repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±|...

20
9 BAB II KERANGKA TEORITIK 2.1 Studi Terdahulu Dalam kajian yang akan penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa studi terdahulu yang berguna bagi penulis sebelum penulis melakukan penelitian. Studi terdahulu ini membantu penulis untuk dijadikan acuan dan referensi sesuai dengan tema serta fenomena yang hendak penulis teliti yaitu berkaitan dengan kerjasama desentralisasi yang lebih menekankan pada kerjasama sister city. Untuk studi terdahulu yang pertama penulis menggunakan research report yang ditulis oleh George Matovu, Andrea de Gutty, dan Luisa Nardi dengan judul The Impact of Decentralized Cooperation On The Process of Decentralization in Africa dimana dalam menjelaskan dampak dari decentralized cooperation terdapat beberapa studi kasus dan penulis menggunakan satu studi kasus yang menjadi acuan yaitu Twinning Between Marondera Council in Zimbabwe and Leighton- Lindsdale, United Kingdom. Dalam research report tersebut pertama-tama dijelaskan terlebih dahulu mengenai decentralized cooperation. Pemaknaan decentralized cooperation sendiri berbeda tergantung kegunaannya. Namun dalam research report tersebut decentralized cooperation dimaknai sebagai suatu proyek, inisiatif, atau partnership yang bertujuan untuk membangun suatu development cooperation

Transcript of repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±|...

Page 1: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

9

BAB II

KERANGKA TEORITIK

2.1 Studi Terdahulu

Dalam kajian yang akan penulis lakukan, penulis menggunakan beberapa studi

terdahulu yang berguna bagi penulis sebelum penulis melakukan penelitian. Studi

terdahulu ini membantu penulis untuk dijadikan acuan dan referensi sesuai dengan

tema serta fenomena yang hendak penulis teliti yaitu berkaitan dengan kerjasama

desentralisasi yang lebih menekankan pada kerjasama sister city.

Untuk studi terdahulu yang pertama penulis menggunakan research report

yang ditulis oleh George Matovu, Andrea de Gutty, dan Luisa Nardi dengan judul

The Impact of Decentralized Cooperation On The Process of Decentralization in

Africa dimana dalam menjelaskan dampak dari decentralized cooperation terdapat

beberapa studi kasus dan penulis menggunakan satu studi kasus yang menjadi

acuan yaitu Twinning Between Marondera Council in Zimbabwe and Leighton-

Lindsdale, United Kingdom.

Dalam research report tersebut pertama-tama dijelaskan terlebih dahulu

mengenai decentralized cooperation. Pemaknaan decentralized cooperation

sendiri berbeda tergantung kegunaannya. Namun dalam research report tersebut

decentralized cooperation dimaknai sebagai suatu proyek, inisiatif, atau

partnership yang bertujuan untuk membangun suatu development cooperation

Page 2: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

10

yang dilakukan oleh sub-national authorities.1 Dalam menjelaskan konsep

tersebut George Matuvu menggunakan beberapa studi kasus salah satunya adalah

twinning partnership antara Mondera dan Leighton-Lindsdale. Twinning

partnership ini didasari atas political will dimana kedua kota tersebut sepakat

untuk melestarikan dan mengembangkan pemerintah daerah yang demokratis

dengan mengupayakan keunggulan dalam Urban Administration council,

pertukaran orang, teknologi dan tenaga ahli, serta mempromosikan kesejahteraan

social dan eknomi.2

Hasil dari penelitian tesebut menunjukkan bahwa dalam twinning partnership

ini terdapat sharing mengenai pemerintahan dimana antara Mondera dan

Leighton-Lindsdale saling bertukar informasi mengenai perkembangan yang

terjadi di wilayah yuridiksinya. Kemudian di bidang pertukaran people terdapat

suatu hubungan persahabatan yang baik antar kedua kota yang dibuktikan dengan

saling bertukar kunjungan yang dilakukan oleh anak-anak sekolah kedua belah

pihak. Kemudian untuk pertukaran teknologi terdapat adanya bantuan berupa

computer dari mitranya di north. Yang terakhir untuk kesejahteraan ekonomi tidak

ada hasil yang terlalu signifikan meskipun Mondera telah mendapatkan bantuan

berupa mobil pemadam kebakaran. Twinning partnership tersebut kemudian

menjadi sorotan utama dalam The Mandora Strategic Plan (1998-2000) yang

kemudian menjadikan twinning partnership sebagai aspek penting dalam

1 Matovu, G., Gutty, Ad, dan Nardi, L. 2008. The Impact of Decentralized Cooperation On The

Process of Decentralization in Africa Diunduh dari http://www.cdg-

lab.dirpolis.sssup.it/files/2012/10/Research-Report-on-the-Impact-of-Decentralized-Cooperation-

on-the-Process-of-Decentralization-in-Africa.pdf pada tanggal 27 Juli 2017 2 Ibid. Matovu, G. Hal 121

Page 3: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

11

perencanaan pembangunan.3 Melalui studi terdahulu terebut penulis mendapatkan

gambaran mengenai bagaimana konsep decentralized cooperation diterapkan

dalam suatu kerjasama. Sehingga dari studi tedahulu tersebut penulis mendapat

gambaran bagaimana seharunya konsep decentralized cooperation diterapkan

dalam kerjasama sister city Surabaya-Kitakyushu.

Untuk studi terdahulu yang pertama penulis menggunakan kajian yang ditulis

oleh Hendrini Renola Fitri & Faisyal Rani berjudul Implementasi Kerjasama

Sister City Kota Bandung-Braunchweig tahun 2000-2013. Dalam kajian tersebut

menjelaskan bahwa kerjasama sister city Bandung dengan Braunchweig yang

sudah terjalin cukup lama ini diimplementasikan dengan baik dan membawa

dampak positif bagi Kota Bandung. Dalam kajian tersebut Renola Fitri dan

Faisyal Rani ingin mengetahui latar belakang dari adanya kerjasama yang terjalin

antara Bandung dengan Braunchweig kemudian mengkaji isu tersebut dengan

menggunakan teori complex interdependence yang dikemukakan oleh Robert

Keohane dan Joseph Nye. Dalam implementasinya sister city antara Bandung

dengan Braunchweig meliputi beberapa bidang ekonomi, perdagangan, investasi,

industry, pariwisata, ilmu pengetahuan dan teknologi, administrasi, pendidikan,

kebudayaan, kesejahteraan, social, pemuda dan olahraga, serta bidang-bidang lain

yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. 4

Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi sister

city Kota Bandung dengan Kota Braunchweig dimotivasi oleh adanya kesamaan

3 Ibid. Matovu, G. Hal 121

4 Hendri Renola Fitri & Faisyal Rani. (2013). Implementasi Kerjasama Sister City Kota Bandung-

Braunchweig tahun 2000-2013. Jurnal Transnasional , Vol. 5 No. 1. Hal. 931

Page 4: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

12

karakteristik dan kesamaan tujuan sehingga hal terwujud sensitive

interdependence karena negara tersebut tidak terlalu bergantung kepada negara

pasangannya. Kerjasama tersebut bertujuan untuk meningkatkan potensi dari

masing-masing pihak bukan untuk melengkapi kekurangan atau hal-hal lain yang

tidak dimiliki oleh suatu negara yang diharapkan ada pada negara lain. Sehingga

kerjasama ini dapat terlaksana dengan efektif dan berlangsung lama. 5

Tabel 1. Pemetaan Studi Terdahulu

Studi Terdahulu Persamaan Perbedaan Kontribusi

George Matuvu.

Twinning

Between

Marondera

Council in

Zimbabwe and

Leighton-

Lindsdale, United

Kingdom

Alat analisa yang

digunakan yaitu

decentralized

cooperation

Kajian yang diteliti

mengenai twinning

city/sister city

Lokasi sister

city

Memberikan

gambaran mengenai

pengaplikasian konsep

decentralized

cooperation dalam isu

twinning city

Hendri Renola

Fitri & Faisyal

Rani.

Implementasi

Kerjasama Sister

City Kota

Bandung-

Braunchweig

tahun 2000-2013

Kajian yang diteliti

yaitu kerjasama

sister city

Alat analisa

Lokasi Sister

city

Memberikan

gambaran mengenai

bagaimana

implementasi dari

kerjasama sister city

5 Ibid. Hal 942

Page 5: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

13

2.2 Desentralisasi dan Kerjasama Internasional Oleh Pemerintah Daerah

Pada bab sebelumnya penulis telah menyinggung sedikit mengenai

desentralisasi serta kaitannya dengan kerjasama internasional dan dalam bahasan

selanjutnya penulis akan menjabarkan lebih jelas mengenai hal tersebut.

Desentralisasi seperti yang sudah dijelaskan menurut UNDP merupakan suatu

restrukturisasi atau reorganisasi wewenang sehingga dalam hal tersbut munculah

suatu tanggung jawab bersama antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah

sesuai dengan prinsip subsidiaritas. Dari hal tersebut diharapkan dapat

meningkatkan kualitas dan kapasitas daerah. Adanya desentralisasi ini juga

diharapkan mampu membantu membuka peluang bagi terciptanya pemerintahan

yang baik, meningkatkan partisipasi masyarakat di bidang ekonomi, sosial dan

berbagai keputusan politik serta meningkatkan tanggung jawab, transparansi dan

akuntabilitas.6

Desentralisasi ini syarat dengan adanya perubahan hubungan antara

pemerintah pusat dengan pemerintah daerah disertai dengan otonomi daerah.

Ketika pemerintah daerah dan masyarakat local mampu berkolaborasi untuk

mencapai tingkatan otonomi, keduanya saling melengkapi untuk memberdayakan

sumberdaya lokal demi mencapai taraf pembangunan ekonomi yang tinggi di

daerahnya.7 Di Indonesia sendiri, aturan mengenai pemerintah daerah dan

otonominya diatur dalam Undang-undang No, 23 Tahun 2014 yang merupakan

6 UNDP. 1999. Decentralization: A Sampling of Definitions. Hal. 2

7 Noor, M. 2012. Memahamai Desentralisasi di Indonesia. Yogyakarta: Interpena. Hal. 5-6

Page 6: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

14

penerus dari Undang-undang sebelumnya yaitu Undang-undang No. 32 Tahun

2004.

Hal yang menjadi fokus penulis dalam kajian ini adalah mengenai kerjasama

internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam rangka pemenuhan

kebutuhannya, pemerintah daerah berhak untuk melakukan kerjasama

internasional. hal tersebut tercantum dalam Undang-undang No 32 Tahun 2004

pasal 367 yang pada intinya kerjasama yang dilakukan oleh pemerintah daerah

meliputi bidang-bidang seperti pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,

pertukaran budaya, peningkatan kemampuan teknis dan manajemen pemerintahan,

promosi potensi daerah, serta kerjasama-kerjasama lain yang tidak bertentangan

dengan peraturan perundangan-undangan. Dalam melakukan kerjasama tersebut,

pemerintah daerah wajib untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat

dikarenakan politik luar negeri merupakan wewenang mutlak yang dimiliki oleh

pemerintah pusat. Hal-hal yang menjadi wewenang pemerintah pusat dan tidak

boleh dilakukan oleh daerah berkaitan dengan politik luar negeri, pertahanan,

keamanan, yustisi, moneter dan fiscal nasional dan agama.8

2.3 Kerangka Konseptual

2.3.1 Decentralized Cooperation

Decentralized cooperation dalam beberapa literatur erat kaitannya dengan

development cooperation. Terdapat klaim bahwa konsep ini muncul pada tahun

8 Undang-undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

Page 7: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

15

1980an dalam konteks national cooperation dan development policies.9 The

International Union of Local Authorities (IULA) menyebut decentralized

cooperation sebagai decentralized (development) cooperation. Sebagai suatu

konsep decentralized cooperation dimaknai berbeda bagi setiap aktor. Meskipun

telah disepakati bahwa decentralized cooperation merupakan kerjasama berbasis

pembangunan yang dilakukan oleh aktor sub-state atau sub negara namun

pendefinisian dari konsep ini berbeda tergantung dari pengaplikasiannya.

Contohnya adalah dalam konteks hubungan Uni Eropa dengan negara-negara

yang sedang berkembang, decentralized cooperation dimaknai sebagai

development partnerships yang melibatkan beberapa aktor domestik yang bukan

merupakan agen dari pemerintah nasional. Namun berbeda lagi definsi dari aktor

utama dalam development seperti World Bank, The United Nations Development

Programme (UNDP), the French Development Agencies (AFD) dll yang

menganggap bahwa decentralized cooperation merupakan suatu hubungan

(partnership) yang bisa lebih formal maupun kurang formal antara pemerintah

lokal dari negara-negara yang berbeda.10

Meskipun terdapat perbedaan pandangan terkait dengan pendefinisian

decentralized cooperation namun secara keseluruhan definisi tersebut

menitikberatkan pada konteks development berupa development assistance yang

ditujukan untuk pembangunan di negara yang sedang berkembang. Kemudian

aspek lain yang di highlight adalah aktor yang terlibat dimana decentralized

9 Douxchamps dalam Hafteck, P. An introduction to decentralized Cooperation: Definitions,

origins and Conceptual Mapping. Hal 333 10

Dr. Fritz Nganje (2015) Decentralized Cooperation and The New Development Cooperation

Agenda: What Role For UN? (United Nation University) hal 4

Page 8: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

16

cooperation merupakan suatu bentuk komitmen formal antara decentralized

entities dari negara yang berbeda dan menempatkan otoritas lokal sebagai aspek

penting dalam decentralized cooperation.11

Menurut Hafteck, konsep decentralized cooperation ini merupakan hubungan

kolaboratif substansial antara pemerintah lokal (dan asosiasinya) dari negara yang

berbeda, yang memiliki tujuan pembangunan berkelanjutan yang

mengimplikasikan beberapa bentuk dan pertukaran atau dukungan yang dilakukan

oleh aktor-aktor berbasis lokal.12

Sehingga dapat disimpulkan bahwa

decentralized cooperation merupakan suatu hubungan kolaboratif yang dilakukan

oleh pemerintah lokal atau pemerintah daerah dari negara yang berbeda yang

memiliki tujuan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan dengan

melakukan beberapa pertukaran serta dukungan dari masing-masing pihak. Dari

penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa main actor dari decentralized

cooperation ini adalah pemerintah lokal atau pemerintah daerah.

Pada praktek awalnya, decentralized cooperation ini mengadopsi model klasik

dari development cooperation dimana dalam konteks perubahan konsepsi seputar

proses pembangunan dan kebijakan pembangunan, decentralized cooperation

berupaya untuk mengekspresikan ide pembangunan partisipatif sebagai tanggung

jawab pemerintah daerah dalam mengatasi tantangan pembangunan. Kemudian

decentralized cooperation ini dipicu oleh adanya dorongan kemanusiaan dari

masyarakat lokal di negara maju, yang menganggap hal tersebut sebagai

11

Pierre, H. 2003. An Introduction To Decentralized Cooperation. Public Administration and

Development Vol 23 Hal 335 12

Hafteck (2003) dalam Nganje (2015) Decentralized Cooperation and The New Development

Cooperation Agenda: What Role For UN? (United Nation University) hal 2

Page 9: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

17

kewajiban moral bagi mereka untuk berkontribusi dalam mengentaskan

kemiskinan dan penderitaan di negara berkembang. Sehingga decentralized

cooperation diartikan sebagai transfer satu arah baik materi maupun financial dari

negara North ke negara South (from ‘donor’ to ‘receiver’).13

Decentralized cooperation muncul pada kisaran tahun 1980-1990an ketika

terjadi perubahan dalam pemerintahan dimana state bukanlah satu-satunya aktor

dalam level nasional dan maraknya sistem desentralisasi yang menjadikan sub-

state memiliki porsi tersendiri dalam pemerintahan. Menjamurnya Public-Private

Partnership yang menyediakan public goods dan social services juga memicu

munculnya decentralized cooperation.14

Pada sekitaran tahun 1980an terjadi

pergeseran fokus negara-negara donor untuk terlibat lebih dalam lagi pada isu-isu

sosial yang bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dengan lebih memperhatikan

micro level. Hal ini bertujuan untuk membawa perubahan di level individu,

household atau komunitas sehingga negara donor memperbanyak campur

tangannya dalam hal micro-projects dan promosi aktivitas micro-enterprise.15

Pada saat yang bersamaan pendekatan inovatif seperti direct budgetary support

(general grants untuk anggaran recipient State), pembentukan ‘social (investment)

funds, serta twinning of government agencies mulai diperkenalkan. Hal tersebut

berarti bahwa terlepas dari traditional suppliers, kontraktor bangunan, perusahaan

konsultan khusus dan NGO serta organisasi-organisasi lain lebih sering terlibat

13

Maria del Huerto Romero (2006) Political Foundations for Building Public Decentralized

Cooperation Policies in Latin America”, in Year Book For Decentralized Cooperation

(Observatory for Decentralized Cooperation EU-LA) 14

Loc. Cit. Hafteck hal 336 15

Loc. Cit. Hafteck hal 337

Page 10: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

18

dalam proyek-proyek pembangunan (development projects). Ini menjadi bukti

development actors telah berkembang.16

Namun dalam dua decade terakhir decentralized cooperation terdapat

pergeseran makna dari aid content menjadi model yang lebih inovatif berdasarkan

relasi yang bersifat horizontal dari kepentingan yang sama antar mitra yang

bekerjasama untuk menghadapi permasalahan yang sama.17

Meskipun

decentralized cooperation saat ini tidak lepas dari aid component, namun

implementasinya dalam mewujudkan pembangunan di level lokal terdapat tren

yang jelas mengenai decentralized cooperation dimana decentralized cooperation

ini lebih menekankan pada suatu collaborative partnership yang dibangun melalui

berbagai macam pertukaran yang menekankan pada human and institutional

capacity building. Decentralized cooperation saat ini memungkinkan bagi

masing-masing pihak untuk memperoleh keuntungan ekonomi, meningkatkan

kehidupan yang lebih baik di tingkat local maupun global, serta saling belajar

berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh mitra kerjasama mereka.18

Untuk merangkum penjelasan diatas, secara keseluruhan decentralized

cooperation merupakan suatu kerjasama yang aktor utamanya adalah pemerintah

daerah meliputi pemerintah regional, distrik, dll. Dimana kerjasama ini

dilaksanakan pada dasarnya untuk mencapai tujuan pembangunan di level daerah

yang ditujukan untuk negara-negara berkembang. Decentralized cooperation

dilakukan dengan jalan pertukaran people dan know-how, serta penyediaan

16

ibid 17

Ibid 18

The New Forms of Decentralized Cooperation: What Ambitions and with what resources?

Diakses dari http://ideas4development.org/en/new-forms-decentralized-cooperation-ambitions-

resources/ pada tanggal 30 Juli 2017

Page 11: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

19

advisory service, supplies dan training. Kemudian yang terakhir adalah dalam

pelaksanaannya, decentralized cooperation melibatkan partisipasi serta kontribusi

dar masyarakat sipil, private sector (swasta), dan asosiasinya. Aktor berbasis local

ini berjalan beriringan bersama pemerintah local dalam aktivitas internasional.19

Dalam tulisannya, Hafteck mengemukakan bahwa pada dasarnya

decentralized cooperation terbentuk dari dua fields yang saling berhubungan yaitu

development aid modalities dan hubungan inetrnasional oleh local government

(sub-nasional). Hafteck memaparkannya dalam diagram seperti yang tercantum di

bawah ini:

Diagram 1. Decentralized Cooperation Conseptual Mapping

Sumber: Hafteck (2003)

Dari diagram djatas dapat diketahui bahwa decentralized cooperation berada

ditengah-tengah development cooperation dan local government association.

19

Loc cit. Hafteck Hal. 336

Page 12: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

20

Dibawah ini merupakan penjelasan dari masing-masing elemen yang membentuk

decentralized cooperation sesuai dengan digram sebelumnya:

1. Development Cooperation

Dalam menjelaskan decentralized cooperation Hafteck berangkat dari

pemahamahan development cooperation yang mengacu pada development aid.

Yang dimaksud dengan development aid disini bukan mengacu pada “Public

Budget Support” maupun “Social Development Fund” melainkan lebih kepada

bantuan yang bersifat decentralization support dan keterlibatan private sector

serta NGO dalam kerjasama tersebut . Berikut merupakan penjelasan dari kedua

hal tersebut20

:

a. Decentralization support

Decentralization support disini menjelaskan mengenai proyek-proyek yang

didanai oleh mitra kerjasama yang berperan untuk mendukung program program

yang terdesentralisasi. Pendanaan program-program ini diharapkan dapat

menguatkan pelayanan publik ditingkat lokal sehingga membantu dalam

meningkatkan pembangunan di tingkat lokal.21

Terdapat suatu kondisi dimana decentralization support tidak masuk dalam

ranah decentralized cooperation ketika tidak ada pemerintah lokal dari negara

pemberi bantuan atas proyek-proyek desentralisasi yang terselenggara di negara

berkembang. Dalam hal ini, bantuan tersebut disediakan oleh individual

consultants, a consulting company, atau NGO.22

20

Loc cit. Hafteck. Hal 342 21

Ibid 22

Ibid

Page 13: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

21

b. Keterlibatan private sector dan NGO

Dalam decentralized cooperation terdapat aktor-aktor lain diluar pemerintah

daerah yang terlibat dalam kerjasama tersebut yaitu NGO dan beberapa private

sector. Kedua aktor ini berperan untuk memberikan dukungan dalam hal bisnis

dan social aspek yang membantu dalam pengembangan proyek-proyek yang akan

dilakukan.23

2. Local Government International Relation

Bidang pembentuk decentralized cooperation selanjutnya adalah hubungan

international yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam bidang ini terdapat

beberapa aspek yang membentuk hubungan internasional oleh pemerintah daerah

yaitu exchanges, consulting activities, relations between loval government

association.24

a. Exchanges

Didalam exchanges atau pertukaran ini meliputi berbagai macam kegiatan

seperti pertukaran informasi, know-how, people, equipment dll. Dalam exchanges

juga terdapat aktivitas seperti adanya event-event atau kunjungan-kunjungan

tertentu dari masing-masing pihak yang bekerja sama. 25

b. Consulting activities

Consulting activities atau kegiatan konsultasi disini memiliki makna bantuan

teknis atau pelatihan yang diberikan oleh pihak yang melakukan kerjasama baik

23

Ibid 24

Ibid 25

Ibid. Hal 343

Page 14: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

22

individual municipalities atau specific agencies atau badan khusus yang didirikan

oleh local government associations untuk mencapai tujuan tersebut.26

c. Relations between local government association

Dalam pelaksanaannya, decentralized cooperation didukung oleh adanya local

government association yang dapat membantu kota-kota di negara berkembang.

Local government association ini saling mendukung satu sama lain sehingga

memiliki peran sebagai fasilitator dalam decentralized cooperationI.27

Perlu

digaris bawahi, keterlibatan local government association dalam decentralized

cooperation bukan merupakan hal yang utama. Hal tersebut dikarenakan

decentralized cooperation pada implementasinya mengedepankan kerjasama

pembangunan antar pemerintah daerah. Berangkat dari hal tersebut penulis tidak

menyertakan indikator ini sebagai alat analisa dalam isu yang penulis ambil.

2.3.2 Sister City Partnership

Sister city atau kota kembar adalah konsep penggandengan dua kota yang

berbeda baik dari segi lokasi dan administrasi politk yang memiliki tujuan untuk

menjalin suatu hubungan budaya dan kontak sosial antar penduduk. Dalam

pelaksanaannya kerjasama sister city ini dilaksanakan karena adanya kesamaan

keadaan demografi, kesamaan tujuan, serta kesamaan permasalahan yang

dihadapi.28

Definisi lain sister city menurut organisasi Sister City International

adalah bahwa sister city merupakan suatu kemitraan jangka panjang yang

26

Ibid 27

Ibid 28

Irdayanti. (2014) “Substansi Kerjasama Luar Negeri Sister City Surabaya Xiamen” UIN Sultan

Syarif Kasim Riau. Diunduh dari http://ejournal.uin-

suska.ac.id/index.php/Kutubkhanah/article/download/810/770 pada tanggal 28/07/17

Page 15: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

23

dilakukan oleh dua komunitas di dua negara berbeda yang terwujud melalui

penandatanganan kesepakatan. Sister city ini diharapkan dapat membentuk suatu

hubungan antar komunitas yang sifatnya saling menguntungkan dan dapat

menyelesaikan permasalahan-permasalahan paling relevan bagi masing-masing

mitra kerjasama.29

Sister city memiliki banyak sebutan lain seperti municipal twinning ataupun

twinning city. Municipal twinning dan sister city partnerships mulai berkembang

di Amerika Serikat dan Eropa sekitar tahun 1950an. Pada awal perkembangannya

sister city digunakan oleh kedua negara untuk menciptakan perdamaian pasca

Perang Dunia II. Hubungan antar kota bertajuk sister city ini berangkat dari

filosofi citizen diplomacy yaitu people-to people exchanges yang bertujuan

menciptakan persahabatan yang panjang serta mempromosikan perdamaian.30

Hubungan ini pada mulanya dibentuk untuk membangun rasa saling percaya antar

warga di Amerika Serikat dan Eropa serta untuk menghindari perang di masa

depan.31

Sister city dalam era ini memfokuskan tujuan pada bagaimana caranya

agar perang tidak terjadi lagi.32

Melihat era-era perkembangan municipal twinning dan sister city relationship

sebelumnya terdapat pola hubungan yang bertujuan untuk membangun suatu

29

What is a Sister City? Diakses dari http://www.sister-cities.org/what-sister-city pada tanggal 27

Juli 2017 30

Mission and History diakses dari http://www.sister-cities.org/mission-and-history. Diakses pada

tanggal 28/07/17 31

Dr. Fritz Nganje (2015) Decentralized Cooperation and The New Development Cooperation

Agenda: What Role For UN? (United Nation University) hal 4 32

Boersma, R.G. 2015. The Succes of Sister City Partnership between Dutch Municipalities and a

municipality in a CEEC, Formalized between 1989-2000. Hal 6 Diakses dari

http://essay.utwente.nl/68346/1/Boersma_MA_BMS.pdf . diakses pada tanggal 28/07/17

Page 16: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

24

persahabatan yang mengedepankan perdamaian serta solidaritas. namun saat ini

muncul era baru dimana sister city relationship berevolusi menjadi suatu complex

partenerships yang mendorong saling tukar menukar budaya, pendidikan,

municipal bussines, pertukaran teknis dan profesional.33

Sehingga dapat penulis

simpulkan bahwa sister city pada mulanya dibentuk untuk menghindari konflik

dan perang di masa depan berevolusi menjadi suatu hubungan yang sifatnya lebih

kompleks dan mengedepankan pertukaran yang pada akhirnya membawa

keuntungan bagi kedua belah pihak.

Pada penelitian ini penulis memfokuskan sister city dengan pola baru dimana

sister city memiliki tujuan untuk membentuk suatu complex partnership yang

didalamnya terdapat pertukaran baik ide, budaya, pendidikan, teknologi dan lain-

lain. Kerjasama sister city juga terjadi karena adanya persamaan kedudukan

status dan administrasi, persamaan ukuran luas wilayah dan fungsi, persamaan

karakteristik sosio cultural dan topografi kewilayahan, kesamaan permasalahan

yang dihadapi, dan komplementaritas atara kedua pihak yang menimbulkan aliran

barang dan jasa serta pertukaran kunjungan pejabat dan pengusaha.34

Sister city

antar kota dalam lingkup internasional tersebut diadakan guna mencapai beberapa

tujuan diantaranya terbukanya kesempatan untuk sharing atau berbagi informasi

mengenai pengalaman serta pengetahuan di berbagai bidang yang telah disepakati

ketika melakukan kerjasama, mendorong peran aktif dari pemerintah daerah,

33

Ibid. Nganje hal 4 34

Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemerintah Daerah

http://setda.bantulkab.go.id/documents/20110308095052-kerjasama-luar-negeri-oleh-pemerintah-

daerah.pdf

Page 17: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

25

menjalin hubungan baik antar pihak yang melakukan kerjasama , dan adanya

kesempatan untuk saling bertukar budaya guna memperkaya budaya daerah.

Di Indonesia sendiri kerjasama pemerintah daerah dengan mitra luar negeri

dalam skema sister city telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negri

(Permendagri) No.3 Tahun 2008 pasal 5. Dalam pasal tersebut dijelaskan apabila

suatu daerah hendak melaksanakan kerjasama sister city maka perlu

mempertimbangkan lima hal yaitu kesetraan status administrasi, kesamaan

karakteristik, kesamaan permasalahan, upaya saling melengkapi dan peningkatan

hubungan antar masyarakat.35

Sehingga dengan adanya kerjasama sister city ini

diharapkan dapat membawa dampak yang baik bagi pembangunan berkelanjutan

di tingkat daerah.

2.4 Operasionalisasi Konsep

Dalam menganalisis kerjasama sister city Kota Surabaya dengan Kota

Kitakyushu, penulis menggunakan konsep decentralized cooperation yang

dikemukakan oleh Hafteck. Konsep ini meliputi aktivitas apa saja yang dilakukan

serta bagaimana praktek dari decentralized cooperation sehingga kita dapat

melihat bagaimana implementasi dari kerjasama sister city. berikut

operasionalisasi konsep penulis sajikan dalam table di bawah ini:

35

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Kerjasama Pemerintah Daerah Dengan Pihak

Luar Negeri pasal 5

Page 18: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

26

Tabel 2. Operasionalisasi Konsep

Konsep Variabel Indikator Operasionalisasi

Decentralized

Cooperation

Development

Cooperation

Decentralization

support

Sister city kota Surabaya

dengan Kota Kitakyushu

didukung penuh oleh

Pemerintah Kota

Kitakyushu melaui

pendanaan proyek-proyek

yang ada dalam kerjasama

tersebut

Involvement of the

private sector and

NGO

Sister City Surabaya-

Kitakyushu melibatkan

beberapa NGO dan Private

sector untuk mendukung

program-program di ranah

social maupun bisnis

Local

government

international

relations

Exchanges

Aktivitas yang dilakukan

dalam sister city ini

meliputi pertukaran dalam

berbagai macam kegiatan

seperti pertukaran

informasi, know-how,

people, equipment dll.

Consulting

activities

Kerjasama sister city

Surabaya Kitakyushu

didukung dengan adanya

kegiatan konsultasi oleh

pihak yang melakukan

kerjasama baik dari

individual municipalities

atau badan khusus yang

didirikan oleh local

government associations

Sumber: Diolah penulis dari Hafteck 2003

Page 19: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

27

2.5 Alur Pemikiran

Desentraliasasi memberikan wewenang bagi pemerintah daerah untuk melakukan

kerjasama internasional untuk meningkatkan pembangunan di level local, namun

pelaksanaannya kurang maksimal Salah satu daerah yang melakukan kerjasama

internasional adalah Surabaya. Terdapat anggapan bahwa kerjasama sister city di

Surabaya tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Serta hubungan yang sifatnya

North-South kurang begitu efektif. Kerjasama sister city Surabaya-Kitakyushu

dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan pembangunan di wilayah Surabaya dan

menjadikan Kitakyushu memiliki peran penting dalam kerjasama tersebut. Hal ini

menjadi salah satu indikasi dari konsep decentralized cooperation.

Apakah kerjasama Green Sister City Kota Surabaya dengan Kitakyushu pada periode

pemerintahan Tri Rismaharini merupakan bentuk dari Decentralized Cooperation?

Decentralized cooperation

Development

Cooperation Local Government

International

Relations

Decentralized

support

Involvement of the

private sector and NGO

Consulting

activities

Exchange

proyek-proyek yang

didanai oleh mitra

kerjasama

(pemerintah lokal)

yang berperan untuk

mendukung program

program yang

terdesentralisasi

aktor-aktor lain

diluar pemerintah

daerah yang terlibat

dalam kerjasama

tersebut yaitu NGO

dan beberapa private

sector. berperan

untuk memberikan

dukungan dalam hal

bisnis dan

pertukaran

informasi,

know-how,

people,

equipment

dll

Bantuan

teknis dari

individual

municipaliti

es

Argumen Utama

Page 20: repository.ub.ac.idrepository.ub.ac.id/8718/3/BAB II.pdf · Author @ l qÐ: 2]« üÛúfв±| ä»ámÿ70Æí : Created Date: ç $) âic N Q [0DIàYìÄ 1ÈÃý UÙ/ ß} $[Y EÝ

28

2.6 Argumen Utama

Berdasarkan penjelasan penulis diatas maka dalam penelitian ini penulis

memiliki argumen utama yaitu Kerjasama Green Sister City Kota Surabaya

dengan Kota Kitakyushu pada tahun 2012-2015 merupakan bentuk dari

decentralized cooperation yang diindikasikan dengan adanya decentralized

support, involvement of the private sector and NGO, kemudian terdapat exchange,

consulting activities dan relations between local government associations dalam

kerjasama tersebut. Sehingga Kerjasama Green Sister City antara Kota Surabaya

dengan Kota Kitakyushu menjadi salah satu bentuk nyata untuk mencapai tujuan

dari desentralisasi yaitu untuk meningkatkan laju pembangunan di level daerah.

Sesuai yang tercantum dalam MoU dimana kerjasama ini diperpanjang setiap 3

tahun sekali, maka pada 3 tahun pertama kerjasama ini dilakukan yaitu tahun

2012-2015, kerjasama ini sesuai dengan apa yang disepakati dalam MoU dan

membawa dampak baik bagi Kota Surabaya khususnya dibidang lingkungan