II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam...

18
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembangunan Peternakan Saragih (2001) menyatakan, pengertian pertanian dalam arti luas adalah seluruh mata rantai proses pemanenan energi surya secara langsung dan tidak langsung melalui proses fotosintesa dan proses pendukung lainnya untuk kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan kemasyarakatan dan mencakup bidang tanaman pangan, holtikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan. Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. IVlMPRl1999 dijelaskan bahwa pembangunan lebih difokuskan pada agribisnis rakyat yang dapat menimbulkan inisiatif dunia usaha untuk membangun agribisnis dan membangun infrastruktur agribisnis nasional. Selain itu, salah satu misi pembangunanpertanian menuju terwujudnya pertanian yang modern, i tangguh, dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera adalah memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang mandiri, maju dan sejahtera sesuai dengan kebijaksanaan operasional yang telah dirumuskan yakni pembangunan agribisnis dengan membangun keunggulan komparatif sesuai dengan kompetisi dan produk unggulan setiap daerah. Menurut Mubyarto (1982), pembangunan pertanian merupakan suatu proses perubahan fisik, ekonomi, sosial dan budaya yang dilakukan oleh manusia secara berkesinambungan untuk mendapatkan hasil dari usaha pertanian tanaman pangan, perkebunan besar, perkebunan ra kyat , kehutanan, perikanan, dan peternakan. 12

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan Peternakan

Saragih (2001) menyatakan, pengertian pertanian dalam arti luas adalah

seluruh mata rantai proses pemanenan energi surya secara langsung dan tidak

langsung melalui proses fotosintesa dan proses pendukung lainnya untuk

kehidupan manusia yang mencakup aspek ilmu pengetahuan, teknologi dan

kemasyarakatan dan mencakup bidang tanaman pangan, holtikultura,

peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan.

Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No.

IVlMPRl1999 dijelaskan bahwa pembangunan lebih difokuskan pada agribisnis

rakyat yang dapat menimbulkan inisiatif dunia usaha untuk membangun

agribisnis dan membangun infrastruktur agribisnis nasional. Selain itu, salah satu

misi pembangunanpertanian menuju terwujudnya pertanian yang modern, i

tangguh, dan efisien menuju masyarakat Indonesia yang sejahtera adalah

memberdayakan masyarakat pertanian menuju wiraswasta agribisnis yang

mandiri, maju dan sejahtera sesuai dengan kebijaksanaan operasional yang

telah dirumuskan yakni pembangunan agribisnis dengan membangun

keunggulan komparatif sesuai dengan kompetisi dan produk unggulan setiap

daerah.

Menurut Mubyarto (1982), pembangunan pertanian merupakan suatu

proses perubahan fisik, ekonomi, sosial dan budaya yang dilakukan oleh

manusia secara berkesinambungan untuk mendapatkan hasil dari usaha

pertanian tanaman pangan, perkebunan besar, perkebunan ra kyat , kehutanan,

perikanan, dan peternakan.

12

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

13

Menurut Saragih (2001), bahwa membangun pertanian saja hanya

menempatkan perekonomian Indonesia terlena menikmati keunggulan

komparatif seperti selama 30 tahun terakhir. Sedangkan membangun agribisnis

adalah membangun keunggulan bersaing diatas keunggulan komparatif yakni

melalui transformasi pembangunan kepada pembangunan yang digerakan olah

modal dan selanjutnya digerakan oleh inovasi.

Dalam kegiatan berproduksi dibidang pertanian, sering kali kita

mendengar adanya kesenjangan antara produktifitas yang seharusnya bisa

dilakukan dengan produktifitas yang dilakukan oleh petani. Dalam mempelajari

aspek tersebut secara mikro, Soekartawi (2002) menyatakan peranan hubungan

input (faktor produksi atau korbanan produksi) dan output (hasil atau produksi)

mendapat perhatian utama. Peranan input bukan saja dilihat dari segi macamnya

atau tersedianya dalam waktu yang tepat; tetapi dapat juga ditinjau dari segi

efisiensi penggunaan faktor produksi tersebut.

Efisiensi ekonomi dalam berproduksi dapat dicapai melalui kemitraan

karena masing-masing pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan

masing-masil'lg. Lebih jauh Sumardjo dkk (2004) menyatakan:

Kemitraan bisnis memang bermanfaat dalam meningkatkan akses usaha

kecil ke pasar, modal dan teknologi serta mencegah terjadinya diseconomies of

scale sehingga mutu juga menjadi terjaga. Hal seperti ini dapat terjadi karena

adanya komitmen kedua belah pihak untuk bermitra. Pengusaha menengah

sampai dengan skala besar memiliki komitmen atau tanggung jawab moral dalam

membimbing dan mengembangkan pengusaha kecil supaya dapat

mengembangkan usahanya sehingga mampu menjadi mitra yang handa! untuk

meraih keuntungan bersama. Mereka yang bermitra perJu menyadari kekuatan

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

14

dan kelemahan masing-masing untuk saling mengisi, saling melengkapi, saling

memperkuat, serta tidak saling mengekploitasi. Dalam kondisi ini akan tercipta

rasa saling percaya antar kedua belah pihak sehingga usahanya akan semakin

berkembang.

Efisiesi ekonomi dapat dicapai melalui kemitraan karena masing-masing

pihak yang bermitra menawarkan sisi keunggulan masing-masing. Melalui

kemitraan dapat dihindari kecendrungan monopoli. Monopoli menyebabkan

distorsi dalam pasar, sedangkan kemitraan memperkuat mekanisme pasar,

sekaligus menghilangkan persaingan yang tidak sehat dan saling mematikan.

Hakekat kemitraan dengan demikian tidak sarna bahkan berlawanan dengan sifat

kartel atau kerjasama lain untuk menguasai pasar yang menjurus kearah

monopoli dan oligopoli atau manopsoni dan oligopsoni (Kartasasmita, 1995).

Krisis ekonomi yang te~adi dalam beberapa tahun belakangan

menyebabkan turunnya nilai rupiah, sehingga mengakibatkan harga sarana

produksi naik terutama pakan dan obat-obatan, kareria sebagian besar bahan

dasar pakan dan obat-obatan tersebut masih diimpor dari luar negeri. Dengan

tingginya harga input banyak petani peternak yang gulung tikar karena tidak

mampu merrlbiayai proses produksi.

Pembangunan ekonomi lokal adalah suatu upaya untuk menciptakan

suasana berkembangnya potensi masyarakat, peningkatan akses masyarakat

terhadap sumberdaya ekonomi, mencegah te~adinya persaingan yang tidak

berimbang serta menciptakan kebersamaan dan kemitraan. Oleh karena itu,

pengembangan kemitraan antara usaha besar dan UKM dalam konteks

pengambangan ekof!omi lokal diharapkan dapat /11Anciptakan perekonomian

yang kuat karena berbasis sumberdaya lokal, perekonomian yang harmonis

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

15

karena usaha besar dan UKM tumbuh bersama-sama serta memihak pada

masyarakat karena potensi masyarakat (pedesaan) menjadi sumberdaya

perekonomian nasional (Haeruman, 2001).

Sesuai dengan pengertian dari pernyataan-pernyataan tersebut diatas,

maka pembangunan kemitraan juga harus meliputi pembangunan kepada semua

subsektor perekonomian dan mata usaha/bisnis yang ada. Pembangunan

dimaksud menekankan pada pentingnya kemitraan dalam tataran alih teknologi,

manajemen, pemasaran dan pengembangan sumberdaya manusia. Dalam

pembangunan dimaksud, subsektor peternakan di Provinsi Riau merupakan

salah satu subsektor yang harus mendapat perhatian serius dari pemerintah

dalam usaha pencapaian pemenuhan akan kebutuhan protein hewani.

2.2. Kemitraan Peternakan Ayam Broiler

Pads dasarnya pembangunan peternakan dengan model kemitraan ini

memiliki tujuan yang diantaranya adalah penihgkatan pendapatan dan

kesejahteraan petani, meningkatkan prod u ksi dan ekspor komoditi non migas,

serta mempercepat alih teknologi budidaya manajemen peternakan dari inti ke

plasma.

Menurut Sa'id (2001), ada beberapa sisi positif yang dapat diperoleh dari

kemitraan, yaitu:

1. Kemitraan dibentuk atas dasar saling membutuhkan. Industri membutuhkan

pasokan bahan baku yang berkesinambungan dari petani. Dilain pihak,

petani membutuhkan jaminan pemasaran hasil produksinya. Dengan

demikian, kedua belah pihak memiliki ikatan yang juat atas saling

memputuhkan.

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

16

2. Kemitraan yang terbentuk didasarkan pada prinsip saling menguntungkan,

yakni perusahaan memiliki komitmen untuk membeli hasil produksi petani

sesuai dengan harga pasar dan dibayar dengan tunai. Dilain pihak, para

petani memiliki komitmen utnuk bersedia memasok hasil dan mengatur siklus

produksinya, sehingga pasokan ke perusahaan dapat berkesinambungan.

3. Kemitraan yang dibentuk didasarkan pada prinsip tumbuh dan berkembang

bersama, sehingga industri menyediakan kredit kepada petani tanpa bunga

dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan

4. Kemitraan yang terbentuk didasarkan pada prinsip saling percaya, yakni

ketika petani memasok produksinya, langsung dibayar tunai oleh perusahaan

tanpa memotong sisa hutangnya. Dilain pihak, para petani membayar

hutangnya pada saat jatuh tempo dan dapat meminjam kembali.

Dasar pemikiran Kemitraan adalah setiap pelaku usaha mempunyai

potensi, kemampuan dan keistimewaan masing-masing dengan perbedaan

ukuran, jenis, sifat dan tempat usahanya. Dari pelaku usaha yang mempunyai

kelebihan dan kekurangan diharapkan dapat saling menutupi kekurangan

masing-masing dengan kondisi yang demikian akan timbul suatu kebutuhan

untuk bekerjasama dan menjalin hubungan ke~asama model kemitraan .

Berdasarkan arahan Departemen Pertanian (1985), maka Model Inti

Rakyat dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Tujuan pembangunan dengan model inti rakyat yaitu membangun

masyarakat tani yang berwiraswasta, sejahtera dan selaras dengan

lingkungan yang dilaksanakan di suatu wilayah.

2. Model inti rakyat dilaksanakan dalam rangka membangun dan membina

usaha pertanian rakyat dengan teknologi baru agar mampu memperoleh

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

17

pendapatan yang layak, dan keluar dan kemiskinan terkait dengan tujuan

untuk mampu berfungsi sebagai pusat pengembangan ekonomi yang

selanjutnya akan berperan sebagai penunjang dan pendorong

pengembangan wilayah.

3. Atas dasar disain tata ruang yang dihasilkan oleh studi kelayakan dibangun

juga tempat pemukiman dengan pengaturan terciptanya lingkungan

kehidupan yang serasi.

Dalam pelaksanaan kemitraan Wie (1992) mengungkapkan adanya

empat model hubungan kemitraan yang terjadi. Pertama, model dagang yaitu

suatu model hubungan kemitraan yang hanya terbatas pada hubungan dagang

antara penjual dan pembeli saja. Kedua, model vendor yaitu suatu hubungan

kemitraan yang mengharuskan pihak-pihak yang bermitra untuk memenuhi

kebutuhan bahan baku operasional perusahaan inti. Ketiga, model subkontrak,

terjadi apabila produk-produk yang dihasilkan oleh pihak yang bermitra masih

merupakan sistim produksi perusahaan inti sehingga untuk model kemitraan ini

anggota kemitraan harus dapat memenuhi persyaratan inti dalam melaksanakan

proses produksinya terutama mengenai skala produksi dan penggunaan

teknologi. Keempat, model pembinaan yang diarahkan untuk mendorong pihak­

pihak yang memiliki potensi untuk berproduksi. Pada umumnya produk yang

dihasilkan merupakan komoditi untuk ekspor.

Menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Repu'blik Indonesia

No.472/KpsITN.330/6/1996. Model umum kemitraan antara pengusaha dengan

psternak peserta kemitraan dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu;

a) Pola Inti Rakyat: yaitu perusahaan yang meiakukan fungsi perencanaan,

bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan hasil dan

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

18

pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya (plasma), sambil

mengusahakan usahatani yang dimilikinya dan dikelolanya sendiri (inti).

b) Perusahaan pengelola: yaitu perusahaan yang melakukan fungsi

perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan

dan pemasaran hasil bagi usahatani yang dibimbingnya, tetapi tidak

menyelenggarakan usahatani sendiri.

c) Perusahaan penghela: yaitu perusahaan yang melakukan fungsi

perencanaan, bimbingan dan menampung hasil tanpa melayani kredit sarana

produksi dan juga tidak mengusahakan usahataninya sendiri.

Dari tiga bentuk hubungan kemitraan antara inti dan plasma, satu

diantaranya yang telah banyak dikembangkan di Indonesia adalah kemitraan

dengan Pol a Inti Rakyat (PIR). PIR di Indonesia sebelumnya banyak

dikembangkan pada sektor perkebunan, dan komoditi yang menjadi primadona

untuk dikembangkan dengan Pola Inti Rakyat ini adalah karet dankelapa sawit.

Bila dilihat dari segi pelaku model kemitraan maka jenis kemitraan dapat

dibedakan menjadi dua tipe yaitu kemitraan vertikal dan kemitraan horizontal

Suharno (1999). Kemitraan vertikal terjadi apabila para peserta kemitraan

merupakan integrasi dari hulu hingga hilir, sedangkan kemitraan horizontal terjadi

apabila pelakunya melakukan usaha sejenis. Sumardjo (2001) juga menyatakan

bahwa kemitraan dapat bersifat horizontal atau vertikal berdasarkan posisi dalam

struktur produksi. Kemitraan horizontal adalah kerjasama antara peternak besar

dengan peternak kecil dalam rangka meningkatkan produksi untuk memenuhi

pasar, atau kerjasama antara peternak kecil yang membentuk koperasi dengan

tujuan mempero!eh bahsn baku lebih murah, sehingga level kelJntungan

peternak meningkat. Kemitraan vertikal meliputi beberapa lembaga yang

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

19

berhubungan secara vertikal dan memberikan sumbangan dalam proses

produksi.

Inti selain membangun usahanya juga memberikan sumbangsih agar

usaha plasma juga dapat berjalan dengan baik untuk mencapai tujuan. Model

PIR pad a ayam ras secara resmi dimulai sejak terbitnya SK Menteri Pertanian

No. 406/KPTS/5/1984. Konsep PIR diilhami dengan adanya model kemitraan

Miranti-Mirama yang diperkenalkan pertama oleh Gabungan Perusahaan

Perunggasan IndonesialGAPPI (Suharno, 1999).

Hafsah (2001) menyatakan, kemitraan adalah jalinan ke~asama dari dua

atau lebih pelaku usaha yang saling menguntungkan. Kemitraan seperti yang

tercantum dalam Undang-Undang No.9 Tahun 1995 adalah ke~asama antara

usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai

pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau

usaha besar. Kemitraan didasarkan atss prinsip saling memperkuat. Beberapa

aspek kerjasama adalah permodalan, manajemen, teknologi dan pemasaran.

Dari beberapa pengertian yang ada tersebut, pengusaha besar

mempunyai tanggung jawab moral untuk membimbing dan membina pengusaha

kecil mitranya agar mampu menjadi mitra yang handal untuk meraih keuntungan

dan kesejahteraan bersama. Mereka harus menyadari kekurangan masing­

masing dan mampu saling mengisi serta melengkapi kekurangan tersebut.

Sumardjo (2001) menyatakan, dalam sistem agribisnis terdapat lima

bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha besar. Kelima jenis kemitraan

tersebut adalah:

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

20

1. Pola inti plasma.

Pola ini merupakan pola hubungan kemitraan antara petani/kelompok tani

atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra

usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan

teknis dan manajemen serta menampung, mengolah dan memasarkan hasil

produksi. Perusahaan inti tetap memproduksi kebutuhan perusahaannya,

sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai

dengan persyaratan yang telah disepakati.

2. Pola subkontrak.

Pol a ini merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan

kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan

perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Sentuk kemitraan

semacam ini biasanya ditandai dengan adanya kesepakatan tentang kontrak

bersama yang diantaranya mencakup volume, harga, mutu dan waktu. Pola

kemitraan ini dalam banyak kasus ditemukan sangat bermanfaat dan kondusif

bagi terciptanya alih teknologi, modal keterampilan dan produktifitas, serta

terjaminya pemasaran produk pada kelompok mitra.

3. Pola dagang umum.

Pola kemitraan dagang umum merupakan pola hubungan usaha dalam

pemasaran hasil antara pihak perusahaan pemasar dengan pihak kelompok

pemasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan pemasar. Pada

dasarnya pola kemitraan ini adalah hubungan jual-beli sehingga memerlukan

struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra. baik perusahaan

besar maupun usaha kedl.

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

21

4. Pola keagenan.

Merupakan bentuk kemitraan dengan peran pihak perusahaan atau besar

mitra memberi hak khusus untuk memasarkan barang atau jasa usaha

perusahaan atau usaha kecil mitra usaha. Perusahaan besar/menengah

bertanggung jawab atas mutu dan volume prod uk, sedangkan usaha kecil

mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa tersebut. Diantara

pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang

harus dicapai dan besarnya fee atau komisi.

5. Kerjasama operasional agribisnis.

Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis merupakan pol a hubungan

bisnis, dimana kelompok mitra menyediakan Ishan, sar-ana dan tenaga.

Sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen

dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan

suatu komoditi pertanian. Disamping itu, perusahaari mitra juga sering

berperan sebagai penjamin pasar prod uk, diantaranya juga mengolah produk

tersebut dan dikemas lebih lanjut untuk dipasarkan.

Model inti rakyat merupakan suatu bentuk kerja sama yang saling

menguntungkan antara perusahaan besar dengan usaha ternak kecil

disekitarnya. PIR dilaksanakan dengan azas bahwa golon9an yang kuat wajib

membantu golongan lemah didalam usahanya untuk mencapai tujuan masing­

masing. Menurut Saragih (2001), untuk meningkatkan dayasaing produk

perunggasan nasional perlu dikembangkan kemitraan melalui integritas vertikal.

Melihat kondisi struktur peternakan nasional masih didominasi oleh peternakan

rakyat berskala kec:!.

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

22

Pemerintah sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan

industri budidaya ayam ras pedaging. Menurut Rahardi (2003), kebijakan

pemerintah dalam subsektor peternakan juga turut menentukan suksesnya

kegiatan peternakan. Pemberian fasilitas kredit dan izin usaha, misalnya,

merupakan salah satu bentuk dukungan pemerintah untuk pengembangan

peternakan.

Pad a tahun 1981 pemerintah mengeluarkan Keppres No.50/1981 yang

mengatur skala produksi untuk memacu pertumbuhan produksi ayam ras

pedaging dan memperluas peluang berusaha bagi peternak-peternak skala

keluarga, yakni maksimum 5.000 ekor untuk ayam petelur dan 750 ekor per

minggu untuk ayam ras pedaging. Kebijaksanaan ini diperkuat dengan

diperkenalkan model Pola Inti Rakyat (PIR) Unggas melalui SK Mentan

No.TN.330/Kpts/5/1984.

Pada tahun 1990 pemerintah mengeluarkan Keppres No.22/1990 sebagc:ii

pengganti Keppres No.50/1981. Dalam kebijaksanaan baru diatas, peternakan

skala kecil dikembangkan untuk melakukan kerjasama sistem kemitraan dengan

perusahaan besar (Deptan, 1996). Dengan adanya Keppres No.22/1990

tersebut diharapkan pertumbuhan produksi ayam ras pedaging dapat lebih

dipercepat tanpa mengabaikan proses pemerataan kesempatan berusaha bagi

peternak besar maupun peternak skala keeil. lsi Keppres No.22/1990 tersebut

diantaranya adalah membagi peternakan ayam ras menjadi dua kategori, yakni

peternakan rakyat dan perusahaan petemakan. Peternakan rakyat adalah usaha

peternakan yang menguasai maksimum 10.000 ekcr untuk s,am petelur dan

15.000 L!!1tl!k ayam ras pedag!ng, sedcmgkan perusanaan petemakan skala

usahanya berada diatas angka tersebut.

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

23

Lahimya Kepres No.22190 membangkitkan kegairahan usaha peternakan

ayam ras. Perkembangan usaha ayam ras tampak sangat pesat. Pada sektor

budidaya terjadi pergeseran struktur usaha ayam ras. Kalau semula usaha ayam

ras hanya dikelola oleh para petemak, maka setelah Keppres tersebut

memunculkan perusahaan peternakan dalam hal kemitraan usaha. Suhamo

(1996) mengatakan, Gabungan Perusahaan Perunggasan Indonesia/GAPPI

pad a tahun 1994 menyusun konsep ke~asama kemitraan antara pengusaha

yang bertindak sebagai inti dengan petemak sebagai plasma. Bentuk kemitraan

inidisebut Miranti-Mirama (mitra usaha inti - mitra usaha plasma).

Munculnya model kemitraan PIR Perunggasan di Kota Pekanbaru,

menurut Dinas Petemakan Tingkat I dimulai pada awal April 1998. Bertindak

sebagai pihak inti adalah PT Charoen Pokphand. Setelah itu baru menyusul

kemitraan yang dikembangkan oleh PT Indojaya Agrinusa atau lebih dikenal

dengan nama Confeed, Makmur Jaya dan RTI.

INTI

Memiliki - Modal - Teknologi - Manajemen - Pasar - Informasi

1----+/:: KERJASAMA I/<e-"----I

SASARAN

PLASMA

Memiliki - Lahan - Tenaga Kerja - Kandang - Peralatan

- Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan peternak - Pemerataan pendapatan - Peningkatan produksi dan komoditi non migas - Mempercepat teknolcgi budidaya dan manajemen

petemakan dari inti ke plasma - Menciptakan kemampuan petemak plasma untuk mandiri I

Gambar 1. Konsep Pengembangan Model Inti Rakyat

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

24

Dinas Peternakan Provinsi Riau (1999) menerangkan bahwa model

kemitraan PIR merupakan anjuran pemerintah lewat Direktorat Jendral

Peternakan. Model PIR bersifat kerjasama yang saling menguntungkan antara

inti (perusahaan) dengan plasma (peternak) dimana perusahaan selaku inti

memberikan bantuan kepada peternak (kredit jangka pendek) berupa DOC,

pakan, obat-obatan (variabel cost), bimbingan teknis serta adanya jaminan

pemasaran dan harga jual. Sedangkan peternak menyediakan kandang dan

keperluan lain berupa sarana dan prasarana yang diperlukan dan pengelolaan

usahaltenaga kerja.

Hal ini didasarkan atas keputusan Menteri Pertanian No : 472/KPTSfTN

330/6/96 pasal 8; perusahaan peternakan dan perusahaan dibidang peternakan

yang melakukan kemitraan dengan petemakan ayam ras menjamin mutu ayam

pedaging dan telur, harga dan pemasarannya sedemikian rupa sehingga

peternakan rakyat memperoleh pendapatan yang wajar.

Hal yang sarna disampaikan oleh Muchtar (1996) pada penelitian yang

dilakukan pada PIR Ophir di Pasaman pada tahun 1987. Dari penelitian ini

diketahui pendapatan petani model PIR naik sebesar 443% bila dibandingkan

dengan pendapatan petani non PIR.

Menurut Mulva (2002), dalam penelitiannya dibidang model PIR yang ada

di Riau membuktikan bahwa pendapatan petemak ayam broiler model PIR

dengan skala usaha 5.000 ekor per periode pemeliharaan mendapatkan

pendapatan bersih Rp2.017.048. Dengan melihat pendapatan per ekor dalam

peme!iharaan se!ama satu periode pemeliharaan peternak mendapatkan upah

Rp403 lekor Iperiode Sehingga dapat dikatakan bahwa PIR merupakan model

untuk mewujudkan perpaduan usaha dengan sasaran perbaikan keadaan sosial

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

25

ekonomi peserta dan didukung oleh suatu sistim pengelolaan usaha dengan

memadukan berbagai kegiatan produksi, pengelolaan dan pemasaran dengan

menggunakan perusahaan besar sebagai inti dalam suatu sistim kerja sama

yang saling menguntungkan.

2.3. Keuntungan Peternak dalam Kemitraan

Salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam model

kemitraan melalui PIR adalah perusahaan PT Charoen Pokphand yang

beroperasi di Pekanbaru sejak bulan April tahun 1998. Kemitraan dengan PIR

tersebut bersifat kerjasama yang saling menguntungkan antara inti (perusahaan )

dengan plasma (peternak). Pihak perusahaan selaku inti memberikan bantuan

berupa kredit jangka pendek yaitu anak ayam umur sehari (DOC), pakan dan

obat-obatan. Selain itu juga memberikan kredit jangka panjang berupa tempat

makanan, tempat minuman dan pemanas gas. Selain itu perusahan ini juga i

menjamin pemasaran hasil produksi dengan harga garansi dan bimbingan teknis

secara kontinyu serta pelatihan bagi peternak (Dinas Peternakan,1999).

Munculnya sejumlah peternakan komersil yang menjalin hubungan kerjasama

dengan peternak dalam status hubungan inti-plasma, cukup menimbulkan

harapan, sebgai titik awal yang baik dari pelaksanaan konsep pengembangan

industri peternakan rakyat.

Pemerintah sangat memperhatikan dan mendorong perkembangan

industri budidaya ayam ras pedaging. Menurut Taryoto (1993) perhatian tersebut

dilakukan oleh pemerintah karena teknologi, sifat dan manfaat daging ayam yang

sangat besar antara lain:

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

26

1. Daging ayam ras mudah diterima dan dikonsumsi oleh seluruh lapisan

masyarakat.

2. Daging ayam ras mempunyai protein yang relatif lebih murah jika

dibandingkan dengan daging lainnya.

3. Budidaya ayam ras tidak memerlukan lahan yang luas.

4. Teknologi ayam ras mudah dikuasai.

5. Waktu produksi ayam ras relatif pendek (hanya 5-8 minggu).

Menurut Saragih (2001), agribisnis ayam ras pedaging menghadapi

prospek yang cerah dimasa yang akan datang, hal ini di dorong oleh faktor

jumlah penduduk yang besar, konsumsi daging broiler yang masih rendah, dan

kemungkinan pertumbuhan ekonomi nasional yang positif.

Menurut PT Charoen Pokphand (1999) tujuan pelaksanaan kemitraan

yaitu: 1) membantu menciptakan keadilan dan pemerataan pendapatan bagi

peternak (plasma), 2) menciptakan lapangan pekerjaan, 3) menciptakan harga

jual ayam yang ideal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan protein

hewani, dan 4) alih teknologi dibidang peternakan bagi para peternak (plasma).

Disamping sapronak dibutuhkan faktor produksi lain yang mendukung

usaha peternakan. Menurut Soekartawi (2002), faktor produksi adalah semua

korbanan yang diberikan pada usahatani ag~r mampu menghasilkan dengan

b;aik. F;aktor produksi ini sangat mempengaruhibesar kecilnya hasil yang akan

diperoleh. Faktor produksi lahan, modal, tenaga kerja dan aspek manajemen

merupakan faktor yang penting dalam usaha peternakan.

Salah satu usaha meningkatkan pendapatan petani adalah dengan

penerapan teknologi. Penerapan teknologi yang berubah dan beikembang

merupakan syarat pokok dalam pembangunan pertanian (Mosher, 1983).

Page 16: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

27

Mubyarto (1982), pada umumnya petani mengadakan perhitungan­

perhitungan ekonomi dalam keuangan menyangkut input (biaya) yang

dibutuhkan dan output (penerimaan) yang akan diperoleh nantinya, namun

perhitungan-perhitungan yang dilakukan hanyalah perhitungan yang sederhana.

Pendapatan kotor usahatani adalah nilai produk total usahatani dalam

jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, antara lain

meliputi: (1) yang dijual, (2) yang dikomsumsi dirumah tangga petani, (3) yang

digunakan dalam usahatani seperti bibit dan sebagainya, (4) yang digunakan

untuk pembayaran, dan (5) yang akan disimpan atau digudangkan sampai akhir

tahun. Sedangkan pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara

pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran

total usahatani itu sendiri (Total Farm Expense) adalah nilai semua masukan

yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk

tenaga ke~a keluarga petani (Hernanto, 1979).

Besarnya penerimaan dari proses produksi dapat ditentukan dengan

mengalikan produk yang dihasilkan dengan harga produk tersebut. Secara umum

semakin besar produksi yang dihasilkan, akan menyebabkan semakin besar pula

penerimaan atau sebaliknya (Bishop dan Toussaint, 1979).

Menurut Suharjo dan Patong (1979), dalam usaha peternakan faktor yang

mempengaruhi pendapatan peternak ialah :

- Tingkat produksi yang dapat diukur dengan produktivitas skala usaha,

- Tingkat kombinasi cabang usahatani,

- Mutu hasil dan harga,

- Efisiensi tenaga ksrja c<Jn kemampuan pstar.i aalam mengelola panerimaan

maupun pengeluaran usahataninya.

Page 17: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

28

Pengelolaan usaha peternakan atau manajemen adalah pengorganisa­

sian/pengkoordiniran faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu

memberikan produksi peternakan sebagaimana yang diharapkan. Mosher (1983)

juga menjelaskan tujuan pengelolaan usaha adalah mencapai selisih palifl~ tinq9j

antara nilai hasil dan biaya usahatani secara keseluruhan.

Menurut Soekartawi (2002), pendapatan bersih usaha adalah selisih

antara penerimaan dan pengeluaran total. Penerimaan suatu usaha adalah

sebagai produk total suatu usaha dalam produk tertentu baik yang dijual maupun

yang tidak dijual. Penerimaan dihitung dengan mengalikan produk total dengan

harga yang berlaku. Sedangkan pengeluaran total suatu usaha adalah nilai

semua masukan yang habis dipakai atau dikeluarkan dalam proses produksi.

Pendapatan bersih dari suatu usaha mengukur imbalan yang diperoleh dari

penggunaan faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan.

Untuk mendapatkan keuntungan dari usaha ternak ayam ras pedaging

yang penting adalah kecepatan pertumbuhan, dan efisiensi penggunaan ransum

yang tinggi. Jadi jelaslah bahwa pertumbuhan pada ayam ras pedaging

merupakan salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian dari peternak,

karena pemeliharaan pada saat pertumbuhan akan dapat menentukan hasil

produksinya kelak (Heuser, 1955).

Winter dan Funk (1962), menyatakan bahwa beberapa faktor yang

mempengaruhi keuntungan dalam petemakan ayam diantaranya adalah biaya

dan pengelolaan ransum, efisiensi tenaga ke~a, biaya pemasaran, harga DOC,

tingkat kematian dan besarnya skala usaha.

Hasii penelitian yang dilaporkan oleh Isbandi (1988), menunjukan bahwa

usaha ayam ras pedaging menguntungkan pad a skala lebih dari 750 ekor per

Page 18: II. TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · Pada GBHN 1999-2004 yang ditetapkan oleh MPR dalam Tap. MPR No. ... dan tanpa agunan dengan masa tenggang selama satu tahun, dan 4.

29

periode. Faktor sosial tidak berpengaruh pad a tingkat pendapatan peternak,

sedangkan faktor ekonomi yang berpengaruh pada tingkat pendapatan peternak

adalah berat ayam, harga jual, jumlah ayam te~ual dan biaya pengeluaran ayam

ras pedaging.

Sigit (1990), mengatakan bahwa analisa "Break Even" adalah suatu cara

atau teknik untuk mengetahui kaitan antara volume produksi, volume penjualan,

harga jual, biaya produksi, biaya lainnya yang variabel atau yang tetap serta laba

rugi. Kegunaan-kegunaannya antara lain adalah :

1. Sebagai dasar untuk merencanakan kegiatan operasional dalam usaha

mencapai laba tertentu.

2. Sebagai dasar untuk mengendalikan kegiatan operasi yang sedang be~alan,

yaitu untuk pencocokan antara realisasi dengan angka-angka dalam

perhitungan BE atau dalam gambar (Chart) BE.

3. Sebagai bah an pertimbangan dalam harga jual setelah diketahui hasil

perhitungan menurut analisa BE dan laba yang ditargetkan.

4. Sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.