II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab...

14
II. TINJUAN PUSTAKA 1. Pendinginan dan Pembekuan Hasil Pertanian Pangan Pendinginan pada dasarnya merupakan salah satu usaha untuk melepaskan panas dari suatu bahan yang bersuhu lebih rendah ke lingkungan yang bersuhu lebih tinggi. Heldman (1975) menyatakan bahwa pendinginan berarti menurunkan suhu bahan sesuai dengan kebutuhan sehingga kandungan air dalam bahan tidak sampai beku. Sedangkan pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu bahan sampai mencapai suhu dibawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai dengan terjadinya perubahan fase air menjadi padat. Tujuan dari proses pendinginan adalah untuk menciptakan kondisi produk, dalam hal ini temperatur rendah, agar dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama sebelum dikonsumsi, diolah lebih lanjut, maupun diperdagangkan (Abdullah, 1996). Untuk mendinginkan suatu bahan, bahan tersebut harus didekatkan kepada fluida yang lebih dingin dari suhu bahan itu sendiri. Fluida tersebut disirkulasikan dengan cara yang memungkinkan untuk memindahkan energi yang diambil dari bahan yang didinginkan (Syaiful, 1993). Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan. Hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses pendinginan (Tambunan, 2001). Produk-produk yang biasanya mengalami penyimpanan sesudah pendinginan adalah buah-buahan, sayuran, susu, dan telur. Penyimpanan dibawah kondisi beku adalah untuk mempertahankan nilai bahan pangan dan juga untuk melindungi produk dari kerusakan dalam jangka waktu yang lama (Syarief dan Kumendong, 1992). Menurut Tambunan untuk setiap bahan pangan yang akan didinginkan mempunyai suhu-suhu tertentu agar bahan tersebut dapat disimpan lebih lama, seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1.

Transcript of II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab...

Page 1: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

II. TINJUAN PUSTAKA

1. Pendinginan dan Pembekuan Hasil Pertanian Pangan

Pendinginan pada dasarnya merupakan salah satu usaha untuk melepaskan

panas dari suatu bahan yang bersuhu lebih rendah ke lingkungan yang bersuhu

lebih tinggi. Heldman (1975) menyatakan bahwa pendinginan berarti menurunkan

suhu bahan sesuai dengan kebutuhan sehingga kandungan air dalam bahan tidak

sampai beku. Sedangkan pembekuan adalah proses penurunan suhu dari suatu

bahan sampai mencapai suhu dibawah titik bekunya. Proses pembekuan ditandai

dengan terjadinya perubahan fase air menjadi padat.

Tujuan dari proses pendinginan adalah untuk menciptakan kondisi produk,

dalam hal ini temperatur rendah, agar dapat disimpan dalam waktu yang lebih

lama sebelum dikonsumsi, diolah lebih lanjut, maupun diperdagangkan

(Abdullah, 1996). Untuk mendinginkan suatu bahan, bahan tersebut harus

didekatkan kepada fluida yang lebih dingin dari suhu bahan itu sendiri. Fluida

tersebut disirkulasikan dengan cara yang memungkinkan untuk memindahkan

energi yang diambil dari bahan yang didinginkan (Syaiful, 1993).

Pendinginan maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan

pangan. Hasil terbaik yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu

tersebut pada kondisi terdekat dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal

ini berarti mutu hasil pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat

awal proses pendinginan (Tambunan, 2001). Produk-produk yang biasanya

mengalami penyimpanan sesudah pendinginan adalah buah-buahan, sayuran,

susu, dan telur. Penyimpanan dibawah kondisi beku adalah untuk

mempertahankan nilai bahan pangan dan juga untuk melindungi produk dari

kerusakan dalam jangka waktu yang lama (Syarief dan Kumendong, 1992).

Menurut Tambunan untuk setiap bahan pangan yang akan didinginkan

mempunyai suhu-suhu tertentu agar bahan tersebut dapat disimpan lebih lama,

seperti yang ditampilkan dalam Tabel 1.

Page 2: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

Tabel 1 Suhu Pendinginan Bahan Pangan

Jenis Produk Suhu penyimpanan (ºC)

Lama penyimpanan (hari)

Daging Sapi * 1.75 – 4.5 - Daging Ikan * 1 - 3.25 - Alpukat ** 7 - 13 14 s/d 28 Durian ** 10 7 s/d 21 Jambu Taiwan ** 5 21 s/d 28 Mangga ** 15 21 Manggis ** 5 35 Nenas ** 10 21 Pepaya ** 14 - 15 21 s/d 28 Pisang ** 14 14 s/d 21 Rambutan ** 10 7 s/d 14 Semangka ** 10 21 s/d 28 Sumber * (Tambunan, 2001) ** (Othman et al, 2000)

2. Perkembangan Refrigeran

Salah satu bahan terpenting dalam sistem refrigerasi adalah refrigeran.

Menurut Dossat (1961), refrigeran merupakan fluida kerja yang vital dalam sistem

refrigerasi, pengkondisian udara dan sistem pemompaan panas. Tambunan (2003)

juga mengatakan bahwa refrigeran adalah zat yang bertindak sebagai agen

pendingin dengan cara menyerap panas dari zat atau benda lain. Pada sistem

pendinginan kompresi uap, refrigeran bersikulasi dalam siklus dan secara

berulang mengalami penguapan dan pengembunan pada saat menyerap dan

melepaskan panas.

Dengan ditemukannya mesin pendingin sistem kompresi uap, terjadi

perkembangan yang cepat dalam penemuan refrigeran. Charles Tellier (1828-

1913), seorang Perancis, memperkenalkan penggunaan dimethyl ehter sebagai

refigeran pada mesin kompresi uap. Disamping itu Tellier juga meneliti

penggunaan amonia (NH3) sebagai refrigeran pada tahun 1962, meskipun

penggunaannya secara luas pada skala industrial baru dapat dilakukan oleh

seorang Jerman Carl von Linde (1842-1934).

Thaddeus Lowe (1832-1913) mulai menggunakan karbon-dioksida (CO2)

sebagai refrigeran. Meskipun sempat ditinggalkan, penggunaan CO2 belakangan

ini kembali dikembangkan sebagai refrigeran yang ramah lingkungan. Sulfur-

dioksida (SO2) pertama kali digunakan sebagai refrigeran oleh ahli fisika Swiss

Page 3: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

Raoul Pierre Pictet (1846-1929), tetapi akhirnya tidak digunakan lagi sesaat

sebelum perang dunia II. Metil-klorida (Ch3Cl) juga digunakan oleh orang

Perancis C. Vincent sebagai refrigeran pada tahun 1878, meskipun akhirnya

hilang dari peredaran pada tahun 1960-an.

Pada tahun 1930, Thomas Midgley et al berhasil mengembangkan

refrigeran fluoro-carbon. Refrigeran fluoro-carbon dianggap sebagai refrigeran

yang aman karena tidak beracun dan tidak mudah terbakar. Refrigeran CFC yang

pertama yaitu R12 (CF2Cl2) mulai dipasarkan pada tahun 1931, diikuti dengan

refrigeran HCFC yang pertama yaitu R22 (CHF2Cl) pada tahun 1934. Pada tahun

1961, campuran azeotropik pertama, yaitu R502 (R22 / R115), diperkenalkan ke

pasar sebagai refrigeran.

Refrigeran CFC, khususnya R12, dianggap sebagai zat yang sangat

istimewa sebagai fluida kerja mesin pendingin sistem kompresi uap, hingga

pemenang Nobel dari Amerika (F.S. Rowland dan M.J. Molina) mempublikasikan

hasil penelitiannya pada tahun 1974. Rowland dan Molina menyimpulkan bahwa

klorin yang dilepaskannya menyebabkan terjadinya perusakan lapisan ozon di

angkasa. Untuk menanggapi temuan ini, pada tahun 1987 telah disepakati

Protokol Montreal mengenai pelarangan penggunaan zat-zat yang bersifat

merusak lapisan ozon.

Refrigeran CFC dan HCFC termasuk pada kategori zat perusak ozon,

sehingga penggunaannya sebagai refrigeran juga dilarang. Sebagai gantinya,

disarankan penggunaan HFC dimana refrigeran tersebut dihalogenasi tapi tidak

diklorinasi. Akan tetapi, refrigeran HFC, baik yang murni (R134a) maupun

campurannya (R410A, R407A, R404A, dan lain-lain), juga menimbulkan efek

yang negatif terhadap lingkungan yaitu pemanasan global. oleh karena itu

dicarilah alternatif refrigeran lain yang lebih ramah terhadap lingkungan.

Beberapa penelitian telah mencoba mengembangkan refrigeran alternatif

lainnya, diantaranya dengan mengganti refrigeran halokarbon dengan refrigeran

hidrokarbon. Menurut Sihaloho dan Tambunan (2005) refrigeran tersebut

mempunyai potensi yang cukup besar sebagai refrigeran pengganti halokarbon.

Pendapat ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh La Rocca et.al

(1999) dan Tadros et.al (2006), dimana La Rocca mencoba mengganti R-12

Page 4: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

dengan refrigeran hidrokarbon khususnya propana (R600) dan butana (R290).

Dari hasil yang didapatkan menjelaskan bahwa penggantian refrigeran dari R-12

ke refrigeran tersebut dapat menghemat energi. Disamping itu penggantian

halokarbon ke hidrokarbon dapat meningkatkan COP. Pernyataan ini juga

diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Domanski et.al (2006)

tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

Propana, yang dibandingkan dengan R134a, R22, R410A, dan R32.

Pada umumnya analisis tersebut lebih berlandaskan pada ke hukum

termodinamika I. Tetapi beberapa peneliti telah mencoba melihar performa dari

beberapa refrigeran dengan menggunakan hukum termodinamika II melalui

analisa eksergi. Somasundaram et.al (2004) mencoba menganalisis campuran

beberapa refrigeran halokarbon dengan R600 dan R290 dengan menggunakan

analisis eksergi. Campuran yang diteliti diantaranya R23 dengan R290, R23

dengan R600, dan R125 dengan R600. Dari hasil penelitian yang didapatkan

menyatakan bahwa campuran R23 dengan R290 memiliki nilai efektifitas

tertinggi baik dari segi efisiensi eksergi maupun COP. Tetapi disini tidak diteliti

seberapa besar perbedaan performa yang terjadi jika dibandingkan antara

refrigeran hidrokarbon dengan refrigeran halokarbon.

Yumrutas et.al (2002) juga mencoba mengembangkan suatu model

komputasi analisis eksergi untuk menyelidiki sistem refrigerasi kompresi uap

dengan menggunakan amonia sebagai refrigerannya. Software EES (Engineering

Equation Solver) digunakan sebagai alat perhitungan dan simulasi. Asumsi yang

digunakan adalah aliran steady state, serta kerugian tekanan pada kompresor dan

katup ekspansi diabaikan. Hasil yang diperoleh ditampilkan dalam Gambar 1 dan

dapat dinyatakan bahwa efisiensi eksergi lebih baik jika suhu evaporasi lebih

tinggi dan suhu kondensasi lebih rendah.

Page 5: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

Gambar 1. Persentase Eksergi dan Kerugian Eksergi Total sebagai Fungsi Suhu

Evaporator dan Suhu Kondensor (Yumrutas et.al, 2002)

Pada tahun 2006, Silalahi juga melakukan analisis dengan simulasi eksergi

terhadap beberapa refrigeran konvensional. Model perhitungan tesebut dilakukan

untuk menyelidiki pengaruh suhu evaporasi dan kondensasi pada kehilangan

tekanan, kehilangan eksergi, efisiensi eksergi, dan COP pada siklus refrigerasi

kompresi uap dengan menggunakan refrigeran R717, refrigeran R12, refrigeran

R22 dan refrigeran R134a. Dari hasil tersebut suhu evaporasi dan kondensasi

memiliki pengaruh besar pada kehilangan eksergi di evaporator, kondensor, dan

kompresor. Exergy loss di kondensor dan di evaporator menurun seiring dengan

meningkatnya suhu kondensasi. Berikut ditampilkan nilai efisiensi eksergi dari

beberapa refrigeran.

6%

8%

10%

12%

14%

-20 -16 -12 -8 -4Suhu Evaporasi (oC)

Efis

iens

i Eks

ergi

R717 R12R22 R134a

6%

8%

10%

12%

14%

16%

24 28 32 36 40Suhu Kondensasi (oC)

Efis

iens

i Eks

ergi

R717 R12 R22 R134a

Gambar 2 Perbandingan Efisiensi Eksergi Berdasarkan Suhu evaporasi dan

Kondensasi pada Beberapa Refrigeran (Silalahi, 2006)

Page 6: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

3

4

5

6

7

8

9

-20 -16 -12 -8 -4Suhu Evaporasi (oC)

CO

P

R717 R12 R22 R134a

2

3

4

5

6

24 28 32 36 40Suhu Kondensasi (oC)

CO

P

R717 R12 R22 R134a

Gambar 3 Perbandingan COP Berdasarkan Suhu evaporasi dan Kondensasi pada

Beberapa Refrigeran (Silalahi, 2006)

3. Kriteria Pemilihan Refrigeran

Jenis refrigeran yang digunakan dalam sistem refrigerasi mempengaruhi

suhu udara yang dihembuskan dalam ruang pendingin. Menurut Arismunandar et

al (1981) untuk pemakaian mesin Kompresi Uap sebaiknya dipilih jenis refrigeran

yang paling sesuai dengan jenis kompresor yang dipakai. Beberapa persyaratan

refrigeran yang baik dipakai diantaranya adalah :

1. Tekanan penguapan yang tinggi, sehingga dapat dihindari kemungkinan

terjadinya vacum pada evaporator dan turunnya efisiensi volumetrik

karena naiknya perbandingan kompresi.

2. Tekanan pengembunan yang tidak terlalu tinggi. Apabila tekanan

pengembunan rendah, maka perbandingan kompresinya menjadi lebih

rendah sehingga penurunan prestasi kompresor dapat dihindarkan. Selain

itu mesin dapat bekerja lebih aman karena kemungkinan terjadinya

kobocoran, kerusakan, ledakan, dan sebagainya menjadi lebih kecil.

3. Kalor laten penguapan harus tinggi. Refrigeran yang memiliki kalor laten

penguapan yang tinggi lebih menguntungkan kerena untuk kapasitas

refirgerasi yang sama jumlah refrigeran yang bersikulasi menjadi lebih

kecil.

4. Volume spesifik yang cukup kecil. Refrigeran dengan volume spesifik gas

yang kecil akan memungkinkan penggunaan kompresor dengan volume

langkah torak yang kecil.

5. COP yang tinggi.

6. Konduktivitas termal yang tinggi.

Page 7: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

7. Viskositas yang rendah. Dengan turunnya tahanan aliran refirgeran dalam

pipa, kerugian tekanan akan berkurang.

8. Tidak menyebabkan korosi pada material.

9. Tidak beracun, berbau merangsang, dan tidak mudah terbakar.

Tambunan (2003) juga mengatakan bahwa kriteria evaluasi terhadap

refrigeran harus meliputi sifat kimiawi, kesehatan, keamanan, dampak

lingkungan, serta termofisiknya. Kriteria untuk kerja fisik meliputi kapasitas

pendinginan, kapasitas pemanasan, dan efisiensi energi dalam unit pendinginan

tersebut. Berikut ditampilkan tabel perbandingan dari beberapa refrigeran

halokarbon (R-12 dan R-22) dengan refrigeran hidrokarbon (MC-12 dan MC-22).

Tabel 2 Pebandingan Sifat-sifat Refrigeran Halokarbon dengan Hidrokarbon (Sumber : Pertamina) Properties Halocarbon Hydrocarbon

R-12 R-22 MC-12 MC-22 Parameter Kerja : 1. Entalpi cair (kJ/kg) 2. Entalpi gas (kJ/kg) 3. Densitas (kg/m3) 4. CP cair (kJ/kg.K) 5. CP gas (kJ/kg.K) 6. Tekanan Jenuh (bar) 7. Potensial korosi 8. Boiling Point ( f ) 9. Kompresion Rasio 10. Glide Temperature

261 602 533 2.53 1.88 5.5 Iya -21 3.1 0

224 363

1311 0.99 0.7 6.5 Iya

Unknown 3.02

0

265 601 492 2.73 2.07 9.5

Tidak -30.4 3.11 7.6

230 413

1191 1.26 0.87 10.4 Tidak -42.1 2.84

0 Aspek Lingkungan : 1. Atmospheric Lifetime 2. GWP 3. ODP

130 8100

1

Unknown

1500 0.055

Lass than 1

4 0

Lass than 1

3 0

Refrigeran R-12 merupakan refrigeran golongan CFC

(chlorofluorocarbon) yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan ozon (ODP = 1)

dan pemanasan global (GWP = 8100). Refrigeran ini termasuk jenis refrigeran

yang bersifat kurang aman untuk digunakan dalam proses refrigerasi.

Karakteristik dari refrigeran ini yaitu sifat kemudahan mengalirnya yang tinggi

(keadaan cair). Selain itu, refrigeran R12 tidak menyebabkan ledakan, tidak

membawa aliran listrik dan berubah wujud di air (Sumber : Pertamina)

Berbeda dengan R-12, R-22 merupakan refrigeran yang termasuk ke

dalam golongan HCFC (hydrochlorofluorocarbon), dengan nilai ODP sebesar

Page 8: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

0.055 dan menyebabkan pemanasan global yang tinggi dengan nilai GWP sebesar

1500. Jika dibandingkan dengan R-12, refrigeran R-22 tidak bagus bila bercampur

dengan oli. Koefisien pindah panas refrigeran ini selama pendidihan dan

pengembunan sebesar 25 – 30 % lebih tinggi daripada R12. Refrigeran R-22

memiliki tekanan kondensasi dan suhu keluar yang lebih tinggi dalam mesin

refrigerasi (Sumber : Pertamina)

Refrigeran MC-12 termasuk ke dalam golongan hidrokarbon, dimana

refrigeran ini merupakan campuran (blend) dari beberapa senyawa hidrokarbon

yang diantaranya propana, isobutana, butana. Karena refrigeran ini merupakan

campuran dari beberapa senyawa hidrokarbon, maka refrigeran ini memiliki suhu

layang (temperature glide) yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan MC-22

(7.6°C). Temperature glide merupakan perbedaan antara suhu uap jenuh dan suhu

cair jenuh yang dialami refrigeran pada saat berada dalam tekanan konstan.

Refrigeran ini memiliki karakteristik termodinamika yang lebih baik serta

memiliki sifat kerapatan yang rendah. Disamping itu produk ini dapat

menggantikan refrigeran R-12 tanpa harus mengubah atau mengganti komponen.

Dan keunggulan lain dari produk ini adalah memenuhi persyaratan internasional

karena memenuhi baku mutu internasional dalam pemakaiannya (Sumber :

Pertamina)

MC-22 merupakan refrigeran yang dibuat sebagai penganti refrigeran R-

22. Refrigeran ini juga termasuk ke dalam golongan hidrokarbon dengan propana

sebagai kandungan utamanya ( 99.7% ). Refrigeran ini memiliki temperature

glide yang paling rendah jika dibandingkan dengan MC-12 (0 oC). Disamping itu

refrigeran ini juga memiliki rasio kompresi dan laju aliran massa yang relatif lebih

kecil, dan efek refrigerasi dan COP yang relatif lebih besar dibanding refrigeran-

refrigeran halokarbon. Hal ini mengindikasikan bahwa refrigerant MC-22 lebih

efisien (efisiensi termal) dan lebih hemat energi dibanding refrigerant Halokarbon

yang digantikannya (Sumber : Pertamina)

Kelemahan refrigeran hidrokarbon adalah sifatnya yang mudah terbakar

(flammable), oleh karena itu diperlukan tingkat keamanan yang tinggi (McMulan,

2002). Menurut Sihaloho dan Tambunan (2005) bahaya flammibility hidrokarbon

dapat dikurangi dengan mencampurkan flame retardant pada hidrokarbon.

Page 9: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

Pencampuran ini telah dilakukan oleh Stevenson (1994) dengan menggunakan gas

CO2 sebanyak 5-35 % dari total refrigeran yang digunakan. Disamping itu

penggunaan zat pembau seperti tetrahyrothiophene yang dicampurkan ke dalam

hidrokarbon dapat dijadikan sebagai bahan pendeteksi kebocoran karena cairan ini

merupakan substansi berbau keras dan cocok digunakan pada mesin pendingin

tanpa menimbulkan penyumbatan pada saluran pipa refrigeran (Komatsubara

et.al, 2002).

4. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap

Prinsip dasar dari refrigerasi yaitu menyerap panas dari suatu ruangan

berisolasi atau tertutup, kemudian memindahkan dan mengeluarkan panas ke luar

ruangan. Akibatnya ruangan yang berisolasi tersebut menjadi dingin atau

dikatakan direfrigerasi, sedangkan panas yang diserap dari ruang tersebut dibuang

ke lingkungan. Untuk merefrigerasi ruangan diperlukan tenaga atau energi.

Tenaga yang paling mudah dan sering dimanfaatkan adalah tenaga listrik (Illyas,

1993).

Mesin pendingin dengan kompresi uap merupakan salah satu jenis mesin

pendingin yang umumnya digunakan pada zaman sekarang. Mesin pendingin ini

bekerja secara mekanik dan perpindahan panas berlangsung dengan

memanfaatkan sifat refrigeran yang berubah dari fase cair ke fase gas (uap)

kemudian ke fase cair kembali berulang (Tambunan, 2001).

Sistem kerja dari mesin pendingin adalah mengikuti daur Carnot terbalik.

Secara skematis daur Carnot pada mesin kompresi uap digambarkan seperti pada

Gambar 4.

Page 10: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

Gambar 4 Sistem Refrigerasi dalam Daur Kompresi Uap

Siklus refrigersi kompresi uap tersebut terdiri dari rangkaian proses

diantaraya proses kompresi, kondensasi, ekspansi, dan evaporasi. Proses tersebut

dapat digambarkan dalam diagram tekanan entalpi seperti pada Gambar 5.

Gambar 5 Diagram Tekanan - Entalpi

Proses kompresi terjadi di titik 1-2, dimana refrigeran yang keluar dari

evaporator masuk dan dikempa oleh kompresor sehingga menghasilkan gas

refrigeran dengan tekanan dan suhu yang lebih tinggi. Fungsi dari kompresor itu

sendiri adalah untuk menggerakkan sistem refrigerasi agar dapat mempertahankan

perbedaan tekanan rendah dan tekanan tinggi pada sistem. Ada dua hal yang

dilakukan kompresor dalam melaksanakan fungsinya. Yang pertama adalah

evaporator Katup ekspansi

kompresor

4

Penyerapan panas (QO)

Gas jenuh P1 = P4 T1 = T4

Cair – gas P4 < P3 T4 < T3

Daerah tekanan rendah

Pipa isap (suction) Garis ekspansi

kondensor

1

2 3

Pelepasan panas (QK)

Gas P2 > P1 T2 > T1

Cair jenuh P3 = P2 T3 < T2

Daerah tekanan tinggi

Garis cairan Garis cairan

Page 11: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

menghisap uap refrigeran dari evaporator. Dengan demikian memungkinkan

cairan refrigeran mendidih dan menguap pada suhu rendah. Yang kedua yaitu

memampatkan uap refrigeran yang diisap dari evaporator, sehingga tekanan dan

suhu refrigeran meningkat.

Proses kondensasi terjadi di titik 2-3 didalam kondensor. Kondensor

merupakan bagian mesin pendingin yang menerima uap panas bertekanan tinggi

dari kompresor. Komponen tersebut berfungsi untuk mengubah wujud refrigeran

uap panas bertekanan tinggi menjadi refrigeran cair bertekanan tinggi. Prinsipnya

adalah dengan menghilangkan panas sensibelnya yang diikuti oleh penghilangan

panas laten. Pada awal proses, suhu refrigeran sedikit mengalami penurunan,

selanjutnya berubah fase dari gas ke cair pada suhu tetap.

Pada proses ekspansi (3-4) tekanan cairan refrigeran diturunkan dengan

menggunakan katup cekik (expansion valve). Saat terjadi penurunan tekanan, juga

terjadi penurunan suhu dan peningkatan mutu gas refrigeran. Dengan penurunan

tekanan dan suhu, sebagian refrigeran cair berubah menjadi gas. Menurut

Arismunandar et al (1981), katup ekspansi digunakan untuk mengekspansikan

secara adiabatik cairan refrigeran yang bertekanan dan bertemperatur tinggi

sampai mencapai tingkat keadaan tekanan dan temperatur rendah. Selain itu katup

ekspansi berfungsi untuk mengatur pemasukan refrigeran sesuai dengan beban

pendinginan yang diterima oleh evaporator

Didalam evaporator terjadi proses evaporasi (4-1). Evaporator merupakan

suatu media penyerap kalor yang diberikan oleh beban sehingga fluida refrigeran

yang masuk berbentuk cair-gas berubah menjadi gas jenuh. Pada proses ini terjadi

terjadi perubahan fase dari cair ke gas dengan cara menyerap panas laten

penguapan diambil dari lingkungan atau dari load sehingga terjadi pendinginan

diruang evaporator. Besarnya pendinginan dinyatakan dalam efek pendinginan

(ton refrigerasi).

5. Analisis Eksergi Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

Pendingin (refrigerasi) adalah proses termodinamika, sehingga analisis

terhadap terhadap pendinginan harus dilakukan dengan analisis termodinamika.

Proses termodinamik reversible adalah proses yang dapat berbalik ke keadaan

semula tanpa merubah sedikitpun kondisi lingkungan. Sehingga pada akhir dari

Page 12: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

proses, sistem dan lingkungannya dapat kembali ke keadaan awalnya. Jika ini

terjadi maka pertukaran panas bersih dan kerja bersih antara sistem dengan

lingkungannya dapat dikatakan tidak ada (Silalahi, 2006). Proses tersebut

mengikuti kaidah prinsip hukum thermodinamika I, yaitu energi tidak dapat

diciptakan maupun dihilangkan, tetapi dapat diubah menjadi bentuk energi yang

lain.

Dari hukum thermodinamika I, pengukuran kinerja siklus refrigerasi

dinyatakan dalam Coefficient of Performance (COP). COP merupakan

perbandingan tingkat panas yang diterima oleh refrigeran dari beban (load) yang

diberikan terhadap panas atau kerja kompresi yang dibutuhkan. Perkin dan

Reynolds (1983) juga menyatakan bahwa performansi mesin pendingin tidak

dinyatakan dengan efisiensi, tetapi dinyatakan dalam koefisien performansi atau

COP.

Pada siklus kompresi uap, COP didefinisikan sebagai perbandingan dari

efek pendingin yang dilakukan pada refrigeran dengan kerja yang dilakukan pada

refrigeran. COP juga merupakan rasio perbandingan antara selisih entalpi di

kompresor dengan selisih entalpi di evaporator, sehingga dapat dinyatakan dengan

persamaan sebagai berikut :

12

41

hhhhCOP

−−

= ........................................................................... (2.1)

KompresiKerjanPendinginaEfekCOP = ............................................................... (2.2)

Dalam analisis eksergi berlaku hukum Thermodinamika II, dimana pada

suatu sistem terjadi suatu proses nyata tidak dapat balik ke keadaan semula

(ireversibelitas). Proses tersebut merupakan proses aktual (Burghardt dan

Harbach, 1993). Beberapa faktor yang menyebabkan irreversibelitas diantaranya

gesekan dan perpindahan panas. Analisis ini juga digunakan untuk mengetahui

efisien tidaknya suatu proses dalam penggunaan energi. Analisis eksergi juga

dapat digunakan untuk mencari lokasi dalam proses yang bekerja secara tidak

efisien.

Energi yang memasuki sistem refrigerasi bersumber dari kerja kompresor.

Tetapi pada kenyataannya tidak seluruhnya digunakan untuk proses pindah panas

Page 13: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

pada sistem refrigerasi, melainkan terdapat banyak kehilangan energi di setiap

komponen mesin pendingin. Ahern (1980), menyatakan bahwa irreversibelitas

yang terjadi pada sistem kompresi uap disebabkan oleh (1) adanya gesekan piston

dalam kompresor, (2) adanya perbedaan suhu batas pada evaporator, (3) kerugian

di kondensor dan pipa-pipa refrigeran, (4) kerugian pada kondisi subcooling dan

superheating, (5) kehilangan panas pada pipa-pipa saluran refrigeran.

Asumsi yang dibuat dalam analisis ini adalah:

1) Refirigeran berupa gas ideal

2) Katup ekspansi dan kompresor adiabatik.

3) Evaporator dan kondensor isotermis.

4) Penurunan dan kenaikan tekanan diabaikan.

5) Keadaan jenuh pada saat pengeluaran kondensor.

Gambar 6. Diagram Aktual Suhu - Entropi Siklus Pendinginan (Yumrutas, 2002)

Garis a-b-c-d-a pada Gambar 4, menunjukkan siklus pendinginan dapat

balik dan garis 1-2-3-4-1 menunjukkan diagram T-s untuk siklus pendinginan

aktual. Garis 1-2S merepresentasikan proses kompresi isentropik. Untuk kondisi

ideal, refrigeran diasumsikan meninggalkan kondenser sebagai cairan saturasi di

kondisi 3’ pada tekanan luaran kompresor. Untuk kondisi aktual, jatuh tekanan di

kondensor menyebabkan luaran kondenser berada di kondisi 3 sebelum masuk

Page 14: II. TINJUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.idrepository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/11874/9/Bab II... · tetapi dengan menggunakan refrigeran yang berbeda, seperti isobutan (R600a),

katup ekspansi. Jatuh tekanan juga menyebabkan yang keluar dari evaporator

seharusnya di kondisi 1 menjadi di kondisi 1’ (Yumrutas, 2002).

Kerja yang digunakan pada siklus aktual selalu lebih besar daripada yang

reversible dan perbedaan ini merupakan kerja yang hilang (loss work), yang

disebut juga exergy loss atau irreversibilitas. Exergy loss dapat diperoleh dari

perhitungan pertumbuhan entropi, dimana entropi didefinisikan sebagai derajat

keacakan yang merupakan ukuran penting dari suatu proses yang irreversibel.

Pertumbuhan entropi untuk aliran yang steady dinyatakan dalam persamaan (2.3).

∑∑∑ ≥−−=i i

ii

inie

outegen T

QsmsmS 0 ..................................... (2.3)

Pertumbuhan entropi adalah jumlah eksergi output dikurangi eksergi input

dan dikurangi laju perpindahan entropi melalui permukaan kendali dimana suhu

mutlak yang terjadi adalah Ti. Eksergi yang hilang (exergy loss) digambarkan

sebagai ukuran ketidakmampubalikan suatu proses termodinamika. Eksergi yang

hilang dapat dihitung dengan rumus:

genoL STW = ................................................................................ (2.4)

Efisiensi hukum II termodinamika yang dikenal dengan efisiensi eksergi

atau effectiveness dapat didefinisikan sebagai perbandingan kerja minimum yang

dibutuhkan terhadap input kerja aktual, yaitu:

Lrev

rev

ac

revII WW

WWW

+==η ...................................................... (2.5)

⎟⎟⎠

⎞⎜⎜⎝

⎛−−= 1)( 31

evap

kndrev T

ThhW ........................................................... (2.6)