Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

31
1 TUGAS KELOMPOK TEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN PENGOLAHAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO KELOMPOK 6 Oleh: I11112253 NURHAMDAYANI I11112257 ERICK DONDATU I11112259 MUH.RIFAL HIDAYAT I11112261 FATMAWATI KHALIFAH I11112265 NUR KAMAL AKBAR H I11112267 RHIZA ACHMAD.O.S I11112271 YULIA IRWINA BONEWATI I11112273 NUR ICHWAN HUSAIN I11112275 ANDI SUKMA INDAH

description

Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

Transcript of Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

Page 1: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

1

TUGAS KELOMPOKTEKNOLOGI PENGOLAHAN PAKAN

PENGOLAHAN LIMBAH KULIT BUAH KAKAO

KELOMPOK 6Oleh:

I11112253 NURHAMDAYANII11112257 ERICK DONDATUI11112259 MUH.RIFAL HIDAYATI11112261 FATMAWATI KHALIFAHI11112265 NUR KAMAL AKBAR HI11112267 RHIZA ACHMAD.O.SI11112271 YULIA IRWINA BONEWATII11112273 NUR ICHWAN HUSAINI11112275 ANDI SUKMA INDAH

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2014

Page 2: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

2

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia hingga

saat ini. Pesatnya perkembangan perkebunan kakao di Indonesia juga diikuti oleh

beberapa permasalahan, diantaranya meningkatnya limbah yang dihasilkan

sebagai akibat meningkatnya produksi kakao. Buah kakao mengandung 74% kulit

buah, 2,0% plasenta, dan 24,2% biji. Mengingat besarnya kandungan kulit buah

kakao, maka perlu diusahakan pemanfaatannya.

Kulit buah kakao merupakan salah satu hasil samping kakao yang belum

dimanfaatkan secara maksimal. Kulit buah kakao umumnya langsung dibuang

sebagai limbah, padahal kulit buah kakao ini dapat diolah menjadi sesuatu yang

lebih bermanfaat. Beberapa penelitian tentang pemanfaatkan kulit buah kakao

antara lain sebagai pakan ternak, pembuatan tepung, dan pembuatan ekstrak

pektin. Selain itu, kulit buah kakao kaya akan nutrisi dan dapat digunakan sebagai

media tumbuh tanaman sehingga dapat dimanfaatkan sebagai kompos.

Penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak telah banyak

dilakukan peneliti kulit buah kakao dapat diberikan pada broiler sampai level

10% karena terbatasnya penggunaan kulit buah kakao sebagai pakan ternak

unggas disebabkan tingginya kandungan serat kasar karena unggas tidak mampu

menghasilkan enzim selulase yang dapat mendegradasi selulosa menjadi glukosa.

Selanjutnya dijelaskan bahwa faktor pembatas pemberian kulit buah kakao

sebagai pakan ternak adalah terdapatnya anti nutrisi theobromin pada kulit buah

Page 3: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

3

kakao. Theobromin merupakan alkaloid tidak berbahaya yang dapat dirusak

dengan pemanasan atau pengeringan, tetapi pemberian pakan yang mengandung

theobromin secara terus menerus dapat menurunkan pertumbuhan. Oleh karena

itu untuk memaksimalkan penggunaan kulit buah kakao baik bagi ternak maka

perlu ditingkatkan kualitasnya

B. Tujuan

1. Peternak mampu memenuhi gizi ternak mereka untuk meningkatkan kualitas

perternakan .

2. Peternak mampu memanfaatan pucuk tebu limbah hasil panen tanaman tebu

untuk pakan ternak ruminansia.

3. Mampu memberi nilai guna pada limbah putuk tebu di lingkungan setempat.

4. Solusi saat terjadi kelulitan pengadaan pakan ternak saat musim

kemarau/kering.

Page 4: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

4

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

Jumlah produksi kakao di kabupaten Pohuwato tahun 2009 sebanyak

3.478,86 ton. Dengan jumlah kulit kakaonya sekitar 70 %, masih kurang

dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak. Penggunaan kulit kakao untuk ternak

sapi bisa 30–40% dari kebutuhan pakan, dengan demikian pemanfaatan kulit

buah kakao dapat mengantisipasi masalah kekurangan pakan ternak serta

menghemat tenaga kerja dalam penyediaan pakan hijauan. Fermentasi kulit kakao

dapat mempertinggi daya cerna, menurunkan kandungan lignin, meningkatkan

kadar protein, menekan efek buruk racun theobromine dan meningkatkan

produktivitas ternak sapi. Pemberian kulit kakao fermentasi dapat dilakukan

dalam bentuk segar dan tepung menyatakan bahwa kulit buah kakao mengandung

lignin dan teobromin tinggi, selain juga mengandung serat kasar yang tinggi

(40,03%) dan protein yang rendah (9,71 %). Kulit kakao mengandung selulosa

36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95 %. Lignin yang berikatan

dengan selulosa menyebabkan selulosa tidak bisa dimanfaatkan oleh ternak.

Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi pakan serat hasil ikutan perkebunan

yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam meningkatkan

ketersediaan pakan (Anas, 2011).

Tanaman Kakao di Sumatera Utara memiliki peran penting sebagai

komoditas sosial karena 50% dari luas arealnya merupakan perkebunan rakyat,

disamping komoditi ekspor. Sampai tahun 2005 kakao yang telah ditanam di

wilayah Indonesia seluas 668.919 Ha dan 57.930,82 Ha (7,25%) berada di

Page 5: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

5

Sumatera Utara dengan produksi buah segar 160.015,29 ton/tahun. Dari buah

segar akan dihasilkan limbah kulit buah Kakao sebesar 75% (Muzakki, 2012).

Kulit buah Kakao terdiri dari 10 alur (5 dalam dan 5 dangkal) berselang

seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam

ada yang merah hijau, merah muda dan merah tua (Muzakki, 2012).

Hasil ikutan pertanian dan perkebunan pada umumnya mempunyai

kualitas yang rendah kerena berserat kasar tinggi. Selain mengandung serat kasar

tinggi (40,03%) dan protein yan rendah (9,71%), kulit Kakao mengandung

selulosa 36,23%, hemiselulosa 1,14% dan lignin 20%-27,95%. Lignin yang

berikatan dengan selulosa menyebabkan sellosa tidak bisa dimanfaatkan oleh

ternak. Upaya meningkatkan kualitas dan nilai gizi ransum serat hasil ikutan

perkebunan yang berkualitas rendah merupakan upaya strategis dalam

meningkatkan ketersediaan ransum (Muzakki, 2012).

Perbandingan kandungan nutrisi kulit buah Kakao tanpa fermentasi dan

kulit buah Kakao yang difermentasi dengan Aspergillus niger dapat dilihat pada

tabel 1 (Muzakki, 2012).

Tabel 1. Kandungan Nutrisi Kulit Buah Kakao Tanpa Fermentasi Dan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Dengan Aspergillus niger.

Nurisi Kulit Buah Kakao Kulit Buah Kakao Fermentasi

Bahan Kering (%) 89,40 83,70Energi metabolis (Kkal/kg) - 1767,864Protein Kasar (%) 7,35 12,89Lemak Kasar (%) 1,42 2,96Serat Kasar (%) 33,10 21,50Abu 9,89 9,05

Sumber: Muzakki, 2012.

Page 6: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

6

Kulit buah kakao merupakan limbah perkebunan yang dihasilkan tanaman

kakao (Theobroma cacao. L). Buah kakao terdiri dari 74 % kulit buah, 2 %

plasenta dan 24 % biji. Kulit buah kakao dapat menggantikan sumber-sumber

energi dalam ransum tanpa mempengaruhi kondisi ternak. Berdasarkan data yang

didapat, produksi kakao secara Nasional berkisar 712.000 ton dari 1,67 juta

hektare lahan perkebunan. Kabupaten Bireuen memiliki beberapa komoditas

unggulan di antaranya adalah kakao, tercatat pada tahun 2010 produksi kakao

sebanyak 202 ton dengan rata-rata produksi 1,247 kg/ha. Produksi kakao yang

tinggi tentu akan menghasilkan limbah kulit buah yang banyak pula, di mana

limbah yang ditinggalkan akan menjadi permasalahan baru bagi lingkungan

perkebunan, oleh sebab itu perlu alternative untuk memecahkan persoalan ini

dengan cara mengubah limbah ini menjadi lebih bermanfaat salah satunya adalah

sebagai pakan yang potensial bagi ternak (Merdekawani dan Kaswiran, 2013).

Pemanfataan kulit buah kakao sebagai pakan ternak dapat diberikan

dalam bentuk segar maupun dalam bentuk tepung setelah diolah dalam

Merdekawani dan Kaswiran (2013). Kandungan gizi kulit buah kakao yaitu

Bahan Kering 88%, Protein Kasar 8%, Serat Kasar 40,1%, Total Degrestible

Nutrient (TDN) 50,8% dan Lemak 0,90%, Sedangkan Menurut Laconi et al.

(1998) dalam Merdekawani dan Kaswiran (2013) kandungan gizi kulit buah

kakao yaitu Bahan Kering 17,0%, Protein Kasar 7,17%, Serat Kasar 32,5%, Abu

12,2%, Total Degrestible Nutrient (TDN) 53,0%, Lemak 0,80% , Kalsium 0,12%,

Protein 0,05%, dan Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 32,1%. Kemudian

Guntoro (2004) dalam Merdekawani dan Kaswiran (2013) menambahkan

Page 7: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

7

kandungan nutrisi gizi kulit buah kakao yaitu Protein Kasar 7,17%, Serat Kasar

22,42%, Lemak 2,02%, Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) 32,1%

(Merdekawani dan Kaswiran, 2013).

Page 8: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

8

BAB IIIPEMBAHASAN

A. Fermentasi Kulit Buah Kakao Menggunakan Neurospora crassa

Teknologi fermentasi menggunakan kapang Neurospora crassa yang

berwarna orange cukup sederhana, mudah untuk diterapkan di lapangan dan

dapat disosialisasikan ke masyarakat terutama peternak. Bahan makanan yang

telah mengalami fermentasi mempunyai kandungan dan kualitas gizi yang lebih

baik dari bahan asalnya karena mikroba bersifat katabolik atau memecah

komponen- komponen komplek menjadi zat –zat yang lebih sederhana sehingga

lebih mudah dicerna disamping itu mikroba dapat pula menghasilkan asam amino

dan beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12, provitamin A, dapat

menghasilkan flavour yang lebih disukai dan dapat mengurangi racun/anti nutrisi

yang terdapat pada bahan (Nuraini dan Mahata, 2009).

Pada waktu survei ke lapangan sebelum pelaksanaan kegiatan ini, para

petani ternak di nagari ini sedang menghadapi kesulitan dalam pengadaan

makanan terutama jagung dan konsentrat yang harganya mahal. Para peternak

ayam sebelumnya memberikan campuran pakan dengan perbandingan yaitu 2

konsentrat, 3 jagung dan 5 dedak halus, tetapi pada saat sekarang ini karena

mahalnya harga jagung dan konsentrat maka peternak lebih banyak memberikan

campuran dedak padi dibandingkan jagung dan konsentrat dan sering hanya

dedak padi saja yang diberikan kepada ternak. Akibatnya pertumbuhan dan

produksi ternak tidak sesuai dengan umur pemeliharaannya dan produksi telur

menurun karena makanan yang dikonsumsi oleh ternak tidak memenuhi standar

Page 9: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

9

gizi yang dibutuhkan oleh ternak tersebut sehingga produktifitas ternak rendah,

akibatnya biaya produksi tetap lebih tinggi dari hasil yang diperoleh atau dengan

kata lain usaha yang dilakukan kurang menguntungkan (Nuraini dan Mahata,

2009).

Pemanfaataan secara efektif dan efisien bahan-bahan makanan yang

berasal dari limbah pertanian yang terbuang begitu saja dan banyak tersedia di

lokasi seperti kulit buah coklat, ampas tahu dan dedak merupakan salah satu

strategi dalam menjawab dan mengatasi permasalahan pakan ternak pengganti

jagung dan konsentrat. Berdasarkan hasil wawancara, tampak bahwa para

peternak tidak mengetahui bahwa campuran kulit buah kakao sebagai sumber

energi dan ampas tahu sebagai sumber protein dapat dijadikan sebagai substrat

untuk pertumbuhan Neurospora crassasehingga dihasilkan pakan fermentasi kaya

β karoten. Produksi kulit buah kakao, ampas tahu dan dedak di daerah ini cukup

banyak untuk dijadikan sebagai pakan ternak, karena di lokasi ini banyak terdapat

tanaman kakao dan 2 tempat penggilingan padi dan 3 tempat pembuatan tahu

(Nuraini dan Mahata, 2009).

Teknologi fermentasi yang diberikan cukup sederhana, mudah untuk

diterapkan dilapangan dan dapat disosialisasikan ke masyarakat terutama

peternak. Fermentasi dapat meningkatkan kandungan dan kualitas gizi bahan,

menghasilkan aroma dan rasa/flavour yang disukai sehingga palatabilitas

meningkat dan dapat meningkatkan daya cerna. Campuran kulit buah kakao dan

ampas tahu yang telah difermentasi dengan Neurospora crassa dapat

memproduksi pakan kaya β karoten (235.08 µg/g) dan dapat meningkatkan

Page 10: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

10

protein dari 11.71 % menjadi 20.78 % pada substratcampuran 60 % kulit buah

kakao dengan 40% ampas tahu. Senyawa β karoten adalah senyawa karotenoid

yang berfungsi sebagai provitamin A, sebagai pemberi warna kuning pada kuning

telur dan dapat menurunkan kolesterol telur. Penggunaan produk pakan kaya β

karoten sebanyak 20 % dalam ransum broiler dan 30-40% dalam ransum itik dan

ayam petelur, dapat mengurangi sebanyak 30 - 40% penggunaan jagung dan 30-

35 % konsentrat tanpa menurunkan pertambahan bobot badan broiler dan

produksi serta bobot telur bahkan dapat menurunkan 30-40% kolesterol telur dan

meningkatkan 30 -35% warna kuning telur (Nuraini dan Mahata, 2009).

Pada waktu kegiatan pengabdian masyarakatdi daerah Pakandangan ini

dilakukan maka program kegiatan yang telah diberikan adalah penyuluhan

tentang cara pemeliharaan ternak unggas yang sesuai dengan Panca Usaha

Ternak, pemanfaatan limbah-limbah hasil pertanian yang banyak tersedia di

sekitar daerah ini untuk dijadikan sebagai pakan ternak, peningkatan kualitas

limbah secara biologi melalui fermentasi, penyusunan ransum ternak unggas

dengan menggunakan limbah-limbah hasil pertanian fermentasi tersebut dan

pemberiannya pada ternak. Disamping itu juga dilakukan demonstrasi/peragaan

cara melakukan fermentasi limbah hasil pertanian dengan menggunakan

inokulum Neurospora crassa (Nuraini dan Mahata, 2009).

Hasil pengamatan dilapangan, menunjukkan bahwa kegiatan pengabdian

ini disenangi oleh peserta karena para peternak selain mendapatkan materi cara

pemeliharaan ternak unggas yang sesuai dengan Panca Usaha Ternak

(managemen pemeliharaan, makanan, kandang, penyakit), peningkatan kualitas

Page 11: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

11

limbah secara biologi yaitu fermentasi; teknik memformulasi ransum dengan

menggunakan bahan pakan lokal, mereka juga ingin mengetahui cara peningkatan

kualitas limbah dengan cara lainnya yaitu secara fisik dan secara kimia seperti

amoniasi jerami padi dan pembuatan silase (Nuraini dan Mahata, 2009).

Gambar 1. Prosedur Pembuatan Produk Kakao Fermentasi

Setelah kegiatan penyuluhan dan demonstrasi serta evaluasi dilakukan

ternyata beberapa peternak sudah bisa melakukan fermentasi sendiri dan telah

mencoba memberikannya pada ternak unggas yang dipelihara. Hasil evaluasi

Page 12: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

12

dilapangan setelah kegiatan penyuluhan dan demonstrasi dilakukan ternyata

beberapa peternak sudah bisa melakukan fermentasi sendiri dan telah mencoba

memberikannya pada ternak unggas yang dipelihara. Para peserta menyadari

bahwa dengan pembuatan produk fermentasi akan didapatkan dua keuntungan

yaitu produk fermentasi kaya β karoten dapat digunakan sebagai makanan ternak

yang mengurangi penggunaan sebagian jagung dan konsentrat sehingga biaya

berkurang dan kedua dengan memberikan produk fermentasi pada ternak akan

menghasilkan telur rendah kolesterol (Nuraini dan Mahata, 2009).

Pemberian produk kakao fermentasi dalam ransum ayam buras grower

sampai 20 %, dengan pengurangan penggunaan jagung sebanyak 20% dan

pengurangan konsentrat 10% ternyata masih memberikan performa yang sama

terhadap ayam buras dan demikian pula dengan pemberian 30% kakao fermentasi

dalam ransum pengurangan 30% jagung dan 20 % konsentrat tidak menurunkan

produksi telur ayam (Nuraini dan Mahata, 2009).

B. Fermentasi kulit buah kakao Menggunakan Aspergillus niger

Fermentasi kulit buah kakao dapat dilakukan dengan menggunakan

mikroorganisme yang bersifat selulolitik antara lain Jamur Aspergillus niger.

Mikroorganisme penghasil enzim selulase secara ekstraseluler tersebar pada

jamur dan bakteri, tetapi yang umum digunakan adalah Jamur Aspergillus niger.

Jamur Aspergillus niger adalah mikroorganisme dari salah satu jenis jamur yang

dipandang aman dan oleh Lembaga Food and Drug Administration (FDA)di

Page 13: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

13

Amerika, jamur ini digolongkan sebagai mikroba Generally Recognized as

Safe(GRAS) (Hardana dkk., 2013).

Hasil penelitian tersebut jauh lebih rendah dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Afrijon (2011), yaitu pada kulit buah kakao yang tanpa diberikan

perlakuan urea menghasilkan persentase kecernaan bahan kering sebesar 46,37%

serta kulit buah kakao yang diberikan perlakuan amoniasi urea 6% yaitu sebesar

52,80% dan jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian yang

menggunakan substrat berbeda yaitu tongkol jagung yang diberi perlakuan

menggunakan urea, Aspergillus niger dan Aspergillus niger + 0,5 urea

menghasilkan KBK yang lebih tinggi secara berurutan yaitu 59,7; 47,2 dan 50,9.

Penggunaan Aspergillus niger dengan level yang berbeda, urea dan mineral mix

menyebabkan perbedaan hasil kecernaan yang diperoleh pada fermentasi tepung

kulit buah kakao dan tongkol jagung. Hal ini berkaitan dengan degradasi lignin

pada substrat yang difermentasi.

Hasil analisis variansi menunjukan bahwa ada pengaruh perlakuan

terhadap KBK. Uji Orthogonal Polinomial menunjukkan bahwa fermentasi

menggunakan Aspergillus niger pada kulit buah kakao berpengaruh secara

kuadrater bahwa kecernaan bahan kering pakan dipengaruhi oleh Aspergillus

niger sebesar 43%. (Hardana dkk., 2013).

Level Aspergillus niger paling optimal 0,31% dengan KBK sebesar

24,39%. Penurunan KBK yang terjadi pada level Aspergillus niger yang lebih

tinggi dari 0,31%, kemungkinan disebabkan oleh produksi enzim dan

pertumbuhan jamur yang tidak optimal dan kandungan anti nutrisi dan lignin

Page 14: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

14

yang seharusnya dapat didegradasi oleh Aspergillus nigertidak optimal yang

menyebabkan rendahnya tingkat KBK kulit buah kakao. Hasil kerja enzim yang

dihasilkan mikroba menyebabkanperubahan yang terjadi pada proses fermentasi

(baik dalam keadaan aerob maupun anaerob). Diperkuat bahwa kandungan nutrisi

yang terdapat dalam substrat mempengaruhi tingkat kecernaan bahan kering

(Hardana dkk., 2013).

Kecernaan adalah indikasi awal ketersediaan berbagai nutrisi yang

terkandung dalam bahan pakan tertentu bagi ternak yang mengkonsumsinya.

Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrient tertentu pada

ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukkan

bahwa pakan tersebut kurang mampu mensuplay nutrien untuk hidup pokok

maupun untuk tujuan produksi ternak. Semakin tinggi KBK, semakin meningkat

KBO dan semakin tinggi peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk

produksi dan begitu juga sebaliknya jika semakin rendah KBK, semakin rendah

KBO serta semakin rendah peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak. Kulit

buah kakao yang difermentasi menggunakan Aspergillus niger menghasilkan

nilai KBK dan KBO yang rendah hal tersebut berarti kulit buah kakao kurang

dapat dimanfaatkan oleh ternak. Kecernaan nutrien merupakan salah satu ukuran

dalam menentukan kualitas pakan.Semakin tinggi kecernaan bahan kering maka

semakin tinggi juga peluang nutrisi yang dapat dimanfaatkan ternak untuk

pertumbuhannya (Hardana dkk., 2013).

Anti nutrisi yang terkandung didalam kulit buah kakao adalah tanin. Jenis

tanin yang terdapat dalam kulit buah kakao merupakan tanin kondensasi yaitu

Page 15: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

15

anthocyanidin, catekin, dan leukoanthocyanidin. Keberadaan tanin dalam kakao

dapat mengurangi manfaatnya sebagai pakan karena kemampuannya dalam

mengendapkan protein. Terdapat dua kelompok dari tanin yang berpengaruh

terhadap nutrisi ternak.Kedua kelompok tersebut ialah kelompok tanin hidrolisis

dan tanin kondensasi yang biasa disebut Proanthocyanidin. Anti nutrisi lain yang

belum dapat didegradasi oleh Aspergillus niger pada proses fermentasi kulit buah

kakao sehingga menyebabkan nilai kecernaan pakan rendah yaitu thebromine.

Theobromine merupakan senyawa tidak berwarna dan tidak berbau yang secara

alami ada pada semua bagian tanaman kakao.Theobromine merupakan senyawa

yang memiliki peran dalam mekanisme pertahanan diri tanaman kakao (Hardana

dkk., 2013).

Tanin berkorelasi negatif dengan KBK. Kandungan zat anti nutrisi yang

terdapat pada bahan pakan akan menurunkan kecernaan pakan. Tanin dapat

membentuk ikatan kompleks dengan protein dan karbohidrat sehingga

mengakibatkan aktivitas mikroba rumen dalam mendegradasi bahan kering

menjadi berkurang. Kandungan lignin menentukan tingkat kecernaan zat

makanan dalam pakan. Faktor yang diduga ikut mempengaruhi nilai kecernaan

pakan adalah tingkat proporsi bahan pakan, komposisi kimia, tingkat protein

ransum, persentase lemak dan mineral. Semakin seimbang nilai nutrisi dalam

ransum, maka akan meningkatkan nilai kecernaannya (Hardana dkk., 2013).

Semakin tinggi level pemberian Aspergillus niger persentase nilai KBO

semakin menurun. Hal ini sejalan dengan penurunan kecernaan bahan kering.

Nilai KBK akan sesuai nilai KBO karena sebagian bahan kering dalam ransum

Page 16: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

16

terdiri dari bahan organik seperti halnya kecernaan bahan kering, kecernaan

bahan organik (KBO) juga dapat dijadikan tolok ukur dalam menilai kualitas

ransum. Hal ini karena pada bahan kering masih mengandung abu, sedangkan

bahan organik tidak mengandung abu, sehingga bahan tanpa kandungan abu

relatif lebih mudah dicerna. Kandungan abu dapat memperlambat atau

menghambat tercernanya bahan kering bahan pakan. Komposisi bahan organik

yaitu terdiri atas karbohidrat, protein, lemak dan vitamin. Karbohidrat merupakan

bagian dari bahan organik yang utama serta mempunyai komposisi yang tertinggi

(50-70%) dari jumlah bahan kering (Hardana dkk., 2013).

Nilai kecernaan bahan organik suatu pakan dapat menentukan kualitas

pakan. Hasil menunjukkan bahwa kualitas pakan yang difermentasi Aspergillus

niger masih rendah tingkat kecernaannya oleh karena itu perlu dilakukan

penelitian lebih lanjut menggunakan perbandingan level Aspergillus niger

ataupun menggunakan jamur yang lain. Kegunaan penentuan kecernaan adalah

untuk mendapatkan nilai bahan makanan secara kasar, sebab hanya bahan

makanan yang dapat dicerna yang dapat diserap oleh tubuh. Tinggi rendahnya

nilai manfaat dari bahan pakan menjadi tolak ukur kecernaan suatu bahan pakan

dan merupakan pencerminan dari bahan pakan tersebut. Apabila kecernaannya

rendah, maka nilai manfaatnya rendah pula. Sebaliknya, apabila kecernaannya

tinggi, maka nilai manfaatnya tinggi pula (Hardana dkk., 2013).

C. Fermentasi Kulit Buah Kakao Menggunakan Phaenerochaete chrysosporum

Page 17: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

17

Kulit buah kakao segar dicacah lalu dijemur hingga kering agar tidak

membusuk. Sebelum difermentasi kulit buah kakao ditambah air hingga kadar air

menjadi 60-65 %, lalu dikukus selama 5 jam. Selanjutnya kulit buah kakao

ditunggu hingga dingin lalu diinokulasi dengan kapang P. chrysosporium.

Fermentasi berlangsung secara anaerob selama 20 hari, kemudian produk

fermentasi dijemur di bawah sinar matahri hingga kering lalu digiing sampai

halus dan siap digunakan sebagai komponen pakan konsentrat (Murni dkk.,

2012).

Penggunaan kulit buah kakao yang difermentasi dengan kapang P.

chrysosporium dapat digunakan sebagai pakan alternative pengganti rumput

gajah bagi ternak kambing tanpa memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap

konsumsi bahan organic dan pertambahan bobot (Murni dkk., 2012).

D. Manfaat Pada Ternak

Pada babi tumbuh, bobot organ internal, yaitu, saluran pencernaan, hati,

dan ginjal, tersebut berkorelasi positif dengan produksi panas endogen. Selama

musim panas, bobot organ menurun dalam rangka memberikan kontribusi untuk

mengurangi produksi panas endogen. Pada babi tumbuh, penurunan berat badan

adalah tertinggi di jantung dan hati. Yang terakhir telah terbukti menjadi

kontributor utama pengeluaran energi dan produksi panas di antara organ-organ.

Penggunaan kering kakao sekam dalam nutrisi babi diuji oleh beberapa penulis.

Penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan efek sekam kakao makan pada

komposisi hati finishing babi berat dalam rangka untuk mengevaluasi apakah

Page 18: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

18

polifenol kakao konsumsi dapat mempengaruhi metabolisme hepatik, yang sangat

dipengaruhi oleh suhu lingkungan (Magistrelli et al., 2014).

Bila dibandingkandengan hewan lain, bahwa ada beberapa respon yang

berbeda sesuai dengan ruminansia atau hewan spesies. Fermentasi kulit buah

kakao yang melaporkan pada kambing bahwa penggunaan fermentasi kulit buah

kakao pada tingkat 30% memiliki lebih tinggi konsumsi pakan, pertambahan

bobot badan, dan konversi pakan dibandingkan dengan kontrol perlakuan dengan

pakan yang normal (Ali, 2014).

Kecernaan bahan kering, protein kasar, serat kasar, bahan organik dan

kecernaan energi kotor yang seara signifikan lebih tinggi pada kambing pada

kontrol diet. Sebaliknya, dalam studi tingkat pertumbuhan domba, asupan bahan

kering secara signifikan meningkat sebagai proporsi CPH meningkat, namun

pertumbuhan harga (mulai 37-55 g per hari) dan efisiensi konversi pakan yang

tidak signifikan dipengaruhi oleh perlakuan. Penelitian hasil dalam pakan ayam

broiler ayam menunjukkan bahwa peningkatan diperlakukan kakao tingkat sekam

hingga 100 g kg-1 tidak secara signifikan mengurangi kinerja pertumbuhan dan

jelas kecernaan nutrisi (Ali, 2014).

Pembatasan dalam pemanfaatan kulit buah kakao sebagai pakan pada

dasarnya disebabkan oleh theobromine itu, senyawa ini dikenal sebagai

antintritionnel faktor yang membatasi penggunaan mereka pada ternak. Namun,

penelitian kami menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam

merespon antara CPH-T dan perawatan lainnya terutama untuk hewan kontrol.

Awal investigasi pada kambing dengan CPH difermentasi muncul berpengaruh

Page 19: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

19

signifikan terhadap gain tubuh rata-rata dan mendapatkan meningkatkan positif

dengan tingkat CPH dalam pakan. Pertumbuhan badan harian adalah indikator

untuk efisiensi pakan yang pakan disimpan fisiologis dalam tubuh (Ali, 2014).

Page 20: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

20

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan pada makalah ini maka dapat disimpulkan

bahwa:

1. Pembuatan produk kakao fermentasi dengan Neurospora crassa untuk

diberikan sebagai makanan ternak ayam dapat mengurangi penggunaan

jagung dan konsentrat yang diberikan pada ternak dan kualitas telur

meningkat karena dengan pemberian produk fermentasi kaya β karoten dalam

ransum unggas petelur akan menghasilkan telur yang rendah kolesterol tanpa

menurunkan produksi telur.

2. Fermentasi kulit buah kakao menggunakan Aspergillus niger pada level

0,31% menghasilkan KBK sebesar 24,39% (meningkat 10%) sedangkan

semakin tinggi level pemberian Aspergillus niger semakin rendah persentase

nilai KBO.

3. Penggunaan kulit buah kakao yang difermentasi dengan kapang P.

chrysosporium dapat digunakan sebagai pakan alternative bagi ternak

kambing tanpa memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi

bahan organic dan pertambahan bobot

B. Saran

Karena kulit buah kakao memilki kandungan antinutrisi theobromine,

maka sebaiknya dalam pengolahan dan pemberian pada ternak perlu diperhatikan.

Page 21: Makalah Pengolahan Limbah Kulit Buah Kakao

21

DAFTAR PUSTAKA

Ali, H. M. 2014. Average Daily Gain, AST and Blood Nitrogen Urea (BUN) Responses of Bali Beef on Cocoa Waste Extract Supplement. Journal of Advanced Agricultural Technologies Vol. 1, No. 1, June 2014.

Anas, S., A. Zubair dan D. Rohmadi. 2011. Kajian Pemberian Pakan Kulit Kakao Fermentasi Terhadap Pertumbuhan Sapi Bali Study Of Gift Of Cocoa Husk Fermented Feed On Bali Cow Growth. Jurnal Agrisistem, Desember 2011, Vol. 7 No. 2 ISSN 1858-4330.

Hardana, N. E., Suparwi dan F. M. Suhartati. 2013. Fermentasi Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L.) MenggunakAN Aspergillus niger Pengaruhnya Terhadap Kecernaan Bahan Kering (Kbk) Dan Kecernaan Bahan Organik (Kbo) Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Peternakan 1(3): 781-788, September 2013.

Magistrelli, D., L.Malagutti, G. Galassi dan F. Rosi. 2014. Cocoa Husks In Diets Of Italian Heavy Pigs. Journal Of Animal Sciencedoi: 10.2527/jas.53970 2012, 90:230-232.

Merdekawani, S. dan A. Kaswiran. 2013. Fermentasi Limbah Kulit Buah Kakao (Theobroma cacao L) Dengan Aspergillus niger Terhadap Kandungan Bahan Kering Dan Abu. LENTERA: Vol.13 No.2 Juni 2013

Murni, R., Akmal dan Y. Okrisandi. 2012. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Yang Difermentasi Dengan Kapang Phaenerochaete chrysosporum Sebagai Pengganti Hijauan Dalam Ransum Ternak Kambing. AGRINAK. Vol. 02 No. 1 Maret 2012:6-10.

Muzakki, A. 2012. Tinjauan Pustaka. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Nuraini dan M. E. Mahata. 2009. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Ternak Di Daerah Sentra Kakao Padang Pariaman. DPPM Dikti Depdiknas Program Ipteks, 2009.