan
ketetentuan hukum yang berlaku;
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, PEMOHON mengajukan permohonan
kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, untuk berkenan memeriksa
selanjutnya memutus sebagai berikut :
PENETAPAN :
Penetapan Hakim Pemeriksa Praperadilan aquo pada sidang hari pertama
setelah pembacaan Permohonan Praperadilan yang memuat
Pemanggilan Pejabat Berwenang atas nama Saut Situmorang ( Wakil
Ketua KPK) guna didengar keterangan dalam pemeriksaan praperadilan
aquo berdasar Pasal 82 ayat (1) huruf (b) KUHAP ;
PRIMAIR :
‒ Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON
untuk seluruhnya;
‒ Menyatakan Pemohon sah kedudukannya sebagai pihak ketiga
berkepentingan dan berhak mengajukan Permohonan Praperadilan
dalam perkara aquo;
‒ Menyatakan secara hukum TERMOHON telah melanggar ketentuan
dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, Pasal 25 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Pasal 50, 102 dan 106 KUHAP serta ketentuan
perundang-undangan yang berlaku dalam menagani korupsi bank
Century, sehingga pelanggaran aquo merupakan bentuk penghentian
penyidikan secara tidak sah dan batal demi hukum dengan segala
akibat hukumnya atas perkara korupsi Bank Century berupa tidak
Hal 20 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ditetapkannya Boediono , Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk
sebagai Tersangka dalam perkara korupsi Bank Century;
‒ Memerintahkan TERMOHON untuk melakukan proses hukum
selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi
Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan
tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede
dkk dan melanjutkannya dengan Pendakwaan dan Penuntutan dalam
proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
SUBSIDAIR :
Memeriksa dan mengadili Permohonan Pemeriksaan Praperadilan ini
dengan seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (ex
aequo et bono);
Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah
ditetapkan Pemohon datang menghadap sendiri dan Kuasanya
Kuasanya KURNIAWAN NADI NUGROHO, SH berdasarkan Surat
Kuasa Khusus tertanggal 21 Maret 2018, sedangkan untuk Termohon
datang menghadap Kuasanya Efi Laila Kholis, S.H., M.H., Rasamala
Aritonang, S.H., M.H., Indah Oktianti Sutomo, S.H., M.Hum., Rr.
Suryawulan, S.H., M.H., Indra Mantong Batti, S.H., LL.M., Juliandi Tigor
Simanjuntak, S.h., M.H., Mia Suryani Siregar, S.H., Imam Akbar Wahyu N,
S.H., Raden Natalia Kristiono, S.H., Firman Kusbianto, S.H., M.H., Naila
Fauzanna Nst, S.H., Ade Juang Nirboyo, S.H., Togi Robson Sirait, S.H.,
Hasna Wahida Yunastri, S.H., M.H., Muhammed Hafez A, S.H., M.H., Dion
Valerian, S.H;
Menimbang, bahwa setelah membacakan surat permohonannya,
Pemohon menyatakan tetap pada permohonannya;
Menimbang, bahwa terhadap permohonan praperadilan yang
diajukan oleh Pemohon tersebut, Termohon mengajukan tanggapannya
tertanggal 2 April 2018 sebagai berikut:
I. PENDAHULUAN :
Hakim Praperadilan Yang Terhormat,
Perkenankanlah kami selaku Kuasa dari Termohon menyampaikan
ucapan terimakasih kepada Hakim Praperadilan yang memeriksa dan
Hal 21 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengadili permohonan Praperadilan yang telah memberi kesempatan
kepada Kuasa Termohon untuk menyusun dan membacakan
jawaban terhadap dalil-dalil maupun alasan-alasan yang dijadikan
dasar bagi Pemohon mengajukan permohonan Praperadilan ini;
Pemohon Yang Terhormat,
Kuasa Termohon menghargai upaya hukum Praperadilan yang telah
diajukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang
tentunya tidak lain dimaksudkan untuk tegaknya hukum dan
perlindungan hak-hak Pemohon selaku lembaga swadaya
masyarakat yang peduli dengan upaya pemberantasan korupsi.
Upaya yang Pemohon ajukan ini merupakan bagian penting dari
proses penegakan hukum sebagaimana yang diatur dalam Kitab
Hukum Acara Pidana (KUHAP);
Perlu disampaikan, bahwa Praperadilan merupakan sarana
pengawasan horizontal atas tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
penyidik dan penuntut umum dalam melakukan upaya paksa seperti
penangkapan, penahanan, penyitaan, penghentian penyidikan dan
penghentian penuntutan;
Selanjutnya, Termohon akan memberikan Jawaban/Tanggapan
terbatas pada dalil atau alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon
yang berkaitan langsung dengan masalah yuridis tindakan yang
dilakukan oleh Termohon;
II. TANGGAPAN/JAWABAN :
Hakim Praperadilan Yang Terhormat,
Setelah membaca dan mencermati seluruh materi permohonan
Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon dalam permohonan
Praperadilan Nomor: 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel, maka Termohon
terlebih dahulu mengajukan Eksepsi atas permohonan Praperadilan,
sebagai berikut:
a. DALAM EKSEPSI :
1. EKSEPSI TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN
NEBIS IN IDEM :
Hal 22 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Permohonan Praperadilan diatur dalam hukum acara pidana
(KUHAP) akan tetapi dalam pelaksanaan persidangan
menggunakan hukum acara perdata (quasi perdata),
sehingga asas-asas hukum perdata berlaku, termasuk asas
nebis in idem sebagaimana diatur dalam Pasal 1917 KUH
Perdata sebagai berikut :
“Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara
yang bersangkutan. Untuk dapat menggunakan kekuatan
itu, soal yang dituntut harus sama, tuntutan harus didasarkan
pada alasan yang sama, dan harus diajukan oleh pihak yang
sama dan terhadap pihak-pihak yang sama dalam hubungan
yang sama pula.”;
Hal ini pun juga sesuai dengan pendapat hukum dari M.
Yahya Harahap, SH dalam bukunya yang berjudul Hukum
Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan,
Pembuktian dan Putusan pengadilan halaman 439, yang
menyatakan bahwa:
“Ne Bis In Idem disebut juga excpite van gewijsde zaak yang
berarti bahwa sebuah perkara dengan obyek sama, yang
diputus oleh pengadilan yang berkekuatan tetap / yang
sudah memiliki kekuatan yang mengikat oleh badan
peradilan yang berwenang”;
Selain itu, asas ne bis in idem mutlak untuk diterapkan oleh
Hakim dalam memeriksa suatu perkara yang sama dengan
perkara terdahulu sebagaimana kaidah hukum Putusan
Mahkamah Agung, Putusan Mahkamah Agung No. 588
K/Sip/1973 tanggal 03 Oktober 1973, yang menyatakan
sebagai berikut:
"Karena perkara ini sama dengan perkara yang terdahulu,
baik mengenai gugatannya maupun obyek-obyek perkara
dan juga penggugat-penggugatnya, yang telah mendapat
keputusan dari Mahkamah Agung (Putusan tanggal 19
Desember 1970 No. 350 K/Sip/1970), seharusnya gugatan
dinyatakan tidak dapat diterima";
Hal 23 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Adapun asas ne bis in idem dalam Pasal 1917 KUH Perdata
dalam praktek peradilan telah mengalami perkembangan
penafsiran, antara lain :
‒ Putusan Mahkamah Agung tanggal 13 April 1976 No.
647K/Sip/1973, yang kaidah hukumnya yaitu : “Ada atau
tidaknya azas nebis in idem tidak semata-mata ditentukan
oleh para pihak saja, melainkan terutama bahwa obyek
dari sengketa sudah diberi status oleh keputusan
Pengadilan Negeri yang lebih dulu dan telah mempunyai
kekuatan pasti dan alasannya sama”;
‒ Putusan Mahkamah Agung tanggal 20 Mei 2002 No.
1226K/Pdt/2001, yang kaidah hukumnya yaitu : “Meski
kedudukan subyeknya berbeda tetapi obyek sama dengan
perkara yang diputus terdahulu dan berkekuatan hukum
tetap maka gugatan dinyatakan nebis in idem”;
Pokok perkara dalam Praperadilan yang diajukan Pemohon
saat ini (Perkara No.24/Pid.Pra/2018/PN.JKT.Sel. tanggal 01
Maret 2018) adalah SAMA dengan perkara Praperadilan
Nomor : 12/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel. yang telah
berkekuatan hukum tetap, baik subyek maupun obyek
perkara, yaitu :
‒ Pemohon (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia/MAKI);
‒ Termohon (KPK);
‒ Obyek permohonan terkait penghentian penyidikan secara
materil tidak sah dalam penanganan perkara Bank
Century;
Dalam perkara Praperadilan Nomor: 12/Pid.Prap/2016/
PN.Jkt.Sel. tersebut, Hakim Praperadilan telah memeriksa
substansi permohonan praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon (Masyarakat Anti Korupsi Indonesia/MAKI) dengan
memberikan pertimbangan diantaranya pada halaman 24
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor :
12/Pid.Prap/2016/ PN.Jkt.Sel., sebagai berikut:
Hal 24 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
“Menimbang, bahwa namun pada faktanya dalam persidangan
praperadilan ini tidak ada bukti Termohon telah melakukan
penyelidikan dan/atau penyidikan sehingga secara logika tidak
ada penyelidikan maupun penyidikan yang dihentikan oleh
Termohon …”;
Adapun Amar Putusan dari Perkara Praperadilan Nomor :
12/Pid.Prap/2016/ PN.Jkt.Sel., adalah sebagai berikut:
Mengadili
1. Menolak Permohonan Praperadilan Pemohon untuk
seluruhnya;
2. Menetapkan biaya perkara sebesar nihil;
Demikianlah, diputuskan pada hari Kamis, tanggal 10 Maret
2016 oleh Hakim Martin Fonto Bidara, SH, Hakim pada
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, putusan mana diucapkan
oleh Hakim tersebut dalam sidang yang terbuka untuk umum
pada hari itu juga dengan didampingi Nining Hendarti SH,
Panitera Pengganti serta dihadiri Pemohon dan Termohon;
Berdasarkan hal tersebut, dengan demikian telah dilakukan
pemeriksaan terhadap obyek sengketa yang memiliki
subtansi yang sama, dan juga telah diadili dan diputus oleh
Hakim, sehingga asas Nebis in Idem secara mutlak telah
terpenuhi;
Pada prinsipnya, asas nebis in idem berfungsi untuk menjaga
kepastian hukum, mencegah terjadinya penilaian yang saling
bertentangan atas obyek sengketa yang telah diberikan
status hukum tertentu dalam putusan Pengadilan
sebelumnya yang telah berkekuatan hukum tetap;
Sejalan dengan hal tersebut, Mahkamah Agung menerbitkan
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2002
tentang Penanganan Perkara yang Berkaitan dengan Azas
Nebis In Idem, angka 2 huruf c menyebutkan :
”Majelis Hakim wajib mempertimbangkan, baik pada putusan
eksepsi maupun pada pokok perkara, mengenai perkara
serupa yang pernah diputus di masa lalu.”;
Hal 25 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Berdasarkan hal tersebut, oleh karena subjek dan objek
dalam perkara permohonan Praperadilan aquo adalah sama
dengan subjek dan objek dalam perkara Praperadilan Nomor
: 12/Pid.Prap/2016/ PN.Jkt.Sel. yang telah diputus oleh
Hakim pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Yang Mulia
Bapak Hakim Matin Fonto Bidara, SH), yang telah
berkekuatan hukum tetap, maka permohonan Praperadilan
aquo telah melanggar asas nebis in idem;
Sehubungan dengan hal tersebut, untuk menghindari
adanya pertentangan Putusan Hakim atas obyek
sengketa yang sama yang telah diperiksa dan diputus
terdahulu oleh Hakim lainnya, maka sudah selayaknya
apabila Hakim Praperadilan aquo untuk tidak lagi memeriksa
dan memberikan putusan atas Perkara Praperadilan aquo,
dengan menyatakan bahwa asas nebis in idem telah
terpenuhi. Dengan demikian, sudah selayaknya
permohonan praperadilan aquo ditolak atau setidak-
tidaknya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet
ontvankelijke verklaard);
2. EKSEPSI TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN
PREMATUR :
Dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon pada
pokoknya:
Termohon tidak melanjutkan penyidikan Korupsi Bank
Century dengan tidak menetapkan Tersangka baru atas
nama Budiono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk
sehingga dengan demikian tindakan ini sebagai bentuk
PENGHENTIAN PENYIDIKAN KORUPSI BANK
CENTURY secara tidak syah dan melawan hukum; (Posita
angka 13 halaman 7 dan Posita angka 28 halaman 11
Praperadilan);
Bahwa berpijak pada ketentuan dalam Pasal 5 dan 6 UU
No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi, jelas dan nyata TERMOHON tidak melaksanakan
tugas, fungsi dan kewenangan yang diatur dalam undang-
Hal 26 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
undang tersebut, sehingga jelas dan nyata bentuk tindakan
dimaksud merupakan tindakan penghentian penyidikan
yang tidak sah. (Posita angka 21 halaman 10 dan Petitum
ketiga Permohonan Praperadilan);
Jika Termohon mengulur-ulur waktu, tidak adanya laporan
kemajuan atas perkara yang seharusnya ditangani dan
tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan, maka
haruslah dimaknai tindakan Termohon tersebut telah
melakukan Penghentian Penyidikan atau setidak-tidaknya
dimaknai telah melakukan Penghentian Penyidikan secara
materiel. (Posita angka 24 halaman 10 dan 11
Permohonan Praperadilan);
Dalil-dalil permohonan tersebut adalah keliru, tidak
benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Termohon memberikan
jawaban/tanggapan sebagai berikut:
Sampai dengan Jawaban ini diajukan, Termohon tidak
pernah menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan atas
perkara tindak pidana korupsi sehubungan dengan
pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
kepada PT Bank Century, Tbk., dan proses Penetapan PT.
Bank Century, Tbk sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik.
Bahkan Termohon tidak memiliki kewenangan untuk
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan
dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi
(vide Pasal 40 UU KPK) sehingga tidak dimungkinkan
Termohon melakukan penghentian penyidikan;
Oleh karena itu, permohonan Praperadilan yang diajukan
oleh Pemohon adalah prematur sehingga seharusnya
ditolak atau setidak-tidaknya harus dinyatakan tidak
dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard);
3. EKSEPSI TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN
BUKAN LINGKUP PRAPERADILAN (ERROR IN
OBJECTO):
Hal 27 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon pada
pokoknya:
Bahwa sejak Termohon dipimpin oleh Saut Situmorang
sebagai Wakil Ketua KPK maka tidak ada perkembangan
perkara korupsi Century, karena sejak awal termasuk fit
and proper test di DPR dan setelah dilantik, Saut
Situmorang menyatakan secara tegas tidak akan
meneruskan dan tidak memproses perkara Century, yang
pada saat ini dapat dipastikan berhenti dan tidak akan
berlanjut. (Posita angka 14 halaman 7 Permohonan
Praperadilan);
Termohon tidak segera melakukan Penyidikan dengan dalil
tidak ada batas waktu Penyidikan, namun hal ini haruslah
disinkronkan dengan ketentuan Pasal 78 KUHP tentang
Daluarsa, sehingga upaya mengulur-ulur waktu haruslah
dimaknai Termohon akan menunggu daluarsa sehingga
perkara secara otomatis berhenti penyidikannya
sebagaimana ketentuan pasal 109 ayat 2 KUHAP. (Posita
angka 23 halaman 10 Permohonan Praperadilan);
Berdasarkan informasi publik, TERMOHON telah
melakukan serangkaian pengumpulan data, atau telaah
analisis atau penyelidikan dan atau penyidikan perkara
korupsi Bank Century berupa pengumpulan bukti-bukti
secara tertutup dan tidak adanya progress report,
sehingga bertentangan dengan asas-asas dalam Pasal 5
UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (Posita angka 19 halaman 9 Permohonan
Praperadilan);
Dalil-dalil permohonan tersebut adalah keliru, tidak
benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Termohon memberikan
jawaban/tanggapan sebagai berikut:
Bahwa dikaitkannya hal-hal yang terjadi dalam proses fit dan
proper test oleh Saut Situmorang yang dimaknai oleh
Pemohon dengan penghentian kasus Bank Century yang
Hal 28 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
telah ditangani oleh KPK sejak tahun 2012, dan upaya
mengulur-ulur waktu menunggu daluwarsa penanganan
perkara berdasarkan Pasal 78 KUHP sehingga perkara
secara otomatis berhenti penyidikannya, hanyalah
merupakan asumsi Pemohon dan tidak ada hubungan
sebab dan akibat secara hukum dengan permohonan
Praperadilan sehingga haruslah diabaikan;
Pada dasarnya Pasal 78 KUHP adalah ketentuan hukum
yang mengatur mengenai jangka waktu daluwarsa
penuntutan atas suatu tindak pidana. Ketentuan Pasal 78
KUHP hanyalah mengatur batas waktu bagi Penegak Hukum
untuk melakukan penuntutan atas suatu tindak pidana, dan
tidaklah mengatur mengenai jangka waktu penyelidikan
ataupun penyidikan terhadap suatu perkara tindak pidana.
Sehingga dalam hal ini ketentuan hukum yang diatur dalam
Pasal 78 KUHP tidak ada korelasinya dengan obyek
sengketa yang dimohonkan oleh Pemohon dalam perkara
aquo, yaitu terkait dengan penghentian penyidikan secara
materil;
Termohon melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam UU KPK dan sebagai
bentuk pertanggungjawaban Termohon kepadaka publik atas
pelaksanaan tugasnya maka Termohon menyampaikan
laporan secara terbuka dan berkala kepada Presiden RI,
DPR RI, dan BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat
(1) UU KPK. Laporan atas seluruh tindakan Termohon dapat
diakses secara terbuka oleh publik melalui website
http://www.kpk.go.id atau dapat diminta secara langsung
melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
KPK. Pelaksanaan pertanggungjawaban publik oleh KPK
pun telah diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UU KPK;
Pasal 20 UU KPK berbunyi sebagai berikut:
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab
kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan
menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala
Hal 29 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
Keuangan;
(2) Pertanggungjawaban publik sebagaimana dimaksud
pada ayat dilaksanakan dengan cara :
a. wajib audit terhadap kinerja dan
pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan
program kerjanya;
b. menerbitkan laporan tahunan; dan
c. membuka akses informasi;
Pada prinsipnya, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK
terbuka untuk diinformasikan kepada publik termasuk kepada
Pemohon apabila mengajukan permintaan informasi kepada
KPK, namun demikian sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
(UU KIP), maka terdapat informasi yang dikecualikan
sebagaimana ketentuan Pasal 17 huruf a UU KIP yang
berbunyi :
”Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap
Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi
Publik, kecuali:
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan
suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,
dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak
pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-
rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan
penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
Hal 30 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan
penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana,
dan/atau prasarana penegak hukum;
Berdasarkan ketentuan tersebut, tentu apabila terdapat data
dan informasi terkait dengan penanganan perkara tindak
pidana korupsi Bank Century termasuk pengumpulan bukti-
bukti maka hal tersebut termasuk dalam informasi yang
dikecualikan sebagaimana ketentuan Pasal 17 huruf a UU
KIP, karena jika informasi tersebut dibuka untuk publik maka
dapat menghambat proses penegakan hukum. Tindakan
KPK dalam mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas
dan kewenangannya sebagaiman ditentukan dalam Pasal 20
UU KPK serta kewajiban KPK untuk membuka akses bagi
Pemohon Informasi Publik sebagaimana diatur dalam UU KIP
serta ketaatan KPK terhadap UU KIP dengan tidak membuka
dan menginformasikan kepada publik berkaitan dengan
informasi yang dikecualikan sebagaimana ketentuan Pasal
17 huruf a UU KIP untuk menjaga dan memperlancar proses
penegakan hukum BUKAN merupakan lingkup
Praperadilan;
Praperadilan adalah lembaga yang mengawasi dan menguji
atas tindakan-tindakan yang dilakukan penyidik atau penuntut
umum sebagai sarana pengawasan horizontal atas segala
upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana agar
tindakan aparat penegak hukum tersebut tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan;
Lingkup kewenangan Praperadilan secara limitatif telah
ditentukan dalam Pasal 1 Angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP dan
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015 lingkup kewenangan
mencakup juga praperadilan mengenai sah atau tidaknya
penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan;
Hal 31 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Lebih lanjut, secara tegas Mahkamah Agung mengatur
lingkup Praperadilan dalam Pasal 2 Peraturan Mahkamah
Agung RI (PERMA) Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan
Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan menyatakan
bahwa objek Praperadilan terbatas pada sah atau
tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian
penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan
tersangka, penyitaan dan penggeledahan, serta ganti
kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau
penuntutan;
Dengan demikian, sudah jelas bahwa permohonan
Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah TANPA
ALASAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG karena
dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon Praperadilan
bukan lingkup (obyek) Praperadilan atau Error in
Objecto, sehingga permohonan sudah sepatutnya
ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard);
4. EKSEPSI TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN
MERUPAKAN MATERI POKOK PERKARA :
Dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon pada
pokoknya:
Siapapun pejabat lainnya dari Bank Indonesia termasuk
Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk yang
menyetujui penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik serta Zaenal Abidin, Pahla Santoso
dan Heru Kristiyana dalam dugaan keterlibatan dalam
proses penyimpangan dalam pengawasan Bank Century
sehingga menimbulkan persetujuan pengucuran FPJP
haruslah dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses ke
Pengadilan Tipikor (Posita angka 7, 8 dan 11 halaman 6
dan 7 Permohonan Praperadilan);
Bahwa dalam perjalanannya persidangan korupsi Bank
Century, tersangka Siti C. Fajriyah meninggal dunia
Hal 32 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sehingga otomatis gugur demi hukum. Atas meninggalnya
Siti C. Fajriyah semestinya Termohon melanjutkan
Penyidikan kepada pihak-pihak yang satu cluster dengan
Siti C. Fajriyah dalam bidang pengawasan yaitu Zaenal
Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana dengan dugaan
penyimpangan kesalahan melakukan pengawasan
sehingga bank Century menjadi sakit dan kemudian
merugikan Negara dalam bentuk pemberian FPJP sebesar
Rp. 689 Milyar; (Posita angka 10 halaman 7 Permohonan
Praperadilan);
Bahwa dugaan kesalahan Zaenal Abidin, Pahla
Santoso dan Heru Kristiyana dalam fungsi pengawasan
Bank Century dan persetujuan pemberian FPJP adalah :
Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana
dalam melakukan pengawasan sangat longgar terhadap
Bank Century, bahkan cenderung membiarkan Century
mempunyai SSB bodong, kegiatan fiklif, LC fiktif,
pemberian pinjaman kepada kelompok sendiri tanpa
jaminan yang memadai dan perbuatan menyimpang
lainnya sehingga Century makin sakit. Bukti Heru
membiarkan Century tambah sakit dengan bukti adanya
temuan audit independen terdapat banyaknya
penyimpangan yang dibiarkan oleh Zenal Abidin dan
Heru Kristiyana;
Ketiganya ikut menyetujui FPJP padahal keduanya
sebagai pengawas mengetahui persis Century tidak
berhak mendapatkan FPJP. Terbukii awalnya ketigaya
menolak FPJP namun kemudian menyetujui. Dengan
awalnya menolak berarti keduanya sangat paham
bahwa Century sakit dan tidak berhak FPJP (Posita
angka 12 halaman 7 Permohonan Praperadilan);
Dalil-dalil permohonan tersebut adalah keliru, tidak
benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Termohon memberikan
jawaban/tanggapan sebagai berikut:
Hal 33 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalil-dalil permohonan Praperadilan tersebut yang telah
menunjuk orang-orang tertentu yang seharusnya menjadi
tersangka atau turut serta dalam perkara tindak pidana
korupsi Bank Century telah memasuki materi pokok perkara
tindak pidana korupsi;
Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap dalam perkara dengan Terdakwa Budi Mulya tentu tidak
serta merta dapat dilanjutkan untuk menetapkan seseorang
sebagai tersangka dan tidak secara otomatis berlaku atau
diambil alih untuk perkara lainnya, namun harus dimulai
dengan proses yang baru untuk menetapkan seseorang
sebagai tersangka. Fakta-fakta yang terungkap dalam
persidangan perlu dilakukan pendalaman dan analisa lebih
lanjut, dan sampai saat ini Termohon masih dilakukan
pengumpulan bahan dan keterangan dalam rangka
mendalami dan melakukan analisa terhadap perkara
Bank Century;
Pembuktian keterlibatan orang-orang yang diduga melakukan
tindak pidana atau turut serta melakukan tindak pidana
haruslah dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh
dalam tahap penyelidikan dan penyidikan serta selanjutnya
pembuktian unsur-unsur tindak pidana dilakukan dalam
pemeriksaan di persidangan pokok perkaranya (PN Tipikor)
dengan jumlah Majelis Hakim yang lengkap sebagaimana
ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009
tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan
Tipikor);
Lembaga Praperadilan tidak memiliki kewenangan untuk
menentukan orang-orang yang seharusnya dituntut dalam
suatu perkara, ditetapkan menjadi tersangka, ataupun dinilai
turut serta dalam suatu perkara tindak pidana korupsi;
Oleh karena itu, tidak ada kewenangan Hakim Praperadilan
untuk menilai materi pokok perkara, mengingat lembaga
Praperadilan merupakan sarana pengawasan horizontal yang
terbatas melakukan pemeriksaan formil. Hal ini sebagaimana
Hal 34 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 227/K/Kr/1982
tentang Praperadilan, yang menyatakan sebagai berikut:
“Bahwa wewenang Pengadilan Negeri merupakan
wewenang pengawasan horisontal”;
Yurisdiksi/kewenangan mengadili hal-hal tersebut diatur dan
disebutkan dalam Pasal 1 Angka 10 jo. Pasal 77 KUHAP
sebagai berikut:
Pasal 1 angka 10 KUHAP:
“Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk
memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam
undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau
penahanan atas permintaan tersangka atau
keluarganya;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya
hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh
tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas
kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan.
Pasal 77 KUHAP:
“Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan
memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
undang-undang ini tentang:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan;
b. Ganti kerugian atau rehabilitasi bagi seorang yang
perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan
atau penuntutan”;
Lingkup kewenangan lembaga Praperadilan telah diperluas
berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015 yang menyatakan lingkup
Hal 35 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
kewenangan praperadilan mencakup juga mengenai sah
atau tidaknya penetapan tersangka, penggeledahan, dan
penyitaan;
Mahkamah Agung RI telah memberikan pedoman
mengenai pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) Peraturan
Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4 Tahun 2016 yang
pada pokoknya bahwa pemeriksaan Praperadilan terhadap
permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka
hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit
2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi
perkara dan persidangan perkara Praperadilan tentang tidak
sahnya penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan
dipimpin oleh Hakim Tunggal karena pemeriksaannya
tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya
memeriksa aspek formil;
Berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHAP dan PERMA
Nomor 4 Tahun 2016 yang diuraikan di atas, maka dalil-dalil
Pemohon telah nyata-nyata memasuki materi pokok perkara
dugaan tindak pidana korupsi;
Dengan demikian, sudah jelas bahwa permohonan
Praperadilan yang diajukan Pemohon adalah TANPA
ALASAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG karena
dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon merupakan materi
pokok perkara yang seharusnya diperiksa, diadili, dan
diputus dalam persidangan oleh Majelis Hakim pada
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan bukan
kewenangan Hakim Tunggal pada persidangan
Praperadilan, sehingga permohonan sudah sepatutnya
ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard);
5. EKSEPSI TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN
KABUR (OBSCUUR LIBEL):
Dalil-dalil permohonan yang diajukan oleh Pemohon pada
pokoknya:
Hal 36 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Siapapun pejabat lainnya dari Bank Indonesia termasuk
Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk yang
menyetujui penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik serta Zaenal Abidin, Pahla Santoso
dan Heru Kristiyana dalam dugaan keterlibatan dalam
proses penyimpangan dalam pengawasan Bank Century
sehingga menimbulkan persetujuan pengucuran FPJP
haruslah dinyatakan sebagai Tersangka dan diproses ke
Pengadilan Tipikor (Posita angka 7, 8 dan 11 halaman 6
dan 7 Permohonan Praperadilan);
Dalil-dalil permohonan dan petitum tersebut adalah
keliru, tidak benar, tidak beralasan, dan tidak
berdasarkan hukum. Terhadap dalil-dalil tersebut,
Termohon memberikan jawaban/ tanggapan sebagai
berikut:
Secara formil, dalil-dalil dalam permohonan Praperadilan
(posita) atau Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi
dalil yang menggambarkan secara jelas adanya hubungan
yang menjadi dasar atau uraian dari suatu tuntutan. Dalam
mengajukan suatu tuntutan, Pemohon/penggugat juga harus
menguraikan terlebih dahulu secara jelas dan tidak kabur
alasan-alasan atau dalil-dalil yang melandasi pengajuan
tuntutannya atau dengan kata lain posita/fundamentum
petendi berisi uraian tentang kejadian perkara atau duduk
persoalan suatu kasus, sedangkan petitum berisi tuntutan
apa saja yang dimintakan oleh Pemohon/penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan;
Pemohon telah mengajukan dalil-dalil permohonan
Praperadilan yang tidak jelas dan kabur, karena Pemohon
tidak menguraikan alasan yang jelas dalam menyatakan
bahwa Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana
merupakan pihak yang terlibat sebagai pelaku tindak
pidana korupsi Bank Century;
Dalam obyek permohonan aquo, Pemohon telah menyatakan
bahwa Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana
Hal 37 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
merupakan pelaku yang turut serta terlibat dalam tindak
pidana korupsi perkara aquo, tanpa uraian yang jelas,
berdasar hukum dan didukung bukti-bukti yang valid.
Padahal, dalam perkara tindak pidana korupsi sehubungan
dengan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
(FPJP) kepada PT Bank Century, Tbk., dan proses
Penetapan PT. Bank Century, Tbk. sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik, pada faktanya Zaenal Abidin, Pahla
Santoso dan Heru Kristiyana sama sekali tidak pernah
didakwakan bersama-sama dengan Budi Mulya dalam
perkara tindak pidana korupsi tersebut, sebagaimana
Surat Dakwaan dari Penuntut Umum dalam Perkara Nomor:
21/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST tanggal 16 Juli 2014
dengan terdakwa Budi Mulya;
Demikian pula dalam pertimbangan Majelis Hakim tingkat
pertama dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Jakarta Pusat Nomor : 21/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST
tanggal 16 Juli 2014, pertimbangan Majelis Hakim tingkat
banding dalam Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
No.67/PID/TPK/2014/PT.DKI, maupun pertimbangan Majelis
Hakim pada tingkat Kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung
No. 861 K/Pid.Sus/2015, tidak ada fakta hukum dalam
pertimbangan Majelis Hakim yang menyebutkan nama
Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana sebagai
pelaku yang melakukan tindak pidana secara bersama-sama
dalam pemberian FPJP kepada PT. Bank Century, Tbk;
Dengan demikian, POSITA dan PETITUM dalam
permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon
adalah kabur, tidak berdasar dan tidak jelas (Obscuur
Libel), TANPA ALASAN BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG, sehingga permohonan sudah sepatutnya
ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard);
BERDASARKAN URAIAN-URAIAN TERSEBUT DI ATAS,
PERMOHONAN PRAPERADILAN YANG DIAJUKAN
Hal 38 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
PEMOHON SEHARUSNYA DITOLAK ATAU SEPATUTNYA
DINYATAKAN TIDAK DAPAT DITERIMA (NIET
ONTVANKELIJKE VERKLAARD), KARENA DIDASARKAN
PADA DALIL-DALIL YANG KELIRU, TIDAK BENAR, TIDAK
BERALASAN, DAN TIDAK BERDASARKAN HUKUM;
b. DALAM POKOK PERKARA :
Hakim Praperadilan Yang Terhormat,
Setelah menyampaikan Eksepsi terhadap dalil-dalil permohonan
Praperadilan, maka selanjutnya Termohon menyampaikan
jawaban/tanggapan terkait pokok perkara yang pada pokoknya
menyatakan:
‒ Termohon menolak seluruh dalil-dalil yang disampaikan oleh
Pemohon dalam permohonannya kecuali terhadap hal-hal
yang secara tegas-tegas diakui oleh Termohon dalam
jawaban/tanggapan ini;
‒ Seluruh dalil-dalil dalam Eksepsi yang telah Termohon
sampaikan di atas harus dianggap sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari jawaban/tanggapan Termohon;
1. TERMOHON TIDAK MELAKUKAN PENGHENTIAN
PENYIDIKAN PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI
BANK CENTURY :
Dalil permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon pada
pokoknya yaitu:
Penanganan perkara korupsi bank Century yang berlarut-
larut dan belum menetapkan Tersangka baru,
TERMOHON melanggar: Pasal 9 ayat (3) International
Convenant on Civil and political Right (ICCPR), Pasal 4
ayat (2) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970
sebagaimana diamandemen dengan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Pasal 102, 106 KUHAP, dan khususnya 50 KUHAP (Posita
angka 21 Halaman 11 Permohonan Praperadilan);
Termohon tidak melanjutkan penyidikan Korupsi Bank
Century dengan tidak menetapkan Tersangka baru atas
Hal 39 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
nama Budiono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk
sehingga dengan demikian tindakan ini sebagai bentuk
PENGHENTIAN PENYIDIKAN KORUPSI BANK
CENTURY secara tidak syah dan melawan hukum; (Posita
angka 13 halaman 7 dan Posita angka 28 halaman 11
Praperadilan) ;
Bahwa berpijak pada ketentuan dalam Pasal 5 dan 6 UU
No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi, jelas dan nyata TERMOHON tidak melaksanakan
tugas, fungsi dan kewenangan yang diatur dalam undang-
undang tersebut, sehingga jelas dan nyata bentuk tindakan
dimaksud merupakan tindakan penghentian penyidikan
yang tidak sah. (Posita angka 21 halaman 10 dan Petitum
ketiga Permohonan Praperadilan);
Jika Termohon mengulur-ulur waktu, tidak adanya laporan
kemajuan atas perkara yang seharusnya ditangani dan
tidak memberikan kepastian hukum dan keadilan maka
haruslah dimaknai tindakan Termohon tersebut telah
melakukan Penghentian Penyidikan atau setidak-tidaknya
dimaknai telah melakukan Penghentian Penyidikan secara
materil. (Posita angka 24 halaman 10 dan 11 Permohonan
Praperadilan);
Dalil-dalil permohonan tersebut adalah keliru, tidak
benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Termohon memberikan
jawaban/tanggapan sebagai berikut:
Sampai dengan Jawaban/Tanggapan ini diajukan, Termohon
tidak melakukan penghentian penyidikan perkara tindak
pidana korupsi Bank Century dan Termohon tidak pernah
menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan atas perkara
tindak pidana korupsi sehubungan dengan pemberian
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada PT Bank
Century, Tbk., dan proses Penetapan PT. Bank Century, Tbk
sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik, bahkan
Termohon tidak memiliki kewenangan untuk
Hal 40 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan
dan penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi
(vide Pasal 40 UU KPK), sehingga Termohon tidak
dimungkinkan melakukan penghentian penyidikan;
Justru dalam penanganan perkara tersebut, Termohon telah
menangani perkara dengan sampai dengan tahap
penuntutan di Pengadilan, yang telah diperiksa, diadili dan
diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta
Pusat, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, dan Putusan
Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi dengan Terdakwa
Budi Mulya, sebagai berikut:
Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat
No. 21/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST tanggal 16 Juli
2014;
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
No.67/PID/TPK/2014/PT.DKI tanggal 3 Desember 2014;
Putusan Mahkamah Agung No. 861 K/Pid.Sus/2015
tanggal 8 April 2015;
Terkait dengan dalil Pemohon yang pada intinya menyatakan
bahwa sejak Putusan Mahkamah Agung Nomor
861K/PID.SUS/2015 dengan Terdakwa Budi Mulya diputus
dan telah berkekuatan hukum tetap, Termohon tidak
melakukan tindakan apapun sehubungan dengan
penanganan perkara tersebut yang dapat dipersamakan
bahwa Termohon telah melakukan penghentian penyidikan
atas Perkara Tindak Pidana Korupsi Bank Century, adalah
dalil yang keliru dan tidak berdasar;
Dalam melakukan suatu penyidikan terhadap tindak pidana
korupsi dan menetapkan seseorang sebagai tersangka, maka
harus ditemukan terlebih dahulu bukti permulaan yang cukup
sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti sebagaimana diatur
dalam Pasal 44 ayat (1) dan (2) UU KPK. Tanpa ditemukan
bukti permulaan yang cukup, Termohon tidak akan pernah
menetapkan seseorang sebagai tersangka dugaan tindak
Hal 41 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pidana korupsi. Hal tersebut adalah sebagai konsekuensi
logis dari tidak diberikannya kewenangan Termohon untuk
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan
penuntutan dalam perkara tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU KPK;
Putusan Mahkamah Agung Nomor 861K/PID.SUS/2015 yang
telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara dengan
Terdakwa Budi Mulya tentu tidak serta merta dapat
dilanjutkan untuk menetapkan seseorang lain sebagai
tersangka dan tidak secara otomatis berlaku atau diambil alih
untuk perkara lainnya, namun harus dimulai dengan proses
yang baru untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka,
yang mana dalam hal ini Termohon harus menganalisa lebih
lanjut secara mendalam dan seksama atas fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan perkara tindak pidana korupsi
Bank Century. Hal ini sesuai dengan pertimbangan Hakim
pada halaman 23 Putusan Praperadilan nomor
12/Pid.Prap/2016/PN.JKT.SEL, adalah sebagai berikut:
”Menimbang, bahwa begitu pula kendatipun sudah ada
Putusan Mahkamah Agung Nomor 861K/PID.SUS/2015,
tanggal 8 April 2015 yang mengindikasikan adanya
keterlibatan Budiono dalam kasus korupsi Bank Century,
hal itu tidak sendirinya menjadikan Budiono menjadi
tersangka. Oleh sebab itu, Pengadilan tidak sependapat
dengan Ahli Firman Wijaya yang berpendapat dengan
adanya Putusan Mahkamah Agung tersebut, maka tidak
perlu lagi dicari bukti permulaan melainkan penyidik
tinggal melimpahkan saja ke penuntut umum;
Menimbang, bahwa Pengadilan sependapat dengan Ahli
Adnan Pasliadja yang berpendapat putusan pengadilan
(Mahkamah Agung) yang telah berkekuatan hukum
tetap tidak otomatis putusan itu berlaku untuk perkara
lainnya. Jadi tidak bisa diambil alih begitu saja
melainkan semua harus dimulai dengan proses baru,
yaitu dengan surat perintah baru, penyelidikan baru
Hal 42 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan penyidikan baru, walaupun keterangan saksi atau
keterangan tersangka bisa jadi sama dengan perkara
terdahulu.”;
Adapun hingga saat ini, dan sampai saat ini Termohon
masih melakukan pengumpulan bahan dan keterangan
dalam rangka mendalami dan melakukan analisa
terhadap perkara Bank Century. Hal tersebut tentunya
perlu untuk dipahami apabila Termohon memerlukan waktu
yang cukup dalam menangani perkara korupsi Bank Century
yang dikenal sebagai kasus mega skandal keuangan
terbesar pasca reformasi, melibatkan banyak pihak, rumit,
dan sulit pembuktiannya. Hal ini juga telah sejalan dengan
pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
pada halaman 23 Putusan Praperadilan nomor
12/Pid.Prap/2016/PN.JKT.SEL, adalah sebagai berikut” :
“Menimbang, bahwa kasus Bank Century dikenal sebagai
kasus mega skandal keuangan terbesar pasca reformasi
yang mengindikasikan dugaan keterlibatan banyak pihak
sehingga bisa dipahami kalau proses hukumnya
memerlukan waktu serta ketelitian yang lebih untuk
membongkar dan mengusutnya.”;
Berdasarkan hal tersebut, Hakim yang telah memeriksa
permohonan praperadilan yang memiliki obyek sengketa
yang sama dengan perkara aquo pun telah berpandangan
bahwa adalah hal yang bisa dipahami dan sangat wajar
apabila Termohon sangat hati-hati dan cermat dalam
menangani perkara aquo karena sifat dari perkara korupsi
bank century yang memerlukan waktu serta ketelitian yang
lebih untuk membongkar dan mengusutnya;
Selain itu, tidak ada ketentuan hukum yang mengatur kapan
suatu perkara harus dimulai penyelidikan dan tidak ada
ketentuan hukum yang mengatur batasan waktu suatu proses
penyelidikan/penyidikan sebagaimana diatur oleh Pasal 102
ayat (1) KUHAP dan Pasal 106 KUHAP. Sedangkan dalam
Pasal 25 UU Tindak Pidana Korupsi berbunyi : ”Penyidikan,
Hal 43 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam
perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara
lain guna penyelesaian secepatnya”. Demikian maka kata
”segera” atau ”secepatnya” sebagaimana bunyi ketentuan
tersebut diatas tentunya bersifat kasuistis karena setiap
perkara berbeda-beda tingkat kerumitan maupun waktu
penyelesaiannya. Oleh karena itu, dapat dipahami apabila
Termohon memerlukan waktu yang cukup dalam menangani
perkara korupsi Bank Century yang dikenal sebagai kasus
mega skandal keuangan terbesar pasca reformasi,
melibatkan banyak pihak, rumit, dan sulit pembuktiannya;
Dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya, KPK harus
berpedoman pada asas-asas yang diatur dalam Pasal 5 UU
KPK, yaitu: kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas,
kepentingan umum, dan proporsionalitas. Oleh karena itu,
Termohon mengedepankan prinsip kecermatan dan kehati-
hatian dalam setiap tindakan, termasuk yang bersifat
administratif dan prosedural (formil), untuk meminimalisir
potensi risiko termasuk risiko adanya gugatan praperadilan
khususnya setelah diperluasnya obyek praperadilan melalui
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014
tanggal 28 April 2015. Termohon harus melakukan tindakan
yang cermat termasuk tindakan yang bersifat formil baik
dalam tahap penyelidikan maupun penyidikan (pro justitia)
sesuai hukum acara dan peraturan perundang-undangan
sehingga segala tindakan Termohon adalah SAH dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Terlebih lagi karena
tidak adanya kewenangan Termohon untuk menghentikan
penyidikan dan penuntutan. Selanjutnya Termohon pun
dituntut untuk melakukan tindakan yang cermat secara
materiil, agar tuntutan yang diajukan oleh Termohon dapat
terbukti secara SAH dan meyakinkan sehingga terdakwa
diputus bersalah oleh Majelis Hakim dalam persidangan di
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi;
2. TERMOHON MELAKSANAKAN TUGAS DAN
KEWENANGAN SESUAI UU KPK :
Hal 44 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Dalil permohonan Praperadilan pada pokoknya yaitu:
Bahwa sejak Termohon dipimpin oleh Saut Situmorang
sebagai Wakil Ketua KPK maka tidak ada perkembangan
perkara korupsi Century, karena sejak awal termasuk fit
and proper test di DPR dan setelah dilantik, Saut
Situmorang menyatakan secara tegas tidak akan
meneruskan dan tidak memproses perkara Century, yang
pada saat ini dapat dipastikan berhenti dan tidak akan
berlanjut. (Posita angka 14 halaman 7 Permohonan
Praperadilan);
Termohon tidak segera melakukan Penyidikan dengan dalil
tidak ada batas waktu Penyidikan, namun hal ini haruslah
disinkronkan dengan ketentuan Pasal 78 KUHP tentang
Daluarsa, sehingga upaya mengulur-ulur waktu haruslah
dimaknai Termohon akan menunggu daluarsa sehingga
perkara secara otomatis berhenti penyidikannya
sebagaimana ketentuan pasal 109 ayat 2 KUHAP. (Posita
angka 23 halaman 10 Permohonan Praperadilan);
Berdasarkan informasi publik, TERMOHON telah
melakukan serangkaian pengumpulan data, atau telaah
analisis atau penyelidikan dan atau penyidikan perkara
korupsi Bank Century berupa pengumpulan bukti-bukti
secara tertutup dan tidak adanya progress report,
sehingga bertentangan dengan asas-asas dalam Pasal 5
UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
Korupsi (Posita angka 19 halaman 9 Permohonan
Praperadilan);
Dalil-dalil permohonan tersebut adalah keliru, tidak
benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Termohon memberikan
jawaban/tanggapan sebagai berikut:
Bahwa dikaitkannya hal-hal yang terjadi dalam proses fit dan
proper test oleh Saut Situmorang yang dimaknai oleh
Pemohon dengan penghentian kasus Bank Century yang
telah ditangani oleh KPK sejak tahun 2012, dan upaya
Hal 45 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengulur-ulur waktu menunggu daluwarsa penanganan
perkara berdasarkan Pasal 78 KUHP sehingga perkara
secara otomatis berhenti penyidikannya, hanyalah
merupakan asumsi Pemohon dan tidak ada hubungan
sebab dan akibat secara hukum dengan permohonan
Praperadilan sehingga haruslah diabaikan;
Pada dasarnya Pasal 78 KUHP adalah ketentuan hukum
yang mengatur mengenai jangka waktu daluwarsa
penuntutan atas suatu tindak pidana. Ketentuan Pasal 78
KUHP hanyalah mengatur batas waktu bagi Penegak Hukum
untuk melakukan penuntutan atas suatu tindak pidana, dan
tidaklah mengatur mengenai jangka waktu penyelidikan
ataupun penyidikan terhadap suatu perkara tindak pidana.
Sehingga dalam hal ini ketentuan hukum yang diatur dalam
Pasal 78 KUHP tidak ada korelasinya dengan obyek
sengketa yang dimohonkan oleh Pemohon dalam perkara
aquo, yaitu terkait dengan penghentian penyidikan secara
materil;
Sampai saat ini Termohon masih dilakukan pengumpulan
bahan dan keterangan dalam rangka melakukan
pendalaman dan analisa lebih lanjut terkait perkara Bank
Century. Termohon tidak pernah menerbitkan Surat
Penghentian Penyidikan atas perkara tindak pidana korupsi
sehubungan dengan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek (FPJP) kepada PT Bank Century, Tbk., dan proses
Penetapan PT. Bank Century, Tbk sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik, bahkan Termohon tidak memiliki
kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam
perkara tindak pidana korupsi (vide Pasal 40 UU KPK)
sehingga tidak dimungkinkan bagi Termohon untuk
melakukan penghentian penyidikan;
Termohon melaksanakan tugas dan kewenangannya sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam UU KPK dan sebagai
bentuk pertanggungjawaban Termohon kepada publik atas
Hal 46 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
pelaksanaan tugasnya maka Termohon menyampaikan
laporan secara terbuka dan berkala kepada Presiden RI,
DPR RI, dan BPK sebagaimana diatur dalam Pasal 20 ayat
(1) UU KPK. Laporan atas seluruh tindakan Termohon dapat
diakses secara terbuka oleh publik melalui website
http://www.kpk.go.id atau dapat diminta secara langsung
melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
KPK;
Bahwa pertanggungjawaban publik sebagaimana diatur
dalam Pasal 20 ayat (1) UU KPK diatur pelaksanaanya dalam
Pasal 20 ayat (2) UU KPK;
Pasal 20 UU KPK berbunyi sebagai berikut:
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi bertanggung jawab
kepada publik atas pelaksanaan tugasnya dan
menyampaikan laporannya secara terbuka dan berkala
kepada Presiden Republik Indonesia, Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, dan Badan Pemeriksa
Keuangan;
(2) Pertanggungjawaban publik sebagaimana dimaksud
pada ayat dilaksanakan dengan cara :
a. wajib audit terhadap kinerja dan
pertanggungjawaban keuangan sesuai dengan
program kerjanya;
b. menerbitkan laporan tahunan; dan
c. membuka akses informasi;
Pada prinsipnya, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK
terbuka untuk diinformasikan kepada publik termasuk kepada
Pemohon apabila mengajukan permintaan informasi kepada
KPK, namun demikian terdapat informasi yang dikecualikan
sebagaimana ketentuan Pasal 17 huruf a UU KIP yang
berbunyi :
”Setiap Badan Publik wajib membuka akses bagi setiap
Pemohon Informasi Publik untuk mendapatkan Informasi
Publik, kecuali:
Hal 47 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
a. Informasi Publik yang apabila dibuka dan diberikan
kepada Pemohon Informasi Publik dapat menghambat
proses penegakan hukum, yaitu informasi yang dapat:
1. menghambat proses penyelidikan dan penyidikan
suatu tindak pidana;
2. mengungkapkan identitas informan, pelapor, saksi,
dan/atau korban yang mengetahui adanya tindak
pidana;
3. mengungkapkan data intelijen kriminal dan rencana-
rencana yang berhubungan dengan pencegahan dan
penanganan segala bentuk kejahatan transnasional;
4. membahayakan keselamatan dan kehidupan
penegak hukum dan/atau keluarganya; dan/atau
5. membahayakan keamanan peralatan, sarana,
dan/atau prasarana penegak hukum;
Berdasarkan ketentuan tersebut, tentu apabila terdapat data
dan informasi terkait dengan penanganan perkara tindak
pidana korupsi Bank Century maka hal tersebut termasuk
dalam informasi yang dikecualikan sebagaimana ketentuan
Pasal 17 huruf a UU KIP, karena jika informasi tersebut
dibuka untuk publik maka dapat menghambat proses
penegakan hukum;
Dengan demikian tindakan yang dilakukan oleh Termohon
dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya telah sesuai
dengan asas-asas dalam Pasal 5 UU KPK;
3. Mengenai Permohonan Penetapan Pemanggilan Pejabat
Berwenang a.n. Saut Situmorang :
Dalil permohonan Praperadilan pada pokoknya yaitu:
Bahwa sejak Termohon dipimpin oleh Saut Situmorang
sebagai Wakil Ketua KPK maka tidak ada perkembangan
perkara korupsi Century, karena sejak awal termasuk fit
and proper test di DPR dan setelah dilantik, Saut
Situmorang menyatakan secara tegas tidak akan
Hal 48 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
meneruskan dan tidak memproses perkara Century, yang
pada saat ini dapat dipastikan berhenti dan tidak akan
berlanjut. Untuk itu sudah semestinya Saut Situmorang
didengar langsung keterangannya dalam persidangan
praperadilan aquo berdasar ketentuan KUHAP Pasal 82
ayat (1) huruf B. (Posita angka 14 halaman 7 Permohonan
Praperadilan dan Halaman 12 Permohonan Penetapan
Pemanggilan Pejabat Berwenang a.n Saut Situmorang);
Dalil-dalil permohonan tersebut adalah keliru, tidak
benar, tidak beralasan, dan tidak berdasarkan hukum.
Terhadap dalil-dalil tersebut, Termohon memberikan
jawaban/tanggapan sebagai berikut:
Ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP berbunyi:
”cara pemeriksaan praperadilan untuk hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80 dan Pasal 81
ditentukan sebagai berikut:
....
b. dalam memeriksa dan memutus tentang sah atau
tidaknyapenangkapan atau penahanan, sah atau tidaknya
penghentian penyidikan atau penuntutan; permintaan ganti
kerugian dan atau rehabilitasi akibat tidak sahnya
penangkapan atau penahanan, akibat sahnya penghentian
penyidikan atau penuntutan dan ada benda yang disita
yang tidak termasuk alat pembuktian, hakim mendengar
keterangan baik dan tersangka atau Pemohon maupun
dan pejabat yang berwenang; ” ;
Merujuk pada ketentuan Pasal 6 huruf c jo Pasal 7 huruf a
UU KPK maka Termohon adalah lembaga yang berwenang
dalam penyelidikan, penyidikan dan penuntutan perkara
tindak pidana Korupsi yang dipimpin oleh Ketua dan Wakil
Ketua selaku pejabat negara [Pasal 21 ayat (1) dan (3) UU
KPK];
Dalam perkara aquo Pimpinan KPK termasuk Saut
Situmorang selaku pemberi kuasa telah memberikan kuasa
Hal 49 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
berdasarkan Surat Kuasa Nomor: 12 /HK.07.00/01-
55/03/2018 yang secara tegas memberikan kuasa kepada
penerima kuasa untuk menghadiri persidangan bertindak
untuk dan atas nama pemberi kuasa dalam perkara a quo
termasuk untuk menghadap di depan persidangan;
Surat Kuasa menurut ketentuan Pasal 1792 jo Pasal 1795
KUHPerdata yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1792 KUHPerdata :
”Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan
pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya
untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang
memberikan kuasa.”
1795 KUHPerdata :
”Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu
hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih,
atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan
pemberi kuasa.”;
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa secara hukum apabila seseorang telah memberikan
kuasa kepada pihak lain terhadap suatu perkara, sepanjang
kewenangan penerima kuasa disebutkan dalam surat kuasa,
maka penerima kuasa berwenang untuk melaksanakannya
untuk kepentingan pemberi kuasa. Dengan demikian
dikarenakan Saut Situmorang sebagai salah satu Pimpinan
KPK telah memberikan kuasa kepada nama-nama yang
disebutkan dalam Surat Kuasa Nomor: 12 /HK.07.00/01-
55/03/2018 tanggal 19 Maret 2018, maka Hakim Praperadilan
tidak perlu lagi menghadirkan Saut Situmorang ke hadapan
persidangan perkara aquo untuk didengar keterangannya;
Pada faktanya, permintaan keterangan terhadap pernyataan
Saut Simorang dalam fit and proper test bukanlah hal yang
baru diajukan oleh Pemohon. Hal serupa sebelumnya telah
diajukan Pemohon dan diputus oleh Hakim Praperadilan
dalam putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor:
Hal 50 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
12/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel yang menegaskan bahwa Saut
Situmorang sebagai pimpinan KPK telah diwakili oleh Kuasa
Termohon sehingga tidak diperlukan lagi hadir di
persidangan, sebagaimana pertimbangan hakim yang
selengkapnya berbunyi:
”Menimbang, bahwa Pengadilan berpendapat tidak
diperlukan untuk memanggil Saut Situmorang dalam
kedudukannya sebagai pejabat yang berwenang atau dalam
hal ini sebagai Pimpinan KPK sebab sudah diwakili oleh
Termohon. Kalau Saut Situmorang dipanggil sebagai saksi,
inipun tidak bisa dilakukan sebab Saut Situmorang adalah
Pimpinan KPK yang berarti sebagai Termohon dalam
Praperadilan ini, dan Termohon tidak bisa sekaligus didengar
sebagai saksi sehingga terhadap permohonan tersebut tidak
dapat dikabulkan.”;
Dengan demikian permohonan penetapan pemanggilan
pejabat berwenang a.n. Saut Situmorang, yang diajukan oleh
Pemohon Praperadilan aquo adalah tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP, sehingga sudah
seharusnya ditolak atau sepatutnya dinyatakan tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard);
BERDASARKAN URAIAN-URAIAN TERSEBUT DI ATAS,
PERMOHONAN PRAPERADILAN YANG DIAJUKAN PEMOHON
SEHARUSNYA DITOLAK ATAU SEPATUTNYA DINYATAKAN
TIDAK DAPAT DITERIMA (NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD),
KARENA DIDASARKAN PADA DALIL-DALIL YANG KELIRU,
TIDAK BENAR, TIDAK BERALASAN, DAN TIDAK
BERDASARKAN HUKUM;
III. PENUTUP :
Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana tersebut di atas, Termohon
berkesimpulan bahwa semua dalil-dalil yang dijadikan alasan
Pemohon untuk mengajukan permohonan Praperadilan ini adalah
tidak benar dan keliru oleh karena itu selanjutnya Termohon
memohon kepada Hakim Praperadilan untuk memeriksa, mengadili
Hal 51 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
dan memutus perkara Praperadilan ini dengan amar putusan sebagai
berikut:
DALAM EKSEPSI:
1. Menerima dan mengabulkan Eksepsi Termohon untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan permohonan Praperadilan Nebis in Idem;
3. Menyatakan permohonan Praperadilan Prematur;
4. Menyatakan permohonan Praperadilan Bukan Lingkup
Praperadilan (Error In Objecto);
5. Menyatakan permohonan Praperadilan Merupakan Materi
Pokok Perkara;
6. Menyatakan permohonan Praperadilan Kabur (Obscuur Libel)
DALAM POKOK PERKARA :
1. Menerima dan mengabulkan Jawaban/Tanggapan Termohon
untuk seluruhnya;
2. Menolak permohonan Praperadilan yang diajukan Pemohon
sebagaimana terdaftar dalam register perkara Nomor:
24/Pid.Prap/2018/PN.Jkt.Sel. atau setidaknya menyatakan
permohonan Praperadilan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk
verklaard);
3. Menyatakan Termohon telah melaksanakan tugas dan
kewenangan sesuai UU No. 30 Tahun 2002;
4. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara yang
timbul akibat permohonannya;
Atau apabila Hakim Praperadilan berpendapat lain, mohon putusan yang
seadil-adilnya (ex aquo et bono);
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil permohonannya,
Pemohon telah mengajukan surat bukti sebagai berikut :
1. Foto kopi Akta Pendirian MAKI Nomor 175 tanggal 30 April 2007 yang
dibuat oleh Ikke Lucky A, SH. Notaris di Sukoharjo. (Bukti P-1);
2. Foto kopi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor :
98/PUU-X/2012, tanggal 21 Mei 2013. (Bukti P-2);
Hal 52 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 52
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
3. Foto kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Boyolali Nomor :
01/PRA/2014/PN.Byl, tanggal 8 Desember 2014. (Bukti P-3);
4. Foto kopi Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor : 21/Pid.Sus/TPK/2014/
PN.Jkt.Pst, atas nama Terdakwa BUDI MULYA. (Bukti P-4);
5. Foto kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor : 12/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel,tanggal 10 Maret 2016. (Bukti
P-5);
6. Print Out Berita Online dengan Judul Berita : Saut Situmorang Emoh
Usut Century dan BLBI. (Bukti P-6);
7. Foto kopi Print Out Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi No. LK
TPK-18/KPK/11/2012, tanggal 19 Nopember 2012. (Bukti P-7);
8. Foto kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor : 31/Pid.Prap/2014/PN.Jkt.Sel, tanggal 26 Maret 2014.
M(Bukti P-8);
9. Foto kopi Salinan Resmi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor : 117/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Sel, tanggal 24
Oktoer 2017. (Bukti P-9);
10. Foto kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor : 141/Pid.Prap/2017/PN.Jkt.Sel, tanggal 18 Januari 2018.
(Bukti P-10);
11. Foto kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Semarang Nomor
: 05/Pid.Prap/2017/PN.Smg, tanggal 18 Juli 2017. (Bukti P-11);
Surat bukti berupa foto kopi tersebut telah dibubuhi meterai cukup dan
setelah dicocokan dengan aslinya ternyata sesuai aslinya, kecuali bukti
bertanda P-2, P-3, P-4, P-7, P-8 dan P-8 tidak diajukan aslinya, sedangkan
Bukti P-6 sesuai Print Out;
Menimbang, bahwa untuk menguatkan dalil sangkalannya,
Pemohon juga mengajukan seorang saksi bernama Dra. ANNE S. MULYA
dan 2(dua) orang ahli bernama HERI FIRMANSYAH S.H.,M.Hum.MPA
dan DR. FUAD BAWAZIER, MA, yang dibawah sumpah telah
memberikan keterangan sebagaimana tertuang dalam berita acara sidang;
Hal 53 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 53
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil sangkalannya,
Termohon telah mengajukan surat bukti sebagai berikut :
1. Foto kopi Putusan Praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan
Nomor : 12/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel,tanggal 10 Maret 2016. (Bukti
T-1);
2. Foto kopi Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor :
21/PUU-X/2014, tanggal 28 April 2015. (Bukti T-2);
3. Foto kopi Laporan Tahunan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun
2015 halaman 79-82, 93-94 dan 97-104. (Bukti T-3);
4. Foto kopi Laporan Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 2017
halaman 91-142. (Bukti T-4);
5. Foto kopi Print Out website kpk htps://www.kpk/go.id/splash/. (Bukti
T-5);
Surat bukti berupa foto kopi tersebut telah dibubuhi meterai cukup dan
setelah dicocokan dengan aslinya ternyata sesuai aslinya, kecuali bukti
bertanda T-2 dan T-5 sesuai Print Out;
Menimbang, bahwa dalam perkara ini Termohon tidak mengajukan
saksi dan ahli;
Menimbang, bahwa selanjutnya Pemohon dan Termohon telah
mengajukan Kesimpulan secara tertulis masing-masing tertanggal
6 April 2018 yang isi dan maksudnya sebagaimana terlampir dalam Berita
Acara Persidangan perkara ini yang untuk singkatnya dianggap telah
dipertimbangkan dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan
putusan ini;
Menimbang, bahwa selanjutnya para pihak menyatakan tidak
mengajukan hal-hal lainnya lagi dalam perkara ini dan mohon Putusan;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian Penetapan ini,
maka segala sesuatu yang termuat dalam Berita Acara Persidangan
dianggap telah termuat dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Putusan ini;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUMNYA :
DALAM EKSEPSI :
Hal 54 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 54
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut,
Termohon telah mengemukakan eksepsi yang setelah disimpulkan sbb :
1. Permohonan Praperadilan Ne bis in idem;
2. Permohonan Praperadilan Prematur;
3. Permohonan Praperadilan bukan ruang lingkup Praperadilan ( error in
objecto );
4. Permohonan Praperadilan merupakan materi pokok perkara;
5. Permohonan Praperadilan kabur ( obscuur libel );
Ad. 1. Permohonan Praperadilan ne bis in idem:
Menimbang, dalam jawabannya Termohon mengemukakan bahwa
perkara ini sudah ne bis in idem sebagaimana datas dalam Pasal 1917
KUHPerdata sebagai berikut:
“Kekuatan suatu putusan Hakim yang telah memperoleh kekuatan
hukum yang pasti hanya mengenai pokok perkara yang
bersangkutan. Untuk dapat menggunakan kekuatan itu, soal yang
dituntut harus sama, tuntutan harus didasarkan pada alasan yang
sama, dan harus diajukan oleh pihak yang sama dan terhadap pihak-
pihak yang sama dalam hubungan yang sama pula.”;
Hal ini pun juga sesuai dengan pendapat hukum dari M. Yahya Harahap,
SH dalam bukunya yang berjudul Hukum Acara Perdata tentang Gugatan,
Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan pengadilan halaman
439, yang menyatakan bahwa:
“Ne Bis In Idem disebut juga exceptie van gewijsde zaak yang berarti
bahwa sebuah perkara dengan obyek sama, yang diputus oleh
pengadilan yang berkekuatan tetap / yang sudah memiliki kekuatan
yang mengikat oleh badan peradilan yang berwenang”;
Selain itu, asas ne bis in idem mutlak untuk diterapkan oleh Hakim dalam
memeriksa suatu perkara yang sama dengan perkara terdahulu
sebagaimana kaidah hukum Putusan Mahkamah Agung, Putusan
Mahkamah Agung No. 588 K/Sip/1973 tanggal 03 Oktober 1973, yang
menyatakan sebagai berikut:
Hal 55 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 55
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
"Karena perkara ini sama dengan perkara yang terdahulu, baik
mengenai gugatannya maupun obyek-obyek perkara dan juga
penggugat-penggugatnya, yang telah mendapat keputusan dari
Mahkamah Agung (Putusan tanggal 19 Desember 1970 No. 350
K/Sip/1970), seharusnya gugatan dinyatakan tidak dapat diterima";
Adapun asas ne bis in idem dalam Pasal 1917 KUH Perdata dalam
praktek peradilan telah mengalami perkembangan penafsiran, antara lain :
‒ Putusan Mahkamah Agung tanggal 13 April 1976 No. 647K/Sip/1973,
yang kaidah hukumnya yaitu : “Ada atau tidaknya azas nebis in idem
tidak semata-mata ditentukan oleh para pihak saja, melainkan terutama
bahwa obyek dari sengketa sudah diberi status oleh keputusan
Pengadilan Negeri yang lebih dulu dan telah mempunyai kekuatan pasti
dan alasannya sama”;
‒ Putusan Mahkamah Agung tanggal 20 Mei 2002 No. 1226K/Pdt/2001,
yang kaidah hukumnya yaitu : “Meski kedudukan subyeknya berbeda
tetapi obyek sama dengan perkara yang diputus terdahulu dan
berkekuatan hukum tetap maka gugatan dinyatakan nebis in idem”;
Menimbang, bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut hakim
Praperadilan berpendapat bahwa walaupun seluruh kaidah pasal 1917
KUHPerdata telah terpenuhi secara formal, tapi putusan praperadilan
hanya memutus apakah secara formil proses yang dilakukan oleh penyidik
dan belum memutus tentang pokok perkara yang harus diperiksa secara
majelis, sehingga hakim berpendapat dalam suatu permohonan
praperadilan tidak ada pembuktian tentang materi pokok perkara, sehingga
tidak ada ne bis in idem dalam perkara praperadilan, sehingga dengan
demikian sepanjang eksepsi poin ini adalah tidak beralasan dan harus
ditolak;
Ad. 2. Permohonan Praperadilan Prematur:
Menimbang, bahwa Termohon dalam jawabannya mengemukakan
bahwa Termohon tidak pernah menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan
atas perkara tindak pidana korupsi sehubungan dengan pemberian
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada PT Bank Century,
Tbk., dan proses Penetapan PT. Bank Century, Tbk sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik. Bahkan Termohon tidak memiliki kewenangan untuk
Hal 56 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 56
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan
dalam perkara tindak pidana korupsi (vide Pasal 40 UU KPK) sehingga
tidak dimungkinkan Termohon melakukan penghentian penyidikan;
Oleh karena itu, permohonan Praperadilan yang diajukan oleh
Pemohon adalah prematur sehingga seharusnya ditolak atau setidak-
tidaknya harus dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard);
Menimbang, bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut Hakim
Praperadilan berpendapat bahwa kalau memang Termohon tidak atau
belum mengeluarkan SP3 dengan alasan Termohon dalam undang-
undang tidak ada kewenangan untuk menerbitkan SP3, harus ada
penjelasan secara hukum sampai kapan status seseorang yang
disebutkan dalam dakwaan yang di junctokan dengan Pasal 55 KUHP
apakah akan diteruskan atau dikeluarkan dari dakwaan tersebut, sehingga
dengan demikian apa yang diinginkan demi tegaknya hukum dan keadilan,
masyarakat pencari keadilan harus dapat mengujinya dan hakim
berpendapat bahwa lembaga praperadilan sebagai lembaga kontrol secara
horizontal setiap tindakan penegak hukum sehingga permohonan ini tidak
prematur dan dengan demikian eksepsi ini tidak beralasan dan harus
ditolak;
Ad. 3. Permohonan Praperadilan bukan ruang lingkup Praperadilan
(error in objecto):
Menimbang, dalam jawabannya Termohon mengemukakan bahwa
dikaitkannya hal-hal yang terjadi dalam proses fit dan proper test oleh
Saut Situmorang yang dimaknai oleh Pemohon dengan penghentian kasus
Bank Century yang telah ditangani oleh KPK sejak tahun 2012, dan upaya
mengulur-ulur waktu menunggu daluwarsa penanganan perkara
berdasarkan Pasal 78 KUHP sehingga perkara secara otomatis berhenti
penyidikannya, hanyalah merupakan asumsi Pemohon dan tidak ada
hubungan sebab dan akibat secara hukum dengan permohonan
Praperadilan sehingga haruslah diabaikan;
Menimbang, lebih lanjut Termohon mengemukakan bahwa
Praperadilan adalah lembaga yang mengawasi dan menguji atas tindakan-
tindakan yang dilakukan penyidik atau penuntut umum sebagai sarana
pengawasan horizontal atas segala upaya paksa yang dilakukan oleh
Hal 57 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 57
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
aparat penegak hukum untuk kepentingan pemeriksaan perkara pidana
agar tindakan aparat penegak hukum tersebut tidak bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan. Lingkup kewenangan Praperadilan
secara limitatif telah ditentukan dalam Pasal 1 Angka 10 jo. Pasal 77
KUHAP dan berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015 lingkup kewenangan mencakup juga
praperadilan mengenai sah atau tidaknya penetapan tersangka,
penggeledahan, dan penyitaan. Lebih lanjut, secara tegas Mahkamah
Agung mengatur lingkup Praperadilan dalam Pasal 2 Peraturan
Mahkamah Agung RI (PERMA) Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan
Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan menyatakan bahwa objek
Praperadilan terbatas pada sah atau tidaknya penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan
tersangka, penyitaan dan penggeledahan, serta ganti kerugian dan atau
rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada
tingkat penyidikan atau penuntutan. Dengan demikian, sudah jelas bahwa
permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah TANPA
ALASAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG karena dalil-dalil yang
diajukan oleh Pemohon Praperadilan bukan lingkup (obyek) Praperadilan
atau Error in Objecto, sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak
atau setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard);
Terhadap jawaban Termohon ini , Hakim praperadilan berpendapat
bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014
tanggal 28 April 2015, yang mengemukakan bahwa untuk memenuhi
maksud dan tujuan yang hendak ditegakkan dan dilindungi dalam proses
praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi manusia
sebagai tersangka/ terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan
penuntutan, serta dengan memperhatikan nilai-nilai hak asasi manusia
yang terdapat dalam Undaang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia dan perlindungan hak asasi manusia, yang termaktub
dalam BAB XA UUD 1945, maka setiap tindakan penyidik yang tidak
memegang teguh prinsip kehati-hatian dan diduga telah melanggar
hak asasi manusia, dapat dimintakan perlindungan kepada pranata
praperadilan , meskipun hal tersebut dibatasi secara limitatif oleh
ketentuan Pasal 1 angka 10 jungto Pasal 77 huruf a KUHAP……..dst;
Hal 58 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 58
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa lembaga praperadilan tugasnya adalah sebagai
lembaga kontrol secara horizontal atas setiap kegiatan atau tindakan
penegak hukum yang dilakukan dalam proses melaksanakan hukum
formil dalam KUHAP dan kalau ada yang belum jelas atau remang-
remang disitulah tugas hakim untuk memberi penjelasan atau penafsiran
sebagaimana diatur dlam undang-undang pokok kekuasaan kehakiman
No. 48 Tahun 2009, Undang Undang Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2009
tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985
tentang Mahkamah Agung dan konstitusi kita UUD 1945, bahwa penegak
hukum bukan hanya menegakkan hukum tetapi juga menegakkan hukum
dan keadilan, sehingga dengan demikian eksepsi ini tidak beralasan dan
harus ditolak;
Ad. 4. Eksepsi tentang permohonan praperadilan merupakan materi
pokok perkara:
Menimbang, bahwa dalam jawabanya Termohon mengemukakan
bahwa dalil-dalil permohonan Praperadilan tersebut telah menunjuk orang-
orang tertentu yang seharusnya menjadi tersangka atau turut serta dalam
perkara tindak pidana korupsi Bank Century telah memasuki materi pokok
perkara tindak pidana korupsi. Putusan Mahkamah Agung yang telah
berkekuatan hukum tetap dalam perkara dengan Terdakwa Budi Mulya
tentu tidak serta merta dapat dilanjutkan untuk menetapkan seseorang
sebagai tersangka dan tidak secara otomatis berlaku atau diambil alih
untuk perkara lainnya, namun harus dimulai dengan proses yang baru
untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. Fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan perlu dilakukan pendalaman dan analisa
lebih lanjut, dan sampai saat ini Termohon masih melakukan pengumpulan
bahan dan keterangan dalam rangka mendalami dan melakukan analisa
terhadap perkara Bank Century. Pembuktian keterlibatan orang-orang
yang diduga melakukan tindak pidana atau turut serta melakukan tindak
pidana haruslah dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dalam
tahap penyelidikan dan penyidikan serta selanjutnya pembuktian unsur-
unsur tindak pidana dilakukan dalam pemeriksaan di persidangan pokok
perkaranya (PN Tipikor) dengan jumlah Majelis Hakim yang lengkap
sebagaimana ketentuan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009
tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (UU Pengadilan Tipikor).
Lembaga Praperadilan tidak memiliki kewenangan untuk menentukan
Hal 59 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 59
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
orang-orang yang seharusnya dituntut dalam suatu perkara, ditetapkan
menjadi tersangka, ataupun dinilai turut serta dalam suatu perkara tindak
pidana korupsi. Oleh karena itu, tidak ada kewenangan Hakim
Praperadilan untuk menilai materi pokok perkara, mengingat lembaga
Praperadilan merupakan sarana pengawasan horizontal yang terbatas
melakukan pemeriksaan formil. Hal ini sebagaimana Yurisprudensi
Putusan Mahkamah Agung No. 227/K/Kr/1982 tentang Praperadilan, yang
menyatakan sebagai berikut:
“Bahwa wewenang Pengadilan Negeri merupakan wewenang
pengawasan horisontal”;
Bahwa Mahkamah Agung RI telah memberikan pedoman mengenai
pemeriksaan praperadilan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2
ayat (2) dan ayat (4) Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 4
Tahun 2016 yang pada pokoknya bahwa pemeriksaan Praperadilan
terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya
menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang
sah dan tidak memasuki materi perkara dan persidangan perkara
Praperadilan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, penyitaan dan
penggeledahan dipimpin oleh Hakim Tunggal karena pemeriksaannya
tergolong singkat dan pembuktiannya yang hanya memeriksa aspek formil.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan KUHAP dan PERMA Nomor 4 Tahun
2016 yang diuraikan di atas, maka dalil-dalil Pemohon telah nyata-nyata
memasuki materi pokok perkara dugaan tindak pidana korupsi. Dengan
demikian, sudah jelas bahwa permohonan Praperadilan yang diajukan
Pemohon adalah TANPA ALASAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
karena dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon merupakan materi pokok
perkara yang seharusnya diperiksa, diadili, dan diputus dalam persidangan
oleh Majelis Hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan bukan
kewenangan Hakim Tunggal pada persidangan Praperadilan, sehingga
permohonan sudah sepatutnya ditolak atau setidak-tidaknya dinyatakan
tidak dapat diterima ( niet ont vankelijke verklaard );
Menimbang, bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut, Hakim
Praperadilan berpendapat bahwa dengan tetap mengacu kepada KUHAP
dan Perma No. 4 Tahun 2016, Hakim Praperadilan tidak memasuki materi
perkara dengan menetukan bersalah atau tidaknya para Terdakwa, akan
Hal 60 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 60
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
tetapi hanya akan mengujui berdasarkan teori hukum apakah dakwaan
yang disusun oleh Termohon dalam suatu dakwaan yang mengikutkaan
beberapa orang disebutkan melakukan tindak pidana secara bersama-
sama dan mengaitkannya dengan Pasal 55 KUHP tentang delneeming/
turut serta apakah harus diperlakukan sama dengan terdakwa lainnya
yang sudah diputus oleh hakim dalam perkara pokoknya dan dinyatakah
bersalah dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap ( in kracht van
gewijsde ), atau pencantuman nama-nama terdakwa lainnya itu hanya
suatu formalitas belaka dan tidak punya arti apa-apa sehingga tidak perlu
dilakukan penuntutan terhadap mereka;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan - pertimbangan
tersebut di atas, maka permohonan praperadilan ini belum mmemasuki
materi pokok perkara sehingga dengan demikian eksepsi Termohn
tersebut adalah tidak berdasar hukum dan sudah seharusnya ditolak;
Ad. 5. Permohonan Praperadilan kabur ( obscuur libel ):
Menimbang, bahwa dalam jawabannya Termohon mengemukakan
bahwa PERMOHONAN PRAPERADILAN KABUR (OBSCUUR LIBEL),
Secara formil, dalil-dalil dalam permohonan Praperadilan (posita) atau
Fundamentum Petendi yaitu bagian yang berisi dalil yang menggambarkan
secara jelas adanya hubungan yang menjadi dasar atau uraian dari suatu
tuntutan. Dalam mengajukan suatu tuntutan, Pemohon/penggugat juga
harus menguraikan terlebih dahulu secara jelas dan tidak kabur alasan-
alasan atau dalil-dalil yang melandasi pengajuan tuntutannya atau dengan
kata lain posita/fundamentum petendi berisi uraian tentang kejadian
perkara atau duduk persoalan suatu kasus, sedangkan petitum berisi
tuntutan apa saja yang dimintakan oleh Pemohon/penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan;
Pemohon telah mengajukan dalil-dalil permohonan Praperadilan yang
tidak jelas dan kabur, karena Pemohon tidak menguraikan alasan yang
jelas dalam menyatakan bahwa Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru
Kristiyana merupakan pihak yang terlibat sebagai pelaku tindak pidana
korupsi Bank Century;
Dalam obyek permohonan aquo, Pemohon telah menyatakan bahwa
Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru Kristiyana merupakan pelaku yang
turut serta terlibat dalam tindak pidana korupsi perkara aquo, tanpa uraian
Hal 61 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 61
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
yang jelas, berdasar hukum dan didukung bukti-bukti yang valid. Padahal,
dalam perkara tindak pidana korupsi sehubungan dengan pemberian
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada PT Bank Century,
Tbk., dan proses Penetapan PT. Bank Century, Tbk. sebagai Bank Gagal
Berdampak Sistemik, pada faktanya Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan
Heru Kristiyana sama sekali tidak pernah didakwakan bersama-sama
dengan Budi Mulya dalam perkara tindak pidana korupsi tersebut,
sebagaimana Surat Dakwaan dari Penuntut Umum dalam Perkara Nomor:
21/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST tanggal 16 Juli 2014 dengan terdakwa
Budi Mulya. Demikian pula dalam pertimbangan Majelis Hakim tingkat
pertama dalam Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat
Nomor : 21/PID.SUS/TPK/2014/PN.JKT.PST tanggal 16 Juli 2014,
pertimbangan Majelis Hakim tingkat banding dalam Putusan Pengadilan
Tinggi DKI Jakarta No.67/PID/TPK/2014/PT.DKI, maupun pertimbangan
Majelis Hakim pada tingkat Kasasi dalam Putusan Mahkamah Agung No.
861 K/Pid.Sus/2015, tidak ada fakta hukum dalam pertimbangan Majelis
Hakim yang menyebutkan nama Zaenal Abidin, Pahla Santoso dan Heru
Kristiyana sebagai pelaku yang melakukan tindak pidana secara bersama-
sama dalam pemberian FPJP kepada PT. Bank Century, Tbk;
Dengan demikian, POSITA dan PETITUM dalam permohonan
Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon adalah kabur, tidak berdasar
dan tidak jelas (Obscuur Libel), TANPA ALASAN BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG, sehingga permohonan sudah sepatutnya ditolak atau
setidak-tidaknya dinyatakan tidak dapat diterima (niet ontvankelijke
verklaard);
Menimbang, Hakim Praperadilan berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan permohonan kabur/ tidak jelas atau obscuur libel adalah
permohonan yang berisi pernyataan pernyataan yang saling bertentangan
satu sama lain, sehingga tidak dapat dijawab dengan mudah oleh pihak
Termohon;
Menimbang, bahwa salah satu yang kerap mengakibatkan suatu
gugatan/ permohonan dianggap cacat formil adalah karena dalil-dalil
permohonan kabur, artinya permohonan tidak jelas. Kekaburan atau
ketidak jelasan suatu permohonan dapat ditentukan berdasarkan hal-hal
sebagai berikut :
Hal 62 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 62
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
1. Posita (fundamentum petendi) tidak menjelaskan dasar hukum
(rechtgrond) dan kejadian yang mendasari permohonan atau ada
dasar hukum tetapi tidak menjelaskan fakta kejadian atau sebaliknya.
Dalil gugatan yang demikian tentunya tidak memenuhi syarat jelas
dan tegas;
2. Tidak jelas objek yang disengketakan;
3. Terdapat saling pertentangan antara posita dengan petitum;
4. Petitum tidak terinci, tapi hanya berupa kompositur atau ex aequo et
bono;
Menimbang, bahwa dari uraian tersebut di atas, Hakim Praperadilan
berpendapat bahwa permohonan Pemohon telah cukup jelas
menguraikan tentang dalil-dalil permohonannya , yaitu tentang tidak
konsekuennya Termohon dalam membuat dakwaan dalam suatu tindak
pidana yang dilakukan oleh beberapa orang secara bersama-sama
(delneeming), akan tetapi setelah salah satu orang terdakwa dihukum
penjara dan telah berkekuatan hukum tetap, terhadap terdakwa yang
lainya tidak ada kejelasan dan penjelasan dari Termohon apakah mereka
harus dimintakan pertanggungjawabannya sebagai terdakwa atau hanya
sebatas formalistas belaka dan selalu berlindung dibelakang UU bahwa
Termohon tidak mengenal penghentian penyidikan dan tidak juga
menindaklanjuti apakah akan diteruskan atau tidak sehingga dapat
menimbulkan ketidakadilan bagi keluarga terdakwa yang telah diputus dan
dipidana dan telah berkekuatan hukum tetap, sehingga dengan demikian
eksepsi Termohon tersebut adalah tidak beralasan hukum dan sudah
seharusnya ditolak;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, maka seluruh eksepsi Termohon adalah tidak beralasaan
hukum dan harus ditolak seluruhnya;
DALAM POKOK PERKARA:
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Praperadilan
ini sebagaimana tersebut di atas ;
Menimbang, bahwa yang menjadi persoalan pokok dalam
permohonan praperadilan ini adalah bahwa Pemohon mendalilkan bahwa
Termohon telah melakukan seolah-olah ”penghentian penyidikan
Hal 63 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 63
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
secara materil” karena membiarkan berlarut-larutnya kasus Bank Century
dimana salah seorang terdakwanya Budi Mulya yang telah di vonnis oleh
Pengadilan sampai pada tahap Kasasi dan telah berkekuatan hukum
tetap ( inkracht van gewijsde ) sejak tahun 2015, akan tetapi terhadap
terdakwa lainnya yang didakwa secara bersama-sama dengan terdakwa
Budi Mulya tidak pernah diproses dan tidak jelas status hukumnya
sehingga dapat menimbulkan ketidakpastian dan ketidakadilan dan
pelanggaran terhadap asas hukum pidana dan hak asasi manusia;
Menimbang, bahwa permohonan Pemohon tersebut telah dibantah
oleh Termohon, maka kewajiban Pemohon untuk membuktikan terlebih
dahulu dalil-dalil permohonannya dan Termohon untuk membuktikan dalil
bantahannya dapat juga mengajukan bukti lawan ( tegen bewijs );
Menimbang, bahwa untuk membuktikan dalil-dalil permohonan nya,
maka Pemohon telah mengajukan surat-surat bukti yang diberi tanda
dengan surat bukti P-1 sampai dengan P – 11, dan mengajukan 1 ( satu )
orang saksi Dra. ANNE S. MULYA dan 2 ( dua ) orang ahli bernama
HERI FIRMANSYAH S.H.,M.Hum.MPA dan DR. FUAD BAWAZIER, MA,
yang menerangkan di bawah sumpah sesuai dengan agamanya yang
keterangannya sebagaimana tertuang dalam berita acara sidang;
Menimbang, bahwa demikian pula sebaliknya Termohon guna
meneguhkan dalil-dalil sangkalannya telah pula mengajukan surat-surat
buktinya yang diberi tanda dengan surat bukti T –1 sampai dengan T – 5,
akan tetapi tidak mengajukan baik saksi maupun ahli;
Menimbang, bahwa selanjutnya hakim akan mempertimbangkan
petitum permohonan Pemohon sebagai berikut:
Menimbang, bahwa petitum permohonan Pemohon pada poin 2 dan
3 yaitu agar menyatakan secara hukum TERMOHON telah melanggar
ketentuan dalam Pasal 5 dan 6 UU No. 30 tahun 2002 Tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi, Pasal 25 UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi dan Pasal 50, 102 dan 106 KUHAP serta ketentuan perundang-
undangan yang berlaku dalam menangani korupsi Bank Century, sehingga
pelanggaran aquo merupakan bentuk penghentian penyidikan secara tidak
sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya atas perkara
korupsi Bank Century, karena tidak ditetapkannya Boediono , Muliaman D
Hadad, Raden Pardede dkk sebagai Tersangka dalam perkara korupsi
Hal 64 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 64
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Bank Century dan memerintahkan TERMOHON untuk melakukan proses
hukum selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana korupsi
Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan menetapkan
tersangka terhadap Boediono, Muliaman D Hadad, Raden Pardede dkk
dan melanjutkannya dengan Pendakwaan dan Penuntutan dalam proses
persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, akan dipertimbangkan
sebagai berikut:
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P – 4 yaitu Putusan
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat Nomor
21/Pid.Sus/TPK/2014/PN. Jkt.Pst. tanggal 16 Juli 2014, atas nama
terdakwa BUDI MULYA, terlihat pada dakwaan ( halaman 211 ) “ Bahwa
terdakwa BUDI MULYA…………..dst………… bersama-sama dengan
BOEDIONO selaku Gubernur Bank Indonesia, MIRANDA SWARAY
GOELTOM, selaku Deputy Senior Gubernur BI , SITI CHALIMAH
FADJRIAH, Selaku Deputy Gubernur bidang 6 Pengawasan Bank Umum
dan Syariah, S. BUDI ROCHADI ( saat ini sudah almarhum ) selaku
Deputy Gubernur Bidang 7 sisitim pembayaran, pengedaran uang, BPR
dan perkreditan, MULIAMAN DARMANSYAH HADAD , selaku Deputy
Gubernur Bidang 5 Kebijakan perbankan/ stabilisasi sistim keuangan dan
selaku Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan ( LPS ) ,
HARTADI AGUS SARWONO, selaku Deputy Gubernur Bidang 3 Kebjakan
Moneter dan ARDHAYADI MITROATMODJO, selaku Deputy Gubernur
Bidang 8 Logistik, keuangan , penyelesaian Asset, Sekretariat dan KBI
serta RADEN PARDEDE, selaku sekretaris Komite Stabilitas Sistim
keuangan ( KSSK ) ………………..dst….. ………” telah melakukan atau
turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai sebagai suatu
perbuatan berlanjut , secara melawan hukum yaitu secara
bertentangan dengan Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1999 tentang
bank Indonesia, jo. UU No. 3 tahun 2004, tentang perubahan Undang-
Undang ……………..dst……… “;
Menimbang, bahwa dakwaan seperti tersebut di atas, menurut teori
hukum pidana disebut dengan Turut Serta atau Delneeming , yang
artinya terhadap satu perbuatan pidana telah dilakukan oleh beberapa
orang secara bersama-sama;
Hal 65 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 65
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan ahli yang diajukan
Pemohon yaitu HERI FIRMANSYAH, SH, MHUM. MPA menerangkan
bahwa apabila dakwaan yang di jungto-kan dengan Pasal 55 membawa
konsekuensi bahwa orang-orang yang disebutkan dalam dakwaan tersebut
harus dituntut juga dan diajukan juga sebagai tersangka dan harus dijatuhi
pidana, akan tetapi lama pemidanaanya bisa berbeda tergantung
peranannya dalam tindak pidana tersebut, seperti apakah ia orang yang
melakukan (pleger), turut serta melakukan (medepleger),menyuruh
lakukan (doenpleger) atau dibujuk melakukan (uitlokker) atau membantu
melakukan perbuatan pidana (medeplichtige). Menurut ahli adalah
merupakan suatu ketidakadilan dan pelanggaran terhadap hak asasi
manusia khususnya terdakwa dan keluarganya yang telah dipidana,
apabila hanya seorang saja yang dilakukan penuntutan dan dijatuhi
pidana, sementara yang lainnya tidak dan hal tersebut juga merupakan
pelanggaran terhadap asas-asas dasar hukum pidana yang diakui secara
universal dalam sisitim hukum pidana continental dan Penuntut Umum
harus bertangungjawab dan konsekuen kenapa ia memasukkan nama-
nama orang tersebut ke dalam dakwaannya dan tidak bisa sebagai
formalitas saja dalam menyusun dakwaan yang pasalnya ada turut serta;
Menimbang, bahwa terhadap ahli Pemohon lainnya yaitu
DR. FUAD BAWAZIER yang menerangkan bahwa sebenarnya keadaan
Bank Century pada waktu itu hanya bank kecil dan apabila ditutup tidak
akan menimbulkan dampak sistemik dan pengucuran dan penggelontoran
bantuan kepada Bank Century tersebut adalah suatu kesalahan karena
Bank Century tersebut telah dirampok oleh pemiliknya sendiri, serta
keterangan saksi Dra. ANNE S MULYA selaku istri dari terdakwa
Budi Mulya yang menerangkan bahwa keputusan yang diambil oleh
suaminya bukan suatu keputusan yang dilakukan secara sendiri tetapi
merupakan suatu keputusan yang kolektif kolegial dan pada saat itu BI
dipimpin oleh BOEDIONO sebagai Gubernur BI dan suami saksi hanyalah
sebagai Deputy, dan saat BOEDIONO selaku Wakil Presiden, pernah
mengunjungi Terpidana BUDI MULYA di Penjara Suka Miskin Bandung
bersama putrinya saksi, yaitu Nadya Mulya, Boediono secara pribadi
menyampaikan permohonan maafnya kepada Terpidana Budi Mulya atas
musibah yang dialaminya sehingga menjadi terpidana padahal itu
bukanlah kesalahannya dalam mengambil kebijakan;
Hal 66 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 66
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa terhadap keterangan ahli DR. FUAD
BAWAZIER dan saksi ANNE S MULYA di atas, hakim praperadilan
berpendapat bahwa keterangan tersebut adalah sudah menyangkut pokok
perkara dan sudah diputus dan dipertimbangkan dalam perkara pokoknya
yang saat ini sudah berkekuatan hukum tetap ( inkracht van gewijsde);
Menimbang, bahwa mensitir pendapat MAHRUS ALI, SH. MH,
dalam bukunya DASAR-DASAR HUKUM PIDANA, Penerbit Sinar
Grafika, Cetakan Pertama Juni 2011, pada halaman 126……… “
menjelaskan bahwa turut serta (medepleger), Van Hammel dan Trapmen
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan turut serta adalah apabila
perbuatan masing-masing peserta memuat semua anasir-anasir perbuatan
pidana yang bersangkutan, sedang Moelyatno mengatakan bahwa
medepleger adalah setidak-tidaknya mereka itu semua melakukan unsur
perbuatan pidana dan yang perlu ditekankan disini adalah dalam turut
serta terjadi kerjasama yang erat antara mereka pada waktu
melakukan perbuatan pidana. Dengan demikian di dalam turut serta
terdapat tiga ciri penting yang membedakannya dengan bentuk penyertaan
yang lain. Pertama, pelaksanaan perbuatan pidana melibatkan dua orang
atau lebih, Kedua, semua yang terlibat benar-benar melakukan kerjasama
secara fisik ( saling membantu ) dalam pelaksaan perbuatan pidana yang
terjadi. Ketiga, terjadinya kerjasama fisik bukan karena kebetulan, tetapi
memang telah merupakan kesepakatan yang telah direncanakan bersama
sebelumnya;
Menimbang, bahwa Pemohon telah berulangkali mengajukan Prap-
eradilan terhadap hal yang sama yaitu kenapa terdakwa yang lainnya yang
bersama-sama didakwakan dengan terpidana Budi Mulya tidak pernah dia-
jukan sebagai tersangka, apalagi terdakwa, sebagaimana terlihat dalam
alat bukti Pemohon bertanda P – 8 yaitu perkara Praperadilan No.
12/Pid.Prap/2016/PN.Jkt.Sel. tanggal 10 Maret 2016, dalam Pertimbangan
Hakim alinea 3 halaman 24 dinyatakan:
“……………Adapun Termohon yang belum melakukan penyelidikan
dan/atau penyidikan terhadap dugaan keterlibatan Budiono dalam
kasus korupsi Bank Century, hal ini lebih kepada masalah etika hukum
daripada pelanggaran hukum, sebagaimana pendapat Ahli Adnan
Pasliadja, sehingga yang diperlukan adalah kesadaran dari Termohon
Hal 67 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 67
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
untuk bisa lebih cepat memulai penyelidikan dan/atau penyidikan
kasus tersebut dan melimpahkannya ke penuntut umum apabila
memenuhi syarat untuk dituntut dan disidangkan atau sebaliknya
menghentikan penyelidikan kalau tidak ditemukan bukti yang cukup,
dan dengan demikian ada kejelasan dan kepastian hukum atas kasus
tersebut.”;
Menimbang, bahwa dalam Praperadilan yang diajukan termasuk
Jawaban atas Perkara Permohonan Praperadilan Nomor
12/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Pst., tertanggal 30 Januari 2018, pada halaman 20
sampai dengan 21 (dalam permohonan Pemohon), menyatakan:
“Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap
dalam perkara dengan Terdakwa Budi Mulya tersebut tentu tidak
serta merta dapat dilanjutkan untuk menetapkan seseorang sebagai
tersangka dan tidak secara otomatis berlaku atau dimbil alih untuk
perkara lainnya, namun harus dimulai dengan proses yang baru
untuk menetapkan sesorang sebagai tersangka. Fakta-fakta yang
terungkap dalam persidangan perlu dilakukan pendalaman dan
analisa lebih lanjut, dan sampai saat ini Termohon masih dilakukan
pengumpulan bahan dan keterangan dalam rangka mendalami dan
melakukan analisa terhadap perkara Bank Cantury;
Bahwa tidak ada ketentuan hukum yang mengatur kapan suatu
perkara harus diimulai penyelidikan dan tidak ada ketentuan hukum
yang mengatur batasan waktu suatu proses penyelidikan/penyidikan.
Ketentuan Pasal 102 ayat (1) KUHAP hanya mengatur : “Penyelidik
yang mengetahui, menerima laporan atau pengaduan tentang
terjadinya suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana
wajib segera melakukan tindakan penyelidikan yang diperlukan”.
Sedangkan Pasal 106 KUHAP berbunyi : “Penyidik yang mengetahui,
menerima laporan atau pengaduan tentang terjadinya suatu peristiwa
yang patut diduga merupakan tindak pidana wajib segera melakukan
tindakan penyidikan yang diperlukan”;
Sedangkan dalam Pasal 25 UU Tindak Pidana Korupsi berbunyi :
“Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan
dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara
lain guna penyelesaian secepatnya”;
Hal 68 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 68
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Demikian maka kata “segera” atau “secepatnya” sebagaimana bunyi
ketentuan tersebut diatas tentunya bersifat kasuistis karena setiap
perkara berbeda-beda tingkat kerumitannya maupun waktu
penyelesaiannya, apalagi perkara korupsi Bank Century yang
melibatkan banyak pihak dan sulit pembuktiannya;
Oleh karena itu, perlu dipahami apabila Termohon memerlukan waktu
yang cukup dalam menangani perkara korupsi Bank Century yang
dikenal sebagai kasus mega skandal keuangan terbesar pasca
reformasi, melibatkan banyak pihak, rumit, dan sulit pembuktiannya;
Termohon dituntut sangat hati-hati dan cermat dalam menangani
perkara aquo dan tentunya harus berpedoman pada asas-asas yang
diatur dalam Pasal 5 UU KPK, yaitu : kepastian hukum, keterbukaan,
akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas. Oleh karena
itu, Termohon mengedepankan prinsip kecermatan dan kehati-hatian
dalam setiap tindakan termasuk yang bersifat administratif dan
procedural (formil), untuk meminimalisir potensi risiko termasuk risiko
adanya gugatan praperadilan khususnya setelah diperluasnya obyek
praperadilan melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-
XII/2014 tanggal 28 April 2015. Termohon harus melakukan tindakan
yang cermat termasuk tindakan yang bersifat formil baik dalam tahap
penyelidikan maupun penyidikan (pro justitia) sesuai hukum acara dan
peraturan perundang-undangan sehingga segala tindakan Termohon
adalah SAH dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Terlebih lagi karena tidak adanya kewenangan Termohon untuk
menghentikan penyidikan dan penuntutan. Selanjutnya Termohon pun
dituntut untuk melakukan tindakan yang cermat secara materiil, agar
tuntutan yang diajukan oleh Termohon dapat terbukti secara SAH dan
meyakinkan sehingga terdakwa diputus bersalah oleh Majelis Hakim
dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi”;
Menimbang, bahwa dalam Jawaban Perkara Praperadilan Nomor
12/Pid.Pra/2017/PN.Jkt.Pst., tertanggal 30 Januari 2018, pada halaman 22
alinea 2 (dalam permohonan Pemohon), menyatakan:
“Sampai saat ini Termohon masih melakukan pengumpulan bahan dan
keterangan dalam rangka melakukan pendalaman dan analisa lebih
lanjut terkait Perkara Bank Century. Termohon tidak pernah
Hal 69 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 69
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan atas perkara tindak pidana
korupsi sehubungan dengan pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka
Pendek (FPJP) kepada PT Bank Cntury, Tbk., dan proses penetapan
PT. Bank Century, Tbk sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik,
bahkan Termohon tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan
surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara
tindak pidana korupsi (vide Pasal 40 UU KPK) sehingga tidak
dimungkinkan bagi Termohon untuk melakukan penghentian
penyidikan;
Menimbang, bahwa dalam putusan Praperadilan Nomor
12 /PId.Pra/2016/ PN. Jkt. Sel. tanggal 10 maret 2016, ahli yang diajukan
oleh Termohon Adnan Pasliadja, menerangkan bahwa ………….. “
sehingga yang diperlukan adalah kesadaran dari Termohon untuk bisa
lebih cepat memulai penyelidikan dan/atau penyidikan kasus tersebut dan
melimpahkannya ke penuntut umum apabila memenuhi syarat untuk
dituntut dan disidangkan atau sebaliknya menghentikan penyelidikan kalau
tidak ditemukan bukti yang cukup, dan dengan demikian ada kejelasan
dan kepastian hukum atas kasus tersebut.”;
Menimbang, dari alat bukti bertanda P – 6 yaitu berita online dari
CNN-TV yang ditulis oleh Aghnia Adzkia CNN Indonesia, senin , tanggal
21 Desember 2015 jam 19.20 WIB dengan judul “ Saut Situmorang
Emoh usut Century dan BLBI “ menulis bahwa Wakil Ketua KPK Saut
Situmorang menegaskan dirinya enggan mengusut dugaan korupsi kasus
Bank Century dan BLBI, alasannya , ada kesulitan dalam mencari dua alat
bukti kasus tersebut. Meski demikian Saut mengatakan tidak menutup
kemungkinan dua kasus tersebut akan tetap diusut jika empat pimpinan
lain menginginkannya. “ Saya ingin membangun korupsi dari nol jadi saya
tidak fokus ke kasus yang lalu seperti Century dan BLBI. Manurutnya
selain sulitnya pembuktian, kasus tersebut juga dinilai menghabiskan
banyak waktu tanpa hasil yang konkret. Terlebih muncul sejumlah
ancaman kriminalisasi pada penyidik dan jaksa yang mengungkap
sejumlah kasus “………….dst;
Menimbang, bahwa pernyataan Saut Situmorang tersebut sangat
bertentangan dengan Laporan Kejadian Tindak Pidana Korupsi No. LK
TPK-18/KPK/11/2012 yang dilaporkan oleh ARRY WIDYATMOKO selaku
Hal 70 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 70
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Direktur Penyelidikan pada KPK yang pada halaman 17 dari 17 halaman
alinea terakhir, (vide bukti P – 7) yang menyebutkan bahwa : …….” Dari
fakta-fakta yang telah diperoleh sebagaimana tersebut di atas, telah
diketemukan bukti permulaan yang cukup tentang dugaan perbuatan
tindak pidana korupsi berupa Penyalahgunaan kewenangan dalam
pemberian FPJP dan Penetapan Bank Century sebagai Bank gagal
berdampak sistemik oleh Pejabat Bank Indonesia yaitu Siti Ch. Fadjriah,
Budi Mulya…….yang dapat menimbulkan kerugian keuangan Negara
yang dapat disangkakan telah melanggar Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal
64 ayat (1) KUHP “ dan laporan tersebut juga diketahui WARIH SADONO
sebagai Deputy Bidang Penindakan pada KPK;
Menimbang, bahwa hakim Praperadilan berpendapat bahwa adalah
suatu kejanggalan bahwa apa yang ditetapkan sudah mempunyai dua
alat bukti yang cukup oleh pejabat KPK terdahulu pada tahun 2012,
tetapi oleh Saut Situmorang dikatakan tidak akan diusut atau emoh usut
Century dan BLBI dengan alasan yang sangat subyektif yaitu “terlebih
muncul sejumlah ancaman kriminalisasi pada penyidik dan jaksa
yang mengungkap sejumlah kasus“ . Hakim Praperadilan sebaliknya
berpendapat bahwa dengan tantangan yang sedemikian hebatnya karena
apakah ada oknum-oknum tertentu yang menghalangi pengusutan tindak
pidana kasus Century, sulitnya menemukan dua alat bukti yang cukup dan
adanya kriminalisasi terhadap penyidik dan jaksa pada KPK dalam
menyidik sejumlah kasus, hal tersebut justru semakin membulatkan tekad
para komisioner KPK yang baru untuk lebih merapatkan barisan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia, karena korupsi telah menjadi
“ extra ordinary crime “ sehingga pemberantasannya juga harus
menggunakan metode atau cara dan alat-alat yang juga bersifat extra
Ordinary pula;
Menimbang, bahwa korupsi bukan lagi sebuah kejahatan yang
biasa, dalam perkembangannya, korupsi telah terjadi secara sistematis
dan meluas. Menimbulkan efek kerugian negara dan dapat
menyengsarakan rakyat. Karena itulah korupsi kini dianggap sebagai
kejahatan luar biasa (extra ordinary crime);
Hal 71 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 71
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa kejahatan korupsi telah disejajarkan dengan
tindakan terorisme. Sebuah kejahatan luar biasa yang menuntut
penanganan dan pencegahan yang luar biasa. Karenanya sebagai sebuah
kejahatan yang dikategorikan luar biasa, maka seluruh lapisan masyarakat
harus dibekali pengetahuan tentang bahaya laten korupsi dan
pencegahannya. Korupsi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap
demokrasi, bidang ekonomi, dan kesejahteraan umum negara. Dampak
negatif terhadap demokrasi korupsi mempersulit demokrasi dan tata
pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan
proses formal. Secara umum, korupsi mengikis kemampuan institusi dari
pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan
pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat
yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi;
Dampak negatif terhadap bidang ekonomi, korupsi juga mempersulit
pembangunan ekonomi karena ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor
perdata, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari
pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat
korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Dampak
negatif terhadap kesejahteraan umum, Korupsi politis ada di banyak
negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi
politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi
sogok, bukannya rakyat luas;
Menimbang, terhadap kondisi seperti diuraikan di atas, hakim
Praperadilan berpendapat bahwa bukankah KPK telah diberikan
kewenangan yang sangat besar yang tidak diberikan kepada Penegak
Hukum lainnya ( lembaga super body ), dan lagi pula pendapat
Saut Situmorang tersebut hanya bersifat pribadi yang diucapkan dalam
rangka fit proper test dan tidak menjadi sikap para komisioner KPK secara
kolektif sebagai suatu kelembagaan;
Menimbang, bahwa Hakim Praperadilan berpendapat pernyataan
Saut Situmorang, seorang calon Komisioner KPK, yang akhirnya terpilih
sebagai salah satu Komisioner KPK saat ini, menjadi paradoks dan kontra
produktif dengan apa yang ditemukan dan dilaporkan oleh Penyidik KPK
sebelumnya, bahwa telah ditemukan dua alat bukti yang cukup;
Hal 72 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 72
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa menarik apa yang telah disampaikan dan ditulis
oleh RIDWAN, SH. MHum. dalam disertasinya pada Program Pasca
sarjana ( S3) Universitas Airlangga Surabaya tahun 2013 yang berjudul :
“DISKRESI DAN TANGGUNGJAWAB PEJABAT DALAM
PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI INDONESIA “ pada hlaman
64 dst mengatakan bahwa : “sebagaimana diberitakan, dalam
perkembangan penanganan kasus Bank Century ini, KPK telah
menetapkan pejabat BI yakni SF, mantan deputy bidang V Pengawasan
BI, dan BM, mantan Deputy Bidang IV Pengelolaan Moneter Devisa BI,
sebagai tersangka. BM dalam laporan audit investigasi Badan Pemeriksa
Keuangan diduga mendapat aliran dana Rp. 1 Milyar dan SF diketahui
memberikan disposisi untuk pemberian dana talangan ke Bank Century
meskipun Bank tersebut dinilai tidak layak. Penetapan dua orang
tersangka ini diduga kuat terkait dengan pelanggaran-pelangaran tersebut
di atas. Jika dilihat beberapa indikasi pelanggaran di atas, pihak yang
harus memikul tanggungjawab itu tidak hanya terbatas pada dua
orang tersangka tersebut, tetapi semua pihak yang terbukti
melakukan pelanggaran termasuk Gubernur BI, sesuai dengan asas
Contrarius Actus;
Menimbang, bahwa asas contrarius actus ini adalah asas yang
menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”) yang
menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk
membatalkannya. Gubernur BI yang berwenang membuat peraturan BI
dan Gubernur itu pula yang berwenang mengubahnya. Untuk selanjutnya
pembuktian atas dugaan pelanggaran itu ditempuh melalui proses hukum
termasuk menguji motivasi di balik perubahan peraturan BI yang
mengakibatkan terjadinya kasus mega skandal korupsi Bank Century “;
Menimbang, bahwa pasal 44 UU KPK ayat (4) menyebutkan bahwa
dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi berpendapat bahwa perkara
tersebut diteruskan, Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan
penyidikan sendiri atau dapat melimpahkan perkara tersebut kepada
penyidik kepolisian atau kejaksaan, dan pada ayat (5) dalam hal
penyidikan dilimpahkan kepada kepolisian atau kejaksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan
koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi;
Hal 73 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 73
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa hakim Praperadilan berpendapat sesuai
dengan keterangan ahli KPK Adnan Pasliaja dalam perkara terdahulu,
yang mengatakan bahwa sehingga yang diperlukan adalah kesadaran
dari Termohon untuk bisa lebih cepat memulai penyelidikan dan/atau
penyidikan kasus tersebut dan melimpahkannya ke penuntut umum
apabila memenuhi syarat untuk dituntut dan disidangkan atau
sebaliknya menghentikan penyelidikan kalau tidak ditemukan bukti
yang cukup, dan dengan demikian ada kejelasan dan kepastian
hukum atas kasus tersebut;
Menimbang, bahwa sejalan dengan pendapat ahli tersebut, hakim
Praperadilan berpendapat bahwa daripada KPK digugat praperadilan
berkali-kali dan selalu menjawab dengan jawaban yang sama bahwa KPK
masih terus mendalami dan mengumpulkan bukti-bukti dan karena KPK
tidak bisa menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan yang waktunya tidak
jelas, dan yang sampai saat ini sudah tiga tahun sejak perkara Budi Mulya
berkekuatan hukum tetap, maka akan lebih terhormat dan elegant bila
KPK melimpahkan perkara tersebut ke Penuntut Umum atau Kepolisian
dan sesuai ayat 5, kepolisian atau kejaksaan wajib melaksanakan
koordinasi dan melaporkan perkembangan penyidikan kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi, dengan pertimbangan ini, biarlah kepolisian dan
atau kejaksaan yang melanjutkan pengusutan penyelidikan dan penyidikan
kasus Bank Century untuk pada masa mendatang, dan apabila kepolisian
dan atau kejaksaan berpendapat penyidikan harus dihentikan sesuai
dengan pasal 109 ayat (2) KUHAP yaitu karena karena tidak terdapat
cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, dan penyidikan dihentikan
demi hukum, maka penyidik kepolisian dan atau kejaksaan bisa
menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3), sehingga ada kejelasan
apakah perkara atas nama-nama orang yang disebutkan secara bersama-
sama (turut serta) dalam perkara Budi Mulya menjadi jelas statusnya,
sehingga terpenuhi prinsip transparansi dan ada keadilan di dalamnya,
bukankah dalam setiap undang-undang dan peraturan yang dibuat oleh
Legislatif dan Eksekutif, sebagaimana tertuang dalam konstitusi kita,
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Mahkamah
Agung, selalu menyebutkan bahwa penegak hukum harus menegakkan
hukum dan keadilan dan bukan menegakkan hukum an sich, semata;
Hal 74 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 74
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, hakim Praperadilan tidak sependapat dengan Pemohon
bahwa KPK telah melakukan penghentian penyidikan secara materil,
akan tetapi sebaliknya demi hukum dan keadilan serta perlindungan
terhadap hak asasi manusia, KPK harus melanjutkan pemeriksaan dan
penuntutan perkara ini secara tuntas terhadap nama-nama yang
disebutkannya dalam dakwaan perkara Budi Mulya, apapun resikonya
karena itulah konsekuensi logis yang harus dipertanggungjawabkan oleh
KPK kepada masyarakat, bahwa dalam melakukan penegakan hukum
tidak boleh melanggar prinsip-prinsip dan asas-asas hukum yang telah
diakui dalam teori hukum pidana yang berlaku universal, kalau tidak kita
akan ditertawakan oleh masyarakat dan dunia internasional, bahwa KPK
memang telah melakukan tebang pilih dalam pemberantasan tindak
pidana korupsi;
Menimbang, bahwa walaupun demikian, tujuan akhir dari proses
penegakan hukum dan proses peradilan adalah untuk menemukan
keadilan, kebenaran, dan manfaat dari penegakan hukum tersebut
sehingga oleh karena itu penegakan hukum harus didasarkan dengan
tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-
Undang dan berbagai peraturan lain yang mengatur dalam rangka
mewujudkan rasa keadilan masyarakat (Social Justice), rasa keadilan
moral (Moral Justice) dan keadilan menurut Undang-undang itu sendiri
(legal Justice) sehingga pada akhirnya diperoleh suatu keadilan total (total
Justice);
Menimbang, bahwa sejalan dengan tuntutan reformasi dan
paradigma dalam penyelenggaraan peradilan, maka sesungguhnya peran
dan tugas Aparatur penegak hukum adalah mengembalikan fungsi dan
tujuan penegakan hukum agar tidak kehilangan kekuatannya memberikan
perlindungan hukum bagi semua orang sehingga penegakan hukum
tersebut tidak hanya tajam kebawah tetapi juga tajam keatas yang
mencerminkan rasa keadilan yang bersifat total Justice tersebut;
Menimbang, bahwa oleh karena itu adanya lembaga Praperadilan
adalah sebagai kontrol yang bersifat horizontal dari Lembaga Yudikatif
terhadap proses penegakan hukum oleh aparat penegak hukum
sehingga pada akhirnya diharapkan aparat penegak hukum tersebut tetap
Hal 75 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 75
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
bekerja pada ruang dan ruang lingkup yang ditentukan peraturan hukum
dan perundang-undangan;
Menimbang, bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut perlu
dikemukakan karena apabila Pengadilan Negeri mempertimbangkan
dasar-dasar dan alasan yuridis putusan ini menjadi jelas, baik ratio
pertimbangan hukumnya maupun obitur diktum putusan sehingga dapat
difahami oleh semua pihak dan masyarakat, bagaimana sesungguhnya
penegakan hukum telah di laksanakan dengan sungguh-sungguh dalam
rangka menegakkan keadilan dan kebenaran, sehingga semangat
pemberantasan korupsi tetap dilakukan dalam koridor-koridor aturan
hukum tanpa melanggar aturan hukum itu sendiri;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, sepanjang petitum nomor poin 3 yaitu memerintahkan
Termohon untuk melakukan proses hukum selanjutnya sesuai dengan
ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku atas
dugaan tindak pidana korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan
Penyidikan dan menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D
Hadad, Raden Pardede dkk, atau melimpahkannya kepada Kepolisian dan
atau Kejaksaan untuk melanjutkan dengan Pendakwaan dan Penuntutan
dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, karena
beralasan hukum, berkeadilan dan berkepastian hukum dan demi
perlindungan terhadap hak asasi manusia, maka harus dikabulkan;
Menimbang, bahwa Hakim telah mempelajari secara cermat seluruh
bukti-bukti, baik surat maupun saksi-saksi serta Ahli-Ahli yang diajukan
dan kesimpulan oleh kedua belah Pihak, akan tetapi selain dari pada yang
telah dipertimbangkan di atas, tidak ada lagi bukti-bukti yang dapat
menguatkan dalil Pemohon dan bantahan Termohon;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan Pemohon dikabulkan
untuk sebagian dan menolak untuk selain dan selebihnya, maka
Termohon adalah pihak yang kalah, maka biaya perkara permohonan ini
dibebankan kepada Termohon ;
Menimbang, bahwa menurut Pasal 197 huruf i KUHAP,
menyebutkan bahwa Surat Putusan pemidanaan memuat ketentuan
kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan menyebutkan jumlahnya
yang pasti ;
Hal 76 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 76
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Menimbang, bahwa Putusan Praperadilan bukanlah putusan yang
bersifat pemidanaan, maka dalam perkara a quo biaya perkara haruslah
diperhitungkan nihil ;
Menimbang, bahwa untuk mempersingkat putusan ini, segala
sesuatu yang tertuang dalam Berita Acara Sidang, adalah merupakan satu
kesatuan yang tak terpisah dengan Putusan ini;
Mengingat dan memperhatikan ketentuan Undang-Undang No.08
Tahun 1981 Tentang KUHAP, Undang-Undang No.30 Tahun 2002, Tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Putusan Mahkamah
Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, Undang-Undang
No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, serta peraturan hukum
lainnya yang berkaitan dengan perkara ini;
M E N G A D I L I :
DALAM EKSEPSI :
− Menolak Eksepsi Termohon seluruhnya ;
DALAM POKOK PERKARA :
1. Mengabulkan permohonan Praperadilan Pemohon untuk
sebagian ;
2. Memerintahkan Termohon untuk melakukan proses hukum
selanjutnya sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku atas dugaan tindak pidana
korupsi Bank Century dalam bentuk melakukan Penyidikan dan
menetapkan tersangka terhadap Boediono, Muliaman D
Hadad, Raden Pardede dkk, (sebagaimana tertuang dalam
surat dakwaan atas nama Terdakwa BUDI MULYA) atau
melimpahkannya kepada Kepolisian dan atau Kejaksaan untuk
dilanjutkan dengan Penyelidikan, Penyidikan dan Penuntutan
dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat;
3. Menolak Permohon Pemohon Praperadilan untuk selain dan
selebihnya;
4. Membebankan biaya perkara kepada Termohon, sebesar
NIHIL;
Hal 77 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 77
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Demikianlah diputuskan pada hari ini Senin, tanggal 9 April 2018,
oleh kami : EFFENDI MUKHTAR, S.H.,M.H, Hakim pada Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan, yang ditunjuk oleh Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan sebagai Hakim Tunggal, untuk memeriksa dan mengadili
perkara Praperadilan ini, putusan mana telah diucapkan dalam sidang
yang terbuka untuk umum oleh Hakim Tunggal Praperadilan tersebut,
dengan dibantu MURATNO S.H.,M.H, Panitera Pengganti pada
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta dihadiri oleh Kuasa Pemohon
dan Kuasa Termohon.-
Panitera Pengganti, Hakim Tinggal Tersebut,
MURATNO. S.H.,M.H. EFFENDI MUKHTAR, S.H.,M.H.
Hal 78 dari 78 Hal. Put. No. 24/Pid.Pra/2018/PN.Jkt.Sel.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 78