II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa...

15
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces Streptomyces merupakan bakteri yang menyerupai jamur berfilamen yang bersifat aerobik (Hopwood, 2007) dan tergolong dalam genus bakteri Gram positif yang memiliki materi genetik guanin dan sitosin cukup tinggi (69-73% mol) bila dibandingkan dengan bakteri lain seperti Eschercia coli hanya 50% (Bentley et al., 2002). Hal ini yang mendukung bakteri Streptomyces mampu membentuk substrat percabangan luas dan miselium aerial (Wendisch and Kutzner, 1992). Kebanyakan Streptomyces hidup sebagai saprofit dalam tanah, namun bakteri ini juga berhasil menghuni berbagai relung lainnya baik darat maupun perairan (Zhang et al., 1997). Perbedaan Streptomyces dengan bakteri lain yaitu pada media agar, koloni Streptomyces tumbuh secara perlahan yaitu koloni akan terlihat jelas pada inkubasi hari kedua atau hari ketiga. Koloni melekat erat pada permukaan media dan strukturnya kasar atau bertepung (Mathur et al., 2015) (Gambar 1), sedangkan bakteri lain tumbuh dengan cepat yaitu 24 jam inkubasi koloni sudah terlihat, serta struktur koloninya berlendir (Rao, 1994). Secara mikroskopis, hifa Streptomyces berbentuk ramping tanpa sekat dan berdiameter antara 0,5 2 μm sedangkan konidianya berasal dari hifa yang terfragmentasi kemudian membentuk rantai konidia dengan diameter antara 0,3 1,5 μm (Santhanam et al., 2013) (Gambar 1). Hain et al. (1997), mengatakan bahwa hifa dan konidia yang dimiliki oleh Streptomyces dapat menghasilkan pigmen serta aroma khas yang dapat dilihat pada media agar. Pigmen dan aroma khas yang hadir pada konidia beberapa spesies Streptomyces dapat meningkatkan kemampuan konidia untuk bertahan pada lingkungan yang tidak bersahabat (Chater and Chandra, 2006). Menurut Chi et al. (2011), hal tersebut juga dapat merangsang sel dan produksi metabolit sekunder. Ujung hifa menjadi bagian yang juga penting karena bagian ini dapat mensekresikan protein membran dan lipid, terutama di daerah apikal pertumbuhan (Flardh and Buttner, 2009). Xu et al. (2008), mengatakan bahwa ujung hifa

Transcript of II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa...

Page 1: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Bakteri Streptomyces

Streptomyces merupakan bakteri yang menyerupai jamur berfilamen yang

bersifat aerobik (Hopwood, 2007) dan tergolong dalam genus bakteri Gram positif

yang memiliki materi genetik guanin dan sitosin cukup tinggi (69-73% mol) bila

dibandingkan dengan bakteri lain seperti Eschercia coli hanya 50% (Bentley et

al., 2002). Hal ini yang mendukung bakteri Streptomyces mampu membentuk

substrat percabangan luas dan miselium aerial (Wendisch and Kutzner, 1992).

Kebanyakan Streptomyces hidup sebagai saprofit dalam tanah, namun bakteri ini

juga berhasil menghuni berbagai relung lainnya baik darat maupun perairan

(Zhang et al., 1997).

Perbedaan Streptomyces dengan bakteri lain yaitu pada media agar, koloni

Streptomyces tumbuh secara perlahan yaitu koloni akan terlihat jelas pada

inkubasi hari kedua atau hari ketiga. Koloni melekat erat pada permukaan media

dan strukturnya kasar atau bertepung (Mathur et al., 2015) (Gambar 1), sedangkan

bakteri lain tumbuh dengan cepat yaitu 24 jam inkubasi koloni sudah terlihat,

serta struktur koloninya berlendir (Rao, 1994). Secara mikroskopis, hifa

Streptomyces berbentuk ramping tanpa sekat dan berdiameter antara 0,5 – 2 µm

sedangkan konidianya berasal dari hifa yang terfragmentasi kemudian membentuk

rantai konidia dengan diameter antara 0,3 – 1,5 µm (Santhanam et al., 2013)

(Gambar 1). Hain et al. (1997), mengatakan bahwa hifa dan konidia yang dimiliki

oleh Streptomyces dapat menghasilkan pigmen serta aroma khas yang dapat

dilihat pada media agar.

Pigmen dan aroma khas yang hadir pada konidia beberapa spesies

Streptomyces dapat meningkatkan kemampuan konidia untuk bertahan pada

lingkungan yang tidak bersahabat (Chater and Chandra, 2006). Menurut Chi et al.

(2011), hal tersebut juga dapat merangsang sel dan produksi metabolit sekunder.

Ujung hifa menjadi bagian yang juga penting karena bagian ini dapat

mensekresikan protein membran dan lipid, terutama di daerah apikal pertumbuhan

(Flardh and Buttner, 2009). Xu et al. (2008), mengatakan bahwa ujung hifa

Page 2: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

6

merupakan titik yang memiliki banyak fungsi. Di bagian ini, khususnya di daerah

pertumbuhan apikal terjadi sekresi dan perakitan peptidoglikan serta komponen

envelop sel lainnya, seperti asam teikoik, protein permukaan sel dan membran

lipid.

Berikut adalah klasifikasi Streptomyces sp. menurut Agrios (2005):

Domain : Bacteria

Phylum : Actinobacteria

Classis : Actinomycetes

Ordo : Actinomycetales

Familia : Streptomycetaceae

Genus : Streptomyces

Spesies : Streptomyces sp.

Gambar 1. (A) Koloni Streptomyces sp. (Mathur et al., 2015) dan (B) Struktur

mikroskopis (1. rantai konidia dan 2. hifa). Perbesaran 1.600 x,

dengan Scanning Electron Micrographs (SEM) (Santhanam et al.,

2013)

Streptomyces tumbuh sebagai percabangan hifa dengan miselium aerial

multinukleat yang secara berkala membentuk septa lalu menghasilkan rantai

konidia uninukleat. Ketika konidia berada pada kondisi yang menguntungkan,

seperti suhu, nutrisi dan kelembaban yang cocok maka tabung bakteri dan hifa

akan berkembang, selanjutnya terjadi pertumbuhan dan siklus sel (Gambar 2)

(Wendisch and Kutzner, 1992). Chater and Chandra (2006), mengatakan bahwa

kemungkinan sel sporogen mengandung 50 atau lebih kromosom. Urutan, posisi,

A B

2

1

Page 3: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

7

dan pemisahan kromosom tersebut selama sporulasi terjadi secara linier yang

melibatkan dua sistem yaitu ParAB dan FtsK. Sistem ini yang menyebabkan

diferensiasi serta terbentuknya septa sel apikal yang membentuk rantai konidia.

Gambar 2. Siklus hidup Streptomyces sp. (Brooks et al., 2012)

Streptomyces sp. merupakan produsen antibiotik utama karena lebih dari

80% produk antibiotik berasal dari bakteri ini. Selain itu, Streptomyces sp. juga

memiliki sumber potensi metabolit sekunder dan berbagai aktivitas biologis.

Dilaporkan bahwa bakteri ini mensintesis lebih dari 7.000 jenis metabolit

sekunder (Berdy, 2005). Metabolisme sekunder terjadi pada fase akhir

pertumbuhan. Selain faktor genetik, kondisi lingkungan juga sangat

mempengaruhi ekspresi metabolit yang dihasilkan. Oleh sebab itu, metabolisme

sekunder dapat terjadi akibat beberapa peristiwa seperti kekurangan nutrisi,

penambahan induser, penurunan tingkat pertumbuhan, atau dapat dengan adanya

sinyal yang dihasilkan oleh organisme lain di tanah (Bibb, 2005). Kehadiran

sinyal tersebut dapat menyebabkan terjadinya perubahan regulasi yang berdampak

pada diferensiasi morfologi dan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri

Streptomyces (Chater et al., 2010). Adapun beberapa hal yang dapat mengatur

pembentukan antibiotik yaitu nutrisi (nitrogen, fosfor, dan sumber karbon), logam

Page 4: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

8

dan tingkat pertumbuhan (Bibb, 2005). Produksi antibiotik dapat terlibat pada

proses penting lainnya seperti simbiosis Streptomyces sp. dengan tanaman yaitu

tanaman dapat terlindungi dari serangan patogen, dan eksudat tanaman

mendukung perkembangan Streptomyces sp. (Bosso et al., 2010).

1.2. Tanaman Familia Zingiberaceae

Zingiberaceae merupakan salah satu famili terbesar dari kerajaan tumbuhan.

Famili tumbuhan ini memiliki 47 genera dan hampir 2.000 spesies yang tersebar

diseluruh dunia. Zingiberaceae tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis.

Genera dan spesies Zingiberaceae banyak tersebar di kawasan Malesia (Indonesia,

Malaysia, Singapura, Brunei, dan Papua Nugini) (Sirirugsa, 1998). Beberapa

spesies Zingiberaceae diketahui memiliki senyawa bioaktif yang digunakan

sebagai obat tradisional untuk berbagai penyakit (Wohlmut, 2008). Berikut adalah

klasifikasi tanaman famili Zingiberaceae menurut Mabberley (1997):

Phylum : Angiospermae

Class : Monokotiledonae (Liliopsida)

Subclass : Zingiberidae

Order : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Tanaman ini diketahui memiliki komponen kimia yang paling beragam

seperti hidrokarbon, aldehida, keton, alkohol, ester, eter, lakton, oksida dan

peroksida. Selain itu pada tanaman ini juga terdeteksi mengandung senyawa

aromatik. Senyawa aromatik tersebut dihasilkan oleh struktur sekretori yang

terletak di sel kortikal atau oleoresin yang menghasilkan minyak esensial. Struktur

ini mengandung idioblas yang terletak di rimpang dan trikoma kelenjar daun.

Minyak esensial ini dapat melindungi tanaman dari serangan mikroba

pengganggu, membantu dalam hal penyerbukan karena mampu menarik serangga,

atau dapat bertindak sebagai penolak serangga. Dengan demikian metabolit

sekunder yang dihasilkan lebih berperan dalam ekologi daripada di fisiologi

tanaman itu sendiri (Kojima et al., 1998).

Page 5: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

9

Berbagai genus dari famili Zingiberaceae diketahui mengandung senyawa

bioaktif yang bermanfaat seperti pada genus Curcuma yang diketahui memiliki

senyawa kurkumin yang dapat bertindak sebagai antioksidan, anti kanker, dan anti

inflamasi. Kurkuminoid dikenal juga dengan istilah diarilheptanoid berwarna

yang terdapat pada rimpang tanaman yaitu sekitar 5% dari berat kering rimpang.

Senyawa utama lainnya yaitu diferulol-metan, desmetoksi-kurkumin,

bisdesmetoksi-kurkumin, dan dihidro-kurkumin sebanyak 50 – 60% yang

terkandung di rimpang tanaman. Selain kurkumin, genus ini juga memiliki

minyak atsiri sebanyak 5 - 6% yang terdiri dari mono dan seskuiterpen, termasuk

zingiberin, kurkumin, α- dan β-turmeron (Evans, 2002). Genus Kaempferia

dikenal sebagai obat untuk berbagai penyakit karena kandungan senyawa bioaktif

yang dimiliki rimpang genus ini mengandung minyak atsiri dengan kandungan

unsur etil-p-metoksi-e-sinamat, etil sinamat, sinamaldehid, kampen, l-Δ3-caren,

borneol, p-metoksistiren dan pentadekan (Luger et al., 1996).

Genus Alpinia juga memiliki minyak atsiri yang diketahui tersebar di daun,

batang, dan rimpang. Kandungan khas dari minyak esensial yang terdapat pada

genus ini adalah terpenoid dan penilpropanoid, ini termasuk monoterpenoid

seperti α- dan β-pinene, geraniol, borneol, sitronelol, linalool, 1,8-cineole dan

kamper, seskuiterpenoid termasuk eudesmol, sesquiphellandrene β dan

curcumene, dan phenylpropanoids seperti metil eugenol (Tewari et al., 1999).

Aroma yang dihasilkan oleh genus ini mengandung unsur empat isomer asetoksi-

sineol dan 1'-acetoksikavikol asetat yang menghasilkan sensasi pedas (Kubota et

al., 1999). Genus Zingiber memiliki metabolit sekunder yang terdapat pada

rimpang, senyawa ini terdiri dari senyawa volatil, nonvolatil, dan senyawa fenolik

nonvolatil. Senyawa – senyawa inilah yang memiliki aktivitas farmakologi (Jolad

et al., 2005).

Tanaman memiliki insting untuk mengoptimalkan pertumbuhannya melalui

pertumbuhan akar sehingga dapat memperoleh unsur hara yang cukup. Tanaman

juga menjalin kerja sama dengan mikroba sebagai usaha untuk perlindungan diri

dari serangan organisme pengganggu. Oleh karena itu, tanaman juga akan

menyediakan sumber nutrisi bagi mikroba yaitu dengan melepaskan eksudat ke

Page 6: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

10

tanah sekitar rimpang. Hal ini juga dapat sebagai alat untuk menarik mikroba

yang dikehendaki hidup di sana maupun mengusir mikroba pengganggu (Widyati,

2013). Mikroba yang berkolonisasi di rizosfer akan berdampak pada modifikasi

fisik dan kimia tanah, hal ini tentunya akan mempengaruhi tanaman dan mikroba

itu sendiri (Sylvia et al., 2005).

1.3. Antibiotik

Antibiotik merupakan obat yang membunuh atau menghambat pertumbuhan

bakteri. Antibiotik yang bekerja dengan membunuh bakteri disebut bakterisida,

sedangkan antibiotik yang bekerja dengan mencegah bakteri bermultiplikasi

disebut bakteriostatik (Chopra et al., 2002). Antibiotik pertama kali muncul

sebagai terobosan terbaru dalam dunia kedokteran pada tahun 1928, yang

ditemukan oleh seorang ilmuwan bernama Alexander Fleming (Taubes, 2008).

Antibiotik dikatakan berspektrum luas bila berbagai macam infeksi dapat diobati

dan berspektrum sempit bila hanya dapat mengobati beberapa jenis infeksi bakteri

saja (Chopra et al., 2002). Antibiotik dengan jenis yang berbeda akan memberi

pengaruh yang berbeda pada bakterinya dan dengan cara yang berbeda pula.

Misalnya antibiotik melawan bakteri dengan menghambat kemampuan bakteri

dalam mengubah glukosa menjadi energi, atau menghambat kemampuan bakteri

dalam membentuk dinding selnya. Ketika hal ini terjadi maka bakteri akan mati

dan tidak dapat bermultiplikasi (Kohanski et al., 2007). Tahun 1942, menjadi

tahun pertama ditemukannya antibiotik yang berasal dari Streptomyces yaitu

streptothricin dan dua tahun kemudian disusul dengan penemuan antibiotik kedua

yang berasal dari Streptomyces yaitu streptomisin (Watve et al., 2001).

1.3.1. Mekanisme kerja antibiotik

Mekanisme kerja antibiotik diawali dengan interaksi fisik antara molekul

obat dengan target tertentu dalam bakteri. Interaksi ini akan menimbulkan

perubahan pada tingkat biokimia, molekuler dan struktural bakteri (Taubes, 2008).

Mekanisme ini akan bekerja pada sasaran seluler seperti: replikasi DNA, sintesis

RNA, sintesis dinding sel, dan sintesis protein (Chopra et al., 2002).

Page 7: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

11

A. Mekanisme antibiotik menghambat replikasi DNA

Proses sintesis DNA, mRNA transkripsi, dan pembelahan sel pada bakteri

memerlukan modulasi kromosom melalui enzim topoisomerase untuk mengkatalis

reaksi membukanya untai dan penggabungan untai kembali (Espeli and Marians,

2004). Reaksi ini telah dieksploitasi oleh antibiotik kelas kuinolon sintetis,

termasuk fluoroquinolon. Kuinolon merupakan antibiotik turunan asam nalidiksat

sebagai produk sampingan dari sintesis klorokuin. Kuinolon memiliki beberapa

generasi yaitu asam oxolinik (pertama), ciprofloxacin (kedua), levofloxacin

(ketiga), dan gemifloxacin (keempat). Antibiotik kelas kuinolon bekerja dengan

mengganggu pemeliharaan topologi kromosom dengan cara menjebak enzim

topoisomerase II dan topoisomerase IV pada tahapan pembelahan DNA dan

mencegah untai bergabung kembali (Drlica et al., 2008). Drlica and Snyder

(1978), mengatakan bahwa kerentanan topoisomerase II dan topoisomerase IV

terhadap kuinolon bervariasi di setiap spesies bakteri walaupun keduanya

memiliki kesamaan fungsi yang umum. Hasil penelitian lainnya menunjukkan

bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi target utama kuinolon adalah

topoisomerase IV (Munoz and Weinsten, 2008), sedangkan pada bakteri Gram

negatif (misal: E. coli, dan Neisseria gonorrhea), yang menjadi target utama

adalah topoisomerase II (Belland et al., 1994).

B. Mekanisme antibiotik menghambat sintesis RNA

Proses enzimatik sangat penting dalam pertumbuhan sel bakteri sehingga

proses ini dapat menjadi target menarik bagi antibiotik. Rifampisin menghambat

sintesis RNA dengan cara menghambat inisiasi transkripsi dan memblokir jalur

pertumbuhan rantai ribonukleotida. Hal ini dapat terjadi karena Rifampisin

menggunakan koneksi stabil dengan afinitas tinggi pada β-subunit di jalur

kompleks RNA polimerase dan DNA yang menyebabkan situs aktif terpisah

(Chopra et al., 2002). Rifampisin pertama kali diisolasi dari bakteri Gram positif

Amycolatopsis mediterranei yang awalnya dikenal sebagai Streptomyces

mediterranei pada tahun 1950-an. Rifampisin dengan karakter yang lebih kuat

terisolasi dari mutagensis yang terjadi pada organisme ini. Rifampisin bersifat

Page 8: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

12

bakterisida terhadap bakteri Gram positif dan bersifat bakteriostatik terhadap

Gram negatif. Perbedaan tersebut telah dikaitkan dengan penyerapan antibiotik

dan tidak afinitasnya antibiotik dengan β-subunit pada jalur RNA polimerase

(Naryshkina et al., 2001).

C. Mekanisme antibiotik menghambat sintesis dinding sel

Dinding sel dapat memberikan kekuatan mekanik bagi bakteri itu sendiri,

yaitu untuk bertahan hidup pada kondisi lingkungan yang dapat mengubah

tekanan osmotiknya (Holtje, 1998). Sel bakteri dibungkus oleh lapisan

peptidoglikan (murein) yang mengandung rantai asam N-acetilmuramik

(MurNAc) dan residu N-asetilglukosamin (GlcNAc) yang berikatan silang melalui

rantai sisi pentapeptida yang melekat pada MurNAc (Chopra et al., 2002).

Gangguan sintesis atau struktur dapat menyebabkan hilangnya bentuk sel dan

integritas yang diikuti oleh kematian sel (Holtje, 1998). Biosintesis peptidoglikan

terjadi melalui tiga tahap. Tahap pertama melibatkan enzim yang terdapat pada

sitoplasma atau dipermukaan sitoplasma untuk merakit unit monomer disakarida-

peptida. Tahap kedua yaitu unit monomer ditransfer melintasi membran

sitoplasma, dan tahap ketiga polimerasi unit monomer pada permukaan luar

membran serta pengikatan peptidoglikan yang baru ke dinding sel yang sudah ada

sebelumnya. Langkah ketiga dimanfaatkan sebagai target antibiotik melalui agen

β-laktam dan glikopeptida (Park and Uehara, 2008).

β-laktam dan glikopeptida merupakan salah satu kelas antibiotik yang

dapat mengganggu langkah-langkah tertentu dalam homeostasis biosintesis

dinding sel. Penghambatan sintesis dinding sel ini dapat mengakibatkan

perubahan bentuk sel dan ukuran, dapat menginduksi respon stres sel dan pada

akhirnya sel lisis (Park and Uehara, 2008). Beberapa antibiotik yang tergolong

kelas β-laktam adalah penisilin, carbapenem dan sefalosporin. Antibiotik ini dapat

menghambat pembentukan ikatan peptida yang dikatalis oleh enzim PBP

(Penicillin-Binding Proteins) dengan cara memblokir ikatan silang dari unit

peptidoglikan (Holtje, 1998). Aktivitas enzim transglikosilase dan PBP (juga

dikenal sebagai transpeptidase) dapat memelihara lapisan peptidoglikan. Enzim

Page 9: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

13

ini akan memperpanjang untaian glikan dari molekul peptidoglikan yang sudah

ada dengan menambahkan pentapeptida disakarida (Park and Uehara, 2008).

D. Mekanisme antibiotik menghambat sintesis protein

Penerjemahan mRNA terjadi dalam tiga fase berurutan yaitu inisiasi,

elongasi, dan terminasi yang melibatkan organel ribosom dan sitoplasma (Garrett,

2000). Organel ribosom terdiri atas dua subunit ribonukleo protein yaitu 50S dan

30S (Nissen et al., 2000). Ribosom ini dapat menjadi target antibiotik dalam

menghambat sintesis protein. Antibiotik yang menghambat sintesis protein dibagi

menjadi dua sub kelas yaitu 50S inhibitor dan 30S inhibitor.

Kelas antibiotik yang termasuk sebagai 50S ribosom inhibitor yaitu

makrolida (misalnya, eritromisin), linkosamida (misalnya, klindamisin),

streptogramin (misalnya, dalfopristin-quinupristin), amphenikol (misalnya,

kloramfenikol) dan oksazolidinon (misalnya, linezolid) (Katz and Ashley, 2005).

Antibiotik 50S inhibitor ini bekerja dengan menghalangi inisiasi translasi protein

atau translokasi tRNA peptidil, dan hal tersebut dapat menghambat reaksi

peptidiltransferase untuk memanjangkan rantai peptida yang baru. Peristiwa ini

melibatkan pemblokiran akses tRNA peptidil ke ribosom untuk melakukan proses

selanjutnya, kemudian pemblokiran reaksi elongasi peptidiltransferase terjadi dan

akhirnya akan memicu disosiasi peptidil tRNA (Vannuffel and Cocito, 1996).

Antibiotik yang termasuk 30S ribosom inhibitor adalah tetrasiklin dan

aminosiklitol. Tertrasiklin bekerja dengan menghalangi akses tRNA aminoasil ke

ribosom sehingga tidak dapat melanjutkan proses selanjutnya (Chopra and

Roberts, 2001). Sedangkan kelas aminosiklitol terdiri atas spektinomisin dan

aminoglikosida (misalnya, streptomisin, kanamisin dan gentamisin). Antibiotik ini

dapat mengikat komponen 16S rRNA dari subunit 30S. Khususnya, spektinomisin

bekerja dengan menghambat faktor pengkatalis elongasi translokasi sehingga

stabilitas peptidil tRNA untuk berikatan dengan ribosom menjadi terganggu,

namun tidak menyebabkan kesalahan dalam menterjemahkan protein (Karimi and

Ehrenberg, 1994). Sebaliknya, apabila interaksi 16S rRNA terjadi dengan

aminoglikosida, maka hal ini dapat menginduksi terjadinya perubahan konformasi

Page 10: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

14

dari kompleks yang terbentuk antara kodon mRNA dan aminoasil tRNA di

ribosom, sehingga kesalahan penerjemahan protein dapat terjadi (Pape et al.,

2000).

Aminoglikosida akan menyebabkan kesalahan penerjemahan protein

karena terjadi penggabungan asam amino yang tidak cocok ke dalam elongasi

untaian peptida. Penerjemahan protein yang salah ini akan digabungkan ke dalam

membran sitoplasma sehingga sifat permeabilitas sel menjadi lebih meningkat dan

hal ini akan mempermudah akses antibiotik masuk kedalam sel. Semakin mudah

antibioik masuk ke dalam sel maka penghambatan ribosom semakin meningkat

dan sel bakteri akan mati (Fourmy et al., 1996).

Aminoglikosida turunan alami merupakan satu-satunya kelas antibiotik

yang memiliki sifat bakterisida yang luas. Sedangkan makrolid, streptogramin,

spektinomisin, tetrasiklin, kloramfenikol dan makrolida adalah antibiotik yang

bersifat bakteriostatik, akan tetapi dapat bersifat bakterisida pada suatu bakteri

(Fourmy et al., 1996). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

Goldstein et al. (1990), bahwa kloramfenikol dan makrolida azitromisin telah

menunjukan aktivitas bakterisida terhadap Haemophilus influenzae.

1.3.2. Mekanisme resistensi bakteri terhadap antibiotik

Resistensi bakteri dapat dijelaskan melalui dua cara yaitu, (1) resistensi

intrinsik, dimana secara alami suatu bakteri tidak memiliki situs target untuk

antibiotik sehingga antibiotik tidak berpengaruh terhadap bakteri tersebut. Bakteri

dapat secara alami memiliki permeabilitas rendah terhadap antibiotik karena

adanya perbedaan sifat kimia antibiotik dengan struktur membran bakteri. (2)

resistensi antibiotik yang dapat diperoleh oleh bakteri, dimana mekanisme

resistensi yang diperoleh ini dapat melalui berbagai cara seperti yang diungkapkan

oleh Fluit et al. (2001), yaitu sebagai berikut:

a. Adanya enzim yang menginaktivasi agen antibiotik

b. Kehadiran enzim alternatif lainnya ketika enzim utama dihambat oleh agen

antibiotik

Page 11: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

15

c. Terjadinya mutasi pada protein target antibiotik sehingga daya berikatan

antibiotik pada bakteri rendah

d. Terjadinya modifikasi pasca transkripsi atau pasca translasi pada bakteri yang

menjadi target antibiotik sehingga ini dapat mengurangi pengikatan agen

antibiotik.

e. Pengurangan penyerapan zat antibiotik oleh bakteri

f. Diaktifkannya protein efluk (pompa efluk) yang akan memompa dan

mencegah masuknya antibiotik ke dalam sel bakteri

g. Protein target antibiotik diproduksi berlebihan

1.4. Bakteri Acinetobacter baumannii

Acinetobacter baumannii tergolong bakteri aerobik, Gram negatif,

berbentuk batang, nonfermentasi, nonmotil, oksidase negatif, dan bakteri ini dapat

tumbuh pada suhu 20 – 300C. Secara makroskopis memiliki koloni berbentuk

bulat dan berwarna putih berlendir (Ajao et al., 2011) (Gambar 3). Bakteri A.

Baumannii memiliki sejarah perubahan taksonomi yaitu awalnya termasuk famili

Neisseriaceae dan sekarang digolongkan dalam famili Moraxellaceae (Berlau et

al., 1999). Bakteri ini dapat hidup di tanah, air, hewan, dan manusia. Umumnya

bakteri ini ditemukan di lingkungan rumah sakit sebagai penyebab berbagai

infeksi nosokomial oportunistik (Bergogne and Towner, 1996). Bakteri ini

pertama kali terisolasi pada tahun 1911 dari sampel tanah yang dilakukan oleh

Beijerink (Kuo et al., 2004) dan tahun 1986, taksonomi A. Baumannii telah

diklasifikasikan (Bouvet et al., 1986). Berikut adalah klasifikasi A. baumannii

menurut Bouvet et al. (1986):

Domain : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Classis : Gammaproteobacteria

Ordo : Pseudomonadales

Familia : Moraxellaceae

Genus : Acinetobacter

Spesies : A. baumannii

Page 12: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

16

Gambar 3. Isolat Acinetobacter baumannii (diameter koloni 0,5-2 mm) (Ajao et

al., 2011)

Wabah A. baumannii resisten terhadap antibiotik kelas carbapenem pertama

kali terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1991 (Go et al., 1994). Tahun 1998,

Isolat A. baumannii yang resisten terhadap antibiotik carbapenem diisolasi dari

pasien leukemia di rumah sakit Taiwan. Setelah diamati, ternyata isolat tersebut

resisten terhadap hampir semua antibiotik (seperti; sefalosporin, aztreonam,

aminoglikosida dan ciprofloxacin) (Hsueh et al., 2002). Kemampuan dalam

membentuk biofilm membuat patogen ini sulit dikendalikan. Pembentukan

biofilm dikendalikan oleh beberapa faktor, diantaranya adanya gen resisten

antibiotik, kondisi pertumbuhan yang mendukung, dan kepadatan sel dalam

mengkolonisasi (Gaddy and Actis, 2009). Seperti yang diungkapkan oleh Lee et

al. (2008), bahwa kehadiran dan ekspresi salah satu gen yaitu gen blaPER-1dapat

meningkatkan kemampuan membentuk biofilm diberbagai permukaan, baik

permukaan biotik maupun abiotik (Gambar 4 dan 5).

Bakteri A. baumannii resisten memiliki spektrum klinis luas diantaranya

bakteremia, pneumonia, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi kulit dan

jaringan lunak, infeksi aliran darah, endokarditis, abses intra abdominal, dan

infeksi luka operasi (Howard et al., 2010). Bakteri A. baumannii dapat menular

dari pasien satu ke pasien yang lain melalui kontak langsung maupun tidak

langsung (D'Agata et al., 2000). Resiko yang lebih besar dari infeksi bakteri ini,

yaitu selain mengalami infeksi sekunder, masa rawat pasien akan semakin

Page 13: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

17

diperpanjang dan memungkinkan pasien memperoleh perawatan berupa makanan

enteral (Mulin et al., 1995). Bahaya utama dari A. baumannii adalah

kemampuannya yang dengan cepat resisten terhadap antibiotik, yang kemudian

bergerak kearah multidrug resisten (Bergogne and Towner, 1996). Kejadian

infeksi A. Baumannii telah menjadi masalah kesehatan di banyak negara

(Landman et al., 2002).

Gambar 4. Biofilm A. baumannii (in vitro) yang terbentuk pada permukaan

penutup kaca setelah 24 jam inkubasi pada suhu 370C di media luria-

bertani broth. Perbesaran 5.000 x, dengan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (Longo et al., 2014)

Gambar 5. Biofilm polimikroba (A. baumannii, K. pnomuniae, dan P. aeruginosa)

tumbuh dalam lumen kateter urin silikon yang diisolasi dari pasien

rumah sakit di Roma. Perbesaran 10.000 x, dengan Scanning Electron

Microscopy (SEM) (Longo et al., 2014)

Page 14: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

18

1.4.1. Mekanisme resistensi antibiotik pada Acinetobacter baumannii

Mekanisme resistensi yang umum dapat terjadi melalui resistensi yang

dimediasi oleh enzim, adaptasi genetik, pengaktifan protein efluk, dan perubahan

struktur komponen membran luar sel bakteri (Cloete, 2003). Enzim yang

memediasi resistensi antibiotik yaitu kemampuan bakteri untuk memproduksi

enzim yang dapat mengubah senyawa antibiotik menjadi senyawa yang tidak

toksik atau tidak aktif bagi sel bakteri itu sendiri (Ma et al., 1998). Protein efluk

befungsi untuk memompa zat antibiotik keluar dari sel, menurunkan konsentrasi

antibiotik dalam sel dan mencegah antibiotik bekerja mengenai target (Nikaido,

2009). Sedangkan untuk perubahan struktur membran, ini dapat terjadi pada

porin dan enzim PBP (Penicillin-Binding Proteins) (Cloete, 2003). Porin

merupakan suatu protein yang diproduksi di membran luar bakteri Gram negatif,

berfungsi sebagai saluran difusi nonspesifik yang memungkinkan masuknya

antibiotik yang efektif (Nikaido, 2009). Perubahan struktur membran sel ini

memungkinkan sel untuk meningkatkan resistensi terhadap antibiotik karena

antibiotik tidak dapat menembus membran sel dan tidak mampu mencapai situs

targetnya (Cloete, 2003).

Resistensi A. baumannii terhadap antibiotik aminoglikosida dimediasi oleh

enzim AME (Aminoglycoside-Modifying Enzymes). Enzim – enzim yang

termasuk adalah aph (aminoglikosida phosphotransferase), acc (aminoglikosida

acetyltransferase), dan aad (aminoglikosida adeniltransferase) (Perez et al., 2007).

Bakteri A. baumannii memiliki transposon yang memediasi pembentukan protein

efluk. Mediasi ini melibatkan gen tetrasiklin A (TetA) dan tetrasiklin B (TetB)

(Guardabassi et al., 2000). TetA berfungsi untuk pemompaan tetrasiklin,

sedangkan TetB berfungsi untuk pemompaan baik tetrasiklin maupun minosiklin

(Huys et al., 2005). Resistensi antibiotik tetrasiklin ini juga dapat didukung

dengan adanya protein pelindung ribosom bakteri (Perez et al., 2007). Protein ini

dikodekan oleh gen M tetrasiklin yang dapat melindungi ribosom sebagai target

dari beberapa antibiotik yaitu tetrasiklin, minosiklin, dan doksiklin (Ribera et al.,

2003). Modifikasi yang terjadi pada strutur DNA girase dapat menurunkan

afinitas enzim terhadap kuinolon (Seward and Towner, 1998). Enzim yang ada

Page 15: II. TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Bakteri Streptomyces II.pdf · mensekresikan protein membran ... bahwa pada bakteri Gram positif yang menjadi ... dapat mengganggu langkah-langkah tertentu

19

pada A. baumannii ini merupakan target kuinolon, namun karena tidak mampunya

antibiotik melekat pada situs targetnya maka A. Baumannii menjadi resisten

terhadap antibiotik kuinolon. Selain itu, modifikasi lipopolisakarida dalam sel A.

baumannii juga akan menyebabkan bakteri resisten terhadap polimiksin (Perez et

al., 2007).

1.5. Minimum Inhibitory Concentration (MIC)

Minimum Inhibitory Concentration (MIC) dianggap sebagai “gold

standard” yaitu konsentrasi terendah suatu antibiotik dalam menghambat

pertumbuhan mikroba. MIC digunakan untuk menentukan kerentanan serta

menilai kinerja metode pengujian kerentanan suatu antibiotik terhadap

mikroorganisme. Secara universal kisaran konsentrasi antibiotik diterima dalam

menentukan MIC (Wahi and Singh, 2011). Kemampuan menghambat antibiotik

terhadap mikroorganisme akan terlihat setelah inkubasi selama 24 jam dan apabila

bakteri yang diuji bersifat anaerob yang memerlukan lama inkubasi untuk

pertumbuhan, maka periode inkubasi diperpanjang. Metode yang dapat digunakan

untuk menentukan MIC yaitu sumur difusi, kertas cakram, dan pengenceran

(Andrews, 2001).