II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Semangkaeprints.umm.ac.id/53020/3/BAB II.pdf2.2.1. Manfaat dan...

25
4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Semangka Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupakan salah satu buah yang sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru dunia, mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke Amerika. Semangka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat jus. Biji semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan isinya sebagai kuaci. Buah semangka memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda dengan larik-larik hijau tua tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair berwarna merah atau kuning (Prajnanta, 2003). Gambar 1. Bagian buah semangka (Amstrong, 2002) Berdasarkan klasifikasinya, tanaman semangka merah termasuk ke dalam: Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Sympetalae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Citrullus Species : Citrullus vulgaris (Rukmana, 1994)

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Semangkaeprints.umm.ac.id/53020/3/BAB II.pdf2.2.1. Manfaat dan...

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Buah Semangka

Semangka (Citrullus vulgaris, Schard) merupakan salah satu buah yang

sangat digemari masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis, renyah dan

kandungan airnya yang banyak. Menurut asal-usulnya, tanaman semangka konon

berasal dari gurun Kalahari di Afrika, kemudian menyebar ke segala penjuru dunia,

mulai dari Jepang, Cina, Taiwan, Thailand, India, Belanda, bahkan ke Amerika.

Semangka biasa dipanen buahnya untuk dimakan segar atau dibuat jus. Biji

semangka yang dikeringkan dan disangrai juga dapat dimakan isinya sebagai kuaci.

Buah semangka memiliki kulit yang keras, berwarna hijau pekat atau hijau muda

dengan larik-larik hijau tua tergantung kultivarnya, daging buahnya yang berair

berwarna merah atau kuning (Prajnanta, 2003).

Gambar 1. Bagian buah semangka (Amstrong, 2002)

Berdasarkan klasifikasinya, tanaman semangka merah termasuk ke dalam:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Subkelas : Sympetalae

Ordo : Cucurbitales

Famili : Cucurbitaceae

Genus : Citrullus

Species : Citrullus vulgaris

(Rukmana, 1994)

5

Buah semangka diketahui mengandung zat-zat tertentu yang cukup efektif

dalam membunuh sel-sel kanker, yaitu zat yang mampu menghidupkan aktivitas

fungsi sel darah putih yang mampu meningkatkan sistem kekebalan. Hasil

percobaan menunjukkan bahwa semangka mengandung zat-zat yang dapat

menstimulir phagocyte, yaitu suatu sel darah yang mampu melindungi sistem darah

dari infeksi dengan cara menyerap mikroba untuk mematikan sel-sel penyebab

penyakit kanker. Kandungan kalori buah semangka sangat rendah sehingga

semangka dapat berfungsi sebagai diuretik. Buah semangka mengandung pigmen

karotenoid jenis flavonoid yang memberikan warna daging buah merah atau

kuning. (Prajnanta, 2003) Kandungan gizi dari buah semangka dapat dilihat pada

Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Kandungan Gizi Buah Semangka

Nama Zat Gizi Kandungan Zat Gizi

Depkes R.I * FNRC**

Air 92,10 g 92,30 g

Kalori 28,00 kal 28,00 kal

Lemak 0,50 g 0,10 g

Karbohidrat 0,20 g 0,20 g

Kalsium 7,00 g 8,00 g

Fosfot 12,00 g 7,00 mg

Zat besi 0,20 mg 0,20 mg

Serat - 0,50 mg

Natrium - 1,00 mg

Kalsium - 82,00 mg

Niacin - -

Vitamin B1 0,05 mg 0,20 mg

Vitamin C 6,00 mg 6,00 mg

Sumber :*Direktur Gizi Depkes R.I (1981), **Food and Nutrisi Research Center,

Handbook No.1 Manila (1964)

6

2.1.2. Perbandingan Kandungan Antioksidan pada Buah dan Kulit

Semangka

Berdasarkan hasil penelitian Fatmawati (2008) yaitu daya antioksidan

ekstrak etanol 96% buah semangka (Citrullus vulgaris Schrad.) diperoleh bahwa

penentuan daya antioksidan dengan metode DPPH menggunakan pembanding

vitamin C. Parameter dalam pengujian ini adalah IC50 yang menunjukkan besarnya

konsentrasi ekstrak uji yang diperlukan untuk menghasilkan 50% aktivitas

antioksidan. Pada pembuatan ekstrak etanol 96% buah semangka diperoleh

rendemen sebanyak 2,84%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol

96% buah semangka mempunyai daya antioksidan ditunjukkan dengan nilai IC50

sebesar 131,77 mg/mL, sedangkan pembanding vitamin C sebesar 3,28 mg/mL.

Dari hasil ini terlihat bahwa daya antioksidan vitamin C lebih kuat dari ekstrak

etanol 96% buah semangka. Walaupun demikian ekstrak etanol 96% buah

semangka masih dapat dikatakan memiliki daya antioksidan kuat karena nilai IC50

yang ditunjukkan kurang dari 200 mg/mL. sedangkan pada kulit buah semangka

atau sering disebut sebagai albedo juga memiliki antioksidan berupa zat citrulline.

Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka ditemukan zat

citrulline. Citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka yakni sekitar

60% dibanding dagingnya

2.2. Kulit Semangka/Pulp Buah Semangka

Semangka mempunyai kulit buah yang tebal, berdaging dan licin. Daging

kulit semangka ini disebut dengan albedo. Warna albedo semangka putih. Bagian

kulit semangka memiliki banyak kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan. Kulit

semangka kaya akan zat sitrulin. Warna kulit buah bermacam-macam, seperti hijau

tua, kuning agak putih, atau hijau muda bergaris putih. Daging buahnya renyah,

7

mengandung banyak air dan rasanya manis dan sebagian besar berwarna merah,

walaupun ada yang berwarna jingga dan kuning. Bentuk biji pipih memanjang

berwarna hitam, putih, kuning atau cokelat kemerahan, bahkan ada semangka tanpa

biji (seedless) (Apriogi Ade Sandra, 2012).

Menurut Guoyao dkk. (2007), pada daging dan kulit buah semangka

ditemukan zat citrulline. Citrulline lebih banyak ditemukan pada kulit semangka

yakni sekitar 60% dibanding dagingnya. Zat citrulline akan bereaksi dengan enzim

tubuh ketika dikonsumsi dalam jumlah yang cukup lalu diubah menjadi arginin,

asam amino non essensial yang berkhasiat bagi jantung, sistem peredaran darah,

dan kekebalan tubuh. Albedo dapat disebut sebagai lapisan tengah (mesokarp) buah

semangka yang terletak di antara epidermis luar (eksokarp) dan epidermis dalam

(endokarp). Albedo merupakan bagian kulit buah yang paling tebal dan berwarna

putih. Sebagaimana jaringan tanaman lunak yang lain, albedo semangka juga

tersusun atas pektin (Kalie, 1999)

2.2.1. Manfaat dan Kandungan Gizi Kulit/Pulp Buah Semangka

Kulit buah semangka terdapat zat Cirtulline yang lebih banyak daripada

daging buahnya. Zat Cirtulline dapat dimanfaatkan untuk mengatasi hipertensi,

memperlebar pembuluh darah dan mengeluarkan amonia dari hati (Riestya, 2010).

Selain itu, kulit buah semangka dapat menurunkan kadar glukosa darah. Komposisi

kimia kulit semangka dapat dilihat pada Tabel 2 berikut dibawah ini.

8

Tabel 2. Komposisi Kulit Semangka dalam 100 g Bahan

Kandungan zat Jumlah

Air (g) 94,00

Energi (kal) 18,00

Protein (g) 1,60

Lemak (g) 0,10

Karbohidrat (g) 3,20

Abu (g) 0,70

Serat (g) 0,60

Kalsium (mg) 31,00

Fosfor (mg) 11,00

Zat besi (mg) 0,50

Natrium (mg) 1,00*

Kalium (mg) 82,00*

Mangan (mg) 0,038*

Magnesium (mg) 10,00*

Riboflavin (mg) 0,03

Thiamin (mg) 0,03

Niacin (mg) 0,6

(Sumber: We Leung, 1970; *: Rukmana, 1994)

Kulit buah semangka mengandung antioksidan yang cukup tinggi.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan Ismayanti (2013) dalam

penelitiannya menggunakan buah semangka bulat dan buah semangka lonjong

untuk mengetehui kandungan aktivitas antioksidan diperoleh aktivitas antioksidan

dengan nilai IC50, pada kulit semangka bulat 214,369 ppm dan semangka lonjong

376,266 ppm. Berdasarkan nilai IC50, kedua sampel tersebut tergolong antioksidan

lemah.

2.2.2. Pengolahan Kulit Buah Semangka

Cara memanfaatkan kulit atau pulp semangka dapat dikatakan tidak sulit.

Di beberapa negara seperti Amerika Selatan, Rusia, Ukraina, Rumania, Bulgaria,

dan Arab, kulit buah semangka sering dibuat acar atau dimakan sebagai sayuran.

Kulit buah semangka juga dapat diminum setelah dijus dengan campuran buah

lainnya (Daniel, 2012). Selain itu, menurut Mhd.Iqbal Nusa (2014) kulit buah

semangka yang berwarna putih ini bisa kita manfaatkan untuk berbagai keperluan.

9

Seperti untuk campuran fruit cocktail, dibuat kalua (sejenis setup manis dengan

banyak air), acar, bahkan dimasak sayur bening, tumis, sambal goreng santan, atau

lainnya. Menurut Purwanti Widhy H (2016), kulit semangka bagian dalam yang

berwarna putih ini bisa kita manfaatkan untuk permen jelly. Permen jelly

merupakan permen yang dibuat dari air atau sari buah dan bahan pembentuk gel,

yang berpenampilan jernih. Bahan pembentuk gel yang biasa digunakan antara lain

gelatin, karagenan dan agar. Permen jelly tergolong pangan semi basah, oleh karena

itu produk ini cepat rusak, penambahan bahan pengawet diperlukan untuk

memperpanjang waktu simpannya. Bahan pengawet yang biasa digunakan adaiah

sodium propionat yang efektif dalam menghambat pertumbuhan kapang dan

beberapa jenis bakteri, Sodium Propionat efektif pada pH 5-6, dan daya

pengawetannya berkurang dengan semakin tingginya pH, penambahan sodium

Propionat yang diperbolehkan dalam makanan maksimum 0,3%. Permen jelly

memerlukan bahan pelapis berupa campuran tepung tapioka dengan tepung gula.

Guna bahan pelapis ini adalah untuk membuat permen tidak meiekat satu sama lain

dan juga menambah rasa sehingga bertambah manis. Umumnya permen dari gelatin

dilapisi dengan tepung pati kering untuk membentuk lapisan luar yangtahan lama,

dan menghasilkan bentuk gel yang baik dengan perbandingan komposisi bahan

pelapis permen jelly terbaik adalah tepung tapioka : tepung gula (1 : 1). Teknologi

pengolah pembuatan manisan kering kulit buah semangka dilakukan dengan

penambahan bahan pembentuk tekstur dan rasa yaitu dengan penambahan gula dan

mengurangi kandungan air yang cukup banyak melalui proses pengeringan.

Penggunan alat pengering oven untuk mengeringkan kulit buah semangka sehingga

10

kadar air pada manisan kulit semangka aman untuk disimpan lama, dan disukai

(Mhd.Iqbal Nusa,dkk.,2014).

Selain itu menurut Nila Zahidah (2015), kulit semngka dapat dimanfaatkan

menjadi selai. Dengan memanfaatkan kulit semangka ini untuk diolah menjadi selai

dapat menghasilkan berbagai manfaat. Manfaatnya antara lain dengan mengurangi

limbah kulit semangka yang dihasilkan oleh masyarakat. Selain itu, apabila kulit

semangka ini akan sangat sia-sia apabila hanya dibuang begitu saja, karena pada

kulit semangka ini walaupun memiliki rasa yang tidak seenak dengan daging

semangka tetapi khasiat yang dimiliki tidak jauh berbeda. Pada kulit semangka ini

mengandung senyawa citrulline yang berhubungan langsung dengan sistem

kekebalan tubuh. Dengan adanya senyawa citrulline pada kulit semangka ini maka

kulit semangka dapat sangat bermanfaat bagi tubuh. Untuk pembuatan selai kulit

semangka ini bahan yang dibutuhkan tidak susah untuk didapatkan. Berikut ini

merupakan contoh selai dari kulit semangka yang merupakan dari salah satu

percobaan yang telah dilakukan.

2.3. Selai

Gambar 2. Selai kulit semangka (Dokumentasi Pribadi, 2016)

11

Produk yang dibuat dari buah-buahan yang telah dihancurkan atau sari buah,

serta dilakukan penambahan gula kemudian dipanaskan atau dimasak sampai

terbentuk tekstur kental disebut selai. Produk ini umumnya tidak dikonsumsi secara

langsung akantetapi sering dijadikan sebagai bahan tambahan untuk memberi rasa

dan aroma pada roti tawar (Syahrumsyah, 2010). Menurut SNI (1995) selai buah

adalah produk pangan semi basah yang merupakan pengolahan bubur buah dan gula

yang dibuat dari campuran tidak kurang dari 45% berat sari buah dan 55% berat

gula. Campuran tersebut kemudian dipekatkan sampai diperoleh hasil akhir berupa

padatan terlarut lebih dari 65% yang diukur menggunakan refraktometer.

Selai menurut Food and Drug Administration (FDA) sebagai produk olahan

buah-buahan, baik berupa segar, buah beku, buah kaleng maupun campuran

ketiganya dalam proporsi tertentu terhadap gula (sukrosa) dengan atau tanpa

penambahan air. Proporsinya adalah 45% bagian berat buah dan 55% bagian berat

gula. Campuran yang dihasilkan kemudian dipekatkan sehingga hasil akhirnya

mengandung total padatan terlarut minimum 65% (Fachruddin 2008). Buah yang

ideal untuk pembuatan gel harus mengandung pektin dan asam yang cukup unutk

menghasilkan selai yang baik (Desrosier, 2008). Menururt Suryani (2004), selai

yang bermutu baik mempunyai tanda spesifik yaitu:

1) Konsistensi kokoh,

2) Warna cemerlang,

3) Distribusi buah merata,

4) Tekstur lembut,

5) Flavor buah alami,

6) Tidak mengalami sineresis dan kristalisasi selama penyimpanan

12

Menurut Muchtadi (1989) kerusakan yang sering terjadi pada pembuatan

selai adalah terbentuknya Kristal-kristal karena bahan terlalu banyak mengandung

gula, gel besar dan kaku disebabkan rendahnya kadar gula atau pektin yang tidak

cukup, gel yang kurang padat dan menyerupai sirup karena kadar gula terlalu tinggi

sehingga tidak seimbang dengan kandungan pektin dan pengeluaran air dari gel

(sineresis) karena terlalu banyak asam. Jam mempunyai definisi yang sama dengan

selai, dengan pengecualian bahwa yang digunakan pada jam adalah bahan-bahan

penyusun buah selain sari buah. Pengentalan dilakukan sampai mencapai kadar zat

padat paling sedikit 65 % untuk semua jenis jam. Beberapa jam memerlukan kadar

68 % untuk mencapai kualitas yang dikehendaki. Di Amerika Serikat jam yang

diizinkan beredar paling sedikit dibuat dengan perbandingan 45 pound buah untuk

setiap 55 pound gula (Sutomo, 2009).

Tabel 3. Syarat Mutu Selai Buah-Buahan

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Keadaan : -

- Aroma - Normal

- Rasa - Normal

- Warna - Normal

Serat buah - Positif

Padatan terlarut % fraksi massa Min. 65

Cemaran logam :

Timah (Sn)* mg/kg Maks. 250,0*

Cemaran Aren (As) mg/kg Maks. 1,0

Cemaran mikroba

Angka Lempeng Total Koloni/g Maks. 1,0 x 103

Bakteri coliform APM/g <3

Staphylococcus aureus Koloni/g Maks. 2,0 x 101

Clostridium sp. Koloni/g <10

Kapang/khamir Koloni/g Maks. 5,0 x 101

Ket : *Dikemas dalam kaleng

Sumber: SNI 3746 (2008))

13

2.3.1. Pembuatan Selai

Pembuatan selai meliputi tahap pemilihan bahan, pencucian, pengupasan,

penghancuran buah, pemasakan, pengemasan dalam wadah botol, pasteurisasi dan

pendinginan. Pembuatan selai biasanya dilakukan pada titik didih 1030C- 1050C

akan tetapi titik didih ini dapat bervariasi menurut buah atau perbandingan gula.

Pada persiapan bahan, pemilihan tingkat kematangan buah yang digunakan akan

mempengaruhi hasil akhir selai yang dihasilkan. Bila digunakan buah segar, maka

harus dipilih buah yang berkualitas baik, kemudian dilakukan pengupasan pada

buah yang berkulit serta penghilangan biji pada buah-buahan yang berbiji (Suryani,

2004). Menurut Buckle, dkk., (1987) kondisi optimum untuk pembentukan gel pada

selai adalah pektin (0,75-1,5%), gula (65-70%) dan asam pH (3,2-3,4).

Pada persiapan bahan, pemilihan buah dan tingkat kematangan buah yang

akan digunakan harus dilakukan karena akan mempengaruhi hasil akhir selai yang

dihasilkan. Bila yang digunakan adalah buah yang segar, maka buah yang harus

dipilih adalah buah yang berkualitas baik, setelah itu dilakukan pencuncian dengan

air bersih kemudian dilakukan pengupasan pada buah yang berkulit dan

penghilangan biji pada buah-buahan yang berbiji.

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembuatan selai adalah asam,

pektin dan gula. Asam berperan dalam menurunkan pH bubur buah sehingga

terbentuk struktur gel yang baik dan mencegah terjadinya kristalisasi gula. Gula

berfungsi dalam pembentukan tekstur, penampakan dan flavor pada selai. Pektin

berperan dalam pembentukan gel selai terutama ketika 50% karboksil telah

termetilasi. Proses pemanasan dalam pembuatan selai bertujuan untuk

14

menghomogenkan campuran buah, gula, dan pektin serta menguapkan sebagian air

sehingga terbentuk struktur gel (Fatonah, 2002). Menurut Sundari dan Komari

(2010) asam sitrat dan pektin mampu mencegah terjadinya reaksi pencoklatan

dengan memepersingkat waktu pemasakan.

2.4. Bahan yang Ditambahkan Dalam Pembuatan Selai

2.4.1. Gula

Penambahan gula dalam proses pembuatan selai bertujuan untuk

memperoleh tekstur, penampakan dan flavor yang baik. Asam dan gula mampu

mempengaruhi konsistensi dan dipersibilitas yang memiliki hubungan dengan daya

oles selai, dalam hal ini gula dan asam berpengaruh dalam pembentukan gel.

Sukrosa (gula) akan mengalami hidrolisis menjadi glukosa dan fruktosa karena

adanya pengaruh dari suhu pemanasan dan asam yang meningkatkan kelarutan

sukrosa (Fatonah, 2002). Tujuan penambahan gula dalam pembuatan selai adalah

untuk memperoleh tekstur, penampakan, dan flavor yang ideal. Dalam pembuatan

selai, proses pengawetan yang terjadi merupakan kombinasi antara tingkat

keasaman yang rendah, pasteurisasi, dan penambahan bahan kimia seperti asam

benzoat (Fachruddin, 2008). Keseimbangan pektin dapat dipengaruhi dengan

penambahan gula, kandungan gula yang ideal dalam pembuatan selai agar terbentuk

gel yang baik sekitar 60-65% (Fachruddin, 2008). Kadar gula yang tinggi dan asam

mampu membentuk gel pektin dan menambah stabilitas terhadap mikroorganisme

(Nurminabari, 2008).

Kandungan sukrosa pada suatu gula menentukan kualitas gula. Semakin

tinggi kandungan sukrosanya maka kualitas gula semakin baik. Sukrosa bersifat

optis aktif yaitu memutar bidang polarisasi cahaya ke kanan (dextrorotatory), tetapi

15

jika dilarutkan dalam air pemutaran ke kanan makin berkurang dan akhirnya

memutar sedikit ke kiri. Hidrolisis sukrosa menjadi glukosa dan fruktosa disebut

dengan proses inversi sukrosa. Gula yang memiliki kandungan glukosa atau gula

inversi tinggi akan sulit mengeras dan umur simpan singkat karena mudah meleleh

(Indahyanti, 2014).

2.4.2. Pektin

Pektin merupakan bahan pangan yang bersifat fungsional. Pektin dapat

digunakan sebagai pembentuk gel, sebagai penstabil dan sebagai bahan pengental

yang baik pada bahan pangan. Pektin dapat diperoleh dengan mudah dari limbah

hasil pengolahan buah-buhan maupun sayuran (Putri, 2014). Pektin merupakan

suatu senyawa karbohidrat golongan polisakarida dan polimer dari asam D-

galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan β–1,4 glukosida. Asam galakturonat

merupakan turunan dari galaktosa (Winarno, 2002). Pektin merupakan suatu

senyawa yang berfungsi dalam pembentukan jendolan (gel) pada pembuatan selai

dan jelly. Dalam pembutan selai dibutuhkan kandungan pektin dalam jumlah 0,5-

1% (Santoso, 2006).

Pektin adalah golongan substansi yang terdapat dalam sari buah, yang

membentuk koloidal berasal dari perubahan protopektin selama proses pemasakan

buah. Selai terbentuk bila tercapai kadar yang sesuai antara pektin, gula dan asam

dalam air. Fungsi penambahan pektin adalah untuk membuat terbentuknya gel

(Desrosier, 2008). Penggunaan pektin pada pembuatan produk selai bermanfaat

untuk membentuk gel (kekentalan). Penambahan pektin sekitar 0,75%-1%

merupakan jumlah yang ideal untuk pembentukan gel pada selai. Dengan

16

konsentrasi pektin 1% dan kadar gula tidak lebih dari 65% telah dapat menghasilkan

gel dengan kekerasan yang cukup baik. Gel akan bertambah keras dengan semakin

besarnya konsentrasi pektin yang digunakan (Fachruddin, 2008).

Gambar 3. Struktur pektin (Hariyati, 2007)

2.4.3. Asam Sitrat

Asam sitrat adalah asam organik lemah yang dapat diperoleh dari daun dan

buah tanaman genus citrus (jeruk-jerukan yang memiliki tiga gugus karboksil).

Secara komersial asam sitrat dapat diproduksi dari bahan yang mengandung

glukosa dan sukrosa melalui proses fermentasi (Widyorini, 2012). Manfaat asam

sitrat dalam bahan pangan adalah sebagai pengasam, penyegar dan bahan pengawet.

Ketika ditambahkan dalam bahan pangan, asam sitrat tidak memiliki batasan

maksimum. Asam sitrat merupakan bahan pengasam yang mudah ditemukan dan

berbentuk kristal bening yang tidak berbau. Konsentrasi asam sitrat yang digunakan

dalam pembuatan selai dipengaruhi oleh jenis buah dan jumlah konsentrasi gula

(Rosyida dan Sulandari, 2014).

Asam sitrat merupakan bahan yang mampu menurunkan pH sehingga dapat

menghambat pertumbuhan bakteri (Wiraatmaja, 2007). Menurut Buckle, dkk.,

(1987) kondisi optimum untuk pembentukan gel pada selai adalah kondisi asam

berkisar pada pH (3,2-3,4). Tujuan penambahan asam sitrat pada produk adalah

untuk mencegah terjadinya kristalisasi gula, memberi rasa asam pada produk

17

pangan, sebagai katalisator hidrolisis sukrosa kedalam bentuk gula invert selama

proses penyimpanan berlangsung dan juga sebagai penjernih gel yang akan

dihasilkan (Bait, 2012).

Gambar 4. Rumus bangun asam sitrat (Widyorini, 2012)

Pada pembuatan selai dalam penelitian ini menggunakan jeruk nipis sebagai

pengganti asam sitrat. Penggunaan jeruk nipis sebagai pengganti asam sitrat karena

berasal dari bahan alami dan untuk menghindari penggunaan bahan tambahan

makanan atau bahan kimia. Selain itu, jeruk nipis juga memiliki nilai kandungan

gizi yang cukup banyak. Buah jeruk nipis memiliki rasa pahit, asam, dan bersifat

sedikit dingin. Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam jeruk nipis di

antaranya adalah asam sitrat sebanyak 7-7,6%, damar lemak, mineral, vitamin B1,

sitral limonene, fellandren, lemon kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat.

Selain itu, jeruk nipis juga mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100 g jeruk, Ca

sebanyak 40 mg/100 g jeruk, dan P sebanyak 22 mg (Hariana, 2006).

2.5. Potensi Penggunaan Pewarna Alami

Bahan pangan akan menjadi bewarna jika ditambahkan zat warna

kedalamnya. Pewarna makanan adalah bahan tambahan makanan yang dapat

memperbaiki warna makanan yang berubah atau menjadi pucat selama proses

pengolahan atau untuk memberi warna pada makanan yang tidak berwarna agar

terlihat lebih menarik (Winarno, 2002). Berbagai jenis pangan dan minumnan

18

beredar di Indonesia, baik secara sengaja maupun tidak sengaja telah diwarnai

dengan pewarna tekstil atau pewarna yang bukan food grade, yang tidak diijinkan

digunakan dalam pangan (Cahyadi, 2009). Oleh sebab itu, penggunaan pewarna

dari bahan alami sangat baik dan aman untuk kesehatan. Pewarna alami yang bias

digunakan salasatunya adalah buah naga merah yang memiliki warna yang sangat

menarik. Selain itu, mengandung banyak nutrisi yang cukup tinggi. Dalam

penelitian (Sutomo, 2007) mengatakan bahwa buah naga merah termasuk dalam

buah yang eksotik karena penampilannya yang menarik, rasanya asam manis

meyegarkan dan memiliki beragam manfaat uktuk kesehatan.

2.5.1. Buah Naga Merah

Gambar 5. Buah Naga Merah (Dokumentasi Pribadi, 2017)

Jenis buah naga ada empat, yaitu Hylocereus undatus (buah naga daging

putih), Hylocereus costaricensis (buah naga daging super merah), Hylocereus

polyrhizus (buah naga daging merah), Selenicereus megalanthus (buah naga kulit

kuning daging putih) (Cahyono, 2009). Buah naga merupakan buah yang banyak

digemari oleh masyarakat karena memiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi

cukup tinggi. Bagian dari buah naga 30-35% merupakan kulit buah namun

seringkali hanya dibuang sebagai sampah (Nazzarudin, 2011).

19

Buah naga merupakan tumbuhan yang berasal dari daerah beriklim tropis

kering. Pertumbuhan buah naga dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, keadaan

tanah dan curah hujan. Habitat asli buah naga berasal dari negara Meksiko, Amerika

Utara dan Amerika Selatan bagian utara. Namun buah naga saat ini telah

dibudidayakan di Indonesia seperti di Jember, Malang, Pasuruan dan daerah

lainnya. Buah naga merah merupakan tanaman kaktus yang berasal dari Amerika

Tengah dan telah dibudidayakan di Indonesia. Buah naga merah kaya dengan

vitamin C dan antioksidan serta berbagai jenis mineral sehingga sangat baik untuk

kesehatan. Buah naga mengandung air sekitar 90,2% dari berat buah dengan kadar

gula mencapai 13-18°Brix (Kristanto, 2008). Aktivitas antioksidan buah naga

merah lebih tinggi dibandingkan buah naga putih karena adanya pigmen merah

(anthocyanidin). Buah naga daging merah mengandung total fenolat 1.076<mol

gallic acid equivalents (GAE)/g puree sedangkan buah naga daging putih

mengandung 523 GAE/g puree. Aktivitas antioksidan buah naga daging merah

mencapai 7,59<mol trolox equivalents (TE)/g puree sedangkan buah naga daging

putih ssebesar 2,96 TE/ g puree (Pangkalan Ide, 2009). Berdasarkan penelitian

Sekar (2015) pada karakterisasi selai lembar buah naga merah (hylocereus

polyrhizus) dengan variasi rasio daging dan kulit buah, hasil penelitian

menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan pada buah naga merah adalah 27,65%.

20

Tabel 4. Kandungan Nutrisi pada Daging dan kulit Buah Naga merah

Komponen Kadar

Fenol (kulit buah naga merah) 1.049,18 mg/100 g

Flavonoid (kulit buah naga merah) 1.310,10 mg/100 g

Antosianin (kulit buah naga merah) 186,90 mg/100 g

Fenol 561,76 mg/100 g

Karbohidrat 11,5 g

Serat 0,71 g

Magnesium 60,4 mg

Kalsium 8,6 mg

Fosfor 9,4 mg

Betakaroten 0,005 mg

Vitamin B1 0,28 mg

Vitamin B2 0,043 mg

Vitamin C 9,4 mg

Niasin 1,297-1,300 mg

Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authoritis (2005)

Jenis buah naga yang kini banyak dibudidayakan adalah jenis buah naga

putih (Hylocereus undatus), buah naga merah (Hylocereus costaricensis) dan buah

naga kuning (Selenicerius megalanthus), namun jenis buah naga merah dan putih

yang banyak beredar dipasaran. Ketiga jenis buah naga tersebut memiliki ciri-ciri

yang berbeda yaitu:

1. Buah Naga Putih (Hylocereus undatus)

Buah naga putih termasuk tanaman jenis kaktus pemanjat

dengan bentuk buah bulat agak lonjong. Kulit buahnya berwarnaa

merah bersisik. Daging buahnya berwarna putih berkisar 500-600

gram/buah.

2. Buah Naga Merah (Hylocereus costaricensis)

Buah naga merah termasuk tanaman jenis kaktus pemanjat

dengan bentuk buah bulat mirip buah nanas. Kulit buahnya berwarna

merah bersisik. Daging buahnya berwarna merah, teksturnya lunak

21

dan bertabur biji kecil berwarna hitam. Berat buah naga merah

berkisar 400-500 gram/buah.

3. Buah Naga Kuning (Selenicerius megalanthus)

Buah naga kuning termasuk jenis kaktus pemanjat dengan

bentuk buah agak lonjong. Kulit buahnya berwarna kuning penuh

tonjolan disekujur kulit buah. Daging buahnya berwarna putih agak

bening, teksturnya lunak bertabur biji kecil berwarna hitam. Berat

buah naga kuning berkisar 300-400gram/buah.

Selain ketiga jenis buah tersebut, ada dua jenis buah naga yang belum begitu

popular dan masih langkah yaitu buah naga Super red (Hylocereus mommoth).

Dengan ciri kulit merah dan daging buahnya berwarna lebih merah, buah naga

hitam (Hylocereus madagascariensis) degan ciri kulit berwarna merah bersisik

kehitaman (Hariyanto, 2007).

Menurut (Hadiyanto, 2007), ada empat jenis buah naga yaitu buah naga

daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus

costaricensis), buah naga dading super merah (Hylocereus mommoth), dan buah

naga kulit kuning daging putih (Selenicerius megalanthus). Dari keempat jenis buah

naga tersebut, buah naga daging putih paling digemari dan diminati. Selain bentuk

dan ukurannya yang lebih besar dari tiga jenis buah naga lainnya, buah naga daging

putih juga terasa lebih segar karena mengandung rasa masam yang khas. Buah naga

ini mempunyai jenis yang berbeda-beda. Pada dasarnya buah naga mempunyai 9

jenis yang ada, namun orang awam menyebutkan ada 3 jenis buah naga berdasarkan

warna daging buahnya. Daging buah naga ada 3 macam yaitu warna putih, merah

dan ungu dengan taburan biji berwarna hitam yang boleh dimakan. Rasa buah naga

22

adalah seperti buah kiwi. Ciri-ciri unik inilah yang menjadikan buah naga amat

sesuai disajikan campuran dalam salad buah-buahan. Berikut ini adalah jenis-jenis

asam lemak pada buah naga merah, dapat dilihat pada tabel 5.berikut dibawah ini.

Tabel 5. Komposisi Asam Lemak Buah Naga Merah

Jenis Asam Lemak Kadar (%)

Asam linoleat 49,6

Asam oleat 21,6

Asam palmitat 17,9

Asam stearate 5,49

Asam palmitoleat 0,91

Asam vaccenic-cis 3,14

Asam miristat 0,2

Linolenat 1,21

Sumber : Jayanti (2010)

2.5.2. Kulit Buah Naga Merah

Kulit buah naga mengandung vitamin C, vitamin E, vitamin A, alkaloid,

terpenoid, flavonoid, tiamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan

fitoalbumin (Jaafar, 2009). Menurut penelitian Wu (2006) keunggulan dari kulit

buah naga yaitu kaya polifenol dan merupakan sumber antioksidan. Selain itu

aktivitas antioksidan pada kulit buah naga lebih besar dibandingkan aktivitas

antioksidan pada daging buahnya, sehingga berpotensi untuk dikembangkan

menjadi sumber antioksidan alami. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Nurliyana (2010) yang menyatakan bahwa di dalam 1 mg/ml kulit buah naga

merah mampu menghambat 83,48 1,02% radikal bebas, sedangkan pada daging

buah naga hanya mampu menghambat radikal bebas sebesar 27,45 5,03 %. Selain

itu aktivitas antioksidan kulit buah naga juga didukung dengan penelitian oleh

Mitasari (2012) yang menyatakan bahwa ekstrak kloroform kulit buah naga merah

memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 sebesar 43,836 µg/mL. Penelitian

yang dilakukan Fajriani (2013) bahwa kulit buah naga super merah memiliki

23

persentase peredaman radikal bebas DPPH sebesar 79,24%, namun pada penelitian

tersebut belum menentukan nilai IC50 dari ekstrak kulit buah naga tersebut sehingga

pada penelitian ini dilakukan penentuan nilai IC50. Nilai IC50 umum digunakan

untuk menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman

radikal bebas DPPH dimana IC50 yakni konsentrasi suatu larutan uji (sampel)

memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (Molyneux, 2004).

Pada kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terdapat antosianin

berjenis sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida, berdasarkan nilai Rf 2

(retrogradation factor) sebesar 0,36-0,38 dan absorbansi maksimal pada panjang

gelombang dengan λ= 536,4 nm (Anis, 2002 ; 2009). Menurut Herawati (2013)

terdapat kandungan betasianin sebesar 186,90 mg/100g berat kering dan aktivitas

aktioksidan sebesar 53,71% dalam kulit buah naga merah. Kulit buah naga merah

juga mengandung zat warna alami antosianin. Antosianin merupakan zat warna

yang berperan memberikan warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk

pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetis yang lebih aman

bagi kesehatan (Citramukti, 2008).

2.6. Antioksidan

Antioksidan alami di dalam makanan dapat berasal dari senyawa

antioksidan yang sudah ada dari satu atau dua komponen makanan, senyawa

antioksidan yang terbentuk dari reaksi-reaksi selama proses pengolahan dan

senyawa antioksidan yang diisolasi dari sumber alami dan ditambahkan ke

makanan sebagai bahan tambahan pangan. Ada banyak bahan pangan yang dapat

menjadi sumber antioksidan alami, seperti rempah-rempah, dedaunan, teh, kokoa,

bijibijian, serealia, buah-buahan, sayur-sayuran dan tumbuhan/alga laut. Bahan

24

pangan ini mengandung jenis senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan, seperti

asam-asam amino, asam askorbat, golongan flavonoid, tokoferol, karotenoid,

tannin, peptida, melanoidin, produkproduk reduksi, dan asam-asam organik lain

(Pratt,1992). Antioksidan sekunder, seperti asam sitrat, asam askorbat, dan

esternya, sering ditambahkan pada lemak dan minyak sebagai kombinasi dengan

antioksidan primer. Kombinasi tersebut dapat memberi efek sinergis sehingga

menambah keefektifan kerja antioksidan primer. Antioksidan sekunder ini bekerja

dengan satu atau lebih mekanisme berikut (a) memberikan suasana asam pada

medium (sistem makanan), (b) meregenerasi antioksidan utama, (c) mengkelat atau

mendeaktifkan kontaminan logam prooksidan, (d) menangkap oksigen. (e)

mengikat singlet oksigen dan mengubahnya kebentuk triplet oksigen (Gordon,

1990).

2.7. Antosianin

Gambar 6. Struktur Kimia Antosianin

. Antosianidin adalah aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin

dihidrolisis dengan asam. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu

struktur aromatic tunggal, yaitu penambahan atau pengurangan gugus hidroksil

ataudengan metilasi atau glikosida (Haborne, 1987) dalam Saati, 2002). Terdapat

25

enam antosianidin yang umum. Antosianidin yang paling umum sampai saat ini

adalah sianidin yang berwarna merah lembayung. Warna jingga disebabkan oleh

pelargonidin yang gugus hidroksilnya kurang satu dibandingkan sianidin,

sedangkan warna merah lembayung dan biru umumnya disebabkan oleh delfinidin

yang gugus hidroksilnya lebih satu disbanding sianidin. Tiga jenis eter metal

antosianidin juga sangat umum, yaitu peonidin yang merupakan turunan sianidin,

serta petunidin dan malvidin yang terbentuk dari definidin. Masing-masing

antioksidan tersebut terdapat sebagai sederetan glikosida dengan berbagai gula

yang terikat. Keragaman utama ialah sifat gulanya (glukosa, galaktosa, ramnosa,

xilosa atau arabinose), jumlah satuan gula (mono-,di-, atau triglikosida), dan letak

ikatan gula biasanya pada 3-hidroksi atau pada 3-hidroksi dan 5- hidroksi

(Harborne, 1987 dalam Saati, 2002).

2.7.1. Sifat Fisik dan Kimia Antosianin

Antosianin adalah kelompok pigmen yang berwarna merah sampai biru

yang tersebar dalam tanaman. Pada dasarnya, antosianin terdapat dalam sel

epidermal dari buah, akar, dan daun pada buah tua dan masak (Eskin,1990 dalam

Abbas, 2003). Menurut Harborne dan Grayer (1988) dalam Leimena (2008),

antosianin merupakan salah satu kelompok pigmen utama pada tanaman.

Antosianin tergolong pigmen flavonoid. Antosianin tersusun oleh sebuah aglikon

berupa antosianidin yang teresterifikasi dengan satu atau lebih molekul gula.

Pigmen antosianin sebagai besar terdapat pada tanaman yang berbunga dan

menghasilkan warna dari merah tua sampai biru pada bunga, buah dan daun. Semua

antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu sianidin

26

dengan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi atau glikosilasi

maka jenis antosianin lain dapat terbentuk.

Antosianin adalah senyawa yang bersifat amfoter, yaitu memiliki

kemampuan untuk berinteraksi baik dengan asam maupun dalam basa. Dalam

medium asam antosianin berwarna merah seperti halnya saat dalam vakuola sel dan

berubah karena perubahan kondisi dari posisi ikatannya (Charley, 1970, dalam

Sutanto 2012). Menurut (Winarno, 2002) antosianin dan antoxantin tergolong

pigmen yang tergolong senyawa flavonoid yang pada umumnya larut dalam air.

Flavonoid mengandung dua cincin benzene yang dibutuhkan oleh tiga atom karbon.

Ketiga karbon tersebut dirapatkan oleh sebuah atom oksigen sehingga terbentuk

cincin diantara dua cincin benzene. Pigmen antosianin adalah pigmen yang bersifat

larut air, terdapat dalam bentuk aglikon sebagai antosianidin dan glikon sebagai

gula yang diikat secara glikosidik. Bersifat stabil pada pH asam, yaitu sekitar 1-4

dan menampakkan warna orange, merah muda, merah, ungu hingga biru. Sifat

fisika dan kimia dari antosianin larut dalam pelarut polar seperti methanol, aseton,

atau kloroform, terlebih sering dengan air dan diasamkan dengan asam klorida atau

asam format (Socaciu, 2007).

2.7.2. Stabilitas Pigmen Antosianin

Pigmen antosianin sangat dipengaruhi oleh pH dimana dalam suatu larutan

kestabilan strukturnya bisa berwarna sampai tidak berwarna bentuk kation (ion

flavilium) yang berwarna merah, stabil pada pH rendah dan kestabilannya berubah

menjadi tidak berwarna jika pH meningkat menuju pH netral. Beberapa antosianin

berwarna merah dalam larutan asam, ungu jika berada dalam larutan netral dan biru

27

dalam larutan alkali. Kebanyaknya antosianin sangat berwarna pH ˂ 4 (Vargaz dan

Lopez, 2003). Umumnya antosianin lebih stabil dalam kondisi asam, media bebas

oksigen dan dalam kondisi suhu dingin dan gelap. Hilangnya warna selama

pengalengan, pembotolan dan proses pemanasan terjadi karena antosianin tidak

stabil dalam prosesing.

Buah dan senyawa pada pH 1-4 nampakkan warna merah, dan jika lebih

dari 4 mulai terjadi perubahan warna sehingga antosianin tidak berwarna. Pada

peningkatan temperature akan mempengaruhi stabilitas antosianin ini. Pigmen

antosianin bunga pacar air yang disimpan pada suhu 10-12ºC (dalam kulkas) selama

36 jam mampu mempertahankan absorbansi sebesar 77,8% (Saati, 2002). Proses

pemanasan juga merupakan faktor terbesar yang menyebabkan kerusakan

antosianin. Antosianin akan berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH.

Pada pH tinggi antosianin cenderung berwarna bitu atau tidak berwarna, sedangkan

untuk pH rendah berwarna merah. Kebanyakan antosianin menghasilkan warna

merah keunguan pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus 6 hidroksi atau metoksi pada

struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Adanya gugus

hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relative tidak

stabil, sedangkan jika gugus metoksi yang dominan pada struktur antisianidin, akan

menyebabkan warna cenderung merah dan relativ stabil (Hidayah, 2013).

28

2.8. Sanitasi dan Higiene

Sanitasi makanan merupakan upaya-upaya yang ditujukan untuk

kebersihan dan keamanan makanan agar tidak menimbulkan bahaya keracunan dan

penyakit pada manusia (Chandra, 2006). Higiene adalah upaya kesehatan dengan

cara memelihara dan melindungi kebersihan subyeknya seperti mencuci tangan

dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci piring

untuk melindungi kebersihan piring, serta membuang bagian makanan yang rusak

untuk melindungi keutuhan makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004).

Menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), tujuan dari sanitasi makanan :

a. Menjamin keamanan dan kebersihan makanan

b. Mencegah penularan wabah penyakit

c. Mencegah beredarnya produk makanan yang merugikan masyarakat

d. Mengurangi tingkat kerusakan atau pembusukan pada makanan

e. Melindungi konsumen dari kemungkinan terkena penyakit yang

disebarkan oleh perantara-perantara makanan

Selain itu menurut Chandra (2006) dan Oginawati (2008), di dalam upaya

sanitasi makanan, terdapat 6 tahapan yang harus diperhatikan yaitu:

a. Keamanan dan kebersihan produk makanan yang diproduksi

b. Kebersihan individu dalam pengolahan produk makanan

c. Keamanan terhadap penyediaan air bersih

d. Pengelolaan pembuangan air limbah dan kotoran

e. Perlindungan makanan terhadap kontaminasi selama proses

pengolahan, penyajian dan penyimpanan

f. Pencucian, pembersihan, dan penyimpanan alat-alat atau perlengkapan