II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 4 Akomodasi Hotel, Motel, Inn, dll...
-
Upload
nguyenthuan -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. … · 4 Akomodasi Hotel, Motel, Inn, dll...
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Pengertian Pariwisata
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan mendefinisikan pariwisata adalah berbagai macam kegiatan
wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Lebih lanjut,
Damanik dan Webber (2006) memberikan pengertian pariwisata sebagai kegiatan
rekreasi di luar domisili untuk melepaskan diri dari pekerjaan rutin atau mencari
suasana lain.
Heriawan (2004) memaparkan bahwa tidak semua yang melakukan
perjalanan dari suatu tempat (tempat asal) ke tempat lain termasuk kegiatan wisata.
Dengan demikian, kegiatan pariwisata adalah kegiatan bersenang-senang yang
mengeluarkan uang atau melakukan tindakan konsumtif. Kemudian, Rahayu
(2006) memaparkan ciri-ciri dari kegiatan pariwisata. Beberapa ciri-ciri pariwisata,
diantaranya adalah sebagai berikut: seseorang yang melakukan perjalanan itu
dilakukan keluar jauh dari lingkungan tempat tinggalnya, perjalanan itu dilakukan
sendirian atau bersama-sama dengan orang lain (berkelompok atau grup),
perjalanan itu dilakukan dengan tujuan rekreasi dan usaha-usaha untuk
menyenangkan dirinya sendiri/kegiatan bersenang-senang (leisure), orang-orang
yang melakukan kegiatan wisata tidak untuk mencari nafkah di tempat yang
dikunjunginya, selama dalam perjalanan tinggal atau menetap di suatu
12
tempat/akomodasi, dan dalam melakukan perjalanan tersebut, menggunakan alat
transportasi darat, laut atau udara.
2.1.2. Industri Pariwisata
Pariwisata adalah salah satu dari industri gaya baru, yang mampu
menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam hal kesempatan kerja,
pendapatan, taraf hidup, dan dalam mengaktifkan sektor produksi lain di dalam
negara penerima wisatawan (Gomang, 2003). Istilah industri pariwisata (Tourism
Industry) lebih banyak bertujuan memberikan dayatarik agar pariwisata dapat
dianggap sebagai sesuatu yang berarti bagi perekonomian suatu negara, terutama
pada negara-negara sedang berkembang. Gambaran pariwisata sebagai suatu
industri diberikan hanya untuk menggambarkan pariwisata secara konkret, dengan
demikian dapat memberikan pengertian yang lebih jelas (Yoeti, 2008). Industri
pariwisata berbeda dengan industri manufaktur. Industri wisata tidak berdiri
sendiri seperti industri semen, garmen, atau industri sepatu. Melainkan lebih
bersifat tidak berwujud (intangible), sehingga industri pariwisata sering disebut
sebagai industri tanpa cerobong asap (smokeless industry).
Industri wisata artinya semua usaha yang menghasilkan barang dan jasa
bagi pariwisata (Freyer, 1993) dalam Damanik & Webber. Industri pariwisata
dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu:
1. Pelaku langsung, yaitu usaha-usaha wisata yang menawarkan jasa secara
langsung kepada wisatawan atau yang jasanya langsung dibutuhkan oleh
wisatawan. Termasuk dalam kategori ini adalah hotel, restoran, biro perjalanan,
pusat informasi wisata, atraksi hiburan, dll. Secara faktual hotel menjadi pihak
13
paling utama yang bersentuhan langsung dengan wisatawan, kemudian diikuti
oleh biro perjalanan.
2. Pelaku tidak langsung, yakni usaha yang mengkhususkan diri pada produk-
produk yang secara tidak langsung mendukung pariwisata, misalnya usaha
kerajinan tangan, penerbit buku atau lembar panduan wisata, penjual roti, dan
sebagainya.
Batasan pariwisata sebagai industri, seperti dijelaskan oleh Yoeti (2008),
dimana kelompok perusahaan yang secara langsung memberikan pelayanan
kepada wisatawan bila datang berkunjung pada suatu tempat wisata. Tanpa
bantuan kelompok perusahaan ini, wisatawan tidak akan memeroleh kenyamanan
(comfortable), keamanan (security), dan kepuasan (satisfaction) dalam mencari
kesenangan yang diinginkan. Perusahaan-perusahaan dimaksudkan dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Perusahaan Kelompok Industri Pariwisata
Sumber: Yoeti, 2008
No Jenis Perusahaan Fungsi dan tugasnya
1 Tour operator / Wholesaler Memberi informasi/advis/paket wisata
2 Maskapai Penerbangan Menyediakan seats dan baggages services
3 Angkutan Pariwisata Melayani transfer service dari dan ke
airport
4 Akomodasi Hotel, Motel,
Inn, dll
Menyediakan kamar, laundry, dll
5 Restoran dan sejenisnya Menyediakan makanan dan minuman
6 Impresariat, Amusement, dll Menyediakan atraksi wisata dan hiburan
7 Lokal tour operator Menyelenggarakan city-sighseeing & tours
8 Shopping Center/Mall, dll Menyediakan cenderamata dan oleh-oleh
9 Bank/Money Changer Melayani penukaran valuta asing
10 Retail Servis Bermacam-macam keperluan wisatawan
14
2.1.3. Peranan Pariwisata dalam Perekonomian
Pariwisata merupakan industri jasa yang diyakini dapat mendorong
perekonomian suatu daerah bahkan dunia, dalam hal ini disebabkan industri
pariwisata terkait dengan industri-industri lainnya seperti industri perhotelan,
restoran, dan jasa hiburan. Jika dilihat dari kewilayahan, sektor pariwisata telah
mendorong tumbuh dan berkembangnya kawasan-kawasan pariwisata dan pusat-
pusat pelayanan yang tersebar di seluruh nusantara (Tjitroresmi (2003) dalam
Febriawan (2009)).
World Tourism Organization (2008) menyepakati bahwa pariwisata telah
menjadi fenomena sosial ekonomi yang sangat penting dalam perkembangan
kehidupan dan pergaulan global antar bangsa-bangsa di dunia. Pariwisata menjadi
penting bagi kehidupan karena terkait dengan dampaknya pada perkembangan
ekonomi, sosial, budaya, dan pendidikan baik dalam lingkup nasional maupun
internasional.
Pariwisata merupakan salah satu sumber devisa terbesar bagi negara
berkembang. Sektor pariwisata memiliki fungsi sebagai katalisator pembangunan
(agent of development) sekaligus akan mempercepat proses pembangunan itu
sendiri, antara lain akan sangat berperan dalam (Yoeti, 2008):
1. Peningkatan perolehan devisa negara.
2. Memperluas dan memercepat proses kesempatan berusaha.
3. Memperluas kesempatan kerja.
4. Mempercepat pemerataan pendapatan (Distribution of Income).
5. Meningkatkan penerimaan pajak negara dan retribusi daerah.
6. Meningkatkan pendapatan nasional.
15
7. Memperkuat posisi neraca pembayaran.
8. Mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah yang memiliki potensi alam
yang terbatas.
Selain itu, menurut Gomang (2003), pariwisata merupakan faktor penting
dalam pengembangan ekonomi, karena kegiatannya mendorong perkembangan
beberapa sektor ekonomi nasional, misalnya:
1. Meningkatkan urbanisasi karena pertumbuhan pembangunan dan
pembaharuan suprasarana pariwisata.
2. Menggugah industri-industri baru yang berkaitan dengan jasa-jasa wisata
misalnya; usaha-usaha transportasi, akomodasi (hotel, motel, pondok wisata,
perkemahan, dan lain-lain), yang memerlukan perluasan beberapa industri
seperti misalnya; peralatan hotel dan kerajinan tangan.
3. Menambah permintaan akan hasil-hasil pertanian karena bertambah
pemakaiannya.
4. Memperluas pasar barang-barang lokal.
5. Menunjang pendapatan negara dengan valuta asing sehingga mengurangi
defisit di dalam neraca pembayaran dan memajukan perekonomian nasional.
6. Memberi dampak positif pada tenaga kerja di negara, karena pariwisata
memperluas lapangan kerja baru (tugas baru di hotel atau di tempat
penginapan lainnya, usaha perjalanan, di kantor-kantor pemerintah yang
mengurus pariwisata-pariwisata dan penerjemah, industri kerajinan tangan
dan cenderamata, serta tempat-tempat penjualan lainnya).
16
2.1.4. Pariwisata dari Sisi Permintaan
Menurut Yoeti (2008), permintaan dalam kepariwisataan (tourist demand)
dapat dibagi dua, yaitu potential demand dan actual demand. Potential demand
adalah sejumlah orang yang berpotensi untuk melakukan perjalanan wisata
(karena memiliki waktu luang dan tabungan relatif cukup). Sedangkan yang
dimaksudkan dengan actual demand adalah orang-orang yang sedang melakukan
perjalanan wisata pada suatu Daya Tarik Wisata (DTW) tertentu.
World Tourism Organization, WTO (1995) mendefinisikan permintaan
pariwisata sebagai permintaan terhadap barang dan jasa yang muncul karena
adanya kegiatan pariwisata. Tentu saja pihak yang melakukan permintaan adalah
wisatawan itu sendiri (konsumen), serta pemerintah dan swasta dalam rangka
investasi dan promosi wisata.
2.1.5. Pariwisata dari Sisi Penawaran
Penawaran pariwisata mencakup hal-hal yang ditawarkan oleh daerah
destinasi pariwisata kepada wisatawan yang real maupun yang potensial.
Penawaran dalam pariwisata menunjukkan suatu atraksi wisata alamiah dan
buatan manusia, jasa-jasa maupun barang-barang dapat menarik wisatawan untuk
datang mengunjungi suatu kawasan wisata (Gomang, 2003). Menurut Heriawan
(2004), sektor inti dari pariwisata mencakup: hotel, restoran, transportasi domestik
dan lokal, industri kerajinan (souvenir), jasa hiburan, rekreasi dan budaya, serta
biro perjalanan (paket tour).
17
Menurut Damanik dan Webber (2006), elemen penawaran wisata terdiri
dari triple A, yang terdiri dari:
1. Atraksi
Atraksi dapat diartikan sebagai objek wisata (baik yang bersifat tangible
maupun intangible) yang memberikan kenikmatan kepada wisatawan. Atraksi
dapat dibagi menjadi tiga, yakni alam, budaya, dan buatan. Atraksi alam meliputi
pemandangan alam, seperti Danau Kelimutu atau Gunung Bromo, udara sejuk dan
bersih, hutan perawan, sungai, gua, dan lain-lain. Atraksi budaya meliputi
peninggalan sejarah seperti Candi Perambanan, adat-istiadat masyarakat seperti
pasar Terapung di Kalimantan. Adapun atraksi buatan dapat dimisalkan Kebun
Raya Bogor, Taman Safari, Taman Impian Jaya Ancol, dan sebagainya. Unsur
lain yang melekat dalam atraksi adalah hospitally, yakni jasa akomodasi atau
penginapan, restoran, biro perjalanan, dan sebagainya.
2. Aksesibilitas
Aksesibilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang
menghubungkan wisatawan dari, ke, dan selama di daerah tujuan wisata. Akses
ini tidak hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan
waktu, kenyamanan, dan keselamatan. Moda transportasi layak ditawarkan adalah
angkutan penumpang tersebut berangkat dan tiba tepat waktu di Objek dan Daya
Tarik Wisata (ODTW).
3. Amenitas
Amenitas adalah infrastruktur yang sebenarnya tidak langsung terkait
dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan. Bank,
pertukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan (rental), penerbit dan penjual
18
buku panduan wisata, seni pertunjukan (teater, bioskop, pub, dan lain-lain) dapat
digolongkan ke dalam unsur ini.
2.1.6. Teori Dayasaing
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang
Standar Proses, mendefinisikan dayasaing adalah kemampuan untuk menunjukkan
hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang
dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan
menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampunan meningkatkan kinerja
tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan.
Lebih lanjut, dayasaing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai
kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai
lingkungan yang dihadapi. Dayasaing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu
perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang
dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan
kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat
posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaan dengan
lainnya. Selanjutnya, Porter menjelaskan pentingnya dayasaing karena tiga hal
berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri; (2)
dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi
maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat; (3)
kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
19
2.1.7. Competitiveness Monitor
Competitiveness Monitor merupakan suatu metode yang dapat digunakan
untuk melihat dayasaing industri pariwisata. Analisis Competitiveness Monitor
diperkenalkan pertama kali oleh World Travel and Tourism Council (WTTC)
pada tahun 2001 sebagai alat ukur dayasaing pariwisata. Analisis ini
menggunakan delapan indikator yang digunakan untuk melihat dayasaing.
Indikator tersebut antara lain (World Tourism Organization, 2008):
1. Indikator Pariwisata, menunjukkan pencapaian perkembangan ekonomi
daerah akibat kedatangan turis pada daerah tersebut.
2. Indikator Persaingan Tingkat Harga, menunjukkan harga komoditi yang
dikonsumsi oleh turis selama berwisata di daerah tujuan wisata.
3. Indikator Perkembangan Infrastruktur, menunjukkan perkembangan
infrastruktur di daerah tujuan wisata.
4. Indikator Lingkungan, menunjukkan kualitas lingkungan dan kesadaran
penduduk dalam memelihara lingkungannya.
5. Indikator Kemajuan Teknologi, menunjukkan perkembangan infrastruktur
dan teknologi modern yang ditunjukkan dengan adanya ekspor produk
berteknologi tinggi di daerah tujuan wisata.
6. Indikator Sumberdaya Manusia Pariwisata, menunjukkan kualitas sumberdaya
manusia daerah tersebut sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih
baik kepada turis.
7. Indikator Keterbukaan, menunjukkan tingkat keterbukaan destinasi wisata
terhadap perdagangan internasional dan turis internasional.
20
8. Indikator Sosial, menunjukkan kenyamanan dan keamanan turis untuk
berwisata di daerah destinasi.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pariwisata dan dayasaing sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang membahas
sektor/industri pariwisata, antara lain :
Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang menganalisis faktor-faktor
penentu dayasaing dan preferensi wisatawan dalam berwisata dengan
menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan
bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang memengaruhi dayasaing
kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah
kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas
kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas.
Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan
kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk membiayai pengingkatan
kualitas maupun kuantitas kepariwisataan kota Bogor.
Faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke
kota Bogor menurut penelitian ini adalah variabel pendidikan, intensitas biaya,
dan kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini
memperlihatkan semakin besar nilai variabel-variabel tersebut maka semakin
besar pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke kota Bogor. Oleh
karena itu, strategi yang dapat direkomendasikan adalah peningkatan anggaran,
21
promosi pariwisata serta koordinasi dengan pihak swasta yang lebih intens untuk
memajukan kepariwisataan kota Bogor.
Trisnawati, et al (2007) dalam penetiannya dalam analisis dayasaing
industri pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakara dengan menggunakan alat
analisis competitiveness monitor menyatakan indeks dayasaing pariwisata di
Yogyakarta memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan
Price Competitiveness Indicator (PCI), Yogyakarta mempunyai indeks yang lebih
tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indicator
(IDI) menunjukkan bahwa pendapatan per kapita di kedua destinasi tersebut tidak
berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih
tinggi dibandingkan Surakarta. Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa
tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata.
Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan indeks nilai Yogyakarta
lebih tinggi. Human Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks
pendidikan di destinasi Yogjakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Openess
Indicator (OI) dayasaing pariwisata destinasi Yogyakarta kembali menunjukkan
angka yang lebih tinggi. Indikator terakhir, Social Development Indicator (SDI)
menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama
dibandingkan di Surakarta.
Dayasaing industri pariwisata Surakarta secara menyeluruh lebih rendah
dibandingkan Yogjakarta. Indikator-indikator yang digunakan menunjukkan
bahwa pariwisata Yogjakarta lebih unggul.
Santri (2009) dalam skripsinya melakukan analisis mengenai potensi
sektor pariwisa untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat,
22
dengan menggunakan tabel Input-Output tahun 2007 transaksi domestik atas
harga produsen. Penelitian ini memperlihatkan sektor pariwisata memiliki peran
yang relatif besar terhadap struktur perekonomian Provinsi Bali. Hal ini dapat
dilihat dari permintaan total sektor pariwisata pada tahun 2007 yang mencapai
36,00 persen dari jumlah total permintaan seluruhnya. Dalam permintaan akhir,
sektor pariwisata memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 40,25 persen dari total
permintaan akhir.
Sedangkan dalam pengeluaran konsumsi rumah tangga, sektor pariwisata
juga menempati posisi tertinggi sebesar 30,75 persen dari total pengeluaran rumah
tangga terhadap output domestik. Investasi terhadap sektor pariwisata mencapai
8,79 persen dari total investasi provinsi Bali. Struktur ekspor dan impor pariwisata
menempati posisi tertinggi dengan nilai ekspor sebesar 69,30 persen dan nilai
impor 26,29 persen.
Sektor pariwisata di Provinsi Bali memiliki keterkaitan langsung dan tidak
langsung yang tinggi baik sektor pengguna input maupun output, sehingga dapat
dikatakan bahwa sektor ini dapat diandalkan untuk mendorong sektor-sektor
lainnya dari hulu hingga ke hilir. Pada keterkaitan langsung dan tidak langsung ke
depan nilai terbesarnya ditempati oleh subsektor hotel bintang. Sedangkan pada
keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, subsektor travel dan biro
yang memiliki nilai terbesar.
Sholeh (2010) dalam penelitiannya mengenai analisis dayasaing dan
pegaruh industri pariwisata terhadap perekonomian Kabupaten Bogor dengan
menggunakan metode analisis Competitiveness Monitor untuk mengukur trend
23
perkembangan dayasaing dan metode regresi untuk melihat faktor-faktor yang
memengaruhi PAD Pariwisata Kabupaten Bogor.
Analisis dayasaing menggunakan Kota Yogyakarta sebagai daerah
pembanding. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkembangan dari Human
Tourism Indicator, Price Competitiveness Indicator, Human Resources Indicator,
dan Social Development Indicator sejak tahun 2004 hingga 2008 terus meningkat.
Environtment Indicator dan Technology Advancement Indicator mengalami
perkembangan yang berfluktuatif. Openess Indicator memiliki perkembangan
yang konstan.
Analisis pengaruh industri pariwisata terhadap pembentukan PAD
menggunakan beberapa variabel, antara lain jumlah hotel, jumlah wisatawan, dan
pajak hiburan. Hasil analisis memperlihatkan semua variabel berpengaruh positif
dan signifikan terhadap PAD Kabupaten Bogor.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yulianti (2009) dan Santri
(2009) adalah metode yang digunakan. Yulianti (2009) dalam melihat posisi
dayasaing pariwisata Kota Bogor menggunakan pendekatan Porter’s Diamond
sedangkan penelitian ini menggunakan alat analisis Competitiveness Monitor.
Yulianti (2009) menggunakan analisis Tabel Input-Ouput untuk melihat peranan
serta pengaruh pariwisata terhadap perekonomian.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Trisnawati,et al (2007) dan
Sholeh (2010) adalah daerah penelitian, variabel, dan periode data yang
digunakan. Daerah yang dianalasisis pada penelitian ini adalah Kabupaten Cianjur.
Data yang digunakan merupakan data sekunder dengan periode waktu dari tahun
2001 hingga 2011.
24
2.3. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Cianjur mempunyai potensi yang sangat besar untuk
menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan daerah.
Kabupaten Cianjur sangat kaya akan potensi alam yang beraneka ragam. Di
bagian utara, terdapat kawasan Cipanas-Puncak dengan daerah pegunungan dan
bukit. Wilayah bagian selatan terdapat pantai yang dapat dikembangkan menjadi
daya tarik wisata.
Tabel 2.2. Objek-objek Wisata di Kabupaten Cianjur
No Obyek Wisata Lokasi Keterangan
1 Kebun Raya Cibodas Cipanas Sudah berkembang
2 Bumi Perkemahan Mandala Kitri Cipanas Sudah berkembang
3 Wanasata Mandalawangi Cipanas Sudah berkembang
4 Pendakian Gunung Gede-
Pangrango
Cipanas Sudah berkembang
5 Istana Cipanas Cipanas Sudah berkembang
6 Taman Bunga Nusantara Sukaresmi Sudah berkembang
7 Wisata Tirta Jangari Mande Sudah berkembang
8 Wisata Tirta Calincing Ciranjang Sudah berkembang
9 Wisata Ziarah Makam Dalam
Cikundul
Cikalongkulon Sudah berkembang
10 Pantai Jayanti Cidaun Sudah berkembang
11 Pantai Apra Sindangbarang Sudah berkembang
12 Sumber Air Panas Sukasirna Agrabinta Potensi
13 Air Terjun Citambur Pagelaran Potensi
14 Situs Megalith Gunung Padang Campaka Potensi
15 Agrowisata Perkebunan Teh
Gedeh
Pacet Potensi
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur, 2009
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata menyatakan sebelas dari total lima
belas obyek wisata di Kabupaten Cianjur sudah berkembang. Potensi obyek
wisata yang sudah berkembang didominasi oleh obyek wisata di kawasan Puncak-
Cipanas. Kebun Raya Cibodas dan Taman Bunga Nusantara menjadi daya tarik
utama bagi wisatawan dengan total kunjungan ke obyek wisata tersebut sebanyak
1.156.319 wisatawan (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Cianjur,
25
2006). Objek wisata yang sudah berkembang membuat sektor-sektor pendukung
pariwisata sepeti hotel dan restoran ikut berkembang di kawasan ini. Bahkan,
semua hotel berbintang yang berada di Kabupaten Cianjur pun berada di kawasan
Puncak-Cipanas.
Kemajuan objek wisata di kawasan Puncak-Cipanas yang notebene
merupakan bagian dari Cianjur bagian Utara tidak diikuti oleh perkembangan
objek wisata di kawasan timur dan selatan. Pemerintah daerah harus lebih fokus
dalam pembangunan pariwisata di kawasan timur dan selatan Kabupaten Cianjur.
Potensi objek pariwista Kabupaten Cianjur masih besar untuk bisa
dikembangkan. Oleh karena itu, kebijakan yang tepat dibutuhkan agar potensi
yang ada dapat berkembang secara optimal.
Analisis perkembangan dayasaing industri pariwisata penting untuk
dilakukan. Hasil analisis dapat menunjukkan perkembangan potensi pariwisata
yang juga dapat memperlihatkan sejauh mana pemerintah maupun swasta
memaksimalkan potensi yang ada.
Selain itu, analisis mengenai faktor-faktor yang memengaruhi industri
pariwisata pun diperlukan. Analisis ini bertujuan untuk melihat faktor atau
variabel apa saja yang memberikan pengaruh signifikan terhadap industri
pariwisata. Sehingga dapat membantu pemerintah daerah Kabupaten Cianjur
untuk mengambil kebijakan dengan menjadikan hasil analisis ini sebagai acuan.
Untuk lebih jelas, diagram alur berpikir dapat dilihat pada gambar 2.1
berikut:
26
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Keterangan: -------- = Ruang Lingkup Penelitian
Potensi Objek Pariwisata yang
cukup banyak tetapi masih
kurang berkembang
Analisis Perkembangan
Dayasaing
Rekomendasi Kebijakan
Kepada Pemerintah untuk
Meningkatkan Kinerja
Industri Pariwisata
Meningkatkan Kontribusi
Industri Pariwisata
Perkembangan Industri
Pariwisata Kabupaten Cianjur
Analisis faktor-faktor yang
Memengaruhi Pariwisata