identifikasi masalah

52
BAB I PENDAHULUAN A. SKENARIO/ LATAR BELAKANG MASALAH (LBM) Jual Obat Keras Perawat Ditangkap Polisi EHS (28) hanyalah perawat di Puskesmas Paron di Kabupaten Ngawi. Ia juga tidak punya surat izin praktik (SIP) dan surat izin praktik perawat. Akan tetapi, EHS seringkali mengobati pasien. Bukan hanya itu, ia malah diduga kuat menjual obat-obat yang termasuk keras. Atas perbuatannya itu, EHS ditangkap dan saat ini ditahan di Kepolisian Resor Ngawi. Kepada wartawan, Selasa (20/1), EHS mengatakan telah mengobati pasien dan menjual obat-obat itu kepada pasien dalam lima tahun terakhir. Dia membuka praktiknya di rumahnya di Desa Jeblogan, Kecamatan Paron, Ngawi. Dia mengaku, hal itu dilakukannya karena telah mendapatkan izin lisan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. Selain itu, perawat-perawat lainnya yang tidak memiliki SIP ataupun SIPP pun melkukan hal itu. “Hanya karena saya yang apes, saya ditangkap polisi,” ujarnya yang mengetahui kalau apa yang dilakukannya sebetulnya melanggar aturan. EHS juga mengaku, dia terpaksa berperan seperti dokter di desanya karena jumlah dokter di wilayahnya 1

description

tugas

Transcript of identifikasi masalah

Page 1: identifikasi masalah

BAB I

PENDAHULUAN

A. SKENARIO/ LATAR BELAKANG MASALAH (LBM)

Jual Obat Keras Perawat Ditangkap Polisi

EHS (28) hanyalah perawat di Puskesmas Paron di Kabupaten Ngawi. Ia

juga tidak punya surat izin praktik (SIP) dan surat izin praktik perawat. Akan

tetapi, EHS seringkali mengobati pasien. Bukan hanya itu, ia malah diduga kuat

menjual obat-obat yang termasuk keras.

Atas perbuatannya itu, EHS ditangkap dan saat ini ditahan di Kepolisian

Resor Ngawi. Kepada wartawan, Selasa (20/1), EHS mengatakan telah mengobati

pasien dan menjual obat-obat itu kepada pasien dalam lima tahun terakhir. Dia

membuka praktiknya di rumahnya di Desa Jeblogan, Kecamatan Paron, Ngawi.

Dia mengaku, hal itu dilakukannya karena telah mendapatkan izin lisan

dari Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi. Selain itu, perawat-perawat lainnya yang

tidak memiliki SIP ataupun SIPP pun melkukan hal itu.

“Hanya karena saya yang apes, saya ditangkap polisi,” ujarnya yang

mengetahui kalau apa yang dilakukannya sebetulnya melanggar aturan.

EHS juga mengaku, dia terpaksa berperan seperti dokter di desanya karena

jumlah dokter di wilayahnya sangat terbatas. “Jadi, sebetulnya niat saya baik,

mengobati mereka yang sakit,” tambahnya.

Namun, alasan EHS ini tidak bisa diterima oleh polisi. Menurut Kepala

Satuan Reserse dan Kriminal Polres Ngawi Ajun Komisaris Sujarwanto,

mengobati orang sakit harus ada izinnya terlebih dahulu. Izin itu sebagai dasar

kalau seseorang memiliki keahlian mengobati orang.

“Sekarang kalau ternyata ada salah satu pasiennya yang salah diberi obat

lalu meninggal, itu kan bisa menjadi masalah besar. Makanya kami menahan EHS

sebelum itu terjadi,” ujarnya.

Di rumah EHS, polisi menyita ratusan obat keras berlogo “K” merah,

diantaranya Duradryl, Gludepatic 500, Diltiazem, dan Microtina. Obat-obat ini

1

Page 2: identifikasi masalah

dibelinya dari apotek yang pemiliknya sudah kenal kalau EHS adalah perawat di

puskesmas.

EHS dinilai polisi telah melanggar pasal 81 dan pasal 82 Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 1992 tentang kesehatan.

B. Analisa Kasus

1. Identifikasi Masalah

a. Obat keras logo K” berwarna merah

b. SIP dan SIPP

c. Izin Lisan

d. Kasareskrim Polres

e. Duradryl dan Diltiazem

f. Pasal 81 dan 82 UU no.23 tahun 1992

Jawab:

a. Obat keras adalah :

Obat yang memiliki efek narkotik tetapi tidak menekan ssp dan tidak

menimbulkan ketergantungan.

Obat yang diberikan harus dengan resep dokter (tidak dijual bebas)

serta tanda tangannya yang telah disepakati menurut UU Farmasi.

Obat beracun yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan,

mendesinfeksikan tubuh manusia.

Logo “K” merah merupakan lambang obat keras

b. SIP adalah : Surat Izin Praktik.

Surat yang merupakan pemberian izin kepada orang pribadi yang

mendirikan atau menyelenggarakan sarana pelayanan kesehatan di

bidang izin praktik.

SIPP adalah : Surat Izin Praktik Perawat.

Bukti tertulis yang diberikan kepada perawat untuk melakukan praktik

keperawatan secara perorangan atau kelompok

c. Izin yang tidak tertulis dan dari mulut ke mulut serta tidak ada bukti

tertulis atau hitam putih.2

Page 3: identifikasi masalah

d. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polisi Resort.

e. Duradryl dan Diltiazem merupakan golongan obat keras.

f. Pasal 81 dan 82 UU no.23 tahun 1992 tentang kesehatan.

2. Daftar Masalah

1. Syarat apa yang dapat memperbolehkan perawat melakukan praktik ?

2. Apakah boleh perawat melakukan praktik tanpa SIP dan SIPP hanya

menggunakan izin secara lisan saja?

3. Apakah tindakan EHS sesuai dengan etik keperawatan?

4. Apakah orang yang menjual obat keras melanggar UU dan UU apa yang

dilanggar tersebut ?

5. Apa saja syarat untuk mendapatkan SIP dan SIPP bagi seorang perawat ?

6. Apakah izin lisan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum ?

7. Apakah salah tindakan seorang perawat yang seperti dokter ?

8. Mengapa seorang perawat harus memiliki SIP dan SIPP sebelum

melakukan praktik ?

3. Menganalisis Masalah

No 1, 5 & 8

- Mempunyai SIP dan SIPP, agar perawat dapat mempertanggung jawabkan

praktiknya tersebut.

Surat tanda registrasi ( STR ) sebelum SIP dan SIPP

Harus lulus dalam jenjang akademik ( S1 + Ners )

Syarat untuk mendapatkan SIP, yaitu:

Fotokopi KTP

Surat rekomendasi dari organisasi profesi

Surat izin penugasan

Advice dari tim teknis/ dinas teknis

Foto 3x4 2 lembar

Syarat untuk mendapatkan SIPP, yaitu:

Ada surat rekomendasi dari PPNI

Tingkat pendidikan (D3 tingkat terendah)3

Page 4: identifikasi masalah

Memiliki keahlian dan kompetensi di bidangnya

Memiliki tempat praktik, foto 4x6 3 lembar

Fotokopi SIP

No 2 & 6

- Tidak boleh, karena izin secara lisan hanyalah orderan dari seorang dokter

karena tanpa SIP dan SIPP perawat tidak dapat melakukan praktik. Dan

tanpa SIP dan SIPP juga perawat tidak dapat mempertanggung jawabkan

praktiknya dihadapan hukum, dan untuk dapat membuka praktik seharusnya

perawat tersebut memiliki SIP dan SIPP sesuai dengan syarat-syarat yang

berlaku atau undang-undang yang berlaku.

No 3

- Tindakan EHS tidak sesuai etik keperawatan karena EHS melakukan

tindakan medis yaitu melakukan pengobatan (cure) serta EHS tidak

memiliki SIP (Surat Izin Perawat).

No 4

- Bagi seseorang yang menjual obat keras secara ilegal maupun menjual obat

tersebut pada orang yang tidak mempunyai izin tentu telah melanggar UU.

No 7

- Tidak salah, kalau tindakan tersebut sesuai dengan situasi dan kondisi yang

ada misalnya : keterbatasan tenaga kesehatan (dokter) dan memiliki izin dari

dinas kesehatan setempat.

4. Pohon Masalah

4

Praktik Keperawatan

Page 5: identifikasi masalah

5. Sasaran Belajar

Undang-Undang yang dilanggar berkaitan dengan kasus obat keras

Dasar Hukum Praktik Keperawatan

Syarat-Syarat dan Alur Kepengurusan SIP dan SIPP

Syarat Keprofesionalis keperawatan

Alur Pendelegasian tugas bagi perawat

Area Praktik Mandiri Keperawatan

Alur Peresepan Obat Keras

5

Delegasi Mandiri

Hukum

Izin Praktik

Page 6: identifikasi masalah

BAB II

PEMBAHASAN

Profesi perawat yang dulunya masih vokasional sekarang sudah

berkembang ke arah profesional. Konsekuensi seorang perawat profesional yaitu

harapan untuk mendapatkan otonomi dalam melaksanakan tugasnya dalam

pelayanan keperawatan. Otonomi tersebut dapat berupa pengakuan, ijin serta

perlindungan dan kepastian hukum yang menjadi haknya sebagai seorang

profesional. Walaupun kenyataanya praktik perawat sudah dilakukan sejak

dahulu, dan ini secara hukum sifatnya ilegal kecuali pada lokasi tertentu yang

tidak bisa dijangkau oleh sarana/petugas kesehatan lain dan keadaan darurat.

Keluarnya UUK No 23 Tahun 1992 ternyata masih juga belum memberikan

kejelasan batasan kewenangan, perlindungan hukum yang pasti bagi tenaga

perawat. Yang lebih membingungkan yakni praktek perawat khususnya pribadi

akan mendapat tuntutan hukum yang cukup mengejutkan dan tidak rasional.

Dalam pasal 59 tentang ijin untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik

pemerintah maupun swasta dan pasal 84 tentang tuntutan hukum bagi yang tidak

izin, yaitu kurungan paling lama satu tahun atau denda paling banyak lima belas

juta. Serta pasal 81 dan 82 tentang tindakan di luar kewenangan dan keahliannya

dapat dipidana lima tahun atau denda maksimal seratus juta. Padahal, perawat

juga tak bisa membiarkan pasien itu tanpa perawatan karena dia bisa dijerat pasal

190 ayat 1 UU Kesehatan yang berisi tentang menolak menangani pasien.

A. Dasar Hukum Praktik Keperawatan

Hukum-hukum yang mendasari praktik keperawatan antara lain:

1. Pasal 81 dan 82 UU No. 23 Tahun 1992

Pasal 81

(1) Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja :

a. melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1);

6

Page 7: identifikasi masalah

b. melakukan implan alat kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

36 ayat (1);

c. melakukan bedah plastik dan rekonstruksi sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 37 ayat (1);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda

paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh jula rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja :

a. mengambil organ dari seorang donor tanpa memperhatikan kesehatan

donor dan atau tanpa persetujuan donor dan ahli waris atau

keluarganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2);

b. memproduksi dan atau mengedarkan alat kesehatan yang tidak

memenuhi standar dan atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 40 ayat (2);

c. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan tanpa izin edar

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);

d. menyelenggarakan penelitian dan atau pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi kesehatan pada manusia tanpa

memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang bersangkutan serta

norma yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda

paling banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah).

Pasal 82

(1) Barang siapa yang tanpa keahlian dan kewenangan dengan sengaja :

a. melakukan pengobatan dan atau perawatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 32 ayat (4);

b. melakukan transfusi darah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat

(1);

c. melakukan implan obat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat

(1);

7

Page 8: identifikasi masalah

d. melakukan pekerjaan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

63 ayat (1);

e. melakukan bedah mayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat

(2);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda

paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Barang siapa dengan sengaja :

a. melakukan upaya kehamilan diluar cara alami yang tidak sesuai

dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2);

b. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa obat

tradisional yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);

c. memproduksi dan atau mengedarkan sediaan farmasi berupa

kosmetika yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2);

d. mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan yang tidak

memenuhi persyaratan penandaan dan informasi sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2);

e. memproduksi dan atau mengedarkan bahan yang mengandung zat

adiktif yang tidak memenuhi standar dan atau persyaratan yang

ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2);

dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda

paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pada kasus LBM II ini EHS melanggar beberapa pasal-pasal yang terdapat

dalam pasal 81 dan 82 UU No.23 Tahun 1992 yaitu pada pasal 81 ayat (2) c

“Barang siapa yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan atau alat

kesehatan tanpa izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dipidana

dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau pidana denda paling

banyak Rp 140.000.000,00 (seratus empat puluh juta rupiah)”. Dan pada pasal 82

ayat (2) d “Barang siapa yang dengan sengaja mengedarkan sediaan farmasi dan

atau alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan penandaan dan informasi

8

Page 9: identifikasi masalah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp

100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

2. Permenkes RI No. HK.02.02/MENKES/148/1/2010 tentang izin dan

penyelenggaraan praktik keperawatan.

B. Syarat dan Izin Praktik Keperawatan

Syarat dan izin praktik keperawatan meliputi SIP (Surat Izin Praktik),

SIPP (Surat Izin Praktik Perawat), dan SIK (Surat Izin Kerja).

Surat Izin Praktek Perawat adalah pemberian izin kepada orang pribadi

yang mendirikan atau menyelenggarakan sarana pelayanan kesehatan di bidang

Izin Praktek Perawat. Syarat untuk mendapatkan izin praktik (SIPP) salah satunya

adalah Surat Tanda Registrasi (STR) dan untuk mendapatkan STR adalah melalui

uji kompetensi perawat secara nasional. Untuk mengantisipasi dan menghadapi

regulasi tersebut PPNI dengan komite Nasional Uji Kompetensi Perawat

(KNUKP). Mekanisme uji kompetensi nasional yang akan diberlakukan secara

menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia, karena untuk mendapatkan STR

seorang perawat haruslah mempunyai sertifikat kompetensi sebagai bukti tertulis

bahwa ia adalah perawat general yang kompeten sehingga layak mendapatkan

kewenangan sebagai perawat general.

Profesi keperawatan telah diakui dan dilindungi dengan adanya

KepMenKes RI no 1239/MenKes/SK/IV/2001 tentang Registrasi dan Praktik

Perawat. Legalitas perawat ini menjadi sebuah keharusan dimana setiap perawat

hendaknya mengurus Surat Izin Perawat (SIP). Untuk mendapatkan SIP, kita

wajib menjalani sebuah Uji Kompetensi. Namun, proses ini sepertinya belum

terwujud secara sempurna. Selain itu, perawat dapat mengurus Surat Izin Kerja

(SIK) sebagai bukti tertulis bahwa kita secara hukum dapat menjalankan peran

sebagai perawat, dalam hal ini perawat ditatanan pelayanan. Di samping SIP dan

SIK, perawat juga dapat memiliki Surat Izin Praktik Perawat (SIPP). Dengan

memiliki SIPP, kita dapat melakukan praktik pemberian asuhan keperawatan

mandiri baik secara perorangan maupun berkelompok.

9

Page 10: identifikasi masalah

Selain itu, kita juga dapat menemukan banyak ketidak-konsistenan dalam

pelaksanaan pengurusan SIP. Kondisi ini mungkin diperparah dengan penyakit

kronis dalam tubuh birokrasi kita. Hal ini tercermin dalam ketidakseragaman

prosedur untuk mendapatkan SIP di tiap-tiap daerah, yang semuanya terasa begitu

complicated sehingga berkesan mempersulit. Sebenarnya, masalah ini tampak

sederhana, asalkan ada niat yang tulus, jelas, dan tegas dari pemerintah dan para

birokrat yang duduk di Depkes, Dinkes, dan PPNI untuk membantu agar profesi

ini dapat berdiri tegak dan dinamis dalam menghadapi era globalisasi yang

mensyaratkan surat izin/lisensi. Dengan demikian, para perawat pun dapat bekerja

di era globalisasi dengan tenang.

C. Syarat dan Alur kepengurusan SIP dan SIP

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1239/Menkes/SK/XI/2001

mengenai registrasi dan praktik perawat

Menimbang: bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah perlu diadakan

penyempurnaan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000

tentang Registrasi dan Praktik Perawat;

Mengingat:

1.   Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan (Lembaran)

Negara Tahun 1992 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495

2.    Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3839);

3.   Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan

(Lembaran Negara Tahun 1996  Nomor 49 , Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3637);

4.  Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom (Lembaran

10

Page 11: identifikasi masalah

Negara Tahun 2000 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Nomor

3952);

5.   Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan

Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran

Negara Tahun 2001 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor

4090);

6.  Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan

Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 4095).

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: Keputusan Menteri  Kesehatan Republik Indonesia Tentang

Registrasi Dan Praktik Perawat.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1.  Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan perawat baik di dalam

maupun di luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

2.  Surat Izin Perawat selanjutnya disebut SIP adalah bukti tertulis pemberian

kewenangan untuk menjalankan pekerjaan keperawatan di seluruh wilayah

Indonesia.

3.  Surat Izin Kerja selanjutnya disebut SIK adalah bukti tertulis yang diberikan

kepada perawat untuk melakukan praktik keperawatan di sarana pelayanan

kesehatan.

4.  Surat  Izin Praktik Perawat selanjutnya disebut SIPP adalah bukti tertulis yang

diberikan kepada perawat untuk menjalankan praktik perawat

perorangan/berkelompok.

11

Page 12: identifikasi masalah

5.  Standar Profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk

dalam menjalankan profesi secara baik.

BAB II

PELAPORAN DAN REGISTRASI

Pasal 2

(1)   Pimpinan penyelenggara pendidikan perawat wajib menyampaikan laporan

secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta

didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan

lulus pendidikaan keperawatan.

(2)   Bentuk dan isi laporan dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam

formulir I terlampir.

Pasal 3

(1)  Perawat yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan

kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan  Propinsi dimana

sekolah berada  guna memperoleh SIP selambat-lambatnya 1 (satu) bulan

setelah menerima ijazah pendidikan keperawatan.

(2)  Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :

a. foto kopi Ijazah pendidikan perawat.

b.  surat keterangan sehat dari dokter.

c.   pas foto ukuran 4 x  6 cm sebanyak 2(dua) lembar.

(3)  Bentuk permohonan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum

dalam formulir II terlampir.

Pasal 4

(1)  Kepala Dinas Kesehatan Propinsi  atas nama Menteri Kesehatan, melakukan 

registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3

untuk menerbitkan SIP.

(2)  SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala Dinas

Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambat-

12

Page 13: identifikasi masalah

lambatnya 1(satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara

nasional.

(3)  Bentuk dan isi SIP sebagaimana tercantum dalam formulir III terlampir.

Pasal 5

(1)  Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi

mengenai SIP yang telah diterbitkan.

(2)  Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala

kepada Menteri Kesehatan melalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro

Kepegawaian Departemen Kesehatan mengenai SIP yang telah diterbitkan

untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi

Nasional.

Pasal 6

(1)  Perawat lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi

persyaratan mendapatkan SIP.

(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana

pendidikan milik pemerintah.

(3)   Untuk melakukan adaptasi perawat mengajukan permohonan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi.

(4)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan melampirkan :

a.  foto kopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan

Tinggi.

b. transkrip nilai ujian yang bersangkutan.

(5)  Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan

adaptasi.

(6)   Perawat yang telah melaksanakan adaptasi berlaku ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4.

13

Page 14: identifikasi masalah

Pasal 7

(1)   SIP berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan

dasar untuk memperoleh SIK dan/atau SIPP.

(2)   Pembaharuan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada Dinas

Kesehatan Propinsi dimana perawat melaksanakan asuhan keperawatan

dengan melampirkan :

a.  SIP yang telah habis masa berlakunya ;

b.  surat keterangan sehat dari dokter;

c.  pas foto ukuran 4 X 6 cmsebanyak 2(dua) lembar.

BAB III

PERIZINAN

Pasal 8

(1)  Perawat dapat melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan

kesehatan, praktik perorangan dan/atau berkelompok.

(2)  Perawat yang melaksanakan praktik keperawatan pada sarana pelayanan

kesehatan harus memiliki SIK.

(3)   Perawat yang melakukan praktik perorangan/berkelompok harus memiliki

SIPP.

Pasal 9

(1)  SIK  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diperoleh dengan

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

setempat.

(2)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan

melampirkan:

a. foto kopi ijazah pendidikan keperawatan;

b. foto kopi SIP yang masih berlaku;

c. surat keterangan sehat dari dokter;

d. pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;

14

Page 15: identifikasi masalah

e.  surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan

tanggal mulai bekerja;

f.  rekomendasi dari Organisasi Profesi

(3)   Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada

formulir IV terlampir.

Pasal 10

SIK hanya berlaku pada 1 (satu) sarana pelayanan kesehatan.

Pasal 11

Permohonan SIK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, selambat-lambatnya

diajukan dalam  waktu 1(satu) bulan setelah diterima bekerja.

Pasal 12

(1)  SIPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) diperoleh dengan

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan  Kabupaten/Kota 

setempat.

(2)   SIPP hanya diberikan kepada perawat yang memiliki pendidikan ahli madya

keperawatan atau memiliki pendidikan keperawatan dengan kompetensi lebih

tinggi.

(3)  Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan

melampirkan:

a.  foto kopi ijazah ahli madya keperawatan, atau ijazah pendidikan dengan

kompetensi lebih tinggi yang diakui pemerintah;

b.  surat keterangan pengalaman kerja minimal 3(tiga) tahun dari pimpinan

sarana tempat kerja, khusus bagi ahli madya keperawatan;

c.  foto kopi SIP yang masih berlaku;

d. surat keterangan sehat dari dokter;

e.  pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;

f.  rekomendasi dari organisasi profesi;

15

Page 16: identifikasi masalah

(4)   Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) seperti tercantum

pada formulir V terlampir;

(5)   Perawat yang telah memiliki SIPP dapat melakukan praktik berkelompok.

(6)   Tata cara perizinan praktik berkelompok sebagaimana dimaksud pada ayat

(5) sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan  yang berlaku.

Pasal 13

(1)   Rekomendasi untuk mendapatkan SIK dan/atau SIPP dilakukan melalui

penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan dalam bidang keperawatan,

kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesanggupan malakukan praktik

keperawatan.

(2)  Setiap perawat yang melaksanakan praktik keperawatan berkewajiban

meningkatkan kemampuan keilmuandan/atau keterampilan bidang

keperawatan melalui pendidikan dan/atau pelatihan.

Pasal 14

(1)  SIK dan SIPP berlaku sepanjang SIP belum habis masa berlakunya dan

selanjutnya dapat diperbaharui kembali.

(2)  Pembaharuan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota  setempat dengan melampirkan :

a.  foto kopi SIP yang masih berlaku;

b.  foto kopi SIK yang lama;

c.  surat keterangan sehat dari dokter;

d.  pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar;

e.  surat keterangan dari pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang menyatakan

masih bekerja sebagai perawat;

f.   rekomendasi dari organisasi profesi.

(3)  Pembaharuan SIPP  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan melampirkan  :

a.  foto kopi SIP yang masih berlaku;

b.  foto kopi  SIPP yang lama;

16

Page 17: identifikasi masalah

c.  surat keterangan sehat dari dokter;

d.  pas foto 4 x 6 cm sebayak 2(dua) lembar;

e.  rekomendasi dari organisasi profesi.

BAB IV

PRAKTIK PERAWAT

Pasal 15

Perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berwenang untuk :

a. melaksanakan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, penetapan

diagnosa keperawatan, perencanaan, melaksanakan tindakan keperawatan dan

evaluasi keperawatan;

b.  tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada butir a meliputi : intervensi

keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan;

c.  dalam melaksanakan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud huruf a dan b

harus sesuai dengan standar asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh

organisasi profesi;

d.  pelayanan tindakan medik hanya dapat dilakukan berdasarkan permintaan

tertulis  dari dokter.

Pasal 16

Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

perawat berkewajiban untuk :

a.  menghormati hak pasien;

b.  merujuk kasus yang tidak dapat ditangani;

c.  menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

d.  memberikan informasi;

e.  meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan;

f.  melakukan catatan perawatan dengan baik.

17

Page 18: identifikasi masalah

Pasal 17

Perawat dalam melakukan praktik keperawatan harus sesuai dengan kewenangan

yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan

pelayanan berkewajiban mematuhi standar profesi.

Pasal 18

Perawat dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam 

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pasal 19

Perawat dalam menjalankan praktik keperawatan harus senantiasa meningkatkan

mutu pelayanan profesinya, dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan

dan teknologi melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang tugasnya,

baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun organisasi profesi.

Pasal 20

(1)  Dalam keadaan darurat yang mengancam jiwa seseorang/pasien, perawat

berwenang untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.

(2)  Pelayanan dalam keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditujukan untuk penyelamatan jiwa.

Pasal 21

(1)  Perawat yang menjalankan praktik perorangan harus mencantumkan SIPP

diruang praktiknya.

(2)  Perawat yang menjalankan praktik perorangan tidak diperbolehkan memasang

papan praktik.

Pasal 22

(1)   Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan keperawatan dalam

bentuk kunjungan rumah.

18

Page 19: identifikasi masalah

(2)  Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dalam bentuk kunjungan

rumah harus membawa perlengkapan perawatan sesuai kebutuhan.

Pasal 23

(1)  Perawat dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya

memenuhi persyaratan :

a.  memiliki tempat praktik yang memenuhi syarat kesehatan;

b.  memiliki perlengkapan untuk tindakan asuhan keperawatan maupun

kunjungan rumah;

c.  memiliki perlengkapan administrasi yang meliputi buku catatan kunjungan,

formulir catatan tindakan asuhan keperawatan serta formulir rujukan;

d.  Persyaratan perlengkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sesuai

dengan standar perlengkapan asuhan keperawatan yang ditetapkan oleh

organisasi profesi.

BAB V

PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT

IZIN KERJA ATAU IZIN PRAKTIK

Pasal 24

(1)  Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIK atau SIPP adalah

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(2)  Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala

Dinas Kesehatan Propinsi dapat menunjuk pejabat lain.

Pasal 25

(1)  Permohonan SIK atau SIPP yang disetujui atau ditolak harus disampaikan

oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada pemohon dalam waktu

selambat-lambatnya 1(satu) bulan sejak tanggal permohonan diterima.

(2)  Apabila permohonan SIK atau SIPP disetujui, Kepala Dinas Kesehatan 

Kabupaten/ Kota harus menerbitkan SIKatau SIPP.

19

Page 20: identifikasi masalah

(3)  Apabila permohonan SIK atau SIPP ditolak, Kepala Dinas Kesehatan 

Kabupaten/ Kota harus memberi alasan penolakan tersebut.

(4)  Bentuk dan isi SIK atau SIPP yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) tercantum dalam formulir VI dan VII terlampir.

(5)   Bentuk surat penolakan SIK  atau SIPP sebagaimana di maksud pada ayat (3)

tercantum dalam formulir VIII dan IX  terlampir.

Pasal 26

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan laporan secara berkala

kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat tentang pelaksanaan

pemberian atau penolakan SIK atau SIPP diwilayahnya dengan tembusan kepada

organisasi Profesi setempat.

BAB VI

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 27

(1)  Perawat wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya

ditetapkan oleh organisasi profesi.

(2)  Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari kegiatan

pendidikan dan kegiatan ilmiah lain.

(3)  Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi.

(4)  Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para

anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.

Pasal 28

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib melaporkan perawat yang melakukan

praktik dan yang berhenti  melakukan praktik pada sarana  pelayanan

kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan

kepada organisasi profesi.

20

Page 21: identifikasi masalah

Pasal 29

(1)   Kepala Dinas Kesehatan  Kabupaten/Kota dan/atau organisasi yang terkait

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap perawat yang menjalankan

praktik keperawatan di wilayahnya.

(2)  Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat dilakukan melalui pemantauan  yang hasilnya dibahas dalam pertemuan

periodik sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 1(satu) tahun.

Pasal 30

Perawat selama menjalankan praktik perawat wajib mentaati semua peraturan

perundang-undangan.

Pasal 31

(1)  Perawat yang telah mendapatkan SIK atau SIPP dilarang :

a.  menjalankan praktik selain ketentuan yang tercantum dalam izin tersebut;

b.  melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi;

(2)  Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau

menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain,

dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a.

Pasal 32

(1)   Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi dapat

memberi peringatan lisan atau tertulis kepada perawat yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan keputusan ini.

(2)  Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan

paling banyak 3 (tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIK atau SIPP

tersebut.

21

Page 22: identifikasi masalah

Pasal  33

Sebelum Keputusan pencabutan SIK atau SIPP ditetapkan, Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis

Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan

Etika Pelayanan Medis (MP2EPM ) sesuai peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Pasal 34

(1)  Keputusan pencabutan SIK atau SIPP disampaikan kepada Perawat yang

bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari

terhitung sejak keputusan ditetapkan.

(2)  Dalam  Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama

pencabutan SIK atau SIPP.

(3)  Terhadap keputusan pencabutan SIK atau SIPP sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi

dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah keputusan diterima, apabila dalam

waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan

pencabutan SIK atu SIPP tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum

tetap.

(4)  Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan di tingkat pertama dan terakhir

semua keberatan mengenai pencabutan SIK atau SIPP.

(5)  Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada  ayat (3) ditempuh

Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang smengadili sengketa tersebut

sesuai dengan maksud  Pasal 48 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986

tentang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Pasal 35

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIK  atau

SIPP kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada

organisasi profesi setempat.

22

Page 23: identifikasi masalah

Pasal  36

(1)  Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan Nasional Menteri Kesehatan 

dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara

SIK atau SIPP  perawat  yang melanggar ketentuan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

(2)  Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya

diproses sesuai dengan ketentuan keputusan ini.

BAB VII

SANKSI

Pasal  37

(1)   Perawat  yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15

dan/atau Pasal 31 ayat (1)dikenakan sanksi administratif sebagai berikut :

a.  untuk pelanggaran ringan, pencabutan izin selama-lamanya 3 (tiga) bulan.

b.  untuk pelanggaran sedang, pencabutan izin selama-lamanya 6 (enam) bulan.

c.  untuk pelanggaran berat, pencabutan izin selama-lamanya 1 (satu) tahun.

(3)  Penetapan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas

motif pelanggaran serta situasi  setempat.

Pasal 38

Terhadap perawat yang sengaja :

a.  melakukan praktik keperawatan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan/atau

b.  melakukan praktik keperawatan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam

Pasal  8 ;

c.  melakukan praktik keperawatan yang tidak sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16; dan/atau

d.  tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.

dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1996 tentang Tenaga Kesehatan.

23

Page 24: identifikasi masalah

Pasal 39

Pimpinan sarana pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan perawat yang

berpraktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan/atau mempekerjakan

perawat tanpa izin dikenakan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 40

(1)  Perawat yang telah memiliki SIP,  SIK dan SIPP berdasarkan Keputusan 

Menteri Kesehatan Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan

Praktik Perawat, dianggap telah memiliki SIP, SIK dan SIPP berdasarkan

ketentuan ini.

(2)  SIP, SIK dan SIPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku 5 (lima)

tahun sejak ditetapkan Keputusan ini.

Pasal 41

(1)  Perawat yang saat ini telah melakukan praktik perawat  pada sarana pelayanan

kesehatan yang belum memiliki SIP,  SIK dan SIPP berdasarkan Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 647/Menkes/SK/IV/2000, wajib  memiliki  SIP ,

SIK dan SIPP.

(2)  SIP dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.

(3)  SIK dapat diperoleh secara kolektif dengan mengajukan permohonan kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.

(4)  Permohonan mendapatkan SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh

dengan melampirkan :

a.  foto kopi ijazah pendidikan keperawatan;

b.  surat keterangan sehat dari dokter;

c.  pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.

24

Page 25: identifikasi masalah

(5)  Permohonan mendapatkan SIK sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

dilengkapi  dengan :

a.  foto kopi ijazah pendidikan keperawatan;

b.  foto kopi SIP;

c.  surat keterangan sehat dari dokter;

d.  surat keterangan dari pimpinan sarana kesehatan yang menyatakan masih

bekerja sebagai perawat pada institusi bersangkutan;

e.  pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.

(6)  Perawat yang saat ini tidak berpraktik dapat memperoleh SIP dengan

mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dengan

melampirkan :

a.  foto kopi ijazah keperawatan;

b.  surat keterangan sehat dari dokter;

c.  pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2(dua) lembar.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal  42

Dengan berlakunya keputusan ini, maka keputusan Menteri Kesehatan

No.647/Menkes/SK/IV/2000 tentang Registrasi dan Praktik Perawat dinyatakan

tidak berlaku lagi.

25

Page 26: identifikasi masalah

D. Syarat Keprofesional is Keperawatan

Menjadi seorang professional bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk

mencapainya, diperlukan usaha yang keras, karena ukuran profesionalitas

seseorang akan dilihat dua sisi. Yakni teknis keterampilan atau keahlian yang

dimilikinya, serta hal-hal yang berhub...ungan dengan sifat, watak, dan

kepribadiannya. Paling tidak, ada delapan syarat yang harus dimiliki oleh

seseorang jika ingin jadi seorang professional, yaitu:

1. Menguasai pekerjaan

Seseorang layak disebut professional apabila ia tahu betul apa yang harus

ia kerjakan. Pengetahuan terhadap pekerjaannya ini harus dapat dibuktikan

dengan hasil yang dicapai. Dengan kata lain, seorang professional tidak hanya

pandai memainkan kata-kata secara teoritis, tapi juga harus mampu

mempraktekkannya dalam kehidupan nyata.

2. Mempunyai loyalitas.

Loyalitas bagi seorang profesional memberikan petunjuk bahwa dalam

melakukan pekerjaannya, ia bersikap total. Loyalitas bagi seorang profesional

akan memberikan daya dan kekuatan untuk berkembang dan selalu mencari

hal-hal yang terbaik bagi pekerjaannya. Bagi seorang profesional, loyalitas ini

akan menggerakkan dirinya untuk dapat melakukan apa saja tanpa menunggu

perintah. Dengan adanya loyalitas seorang professional akan selalu berpikir

proaktif, yaitu selalu melakukan usaha-usaha antisipasi agar hal-hal yang fatal

tidak terjadi.

3. Mempunyai integritas  

Nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan harus benar-benar jadi

prinsip dasar bagi seorang profesional. Karena dengan integritas yang tingi,

seorang profesional akan mampu membentuk kehidupan moral yang baik.

Maka, tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa seorang professional tak

cukup hanya cerdas dan pintar, tapi juga sisi mental. Segi mental seorang

professional ini juga akan sekaligus menentukan kualitas hidupnya. Integritas

yang dipunyai oleh seorang professional akan membawa kepada penyadaran

diri bahwa dalam melakukan suatu pekerjaan, hati nurani harus tetap menjadi

26

Page 27: identifikasi masalah

dasar dan arah untuk mewujudkan tujuannya. Karena tanpa mempunyai

integritas yang tinggi, maka seorang professional hanya akan terombang-

ambingkan oleh perubahan situasi dan kondisi yang setiap saat bisa terjadi. Di

sinilah intregitas seorang professional diuji, yaitu sejauh mana ia tetap

mempunyai prinsip untuk dapat bertahan dalam situasi yang tidak menentu.

4. Mampu bekerja keras  

Seorang profesional tetaplah manusia biasa yang mempunyai keterbatasan

dan kelemahan. Maka, dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang ingin dicapai,

seorang professional tidak dapat begitu saja mengandalkan kekuatannya

sendiri. Seorang professional harus mampu menjalin kerja sama dengan

berbagai pihak. Dalam hal ini, tak benar bila jalinan kerja sama hanya

ditujukan untuk orang-orang tertentu. Seorang profesional tidak akan pernah

memilih-milih dengan siapa ia akan bekerja sama. Seorang profesional akan

membuka dirinya lebar-lebar untuk mau menerima siapa saja yang ingin

bekerja sama. Maka tak mengherankan bila disebut bahwa seorang

profesional siap memberikan dirinya bagi siapa pun tanpa pandang bulu.

Untuk dapat mewujudkan hal ini, maka dalam diri seorang profesional harus

ada kemauan menganggap sama setiap orang yang ditemuinya, baik di

lingkungan pekerjaan, sosial, maupun lingkungan yang lebih luas. Seorang

profesional tidak akan merasa canggung atau turun harga diri bila ia harus

bekerja sama dengan orang-orang yang mungkin secara status lebih rendah

darinya.

5. Mempunyai Visi

Seorang profesional harus mempunyai visi atau pandangan yang jelas akan

masa depan. Karena dengan adanya visi tersebut, maka ia akan memiliki

dasar dan landasan yang kuat untuk mengarahkan pikiran, sikap, dan

perilakunya. Dengan mempunyai visi yang jelas, maka seorang profesional

akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar, karena apa yang

dilakukannya sudah dipikirkan masak-masak, sehingga ia sudah

mempertimbangkan resiko apa yang akan diterimanya. Tanpa adanya visi

yang jelas, seorang profesional bagaikan “macan ompong”, dimana secara

27

Page 28: identifikasi masalah

fisik ia kelihatan tegar, tapi sebenarnya ia tidak mempunyai kekuatan apa-apa

untuk melakukan sesuatu, karena tidak mempunyai arah dan tujuan yang

jelas. Dengan adanya visi yang jelas, seorang profesional akan dengan mudah

memfokuskan terhadap apa yang ia pikirkan, lakukan, dan ia kerjakan. Visi

yang jelas juga memacunya menghasilkan prestasi yang maksimal, sekaligus

ukuran yang jelas mengenai keberhasilan dan kegagalan yang ia capai.

6. Mempunyai kebanggaan

Seorang profesional harus mempunyai kebanggaan terhadap profesinya.

Apapun profesi atau jabatannya, seorang profesional harus mempunyai

penghargaan yang setinggi-tingginya terhadap profesi tersebut. Karena

dengan rasa bangga tersebut, ia akan mempunyai rasa cinta terhadap

profesinya. Dengan rasa cintanya, ia akan mempunyai komitmen yang tinggi

terhadap apa yang dilakukannya. Komitmen yang didasari oleh munculnya

rasa bangga terhadap profesi dan jabatannya akan menggerakkan seorang

profesional untuk mencari dan hal-hal yang lebih baik, dan senantiasa

memberikan kontribusi yang besar terhadap apa yang ia lakukan.  

7. Mempunyai komitmen

Seorang profesional harus memiliki komitmen tinggi untuk tetap menjaga

profesionalismenya. Artinya, seorang profesional tidak akan begitu mudah

tergoda oleh bujuk rayu yang akan menghancurkan nilai-nilai profesi. Dengan

komitmen yang dimilikinya, seorang akan tetap memegang teguh nilai-nilai

profesionalisme yang ia yakini kebenarannya.

8. Mempunyai Motivasi.

Dapat dikatakan bahwa seorang professional harus mampu menjadi

motivator bagi dirinya sendiri. Dengan menjadi motivator  bagi dirinya

sendiri, seorang professional dapat membangkitkan kelesuan-kelesuan yang

disebabkan oleh situasi dan kondisi yang ia hadapi. Ia mengerti, kapan dan di

saat-saat seperti apa ia harus memberikan motivasi untuk dirinya sendiri.

Dengan memiliki motivasi tersebut, seorang professional akan tangguh dan

mantap dalam menghadapi segala kesulitan yang dihadapinya. Ia tidak mudah

menyerah kalah dan selalu akan menghadapi setiap persoalan dengan optimis.

28

Page 29: identifikasi masalah

Motivasi membantu seorang professional mempunyai harapan terhadap setiap

waktu yang ia lalui, sehingga dalam dirinya tidak ada ketakutan dan keraguan

untuk melangkahkan kakinya.

E. Area Praktik Mandiri Keperawatan

Praktik keperawatan meliputi empat area yang terkait dengan kesehatan

(kozier & Erb, 1999), yaitu :

1. Peningkatan Kesehatan (Health Promotion)

Kegiatan yang berorientasi pada peningkatan kesehatan memerlukan :

Pendidikan untuk publik atau masyarakat dan individu

Perundang-undangan atau kebijakan yang mendukung

Hubungan interpersonal dengan klien secara langsung

Area keperawatan yang melibatkan perawat meliputi :

Mendorong dan mengadakan suatu latihan fisik secara periodik dan

pemantauan terhadap proses penyakit (mis.hipertensi, diabetes militus dan

kanker).

Memimpin pelaksanaan pendidikan kesehatan masyarakat melalui pameran

kesehatan dan program kesehatan mental.

Mendukung undang-undang yang ditujukan untuk pemeliharaan kesehatan

dan program perlindungan anak dan.

Peningkatan kondisi kesehatan dan keselamatan kerja, dll.

2. Pencegahan penyakit

Aktivitas pencegahan penyakit secara objektif untuk mengurangi risiko

penyakit, untuk meningkatkan kebiasaan kesehatan yang baik dan untuk

mempertahankan fungsi individu secara optimal.

Aktivitas atau kegiatan yang dapat dilaksanakan antara lain sebagai berikut :

1. Melakukan program pendidikan di rumah sakit, misalnya perawat ibu

hamil, program melarang atau menghindari rokok, seminar ”mengurangi

atau mencegah stres” dll.

2. Program umum dan dasar yang dapat meningkatkan gaya hidup sehat,

misalnya melakukan senam aerobik, berenang atau program kebugaran.

29

Page 30: identifikasi masalah

3. Memberikan informasi tentang kesehatan, makanan yang sehat,

olah raga dan lingkungan yang sehat melalui liflet, media massa atau

media elektronik.

4. Menyediakan pelayanan keperawatan yang dapat menjamin kesehatan ibu

hamil dan kelahiran bayinya dengan sehat.

5. Memantau tumbuh kembang bayi dan balita.

6. Memberikan imunisasi.

7. Melakukan pemeriksaan untuk medeteksi tekanan darah tinggi, kadar

kolesterol, dan kanker.

8. Melakukan konseling mengenai pencegahan akibat kekurangan nutrisi dan

penghentian rokok.

Peran perawat dalam upaya peningkatan kesehatan meliputi hal-hal berikut :

1. Bertindak sebagai model peran dalam berperilaku serta bergaya hidup

sehat.

2. Mengajarkan klien tentang strategi keperawatan dan usaha meningkatkan

kesehatan, misalnya dengan cara perbaikann gizi, pengendalian stres,

usaha untuk membina hubungan yang baik dengan sesama.

3. Memengaruhi klien untuk meningkatkan derajat kesehatannya.

4. Menunjukkan klien cara pemecahan masalah yang tepat dan mengambil

keputusan yang efektif.

5. Menguatkan perilaku peningkatan kesehatan pribadi dan keluarga.

3. Pemeliharaan Kesehatan (Health maintenance)

Kegiatan keperawatan dalam pemeliharaan kesehatan adalah kegiatan yang

membantu klien memelihara status kesehatan mereka. Perawat melakukan

aktivitas untuk membantu masyarakat mempertahankan status

kesehatannya.

Tiga perkembangan pemeliharaan kesehatan :

1. Mencoba mengidentifikasi gejala penyakit kronis sebelum penderita

mengidapnya, misalnya melakukan pemeriksaan fisik secara teratur, untuk

usia di atas 35 tahun.

30

Page 31: identifikasi masalah

2. Meningkatkan ketertarikan terhadap masalah kesehatan sehubungan

dengan perubahan struktur sosial masyarakat.

3. Ketertarikan pada faktor lingkungan sehubungan dengan penyebab

penyakit karena stres.

4. Pemulihan kesehatan (Health Restoration)

Pemulihan kesehatan berarti perawat membantu pasien meningkatkan

kesehatan setelah pasien memiliki masalah kesehatan atau penyakit.

Kegiatan yang dilakukan dalam perbaikan kesehatan meliputi hal-hal

berikut :

1. Memberikan perawatan secara langsung pada individu yang sedang sakit,

misalnya dengan memberikan perawatan fisik.

2. Memberikan perawatan pada pasien yang mengalami gangguan kesehatan

mental.

3. Melakukan diagnostik dan pemeriksaan untuk mendeteksi penyakit.

4. Merencanakan pengajaran dan rehabilitasi pada pasien-pasien tertentu,

misalnya pda pasien stroke, serangan jantung, artritis.

F. Alur Pendelegasian Perawat

Delegasi keperawatan yaitu memungkinkan perawat pada pemberian obat

untuk menerima kewenangan khusus untuk mengelola beberapa obat atau

melakukan beberapa prosedur yang mungkin memerlukan seorang anggota

keluarga atau profesional medis lainnya untuk hadir delegasi hanya di berikan

pada perawat yang berlisensi, tidak boleh di berikan pada perawat biasa kecuali

pemberian obat bebas dan bebas terbatas, yang tidak di perbolehkan yaitu hanya

obat keras perawat boleh menerima obat keras atau meresepkan obat keras jika

mendapat delegasi langsung oleh doKter atau dalam keadaan darurat jika pasien

dalam keaaan sekarat itu hanya bisa diberikan 1 kali oleh perawat. Delegasi

Perawat memerlukan klien dan pelatihan pengasuh khusus pada tugas-tugas yang

biasanya hanya dilakukan oleh perawat berlisensi. Ini telah dipraktekkan selama

bertahun-tahun di rumah-rumah Washington keluarga, tetapi hanya berwenang

31

Page 32: identifikasi masalah

untuk lembaga Home Care pada akhir 2003. Pengasuh profesional secara rutin

membantu dengan obat-obatan untuk klien mereka, namun Delegasi Perawat

mungkin diperlukan jika orang yang menerima perawatan tidak dapat minum obat

mereka dengan bantuan dan kebutuhan administrasi pengobatan sebagai

gantinya. Delegasi Perawat menawarkan alternatif yang lebih murah untuk

perawatan Keperawatan berlisensi ketika administrasi pengobatan yang

diperlukan dan anggota keluarga tidak tersedia atau mereka tidak ingin

mengambil tanggung jawab ini.

Perawat membantu dengan Obat tanpa Delegasi Perawat sebagai berikut:

Mengkomunikasikan informasi yang tepat kepada klien dengan membaca

label obat

Penyerahan wadah obat untuk klien;

Menggunakan enabler atau menempatkan obat di tangan individu;

Membuka kontainer obat;

Mengubah atau mempersiapkan obat-obatan untuk diri-administrasi

(menghancurkan atau memotong tablet, membuka kapsul, pencampuran

tablet, kapsul atau obat bubuk dengan makanan atau cairan) dengan

dokumentasi dari konsultasi mengenai kesesuaian perubahan dan persiapan.

Menuangkan obat cair ke dalam wadah lulus atau jarum suntik, seperti

secangkir obat atau sendok pengukur.

Mengidentifikasi bagian mediset harus dibuka dan diserahkan kepada klien

oleh waktu dan hari mediset, kemudian menyerahkan ke klien atau

membantu mereka untuk menggunakan enabler.

Membantu klien untuk makan meds hancur dalam saus apel untuk diri

mereka sendiri.

32

Page 33: identifikasi masalah

G. Alur Peresepan Obat Keras

Resep Datang

Skining Resep :

Skining administrasi

Skining farmasetik

Skining klinis

Pemberian Harga

Penyiapan atau Peracikan Obat

Pemberian Informasi, Edukasi, dan Konseling

Minitoring Pemberian Obat

Tata cara penulisan resep :

- Nama

- Alamat dan Nomor Ijin Praktek

- Tanggal penulisan resep

- Nama obat

- Tanda R (disamping buku resep)

- Tanda tangan/paraf dokter penulis resep

33

Page 34: identifikasi masalah

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Dari hasil kegiatan BBM pada kasus Jual Obat Keras Perawat Ditangkap

Polisi dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut melanggar peraturan dan hukum

mengenai praktik keperawatan. Seharusnya perawat mengambil tindakan

berdasarkan perundang-undangan yang berlaku, dan setiap perawat yang akan

melakukan praktik keperawatan harus memiliki SIP, SIPP dan SIK. Dan

melanggar ketentuan yaitu memberikan obat keras kepada klien-kliennya. Seperti

yang kita ketahui bahwa seorang perawat hanya boleh memberikan obat bebes dan

obat bebas terbatas sesuai dengan Permenkes RI. No. HK. 02.

02/MENKES/148/1/2010.

B. Saran

Dalam melaksanakan praktik keperawatan, seorang perawat harus

memenuhi syarat-syaratnya, seperti melengkapi beberapa surat izin yaitu SIP,

SIPP, SIK serta harus mematuhi segala peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

Sehingga kita sebagai seorang perawat tidak melakukan tindakan yang melanggar

hukum.

34

Page 35: identifikasi masalah

DAFTAR PUSTAKA

35