II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1...
Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1...
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klappertaart
Klappertaart merupakan kue khas dari Manado yang dibuat dari bahan
dasar kelapa, susu, telur, dan tepung terigu (Muharani, 2011). Klappertaart
muncul pada saat Belanda menjajah Manado sehingga klappertaart merupakan
salah satu kue yang mendapat pengaruh dari kue orang Belanda. Nama
klappertaart sendiri diambil dari bahasa Belanda yang artinya kue kelapa
(Primasatya, 2014). Kenampakan klappertaart terdapat dalam Gambar 1.
Gambar 1. Penampakan Klappertaart
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
Soputan et al., (2016) menambahkan bahwa klappertaart memiliki
komposisi kimia (proksimat) yang terdiri atas kadar air 63,72%, kadar karbohidrat
27,49%, kadar protein 5,09%, kadar lemak 3% dan kadar abu 0,70%. Selain itu
klappertaart memiliki komponen asam lemak berupa asam oleat 23,52%, asam
palmitat 21,62% dan asam laurat 9,49% serta asam amino berupa asam glutamat
sebesar 0,40 %.
7
2.1.1 Bahan Baku Klappertaart
Bahan baku klappertaart terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan.
Bahan utama pembuatan klappertaart adalah daging kelapa muda, susu UHT, air
kelapa, tepung terigu, tepung maizena, telur, kismis, dan kenari sedangkan bahan
tambahan adalah seperti vanili, garam, gula pasir, dan cream of tartar.
Kelapa merupakan bahan baku utama dan yang paling penting dalam
pembuatan klappertaart, kelapa yang digunakan adalah yang masih muda dan
berukuran sedang agar didapatkan daging kelapa yang lunak. Sutarmi (2005)
menjelaskan bahwa daging buah kelapa memiliki komposisi 46 g air, 359 kkal
kalori, 3,4 gr protein, 34,7 mg lemak, 14 gr karbohidrat, 21 mg kalsium, 21 mg
fosfor, 0,1 mg vitamin A, 0,1 mg thlamin, dan 46,9 g asam askorbat.
Susu yang digunakan dalam pembuatan klappertaart adalah susu UHT.
Susu UHT atau sterilisasi yaitu susu yang dipasteurisasi dengan menggunakan
Ultra High Temperature (UHT) dengan pemanasan 135- 1450C dan waktu yang
singkat selama 2-5 detik (Ide, 2008). Komposisi susu terdiri dari air 87,1%,
laktosa 5%, protein 3,3%, lemak 3,9%, dan mineral 0,7% (Saleh, 2004). Menurut
Cauvain dan Young (2006) susu berperan dalam hidrasi adonan dan perubahan
warna serta flavor. Mudjajanto et al., (2005) menambahkan fungsi penambahan
susu UHT adalah untuk memperkuat gluten karena adanya kandungan kalsium
pada susu. Selain itu susu berperan dalam peningkatan nilai nutrisi (Matz, 1972).
Air kelapa ditambahkan dalam pembuatan klappertaart berguna sebagai
pelarut, pemberi volume adonan dan penguat rasa kelapa pada klappertaart itu
sendiri. Air kelapa memiliki komposisi 7,27% karbohidrat, 0,2 % protein, 0,15%
8
lemak, vitamin, dan gula. Jenis gula yang terkandung dalam air kelapa adalah
glukosa, sukrosa, fruktosa, sorbitol. Gula- gula ini yang menyebabkan air kelapa
muda lebih manis daripada air kelapa yang lebih tua (Warisno, 2004). Selain itu
mineral, vitamin B komplek, dan Vitamin C banyak terkandung di air kelapa
muda dimana mineral tersebut dapat menurunkan hipertensi dan mempercepat
penyerapan obat dalam darah (Pengembangan Inovasi Pertanian, 2011).
Tepung terigu adalah salah satu olahan serealia yaitu hasil dari
penggilingan biji gandum. Terigu yang digunakan dalam pembuatan klappertaart
adalah terigu white flour berprotein sedang. Syarbini (2013) menyebutkan bahwa
tepung terigu berprotein sedang biasa disebut all purpose flour dan memiliki
kandungan protein sekitar 10%-11.5%. Protein dalam terigu terdiri dari empat
jenis protein utama yaitu albumin, globulin, glutelin, dan prolamin. Protein
prolamin dan glutelin dalam tepung terigu memiliki peran penting yaitu
kemampuannya dalam membentuk gluten (Cauvain dan Young, 2006). Tepung
terigu berfungsi membantu pembentukan struktur produk yang mengalami proses
pemanggangan menjadi lebih kokoh. Hal ini disebabkan terkoagulasinya gluten
oleh panas dan pati mengalami gelatinisasi (Charley, 1982). Temperatur
gelatinisasi tergantung pada konsentrasi, pH, dan faktor lain, tetapi pada
umumnya berkisar antara 133- 140˚F (Matz, 1972).
Tepung maizena atau pati jagung adalah suatu produk dari hasil
pengolahan jagung (Winarno, 1988). Tepung maizena dalam pembuatan
klappertaart berperan sebagai pelembut dan pengental adonan. Hal ini disebabkan
kandungan amilopektin yang terdapat didalam maizena, semakin tinggi
9
kandungan amilopektin maka adonan yang dihasilkan semakin kental (Sakidja,
1989). Erdia (2004) menambahkan bahwa untuk mendapatkan kue yang lebih
lembut penggunaan sebagian tepung terigu dapat digantikan dengan tepung
maizena asalkan tidak lebih dari 30%.
Telur yang digunakan dalam pembuatan klappertaart dipisahkan menjadi
bagian putih telur dan kuning telur. Putih telur digunakan dalam pembuatan
lapisan akhir klappertaart sedangkan kuning telur dimasukkan kedalam adonan
klappertaart. Telur dalam pembuatan klappertaart berfungsi untuk melemaskan
jaringan gluten akibat adanya kandungan lesitin dalam telur, memberikan rasa
yang lebih enak, dan meningkatkan nilai gizi (Koswara, 2009). Selain itu telur
dapat mempengaruhi rasa, warna, dan aroma (Astawan, 2009).
Kismis adalah makanan ringan yang terbuat dari anggur yang dikeringkan
(Fajariani, 2015). Rivero et al., (2008) menyebutkan bahwa kismis mengandung
senyawa polifenol, zat besi, potassium, kalsium, dan vitamin B yang baik untuk
kesehatan. Kismis dalam pembuatan klappertaart digunakan sebagai bahan
pelengkap dan penambah citarasa.
Kenari yang digunakan dalam pembuatan klappertaart sudah dalam
keaadan disangrai dan dicincang terlebih dahulu, kenari dalam klappertaart
berfungsi sebagai bahan tambahan, penambah citarasa dan tekstur. Biji kenari
mengandung nilai gizi 7% karbohidrat, 12% protein, 70%lemak, 22 mg/g
tocopherol, 50 mg/kg Na, phenolic, dan antioksidan (Leakey, 2007).
Salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan klappertaart
adalah gula pasir. Fungsi utama dari penambahan gula adalah untuk
10
meningkatkan cita rasa (Marshall, 1996). Selain itu menurut Chan (2008) dalam
Aliyah (2010) gula dapat meningkatkan kekentalan, memperbaiki tekstur, dan
sebagai pengawet karena sifatnya yang higroskopis yaitu dapat mengikat air
dalam bahan pangan sehingga umur simpan produk lebih tahan lama.
Garam Dapur (NaCI) memiliki fungsi menambah atau meningkatkan rasa
dan memperpanjang masa simpan, selain itu sejumlah bakteri terhambat
pertumbuhannya pada konsentrasi garam 2% (Soeparno, 2005). Garam yang
digunakan harus halus, mudah larut, bersih (bebas dari bahan yang tidak dapat
larut), dan tidak bergumpal. Garam juga mempengaruhi aktivitas air (aw) suatu
dari bahan (Buckle et al., 2009). Semakin besar konsentrasi garam yang
digunakan dalam suatu produk semakin banyak ion hidrat dan molekul yang
terikat sehingga aktivitas air (aw) bahan pangan menurun (Winarno, 2004).
Cream of tartar ditambahkan dalam putih telur untuk pembuatan lapisan
akhir klappertaart, cream of tartar memiliki kemampuan untuk menstabilkan
putih telur saat dikocok atau dibuihkan. Saat cream of tartar ditambahkan pada
putih telur dan dikocok cream of tartar akan menguatkan matriks buih yang
terbentuk dan membantu mencegah buih putih telur runtuh terlalu cepat. Selain itu
cream of tartar juga dapat menjaga agar warna buih tetap cerah serta membantu
meningkatkan volume buih (Christensen, 2008).
Vanili merupakan salah satu jenis perisa yang biasa digunakan dalam
pembuatan produk bakery (Matz, 1972). Vanili yang digunakan dalam pembuatan
klappertaart berupa vanili cair dan digunakan untuk memberikan aroma tambahan
pada produk klappertaart. Senyawa yang berperan dalam aroma vanili adalah
11
senyawa fenolik vanillin yang memiliki rumus molekul C8H8O3 (Towaha dan
Heryana, 2012).
2.1.2 Komposisi Gizi dan Standar Mutu Klappertaart
Klappertaart yang bermutu baik adalah klappertaart yang telah memenuhi
standar mutu secara fisik, kimia, maupun organoleptik. Kondisi kimia produk
klappertaart yang baik ditentukan oleh aspek pH. Menurut Abadi (2004), nilai pH
merupakan faktor penting yang harus diketahui dalam semua jenis bahan
makanan. Nilai pH dapat berpengaruh terhadap produk seperti masa simpan, daya
ikat air, tekstur, stabilitas emulsi, keempukan, dan warna. Penurunan pH selama
penyimpanan dapat mengindikasikan pertumbuhan bakteri pembusuk pada
produk. Standar mutu klappertaart dalam SNI 01-4309-1996 kue lapis ditunjukkan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Standar Mutu Klappertaart Berdasarkan SNI 01-4309 Kue Lapis
No Syarat Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan
1.1 Penampakan - Normal
1.2 Warna - Normal
1.3 Bau - Khas
1.4 Rasa - Khas
2 Air % Maks. 28
3 Asam lemak bebas (dihitung
sebagai asam oleat)
% Maks. 0,7
4 Bahan Tambahan Makanan
4.1 Pewarna tambahan
Sesuai SNI 01-0222-1995 tidak boleh ada 4.2 Pemanis buatan
4.3 Pengawet
5 Cemaran logam
7.1 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 10,0
7.2 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 1,0
7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks 40,0
74 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0,05
12
No Syarat Uji Satuan Persyaratan
8 Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0,5
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996)
Secara organoleptik, klappertaart harus lunak atau bertekstur empuk, serta
rasa dan aroma yang baik sesuai dengan bahan baku yang digunakan. Selain rasa,
tekstur klappertaart juga menjadi salah satu faktor penentu tingkat kesukaan
(Soputan et al., 2016). Tekstur dalam suatu produk merupakan parameter penting
untuk menentukan mutu produk makanan (Midayanto dan Yuwono, 2014).
Tekstur biasanya dipengaruhi oleh kandungan air dan lemak serta jumlah struktur
protein dan karbohidrat (Fellows, 1992). Tekstur klappertaart dapat dipengaruhi
oleh jumlah tepung yang ditambahkan kedalam adonan klappertaart. Selain itu,
tekstur pada klappertaart ditentukan oleh tingkat kematangan kelapa yang
digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan klappertaart.
2.2 Kerusakan pada Klappertaart
Secara umum, bahan pangan memiliki sifat mudah rusak (perishable),
sehingga memiliki umur simpan yang relatif pendek. Makanan dapat dikatakan
rusak atau busuk ketika terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan makanan
tersebut tidak dapat diterima lagi oleh konsumen. Kerusakan atau kebusukan
makanan dapat terjadi akibat aktivitas mikrobia maupun aktivitas enzim yang ada
pada bahan makanan tersebut, selain itu perubahan secara fisika-kimia juga dapat
memengaruhi kebusukan makanan (Bell dkk., 2005).
Klappertaart merupakan produk yang sifatnya cepat rusak (perishable).
Primasatya (2014) juga menyatakan bahwa klappertaart memiliki umur simpan
13
kurang lebih 2 hari disuhu kamar dan 5 hari di suhu pendingin mengingat
komposisi klappertaart mengandung kelapa dan susu sehingga umur simpan
klappertaart tidak tahan lama. Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan produk
agar umur simpan klappertaart lebih tahan lama dan tidak rusak selama proses
pengiriman kepada konsumen seperti menggunakan bahan baku yang bermutu
baik, memperbaiki kemasan yang dipakai, faktor penyimpanan, dan faktor
penanganan distribusi.
2.2.1 Kerusakan Fisik
Kerusakan fisik disebabkan oleh perlakuan-perlakuan fisik seperti pada
proses pendinginan terjadi kerusakan dingin (chilling injuries) pada bahan yang
didinginkan. Menurut Fellow (2000), kerusakan fisik dapat diakibatkan dari
kelembaban yang ada pada bahan meninggalkan permukaan bahan dan menuju ke
lingkungan di sekitarnya melalui proses kondensasi uap air. Hal ini akan
mengakibatkan penurunan berat. Kehilangan air dapat dicegah dengan mengatur
suhu dan kelembaban ruang simpan dengan tepat. Andayani (2015) menambahkan
bahwa kerusakan fisik lain yang dapat terjadi pada klappertaart adalah karena
faktor-faktor luar seperti tekanan fisik (dropping atau jatuh, shunting atau
gesekan) dan juga adanya vibrasi atau getaran, benturan antara bahan dan alat atau
wadah selama perjalanan dan distribusi.
2.2.2 Kerusakan Kimia
Kerusakan kimia adalah kerusakan yang terjadi karena reaksi kimia yang
berangsur didalam makanan. Soputan et al., (2016) menyebutkan bahwa
14
klappertaart memiliki komposisi kimia (proksimat) yang terdiri atas kadar air
63,72%, kadar karbohidrat 27,49%, kadar protein 5,09%, kadar lemak 3% dan
kadar abu 0,70%. Selain itu klappertaart memiliki komponen asam lemak berupa
asam oleat 23,52%, asam palmitat 21,62% dan asam laurat 9,49% serta asam
amino berupa asam glutamat sebesar 0,40 %. Perlu diperhatikannya kuantitas
komponen-komponen tersebut terkait dengan kemungkinan kerusakan selama
penyimpanan yang akan terjadi.
Klappertaart merupakan produk olahan yang mengandung lemak sehingga
mudah rusak akibat mengalami oksidasi lemak. Lemak pada makanan berfungsi
sebagai pemberi rasa kenyang dan kelezatan (Almatsier, 2004). Lemak yang
mudah mengalami oksidasi adalah lemak yang mengandung asam lemak tidak
jenuh. Oksidasi lemak ditandai dengan timbulnya aroma tengik pada klappertaart
tersebut. Tengik merupakan aroma senyawa-senyawa hasil dekomposisi hidroksi
peroksida yang dihasilkan dari oksidasi lemak (Syarief dan Halid, 1993).
Ketengikan dapat mempengaruhi kualitas dari suatu produk pangan dan dapat
membahayakan kesehatan konsumen (Maharani et al., 2012). Reaksi oksidasi
lemak terdapat dalam Gambar 2.
Gambar 2. Reaksi Oksidasi Asam Lemak Tak Jenuh
(Rorong et al., 2008)
15
Selain ketengikan, terbentuknya alkohol juga dapat terjadi pada produk
klappertaart. Kandungan gula yang tinggi pada klappertaart dapat memicu
terjadinya fermentasi etanol. Fermentasi etanol merupakan proses biologi yang
melibatkan mikroorganisme untuk mengubah bahan organik menjadi komponen
sederhana. Produksi etanol dapat terjadi dengan menggunakan mikroorganisme
seperti kapang, khamir, dan bakteri. Selama proses fermentasi mikroorganisme
akan memproduksi enzim untuk menghidrolisis substrat menjadi komponen
sederhana (gula) selanjutya mengubahnya menjadi etanol (Yan & Tanaka, 2005).
Dalam proses fermentasi terjadi reaksi pembentukan alkohol jenis etanol seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Gambar 3. Reaksi Pembentukan Alkohol
(Handayani et al., 2016)
2.2.3 Kerusakan Mikrobiologis
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme pada
produk olahan kelapa diantaranya adalah temperatur, kadar air, oksigen, pH, dan
kandungan gizi bahan baku yang digunakan. Klappertaart sebagai produk olahan
merupakan media kultur pertumbuhan yang ideal bagi mikroorganisme karena
16
tingginya kadar air dan kaya akan nutrisi. Hal ini menyebabkan kontaminasi yang
berasal dari organisme pembusuk merupakan hal yang tidak dapat dihindari
(Husni, 2002). Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat diamati untuk
mengetahui telah terjadinya kerusakan klappertaart antara lain timbulnya bau
masam hingga busuk, permukaan klappertaart berlendir dan ditumbuhi miselium
kapang, warna dan penampakan menjadi tidak cerah.
Keberadaan mikroba pada produk pangan tidak hanya menyebabkan
kerusakan, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit jika terserang
mikroorganisme patogen. Menurut Supar dan Ariyanti (2005), produk pangan
yang memiliki campuran bahan asal ternak beresiko tinggi terhadap cemaran
bakteri patogen yang membahayakan kesehatan manusia.
2.3 Bakteri Patogen pada Klappertaart
Kesadaran masyarakat akan hal kebersihan makanan perlu diperhatikan
karena makanan yang mengandung bahan tercemar dan dikonsumsi akan
menyebabkan penyakit bawaan makanan atau disebut foodborne disease.
Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme atau
mikroba patogen yang mengkontaminasi makanan. Makanan yang berasal baik
dari hewan maupun tumbuhan dapat berperan sebagai media pembawa
mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia (Deptan RI, 2007). Penyakit
yang ditularkan melalui makanan (foodbo;rne disease) yang segera terjadi setelah
mengkonsumsi makanan, umumnya disebut dengan keracunan. Makanan dapat
menjadi beracun karena telah terkontaminasi oleh bakteri patogen yang kemudian
17
dapat tumbuh dan berkembang biak selama penyimpanan, sehingga mampu
memproduksi toksin yang dapat membahayakan manusia (BPOM RI, 2008).
Bakteri paling umum yang menyebabkan infeksi melalui makanan adalah
Salmonella sp. dan E. coli, mikroorganisme lainnya antara lain Campylobacter,
Yersinia, Clostridium dan Listeria, virus serta parasit (Deptan RI, 2007).
Tingkat keamanan pangan dari aspek mikrobiologis pada klappertaart
dijelaskan dalam Standar Nasional Indonesia 01-4309-1996. Batas cemaran
mikroorganisme yang tercantum dalam standar mutu mikrobiologi klappertaart
dalam SNI 01-4309-1996 kue lapis dapat dilihat dalam Tabel 2.
Tabel 2. Batas Cemaran Mikroorganisme Klappertaart Berdasarkan SNI
Kue Lapis
No Mikroorganisme Satuan Persyaratan
1 Angka lempeng total CFU/g Maks. 106
2 Coliform APM/g Maks. 10
3 Escherichia coli APM/g < 3
4 Kapang CFU/g Maks. 50
5 Khamir CFU/g Maks. 50
6 S. aureus CFU/g Maks. 103
Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996)
Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM (2011),
mikroorganisme paling umum yang menyebabkan infeksi melalui makanan salah
satunya adalah bakteri E. coli dan kapang.
2.3.1 Escherichia coli
E. coli merupakan bagian famili Enterobacteriaceae, berbentuk batang
pendek (coccobasil), Gram negatif, ukuran 0,4-0,7 µm x 1,4 µm, sebagian
bergerak positif dan beberapa strain memiliki kapsul dan tidak 16 membentuk
spora serta bersifat anaerob fakultatif, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak)
18
dengan menggunakan flagella (Nygren et al., 2012). Menurut Bergey’s Manual
of Systemic Biology dalam Jawetz (2008), klasifikasi taksonomi E. coli adalah
termasuk Kingdom Bacteria, Divisi Proteobacteria, Kelas Gamma Proteobacteria,
Bangsa (Ordo) Enterobacteriales Suku (Familia) Enterobacteriaceae, Genus
Escherichia, dan Spesies Escherichia coli.
E. coli dapat tumbuh di media manapun. Sebagian besar strain E. coli
bersifat mikroaerofilik yaitu butuh oksigen namun tanpa oksigen masih dapat
hidup (Nygren et al., 2012). Bentuk mikroskopik dari E. coli dapat dilihat pada
gambar 4.
Gambar 4. Kenampakan E. coli
(Goodsell, 2009)
E. coli dapat hidup pada suhu rendah sekalipun yaitu 7oC maupun suhu
yang tinggi yaitu 44oC, namun dia akan lebih optimal tumbuh pada suhu antara
35oC-37°C, serta dalam kisaran pH 4,4-8,5. Nilai aktivitas air minimal 0,95 lebih
resistensi terhadap asam. Bakteri ini relatif sangat sensitif terhadap panas dan
inaktif pada suhu pasteurisasi atau selama pemasakkan makanan (Suardana &
Swacita, 2009).
Berdasarkan sifat dan karakteristik virulensinya, E. coli diklasifikasikan
19
menjadi lima kelompok (Jawetz et al., 1996), yaitu:
1. Enteroinvasive E. coli (EIEC)
Menyebabkan penyakit yang mirip dengan shigellosis dengan menyerang
sel epitel mukosa usus.
2. Enteroagregative E. coli (EAEC)
Menyebabkan diare yang akut dan kronis (dalam jangka waktu lebih dari
14 hari) dengan cara melekat pada mukosa intestinal, menghasilkan
enterotoksin dan sitotoksin, sehingga terjadi kerusakan mukosa, pengeluran
sejumlah besar mukus, dan terjadi diare.
3. Enteropathogenic E. coli (EPEC)
Merupakan penyebab penting diare pada bayi, khususnya di negara
berkembang. Bakteri ini melekat pada usus kecil. Infeksi EPEC dapat
mengakibatkan diare cair yang sulit diatasi dan kronis.
4. Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
Beberapa strain ETEC memproduksi eksotoksin yang sifatnya labil
terhadap panas (LT) dan toksin yang stabil terhadap panas (ST). Infeksi ETEC
dapat mengakibatkan gejala sakit perut, kadang disertai demam, muntah, dan
pada feses ditemukan darah.
5. Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
Serotipe E. coli yang memproduksi verotoksin yaitu EHEC O157:H7.
EHEC memproduksi toksin yang sifatnya hampir sama dengan toksin Shiga
yang diproduksi oleh strain Shigella dysenteriae. Verotoksin yang dihasilkan
menghancurkan dinding mukosa menyebabkan pendarahan.
20
Penyebaran E. coli dapat terjadi dengan cara kontak langsung
(bersentuhan, berjabatan tangan dan sebagainya) kemudian diteruskan melalui
mulut, akan tetapi E. coli pun dapat ditemukan tersebar di alam sekitar. Bakteri E.
coli mampu menginfeksi tubuh dan diperoleh jika jumlah bakteri yang masuk ke
dalam tubuh kurang dari 100 sel bakteri (Coia, 1998). Penyebaran secara pasif
dapat terjadi melalui makanan dan minuman (Melliawati, 2009). Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI) nomor SNI 01-4309-1996 tentang batas maksimum
cemaran bakteri E. coli pada produk kue lapis, suatu produk olahan kelapa
memiliki batas cemaran E. coli maksimum 3/g.
2.3.2 Kapang
Kapang merupakan kelompok mikroorganisme yang termasuk filum Fungi
(Noverita, 2009). Kapang memiliki miselium seperti kapas yang menyebabkan
pertumbuhannya dalam makanan mudah tedeteksi (Waluyo, 2005). Fardiaz (1992)
menjelaskan bahwa tubuh kapang terdiri dari dua bagian yaitu miselium
(kumpulan dari beberapa hifa) dan spora. Awal mula pertumbuhan kapang
berwarna putih dan saat kapang sudah memproduksi spora akan membentuk
berbagai warna tergantung jenis kapang.
Diantara bakteri (0,91) dan khamir (0,88), kapang (0,80) membutuhkan aw
minimal tumbuh yang lebih rendah (Fardiaz, 1989). Kebanyakan kapang bersifat
mesofilik atau tumbuh baik pada suhu kamar dan kapang tumbuh optimum pada
suhu 25 – 30°C (Waluyo, 2005). Pada pertumbuhannya kapang membutuhkan
oksigen atau bersifat aerobik, tumbuh pada kisaran pH 2-8,5 dan pada umunya
kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan dari yang sederhana
21
sampai kompleks. Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat dibandingkan
bakteri dan khamir (Fardiaz, 1989).
Kapang terdiri dari suatu thallus (jamak = thalli) yang tersusun dari
filament yang bercabang yang disebut hifa (tunggal = hypha, jamak = hyphae).
Kumpulan dari hifa disebut miselium (tunggal = mycelium, jamak = mycelia).
Hifas tumbuh dari spora yang melakukan germinasi membentuk suatu tuba germ,
dimana tuba ini akan tumbuh terus membentuk filamen yang panjang dan
bercabang yang disebut hifa, kemudian seterusnya akan membentuk suatu massa
hifa yang disebut miselium. Pembentukan miselium merupakan sifat yang
menbedakan grup-grup di dalam fungi (Fardiaz, 1989). Tahap germinasi spora
kapang dan perpanjangan sel dalam pembentukan hifa terdapat dalam Gambar 5.
Gambar 5. Germinasi spora kapang dan perpanjangan sel dalam
pembentukan hifa
(Nester et al., 1973)
Spesies kapang yang sering meyebabkan kerusakan makanan adalah
Aspergillus. Ciri-ciri spesifik Aspergillus adalah memiliki hifa septat dan
miselium bercabang, biasanya tidak berwarna, koloni kompak, beberapa spesies
22
tumbuh baik pada suhu 37°C atau lebih. Spesies Aspergillus yang sering
menyebabkan kerusakan makanan adalah Aspergillus repens (termasuk dalam
grup Aspergillus glaucus, dimana spesies ini tumbuh baik pada substrat dengan
konsentrasi gula dan garam tinggi (Ferdiaz, 1989). Aspergillus merupakan jamur
yang mampu hidup pada media dengan derajat keasaman dan kandungan gula
yang tinggi. Aspergillus ada yang bersifat parasit, ada pula yang besifat saprofit.
Aspergillus Spp dianggap patogen karena dapat menyebabkan suatu penyakit
saluran pernafasan, radang granulomatosis pada selaput lendir, mata, telinga,
kulit, meningen, bronchus dan paru-paru (Handajani dan Purwoko, 2008).
Kenampakan Aspergillus terdapat dalam Gambar 6.
Gambar 6. Aspergillus sp
(Tehnologijahrane, 2014)
Spesies kapang lain yang dapat menyebabkan kerusakan pada makanan
terutama makanan basah adalah Rhizopus stolonifer. Kelompok jamur ini
memiliki sifat heterotrof, non-motile , berserabut , hidup dari bahan organik .
Tersebar di seluruh dunia, sebagian besar saprofit pada roti , acar , keju , makanan
basah , kulit , buah-buahan dan sayuran. Rhizopus stolonifer adalah spesies jamur
yang hidup dengan memanfaatkan gula atau pati sebagai sumber karbon. Dalam
23
beberapa kasus dapat meyebabkan infeksi pada manusia (Natawijaya et al., 2015)
R. stolonifer memiliki koloni berwarna putih pada awal tumbuh, selanjutnya
berwarna coklat keabu-abuan. Koloni berbentuk seperti kapas yang memproduksi
sporangia dalam jumlah besar, memiliki hifa yang panjang, tidak bersepta,
memiliki rhizoid, terdapat stolon yang menghubungkan rangkaian sporangia yang
terdiri dari 2-5 sporangiofor. R. stolonifer selain sebagai kontaminan, ternyata
memiliki kemampuan dalam ferrnentasi misalnya ethanol. Mikrofungi ini juga
dapat merubah beberapa steroid dan mensintesis corticoid. Bahan toxin juga
terdeteksi pada mikrofungi ini (Fassatiova, 1986). Kenampakan Rhizopus terdapat
dalam Gambar 7.
Gambar 7. Rhizopus sp
(Hidayatullah, 2018)
Kapang dapat menghasilkan mikotoksin yang berbahaya bagi kesehatan
manusia (Makfoeld, 1993). Bennett dan Klich (2003) menyebutkan bahwa genus
kapang yang sering mengkontaminasi makanan dan menghasilkan mikotoksin
diantaranya adalah genus Aspergillus penghasil Aflatoxin dan Ochratoxin, genus
Fusarium penghasil Trichotecene dan Fumonisin, serta genus Penicillium
penghasil Ochratoxin dan Patulin.
24
2.4 Teknik Pengambilan Sampel
Salah satu upaya penelitian untuk mendapat sampel yang representatif
(mewakili) dan dapat menggambarkan populasi dapat dilakukan dengan pemilihan
teknik pengambilan sampel Nasution (2003). Nasution (2003) juga menyebutkan
bahwa teknik pengambilan sampel terbagi atas 2 kelompok besar, yaitu
Probability Sampling (Random Sample) dan Non Probability Sampling (Non
Random Sample).
Probability Sampling dilakukan dengan pengambilan sampel secara random
dimana setiap unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil
sebagai sampel. Pengambilan sampel secara random dapat menguangi bias
sekecil mungkin yang bertujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif.
Derajat kepercayaan terhadap sampel dapat ditentukan dengan teknik probability
sampling, besar sampel yang diambil dapat dihitung secara statistik dan beda
penaksiran parameter populasi dengan statistik sampel dapat diperkirakan
(Nasution, 2003). Pengambilan sampel dengan cara random dapat dilakukan
dengan berbagai cara, diantaranya :
• Sampel Random Sederhana (Simple Random Sampling)
Setiap anggota populasi diberi kesempatan untuk menjadi anggota sampel
dan ampel n dari populasi N dipilih secara random. Keuntungan dari metode
Simple Random Sampling adalah prosedur estimasi mudah dan sederhana
sedangkan kerugian nya adalah metode ini membutuhkan daftar seluruh
anggota populasi dan sampel mungkin tersebar pada daerah yang luas,
sehingga biaya transportasi besar.
25
• Sampel Random Sistematik (Systematic Random Sampling)
Metode ini digunakan apabila ada sedikit stratifikasi pada populasi.
Keuntungan metode Systematic Random Sampling adalah perencanan dan
penggunaanya mudah dan sampel tersebar di daerah populasi, sedangkan
kerugiannya adalah membutuhkan daftar populasi.
• Sampel Random Berstrata (Stratified Random Sampling)
Teknik pengambilan sampel dengan cara Sampel Random Berstrata
dilakukan dengan cara populasi dibagi sub populasi (strata) kemudian sampel
diambi dari setiap strata baik secara systematic random sampling atau simple
random sampling.
• Sampel Random Berkelompok (Cluster Sampling)
Sampel diambil dari sampling unit yang terdiri dari satu kelompok
(cluster) lalu setiap individu dalam kelompok (terpilih) diambil sebagai sampel.
Metode ini digunakan apabila populasi dapat dibagi dalam kelompok-
kelompok dan setiap karakteristik yang dipelajari ada dalam setiap kelompok.
Keuntungan metode Cluster Sampling adalah tidak memerlukan daftar populasi
dan biaya transportasi tidak terlalu banyak, sedangkan kerugian dari metode ini
adalah prosedur estimasi sulit.
• Sampel Bertingkat (Multi Stage Sampling)
Teknik pengambilan sampel dengan cara sampel bertingkat dilakukan
dengan cara sampel yang diambil dilakukan secara bertingkat dua maupun
lebih.
26
Non Probability Sample (Selected Sample) dilakukan dengan tidak
menghiraukan prinsip-prinsip probability dan pemilihan sampel tidak secara
random. Hasil yang didapatkan berupa gambaran kasar tentang suatu keadaan.
Keuntungan dari metode ini adalah dapat digunakan apabila biaya sangat minim,
tidak memerlukan ketepatan yang tinggi, hasil diminta segera dan hanya sekedar
gambaran umum saja (Nasution, 2003). Pengambilan Non Probability Sample
dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya sebagai berikut :
• Sampel Dengan Maksud (Purposive Samping).
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara unsur-unsur yang telah
dikehendaki oleh peneliti telah ada dalam anggota sampel yang diambil.
• Sampel Tanpa Sengaja (Accidental Sampling).
Sampel diambil tidak berdasarkan pertimbangan dan atas dasar seandainya
tanpa direncanakan lebih dahulu, sehingga jumlah sampel dapat
dipertanggungjawabkan dan kesimpulan yang diperoleh bersifat kasar dan
sementara
• Sampel Berjatah (Quota Sampling).
Teknik ini digunakan apabila peneliti mengetahui dengan betul situasi
daerah penelitian yang akan dilakukan dan pengambilan sampel hanya
berdasarkan pertimbangan peneliti saja, serta besar dan kriteria sampel telah
ditentukan lebih dahulu.
Metode yang sesuai untuk digunakan dalam pengambilan sampel adalah
metode purposive sampling technique dimana hasil yang diperoleh merupakan
gambaran kasar tentang suatu keadaan. Metode pemilihan sampel tidak dilakukan