IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

30
JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993 49 IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS (Analisa Perbedaan Individu Dalam Belajar Bahasa Inggris Mahasiswa Administrasi Perkantoran 258 Politeknik LP3I Jakarta) Oleh: Retno Budiasningrum Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450 Telp. 021 31904598 Fax. 021 - 31904599 Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala apa saja yang menyebabkan mahasiswa LP3I Bekasi, khususnya kelas AP-258, tidak cakap dalam berbahasa Inggris, dilihat dari perbedaan setiap individu dalam belajar bahasa Inggris. Perbedaan ini dilihat dari sudut gender, persepsi, motivasi, minat, sikap, dan strategi belajar dari setiap individu. Dari hasil penelitian, diperoleh persentasi motivasi dan minat responden dalam belajar bahasa Inggris sebagai berikut : 33% responden dengan motivasi, dan minat yang tinggi , 11 % responden dengan motivasi, dan minat yang sedang-sedang saja, 28 % dengan motivasi, dan minat yang kurang, dan 28 % responden dengan motivasi dan minat yang tidak ada sama 9sekali. Dengan motivasi serta minat yang positif terhadap bahasa Inggris, tentunya, akan sangat berpengaruh terhadap sikap, persepsi maupun strategi belajar seseorang dalam proses belajar bahasa Inggris. Jika sebaliknya, tentunya hal ini akan menjadi kendala dalam proses belajar bahasa Inggris. Karena kebanyakan dari responden bersikap negatif terhadap bahasa Inggris, maka mereka tidak memperoleh hasil yang baik. Kata Kunci : Motivasi, Minat responden ABSTRAK The purpose of this study is to determine the causes of the incompetency in English speaking of AP-258 students of LP3I Bekasi. It is focused on the typical of each individual in learning English, as gender, perception, motivation, interest, attitude, and learning strategy. Based of the result, gained the percentage of motivation and interest of the respondents in learning English as: 33% respondents with high level of motivation and interest, 11 % respondents with average level of motivation and interest, 28 % respondents with less level of

Transcript of IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

Page 1: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

49

IDENTIFIKASI KENDALA

DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS (Analisa Perbedaan Individu Dalam Belajar Bahasa Inggris Mahasiswa

Administrasi Perkantoran 258 Politeknik LP3I Jakarta)

Oleh:

Retno Budiasningrum

Administrasi Bisnis, Politeknik LP3I Jakarta

Gedung sentra Kramat Jl. Kramat Raya No. 7-9 Jakarta Pusat 10450

Telp. 021 – 31904598 Fax. 021 - 31904599

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kendala apa saja yang

menyebabkan mahasiswa LP3I Bekasi, khususnya kelas AP-258, tidak cakap

dalam berbahasa Inggris, dilihat dari perbedaan setiap individu dalam belajar

bahasa Inggris. Perbedaan ini dilihat dari sudut gender, persepsi, motivasi,

minat, sikap, dan strategi belajar dari setiap individu. Dari hasil penelitian,

diperoleh persentasi motivasi dan minat responden dalam belajar bahasa Inggris

sebagai berikut : 33% responden dengan motivasi, dan minat yang tinggi , 11 %

responden dengan motivasi, dan minat yang sedang-sedang saja, 28 % dengan

motivasi, dan minat yang kurang, dan 28 % responden dengan motivasi dan minat

yang tidak ada sama 9sekali. Dengan motivasi serta minat yang positif terhadap

bahasa Inggris, tentunya, akan sangat berpengaruh terhadap sikap, persepsi

maupun strategi belajar seseorang dalam proses belajar bahasa Inggris. Jika

sebaliknya, tentunya hal ini akan menjadi kendala dalam proses belajar bahasa

Inggris. Karena kebanyakan dari responden bersikap negatif terhadap bahasa

Inggris, maka mereka tidak memperoleh hasil yang baik.

Kata Kunci : Motivasi, Minat responden

ABSTRAK

The purpose of this study is to determine the causes of the incompetency in

English speaking of AP-258 students of LP3I Bekasi. It is focused on the typical

of each individual in learning English, as gender, perception, motivation, interest,

attitude, and learning strategy. Based of the result, gained the percentage of

motivation and interest of the respondents in learning English as: 33%

respondents with high level of motivation and interest, 11 % respondents with

average level of motivation and interest, 28 % respondents with less level of

Page 2: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

50

motivation and interest, and 28 % respondents with no motivation and interest at

all. Having positive motivation and interest through English, it will be very

affecting on the attitude , perception, even the learning strategy of each person

in the process of learning English. On the contrary, it will be the obstacle in the

learning English process. As the most respondents have negative attitude in

learning English, therefore they don’t get a good result.

Keywords : Motivation, Interest Of The Respondents

PENDAHULUAN

Latar Belakang Bahasa mempunyai peranan

penting, dalam kehidupan manusia.

Manusia sebagai mahluk sosial,

menggunakan bahasa sebagai alat

untuk saling berkomunikasi. Dengan

berkomunikasi, manusia dapat saling

berhubungan, berbagi informasi,

sehingga berbagai pengetahuan di

dunia dapat diperoleh.

Di era globalisasi ini, kita

dihadapkan pada fenomena baru,

keterbukaan. Semua kejadian di

dunia, dengan segala kecanggihan

teknologi, dapat diakses dari seluruh

belahan dunia manapun, dalam

waktu yang relatif singkat.

Komunikasi serta interaksi ke

seluruh dunia pun, dapat dilakukan

dalam waktu yang singkat pula.

Agar mudah mengakses, dan

melakukan komunikasi kesegala

penjuru dunia, tentunya diperlukan

satu bahasa pengantar, yang

dipergunakan oleh seluruh bangsa di

dunia.

Bahasa Inggris adalah sebuah

bahasa yang berasal dari Inggris,

merupakan bahasa utama di Britania

Raya (termasuk Inggris), Amerika

Serikat, serta banyak negara lainnya.

Selain itu bahasa Inggris juga

merupakan salah satu bahasa resmi

di organisasi internasional seperti

Perserikatan Bangsa-Bangsa dan

Komite Olimpiade Internasional,

serta bahasa resmi di berbagai

negara, seperti di Afrika Selatan,

Filipina, Hongkong, Irlandia,

Kanada, Nigeria, Singapura dan

lainnya.

Di dunia, bahasa Inggris

merupakan bahasa kedua pertama

yang dipelajari. Bahasa Inggris bisa

menyebar karena pengaruh politik

dan imperialisme Inggris, dan

selanjutnya Britania Raya di dunia.

Salah satu pepatah Inggris zaman

dahulu, mengenai kerajaan Inggris

yang disebut Imperium Britania

(British Empire), adalah tempat

“Matahari yang tidak pernah

terbenam” (“where the sun never

sets”). Hampir semua orang di dunia

ini, menggunakan bahasa Inggris

sebagai pengantar untuk saling

berhubungan disemua bidang. Oleh

karenanya, kedudukan bahasa

Inggris menjadi sangat kuat dan

penting di dunia.

Saat ini belajar Bahasa Inggris

bukan hanya suatu kewajiban,

melainkan suatu kebutuhan yang tak

bisa dihindari lagi. Tanpa menguasai

Bahasa Inggris, hampir dapat

dipastikan bahwa kita tidak akan

mampu bersaing di era globalisasi

ini. Mengapa?

1. Seperti pada pembahasan

sebelumnya, bahwa bahasa

Page 3: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

51

Inggris adalah bahasa yang

paling banyak digunakan di

dunia, sehingga bahasa ini

wajib dipelajari, agar kita tidak

ketinggalan atas segala bentuk

informasi apapun di dunia.

2. Maraknya penggunaan bahasa

Inggris di seputar lingkungan

kita. Seperti papan iklan di

jalan-jalan, tulisan di berbagai

sekolah bertaraf internasional

yang berbahasa Inggris, dan

masih banyak lagi. Bahkan

anak-anak usia dini pun, kini

sudah dapat berbicara dalam

bahasa Inggris dengan baik.

3. Sebagai nilai jual di dunia kerja.

Bahasa Inggris mutlak

diperlukan untuk menunjang

karier bagi para karyawan

maupun bagi para calon

karyawan. Untuk mendapatkan

karier yang baik, tentunya harus

ditunjang dengan kemampuan

bahasa Inggris. Makin besar

suatu perusahaan, maka makin

besar pula hubungan bisnisnya

dengan pihak manca negara.

Dengan memiliki kemampuan

bahasa Inggris yang baik

tentunya akan sangat

diperhitungkan. Demikian pula

dengan para pencari kerja,

dengan kemampuan bahasa

Inggris yang baik, tentunya akan

menjadi prioritas bagi

perusahaan yang dituju.

Dan dengan semakin

berkembangnya ilmu pengetahuan

dan teknologi, kebutuhan untuk

dapat menguasai bahasa Inggris di

Indonesia, menjadi semakin nyata.

Oleh karenanya, pengajaran bahasa

Inggris di Indonesia, semakin

ditingkatkan. Hal ini terlihat, dengan

maraknya sekolah-sekolah bertaraf

internasional, yang mulai

menggunakan bahasa Inggris sebagai

bahasa pengantar dalam proses

pembelajaran,bahkan bahasa Inggris

sudah dimulai diajarkan pada level

usia dini, serta makin banyaknya

kursus-kursus bahasa Inggris yang

ditawarkan.

Bagi para peserta didik dengan

pendidikan di sekolah-sekolah yang

bertaraf internasional tersebut, serta

berkemampuan mengikuti berbagai

kursus bahasa Inggris, tentunya,

kemampuan berbahasa Inggris

mereka menjadi meningkat, dan hal

ini akan sangat berbeda bagi para

peserta didik pada sekolah regular,

kemampuan berbahasa Inggris

mereka, sangatlah rendah. Sangat

disayangkan , bahwa secara umum

dapat dilihat, hasil pengajaran bahasa

Inggris sekolah regular dengan

sekolah bertaraf internasional,

sangatlah berbeda.

Bahasa Inggris di Indonesia

secara umum diajarkan sebagai

bahasa asing. Bahasa asing adalah

bahasa yang yang tidak digunakan

sebagai alat komunikasi di negara

tertentu di mana bahasa tersebut

diajarkan. Sehubungan dengan fungsi

bahasa Inggris di Indonesia yang

merupakan bahasa asing, maka

bahasa Inggris tidak digunakan

sebagai bahasa pengantar sehari-hari,

tapi digunakan sebagai bahasa

pengantar pada bidang tertentu saja.

Sehingga pada sekolah-sekolah

regular, tentunya bahasa Inggris

hanya digunakan pada saat kegiatan

mengajar bahasa Inggris saja, itupun

tergantung dari para pengajar,

mereka menggunakannya ataupun

tidak sama sekali selama kegiatan

belajar mengajar tersebut. Lain

Page 4: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

52

halnya dengan sekolah-sekolah yang

bertaraf internasional, mereka sudah

menggunakan bahasa Inggris sebagai

pengantar bahasa sehari-hari untuk

semua kegiatan belajar mengajar

mereka. Nah inilah bedanya,

mengapa kemampuan bahasa Inggris

di sekolah-sekolah bertaraf

internasional lebih baik daripada di

sekolah-sekolah regular.

Para mahasiswa LP3I

umumnya berasal dari sekolah

regular. Tentunya kemampuan

bahasa Inggris mereka tidaklah

sebaik mereka yang berasal dari

sekolah-sekolah yang bertaraf

international.

LP3I adalah Lembaga

Pendidikan dan Pengembangan

Profesi Indonesia. Lembaga ini

merupakan salah akademi kejuruan

yang memberikan sarana

penempatan kerja bagi para

mahamahasiswanya. Tentunya

lembaga ini mempunyai banyak

relasi perusahaan ,yang akan

menampung para

mahamahasiswanya untuk bekerja.

Dalam era globalisasi ini,

umumnya perusahaan saling bersaing

dalam bisnisnya. Makin besar

perusahaan, akan makin besar pula

hubungan mereka dengan pihak

manca negara tentunya. Dalam hal

ini, kemampuan bahasa Inggris

menjadi hal utama disetiap

penerimaan karyawan.

Sehubungan dengan penting

bahasa Inggris bagi setiap

perusahaan, mahamahasiswa LP3I,

sebagai calon karyawan, dituntut

untuk mampu berbahasa Inggris

dengan baik.

Dari hasil pengamatan penulis

di lapangan, sebagian besar

paramahasiswa LP3I yang lulus

sekolah menengah atas maupun

setaranya, belum terampil berbahasa

Inggris.Bahkan beberapa dari

mereka, tidak dapat berbahasa

Inggris sama sekali. Kebanyakan dari

mereka, tidak mengerti bagaimana

memulai suatu pembicaraan, seperti

kosa kata apa yang harus digunakan

dan juga bagaimana cara bertanya

maupun cara menjawabnya. Hal

inilah yang banyak ditemui oleh

penulis selama pengamatan di

lapangan.

Menilik permasalahan-

permasalahan yang ada, dalam

mempelajari bahasa Inggris, penulis

berniat untuk melakukan penelitian

untuk mengetahui kendala-kendala

apa saja yang membuat para

mahamahasiswa tidak terampil

berbahasa Inggris, dilihat dari

perbedaan cara belajar mereka

masing-masing.

Perumusan Masalah

Karena kemampuan berbahasa

Inggris mahamahasiswa LP3I yang

telah belajar bahasa Inggris

selama kira-kira delapan tahun,

sejak mereka kelas empat SD,

masih belum menunjukan hasil

yang memuaskan, maka penulis

ingin menemukan jawaban dari

permasalahan tersebut. Dengan

topik sebagai berikut, apakah yang

menjadi kendala penguasaan bahasa

Inggris mahamahasiswa LP3I

Bekasi dilihat dari perbedaan

individu belajar bahasa Inggris?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah

untuk mengetahui kendala apa saja

yang menyebabkan mahamahasiswa

LP3I khususnya kelas AP-258 , tidak

Page 5: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

53

cakap dalam berbahasa Inggris,

dilihat dari perbedaan setiap individu

dalam belajar bahasa Inggris.

Manfaat Penelitian

Dengan hasil penelitian yang

diperoleh, diharapkan dapat

membantu meningkatkan

kemampuan bahasa Inggris

mahamahasiswa LP3I Bekasi

khususnya, serta mahamahasiswa

LP3I secara umum.

TINJAUAN PUSTAKA

Pemerolehan Bahasa Pemerolehan bahasa

merupakan suatu proses seorang

anak mempelajari bahasa

pertamanya atau bahasa ibunya.

Pemerolehan bahasa pertama

initerjadi, bila anak yang sejak

semula tanpa bahasa kini telah

memperoleh satu bahasa. Dalam

proses ini, seorang anak akan

memperoleh kemampuan untuk

menangkap kata-kata dari suatu

komunikasi yang dilakukan oleh

orang-orang disekelilingnya, yang

kemudian diproduksinya secara

bertahap, serta pada akhirnya,

mampu menggunakannya untuk

berkomunikasi. Kapasitas ini

melibatkan berbagai kemampuan

seperti sintaksis, fonetik, dan kosa

kata yang luas. Bahasa yang

diperoleh, bisa berupa vokal, seperti

pada bahasa lisan, atau manual,

seperti pada bahasa isyarat.Pada

masa pemerolehan bahasa pertama

ini, anak lebih mengarah pada fungsi

komunikasi daripada bentuk

bahasanya.

Pemerolehan bahasa pertama,

memiliki suatu rangkaian kesatuan

yang berkesinambungan, yang

bergerak dari ucapan satu kata

sederhana, menuju gabungan kata

yang lebih rumit.

Pemerolehan bahasa pertama

erat kaitannya dengan permulaan

yang gradual yang muncul dari

prestasi-prestasi motorik, sosial, dan

kognitif pralinguistik.Pemerolehan

bahasa pertama ini, juga erat sekali

kaitannya dengan perkembangan

sosial anak dan karenanya juga erat

hubungannya dengan pembentukan

identitas sosial.

Mempelajari bahasa pertama

merupakan salah satu perkembangan

menyeluruh anak menjadi anggota

penuh suatu masyarakat.Setiap anak,

memiliki potensi untuk

berkomunikasi dalam suatu bahasa.

Potensi ini sudah dibawa sejak lahir.

Kemampuan berbahasa ini, sangat

erat hubungannya dengan bagian-

bagian anatomi dan fisiologi

manusia, seperti bagian otak tertentu

yang mempengaruhi kemampuan

berbahasa, serta alat artikulasi. Dan

tingkat perkembangan bahasa anak,

sama bagi semua anak normal.

Melalui bahasa, seorang anak

belajar untuk menjadi anggota

masyarakat. Dengan bahasa pertama

ini, seorang anak mengungkapkan

perasaan, serta keinginannya, kepada

lingkungannya.

Sistem pikiran yang terdapat

pada anak-anak, dibangun sedikit

demi sedikit.Apabila ada rangsangan

disekitarnya, seperti apa yang

didengar, dilihat, serta disentuhnya,

akan menjadi masukan bagi

dirinya.Hal ini lama kelamaan,akan

membuat pikirannya menjadi

sempurna. Setelah itu,sistem

bahasanya lengkap dengan

perbendaharaan kata, dan tata

bahasanya pun terbentuk.

Page 6: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

54

Teori Pemerolehan Bahasa

Terdapat dua teori utama

tentang bagaimana manusia

memperoleh bahasa pertamanya.

Teori pertama, menyebutkan bahwa

manusia memperoleh bahasanya

secara alami. Teori ini kemudian

dikenal dengan istilah Nativist

Theory. Sedangkan teori kedua,

menyatakan bahwa manusia

memperoleh bahasa melalaui proses

mempelajari, dan teori kedua ini

dikenal dengan Learning Theory.

a. Nativist Theory

Nativist Theory adalah

teori yang menyebutkan bahwa

manusia memperoleh bahasa

secara alami. Teori ini kemudian

dikenal dengan hipotesis Nurani,

yang dipelopori oleh Leneberg

dan Chomsky. Hipotesis Nurani,

lahir dari sebuah pertanyaan,

sebenarnya alat apa yang

digunakan anak dalam

memperoleh bahasanya, yang

kemudian dijadikan bahan

penelitian oleh kedua pelopor

tersebut. Hasil penelitan tersebut

adalah sbb:

1. Semua anak normal akan

memperoleh bahasa ibunya

asalkan dia dikenalkan

pada bahasa tersebut.

2. Pemerolehan bahasa tidak

ada hubungannya

dengankecerdasan.

3. Kalimat yang digunakan

anak cenderung tanpa

menggunakan gramatikal,

tidak lengkap dan

jumlahnya sedikit.

4. Hanya manusia yang bisa

berbahasa.

5. Perkembangan bahasa anak

sejalan dengan

perkembangan lain.

6. Struktur bahasa sangat

rumit, kompleks dan

istimewa.

Teori Chomsky ini

menegaskan bahwa bahasa

merupakan warisan, manusia sejak

lahir sudah dibekali genetik untuk

berbahasa. Maka hipotesis Naluri

berbahasa, merupakan suatu asumsi

yag menyatakan bahwa sebagian

atau semua bagian bahasa, tidaklah

diperoleh atau dipelajari, akan tetapi

ditentukan oleh fitur - fitur nurani

yang khusus dariorganisme manusia.

Hipotesis ini menekankan bahwa

adanya peralatan yang dibawa

manusa sejak lahir yaitu language

acquisition device (LAD ). Dengan

LAD, setiap manusia dapat

menangkap setiap rangsangan yang

berupa bahasa. Jadi LAD ini adalah

alat yang digunakan manusia untuk

berbahasa.

b. Learning Teory

Teori ini lahir dari pakar

psikologi Harvard, B.F Skinner.

Skinner adalah seorang tokoh

behaviorisme, yang menyatakan

bahasa adalah perilaku verbal.

Behaviorisme adalah aliran

psikologi yang mempelajari

tentang perilaku yang nyata,

yang bisa diukur secara objektif.

Bloomfield dalam bukunya “

language” dalam Parera (1986:

80), menerapkan pikiran -

pikiran pokok behaviorisme

dalam analisa bahasasebagai

berikut:

1. Bahasa adalah bentuk dari

tingkah laku fisik.

2. Orang harus bisa

membedakan antara sesuatu

Page 7: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

55

yang mendahului bahasa,

bahasa dan peristiwa yang

mengikuti bahasa.

3. RSrs

R : merupakan respon

pengganti

S : merupakan stimulus

pengganti

4. Bloomfield lebih

menekankan proses

mekanisme bahasa bukan

proses mentalisme.

Skinner mengatakan,

bahwa berbahasa haruslah

ditanggapi sebagai satu respon

berkondisi terhadap stimulus -

stimulus tersembunyi, baik yang

internal atau eksternal. Hal ini

bisa dijelaskan bahwa semua

pengetahuan bahasa yang

dimiliki oleh manusia yang

tampak dalam perilaku

berbahasa merupakan hasil

integrasi dari peristiwa linguistik

yang dialami dan diamati oleh

manusia. Karena itulah,

kemudian teori ini dikenal

dengan istilah teori

pembelajaran bahasa

pengkondisian opera. Dalam

teori ini dinyatakan, bahwa

perilaku berbahasa seseorang,

dibentuk oleh serentetan

peristiwa beragam yang muncul

dari sekitar orang itu. Sebagai

contoh, bagaimana seorang bayi

mulai berbahasa,pada tahapan

ketika anak memperoleh sistem-

sistem bunyi bahasa ibunya,

semula dia mengucapkan sistem

bunyi tertentu yang terdengar

belum jelas pengucapannya,

akan tetapi karena lingkungan

telah memberikan contoh terus

menerus terhadap sistem bunyi

yang benar, dan dimotivasi terus

untuk menirukan bunyi tersebut,

maka akhirnya bunyi tersebut

dapat dikuasainya.

Dalam proses pemerolehan

bahasa pertama, Chomsky

menyebutkan bahwa ada dua

proses yang terjadi ketika itu.

Proses yang dimaksud adalah

proses kompetensi dan proses

performansi. Kedua proses ini

merupakan dua proses yang

berlainan. Kompetensi adalah

proses penguasaan tata bahasa

secara tidak disadari.

Performansi adalah kemampuan

anak menggunakan bahasa untuk

berkomunikasi. Performansi

terdiri dari dua proses, yaitu

proses pemahaman dan proses

penerbitan kalimat-kalimat.

Proses pemahaman melibatkan

kemampuan mengamati atau

mempersepsi kalimat-kalimat

yang didengar, sedangkan proses

penerbitan, melibatkan

kemampuan menghasilkan

kalimat-kalimat sendiri (Chaer

2009:167).

Pembelajaran Bahasa Kedua

Pemerolehan bahasa biasanya

dibedakan dengan pembelajaran

bahasa. Pemerolehan bahasa,

berkenaan dengan bahasa pertama,

sedangkan pembelajaran bahasa,

berkenaan dengan bahasa kedua

(Chaer, 2009:167). Pembelajaran

bahasa dipelajari secara formal,

pemerolehan bahasa terjadi secara

natural.

Penguasaan bahasa kedua (B2),

sangatlah berhubungan erat dengan

pemerolehan bahasa pertama (B1).

Bahasa kedua diperoleh setelah

penguasaan bahasa pertama. Seperti

Page 8: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

56

telah dibahas di atas, bahwa

pemerolehan bahasa kedua berbeda

dengan pemerolehan bahasa pertama.

Penguasaan B1 melalui proses

pemerolehan, sedangkan penguasaan

B2 melalui proses pembelajaran.

Pembelajaran B2 dapat diperoleh

melalui pendidikan formal maupun

informal, dengan cara sengaja dan

disadari. Hal ini berbeda dengan

pemerolehan bahasa pertama yang

sifatnya alamiah serta dengan cara

tidak sengaja dan tidak disadari.

Teori pemerolehan dan

pembelajaran bahasa merupakan satu

set kesimpulan atau rumusan

pendapat yang diperoleh dari hasil

penelitian dan hipotesis yang

mendalam tentang bagaimana

sesuatu bahasa itu dipelajari dan

dikuasai oleh seseorang. Stephen

Krashen, seorang linguist, telah

mengemukakan perspektif

teoretikalnya mengenai pembelajaran

bahasa kedua,yaitu teori Input

hipotesis Stephan Krashen melalui

tulisan buku dan artikelnya (1977,

1981, 1982, 1985, 1992, 1993,

1997). Evolusi teorinya, bermula

pada akhir tahun 1970-an, apabila

Krashen memperkenalkan Teori

Monitor (monitor model), seterusnya

dikenali sebagai Hipotesis

Pembelajaran dan Pemerolehan

(Acquistion-Learning Hypothesis)

dan kini lebih popular dengan Input

Hipotesis (Input Hypothesis)

(Brown, 2002). Teori Input hipotesis

Krashen ini merupakan gabungan

daripada lima hipotesis yaitu;

1. Natural Order hypothesis

(hipotesis Urutan secara

Alamiah)

Hipotesis urutan alamiah

menyatakan, bahwa struktur

bahasa diperoleh dengan urutan

alamiah yang dapat

diperkirakan. Struktur tertentu

cenderung muncul lebih awal

dari pada daripada struktur

lainnya dalam pemerolehan

bahasa itu. Sebagai contoh

dalam struktur fonologi, anak

akan lebih dahulu memperoleh

vokal-vokal [a] sebelum [i] dan

[u]. Konsonan depan lebih

dahulu dikuasai oleh anak dari

pada konsonan belakang. Urutan

alamiah ini tidak saja terjadi

pada masa kanak-kanak, tetapi

juga pada saat dewasa.

2. Acquisition/ Learning

Hypothesis (

Pemerolehan/Pembelajaran)

Krashen (1981) mengatakan

terdapat dua cara yang

digunakan oleh seseorang

kanak-kanak atau dewasa untuk

memperoleh kompetensi bahasa

kedua, yaitu pemerolehan

(acquisition) dan pembelajaran

(learning). Pemerolehan berlaku

di bawah sadar (subconscious),

yang hampir menyerupai proses

seorang kanak-kanak

memproses bahasa yang

diperolehnya secara tidak

langsung . Pembelajaran bahasa

berlaku secara sadar (conscious)

yaitu satu proses di mana pelajar

bahasa kedua, akan mempelajari

rumus tata bahasa dan

berkesudahan dengan

mengetahui mengenai bahasa

tersebut.

Menurut Krashen (1983) ;

‘adults have two

distinctive ways of

developing competences in

Page 9: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

57

second languages ..

acquisition, that is by

using language for real

communication …

learning .. “knowing

about” language’(m.s :

78)

Namun begitu, menurut Krashen

(1981a), kompetensi menguasai

bahasa kedua adalah lebih

merujuk kepada bahasa yang

diperoleh bukan dari apa yang

dipelajari. Beliau mengatakan

;“fluency in second language

performance is due to what we

have acquired, not what we have

learned”(m.s : 99).

Hipotesis ini mengacu pada

bagaimana bahasa kedua sebagai

sebuah sistem yang diperoleh

atau dipelajari. Sistem yang

diperoleh maksudnya bahasa

dikuasai melalui proses bawah

sadar (unconscious mind), dan

biasa berlangsung melalui

komunikasi yang natural.

Komunikasi semacam ini terjadi

pada masa kanak-kanak.

Kesalahan (galat) dikoreksi

juga secara alamiah sesuai

dengan konteksnya sehingga

tidak disadari oleh orangnya.

Sedangkan sistem yang

dipelajari adalah kebalikannya,

karena bahasa dikuasai melalui

proses dan pengkondisian yang

formal, seperti kelas-kelas di

sekolah atau tempat kursus.

Kesalahan bahasa banyak

diluruskan melalui latihan-

latihan pola dan pembiasaan.

McLaughlin (1987) telah

membedakan istilah

pemerolehan bahasa dan

pembelajaran bahasa.

Menurutnya, bahasa dikatakan

diperoleh secara tidak formal

dari lingkungan. Bahasa

dikatakan dipelajari secara

formal, apabila diajarkan oleh

pengajar di sekolah.

Krashen menegaskan

bahwa pemerolehan dua bahasa

melibatkan sedikit gangguan dan

persaingan antara dua sistem

linguistik, sedangkan dalam

pembelajaran di dalam kelas

secara formal, pelajar

mengalami banyak gangguan.

Tambahan pula, pelajar yang

belajar bahasa kedua tidak

mempunyai hubungan langsung

dengan penutur asli bahasa

tersebut.

3. Monitor Hypothesis(Hipotesis

Pemantau)

Menurut Krashen (1981)

konsep pemantau (monitor)

lebih melibatkan pembelajaran

(learning) bukan pemerolehan

(acquisition). Ia berfungsi

sebagai alat pemantau pertuturan

(output), dan bertujuan

memperbaiki ujaran yang

dihasilkan oleh sistem. Hanya

pemantau yang digunakan secara

optimal saja, akan dapat

meningkatkan tahap kompetensi

komunikasi seseorang pelajar

bahasa kedua. Menurut Krashen;

‘conscious learning … can only

be used as a Monitor or an

editor’ ( m.s : 80) .

Monitor ini muncul dalam

pikiran seseorang saat belajar B2

dan berfungsi sebagai pengedit

dan pengkoreksi bahasa. Sebagai

contoh, setelah mahasiswa

mempelajari tentang simple

present tense, maka ketika akan

menggunakan bentuk tersebut,

Page 10: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

58

monitor akan keluar dengan

mempertimbangkan apakah

menggunakan kata kerja

pertama, atau kedua. Hipotesis

ini mendapatkan bantahan dari

Barry McLaughlin karena

dianggap memiliki

ketidaktuntasan pemantauan

terhadap pemakaian B2. Salah

satu kritiknya adalah bahwa

monitor jarang dipakai di dalam

kondisi normal/alamiah

pemakaian B2.

4. Input Hypothesis (Hipotesis

Masukan)

Hipotesis ini menjelaskan

bahwa pembelajaran B2

dianggap akan terjadi jika hanya

mahasiswa mendapatkan

informasi/pengetahuan setingkat

lebih tinggi daripada yang telah

dikuasainya. Hipotesis ini

dirumuskan dengan [i + 1], di

mana i = input, yaitu

pengetahuan yang sudah dimiliki

mahasiswa(kompetensi sebelum

belajar) dan 1 =

kompetensi setingkat dari

sebelumnya. Jika i + 2, atau

lebih, maka pembelajaran akan

sulit terjadi karena mahasiswa

akan merasakan kesulitan,

sedangkan jika i + 0, atau i – 1

dan seterusnya mengindikasikan

bahwa pembelajaran dilakukan

dengan pengetahuan sebagai

input yang sudah bahkan jauh

telah dikuasai mahasiswa.

5. Hipotesis Saringan Afektif

(Affective Filter)

Saringan afektif akan

menghambat mahasiswa dalam

menerima ataupun memproduksi

bahasa. Sebagai contoh, jika

anda tidak suka dengan bahasa

Inggris, maka saringan afektif

anda akan semakin ketat.

Demikian pula, saat anda benci

dengan sang guru, takut diolok-

olok jika keliru, dst. Saringan

afektif menjadi problem

tersendiri bagi mahasiswa

dewasa karena perkembangan

piskologisnya yang semakin

peka dengan lingkungannya.

Faktor-Faktor Penentu dalam

pembelajaran Bahasa Kedua

Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua

yang akan dipelajari, mempunyai

struktur yang berbeda dengan bahasa

Indonesia sebagai bahasa pertama.

Oleh karenanya, belajar bahasa

Inggris menjadi hal yang sulit.

Adapun beberapa faktor penentu

yang mempengaruhi pembelajaran

bahasa kedua sebagai berikut :

a. Faktor Motivasi

Menurut McDonald yang

dikutip Wasty Soemantono

(2006:203), motivasi adalah

suatu perubahan tenaga di dalam

diri/pribadi seseorang yang

ditandai oleh dorongan efektif

dan reaksi-reaksi dalam usaha

mencapai tujuan. Demikian pula

menurut Brown (1981) yang

dikutip Chaer (2009:251) ,

motivasi adalah dorongan dari

dalam, dorongan sesaat, emosi

atau keinginan yang

menggerakkan seseorang untuk

berbuat sesuatu. Bagi

mahasiswa yang mempunyai

motivasi dalam belajar bahasa

kedua, cenderung akan lebih

berhasil. Mereka mempunyai

dorongan yang kuat dari dalam

diri mereka untuk mempelajari

bahasa kedua tersebut.

Page 11: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

59

Dalam kaitannya dengan

pembelajaran bahasa kedua,

motivasi itu mempunyai dua

fungsi, yaitu fungsi integratif

dan fungsi instrumental.

Motivasi berfungsi integratif,

jika motivasi ini mendorong

seseorang mempelajari bahasa

kedua, karena adanya keinginan

untuk berkomunikasi dengan

masyarakat penutur bahasa itu,

ataupun menjadi bagian dari

masyarakat bahasa tersebut.

Sedangkan motivasi berfungsi

instrumental, jika motivasi itu

mendorong seseorang untuk

mempelajari bahasa kedua

dengan tujuan agar memperoleh

manfaat setelah menguasainya,

ataupun untuk memperoleh

pekerjaan atau mobilitas sosial

pada lapisan atas masyarakat

tersebut (Gardner dan Lambert,

1972:3 yang dikutip Chaer

(2009:251)

b. Faktor Usia

Banyak orang

beranggapan bahwa faktor usia

sangat mempengaruhi dalam

proses pembelajaran bahasa

kedua. Namun, hasil penelitian

mengenai faktor usia dalam

pembelajaran bahasa kedua ini

menunjukan hal berikut :

1. Dalam hal urutan

pemerolehan , tampaknya

faktor usia tidak terlalu

berperan, sebab urutan

pemerolehan oleh kanak-

kanak dan orang dewasa,

tampanya sama saja

(Fatman, 1975; Dulay, Burt

dan Krashen, 1982 ) yang

dikutip Chaer (2009:252).

2. Dalam hal kecepatan dan

keberhasilan belajar bahasa

kedua, dapat disimpulkan:

(1) anak-anak lebih berhasil

daripada orang dewasa

dalam pemerolehan sistem

fonologi atau pelafalan;

bahkan banyak diantara

mereka yang mencapai

pelafalan seperti penutur

asli; (2) orang dewasa

nampaknya maju lebih cepat

daripada kanak-kanak

dalam bidang morfologi dan

sintaksis, paling tidak pada

permulaan masa belajar; (3)

kanak-kanak lebih berhasil

daripada orang dewasa,

tetapi tidak selalu lebih

cepat (‘Oyama, 1976;

Dulay, burt, dan Krashen,

1982; Asher dan Gracia,

1969) yang dikutip Chaer

(2009:253). Dari hasil

penelitian tersebut Chaer

menyimpulkan, bahwa

faktor usia adalah faktor

yang berpengaruh dalam

pembelajaran bahasa kedua.

Perbedaan umur

mempengaruhi kecepatan

dan keberhasilan belajar

bahasa kedua pada aspek

fonologi, morfologi, dan

sintaksis; tetapi tidak

berpengaruh dalam

pemerolehan urutannya.

c. Faktor Penyajian formal

Ada dua tipe pembelajaran

bahasa kedua, yaitu naturalistik,

dan formal. Tipe naturalistik

berlangsung secara alamiah

dalam lingkungan keluarga

(tempat tinggal) sehari-hari,

tanpa guru dan tanpa

Page 12: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

60

kesengajaan. Sedangkan tipe

formal berlangsung secara

formal dalam pendidikan di

sekolah, dilakukan dengan

kesengajaan, disertai berbagai

perangkat formal

pembelajarannya, seperti

kurikulum, metode, guru, media

belajar, materi pembelajaran,

dan sebagainya.

d. Faktor Bahasa Pertama

Menurut beberapa pakar

pembelajaran bahasa kedua,

bahasa pertama mempunyai

pengaruh terhadap proses

penguasaan bahasa kedua

pembelajar ( Ellis, 1986: 19)

yang dikutip Chaer (2009:256).

Bahasa pertama dianggap

pengganggu dalam proses

pembelajaran bahasa kedua. Hal

ini karena biasa terjadi seorang

pembelajar secara tidak sadar

melakukan transfer unsur-unsur

bahasa pertamanya ketika

menggunakan bahasa kedua

(Dulay, dkk., 1982: 96, yang

dikutip Chaer (2009: 256).

Akibatnya terjadilah interferensi,

alih kode, campur kode atau

juga error.

e. Faktor Lingkungan

Dulay (1985: 14, yang

dikutip Chaer (2009: 257)

menerangkan bahwa kualitas

lingkungan bahasa sangat

penting bagi seorang pembelajar

untuk dapat berhasil dalam

mempelajari bahasa baru

(kedua). Yang dimaksud dengan

lingkungan bahasa, adalah

lingkungan dimana seorang

pembelajar bahasa kedua dapat

aktif menggunakan bahasa

kedua dengan lingkungannya.

Adapun lingkungan bahasa

dapat merupakan formal maupun

informal. Lingkungan bahasa

formal, adalah di sekolah,

dimana guru dapat memfasilitasi

mahasiswa dengan

menggunakan bahasa kedua,

sehingga mahasiswa mempunyai

kesempatan berlatih

menggunakan bahasa kedua

tersebut. Lingkungan bahasa

informal, umumnya adalah

dengan teman sebaya.

Diharapkan mahasiswa

mempunyai lingkungan bahasa

informalnya dengan teman

sebaya yang berbahasa kedua,

sehingga mahasiswa dapat terus

menerus mempunyai

kesempatan untuk menggunakan

bahasa kedua tersebut.

Perbedaan Individu dalam

Belajar Bahasa Kedua (Inggris)

Ada beberapa faktor yang

membedakan setiap individu dalam

belajar bahasa keduanya, yaitu :

a. Gender

Mengapa umumnya kelas

bahasa lebih banyak didominasi

oleh wanita daripada pria ? Hal

berhubungan dengan beberapa

pendapat yang mengungkapkan

bahwa otak pria dan wanita

mempunyai perbedaan dalam

bentuknya. Menurut Steinberg

dkk (2001: 319) yang dikutip

Dardjowidjojo ( 2008:221),

hemisfir kiri pada wanita ,

lebih tebal daripada hemisfir

kanan. Oleh karenanya ,

umumnya kelas bahasa

didominasi oleh wanita. Akan

tetapi, temuan Philip dkk (1987

dalam Steinberg 2001:319)

Page 13: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

61

yang dikutip Dardjowidjojo

(2008), menunjukkan bahwa

meskipun ada perbedaan dalam

pemrosesan bahasa antara pria

dan wanita, perbedaan ini hanya

mengarah pada pengaruh

budaya, daripada pengaruh

generik.

b. Persepsi

Menurut Shaleh (2004 :

89), persepsi adalah proses yang

menggabungakan dan

mengorganisasikan data-data

indera kita (penginderaan) untuk

dikembangkan sedemikian rupa

sehingga kita dapat menyadari di

sekeliling kita. Dengan kata lain,

persepsi adalah proses

diterimanya rangsang (objek,

kualitas, hubungan antara gejala

maupun peristiwa), sampai

rangsang itu disadari dan

dimengerti.

Gibson, dkk (1989) dalam

buku Organisasi Dan

Manajemen Perilaku, Struktur;

memberikan definisi persepsi

adalah, proses kognitif yang

dipergunakan oleh individu

untuk menafsirkan dan

memahami dunia sekitarnya

(terhadap obyek). Gibson juga

menjelaskan bahwa persepsi

merupakan, proses pemberian

arti terhadap lingkungan oleh

individu. Oleh karena itu, setiap

individu memberikan arti kepada

stimulus secara berbeda

meskipun objeknya sama. Cara

individu melihat situasi

seringkali lebih penting daripada

situasi itu sendiri.

Dari pendapat tersebut

dapat disimpulkan bahwa

persepsi merupakan suatu proses

penginderaan stimulus, yang

diterima oleh individu melalui

alat indera, yang kemudian

diinterpretasikan, sehingga

individu dapat memahami, dan

mengerti tentang stimulus yang

diterimanya tersebut. Proses

menginterpretasikan stimulus ini

biasanya dipengaruhi pula oleh

pengalaman dan proses belajar

individu.

Jadi pada saat mahasiswa

menerima pelajaran, tentunya

dia akan berfikir, apakah

pelajaran ini akan dapat

dipelajarinya dengan baik, atau

akan sulit, apakah bermanfaat,

dan berbagai penilaian tentang

pelajaran tersebut. Dengan kata

lain, mahasiswa tersebut

mempunyai persepsi terhadap

mata pelajaran yang sedang

diterimanya.

Setiap mahasiswa tentunya

akan mempunyai persepsi yang

berbeda terhadap setiap mata

pelajaran yang diterimanya,

demikian pula ketika mereka

dalam proses pembelajaran

bahasa Inggris, tentunya masing-

masing akan mempunyai

persepsi yang berbeda tentang

materi ini. Persepsi ini penting

untuk menentukan kualitas

belajar. Jika seorang mahasiswa

menilai bahwa dengan

menguasai bahasa Inggris,

mereka akan memperoleh

pekerjaan dengan lebih mudah,

maka tentunya akan sangat

berpengaruh dalam kualitas

belajarnya. Kualitas belajar

mereka akan meningkat.

Sedangkan bagi mahasiswa

dengan persepsi negatif,

tentunya kualitas belajarnya

akan rendah.

Page 14: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

62

Faktor-faktor yang

mempengaruhi persepsi pada

dasarnya dibagi menjadi 2, yaitu

faktor Internal dan Faktor

Eksternal.

1. Faktor Internal yang

mempengaruhi persepsi,

yaitu faktor-faktor yang

terdapat dalam diri individu,

yang mencakup beberapa

hal antara lain :

a. Fisiologis. Informasi

masuk melalui alat

indera, selanjutnya

informasi yang diperoleh

ini akan mempengaruhi

dan melengkapi usaha

untuk memberikan arti

terhadap lingkungan

sekitarnya. Kapasitas

indera untuk

mempersepsi pada tiap

orang berbeda-beda

sehingga interpretasi

terhadap lingkungan juga

dapat berbeda.

b. Perhatian. Individu

memerlukan sejumlah

energi yang dikeluarkan

untuk memperhatikan

atau memfokuskan pada

bentuk fisik dan fasilitas

mental yang ada pada

suatu obyek. Energi tiap

orang berbeda-beda

sehingga perhatian

seseorang terhadap

obyek juga berbeda dan

hal ini akan

mempengaruhi persepsi

terhadap suatu obyek.

c. Minat. Persepsi terhadap

suatu obyek bervariasi

tergantung pada seberapa

banyak energi atau

perceptual vigilance yang

digerakkan untuk

mempersepsi. Perceptual

vigilance merupakan

kecenderungan seseorang

untuk memperhatikan

tipe tertentu dari stimulus

atau dapat dikatakan

sebagai minat.

d. Kebutuhan yang searah.

Faktor ini dapat dilihat

dari bagaimana kuatnya

seseorang individu

mencari obyek-obyek

atau pesan yang dapat

memberikan jawaban

sesuai dengan dirinya.

e. Pengalaman dan ingatan.

Pengalaman dapat

dikatakan tergantung

pada ingatan dalam arti

sejauh mana seseorang

dapat mengingat

kejadian-kejadian lampau

untuk mengetahui suatu

rangsang dalam

pengertian luas.

f. Suasana hati. Keadaan

emosi mempengaruhi

perilaku seseorang, mood

ini menunjukkan

bagaimana perasaan

seseorang pada waktu

yang dapat

mempengaruhi

bagaimana seseorang

dalam menerima,

bereaksi dan mengingat.

2. Faktor Eksternal yang

mempengaruhi persepsi,

merupakan karakteristik

dari lingkungan dan obyek-

obyek yang terlibat

didalamnya. Elemen-elemen

tersebut dapat mengubah

sudut pandang seseorang

terhadap dunia sekitarnya

Page 15: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

63

dan mempengaruhi

bagaimana seseorang

merasakannya atau

menerimanya. Sementara itu

faktor-faktor eksternal yang

mempengaruhi persepsi

adalah :

1) Ukuran dan

penempatan dari obyek

atau stimulus. Faktor

ini menyatakan bahwa

semakin besarnya

hubungan suatu obyek,

maka semakin mudah

untuk dipahami. Bentuk

ini akan mempengaruhi

persepsi individu dan

dengan melihat bentuk

ukuran suatu obyek

individu akan mudah

untuk perhatian pada

gilirannya membentuk

persepsi.

2) Warna dari obyek-

obyek. Obyek-obyek

yang mempunyai

cahaya lebih banyak,

akan lebih mudah

dipahami (to be

perceived)

dibandingkan dengan

yang sedikit.

3) Keunikan dan

kekontrasan stimulus.

Stimulus luar yang

penampilannya dengan

latarbelakang dan

sekelilingnya yang

sama sekali di luar

sangkaan individu yang

lain akan banyak

menarik perhatian.

4) Intensitas dan kekuatan

dari stimulus. Stimulus

dari luar akan memberi

makna lebih bila lebih

sering diperhatikan

dibandingkan dengan

yang hanya sekali

dilihat. Kekuatan dari

stimulus merupakan

daya dari suatu obyek

yang bisa

mempengaruhi

persepsi.

5) Motion atau gerakan.

Individu akan banyak

memberikan perhatian

terhadap obyek yang

memberikan gerakan

dalam jangkauan

pandangan

dibandingkan obyek

yang diam.

c. Motivasi

Motivasi adalah salah satu

faktor yang mempengaruhi

keefektifan kegiatan belajar

mahasiswa (Baharudin dan

Wahyuni, 2007:22). Seperti

yang telah dibahas sebelumnya,

motivasilah yang mendorong

mahasiswa ingin melakukan

kegiatan belajar.

Motif seringkali diartikan

dengan istilah dorongan.

Dorongan atau tenaga tersebut

merupakan gerak jiwa dan

jasmani untuk berbuat. Jadi

motif tersebut merupakan suatu

driving force yang

menggerakkan manusia untuk

bertingkah-laku, dan di dalam

perbuatannya itu mempunyai

tujuan tertentu. Setiap tindakan

yang dilakukan oleh manusia

selalu di mulai dengan motivasi

(niat). Menurut Wexley & Yukl

(dalam As’ad, 1987) motivasi

adalah pemberian atau

penimbulan motif, dapat pula

diartikan hal atau keadaan

Page 16: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

64

menjadi motif. Sedangkan

menurut Mitchell (dalam

Winardi, 2002) motivasi

mewakili proses- proses

psikologikal, yang menyebabkan

timbulnya, diarahkanya, dan

terjadinya persistensi kegiatan-

kegiatan sukarela (volunter)

yang diarahkan ke tujuan

tertentu.

Sedangkan menurut Gray

(dalam Winardi, 2002) motivasi

merupakan sejumlah proses,

yang bersifat internal, atau

eksternal bagi seorang individu,

yang menyebabkan timbulnya

sikap antusiasme dan persistensi,

dalam hal melaksanakan

kegiatan- kegiatan tertentu.

Morgan (dalam Soemanto,

1987) mengemukakan bahwa

motivasi bertalian dengan tiga

hal yang sekaligus merupakan

aspek- aspek dari motivasi.

Ketiga hal tersebut adalah:

keadaan yang mendorong

tingkah laku (motivating states),

tingkah laku yang di dorong oleh

keadaan tersebut (motivated

behavior), dan tujuan dari pada

tingkah laku tersebut (goals or

ends of such behavior).

McDonald (dalam Soemanto,

1987) mendefinisikan motivasi

sebagai perubahan tenaga di

dalam diri seseorang yang

ditandai oleh dorongan efektif

dan reaksi- reaksi mencapai

tujuan. Motivasi merupakan

masalah kompleks dalam

organisasi, karena kebutuhan

dan keinginan setiap anggota

organisasi berbeda satu dengan

yang lainnya. Hal ini berbeda

karena setiap anggota suatu

organisasi adalah unik secara

biologis maupun psikologis, dan

berkembang atas dasar proses

belajar yang berbeda pula

(Suprihanto dkk, 2003).

Soemanto (1987) secara

umum mendefinisikan motivasi

sebagai suatu perubahan tenaga

yang ditandai oleh dorongan

efektif dan reaksi-reaksi

pencapaian tujuan. Karena

kelakuan manusia itu selalu

bertujuan, kita dapat

menyimpulkan bahwa

perubahan tenaga yang memberi

kekuatan bagi tingkahlaku

mencapai tujuan,telah terjadi di

dalam diri seseorang.

Dari uraian diatas dapat

disimpulkan bahwa

motivasiadalah energi aktif yang

menyebabkan terjadinya suatu

perubahan pada diri sesorang

yang nampak pada gejala

kejiwaan, perasaan, dan juga

emosi, sehingga mendorong

individu untuk bertindak atau

melakukan sesuatu dikarenakan

adanya tujuan, kebutuhan, atau

keinginan yang harus

terpuaskan.

Motivasi seseorang sangat

dipengaruhi oleh dua faktor,

yaitu :

a. Faktor Internal

faktor yang berasal dari

dalam diri individu, terdiri

atas:

1. Persepsi individu

mengenai diri sendiri;

seseorang termotivasi

atau tidak untuk

melakukan sesuatu

banyak tergantung pada

proses kognitif berupa

persepsi. Persepsi

seseorang tentang

Page 17: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

65

dirinya sendiri akan

mendorong dan

mengarahkan perilaku

seseorang untuk

bertindak;

2. Harga diri dan prestasi;

faktor ini mendorong

atau mengarahkan

inidvidu (memotivasi)

untuk berusaha agar

menjadi pribadi yang

mandiri, kuat, dan

memperoleh kebebasan

serta mendapatkan

status tertentu dalam

lingkungan masyarakat;

serta dapat mendorong

individu untuk

berprestasi;

3. Harapan; adanya

harapan-harapan akan

masa depan. Harapan

ini merupakan

informasi objektif dari

lingkungan yang

mempengaruhi sikap

dan perasaan subjektif

seseorang. Harapan

merupakan tujuan dari

perilaku.

4. Kebutuhan; manusia

dimotivasi oleh

kebutuhan untuk

menjadikan dirinya

sendiri yang berfungsi

secara penuh, sehingga

mampu meraih

potensinya secara total.

Kebutuhan akan

mendorong dan

mengarahkan seseorang

untuk mencari atau

menghindari,

mengarahkan dan

memberi respon

terhadap tekanan yang

dialaminya.

5. Kepuasan kerja; lebih

merupakan suatu

dorongan afektif yang

muncul dalam diri

individu untuk

mencapai goal atau

tujuan yang diinginkan

dari suatu perilaku.

b. Faktor Eksternal

faktor yang berasal dari luar

diri individu:

1. Jenis dan sifat

pekerjaan; dorongan

untuk bekerja pada

jenis dan sifat pekerjaan

tertentu sesuai dengan

objek pekerjaan yang

tersedia, akan

mengarahkan individu

untuk menentukan

sikap, atau pilihan

pekerjaan yang akan

ditekuni. Kondisi ini

juga dapat dipengartuhi

oleh sejauh mana nilai

imbalan yang dimiliki

oleh objek pekerjaan

dimaksud;

2. Kelompok kerja dimana

individu bergabung;

kelompok kerja atau

organisasi tempat

dimana individu

bergabung, dapat

mendorong atau

mengarahkan perilaku

individu, dalam

mencapai suatu tujuan

perilaku tertentu;

peranan kelompok atau

organisasi ini dapat

membantu individu,

mendapatkan

kebutuhan akan nilai-

Page 18: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

66

nilai kebenaran,

kejujuran, kebajikan

serta dapat memberikan

arti bagi individu,

sehubungan dengan

kiprahnya dalam

kehidupan sosial.

3. Situasi lingkungan pada

umumnya; setiap

individu terdorong

untuk berhubungan

dengan rasa mampunya

dalam melakukan

interaksi secara efektif

dengan lingkungannya;

4. Sistem imbalan yang

diterima; imbalan

merupakan karakteristik

atau kualitas dari objek

pemuas yang

dibutuhkan oleh

seseorang, yang dapat

mempengaruhi motivasi

atau dapat mengubah

arah tingkah laku, dari

satu objek ke objek

lain, yang mempunyai

nilai imbalan yang lebih

besar. Sistem

pemberian imbalan,

dapat mendorong

individu untuk

berperilaku dalam

mencapai tujuan;

perilaku dipandang

sebagai tujuan,

sehingga ketika tujuan

tercapai maka akan

timbul imbalan.

d. Minat

Minat merupakan

ketertarikan atau keinginan yang

besar terhadap sesuatu. Minat

juga dipandang sebagai

kecenderungan dalam diri

individu untuk tertarik pada

suatu objek atau menyenangi

sesuatu objek.Pendapat ini

didukung oleh Setiadi (1987)

yang menyebutkan bahwa minat

merupakan aktivitas psikis

manusia yang menyebabkan

individu memberikan perhatian

kepada suatu objek yang

selanjutnya akan diikuti oleh

kecenderungan untuk mendekati

objek tersebut dengan perasaan

senang. Nugroho (1982)

menyatakan bahwa minat adalah

rasa lebih suka dan rasa

keterkaitan pada suatu hal atau

aktivitas tanpa ada yang

menyuruh.

Berdasarkan pendapat

Crow and Crow dapat diambil

pengertian bahwa individu yang

mempunyai minat terhadap

belajar, maka akan terdorong

untuk memberikan perhatian

terhadap Belajar tersebut.

Karateristik minat menurut

Bimo Walgito :

1. Menimbulkan sikap positif

terhadap sesuatu objek.

2. Adanya sesuatu yang

menyenangkan yang timbul

dari sesuatu objek itu.

3. Mengandung suatu

pengharapan yang

menimbulkan keinginan

atau gairah untuk

mendapatkan sesuatu yang

menjadi minatnya ( 1977 ; 4

)

Ahli lain mengatakan

bahwa minat sebagai sesuatu

hasil pengalaman yang tumbuh

pada dan dianggap bernilai oleh

individu adalah kekuatan yang

mendorong seseorang itu untuk

Page 19: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

67

berbuat sesuatu ( Winarno

Surachmad, 1980 : 90 ).

Menurut H.C.

Witherington yang dikutip

Suharsini Arikunto, minat

adalah kesadaran seseorang

terhadap suatu objek, suatu

masalah atau situasi yang

mengandung kaitan dengan

dirinya (1983 : 100 ). Batasan ini

lebih memperjelas penengertian

minat tersebut dalam kaitannya

dengan perhatian seseorang.

Perhatian adalah pemilihan suatu

perangsang dari sekian banyak

perangsang yang dapat menimpa

mekanisme penerimaan

seseorang. Orang, masalah atau

situasi tertentu adalah

perangsang yang datang pada

mekanisme penerima seseorang ,

karena pada suatu waktu tertentu

hanya satu perangsang yang

dapat disadari. Maka dari sekian

banyak perangsang tersebut

harus dipilih salah satu.

Perangsang ini dipilih karena

disadari bahwa ia mempunyai

sangkut paut dengan seseorang

itu. Kesadaran yang

menyebabkan timbulnya

perhatian itulah yang disebut

minat. Berdasarkan pengertian

dimuka maka unsur minat

adalah perhatian, rasa senang,

harapan dan pengalaman.

Menurut Crow and Crow,

ada tiga faktor yang

menimbulkan minat yaitu Faktor

yang timbul dari dalam diri

individu, faktor motif sosial dan

faktor emosional yang ketiganya

mendorong timbulnya minat,

(Johny Killis, 1988 : 26 ).

Pendapat tersebut sejalan dengan

yang dikemukakan Sudarsono,

faktor-faktor yang menimbulkan

minat dapat digolongkan sebagai

berikut :

1. Faktor kebutuhan dari

dalam. Kebutuhan ini dapat

berupa kebutuhan yang

berhubungan dengan

jasmani dan kejiwaan.

2. Faktor motif sosial,

Timbulnya minat dalam diri

seseorang dapat didorong

oleh motif sosial yaitu

kebutuhan untuk

mendapatkan pengakuan,

perhargaan dari lingkungan

dimana ia berada.

3. Faktor emosional. Faktor ini

merupakan ukuran

intensitas seseorang dalam

menaruh perhatian terhadap

sesuat kegiatan atau objek

tertentu (1980 : 12 ).

Jadi berdasarkan dua

pendapat diatas faktor yang

menimbulkan minat ada tiga

yaitu dorongan dari diri

individu, dorongan sosial dan

motif dan dorongan emosional.

Timbulnya minat pada diri

individu berasal dari individu,

selanjutnya individu

mengadakan interaksi dengan

lingkungannya yang

menimbulkan dorongan sosial

dan dorongan emosional.

Menurut Charles yang

dikutip oleh Slamet Widodo

dideskripsikan sebagai berikut :

Pada awalnya sebelum terlibat di

dalam suatu aktivitas,

mahasiswa mempunyai

perhatian terhadap adanya

perhatian, menimbulkan

keinginan untuk terlibat di

dalam aktivitas ( Slamet

Page 20: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

68

Widodo, 1989 : 72 ). Minat

kemudian mulai memberikan

daya tarik yang ada atau ada

pengalaman yang

menyenangkan denga hal-hal

tersebut. Jadi proses

terbentuknya minat dapat

digambarkan sebagai berikut :

Perhatian > Keterlibatan > Minat

Minat dapat dibagi 2 yaitu :

a) Minat primitif atau biologis

Minat yang timbul dari

kebutuhan – kebutuhan

jasmani berkisar pada soal

makanan, comfort, dan

aktifitas. Ketiga hal ini

meliputi kesadaran tentang

kebutuhan yang terasa akan

sesuatu yang dengan

langsung dapat memuaskan

dorongan untuk

mempertahankan organisme.

b) Minat cultural atau sosial

Minat yang berasal dari

perbuatan belajar yang lebih

tinggi tarafnya. Orang yang

benar – benar terdidik

ditandai dengan adanya minat

yang benar – benar luas

terhadap hal – hal yang

bernilai (Witherington, H. C,

1999) .

Proses minat tersedia dalam

motif (alasan, dasar,

pendorong), serta perjuangan

motif.

c) Keputusan

Inilah yang sangat penting

yang berisi pemilihan antara

motif – motif yang ada dan

meninggalkan kemungkinan

yang lain sebab tidak sama

mungkin seseorang

mempunyai macam – macam

keinginan pada waktu yang

sama.

d) Bertindak sesuai dengan

keputusan yang diambil

(Heri, P, 1998).

Beberapa hal yang berkaitan

dengan minat diantaranya

adalah jika pekerjaan tidak

jelas dan tidak menentu,

makin sulit suatu tugas makin

besar minat dan tenaga untuk

menyelesaikan tugas itu,

pekerjaan yang dilakukan

secara cepat dan bersama-

sama menumbuhkan minat

(Heri P, 1998).Faktor-faktor

utama yang mempengaruhi

minat seseorang adalah

pekerjaan, sistem pendukung,

pribadi individu (Heri P,

1998).

Kesimpulannya, jika

mahasiswa mempunyai minat

untuk belajar bahasa Inggris,

tentunya akan bersemangat

dalam proses belajar, karena

dilakukan dengan senang

hati, tanpa ada yang

memaksa.

e. Sikap

Dalam proses belajar,

sikap individu dapat

mempengaruhi keberhasilan

proses belajar. Sikap adalah

gejala internal yang dimensi

afektif berupa kecenderungan

untuk mereaksi atau merespon

dengan cara yang relatif tetap

terhadap objek, orang, peristiwa

dan sebagainya, baik secara

positif maupun negative ( Syah,

2003) yang dikutip Baharudin

dan Wahyuni ( 2007: 24) .

Menurut Sarnoff (dalam

Sarwono, 2000)

mengidentifikasikan sikap

Page 21: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

69

sebagai kesediaan untuk

bereaksi (disposition to react)

secara positif (favorably) atau

secara negatif (unfavorably)

terhadap obyek – obyek tertentu.

D.Krech dan R.S Crutchfield

(dalam Sears, 1999) berpendapat

bahwa sikap sebagai organisasi

yang bersifat menetap dari

proses motivasional, emosional,

perseptual, dan kognitif

mengenai aspek dunia individu.

Sedangkan La Pierre

(dalam Azwar, 2003)

memberikan definisi sikap,

sebagai suatu pola perilaku,

tendensi atau kesiapan

antisipatif, predisposisi untuk

menyesuaikan diri dalam situasi

sosial, atau secara sederhana,

sikap adalah respon terhadap

stimuli sosial yang telah

terkondisikan. Lebih lanjut

Soetarno (1994) memberikan

definisi sikap adalah pandangan

atau perasaan yang disertai

kecenderungan untuk bertindak

terhadap obyek tertentu. Sikap

senantiasa diarahkan kepada

sesuatu artinya tidak ada sikap

tanpa obyek. Sikap diarahkan

kepada benda-benda, orang,

peritiwa, pandangan, lembaga,

norma dan lain-lain.

Meskipun ada beberapa

perbedaan pengertian sikap,

tetapi berdasarkan pendapat-

pendapat tersebut di atas maka

dapat disimpulkan bahwa sikap

adalah keadaan diri dalam

manusia yang menggerakkan

untuk bertindak atau berbuat

dalam kegiatan sosial dengan

perasaan tertentu di dalam

menanggapi obyek situasi atau

kondisi di lingkungan

sekitarnya. Selain itu sikap juga

memberikan kesiapan untuk

merespon yang sifatnya positif

atau negatif terhadap obyek atau

situasi.

Ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pembentukan

sikap :

1. Pengalaman pribadi.

Untuk dapat menjadi

dasar pembentukan sikap,

pengalaman pribadi harus

meninggalkan kesan yang

kuat. Karena itu, sikap akan

lebih mudah terbentuk

apabila pengalaman pribadi

tersebut melibatkan faktor

emosional. Dalam situasi

yang melibatkan emosi,

penghayatan akan

pengalaman akan lebih

mendalam dan lebih lama

berbekas.

3. Kebudayaan. B.F. Skinner

(dalam, Azwar 2005)

menekankan pengaruh

lingkungan (termasuk

kebudayaan) dalam

membentuk kepribadian

seseorang. Kepribadian

tidak lain daripada pola

perilaku yang konsisten

yang menggambarkan

sejarah reinforcement

(penguatan, ganjaran) yang

dimiliki. Pola reinforcement

dari masyarakat untuk sikap

dan perilaku tersebut, bukan

untuk sikap dan perilaku

yang lain.

4. Orang lain yang

dianggappenting. Pada

umumnya, individu bersikap

konformis atau searah

dengan sikap orang orang

Page 22: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

70

yang dianggapnya penting.

Kecenderungan ini antara

lain dimotivasi oleh

keinginan untuk berafiliasi

dan keinginan untuk

menghindari konflik dengan

orang yang dianggap

penting tersebut.

5. Media massa. Sebagai

sarana komunikasi, berbagai

media massa seperti televisi,

radio, mempunyai pengaruh

besar dalam pembentukan

opini dan kepercayaan

orang. Adanya informasi

baru mengenai sesuatu hal

memberikan landasan

kognitif baru bagi

terbentuknya sikap terhadap

hal tersebut. Pesan-pesan

sugestif yang dibawa

informasi tersebut, apabila

cukup kuat, akan memberi

dasar afektif dalam

mempersiapkan dan menilai

sesuatu hal sehingga

terbentuklah arah sikap

tertentu.

6. Institusi Pendidikan dan

Agama. Sebagai suatu

sistem, institusi pendidikan

dan agama mempunyai

pengaruh kuat dalam

pembentukan sikap

dikarenakan keduanya

meletakkan dasar pengertian

dan konsep moral dalam diri

individu. Pemahaman akan

baik dan buruk, garis

pemisah antara sesuatu yang

boleh dan tidak boleh

dilakukan, diperoleh dari

pendidikan dan dari pusat

keagamaan serta ajaran-

ajarannya.

7. Faktor emosi dalam diri.

Tidak semua bentuk sikap

ditentukan oleh situasi

lingkungan dan pengalaman

pribadi seseorang. Kadang-

kadang, suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang

didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

Sikap demikian bersifat

sementara dan segera

berlalu begitu frustasi telah

hilang akan tetapi dapat

pula merupakan sikap yang

lebih persisten dan lebih

tahan lama. contohnya

bentuk sikap yang didasari

oleh faktor emosional

adalah prasangka.

f. Strategi Belajar

Strategi belajar digunakan

oleh para mahasiswa untuk

membantu mereka dalam

memahami informasi yang

diterima serta memecahkan

masalah yang terjadi dalam

proses belajar. Para mahasiswa

yang tidak mengetahui strategi

belajar yang baik, sering kali

kurang bersemangat dalam

belajar, sehingga mengakibatkan

kegagalan di sekolah.

Pengajaran dengan

menggunakan strategi belajar

yang baik, lebih memfokuskan

pada penciptaan mahasiswa aktif

dengan mengajarkan mereka

bagaimana cara belajar yang

baik dan bagaimana

menggunakan apa yang mereka

sudah pelajari untuk

memecahkan masalah yang

Page 23: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

71

mereka hadapi dan menjadi

sukses. Tentunya dengan

menggunakan strategi belajar

bahasa Inggris yang baik, para

mahasiswa akan sukses.

Menurut Trianto (2007:85),

strategi belajar mempunyai

pengertian suatu usaha garis-

garis besar haluan untuk

bertindak dalam usaha mencapai

sasaran yang telah ditentukan.

Trianto juga mengatakan, bahwa

strategi-strategi belajar mengacu

pada perilaku dan proses-proses

berpikir yang digunakan oleh

mahasiswa dalam

mempengaruhi hal-hal yang

dipelajari, termasuk proses

memori, dan metakognitif.

Michael Pressley (1991)

dalam Trianto (2007:85),

menyatakan bahwa strategi-

strategi belajar adalah operator-

operator kognitif meliputi dan

terdiri atasproses-proses yang

secara langsung terlibat dalam

menyelesaikan suatu tugas

(belajar). Strategi-strategi

tersebut merupakan strategi-

strategi yang digunakan

mahasiswa untuk memecahkan

masalah belajar tertentu.

Menurut Arends dalam

Nur (2000:9) dikutip Trianto

(2007:155), ada empat hal

penting yang dilakukan seorang

mahasiswa agar dapat belajar

mandiri, :

1. Secara cermat mendiagnosa

suatu situasi pembelajaran

tertentu.

2. Memilih suatu strategi

belajar tertentu untuk

menyelesaikan masalah

belajar tertentu yang

dihadapi.

3. Memonitor keektifan

strategi tersebut;

4. Cukup termotivasi untuk

terlibat dalam situasi belajar

tersebut sampai masalah

tersebut terselesaikan.

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian yang Dipakai

Dalam penelitian ini digunakan

metode kualitatif. Punch (2000:57)

mengatakan bahwa kualitatif data

bisa diperoleh dari interview,

pengamatan, atau dokumen ataupun

gabungan dari tiga aktifitas ini. Data

yang diperoleh adalah data

deskriptif, berupa kata-kata tertulis

ataupun lisan, mengenai orang-

orang maupun perilaku yang

diamati. Pendekatan ini diarahkan

pada latar belakang dan individu

tersebut secara holistik. Dalam

penelitian kualitatif, peneliti tidak

diperkenankan mengisolasi individu

ke dalam variable atau hipotesis,

tetapi perlu memandang sebagai

bagian dari suatu keutuhan.

Metode Analisis Data

Dalam tahap analisis ini,

segala data, baik dari kasus, maupun

rujukan teoretis, diklasifikasikan

berdasarkan tipologi satuan,

berdasarkan gejala-gejala yang

dimunculkan oleh setiap sumber

data. Setelah diperoleh satuan-satuan

yang ada, maka dilakukan pola

kategorisasi dengan pola

pengelompokkan gejala-gejala yang

ada, sehingga akan terdiskripsikan

kendala-kendala yang ada dalam

pembelajaran bahasa Inggris di

LP3I cabang Bekasi.

Page 24: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

72

ANALISI DATA

Dalam bab ini akan

diuraikan tentang data yang

diperoleh dari hasil pengamatan dan

wawancara, yang dapat

menggambarkan tentang kendala

mahamahasiswa LP3I jurusan AP-

258 dalam belajar bahasa Inggris,

dilihat dari sudut perbedaan setiap

individu dalam belajar bahasa

Inggris.

1. Gender

Seperti yang sudah

dibahas dalam studi pustaka,

bahwa kelas bahasa lebih

didominasi oleh mahasiswa

putri, karena hemisfir kiri pada

wanita , lebih tebal daripada

hemisfir kanan. Penulis

menemukan hal yang sama pada

mahamahasiswa jurusan AP-

258. Kemampuan bahasa Inggris

mahasiswa putri lebih baik dari

pada mahasiswa putra. Dan

berdasarkan pengamatan

penulis, mahasiswa putri lebih

cepat mengerti dan lebih cakap

daripada mahasiswa putra dalam

proses belajar bahasa Inggris.

Dan dari beberapa pertanyaan

yang dilontarkan kepada

mereka, tentang kesukaan

belajar bahasa Inggris,

mahasiswa putri lebih banyak

menjawab suka untuk belajar

bahasa Inggris, sedangkan dari

tujuh orang mahasiswa putra,

hanya satu orang yang

mempunyai kesukaan belajar

bahasa Inggris.

2. Persepsi Diri

Untuk mengetahui

persepsi diri mahasiswa tentang

bahasa Inggris, penulis

memberikan beberapa

pertanyaan tentang bagaimana

pendapat mereka mengenai

pelajaran bahasa Inggris, seperti,

apakah sulit belajar bahasa

Inggris, apakah menakutkan

untuk berbicara dalam bahasa

Inggris, apakah mereka takut

lawan bicara tidak dapat

mengerti tentang bahasa Inggris

mereka. Hasilnya, lebih dari 50

% responden menjawab “ya”,

yang berarti lebih dari 50 %

responden, mempunyai persepsi

bahwa bahasa Inggris itu sulit,

dan menakutkan. Dengan

persepsi yang kurang baik

terhadap bahasa Inggris,

tentunya kemampuan bahasa

Inggris mereka menjadi tidak

baik.

3. Motivasi

Motivasi merupakan

kekuatan seseorang yang dapat

menimbulkan dorongan dan

entusiasmenya dalam

melaksanakan suatu kegiatan,

baik yang bersumber dari dalam

diri individu itu sendiri maupun

dari luar individu.

Seberapa kuat motivasi

yang dimiliki individu akan

banyak menentukan terhadap

kualitas perilaku yang

ditampilkannya, baik dalam

konteks belajar, bekerja maupun

dalam kehidupan lainnya. Dalam

konteks studi psikologi, Abin

Syamsuddin Makmun (2003)

mengemukakan bahwa untuk

memahami motivasi individu

dapat dilihat dari beberapa

indikator, diantaranya: (1) durasi

kegiatan; (2) frekuensi kegiatan;

(3) persistensi pada kegiatan; (4)

Page 25: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

73

ketabahan, keuletan dan

kemampuan dalam mengahadapi

rintangan dan kesulitan; (5)

devosi dan pengorbanan untuk

mencapai tujuan; (6) tingkat

aspirasi yang hendak dicapai

dengan kegiatan yang dilakukan;

(7) tingkat kualifikasi prestasi

atau produk (out put) yang

dicapai dari kegiatan yang

dilakukan; (8) arah sikap

terhadap sasaran kegiatan.

Berdasarkan pengamatan

penulis, sebagian besar

responden tidak memiliki

motivasi yang cukup kuat untuk

belajar bahasa Inggris.

Berdasarkan dari beberapa

indikator yang dikemukan oleh

Abin Syamsuddin Makmun

untuk memahami motivasi

setiap responden dalam

kegiatan belajar bahasa Inggris,

penulis mengamati, bahwa

hampir keseluruhan responden

mempunyai motivasi yang

berbeda-beda, dengan hasil :

a. 33 % berperan sangat aktif

b. 11 % cukup aktif

c. 28 % kurang aktif

d. 28 % tidak aktif

Setelah topik selesai

dijelaskan :

33 % responden berperan sangat

aktif. Mereka penuh antusias

untuk bertanya, maupun

menjawab pertanyaan yang

ditanyakan, tanpa keraguan.

Mereka mempunyai motivasi

yang kuat untuk belajar bahasa

Inggris, jadi tanpa diminta,

mereka sudah aktif dengan

sendirinya.

11 % responden berperan cukup

aktif. Mereka masih ragu-ragu

untuk bertanya, maupun

menjawab pertanyaan yang

ditanyakan. Walau ragu, tapi

mereka berusaha untuk

berperan aktif, dengan berusaha

menjawab pertanyaan dengan

hasil pemikirannya sendiri,

tanpa bertanya kepada

temannya. Motivasi mereka

sedang, sehingga masih ada

keraguan, kekhawatiran untuk

berperan aktif.

28 % responden kurang

berperan aktif. Mereka malu

untuk bertanya, serta ketika

menjawab pertanyaan, terlebih

dahulu bertanya pada teman

disampingnya. Untuk responden

ini, motivasi yang mereka

punyai kurang, sehingga usaha

untuk mencapai keberhasilan

tidak cukup keras.

28 % responden tidak aktif

sama sekali. Mereka tidak

mempunyai keinginan untuk

bertanya, dan ketika diberi

pertanyaan, mereka hanya

tersenyum saja, sambil

mengenggelengkan kepalanya.

Bagi responden ini, motivasi

tidak ada sama sekali. Sehingga

usaha untuk mencapai

keberhasilan, sama sekali tidak

terlihat.

4. Minat

Minat adalah dorongan

yang kuat bagi seseorang untuk

melakukan segala sesuatu yang

menjadi keinginannya, tanpa ada

yang menyuruh. Antara minat

dan motivasi terdapat hubungan

yang erat. Jika seseorang

Page 26: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

74

memiliki motivasi terhadap

sesuatu maka akan timbul

minatnya terhadap sesuatu

tersebut. Dengan hasil

pengamatan terhadap motivasi

responden di atas, maka dapat

terlihat dengan jelas mengenai

minat mereka terhadap bahasa

Inggris.

Bagi 33 % responden

yang mempunyai motivasi tinggi

terhadap bahasa Inggris,

mempunyai minat pula yang

tinggi untuk benar-benar

mempelajarinya, sehingga

tentunya pencapaian hasil akan

tinggi pula.

Bagi 11 % responden

dengan motivasi bahasa Inggris

sedang, terlihat minat terhadap

bahasa Inggris, biasa-biasa saja.

Mereka mempunyai keinginan

belajar tetapi tidak cukup kuat.

Pencapaian hasil yang mereka

peroleh, cukup-cukup saja.

Bagi 28 % responden

dengan motivasi kurang untuk

bahasa Inggris, minat tentunya

akan kurang pula. Keinginan

untuk berhasil kurang. Sering

kali mengandalkan kemampuan

teman-temannya. Tidak mau

berusaha sendiri.

28 % responden dengan

tidak mempunyai motivasi sama

sekali. Dengan tidak adanya

motivasi, tentunya minatpun

tidak ada pula. Mereka hanya

mengandalkan nilai kehadiran

saja. Dan duduk manis.

5. Sikap

Bagaimana kita suka terhadap

sesuatu, akan menenentukan

perilaku kita terhadap sesuatu

tersebut. Karena sikap

merupakan pernyataan evaluatif

terhadap objek, orang atau

peristiwa. Hal ini mencerminkan

perasaan seseorang terhadap

sesuatu. Jika suka, maka kita

akan mendekat, bergabung,

ataupun mencari tahu. Tapi jika

tidak suka, maka kita akan

menghindar ataupun menjauh.

Perwujudan sikap merupakan

gabungan dari tiga komponen

utamanya, yaitu kesadaran,

perasaan, dan perilaku.

33 % responden dengan

motivasi dan minat yang tinggi

terhadap bahasa Inggris, dengan

kesadaran penuh, dan perasaan

senang, akan berupaya dengan

keras, untuk dapat menguasai

bahasa Inggris dengan baik.

11 % responden dengan

motivasi dan minat terhadap

bahasa Inggris sedang-sedang

saja, mempunyai kesadaran

maupun perasaan yang sedang-

sedang saja untuk dapat

menguasai bahasa Inggris

dengan baik. Terlihat ada usaha

untuk belajar, tapi terlihat tidak

terlalu menggebu.

28 % responden dengan

motivasi dan minat kurang

terhadap bahasa Inggris,

teramati bahwa kesadaran

kurang, serta perasaan tidak

terlalu senang terhadap bahasa

Inggris. Tentunya usaha untuk

belajar kurang pula.

28 % responden dengan

motivasi dan minat yang tidak

ada sama sekali terhadap bahasa

Inggris, kesadaranpun tidak ada,

dan untuk perasaan terlihat datar

saja. Usaha agar dapat mengerti

Page 27: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

75

dan menguasai bahasa Inggris,

tidak terlihat sama sekali.

6. Strategi Belajar

Setiap mahasiswa

mempunyai kecenderungan

untuk menerapkan strategi

belajar masing-masing, sesuai

dengan pengalaman belajar yang

sudah dimilikinya. Dari hasil

wawancara, diperoleh data-data

sebagai berikut :

Tabel 4.1. Cara meningkatkan

kemampuan listening

Jml

mahasiswa

Percentage

Mendengarkan berita berbahasa

Inggris

3 17 %

Mendengarkan

musik berbahasa Inggris

6 33 %

Melihat film

berbahasa Inggris tanpa text

6 33%

Melihat film

berbahasa Inggris

dengan text

3 17%

Data di atas menunjukkan

bahwa mendengarkan musik

adalah hal yang menyenangkan

bagi sebagian responden.

Mereka mengatakan, dengan

mendengarkan musik berbahasa

Inggris, mereka dapat

memahami banyak kosa kata

bahasa Inggris. Dan mereka

mampu melafalkan kata-kata

tersebut, seperti yang dilafalkan

oleh penyanyinya. Hal yang

menggembirakan mereka adalah,

ketika mereka dapat

mendendangkan lagu tersebut

dengan fasih.

Tabel 4.2. Cara Meningkatkan

Kemampuan Speaking

Jml

mahasis

wa

Perce

ntage

Bebicara di depan kaca

dalam bahasa Inggris

3 17%

Berbahasa Inggris dengan

teman kampus

5 28%

Mencari orang asing

untuk berbahasa Inggris

6 33%

Berbahasa Inggris dengan

keluarga

4 22%

Berbicara dalam bahasa

Inggris adalah hal yang tersulit

bagi para responden. Dengan

adanya kegiatan mencari orang

asing yang mampu berbahasa

Inggris untuk diwawancara,

maka dapat dilihat dari data di

atas, bahwa sebagian responden

menyukai kegiatan ini untuk

melatih bahasa Inggris mereka.

Tabel 4.3. Cara Meningkatkan

Kemampuan Reading

Jml mahasiswa Percentage

Membaca bacaan

dalam text book

7 39%

Membaca surat

kabar berbahasa

Inggris

3 17%

Membaca novel

berbahasa Inggris

4 22%

Membaca

informasi

berbahasa Inggris

di internet

4 22%

Dari data di atas dapat

dilihat, sebagian besar

responden hanya membaca

bacaan yang ada di dalam text

book bahasa Inggris mereka.

Hanya beberapa yang melatih

kemampuan membaca bahasa

Inggris mereka, dari buku

bacaan lain selain text book

bahasa Inggris mereka.

Page 28: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

76

Tabel 4.4. Cara Meningkatkan

Kemampuan Writing

Jml

mahasiswa

Percentage

Menulis cerita

dalam bahasa

Inggris

3 17%

Chatting, sms dalam

bahasa Inggris

11 61%

Menulis surat dalam

bahasa Inggris

4 22%

Menulis tugas setiap

mata kuliah

dalam bahasa

Inggris

- -

Kegiatan chatting memang

sedang memarak saat ini,

umumnya bagi kalangan muda.

Demikian pula dengan para

responden, yang umumnya

kalangan muda. Dari data di

atas, chatting menjadi pilihan

bagi sebagian responden, untuk

melatih kemampuan mereka

dalam menulis bahasa Inggris.

Dengan kegiatan chatting ini,

otomatis mereka berusaha untuk

dapat menulis kalimat-kalimat

dalam bahasa Inggris dengan

benar, agar lawan chatting

mereka mengerti maksud dari

pembicaraan mereka.

Umumnya para responden,

menyiapkan kamus bahasa

Inggris, sebelum mereka

memulai chatting. Mereka

mengatakan, dengan chatting,

mereka dapat berteman dengan

siapa saja dari manca negara,

selain melatih kemampuan

menulis mereka dalam bahasa

Inggris.

SIMPULAN

Dari hasil analisa yang telah

diuraikan pada bab IV, dapat

disimpulkan bahwa kendala

dalam belajar bahasa Inggris

dilihat dari perbedaan individu

dalam belajar bahasa kedua /

Inggris adalah sebagai berikut :

1. Gender

Kesimpulan dari perbedaan

gender, sebenarnya bukan

merupakan suatu kendala

untuk belajar bahasa Inggris,

karena hal ini hanya menjadi

masukan saja, bahwa

berdasarkan penelitian,

hemisfir kiri pada wanita ,

lebih tebal daripada hemisfir

kanan, sehingga hal ini akan

berpengaruh dengan

kecepatan daya serap dalam

bidang bahasa. Jadi tidak

berarti pria tidak dapat

belajar bahasa Inggris

dengan baik, tapi tergantung

dari usaha setiap

individunya. Dari hasil

penelitian, mayoritas

responden pria tidak terlalu

tertarik terhadap bahasa

Inggris, sehingga mereka

tidak cakap berbahasa

Inggris.

2. Persepsi

Persepsi menjadi suatu

kendala dalam belajar bahasa

Inggris. Karena dengan

mempunyai persepsi yang

negatif terhadap bahasa

Inggris, maka akan

menghambat proses belajar

bahasa Inggris itu sendiri.

Sebagian besar responden,

mempunyai persepsi yang

negative terhadap bahasa

Inggris, sehingga hal ini

berpengaruh terhadap

keberhasilan mereka, dalam

mempelajarinya.

3. Motivasi

Page 29: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

77

Motivasi dari sebagian besar

responden sangatlah buruk,

mereka tidak mempunyai

dorongan yang kuat untuk

belajar bahasa Inggris,

sehingga mereka menjadi

malas untuk belajar bahasa

Inggris. Seperti kita ketahui,

bahwa tanpa motivasi,

seseorang tidak akan berhasil

dalam setiap usahanya.

Demikian pula dalam belajar

bahasa Inggris, akan menjadi

kendala jika seseorang tidak

mempunyai motivasi yang

positif dalam

mempelajarinya.

4. Minat

Minat sangat erat

berhubungan dengan

motivasi. Jika seseorang

mempunyai motivasi

tentunya akan mempunyai

minat pula dalam melakukan

sesuatu. Sehingga, tanpa

minat yang positif akan

menjadi kendala dalam

belajar bahasa Inggris.

Demikian yang terlihat dari

sebagian besar responden,

karena mereka tidak

mempunyai motivasi untuk

belajar bahasa Inggris, maka

minat merekapun tidak

terlihat.

5. Sikap

Dengan motivasi serta minat

yang positif terhadap bahasa

Inggris, tentunya, akan

sangat berpengaruh terhadap

sikap seseorang dalam

proses belajar bahasa

Inggris. Jika sebaliknya,

tentunya hal ini akan

menjadi kendala dalam

proses belajar bahasa

Inggris. Karena kebanyakan

dari responden bersikap

negatif terhadap bahasa

Inggris, maka mereka tidak

memperoleh hasil yang baik.

6. Strategi belajar

Dengan strategi belajar yang

baik, tentu akan

menghasilkan hal yang

positif. Demikian pula jika

belajar bahasa Inggris

dengan strategi belajar yang

baik, tentu akan memperoleh

hasil yang baik pula. Para

responden, umumnya sudah

mengetahui bagaimana

strategi belajar bahasa

Inggris yang baik, hanya

karena mereka tidak

mempunyai motivasi,

maupun minat serta sikap

yang baik terhadap bahasa

Inggris, mereka tidak

melatih diri mereka secara

baik, untuk memperoleh

hasil yang memuaskan. Jadi

Strategi belajar disini,

sebenarnya bukan

merupakan suatu kendala

mereka, karena umumnya,

mereka sudah mengetahui

bagaimana cara belajar

bahasa Inggris yang baik,

agar memperoleh hasil yang

baik.

Jadi secara umum dapat disimpulkan

bahwa, yang menjadi kendala

mahamahasiswa jurusan AP-258

dalam penguasaan bahasa Inggris

adalah, persepsi diri, motivasi, minat,

serta sikap dari masing-masing

individu itu sendiri.

Page 30: IDENTIFIKASI KENDALA DALAM PENGUASAAN BAHASA INGGRIS

JURNAL LENTERA BISNIS VOL. 4 NO. 1 Mei 2015 / ISSN 2252-9993

78

DAFTAR PUSTAKA

As’ad, Moh, Psikologi Industri,

Jogjakarta: Liberty, 1998.

Baharudin dan Wahyuni, Nur, Esa,

Teori Belajar & Pembelajaran,

Jogjakarta: Ar-ruzz Media,

2007.

Chaer, Abdul, Psikolinguistik;

Kajian Teoretik, Jakarta:

Rineka Cipta, 2009.

Cosynook.wordpress.com/2013/2/14/

teori-minat/Dardjowidjojo,

Soenjono, Psikolinguistik:

Pengantar Pemahaman

Bahasa Manusia, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia,

2008.

Heri, P, Pengantar Perilaku

Manusia, Jakarta : EGC, 1998.

Soemanto, Wasty, Psikologi

Pendidikan, Jakarta: PT Bina

Aksara, 1987.

Soemanto, Wasty, Psikologi

Pendidikan; Landasan kerja

Pemimpin Pendidikan, Jakarta:

Rineka Cipta, 2006.

Thohir.sunan-

anpel.ac.id/2011/11/17/stephen

-krashen-beberapa-hipotesis-

pemerolehan-b2/

Trianto, Model-model Pembelajaran

Innovatif berorientasi

Konstruktivitis, Jakarta:

Prestasi Pustaka Publisher,

2007.

Winardi, Manajemen Prilaku

Organisasi, Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 1992.

Witherington, H.C., Psikologi

Pendidikan, Jakarta : Aksara

Baru, 1999.

www.duniapsikologi.com/penertian-

motivasi/