IDENTIFIKASI PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS PAKERISAN...

15
Diselenggarakan oleh : LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI 29 – 30 AGUSTUS 2016 447 Unmas Denpasar IDENTIFIKASI PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS PAKERISAN BERBASIS PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK DAYA DUKUNG LAHAN BERKELANJUTAN Ade Supriatna 1) , Deden Ismail 2) 1) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan Konsentrasi : Pengelolaan Lingkungan Email : [email protected] 23) Program Pascasarjan Universitas Mahasaraswati Denpasar Email: [email protected] ABSTRAK Dewasa ini kondisi daerah aliran sungai telah menghadapi permasalahan kerusakan lingkungan yang semakin parah.Hal tersebut ditandai dengan semakin menurunkan produktivitas lahan, meningkatnya erosi, dan sedimentasi, banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau.Kondisi ini sangat berdampak nyata secara biofisik terhadap terjadinya lahan kritis.Salah satu indikator rusaknya fungsi konservasi lahan dan tata air suatu daerah aliran sungai adalah adanya lahan kritis. Penelitian ini dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu : Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas 7.240,06 hektar (79,63 %). Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Kabupaten Gianyar terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar, Gianyar seluas 2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar.Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat bahaya erosi dan tingkat kekritisan lahan di daerah aliran sungai DAS Pakerisan.Penentuan tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan penilaian terhadap parameter penentu lahan kritis, seperti penutupan dan produktivitas lahan, kemiringan lereng, erosi, dan pengelolaan lahan dengan metode skoring.Tingkat bahaya erosi dihitung dengan menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation(USLE). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan yaitu sangat ringan (SR) sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %), ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas 3.243,54 (35,68 %), sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24 %) dan berat (B) sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %).Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas 5.653,99 ha (62,19 %), potensial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas 1.486,23 ha (16,35 %). Untuk menghindari terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan, dan dalam upaya untuk tetap menjaga daya dukung lahan yang berkalanjutan maka upaya nyata dari para pihak terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan.Sehingga diharapkan dengan adanya upaya tersebut maka DAS Pakerisan dapat terjaga kelestarianya dan dapat dipertahankan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD). Kata kunci: daerah aliran sungai, tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi

Transcript of IDENTIFIKASI PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS PAKERISAN...

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

447 Unmas

Denpasar

IDENTIFIKASI PEMETAAN LAHAN KRITIS DAS PAKERISAN BERBASIS

PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK DAYA

DUKUNG LAHAN BERKELANJUTAN

Ade Supriatna1), Deden Ismail2)

1) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pengelolaan Lingkungan

Konsentrasi : Pengelolaan Lingkungan

Email : [email protected] 23) Program Pascasarjan Universitas Mahasaraswati Denpasar

Email: [email protected]

ABSTRAK

Dewasa ini kondisi daerah aliran sungai telah menghadapi permasalahan kerusakan

lingkungan yang semakin parah.Hal tersebut ditandai dengan semakin menurunkan

produktivitas lahan, meningkatnya erosi, dan sedimentasi, banjir pada musim hujan dan

kekeringan pada musim kemarau.Kondisi ini sangat berdampak nyata secara biofisik

terhadap terjadinya lahan kritis.Salah satu indikator rusaknya fungsi konservasi lahan dan tata

air suatu daerah aliran sungai adalah adanya lahan kritis. Penelitian ini dilaksanakan di

Daerah Aliran Sungai Pakerisan yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah

kabupaten yaitu : Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas

7.240,06 hektar (79,63 %). Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan

Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Kabupaten Gianyar terdiri

dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar, Gianyar seluas

2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar.Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui tingkat bahaya erosi dan tingkat kekritisan lahan di daerah aliran sungai DAS

Pakerisan.Penentuan tingkat kekritisan lahan dilakukan dengan penilaian terhadap parameter

penentu lahan kritis, seperti penutupan dan produktivitas lahan, kemiringan lereng, erosi, dan

pengelolaan lahan dengan metode skoring.Tingkat bahaya erosi dihitung dengan

menggunakan rumus Universal Soil Loss Equation(USLE). Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan yaitu sangat ringan (SR)

sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %), ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas 3.243,54

(35,68 %), sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24 %) dan berat (B)

sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %).Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran

Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas 5.653,99 ha (62,19 %), potensial kritis seluas

1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas 1.486,23 ha (16,35 %). Untuk menghindari

terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan, dan dalam upaya untuk

tetap menjaga daya dukung lahan yang berkalanjutan maka upaya nyata dari para pihak

terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat sangat diperlukan.Sehingga diharapkan

dengan adanya upaya tersebut maka DAS Pakerisan dapat terjaga kelestarianya dan dapat

dipertahankan sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD).

Kata kunci: daerah aliran sungai, tingkat kekritisan lahan, tingkat bahaya erosi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

448 Unmas

Denpasar

ABSTRACT

Today the conditions of the watershed has faced problems of increasingly severe

environmental damage. It is characterized by the decrease in land productivity, increased

erosion and sedimentation, flooding during the rainy season and drought in the dry season.

This condition is very real impact on the biophysical basis of critical land. One indicator of

damage to the function of land conservation and water management of a watershed is the

critical area. This research was conducted in Watershed Pakerisan which administratively

located in two regencies namely: Bangli area of 1851.83 ha (20.37%) and Gianyar area of

7240.06 ha (79.63%). Bangli regency consists of 2 (two) sub-districts Kintamani area of

561.00 hectares and Susut area of 1290.83 hectares. Gianyar regency consists of 3 (three)

sub-districts namely Blahbatuh area of 2493.46 hectares, Gianyar area of 2801.62 hectares

and Tampaksiring area of 1944.98 hectares. The purpose of this research is to determine the

level of erosion’sdanger and critical level of land in the watershed Pakerisan. Determination

of the critical level of land is done by evaluating the parameter determining critical areas,

such as the closure and land productivity, slope, erosion, and land management with the

scoring method. The level of erosion’s danger is calculated using the Universal Soil Loss

Equation (USLE). The results of this research will show that the level of the erosion’s danger

in the watershed Pakerisan is very light (SR) of 38 covering 4654.69 ha (51.19%), light (R)

as many as 44 units of land area of 3243.54 (35.68% ), medium (S) 15 units of land area of

1022.29 ha (11.24%) and weight (B) 3 units of land area of 171.97 ha (1.89%). Critical level

of land area in Watershed Pakerisan consists of a non-critical area of 5653.99 ha (62.19%),

potential critical area of 1951.67 ha (21.47%) and rather critical area of 1486.23 ha

(16.35%). To avoid the increasing of critical level of land in the watershed Pakerisan, and in

an effort to maintain the carrying capacity of land, so the real effort of stakeholders including

government, private, and community is needed. So it will be expected by the presence of

these efforts, the watershed Pakerisan can be maintained as a World Cultural Heritage area

(WBD.

Keywords : wateshed, critical lavel of land, the level of erosion’s danger

PENDAHULUAN

DAS Pakerisan merupakan salah satu kawasan yang telah ditetapkan oleh UNESCO

sebagai Warisan Budaya Dunia (WBD).DAS Pakerisan tersebut merupakan DAS lintas

kabupaten yaitu sebagian besar bagian hulu terletak di Kabupaten Bangli dan bagian hilir di

Kabupaten Gianyar.Terjadinya perubahan penggunaan lahan di bagian hulu dapat

mengancam keberadaan fungsi hidrologis di bagian hilir sehingga pengelolaan hulu menjadi

prioritas penanganan.

Untuk menjaga fungsi hidrologis tersebut maka diperlukan sistem pengelolaan yang

terpadu dan berkelanjutan, sehingga terjadinya lahan kritis dapat dihindari.Salah satu

indikator terjadinya lahan kritis adalah adanya erosi yang dapat mempengaruhi produktivitas

lahan yang biasanya terjadi di DAS bagian hulu yang pada umumnya memiliki kelerengan

yang curam, hal ini dapat memberikan dampak negatif pada DAS bagian hilir yaitu terjadinya

sedimentasi di muara sungai. Selain itu apabila tidak dilakukan pengelolaan yang terpadu dan

berkelanjutan maka akan mengancam kelestarian dari DAS Pakerisan, sehingga ketetapan

sebagai kawasan Warisan Budaya Dunia (WBD) dari UNESCO akan ditinjau ulang atau

bahkan dicabut.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

449 Unmas

Denpasar

Pemetaaan lahan kritis pada DAS Pakerisan diperlukan untuk memberikan tingkat

pengelolaan yang tepat sehingga tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang

ada.Pesatnya perkembangan teknologi dibidang remote sensing dengan dipadukan pada

Sistem Informasi Geografis sangat berguna dalam memberikan informasi spasial yang

diinginkan sehingga pemetaan dapat dilakukan dengan baik dan mempermudah prosesnya.

Dengan kemudahan dan kelebihan yang diberikan oleh kombinasai Sistem Informasi

Geografis yang di tunjang perkembangan teknologi yang muktahir dibidang remote

sensingakan membantu pemetaan lahan kritis yang ada di DAS Pakerisan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat bahaya erosi, dan tingkat kekritisan

lahan pada tiap fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian inidilakukan di DAS Pakerisan.Waktu penelitian adalah Bulan September -

Desember 2015.

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan diantaranya GPS, kamera digital, alat tulis, dan seperangkat

komputer yang dilengkapi software ArcGIS versi 10.1.Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini yaitu; data curah hujan 10 tahun terahir 2005-2014 di wilayah penelitian, Peta-

peta Tematik pada lokasi penelitian yang berhubungan dengan tujuan penelitian seperti: Peta

Erodibilitas Tanah dan Kedalaman Tanah, Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Kelerengan Lahan,

Peta Bentuk Lahan, Peta Fungsi Kawasan,dan Peta Penutupan Lahan.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini diawali melakukan interpretasi citra landsat (landsat 8),

kemudian dilanjutkan dengan membuat Peta Unit Lahan DAS Pakerisan. Pembuatan peta unit

lahan didasarkan atas peta kelerengan, peta geomorfologi (bentuk lahan), peta penutupan

lahan DAS Pakerisan serta peta administrasi. Survey lapangan dilakukan untuk memperoleh

data primer di lokasi penelitian seperti data penutupan vegetasi dan pengolahan lahan.

Analisis Data

Analisis data dilakukan pada masing-masing fungsi kawasan di wilayah DAS

Pakerisan. Pada dasarnya analisis yang dilakukan adalah tumpang susun (overlay) dari

parameter penentu tingkat kekritisan lahan. Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan

Lahansebagamana gambar 1.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

450 Unmas

Denpasar

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013

Gambar 1.Diagram Alir Penentuan Tingkat Kekritisan Lahan

Dari diagram di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kekritisan lahan merupakan skor

total dari perkalian skor dengan bobot dari masing-masing parameter. Skor dan bobot dari

masing-masing fungsi kawasan sebagai berikut.

1. Kawasan hutan lindung

Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada

kawasan hutan lindung sebagaimana tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Hutan Lindung

No Kriteria

(% bobot)

Kelas Besaran/Diskri

psi

Skor Keterangan

1 Penutupan lahan

(50)

1. Sangat baik

2. Baik

3. Sedang

4. Buruk

5. Sangat Buruk

>80%

61-80 %

41-60 %

21-40 %

<20 %

5

4

3

2

1

Dinilai berdasarkan

prosentase

penutupan tajuk

pohon

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

451 Unmas

Denpasar

2 Lereng

(20)

1. Datar

2. Landai

3. Agak Curam

4. Curam

5. Sangat Curam

<8 %

8 -15 %

16-25 %

26-40 %

>40 %

5

4

3

2

1

3 Erosi

(20)

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Sangat Berat

0 dan I

II

III

IV

5

4

3

2

Dihitung

dengan

menggunak

an rumusUSLE

4 Manajemen

(10)

1. Baik

2. Sedang

3. Buruk

Lengkap *)

Tidak lengkap

Tidak ada

5

3

1

*) Tata batas

kawasan ada

- Pengamanan

pengawasan ada

- Penyuluhan

dilaksanakan

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013

2. Kawasan budidaya pertanian

Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada

kawasan budidaya pertanian sebagaimana tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Budidaya Pertanian

No Kriteria

(% bobot)

Kelas Besaran/Diskri

psi

Skor Keterangan

1 Produktivitas

*)

(30)

1. Sangat baik

2. Baik

3. Sedang

4. Buruk

5. Sangat Buruk

>80%

61-80 %

41-60 %

21-40 %

<20 %

5

4

3

2

1

*) berdasarkan ratio

terhadap produksi

komoditi umum

optimal pada

pengelolaan

tradisional

2 Lereng

(20)

1. Datar

2. Landai

3. Agak Curam

4. Curam

5. Sangat Curam

<8 %

8 -15 %

16-25 %

26-40 %

>40 %

5

4

3

2

1

3 Erosi

(20)

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Sangat Berat

0 dan I

II

III

IV

5

4

3

2

Dihitung

dengan

menggunak

an rumusUSLE

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

452 Unmas

Denpasar

4 Manajemen

(30)

1. Baik

2. Sedang

3. Buruk

5

3

1

Penerapan teknologi

konservasi tanah

lengkap dan sesuai

petunjuk teknis

Tidak lengkap atau

tidak terpelihara

Tidak ada

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013

3. Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan

Skor dan bobot dari masing-masing parameter penentuk tingkat kekritisan lahan pada

kawasan Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan sebagaimana tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kriteria Lahan Kritis Kawasan Lindung Diluar Kawasan Hutan

No Kriteri

a

(%

bobot)

Kelas Besaran/Diskripsi Skor Keterangan

1 Veget

asi

Perma

nen

(50)

1. Sangat baik

2. Baik

3. Sedang

4. Buruk

5. Sangat Buruk

>40%

31-40 %

21-30 %

10-20 %

<10 %

5

4

3

2

1

2 Lereng

(20)

1. Datar

2. Landai

3. Agak Curam

4. Curam

5. Sangat Curam

<8 %

8 -15 %

16-25 %

26-40 %

>40 %

5

4

3

2

1

3 Erosi

(20)

1. Ringan

2. Sedang

3. Berat

4. Sangat Berat

0 dan I

II

III

IV

5

4

3

2

Dihitung

dengan

menggunak

an rumusUSLE

4 Manaje

men

(30)

1. Baik

2. Sedang

3. Buruk

5

3

1

Penerapan

teknologi

konservasi tanah

lengkap dan

sesuai petunjuk

teknis

Tidak lengkap

atau tidak

terpelihara

Tidak ada

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

453 Unmas

Denpasar

Hasil penjumlahan skor selanjutnya diklasifikasikan untuk menentukan tingkatlahan

kritis. Klasifikasi tingkat lahan kritis berdasarkan jumlah skorparameter lahan kritis seperti

ditunjukkan pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Klasifikasi Tingkat Kekritisan Lahan Berdasarkan Total Skor

Total Skor Pada: Tingkat Kekritisan

Lahan Kawasan Hutan

Lindung

Kawasan Budidaya

Pertanian

Kawasan Lindung

di Luar Kawasan

Hutan

120 - 180 115 - 200 110 - 200 Sangat Kritis

181 - 270 201 - 275 201 - 275 Kritis

271 - 360 276 - 350 276 - 350 Agak Kritis

361 - 450 351 - 425 351 - 425 Potensial Kritis

451 - 500 426 - 500 426 - 500 Tidak Kritis

Sumber : Kementerian Kehutanan, 2013

Berdasarkan uraian parameter di atas, parameter yang terlebih dahulu harus dilakukan

analisis adalah tingkat bahaya erosi (TBE).Untuk memprediksi erosi menggunakan

persamaan sesuai dengan rumus Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan

oleh Wischmeier dan Smith (1978), dengan persamaan sebagai berikut :

dimana :

A = Jumlah tanah yang hilang (ton

hektar-1 tahun-1)

R = Indeks erosivitas hujan

K = Indeks erodibilitas tanah

LS = Indeks panjang dan kemiringan

lereng

C = Indeks pengelolaan tanaman

P = Indeks upaya konservasi tanah

Kelas dan Tingkat bahaya erosi (TBE) dihitung mengacu pada Keputusan Direktur

Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan Departeman Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998

tanggal 21 April 1998 dengan membandingkan tingkat erosi di suatu lahan (land unit) dengan

kedalaman tanah efektif pada satuan lahan tersebut.Kelas dan tingkat bahaya erosi didapatkan

dengan menggunakan matrik sederhana sebagaimana disajikan pada tabel 2.5.

Tabel 2.5. Kombinasi Solum Tanah dan Erosi Dalam Penentuan TBE

Kedalaman tanah (cm)

Kelas erosi

I II III IV V

Erosi (ton ha-1 tahun-1)

<15 15-60 60-180 180-480 >480

Dalam SR R S B SB

>90 0 I II III IV

Sedang R S B SB SB

60 – 90 I II III IV IV

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

454 Unmas

Denpasar

Dangkal S B SB SB SB

30 – 60 II III IV IV IV

Sangat dangkal B SB SB SB SB

<30 III IV IV IV IV

Sumber : Departemen Kehutanan, 1998

Keterangan : 0-SR : Sangat Ringan, I-R : Ringan, II-S : Sedang, III-B : Berat, IV-SB :

Sangat Berat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Biofisik DAS Pakerisan

1. Letak Adminstrasi dan Luas

Secara geografis DAS Pakerisan terletak diantara 8°16'46,579" - 8°36'50,012" LS dan

115°17'50,051" - 115°21'53,445" BT. Secara administratif wilayah DAS Pakerisan teletak di

wilayah Kabupaten Bangli dan Gianyar dengan luas 9.091,89 Ha.Sebaran wilayah

administrasi DAS Pakerisan secara lengkap disajikan ada Tabel 3.1 dan Peta Administrasi

DAS Pakerisan sebagaimana gambar 2.

Gambar 2. Peta Administrasi DAS Pakerisan

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

455 Unmas

Denpasar

Tabel 3.1. Pembagian Wilayah Administrasi DAS Pakerisan No. Kabupaten Kecamatan Desa Luas

1 Bangli Kintamani Batur Tengah 74,81

Bayunggede 104,17

Sekardadi 382,02

561,00

Susut Penglumbaran 391,91

Sulahan 284,85

Susut 157,45

Tiga 456,62

1.290,83

1.851,83

2 Gianyar Blahbatuh Bedulu 57,45

Belega 262,19

Blahbatuh 164,48

Bona 220,77

Buruan 128,53

Keramas 424,67

Medahan 428,29

Pering 651,23

Saba 155,85

2.493,46

Gianyar Abianbase 211,23

Bakbakan 310,02

Beng 80,65

Bitera 395,17

Gianyar 229,02

Lebih 128,81

Petak 225,38

Petak Kaja 165,73

Samplangan 36,84

Serongga 245,23

Siangan 438,80

Sumita 80,28

Suwat 254,46

2.801,62

Tampaksiring Manukaya 1.033,16

Pejeng Kangin 311,87

Pejeng Kelod 186,05

Tampaksiring 413,90

1.944,98

7.240,06

9.091,89

Jumlah Kabupaten

Jumlah Total

Jumlah Kecamatan

Jumlah Kecamatan

Jumlah Kabupaten

Jumlah Kecamatan

Jumlah Kecamatan

Jumlah Kecamatan

Sumber : Hasil analisis Peta Administrasi, 2015

Berdasarkan tabel 3.1 diketahui bahwa DAS Pakerisan memiliki luas total seluas

9.091,89 hektar yang secara administrasi terletak di 2 (dua) wilayah kabupaten yaitu :

Kabupaten Bangli seluas 1.851,83 hektar (20,37 %) dan Gianyar seluas 7.240,06 hektar

(79,63 %). Untuk Kabupaten Bangli terdiri dari 2 (dua) kecamatan yaitu Kecamatan

Kintamani seluas 561,00 hektar dan Susut seluas 1.290,83 hektar. Sedangkan di Kabupaten

Gianyar terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Blahbatuh seluas 2.493,46 hektar,

Gianyar seluas 2.801,62 hektar dan Tampaksiring seluas 1.944,98 hektar.

2. Curah Hujan

Terdapat 3 Stasiun Penakar Curah Hujan di wilayah DAS Pakerisan, yaitu : BPP

Kintamani, BPP Kintamani dan Kantor Dinas P3 Kabupaten Gianyar. Curah hujan rata-rata

tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada BPP Kecamatan Kintamani

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

456 Unmas

Denpasar

sebesar 2.003 mm tahun-1 dengan 89 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan

Agustus sebesar 3 mm bulan-1 dengan 1 hari hujan dan tertinggi pada bulan Januari sebesar

341 mm bulan-1 dengan 14 hari hujan.

Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada

BPP Kecamatan Tampaksiring sebesar 2.644 mm tahun-1 dengan 123 hari hujan. Curah hujan

terendah terjadi pada bulan Juni sebesar 107 mm bulan-1 dengan 9 hari hujan dan tertinggi

terjadi pada bulan Desember sebesar 322 mm bulan-1 dengan 14 hari hujan.

Curah hujan rata-rata tahunan selama 10 tahun dari Stasiun pengamat curah hujan pada

Dinas Pertanian, Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Gianyar sebesar 2.132 mm tahun-1

dengan 103 hari hujan. Curah hujan terendah terjadi pada bulan September sebesar 66 mm

bulan-1 dengan 4 hari hujan dan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 283 mm bulan-

1 dengan 14 hari hujan.

3. Penutupan Lahan

Berdasarkan hasil interpretasi citra landsat 8 dan hasil survey/pengamatan lapangan,

penutupan lahan di DAS Pakerisan terdiri dari atas vegetasi tetap rapat/hutan seluas 32,58 ha

(0,36%), kebun campuran rapat seluas 334,94 ha (3.68%), kebun campuran sedang seluas

2.845,25 ha (31,29%), kebun campuran jarang seluas 225,13 (2,48%), sawah seluas

4.592,00(50,51%) dan permukiman seluas 1.061,99 (11,68%) dari total DAS.

4. Topografi

Kemiringan lereng suatu wilayah dibedakan atas 5 (lima) kelas lereng, yaitu: kelas

lereng I / datar (0 - 8 %), kelas II / landai (8 - 15 %), kelas lereng III agak curam atau

bergelombang (15 - 25 %), kelas lereng IV / curam atau berbukit (25 - 40 %) ) dan kelas

lereng V / sangat curam atau bergunung ( > 40 %).

Kemiringan lahan pada DAS Pekerisan secara berurutan adalah datar seluas 7.953,23

hektar (87,48 %), landai seluas 966,69 (10,63 %) dan agak curam seluas 171,97 hektar (1,89

%).

5. Bentuk Lahan

Bentuk lahan merupakan bentang permukan lahan yang mempunyai relief yang khas

sebagai akibat atau pengaruh yang kuat dari struktur kulit bumi dan akibat dari proses alam

yang bekerja pada batuan di dalam ruang dan waktu tertentu. Berdasarkan asal-usulnya

bentuk lahan yang dapat dijumpai pada DAS Pakerisan antara lain bentuk lahan asal proses

vulkanik seluas 7.026,1 hektar (77,28 %) dan fluvial seluas 2.065,79 hektar (22,72 %).

Satuan Unit Lahan

Satuan unit lahan DAS Pakerisan merupakan hasil tumpang susun atau overlay peta

penutupan lahan, peta kemiringan lereng, peta bentuk lahan. Kemudian peta unit lahan yang

dihasilkan ditumpangsusunkan dengan peta arahan fungsi kawasan untuk mengetahui arahan

fungsi kawasan dari satuan unit lahan dan peta administrasi untuk mengetahui posisi atau

letak administrasi dari satuan unit lahan tersebut.

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

457 Unmas

Denpasar

Satuan unit lahanmerupakan cerminan adanya pengaruh sifat batuan, relief dan lereng,

serta penutupan lahan pada suatu wilayah di DAS Pakerisan. Hasil tumpangsusun atau

overlay dari peta-peta tersebut pada DAS Pakerisan diperoleh sebanyak 100 satuan unit

lahan.

Kelas dan Tingkat Bahaya Erosi

Hasil analisis terhadap prediksi erosi di wilayah DAS Pakerisan, menunjukan erosi

yang terjadi di DAS Pakerisan sebesar 276.685,26 ton tahun-1 atau 4.119,45 ton hektar-1

tahun-1. Besarnya nilai erosi yang terjadi selanjutnya digunakan untuk menentukan kelas erosi

dan tingkat bahaya erosi di wilayah DAS Pakerisan.Kelas erosi yang terjadi di DAS

Pakerisan bervariasi dari kelas I sampai dengan kelas IV. Luas per masing-masing kelas erosi

dari tingkat I sampai dengan kelas IV secara berurut adalah kelas I seluas 4.654,09 hektar

atau 51,19 %, erosi kelas II seluas 3.243,54 hektar atau 35,68 %, erosi kelas III seluas

1.022,29 hektar atau 11,24 % dan erosi kelas IV seluas 171,97 hektar atau 1,89 %.

Tingkat bahaya erosi (TBE) diperoleh dengan membandingkan besarnya erosi yang

terjadi (erosi aktual) dengan kedalaman efektif tanah pada satuan unit lahan di wilayah

bersangkutan.Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) pada DAS Pakerisanbervariasi dari

tingkat sangat ringan sampai dengan tingkat berat dan tidak terdapat lahan yang memiliki

tingkat bahaya erosi (TBE) sangat berat.Tingkat bahaya erosi(TBE) pada DAS

Pakerisansecara berturut disajikan sebagai berikut: tingkat sangat ringan (SR) seluas 4.654,09

hektar atau 51,19 %, ringan (R) seluas 3.243,54 hektar atau 35,68 %, sedang (S) seluas

1.022,29 hektar atau 11,24 % dan berat (B) seluas 171,97 hektar atau 1,89 %.

Mengacu pada peta kedalaman tanah, wilayah DAS Pakerisanhanya memiliki kedalam

tanah > 90 cm. Dengan menggunakan Kriteria yang digunakan oleh Thomson (1957) dalam

Arsyad (2010) maka secara teoritis erosi yang diperbolehkan (Edp) untuk tanah dengan

kedalaman > 90 cm dengan lapisan bawah berpermeabilitas tinggi di atas substrata yang telah

melapuk adalah sebesar 2,5 mm tahun-1 atau 30 ton hektar-1tahun-1.

Besarnya erosi aktual yang terjadi pada DAS Pakerisan secara umum telah melebihi

batas erosi yang ditoleransi. Ha ini memberikan pesan bahwa penutupan vegetasi, pola tanam

dan tindakan konsevasi tanah yang ada di wilayah tersebut belum mampu untuk mencegah

atau menekan terjadinya erosi sampai pada tingkat yang tidak membahayakan. Hal

tersebutjika dibiarkan akanberdampak buruk terhadap lahan DAS Pakerisan yang dapat

mengakibatkan timbulnya lahan tidak produktif atau lahan kritis dimana erosi sebagai salah

satu indikatornya.Atas kondisi tersebut diperlukan upaya penyelamatan lahan DAS

Pakerisan.

Tingkat Kekritisan Lahan

1. Kawasan Hutan Lindung

Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan

Sosial Nomor : P.4/V-SET/2013 tanggal 26 Juli 2013 tentang Penyusunan Data Spasial

Lahan Kritis sebagaimana tabel 3.13. Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di

wilayah DAS Pakerisan dan hasil tumpang susun diperoleh unit lahan yang berfungsi sebagai

kawasan hutan lindung sebanyak 1 unit dengan luas 32,58 ha. Dari hasil analisis klasifikasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

458 Unmas

Denpasar

tingkat kekritisan lahan pada unit lahan tersebut diperoleh hasil berupa unit lahan tersebut

adalah potensial kritis dengan nilai total skor 430.

2. Kawasan Lindung Di Luar Kawasan Hutan

Kawasan lindung di luar kawasan hutan merupakan kawasan dengan kondisi curah

hujan yang tinggi, tanah yang mudah tererosi dan topografi yang curam. Di wilayah DAS

Pakerisan kawasan lindung di luar kawasan hutan berada di bagian hulu dan tengah DAS

Pakerisan, ini dapat dipahami dikarenakan wilayah hulu dan tengan dari DAS Pakerisan

merupakan wilayah dengan intensitas hujan yang tinggi dan topografi yang curam.

Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS Pakerisan, kawasan lindung

di luar kawasan hutan di wilayah DAS Pakerisan seluas 795,78 hektar.

Hasil analisis tingkat kekritisan lahan pada kawasan lindung di luar kawasan hutan di

wilayah DAS Pakerisan adalah tidak terdapat kriteria tingkat kekritisan lahan sangat kritis,

kritis dan tidak kritis. Kriteria tingkat kekritisan lahan agak kritis seluas 488,55 hektar atau

61,39 % dan potensial kritis seluas 307,23 hektar atau 38,61 %.

3. Kawasan Budidaya Pertannian

Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkandengan fungsi utama untuk

dibudidayakan atasdasar kondisi dan potensi sumber daya alam,sumber daya manusia, dan

sumber daya buatan.Berdasarkan arahan klasifikasi fungsi kawasan di wilayah DAS

Pakerisan kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebanyak 87 unit lahan

seluas 8.263, 53 ha.

Berdasarkan hasil analisis klasifikasi tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya

pertanian di wilayah DAS Pakaerisan adalah tidak terdapat kriteria tingkat kekritisan lahan

sangat kritis dan kritis.Secara beurutan tingkat kekritisan lahan pada kawasan budidaya

pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebagai berikut : tidak kritis seluas 5.653, 99 hektar

atau68,42 %, potensial kritis 1.611, 86 hektar atau 19,51 % dan agak kritis seluas 997,68

hektar atau 12,07 %.

Secara keseluruhan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan adalah tidak kritis seluas

5.653,99 ha (62,19 %), potensiial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas

1.486,23 ha (16,35 %).

Upaya Penanganan Lahan Kritis

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa meskipun yang dominan merupakan lahan yang

tidak kritis yaitu seluas 5.653,99 hektar atau 68,42 %, tetapi juga terdapat lahan potensial

kritis seluas 1.951,67 hektar atau 19,51 % dan lahan agak kritis seluas 1.486,23 hektar atau

12,07 %.

Lahan potensial kritis merupakan lahan yang belum termasuk kritis berada setingkat

dibawah ambang batas kekritisan lahan. Lahan tersebut akan menjadi kritis apabila salah satu

atau semua faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya lahan kritis meningkat kearah yang

lebih buruk.

Untuk menjaga agar tidak terjadi pergeseran atau perubahan status lahan potensial kritis

menjadi lahan agak kritis, maka perlu segera ditangani.Upaya penanganan lahan agak kritis

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

459 Unmas

Denpasar

dan potensial kritis di DAS Pakerisan, dilakukan dengan melihat semua faktor yang

menyebabkan terjadinya lahan kritis tersebut.

Upaya tersebut dapat dilakukan dilakukan dengan menerapkan alternatif tindakan

konservasi tanah dan air pada wilayah DAS Pakerisan sebagai upaya untuk menekan atau

mengendalikan erosi.Pengendaliaan laju erosi sehingga sama atau lebih kecil dari erosi yang

diperbolehkan diperlukan arahan penggunaan lahan berupa pemilihan tanaman/pola tanam

(faktor C) dan tindakan konservasi tanah (faktor P) yang mempunyai nilai sama atau lebih

kecil dari nilai C dan P maksimum. Hal ini dilakukan mengingat faktor-faktor lain, yaitu R

(erosivitas hujan), K (erodibilitas tanah), LS (faktor lereng) sulit dirubah.

Upaya pengelolaan sumber daya lahan dengan menerapkan alternatif penerapan teknik

konservasi tanah dan air dilakukan dengan cara menambah vegetasi penutupan lahan dan

memperbaiki praktek pengelolaan lahan di masing-masing unit lahan. Upayapenerapan

tindakan koservasi tanah dan air tidak hanya menekan laju erosi yang terjadi tetapi mampu

mengurangi tingkat bahaya erosi yang terjadi di DAS Pakerisan. Besarnya laju erosi yang

berhasil ditekan sebesar 3.603,07 ton hektar-1tahun-1 (87,46%) dari erosi yang terjadi sebesar

4.119,45 ton hektar-1 tahun-1menjadi 516,38 ton hektar-1 tahun-1. Dengan adanya penekanan

erosi tersebut maka lahan agak kritis seluas 1.486,23 hektar atau 12,07 % dapat berubah

menjadi lahan potensial kritis dan lahan protensial kritis seluas 1.951,67 hektar atau 19,51 %

dapat berubah menjadi lahan tidak kritis.

SIMPULAN, SARAN DAN IMPLIKASI

Simpulan

1. Tingkat bahaya erosi yang terjadi pada DAS Pakerisan tingkat sangat ringan (SR)

sebanyak 38 seluas 4.654,69 ha (51,19 %) tingkat ringan (R) sebanyak 44 unit lahan seluas

3.243,54 (35,68 %), tingkat sedang (S) sebanyak 15 unit lahan seluas 1.022,29 ha (11,24

%) dan tingkat berat (B) sebanyak 3 unit lahan seluas 171,97 ha (1,89 %).

2. Tingkat kekritisan lahan di Daerah Aliran Sungai Pakerisan terdiri dari tidak kritis seluas

5.653,99 ha (62,19 %), potensiial kritis seluas 1.951,67 ha (21,47 %) dan agak kritis seluas

1.486,23 ha (16,35 %).

3. Kawasan hutan lindung seluas 32,58 ha seluruhnya merupakan potensial kritis.

4. Kawasan lindung di luar kawasan hutan seluas 795,78 ha,terdiri dari agak kritis seluas

488,55 ha (61,39 %)dan potensial kritis seluas 307,23 ha (38,61 %)

5. Kawasan budidaya pertanian di wilayah DAS Pakerisan sebanyak 87 unit lahan seluas

8.263, 53 ha terdiri dariagak kritis seluas 997,68 ha (12,07 %), potensial kritis seluas

1.611, 86 ha (19,51 %)dan tidak kritis seluas 55.653, 99 ha (68,42 %).

Saran

Berdasarkan simpulan dan kondisi tersebut diatas, maka guna perbaikan dan menjaga

agar kondisi DAS Pakerisan tetap terjaga dengan baik, disarankan beberapa hal sebagai

berikut:

1. Pada lahan dengan tingkat bahaya erosi berat sampai sangat berat perlu dilakukan

perubahan pengelolaan tanaman (faktor C) dan pengelolaan lahan (faktor P) untuk

mengurangi laju erosi yang terjadi. Upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui konservasi

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

460 Unmas

Denpasar

tanah dengan metode vegetatif dan mekanik, hal ini disebabkan karena variabel lain yaitu

indeks erosivitas hujan, erodibilitas tanah, dan kemiringan lereng merupakan parameter

yang relatif sulit diubah.

2. Untuk menghindari terjadinya peningkatan tingkat kekritisan lahan di DAS Pakerisan,

pihak terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat diharapkan segera melaksanakan

upaya penanganan lahan kritis tersebut.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Kepala Balai Pengelolaan DAS Unda Anyar beserta

staf atas bantuannya, demikian juga kepada Tim Pascasarjana Hibah Pascasarjana Unmas

atas bimbingannya dan sarannya sehingga penelitian ini dapat berlangsung dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Adnyana, I.W.S. 2000.Prediksi Erosi dan Perencanaan Konservasi Tanah dan Air.Jurusan

Tanah. Denpasar: Universitas Udayana.

Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah & Air.Edisi Kedua. Bogor : IPB Press.

Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Edisi kelima.Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press.

Balai Pengelolaan DAS unda Anyar, 2013.Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan

Daerah Aliran Sungai (RTk-RHL DAS) Wilayah Kerja BPDAS Unda Anyar.

Denpasar: Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Unda Anyar.

Departemen Kehutanan. 1998. Keputusan Direktur Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan

Departemen Kehutanan Nomor: 041/Kpts/V/1998 tentang PedomanPenyusunan

Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran

Sungai. Jakarta: Departemen Kehutanan RI.

Departemen Kehutanan. 2001. Keputusan Menteri Kehutanan No:52/Kpts-II/2001 tentang

Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jakarta: Departemen

Kehutanan RI.

Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan RI No:P. 39/Menhut-II/2009

tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu.

Jakarta: Departemen Kehutanan RI.

Departemen Pertanian. 1980. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 837/Kpts/Um/11/1980

tentang Kriteria dan Tata Cara penetapan Hutan Lindung. (cited 2013 Des.20).

Available from: http://www.docstoc.com

/docs/20556251

Departemen Pertanian. 1981. Keputusan Menteri Pertanian No 683/Kpts/Um/8/1981 tentang

Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Produksi. (cited 2013 Des.20).

Available from: http://www.docstoc.com

/docs/2055625

Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan

Perairan. Yogyakarta: Kanisius.

Effendi, E. 2007.Kajian Model Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu. (cited

2013 Des.3). Published by Andi Prasetyo.

Available from: http://www.scribd.com

/doc/52831935

Hardjowigeno, S. (1995). Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta

http://lutfiardiansyahsaputra.wordpress.com/2013/04/03/bentuk-lahan-asal-

denudasional. (cited 2014 Januari.17).

Diselenggarakan oleh :

LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR

JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI

29 – 30 AGUSTUS 2016

461 Unmas

Denpasar

Kartasapoetra, G. A. G. 1985. Teknologi Konservasi Tanah dan Air.Jakarta : Rineka Cipta.

Karsun, 2014.“Arahan Penggunaan Lahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Telaga Waja

Provinsi Bali” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.

Kementerian Kehutanan. 2013. Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan

Perhutanan Sosial Kementerian Kehutanan Nomor: P.3V-SET/2013 tanggal 26 Juli

2013 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Data Spasial Lahan Kritis. Jakarta:

Direktorat Jenderal Bina Pengelolaan DAS dan Perhutanan Sosial, Kementerian

Kehutanan RI.

Mahmud, A. 2007.“Studi Karakteristik Daerah Aliran Sungai (DAS) Otan di Kabupaten

Tabanan Ditinjau dari Aspek Hidrologi dan Lahan” (tesis). Denpasar: Universitas

Udayana.

Peraturan Pemerintah (PP RI) No.P.37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS.1 Maret

2012.Jakarta, Indonesia: Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 62.

Peraturan Daerah Provinsi Bali (PERDA) No. 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang

Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009 – 2029.28 Desember 2009. Denpasar: Lembaran

Daerah Provinsi Bali Tahun 2009 Nomor 16.

Pratiwi, K. 2012. Aplikasi Pengolahan Digital Citra Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi

Geografis Untuk Pemetaan Lahan KritisKasus Di Kabupaten Banjarnegara Provinsi

Jawa Tengah.

http://lib.geo.ugm.ac.id/ojs/index.php/jbi/article/view/51/50

Rahim, S.E. 2000. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian Lingkungan Hidup.

Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Bumi Aksara.

Rizky Nugraha, 2008. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis

Dalam Pemetaan Lahan Kritis DAS Ciliwung Hulu Bogor, (skripsi). Bogor : Institut

Pertanian Bogor.

Restu. 2014. “Analisis Kecenderungan Potensi Erosi Di Daerah Aliran Sungai (DAS) Tukad

Pakerisan” (tesis). Denpasar: Universitas Mahasaraswati.

Sukayasa, 2012. “Kajian Tingkat Kekritisan Lahan Pada Sub DAS Tukad Bangkung” (tesis).

Denpasar: Universitas Udayana.

Suripin.2002. Pelestarian Sumber daya Tanah dan Air.Yogyakarta : Andi.

Suyanto, 2007.“Daya Dukung Lingkungan Daerah Aliran Sungai Untuk Pengembangan

Kawasan Pemukiman (Studi Sasus DAS Beringin Kota Semarang)” (tesis). Semarang,

Universitas Dipenogoro.

Syam, A. 2003. Sistem Pengelolaan Lahan Kering Di Daerah Aliran Sungai Bagian Hulu.

Jurnal Litbang Pertanian; 22(4).

Widayani, 2015. “Evaluasi Banyaknya Tanah Tererosi Di Sepanjang DAS Tukad Pakerisan”

(tesis). Denpasar: Universitas Mahasaraswati.