IDENTIFIKASI RESIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI Tulis Ilmiah (Alfi… · panti dalam melaksanakan...
Transcript of IDENTIFIKASI RESIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI Tulis Ilmiah (Alfi… · panti dalam melaksanakan...
IDENTIFIKASI RESIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA MINAULA
Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Diploma
III Keperawatan di Poltekkes Kemenkes Kendari
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
IDENTIFIKASI RESIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI
SOSIAL TRESNA WERDHA MINAULA
KOTA KENDARI TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Diploma
III Keperawatan di Poltekkes Kemenkes Kendari
OLEH :
ALFINDRA NIM.P00320013036
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
IDENTIFIKASI RESIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI
Diajukan Sebagai salah satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Diploma
III Keperawatan di Poltekkes Kemenkes Kendari
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
MOTTO
Setiap jiwa yang dilahirkan telah tertanam dengan benih untuk mencapai
keunggulan hidup. Tetapi benih tidak akan tumbuh seandainya tidak dibijaki
dengan keberanian.
Apabila dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat dalam
hal positif, maka jaminan bagi orang itu adalah tidak akan menemukan kemajuan
walau selangkah sekalipun
Syukurilah kesulitan. Karena terkadang kesulitan menghantar kita pada hasil yang
lebih baik dari apa yang kita bayangkan
Setiap orang memiliki potensi yang sama untuk sukses. Perbedaannya adalah
seberapa besar usaha dan motivasi kita untuk mampu mengalahkan setiap
hambatan
Ingatlah. Ketika kamu memutuskan berhenti untuk mencoba, saat itu juga kamu
memutuskan untuk gagal.
Hidup bukan tentang mendapatkan apa yang kamu inginkan, tetapi tentang
menghargai apa yang kamu miliki, dan sabar menanti yang akan menghampiri.
Kupersembahkan Karya Tulisku ini Untuk Kedua Orang
Tuaku, Almamaterku, Nusa Bangsa dan Negaraku
Sebagai Ungkapan Rasa Terimakasihku.
ABSTRAK
Alfindra (P00320013036) “Identifikasi Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kandari Tahun 2016” dibawah bimbingan Ibu Reni Devianti U, M.Kep., SP.KMB dan Bapak Indriono Hadi, S.Kep., Ns,M.Kes (xiii+ VI + 56 + 7 + 10). Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan seseorang untuk jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik.. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi lansia yang beresiko jatuh berdasarkan kondisi fisik yaitu keseimbangan, kesulitan berjalan pada lansia dan penggunaan alat bantu yang sesuai skor yang diperoleh berdasarkan kategori berg scale di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016 dengan pendekatan deskriptif yang dilaksanakan pada tanggal 11-19 juni 2016. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 84 orang dan sampel yang diambil dengan tehknik Total Sampling, jumlah sampel 73 orang responden. Hasil penelitian ini frekuensi tertinggi adalah resiko jatuh sebanyak 38 orang (52,05%) dan frekuensi terendah adalah tidak beresiko jatuh sebanyak 35 orang (47,95%). Hasil penilaian keseimbangan sebanyak 35 orang (47,95%) tidak beresiko jatuh dan 38 orang (52,05%) beresiko jatuh. Hasil penilaian kemampuan berjalan sebanyak 35 orang (47,95%) tidak beresiko jatuh dan sebanyak 38 orang (52,05%) beresiko jatuh. Saran bagi Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari agar lebih ditingkatkan kinerja petugas panti dalam melaksanakan intervensi keperawatan pada lansia yang teridentifikasi beresiko jatuh. Agar dalam pelaksanaan pencegahan jatuh kepada lansia benar-benar memberikan alat bantu yang sesuai syarat kesehatan dan melihat dari pada kondisi fisik lansia tesebut. Kata Kunci : Resiko Jatuh, Gangguan Keseimbangan, Kesulitan
Berjalan dan Lansia DaftarPustaka :11 (2008-2016)
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas limpahan berkah, rahmat dan hidayah-Nyalah, sehingga penulis dapat
menyelesaikan karya dengan judul “Identifikasi Resiko Jatuh pada Lansia di
Panti Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016”. Penelitian ini
disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program Diploma III (DIII) pada Politeknik Kesehatan Kendari
Jurusan Keperawatan.
Rasa hormat, terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
ayahanda tercinta Mansur dan Ibunda tercinta Sunia yang telah membesarkan dan
mendidik penulis dengan penuh kasih sayang dan pengorbanan tiada henti, juga
kepada saudaraku yang tersayang yang selalu memberi dukungan, dan perhatian
serta keluarga besar atas bantuan moril maupun material, motivasi, dukungan, dan
cinta kasih yang setulusnya serta doanya demi kesuksesan studi penulis jalani
selama menuntut ilmu sampai selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.
Proses penulisan Karya Tulis Ilmiah ini telah melewati proses dan
perjalanan panjang, penulis banyak mendapat bantuan, petunjuk, bimbingan, dari
berbagai pihak sehingga masalah yang penulis alami selama proses penulisan ini
dapat teratasi.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini juga penulis menghaturkan rasa
terimakasih kepada Ibu Reni Devianti U.,M.Kep.,SP.Kep.MB sebagai
pembimbing I dan Bapak Indriono Hadi.,S.Kep.,Ns.M.Kes sebagai pembimbing II
yang dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis dan atas segala
pengorbanan waktu dan fikiran selama menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.
Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan ucapan terimakasih
kepada yang terhormat :
1. Bapak Petrus, SKM.,M.Kes Selaku Direktur Poltekkes Kendari.
2. Bapak Muslimin L, A.Kep.,S.Pd.,M.Si Selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Poltekkes Kemenkes Kendari.
3. Ibu Dra. Cristiana Junus Selaku Kepala Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kota Kendari.
4. Bapak dan ibu dewan penguji yaitu Bapak Abdul Syukur Bau, S.Kep,Ns,
MM selaku panguji I, Ibu Dali, SKM,M.Kes selaku penguji II, Bapak
Muhaimin Saranani, S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku penguji III.
5. Seluruh Dosen dan Staff pengajar Politeknik Kementerian Kesehatan
Kendari khususnya Program Studi DIII Keperawatan Politeknik Kesehatan
Kendari.
6. Terima kasih penulis ucapkan kepada saudara tersayang Megit, SH. Yang
selalu memberikan semangat, masukan, serta motivasi kepada penulis
dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman seperjuangan saya
kelas III A. dan kelas III B.
Penulis menyadari bahwa semua yang tertuang dalam proposal ini
masih jauh dari kesempurnaan, namun semoga Karya Tulis Ilmiah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Kendari, Juni 2016
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...................................................................... iv
MOTTO .......................................................................................................... v
ABSTRAK ...................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ........................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ....................................................................... 6 C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 6 D. Manfaat Penelitian ..................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Lansia ................................................ 8 B. Tinjauan Umum Tentang Resiko Jatuh pada Lansia ................. 21 C. Upaya Pelayanan Kesehatan pada Lansia ................................... 27
BAB III KERANGKA KONSEP A. Dasar Pemikiran ......................................................................... 32 B. Kerangka Fikir/Konsep Penelitian .............................................. 33 C. Variabel Penelitian ...................................................................... 34 D. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif ............................... 34
BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian ......................................................... 36 B. Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 36 C. Populasi dan Sample ................................................................... 36 D. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................... 38 E. Instrumen Penelitian dan Jenis Data ........................................... 39 F. Pengolahan Data ......................................................................... 39 G. Analisa Data ................................................................................ 40 H. Penyajian Data ............................................................................ 40
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ........................................................................... 41 B. Pembahasan ................................................................................ 48
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................. 55 B. Saran ........................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Wisma Tempat MenelitiDi Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016........................................................ 43
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Umur Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016................................................................................ 44
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.................................................................... 45
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Keseimbangan Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.................................................................... 45
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kemampuan Berjalan Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016...................................................... 46
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Resiko Jatuh Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.................................................................... 46
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Penggunaan Alat Bantu Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.......................................... ... 47
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Permohonan Izin Pengambilan Data Awal
2. Surat Permintaan Persetujuan Menjadi Responden
3. Surat Pernyataan Persetujuan Menjadi Responden (Informend Concent)
4. Lembar Observasi Penelitian
5. Surat Pengantar Penelitian Dari Institusi
6. Surat Pengantar Penelitian Dari Balitbang
7. Master Tabel Identifikasi Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016
8. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian
9. Surat Keterangan Bebas Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lansia adalah seseorang yang mencapai umur 60 tahun ke atas
(Undang-Undang No.13, 1998, dalam Padila, 2013). Aging process (proses
penuaan) dalam perjalanan hidup manusia merupakan suatu hal yang wajar,
dan ini akan dialami oleh semua orang yang diberikan umur panjang, hanya
cepat dan lambatnya proses tersebut bergantung pada masing-masing individu.
Perkembangan manusia dimulai dari masa bayi, anak, remaja, dewasa, tua dan
akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan umur diatas 60 tahun
(Khalid, 2012)
Menurut perkiraan dari biro sensus Amerika Serikat, jumlah populasi
lansia diproyeksikan akan naik 414%, suatu angka tertinggi diseluruh dunia
lebih dari 500 juta lanjut usia (Lansia) dengan umur rata-rata 60 tahun dan
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2025 akan mencapai 1.2 Miliyar.
Berdasarkan survei masyarakat di Amerika Serikat didapatkan sekitar 30 %
lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya. Kejadian jatuh pada
lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (Nugroho, 2012).
Jika dilihat berdasarkan sebaran wilayah atau daerah kependudukan
lanjut usia, persentase yang ditemukan menurut provinsi penduduk lansia di
atas 10% sekaligus paling tinggi ada di Provinsi Yogyakarta (13,04%), Jawa
Timur (10,40%) dan Jawa Tengah ( 10,34%) adapun di Sulawesi Tenggara
(5,83%). Perubahan struktur penduduk mempengaruhi angka beban
ketergantungan, terutama bagi penduduk lansia sehingga menyebabkan angka
ketergantunga lansia menjadi meningkat (Susenas dan Badan Pusat Statistik
RI, 2012).
Berbagai gangguan kondisi kesehatan dapat dialami oleh lansia hal
tersebut rentang menyebabkan jatuh pada lansia. Jatuh merupakan salah satu
isu utama untuk masalah kesehatan pada lanjut usia (Azizah, 2011).
Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada lansia, dengan
bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi tubuhpun menurun. Jatuh
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor intrinsik dimana
terjadinya gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah,
langkah yang pendek-pendek, kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak
dengan kuat, dan kelambanan dalam bergerak, sedangkan faktor ekstrinsik
diantaranya lantai yang licin dan tidak merata, tersandung oleh benda-benda,
kursi roda yang tidak terkunci, penglihatan kurang, dan penerangan cahaya
yang kurang terang cenderung gampang terpeleset atau tersandung sehingga
dapat memperbesar risiko jatuh pada lansia (Nugroho, 2012).
Jatuh dan kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan
yang utama pada lansia. Jatuh adalah kejadian secara tiba-tiba dan tidak
disengaja yang mengakibatkan seseorang mendadak terbaring atau terduduk
dilantai. Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang sedang diderita,
seperti hipertensi, stroke, sakit kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan
diabetes. Perubahan-perubahan akibat proses penuaan seperti penurunan
pendengaran, penglihatan, status mental, lambatnya pergerakan, hidup sendiri,
kelemahan otot kaki bawah, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan.
Faktor lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang, benda-benda dilantai
(tersandung karpet), tangga tanpa pagar, tempat tidur atau tempat buang air
yang terlalu rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu jalan yang
tidak tepat. Jatuh (falls) merupakan suatu masalah yang sering terjadi pada
lansia (Maryam, 2010).
Ada banyak faktor yang berperan dalam kejadian jatuh pada lanjut
usia, baik faktor intrinsik yang berasal dari dalam diri lanjut usia itu sendiri
dan faktor ekstrinsik yang berasal dari luar diri lanjut usia (Hendra, 2012).
Faktor instrinsik antara lain, gangguan gaya berjalan, kekakuan sendi,
kelemahan otot ekstermitas bawah, sinkope dan lain-lain. Sedangkan faktor
ekstrinsik yaitu, lingkungan rumah yang berbahaya misalnya cahaya ruangan
yang buruk, lantai yang licin, tersandung benda-benda dan lain sebagainya.
Selain itu jatuh disebabkan oleh faktor-faktor yag sukar di ketahui, misalnya
pengaruh makanan (Azizah, 2011).
Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir kejadian
jatuh pada lansia. Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya jatuh pada lansia, mengidentifikasi faktor risiko dilakukan untuk
mencari adanya faktor intrinsik risiko jatuh, keadaan lingkungan rumah yang
berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh harus dihilangkan. Penilaian
keseimbangan dan gaya berjalan dilakukan untuk berpindah tempat dan
pindah posisi, penilaian postural sangat diperlukan untuk mengurangi faktor
penyebab terjadinya risiko jatuh, serta mengatur atau mengatasi fraktur
situasional dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan
lansia secara periodik (Maryam, 2010).
Kejadian jatuh yang dialami lanjut usia biasanya akan menimbulkan
komplikasi-komplikasi (Azizah, 2011). Meskipun komplikasi itu ringan tetapi
akan memberatkan (Darmojo, 2011). Menurut Azizah (2011), komplikasi dari
jatuh, yaitu patah tulang, hematoma, kecacatan dan kematian. Sekitar 30%
lanjut usia di dunia yang tinggal di komunitas pernah terjatuh (Stanley, 2007).
Di Indonesia berdasarkan riset kesehatan dasar (Riskesdas) yang dilakukan
oleh Riyadina (2009), didapatkan proporsi cedera akibat jatuh pada lanjut usia
(60 tahun keatas) sekitar 70,2%. Ada 9 propinsi yang memiliki angka kejadian
jatuh pada lanjut usia melebihi angka kejadian jatuh secara nasional.
Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktivitas
berjalan, naik atau turun tangga, merubah posisi atau saat lansia dengan
banyak kegiatan dan olahraga yang menyebabkan kelelahan. Penyebab jatuh
pada lansia juga bisa karena penyakit yang diderita seperti Parkinson,
osteoporosis, stroke dan lain-lain.
Sedangkan faktor dari lingkungan adalah lantai yang licin, jalan yang
tidak rata, pencahayaan yang kurang, dan tidak adanya handraill pada tangga.
Jika lansia mengalami jatuh tentu akan menimbulkan masalah baru dan
berdampak pada kesehatan lansia. Akibat dari jatuh adalah terjadi cidera
kepala, cidera jaringan lunak dan fraktur. Komplikasi dari fraktur jika tidak
ditangani dengan tepat adalah timbulnya dekubitus akibat tirah baring yang
berkepanjangan, perdarahan, trombosis vena dalam, emboli paru, infeksi
pneumonia atau infeksi saluran kencing akibat tirah baring lama,gangguan
nutrisi, dan sebagainya (Ariawan, Kuswardhani, & Aryana, 2010).
Berdasarkan data dari pusat informasi kesehatan Republik Indonesia
tentang lansia pada tahun 2013 tentang penyakit ke dua terbanyak pada lansia
adalah atritis dengan presentasi 5,2%, diikuti penyakit terbanyak berikutnya
ialah stroke dengan presentasi 33% dan gagal jantung sebanyak 0,7%
berdasarkan data dari penyakit yang diderita lansia dapat menyebabkan
gangguan kemampuan pada lansia untuk berdiri atau bergerak sehingga
membuat lansia rentang mengalami jatuh.
Berdasarkan data di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari,
yaitu jumlah lansia sebesar 93 orang, dengan klasifikasi jenis kelamin laki-laki
sebanyak 44 orang dan perempuan 49 orang. Sedangkan data menurut petugas
poliklinik Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kendari, menjelaskan bahwa 5
penyakit dominan yang dialami oleh lansia berdasarkan urutan yaitu
diantaranya : Osteoarthritis (Reumatik), Hipertensi, Stroke, Dermatitis, dan
Gastritis dimana penyakit tersebut berpotensi menyebabkan resiko jatuh pada
lansia dan untuk jumlah kematian lansia dari tahun 2015 hingga Januari 2016
berjumlah 2 orang. (Februari, 2016)
Berdasarkan data survey awal dengan menggunakan metode Berg
yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 9 maret 2016 kepada 10 orang
lansia didapatkan hasil bahwa 7 orang beresiko jatuh dengan rincian ialah 2
orang diantara mereka harus memakai kursi roda, dan 5 diantara mereka yang
berjalan perlu memerlukan/membutuhkan bantuan dan hanya 3 orang yang
mandiri/independent . Berdasarkan hal tersebut maka perlu perhatian dan
sangat penting untuk mengidentifikasi resiko jatuh pada lansia sehingga
berdasarkan hasil penelitian ini nantinya akan dilakukan berbagai upaya untuk
pencegahan jatuh pada lansia.
Berdasarkan data diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan mengangkat judul “Identifikasi Resiko Jatuh pada Lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari”, dengan salah satu
intervensi atau karya inovasi memberikan latihan keseimbangan Berg.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Identifikasi Resiko Jatuh pada Lansia di Panti Posial Tresna Merdha
Kota Kendari ?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi resiko jatuh pada lansia di Panti Sosial Tresna Merdha
Kota Kendari
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi gangguan keseimbangan pada lansia di
PSTW Minaula Kota Kendari .
b. Untuk mengidentifikasi kesulitan berjalan pada lansia di PSTW
Minaula Kota Kendari.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Petugas Kesehatan/Isntansi Terkait
Sebagai bahan masukan untuk pengambilan kebijakan kepada panti
sosial tresna werdha minaula kota kendari dalam rangka mencegah
terjadinya angka kejadian jatuh pada lansia.
2. Bagi Masyarakat Khususnya (Lansia) Yang Teridentifikasi Beresiko
Jatuh.
Memberikan informasi dan menambah pengetahuan untuk pencegahan
jatuh
3. Bagi Profesi keperawatan
Memberikan masukan kepeda profesi keperawatan dalam penegakan
intervensi keperawatan yang tepat
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Sebagai bahan masukan dan referensi untuk mengembangkan penelitian
ini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Lansia
1. Pengertian Lansia
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999).
Menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 Tahun (Maryam, 2011).
Menurut UU RI No. 4 tahun 1965 usia lanjut adalah mereka yang
berusia 55 tahu keatas (Fatimah, 2010)
Lansia adalah tahapan dimana individu ada pada usia tertentu,
yang dikategorikan sebagai lansia awal (young old) antara 65 sampai 74
tahun, lansia pertengahan (middle old) antara 75 sampai 84 tahun dan
lansia akhir ( old-old) 85 tahun atau lebih (Miller, 2012). Menjadi lansia
atau menjadi tua tidak bisa dihindari, karena akan terjadi pada setiap
orang. Pada lansia akan mengalami proses degeneratif (kemunduran) atau
terjadi perubahan baik fisik, psikologis, dan sosial (Miller, 2012).
2. Karakteristik Lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai
berikut.
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No. 13
tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai
sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam,2011).
3. Klasifikasi Lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia:
a. Pralansia (prasenilis)
Seorang yang berusia antara 45-59 tahun
b. Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan
yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
e. Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)
(Maryam,2011)
4. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia bergantung pada karakter, pengalaman
hidup, lingkugan, kondisi fisik, mental, sosial, dan ekonominya
(Nugroho,2000). Tipe tersebut dapat dijabarakan sebagai berikut :
a. Tipe arif bijaksaja
Lansia tipe ini kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
b. Tipe mandiri
Lansia tipe ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan
memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lansia tipe ini selalu mengalami konflik lahir batin menantang proses
penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung,
sulit dilayani, pengkritik, dan banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Lansia tipe ini menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,
minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruksi, tipe
dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan, dan
serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam
melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri)
(Maryam,2011).
5. Batasan-batasan Lanjut Usia
Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda,
umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli
tentang batasan usia adalah sebagai berikut :
a. Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu :
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
b. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad, Guru besar
universitas gajah mada fakultas kedokteran, periodisasi biologi,
perkembangan manusia di bagi menjadi :
1) Masa bayi (usia 0-1 tahun)
2) Masa prasekolah (usia 1-6 tahun )
3) Masa sekolah (usia 6-10 tahun)
4) Masa pubertas (usia 10-20 tahun)
5) Masa setengah umur, prasenium (40-65 tahun)
6) Masa lanjut usia, senium (usia > 65 tahun)
c. Menurut Dra. Ny. Jos masdani, psikologi dari Universitas Indonesia,
kedewasaan di bagi menjadi empat bagian :
1) Fase iuventus (usia 25-40 tahun)
2) Fase vertilas (usia 40-50 tahun)
3) Fase prasenium (usia 55-65 tahun)
4) Fase senium (usia 65 tahun hingga tutup usia )
d. Menurut Prof. DR. Koesoemanto setyonegoro, Sp.Kj. batasan usia
dewasa sampai lanjut usia dikelompokkan menjadi :
1) Usia dewasa muda (elderly adulthood) usia 18/20-25 tahun
2) Usia dewasa penuh (middle years) atau maturasi usia 25-60/65
tahun
3) Lanjut usia (geriatric age) usia > 65/70 tahun terbagi atas :
a) Young old (usia 70-75 tahun)
b) Old (usia 75-80 tahun)
c) Very old (usia > 80 tahun)
e. Menurut Boe (1996), bahwa tahapan masa dewasa adalah sebagai
berikut :
1) Masa dewasa muda (usia 18-25 tahun)
2) Masa dewasa awal (usia 25-40 tahun)
3) Masa dewasa tengah (usia 40-65 tahun )
4) Masa dewasa lanjut (usia 65-75 tahun)
5) Masa dewasa sangat lanjut ((usia > 75 tahun)
f. Menurut Hurlock (1979), perbedaan lanjut usia ada dua tahap :
1) Early old age (usia 60-70 tahun)
2) Advanced old age (usia >70 tahun)
g. Menurut Burnsie (1979), ada empat tahap lanjut usia yaitu :
1) Young old (usia 60-69 tahun)
2) Middle age old (usia 70-79 tahun)
3) Old-old (usia 80-89 tahun)
4) Very old-old (usia >90 tahun)
h. Menurut sumber lain, mengemukakan :
1) Elderly (usia 60-65 tahun)
2) Junior old age (usia > 65-75 tahun)
3) Formal old age (usia >75-90 tahun)
4) Longervity old age (usia >90-120 tahun) (Kushariyadi, 2010).
6. Teori-teori Penuaan
Penuaan merupakan proses normal perubahan yang berhubungan
dengan waktu, sudah dimulai sejak lahir dan berlanjut sepanjang hidup.
Usia tua adalah fase akhir dari rentang kehidupan.
a. Penuaan Biologik
Merujuk pada perubahan struktur dan fungsi tubuh yang terjadi
sepanjang kehidupan (Zarit, 1980).
b. Penuaan Fungsional
Merujuk pada kapasitas individual mengenai fungsinya dalam
masyarakat, dibandingkan dengan orang lain yang sebaya (Birren,
Runner, 1977).
c. Penuaan Psikologik
Perubahan prilaku, perubahan dalam persepsi diri, dan reaksinya
terhadap perubahan biologis (Gress, Bahr, 1984)
d. Perubahan Sosiologik
Merujuk pada peran dan kebiasaan sosial individu di masyarakat
(Birren Renner 1977).
e. Penuaan Spritual
Merujuk pada perubahan diri pada persepsi diri, cara berhubungan
dengan orang lain atau menempatkan diri di dunia dan pandangan
dunia terhadap dirinya (Stallwood, Stoll. 1975) (Fatimah,2010).
7. Perubahan Fisiologis Tubuh pada Lansia
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial,
dan psikologis.
a. Perubahan Fisik.
1) Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
menurun,dan cairan intraseluler menurun.
2) Kardiovaskuler : katup jantung menebal dan kaku, kemampuan
memompa darah menurun (menurunnya kontraksi
dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun,
serta meningkatnya resistensi pembuluh darah
perifer sehingga tekanan darah meningkat.
3) Respirasi : kekuatan otot-otot pernafasan menurun dan kaku,
elastisitas paru menurun, kapasitas residu
meningkat sehingga menarik napas lebih berat,
alveoli melebar dan jumlahnya menurun,
kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus.
4) Persarafan : saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya
menurun serta lambat dalam merespon dan waktu
bereaksi khususnya yang berhubungan dengan
stres, sehingga menyebabkan berkurangnya
respons motorik dan refleks.
5) Muskuluskeletal : cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh
(osteoporosis), bugkuk (kifosis), persendian
membesar dan kaku (atrofi otot), kram, tremor,
tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.
Penurunan pada masa tulang dapat disebabkan
karena ketidakaktifan fisik, perubahan hormonal,
dan resorpsi tulang efek dari penurunan tulang
adalah tulang menjadi lemah, vetebra lebih lunak
dan dapat tertekan, serta tulang berbatang panjang
kurang dapat menahan sehingga mengakibatkan
fraktur, massa, tonus, dan kekuatan otot menurun.
Perubahan-perubahan berkenaan dengan proses penuaan normal yang
memperbesar resiko jatuh adalah perubahan postur, penurunan reaksi
waktu, penurunan kekuatan otot, kekuatan sendi, dan
terbatasnya/menurunnya penglihatan (Maryam, 2011).
Tabel 2.1. Perubahan sistem muskuluskeletal pada penuaan.
Perubahan Normal Terkait Usia Implikasi Klinis
1. Penurunan tinggi badan,
progresif yang disebabkan
oleh penyempitan diskus
intervetebra.
2. Kekakuan rangka tulang
dada pada keadaan
mengembang.
1. Postur tubuh bungkuk
dengan penampilan barrel-
chest.
2. Peningkatan resiko jatuh.
3. Penurunan produksi tulang
kortikal dan trabekular.
4. Waktu untuk kontraksi dan
relaksasi muskular
memanjang.
5. Kekakuan ligamen dan
sendi.
3. Kontur tubuh yang tajam,
pengkajian status hidrasi
sulit dan penurunan
kekuatan otot.
4. Perlambatan waktu untuk
bereaksi.
5. Peningkatan resiko cidera
(Mickey Stanley dan
Patricia gauntlett Beare,
2006).
6) Gastrointestinal : esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar
menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya
absorsi juga ikut menurun, ukuran lambung
mengecil serta fungsi organ aksesoris menurun
sehingga menyebabkan berkurangnya produksi
hormon dan enzi pencernaan.
7) Genitourinaria : ginjal: mengecil, aliran darah ke ginjal menurun,
penyaringan di glumerulus menurun, dan fungsi
tubulus menurun sehingga kemampuan
mengonsentrasi urine ikut menurun.
8) Vesika urinaria : otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan
retensi urine. Prostat: hipertrofi pada 75% lansia.
9) Pendengaran : membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan
pendengaran, tulang-tulang pendengaran
mengalami kekakuan.
10) Penglihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap
gelap menurun, akomodasi menurun, lapang
pandang menurun, dan katarak.
11) Endokrin : produksi hormon menurun.
12) Kulit : keriput serta kulit kepala dan rambut menipis.
Rambut dalam hidung dan telinga menebal,
elastisitas menurun, vaskularisasi menurun, rambut
memutih (uban), kelejar keringat menurun, kuku
keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
berlebihan seperti tanduk.
13) Vagina : selaput lendir mengering dan sekresi menurun.
b. Perubahan Sosial.
1) Peran : permpuan singel, menempatkan sindrom kekuatan,
dan induk singel.
2) Keluarga : kesendirian, dan kehampaan (emptiness)
3) Teman : ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul
perasaan kapan akan meninggal. Berada di rumah
terus menerus akan cepat pikun (tidak
berkembang).
4) Penyalagunaan : kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan
nonverbal (dicubit, tidak di beri makan).
5) Masalah hukum : berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan
pribadi yang dikumpulkan sejak masih muda.
6) Pensiun : kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana
pensiun). Kalau tidak ada, anak dan cucu yang
akan memberi uang.
7) Ekonomi : kesempatan untuk mendapatkan pekerajaan yang
cocok bagi lansia dan jaminan sekuritas
pendapatan untuk ketenangan batin.
8) Rekreasi : untuk ketenangan batin.
9) Keamanan : jatuh, dan terpeleset
10) Trasportasi : kebutuhan akan sistem trasportasi yang cocok bagi
lansia.
11) Politik : kesempatan yang sama untuk terlibat dan
memberikan masukan dalam sistem politik yang
berlaku.
12) Pendidikan : berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan
kesempatan untuk tetap belajar sesuai dengan hak
asasi manusia.
13) Agama : melaksanakan ibadah.
14) Panti jompo : merasa dibuang/diasingkan.
c. Perubahan Psikologis
1) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus bergantung pada
orang lain.
2) Status ekonominya sangat terancam, sehingga cukup beralasan untuk
melakukan berbagia perubahan besar dalam pola hidupnya.
3) Menetukan kondisi hidup sesuai dengan perubahan status ekonomi dan
kondisi fisik
4) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri yang telah
meninggal atau pergi jauh atau cacat.
5) Mengmbangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang yang
semakin bertambah.
6) Belajar untuk memperlakukan anak yang sudah besar sebagai orang
dewasa.
7) Mulai terlibat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa.
8) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai untuk lansia
dan memiliki kemauan untuk mengganti kegiatan lama yang berat
dengan yang lebih cocok.
9) Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh para penjual obat, buaya darat
dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi untuk
mempertahankan diri ( Maryam, 2011).
B. Tinjauan Umum Tentang Resiko Jatuh pada Lansia
1. Pengertian Resiko Jatuh
Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan untuk jatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik (Heather Herdman, 2010).
2. Faktor Resiko Jatuh pada Lansia
Beberapa faktor resiko jatuh yang dapat meningkatkan jatuh pada
lansia berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :
a. Faktor intrinsik, yang meliputi :
1) Fisiologis
a) Gangguan keseimbangan
b) Kesulitan gaya berjalan
c) Gangguan mobilitas fisik
d) Kesulitan melihat
e) Vertigo saat menolehkan lehar
2) Kognitif
a) Penurunan status mental
b. Faktor ekstrinsik, yang meliputi :
1) Lingkungan fisik
a) Lantai licin
b) Pencahayaan yang redup
c) Medan atau lantai yang tidak rata
2) Alat bantu gerak
a) Protesis ekstremitas bawah
b) Penggunaan alat bantu (misalnya : walker atau tongkat)
c) Penggunaan kursi roda
3) Medikasi
a) Anti hipertensi
b) Diuretik
c) Anti ansietas (Heather,Herdman. 2010)
3. Masalah Kesehatan yang Lazim Terjadi pada Lansia
Menjadi tua bukanlah suatu penyakit atau sakit, tetapi suatu proses
perubahan dimana kepekaan bertambah atau batas kemampuan
beradaptasi berkurang/menurun sehingga lansia akan mengalami masalah
kesehatan yang sering diderita dan ditemukan. dimana beberapa masalah
tersebut yaitu :
a. Imobilisasi
b. Instabilisasi (mudah jatuh)
c. Intelektualitas terganggu (demensia)
d. Isolasi (depresi)
e. Inkontinensia
f. Impotensi
g. Imunodefisiensi
h. Infeksi mudah terjadi
i. Impaksi (konstipasi)
j. Insomnia
k. Gangguan pada (impairment of) ;
1) Penglihatan
2) Pendengaran
3) Penciuman
4) Komunikasi
5) Integritas kulit
6) Inaniation (malnutrisi).
4. Dampak Jatuh pada Lansia
Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi.
Penyebabnya multi-faktor. Banyak yang berperan didalamnya, baik
faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Misalnya : gangguan gaya berjalan,
kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkope atau
pusing.
Untuk faktor ekstrinsik misalnya: lantai licin dan tidak rata,
tersandung benda, penglihatan yang kurang karena pencahayaan yang
kurang terang dan sebagainya (Nugroho, 2008). Kejadian jatuh pada
yang di alami lansia biasanya akan menimbulkan komplikasi-komplikasi
(Azizah, 2011). Jika lansia mengalami jatuh tentu akan menimbulkan
masalah baru dan berdampak pada kesehatan lansia itu sendiri akibat dari
jatuh adalah cidera kepala, cidera jaringan lunak, dan fraktur.
Komplikasi dari fraktur jika tidak ditangani dengan cepat akan
menimbulkan dekubitus akibat tirah baring yang berkepanjangan,
perdarahan, trombosis vena dalam, emboli varu, infeksi pneumonia atau
infeksi saluran kencing akibat tirah baring lama, gangguan nurtisi dan
sebagainya (Ariawan, Kuswardhani, dan Aryana, 2010).
Pada lansia yang mengalami jatuh berulang-ulang dapat juga
mengalami gangguan kognitif, tidak kooperatif, tidak mampu untuk
menerima atau beradaptasi. Konsekuensi lain dari jatuh adalah hilangnya
kemandirian dan pengendalian, ansietas, menarik diri dari kegiatan
sosial, sindroma setelah jatuh (menggenggam dan mencengkram),
falafobia (fobia jatuh), depresi, perasaan rentan dan rapuh, perhatian
tentang kematian dan menjelang ajal, menjadi beban keluarga dan teman-
teman, atau memerlukan institusionalisasi (Mikey Stanley dan Batricia
Gauntlett Beare, 2006).
5. Cara Mengidentifikasi Resiko Jatuh pada Lansia
Dalam mengatasi masalah jatuh yang sering di derita lansia,
sebelum melakukan pencegahan terlebih dulu mengidentifikasi
kemungkinan yang dapat menyebabkan jatuh. Ada bebeapa metode
instrumen yang digunakan dalam mengidentifikasi resiko jatuh
diantaranya :
a. Metode penilaian keseimbangan Morse Fall Scale (MFS) dengan
menggunakan 6 item penilaian (Balance teks). Interpretasi score :
1) MFS 0-24 = memiliki resiko jatuh tidak ada sehingga yang
diperlukan hanya perawatan dasar tang baik.
2) MFS 25-50 = memiliki resiko jatuh rendah dan perlu melakukan
pencegahan sekunder.
3) MFS 51 keatas = memiliki resiko jatuh tinggi dan perlu
melakukan pencegahan jatuh tinggi.
b. Metode penilaian keseimbangan Berg Balance Scale (BBS) dengan
menggunakan14 item penilaian (Balance test). Interpetasi score :
1) BBS 0-20 = harus memakai kursi roda
2) BBS 21-40 = berjalan dengan memerlukan bantuan
3) BBS 41-56 = mandiri/independent (Eka Ediawati, 2012).
Dalam skala Berg terbagi atas dua item test skala Berg yang dapat
digunakan untuk mengidentifikasi keseimbangan yaitu menggunakan
item pertanyaan nomor: (1) duduk ke berdiri, (2) berdiri tanpa penunjang,
(3) duduk tanpa penunjang, (4) berdiri ke duduk, (6) berdiri dengan mata
tertutur (7) berdiri dengan kaki rapat, (9) mengambil barang dari lantai
dan (10) menoleh ke belekang. Dimana kemampuan keseimbangan
adalah kemampuan seseorang (lansia) untuk dapat berada pada posisi
yang seimbang saat berada pada posisi duduk, bangkit dari posisi duduk,
posisi berdiri ke duduk, dan posisi berputar yang diukur dengan test
keseimbangan pada skala Berg. serta untuk mengidentifikasi kemampuan
berjalan yaitu menggunakan item pertanyaan nomor : (5) transfer, (8)
menjangkau ke depan dengan tangan, (11) berputar 3600, (12)
menempatkan kaki bergantian dibangku, (13) berdiri dengan satu kaki
didepan dan (14) berdiri dengan satu kaki. Dimana kemampuan berjalan
adalah ke kemampuan seseorang (lansia) dalam melakukan fungsi
berjalan yang meliputi kemampuan untuk memulai melangkah,
mengangkat kaki, melangkah dengan keseimbangan yang diukur dengan
menggunakan skala keseimbangan Berg.
6. Pencegahan Jatuh pada Lansia
Lanjut usia harus dicegah agar tidak jatuh dengan cara
mengidentifikasi resiko jatuh menilai, dan mengawasi keseimbangan dan
gaya berjalan, mengatur serta mengatasi faktor situasional. Metode yang
baik dan sederhana yang digunakan untuk mencegah kemungkinan jatuh
pada klien lanjut usia adalah dengan menggunakan metode
keseimbangan Berg atau Berg Balance Scale (BBS) mengukur
keseimbangan statis dan dinamik secara objektif yang terdiri dari 14 item
tugas keseimbangan (balance teks) yang umum dalam kehidupan sehari-
hari (Eka Ediawati, 2012).
Pencegahan jatuh juga dapat dilakukan dengan melakukan
intervensi keperawatan diantaranya :
a. Mengidentifikasi defisit kognitif atau fisik pasien yang dapat
meningkatkan potensi jatuh dalam lingkungan tertentu
b. Mengidentifikasi perilaku dan faktor resiko jatuh
c. Mengidentifikasi karakteristik lingkungan yang dapat
meningkatkan potensi untuk jatuh (misalnya, lantai licin dan tangga
terbuka)
d. Membantu ke toilet sesering kali
e. Menyediakan pegangan tangan
f. Pelatihan keseimbangan
g. Mendorong pasien untuk menggunakan tongkat atau alat bantu
berjalan
h. Memantau kemampuan untuk mentransfer
i. Memantau kemampuan berjalan
j. Memberikan pencahayaan yang memadai
k. Menyediakan permukaan nonslip/anti tergelincir dan sebagainya
(Heather Herdman, 2010).
C. Upaya Pelayanan Kesehatan pada Lansia
Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi pendekatan, dan
jenis pelayanan kesehatan yang diterima ialah sebagai berikut :
1. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
a. Menikmati hasil pembangunan
b. Masing-masing lansia mempunyai keunikan.
c. Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal.
d. Lansia turut memilih kebijakan.
e. Memberikan perawatan di rumah.
f. Pelayanan harus dicapai dengan mudah.
g. Mendorong ikatan akrab antakelompok/anta generasi
h. Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia.
i. Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya.
j. Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia.
2. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lima upaya
kesehatan, yaitu peningkatan (promotion), pencegahan (prevention),
diagnosis dini dan pengobatan (early diagnosis and prompt treatment),
pembatasan kecatatan (disability limitation), serta pemulihan
(rehabilitation).
a. Promotif
Upaya promotif merupakan tindakan secara langsung dan
tidak langsung untuk meningkatkan derajat kesehatan dan
mencegah penyakit. Upaya promotif juga merupakan proses
advokasi kesehatan untuk meningkatkan dukungan klien, tenaga
profesional, dan masyarakat terhadap praktik kesehatan yang
positif menjadi norma-norma sosial.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia adalah sebagai
berikut :
1) Mengurangi cedera, dilakukan dengan tujuan mengurangi
kejadian Jatuh, mengurangi bahaya kebakaran dalam rumah,
meningkatkan penggunaan alat pengaman, dan mengurangi
kejadian keracunan makanan atau zat kimia.
2) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk,
bertujuan untuk mengurangi penggunaan semprotan bahan-
bahan kimia, mengurangi radiasi rumah, meningkatkan
pengelolaan rumah tangga terhadap bahan berbahaya, serta
mengurangi kontaminasi makanan dan obat-obatan.
Penyampaian 10 perilaku yang baik pada lansia, baik perorangan
maupun kelompok lansia adalah dengan cara sebagai berikut :
1) Mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mau menerima keadaan, sabar dan optimis, serta
meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan
sesuai kemampuan.
3) Menjalin hubungan yang teratur dengan keluarga dan sesama.
4) Olahraga ringan setiap hari.
5) Makan sedikit tetapi sering, memilih makanan yang sesuai,
dan banyak minum (sebaiknya air putih).
6) Berhenti merokok dan meminum air beralkohol
7) Minum obat sesuai aturan dokter atau petugas kesehatan
lainya.
8) Kembangkan hobi/minat sesuai kemampuan.
9) Memeriksa kesehatan dan gigi secara teratur
b. Preventif
Mencakup pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
1) Pencegahan Primer
Jenis pelayanan pencegahan primer adalah sebagai
berikut :
a) Program imunisasi, misalnya vaksin influenza.
b) Konseling, berhenti merokok dan minum alkohol.
c) Dukungan nurtisi.
d) Keamanan didalam dan sekitar rumah.
e) Manajemen stres.
f) Penggunaan medikasi yang tepat.
2) Pencegahan Sekunder
Jenis pelayanan pencegahan sekunder adalah sebagai
berikut :
a) Kontrol hipertensi.
b) Deteksi dan pengobatan kanker.
c) Screening : pemeriksaan rektal, mammogram, papsmear,
gigi mulut, dan lain-lain.
3) Pencegahan Tersier
Jenis pelayanan pencegahan tersier adalah sebagai
berikut :
a) Mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilitasi
rehabilitasi dan membatasi ketidakmampuan akibat
kondisi kronis. Misalnya : osteoporosis atau
inkontinensia urine/fekal
b) Mendukung usaha untuk mempertahankan kemampuan
berfungsi (Maryam, 2011).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Dasar Pemikiran
Lansia adalah tahapan dimana seorang individu berada pada usia 60
tahun atau lebih, yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari.
Jatuh merupakan kejadian terbesar dari kecelakaan pada lansia. Jatuh
adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata yang
melihat kejadian, sehingga mengakibatkan seseorang mendadak
terbaring/terduduk di lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa
kehilangan kesadaran atau luka (Maryam 2011). Penyebab jatuh bermacam-
macam, tetapi beberapa diantaranya dapat dicegah.
Metode keseimbangan Berg adalah salah satu penatalaksanaan untuk
mengetahui resiko jatuh dan pencegahan jatuh pada lansia dengan
menggunakan 14 item untuk mengidentifikasi keseimbangan dan resiko
jatuh pada lansia.
B. Bagan Kerangka Pikir
Faktor resiko jatuh :
1. Faktor intrinsik
kondisi :
Fisiologis
2. Faktor ekstrinsik
kondisi :
Resiko Jatuh
pada Lansia
Gangguan keseimbangan.
Kesulitan berjalan
Gangguan mobilitas fisik
Kesulitan melihat
Lingkungan
Alat Bantu Gerak
Vertigo
Lantai licin
Lantai tidak rata
Protesis ekstremitas bawah
Alat bantu jalan
Pencahayan redup/kurang
Keterangan :
: Variabel yang diteliti.
: Variabel yang tidak diteliti.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel independent (Bebas)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Faktor Intrinsik Melihat dari
Kondisi Fisiologis Meliputi : Gangguan Keseimbangan, Kesulitan
Berjalan
2. Variabel dependent (Terikat)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Resiko Jatuh pada Lansia.
D. Definisi Operasional
1. Lansia adalah tahapan dimana seorang individu berada pada usia 60 tahun
atau lebih, yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari.
2. Gangguan keseimbangan adalah ketidakmampuan seseorang (lansia)
untuk dapat berada pada posisi yang seimbang saat berada pada posisi
duduk, bangkit dari posisi duduk, posisi berdiri ke duduk dan posisi
berputar yang diukur dengan test keseimbangan pada skala Berg.
yaitu pada pertanyaan nomor: 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9 dan 10
Kriteria objektif :
a. Tidak beresiko jika responden mendapat skor 23 - 32
b. Resiko jatuh jika responden mendapat skor < 23
3. Kesulitan berjalan adalah ketidakmampuan seseorang (lansia) dalam
melakukan fungsi berjalan yang meliputi kemampuan untuk memulai
melangkah, mengangkat kaki, melangkah dengan keseimbangan yang
diukur dengan menggunakan skala keseimbangan Berg. yaitu pada
pertanyaan nomor: 5, 8, 11, 12, 13 dan 14.
Kriteria objektif :
a. Tidak beresiko jika responden mendapat skor 18-24
b. Resiko jatuh jika responden mendapat skor < 18
4. Resiko jatuh adalah peningkatan kerentanan untuk jatuh pada lansia yang
dapat menyebabkan bahaya fisik. disebabkan oleh faktor intrinsik dan
ekstrinsik yang dengan kategori keseimbangan duduk, keseimbangan
berdiri, keseimbangan kemampuan bergerak atau berpindah dan
keseimbangan berotasi atau berputar. Dan diukur dengan menggunakan
skala keseimbangan Berg.
Kategori :
a. 0 - 20 = Harus memakai kursi roda (wheelchair bound).
b. 21-40 = Berjalan dengan bantuan.
c. 41-56 = Mandiri/Independent.
Kriteria objektif :
a. Tidak beresiko jatuh jika responden mendapat skor 41-56
b. Beresiko jatuh jika responden mendapat skor <40
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan desain survey deskriptif, dengan
tehnik pengambilan sampel yang dilakukan secara total sampling,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian ini di lakukan di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kota Kendari.
2. Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 09 Maret 2016 sampai tanggal
23 Juni 2016.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam
suatu penelitian (Suryono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
keseluruhan lansia yang berada di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kota Kendari sebanyak 93 orang.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan di teliti atau
sebagian dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2008).
Sampel dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti
Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari yang ditentukan dengan
tehknik Total Sampling artinya seluruh lansia menjadi sampel penelitian
yaitu sebanyak 84 orang. Namun yang menjadi responden penelitian
sebanyak 73 orang sebab pada saat pengambilan data di panti, sebanyak 11
orang lansia tidak berada di tempat atau di panti jompo
Kriteria inklusi yang ditetapkan peneliti dalam memilih sampel pada
penelitian ini adalah :
a. Lansia ≥ 60 tahun yang tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kota Kendari.
b. Bersedia menjadi responden untuk diwawancarai dan dilakukan
penilaian keseimbangan dengan menandatangani informed consent
yang diberikan.
c. Dapat berkomunikasi dengan baik menggunakan bahasa Indonesia.
d. Tidak memiliki masalah neuropsikologis yang berat sehingga
mengganggu proses wawancara.
e. Lansia yang tidak berada di Ruang perawatan khusus.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini melalui beberapa
tahap, di antaranya yaitu :
1. Menyelesaikan kelengkapan administrasi seperti surat izin penelitian
dari kampus.
2. Mendapatkan izin penelitian dari Kepala Panti Sosial Tresna Werdha
Minaula Kota Kendari.
3. Memberikan lembar persetujuan (informed consent) untuk
ditandatangani oleh calon responden apabila menjadi subjek penelitian.
4. Memberikan contoh model atau gerakan sesuai yang tertera pada
lembar observasi dan diulangi oleh responden
5. Memberikan kesempatan kepada responden untuk bertanya kepada
peneliti.
E. Instrumen Penelitian
Instrument merupakan alat ukur untuk mengumpulkan data, dan alat
ukur tersebut perlu dilihat dan diteliti agar memperkuat hasil penelitian
(Notoatmodjo, 2010). Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah
lembar observasi keseimbangan Berg atau Berg Balance Scale (BBS) yang
terdiri dari 14 item keseimbangan (Balance teks).
F. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
responden/lansia mengenai data tentang identitas dan resiko jatuh serta
gangguan keseimbangan menggunakan metode keseimbangan Berg.
2. Data sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari Panti Sosial Tresna
Werdha Minaula Kota Kendari, yaitu data jumlah pasien.
G. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan dua cara yaitu cara elektronik
menggunakan sistem komputerisasi menggunakan Exel dan cara manual.
Tehnik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perhitungan
komputerisasi.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tehnik pengolahan data
yang terdiri dari :
1. Editing
Editing adalah upaya pemeriksaan kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
2. Coding
Coding adalah pemberian kode-kode pada tiap-tiap data yang
termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat
dalam bentuk angka atau huruf yang memberikan petunjuk atau identitas
pada suatu informasi atau data yang dianalisis.
3. Entri data
Entri data adalah kegiatan memasukan data yang telah dikumpulkan
ke master table atau database computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana.
4. Tabulasi
Tabulasi data merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar
dengan mudah dapat di jumlah, disusun untuk di sajikan dan dianalisis.
H. Analisa Data
Dalam melakukan analisa data peneliti menggunakan ilmu statitis
yang disesuaikan dengan jenis penelitian dan menggunakan rumus distribusi
frekuensi. Dengan rumus sebagai berikut :
X = �
� x K
Keterangan :
X = jumlah presentase variabel yang diteliti
a = jumlah jawaban responden berdasarkan variabel yang diteliti
n = jumlah total petanyaan
K = konstan (100%) (Arikunto, 2006)
I. Penyajian Data
Penyajian data pada penelitian ini di sajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi dan presentase dan dinarasikan kemudian di lakukan
pembahasan yang selanjutnya didapatkan kesimpulan penelitian.
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
I. Hasil Penelitian
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Letak Geografis
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kecamatan Ranomeeto
didirikan pada tahun 1977/1980, yang bertujuan untuk mengatasi
permasalahan sosial di Sulawesi Tenggara khususnya permasalahan
lanjut usia terlantar.
Panti Tresna Werdha Minaula berlokasi ± 24 km dari Kota
Kendari, tepatnya di Desa Ranooha Kecamatan Ranomeeto Kabupaten
Konawe Selatan dengan luas area ± 3000 m2. Adapun batas wilayah
Panti Tresna Werdha Minaula adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan jalan poros Bandara Haluoleo.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan lahan perkebunan masyarakat.
c. Sebelah Barat berbatasan dengan perumahan masyarakat
d. Sebelah Timur berbatasan dengan perumahan masyarakat
2. Sarana dan Prasarana
Panti Minaula memiliki sarana fisik sebanyak 26 unit, yang terdiri
dari :
a. Wisma : 12 buah
b. Ruang Isolasi : 1 buah
c. Ruang Keterampilan : 1 buah
d. Poli Klinik : 1 buah
e. Kantor : 1 buah
f. Aula : 1 buah
g. Masjid : 1 buah
h. Rumah Jabatan : 1 buah
i. Rumah Petugas : 3 buah
j. Dapur Umum : 1 buah
3. Status
Panti Tresna Werdha Minaula diresmikan oleh Menteri Sosial RI
Bapak Soepardjo pada tanggal 7 Desember 1981. Pada awal beroperasi
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula menyantuni lansia
terlantar/jompo sebanyak 20 orang. Jumlah ini berkembang terus
sehingga pada tahun 1982/1983 mencapai 100 orang lansia/jompo.
Keadaan ini bertahan hingga tahun 2001 dan bertambah dari tahun ke
tahunnya.
4. Jenis Kegiatan Lansia
Jenis kegiatan yang dilakukan oleh lansia selama berda di panti
werdha minaula, antara lain : kegiatan bimbingan kerohanian ada hari
senin, bimbingan keterampilan (menganyam tikar, membuat
tudung/topi, membuat atap), berkebun, pelayanan kesehatan dan
kegiatan senam lansia yang dilaksanakan pada hari senin, rabu dan
jum’at.
5. Wisma Yang Diteliti
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Wisma Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.
No. Nama Wisma Frekuensi Persentase (%)
1. Damai 5 6,84
2. Bahagia 6 8,21
3. Bougenvile 2 2,80
4. Sentausa 7 9,60
5. Aman 5 6,84
6. Abadi 7 9,60
7. Makmur 8 10,95
8. Sejahtera 6 8,21
9. Segar 6 8,21
10. Flamboyan 5 6,84
11. Ramai 8 10,95
12. Adil 8 10,95
Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016
Tabel diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
frekuensi tertinggi pertama adalah lansia yang berada pada wisma
makmur berjumlah 8 orang (10,95%), wisma ramai berjumlah 8 orang
(10,95%) dan wisma adil berjumlah 8 orang (10,95%) dan frekuensi
terendah adalah lansia yang berada di wisma bougenvile berjumlah 2
orang (2,80%). Jumlah lansia yang didapatkan berdasarkan kondisi
jumlah lansia tiap wisma saat pengambilan data.
Penelitian yang penulis lakukan mengenai Identifikasi Resiko Jatuh
Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari yang
dilaksanakan pada tanggal 11-19 Juni 2016. Pada 73 orang responden,
dan didapatkan hasil sebagai berikut :
B. Karakteristik Responden
1. Umur
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Umur Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.
No Umur Frekuensi Persentase
(%)
1. 60 – 69 31 42,46
2. 70 – 79 27 37,00
3. 80 – 89 11 15,06
4. ≥ 90 4 5,48 Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016
Tabel diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
frekuensi tertinggi pertama adalah rentan usia 60-69 tahun sebanyak
31 orang (42,46%) dan kedua yaitu rentan usia 70-79 tahun sebanyak
27 orang (37,00%) serta frekuensi terendah adalah rentan usia 90
tahun atau lebih sebanyak 4 orang (5,48 %).
2. Jenis Kelamin
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Jenis Kelamin Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun 2016.
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
(%)
1. Perempuan 29 39,72
2. Laki-laki 44 60,28
Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016
Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
frekuensi tertinggi adalah Laki-laki sebanyak 44 orang (60,28 %) dan
frekuensi terendah adalah Perempuan sebanyak 29 orang (39,72 %).
C. Variabel Penelitian
1. Keseimbangan
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Keseimbangan Di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun
2016.
No Keseimbangan Frekuensi Persentase
(%)
1 Tidak beresiko 35 47,95
2 Resiko jatuh 38 52,05
Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016
Tabel 5.4 diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
frekuensi tertinggi adalah resiko jatuh sebanyak 38 orang (52,05%)
dan frekuensi terendah adalah tidak beresiko sebanyak 35 orang
(47,95 %).
2. Kesulitan Berjalan
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Kesulitan Berjalan
Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari
Tahun 2016.
No Kesulitan berjalan Frekuensi Persentase
(%)
1 Tidak beresiko 35 47,95
2 Resiko jatuh 38 52,05
Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016.
Tabel 5.5 diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
frekuensi tertinggi adalah resiko jatuh sebanyak 38 orang (52,05%)
dan frekuensi terendah adalah tidak beresiko sebanyak 35 orang
(47,95 %).
3. Resiko Jatuh
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Resiko Jatuh Di
Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari Tahun
2016.
No Resiko Jatuh Frekuensi Persentase(
%)
1 Tidak Beresiko 35 47,95
2 Resiko Jatuh 38 52,05
Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016.
Tabel 5.6 diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
frekuensi tertinggi adalah Resiko Jatuh sebanyak 38 orang (52,05%)
dan frekuensi terendah adalah Tidak Beresiko sebanyak 35 orang
(47,95 %).
d. Penggunaan Alat Bantu
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Lansia Berdasarkan Penggunaan Alat
Bantu Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota
Kendari Tahun 2016.
No Alat bantu Frekue
nsi
Persentas
e (%)
1 Kursi Roda 14 19,17
2 Tongkat 24 32,88
3 Mandiri 35 47,95
Total 73 100
Sumber : Data Primer Diolah Juni 2016.
Tabel 5.7 diatas menunjukan bahwa dari seluruh responden,
teridentifikasi bahwa frekuensi tertinggi lansia sesuai nilai yang
diperoleh berdasarkan skor Berg Scale adalah sebanyak 35 orang
(47,95) tidak memerlukan alat bantu atau mandiri dan sebanyak 24
orang (32,88) teridentifikasi bahwa dalam melakukan aktivitas
berpindah mereka harus menggunakan tongkat agar tidak jatuh dan
frekuensi terendah sebanyak 14 orang (19,17%) harus menggunakan
kursi roda dalam melakukan aktivitas berpindah.
II. PEMBAHASAN
A. Resiko Jatuh Pada Lansia Di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula
Kota Kendari Tahun 2016
Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa dari 73 responden,
frekuensi tertinggi adalah resiko jatuh sebanyak 38 orang (52,05%) dan
frekuensi terendah adalah tidak beresiko jatuh sebanyak 35 orang
(47,95%).
Berdasarkan hasil penelitian ini, tingginya frekuensi resiko jatuh
(52,05%) pada lansia disebabkan oleh faktor usia yang semakin menua
akan terjadi penurunan berbagai fungsi organ dan perubahan fisiologis.
Dari hasil penelitian sebagian besar lansia yang beresiko jatuh berada
pada rentan usia 70 tahun ke atas.
Berbagai perubahan fisiologis tubuh dialami oleh lansia
diantaranya seperti sistem kardiovaskuler, sistem respirasi, dan sistem
muskuluskeletal. Gangguan pada pembuluh darah dan penurunan curah
jantung sering dijumpai pada lansia. Ini dapat dihubungkan dengan
turunnya elastisitas kapiler pembuluh darah, penebalan pembuluh darah
serta gangguan pada otot jantung atau miokard. Ini dapat berkontribusi
pada penurunan curah jantung sehingga menyebabkan berkurangnya
pasokan atau jumlah darah ke seluruh organ, termasuk susunan saraf
pusat dan pada sistem muskuluskeletal sehingga lebih lanjut kondisi
tersebut dapat menyebabkan kondisi kelemahan pada lansia dan dapat
berpengaruh pada ketahanan, kekuatan, dan keseimbangan tubuh.
Asumsi peneliti diatas sejalan dengan teori perubahan fisiologis
tubuh pada lansia pada sistem kardiovaskuler katup jantung akan
menebal dan kaku kemampuan memompa darah menurun (menurunnya
kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh darah menurun, serta
meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer sehingga tekanan darah
meningkat (Maryam, 2011). Dan juga teori perubahan fisik pada sistem
kardiovaskuler menyatakan bahwa Massa jantung bertambah, vertikel
kiri mengalami hipertropi dan kemampuan peregangan jantung berkurang
karena perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan
klasifikasi Sa Node dan jaringan konduksi berubah menjadi jaringan ikat.
(Azizah, 2011).
Hasil penelitian diatas berdasarkan penilaian keseimbangan
menunjukan bahwa dari seluruh responden, frekuensi tertinggi adalah
resiko jatuh sebanyak 38 orang (52,05%) dan frekuensi terendah adalah
tidak beresiko sebanyak 35 orang (47,95 %).
Hasil penelitian diatas berdasarkan penilaian keseimbangan,
tingginya frekuensi resiko jatuh dapat disebabkan karena faktor
degeneratif. Sistem lain yang dapat terganggu adalah sistem
muskuluskeletal. Sistem ini terdiri dari tulang, otot, dan jaringan
penunjang lainnya. Sistem ini merupakan sistem yang salah satunya
berperan untuk membentuk rangka tubuh dan melakukan fungsi
pergerakan. Kondisi degenertif sendi seringkali dijumpai pada lansia,
manifestasinya dapat berupa nyeri sendi, bengkak dan kekakuan pada
sendi.
Osteoarthritis merupakan penyakit yang berhubungan dengan
rusaknya kartilago atau rawan sendi yang berfungsi sebagai bantalan dan
mencegah rusaknya saat sendi bergerak atau bertumpu. Gangguan pada
kertilago tersebut dapat dihubungkan dengan trauma setempat,
pergerakan berlebihan dari sendi tersebut dan kurangnya kadar air pada
kartilago. Berkurangnya jumlah cairan tersebut dapat dijumpai pada
lansia dan penyebabnya seringkali dihubungkan dengan gangguan
vaskuler setempat serta gangguan metabolik. Akibatnya terjadi
manifestasi nyeri pada sendi, utamanya sendi yang digunakan untuk
pergerakan.
Hasil penelitian diatas berdasarkan penilaian kesulitan berjalan
menunjukan bahwa dari seluruh responden, frekuensi tertinggi adalah
resiko jatuh sebanyak 38 orang (52,05%) dan frekuensi terendah adalah
tidak beresiko sebanyak 35 orang (47,95 %).
Hasil penelitian tersebut sejalan dengan keluhan-keluhan yang
dialami oleh lansia. Selain nyeri, keluhan lain adalah kekakuan dan
deformitas pada sendi tersebut. Ini akan menyebabkan kesulitan pada
lansia untuk bergerak, menopang tubuh, berdiri dan berjalan. Jika sendi
yang terserang adalah pada ekstremitas bawah. Selain itu refleks lansia
akan menurun dan pergerakan sendi yang dihasilkan tidak sempurna
rentan geraknya. Hal ini akan menyebabkan lansia beresiko untuk jatuh,
akibatnya akan menyebabkan trauma lebih lanjut pada tubuh dan
beresiko untuk terjadinya fraktur dan dislokasi akibat lanjutnya adalah
komplikasi masalah yang dihadapi oleh lansia lebih banyak.
Asumsi peneliti diatas sejalan dengan teori Perubahan-perubahan
berkenaan dengan proses penuaan normal yang memperbesar resiko
jatuh adalah perubahan postur, penurunan reaksi waktu, penurunan
kekuatan otot, kekuatan sendi, dan terbatasnya/menurunnya penglihatan
(Maryam, 2011).
Selain itu didukung juga dengan teori perubahan pada sistem
muskuluskeletal menyatakan bahwa perubahan muskuluskeletal yang
terjadi adalah penurunan massa otot, penurunan densitas tulang, yang
menyebabkan penurunan kemampuan mobilisasi, menyebabkan
gangguan gaya berjalan yang beresiko untuk terjadinya jatuh pada lansia
(Damayanti, 2012).
Perubahan sistem muskuloskeletal pada lansia antara lain adalah
Perubahan pada Jaringan penghubung (kolagen dan elastin). Kolagen
sebagai pendukung utama kulit, tendon, tulang, kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur,
Perubahan pada Kartilago yaitu jaringan kartilago pada persendian lunak
dan mengalami granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata,
kemudian kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan
degenerasi yang terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya
kartilago pada persendiaan menjadi rentan terhadap gesekan, Perubahan
pada Tulang yaitu berkurangnya kepadatan tulang setelah di observasi
adalah bagian dari penuaan fisiologi akan mengakibatkan osteoporosis
lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas dan fraktur dan Perubahan
pada Otot yaitu perubahan struktur otot pada penuaan sangat bervariasi,
penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek negatif
dan Sendi; pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon,
ligament dan fasia mengalami penuaan elastisitas (Azizah, 2011).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar lansia
sebanyak 38 orang (52,05%) beresiko untuk jatuh dan sebanyak 35 orang
(47,95%) tidak beresiko jatuh. Identifikasi tersebut berdasarkan pada
instrumen berg scale yang menilai keseimbangan dan kemampuan
bejalan. Instrumen tersebut menunjukkan bahwa resiko jatuh dapat
disebabkan oleh keterbatasan pergerakan sehingga membutuhkan alat
bantu gerak.
Pada instrumen tersebut menunjukan penggunaan alat bantu gerak
sesuai dengan kondisi seseorang yang dinilai berdasarkan skor yang
diperoleh dari hasil observasi atau kondisi fisik. Kategori hasil
pemeriksaan adalah tidak memerlukan alat bantu atau mandiri jika
memperoleh skor 41-56, harus menggunakan tongkat jika skor 21-40 dan
harus menggunakan kursi roda dengan skor 0-20. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa dari sebanyak 38 orang (52,05%) yang beresiko
jatuh. Sebanyak 24 orang (32,88%) yang diidentifikasi beresiko jatuh jika
tidak menggunakan tongkat dan sebanyak 14 orang (19,17%) yang
beresiko jatuh jika dalam melakukan aktifitas sehari-hari tidak
menggunakan kursi roda. Pemilihan atau kategori alat bantu gerak
tersebut berdasarkan pada kondisi fisik seseorang yang dinilai dari skor
skala berg.
Hal ini menunjukan bahwa pentingnya untuk mengurangi resiko
jatuh tersebut dengan memfasilitasi pergerakan lansia dengan
menggunakan alat bantu yang tepat.
Asumsi peneliti diatas sejalan dengan teori faktor yang
menyebabkan jatuh diantaranya Faktor ekstrinsik seperti lingkungan
sebagian besar selalu turut berperan terhadap jatuh. Beberapa contoh
lingkungan yang beresiko untuk terjadinya jatuh seperti tangga yang
tidak memiliki pegangan, alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang
sudah tua dibiarkan tergeletak, tempat tidur yang tinggi, lantai licin dan
kadang tidak rata, penerangan yang tidak baik, alat bantu gerak yang
tidak tepat, berat maupun cara penggunaannya (Darmojo,2019).
Hasil observasi penelitian selama pengambilan data di Panti Sosial
Tresna Werdha Minaula Kota Kendari menunjukkan bahwa seluruh
lansia yang memiliki skor 0-20 tidak difasilitasi menggunakan kursi roda
dalam melakukan aktifitasnya, demikian juga pada lansia yang
memperoleh skor 21-40 yang mana pada kondisi ini mereka harus
menggunakan tongkat untuk pergerakannya. Beberapa lansia yang
idealnya harus menggunakan kursi roda, hanya memakai tongkat untuk
menopang tubuhnya dan membantu dalam berjalan, namun tongkat yang
digunakan tidak memenuhi syarat dari kesehatan karena dimodifikasi
oleh lansia tersebut. Kondisi ini menyebabkan sangat rentangnya lansia
tersebut untuk jatuh.
Penggunaan alat bantu gerak mutlak dibutuhkan dan
penggunaannya disesuaikan dengan kondisi fisik lansia. Jika tidak
difasilitasi oleh alat bantu yang sesuai, maka lansia sangat rentan untuk
jatuh dampak dari jatuh tersebut akan membuat komplikasi masalah yang
lebih besar bagi lansia. Sehingga dengan mengetahui kerentanan jatuh
tersebut dapat di lakukan upaya untuk pencegahannya.
Asumsi peneliti diatas sejalan dengan teori faktor resiko jatuh yaitu
Faktor intrinsik meliputi fisiologis, yaitu gangguan keseimbangan,
kesulitan gaya berjalan, gangguan mobilitas fisik, kesulitan melihat dan
Vertigo saat menolehkan lehar dan Faktor ekstrinsik lingkungan fisik,
yaitu lantai licin, pencahayaan yang redup dan medan atau lantai yang
tidak rata, alat bantu gerak, yaitu protesis ekstremitas bawah, penggunaan
alat bantu misalnya walker atau tongkat dan penggunaan kursi roda dan
medikasi yaitu anti hipertensi, diuretik dan anti ansietas
(Heather,Herdman. 2010).
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilaian menunjukkan bahwa dari total 73 orang
lansia sebanyak 38 orang (52,05%) lansia yang beresiko jatuh, sebanyak 14
orang (19,17%) harus menggunakan kursi roda dalam melakukan aktifitas
sehari-harinya, sebanyak 24 orang (32,88%) harus menggunakan tongkat
dalam melakukan aktifitas sehari-harinya dan sebanyak 35 orang (47,95%)
tidak memerlukan bantuan atau mandiri dalam melakukan aktifitas sehari-
harinya.
Penelitian di Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari,
mengenai Identifikasi Resiko Jatuh Pada Lansia dapat disimpulkan sebagai
berikut
1. Resiko jatuh berdasarkan gangguan keseimbangan lansia didapatkan
hasil sebanyak 38 orang (52,05%) beresiko jatuh dan 35 orang
(47,95%) tidak beresiko jatuh atau mandiri
2. Resiko jatuh berdasarkan kesulitan berjalan lansia didapatkan hasil
sebanyak 38 orang (52,05%) beresiko jatuh dan 35 orang (47,95%)
tidak beresiko jatuh.
B. Saran
Merujuk pada hasil penelitian diatas dan kesimpulan dalam penelitian ini
maka dapat disarankan kepada :
1. Kepala Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari agar lebih
ditingkatkan kinerja petugas panti dalam melaksanakan intervensi
keperawatan pada lansia yang teridentifikasi beresiko jatuh. Agar dalam
pelaksanaan pencegahan jatuh kepada lansia benar-benar memberikan
alat bantu yang sesuai syarat kesehatan dan melihat dari pada kondisi
fisik lansia tesebut.
2. Masyarakat khususnya lansia agar lebih berhati-hati dalam penggunaan
alat bantu. Harus sesuai dengan syarat kesehatan dan kondisi fisik pada
lansia..
3. Profesi keperawatan, sangat diperlukan sebagai bentuk acuan dalam
penatalaksanaan pencegahan jatuh pada lansia yang teridentifikasi
beresiko jatuh.
4. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menganalisa dampak jika
penggunaan alat bantu tidak sesuai syarat kesehatan dan kondisi fisik
pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,S. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta
Data Panti Sosial Tresna Werdha Minaula Kota Kendari. 2016. Data Jumlah
lansia dan penyakit Lansia PSTW Minaula Kecamatan Ranomeeto Kabupaten Konawe Selatan 2016.
Fadila. 2013. Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Yogjakarta :Nuha Medika
(http// www.who lansia 2014-2015. Com). Fatimah. 2010. Merawat Manusia Lanjut Usia Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan Gerontik. Jakarta : TIM Herdman,T., Heather. 2010. Nanda International Diagnosis Keperawatan Definisi
dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC
Jaimel. 2007. Asuhan Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Kushariyadi. 2011. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta : Salemba Medika
Maryam, R.S. 2011. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Maryam. 2016.Lampiran Kuesioner : from : URL: Http://maryamspkom.wordpress.com/2012/09/16/instrumen-observasi-skala-keseimbangan-berg/instrumen-observasi-keseimbangan-berg/ . diakses pada tanggal 1 maret 2016
Notoatmodjo,S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Renika Cipta
Nugroho,Wahjudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Edisi 3. Jakarta : EGC
Stanley,Mickey. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Edisi 2. Jakarta : EGC
Suryono, 2010. Metodelogi PenelitianKesehatan Pemanfaat Bagi Peneliti Pemula. Yogyakarta : Mitra Cendi Kapres
Lampiran
LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN
IDENTIFIKASI RESIKO JATUH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL
TRESNA WERDHA MINAULA KOTA KENDARI
TAHUN 2016
A. Identitas Responden No. Urut : Hari/tanggal : Nama (inisial) : Umur : Jenis kelamin : Wisma :
B. Mengidentifikasi Resiko Jatuh Diukur dengan menggunakan skala keseimbangan Berg. Kriteria Objektif : a. 0 - 20 = Harus memakai Kursi roda (whelchair bound) b. 21 – 40 = Berjalan dengan bantuan c. 41 – 56 = Mandiri/Independent
Dibagi menjadi dua yaitu : 1) Mengidentifikasi gangguan keseimbangan/keseimbangan yaitu
menggunakan item pertanyaan nomor :
o Item keseimbangan
Skor (0-4) Nilai
4 3 2 1 0
. Duduk ke berdiri.
4 = dapat berdiri tanpa menggunakan tangan dan menstabilkan independent.
3 = mampu berdiri secara independent menggunakan tangan.
2 = mampu berdiri menggunakan tangan setelah mencoba.
1 = perlu bantuan minimal untuk berdiri atau menstabilkan.
0 = perlu asisten sedang atau maksimal untuk berdiri.
. Berdiri tanpa penunjang.
4 = dapat berdiri dengan aman selama 2 menit
3 = mampu berdiri 2 menit dengan pengawasan.
2 = dapat berdiri 30 detik yang tidak dibantu/ditunjang.
1 = membutuhkan beberapa waktu untuk mencoba berdiri 30 detik yang tidak dibantu.
0 = tidak dapat berdiri secara mandiri selama 30 detik.
. Duduk tanpa penunjang.
4 = bisa duduk dengan aman dan aman selama 2 menit.
3 = bisa duduk 2 menit dengan pengawasan
2 = mampu duduk selama 30 detik 1 = bisa duduk 10 detik
0 = tidak dapat duduk tanpa penunjang
. Berdiri ke duduk.
4 = duduk dengan aman dengan menggunakan minimal tangan
3 = mengontrol posisi turun dengan menggunakan tangan
2 = menggunakan punggung kaki terhadap kursi untuk mengontrol posisi turun
1 = duduk secara independent tetapi memiliki keturunan yang tidak terkendali
0 = kebetuhan membantu untuk duduk
. Berdiri dengan mata tertutup.
4 = dapat berdiri 10 detik dengan aman 3 = dapat berdiri 10 detik dengan pengawasan 2 = mampu berdiri 3 detik. 1 = tidak dapat menjaga mata tertutup 3
detik tapi tetap aman 0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh
. Berdiri dengan kaki rapat.
4 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara independent dan berdiri 1 menit aman
3 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara independent dan berdiri selama 1 menit dengan pengawasan
2 = mampu menempatkan kaki bersama-sama secara mandiri tetapi tidak dapat tahan selama 30 detik
1 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi tapi kaki mampu berdiri bersama-sama 15 detik.
0 = memerlukan bantuan untuk mencapai posisi dan tidak dapat tahan selama 15 detik.
. Mengambil barang dari lantai.
4 = dapat mengambil sendal aman dan mudah
3 = dapat mengambil sendal tetapi membutuhkan pengawasan
2 = tidak dapat mengambil tetapi mencapai 2-5 cm (1-2 inci) dari sendal dan menjaga keseimbangan secara bebas
1 = tidak dapat mengambil dan memerlukan pengawasan ketika mencoba 0 = tidak dapat mencoba/membantu
kebutuhan untuk menjaga dari kehilangan keseimbangan atau jatuh.
Menoleh ke belakang.
4 = tampak belakang dari ke dua sisi dan berat bergeser baik
3 = tampak belakang satu sisi saja, sisi lain menunjukan pergeseran berat badan kurang
2 = hanya menyamping tetapi tetap mempertahankan keseimbangan
1 = perlu pengawasan saat memutar 0 = perlu bantuan untuk menjaga dari
kehilangan keseimbangan atau jatuh
Kriteria Objektif :
a. Mampu pada posisi seimbang jika skala = 24-32 b. Tidak mampu pada posisi seimbang jika skala = <24
2) Mengidentifikasi kesulitan berjalan/kemampuan berjalan
Item
keseimbangan
Skor (0-4) Nilai
4 3 2 1 0
. Transfer. 4 = dapat mentrasfer aman dengan penggunaan ringan tangan
3 = dapat mentransfer kebetuhan yang pasti aman dari tangan
2 = dapat mentransfer dengan pengawasan 1 = membutuhkan 1 orang untuk membantu 0 = membutuhkan 2 orang untuk
membantu/mengawasi.
. Menjangkau ke depan dgn tangan
4 = dapat mencapai ke depan dengan percaya diri 25 cm (10 inci)
3 = dapat mencapai ke depan 12 cm (5inci) 2 = dapat mencapai ke depan 5 cm (2 inci) 1 = mencapai ke depan tetapi
membutuhkan pengawasan 0 = kehilangan keseimbangan ketika
mencoba/memerlukan dukungan eksternal
1 Berputar 360 drajad.
4 = mampu berputar 360 drajat dengan aman dalam 4 detik atau kurang
3 = mampu berputar 360 drajat dengan aman satu sisi hanya 4 detik atau kurang
2 = mampu berputar 360 drajat dengan aman tetapi perlahan-lahan
1 = membutuhkan pengawasan yang ketat atau dengan lisan
0 = membutuhkan bantuan saat memutar 2 Menempatk
an kaki bergantian di bangku.
4 = mampu berdiri secara independent dengan aman dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik
3 = mampu berdiri secara mandiri dan menyelesaikan 8 langkah dalam 20 detik
2 = dapat menyelesaikan 4 langkah tanpa bantuan dengan pengawasan
1 = dapat menyelesaikan >2 langkah perlu asisten minimal
0 = membutuhkan bantuan agar tidak jatuh atau tidak mampu untuk mencoba
3 Berdiri dengan satu kaki didepan
4 = mampu mengangkat kaki secara independent dan tahan >10 detik.
3 = mampu mengangkat kaki secara independent dann tahan 5-10 detik.
2 = mampu mengangkat kaki secara independent dan tahan >3 detik.
1 = mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3 detik tetapi tetap berdiri secara independent.
0 = tidak dapat mencoba kebutuhan membantu untuk mencegah jatuhnya.
4 Berdiri dengan satu kaki.
4 = mampu mengangkat kaki secara independent dan tahan >10 detik.
3 = mampu mengangkat kaki secara independent dann tahan 5-10 detik.
2 = mampu mengangkat kaki secara independent dan tahan >3 detik.
1 = mencoba untuk angkat kaki tidak bisa tahan 3 detik tetapi tetap berdiri secara independent.
0 = tidak dapat mencoba kebutuhan membantu untuk mencegah jatuhnya.
Kriteria Objektif :
a. Kemampuan berjalan baik jika skala = 18-24 b. Gangguan dalam berjalan jika skala = <18