IHK Sebagai Leading Indicator PDB Deflator

download IHK Sebagai Leading Indicator PDB Deflator

of 28

description

model untuk memprediksi PDB deflator dengan menggunakan data IHK

Transcript of IHK Sebagai Leading Indicator PDB Deflator

IHK SEBAGAI LEADING INDICATOR PDB DEFLATORBy Muhammad Fajar *

1. PENDAHULUAN Level waktu penyajian data PDB Deflator adalah setiap triwulan, hal tersebut lambat jika dibandingkan kecepatan penyajian IHK yang setiap bulan sehingga para akademis atau analis ekonomi mengalami kendala, misalnya mereka membutuhkan data PDB deflator triwulan 2 tahun 2011 tetapi yang baru tersedia hanya data PDB deflator triwulan 1 2011 itupun juga masih angka sementara. Oleh karena itu, dalam tulisan ini penulis akan membahas tentang model prediksi PDB deflator dengan mengandalkan data IHK sebagai variabel bebasnya sehingga dapat membantu analisis ekonomi secara cepat jika diperlukan suatu konversi riil perekonomian. Sebelumnya penelitian serupa pernah dilakukan oleh Bappenas (dalam studi pengembangan indicator ekonomi makro tahun 2001) tetapi yang berbeda dalam penelitian dengan sebelumnya adalah jumlah observasi penelitian ini adalah 97 observasi (penelitian sebelumnya hanya 55 observasi), penggunaan uji kausalitas Engel Granger, dan pengujian asumsi regresi yang lebih banyak dibandingkan penelitian sebelumnya. 2. LANDASAN TEORI 2.1 Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto dapat mencerminkan perkembangan kegiatan ekonomi suatu masyarakat, dalam memproduksi barang dan jasa di suatu wilayah tertentu. Menurut Sukirno (2004) Produk Domestik Bruto(PDB), adalah nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Tingkat pertumbuhan PDB dapat digunakan sebagai salah satu indikator untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Beberapa alasannya, yaitu: 1. 2. PDB adalah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh aktivitas produksi di dalam perekonomian. Hal itu berarti peningkatan PDB juga mencerminkan peningkatan balas jasa pada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas produksi tersebut. PDB dihitung atas dasar konsep aliran (flow concept), artinya perhitungan PDB hanya mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode tertentu. Perhitungan ini tidak mencakup nilai produk yang dihasilkan pada periode sebelumnya. Pemanfaatan konsep aliran dalam menghitung PDB, adalah untuk membandingkan jumlah nilai tambah yang dihasilkan pada tahun ini dengan tahun sebelumnya. Batas wilayah perhitungan PDB, adalah negara (wilayah domestik). Hal ini memungkinkan kita untuk mengukur sejauh mana kebijakan kebijakan ekonomi yang diterapkan pemerintah mampu mendorong aktivitas perekonomian domestik.

3.

PDB dibedakan menjadi dua macam, yaitu PDB atas dasar harga berlaku dan PDB atas dasar harga konstan. PDB atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan harga

yang berlaku pada tahun perhitungan. Sedangkan PDB atas dasar harga konstan dihitung dengan menggunakan harga pada saat tahun dasar. PDB yang dihasilkan dari perhitungan atas dasar harga berlaku, dinamakan PDB nominal dan PDB yang dihasilkan dari perhitungan atas dasar harga konstan, dinamakan PDB rill. PDB nominal, biasanya digunakan untuk menunjukan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu negara, sedangkan PDB rill, biasanya digunakan untuk mengukur pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perhitungan PDB di Indonesia dilakukuan oleh BPS (Badan Pusat Statistik). Untuk menghitung PDB nominal, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu: 1. Pendekatan Produksi Pada pendekatan produksi, PDB adalah jumlah nilai produk akhir (barang dan jasa) yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu negara dalam jangka waktu tertentu. Produk akhir sering disebut sebagai nilai tambah. Rumus nilai tambah yang dimaksud, adalah: Nilai Tambah = Nilai Produksi - Biaya Antara Rumusnya yaitu: Output b,t = Produksit x Hargat NTBb,t = Outputb,t Biaya Antarab,t Atau NTBb,t = Outputb,t x Rasio NTBo Ket: Output b,t NTBb,t Produksit Hargat Rasio NTB Rasio NTBo : : : : : : Ouput/nilai produksi bruto atas dasar harga berlaku tahun t Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku tahun ke t Kuantum produksi tahun ke t Harga produksi tahun ke t Perbandingan NTB terhadap Output (NTB/Ouput) Rasio NTB pada tahun dasar (o)

Dimana nilai produksi adalah jumlah produk dikalikan dengan rata-rata harga produksi tersebut. Biaya antara, adalah jumlah seluruh biaya untuk barang-barang tidak tahan lama dan jasa yang digunakan/ habis dalam proses produksi. 2. Pendekatan Pendapatan Dalam pendekatan pendapatan, nilai tambah dari setiap kegiatan ekonomi dihitung dengan jalan menjumlahkan semua balas jasa faktor produksi, yaitu upah dan gaji, surplus usaha (sewa, bunga, keuntungan), penyusutan, dan pajak tak langsung netto (pajak tidak langsung dikurangi subsidi). Untuk lembaga non-profit, surplus usaha tidak diperhitungkan.

Rumusnya yaitu PDB = sewa + upah + bunga + laba 3. Pendekatan Pengeluaran Pada pendekatan pengeluaran, PDB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir yang meliputi: (a) pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba; (b) pengeluaran konsumsi pemerintah; (c) pembentukan modal tetap domestik bruto (PMTDB) dan perubahan stok (investasi); (d) ekspor neto (ekspor dikurangi impor). Rumusnya yaitu, PDB = C + PMTDB + pengeluaran pemerintah+ (ekspor-impor) Untuk menghitung PDB rill, ada tiga metode yang dapat digunakan, yaitu: 1. Revaluasi Pada perhitungan dengan metode revaluasi, PDB merupakan nilai tambah bruto rill pada tahun perhitungan (NTBk,t) yang dihasilkan dari perkalian antara nilai produksi rill pada tahun perhitungan (Nilai Produksik,t) dengan rasio nilai tambah bruto rill pada saat tahun dasar (NTBo). Dimana nilai produksi yang digunakan, adalah hasil perkalian antara jumlah produksi pada tahun perhitungan dengan harga pada tahun dasar. 2. Ekstrapolasi Sama seperti metode revaluasi, pada metode revaluasi, PDB merupakan nilai tambah bruto rill pada tahun perhitungan (NTBk,t) yang dihasilkan dari perkalian antar nilai produksi rill pada tahun perhitungan (Nilai Produksik,t) dengan rasio nilai tambah bruto rill pada saat tahun dasar (NTBo). Akan tetapi, nilai produksi yang digunakan, adalah hasil perkalian antara nilai produksi rill pada tahun dasar dengan indeks kuantum produksi pada tahun perhitungan yang dibagi 100. indeks kuantum produksi diperoleh dari pembagian antara jumlah produksi pada tahun perhitungan dengan jumlah produksi pada tahun dasar, yang kemudian dikali 100. 3. Deflasi Sama seperti metode revaluasi dan ekstrapolasi, pada metode deflasi, PDB merupakan nilai tambah bruto rill pada tahun perhitungan (NTBk,t) yang dihasilkan dari perkalian antara nilai produksi rill pada tahun perhitungan (Nilai Produksik,t) dengan rasio nilai tambah bruto rill pada saat tahun dasar (NTBo). Akan tetapi, nilai produksi yang digunakan, adalah hasil pembagian antara nilai produksi atas dasar harga berlaku pada tahun perhitungan dengan indeks harga pada tahun perhitungan yang dibagi 100. Indeks harga diperoleh dari pembagian antara harga pada tahun perhitungan dengan harga pada tahun dasar yang kemudian dikali 100.

2.2 PDB Deflator Suatu ukuran yang menunjukkan tingkat perkembangan harga di tingkat produsen (producer price index). Manfaat: Digunakan untuk mengetahui adanya perubahan harga barang dan jasa secara keseluruhan yang lebih dikenal dengan tingkat inflasi. Rumus: Ket: PDBHB : PDBHK :

Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan

2.3 Indeks Harga Konsumen (IHK) Indeks harga konsumen adalah suatu indeks yang menghitung rata-rata perubahan harga dalam suatu periode, dari suatu kumpulan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk/rumah tangga dalam kurun waktu tertentu. Jenis barang dan jasa tersebut dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu bahan makanan; makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau; perumahan; sandang; kesehatan; pendidikan, rekreasi, dan olahraga; transpor dan komunikasi. Mulai bulan Juni 2008, Indeks Harga Konsumen (IHK) yang mencakup sekitar 284-441 komoditas dihitung berdasarkan pola konsumsi hasil Survei Biaya Hidup (SBH) di 66 kota tahun 2007. Manfaat: Mengetahui perubahan harga dari sekelompok tetap barang dan jasa yang pada umumnya dikonsumsi masyarakat. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menggambarkan tingkat kenaikan inflasi atau deflasi. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai (wage-indexation). Penyesuaian Nilai Kontrak (contractual payment). Eskalasi Nilai Proyek (project escalation). Penentuan Target Inflasi (inflation targeting). Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (budget indexation). Sebagai pembagi PDB, PDRB (GDP Deflator). Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living). Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham. Rumus yang digunakan untuk menghitung IHK adalah Laspeyres yang dimodifikasi (Modified Laspeyres).

dimana:

: indeks periode ke-(n) : Harga jenis barang i, periode ke-(n) : Harga jenis barang i, periode ke-(n-1) : Nilai konsumsi jenis barang i, periode ke-(n-1) : Nilai konsumsi jenis barang i pada tahun dasar : Jumlah jenis barang paket komoditas Misalkan: IHK pada bulan Juli 2010 adalah 121,74 (2007=100), berarti tingkat harga (konsumen/eceran) pada bulan Juli 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat harga (konsumen/eceran) tahun 2007. Interpretasi : tingkat harga (konsumen/ eceran) pada periode berjalan lebih kecil dibandingkan tahun dasar. : tingkat harga (konsumen/ eceran) pada periode berjalan sama dengan tahun dasar. : tingkat harga (konsumen/ eceran) pada periode berjalan lebih besar dibandingkan tahun dasar. 2.4 Perbedaan PDB Deflator dan IHK Adapun perbedaan antara PDB deflator dan IHK adalah sebagai berikut: a. Jenis barang dan jasa yang dicakup

Barang dan jasa yang dicakup dalam penghitungan IHK hanya sebagian dari seluruh jenis barang dan jasa dalam ekonomi, yaitu barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga saja. Disisi lain, kenaika harga dari barang dan jasa yang dibeli oleh perusahaan atau pemerintah, seperti mesin dan bangunan tidak ditunjukkan dalam komponen pehitungan IHK tetapi ditunjukkan dalam PDB deflator. b. Penimbang yang digunakan

Dalam penghitungan IHK, penimbang yang digunakan adalah kuantum dari kelompok komoditi barang dan jasa pada tahun dasar. Sementara pada PDB deflator, penimbang yang digunakan adalah kuantum dari kelompok komoditi barang dan jasa pada tahun berjalan. 3. METODOLOGI 3.1 Metode Pengumpulan Data Data: 1. Data PDB Deflator triwulan dengan tahun dasar 2000 periode 1986 Q;2 s.d 2010 Q:2 bersumber dari Badan Pusat Statistik kemudian ditransformasi logaritma natural. 2. Data Indeks Harga Konsumen (IHK) triwulan dengan tahun dasar 2000 periode 1986 Q:2 s.d 2010 Q:2 bersumber dari Badan Pusat Statistik kemudian ditransformasi logaritma natural.

Untuk pengolahan data dan analisis, penulis menggunakan software Eviews 5.1 dan JMulti 4.24. 3.2 Metode Analisis 3.2.1 Stasioneritas Data Series Stasioneritas sangat diperlukan dalam analisis time series agar tidak terjadi spurious pada analisis. Karena pada periode penelitian terjadi dua shock krisis, maka penulis merekomendasikan uji Philip-Perron untuk memeriksa stasioneritas dan alat uji ini mampu merespon adanya shock yang terjadi. Prosedur pengujian akar unit dengan menggunakan uji Philips-Perron adalah sebagai berikut: 1. Misal terdapat persamaan: , Dimana adalah koefisien otoregresif, adalah white noise term1. Jika nilai = 1, maka memiliki sebuah akar unit (unit root). Dalam ekonometrika, suatu time series yang memiliki akar unit disebut random walk time series. Apabila dinyatakan dalam bentuk hipotesis, menjadi: Ho : = 1, berarti data mengandung akar unit (nonstasioner) H1 : < 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner) Jika data asli dari suatu series sudah stasioner, maka data tersebut berintegrasi pada order 0 atau dilambangkan I(0) tetapi bila data asli nonstasioner maka harus didifference2-kan sehingga diperoleh data yang stasioner pada order d ( I(d) ). 2. Persamaan di atas dapat juga dinyatakan dalam bentuk turunan pertama (first difference), sebagai berikut: , Sehingga hipotesis yang diuji mempunyai bentuk: Ho : = 1, berarti data mengandung akar unit (non stasioner) H1 : < 1, berarti data tidak mengandung akar unit (stasioner) 3. Untuk mengetahui ada atau tidaknya akar unit, lakukan penghitungan nilai statistik uji Philips-Perron berdasarkan uji t-statistik yang disesuaikan:

1 2

Kondisi dimana mempunyai mean sama dengan nol, varians konstan, dan kovarians sama dengan nol. Membuat deret angka baru yang terdiri dari perbedaan angka antara periode yang berturut-turut dengan rumus: .

adalah standar eror dari persamaan (3). nerupakan estimasi yang konsisten dari varians eror pada persamaan , dihitung dengan rumus :

Dimana k adalah banyaknya variabel independen dan T adalah banyaknya observasi. diestimasi dari persamaan:

adalah sampel otokovariansi ke-j dari residual berikut:

yang dirumuskan sebagai

l adalah koefisien Newey-West bandwisth, K merupakan fungsi kernel yang dapat dirumuskan sebagai berikut: , jika = 0 , lainnya Selanjutnya nilai statistik Philips-Perron, yaitu dibandingkan dengan nilai kritis tabel Mc Kinnon. Jika nilai statistik Philips-Perron lebih negatif dari nilai kritis tabel Mc Kinnon atau nilai probabilitas statistik Philips-Perron kurang dari level signifikansi () sebesar 10%; maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa data time series telah stasioner. 3.2.2 Lag Optimum Penentuan lag optimum diperlukan karena alat analisis time series sangat sensitif terhadap lag time yang digunakan pada model. Penulis merekomendasikan criteria selection lag pada Hannan Quinon Information Criterion (HQIC), hal ini didasarkan karena sampel yang digunakan sebesar 97 observasi (HQIC sangat baik untuk jumlah sampel sampai dengan 120 observasi dan adanya structural breaks) dan mengantisipasi adanya structural breaks. Hannan Quinon Information Criterion:

Dimana:

M adalah banyaknya persamaan pada Vector Autoregressive (VAR), SSR adalah Sum Square Of Residual dari VAR pada persamaan (14) dan (15) dan k adalah banyak parameter. 3.2.3 Uji Kausalitas Engel Granger Uji kausalitas pertama kali dikemukakan oleh Engel dan Granger, sehingga uji ini dinamakan Engel-Granger Causality Test. Hubungan kausalitas adalah hubungan jangka pendek antara kelompok tetentu dengan menggunakan pendekatan ekonometrik yang mencakup hubungan timbal balik (Granger dalam Juliyanto, 2004). Hubungan kausalitas dapat terjadi antar dua variabel, jika suatu variabel y, yaitu inflasi dipengaruhi oleh variabel x, yaitu tingkat pengangguran terbuka dengan menggunakan lag. Uji kausalitas Granger bertujuan untuk melihat pengaruh masa lalu dari suatu variabel terhadap kondisi variabel lain pada masa sekarang. Dengan kata lain, uji kausalitas Granger dapat digunakan untuk melihat apakah peramalan y dapat lebih akurat dengan memasukan lag variabel x. Bentuk umum dari model kausalitas Granger, adalah sebagai berikut:yt11 ,1

yt

1

11 , 2

ytp

2

........

11 , p

yt

p

12 ,1

xt

1

12 , 2

xt

2

.......

12 , p

xt

p

atau

p

yti 1

y 11 , i t21 ,1p

i i 1

12 , i

xt

i

e1 t21 , p

(14)ytp 22 ,1 t 1

xtxt

yt

1

21 , 2

yt

2

.......xt e2 t

x

22 , 2

xt

2

........

22 , p

xt

p

atau

p

y 21 , i ti 1

i i 1

22 , i

i

(15)

Bentuk matriks persamaan di atas, adalah:yt xt11 , p 21 , p 11 ,1 21 ,1 12 ,1 22 ,1

yt xtp p

1 1

11 , 2 21 , 2

12 , 2 22 , 2

yt xt

2 2

......

12 , p 22 , p

yt xt

e1 t e2 t

(16)

x t i dan y t

i

adalah operasi kelambanan dari x t dan y t , sedangkan

dan

adalah

residual dan diasumsikan tidak berkorelasi. Statistik uji yang digunakan pada uji kausalitas Granger adalah statistik uji F, dengan rumus:

( RSS Fuji

R

RSS UR ) p

(17)n 2 1t t 1

RSS

R

/( n

k)

dimana : RSS RRSS UR

restricted residual sum of square =

unrestricted residual sum of square =

n 2 2t t 1

p n k1t

= panjang lag = jumlah observasi = jumlah parameter yang diestimasi dalam unrestricted regression = residual dari model yang direstriksi = residual dari model yang tidak direstriksi

2t

Restricted residual sum of square ( RSS R ), adalah jumlah kuadrat residual dari model yang direstriksi. Misalkan variabel y adalah variabel tidak bebas, maka model yang direstriksi diperoleh dengan meregresikan variabel y dengan semua nilai lag y tanpa memasukan lag x sebagai variabel bebasnya. Bentuk model yang direstriksi, adalah sebagai berikut:p

yti 1

i

yt

i

1t

(18)

Unrestricted residual sum of square ( RSS UR ), adalah jumlah kuadrat residual dari model yang tidak direstriksi. Misalkan variabel y adalah variabel tidak bebas, maka model yang tidak direstriksi diperoleh dengan meregresikan variabel y dengan semua nilai lag y dan nilai lag x sebagai variabel bebasnya. Bentuk model yang tidak direstriksi, adalah sebagai berikut:p p i i 1

yt

yt

i i 1

i

xt

i

2t

(19)

Dua hipotesis yang digunakan pada uji kausalitas Granger, adalah: Ho:12 ,1 12 , 2

.......... .

12 , p

0 (x tidak menyebabkan y)

H1: paling sedikit ada satu Ho:21 ,1 21 , 2

12 , i

0 (x menyebabkan y)0

.......... .

21 , p

(y tidak menyebabkan x)

H1: paling sedikit ada satu

21 , i

0 (y menyebabkan x)

Jika nilai Fuji lebih besar dari nilai Ftabel

(( 1

); p , ( n

k ))

maka Ho ditolak. Dari uji kausalitas

dapat diketahui variabel mana yang memiliki hubungan kausalitas dan variabel mana yang terjadi sebelum variabel lainnya. Asumsi pada uji Causality Engel-Granger, yakni sebagai berikut: 1. Bahwa variabel yang diuji harus stasioner. 2. Penentuan lag optimum harus tepat. 3. Residual dan dari persamaan (14) dan (15) harus stasioner. 4. Residual dan dari persamaan (14) dan (15) harus tidak saling berkorelasi. Ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi dari hasil uji kausalitas Granger, yaitu: (Gujarati, 2003) 1. x mempengaruhi y atau undirectional causality from x to y ( x y ), dapat diidentifikasikan jika Ho yang pertama ditolak dan Ho yang kedua tidak ditolak. 2. y mempengaruhi x atau undirectional causality from y to x ( y x ), dapat diidentifikasikan jika Ho yang pertama tidak ditolak dan Ho yang kedua ditolak. y ), jika 3. x dan y saling mempengaruhi atau feedback atau bilateral causality ( x Ho yang pertama dan kedua ditolak. 4. x dan y tidak saling mempengaruhi atau independent ( x // y ), jika Ho yang pertama dan kedua tidak ditolak. 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Stasioneritas Data Dari hasil pengujian unit root pada level signifikansi lima persen (lampiran no.1) menunjukkan bahwa data IHK dan PDB deflator terintegrasi pada order satu, artinya kedua data variabel tersebut mempunyai unit root pada tingkat level (data asli) tetapi stasioner pada level first difference. 4.2 Lag Optimum Berdasarkan HQIC (lampiran no.2) ternyata lag optimum yang tercipta untuk syarat uji kausalitas Engel Granger adalah dua.

4.3 Uji Kausalitas Engel Granger Hasil pengujian Engel Granger memberikan hasil dibawah ini:Pairwise Granger Causality Tests Date: 10/25/11 Time: 11:03 Sample: 1986Q1 2010Q2 Lags: 2 Null Hypothesis: IHK_log_d1" do not Granger-cause "Deflator_PDB_log_d1 Deflator_PDB_log_d1" do not Granger-cause "IHK_log_d1 Obs 95 F-Statistic 3.0899 1.1956 Probability 0.0479 0.3049

Sebelum hasil tersebut diinterpretasikan terlebih dahulu kita periksa stasioneritas dan kolinearitas residual dari kedua persamaan yang digunakan untuk pengujian Engel Granger. Hasil pengujian residual menyimpulkan bahwa residual telah stasioner pada level (lihat lampiran no.3) dan lemahnya korelasi antar residual pada dari lag ke-1 s.d. 12 yang berarti dapat disimpulkan tidak terjadi kolinearitas pada residual (lihat lampiran no.3) sehingga hasil pengujian Engel Granger valid digunakan. Berdasarkan hasil pengujian kausalitas Engel Granger pada level signifikansi lima persen dapat disimpulkan bahwa IHK mempengaruhi PDB deflator 4.4 Spesifikasi Model

Dimana:

Hasil estimasi persamaan (20) adalah sebagai berikut (lihat lampiran no.4) :

Sebelum kita gunakan persamaan (21), kita uji dulu asumsi regresi: a. Stasioneritas Data

Data PDB Deflator dan IHK telah stasioner pada first difference dengan level signifikansi lima persen (lampiran 5)

b.

Normalitas

Berdasarkan plot QQ menunjukkan sebaran residual berada di sepanjang garis, hal ini dapat dikatakan bahwa residual mengikuti sebaran normal (lihat lampiran no.5). c. Linieritas

Berdasarkan uji linieritas disimpulkan bahwa model linier telah cocok digunakan hal ini didasarkan pada variabel FITTED^2 dan FITTED^3 tidak signifikan pada level signifikansi lima persen (lihat lampiran no.5). d. Homokedastik

Berdasarkan hasil uji White Heterocedasticity diperoleh nilai Obs*R-Squared = 4.99 dengan nilai p-value yang dihasilkan adalah 0.08 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada residual dari persamaan (21) (lihat lampiran no.5). e. Non kolinearitas

Untuk mengetahui adanya multikolinearitas pada model regresi dapat dilihat dengan nilai Variation Inflation Factor (VIF), yang dirumuskan:

merupakan koefisien determinasi yang dihasilkan dengan meregresikan variabel independen ke-i dengan variabel independen ke-k. Apabila nilai semakin besar, maka nilai VIF juga semakin besar. Multikolinearitas yang serius terjadi jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh (Neter, et al, 1995). Nilai VIF yang dihasilkan model persamaan (21) adalah 2.497 sehingga dapat dismpulkan bahwa tidak terjadi kolinearitas pada model tersebut (lihat lampiran no.5). f. Non Otokorelasi3

Berdasarkan hasil uji Breusch Godfrey (lihat lampiran no.5) diperoleh nilai Obs*RSquared = 5.67 dengan nilai p-value yang dihasilkan adalah 0.058 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi otokorelasi pada residual dari persamaan (21).

3

Untuk data time series fenomena otokorelasi masih bisa ditoleransi karena sifat data time series itu sendiri, artinya data pada masa kini berhubungan dengan data pada masa lalu dalam range waktu.

4.5 Kelayakan Model Bebagai asumsi dasar regresi telah dipenuhi oleh persamaan (21) sehingga dapat dikatakan persamaan (21) telah valid. Nilai P-Value (0.1423) (0.000) Jika kita lihat tingkat signifikansi konstan dan koefisien pada persamaan 21, ternyata konstan tidak signifikan pada level 5 persen dan koefisien signifikan pada level yang sama. Sehingga konstan dapat dihilangkan atau tidak dihilangkan dari model tergantung peneliti tetapi penulis tidak akan menghilangkan konstan dari model. Interpretasi model persamaan (21) adalah kenaikan 1 persen inflasi IHK q to q di tingkat konsumen akan menyebakan kenaikan 0.999 persen inflasi di tingkat produsen. Kenapa bisa diinterpretasikan inflasi karena pada model digunakan perubahan dari logaritma natural IHK yang sama artinya tingkat inflasi konsumen dan perubahan dari logaritma natural PDB deflator yang artinya tingkat inflasi produsen. Tetapi model persamaan (21) kurang aplikatif untuk memprediksi nilai PDB deflator pada titik waktu tertentu karena diterapkan dalam bentuk first difference sehingga penulis mengajukan model berikutnya dengan bentuk data level sehingga bisa diaplikasikan, yaitu: Dimana:

Pada model (23) data yang digunakan tidak stasioner pada level dan asumsi non otokorelasi dikesampingkan karena sifat data time series dimana data pada masih kini masih berhubungan kuat dengan data pada masa lalu. Hasil estimasi OLS untuk model persamaan (23) adalah: t-stat P-Value -33.23 190.03 0.000 0.0000

Artinya: Variabel IHK sangat signifikan berpengaruh positif terhadap PDB deflator. Setiap kenaikan 1 persen LIHK akan menyebabkan kenaikan LDef sebesar 1.18 persen, ceteris paribus.

Sebelum kita gunakan persamaan (24), kita uji dulu asumsi regresi: a. Normalitas

Berdasarkan plot QQ (lihat lampiran no.8)menunjukkan sebaran residual berada di sepanjang garis, hal ini dapat dikatakan bahwa residual mengikuti sebaran normal. b. Linieritas

Berdasarkan uji linieritas (lihat lampiran no.8) disimpulkan bahwa model linier telah cocok digunakan hal ini didasarkan pada variabel FITTED^2, FITTED^3 dan FITTED^4 tidak signifikan pada level signifikansi lima persen. c. Homokedastik

Berdasarkan hasil uji White Heterocedasticity (lihat lampiran no.8) diperoleh nilai Obs*R-Squared = 4.17 dengan nilai p-value yang dihasilkan adalah 0.124 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada residual dari persamaan (24) dengan level signifikansi 5 persen. d. Non kolinearitas

Untuk mengetahui adanya multikolinearitas pada model regresi dapat dilihat dengan nilai Variation Inflation Factor (VIF), yang dirumuskan:

merupakan koefisien determinasi yang dihasilkan dengan meregresikan variabel independen ke-i dengan variabel independen ke-k. Apabila nilai semakin besar, maka nilai VIF juga semakin besar. Multikolinearitas yang serius terjadi jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh (Neter, et al, 1995). Nilai VIF yang dihasilkan model persamaan (24) adalah 1 sehingga dapat dismpulkan bahwa tidak terjadi kolinearitas pada model tersebut (lihat lampiran no.8).

4.6 Kemampuan Prediksi Kita akan menggunakan model persamaan (24) untuk mem-forecast logaritma PDB deflator, hasilnya sebagai berikut Gambar.1 Perbandingan antara nilai actual dengan nilai forecast dengan pers.(24)6 5 4 .12 .08 .04 .00 -.04 -.08 -.12 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 2 3

Residual

Actual

Forecast

Gambar. 2 Plot Nilai Forecast Logartima PDB Deflator6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 86 88 90 92 94 96 98 00 02 04 06 08 Forecast: LDEF_PDBFORECAST Actual: LDEF_PDB Forecast sample: 1986Q1 2010Q2 Included observations: 98 Root Mean Squared Error Mean Absolute Error Mean Abs. Percent Error Theil Inequality Coefficient Bias Proportion Variance Proportion Covariance Proportion 0.048269 0.040655 1.016832 0.005723 0.000000 0.000664 0.999336

LDEF_PDBFORECAST

Terlihat pada gambar (1) plot garis antara nilai actual dengan nilai forecst berimpitan dimana nilai Root Mean Squared Root (RMSE) yang tercipta sebesar 0.048; nilai RMSE sangat rendah sehingga model persamaan (24) layak untuk melakukan prediksi.

5. KESIMPULAN Berdasarkan analisis dan pembahasan sebelumnya dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1. Variabel IHK signifikan berpengaruh positif terhadap PDB deflator, artinya IHK sebagai leading indicator PDB deflator. 2. Model prediksi untuk PDB Deflator, yaitu:

*) Alumnus STIS Jakarta sekarang bekerja di BPS Kab. Waropen sebagai Peltu Stat.Sosial

DAFTAR PUSTAKA Asghar, Zahid dan Irun Abid. Performance og Lag Length Selection Criteria In Three Different Situations. Pakistan: University Islamabad. Badan Pusat Statistik. (2010). Data Strategis BPS. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik. (2002). Indikator Fundamental Ekonomi Makro Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik. BAPPENAS. (2002). Studi Pengembangan Indikator Ekonomi Makro. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Enders, Walter. 2004. Applied Econometrics Time Series. Second Edition. New York: John Wiley & Son, Inc. Green, William H. 2003. Econometric Analysis.Fifth Edition. New York: Prentice Hall. Gujarati, Damodar. 1995. Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill. Khim, venus dan Sen Liew. 2004. Which Lag Length Selection Criteria Should We Employ. Economics Bulletin 3: 1 9.

LAMPIRAN1. Unit Root a. IHKNull Hypothesis: LIHK has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. -1.974746 -4.055416 -3.456805 -3.154273 Prob.* 0.6074

Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)

0.001084 0.002368

Null Hypothesis: D(LIHK) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. -5.801025 -4.056461 -3.457301 -3.154562 Prob.* 0.0000

Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)

0.000852 0.000927

b. PDB Deflator Null Hypothesis: LDEF_PDB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. -2.097743 -4.055416 -3.456805 -3.154273 Prob.* 0.5403

Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)

0.001775 0.002827

Null Hypothesis: D(LDEF_PDB) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. -7.150415 -4.056461 -3.457301 -3.154562 Prob.* 0.0000

Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)

0.001566 0.001636

2.

Lag Kriteria

*** Mon, 24 Oct 2011 18:04:44 *** OPTIMAL ENDOGENOUS LAGS FROM INFORMATION CRITERIA endogenous variables : Deflator_PDB_log_d1 IHK_log_d1 deterministic variables: CONST sample range : [1987 Q1, 2010 Q2], T = 94 optimal number of lags (searched up to 3 lags of levels): Akaike Info Criterion : 3 Final Prediction Error : 3 Hannan-Quinn Criterion : 2 Schwarz Criterion : 1 3. Asumsi Engel Granger

*** Tue, 25 Oct 2011 12:31:03 *** TEST FOR GRANGER-CAUSALITY: H0: "IHK_log_d1" do not Granger-cause "Deflator_PDB_log_d1" Test statistic l = 3.0899 pval-F( l; 2, 180) = 0.0479 TEST FOR INSTANTANEOUS CAUSALITY: H0: No instantaneous causality between "IHK_log_d1" and "Deflator_PDB_log_d1" Test statistic: c = 36.5201 pval-Chi( c; 1) = 0.0000 *** Tue, 25 Oct 2011 12:31:07 *** TEST FOR GRANGER-CAUSALITY: H0: "Deflator_PDB_log_d1" do not Granger-cause "IHK_log_d1" Test statistic l = 1.1956 pval-F( l; 2, 180) = 0.3049 TEST FOR INSTANTANEOUS CAUSALITY: H0: No instantaneous causality between "Deflator_PDB_log_d1" and "IHK_log_d1" Test statistic: c = 36.5201 pval-Chi( c; 1) = 0.0000

Asumsinya: 1. Kolinearitas *** Tue, 25 Oct 2011 11:46:35 *** CROSSCORRELATIONS standard error 1/sqrt(T): 0.1026 lags r12 1 0.0379 2 0.1277 3 -0.2422 4 -0.0563 5 -0.1949 6 0.0200 7 -0.0424 8 0.1925 9 0.0869 10 0.0278 11 0.0909 12 0.0515 2. Stasioneritas Residual pada Engel Granger

Null Hypothesis: U1 has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 2 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. -9.811968 -3.501445 -2.892536 -2.583371 Prob.* 0.0000

Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)

0.001471 0.001615

Null Hypothesis: U2 has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 5 (Newey-West using Bartlett kernel) Adj. t-Stat Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level *MacKinnon (1996) one-sided p-values. -9.228358 -3.501445 -2.892536 -2.583371 Prob.* 0.0000

Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)

0.000821 0.000739

4.

Estimasi Persamaan (20)

Dependent Variable: D(LDEF_PDB) Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 12:01 Sample (adjusted): 1986Q2 2010Q2 Included observations: 97 after adjustments Variable a D(LIHK) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.005142 0.999806 0.599450 0.595233 0.027421 0.071434 212.2270 1.958265 Std. Error 0.003475 0.083851 t-Statistic 1.479646 11.92366 Prob. 0.1423 0.0000 0.029934 0.043101 -4.334577 -4.281490 142.1736 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

5. Asumsi regresi persamaan (21) NormalitasTheoretical Quantile-Quantile 5 4 3

N orm al Q uantile

2 1 0 -1 -2 -3 -4 -.10 -.05 .00 .05 .10 .15

RESID02

HomokedastikWhite Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 2.548645 4.989412 Probability Probability 0.083581 0.082521

Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 12:25 Sample (adjusted): 1986Q2 2010Q2 Included observations: 97 after adjustments Variable C D(LIHK) (D(LIHK))^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.000883 -0.014008 0.117068 0.051437 0.031255 0.001753 0.000289 479.4829 1.728472 Std. Error 0.000308 0.014566 0.071123 t-Statistic 2.863723 -0.961718 1.645987 Prob. 0.0052 0.3387 0.1031 0.000736 0.001781 -9.824390 -9.744760 2.548645 0.083581

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Nonkolinearitas

LinearitasTest Equation: Dependent Variable: D(LDEF_PDB) Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 12:20 Sample (adjusted): 1986Q2 2010Q2 Included observations: 97 after adjustments Variable C D(LIHK) FITTED^2 FITTED^3 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.011696 0.772533 -3.735468 23.29399 0.646014 0.634595 0.026054 0.063130 218.2208 1.900905 Std. Error 0.004996 0.353885 4.534208 14.61489 t-Statistic 2.341365 2.183006 -0.823841 1.593853 Prob. 0.0213 0.0316 0.4121 0.1144 0.029934 0.043101 -4.416923 -4.310749 56.57417 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Non Serial CorrelationBreusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 2.895848 5.686657 Probability Probability 0.060250 0.058232

Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 12:26 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable C D(LIHK) RESID(-1) RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient -0.000778 0.030002 -0.046290 -0.242392 0.058625 0.028258 0.026890 0.067246 215.1571 1.894660 Std. Error 0.003426 0.083314 0.101176 0.101788 t-Statistic -0.227181 0.360102 -0.457518 -2.381343 Prob. 0.8208 0.7196 0.6484 0.0193 -3.25E-18 0.027278 -4.353754 -4.247580 1.930565 0.130026

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

7. Estimasi Persamaan (22)Dependent Variable: LDEF_PDB Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 20:21 Sample: 1986Q1 2010Q2 Included observations: 98 Variable C LIHK R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient -0.889688 1.181541 0.997349 0.997321 0.048769 0.228329 157.9788 0.328497 Std. Error 0.026776 0.006218 t-Statistic -33.22685 190.0292 Prob. 0.0000 0.0000 4.111707 0.942229 -3.183240 -3.130486 36111.11 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

8. Asumsi regresi persamaan (23) NormalitasTheoretical Quantile-Quantile 3

2

Norm al Q uantile

1

0

-1

-2

-3 -.12 -.08 -.04 .00 RESID03 .04 .08 .12

HomokedastikWhite Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared 2.113199 4.174162 Probability Probability 0.126496 0.124049

Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 20:26 Sample: 1986Q1 2010Q2 Included observations: 98 Variable C LIHK LIHK^2 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient 0.008480 -0.003676 0.000507 0.042593 0.022438 0.002608 0.000646 445.4817 0.724204 Std. Error 0.010648 0.005171 0.000609 t-Statistic 0.796403 -0.711001 0.833572 Prob. 0.4278 0.4788 0.4066 0.002330 0.002638 -9.030240 -8.951108 2.113199 0.126496

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Non KolineatitasCoefficients Unstandardized Coefficients Model 1 (Constant) lihk B -.890 1.182 Std. Error .027 .006 .999 Standardized Coefficients Beta t -33.20.27 190.029 Sig. .000 .000 1.000 1.000 Collinearity Statistics Tolerance VIFa

a. Dependent Variable: ldef_pdb

LinaritasTest Equation: Dependent Variable: LDEF_PDB Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 20:37 Sample: 1986Q1 2010Q2 Included observations: 98 Variable C LIHK FITTED^2 FITTED^3 FITTED^4 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient -2.926711 2.430879 -0.331915 0.036741 -0.000799 0.998156 0.998077 0.041323 0.158804 175.7715 0.479194 Std. Error 6.734035 4.275956 1.370377 0.226252 0.013755 t-Statistic -0.434615 0.568500 -0.242207 0.162390 -0.058122 Prob. 0.6648 0.5711 0.8092 0.8714 0.9538 4.111707 0.942229 -3.485133 -3.353247 12584.73 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)

Non OtokorelasiBreusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 102.6521 67.22195 Probability Probability 0.000000 0.000000

Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/25/11 Time: 20:30 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable C LIHK RESID(-1) RESID(-2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Coefficient -0.006342 0.001715 0.851079 -0.001357 0.685938 0.675915 0.027620 0.071710 214.7289 1.962989 Std. Error 0.015193 0.003530 0.103724 0.105881 t-Statistic -0.417436 0.485681 8.205256 -0.012819 Prob. 0.6773 0.6283 0.0000 0.9898 -6.01E-16 0.048517 -4.300589 -4.195080 68.43473 0.000000

Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)