Identifikasi Tulang Belulang

39
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Secara definisi disebutkan bahwa ilmu kedokteraan forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang memperlajari pemanfaatan ilmu kedokteraan untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Dalam istilah lain, ilmu kedokteraan forensik juga dikenal dengan nama legal medicine (1) . Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu, ilmu kedoketraan forensik terus berkembang menjadi suatu ilmu yang universal karena meliputi berbagai aspek ilmu pengatahuan. Salah satu bidang penting dalam ilmu kedokteran forensik adalah identifikasi. (2) Untuk kepentingan visum et repertum (VetR), ketika dokter memeriksa jenazah maka identifikasi pada jenazah tetap dilakukan sekalipun jenazah tersebut dikenal. Dokter haruslah mencacat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang dan berat badan,kebangsaan, warna kulit, perawakkan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut,mata,gigi,bekas-bekas luka,tahi lalat, tato(rajah),pakaian, perhiasaan, barang-barang yang ada jenazah, ada tidaknya kumis/jenggot (pada laki- laki), cacat tubuh (bawaan atau didapat) dan sebagianya. (2)(3)(4) 1

description

k

Transcript of Identifikasi Tulang Belulang

BAB IPENDAHULUAN

LATAR BELAKANGSecara definisi disebutkan bahwa ilmu kedokteraan forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran yang memperlajari pemanfaatan ilmu kedokteraan untuk kepentingan penegakan hukum serta keadilan. Dalam istilah lain, ilmu kedokteraan forensik juga dikenal dengan nama legal medicine(1). Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu, ilmu kedoketraan forensik terus berkembang menjadi suatu ilmu yang universal karena meliputi berbagai aspek ilmu pengatahuan. Salah satu bidang penting dalam ilmu kedokteran forensik adalah identifikasi.(2)Untuk kepentingan visum et repertum (VetR), ketika dokter memeriksa jenazah maka identifikasi pada jenazah tetap dilakukan sekalipun jenazah tersebut dikenal. Dokter haruslah mencacat jenis kelamin, umur, suku bangsa, panjang dan berat badan,kebangsaan, warna kulit, perawakkan, keadaan otot, keadaan gizi, rambut,mata,gigi,bekas-bekas luka,tahi lalat, tato(rajah),pakaian, perhiasaan, barang-barang yang ada jenazah, ada tidaknya kumis/jenggot (pada laki-laki), cacat tubuh (bawaan atau didapat) dan sebagianya.(2)(3)(4)Dalam bidang kedokteraan forensik peranan pemeriksaan identifikasi sangatlah penting pada korban yang telah meninggal, hal ini oleh karena setelah dilakukan identifikasi terhadap jenazah untuk kepastian identitas, barulah kemudian pemeriksaan dapat dilakukan ketahap berikutnya. Pada jenazah yang tak dikenal atau biasa di sebut dengan istilah Mr.X, tentunya identifikasi menjadi sulit dan pemeriksaan jenazah untuk identifikasi menjadi lebih sulit lagi bila mayat dikirim ke rumah sakit atai puskesmas telah mengalami pembususka atau keruskan berat baik akibat kebakaraan, ledakan, kecelakaan pesawat ataupun tinggal beberapa jaringan tubuh misalnya kasus mutilasi (tubuh terpotong-potong). Pada kondisi ini juga tidak jarang pihak kepolisian hanya menyerahkan kepala saja, sebagian lengan atau kakai yang terpotong-potong atau kadang kala tinggal tulang belulang saja.(1)(3)Terjadinya peningkatan kasus-kasus korban mutilasi pada akhir-akhir membuat prosos identifikasi sangat dibutuhkan oleh penyelidik untuk mengungkapkan identitas korban, salah satu identifikasi yang diperlukan adalah memperkirakan panjang badan, jenis kelamin dan umur korban. Tinggi badan adalah ukuran seseorag pada saat hidup, sedangkan panjang badan adalah ukuran seseorang (jenazah) pada saat setelah meninggal. Panjang badan adalah salah satu hal terpenting untuk identifikasi, maka untuk proses identifikasi tersebeut memperkirakan tinggi badan seseorang saat hidup dilakukan dengan mengukur panjang badan jenazah (panjang jenazah) setelah meninggal. Mengukur panjang jenazah utuh bukanlah merupakan suatu pekerjaan yang sulit, namun kesulitan akan muncul jika jenazah mengalami kerusakan yang sangat hebat atau tidak utuh lagi. (2)(5)Untuk menentukan tinggi badan degan lebih baik, maka para ahli telah merumuskan formula penentu tinggi badan berdasarkan ukuran panjang tulang-tulang panjang. Oleh karena beberapa formula dirumuskan berdasarkan pengukuran orang Eropa, maka untuk memekainaya pada orang indonesia harus dipertimbangkan koreksinya. Perkiraan tinggi badan dengan mengukur panjang salah satu tulang panjang yang masih di bungkus otot dan kulit seperti ruas lengan bawah yang di bentuk oleh 2 tulang panjang; radius dan ulna, kiranya dapat dilakukan.(2)

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANTROPOMETRIAntropometri berasal dari kata Anthropos yang berarti man (orang) dan Metron yang berarti ukuran. Jadi, antropometri merupakan pengukuran terhadap manusia (mengukur manusia). Johan Sigismund Elsholtz adalah orang pertama yang menggunakan istilah antropometri dalam pengertian sesungguhnya (tahun 1654). Ia adalah seorang ahli anatomi berkebangsaan jerman. Pada saat itu ia menciptakan alat ukurnya dan inilah cikal bakal alat ukur yang sekarang kita kenal sebagai antropometer.

Gambar 1.1 Papan Osteometri

Gambar 1.2 Antropometer menurut Martin

Pada abad 19, penelitian di bidang antropometri mulai berkembang dari perhitungan sederhana menjadi lebih rumit, yaitu dengan menghitung indeks. Indeks adalah cara perhitungan yang dikembangkan untuk mendeskripsikan bentuk (shape) melalui keterkaitan antara titik pengukuran. Perhitungan indeks, titik pengukuran dan cara pengukuran berkembang pesat yang berdampak pada banyaknya variasi cara klasifiksasi. Hal ini berdampak pada tidak adanya standarisasi, terutama pada bidang osteometri (pengukuran tulang-tulang). (8)(9) Tidak adanya standarisasi ini membuat para ahli tidak bisa membandingkan hasil penelitiannya karena standar pengukuran, titik pengukuran serta indeks yang berbeda-beda.Upaya standarisasi mulai dilakukan pada pertengahan abad 19 berdasarkan studi Paul Broca yang mana upaya tersebut telah dilakukan sejak awal 1870-an dan kemudian disempurnakan melalui kongres ahli antropologi Jerman pada 1881 di Frankfurt yang kemudian dikenal sebagai Kesepakatan Frankfurt, yaitu menentukan garis dasar posisi kepala atau kranium ditetapkan sebagai garis Frankfurt Horizontal Plane atau Dataran Frankfurt.(6)

Gambar 1.3 Dataran Frankfurt

Garis C adalah dataran Frankfurt yang merupakan bidang horizontal sejajar dengan dasar/lantai yang melalui titik paling bawah pada satu lekuk mata (umumnya paling kiri) dan titik paling atas pada dua lubang telinga luar (porion dan tengkorak, tragion pada manusia hidup. Dataran ini merupakan patokan penilaian dan pengukuran baik pengukuran tinggi badan maupun merupakan sudut.Perkembangan berikutnya dibuat oleh antropologi Jerman lainnya yaitu Rudofl Martin pada tahun 1914 menerbitkan buku yang berjudul Lehrbuch der Anthropologic. Selanjutnya pada tahun 1981 bersama Knussmann, Rudolf Martin memperbaharui buku tersebut.(6)(7)Masyarakat lama umumnya telah menggunakan satuan ukuran dengan lebar jari, lebar telapak tangan, jengkalm hasta, depa, langkah kaki dan sebagainya. Namun Rudolf Martin dalam bukunya menjelaskan denganteliti masing-masing titik anatomis yang dipergunakan. Masing-masing titik diberikan nama serta simbolnya, yang terdiri dari satu sampai tiga huruf. Jaral antara titik-titik antropometris ini menjadi ukuran antropometris, yang dilambangkan dengan simbol kedua titik/ujung, misalnya simbol v ialah vertex, sty adalah stylion yang merupakan titik paling distal pada ujung processus. Styloideus. Disamping itu masing-masing ukuran lazimnya disertai nomor sesuai numerus pada buku Martin.

2.2 PROSEDUR IDENTIFIKASI Salah satu dasar dari sebuah pengetahuan identifikasi adalah pengetahuan tentang antropometri. Antropometri berarti pengukuran pada manusia. DVI atau Disaster Victim Identification menerangkan metode identifikasi yang telah distandarkan secara internasional dan diadopsi di Indonesia. Terdapat 2 golongan identifikasi, yaitu pertam disebut dengan Primary Identifiers yang terdiri dari sidik jari (fingerprint) rekam medik gigi (dental record) dan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid), serta yang kedua disebut dengan Secondary Identifiers yang terdiri dari pemeriksaan medik (medical); property dan photography.(8)Pada pemeriksaan medik dilakukan pemeriksaan fisik jenazah secara keseluruhan yang meliputi bentuk tubuh, tinggi badan, berat badan, warna tirai mata, cacat tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas luka operasi, tato dan sebagainya.(9)Dalam pemeriksaan forensik penentuan tinggi badan seseorang individu sangtalah penting, terutama bila hanya sepotong bagian tubuh jenazah saja yang ditemukan. Oleh sebab itu begitu banyak metode-metode/ formula pemeriksaan yang dirumuskan untuk mengukur atau memperkirakan tinggi badan seseorang.(10)

2.3 IDENTIFIKASI TULANGTulang atau kerangka merupakan bagian tubuh manusia yang cukup keras, tidak mudah mengalami prmbusukan. Jaringan lunak pembungkus tulang akan mulai mengalami pembusukan dan menghilang pada sekitar 4 minggu setelah kematian. Pada masa ini tulang masih menunjukkan kesan ligamentum yang masih melekat disertai bau busuk. Setelah 3 bulan, tulang belulang kelihatan berwarna kuning. Setelah 6 bulan, tulang tidak lagi mempunyai kesan ligamen dan berwarna kuning keputihan, serta tidak lagi mempunyai bau busuk.(10) Dengan demikian, tulang atau kerangka merupakan salah satu organ tubuh yang cukup baik untuk identifikasi manusia karena selain cukup lama mengalami pembusukan, tulang juga mempunyai karakteristik yang sangat menonjol untuk identifikasi. (10)(11)Upaya identifikasi pada tulang atau kerangka bertujuan untuk membuktikan bahwa tulang tersebut adalah:1. Apakah tulang manusia atau hewan2. Apakah tulang berasal dari satu individu3. Berapakah usianya4. Berapakah umur tulang itu sendiri5. Jenis kelamin6. Tinggi badan

7. Ras

Gambar 1.4 Tengkorak dari Tiga Kelompok Utama (a) Kulit Putih; (b) Orang Asia; (c) Kulit Hitam8. Berapa lama kematian9. Adakah ruda paksa atau deformitas tulang10. Sebab kematian (5)(11)

Gambar 1.5 Kematian karena Luka Tembak

Gambar 1.6 Kematian karena Gigitan Binatang BuasAda begitu banyak hal yang dapat diungkap dari pemeriksaan terhadap tulang atau kerangka, dan kenyataannya bahwa tinggi badan memiliki peranan penting dalam sebuah proses identifikasi. Pengetahuan identifikasi terhadap tulang sangat berperan tidak hanya pada saat orga tubuh hanya tinggal tulang belulang saja, tetapi banyak hal yang dapat diungkap dari tulang atau kerangka tersebut pada saat masih dibaluti oleh jaringan otot, tendon dan kulit. Diantara hal yang dapat diungkapkan pada saat tulang terbalut jaringan lunak adalah pengukuran panjang dari tulang-tulang panjang untuk mengukur tinggi badan, perkiraan usia korban juda dapat dilakukan dengan melihat garis epifise. Hal tersebut tentunya dapat dilakukan dengan mengukur tulang secara langsung pada organ tersebut ataupun dengan mengukur panjangnya organ dan melihat garis epifise melalui pemeriksaan radiologis. (9)(12)(13)

Gambar 1.7 Gambaran Radiologis Processus Olecranii Ulnae di daerah sikuIdentifikasi tulang belulang atau potongan tulang maupun bagian tulang belulang yang masih dibaluti sebgian atau seluruh jaringan kulit yang diakibatkan oleh kasus mutilasi, gigitan binatang buas, maupun akibat lainnya sebaiknya tidak menggunakan satu prosedur pemeriksaan identifikasi, sangat disarankan agar semaksimal mungkin menggunakan berbagai metode identifikasi yang ada sihingga kesimpulan yang diperolah dapat maksimal. Dalam penentuan tinggi badan juga sebaiknya demikian agar hasil maksimal maka disarankan untuk menggunakan berbagai metode atau formula oengukuran yang ada. (12)

Gambar 1.8 Gambaran posisi titik Processus Olecranii Ulna lengan kanan bawah pada saat posisi difleksikan

2.4 PENENTUAN JENIS KELAMINPada umumnya penentuan jenis kelamin pada orang hidup tidaklah sukar. Hanya dari penampilan wajah, potongan tubuh, bentuk rambut, pakaian serta ciri-ciri seks dan pertumbuhan buah dada, kita sudah dapat mengenali apakah orang tersebut laki-laki atau perempuan.Hanya pada kasus-kasus khusus yang jarang terjadi, diperlukan permeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis.Penentuan jenis kelamin dalam kasus kriminal dimana tubuh korban rusak oleh karena proses pembusukan atau kerusakan tersebut memang disengaja oleh pelaku, misalnya mutilasi.Penentuan jenis kelamin pada rangka (tulang), seperti tulang panggul, tengkorak, tulang-tulang panjang, tulang dada, dimana yang mempunyai nilai tinggi di dalam hal penentuan jenis kelamin adalah tulang panggunl dan baru kemudian tengkorak.(23)

a. PanggulPemeriksaan panggul secara tersendiri tanpa pemeriksaan lain, jenis kelamin sudah dapat ditentukan pada sekitar 90 persen kasus. Indek Ischium- pubis pada wanita 15 persen lebih besar dari pria, ini terdapat pada lebih dari 90 persen wanita. Indeks tersebut diukur dari ischium dan pubis dari titik dimana mereka bertemu pada acetabulum.Bentuk dari Greater schiatic notch, mempunyai nilai tinggi dalam penentuan jenis kelamin dari tulang panggul, 75 persen kasus dapat ditentukan hanya dari pemeriksaan tersebut. (23)

Gambar 1.9 Menentukan Jenis Kelamin Menggunakan Pelvisb. TengkorakUntuk dapat menentukan jenis kelami dari tengkorak, diperlukan penilaian dari berbagai data ciri-ciri yang terdapat pada tengkorak tersebut. Ciri utama adalah tonjolan diatas orbita (supra orbital ridges), processus mastoideus, palatum, bentuk rongga mata dan rahang bawah.Ciri-ciri tersebut akan tampak jelas setelah usia 14-16 tahun. Menurut Korgman ketetapan penentuan jenis kelamin atas dasar pemeriksaan tengkorak dewasa adalah 90 oersen. Luas permukaan processus mastoideus pada pria lebih besar dibanding wanita, hal ini dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang lebih kuat pada pria.

Gambar 1.10 Penentuan Jenis Kelamin Menggunakan Tengkorakc. Tulang DadaRatio panjang dari manubrium sterni dsn copus sterni menetukan jenis kellamin. Pada wanita manubrium sterni melebihi separuh panjang corpus sterni dan ini mempunyai ketepatan sekitar 80 persen.d. Tulang PanjangPria pada umumnya memiliki tulang yang lebih panjang lebih berat dan lebih kasar, serta impresinya lebih banyak. Tulang paha (Os. femur), merupakan tulang panjang yang dapat diandalkan dalam penentuan jenis kelamin, ketetapannya pada orang dewasa sekitar 80 persen. Konfigurasu, ketebalan, ukuran dan caput femoris, serta bentukan dari otot dan ligamen serta perangai radiologis perlu diperhatikan.

Gambar 1.11 Penentuan Jenis Kelamin Dengan Menggunakan Os. FemurPenentuan jenis kelamin secara histologik atau mikroskopik ini adalah berdasarkan pada kromososm. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari: kulit, leukosit, sel-sel selaput lendir pipi bagian dalam, sel-sel rawan, kortex kelenjar supra renalis dan cairan amnion.Metoda yang praktis untuk kepentingan Kedokteran Forensik adalah pemeriksaan kromosom dari biopsi kulit. Untuk maksud tersebut dipakai fiksasi: merkuri-khlorida setengah jenuh dalam 15 persen formol-saline.Cara lain yang lebih praktis adalah dengan melakukan pemeriksaan atas sel PMN laukosit yaitu melihat adanya bentuk drumstick. Kemungkinan dijumpainya drumstick pada wanita lebih banyak dibanding pria.Pada pemeriksaan didapatkan adanya bentuk drumstick atau tidak ditemukan adanya bentuk drumstick. Ini disebabkan adanya fakta: enam drumstick adalah normal ditemukan pada 300 neutropil wanita, dimana untuk pria drumstick tidak dijumpai pada 500 atau lebih.Pemeriksaan seks-kromatin dapat dilakukan pada akar rambut, dimana pada wanita didapatkan pada 70 persen sedang pada pria hanya 7 persen.Pemeriksaan penentuan jenis kelamin secara histologik yang paling penting tepat (ketepatan 100 persen) ialah pemeriksaan atas struktur inti darah putih dan dari kulit, pemeriksaanpun dapat dikerjakan pada bahan post mortal. Adapun ketepatan pemeriksaan pada bahan post mortal adalah 85.8 persen.

2.5 PENENTUAN UMURSaat terjadinya unfikasi dari diaphyses memberi hasil dalam bentuk perkiraan. Persambungan speno occipitak terjadi dalam umur 17-25 tahun. Pada wanita saat persambungan tersebut antara 17-20 tahun. Tulang selangka merupakan tulang panjang yang terakhir mengalmi unfikasi. Unfukasi dimulai pada umur 18-25 tahun, dan mungkin tidak lengkap sampai 25-30 tahun. Dalam usia 31 tahun keatas unfukasi menjadi lengkap.Tulang belakang (ossis vertebrae), sebelum 30 tahun akan menunjukkan alur-alur yang dalam yang berjalan radier pada bagian permukaan atas dan bawah, dalam hal ini corpus vertebrae-nya. (23)

Gambar 1.12 Penentuan Usia Menggunakan Gigi Geligi

2.6 STRUKTUR TINGGI TUBUH MANUSIAStruktur tubuh manusia disusun atas berbagai macam organ yang tersusun sedemikian rupa satu dengan lainnya, sehingga membentuk tubuh manusia seutuhnya, dan kerangka adalah struktur keras pembentuk tinggi badan.(14)

Gambar 1.13 Kerangka Tubuh Manusia Tampak Depan dan BelakangProses pertumbuhan dimulai sejak terjadi konsepsi dan berlangsung terus-menerus sampai umur dewasa , kemudian stabil dan pada usia relatif tua akan kembali berkurang. Pada saat sesudah dilahirkan, umur dapat diperkirakan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan badan, antara lain bayi, balita, anak-anak, dewasa muda. Pada janin, bayi baru lahir dan anak-anak sampai masa puber umur dapat ditentukan berdasarkan tinggi (panjang) dan berat badan. Beberapa faktor harus dipertimbangkan antara lain keturunan, bangsa, gizi dan lain-lain. Namun pada orang dewasa penentuan umur berdasarkan tinggi badan dan berat badan tidak dapat dipergunakan lagi.(2)(15)

2.7 MUTILASIKasus mutilasi telah berlangsung sejak lama, pendapat ini disampaikan oleh guru besar psikologi Universitas Indonesia, enoch Markum dalam The 1st National Discussion on Indegenous Psycology : Mutilation Case Perspective, di Jakarta pada akhir Desember 2008 yang dimuat pada harian Sinar Indonesia Baru halaman pertama edisi minggu, 7 Desember ohkan yang dilakukan. Profesor Enoch menyebutkan bahwa mutilasi tercatat sebanyak 61 kasus sejak tahun 1967. Mutilasi didefinisikan sebagai keadaan tubuh mayat yang terpotong-potong.(15) Jenazah termutilasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti : akibat ledakan bom, kecelakaan pesawat terbang, termutilasi karena gigitan binatang buas serta termutilasi akibat tindak pidana.

2.8 PERKIRAAN TINGGI BADANDisebutkan bahwa tubuh manusia dibangun berdasarkan susunan struktur tulang atau kerangka tubuh manusia.(16)(17) Berdasarkan hal tersebut, maka diyakini bahwa tinggi badan tubuh manusia diyakini erat hubungannya dengan ukuran dari panjang tulang-tulang tersebut. Disebutkan bahwa ukuran panjang tulang-tulang panjang memiliki hubungan yang signifikan dalam memperkirakan tinggi badan manusia.Sering sekali autopsi yang dilakukan oleh ahli forensik tidak dilakukan terhadap tubuh yang masih utuh, tetapi sudah dalam keadaan rusak atau terpotong-potong. Dalam autopsi yang dilakukan terhadap tubuh-tubuh yang tidak lagi sempurna atau utuh, teori ataupun rumus yang menyatakan tentang hubungan panjang tulang-tulang tertentu dengan tinggi badan merupakan acuan yang tidak lagi dapat dipungkiri. (17)(18)(19)(20)Tulang-tulang panjang yang terdapat dalam tulang atau kerangka tubuh manusia meliputi humerus, radius, ulna, femur, tibia dan fibula (13)(20) ruas lengan dibangun atas tulang-tulang panjang seperti humerus pada ruas lengan atas dan radius dan ulna pada ruas lengan bawah.(19)(20)(21)Dalam memperkirakan tinggi badan seseorang, maka harus diperhatikan bahwa pembentukan tinggi badan seseorang yang memang sudah dimulai sejak masih dalam kandungan (intra uterin), dan pertumbuhan tinggi badan tersebut akan terus bertambah ukurannya hingga usia sekitar 20-21 tahun. Setelah usia tersebut tidaklah terlalu signifikan pertumbuhan tinggi badan dan akan berkurang seiring dengan pertambahan umur.(5)(16)(22)Selain yang disebutkan diatas, perlu diperhatikan pula tentang tinggi badan yang masih akan mengalami perpanjangan pada beberapa hal, seperti: bahwa pertumbuhan maksimum akan terjasi pada usia 21-25 tahun usia seseorang, dapat terjadi pertambahan tinggi badan 1-3 cm, dan pada jenazah akan terjadi pertambahan panjang badan selama fase relaksasi primer (sepanjang 1,5 cm pada pria dan 2 cm pada wanita).(3)(6)Disisi lain pula ternyata tinggi badan dapat mengalami penurunan atau pengurangan dalam hal: pertambahan usia setelah 25 tahun akan mengakibatkan terjadinya pengurangan tinggi badan sebanyaj sekitar 1 mm pertahun, pada saat sore dan malam hari terjadi pengurangan tinggi badan sekitar 1,5 cm dibandingkan dengan pada saat pagi hari, ini disebabkan terjadinya penurunan elastisitas dan peningkatan kekuatan otot tulang punggung belakang pada waktu sore atau malam hari, pada posisi berdiri badan mengalami pengurangan dibandingkan pada posisi telanjang atau berbaring, pada tubuh mayat, dapat terjasi pengurangan panjang badan selama terjadinya kaku mayat (rigor mortis).(3)(16)Pada keadaan tubuh yang tidak lagi utuh dapat di perkirakan tinggi badan secara kasar, yaitu dengan: (2)(5)a. Mengukur jarak kedua ujung jari tengah kiri dan kanan pada saat direntangkan secara maksimum, akan sama dengan ukuran tinggi badan.b. Mengukur panjang dari pucak kepala (Vertex) sampai symphisis pubi kali 2 ataupun ukuran panjang dari symphisis pubis sampai ke salah satu tumit, dengan posisi pinggang dan kaki direngang serta tumit dijanjikan.c. Mengukur panjang salah satu lengan (diukur dari salah satu ujung jari tengah sampai ke acromion di klavikula pada sisi yang sama) dikali dua (cm), lalu ditambah lagi 34 cm (terdiri dari 30 cm panjang 2 buah klavikula dan 4 cm lebar dari manubrium sterni/sternum).d. Mengukur panjang dari lekuk diatas sternum (sterni notch) sapai symphisis pubis lali dikali 3,3.e. Mengukur panjang ujung jari tengah sampai ujung olecranon pada satu sisi yang sama, lalu dikali 3,7.f. Panjang femur dikali 4.g. Panjang humerus dikali 6.Bila pengukuran dilakukan pada tulang-tulang saja, maka dilakukan penambahan 2,5 sampai 4 cm untuk mengganti jarak sambungan dari sendi-sendi. Ketika sendi-sendi tidak lagi didapat, maka perhitungan tinggi badan dapat dilakukan dengan mengukur tulang-tulang panjang dengan menggunakan beberapa formula yang ada.(2)(16)(21) Ketebalan bagian tulang rawan yang hilang rata-rata adalahTabel 1.1 Perkiraan rata-rata kehilangan tulang rawanTulangUjung AtasUjung BawahTotalMaka harus ditambah

FemurHumerusTibiaRadius2,0 mm1,5 mm3,0 mm1,5 mm2,5 mm1,3 mm1,5 mm1,0 mm4,5 mm2,8 mm4,5 mm2,5 mm7,1 mm4,1 mm6,2 mm3,2 mm

Gambar 1.14 Struktur ruas lengan kananBila yang diukur adalah tulang yang dalam keadaan lering, maka umumnya telah terjadi pemendekan sepanjang 2 millimeter (mm) dibanding dengan tulang yang segar, yang tentunya hal tersebut harus diperhatikan dalam melakukan perhitungan tinggi badan.(1) Dalam mencari tinggi badan sebenarnya, perlu diketahui pula bahwa rata-rata tinggi badan laki-laki lebih besar dari perempuan, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Apabila tidak dibedakan, maka perhitungan ratio laki-laki:perempuan adalah 100:90.(1)(2)Dibawah ini akan dijabarkan beberapa formula yang ada tentang perhitungan perkiraan tinggi badan oleh beberapa ahli:A. Formula Karl PearsonFormula ini telah dipakai luas diseluruh dunia sejak lama. Formula ini membedakan formula untuk laki-laki dan perempuan untuk subjek orang-orang Eropa dengan melakukan pengukuran pada tulang-tulang panjang yang kering.Tabel 1.2 Formula Karl Pearson Untuk Laki-laki dan PerempuanLaki-laki1. Tinggi badan = 81,306 + 1,88 x F12. Tinggi badan = 70,641 + 2,894 x H13. Tinggi badan = 78,6674 + 2,376 x T14. Tinggi badan = 85,925 + 3,271 x R15. Tinggi badan = 71,272 + 1,159 x (F1 + T1)6. Tinggi badan = 71,443 + 1,22 x (F1 + 1,08 x T1)7. Tinggi badan = 66,855 + 1,73 x (H1 + R1)8. Tinggi badan = 69,788 + 2,769 x (H1 + 0,195 x R1)9. Tinggi badan = 68,397 + 1,03 x F1 + 1,557 x H110. Tinggi badan = 67,049 + 0,913 x F1 + 0,6 x T1 + 1,225 x H1 0,187 x R1Perempuan 1. Tinggi badan = 72,844 + 1,945 x F12. Tinggi badan = 71,475 + 2,754 x H13. Tinggi badan = 74,774 + 2,352 x T14. Tinggi badan = 81,224 + 3,343 x R15. Tinggi badan = 69,154 + 1,126 x (F1 + T1)6. Tinggi badan = 69, 154 + 1,126 x (F1 + 1,125 x T1)7. Tinggi badan = 69,911 + 1,628 x (H1 + R1)8. Tinggi badan = 70,542 + 2,582 x (H1 + 0,281 x R1)9. Tinggi badan = 67,435 + 1,339 x F1 + 1,027 x H110. Tinggi badan = 67,469 + 0,782 x F1 + 1,12 x T1 + 1,059 x H1 0,711 x R1Nota: F1 Panjang maksimal tulang paha (Femur)H1 Panjang maksimal tulang lengan atas (Humerus)R1 Panjang maksimal tulang pengumpil (Radius)T1 Panjang maksimal tulang kering (Tibia)B. Formula Trotter-GlesserFormula ini memakai subjek penelitian orang-orang Amerika kulit hitam (negro) dan kulit hitam dan kulit putih yang berusia anatara 18-30 tahun baik laki-laki maupun perermpuan. Pertama sekali diteliti pada tahun 1952 oleh Trotter dan kemudian disempurnakan oleh Krogman dan Iscan pada tahun 1977.Tabel 1.3 Formula Trotter-Glesser (1952)Male WhitesMale Negroes

Strature = 63,05 + 1,31 (Femur + Fibula) + 3,63 cmStrature = 67,77 + 1,20 (Femur + Fibula) + 3,63 cm

Strature = 67,09 + 1,26 (Femur + Tibia) + 3,74 cmStrature = 71,75 + 1,15 (Femur + Tibia) + 3,68 cm

Strature = 75,50 + 2,60 Fibula + 3,86 cmStrature = 72,22 + 2,10 Femur + 3,91 cm

Strature = 65,53 + 2,32 Femur + 3,94 cmStrature = 85,36 + 2,19 Tibia + 3.96 cm

Strature = 81,93 + 2,22 Tibia + 4,00 cmStrature = 80,07 + 2,34 Fibula + 4,02 cm

Strature = 67,97 + 1,82 (Humerus + Radius) + 4,31 cmStrature = 73,08 + 1,66 (Humerus + Radius) + 4,23 cm

Strature = 66,98 + (Humerus + Ulna) + 4,37 cmStrature = 70,67 + 1,65 (Humerus + Ulna) + 4,23 cm

Strature = 78,10 + Humerus + 4,57 cmStrature = 75,48 + 2,88 Humerus + 4,23 cm

Strature = 79,42 + 3,79 Radius + 4,66 cmStrature = 85,43 + 3,32 Radius + 4,57 cm

Strature = 75,55 + 3,76 Ulna + 4,72 cmStrature = 82,77 + 3,20 Ulna + 4,74 cm

Male WhitesMale Negroes

Strature = 50,12 + 0,68 Humerus + 1,17 Femur + 1,15 tibia + 3,51 cmStrature = 57,33 + 0,44 Humerus 0,20 Radius + 1,46 Femur + 0,86 Tibia + 3,22 cm

Strature = 53,20 + 1,39 (Femur + Tibia) + 3,55 cmStrature = 58,54 + 1,53 Femur + 0,96 Tibia + 3,28 cm

Strature = 53.07 + 1,48 Femur + 1,28 Tibia + 3,55 cmStrature = 59,72 + 1,26 (Femur + Tibia) + 3,28 cm

Strature = 59,61 + 2,93 Fibula + 3,57 cmStrature = 59,76 + 2,28 Femur + 3.41 cm

Strature = 61,53 + 2,90 Tibia + 3,66 cmStrature = 62,80 + 1,08 Humerus + 1,79 Tibia + 3,58 cm

Strature = 52,77 + 1,35 Humerus + 1,95 Tubia + 3,67 cmStrature = 72,65 + 2,45 Tibia + 3,70 cm

Strature = 54,10 + 2,47 Femur + 3,72 cmStrature = 70,90 + 2,49 Fibula + 3,80 cm

Strature = 54,93 + 4,74 Radius + 4,24 cmStrature = 64,67 + 3,08 Humerus + 4,25 cm

Strature = 57,76 + 4,27 Ulna + 4,20 cmStrature = 75,38 + 3,31 Ulna + 4,83 cm

Strature = 57,97 + 3,36 Humerus + 4,45 cmStrature = 94,51 + 2,75 Radius + 5,05 cm

C. Formula Trotter-Gleser (1968)Formula yang dipopolerkan dalam buku Martin-Knussmann (1988) ini memakai subjek penelitian kelompok laki-laki ras mongoloid.Tabel 1.4 Formula Trotter-Glesser (1968)TB = 2,68 x (H1) + 83,2 + 4,3TB = 3,54 x (R1) + 82,0 + 4,6TB = 3,48 x (U1) + 77,5 + 4,8TB = 2,15 x (F1) + 72,6 + 3,9TB = 2,39 x (T1) + 81,5 + 3,3TB = 1,67 x (H1 + R1) + 74,8 + 4,2TB = 1,68 x (H1 + U1) + 71,2 + 4,1TB = 1,22 x (F1 + T1) + 70,4 + 3,2TB = 1,22 x (F1 + Fi1) + 70,2 + 3,2Nota:Angka dengan tanda + adalah nilai Standard Error, yang dapat dikurangi atau ditambah pada nilai yang diterima dari kalkulasi. Makin kecil SE, makin tepat taksiran menurut rumus regresi. D. Formula Dupertuis dan HaddenMerupakan formula yang didasarkan atas penelitian terhadap tulang-tulang panjang orang Amerika.Tabel 1.5 Formula Dupertuis dan HaddenMenCmWomenCm

2,238 (Femur)+ 69,0892,317 (Femur)+ 61,412

2,392 (Tibia)+ 81,6882,533 (Tibia)+ 72,572

2,970 (Humerus)+ 73,5703,144 (Humerus)+ 64,977

3,650 (Radius)+ 80,4053,876 (Radius)+ 73,502

1,225 (Femur + Tibia)+ 69,2941,233 (Femur + Tibia)+ 65,213

1,728 (Humerus + Radius)+ 71,4291,984 (Humerus + Radius)+55,729

1,422 (Femur) + 1,062 (Tibia)+ 66,5441,657 (Femur) + 0,879 (Tibia)+ 59,259

1,789 (Humerus) + 1,841 (Radius)+ 66,4002,164 (Humerus) + 1,525 (Radius)+ 60,344

1,928 (Femur) + 0,568 (Humerus)+ 64,5052,009 (Femur) + 0,566 (Humerus)+ 57,600

0,083 (Humerus) + 0,480 (Radius)+ 56,0061,544 (Femur) + 0,764 (Tibia) + 0,126 (Humerus) + 0,295 (Radius)+ 57,495

E. Formula TelkkaMerupakan formula yang didasarkan dari pemeriksaan terhadap orang-orang Finisia. Tabel 1.6 Formula TelkkaMenSEWomenSE

169,4 + 2,8 (Humerus 32,9)169,4 + 3,4 (Radius 22,7)169,4 + 3,2 (Ulna 23,1)169,4 + 2,1 (Femur 45,5)169,4 + 2,1 (Tibia 36,6)169,4 + 2,5 (Fibula 36,1)5,05,05,24,94,64,4156,8 + 2,7(Humerus 30,7)156,8 + 3,1 (Radius 20,8)156,8 + 3,3 (Ulna 21,3)156,8 + 1,8 (Femur 41,8)156,8 + 1,9 (Tibia 33,1)156,8 + 2,3 (Fibula 32,7)3,94,54,44,04,64,5

F. Formula ParikhFormula ini didasarkan atas pemeriksaan terhadap tulang-tulang kering.Tabel 1.7 Formula ParikhLaki-lakiPerempuanTB(cm) = humerus x 5.31TB (cm) = humerus x 5.31TB(cm) = radius x 6.78TB (cm) = Radius x 6.70TB(cm) = Ulna x 6.00TB (cm) = Ulna x 6.00TB (cm) = Femur x 3.82TB (cm) = Femur x 3.80TB (cm) = Tibia x 4.49TB (cm) = Tibia x4.46TB (cm) = Fibula x 4.46TB (cm) = Fibula x 4.43

G. Formula Mohd. Som dan Syef Abdul RahmanFormula hasil kajian Mohd.Dom(tahun 1990) dan Syeh Abdul Rahman (tahun 1991) di malaysia ini didasarkan ataspenelitian terhadap jenis kelamin laki-laki dari 3 suku bangsa terbesar di Malaysia.Tabel 1.8 Formula Mohd.Som dan Syed Abdul RahmanLelaki MelayuLelaki Cina

Y = 2.44 H +101.6Y = 2.48 H +101.9

Y = 1.96 R + 117.9Y = 3.05 R + 91.8

Y=1.86 U + 119.1Y = 1.49 U + 130.0

Y = 1.30 T +122.5Y = 1.95 T + 97.7

Y=0.93 F + 133.0Y = 1.35 F + 117.5

Y= 1.16 Fi + 127.1Y = 1.68 Fi +108.5

Lelaki IndiaPengertian

Y = 3.71 H + 69.3Y = Anggaran Ketinggian (cm)

Y = 5.32 R + 35.5H = Panjang humerus (cm)

Y = 6.86 U + (-7.4)R= Panjang radius (cm)

Y = 2.72 T + 70.2U = Panjang ulna (cm)

Y = 2.59 F + 71.3T = Panjang tibia (cm)

Y = 2.15 Fi + 92.4F = Panjang femur (cm)

H. Formula Antropologi Ragawi UGMMerupakan formula perkiraan tinggi badan untuk jenis kelamin pria orang dewasa suku JawaTinggi badan897 + 1.74 y (femur kanan)

Tinggi badan822 + 1.90 y (femur kiri)

Tinggi badan879 + 2.12 y (tibiakanan)

Tinggi badan847 +2.22 y (tibia kiri)

Tinggi badan867 + 2.19y (fibula kanan)

Tinggi badan883 + 2.14 (fibula kiri)

Tinggi badan847 + 2.60 (humerus kanan)

Tinggi badan805 +2.74 ( humerus kiri)

I. Formula Djaja Surya AtmadjaMerupakan formula yang dilakukan oleh Jaya terhadap orang dewasa yang hidup, panjang tulang-tulang panjang diukurdari luar tubuh, berikut kulit di luarnya.Tabel 1.9 Formula Djaja Surya AtmadjaPria: TB = 72,9912 + 1,7227 (tib) + 0,7545 (fib) (4,2961 cm) TB = 75,9800 + 2.3922 (tib) (4,3572 cm) TB = 80,8078 + 2,2788 (fib) (4,6186)Wanita: TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) + 1,0459 (fib)( 4,8684) TB = 77,4717 + 2,1889 (tib) (4,9526) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib) (5,0226)

J. Formula Amri Amir Formula yang dibuat oleh Prof.dr.Amri pada tahun 1989 ini dibuat berdasarkan pemeriksaan terhadap orang hidup pada laki-laki dan perempuan dewasa muda. Tabel 1.10 Formula Amri Amir Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada laki-laki dengan nilai r2 untuk masing-masing tulangNoTulangRumus Regresir2

1Humerus1.34 x H + 123.430.22

2Radius3.13 x Ra + 87.910.45

3Ulna2.88 x U + 91.270.43

4Femur1.42 x Fe + 109.280.30

5Tibia1.12 x T + 124.880.23

6Fibula1.35 x Fi + 117.209.29

Tabel 1.11 Formula Amri Amir Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan ukuran beberapa bagian tubuh pada laki-laki dengan nilai r2 untuk masng-masing tulang :NoBagian TubuhRumus Regresir2

1Rentang tangan0.64 x RT + 56.980.62

2 Lengan0.99 x L +89.010.46

3Lengan bawah1.81 x LB + 83.650.52

4Symphisis kaki1.09 x SK + 71.590.62

5Dagu vertex2.47 x DV + 104.530.14

6Clavicula2.27 x C + 130.300.14

Keterangan : Panjang lengan bawah diukur jarak antara olecranon sampai ke ujung jari tangan tengah

Tabel 1.12 Formula Amri Amir Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan tulang panjang pada wanita dengan nilai R2 untuk masing-masing tulang :NoTulangRumus Regresir2

1Humerus1.46 x H + 111.30.32

2Radius1.50 x Ra + 119.580.30

3Ulna 2.85 x U + 86.750.46

4Femur0.79 x Fe + 124.670.17

5Tibia1.33 x T +110.700.26

6Fibula1.71 x Fi + 99.200.36

Tabel 1.13 Formula Amri Amir Rumus regresi hubungan tinggi badan dengan ukuran beberapa bagian tubuh pada wanita dengan nilai R2 untuk masing-masing tulangNoBagian TubuhRumus Regresir2

1Rentang tangan0.64 x RT + 53.640.69

2Lengan0.87 x L + 92.650.39

3Lengan bawah1.83 x LB + 78.360.44

4Symphisis kaki0.98 x SK + 76.920.56

5Dagu vertex0.49x DV + 143.300..02

6Clavicula2.15 x C + 124.580.27

K. Formula IndiaFaktor perkalian untuk menentukan tinggi badan pada orang dibeberapa negara bagian India oleh beberapa peneliti IndiaTabel 1.14 Formula Perkalian Penentuan Tinggi Badan di India

BonesMultiplication factor to get the stature

For Bengal,binhar and Orissa, Pan (1924)For U.P Nat (1931)For Punjabi Siddiqui& Shah (1944)

MaleFemaleMaleFemale

Femur3.823.83.73.6

Tibia4.494.464.484.2

Fibula4.464.434.484.4

Humerus5.315.315.35.0

Radius6.786.76.96.3

Ulna6.06.06.36.0

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiyanto A., Widiatmaka W., Atmaja D.S., dkk. Identifikasi Forensik. Dalam Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik FK-UI. Jakarta. 1999: 197-202.2. Amir A. Identifikasi. Dalam: Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik FK-USU. Meda. 2005: 178-203.3. Hamdani N. Identifikasi Mayat. Dalam: Ilmu Kedokteran Kehakiman. Edisi Kedua. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 1992: 83-88.4. William D.J., Ansford A.J., Friday D.D., et all. Identification. In: Dcolour Guide Forensic Phatology. Churchill Livingstone. 2002: 13-20.5. Nandy A. Identification of An Individual. In: Principles of Forensic Medicine. New Central Book, Agency (P) Ltd. Calcutta. 1996: 47-109.6. Glinka J., Artaria M.D., Koesbardiati T. Metode Pengukuran Manusia. Airlangga University Press. Surabaya. 2008: 1-66.7. Krogman W.M., Iscan M.Y. Osteometry. In: The Human Skeleton In Forensic Medicine. Charkes C. Thomas Publisher. Illionis. 1986: 518-532.8. Ishaq M. DVI Overview: Recent Development in Indonesia. Dalam Disaster Victim Identification Workshop. Medan. 2007.9. Idries A.M. Identifikasi. Dalam Pedoman Ilmu Kedokteran Forensil. Edisi Pertama. Binarupa Aksara. 1992: 31-52.10. Wahid S.A. Identifikasi. Dalam: Patologi Forensik. Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia. Kuala Lumpur. 1993: 13-48, 56-78.11. Curran W.J., McGarry A.L. Petty C.S Identification Procedures in Death Ivestigation. In: Modern Legal Medicine, Psychiatry, and Forensic Science. F.A. Davis Company. Philadelphia. 1980: 1206-1220.12. Parikh C.K. Medicolegal Autopsy. In: Mediculegal Postmortem In India. Medical Publications. Bombay. 1985: 1-17.13. Snell R.S. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Bagian 2. Edisi 3 Alih Bahasa Adji Dharma, Mulyani. EGC. Jakarta. 1998: 113-270.14. Mcminn R.M.H., Hutchings R.T., Pegington J., et all. A Colour Atlas of Human Anatomy. Third Edition. Wolfie. 1993: 99-154.15. Chacha P.V. Identifikasi. Dalam: Catatan Kuliah Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi V. Alih Bahada Johan Hutauruk. Widya Medika. Jakarta. 1995: 24-45.16. Byers S.N. Basics of Human Osteology and Odontology. In: Introduction to Forensic Anthropology. Third Edistion. Boston. 2008: 28-59.17. Iscan. M.Y., Kennedy K.A.R. Skeletal Markers of Occupational Stress. In: Recontruction of Life from The Skeleton. Alan R. Liss, Inc. New York. 1989: 129-160.18. El Najjar M.Y., McWilliams K.R. Forensic Anthropology. Charles C. Thomas Publisher. Illionis. 1978: 83-105.19. Ludwig J. Skeletal System. In: Handbook of Autopsy Practice. Third Edition. Humana Press. New Jersey. 2002: 95-99.20. Mestri S.C. Examination of Skeletal Remain. In: Manual of Forensic Medicine. Jaypee Brothers Medical Publishers PVT. Ltd. New Delhi. 1994: 45-48.21. Mann G.T., Jordan T.D. Anatomy of The Extremities. In: Personal Injury Problems. Charles C. Thomas Publisher. Illinois. 1963: 86-101.22. DiMaio V.J.M., Dana S.E. Intoduction to Medicolegal Case Work. In: Handbook of Forensic Pathology. Landes Bioscience. Texas. 1998: 1-11.23. Idries, A.M., Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Pertama. Bab I Visum et Repertum dan Bab II Identifikasi. PT Binarupa Aksara. Jakarta. Indonesia. 1989.

26