II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

17
8 II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN 11.1. U M U M Dia.gr am teg ang an - r eg ang an baja tulangan pada umumnya dap at dibedakati atas dua bag ian : !. Diagram tegangan-regangan untuk baja lunak (mild steel). Diagram dari. baja ini mempunyai "Yield Plateau" yang panjang, sehingga baja tersebut mempunyai duktilitas yang bes ar. 2. Diagram tegangan-regangan untuk baja keras (mutu tinggi). Diagram dari baja ini mempunyai "Yield Plateau" yang pondok, sehingga baja tersebut memiliki duktilitas yang keeiJ.. Type baja semacam ini sangat tinggi titik lelehnya, tetapi segera setelah mencapai titik lelehnya baja tersebut akan cepat putus dengan memberikan sedikit uluran. 11 . 2 . DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN MONOTON Diagram tegangan-regangan baja tulangan yang digunakan dal am konstruksi beton bertulang diperoleh dari hasil test tarikan monoton (selanjutnya diagramnya disebut diagram

Transcript of II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

Page 1: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

8

II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

11.1. U M U M

Dia.gr am teg ang an - r eg ang an baja tulangan pada umumnya

dap at dibedakati atas dua bag i an :

!. Diagram tegangan-regangan untuk baja lunak (mild steel).

Diagram dari. baja ini mempunyai "Yield Plateau" yang

panjang, sehingga baja tersebut mempunyai duktilitas yang

bes a r .

2. Diagram tegangan-regangan untuk baja keras (mutu tinggi).

Diagram dari baja ini mempunyai "Yield Plateau" yang

pondok, sehingga baja tersebut memiliki duktilitas yang

keeiJ.. Type baja semacam ini sangat tinggi titik lelehnya,

tetapi segera setelah mencapai titik lelehnya baja

tersebut akan cepat putus dengan memberikan sedikit

u l u r a n .

1 1 . 2 . DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN MONOTON

Diagram tegangan-regangan baja tulangan yang digunakan

dal am konstruksi beton bertulang diperoleh dari hasil test

tarikan monoton (selanjutnya diagramnya disebut diagram

Page 2: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

9

tegangan-regangan monoton). Seperti yang ditunjukkan pada

gaiobar 2. J.. , curva awal sarnpai titik leleh A menunjukkatj

daerab elastis linear. setelah mencapai titik leleh A maka

akan terjadi pertambahan regangan dengan sedikit atau tanpa

adanya pertambahan tegangan,sampai pada titik B. Kemudian

ba.ja tulangan memasuki daerah strain-hardening, dimana

pertambahan regangan diikuti oleh pertambahan tegangan yang

cukup besar.hal ini terus berlangsung sampai mencapai

tegangan maximum pada titik C. Melewati titik C, pertambahan

regangan akan menyebabkan tegangannya turun secara drastis

sampai putus di titik D.

Kemiringan kurva pada daerah elastis linear manyatakan

Modulus elastisitas,Es. Untuk daerah strain-hardening,

Strain-Hardening modulus, Esh, dinyatakan dengan garis

singgung dari awal garis lengkung tersebut. Biasanya

penentuan nilai Esh cukup sulit karena penentuan garis

singgungnya tidak dapat dilakukan secara tepat.

Tegangan pada titik A rnenunjukkan tegangan lelehnya dan

merupakan suatu parameter yang sangat penting dari baja

tulangan. Kadang-kadang curva tegangan-regangan menunjukkan

dengan jelas tegangan leleh atas (upper yield strength) dan

tegangan leleh bawah (lower yield strength) seperti yang

ditunjukkan pada gambar 2.2. Besar relatif titik leleh atas

bergontung pada kecepatan pengetesan, bentuk penampang, dan

keadaan dari contoh baja tulangan. Titik leleh bawah

biasanya dinggap sebagai parameter karakteristik yang benar

dan dipakai untuk menentukan tegangan leleh baja tulangan.

Page 3: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

10

Pan,]ang yield plateau (A-B pada gambar 2.1) secara umum

irierupakxin suatu fungsi dari tegangan baja. Baja High-

strength High-Carbon biasanya mempunyai yield plateau yang

jaub lobih pendek dan total, regangan yang lebih kecil

sebelum putus jika dibandingkan dengan baja Lower-Strength

Low--Carbon. Untuk baja Cold-Worked, daerah strain-hardening

dapat mulai dengan segera setelah terjadi leleh yang pertama

dan sering titik lelehnya tidak begitu jelas. Dalam hal ini

maka tegangan lelehnya ditentukan seperti yang ditetapkan

d a I am s t, and a r t .

Baja harus cukup ductile untuk mengimbangi regangan

plastis yang besar sebelum putus. Hal ini sangat diperlukan

untuk manjawin kearnanan dari struktur. Spesifikasi dari baja

pada umumnya hanya menetapkan perpanjangan yang diperlukan

pada saat putus.

Diagram-diagram tegangan-regangan yang diperoleh dari

hasil test tarikan dapat diasumsikan cukup baik untuk

rnev/akili diagram-diagram tegangan-regangan untuk baja

tulangan akibat tekanan.Dari hasil-hasil percobaan yang

tel ah dilakukan oleh beberapa peneliti menunjukkan bahv/a

asumsi tersebut diatas cukup layak dan dapat diterima.

Gambar 2.1

Page 4: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

11

tulangan yang digunakan dalam konstruksi

beton bertulang.

Gainbar 2.2. Diagram tegangan-regangan baja tulangan yang

menunjukkan adanya titik leleh atas dan bawah

Page 5: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

12

1!.3. ANALISA DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN MONOTON

Da .lam perencanaan terhadap gempa, kita perlu

mengevaluasi tegangan baja pada regangan-regangan yang jauh

melebihi titik lelehnya, agar lebih akurat dalam menentukan

tegangan lentur suatu ba.gi.an konstruksi pada kemungkinan

deformasi yang besar selama terjadi gempa kuat.

Para peneliti sebelumnya telah menentukan beberapa

idealisasi dari diagram tegangan-regangan monoton. Setelah

mengevaluasi idealisasi-idealisasi tersebut dengan

inembandi ngkan hasil-hasil percobaan tarikan dan tekanan,

oleh "Mander,dkk" dianjurkan suatu perumusan alternatif

?/ang akan dipakai dalam study ini.

Diagram tegangan-regangan yang dianjurkan oleh

Mander, dkk menffandung enam parameter dasar yaitu: fy , fsu ,

Esh , Jilfi , &sh , Bsu .

Keenam parameter tersebut dipakai untuk membentuk curva

tegangan-regangan monoton seperti yang ditunjukkan pada

gambar 2.3.

Gambar ‘I. 3. Diagram tegangan-regangan monoton

Page 6: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

Curva diagram tegangan-regangan tersebut dapat

d i. j e .1 o i jkan s b b :

n) Onerah E last is ( 0 < < £,y )

fy ~ Et

Et ~ Es

(2.1)

(2.2)

Diinana: By = fs/E

Et ada1ah tangent modulus

Es adalah modulus elastisitas

b) Daerah Yield Plateau ( £,y < £s < £>sh )

fs • = fy (2.3)

0. 0 (2.4)

e) Daerah strain-hardening ( B s h < < Ssu )

Daerah strain-hardening mulai pada saat tegangannya

melevmti tegangan leleh (pada regangan Esh) sampai pada

r eg an g an u 11 i mate (£,su).

Regangan ultimate adalah regangan pada saat terjadi

tegangan ultimate (fsu), bukan regangan pada saat putus yang

terjadi pada tegangan yang lebih keeil.

Mander.dkk berpendapat bahwa modulus strain hardening

adalah suatu parameter yang hanya diperlukan untuk

menetapkan curva strain-hardening disamping koordinat awal

(Gsh, fy) dan koordinat aklrir (£,su,fsu).

Ada dua cara pendekatan yang dipakai untuk menetapkan

curva strain-hardening yaitu:

j.. Cara yang dipakai oleh "Popov”.

Curva tegangan-regangan dapat dicari dengan menggunakan

fungs i. interpolasi polynomial melalui sejumlah titik kontrol

Page 7: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

14

yang ditentukan .

Pendekatan ini memerlukan sejumlah koordinat dari curva

diagram tegangan-regangan tarikan dan tekanan pada curva

strain-hardening', dan harus diperoleh dari perpobaan.

X. Cara yang dianjurkan oleh "Burns and Seiss", yang

kemudion diperbaharui oleh "Kent dan Park", dan juga dipakai

oleh "Lislei", yaitu: Menggunakan suatu persamaan garis

antara regangan strain-hardening, sh dan regangan ultimate,

Esu .

Oleh Mander,dkk dipakai cara yang ke 2. dan cara ini

pula yang dipakai dalam study ini.

Dengan koordinat awal (fcsh.fy) dan koordinat akhir

(Gsu.fsu) dari curva strain-hardening, kita dapat menentukan

modulus strain-hardening, Bsh.

Persamaan dari kedua titik koordinat tersebut berbentuk

suatu "power curve" dengan kooi'dinat tegangan-regangan

ultimate sebagai koordinat awalnya. dan dapat ditulis sbb:P

(2.5)" fsu -- fs ■ £,sU - £s

fsu -- fy &su - 6sh

Tegangan yang terjadi adalah :

fa = fsu + (fy - fsu)&su - £s

£su - £sh( 2 . 6 )

Dirnana: p adalah strain-hardening power dan dapat

ditentukan dengan mendiferensial

pers.(2.6) untuk memberikan tangent

m o d u l u s :

Page 8: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

15

d f sEl;

d= P

fsu fy £su - £s

&su - £sh

P-l

(2.7)&su - &sh

karena modulus strain-hardening (&sh) terjadi pada saat

£s - c-sh maka:

Et psh = pfsu - fy

Bsu - £sh( 2 . 8 )

atau P Eshgsu - $sh

( 2 . 8 )fsu - fy

Persainaan (2.9) menyatakan bahwa p adalah perbandingan

antara strain-hardening modulus (Esh) dengan secant modulus

diantara kedua titik koordinat tersebut.

Regangan yang terjadi dapat dinyatakan sbb:

1/P

6 s £su + (&sh - gsu)fsu fs

(2.9)fsu ■- fy

Dari persamaan (2.5),(2.8) dan (2.9) didapat suatu nilai

tangent modulus elastisitas dari daerah strain-hardening,

yaitu : 1-1/p

Et Eshfsu -- f£

(2 .1 0 )fsu - fy

Bentuk diagram tegangan-regangan seperti ini yang

digunakan dalam analisa moment-curvature penampang-

penampang beton bertulang untuk rnendapatkan nilai faktor

overstrength lentur didalam study ini.

Page 9: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

16

Ji 4. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN PEMBEBANAN BERULANG

Yang dirnaksud dengan pembebanan berulang disini adalah

beban tarik atau tekan saja yang dikerjakan pada contoh baja

tulangan , kernudian beban tersebut dilepaskan dan dibebani

lagi, demikian seterusnya.

Dalam praktek biasanya suatu konstruksi beton bertulang

akan dibebani secara berulang-ulang selama umur bangunan

tersebut.

Jika beban pada suatu contoh baja dilepaskan sebelum

putus maka curva akan turun pada panjang bagian regangan dan

sejajar dengan garis elastis. Jika dibebani lagi maka curva

akan naik kembali ke curva asalnya.

Lihat ga.mbar 2.4 : Jika beban kecil maka curva masih dalam

daerah elastis dan ditunjukkan oleh garis elastis OA. Jika

beban terus diperbesar maka pada suatu saat akan terjadi

peleleban pada baja tulangan, dan pada saat mencapai leleh

maka titik tersebut adalah titik leleh (titik A ) . Hal ini

akan menyebabkan baja tulangan mengalami pertambahan panjang

tanpa adanya pertambahan tegangan (beban) sampai berakhir

pada. titik D (daerah Yield Plateau). Setelah itu pertambahan

beban akan menyebabkan curva tegangan-regangan rnemasuki

daerah strain-hardening ( garis D-E ).

Jika sebelum mencapai titik D,rnisal pada titik C, beban

dilepaskan maka curva akan turun di titik B dengan membentuk

garis yang sejajar dengan garis elastis OA ( BC // OA ) dan

jika dibebani lagi dengan beban yang sama maka curva akan

naik kembali ke curva asa.1 di titik C mengikuti garis BC

Page 10: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

17

dengan kemungkinan ad any a sedik.it penyimpangan sebagai

akibat dari "Strain-hardening E f f e c t”. Hal yang sama berlaku

pula untuk. pelepasan beban dan pembebanan kembali dengan

boban yang sama pada daerah strain-hardening seperti yang

ditun.juk.kan. oleh garis FG ( FG // OA ).

Sesuai dengan keadaan diagram tegangan-regangan baja

tulangan pada gambar 2.4 maka diagram tegangan-regangan

monoton memberikan suatu idealisasi yang baik. sebagai curva

selubung dari diagram tegangan-regangan pembebanan berulang.

Gainbar 2.4. Diagram tegangan-regangan pembebanan

berulang.

11.5. D1AGKAM TEGANGAN-REGANGAN PEMBEBANAN BOLAK-BALIK

Jika suatu struktur menerima beban gempa kuat maka

struktur tersebut mengalarni pembebanan bolak-balik yang

dapat menyebabkan tegangannya berada dalam daerah post-

elastis.

Page 11: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

18

( a ) With Unsynvnetr i cal S t r a i n C y c l e s

( b ) Wi th Symmetr i ca l S t r a i n C y c l e s

Gambar 2,5. Diagram tegangan-regangan baja tulangan

akibat pembebanan bolak-balik.

Page 12: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

19

Akibat pembebanan bolak-balik, diagram tegangan-regangan

baja tulangannya amat berbeda dengan akibat pembebanan tarik

atau tekan saja, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5.

Jika baja tulangan masih berada dalam keadaan elastis

akibat beban tarik, maka pertambahan panjang yang dialami

baja tulangan akan sebanding dengan pertambahan

bebannya.Jika beban tarik dilepaskan maka curva akan turun

dan sejajar dengan garis elastisnya, dan kemudian diberikan

beban yang berlawanan (tekan) maka curva tegangan-

regangannya yang terjadi tidak lagi linear ,tetapi berupa

garis lengkung pada tegangan yang jauh lebih kecil dari

tegangan leleh. Terjadinya curva yang demikian ini disebut

dengan "Bauschinger effect". prilaku curva yang demikian

dipengaruhi oleh "strain history", waktu pembebanan dan

temperatur.

Untuk menyederhanakan diagram tegangan-regangan baja

tulangan akibat pembebanan bolak-balik yang cukup rumit,

oleh para ahli sering digunakan suatu pendekatan yaitu:

"Elastic-perfectly plastic idealization" seperti yang

ditujukkan pada gambar 2.6 (a) dan 2.6 (b).

Ada dua jenis diagram tegangan-regangan baja tulangan

akibat pembebanan bolak-balik yang ditinjau dari mayoritas

jenis pembebanannya. Yang pertama jika salah satu jenis

pembebanannya lebih besar dari pada jenis pembebanan yang

lain, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5 (a), dimana

pembebanan tarik lebih besar dari pembebanan tekan ,sehingga

sebagian besar curva diagram tegangan-regangan baja tulangan

berada pada sisi regangan tarik. Yang kedua adalah

Page 13: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

20

pembebanan tarik dan tekan sama besarnya sehingga curva

diagram tegangan-regangan baja tulangan terletak simetri

terhadap kedua sisi regangannya, seperti yang ditunjukkan

pada gambar 2.5 (b).

Berdasarkan pada hasil-hasil experimen diagram tegangan-

regangan , oleh "Kato,dk.k" ditunjukkan bahwa diagram

tegangan-regangan monoton akibat tarikan dan tekanan

memberikan suatu idealisasi yang baik untuk diagram

tegangan-regangan akibat pembebanan bolak-balik. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.7 (a),(b) dan (c).

(tnnr.icm)

Gambar 2.6 (a) "Bauschinger effect" dari baja tulangan

akibat beban bolak-balik.

Page 14: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

21

(tension)

Gambar 2.6 (b) "Elastic-perfectly plastic idealisation"

untuk baja tulangan akibat beban bolak-

balik.

Page 15: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

Com

or

J\

Sues*, f\

S lr .n i i <\

(,>)

SkcIcioo branch (first locuhn;))

U n ln .u h m j |>e ,m<;h |lm i:;jr}

S o l lc n c d t»r;m th " (Bouschinger cU ec i)

S x • a < n

( b )

i>lr«ss. f\

Sttom i .

Gambar 2.7 Diagram tegangan-regangan baja akibat beban

berulang (Reversed loading)

Page 16: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

23

II. 6. PENGARUH KECEPATAN PEMBEBANAN PADA PAHAMETEB-

PARAMETER DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN

Didalam analisa moment-curvature untuk mendapatkan

faktor overstrength,perlu dipertimbangkan pengaruh kecepatan

pembebanan karena, seperti yang ditunjukkan sebelumnya,

pnembebanan yang cepat akan menyebabkan bertambah besarnya

tegangan leleh baja tulangan. Kecepatan pembebanan akan

ineiripengaruhi kecepatan regangan yang terjadi pada baja

tulangan dan beton. kecepatan pembebanan untuk keadaan

Quasi-static pada umumnya diambil sebesar 0.00001/sec.

Penggunaan besarnya tegangan leleh yang diukur pada

kecepatan regangan yang tinggi akan menyebabkan over­

estimate pada tegangan lentur dari struktur-struktur penahan

gempa.. tetapi karena beban gempa bersifat dynamis maka hal

ini dianggap cocok untuk mendapatkan kemungkinan faktor

overstrength yang mungkin terjadi selama gempa kuat.

Oleh Mamnder,dkk ditunjukkan bahwa pengaruh kecepatan

regangan yang tinggi pada tegangan leleh dapat

diperhitungkan dengan memodifikasi harga dari keadaan quasi-

static dengan menggunakan faktor pembesar dynamis sbb:

( fs )dyn = Ds fs (2.11)

Dimana: ( fs)dyn adalah tegangan leleh yang diukur pada

kecepatan regangan yang tinggi.

fs adalah tegangan leleh yang diukur pada

keadaan quasi-static.

Ds adalah faktor pembesar dynamis, yang

untuk baja ringan ditentukan sbb :

Page 17: II. DIAGRAM TEGANGAN-REGANGAN BAJA TULANGAN

24

* Untuk baja yang mengalami tarikan :

1/6Ds = 0.953 [ 1 + ( 8 / 7 0 0 ) ] (2.12)

* Untuk baja yang mengalami tekanan :

1/6Ds = 0.966 [ 1 + ( 8 / 5 0 0 ) ] (2.13)

Dirnana: 6 adalah kecepatan regangan untuk keadaan

quasi-static yang diasurnsikan sebesar =

0.00001/sec.

Demikian pula untuk tegangan ultimate, fsu , modulus

elastisitas, Es , Modulus strain-hardening, Esh,

diperhitungkan pengaruh kecepatan regangan yang tinggi

dengan memodifikasi harga dari keadaan quasi-static dengan

menggunakan faktor pembesar dynamis seperti untuk tegangan

leleh, fy . Sedangkan untuk regangan pada saat terjadinya

strain-hardening, Bsh dan regangan ultimate, 8su , oleh

Hand or, dick dianggap tidak dipengaruhi oleh kecepatan

pembebanan.

Unl.uk tegangan leleh tulangan sengkang , fyh , juga

diperhitungkan pengaruh kecepatan pembebanan seperti untuk

tegangan leleh, fy.