IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN GEN ... · ABSTRAK RI. ZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH....
Transcript of IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN GEN ... · ABSTRAK RI. ZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH....
RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN
GEN FUNGSIONAL ISOLAT DARI TANAH SAWAH
DAN GAMBUT
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Bakteri Pengoksidasi
Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Rizka Oktarianti Ainun Jariah
NIM G84100030
*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
ABSTRAK
RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH. Identifikasi Bakteri Pengoksidasi
Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut. Dibimbing
oleh SYAMSUL FALAH dan I MADE SUDIANA.
Gas metana merupakan salah satu gas penyebab pemanasan global. Bakteri
metanotrof menggunakan gas metan sebagai sumber karbonnya, sehingga dapat
berperan penting dalam penurunan gas metan di atmosfer. Penelitian ini bertujuan
mengisolasi mikroba yang dapat mengoksidasi metana dan mengidentifikasi gen
pengoksidasi gas metan. Tujuh isolat bakteri metanotrof (AM1, AM2, AM3, AM4,
AM5, AM6, dan AM7) di isolasi dari tanah sawah dan tanah gambut melalui
teknik pengayaan dengan media NMS (nitrate mineral salts) yang ditambahkan
gas metana. Ketujuh isolat mampu menghabiskan 15 mL gas metan pada minggu
ke-3 inkubasi dengan rata-rata konsumsi metana 0,7 mL per hari. Identifikasi gen
yang mengkodekan enzim metan monooksigenase (pmoA) menggunakan dua
primer yaitu 189f - 682r dan 189f - 650r menunjukkan AM1, AM2, AM4, AM5,
dan AM6 memiliki gen pmoA. Identifikasi untuk gen mxaF (metanol
dehidrogenase) yang dilakukan menunjukkan semua isolat mempunyai gen mxaF.
Hasil perunutan DNA gen 16S rRNA dan analisis blast menunjukkan enam isolat
masuk ke dalam genus Methylocystis dan satu isolat masuk ke dalam genus
Mesorhizobium. Analisis filogenetik menunjukkan isolat metanotrof yang di
isolasi merupakan spesies baru.
Kata kunci: gen pmoA, gen mxaF, Methylocystis, Mesorhizobium.
ABSTRACT
RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH. Identification of Methane Oxidizing
Bacteria and Functional Gene in Rice Field and Wet Land Isolates. Supervised by
SYAMSUL FALAH and I MADE SUDIANA.
Methane is one of green house gases. Methanotrophic bacteria can use
methane as their carbon sources, therefore this bacteria has important role to
reduce methane emission from soil and wet land. This research aim to isolate
methane oxidizing bacteria and identify genes responsible for methane oxidation.
Seven isolates of methanotrophic bacterias (AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6,
dan AM7) were isolated from rice field and wet land through sub-culture in NMS
(nitrate mineral salts) added by methane gases method. All of isolates could use
15 mL of methane gases at the third weeks of incubation and 0,7 mL per day in
average. Identification of methane monooxygenase (pmoA) gene used two sets
primer, 189f - 682r and 189f - 650r. The results showed isolates AM1, AM2,
AM4, AM5, and AM6 had pmoA genes. All of the isolates also had functional
methanol dehydrogenase (mxaF) gene. The result of 16S rRNA and blast analysis
confirmed that six isolates were identified as Methylocystis and one isolate was
Mesorhizobium. Phylogenetic analysis shows all strains would be novel species.
Keywords: Methylocystis, Mesorhizobium, mxaF gene, pmoA gene.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia
DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
RIZKA OKTARIANTI AINUN JARIAH
IDENTIFIKASI BAKTERI PENGOKSIDASI METANA DAN
GEN FUNGSIONAL ISOLAT DARI TANAH SAWAH
DAN GAMBUT
Judul skripsi : Identifikasi Bakteri Pengoksidasi Metana dan Gen Fungsional
Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut
Nama : Rizka Oktarianti Ainun Jariah
NIM : G84100030
Disetujui oleh
Dr Syamsul Falah, SHut Msi Prof Dr I Made Sudiana MSc
Pembimbing II Pembimbing II
Diketahui
Dr I Made Artika, MappSc
Ketua Departemen
Tanggal lulus :
PRAKATA
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 ini adalah Identifikasi Bakteri Pengoksidasi
Metana dan Gen Fungsional Isolat dari Tanah Sawah dan Gambut. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Bapak Dr Syamsul Falah, SHut, MSi dan Bapak Prof Dr I
Made Sudiana, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan
dan saran selama masa penelitian dan penulisan. Selain itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Mbak Senlie, Mbak Tutus, Mbak Anis beserta seluruh staf
Laboratorium Mikrobiologi LIPI yang telah banyak membantu dan membimbing
selama masa penelitian. Secara khusus ucapan terima kasih penulisan sampaikan untuk
Ayah Agus Salim dan Ibu Saptini Darmaningrum atas doa dan dorongan semangat
untuk penulis. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kakak Amylila
MP, Adik Fitratillahilhanif, Afina, Jarvis, Biokimia 47 dan teman-teman BEM KM IPB
2013 untuk segala doa, kasih sayang, dan dukungannya sehingga tulisan ini dapat
diselesaikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya
dalam pengembangan ilmu Biokimia.
Bogor, Juli 2014
Rizka Oktarianti Ainun Jariah
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1 METODE 2 Bahan dan Alat 2 Metode Penelitian 3
Isolasi Bakteri Metanotrof 3 Pengukuran Aktivitas Oksidasi Bakteri 3 Pewarnaan Gram Bakteri 3 Isolasi DNA Menggunakan Nippon Gene Kit 3 Elektroforesis Gel Agarose 4
Amplifikasi DNA Primer 16S Ribosomal RNA 4 Amplifikasi DNA gen pmoA 5 Amplifikasi DNA gen mxaF 5 Perunutan DNA dan Analisis Bioinformatika 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 6 Hasil 6
Isolasi Bakteri Metanotrof 6 Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof 7 Pewarnaan Gram Bakteri 8 Amplikon Gen 16S Ribosomal RNA 9 Amplikon Gen pmoA primer 189f-682R 9 Amplikon Gen pmoA primer 189f-650r 10 Amplikon Gen mxaF 11 Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika 11
Pembahasan 14 Isolasi Bakteri pada Media NMS 14 Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof 14
Pewarnaan Gram Bakteri Metanotrof 16 Amplikon Gen 16S rRNA 16 Amplifikon Gen pmoA 17 Amplikon Gen mxaF 18 Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika 18
SIMPULAN DAN SARAN 19 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 23
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan bakteri pada media NMS padat 6
2 Uji aktivitas oksidasi bakteri metanotrof isolat murni 7
3 Penampakan mikroskopis isolat metanotrof perbesaran 400x 8
4 Elektroforegram amplikon gen 16S rRNA 9
5 Elektroforegram amplikon gen pmoA primer 189f - 682r 10
6 Elektroforegram amplikon gen pmoA primer 189f - 650r 10
7 Elektroforegram amplikon gen mxaF 11
8 Pohon filogeni sekuen 16S RNA ribosomal 13
9 Jalur metabolisme metanotrof 15
10 Jalur metabolisme formaldehid 15
DAFTAR LAMPIRAN
1 Alur Penelitian 22
2 Isolat-isolat bakteri metanotrof yang digunakan 23
3 Hasil pengukuran aktivitas oksidasi metana 23
4 Konsentrasi DNA isolat 24
5 Sekuens primer yang digunakan 25
6 Hasil perunutan DNA 26
7 Tabel singkat hasil penelitian 29
PENDAHULUAN
Gas metana (CH4) merupakan salah satu gas yang menyebabkan pemanasan
global. Menurut Intergovernmental Panel on Climate Change, gas metana
menempati urutan kedua setelah karbon dioksida yang mempengaruhi pemanasan
global. Gas CH4 dapat menyerap radiasi inframerah 25 kali lebih efektif jika
dibandingkan dengan CO2. Emisi energi radiasi yang diserap tersebut
menyebabkan pemanasan global. Sebagian besar emisi metan ke atmosfer berasal
dari lahan sawah (IPCC 2007).
Emisi gas metan dari tanah sawah ataupun tanah basah adalah hasil dari
reaksi antagonis antara bakteri metanogen dan metanotrof. Suasana anaerob pada
bagian bawah sedimen sawah merupakan habitat yang sesuai untuk bakteri
penghasil metan (metanogen). Bakteri metanogen menggunakan CO2, metil, dan
asetat sebagai sumber karbon yang kemudian diubah menjadi metan melalui
proses metanogenesis (Dubey 2005). Madigan et al. (2009) menyatakan bahwa
emisi gas metana dari tanah sawah melibatkan berbagai proses, yaitu hidrolisis
senyawa polisakarida menjadi gula sederhana dan biokonversi monosakarida
menjadi senyawa organik terutama asam asetat dan karbondioksida pada kondisi
anaerobik. Kedua senyawa terakhir akan ditransformasikan menjadi gas metana.
Sebaliknya, pada permukaan sedimen terdapat oksigen terlarut sehingga sesuai
untuk pertumbuhan bakteri metanotrof (Mer & Roger 2001). Bakteri metanotrof
merupakan bakteri gram negatif yang menggunakan metan sebagai sumber
karbonnya serta dapat hidup pada kondisi aerob ataupun anaerob. Bakteri ini
dapat ditemukan secara alami pada tanah sawah, tanah padang rumput, sedimen,
lautan, sungai, aliran sungai, dan limbah lumpur (Willey 2011).
Enzim yang memegang peranan penting dalam jalur metabolisme bakteri
metanotrof adalah enzim metan monooksigenase (MMO) yang mempercepat
reaksi oksidasi metan menjadi metanol. Dua jenis enzim MMO adalah pMMO
(particulate MMO) dan sMMO (soluble MMO), namun enzim pMMO yang
mendominasi proses metabolisme bakteri metanotrof Berdasarkan jalur
metabolismenya, bakteri metanotorof terbagi menjadi tipe I, tipe II, dan tipe X.
Tipe I meliputi sub klas Gammaproteobacteria dan tipe II meliputi subklas
Alphaproteobacteria. Bakteri pengguna gas metana yang termasuk tipe I
menggunakan ribulosa monofosfat (RuMP) sebagai jalur metabolisme utama
dalam asimilasi formaldehid. Beberapa bakteri pengguna metan yang termasuk di
dalamnya adalah genus Methylococcus, Methylomicrobium, Methylobacter, dan
Methylomonas. Bakteri metanotrofik yang termasuk tipe II menggunakan jalur
metabolisme serin dalam asimilasi formaldehid. Beberapa bakteri pengguna metan
yang termasuk di dalamnya adalah genus Methylocystis dan Methylosinus (Knief
et al. 2003). Menurut Chistoserdova et al. (2005), bakteri metanotrofik yang
termasuk tipe X dapat menggunakan jalur metabolisme RuMP ataupun jalur
metabolisme serin untuk asimilasi formaldehid. Bakteri yang termasuk ke dalam
tipe X adalah strain anggota genus bakteri Methylococcus. Selain ketiga tipe
tersebut, Lucas et al. (2009) menyatakan bahwa terdapat bakteri genus Ralstonia
yang mempunyai enzim metan monooksigenase yang berperan penting dalam
oksidasi gas metana menjadi metanol.
2
Penelitian mengenai bakteri metanotrof terus dilakukan untuk mengetahui
keragaman bakteri metanotrof yang ada di alam dan mengembangkan potensi
bakteri metanotrof sebagai bakteri yang memiliki kemampuan untuk
mengoksidasi metan. Penelitian ini menggunakan tujuh sampel konsorsium yang
berasal dari tanah sawah dan gambut. Sebelumnya telah dilakukan penapisan
terhadap 25 sampel yang ada di laboratorium Mikrobiologi LIPI melalui uji
aktivitas gas metan dan diambil tujuh sampel yang absorpsi gas metannya paling
baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi bakteri metanotrof dari
konsorsium yang di ambil dari tanah di beberapa daerah di Indonesia,
mengidentifikasi gen fungsional serta mengukur kemampuan oksidasi dari bakteri
tersebut. Penelitian ini juga bermanfaat untuk mengetahui strain bakteri
metanotrof, sehingga kajian karakteristiknya dapat diaplikasikan dalam
pengembangan solusi alternatif penuruan gas metana. Penelitian dilaksanakan
mulai bulan Desember 2013 hingga bulan April 2014 di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Biologi bidang Mikrobiologi,
Cibinong-Jawa Barat.
METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah isolat bakteri metanotrof berasal dari Tanah
Sawah dan Tanah Gambut yang telah tersedia di Laboratorium Fisiologi
Mikrobiologi LIPI, Cibinong. Sampel diberi kode AM1 (komposit dari tanah
sawah di daerah Bogor, AM2 (tanah sawah Kampung Muara, Bogor), AM3 (tanah
gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah), AM4 (tanah gambut Kalampangan,
Kalimantan Tengah), AM5 (tanah gambut Kalampangan, Kalimantan Tengah),
AM6 (tanah sawah Teluk Naga, Tangerang), dan AM7 (tanah gambut
Kalampangan, Kalimantan Tengah). Media selektif yang digunakan ialah nitrate
mineral salts (NMS) dengan komposisi media : MgSO4.7H2O 0,13 g, NaNO3 1,3
g, Na2HPO4.12H2O 0,65 g, KH2PO4 0,286 g, CaCl2.6H2O 0,039 g, FeSO4.H2O 2,6
mg, trace element solution (bentuk larutan) 1,3 mL. Nippon gene DNA
extraction kit, buffer TE atau ddH2 O, agarosa Takara, noble agar, TAE 1X, EtBr,
loading buffer, nuclease free water, DMSO, primer forward, primer reverse,
Taq polymerase, dan gas metana murni. Alat yang digunakan adalah botol dengan
tutup karet kedap udara, mesin GC-MS, laminar air flow cabinet syringe,
autoklaf, mikropipet, tip, eppendorf, sentrifus Hitachi CR-21F, sel elektroforesis
Biorad Mini Protean, mesin PCR takara, mesin PCR aztec, nanodrop, lampu UV
dan peralatan gelas
3
Metode Penelitian
Isolasi Bakteri Metanotrof (Asakawa et al. 2012)
Isolasi bakteri metanotrof dilakukan dengan metode pengayaan
menggunakan media NMS (Hanson 1998). Sebanyak 0,2 mL kultur yang belum
murni dimasukkan ke dalam 10 mL media NMS ke dalam botol serum 75 mL
yang ditutup sumbat karet dan penutup alminium lalu di press kemudian diisi
dengan gas metan dengan konsentrasi 20% (v/v). Sampel diinkubasi pada suhu 30
˚C dengan mesin pengocok selama 3-4 minggu. Proses sub kultur diulang hingga
tiga kali.
Isolasi ke medium NMS agar dari masing-masing kultur cair umur 21 hari
dengan metode streak plate. Semua petri dimasukkan ke dalam anaerobic jar
dengan penambahan gas metan sampai tekanan dalam anaerobic jar 5 bar setiap
harinya. Pertumbuhan koloni bakteri pada NMS agar dapat diamati setelah 21 hari.
Koloni bakteri yang tumbuh diinokulasikan kembali pada medium NMS. Selama
inkubasi, kultur di injeksi gas metana 20 cc. Seleksi bakteri metanotrofik
dilakukan berdasarkan kemampuan tumbuh pada medium NMS cair (tingkat
kekeruhan medium).
Pengukuran Aktivitas Oksidasi Bakteri (Octaviana 2010)
Aktivitas oksidasi diukur pada minggu-1, minggu-2, dan minggu-3 masa
inkubasi. Laju oksidasi gas metana diukur dengan metode kromatografi gas,
dengan jenis detektor Flame Ion Detector (FID), suhu detektor 170 °C, suhu
injektor 170 °C dan suhu kolom 170 °C. Udara (100 mg/L) dalam tabung
anaerobik diambil sebanyak 50 μL, menggunakan syringe khusus dan diinjeksikan
ke alat kromatografi gas. Hasil kromatografi gas yang muncul (khusus metana)
setelah kurang lebih 3 menit operasional, waktu retensi metana adalah sekitar 0,3-
0,4 detik. Luas puncak kromatogram sampel yang terbentuk saat waktu retensi
dibandingkan dengan luas puncak kromatogram standar gas metan murni sehingga
didapatkan konsentrasi gas dalam satuan persen (%).
Pewarnaan Gram Bakteri (Lay 1994)
Isolat bakteri metanotrof digoreskan tipis pada kaca objek, diratakan dengan
air destilata dan difiksasi di atas api. Preparat ditetesi pewarna kristal violet 30
detik, dibilas dengan air (bakteri berwarna biru), ditetesi larutan lugol 30 detik,
dibilas dengan air, ditetesi larutan pemucat (alkohol 70%) 10 - 20 detik, dibilas
dengan air, ditetesi pewarna safranin 15 detik, dibilas dengan air, dan dikeringkan
dengan kertas saring. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan
perbesaran hingga 400x. Penampakan sel berwarna ungu menunjukkan bakteri
merupakan Gram positif dan penampakan sel berwarna merah menunjukkan
bakteri merupakan Gram negatif.
Isolasi DNA Menggunakan Nippon Gene Kit (Meis & Chen 2003)
Sebanyak 0,5 mL sampel air tanah dimasukkan kedalam beads tube
kemudian ditambahkan 950 µL lysis solution BB dan lysis solution 20s kemudian
sampel dimasukkan kedalam beads beating pada 5500 rpm selama 45 detik.
Setelah itu, sampel di sentrifus pada 12000 g selama 1 menit pada temperatur
4
ruangan. Supernatan diambil dan dipindahkan 600 µL ke tube eppendorf yang
baru kemudian ditambahkan 400 µL purification solution dan dicampur,
ditambahkan 600 µL kloroform dan dikocok menggunakan vortex selama 15
menit setelah itu di sentrifus pada kecepatan 12000 g selama 15 menit. Lapisan air
sebanyak 800 µL dipindahkan ke eppendorf baru, langkah ini harus dilakukan
dengan hati-hati agar lapisan tengah larutan tidak terbawa. Sampel kemudian
ditambahkan 800 µL precipitation solution kemudian dicampur dan di sentrifus
pada kecepatan 17700 g selama 15 menit pada suhu 4 ˚C. Supernatan dibuang dan
pelet ditambah 1 mL wash solution dikocok beberapa kali kemudian di sentrifus
dengan kecepatan 17700 g selama 10 menit pada suhu 4 ˚C. Buang supernatan
dan pelet ditambah 1 mL etanol 70% dan dikocok beberapa kali, supernatan
dibuang, pelet dikeringkan dan dilarutkan dalam buffer TE (pH 8,0) 100 µL.
Pengukuran konsentrasi DNA dilakuakn menggunakan mesin Nanodrop ND 1000
thermo.
Elektroforesis Gel Agarose (Octaviana 2010)
Pembuatan Gel Agarosa 1,5%. Sebanyak 0,45 gram agarosa Takara
ditambah dengan 30 mL TAE 1X, lalu dipanaskan hingga larut. Setelah larut
dengan sempurna, larutan tersebut dituang ke dalam cetakan yang dilengkapi
dengan sisir. Campuran tersebut didiamkan selama kira-kira 30 menit sampai gel
tersebut benar-benar beku. Gel tersebut kemudian dimasukkan dalam alat
elektroforesis dan direndam dengan bufer TAE 1X.
Elektroforesis Gel Agarosa. Sebanyak 1 sampai 2 μL sampel DNA
dicampurkan dengan 1 μL loading buffer di atas parafilm dengan menggunakan
mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam sumur elektroforesis. Setelah
elektroforesis selesai, gel dikeluarkan dari alat elektroforesis kemudian direndam
di dalam larutan EtBr selama 30 menit. Setelah direndam, gel dilihat dengan
bantuan alat Gel Doc. Profil DNA yang terlihat kemudian disimpan dalam
perangkat dokumentasi gel (gel-documentation). Perangkat dokumentasi gel
adalah alat yang terdiri atas kotak berbahan metal tempat penyinaran sinar UV
yang dihubungkan dengan kamera digital. Kamera digital tersebut terpasang pada
komputer atau laptop yang sudah terdapat software yang dapat menyimpan
fotografi dari hasil elektroforeis. Dokumentasi gel berfungsi untuk mengambil
foto gel hasil elektroforesis kemudian menyimpannya dalam bentuk data fotografi
yang dapat dicetak. Pita yang terlihat dibandingkan dengan marker untuk
menentukan ukuran basa DNA.
Amplifikasi DNA Primer 16S Ribosomal RNA (Henckel et al. 2000)
Sebanyak 1 sampai 3 μL DNA yang telah diisolasi dilarutkan dalam
campuran Taq polymerase sebanyak 12,5 μL, 9 μL nuclease free water, dan 0,5
μL DMSO kemudian ditambahkan masing-masing 0,5 μL primer 9F dan primer
1541 R. Campuran kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR Takara diawali
dengan dengan pradenaturasi pada suhu 95 oC selama 1 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 95 oC selama 30 detik, penempelan
primer pada 50 oC selama 30 detik, dan suhu pemanjangan 72 oC selama 1 menit
30 detik. Program ini dilakukan sebanyak 30 siklus. Proses PCR diakhiri dengan
pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit. Hasil amplifikasi diverifikasi
dengan elektroforesis gel agarosa 1,5% dengan tegangan 90 volt selama ± 30
5
menit. Pita DNA yang terbentuk dibandingkan dengan marker untuk menentukan
ukuran basanya. Ukuran DNA target yang diharapkan adalah 1500 bp.
Amplifikasi DNA gen pmoA (Asakawa et al. 2012 ; Bourne 2001)
Proses amplifikasi gen pmoA menggunakan dua macam primer yaitu 189f –
682R dan 189f – 650R. Sebanyak 1 sampai 3 μL DNA yang telah di isolasi
dilarutkan dalam campuran Taq polymerase sebanyak 12,5 μL, 9 μL nuclease free
water, dan 0,5 μL DMSO kemudian ditambahkan masing-masing 0,5 μL primer
forward dan primer reverse. Primer 189f – 682R menggunakan mesin Aztec
diawali dengan pradenaturasi pada suhu 96 oC selama 2 menit. Kemudian
dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu 96 oC selama 30 detik, penempelan
primer pada 56 oC selama 1 menit, dan suhu pemanjangan 72 oC selama 2 menit.
Program ini dilakukan sebanyak 35 siklus. Ukuran DNA yang diharapkan dari
proses ini adalah 500 bp. Proses PCR diakhiri dengan pemanjangan akhir pada
suhu 72 oC selama 5 menit. Sementara itu, primer 189f – 650R, siklus diawali
dengan pradenaturasi pada suhu 96 oC selama 5 menit, dilanjutkan dengan
denaturasi pada suhu 96 oC selama 1 menit, penempelan primer pada 56 oC
selama 1 menit, dan suhu pemanjangan 72 oC selama 1 menit. Siklus diulang
sebanyak 45 kali dan diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama
5 menit. Ukuran DNA yang diharapkan dari proses ini adalah 500 bp Hasil
amplifikasi diverifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1,5% dengan tegangan
90 volt selama ± 30 menit. Pita DNA yang terbentuk dibandingkan dengan marker
untuk menentukan ukuran basanya.
Amplifikasi DNA gen mxaF (Henckel et al. 2000)
Sebanyak 1 sampai 3 μL DNA yang telah diisolasi dilarutkan dalam
campuran Taq polymerase sebanyak 12,5 μL, 9 μL nuclease free water, dan 0,5
μL DMSO kemudian ditambahkan masing-masing 0,5 μL primer 1001F
(5’GCGGCACCAACTGGGGCTGGTCGCCCGCCGCGCCCCGCGCCCGTCC
CGCCGCCCCCGCCCG-3’) dan primer 1557R (5’GGGCAGCATGAAG
GGCTCCC-3’) menggunakan mesin Aztec diawali dengan pradenaturasi pada
suhu 96 oC selama 5 menit. Kemudian dilanjutkan dengan denaturasi pada suhu
96 oC selama 30 detik, penempelan primer pada 55 oC selama 40 detik, dan suhu
pemanjangan 72 oC selama 50 detik. Program ini dilakukan sebanyak 38 siklus.
Proses PCR diakhiri dengan pemanjangan akhir pada suhu 72 oC selama 5 menit.
Hasil amplifikasi diverifikasi dengan elektroforesis gel agarosa 1% dengan
tegangan 90 volt selama ± 30 menit. Pita DNA yang terbentuk dibandingkan
dengan marker untuk menentukan ukuran basanya. Ukuran DNA yang diharapkan
adalah 550 bp.
Perunutan DNA dan Analisis Bioinformatika (Nei &Kumar 2000; Swofford
& Sullivan 2009)
Hasil amplifikasi 16S ribosomal RNA yang telah di verifikasi melalui
proses elektroforesis kemudian di proses untuk perunutan nukleotida. Perunutan
nukleotida pada DNA hasil amplifikasi dilakukan dengan menggunakan jasa
perusahan analisis molekular yang berada di Korea. Setelah didapatkan hasil
sekuensing dari primer reverse dan forward, dilakukan proses contig
menggunakan software BioEdit untuk menggabungkan sekuens reverse dan
6
forward. Hasil penggabungan sekuens lalu dibandingkan dengan data sekuen
yang terdapat pada GenBank menggunakan program BLAST-N (Basic Local
Alignment Search Tool-Nucleotida) dari situs NCBI (National Center for
Biotechnology Information) untuk mengetahui tingkat kemiripan dengan database.
Analisis selanjutnya adalah pembuatan pohon filogeni Pembuatan pohon filogeni
dimulai dengan mencari data fasta gen 16S rRNA seluruh tipe isolat bakteri
metanotrofik di gene bank http://www.ncbi.nlm.nih.gov, selanjutnya seluruh hasil
fasta tersebut di gabung dengan data sekuen hasil sekuensing gen 16S rRNA isolat
uji dan dilakukan alignment dengan program MEGA 5. Selanjutnya, di cari model
rekonstruksi pohon filogeni dibuat dengan memakai algoritma Neighbor-Joining
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi Bakteri Metanotrof
Tujuh isolat yang telah diseleksi kemudian dimurnikan sebanyak tiga kali di
media NMS cair. Kemurnian isolat diindikasikan dengan kemampuan absorbsi
maksimal 15 mL gas metan selama 3 minggu. Isolat murni didapatkan setelah
pengulangan proses pemurnian di NMS cair sebanyak tiga kali.
Kultur murni dari media NMS cair ditumbuhkan pada media NMS padat
kemudian diletakkan di dalam anaerobic jar dan diisi gas metan murni (Gambar
1). Bakteri metanotrof termasuk ke dalam kriteria slow growing bacteria karena
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk tumbuh, yaitu sekitar 3 minggu
inkubasi. Kadar gas metan murni di dalam anaerobic jar habis pada minggu
ketiga.
Gambar 1 Pertumbuhan bakteri pada media NMS padat. (a) koloni AM1 berwarna
merah, masa sel banyak (b) koloni AM2 berwarna putih, masa sel
banyak (c) koloni AM3 berwarna putih, masa sel sangat sedikit (d)
koloni AM4 berwarna putih, masa sel sangat sedikit (e) koloni AM5
berwarna putih, masa sel sangat sedikit (f) koloni AM6 berwarna
putih, masa sel banyak (g) koloni AM7 berwarna putih, masa sel
sangat sedikit.
a
c
b
d
e
g f
a
AM2 AM3 AM4
AM5 AM6 AM7
AM1
7
Setelah 3 minggu, bakteri metanotrof pada masing-masing sampel dapat tumbuh
namun dengan masa bakteri dan karakteristik koloni yang berbeda-beda. Sampel
AM1 memiliki masa koloni yang sangat banyak dan koloni berwarna kemerahan.
Sampel AM2 tumbuh dengan masa koloni yang cukup banyak dan memiliki
warna koloni putih Sampel AM6 memiliki masa koloni yang banyak, berwarna
putih, berbentuk bulat kecil yang terpisah-pisah. Sementara itu, sampel AM3,
AM4, AM5, dan AM7 juga tumbuh pada media padat namun dengan masa yang
sangat sedikit, koloni yang terbentuk berwarna putih, terpisah-pisah dan berbentuk
bulat.
Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof
Sampel AM1, AM2, AM3, AM4, AM5, AM6, dan AM7 dimurnikan ke
media NMS dan ditambahkan gas metan murni sebanyak 20% v/v atau sekitar 15
mL dari volume botol. Proses pemurinan isolat dilakukan sebanyak tiga kali.
Konfirmasi kemurnian isolat dilakukan melalui pengamatan kultur dan
pengukuran gas metan secara rutin setiap minggu. Pertumbuhan bakteri
metanotrof dapat dilihat dari kekeruhan media. Kadar gas metana pada sampel
diukur setiap minggu menggunakan mesin kromatografi gas FID untuk
mengetahui aktivitas oksidasi bakteri metanotrof. Waktu retensi untuk mendeteksi
gas metan adalah 0,3 hingga 0,4 detik. Berdasarkan hasil penelitian, semua sampel
menunjukkan penurunan gas metan setiap minggu dan kadar gas metan mendekati
nol pada minggu ketiga inkubasi. Isolat yang paling cepat menggunakan gas
metan adalah AM4, AM6, dan AM7 (Gambar 2). Berdasarkan hasil perhitungan,
kadar gas metan rata-rata setiap isolat dapat menggunakan gas metan 0,7 mL
dalam sehari dan konsumsi gas metan sebanyak 15 mL habis dalam waktu 3
minggu. Peningkatan konsumsi gas metan yang meningkat setiap minggu juga
mengindikasikan pertumbuhan bakteri metanotrof yang meningkat setiap
minggunya.
Gambar 2 Uji aktivitas oksidasi bakteri metanotrof isolat murni. Kontrol
AM1 (komposit sawah) , AM2 (tanah sawah) , AM3 (tanah
gambut) , AM4 (tanah gambut) , AM5 (tanah gambut) ,
AM6 (tanah sawah) , AM7 (tanah gambut) .
0
5
10
15
20
25
0 5 10 15 20 25
Kad
ar G
as M
eta
n (
%)
Hari ke-
8
Pewarnaan Gram Bakteri
Hasil pewarnaan gram bakteri yang diamati menggunakan mikroskop
menunjukkan sampel memiliki sel berwarna merah mengindikasikan isolat
merupakan bakteri Gram negatif (Gambar 3). Isolat bakteri AM1, AM2, AM3,
AM6, dan AM7 memiliki bentuk sel batang, sedangkan untuk isolat AM 4 dan
AM5 memiliki bentuk kokus. Hasil pengamatan dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3 Penampakan mikroskopis perbesaran 400x isolat metanotrof
(Keterangan: AM1= sel batang, Gram negatif, AM2= sel batang,
Gram negatif, AM 3= sel batang, Gram negatif, AM4= sel kokus,
Gram negatif, AM5= sel kokus, Gram negatif, AM6= sel batang,
Gram negatif, AM7= sel batang, Gram negatif).
AM1 AM2
AM3 AM4
AM5 AM6
AM7
9
Amplikon Gen 16S Ribosomal RNA
Setelah pengukuran aktivitas oksidasi dan kultur media padat, dilakukan
isolasi DNA semua isolat. Sampel DNA yang didapatkan diukur konsentrasinya
menggunakan mesin Nanodrop. Hasil pengukuran (Lampiran 4) menunjukkan
konsentrasi DNA tidak terlalu tinggi dengan kisaran antara 12 ng/µL - 21 ng/µL.
Hasil isolasi DNA digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu amplifikasi gen.
Amplifikasi gen 16S rRNA dilakukan menggunakan primer 9F dan primer 1541 R
dengan tujuan identifikasi bakteri secara umum kemudian dilakukan sekuensing.
Ukuran DNA target adalah 1500 bp. Hasil amplifikasi gen 16S rRNA yang
dikonfirmasi dengan elektroforesis menunjukkan DNA memiliki ukuran sekitar
1500 bp (Gambar 4).
Gambar 4 Elektroforegram amplikon gen 16S rRNA berukuran ~1500 bp
(Keterangan: Marker: 100 bp, 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2=
AM2 (tanah sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah
gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7
(tanah gambut))
Amplikon Gen pmoA primer 189f-682R
Amplifikasi gen pmoA pada sampel bakteri metanotrof dilakukan untuk
mengidentifikasi gen fungsional pmoA, yang berperan dalam metabolisme gas
metan. Ukuran DNA yang diharapkan adalah ~500 bp. Amplifikasi gen pmoA
dengan primer spesifik 189f - 682R menunjukkan hasil positif hanya pada sampel
AM4 (500 bp), AM5 (1500 bp dan 500 bp), dan AM6 (500 bp dengan pita DNA
yang tidak spesifik). Beberapa sampel teramplifikasi tidak pada ukuran yang
ditargetkan, sampel AM1 (~1500 bp), AM2 (~1500 bp), AM3 ( ~1500 bp, ~800
bp), sedangkan sampel AM7 tidak teramplifikasi (Gambar 5). Hasil amplikon
menunjukkan penurunan gas metan oleh sampel AM4, AM5, dan AM6
disebabkan adanya peran gen pmoA di dalam proses metabolismenya.
Marker (-) 1 2 3 4 5 6 7
1500 bp
10
Gambar 5 Elektroforegram amplikon gen pmoA primer 189f - 682r
(Keterangan: Marker: 100 bp, 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2=
AM2 (tanah sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah
gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7
(tanah gambut))
Amplikon Gen pmoA primer 189f-650r
Amplifikasi gen pmoA pada sampel bakteri metanotrof dilakukan untuk
mengidentifikasi gen pmoA, yang berperan dalam metabolisme gas metan.
Ukuran DNA yang diharapkan adalah ~500 bp. Hasil amplifikasi gen pmoA
menggunakan primer 189f - 650r memberikan hasil positif pada sampel AM1,
AM2, AM5, AM6. Sampel AM7 teramplifikasi namun tidak sesuai dengan
ukuran yang ditargetkan (~400 bp). Pita DNA yang dihasilkan lebih baik daripada
primer 189f - 682r dengan ukuran yang lebih spesifik, namun tidak dapat
mendeteksi gen pmoA pada sampel AM3, dan AM4 seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 6.
Gambar 6 Elektroforegram amplikon gen pmoA primer 189f - 650r (Keterangan:
Marker: 100 bp, , 1= AM1 (komposit tanah sawah), 2= AM2 (tanah
sawah), 3= AM3 (tanah gambut), 4= AM4 (tanah gambut), 5= AM5
(tanah gambut), 6= AM6 (tanah sawah), 7= AM7 (tanah gambut))
Marker (-) 1 2 3 4 5 6 7
Marker 1 2 3 4 5 6 7
1500 bp
500 bp
100 bp
500 bp
11
Amplikon Gen mxaF
Gambar 7 Elektroforegram amplikon gen mxaF (Keterangan: Marker: 100 bp,
1= AM1 (komposit tanah sawah), 2= AM2 (tanah sawah), 3= AM3
(tanah gambut), 4= AM4 (tanah gambut), 5= AM5 (tanah gambut), 6=
AM6 (tanah sawah), 7= AM7 (tanah gambut))
Tahap selanjutnya adalah identifikasi gen fungsional mxaF menggunakan
primer spesifik 1001f - 1557r. Ukuran yang diharapkan dengan menggunakan
primer ini adalah 550 bp. Gen mxaF mengkode protein pembentuk enzim metanol
dehidrogenase (MDH) dapat terdeteksi di semua sampel dengan ukuran ~500 bp -
~600 bp dan pada beberapa sampel terbentuk lebih dari satu pita. Sampel AM1
menghasilkan DNA dengan ukuran ~500 bp, AM2 berukuran ~600 bp, AM3
berukuran ~500 bp, AM4 membentuk pita DNA lebih dari satu pada ukuran ~500
bp, ~1000 bp, ~1500 bp, AM5 juga membentuk pita DNA lebih dari satu ukuran
~600 bp, ~900 bp, ~1500 bp, AM6 menghasilkan pita pada ukuran ~500 bp, dan
sampel AM7 pada ukuran 500 bp dan ~900 bp (Gambar 7). Hasil PCR yang
menunjukkan DNA masih belum murni atau masih adanya pengotor sehingga
ukuran pita DNA yang terbentuk belum spesifik.
Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika
Hasil amplifikasi 16S rRNA kemudian diproses dalam taham perunutan
basa DNA. Hasil perunutan DNA dari primer reverse dan forward kemudian
digabung menggunakan program BioEdit. Tahap selanjutnya adalah identifikasi
spesies bakteri yang terdekat dengan ketujuh sampel bakteri data pada GeneBank
menggunakan program blast-N dari situs NCBI (National Center for
Biotechnology Information). Setelah didapatkan bakteri yang homolog, dicari
beberapa spesies bakteri terdekat melalui situs Ribosomal Database Project
(RDP). Setelah data didapatkan, pohon filogenetik dibuat menggunakan program
Mega 5.0 untuk dilihat kedekatannya dengan sampel yang dianalisis dan
kemungkinan ditemukannya spesies baru.
Berdasarkan hasil blast seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1, didapatkan
bahwa enam isolat (AM1, AM2, AM3, AM4, AM6, dan AM7) homolog dengan
spesies Methylocystis sp sedangkan AM5 homolog dengan spesies Mesorhizobium.
Marker (-) 1 2 3 4 5 6 7
7
500 bp
12
Nilai % identitas berkisar antara 77% hingga 94%, menunjukkan isolat sudah
cukup homolog dengan database yang ada. Analisis selanjutnya adalah analisis
pohon filogenetik untuk mengetahui kekerabatan dengan beberapa bakteri dengan
genus Methylocystis dan Mesorhizobium (Gambar 8). Isolat AM1, AM3, AM4,
AM5, AM6, dan AM7 berada pada satu kelompok dan memiliki kekerabatan yang
dekat satu sama lain. Isolat AM6 memiliki kekerabatan yang dekat dengan
Methylobacter luteus, sedangkan isolat AM2 berbeda kelompok dengan keenam
isolat lainnya dan berada di kelompok Methylocystis. Skala 0.1 menunjukkan
jarak evolusi pada panjang cabang, sedangkan angka pada cabang menunjukkan
nilai bootstrap.
Tabel 1 Analisis sekuens DNA sampel bakteri metanotrof dengan menggunakan
program blast N
Isolat Sekuens bakteri yang
homolog
Spesies bakteri
terdekat % identitas No. Akses
AM1 Methylocystis sp.
partial 16S rRNA gene,
strain KS8a
Methylocystis sp. 77% AJ458493.1
AM2 Methylocystis sp. LW5
16S ribosomal RNA
gene, partial sequence
Methylocystis sp. 80% AF150790.1
AM3
Methylocystis sp. 5FB1
partial 16S rRNA gene,
strain 5FB1
Methylocystis sp. 93 % AJ868421.1
AM4 Methylocystis sp.
IMET 10484 partial
16S rRNA gene, strain
Methylocystis sp. 92% AJ458470.1
AM5
Mesorhizobium
amorphae strain JN37
ribosomal RNA gene
Mesorhizobium sp. 94% KF150349.1
AM6 Uncultured
Methylocystis sp. Slobe
Pad-11 16S ribosomal
RNA gene
Methylocystisis sp. 93% JX50528.1
AM7 Methylocistis sp. R-
49796 partial 16S
rRNA gene
Methylocystis sp. 93% HF558989.1
13
Gambar 8 Pohon filogeni sekuen 16S RNA ribosomal
14
Pembahasan
Isolasi Bakteri pada Media NMS
Isolasi bakteri metanotrof menggunakan metode pengayaan yang
sebelumnya telah dilakukan dalam penelitian Asakawa et al. (2012). Isolat dari
tanah sawah dan tanah gambut diseleksi dengan metode sub-kultur sebanyak tiga
kali. Parameter kemurnian isolat adalah kekeruhan yang homogen dan absorbsi
gas metan yang tinggi dan stabil. Isolat air yang telah murni akan digunakan untuk
isolasi pada media NMS padat dan isolasi DNA bakteri. Menurut Rodriquez dan
Fraga (2000), medium yang biasa digunakan untuk menumbuhkan bakteri
metanotrofik pada umumnya adalah medium mineral garam nitrat (NMS).
Medium NMS tidak mengandung sumber karbon dan selain gas metan yang
diinjeksikan selama inkubasi. Bakteri metanotrof menggunakan metana sebagai
substrat utama untuk metabolismenya.
Sampel diinokulasikan di medium NMS padat dan diinkubasi dalam
anaerobic jar yang diisi dengan gas metana murni. Setelah masa inkubasi selama
3 minggu, gas metana di dalam anaerobic jar berkurang. Berdasarkan hasil
penelitian, semua sampel memiliki kemampuan tumbuh di media NMS padat
namun dengan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Pertumbuhan di media
padat membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan di media cair
karena penyerapan gas metan pada media cair lebih efektif dibanding penyerapan
gas metan pada media padat di dalam anaerobic jar. Hasil inokulasi di media
padat menunjukkan bahwa isolat bakteri metanotrof cukup murni karena koloni
yang terbentuk pada setiap cawan cenderung seragam dan tidak terpisah-pisah.
Aktivitas Oksidasi Bakteri Metanotrof
Karakterisik utama metabolisme bakteri metanotrofik adalah mampu
mengoksidasi metana menjadi karbondioksida dan melepaskannya ke atmosfer.
Bakteri metanotrofik mengoksidasi metana, sebagai satu-satunya sumber karbon
dan energi untuk pertumbuhan yang tergantung pada kondisi lingkungan. Proses
oksidasi metana oleh bakteri metanotrof dapat berlangsung secara aerobik maupun
anaerobik (Christoserdova et al. 2005). Metabolisme metanotrof secara umum
ditunjukkan oleh Gambar 9. Metan dioksidasi oleh bakteri metanotrof menjadi
metanol dengan bantuan enzim metan monooksigenase (MMO). Hanson dan
Hanson (1996) menyatakan bahwa enzim MMO terdiri dari metan
monooksigenase partikel (pMMO) dan metan monooksigenase terlarut (sMMO).
Enzim pMMO terdapat dalam membran intrasitoplasmik, sedangkan sMMO
terdapat dalam sitoplasma. Enzim pMMO memiliki spesifikasi substrat yang lebih
kecil jika dibandingkan dengan sMMO dan enzim oksigenase lainnya. Enzim
monooksigenase mampu mereduksi ikatan O=O menjadi dioksigen. Satu atom
oksigen tereduksi menjadi H2O dan yang lain berikatan dengan metana
membentuk methanol (Lipscomb 1994).
Proses selanjutnya adalah konversi metanol menjadi formaldehid, yang
merupakan senyawa antara utama sebelum memasuki jalur metabolisme
berikutnya. Enzim yang berperan dalam proses ini adalah metanol dehidrogenase
(MDH) (Knief et al. 2003). Proses konversi oleh MDH merupakan proses kunci
15
Gambar 9 Jalur metabolisme metanotrof (Hanson & Hanson 1996)
dalam metabolisme bakteri pengguna karbon tunggal (C1) seperti metilotrof.
Formaldehid dapat memasuki dua jalur metabolisme yaitu jalur metabolisme
ribulosa monofosfat (RuMP) atau jalur serin seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 10. Hasil asimilasi formaldehid berupa CO2 dan sintesis senyawa
multikarbon (Madigan et al. 2009).
Jalur RuMP digunakan oleh bakteri metanotrof tipe I. Oksidasi
formaldehida melalui jalur ini tidak membutuhkan kekuatan reduksi sehingga
seluruh sumber karbonnya digunakan sebagai bahan untuk membuat materi sel.
Dua enzim unik pada jalur ini adalah heksulose-6-fosfat sintase dan heksulose
fosfat isomerase (Hanson & Hanson 1996). Jalur RuMP membutuhkan satu
molekul ATP untuk setiap pembentukan satu molekul gliseraldehida-3-fosfat.
Bakteri metanotrof tipe I memiliki jumLah sel yang lebih banyak dibandingkan
dengan metanotrof tipe II karena perbedaan penggunaan energi (Madigan et al.
2006). Sedangkan menurut Hanson & Hanson (1996), jalur serin membutuhkan
dua molekul NADH dan ATP sebagai sumber energi untuk pembentukan satu
molekul asetil koA dan satu molekul CO2. Asetil koA kemudian digunakan untuk
membentuk materi sel yang baru. Enzim spesifik yang teridentifikasi pada jalur
serin adalah serin hidroksimetil transferase (STHM), hidroksipiruvat reduktase
(HPR), dan malil koenzim A liase (MCI).
Gambar 10 Jalur metabolisme formaldehid; A) Jalur Serin dan B) Jalur RuMP
(Hanson & Hanson 1996)
A
B A
16
Sampel bakteri metanotrof diinokulasi di media NMS cair pada suhu 30 ˚C.
Media NMS tidak mengandung sumber karbon dan gas metana diinjeksikan
selama inkubasi, sehingga hanya bakteri yang menggunakan metana sebagai
substrat utama yang dapat tumbuh. Keberhasilan inokulasi bakteri metanotrofik
dapat diukur melalui tingkat pengurangan gas metana yang dilakukan oleh bakteri
tersebut (Vishwakarma et al. 2009). Pengukuran tingkat absorpsi gas metana
dilakukan setiap minggu melalui analisis kromatografi gas – FID. Pertumbuhan
bakteri metanotrof ditandai dengan kekeruhan media NMS dan penurunan kadar
gas metan setiap minggunya. Berdasarkan hasil pengukuran dengan kromatografi,
semua sampel memiliki kemampuan aktivitas oksidasi yang baik. Kadar gas
metan pada sampel terus menurun hingga minggu ke-3 (Lampiran 3). Gas metan
yang diinjeksikan pada awal inkubasi sebanyak 20% v/v habis pada akhir minggu
ke-3 inkubasi. Penurunan gas metan setiap minggu juga menunjukkan bahwa
jumLah bakteri metanotrof yang ada di dalam media bertambah ditandai juga
dengan kekeruhan media yang semakin meningkat. Sesuai dengan pernyataan
Octaviana (2010), metana sebagai sumber karbon pada bakteri metanotrof akan
digunakan membentuk biomassa bakteri melalui jalur ribulosa monofosfat
ataupun serin. Bakteri metanotrof termasuk ke dalam slow growing bacterias
karena membutuhkan waktu yang lama, selama 3 minggu, untuk tumbuh secara
optimal.
Pewarnaan Gram Bakteri Metanotrof
Semua isolat memiliki sifat Gram negatif ditunjukkan dengan hasil
pengamatan mikroskop dengan hasil pewarnaan sel berwarna merah. Hal ini
sesuai dengan sifat bakteri metanotrofik yang dipaparkan dalam buku karakter
bakteri metanotrofik Bergey's Manual of Systematic Bacteriology (Bowman cit.
Brenner et al. 2005). Komponen pewarnaan Gram adalah kristal violet, lugol,
alkohol dan safranin. Prinsip pewarnaan gram terletak pada perbedaan susunan
dinding sel bakteri. Bakteri Gram negatif mengandung lipid yang lebih banyak
pada dinding selnya. Kompleks yang terbentuk antara kristal violet dengan lugol
terperangkap antara dinding sel dan membran sitoplasma organisme Gram positif
sedangkan pada Gram negatif penucian dengan alkohol dapat menghilangkan zat
lipid pada dinding sel. Mekanisme ini membuat zat warna safranin dapat masuk
ke dalam dinding sel bakteri menyebabkan sel menjadi berwarna merah
sedangkan pada Gram negatif dinding selnya terhidrasi oleh mekanisme
pencucian alkohol (Entjang 2003).
Amplikon Gen 16S rRNA
Sekuen 16S umumnya digunakan dalam penentuan hubungan kekerabatan
strain bakteri melalui proses penyejajaran. Sekuen 16S digunakan karena bersifat
spesifik untuk prokariot, sehingga kesalahan (galat) yang terjadi selama proses
penyejajaran nukleotida dapat diminimalisir, yang membedakannya dengan
eukariot. Sekuen 16S ribosomal DNA merupakan materi genetika yang terletak
pada ribosom subunit kecil. Satuan S (Svedberg) menunjukan kemampuan DNA
untuk mengalami sedimentasi pada waktu 10-13 detik (Cole et al. 2013). Hasil
amplifikasi menunjukkan semua isolat merupakan jenis bakteri ditunjukkan
17
dengan terbentuknya pita DNA dengan ukuran sesuai dengan target, yaitu 1500 bp.
Amplikon 16S rRNA kemudian digunakan untuk proses perunutan basa.
Amplifikon Gen pmoA
Keberadaan enzim metan monooksigenase pada bakteri dapat diketahui
dengan mengidentifikasi gen-gen pembentuk MMO. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, enzim MMO akan mempercepat reaksi oksidasi metana menjadi
methanol melalui reaksi berikut :
Enzim MMO terdiri dari metan monooksigenase partikel (pMMO) dan metan
monooksigenase terlarut (sMMO). Enzim pMMO yang dikodekan oleh gen pmoA
terdapat dalam membran intrasitoplasmik, sedangkan sMMO yang dikodekan
oleh gen mmoB terdapat dalam sitoplasma (Hanson & Hanson 1996). Secara
struktur, enzim MMO terdiri atas tiga komponen protein yaitu komponen B,
reduktase dan hidoksilase (MMOH), merupakan sisi aktif yang mengandung situs
hydro-bridged dinuclear yang menjadi sisi katalitik (Lipscomb 1994). Dalam
penelitian ini, hanya gen pmoA yang akan diidentifikasi. Identifkasi gen pmoA
menggunakan primer spesifik 189f – 682r dan 189f - 650r.
Susunan oligonukleotida primer 189f - 682r di rangkai untuk amplifikasi
fragmen internal yang mengodekan gen untuk kompleks enzim pMMO dan AMO
(amonia monooksigenase) (Holmes et al. 1999). Amplifikasi dengan primer ini
dikonfirmasi menggunakan elektroforesis dan diamati dengan gel doc. Hasil
penelitian mengindikasikan bahwa AM4, AM5, AM6 memiliki gen pmoA karena
DNA dapat teramplifikasi oleh primer spesifik, dengan ukuran pita yang terbentuk
sesuai target yaitu ~500 bp namun hasil elektroforesis juga menunjukkan adanya
pita dengan ukuran lain yang terbentuk. Sampel AM1, AM2, AM3 dan AM7 tidak
menunjukkan hasil yang positif karena pita DNA terbentuk bukan pada ukuran
yang ditargetkan (Gambar 5). Menurut Bourne (2001), primer 682r memiliki
empat redundansi di dalam urutan sekuens sehingga diduga menyebabkan
multiple-banding pada analisis elektroforesis. Selain itu, primer 682r dirangkai
terbatas untuk isolat bakteri yang berasal dari lingkungan dengan jumLah populasi
metanotrofnya tinggi (McDonald 1997). Selain beberapa faktor primer dan
lingkungan asal isolat, suhu penempelan primer juga merupakan salah satu faktor
penting yang mempengaruhi hasil amplifikasi. Suhu penempelan yang terlalu
tinggi dapat menyebabkan primer tidak menempel pada DNA template dan suhu
yang terlalu rendah dapat menyebabkan penempelan lebih di satu situs (Yuwono
2008).
Analisis gen pmoA juga dilakukan menggunakan primer 189f – 650r.
Hasil positif ditunjukkan oleh sampel AM1, AM2, AM5, dan AM6 dengan pita
DNA cukup spesifik menghasilkan ukuran DNA berkisar 500bp, sesuai dengan
yang di targetkan. Sampel AM7 juga menunjukkan adanya pita namun pada
ukuran 400 bp (Gambar 6). Bourne (2001) menyatakan bahwa primer 650r
memiliki spesifitas yang lebih baik dibanding dengan 682r karena dirangkai tanpa
memiliki redundansi dan tidak dapat mengamplifikasi gen amoA (amonia
monooksigenase). Hasil amplifikasi menggunakan kedua primer ini menunjukkan
isolat AM1, AM2, AM4, AM5, dan AM6 memiliki gen pmoA yang berperan
dalam proses oksidasi gas metan.
CH4 + NADPH + H+ + O2 H2O + NADP+ + CH3OH
18
Amplikon Gen mxaF
Metanol yang terbentuk sebagai awal dari proses metabolisme metanotrof
akan dioksidasi oleh enzim metanol dehidrogenase menjadi format kemudian
dioksidasi kembali oleh format dehidrogenase menjadi CO2. Enzim MDH
merupakan protein pertama pada rantai transpor eletron terlarut Enzim MDH
merupakan enzim dehidrogenase yang memiliki prostetik grup berupa
pyrroloquinoline quinone (PQQ), yang merupakan komplek sitokrom. Secara
struktur, MDH memiliki 4 sistein di subunit alfa, dua macam sistein di subunit
beta, dan struktur ini mengindikasi jika semua senyawa sistein ini terlibat dalam
pembentukan jembatan sulfida (Blake 1994).
Berdasarkan hasil penelitian, tujuh isolat memiliki gen mxaF. Karena
DNA sampel dapat teramplifikasi (menunjukkan hasil positif) menggunakan
primer spesifik mxaF. Hasil elektroforegram menunjukkan sampel AM1 – AM7
memiliki ukuran pita antara 500 bp – 600 bp. Beberapa sampel menghasilkan pita
DNA lebih dari satu. Hal ini dapat dipengaruhi oleh suhu penempelan yang tidak
sesuai. Suhu penempelan primer adalah salah satu parameter penting yang perlu
disesuaikan dalam reaksi amplifikasi. Primer akan membentuk jembatan hidrogen
dengan DNA genom pada daerah sekuen yang komplementer dengan sekuen pada
primer (Yuwono 2006). Selain itu, pembentukan pita tambahan yang berukuran
lebih kecil menunjukkan pembentukan dimer primer (miss priming) (Ulrich et al.
2008). Oleh karena itu, optimasi suhu penempelan primer perlu disesuaikan
dengan tujuan untuk meningkatkan spesifitas reaksi amplifikasi agar primer
menempel pada sekuen yang tepat.
Identifikasi Bakteri dan Analisis Bioinformatika
Sekuensing DNA isolat dilakukan untuk mengetahui urutan basa dari
DNA sampel selanjutnya digunakan untuk analisis kekerabatan sampel dengan
spesies bakteri terdekat berdasarkan database yang ada. Hasil sekuen yang
diperoleh dibandingkan dengan sekuen DNA yang tersedia pada database di
NCBI melalui proses penyejajaran (nucleotide blast). Hasil blast menunjukkan
tingkat kehomologan semua sampel berkisar antara 77% - 94%, nilai
kehomologan lebih dari 70% sudah cukup untuk mengidentifikasi suatu bakteri
dalam suatu genus (Li & Graur 2000). Kekerabatan terdekat ditunjukkan oleh
isolat AM5 dan spesies Mesorhizobium amorphae strain JN37 ribosomal RNA
gene. Berdasarkan hasil ini juga maka diketahui bahwa spesies bakteri
Mesorhizobium dapat menggunakan gas metan sebagai sumber karbonnya, serta
memiliki gen pmoA dan mxaF. Selain isolat AM5, enam isolat lainnya
teridentifikasi sebagai golongan Alphaproteobacteria spesies Methylocystis sp.
Bakteri yang termasuk ke dalam genus Methylocystis merupakan bakteri
metanotrof tipe II, di dalam selnya mengandung membran intrasitoplasmik yang
disusun sebagai lapisan bertingkat sepanjang dinding selnya, serta menggunakan
jalur metabolisme serin dalam proses asimilasi formaldehid. Karakteristik lainnya
adalah bersifat aerobik, dapat tumbuh pada suhu 25-30 ˚C, pH 7,0, dan selnya
berbentuk batang dengan ukuran kecil (Bowman cit Brenner et al. 2005).
Karakteristik ini sesuai dengan hasi penelitian yang mendukung bahwa isolat
merupakan genus Methylocystis.
19
Filogenetik adalah ilmu yang mempelajari mengenai hubungan antar
organisme kaitannya dengan proses evolusi. Data yang digunakan untuk
mempelajari filogeni berupa data morfologi dan data molekular. Filogeni yang
dipelajari menggunakan data molekular disebut molekular filogenetik.
Keuntungan menggunakan molekular filogenetik di antaranya adalah didasarkan
pada pewarisan genetik yang jelas, bersifat tidak ambigu, pola evolusi yang
digambarkan menggunakan aturan yang tetap, dan dapat dianalisis secara
kuantitatif (Li & Graur 2000). Analisis pohon filogenetik dibuat untuk
mengetahui kekerabatan semua isolat dengan beberapa spesies Methylocystis dan
Methylobacter. Beberapa sekuens bakteri diambil dari Ribosomal Database
Project (RDP), kemudian dilakukan proses penyejajaran dengan program MEGA
5.0 dan dibuat pohon filogenetiknya. Isolat AM1, AM3, AM4, AM5, AM6, dan
AM7 berada pada kelompok yang sama dan kekerabatannya dekat dengan spesies
Methylocystis. Keenam isolat yang saling berdekatan ini berada pada kelompok
yang berbeda dengan spesies lainnya. Isolat AM2 yang terpisah dari isolat lainnya
memiliki kekerabatan yang dekat Methylocystis hirsuta.
Angka bootstrap menunjukkan kehomologan antar satu spesies dengan
yang lainnya, semakin besar angka yang ditunjukkan, maka kedua bakeri tersebut
merupakan spesies yang berbeda. Angka bootstrap dapat mengindikasikan adanya
novel spesies pada isolat yang telah diisolasi. Prinsip dari analisis bootstrap
adalah dengan penghasilan dataset semu (pseudo-dataset) yang setara dengan
dataset awal kita. Dataset yang dimaksud adalah total nukleotida hasil alignment
yang menjadi dasar untuk rekonstruksi pohon. Tahapan awal dari bootstrap ini
adalah penghasilan dataset sejumLah replikasi yang kita inginkan (umumnya
antara 200 hingga 2000 replikasi). Pseudo-dataset yang dihasilkan dari proses
bootstrap sama dalam hal jumLah nukleotida, namun berbeda dalam komposisi
nukleotidanya. Jadi ada daerah/situs dalam alignment tersebut yang disampel
lebih dari satu kali, namun juga ada daerah yang tidak disampel sama sekali dalam
penghasilan replikasinya. Penggunaan bootstrap bertujuan untuk melihat
konsistensi clade pada pohon filogeni hasil rekonstruksi (Swofford & Sullivan
2009). Angka bootstrap antara isolat AM6 dan isolat lainnya dalam satu
kelompok adalah 100, hal ini mengindikasikan kemungkinan bahwa enam isolat
merupakan spesies Methylocystis baru dan berbeda dengan isolat lainnya.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tujuh isolat bakteri metanotrof dapat menghabiskan 15 mL gas metan
selama 3 minggu dengan rata-rata konsumsi 0.7 mL per hari. Sampel AM1, AM2,
AM4, AM5, dan AM6 memiliki gen pmoA (metana monooksigenase) yang
merupakan enzim kunci dalam metabolisme metana. Semua sampel memiliki gen
mxaF (metanol dehidrogenase) yang berperan penting dalam metabolisme gas
metana. Enam isolat masuk ke dalam genus Methylocystis, termasuk ke dalam
bakteri metanotrof tipe II. Selain Methylocystis, isolat AM5 yang diidentifikasi
20
sebagai Mesorhizobium menunjukkan kemampuan dalam metabolisme gas metana
Hasil analisis filogenetik juga menunjukkan isolat merupakan spesies baru.
Saran
Perlu dilakukan optimasi lebih lanjut untuk proses amplifikasi pmoA dan
mxaF sehingga menghasilkan pita DNA yang lebih spesifik. Selain itu perlu
dilakukan uji karakterisasi lebih lanjut seperti uji inkubasi di suhu yang berbeda,
uji fiksasi nitrogen, uji pertumbuhan di media yang mengandung garam dan
mineral tertentu, seta uji-uji spesifik lainnya untuk menentukan identifikasi lebih
lanjut. Perlu dilakukan pengamatan morfologi bakteri menggunakan scanning
electron microscopy (SEM) atau transmission electron microsopy (TEM).
DAFTAR PUSTAKA
Asakawa S, Ogiso T, Ueno, dan Diaonou D. 2012. Methylomonas koyamae sp.
Nov a type I methane oxidizing bacterium froom floodwater of a rice
paddy field. International Journal of Systematic and Evolutionary
Microbiology. 62:1832 – 1837.
Blake CCF, Ghosh M, Harlos K, Avezoux A, dan Anthony C. 1994. The active
site of methanol dehydrogenase contains a disulphide bridge between
adjacent cysteine residues. Structural biology. 1 (2):102 – 105.
Bourne DG, McDonald IR, dan Murrell JC. 2001. Comparison of pmoA PCR
primer Sets as Tools for Investigating Methanotroph Diversity in Three
Danish Soils. Applied and Environmental Microbiology. 67(9):3802 -
3809.
Bowman JP. 2005. Family I. Methylocystaceae fam. nov. In Bergey's Manual of
Systematic Bacteriology, 2nd ed, vol. 2 (The Proteobacteria). Edited by D.
J Brenner, NR Krieg, JT Staley & GM Garrity. New York (US): Springer.
Chistoserdova L, JA Vorholt, dan ME Lidstrom. 2005. A genomic view of
methane oxidation by aerobic bacteria and anaerobic archae. Genome
Biology. 6:208.
Cole JR et al.. 2013. Ribosomal database project : data and tools for high
throughput rRNA analysis. Nucleic Acids Research. 42: 633-642.
Dubey SK. 2005. Microbial Ecology of Methane Emission in Rice Ecosystem.
Applied and Ecological Environment. 3: 1-27.
Entjang I. 2003. Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Akademi Keperawatan. PT
Jakarta (ID): Citra Aditya Bakti.
Fitiriani AR. 2012. Karakterisasi gen particulate methane monooxygenase
(pMMO) bakteri metanotrof asal sawah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
21
Hanson RS dan Hanson TE. 1996. Methanotrophic bacteria. Microbiological
reviews. 60(2):439-471.
Henckel T, M Friedrich, dan R Conrad. 1999. Molecular analyses of the
methaneoxidizing microbial community in rice field soil by targeting the
genes of the16SrRNA, particulate methane monooxygenase and methanol
dehydrogenase. Applied and Environmental Microbiology. 65:1980–1990.
Holmes AJ, Semrau JD, Chistoserdov, J Lebron, A Costello, J Davagnino. 1999.
Particulate methane monooxygenase genes in methanotrophs. Journal of
Bacteriology. 177(11):3071-3079.
[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. The Suplementary
Report to The IPCC Scientific. Solomon SD, Qin M. Manning Z, Chen
M, Marquis, KB Averyt, M Tignor and HL Miller, editor. Cambridge
(UK): Cambridge University Press
Knief C, A Lipski, dan PF Dunfield. 2003. Diversity and activity of
methanotrophic bacteria in different upland soils. Applied and
Environmental Microbiology. 69:6703-6714.
Lay BW. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta (ID): Grafindo Persada
Li WH dan Graur D. 2000. Fundamentals of Molecular Evolution 2nd Ed. USA:
Sinnauer Associates Pub.
Lipscomb JD. 1994. Biochemistry of the soluble methane monoxygenase. Annual
Review of Microbiology. 48:371–399.
Lucas S, A Copeland, A Lapidus, T Glavina DR, E Dalin. 2009. Complete
sequence chromosome 2 of Ralstonia pickettii 12D. [Internet]. [diakses
2014 Mei 04]. Tersedia pada www.combrex.bu.edu
Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2006. Brock Biology of Microorganisms
11th Ed. New Jersey (US): Prentcie Hall.
Madigan MT, JM.Martinko, PVDunlap & DPClark. 2009. Brock Biology of
Microorganism Twelfth Edition. San Fransisco (US): Pearson Education
Inc.
McDonald IR, Uchiyama H, Kambe S, Yagi O & Murrel JC. 1997. The soluble
methane monooxygenase gene luster of thrichlororethylene degrading
methanotroph Methylocystis sp. Strain M.Appl Environment Microbiol.
40:370-375.
Meis J dan FL Chen. 2003. The Soil MasterTM DNA Extraction Kit Provides PCR
Ready Soil DNA in Less Than A Hour. Epicentre. 10: 9.
Mer JL dan Roger P. 2001. Production, oxidation, and consumption of methane
by soils : A review. Eur. J. Soil Biology. 37:25-50.
Nei M dan S Kumar. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. London
(UK): Oxford University Press.
Octaviana S. 2010. Analisis Molekuler untuk Verifikasi Diversitas dan Aktifitas
Metanotrofik di Lahan Hutan Bakau. [skripsi]. Yogyakarta (ID):
Universitas Gajah Mada.
22
Rodriques H dan R Fraga. 1999. Phosphate Solubilizing Bacteria and Their Role
in Plant Growth Promotion. Biotehnology Advances. 17 : 319-339.
Swofford DL & J Sullivan. 2009. In The Phylogenetic Handbook: A Practical
Approach to Phylogenetic Analysis and Hypothesis Testing 2nd Ed.
Cambridge (UK): Cambridge University Press.
Ulrich RS et al. 2008. A review of the research literature on evidence-based
healthcare design. Health Environments Research and Design Journal,
1(3): 61–125
Vishwakarma P, M Singh, dan SK Dubey. 2009. Change in methanotrophic
community composition after rice orp harvest in tropical soils. Biology
and Fertility of Soils. 46(5):471-479.
Swofford DL dan J Sullivan. 2009. Phylogeny Inference Using Parsimony and
Other Methods Using PAUP*. In The Phylogenetic Handbook: A
Practical Approach to Phylogenetic Analysis and Hypothesis Testing 2nd
Ed. Cambridge (UK): Cambridge University Pres.
Willey JM, LM Sherwood dan CJ Woolverton. 2011. Prescott's microbiology, 8th
ed. New York (US): MC Graw-hill.
Yuwono T. 2008. Biologi Molekular. Jakarta (ID) : Erlangga.
23
LAMPIRAN
Lampiran 1Alur Penelitian
Pemurnian isolat
dengan subkultur di
media NMS cair
sebanyak tiga kali
Pewarnaan gram
bakteri dan
pegamatan
mikroskop
Penumbuhan bakteri di
media NMS padat
Pengukuran aktivitas
oksidasi gas metan
menggunakan GC-FID
Isolasi DNA
Amplifikasi gen pmoA
primer 189f - 682r dan
primer 189f - 650r, gen
mxaF, dan 16S rRNA
Sequensing
Analisis blast dan pohon
filogenetik
Proses Penulisan
24
Lampiran 2 Isolat-isolat bakteri metanotrof yang digunakan
Keterangan : 1 = AM1; 2 = AM2; 3 = AM3; 4 = AM4; 5 = AM5; 6 = AM6; 7 =
AM 7.
Lampiran 3 Tabel hasil pengukuran aktivitas oksidasi metana
Sampel Kadar Gas Metan pada hari ke – (%)
0 7 14 21
Kontrol 20 20,000 20,000 20,000
AM1 20 18,820 14,618 2,060
AM2 20 18,095 0,194 0,116
AM3 20 18,199 0,139 0,114
AM4 20 18,551 4,415 0,000
AM5 20 17,901 13,065 0,070
AM6 20 19,927 0,218 0,003
AM7 20 19,200 0,149 0,001
Lampiran 4 Konsentrasi DNA Isolat
No. Isolat Konsentrasi DNA (ng/µL)
1 AM1 17,52
2 AM2 14,06
3 AM3 12,20
4 AM4 15,80
5 AM5 18,05
6 AM6 21,45
7 AM7 19,06
1 2 3 4 5 6 7
25
Lampiran 5 Sekuens primer yang digunakan
No Nama
Primer Sekuen
1 9F 5'-GAGTTTGATCCTGGCTCAG-3’
1541R 5’-AAGGAGGTGATCAGCC-3’
A189
5’GGNGACTGGGACTTCTGGCGCCCGCCGCGCCCCGCGCCCGTCCC
GCCG CCC CCG CCC G -3’ 2
A682R 5'GAASGCNGAGAAGAASGC-3'
3 A189
5’GGNGACTGGGACTTCTGGCGCCCGCCGCGCCCCGCGCCCGTCCCG
CCG CCC CCG CCC G -3’
A650R 5’ACGTCCTTACCGAAGGT-3’
4 1557R 5’GGGCAGCATGAAGGGCTCCC-3’
1001F
5’GCGGCACCAACTGGGGCTGGTCGCCCGCCGCGCCCCGCGCCCGT
CCCGCCGCCCCCGCCCG-3’
26
Lampiran 6 Hasil sekuensing Isolat
Isolat Konsentrasi DNA
A
M
1
AATGGAGATTTTTTTTTTTTTATTTATTTTTTCCCCCGACGCGCCTCGATACGTGTC
GATTCGCCCAGCGCAGCCTACGTGTCGCGGCTCCTCCGTTGCGAAAGCTTCGGGT
AAACCAATCCCATGGCAGCGGCGGGGGACAAGCCAGGAACGTTTCGCGTAGCGG
CTGATGTGGATTACTAGGATTCCGCTTCAGCACTCGAGTGCAGAGGCAATCCGAA
TCAGACGGCTTTTGAGATCTGTCCAGGTTGCCCTTCGCTTCCCATAGTCCCGCCAC
TGTAGCACGTGTGTAGCCCAACCTGTAAGGGCCATGAGGCATGAGGTCATCCCTA
CTTTCCTCGTGGCTTATCACCGTCAGTCCCAGTAGAGTGACCAAGTTAATGATGAC
AACTAAGGGAGAGGGTTGCGCTTGTTGCGGGAATTAACCCAACATTTCAAGACCC
GAACTGGCGACAACCATGCAGCACCTGTGCACCGGCCCCTTGCGGGAACAAAGC
CATCTCTGACGATCATTCCGGGCATGTCAAAAGTAGGTAAGGTTCTGCGCGTTGC
TTCGAATTAATCCACATGATCCACCGCTTGTGCGGGTCCCCGTCAATTCCTTTGAG
TTTTACATCTTGCGACCGTACTCCCCAGGGCGGGAAGCTAAAGCGTTAGCTGCGC
ACTGAAGAGCAGCTCCCCAACGGCTAGCACATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGG
GTATCTAATCCTGTTTGCTCCCCACGCTTTCGCCCTCAGCGTCAGTACCGGGCCAG
GGAGCCGCCTTCGCCATGGTGTTCTGCGAATATCTACGAATTTCACCTCTACACTC
GCAATTCCACTCACCTCTCCCGGACTCTAGACCTCCAGTATCAAAGGCAGTTCCCA
GGTTGAGCCTGGGATTTCACCCTGACTTAAAGATCCGCCTACGTGCGCTTTACGCC
CCAGTGATTCCGAACAACGCTGCCCCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGAA
GTTAGCCGGGGCTTCTTATCCAGGTACCGTCATTATCGTCCCTGGTGAAAGAGCTT
TACAACCCTAGGGACTTCATCACTCACGCGGCATGGCTGGATCATGCTTGCGCCC
ATTGTGCAATATTCCGCACTGCTGCCTCGCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAGTC
CCAGAGTGTGTGATCAGCCTCTCAGACCATCTACCGATCGTCGCCTTGATAAGCC
ATTACGACACCAACTATGTAATCGGACGAGGGCCGATCCTTCGGCAATAAATCTT
TCTGCTCTCGATCGTATCAGGTATTAACTCACGTTTCCCTGAGTTATTCAGAACCT
AAGGGAAGATCCCACTTTTACTCACTAGTCTGCACTCTGTATTGTACAGAGTCGAC
TGCATGTGTCAGACTGCCACACGTCGTCTCGGGGCACAAACAAAAAATTTTGGTA
AAGATGCCCCCGCGTCATTACAGGGGAAAACAAAAAAA
A
A
M
2
GGGGGCATCGTGCTCGGGATCCTGGGGCGTAAAGCGCACGTAGGCGGATCTTTAA
GTCAGGGGTGAAATCCCGAGGCTCAACCTCGGAACTGCCTTTGATACTGGAGGTC
TCGAGTCCGGGAGAGGTGAGTGGAACTGCGAGTGTAGAGGTGAAATTCGTAGAT
ATTCGCAAGAACACCAGTGGCGAAGGCGGCTCACTGGCCCGGTACTGACGCTGA
GGTGCGAAAGCGTGGGGAGCAAACAGGATTAGATACCCTGGTAGTCCACGCCGT
AAACGATGGATGCTAGCCGTTGGGGAGCATGCTCTTCAGTGGCGCAGCTAACGCT
TTAAGCATCCCGCCTGGGGAGTACGGTCGCAAGATTAAAACTCAAAGGAATTGAC
GGGGGCCCGCACAAGCGGTGGAGCATGTGGTTTAATTCGAAGCAACGCGCAGAA
CCTTACCAGCTTTTGACATGCCCGGTATGATCGCCAGAGATGGCTTTCTTCCCGCA
AGGGGCCGGTGCACAGGTGCTGCATGGCTGTCGTCAGCTCGTGTCGTGAGATGTT
GGGTTAAGTCCCGCAACGAGCGCAACCCTCGCCCTTAGTTGCCATCATTCAGTTG
GGCACTCTAGGGGGACTGCCGGTGATAAGCCGCGAGGAAGGTGGGGATGACGTC
AAGTCCTCATGGCCCTTACAGGCTGGGCTACACACGTGCTACAATGGCGGTGACA
ATGGGAAGCGAAAGGGCGACCTGGAGCAAATCTCAAAAAGCCGTCTCAGTTCGG
ATTGCACTCTGCAACTCGAGTGCATGAAGGTGGAATCGCTAGTAATCGCAGATCA
GCACGCTGCGGTGAATACGTTCCCGGGCCTTGTACACACCGCCCGTCACACCATG
GGGAAGTTGGTTTTACCCGAAAGGCGTTTCGCCAACCGCAAGGAGGCAGGCGAC
CACGGTAGGGTCAGCGACTGGGGGTGAAGTCGTAACAAGGTAGCCGTAGGGAAC
CGTGGGGGGGACGCCCCCCTAATATATATATAAAAGGGGGGGAGTGGAAGGGG
A
A
M
3
TTTTATATATATATTAGGGGGGCGTCCCCCCCACGGTTCCCTACGGCTACCTTGTT
ACGACTTCACCCCCAGTCGCTGACCCTACCGTGGTCGCCTGCCTCCTTGCGGTTGG
CGAAACGCCTTTCGGGTAAAACCAACTTCCCCATGGTGTGACGGGCGGTGTGTAC
AAGGCCCGGGAACGTATTCACCGCAGCGTGCTGATCTGCGATTACTAGCGATTCC
ACCTTCATGCACTCGAGTTGCAGAGTGCAATCCGAACTGAGACGGCTTTTTGAGA
TTTGCTCCAGGTCGCCCTTTCGCTTCCCATTGTCACCGCCATTGTAGCACGTGTGT
AGCCCAGCCTGTAAGGGCCATGAGGACTTGACGTCATCCCCACCTTCCTCGCGGC
TTATCACCGGCAGTCCCCCTAGAGTGCCCAACTGAATGATGGCAACTAAGGGCGA
GGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTGACGACA
27
Lanjutan (lampiran 6)
GCCATGCAGCACCTGTGCACCGGCCCCTTGCGGGAAGAAAGCCATCTCTGGCGAT
CATACCGGGCATGTCAAAAGCTGGTAAGGTTCTGCGCGTTGCTTCGAATTAAACC
ACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTTAATCTTGCG
ACCGTACTCCCCAGGGCGGGATGCTTAAAGCGTTAGCTGCGCCACTGAAGAGCAT
GCTCCCCAACGGCTAGCATCCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAAT
CCTGTTTGCTCCCCACGCTTTCGCACCTCAGCGTCAGTACCGGGCCAGTGAGCCGC
CTTCGCCACTGGTGTTCTTGCGAATATCTACGAATTTCACCTCTACACTCGCAGTT
CCACTCACCTCTCCCGGACTCGAGACCTCCAGTATCAAAGGCAGTTCCGAGGTTG
AGCCTCGGGATTTCACCCCTGACTTAAAGATCCGCCTACGTGCGCTTTACGCCCCA
GTGATTCCGAACAACGCTAGCCCCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGAAGT
TAGCCGGGGCTTCTTATCCAGGTACCGTCATTATCGTCCCTGGCGAAAGAGCTTTA
CAACCCTAGGGCCTTCATCACTCACGCGGCATGGCTGGATCAGGCTTGCGCCCAT
TGTCCAATATTCCCCACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAGTCCC
AGTGTGGCTGATCATCCTCTCAGACCAGCTACCGATCGTCGCCTTGGTGCGCCATT
ACCACACCAACTAGCTAATCGGACGCGGGCCGATCTTTCGGCAATAAATCTTTCC
CCCAAAGGGCGTATCCGGTATTAGCTCAAGTTTCCCTGAGTTATTCCGAACCGAA
AGGCACGTTCCCACGCGTTACTCACCCGTCTGCCACTCCCTATTGCTAGGGCGTTC
GACTTGCATGTGTTAGGCCTGCCGCCAGCGTTCGTCTACGGAAAAAAAAAAACAC
ATACAA
A
A
M
4
TTTTTATATATATATATATAGGGGGGGACCCCACCCACAGTCCCTACGGCTACCTT
GTTACGACTTCACCCCCAGTCGCTGACCCTACCGTGGTCGCCTGCCCCCTTGCGGT
TGGCGAAACGCCTTTCGGGTAAAACCAACTTCCCCATGGTGGACGGGCGGTGTGT
ACAAGGCCCGGGAACGTATTCACCGCAGCATGCTGATCTGCGATTACTAGCGATT
CCACCTTTCATGCACTCGAGTTGCAGAGTGCAATCCGAACTGAGACGGCTTTTTG
AGATTTGCTAAGGGTCGCCCCTTCGCTTCCCATTGTCACCGCCATTGTAGCACGTG
TGTAGCCCAGCCTGTAAGGGCCATGAGGACTTGACGTCATCCCCCACCTTCCTCG
CGGCTTATCACCGGCAGTCCCCCTAGAGTGCCCAACTGAATGATGGCAACTAAGG
GCGAGGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTGAC
GACAGCCATGCAGCACCTGTGTTCCGGCCCCTTGCGGGAAGGAAGTCATCTCTGA
CGACCATACCGGACATGTCAAAAGCTGGTAAGGTTCTGCGCGTTGCTTCGAATTA
AACCACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTTAATCA
TTGCGACCGTACTCCCCAGGCGGGATGCTTAAAGCGTTAGCTGCGCCACTGAAGA
GCAAGCTCCCCAACGGCTAGCATCCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATC
TAATCCTGTTTGCTCCCCACGCTTTCGCACCTCAGCGTCAGTATCGGGCCAGTGAG
CCGCCTTCGCCACTGGTGTTCTTGCGAATATCTACGAATTTCACCTCTACACTCGC
AGTTCCACTCACCTCTCCCGAACTCGAGACCTCCAGTATCAAAGGCAGTTCCGAG
GTTGAGCCTCGGGATTTCACCCCTGACTTAAAGATCCGCCTACGTGCGCTTTACGC
CCCAGGATTCCGAACAACGCTAGCCCCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGA
AGTTAGCCGGGGCTTCTTATCCAGGTACCGTCATTATCGTCCCTGGCGAAAGAGC
TTTACAACCCTAGGGCCTTCATCACTCACGCGGCATGGCTGGATCAGGCTTGCGC
CCATTGTCCAATATTCCCCACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAG
TCCCAGTGTGGCTGATCATCCTCTCAGACCAGCTACCGATCGTCGCCTTGGTGCGC
CATTACCACACCAACTAGCTAATCGGACGCGGGCCGATCTTTCGGCAATAAATCT
TTCCCCCTAAGGGCGTATCCGGTATTAGCTCAAGTTTCCCTGAGTTATTCCGAACC
GAAAGGCACGTTCCCACGCGTTACTCACCCGTCTGCCACTCTGTATTGCTACAGCG
TTCGACTTGCATGTGTTAGGCCTGCCGCCAGCGTCGTCTAGGAAAAAAAAAAAAA
AAAAAAAAAAAAATTTTTTTAAAA
A
A
M
5
TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTTGGGGGGGTTTTAACACGCGCCGTCGCCGCTACCT
TGTTACGATTTCACCCCCAGTCGCTGACCCTACGAGTGGTGGCGTGCCTCCTTGCG
GGTTAGCACAGCGCCTTTCGGGTAAAACCCAACTCCCCATGGTGTGACGGGCGGT
GTGTACAAGGCCCGGGAACGTATTCACCGCGGCATGCTGATCCGCGATTACTAGC
GATTCCAACTTCATGCACTCGAGTTGCAGAGTGCAATCCGAACTGAGATGGCTTT
TGGAGATTAGCTCGACCTCGCGGTCTCGCTGCCCACTGTCACCACCATTGTAGCAC
GTGTGTAGCCCAGCCCGTAAGGGCCATGAGGACTTGACGTCATCCCCACCTTCCT
CTCGGCTTATCACCGGCAGTCTCCTTAGAGTGCCCAACTGAATGATGGCAACTAA
GGGCGAGGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTG
28
Lanjutan (lampiran 6)
ACGACAGCCATGCAGCACCTGTCTCCGGTCCAGCCGAACTGAAGGAATCCATCTC
TGGAAACCGCGACCGGGATGTCAAGGGCTGGTAAGGTTCTGCGCGTTGCTTCGAA
TTAAACCACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTTAA
TCTTGCGACCGTACTCCCCAGGGCGGGAAGCTTAATGCGTTAGCTGCGCCACCGA
CGAGGTAAACTTGCCAACGGCTAGCTTCCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGG
TATCTAATCCTGTTTGCTCCCCACGCTTTCGCCCTCAGCGTCAGTACCGGACCAGT
GAGCCGCCTTCGCCACTGGTGTTCCTCCGAATATCTACGAATTTCACCTCTACACT
CGGAATTCCACTCACCTCTTCCGGACTCGAGACTACCAGTATCAAAGGCAGTTCC
GGGGTTGAGCCCCGGGATTTCACCCCTGACTTAATATCCGCCTACGGCGCTTTACG
CCCCAGTAAATCCCGAACAACGCTAGCCCCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGCA
CGAAGTTAGCCGGGGCTTCTTCTACGGGTACCGTCATTATCTTCACGGATGAAAG
AGCTTTACAACCCTAGGGCCTTCATCACTCACGCGGCATGGCTGGATCAGGCTTG
CGCCCATTGTCCAATATTCCCCACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCT
CAGTCCCAGTGTGGCTGATCATCCTCTCAGACCAGCTATGGATCGTCGCCTTGGTA
GGCCATTACCCCACCAACTAGCTAATCCAACGCGGGCTCATCCATCACCGATAAA
TCTTTCTCCAATAGGACGTATACGGTATTAGCTCCAGTTTCCCTGAGTTGTTCCGA
AGTGATGGGTAGATTCCCACGCGTTACTCACCCGTCTGCCGCTCACCTTGCGGGG
CGCTCGACTTGCATGTGTTAAGCCTGCCGCCAGCGTTGTTCTACGAAGGGGGAGG
AAAAAAAAAAAAAAAAA
A
A
M
6
TTTTTTTTTTTTTTTAAAAAGGGGCATCCACCCACACCGTCCCTACGGCTACCTTGT
TACGACTTCACCCCCAGTCGCTGACCCTACCCGTGGTCGCCTGCCTCCTTGCGGTT
GGCGAAACGCCTTTCGGGTAAAACCAAATTCCCCATGGTGGACGGGCGGTGTGTA
CAAGGCCCGGGAACGTATTCACCGCAGCGTGCTGATCTGCGATTACTAGCGATTC
CACCTTCATGCACTCGAGTTGCAGAGTGCAATCCGAAATTGAGACGGCTTTTTGA
GATTTGCTCCAGGTCGCCCTTTCGCTTCCCATTGTCACCGCCATTGTAGCACGTGT
GTAGCCCAGCCTGTAAGGGCCATGAGGACTTGACGTCATCCCCACCTTCCTCGCG
GCTTATCACCGGCAGTCCCCCTAGAGTGCCCAACTGAATGATGGCAACTAAGGGC
GAGGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTGACGA
CAGCCATGCAGCACCTGTGCACCGGCCCCTTGCGGGAAGAAAGCCATCTCTGGCG
ATCATACCGGGCATGTCAAAAGCTGGTAAGGTTCTGCGCGTTGCTTCGAATTAAA
CCACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTTAATCTTG
CGACCGTACTCCCCAGGCGGGATGCTTAAAGCGTTAGCTGCGCCACTGAAGAGCA
AGCTCCCCAACGGCTAGCATCCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTAA
TCCTGTTTGCTCCCCACGCTTTCGCACCTCAGCGTCAGTACCGGGCCAGTGAGCCG
CCTTCGCCACTGGTGTTCTTGCGAATATCTACGAATTTCACCTCTACACTCGCAGT
TCCACTCACCTCTCCCGGACTCGAGACCTCCAGTATCAAAGGCAGTTCCGAGGTT
GAGCCTCGGGATTTCACCCCTGACTTAAAGATCCGCCTACGTGCGCTTACGCCCA
GGATCCGAACAACGCTACCCCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGAAGTTAG
CCGGGGCTTCTTATCCAGGTACCGTCATTATCGTCCCTGGCGAAAGAGCTTTACAA
CCCTAGGGCCTTCATCACTCACGCGGCATGGCTGGATCAGGCTTGCGCCCATTGTC
CAATATTCCCCACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAGTCCCAGTG
TGGCTGATCATCCTCTCAGACCAGCTACCGATCGTCGCCTTGGTGAGCCGTTACCT
CACCAACTAGCTAATCGGACGCGGGCCGATCCTTCGGCGATAAATCTTTCTGCTCT
CGCACGTATCCGGTATTAGCTCAAGTTTCCCTGAGTTATTCCGAACCGAAGGGCA
CGTTCCCACGCGTTACTCACCCGTCTGCCACTCTGTATTGCTACAGCGTTCGACTT
GCATGTGTTAGGCCTGCCGCCAGCGTTCGTCTACGGGGGGGAAAAAAAAAAAAA
AA
A
A
M
7
TTATATATATATTATATATTGAGGGGGGGCCCCCCACACGTTCCTACGGCTACCTT
GTTACGACTTCACCCCCAGTCGCTGACCCTACCGTGGTCGCCTGCCTCCTTGCGGT
TGGCGAAACGCCTTCCGGGTAAAACCAACTCCCCATGGTGTGACGGGCGGTGTGT
ACAAGGCCCGGGAACGTATTCACCGCAGCGTGCTGATCTGCGATTACTAGCGATT
CCACCTTCATGCACTCGAGTTGCAGAGTGCAATCCGAACTGAGACGGCTTTTTGA
GATTTGCTCCAGGTCGCCCTTTCGCTTCCCATTGTCACCGCCATTGTAGCACGTGT
GTAGCCCAGCCTGTAAGGGCCATGAGGACTTGACGTCATCCCCACCTTCCTCGCG
GCTTATCACCGGCAGTCCCCCTAGAGTGCCCAACTGAATGATGGCAACTAAGGGC
GAGGGTTGCGCTCGTTGCGGGACTTAACCCAACATCTCACGACACGAGCTGACGA
29
CAGCCATGCAGCACCTGTGCACCGGCCCCTTGCGGGAAGAAAGCCATCTCTGGCG
ATCATACCGGGCATGTCAAAAGCTGGTAAGGTTCTGCGCGTTGCTTCGAATTAAA
CCACATGCTCCACCGCTTGTGCGGGCCCCCGTCAATTCCTTTGAGTTTTAATCTTG
CGACCGTACTCCCCAGGGCGGGATGCTTAAAGCGTTAGCTGCGCCACTGAAGAGC
ATGCTCCCCAACGGCTAGCATCCATCGTTTACGGCGTGGACTACCAGGGTATCTA
ATCCTGTTTGCTCCCCACGCTTTCGCACCTCAGCGTCAGTACCGGGCCAGTGAGCC
GCCTTCGCCACTGGTGTTCTTGCGAATATCTACGAATTTCACCTCTACACTCGCAG
TTCCACTCACCTCTCCCGGACTCGAGACCTCCAGTATCAAAGGCAGTTCCGAGGTT
GAGCCTCGGGATTTCACCCCTGACTTAAAGATCCGCCTACGTGCGCTTACGCCCA
GGATTCCGAACAACGCTAGCCCCCTTCGTATTACCGCGGCTGCTGGCACGAAGTT
AGCCGGGGCTTCTTATCCAGGTACCGTCATTATCGTCCCTGGCGAAAGAGCTTTAC
AACCCTAGGGCCTTCATCACTCACGCGGCATGGCTGGATCAGGCTTGCGCCCATT
GTCCAATATTCCCCACTGCTGCCTCCCGTAGGAGTCTGGGCCGTGTCTCAGTCCCA
GTGTGGCTGATCATCCTCTCAGACCAGCTACCGATCGTCGCCTTGGTGCGCCATTA
CCACACCAACTAGCTAATCGGACGCGGGCCGATCTTTCGGCAATAAATCTTTCCC
CCAAAGGGCGTATCCGGTATTAGCTCAAGTTTCCCTGAGTTATTCCGAACCGAAA
GGCACGTTCCCACGCGTTACTCACCCGTCTGCCACTCCCTATTGCTAGGGCGTTCG
ACTTGCATGTGTTAGGCCTGCCGCCAGCGTTCGTCTCGAAAAAAAAAAACACACA
TATAAA
Lampiran 7 Tabel singkat hasil penelitian
I
Isolat
Asal
Sampel Spesies Terdekat
Gen
pmoA
G
Gen
mxaF
Penampakan
sel
Pertumbuhan
di media agar
NMS
AM1 T
Tanah
padi
Methylocystis sp. +
+
+
+
Gram (-),
batang
+
A
M2
T
Tanah
padi
Methylocystis sp. +
+
+
+
Gram (-),
batang
+
A
M3
T
Tanah
gambut
Methylocystis sp. +
+
+
+
Gram (-),
batang
+
A
M4
T
Tanah
gambut
Methylocystis sp. +
+
+
+
Gram (-),
kokus
+
A
M5
T
Tanah
gambut
Mesorhizobium
sp.
+
+
+
+
Gram (-) ,
kokus
+
A
M6
T
Tanah
padi
Methylocystis sp. +
+
+
+
Gram (-),
batang
+
A
M7
T
Tanah
gambut
Methylocystis sp. +
+
+
+
Gram (-),
batang
+
30
RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah anak kedua dari Bapak Agus Salim dan Ibu Saptini
Darmaningrum. Penulis lahir di Surabaya, 26 Oktober 1992. Mengawali
pendidikan kegiatan belajar dari TK Raden Fatah Sidoarjo, lalu SD Negeri Pucang
IV Sidoarjo, SMP Negeri 3 Sidoarjo, SMA Negeri 1 Sidoarjo dan sekarang di
Departemen Biokimia Institut Pertanian Bogor.
Prestasi yang pernah diraih selama kuliah, yaitu Juara 1 lomba debat
bahasa Inggris kompetisi Internal IPB Debating Community (IDC) 2010, delegasi
IPB untuk lomba United Asian Debating Championship (UADC) 2012, Quarter
finalist ALSA Debating Championship 2012, Akreditasi juri debat ALSA UI,
2013, PKM didanai oleh DIKTI dengan judul : Inhalasi Aromaterapi utnuk
hiperkolestrol, Juara `1 Penulisan esai “exploscince’ 2013, finalis Tanoto Student
researh awards 2013, dan Mahasiswa berprestasi biokimia 2014. Selain di bidang
akademik, penulis juga memilik prestasi di bidang kesenian yaitu, juara 2 lomba
akustik di BCL 2012. Penulis pernah melakukan magang dan praktik lapang di
BB- Biogen.
Selama kuliah penulis pernah mengikuti organisasi kemahasiswaan
sebagai sekertaris di unit kegiatan mahasiswa IPB Debating Community (IDC),
anggota divisi pengembangan bakat seni dan olahraga di CREBs, staff
kementerian pendidikan dan keilmuan BEM KM IPB kabinet Kreasi Untuk
Negeri 2013, dan sekarang masih aktif di organisasi Inovasi untuk Indonesia
sebagai koordinator program. Selain itu, penulis juga aktif sebagai asisten
praktikum biologi dasar selama 2012-2014. Beberapa kepanitaan yang pernah
diikuti oleh penulis antara lain, bendahara umum International Shcolarship and
Education Expo (ISEE) 2013, anggota divisi workshop IELTS ISEE 2012,
anggota divisi acara IPB’s dedication of education (IDEA), dan ketua divisi seni
BCL 2013.