Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone

25
0 LAPORAN IDENTIFIKASI KAWASAN BUDIDAYA TAMBAK UDANG DAN KEPITING BAKAU DESA PALLIME - CENRANA KABUPATEN BONE PROPINSI SULAWESI SELATAN Oleh : Nana S.S. Udi Putra, S.Hut.,M.Si. Harunur Rasyid, A.Md E-mail : [email protected] BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2008

Transcript of Identifikasi Kawasan Tambak Udang Dan Kepiting Di Pallime Bone

Page 1: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

0

LAPORAN

IDENTIFIKASI KAWASAN

BUDIDAYA TAMBAK UDANG DAN KEPITING BAKAU DESA PALLIME - CENRANA KABUPATEN BONE

PROPINSI SULAWESI SELATAN

Oleh :

Nana S.S. Udi Putra, S.Hut.,M.Si. Harunur Rasyid, A.Md

E-mail : [email protected]

BALAI BUDIDAYA AIR PAYAU TAKALAR

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2008

Page 2: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

1

I. PENDAHULUAN

Sub sektor perikanan dan kelautan merupakan andalan bagi daerah-

daerah yang secara potensi alaminya secara khusus memanfaatkan dan

mengandalkan kegiatan perikanan dan kelautan. Kabupaten Bone

merupakan salah satu kabupaten pesisir yang secara geografis memiliki

potensi dan kegiatan-kegitan di sub sektor perikanan dan kelautan cukup

besar di Sulawesi Selatan.

Secara potensial Kabupaten Bone dengan pasilitas TPI hingga 20 unit

menunjukkan adanya aktivitas perikanan tangkap yang besar, namun dari sisi

lain dengan memanfaatkan potensi lahan yang ada juga dilakukan kegiatan

budidaya tambak dan rumput laut. Produksi tambak adalah penunjang nilai

produksi terbesar ke-2 setelah aktivitas penangkap, seperti pada tahun 2007

mencapai nilai 173,034 milyar rupiah atau mencapai 37.259 ton, angka ini

merupakan nilai yang cukup rendah dibanding dengan tahun-tahun

sebelumnya.

Dari 10 kecamatan pesisir adalah kecamatan Cenrana, Aktivitas

perikanan di kecamatan ini cukup besar berbagai komoditas yang dihasilkan

di wilayah ini seperti dari sektor penangkapan dan juga tambak udang, namun

yang sangat unik dan dikenal adalah budiaya kepiting bakau. Produksi udang

windu masyarakat terus menurun karana munculnya penyakit bercak putih

(white spot), selain faktor penyakit adanya indikasi bahwa penurunan produksi

memperlihatkan produktivitas lahan mulai menurun, akibat kualitas lingkungan

yang menurun sehingga kemampuan daya dukung pun menuruni.

Keunikan yang ada di Cenrana adalah aktivitas budidaya kepiting bakau

yang dilakukan bersamaan dengan menanam padi (mina padi kepiting

bakau). Aktivitas budidaya kepiting bakau yang terus menerus dan turun-

temurun seolah tidak ada nilainya (tidak tercatat di buku laporan produksi)

padahal memberikan dampak yang sangat besar pada penghasilan. Padahal

hasil dari Kecamatan Cenrana sebagaimana hasil wawancara bisa mencapai

2.5 – 4 ton kepiting per minggu.

Page 3: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

2

Oleh karena itu, kegiatan identifikasi daerah-daerah budidaya perikanan

khususnya Kepiting bakau di Kabupaten Bone diprakarsai oleh BBAP Takalar

yang dimaksudkan untuk mengetahui perkembangan budidaya dan

permasalahan secara teknis di lapangan dalam kegiatan budidaya, sehingga

permasalahan teknis dapat diselesaikan dan dapat dilakukan perbaikan-

perbaikan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Karena para petani

mengakui bahwa selama ini permasalahan-permasalahan dalam budidaya

baik dari aspek kualitas lingkungan dan cara-cara penanganannya tidak

didasarkan pada data-data yang akurat, sehingga hasil penanganannya

kurang memuaskan para petani sendiri.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dilakukannya kegiatan identifikasi ini adalah

a. Sebagai upaya identifikasi kondisi fisik lingkungan tempat budidaya mina

padai kepiting bakau di Desa Pallime, Kecamatan Cenrana.

b. Sebagai upaya pengumpulan data dalam rangka monitoring lingkungan

laboratorium Uji

c. Sebagai upaya memberikan layanan kepada masyarakat masyarakat

dengan rekomendasi atas masalah-masalah yang dihadapi di tempat

identifikasi.

1.3. Tempat dan Waktu

Kegiatan identifikasi dilakukan di kabupaten Bone Kecamatan Cenrana

Provinsi Sulawesi Selatan sesuai dengan Surat Tugas Kepala BBAP Takalar

No ...... /BBAPT/TU.420/IX/2007, tertanggal ..... Juni 2008 tentang kegiatan

Identifikasi dan Monitoring Lingkungan Kawasan Budidaya. Identifikasi

dilakukan pada tangggal ........ Juni 2008. Areal budidaya Mina padi Kepiting

di wilayah Kecamatan Cenrana. Personil yang melakukan identikasi lapangan

adalah

1. Nama : Nana S.S. Udi Putra, S.Hut., M.Si.

Nip : 950 002 981

Page 4: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

3

Jabatan : Staf Teknis Laboratorium Uji BBAP Takalar

2. Nama : Harunur Rasyid, A.Md.

Nip : 950 003

Jabatan : Staf Teknis Laboratorium Uji BBAP Takalar

II. GAMBARAN UMUM LOKASI

Kabupaten Bone ada di wilayah Pesisir Timur Sulawesi Selatan,

dengan luas wilayah 45.599,16 km2, atau sekitar 10% dari luas Provinsi

Sulawesi Selatan. Secara geografis terletak pada posisi 4o 13’ – 5 o 06’

Lintang Selatan dan 119o 42’ – 120o 30’ Bujur Timur. Secara administratif

Kabupaten Bone berbatasan dengan Kabupaten Wajo dan Sopeng di sebelah

Utara, berbatasan dengan Kabupaten Sinjai dan Gowa di Sebelah Selatan,

berbatasan dengan Kabupaten Maros, Pangkep, dan Baru di Sebelah Barat

serta sebelah Timur adalah Teluk Bone.

Jumlah penduduk Kabupaten Bone sebanyak 699.474 jiwa pada tahun

2006. Dari 27 kecamatan di Kabupaten Bone 10 kecamatan diantaranya

dengan 63 desa di dalamnya memiliki wilayah pesisir. Termasuk Kecamatan

Cenrana dengan luas wilayah 143,60 km2 dan memiliki garis pantai

terpanjang hingga mencapai 30 km atau mencapai luasan 19,440 Ha.

III. POTENSI PERIKANAN

Aktivitas perikanan di Kabupaten Bone meliputi aktivitas penangkapan

dan budidaya baik di perairan umum, darat maupun laut. Aktivitas ini mampu

menghasilkan nilai produksi yang terus meningkat setiap tahunnya. Sebagai

contoh di tahun 2007 pertumbuhan produksi perikanan mencapai 3,3% per

tahun. Sumbangan terbesar berasal dari aktivitas penangkapan dan disusul

oleh aktivitas budidaya tambak (Tabel 1).

Page 5: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

4

Tabel 1. Produksi Sektor Perikanan Kabupaten Bone Tahun 2007

Sektor Produksi (X 1000

Ton)

Nilai Produksi (Rp Juta)

Komoditas

Penangkapan ikan di laut 73,454 797.219,40

> 35 jenis, termasuk tuna, cakalang, rajungan, kerapu, teripang, lobster, dll.

Penangkapan ikan di perairan umum

1,678 7.792,50 > 6 jenis, termasuk sepat siam, gabus, mujair, sidat, udang galah, dll.

Budidaya tambak

37,259 173.034,00

> 8 jenis, bandeng,udang windu, udang api-api, udang putih, kepiting bakau, rumput laut, mujair, dll.

Budidaya Kolam

0,054 432 -

Budidaya mina padi ikan

0,005 37,60 -

Budidaya laut 5,500 5.500,00 Rumput laut Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.

Sektor lainnya adalah produksi benur dari pembenihan mencapai 59 juta ekor

dengan nilai produksi mencapai Rp 1,77 milyar.

Dari total hasil produksi perikanan menunjukkan bahwa Kecamatan

Cenrana menyumbang sekitar 3,77% terhadap nilai produksi hasil perikanan

Kabupaten Bone. Dengan demikian sumbangannya masih sangat kecil

(Tabel 2) padahal potensi perikanan yang besar karena garis pantai

terpanjang dibanding dengan kecamatan lainnya (30 km).

Hasil produksi perikanan diperoleh dari potensi perikanan yang ada di

Kabupaten Bone dengan luasan total yang telah dimanfaatkan adalah baru

sebesar 7,78 % saja dengan pemanfaatan terbesar pada aktivitas tambak

sebesar 70.78% sedangkan aktivitas lainnya basih berpeluang besar untuk

dikembangkan seperti kolam, perairan umum, mina padi sawah, dan budidaya

laut (Tabel 3).

Page 6: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

5

Tabel 2. Hasil Produksi Perikanan Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone Tahun 2007

Sektor Produksi

(Ton)

Nilai Produksi

(Rp x1000)

Sumbangan terhadap (nilai) Produksi Kab.

Bone (%)

Komoditas

Penangkapan ikan di laut

1.901,5 10.103.400 2,59 % (1,27%)

Penangkapan ikan di perairan umum

422,8 1.900.000 25,19% (24,38%)

Budidaya tambak 1.658,8 24.608.900 4,45% (14,22%) Budidaya Kolam 4,1 32.800 7,59% (7,59%) Budidaya mina padi ikan

- -

Budidaya laut 430 430.000 7,82% (7,82 %) Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.

Tabel 3. Potensi dan realisasi pengembangan budidaya di Kabupaten Bone

tahun 2007.

Jenis aktivitas perikanan budidaya

Potensi (Ha)

Realisasai (Ha)

Tingkat pemanfaatan

(%) Tambak 15.244 10.790 70,78 Kolam 1.970 211 10,71 Perairan umum 2.203 - -

Mina padi sawah 31.344 34,8 0,11 Budidaya laut 93.929 217,75 0,23 Total 144.690 11.253,55 7,78

Sumber: Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.

Secara ril pemanfaatan potensi perikanan seperti tambak di Kabupaten

Cenrana belum optimal ini tercermin dari nilai hasil produksi yang masih kalah

dari darah lainnya di Kec. Subulue, padahal daerah tersebut potensi masih

lebih rendah dibanding dengan Kecamatan Cenrana, begitu pula dalam

pemanfaatannya. Ini membuktikan bahwa potensi yang ada belum bisa

dimanfaatkan dengan baik yang didorong oleh rendahnya dukungan faktor

lainnya seperti sarana prasaran dan lebih utama adalah sumberdaya manusia

dalam menerapkan teknologi budidaya. Gambaran potensi dan ralisasi

pemanfaatannya dalam aktivitas perikanan disajikan pada Tabel 4.

Page 7: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

6

Tabel 4. Potensi dan realisasi pengembangan budidaya di Kecamatan Cenrana Kabupaten Bone tahun 2007.

Jenis aktivitas

perikanan budidaya Potensi

(Ha) Realisasai

(Ha) Tingkat

pemanfaatan (%) Tambak 2.721,15 2.404,0 88,35 Kolam 21,0 2,0 9,52

Perairan umum 304,0 - - Mina padi sawah - - - Budidaya laut 19.400 20,5 0,1 Total 22446,15 2.426,5 10.81

Sumber : Dioah dari Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.

Sangat jelas nampak kenapa nilai produksi perikanan yang rendah

padahal potensi yang tinggi, ternyata sarana prasarana pendukung di

Kecamatan Cenrana masing sangat kurang terkecuali adanya 1 unit TPI

(Tabel 5). Dukungan dari sarana seperti saluran tambak yang baik, diamana

sangat dibutuhkan di Cenrana masih belum ada.

Tabel 5. Sarana Prasarana Penunjang Kegiatan Sektor Perikanan Kabupaten

Bone hingga tahun 2007.

Sarana prasarana perikanan

Satuan Total di Kab

Bone Kecamatan

Cenrana Keterangan

Unit Pembenihan Rakyat (UPR)

Unit 3 -

Dempod Unit 2 - Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Unit 20 1

Saluran tambak Km 4225 - Pabrik Es Unit 10 - Cold storage Unit 2 - Backyard Unit 1 -

Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.

Tabel Potensi dan realisasi penggunaan lahan tambak serta hasil

produksinya di Kecamatan Cenrana disajikan pada Tabel 6.. Dari Tabel ini

jelas bahwa aktivitas dominan di Keamatan ini adalah tambak kepiting bakau

yang mencapai 74 % dari potensi Kabupaten Bone, akan tetapi ironisnya hasil

yang diperoleh hanya mencapai 30,48% saja. Ini menunjukkan ada banyak

kendala akan tetapi sebenarnya ada nilai unik yang bisa diambil karena hasil

yang tidak berubah dari tahun-ketahun.

Page 8: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

7

Tabel 6. Tabel Potensi dan realisasi penggunaan lahan tambak serta hasil

produksinya di Kabupaten Bone dan Kecamatan Cenrana Tahun 2007.

Jenis Komoditas budidaya di

Tambak

Kabupaten Bone Kecamatan Cenrana

Potensi (Ha)

Realisasi (Ha)

Hasil Produksi (Ton)

Potensi (Ha)

Realisasi (Ha)

Hasil Produksi

(Ton)

Udang - 2.220 2.111 - 376 211,5

Kepiting Bakau - 1.822 1.310 - 1.350 399,3

Rumput Laut - 2.128 26.790 - 777

Bandeng - 1.264 5.160 - 208 271

Jenis lainnya - 3.356 1.888 - 470 289,6

Total 15.244 10.790 2.721,15 2.404 1.948,4 Sumber : Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan tahun 2007.

IV. HASIL IDENTIFIKASI

4.1. Kualitas air Sungai Cenrana Sungai Cenrana adalah satu-satunya sungai yang mengalir di Desa

Pallime yang menjadi sumber air tawar bagi kegiatan budidaya. Sehingga

keberadaanya menjadi sangat penting. Sungai Cenrana berhulu ke danau

Tempe di kabupaten Wajo, sehingga segala bentuk perubahan cuaca,

lingkungan dan segala aktivitasnya di hulu akan sangat berpengaruh bagi

kualitas air di muara sungai Cenrana.

Gambar 1. Perjalanan menuju lokasi Desa Pallime menggunakan Perahu melalui jalur Sungai Cenrana.

Page 9: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

8

Hasil identifikasi (Tabel 7) menunjukkan kondisi yang umumnya

ditunjukkan oleh air sungai dalam kondisi keruh, tentunya mempunyai nilai

turbidity yang cukup tinggi, bahan organik yang tinggi dan tentunya

kandungan CO2 yang tinggi pula. Kandungan ammonia yang ada akibat

tingginya bahan organik dan menunjukan adanya aktivitas dekomposisi

dengan proses nitrifikasi yang terhambat akibat oksigen yang rendah. Kondisi

air sungai ini masih bisa digunakan sebagai sumber air tawar bagi kegiatan

budidaya yang tentunya perlu mendapat perlakuan seperti pengendapan air di

tandon, filterisasi, pengapuran dan lain-lain.

Tabel 7. Karakteristik kualitas air Sungai Cenrana di Pallime Cenrana-Bone

4.2. Budidaya Tambak Udang

4.2.1. Tanah

Jenis tanah yang dijumpai di areal tambak Desa Pallime Kecamatan

Cenrana adalah jenis tanah dengan tekstur liat (clay), serta jenis liat berpasir

(sandy clay) dan liat berlumpur (silty loam). Karakterisik fisik dan kimia tanah

di areal tambak udang di Muara Sunagi Cenrana Pallime dapat di lihat pada

Tabel 8. Dari sisi kondisi tanah menunjukkan bahwa areal tambak sudah

sesuai untuk budidaya udang yang menghendaki kondisi tanah yang liat

Parameter

Satuan

Hasil Pengukuran

Salinitas Ppt 0,33

pH 7,02

DO mg/L 3,93

Suhu oC 28,37

Alkalinias mg/L 126,00

CO2 mg/L 10,43

Ammonia mg/L 0,20

Nitrit mg/L 0,00

Posfat mg/L 0,10

Klor mg/L 0,00

Bahan organik mg/L 14,37

Turbidity NTU 49,00

Besi mg/L 0,00

H2S mg/L 0,00

Page 10: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

9

berpasir dan liat berlumpur (Soetomo, 2002). Dengan demikian kondisi tanah

lahan tambak sudah sesuai untuk keperluan budidaya udang.

Tabel 8. Kualitas Tanah Tambak Udang di Muara Sungai Cenrana

Parameter

Satuan

Nilai Hasil Pengukuran

Optimal

Redoks mV -202 > - 100 (Reis, 1985)

pH

6,99 6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Bahan organik % 10,51 < 2,5 % (Adhikari, 2003)

Phosfat mg/L 0,55 >30 mg/L ( Adhikari, 2003)

Besi mg/L 0,69 < 0,1

Nitrogen mg/L 0,45 >250 mg/L ( Adhikari, 2003)

Tekstur % fraksi Liat 60 – pasir

40 % Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt.

Pembudidayaan, 2003)

Warna tanah Abu-abu Coklat

Kandungan bahan organik di kawasan budidaya tambak udang

menujukkan kisaran 10,51 %, kondisi pH tanah 6,99, kandungan Posfat 0,55

mg/l, Besi 0,69 mg/L, Nitrogen 0,45 mg/L, dan redoks – 202 mV serta tekstur

tanah dengan kisaran kandungan liat 70% dan pasir 30%. Dari hasil

identifikasi kualitas tersebut, tanah ada dalam kondisi yang kurang cocok

untuk budidaya udang, perlu ada perlakuan-perlakuan untuk dapat

memperbaiki kualitasnya. Karateristik yang mendukung adalah pH tanah

(6,99) dan tekstur tanah (70:30%). Sedangkan karakteristik tanah lainya

kurang mendukung seperti redoks tanah yang rendah (-202 mV), kandungan

bahan organik tanah yang tinggi (10,51 %), Phosfat (0,55 mg/L), besi (0,69

mg/L) dan nitrogen (0,45 mg/L), hal ini sangat nyata dibandingkan dengan

kondisi optimal yang cocok untuk budidaya udang (Tabel 8). Pengolahan

dasar dalam persiapan tambak perlu mendapat perhatian sehingga kondisi

lahan benar-benar baik untuk budidaya.

Kondisi redoks tanah yang rendah menggambarkan aktivitas bakteri

rendah akibat oksigen yang rendah. Dampaknya adalah bakteri yang ada

tidak bisa bekerja dengan optimal dalam mendekomposisi bahan-bahan

organik. Kondisi ini nampak dengan warna tanah tambak yang berwarna abu

(Gambar 2) menunjukkan kondisi redoks yang rendah dengan proses

dekomposisi terhambat (Reis, 1985). Ini tampak dengan bahan organik tanah

yang tinggi (10,51%) begitu pula dengan Nitrogen (0,45 mg/L) dan Phosfat

Page 11: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

10

(0,55 mg/L). Besi yang tinggi bisa menjadi penyebab rendahnya pH tanah

ataupun air akibat ikatan yang dibentuk dengan senyawa lain, sehingga perlu

berhati-hati dalam pengolahan tanah dasar. Pyrit yang tinggi bisa menjadi

racun bagi udang peliharaan dan bisa menimbulkan kematian massal akibat

penurunan pH yang drastis pada air media budidaya.

Dari hasil pengukuran pH tanah menunjukkan pH yang masih ada dalam

kondisi optimal (6,99). Pada pH netral seperti ini sesungguhnya aktivitas

bakteri sangat optimal dalam bekerja mendekomposisi bahan organik yang

ada (Malone & Burden, 1988, Boyd, 1995, Adhikari, 2003), selain itu bisa

mengontrol tingkat racun bahan-bahan berbahaya bagi udang seperti amonia,

nitrit, dan asam sulfida di dalam air. Tertahannya kisaran pH tanah bisa

disebabkan oleh kandungan bahan organik di dalamnya (Mintarjo et al, 1984)

akibat proses dekomposisi oleh bakteri. Bila keasaman tanah terus menurun

diperlukan perlakuan-perlakuan tambahan dengan melakukan penambahan

kapur pada saat pengolahan tanah seperti yang dianjurkan oleh Mintarjo

et.al., (1984) (Tabel 9).

Tabel 9. Jumlah Kapur yang Dibutuhkan Berdasarkan pada pH dan Tekstur Tanah.

pH Tanah

Jumlah kapur yang dibutuhkan (Kg/Ha)

Tanah liat Tanah liat berpasir Tanah berpasir

< 4 4.0 – 4.5 4.5 – 5.0 5.0 – 5.5 5.5 – 6.0 6.0 – 6.5

4000 3000 2500 1500 1000 500

2000 1500 1250 1000 500 500

1250 1250 1000 500 250 0

Sumber : Mintardjo, et. al. (1984).

Dari hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa areal tambak ber pH

netral sehingga baik untuk dijadikan tempat budidaya udang. Tambak yang

produktif untuk tambak mempunyai kisaran pH netral hingga basa dan netral

akan memberikan suasana bilogik yang terbaik (Mintarjo at al, 1984). Tanah

yang baik untuk budidaya tambak udang berada pada kisaran netral pH 6.0-

8.0 (Direktorat Pembudidayaan, 2003).

Page 12: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

11

Nitrogen dan Fosfor adalah unsur yang penting bagi pertumbuhan

phytoplankton (Boyd, et.al. 2002). Sehingga keberadaan kandungan Nitrogen

dan Phosfat di dalam tanah tambak seperti hasil identifikasi masih rendah bila

dengan kandungan optimal seperti pada Tabel 8. Nitrogen dan fosfat

merupakan bahan dasar nutrisi yang isa dimabfaatkan oleh phytoplankton

yang dihasilkan oleh proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Nitrogen

dalam bentuk ammonium dan nitrat serta fosfat mudah diserap oleh

phytoplankton. Bahan N dan Phosfat ini selain dimanfaatkan oleh

phytoplankton juga dimanfaatkan oleh udang/ikan dan organisme lainnya ada

di dalam tambak (Boyd, et.al. 2002).

Hasil identifikasi menunjukkan bahwa nitrogen dan phosfat ada pada

kondisi yang rendah sehingga perlu tindakan perlakuan untuk

meningkatkannya hingga ada pada tingkat yang mencukupi bagi kehidupan

udang/ikan. Penambahan bisa dilakukan dengan melakukan pemupukkan

dengan menggunakan pupuk urea atau ammonium untuk menambah nitrogen

dan pemupukkan Kalsium phosfat dan Ammonium Phosfat untuk menambah

nutrisi Phosfat.

Gambar 2. Kondisi tanah tambak udang tradisional di Muara Sungai Cenrana Desa Palliem berwarna abu-abu kecoklatan.

4.2.2. Kualitas Air Tambak

Salah satu faktor yang dapat mendukung keberhasilan budiadaya adalah

kondisi kualitas air tambak. Kualitas air tambak merupakan resultante dari

Page 13: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

12

beberapa faktor lingkungan yang ada di kawasan tersebut termasuk kondisi

fisik-kimia dan biologi. Karakteristik kualitas air di kawasan tambak muara

sungai Cenrana Pallime disajikan pada Tabel 10. Secara umum tambak di

Pallime adalah tambak yang dikelola secara tradisional. Luasan kawasan

tambak yang menghampar menjadi satu-kesatuan pengelolaan dimana satu

pengelola menguasai tambak 18 Ha.

Dari hasi identifiikasi tersebut karakteristik air yang diperoleh dari hasil

pengujian menunjukkan bahwa secara umum karakteristiknya ada pada

kisaran optimal bagi budidaya udang windu seperti DO (7,83 mg/L), suhu air

(30 oC), alkalinitas (157,50 mg/L), CO2 (0,0 mg/L), nitrit (0,0 mg/L), phosfat

(0,1 mg/L), clorin (0,0 mg/L), bahan organik (28,77 mg/L), besi (0,0 mg/L),

sulfida (0,0 mg/L), dan warna air (coklat muda), akan tetapi ada parameter-

parameter yang ada diluar kisaran yang optimal seperti salinitas (8,67 ppt),

pH (8,59), ammonia (0,2 mg/L) dan turbidity (49 NTU). Dengan demikian

kondisi tambak secara umum sudah ada pada kondisi yang baik untuk

budidaya, faktor-faktor utama bekerja dengan baik. Akan tetapi beberapa

faktor seperti salinitas, pH, ammonia, dan turbidity perlu mendapat perhatian.

Salinitas menjadi sangat krusial karena posisi tambak yang ada dimuara

dimana suplai air dipengaruhi oleh air tawar dari sungai yang didominasi oleh

air tawar akibat curah hujan yang masih tinggi. Karena tambak yang

sebenarnya siap menunggu panen (menunnggu bulan tingi) kondisi ini

tidaklah memprihatinkan bagi udang. Nilai pH yang tinggi diduga oleh

suburnya perairan sehingga proses photosyntesis yang berjalan baik

sehingga kondisi air terdorong meningkat oleh peninkatan serapan CO2 yang

tinggi dari phytoplankton. Perairan yang baik tersebut memdorong kondisi

kecerahan air agak gelap akibat warna air yang berwarna coklat tua akan

tetapi tidaklah berbahaya bagi udang windu. Terdeteksinya kandungan

ammonia yang tinggi (0,2 mg/L) sangat berkaitan dengan proses nitrifikasi

yang terhambat akibat oksigen yang terbatas akibat CO2 yang meningkat di

perairan sehingga terjadi akumulasi ammonia.

Page 14: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

13

Tabel 10. Kualitas Air Tambak Udang Tradisional di Muara Sungai Cenrana Pallime.

Parameter

Satuan

Nilai Hasil Pengukuran

Optimal

Salinitas ppt 8,67 15 – 25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

pH 8,59 7,0 – 8,30 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

DO mg/L 7,83 5,0 – 9,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Suhu oC 30,00 28,0 – 32,0 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Alkalinias mg/L 157,50 >100 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

CO2 mg/L 0,00 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Ammonia mg/L 0,20 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Nitrit mg/L 0,00 <0,1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Posfat mg/L 0,10 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Klorin mg/L 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Bahan organik mg/L 28,77 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Turbidity NTU 49,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Besi mg/L 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

H2S mg/L 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Warna air Coklat muda Coklat muda (Ariawan & Poniran, 2004)

4.2.3. Penyakit udang

Dari hasil identifikasi terhadap laporan dan pengujian yang telah

dilakukan terhadap udang windu menunjukkan bahwa terjadi infeksi berat dari

Virus Bintik Putih (White Spot Syndrome Virus-WSSV) sehingga disarankan

untuk segera dipanen. Hasil uji terhadap karier udang putih menunjukkan

hasil yang sama (positif). Akan tetapi memiliki hasil yang berbeda terhadap

kepiting yang ditemukan di dalam tambak. Kondisi tambak yang sangat luas

(18 Ha) menyulitkan dalam mengotrol karena tambak sambung menyambung.

Intensitas tebar yang rendah sulit untuk melakukan pemanenan sehingga

pengelola hanya menunggu bulan tinggi untuk memamen, karena hanya pada

saat itu udang naik dari lumpur dan akan terbawa oleh arus air. Hal yang

riskan dari kegiatan budiaya di temukan di Pallime adalah budidaya udang

windu ditebar bersamaan dengan budidaya kepiting bakau, padahal kepiting

bakau merupakan karier bagi virus WSSV yang sangat mematikan bagi

udang windu. Yang seharusnya adalah budidaya itu tidak bersamaan karena

akan berakibat pada munculnya penyakit pada udang.

Page 15: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

14

Gambar 3. Kondisi air berwarna coklat muda, dengan melimpahnya udang

kecil (Karier).

4.3. Budidaya Tambak Kepiting Monosek

4.3.1. Kualitas Tanah

Kondisi tanah tambah kepiting bakau karakteristiknya lebih jelek

dibanding dengan koendisi di Tambak Tambak udang di muara Sungai

Cenrana. Seperti yang disajikan di Tabel 11 menunjukkan bahawa hanya pH

tanah yang relatif normal (6,93) dengan kondisi tekstur tanah secara umum.

Karakteristik lainnya menunjukkan hasil yang kurang baik. Nilai redoks tanah

yang rendah (-241,33 mV) didukung oleh kondisi tanah yang berlumpur

berwarna hitam memperlihatkan kondisi tanah yang tidak produktif walupun

hasil pengukuran pH masih relatif netral (6,93). Aktivitas bakteri yang tidak

normal kemudian bergeser kearah anaerob sehingga proses perombakan

tidak berjalan normal. Hal ini ditunjukkan dengan kandungan bahan organik

yang tinggi (11,67 %) ini menandakan aktivitas perombakan oleh bakteri

betul-betul terhambat. Sepertihalnya juga jumlah Nitrogen (0,55 mg/L) yang

kecil dan Phosfat (0,60 mg/L). Kondisi yang menonjol adalah kandungan besi

yang tinggi melebihi nilai optimal (0,83 mg/L), ini cukup riskan karena akan

berdampak pada penurunan pH tanah bila besi berasosiasi dengan Sulfida

dan bila pH turun maka residu logam berat akan semakin meningkat. Kondisi

ini tidak menguntungkan bagi kehidupan kepiting di tambak. Tereksposnya

besi ke udara berdampak pada penurunan pH tanah yang bisa terjadi secara

drastis termasuk pH air.

Page 16: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

15

Tabel 11. Karakteristik Tanah Tambak Kepiting Monosek di Pallime Cenrana-

Bone.

Parameter

Satuan

Nilai Hasil Pengukuran

Nilai optimal

Redoks mV -241,33 > - 100 (Reis, 1985)

pH 6,93 6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Bahan organik % 11,67

< 2,5 % (Adhikari, 2003)

Phosfat mg/L 0,60 >30 mg/L ( Adhikari, 2003)

Besi mg/L 0,83 < 0,1

Nitrogen mg/L 0,51 >250 mg/L ( Adhikari, 2003)

Tekstur %

fraksi Liat 60 – pasir

40 % Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt. Pembudidayaan,

2003)

Warna tanah

Abu-abu Coklat

Kondisi tanah yang berwarna abu-abu pada bagian dasar tambak

memperlihatkan bahan organik yang tinggi dan proses dekomposisi yang

tidak berjalan dengan baik di tambak. Hasil wawancara dengan pengelola

tambak lebih jelas lagi karena tambak tidak bisa dikeringkan dan tidak ada

pengelolaan tanah dasar dalam proses persiapan tamabak. Lumpur sisa

seharusnya dibuang dari tanah dasar serta tambak harusnya dikeringkan.

Akan tetapi karena kondisi saluran yang tidak memungkinkan membuat

tambak tidak bisa dikeringkan.

4.3.2. Kualitas air tambak kepiting monosek

Hasil identifikasi kualitas air tambak kepiting monosek di Pallime

menunjukkan bahwa secara umum menunjukkan kualitas air yang baik,

berada pada kisaran optimal yang bisa mendukung pertumbuhan kepiting

seperti terlihat pada Tabel 12. Terkecuali pada hasil pengukuran pH yang

ada di atas kisaran optimal (pH 9). Tingginya pH air bisa meningkatkan

toksisitas racun, termasuk membatasi aktivitas bakteri dalam melakukan

dekomposisi bahan organik.

Budidaya kepiting adalah aktivitas utama di Desa Pallime Kecamatan

Cenrana – Bone. Sehingga segala upaya teknnologi dicoba untuk

dikembangkan dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi

kepiting di Pallime termasuk di dalamnya mengupayakan budidaya kepiting

dengan teknik penebaran monosek (jantan atau betina saja dalam satu

Page 17: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

16

tambak-jantan betina dipisah). Jenis yang dibudidayakan terdiri atas jenis

Scylla serata di musim kering dan Scylla olivacea pad musim hujan. Kedua

jenis ini memiliki karakteristik habitat dan kondisi lingkungan yang berbeda

yakni masing-masing pada salinitas tinggi (serata) dan salinitas rendah

(olivacea).

Tabel 12. Karakteristik Kualitas air Tambak Kepiting Monosek di Pallime Bone.

Parameter

Satuan

Nilai Hasil Pengukuran

Nilai Optimal

Salinitas Ppt 2,00 2 – 25 (Malone & Burden, 1988)

pH 9,10 7,0 – 8,0 (Malone & Burden, 1988)

DO mg/L 4,23 5,0 – 9,0 (Malone & Burden, 1988)

Suhu oC 31,00 24,0 – 32,0 (Malone & Burden, 1988)

Alkalinias mg/L 162,00 >100 (Malone & Burden, 1988)

CO2 mg/L 0,00 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Ammonia mg/L 0,00 <0,03 (Malone & Burden, 1988)

Nitrit mg/L 0,00 <0,5 (Malone & Burden, 1988)

Posfat mg/L 0,00 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Klor mg/L 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Bahan organik mg/L 19,69 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Turbidity NTU 40,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Besi mg/L 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

H2S mg/L 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Pada saat identifikasi ada pada saat musim hujan sehingga jenis yang

dibudidayakan adalah jenis S. olivacea. Dengan demikian kondisi salinitas

rendah adalah kondisi yang disukai dan bisa tumbuh dengan optimal (salinitas

2 – 18 ppt).

Page 18: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

17

Gambar 4. Tambak budidaya kepiting monosek A) Papan Nama plot ujicoba budidaya memisahkan antara tambak kepiting jantan dan betina, B) Tambak budidaya yang dikelilingi oleh pembatas waring untuk mencegah kepiting keluar tambak, C) Kepiting yang ditangkap menggunakan rakkang, dan D) Kepiting yang telah diikat siap dijual ke pasar.

4.4. Budidaya Tambak Mina Padi Kepiting

4.4.1. Kualitas tanah tambak mina padi kepiting

Hasil budidaya yang khas di Pallime membuat daerah ini terkenal

dengan produksi kepitingnya yang khas termasuk rasa yang dihasilkannya.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh para pembudiya kepiting di Pallime

adalah melakukan terobosan budidaya dimana budidaya kepiting bersamaan

dengan budidaya padi sawah. Sehingga sepanjang tahun hasil kepiting tetap

bisa dihasilkan, namun tetap menghasilkan hasil diversifikasi produksi laiinnya

yang dibutuhkan di daerah ini sebagai makanan pokok yakni padi. Dengan

demikian upaya budidaya padi diupayakan, namun harus ada pada musim

hujan agar kondisi air ada dalam kondisi tawar. Para pembudidaya kepiting di

Pallime tetap melakukan budidaya dengan menebar Kepiting yang cocok

pada kondisi salinitas rendah yakni jenis S. olivacea. Sehingga sampai saat

A B

C D

Page 19: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

18

ini para pembudidaya kepiting di Pallime melakukan budidaya kepiting pada

musim hujan bersamaan dengan budidaya padi (polikultur) dan pada musim

kering melakukan budidaya kepiting secara monokultur dengan jenis S.

serata.

Tabel 13. Karakteristik tanah budidaya kepiting mina padi di Pallime Bone.

Parameter

Satuan

Nilai hasil Penggukuran

Nilai optimal

Redoks mV -229,33 > - 100 (Reis, 1985)

pH 7,02 6,00 – 8,00 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Bahan organik % 9,77 < 2,5 % (Adhikari, 2003)

Phosfat mg/L 0,42 >30 mg/L ( Adhikari, 2003)

Besi mg/L 1,24 < 0,1

Nitrogen mg/L 0,34 >250 mg/L ( Adhikari, 2003)

Tekstur % fraksi Liat 60 – pasir

40 % Liat 60-70%, pasir 30-40% (Dirt.

Pembudidayaan, 2003)

Warna Coklat Coklat

Hasil identifikasi karakteristik tanah di lokasi budidaya kepiting mina padi

diperoleh menunjukkan karakteristik yang tidak jauh berbeda dengan tambak

kepiting monosek. Tabel 13 menunjukkan bahawa hanya pH tanah yang

netral (pH 7,02) dengan kondisi tekstur tanah yang sama. Karakteristik

lainnya menunjukkan hasil yang kurang baik. Nilai redoks tanah yang rendah (

-229,33 mV) namun kondisi tanah yang berwarna coklat memperlihatkan

kondisi tanah yang produktif. Aktivitas bakteri yang tidak normal namun lebih

baik dibanding di tambak monosek, kemudian bergeser kearah anaerob

sehingga proses perombakan tidak berjalan normal. Hal ini ditunjukkan

dengan kandungan bahan organik yang tinggi (9,77 %) ini menandakan

aktivitas perombakan oleh bakteri masih terhambat. Sepertihalnya juga

jumlah Nitrogen (0,34 mg/L) yang kecil dan Phosfat (0,42 mg/L). Kondisi

yang menonjol adalah kandungan besi yang sangat tinggi melebihi nilai

optimal (1,24 mg/L), ini sangat riskan karena akan berdampak pada

penurunan pH tanah bila besi berasosiasi dengan Sulfida dan bila pH turun

maka residu logam berat akan semakin meningkat. Kondisi ini tidak

menguntungkan bagi kehidupan kepiting di tambak. Tereksposnya besi ke

udara berdampak pada penurunan pH tanah yang bisa terjadi secara drastis

termasuk pH air. Pengolahan tanah yang baik pada saat persiapan membuat

kondisi tambak ini tetap mampu mendukung pertumbuhan padi dan kepiting.

Page 20: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

19

Selain itu penebaran kepiting hanya 500 - 1000 ekor per Ha. Rendahnya

penebaran karena kepiting hanya dialokasikan pada caren yang disediakan.

Gambar 5. Model Tambak mina padi kepiting di Pallime A) Tambak dengan caren untuk kepiting tanpa padi di pinggir pematang, B) Tambak dengan padi dipinggir pematang.

4.4.2. Kualitas air tambak mina padi kepiting

Bagi masyarakat desa Pallime kegiatan budidaya kepiting bakau

disawah adalah suatu yang tak mungkin, disamping keterbatasan tanah

sawah begitu pula padi di tanam ditambak dengan salinitas air yang tinggi

juga suatu hal yang sulit dilakukan karena akan menghambat pertumbuhan

padi dan akan sia-sia. Inisiatif budidya polikultur kepiting dan padi di tambak

adalah suatu kebutuhan atas dua komoditas bagi masyarakat dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga pemilihan waktu tanam dan jenis

kepiting yang dibudidayakan menjadi hal penting untuk mendapat perhatian.

Pilihan ini berkaitan dengan kondisi kualitas air yang memungkinkan untuk

keduanya bisa tumbuh dan berkembang dengan normal. Oleh karena itu

sasarannya adalah dilakukan pada musim hujan dimana sumber air tawar

melimpah untuk menurunkan salinitas air hingga mendekati 0 dan jenis

kepiting yang digunakan adalah jenis kepiting yang adaptif di kondisi salinitas

rendah yakni jenis kepiting Scylla olivacea.

Karakteristik kualitas air di tambak mina padi kepiting menunjukkan bahwa

salinitas ada pada kisaran 1-2 ppt (rata–rata 1,33 ppt), ini adalah nilai salinitas

yang optimal bagi kegiatan budidaya ini dan salinitas adalah parameter

pembatas bagi pertumbuhan padi, sedangkan lainnya relatif tidak

A B

Page 21: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

20

berpengaruh bagi pertumbuhan padi kecuali keberadaan Nitrogen dan

Phosfat, karena keduanya akan menjadi sumber nutrisi bagi padi. Dari

beberapa karakteristik kualitas air lainnya akan lebih cenderung memberikan

pembatasan bagi pertumbuhan kepiting.

Tabel. 14. Karakteristik Kualitas Air Kawasan Budidaya Kepiting-Sawah

Parameter

Satuan

Nilai Hasil Pengukuran

Nilai optimal

Salinitas ppt 1,33 1 –4

pH 7,49 7,0 – 8,0 (Malone & Burden, 1988)

DO mg/L 9,33 >5,0 – 9,0 (Malone & Burden, 1988)

Suhu oC 28,70 24,0 – 32,0 (Malone & Burden, 1988)

Alkalinias mg/L 162,00 >100 (Malone & Burden, 1988)

CO2 mg/L 1,04 < 0,20 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Ammonia mg/L 0,05 <0,03 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Nitrit mg/L 0,05 <0,5 (Malone & Burden, 1988)

Posfat mg/L 0,10 0,10 – 0,25 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Klor mg/L 0,00 < 0,01 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Bahan organik mg/L 10,31 < 55 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Turbidity NTU 37,00 30 – 40 (Dirt. Pembudidayaan, 2003)

Besi mg/L 0,00 < 1 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

H2S mg/L 0,00 < 2 (Van Wyk & Scarpa, 1999)

Warna air Coklat tua Coklat tua

Dari hasil identifikasi (Tabel 14) dapat dilihat bahawa karakteristik yang

menonjol adalah keberadaan CO2 (1,02 mg/L), dan ammonia (0,05 mg/L),

sedangkan karakteristik lainnya akan bisa mendukung pertumbuhan kepiting.

Tingginya kandungan karbondioksida di dalam kolom air diduga karena hasil

dari kegiatan respirasi mikroorganisma di dalam tambak, akan tetapi tidak

memberikan dampak yang buruk karena kandungan oksigen sangat tinggi

sebagaimana hasil pengukuran DO yang mencapai 9,33 mg/L. Ini adalah

keuntungan yang diperoleh dari adanya tumbuhan padi di tambak, karena

padi mempunyai rate photositesis yang tinggi sehingga berimbas pada

kandungan oksigen tinggi di dalam kolom air tambak. Tentunya akan

berdampak pada sistem yang ada di dalam tambak berjalan dengan baik, dan

nampak pada karakteristik yang sangat baik bagi kehidupan kepiting di dalam

tambak. Sedangkan sedikit lebih tingginya kandungan amonia di dalam

tambak diduga karena proses amoifikasi namun proses nitrifikasi yang sedikit

Page 22: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

21

terhambat. Akan tetapi nilai ammonia pada level 0,05 mg/L belum bersifat

toksik karena nilai pH yang agak relatif netral (pH 7,49).

4.5. Kandungan Residu Logam Berat

Hingga saat ini produk-produk indonesia yang diekspor keluar terutama

ke Eropa masih mendapatkan control yang ketat akibat ditemukannya residu

logam berat serta residu obat dan antibiotik. Dalam rangka menindak lanjuti

masalah tersebut selain melakukan monotoring HPI dan Lingkungan juga

melakukan identifikasi terhadap kandungan residu logam berat di wilayah

Kerja BBAP Takalar.

Dari hasil pengujian di laboratorium diperoleh kandungan residu seperti

yang tercantum pada Tabel 15. Komoditas yang diukur adalah Kepiting,

udang dang rumput laut glacilaria serta tanah dan air yang ada di

lingkungannya.

Tabel 15. Kandungan Logam Berat Air, Tnah dan Beberapa Komoditas Perikanan di Pallime Cenrana-Bone.

Lokasi

Parameter Satuan Jenis Sampel

Optimal Budidaya Air tbk Tanah Kepiting U. Windu Glacilaria

Tambak Mina padi

Hg mg/l 0,0046 <0,125 0,0518

Kepiting Pb mg/l 0,1504 <0,5 2,6864

Cd mg/l 0,0028 <0,25 0,4854

Tradisi Hg mg/l 0,0014 <0,125 0,0576 0,0504

Udang Pb mg/l 0,3206 <0,5 2,7419 2,1262

Windu Cd mg/l 0,0164 <0,25 0,5976 0,1211

Tambak Kepiting

Hg mg/l 0,0024 <0,125 0,0632

0,0754

Monosek Pb mg/l 0,179 <0,5 3,7627

0,9653

Cd mg/l 0,0078 <0,25 0,5832

0,0796

4.5.1. Air Tambak

Di seluruh kawasan tambak budiaya (kepiting minapadi, udang windu

dan kepiting monosek) yang identifikasi menunjukkan bahwa air tambak

secara berturut-turut untuk jenis logam berat Hg, Pb, dan Cd ada pada

kisaran 0,0014 – 0,0046 mg/L, 0,1504 – 0,3206 mg/L, dan 0,0024 – 0,0078

mg/L. Bila dibandingkan dengan batas yang diperbolehkan berdasarkan PP

Page 23: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

22

No. 18 tahun 1999 dimana kandungan logam berat yang diperbolehkan

diperairan berturut-turut untuk Hg, Pb, dan Cd adalah 0,01 mg/L, 2,5 mg/L

dan 0,05 mg/L, menunjukkan bahwa secara keseluruhan masih aman untuk

kegiatan budidaya.

4.5.2. Tanah Tambak

Kandungan logam berat jenis Hg, Pb dan Cd berturut-turut adalah

<0,1250 mg/L, <0,5000 mg/L dan <0,2500 mg/L. Kandungan logam berat di

tanah tidak ada batasan minimum karena bersifat alami, namun tentunya

batasan untuk tujuan budidaya ikan yang mengarah ke keamanan pangan

menjadi sangat perlu.

4.5.3. Komoditas Perikanan

Komoditas perikanan budidaya yang diidentifikasi adalah udang windu,

kepiting, dan glasilaria. Kandungan logam berat pada udang windu

menunjukkan ada pada kisaran 0,050 untuk Hg, 2,1262 mg/L untuk Pb dan

0,1211 mg/L untuk Cd. Bila dibandingkan dengan batas maksimum yang

diperbolehkan dengan merefer ke Unieropa adalah 500 ppb untuk ketiga jenis

logamberat (Hg,Pb dan Cd). Dengan deimikian logam yang melebih i batas

maksimum adalah jenis Pb (2,1211 mg/L).

Pada komoditas jenis kepiting bakau diperoleh bahwa kandungan

logam berat untuk Hg, Pb dan Cd adalah berturut-turut ada pada kisaran

0,0518 – 0,0632 mg/L, 2,6864 – 3,7627 mg/L dan 0,4854 – 0,5832 mg/L.

Dengan demikian bila membandingkan dengan batas logam berat pada

udang maka menunjukkan bahwa kandungan kepiting di tambak minapadi

terdekteksi Pb melebihi batas, tambak udang tradisional dan tambak monosek

terdeteksi jenis Pb dan Cd telah melebihi batas.

Jenis rumput adalah jenis rumput laut Glacilaria yang tumbuh

dibudidayakan di tambak. Kisaran kandungan logam berat pada Glacilaria

mencapai 0,0754 untuk jenis Hg, 0,9653 mg/L untuk jenis Pb, dan 0,5554

mg/L untuk jenis Cd. Nampak bahwa Begitu pula untuk jenis komoditas

Glacilaria di Bone hanya kandungan Pb yang melebihi 0,5 mg/L.

Page 24: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

23

V. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil identifikasi di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Sungai Cenrana masih layak untuk dijadikan sumber air tawar dalam

kegiatan budidaya tambak baik udang maupun kepiting, akan tetapi

tetap perlu dibersihkan dari bahan-bahan kontaminan melalui proses

pengendapan di tandon, pengapuran, dan sistem filterisasai.

2. Sistem irigasi yang kurang baik membuat sistem pemasukan dan

pengeluaran air terhambat.

3. Terlalu besarnya kawasan tambak udang tradisional dalam satu kali

tebar menyulitkan proses kontrol.

4. Tanah tambak udang yang berwarna coklat keabu-abuan akibat

persiapan tambak yang tidak dilakukan dengan baik.

5. Ditemukannya kasus penyakit WSSV berat pada udang dan carier

udang di tambak udang tradisional muara sungai Cenrana

6. Penebaran udang bersamaan dengan kepiting masih dilakukan di

Pallime, padahal kepiting adalah pembawa/inang virus WSSV.

Seharusnya tidak boleh tebar bersamaan pada kolam yang sama

7. Pada tambak monosek tidak dilakukan persiapan tanah dasar yang

optimal akibat air tidak bisa dikeluarkan dari tambak. Kondisi tersebut

berdampak pada tingginya pH air di kolom tambak.

8. Tanah di tambak mina padi kepiting menunjukkan tanah yang relatif

lebih baik akibat pemberian pupuk yang rutin dilakukan pada setiap

tanam tambak

9. Asosiasi atau polikultur padi dan kepiting memberikan keuntungan pada

kualitas air yang baik sehingga pertumbuhan kepitingpun berjalan

dengan baik.

10. Jenis pakan, udang dan ikan yang ujikan menunjukkan hasil yang

negatif untuk antibiotik chloramphenicol.

Page 25: Identifikasi Kawasan  Tambak  Udang Dan  Kepiting  Di  Pallime  Bone

24

PUSTAKA

Adhikari, S. 2003. Fertilization, Soil and Water Quality Management in Small-Scale Pond : Fertilization Requiremet and Soil properties. Central Institute of Freshwater Aquaculture, Kauslyagangga, Bulaneswar India.

Ariawan, I.K dan Poniran. 2004. Persiapan Media Budidaya Udang Windu: Air. Makalah Pelatihan Petugas Teknis INBUDKAN. 24-30 Mei 2004, Jepara. Balai Besar Pengembangan Air Payau. Jepara.

Boyd, C.E. 1995. Bottom Soils, Sediment and Pond Aquaculture. Chapman and Hall, New York, 348p.

Boyd, C.E., C.W. Wood and Taworn Thunjai. 2002. Aquaculture Pond Bottom Soil Quality Management. Oregon State University

Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone. 2008. Laporan Tahunan Perikanan dan Kelautan Tahun 2007. Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bone

Direktorat Pembudidayaan. 2003. Petunjuk Teknis Budidaya Udang. Program Intensifikasi Pembudidayaan Ikan. Direktorat Pembudidayaan Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta. 2003.

Malone Ronald F dan Daniel G. Burden. 1988. Design of Recirculating Blue Crab shedding System. Louisiana Sea Grand Collage Program. Center for Wetland Recources Louisiana State University.

Mintardjo, K, Sunaryanto,A, Utaminingsih, dan Hermiyaningsih. 1984. Persyaratan Tanah dan Air dalam Pedoman Budidaya Tambak. Direktorat Jenderal Perikan Budidaya. Departemen Perikanan. Balai Budidaya Ai Payau Jepara.

Odum. 1971. Ekologi Umum.

Kementrian Lingkungan hidup. 1999. Peraturan Perundang-undangan : PP No.18 tahun 1999: Pengolahan Limbah bahan berbahaya dan beracun. Jilid I Kementrian Lingkungan hidup.

Soetomo M.HA. 2002. Teknik Budidaya Udang Windu. Edisi Cetak III Penerbit Sinar Baru Algensindo Bandung.

Van Wyk P. Dan John Scarpa. 1999. Water Quality Requirements and

management. Chapter 8 in Veterinary Residues Committee. 2008. Annual Report on Survilence for

Verterinary Residues in Food in UK 2007. Veterinary Residues Committee