II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagungeprints.umm.ac.id/50985/2/BAB II.pdf · Batang jagung tidak...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jagungeprints.umm.ac.id/50985/2/BAB II.pdf · Batang jagung tidak...
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Jagung
Tanaman Jagung (Zea mays ) merupakan salah satu tanaman pangan dunia
yang terpenting selain gandum dan padi. Penduduk beberapa daerah di Indonesia
(misalnya di Madura dan Nusa Tenggara ) menggunakan jagung sebagai pangan
pokok. (Tim Karya Tani Mandiri, 2010). Di Indonesia, daerah- daerah penghasil
utama tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura,
D.I. Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi selatan, dan
Maluku. Khusus di Daerah Jawa Timur dan Madura, budidaya tanaman jagung
dilakukan secara itensif karena kondisi tanah dan iklimnya sagat mendukung
untuk pertumbuhannya.( Tim Karya Tani Mandiri, 2010 ).
Jagung (Zea mays) merupakan kebutuhan yang cukup penting bagi
kehidupan manusia dan hewan. Jagung mempunyai kandungan gizi dan serat
kasar yang cukup memadai sebagai bahan makanan pokok pengganti beras.
Kebutuhan akan dikonsumsi jagung di Indonesia terus meningkat. Hal ini
didasarkan pada makin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Jagung sebagai
bahan pangan, dapat dikonsumsi langsung maupun perlu pengolahan seperti
jagung rebus, bakar, maupun dimasak menjadi nasi. Sebagai bahan ternak , biji
pipilan kering digunakan untuk pakan ternak bukan ruminan seperti ayam, itik,
puyuh, dan babi, sedangkan seluruh bagian tanaman jagung atau limbah jagung,
baik yang berupa tanaman jagung muda maupun jeraminya dimanfaatkan untuk
pakan ternak ruminansia. Selain itu, jagung juga berpotensi sebagai bahan baku
industri makanan, kimia farmasi dan indutri lainnya yanng mempunyai nilai
5
tinggi, seperti tepung jagung, gritz jagung, minyak jagung, dextrin, gula, etanol,
asam organik dan bahan lainnya.(Budiman, 2010 ).
Menurut Warisno (2007), klasifikasi tanaman jagung adalah sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Class : Monocotyledoneae
Ordo : Poales
Familia : Poaceae (Graminae)
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
2.1.1 Morfologi Tanaman Jagung
Akar yang tumbuh relatif dangkal merupakan akar adventif dengan
percabangan yang amat lebat, yang menyerap hara pada tanaman. Akar layang
penyokong memberikan tambahan topangan untuk tumbuh tegak dan membantu
penyerapan unsur hara. Akar layang ini tumbuh di atas permukaan tanah, tumbuh
rapat pada buku-buku dasar dan tidak bercabang sebelum masuk ke tanah
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Batang jagung tidak bercabang, berbentuk
silinder, dan terdiri dari beberapa ruas dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul
tunas yang berkembang menjadi tongkol. Tinggi batang jagung tergantung
varietas dan tempat penanaman, umumnya berkisar 60 – 300 cm (Purwono dan
Hartono, 2006).
6
Daun tanaman jagung berbentuk pita atau garis, mempunyai ibu tulang
daun yang terletak tepat di tengah-tengah daun. Tangkai daun merupakan pelepah
yang biasanya berfungsi untuk membungkus batang tanaman jagung. Daun pada
tanaman jagung mempunyai peranan penting dalam pertumbuhan tanaman
utamanya dalam penentuan produksi (Warisno, 2009). Jumlah daun umumya
berkisar antara 10-18 helai, rata-rata munculnya daun yang terbuka sempurna
adalah 3-4 hari setiap daun. Tanaman jagung di daerah tropis mempunyai jumlah
daun relatif lebih banyak dibanding di daerah beriklim sedang (temperate)
(Suprapto dan Marzuki, 2002).
Jagung disebut juga tanaman berumah satu (monoceous) karena bunga
jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga betina (tongkol)
muncul dari axillary apical tajuk. Bunga jantan (tassel) berkembang dari titik
tumbuh apikal diujung tanaman. Rambut jagung (silk) adalah pemanjangan dari
saluran stylar ovary yang matang pada tongkol. Hampir 95 % dari persariannya
berasal dari serbuk sari tanaman lain, dan hanya 5 % yang berasal dari serbuk sari
tanaman sendiri. Karena itu disebut juga tanaman bersari bebas (cross pollinated
crop). Buah jagung terdiri atas tongkol, biji, dan daun pembungkus. Biji jagung
mempunyai bentuk, warna dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung
pada jenisnya. Pada umumnya, biji jagung tersusun dalam barisan yang melekat
secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8 – 20 baris biji. Biji
jagung terdiri atas tiga bagian utama, yaitu kulit biji (seedcoat), endosperm dan
embrio (Rukmana, 2009)
7
2.1.2 Kandungan Gizi Tanaman Jagung
Tanaman jagung mengandung karbohidrat yang cukup tingg yaitu sekitar
74,26 gram per 100 gram, dan banyak terkonsentrasi pada bagian endosperm.
Kandungan karbohidrat pada biji jagung terdiri atas amilosa dan amilopektin,
yang tersusun dari rantai gula sukrosa. Kandungan pati dalam biji jagung
berkontribusi besar dalam kesedian total energy pada biji jagung (Warisno,2009).
Selain sebagai sumber karbohidrat, tanaman jagung juga memiliki
kandungan makronutrisi yang lain seperti lemak dan protein yang diperlukan oleh
tubuh. Lemak jagung terdiri dari dua jenis asam lemak yaitu asam lemak jenuh
dan asam lemak tidak jenuh. Menurut permana (2003), protein-protein jagung
tersusun dari beberapa asam amino penyusun. Sebagian besar asam amino
penyusunnya merupakan jenis asam amino atau tidak dapat dihasilkan sendiri oleh
tubuh. Asam amino esensial tersebut, antara lain : metionin, triptofan, treonin,
valin, sistin, tirosin, fenilalanin, isoleusin, lisin dan leusin.
Tabel 1. Komposisi Kimia Biji Jagung
Komposisi Kimia Jumlah
Air 13,5
Protein 10,0
Lemak/minyak 4,0
Karbohidrat
- Pati 61,0
- Gula 1,4
- Pentose 6,0
- Serat kasar 2,3
Abu 1,4
Komposisi kimia jagung sangat beragam tergantung dengan varietas jagung,
keadaan tanah dan iklim. Umumnya komposisi kimia pada jagung adalah protein,
lemak, karbohidrat dan abu dapat dilihat pada Tabel 1. Biji jagung memiliki
8
komponen karbohidrat yang paling banyak, karbohidrat jagung terutama berupa
pati. Sebagian besar jenis jagung mempunyai kandungan amilopektin 78% dan
amilosa 22% (Koswara, 2009)
2.2 Pati
Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang banyak terdapat pada
tanaman. Merupakan polimer dari satuan α-D-glukosa (anhidrogukosa). Pati
tersusun oleh dua satuan polimer utama yaitu amilosa dan amilopektin. Molekul
amilosa merupakan polimer dari unit-unit glukosa dengan bentuk ikatan α-1,4-
glikosidik, berbentuk rantai lurus, tidak bercabang atau mempunyai struktur heliks
yang terdiri dari 200-2000 satuan anhidroglukosa sedangkan amilopektin merupakan
polimer unit-unit glukosa dengan ikatan α-1,4-glikosidik pada rantai lurus dan ikatan
α-1,6-glikosidik pada percabangan, terdiri dari 10.000-100.000 satuan anhidroglukosa
(Adebowale and Lewal, 2003).
Setiap jenis pati memiliki perbedaan rasio kandungan amilosa dan
amilopektin tergantung pada sumber botaninya. Sedangkan karakteristik setiap
jenis pati dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran granula pati, rasio amilosa dan
amilopektin, kandungan-kandungan dari komponen non pati, struktur kistalin dan
amorf (Mali et al, 2004).
Pati alami mengandung polimer amilopektin yang lebih banyak
dibandingkan dengan amilosa. Menurut Stoddard (1999), butiran pati
mengandung amilosa berkisar 15-30% dan amilopektin 70-85%. Jika kadar
amilosa tinggi, maka pati akan bersifat kering, kurang lengket dan cenderung
higroskopis. Perbandingan antara amilosa dan amilopektin akan berpengaruh
terhadap sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Pati dengan kadar amilosa
rendah akan mempunyai suhu gelatinisasi tinggi.
9
Pati dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan edible film. Pati
adalah biopolymer karbohidrat yang dapat terdegradasi secar mudah di alam dan
bersifat dapat diperbaruhi. Penelitian pati sebagai bahan baku plsatik telah
dilakukan mulai dari penggunaan pati alami, pati termodifikasi, dan pati
termoplastis untuk ditambahkan baik pada biodegradable plastic dan non-
degradable plastic. Pemilihan proses didasakan pada produk akhir yang ingin
dicapai
2.3 Pati Jagung
Pengolahan jagung menjadi pati mempunyai prospek untuk meningkatkan
nilai tambah jagung. Jagung mengandung 70% pati, pati dalam tanaman jagung
tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama, yaitu amilosa, amilopektin dan
bahan antara seperti lipid dan protein. Komponen tersebut berpengaruh terhadap
sifat fungsional jagung. Umumnya sifat fisik kimia dan fungsional pati dapat
memberi petunjuk dalam memilih varietas jagung sesuai untuk produk yang
diinginkan
Jagung dapat digolongkan menjadi empat jenis berdasarkan sifat patinya
yaitu pati jagung normal mengandung 74-76% amilopektin dan 24-26% amilosa,
jenis pulut (waxy) mengandung 99% amilopektin, sedangkan jenis jagung
amilomaize hanya mengandung 20% amilopektin dan 80% amilosa dan jagung
manis mengandung sukrosa disamping pati (Nur, 2006). Jagung Pulut (Waxy
Corn), Z. ceritina Kulesh memiliki kandungan pati hampir 100% amilopektin hal
ini disebabkan karena adanya gen tunggal waxy (wx) bersifat resesif epistasis
yang terletak pada kromosom sembilan, sehingga mempengaruhi komposisi
kimiawi pati, dan menyebabkan akumulasi amilosa sangat sedikit (Fergason,
10
1994). Komponen utama jagung adalah pati, yaitu sekitar 70% dari bobot biji.
Komponen karbohidrat lain adalah gula sederhana, yaitu glukosa, sukrosa dan
fruktosa sebesar 1%-3% dari bobot biji jagung.
Pati telah banyak digunakan sebagai bahan biopolymer yang mampu
membentuk matriks dalam pembuatan edible film. Semakin banyak pati yang
digunakan, makan semakin rapat matriks film yang terbentuk. Hal ini berdampak
pada peningkatan nilai tensile strength film (Murni, dkk., 2013). Polisakarida
seperti pati dapat dijadikan sebagai bahan baku pada pembuatan edible film. Pati
sering digunakan dalam industri pangan sebagai biodegradable film untuk
menggantikan polimer plastik karena ekonomis, dapat diperbaharui dan
memberikan karakteristik fisik yang baik (Sinaga, dkk., 2013).
Menurut Koswara (2009), zat pati merupakan komponen yang paling
banyak dalam biji jagung. Zat pati terutama terdapat pada bagian endosperm biji
jagung. Zat pati merupakan homopolimer unit-unit D-glukosa dengan ikatan a-
glikosidik. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.
Fraksi yang relatif larut dalam air disebut amilosa dan fraksi yang tidak larut air
disebut amilopektin.
a) Amilosa
Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-glikosidik,
seperti terlihat pada Gambar 1. Panjang rantai lurus tersebut berkisar antara 250-
2000 unit D-glukosa. Molekul amilosa tidak semua sama ukurannya, tergantung
pada sumber pati dan tingkat kematangannya. Berat molekul amilosa dipengaruhi
oleh panjang rantai polimer, sedangkan panjang rantai polimer dipengaruhi oleh
sumber pati
11
Gambar 1. Struktur rantai molekul amilosa
b) Amilopektin
Amilopektin merupakan polimer dari D-glukosa yang mempunyai rantai
lurus dan percabangan. Struktur kimia amilopektin pada dasarnya sama seperti
amilosa terdiri atas rantai pendek α-(1,4)-D-glukosidik. Perbedaannya adalah
amilopektin memiliki tingkat percabangan yang tinggi dan memiliki bobot
molekul yang lebih besar dengan adanya ikatan α-1,6-D-glukosidik dimana setiap
cabang mengandung 20-25 unit glukosa. Derajat polimerisasi amilopektin juga
lebih tinggi dibandingkan amilosa, yaitu antara 105 sampai 3x106 unit glukosa
(Hustiany 2006).
Gambar 2. Struktur kimia molekul amilopektin
2.4 Tanaman Temu mangga (Curcuma manga Val.)
Tanaman kunir mangga (Curcuma manga Val.) merupakan tanaman semak
berumur Tahunan. Tingginya mencapai 50 – 70 cm, bentuk batang semu tersusun
dari pelepah – pelepah daun. Daun warna hijau, berbentuk seperti mata lembing
bulat lonjong di bagian ujung dan pangkalnya. Panjang daun 30 – 60 cm dan lebar
daun 7,5 – 12,5 cm, tangkai daunnya panjang sama dengan panjangnya daunnya.
Permukaan atas dan bawah daun agak licin, tidak berbulu. Tanaman ini
mempunyai bunga majemuk berbentuk bulir yang muncul dari bagian ujung
12
batang. Mahkota bunga berwarna kuning muda atau hijau keputihan, panjang 2,5
cm. Kunir mangga (Curcuma manga Val.) memiliki rimpang berbentuk bulat,
renyah, dan mudah dipatahkan. Kulitnya dipenuhi semacam akar serabut yang
halus hingga menyerupai rambut. Rimpang utamanya keras, bila dibelah tampak
daging buah berwarana kekuning – kuningan di bagian luar dan putih kekuningan
di bagian tengahnya. Rimpang berbau aromatis seperti bau manga, dan rasanya
mirip manga sehingga masyarakat menyebutnya temu manga (Syukur, 2003).
Menurut Backer (1965) klasifikasi temu mangga (Curcuma manga Val.)
adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermaophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Spesies : Curcuma manga Val.
Temu mangga mengandung kurkumin seperti halnya pada kunyit. Fungsi
kurkumin yaitu sebagai antioksidan yang bekerja mengikat radikal oksigen bebas
hasil fagosit pada peradangan. Antioksidan membantu melindungi tubuh terhadap
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Rimpang temu mangga
mengandung Kurkuminoid, minyak atsiri, polisakarida dan golongan lain.
Kurkuminoid yang telah diketahui meliputi kurkumin, demektosikurkumin,
bisdemetoksikurkumin dan 1,7-bis (4-hidroksifenil)-1,4,6-heptatrien-3-on.
13
Penambahan ekstrak temu mangga yaitu berfungsi sebagai antioksidan karena
mengandung kurkumin yang mampu mengikat radikal bebas sehingga edible film
yang dihasilkan meningkatkan kualitas mutu sebagai kemasan ramah lingkungan.
Temu mangga (Curcuma manga Val.) mengandung minyak atsiri dan
tannin. Selain itu, kandungan temu mangga (Curcuma manga Val.) yang juga
sangat penting adalah pigmen kurkuminoid yang berwarna oranye. Pigmen
inimerupakan campuran dari tiga komponen analog yaitu kurkumin, demotiksi
kurkumin dan bisdemotoksi kurkumin Adapun komposis kimia temu mangga
dapat dilihat pada Tabel 2.
Table 2. Komposisi Kimia Temu mangga dan Bubuk Temu mangga Dalam 100
gram
Komponen Temu mangga Bubuk temu mangga
Energy
Air (g)
Protein
Lemak (g)
Total karbohidrat (g)
Serat kasar (g)
Abu (g)
Kalsium (g)
Fosfor (g)
Natrium (g)
Kalium (g)
Besi (g)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
349,00
13,10
6,30
5,10
69,40
2,60
-
0,15
0,28
0,03
3,30
18,60
0,03
0,05
390
5,80
8,60
8,90
69,90
6,90
6,80
0,20
0,26
0,01
2,50
47,50
0,09
0,19
Sumber : Lukman, 1984 dalam Pujimulyani, 2010
Temu mangga mengandung antioksidan berupa kurkuminoid sebanyak
132 ppm (Pujimulyani, 2003). Antioksidan merupakan senyawa-senyawa yang
dapat menghambat, menunda, atau mencegah terjadinya oksidasi lemak atau
senyawa-senyawa lain yang mudah teroksidasi. Antioksidan banyak digunakan
dalam produk pangan yang mengandung minyak atau lemak untuk menghambat
terjadinya reaksi oksidasi minyak atau lemak tidak jenuh (Pujimulyani, 2003).
14
2.5 Plastik
Plastik merupakan kemasan makanan yang sangat popular dan sudah
menjadi pilihan bagi konsumen. Keunggulan plastik yang fleksibel, transparan,
tidak mudah pecah menjadikan kemasan ini sangat populer di masyarakat umum.
Kemasan plastik memiliki densitas yang rendah, bersifat isolasi terhadap listrik,
mempunyai kekuatan mekanik yang bervariasi. Kemasan plastik memiliki
kelemahan tidak dapat dihancurkan secara alami (non-biodegradable) sehingga
menyebabkan pencemaran lingkungan. Bahan kemasan palstik tidak dapat
dipertahankan penggunaannya secara luas karena akan menambahkan persoalan
dan kesehatan diwaktu mendatang (Coniwanti, dkk., 2014).
Plastik adalah polimer rantai panjang dari atom yang mengikat satu sama
lain. Rantai ini membentik banyak unit molekul berulang atau “monomer”. Proses
polimerisasi yang menghasilkan polimer berantai lurus mempunyai tingkat
polimerisasi yang rendah dan kerangka dasar yang mengikat antar atom karbon
dan ikatan antar rantai lebih besar daripada rantai hidrogen. Bahan yang
dihasilkan dengan tingkat polimerisasi rendah bersifat kaku dan keras. Banyak
penelitian telah mencoba mencari bahan dasar pembuatan plastik ramah
lingkungan atau dikenal dengan istilah bioplastik (plastic biodegradable). Plastik
jenis ini merupakan plastik yang dapat diuraikan oleh jamur atau mikroorganisme
di dalam tanah sehingga akan mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh
plastik sintetik. Bioplastik merupakan plastik yang dapat diperbaharui karena
senyawa-senyawa penyusunnya berasal dari tanaman seperti pati, selulosa dan
lignin serta hewan seperti kasein, protein dan lipid (Widyaningsih, dkk., 2012).
15
Penggunaan plastik sebagai bahan pengemas saat ini sudah tidak dapat
dipertahankan lagi. Selain dapat merusak lingkungan, plastik juga dapat
membahayakan kesehatan. Hal ini mendorong dilakukannya penelitian dan
pengembangan teknologi bahan kemasan yang “biodegradable”. Pengembangan
teknologi bahan kemasan biodegradable terarah pada usaha untuk membuat bahan
kemasan yang memiliki sifat seperti plastik yang berbahan dasar dari bahan alam
dan mudah terurai yang disebut dengan “edible film” (Sari, dkk., 2008). Oleh
karena itu, dibutuhkan alternatif untuk membuat plastik yang ramah lingkungan
agar tidak mencemari lingkungan sekitar. Salah satu cara yang dilakukan adalah
pembuatan plastik yang berbahan dasar ramah lingkungan dan mudah terurai yaitu
plastik edible film.
2.6 Edible Film
Edible film merupakan suatu lapisan tipis, terbuat dari bahan yang
bersifat hidrokoloid dapat memberikan efek pengawetan karena dapat memberi
perlindungan terhadap oksigen, mengurangi penguapan air, memperbaiki
penampilan produk serta dapat digunakan sebagai pembawa senyawa antioksidan
atau antibakteri yang dapat melindungi produk terhadap proses oksidasi lemak
serta menghambat pertumbuhan mikroba (Amaliyah dan Widya, 2014). Selain itu
juga, edible film yang tipis sangat baik digunakan sebagai pembungkus dan
pelapis produk-produk hasil pertanian, farmasi, industri dan pangan. Pemanfaatan
edible film sebagai pelapis bahan pangan berfungsi sebagai penghambat
perpindahan massa, sebagai carrier zat aditif dan meningkatkan penanganan suatu
makanan (Hawa, dkk., 2012).
16
Edible film mempunyai komponen yang dapat dikelompokkan menjadi
tiga kategori, yaitu hidrokoloid, lipid dan komposit. Komposit merupakan
gabungan dari hidrokoloid dan lipid. Hidrokoloid yang dapat digunakan untuk
membuat edible film adalah protein dan karbohidrat. Sedangkan lipid yang
digunakan adalah lilin/wax dan asam lemak. Pembuatan edible film dapat
menggunakan bahan berbasis pati seperti pati jagung, plastizicer seperti gliserol
dan pembentuk gel yang dapat memberikan sifat fisik yang lebih baik (Murdinah,
dkk., 2007).
Bahan dasar pembentukan edible film sangat mempengaruhi sifat-sifat
edible film itu sendiri. Edible film yang berasal dari hidrokoloid bersifat
hidrofilik (suka air) yang memiliki ketahanan yang baik terhadap gas oksigen
(O2) dan karbon dioksida (CO2), meningkatkan kualitas fisik, namun memiliki
ketahanan terhadap uap air yang sangat rendah. Oleh karena itu, pada pembuatan
edible film dibutuhkan penambahan bahan seperti plasticizer untuk mengurangi
sifat rapuh dan juga akan menambah keelastisan suatu edible film (Ahmadi,
2011). Edible film berbasis pati murni pada umumnya mempunyai sifat
fleksibilitas rendah dan laju transmisi uap air tinggi. Untuk memperbaiki
kelemahan edible film tersebut dapat dilakukan dengan penambahan plasticizer
dalam formulasi film tersebut (Santoso, dkk., 2012).
Pembuatan edible film berbasis pati pada dasarnya menggunakan prinsip
gelatinisasi. Granula-granula pati memiliki sifat tidak larut dalam air dingin tetapi
akan mengembang secara drastis ketika dipanaskan. Perubahan yang terjadi pada
granula pati pada waktu mengalami pengembangan yang luar biasa dan tidak
dapat kembali ke bentuk semula disebut proses gelatinisasi. Suhu pada saat butir
17
pati pecah disebut suhu gelatinasi (52oC-80
oC), suhu gelatinasi atau suhu
pembentukan pasta adalah suhu pada saat mulai terjadi kenaikan viskositas
suspense pati bila dipanaskan. Granula pati yang menggelembung dan membentuk
pasta atau gelatin, jika suhu terus dinaikkan akan tercapai viskositas puncak dan
setelah didinginkan molekul-molekul amilosa cenderung bergabung kembali yang
disebut regelatinasi. Sebanyak 15-25% pati akan terlarut dalam bentuk koloid
ketika campuran pati dan air dipanaskan. Bagian tersebut disebut dengan amilosa
yaitu pati yang dapat larut (Koolman, 2005).
Menurut Krisna (2011) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan
edible film antara lain:
1. Suhu
Perlakuan panas diperlukan untuk membentuk pati tergelatinisasai sehingga
terbentuk pasta pati yang merupakan bentuk awal edible film. Suhu
pemanasan akan menentukan sifat mekanik edible film yang terbentuk.
2. Konsentrasi Pati
Konsentrasi pati memberikan kontribusi terhadap kadar amilosa dalam
larutan pati sehingga berpengaruh terhadap sifat pasta yang di hasilkan.
3. Plasticizer dan bahan aditif lain
Konsentrasi plasticizer dan bahan aditif lain yang ditambahkan ke dalam
formula film akan berpengaruh terhadap sifat yang terbentuk.
18
2.6.1 Karakteristik Edible Film
Secara umum parameter yang sering digunakan dalam mengukur sifat
mekanik edible film adalah ketebalan, kuat tarik (tensile strength) dan daya serap
air. Faktor yang dapat mempengaruhi ketebalan edible film adalah konsentrasi
padatan terlarut pada larutan pembentuk film dan ukuran plat pencetak. Semakin
tinggi konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan film akan meningkat
a) Ketebalan Edible Film
Ketebalan film merupakan sifat fisik yang dipengaruhi oleh konsentrasi
padatan terlarut dalam larutan film dan ukuran plat pencetak. Ketebalan film akan
mempengaruhi laju transmisii uap air, gas dan senyawa volatile. Ketebalan film
dipengaruhi juga oleh formula penyusunnya. Ketebalan edible film pada
umumnya berkisar antara 0,1 mm-0,5 mm (Murni, dkk., 2013). Semakin tinggi
konsentrasi padatan terlarut, maka ketebalan edible film akan meningkat. Sebagai
kemasan, semakin tebal edible film maka kemampuan penahanannya semakin
besar, sehingga umur simpan produk akan semakin panjang. Edible film yang
terlalu tebal dapat memberikan efek yang merugikan (Ilah, 2015). Ketebalan
menentukan ketahanan film terhadap kuat tarik, laju perpindahan uap air, gas dan
senyawa volatil lainnya. Edible film relatif tahan terhadap perpindahan oksigen
dan karbondioksida, namun kurang tahan terhadap uap air (Ningsih, 2015).
b) Kuat tarik (Tensile strength)
Kekuatan tarik atau kuat peregangan (tensile strength) merupakan tarikan
maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap bertahan sebelum putus/sobek
yang menggambarkan kekuatan edible film. Pemanjangan didefinisikan sebagai
presentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan
19
regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat
tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus
berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan
maksimum pada setiap satuan luas area film untuk merenggang atau memanjang
(Murni, dkk., 2013).
Kekuatan tarik (tensile strength) adalah ukuran untuk kekuatan film secara
spesifik, merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film tetap
bertahan sebelum putus/sobek. Pengukuran ini untuk mengetahui besarnya gaya
yang diperlukan untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas area film.
Sifat kekuatan tarik bergantung pada konsentrasi dan jenis bahan penyusun edible
film (Sara, 2015).
c) Laju Transmisii Uap Air
Laju transmisii uap air adalah jumlah uap air yang melalui suatu
permukaan persatuan luas atau slope jumlah uap air dibagi luas area. Edible film
dengan penambahan dasar polisakarida umumnya sifatnya terhadap uap airnya
rendah. Nilai laju transmisii uap air suatu bahan dipengaruhi oleh struktur bahan
pembentuk dan konsentrasi plasticizer. Penambahan plasticizer seperti gliserol
akan meningkatkan permeabilitas film terhadap uap air karena gliserol bersifat
hidrofilik (Ilah, 2015). Permeabilitas uap air merupakan jumlah uap air yang
hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu
fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya
terhadap uap air harus serendah mungkin (Murni, dkk., 2013).
20
d) Kadar Air
Kadar air adalah sejumlah air yang terkandung di dalam edible film, jika
kadar air edible film rendah maka edible film akan mempunyai sifat yang
fleksibel tetapi jika terlalu rendah film yang terbentuk akan sangat kaku dan daya
renggangnya rendah (Ilah, 2015).
2.6.2 Fungsi Edible Film
Anti microbial film/packaging material mempunyai kegunaan untuk
memperlama fasa lag adaptasi dan dapat menghambat pertumbuhan
mikroorganisme sehingga akan memperpanjang umur simpan serta menjaga
kualitas dan keamanan produk terkemas. Anti microbial film/packaging adalah
penyederhanaan dari proses pengemasan (Ahmed et al.,2008). Edible film
memiliki keuntungan sebagai berikut :
a. Penggunaan edible film memberikan keuntungan lingkungan, serta
keuntungan biaya dan kenyamanan, lebih konfensional system kemasan
sintetis.
b. Penggabungan pengawet menjadi film yang dapat dimakan dan coating
untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba permukaan dalam makanan
sedang dieksplorasi. Komposisi Film adalah salah satu faktor utama yang
mempengaruhi difusivitas dari preservatices dalam film sehingga dapat
dimakan.
c. Edible film dan coating telah menunjukkan hasil untuk mengendalikan
transfer kelembaban, oxygen, lipid, aroma, dan rasa senyawa dalam
system makanan, dengan hasil peningkatan kualitas makanan.
21
d. Tergolong dalam kemasan yang lebih murah dibandingkan dengan
kemasan yang lainnya misalnya dibandingkan dengan plastik.
e. Edible film yang dibuat dari hidrokoloid merupakan barrier yang baik
terhadap transfer oksigen, karbohidrat, karbon dan lipid. Kebanyakan dari
film hidrokoloid memiliki karakteristik yang baik sehingga sangat baik
dijadikan bahan pengemas.
f. Film hidrokoloid umumnya mudah larut dalam air sehingga sangat
menguntungkan dalam penggunaannya.
2.7 Plasticizer Gliserol
Plasticizer merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam suatu bahan
pembentuk film untuk meningkatkan fleksibilitasnya, karena dapat menurunkan
gaya intermolekuler sepanjang rantai polimernya, sehingga film akan lentur ketika
dibengkokkan. Karakteristik fisik edible film dipengaruhi oleh jenis bahan serta
jenis dan konsentrasi plasticizer (Damat, 2008). Penambahan gliserol 1,5% pada
pati memberikan edible film lebih baik dibandingkan dengan penambahan sorbitol
dan sirup glukosa, juga mendapatkan struktur film yang stabil (Yulianti dan
Erliana, 2012).
Gliserol (1,2,3-propanatriol) dengan rumus kimia CH2OHCHOHCH2OH,
adalah senyawa golongan alkohol trivalen. Gliserol berbentuk cairan kental,
biasanya dimanfaatkan sebagai food additive. Gliserol memiliki sifat mudah larut
dalam air, meningkatkan viskositas larutan dan mampu mengikat. Gliserol
merupakan plasticizer yang hidrofilik, sehingga cocok untuk ditambahkan pada
bahan pembentuk film yang bersifat hidrofobik seperti pati, pektin, gel dan protein
(Murni, dkk., 2013).
22
Gliserol terdapat dalam bentuk ester (gliserida) pada semua hewan, lemak
nabati dan minyak. Gliserol termasuk jenis plasticizer yang bersifat hidrofilik,
menambah sifat polar dan mudah larut dalam air. Gliserol lebih cocok digunakan
sebagai plasticizer karena berbentuk cair. Bentuk cair gliserol lebih
menguntungkan karena mudah tercampur dalam larutan film dan terlarut dalam
air. Sorbitol sulit bercampur dan mudah mengkristal pada suhu ruang, hal tersebut
tidak disukai konsumen (Ningsih, 2015).
Plasticizer merupakan substansi dengan berat molekul rendah dapat masuk
ke dalam matriks polimer protein dan polisakarida sehingga meningkatkan
fleksibilitas film dan kemampuan pembentukan film. Gliserol yang dijinkan untuk
ditambahkan ke dalam bahan makanan adalah dengan konsentrasi maksimal 10
mg/m3 berdasarkan data Material Safety Data Sheet (MSDS). Penambahan
gliserol yang berlebihan akan menyebabkan rasa manis-pahit pada bahan.
Penambahan gliserol sebagai plasticizer pada edible film akan menghasilkan film
yang lebih fleksibel dan halus, selain itu gliserol dapat meningkatkan
permeabilitas film terhadap gas, uap air dan zat terlarut (Murni, dkk., 2013).