II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian organikeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5263/3/BAB II.pdf ·...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian organikeprints.mercubuana-yogya.ac.id/5263/3/BAB II.pdf ·...
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pertanian organik
Pertanian berkelanjutan (Suistainable agriculture) mengintegrasikan tujuan
kesehatan lingkungan, keuntungan ekonomi, dan kesejahteraan sosial dan
ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan pada saat ini tanpa mengabaikan hak
generasi yang akan datang (ESCAP,2009). Praktek pertanian berkelanjutan
mencakup penggunaan nutrisi organik dan biologis, rotasi tanaman, pengelolaan
hama terpadu, dan peningkatan keberagaman biologis. Praktek berkelanjutan tidak
hanya ramah lingkungan tetapi juga mampu memberikan hasil yang lebih tinggi.
Budidaya pertanian di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu pertanian
organik dan konvensional. Pertanian organik adalah sistem budidaya pertanian
yang mengandalkan bahan bahan alami seperti kompos, pupuk kandang,dan
pupuk hijau tanpa menggunakan bahan sintesis (agrokimia), sementara pertanian
konvensional adalah sistem budidaya pertanian yang mengandalkan input bahan
kimia terutama pupuk kimia dan pestisida.
Pertanian organik pada saat ini dipraktekkan di 141 negara dan pasar
produk organik telah tumbuh dengan cepat selama beberapa tahun terakhir. Pada
tahun 2007 penjualan produk organik dunia mencapai 46,1 milyar dolllar, tumbuh
dengan rata-rata sebesar 5 milyar dollar per tahun. Walaupun sebagian besar
penjualan global terkonsentrasi di Amerika Utara dan Eropa, namun industri
pertanian organik mengalami pertumbuhan yang besar di berbagai negara, dan
produk tersebut sekarang dapat dijumpai di banyak toko eceran (IFOAM,2009).
7
Di Indonesia telah menetapkan standar pangan organik yang dinyatakan
pada SNI 01-6729-2002. Menurut SNI 01-6729-2002, pangan organik
didefinisikan sebagai pangan yang dihasilkan dengan cara-cara pertanian organik
yang menerapkan praktek manajemen yang bertujuan memelihara ekosistem
untuk mencapai produktivitas berkelanjutan. Dalam pertanian organik kesuburan
tanah dijaga dan ditingkatkan dengan mengoptimalkan aktivitas biologi tanah
untuk menyediakan nutrisi yang seimbang bagi kehidupan tanaman.
B. Pertanian Konvensional
Pertanian konvensional adalah sistem budidaya pertanian yang
mengandalkan input bahan kimia terutama pupuk kimia dan pestisida. Didalam
meningkatkan kebutuhan pangan, pertanian konvensional berperan penting di
dalamnya, tetapi di dalam pengelolaannya sebagia besar menggunakan input
produk kimia seperti pupuk, dan pestisida. Menurunnya produktivitas lahan
diakibatkan oleh cara cara pengelolaan lahan sawah yang kurang tepat,pada
umumnya petani tidak pernah memberikan bahan organik atau pupuk organik
kelahan sawahnya,mereka lebih mengutamakan pemberian pupuk anorganik.
Petani berpikir pupuk organik lebih lambat tersedianya bila dibandingkan dengan
pupuk anorganik. Dalam jangka waktu yang lama, hal ini dapat menyebabkan
dampak yang negatif, yaitu lahan sawah menjadi sangat bergantung terhadap
adanya input dari luar,sawah tidak subur,karena miskin beberapa unsur hara dan
akan mengakibatkan memburuknya sifat kimia dan fisik tanah.
8
C. Pertanian Semi organik
Pertanian semi organik merupakan suatu bentuk tata cara pengolahan
tanah dan budidaya tanaman dengan memanfaatkan pupuk yang berasal dari
bahan organik dan pupuk kimia. Teknologi intensifikasi pertanian sejak revolusi
hijau telah mampu meningkatkan produksi panagn dunia termasuk padi secara
pesat dan juga produktivitasnya. Revolui hijau merupakan suatu kombinasi dari
varietas unggul, pupuk kimia dan bahan kimia pertanian lainnya. Banyak pihak
mengatakan bahwa sistem tersebut kurang berkelanjutan dalam jangka panjang
tanpa penambahan bahan organik yang cukup ke dalam tanah., serta timbulnya
dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia.
Sistem pertanian organik murni yang bisa berkelanjutan untuk
mencapainya diperlukan waktu yang cukup sebagai masa transisi atau masa
konvensi atau disebut juga usaha tani semi organik. Dalam penelitian Suhartini
(2013) menyatakan bahwa para petani di Kabupaten Sragen telah menerapkan
sistem usaha tani padi organik atau semi organik secara umum mulai pada tahun
2001. Hal ini telah menjadi program Pemerintah daerah Kabupaten Sragen. Pada
awalnya petani masih menggunakan pupuk kimia dengan jumlah yang lebih
sedikit namun tanpa pestisida kimia sama sekali yang biasa disebut sebagai usaha
padi semi organik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas lingkungan
pada usahatani padi semi organik lebih baik daripada usaha tani padi non
organik.Ada korelasi positif yang erat antara kualitas lingkungan dengan
usahatani padi semi organik. Hasil estimasi dengan FGLS (Feasible Generalized
Least Square) model heteroskedastisitas untuk fungsi produktivitas menunjukkan
9
bahwa kualitas lingkungan lingkungan yang baik pada usahatani padi semi
organik berpengaruh nyata meningkatkan produktivitas padi di kedua lokasi di
Kabupaten Sragen yaitu di Kecamatan Sambungmcan dan Kecamatan Sambirejo.
D. Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Padi
Menurut AAK (1990), tanaman padi merupakan tanaman semusim
termasuk golongan rumput-rumputan dengan klasifikasi sebagai berikut :
Genus : Oryza,
Spesies : Oryza sativa L.
Padi merupakan tanaman semi-aquatis yang cocok ditanam di lahan
tergenang.Meskipun demikian, padi juga baik ditanam di lahan tanpa genangan,
asal kebutuhan airnya dicukupi. Oleh karena itu, baik di Indonesia dan di negara
lain padi ditanan didua jenis lahan utama, yaitu lahan sawah dan ladang (lahan
kering). Di Indonesia, padi ditanam di dua musim yang berbeda, yaitu musim
hujan dan musim kemarau (Suparyono dan Setyono, 1993). Padi termasuk
golongan tanaman semusim atau tanaman muda yaitu tanaman yang biasanya
berumur pendek, kurang dari satu tahun dan hanya satu kali berproduksi, setelah
berproduksi akan mati atau dimatikan.
E. Budidaya Padi
Tanaman padi (Oryza sativa L) termasuk tanaman pangan penting dan
merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk di
Indonesia.Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan kebutuhan beras
semakin meningkat. (Anonim,2010𝑎𝑎 )
10
Budidaya tanaman padi dapat dilakukan dengan beberapa metode atau
teknik. Namun secara umum produksi padi nasional selama ini masih
menggunakan dan mengandalkan sawah irigasi, maka kedepannya akan banyak
mengalami kendala. Masalah lainnya yang sering dihadapi adalah alih fungsi
lahan persawahan menjadi lahan non pertanian, yang dapat mengakibatkan
produksi padi menurun dan dikhawatirkan akan terjadi krisi pangan.Upaya untuk
meningkatkan kembali produktivitas pertanian padi harus dilakukan dengan
meningkatkan sumber teknologi pertanian agar produktivitas dapat meningkat dan
berkelanjutan.
1.1 Budidaya Padi Konvensional.
Pertanian konvensional dicirikan oleh penggunaan pupuk kimia, pestisida
sintesis, dan zat pengatur tumbuh dalam jumlah yang besar, dan semakin
langkanya sumberdaya tak terbaharui, mengurangi keanekaragaman hayati,
sumberdaya air tercemar, residu kimia dalam pangan, degradasi tanah, dan resiko
kesehatan pada pekerja pertanian, yang kesemuanya memberikan pertanyaan pada
keberlanjutan sistem pertanian konvensional.(Othman, 2007).
Menurunnya produktivitas lahan diakibatkan oleh cara cara pengelolaan
lahan sawah yang kurang tepat,pada umumnya petani tidak pernah memberikan
bahan organik atau pupuk organik kelahan sawahnya,mereka lebih mengutamakan
pemberian pupuk anorganik. Petani berpikir pupuk organik lebih lambat
tersedianya bila dibandingkan dengan pupuk anorganik.Dalam jangka waktu yang
lama, hal ini dapat menyebabkan dampak yang negatif, yaitu lahan sawah menjadi
sangat bergantung terhadap adanya input dari luar,sawah tidak subur,karena
11
miskin beberapa unsur hara dan akan mengakibatkan memburuknya sifat kimia
dan fisik tanah. ( Yuwono,2007 )
Sistem pola tanam padi secara konvensional selain menimbulkan dampak
negatif dari penggunaan pupuk dan pestisida sintesis, ternyata banyak
menimbulkan masalah lingkungan yang berdampak buruk terhadap tingkat
kesuburan tanah dan kesehatan manusia.(Anonim,2010𝑏𝑏 )
1.2 Budidaya Padi Organik.
Pertanian organik merupakan suatu sistem pertanian yang memper-
timbangkan agar semua faktor yang digunakan dalam kegiatan usaha tani mampu
bertahan secara berkesinambungan dan dapat dimanfaatkan secara terus menerus
untuk masa yang akan datang (Elliot et al., 1984). Produktivitas lahan tetap
dipertahankan dan ditingkatkan agar tanaman yang diusahakan mampu
memberikan responsnya secara optimal dengan kualitas produk yang
baik.Berbagai macamsumberdaya alam yang ada di suatu tempat dimanfaatkan
secara bijaksana.
Mengatasi kondisi yang ada diperlukan adanya perubahan dalam praktik
usahatani dengan memperhatikan potensi dan kondisi lingkungan yang ada.Salah
satu usaha yang dapat dilakukan adalah menerapkan kembali sistem pertanian
yang ramah lingkungan dengan menggunakan masukan berbagai bahan organik
yang ada.Untuk memperbaiki kondisi lahan yang sudah rusak diperlukan waktu
yang lama dan perlu dilakukan secara bertahap melalui penerapan perlakuan
khusus dalam penggunaan pupuk organik dan pestisida nabati.
12
Melihat potensi usaha pertanian organik, khususnya padi organik, banyak
petani mulai beralih dari sistem pertanian anorganik ke sistem pertanian organik,
salah satunya adalah petani di Kabupaten Sragen.Kabupaten Sragen merupakan
salah satu daerah yang mengembangkan pertanian padi organik yang pemerintah
daerah memberikan dukungan secara memadai. Luas tanam padi organik di
Kabupaten Sragen pada tahun 2008 mencapai 4.508 hektar yang dilakukan oleh
lebih dari 380 kelompok tani atau sekitar 4% dari luas tanam padi konvensional.
Kabupaten Sragen adalah daerah penghasil padi organik terbesar di Jawa
Tengah dan daerah yang pertama kali mendapatkan sertifikasi untuk padi organik
di Jawa Tengah. Sumbangan sektor pertanian di Kabupaten Sragen tahun 2007
telah mencapai 34,74%, sedangkan sektor industri dan perdagangan menyumbang
22,03% dan untuk industry pengolahan 18,18%. Dengan demikian sektor basis di
Kabupaten Sragen adalah sektor pertanian.
13
Tabel 1. Perkembangan pertanian padi organik dan Konvensional di Kabupaten Sragen tahun 2004 -2008 (
www.sragenkab.go.id)
Th
Luas tanam
(ha)
Luas Panen (ha) Produktivitas
(kw/ha) Produksi (ton) Jumla
h kelompok tani
Jumlah
petani
Organik
Konvensional
Konvensional
Organik
Organik
Konvensional
‘04
2.003 2.003 78,854 53,19 59.06 11.833
419,439 288 2.721
‘05
2.607 2.5 79,555 54,09 60.94 15.234
430,346 353 3.153
‘06
3.256 3.113 81,557 53,71 62.43 19.439
438,036 256 3.357
‘07
3.429 3.386 83,296 55,00 63.65 21.555
458,113 307 3.374
‘08
4.508 4.305 72,793 59,36 64.4 27.721
432,119 383 4.828
F. Kesuburan Tanah
Tanah merupakan salah satu medium bagi pertumbuhan tanaman pada
pertanian. Ketersediaan hara yang ada di dalam tanah merupakan salah satu
pembatas pertumbuhan tanaman.Tiga unsur hara untuk pertumbuhan tanaman
adalah Nitrogen,Fosfor dan Kalium. (Pusposendjojo,1991). Menurut
pH 6-6,5, mempunyai aktivitas jasad renik yang tinggi (maksimum). Kandungan
unsur haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup dan tidak terdapat unsur
hara yang bersifat meracuni untuk pertumbuhan tanaman.
Sutejo
(2002) Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam
(kedalaman yang sangat dalam) melebihi 150 cm, strukturnya gembur remah,
Pada dasarnya tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur
dengan sisa bahan organik dari organisme (vegetasi atau hewan) yang hidup
diatas atau di dalamnya. Selain itu di dalam tanah terdapat pula udara dan air yang
berasal dari hujan yang ditahan oleh tanah sehingga tidak meresap ketempat lain.
14
Dengan demikian tanah dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari benda alam di
permukaan bumi yang terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan
udara yang berfungsi sebagai media tumbuhnya tanaman.
1.
Menurut Aziz (2015) karakteristik sifat kimia dan fisik tanah pada
pertanian konvensional dan pertanian organik pada beberapa komoditas tanaman
seperti brokoli, tomat , wortel, jagung, padi yang lokasi pengambilan sampel
tanah di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Penelitiannya dengan perlakuan
Intensitas Pertanaman P1 (100%) yang diartikan sebagai pertanaman satu kali
dalam satu tahun P2 (200%) yang diartikan sebagai pertanaman dua kali dalam
satu tahun dan P3 (300%) yang diartikan sebagai pertanaman tiga kali dalam
satu tahun. Setiap musim tanam, petani di daerah tersebut biasanya memberikan
pupuk untuk padi konvensional berkisar 100 kg/ha urea dan 250 kg/ha
NPK,Sedangkan untuk pertanian padi organik memberikan input berupa pupuk
kandang 7 ton/ha dan kompos 7 ton/ha,Sedangkan pupuk yang diberikan pada
pertanian konvensional berupa NPK dan urea.
Karakteristik Kimia dan Fisik Tanah
Kadar C-org dan N-total pada pertanian organik lebih besar daripada
pertanian konvensional pada umumnya rata rata kadar C organik dan N total pada
sistem pertanian organik yaitu 5,38% dan 0,58%, sedangkan pada pertanian
kovensional pada perlakuan IP 2 yaitu diperolah hasil rata rata kadar C organik
dan N total yaitu 1,75% dan 0,23%, dan untuk pertanian konvensional pada
perlakuan IP 3 yaitu diperolah hasil rata rata kadar C organik dan N total yaitu
2,91% dan 0,11%.Hal ini disebabkan karena pada pertanian organik petani
15
menggunakan bahan organik (pupuk kandang, pupuk hijau kompos dan lain-lain),
sedangkan pada pertanian konvensional, petani hanya mengandalkan pupuk
anorganik.Selain itu, ini juga ditunjukkan bahwa bahan organik yang digunakan
pada pertanian organik merupakan sumber C-org dan N-total tanah. .
Kapasitas tukar kation tanah pada pertanian organik lebih besar daripada
pertanian konvensional.Demikian pula pH tanah pada pertanian organik lebih
besar daripada pertanian konvensional. Telah dikemukakan sebelumnya bahwa
kadar C-org tanah pada pertanian organik lebih besar daripada pertanian
konvensional. Bahan Organik dapat menyumbangkan nilai KTK tanah secara
signifikan, sehingga semakin tinggi C- org tanah semakin tinggi pula KTK
tanahnya yang dimana diperoleh hasil rata rata untuk KTK dan pH pada sistem
pertanian organik yaitu 17,11 dan 6,23, sedangkan pada pertanian kovensional
pada perlakuan IP 2 yaitu diperolah hasil rata rata KTK dan pH yaitu 11,03 dan
5,37, dan untuk pertanian konvensional pada perlakuan IP 3 yaitu diperolah hasil
rata rata KTK dan pH yaitu 10,55 dan 5,58. Sedangkan untuk kadar P-potensial
dan P-tersedia tanah pada pertanian organik lebih besar daripada pertanian
konvensional dengan hasil rata rata kadar P-potensial dan P-tersedia pada sistem
pertanian organik yaitu 386,67 dan 543, sedangkan pada pertanian kovensional
pada perlakuan IP 2 yaitu kadar P-potensial dan P-tersediayaitu 98 dan 30, dan
untuk pertanian konvensional pada perlakuan IP 3 yaitu kadar P-potensial dan P-
tersedia yaitu 178,67 dan 30.Demikian juga kadar K-potensial dan K-tersedia
tanah pada pertanian organik lebih besar daripada pertanian konvensional. Telah
dikemukakan sebelumnya bahwa kadar C-org tanah pada pertanian organik lebih
16
besar daripada pertanian konvensional. Bahan organik tanah antara lain dapat
mensuplai ketersediaan hara di dalam tanah, dimana hasil rata rata kadar K-
potensial dan K-tersedia pada sistem pertanian organik yaitu 96 dan 909,
sedangkan pada pertanian kovensional pada perlakuan IP 2 diperoleh kadar K-
potensial dan K-tersediayaitu 25 dan 139, dan untuk pertanian konvensional pada
perlakuan IP 3 yaitu K-potensial dan K-tersediayaitu 38,33 dan 327.
Menurut (Agus 2000 dalam Aziz 2015) pupuk organik berbeda dengan
pupuk kimia buatan, dimana pupuk organik dapat menyediakan berbagai unsur
hara baik makro maupun mikro, sedangkan pupuk kimia buatan hanya
menyediakan satu atau beberapa hara tertentu saja. Wiwik dan Widowati (2006);
Ruskandi dan Odih (2003), dan Abdul (2009) juga mengemukakan bahwa pupuk
organik memberikan kontribusi hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan hara
mikro (Cu, Mn, Zn, dan Fe). Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi hara dari
bahan organik pada pertanian organik jauh lebih besar dibandingkan kontribusi
hara dari pupuk anorganik pada pertanian konvensional (Tabel 2). Bahan organik
pada pertanian organik memberikan kontribusi hara C, N, P, dan K berturut turut
adalah 4978, 216, 49, dan 482 Kg/ha, sedangkan pupuk buatan memberikan
kontribusi C, N, P, dan K hanya 0, 83, 16, dan 31 Kg/ha.Selain itu, tingkat
ketersediaan hara pada pertanian organik itu perlahan-lahan (slow release) karena
tingkat ketersediaan hara tergantung dari tingkat dekomposisi bahan
organik.Sementara itu ketersediaan hara pada pertanian konvensional terutama N
dan K dari pupuk urea dan NPK mudah larut dalam air sehingga gampang tercuci.
17
Meskipun kadar hara yang dikandung pupuk organik relatif rendah, namun
karena pemberian bahan organik dalam jumlah sangat banyak maka kontribusi
haranyapun lebih besar. Selain itu, bahan organik berperan terhadap sifat kimia
tanah jauh melebihi pupuk kimia buatan. Peranan pupuk organik terhadap sifat
kimia tanah adalah sebagai: (a) penyedia hara makro (N, P, K, Ca, Mg, dan S) dan
mikro (Zn, Cu, Mo, Co, B, Mn, dan Fe), (b) meningkatkan Kapasitas Tukar
Kation (KTK) tanah, dan (c) dapat membentuk senyawa kompleks dengan ion
logam beracun seperti Al, Fe, dan Mn sehingga logam-logam ini tidak meracuni.
Duxbury et al (1989) juga mengemukakan bahwa dekomposisi bahan organik
menghasilkan residu yang berupa humus dimana fraksi koloid organik mampu
menggabungkan mineral-mineral tanah menjadi agregat. Bahan organik memiliki
daya jerap kation yang lebih tinggi daripada koloid liat, sehingga penambahan
bahan organik pada tanah akan meningkatkan nilai KTKnya. Tanah pada
pertanian organik memiliki pH rata-rata lebih besar daripada pertanian
konvensional.Pemberian pupuk organik dapat meningkatkan pH pada tanah
masam.Menurut Nursyamsi dan Suprihati (2005), pemberian pupuk organik
berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan pH tanah andisols. Bahan organik
yang terkandung di dalam kompos (pupuk kandang) dapat menghasilkan asam-
asam humat dan fluvat yang dapat membentuk senyawa kompleks dengan Al3+ di
dalam larutan tanah yang menyebabkan Al di dalam tanah menjadi berkurang
sehingga pH tanah meningkat.
18
Tabel 2.Kontribusi Hara dari Pupuk Kandang, Pupuk Hijau dan Kompos pada Pertanian Organik.
Hara Kadar Hara (%) Kadar Hara (kg/ha)
Jumlah (kg/ha) Pupuk
kandang Pupuk hijau Kompos Pupuk
kandang Pupuk hijau Kompos
C 16 20 35.11 1120 1400 2457.7 4978
N 0.3 0.92 1.86 21 64.4 130.2 216
P 0.2 0.29 0.21 14 20.3 14.7 49
K 0.15 1.39 5.35 10.5 97.3 374.5 482 Keterangan : Pupuk kandang = 7 ton/ha,Pupuk hijau=7 ton/ha, dan kompos= 7
ton/ha. Wiwik et al (2006); Ruskandi et al (2003);Abdul Munif (2009).
Tabel 3.Kontribusi Hara dari Pupuk Urea dan NPK pada pertanian konvensional.
Hara Kadar Hara (%) Kadar Hara (kg/ha) Jumlah (kg/ha) Urea NPK Urea NPK
C - - - - - N 45 15 45 37.5 83 P - 6.5 - 16.4 16 K - 12.5 - 31.3 31
Keterangan: Urea = 100 Kg/ha dan NPK = 250 Kg/ha. (Aziz,2015)
G. Sifat Kimia Tanah
1. pH
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang
dinyatakan dengan nilai pH.Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion
hidrogen (H+) di dalam tanah.( Hardjowigeno, 1987). pH berperan penting
terhadap ketersediaan unsur hara mikro maupun makro. Meningkatnya kelarutan
ion 𝐴𝐴𝐴𝐴3+ dan Fe, meningkatkan aktivitas aktivitas jasad renik. (Bachtiar, 2006)
19
2. C organik
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen
abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah
harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar kandungan bahan organik
dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi
maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus
diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan
dengan KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah
3. Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 %
bobot tanaman dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah
2005).Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada
lapisan 0 – 20 cm tetapi tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah
tersebut (Hardjowigeno, 2003). Manfaat dari Nitrogen adalah untuk memacu
pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam pembentukan
klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain
4. Phospor
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan
dan mineral-mineral di dalam tanah.Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman
pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno, 2003).Senyawa P berperan penting dalam hal
perubahan karbohidrat dan senyawa terkait, glikolisis, metabolism asam amino,
lemak dan belerang.
20
5. Kalium
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang
diserap oleh tanaman dalam bentuk ion K+.Kalium tanah terbentuk dari
pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium. Melalui proses
dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali
ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau
tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan
jasad renik.
6. Kapasitas Tukar Kation
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir
(Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat
dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :Reaksi
tanah, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat, bahan organik dan, pengapuran
serta pemupukan.Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah
sangat beragam, karena jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai
dalam tanah berbeda-beda pula.
7. Kejenuhan Basa
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang
ditukarkan dengan kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam
persen.Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman tinggi dan kejenuhan
21
basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis.Tanah sangat subur bila kejenuhan
basa > 80%, berkesuburan sedang jika kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak
subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan pada sifat tanah dengan
kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan lebih
mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50%.
Tabel 4. Kriteria Penilaian sifat kimia tanah
Nilai Sangat Rendah Rendah Sedang Agak Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Parameter
C % < 1,00 1,00 – 2,00
2,01 – 3,00
- 3,01 – 5,00
> 5,00
N % < 0,10 0,10 – 0,20
0,21 – 0,50
- 0,51 – 0,75
> 0,75
C/N < 5,00 5,00 – 10,00
11,0 – 15,0
- 16,0 – 25,0
> 25,0
P2O5 < 15,0 HCl 25 % (mg/100g)
15,0 – 20,0
21,0 – 40,0
- 41,0 – 60,0
> 60,0
P2O5 < 4,00 Bray (ppm)
5,00 – 7,00
8,00 – 10
- 11,0 – 15,0
> 16,00
P2O5 < 5,00 Olsen (ppm)
5,00 – 10,00
11,0 – 15,0
- 16,0 – 20,0
> 20,0
K2 < 10,0 O HCl 25 % (mg/100 g)
10,0 – 20,0
21,0 – 40,0
- 41,0 – 60,0
> 60,0
KTK (mg/100 g)
< 5,00 5,00 – 16,00
17,0 – 24,0
- 25,0 – 40,0
> 40,0
Ca (mg/100g)
< 2,00 2,00 – 5,00
6,00 – 10,00
- 11,0 – 20,0
> 20,0
Mg (mg/100 g)
< 0,30 0,40 – 1,00
1,10 – 2,00
- 2,10 – 8,00
> 8,00
K (mg/100g)
< 0,10 0,10 – 0,30
0,40 – 0,50
- 0,60 – 1,00
> 1,00
22
Sumber : Hardjowigeno,2003
H. Sifat Fisik Tanah
1. Bobot isi tanah
Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan
tanah per satuan volume yang dinyatakan dalam g/𝑐𝑐𝑐𝑐3. Semakin tinggi bobot isi
tanah semakin sulit pula lolosnya air dan tembusnya akar tanaman.
Bobot isi tanah dipengaruhi oleh tekstur, stuktur dan kandungan bahan
organik. Faktor yang mempengaruhi nilai bobot isi tanah salah satunya adalah
bahan organik, yang dimana tanah dengan kandungan bahan organik tinggi akan
memiliki bobot isi tanah rendah begitupun sebaliknya. Selain itu juga dipengaruhi
oleh tekstur tanah, kadar air dan bahan mineral tanah. (Sutedjo, 2002)
2. Permeabilitas
Permeabilitas tanah adalah suatu kesatuan yang meliputi infiltrasi tanah
dan bermanfaat sebagai permudahan dalam pengolahan tanah.Rohmat, (2009)
mengatakan bahwa permeabilitas mempengaruhi kesuburan tanah. Berbeda
dengan drainase yang lebih mengacu pada proses pengaliran air. Permeabilitas
dapat mencakup bagaimana air, bahan organik, bahan mineral, dan partikel
lainnya yang terbawa air yang kan diserap masuk kedalam tanah.
Menurut Suharta dan Prasetyo (2008) permeabilitas tanah memiliki lapisan
atas dan bawah. Lapisan atas berkisar antara lambat sampai cepat (0,20 – 9,46
Na (mg/100g)
< 0,10 0,10 – 0,30
0,40 – 0,70
- 0,80 – 1,00
> 1,00
Kejenuhan Basa (%)
< 20,0 20,0 – 40,0
41,0 – 60,0
- 61,0 – 80,0
> 80,0
23
cm/jam), sedangkan di lapisan bawah tergolong agak lambat sampai sedang (1,10
– 3,62 cm/jam). Faktor yang mempengaruhi permeabilitas antara lain tekstur,
struktur, porositas, viskositas, dan gravitasi.
Tabel 5. Permeabilitas sifat fisik tanah Deskripsi Permeabilitas (cm/jam)
Sangat Cepat >25 Cepat 12.5-25
Agak Cepat 6.5-12.5 Sedang 2.0-6.5
Agak Lambat 0.5-2.0 Lambat 0.1-0.5
Sangat Lambat <0.1
Sumber : Hardjowigeno, 2003
3. Berat Jenis tanah
Penetapan berat jenis adalah berat tanah kering persatuan volume partikel
partikel (padat) tanah ( tidak termasuk volume pori pori tanah). ( Hardjowigeno,
2010).
Didalam menentukan kepadatan partikel tanah, pertimbangan yang harus
diberikan untuk partikel yang kuat.Berat jenis partikel dari suatu tanah
memperlihatkan kerapatan dari partikel secara keseluruhan. Hal ini ditunjukkan
sebagai perbandingan massa total dari partikel padatan dengan total volume tidak
termasuk ruang pori antar partikel. Untuk kebanyakan tanah mineral kepadatan
partikelnya rata rata sekitar 2,6 g/𝑐𝑐𝑐𝑐3. ( Fort, 1994 )
24
I. Tanah Vertisol
Tanah vertisol umumnya terbentuk dari bahan sedimen yang mengandung
mineral smektite dalam jumlah yang tinggi, didaerah datar, cekungan hingga
berombak (Driesen dan Dudal,1989 dalam Prasetyo, 1996). Jenis tanah ini
dahulunya dikenal dengan nama grumusol yang berasal dari istilah gromus
(gumpal keras) karena dapat membentuk gumpalan besar dan keras. Tanah ini
sangat dipengaruhi oleh proses argilli pedo turbation yaitu proses pencampuran
tanah lapisan atas dan bawah yang diakibatkan oleh kondisi dimana tanah tersebut
kering yang disertai pembentukan rekahan rekahan secara periodik. (Fanning,
1989 dalam Prasetyo, 2007). Proses tersebut menciptakan struktur tanah dan pola
rekahan yang sangat spesifik. Ketika basah tanah menjadi sangat lekat dan plastis
serta kedap air, tetapi ketika kering tanah tersebut sangat keras.(Van Wambeke,
1992 dalam Prasetyo, 2007).
Gambar 1. Penampang tanah vertisol
1.1 Sifat Fisik Tanah Vertisol
Tanah vertisol relatif sulit diolah karena memiliki kandungan lempung
yang tinggi yaitu lebih dari 30%, bahkan menurut Prasetyo (1996), kandungan liat
25
pada tanah vertisol dapat lebih dari 60%.Tanah ini sangat keras pada waktu
musim kemarau dan sangat lengket ketika musim penghujan.
Kandungan bahan organik umumnya antara 1,5-4%. Warna tanah
dipengaruhi oleh jumlah humus dan kadar kapur yang terkandung dalam
tanahnya. Solum tanah vertisol dangkal dan dalam, memiliki struktur tanah yang
kurang baik, permeabilitas lambat, serta kesuburan fisiknya yang kurang
baik..Struktur tanah yang kurang stabil menyebabkan tanah lebih peka erosi
karena mudah hancur oleh air hujan, Sedangkan permeabilitas tanah yang lambat
dapat menyebabkan tanah mudah jenuh air dan mudah terjadi aliran permukaan
sehingga potensial terhadap erosi. Demikian juga tekstur tanah yang berat akan
menyebabkan lambatnya permeabilitas. (Notohadiprawiro, 2000).
1.2 Sifat Kimia Tanah Vertisol
Sifat kimia tanah vertisol ini umumnya memiliki kesuburan kimia yang
tinggi, banyak mengandung 𝐹𝐹𝐹𝐹2+, memiliki KPK (Kapasitas Tukar Kation) yang
relatif baik, kejenuhan basa relatif besar, kapasitas mengikat air (water holding
capacity) yang tinggi dengan pH tanah 6-6.5 (Supriyo, 2008). Secara kimiawi
tanah ini kaya akan unsure hara karena mempunyai cadangan sumber hara yang
tinggi dengan kapasitas tukar kation yang tinggi dan pH netral hingga alkali
(Deckers et al. 2001).
Di lahan kering tanah vertisol, hara Posfor dalam tanah sangat mudah
terfiksasi oleh ion Ca menjadi senyawa fosfat atau apatit yang tidak tersedia bagi
tanaman. Pupuk ZA yang bereaksi asam dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
ketersediaan hara P tanaman akan hara Posfor lebih dapat terpenuhi (Feagley and
26
Hossner.1978 dalam Ispandi. 2000). Kadar Kalium yang tersedia umumnya
rendah yaitu 0,2 me/100g (Munir. 1996). Kadar K yang rendah ini diakibatkan
adanya mineral lempung yang mampu menjerap K diantara kisi kisi mineral.
Selain itu juga unsur hara K dalam tanah bersifat mudah tercuci atau mudah
terangkut oleh aliran air ke tempat lain (Foth dan Ellis, 1988)
Tabel 6. Kriteria sifat kimia tanah vertisol No Macam Analisis Nilai Satuan Kriteria 1 pH tanah 6.76 - Netral 2 Bahan organic 2.94 % Rendah 3 K total 1.54 me/100g Sangat tinggi 4 K tersedia 12.6 Ppm Rendah 5 P tersedia 0.24 % Rendah 6 N total 0.59 g/cm3 Sedang
Sumber : Sudadi. 2007
J. Hipotesis
Diduga ada perbedaan dan pengaruh pada sistem budidaya padi secara
organik, semi organik, dan konvensional terhadap sifat kimia dan fisik tanah di
Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah.