Identifikasi Aspek dan Elemen Spiritual Pada Masyarakat Non Perkotaan Kabupaten Lombok Barat

32
1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI..............................................1 I. PENDAHULUAN.........................................2 A. Latar Belakang.....................................2 B. Tujuan.............................................2 II.TINJAUAN PUSTAKA....................................3 A. Spiritual..........................................3 B. Masyarakat Non Perkotaan...........................4 III. KONDISI UMUM.......................................6 A. Geografis..........................................6 B. Kondisi Fisik......................................6 C. Penduduk...........................................7 D. Iklim dan Hidrologi................................7 IV. METODE PRAKTIKUM...................................9 A. Lokasi dan Waktu...................................9 B. Alat dan Objek.....................................9 C. Jenis dan Metode Pengambilan Data..................9 D. Tahapan Pengerjaan.................................9 V. HASIL DAN PEMBAHASAN...............................10 A. Hasil.............................................10 B. Pembahasan........................................11 1. Aspek Spiritual.................................11 2. Elemen Spiritual................................17 VI. KESIMPULAN........................................22

description

 

Transcript of Identifikasi Aspek dan Elemen Spiritual Pada Masyarakat Non Perkotaan Kabupaten Lombok Barat

1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................1

I. PENDAHULUAN.................................................................................................2

A. Latar Belakang...................................................................................................2

B. Tujuan................................................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................3

A. Spiritual..............................................................................................................3

B. Masyarakat Non Perkotaan................................................................................4

III. KONDISI UMUM.............................................................................................6

A. Geografis............................................................................................................6

B. Kondisi Fisik......................................................................................................6

C. Penduduk...........................................................................................................7

D. Iklim dan Hidrologi...........................................................................................7

IV. METODE PRAKTIKUM..................................................................................9

A. Lokasi dan Waktu..............................................................................................9

B. Alat dan Objek...................................................................................................9

C. Jenis dan Metode Pengambilan Data.................................................................9

D. Tahapan Pengerjaan...........................................................................................9

V. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................10

A. Hasil.................................................................................................................10

B. Pembahasan.....................................................................................................11

1. Aspek Spiritual.............................................................................................11

2. Elemen Spiritual...........................................................................................17

VI. KESIMPULAN................................................................................................22

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber-sumber spiritual yang tinggi. Sumber-sumber spiritual tersebut dapat berasal dari berbagai hal dalam kehidupan sehari-hari. Sumber spiritual tersebut merupakan suatu motivasi dan dorongan agar sesorang mampu menjalankan kehidupannya dengan baik.

Masyarakat non perkotaan merupakan masyarakat yang jauh dari hinar binar perkotaan. Masayarakat non perkotaan atau perdesaan memiliki spiritual yang kuat dalam menjalani berbagai aktivitas hidup maupun kepercayaan. Aspek-aspek yang terdapat dalam spiritual cukum banyak yaitu seperti merasa yakin bahwa hidup itu bermakna. Selain itu, seluruh aktivitas masyarakat tersebut memiliki nilai dan fungsi yang bermanfaat bagi masing-masing orang.

Kabupaten Lombok Barat merupakan suatu daerah yang memiliki berbagai aspek dan elemen spiritual. Pemicu utama spiritual ini tercipta karena pengaruh budaya dan agama di kabupaten ini. Masyarakat Lombok Barat memilki beberapa trasdisi seperti upacara ritual yang mencirikan kerukunan dari masyarakat setempat dengan tetap mempercayai manfaat hidup yang begitu luar biasa.

B. Tujuan

Praktikum dilaksanakan dengan beberapa tujuan. Tujuan berkaitan dengan spiritual masyarakat non perkotaan yang telah ditentukan lokasinya. Adapun secara lengkap mengenai spiritual dari segi aspek dan elemen akan ditampilkan pada bagian hasil dan pembahasan. Tujuan praktikum identifikasi aspek dan elemen spiritual pada masyarakat non perkotaan adalah sebagai berikut.1. Mengidenfikasi aspek spiritual di Kabupaten Lombok Barat.2. Mengidentifikasi elemen spiritual di Kabupaten Lombok Batar.

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Spiritual

Pada Kamus Bahasa Online, kata Spiritual adalah kata sifat (adjective) yang berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin),  dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, kekudusan, sesuatu yang suci, keagamaan, dan lain-lain. Dalam bahasa inggris, berasal dari kata dasar Spirit yg diterjemahkan sebagai: Consisting of spirit; not material; incorporeal; as, a spiritual substance or

being, Concerned with or affecting the spirit or soul, Concerned with sacred matters or religion or the church, Lacking material body or form or substance, Resembling or characteristic of a phantom.

Spiritualitas adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan kepercayaan yang dianut oleh individu.

Menurut Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :a. Berhubungan dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam

kehidupan,b. Menemukan arti dan tujuan hidup,c. Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri

sendiri,d. Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha

tinggi.Mempunyai kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai

komitmen terhadap sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya. Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.

Definisi spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual. Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan spiritual.

4

Kata spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan dimensi fisik, perasaan atu pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci, pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembanga pemikiran danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubngan dengan organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara berpikir dan bertingkah laku seseorang.

B. Masyarakat Non Perkotaan

Pedesaan adalah merupakan perwujudan atau kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang terdapat disuatu daerah dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal-balik dengan daerah lain serta hanya memiliki penduduk kurang dari 2.500 jiwa dengan ciri-ciri sebagai berikut :a. Mempunyai pergaulan hidup yang luas antar masyarakat desa b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukuaan . c. Cara berusaha (ekonomi) adalah agraris yang paling umum yang sangat

dipengaruhi alam sekitar seperti : iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan. Masyarakat pedesaan ditandai dengan pemilikan ikatan perasaan batin yang

kuat sesama warga, yaitu perasaan setiap warga/anggota masyarakat yagn amat kuat yang hakekatnya, bahwa seseorang merasa merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat dimanapun ia hidup, dicintainya serta mempunyai perasaan bersedia untuk berkorban setiap waktu demi masyarakatnya atau anggota-anggota masyarakat, karena beranggapan sama-sama sebagai masyarakat yang saling mencintai saling menghormati, mempunyai hak tanggung jawab yang sama terhadap keselamatan dan kebahagiaan bersama di dalam masyarakat. Adapun yang menjadi ciri masyarakat desa antara lain :a. Didalam masyarakat pedesaan diantara warganya mempunyai hubungan yang

lebih mendalam dan erat bila dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lainnya di luar batas wilayahnya. 

b. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan c. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian d. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam hal mata pencaharian, agama,

adat istiadat, dan sebagainya.Sutardjo Kartohadi Kusuma menyatakan bahwa desa adalah suatu kesatuan hukum di masa hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat pemerintahan sendiri.Adapun yang menjadi cirri-ciri masyarakat pedesaan antara lain : a. Di dalam masyarakat pedesaan di antara warganya mempunyai hubungan yang

lebih mendalam dan erat bila di bandingkan dengan masyarakat pedesaan lainya di luar batas-batas wilayahnya.

b. Sistem kehidupan umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaanc. Sebagian besar warga masyarakat pedesaan hidup dari pertanian.d. Masyarakat tersebut homogen seperti dalam hal mata pencarian , agama, adat

istiadat, dan sebagainya.

5

Masyarakat Indonesia lebih dari 80% tinggal di pedesaan denga mata pencarian yang bersifat agraris. Masyarakat pedesaan yang agraris biasanya di pandang antara sepintas kilas di nilai oleh orang-orang kota sebagai masyarakat tentang damai. Sebenarnya, ketenangan masyarakat pedesaan itu hanya terbawa oleh sifat masyarakat itu yang oleh Ferdinand Tonies di istilahkan dengan masyarakat gemeinschaft (paguyuban). Dalam hal ini kita jumpai gejala-gejala social yang sering di istilahkan:a. Konflik (pertengkaran)b. Kontraversi (pertentangan ) c. Kompetisi (persiapan)Mubiyarto menyatakan petani indonesia mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:a. Petani itu tidak kolot,tidak bodoh atau tidak malas.mereka sudah bekerja

keras sebisa-bisanya agar tidak mati kelaparan.b. Sifat hidup penduduk desa atau para petani kecil(petani gurem)dengan rata-rata

luas sawah kurang lebih 0,5 ha yang serba kekurangan adalah “nrimo”(menyerah kepada takdir)karena merasa tidak berdaya.

6

III. KONDISI UMUM

A. Geografis

Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu dari 10 (Sepuluh) Kabupaten / Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara administrasi Kabupaten Lombok Barat terbagi dalam 10 Kecamatan, yaitu : Kecamatan Sekotong, Kecamatan Lembar, Kecamatan Gerung, Kecamatan Labuapi, Kecamatan Kediri, Kecamatan Kuripan, Kecamatan Narmada, Kecamatan Lingsar, Kecamatan Gunungsari dan Kecamatan Batulayar. Kecamatan Gerung merupakan Ibu kota Kabupaten sekaligus sebagai pusat Pemerintahan, yang mempunyai luas wilayah + 62,30 Km2.

Keberadaan Kabupaten Lombok Barat terletak antara 1150,46’- 1160.20’ Bujur Timur, dan 80.25’ sampai dengan 80.55’ Lintang Selatan, dengan batas wilayah :Sebelah Barat : Selat Lombok dan Kota MataramSebelah Timur : Kabupaten Lombok TengahSebelah Selatan : Samudera HindiaSebelah Utara : Kabupaten Lombok UtaraDitinjau dari keadaan geografisnya, Kabupaten Lombok Barat dibagi menjadi :1. Daerah Pegunungan, yaitu gugusan pengunungan yang membentang dari

Kecamatan Lingsar sampai Kecamatan Narmada. Gugusan pegunungan ini merupakan sumber air sungai yang mengalir ke wilayah bagian tengah dan bermuara di pantai barat.

2. Daerah Berbukit-bukit, yang terdapat di bagian selatan meliputi Kecamatan Sekotong dan Lembar di bagian selatan.

3. Daerah Dataran Rendah, yang terdapat di bagian tengah yang membentang dari perbatasan ujung timur dengan ujung barat.

B. Kondisi Fisik

1. Ketinggian / Kemiringan TanahWilayah Kabupaten Lombok Barat sebagian besar berada pada ketinggian di

bawah 500 meter di atas pemukaan laut, yaitu sebesar 74,33 %, sedangkan yang ketinggian melebihi 1.000 meter sebesar 7,91 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat.

Tingkat kemiringan lahan di Kabupaten Lombok Barat sangat bervariasi dan diklasifikasikan dalam 4 (empat) kemiringan. Tingkat kemiringan yang paling luas 0 – 5 % mencapai sekitar 30.660 ha atau 35,54 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat, kemiringan 2 – 15 % seluas 15.759 Ha atau 18,27 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat, kemiringan lahan 40 % ke atas seluas 13.693 Ha atau 15,87 % dari luas wilayah Kabupaten Lombok Barat.2. Geohidrologi

Wilayah Kabupaten Lombok Barat dilalui oleh banyak aliran sungai dan anak sungai, namun tidak semua sungai berair sepanjang tahun. Mata air yang ada di wilayah Kabupaten Lombok Barat terdapat sekitar 146 sumber mata air yang airnya mengalir ke sungai – sungai Meninting, Dodokan, Jangkuk, Babak dan Sekotong.3. Klimatologi

7

Kondisi iklim di sebagian besar Kabupaten Lombok Barat termasuk wilayah yang beriklim tropis, dengan dua musim, yaitu musim kemarau yang berlangsung antara bulan Juni hingga Agustus dan musim hujan antara bulan September hingga Mei dengan temperatur / suhu udara pada tahun 2008 rata -rata berkisar antara 22,22ºC sampai 30,46ºC  dan suhu maksimum terjadi pada bulan Oktober dengan suhu  32,10ºC serta suhu minimum 20,70ºC terjadi pada bulan Juni.

C. Penduduk

Pada tahun 2006 (setelah pisah dengan KLU), jumlah penduduk Kabupaten Lombok Barat sebanyak 578.387 jiwa yang terdiri dari 279.958 jiwa laki-laki dan 298.429 jiwa perempuan, tahun 2007 sebanyak 588.109 jiwa terdiri 284.663 jiwa laki-laki dan 303.446 jiwa perempuan, tahun 2008 sebanyak 603.223 jiwa terdiri 283.562 jiwa laki-laki dan 319.661 jiwa perempuan, pada tahun 2009 sebanyak 611.704 jiwa terdiri 299.255 jiwa laki-laki dan 312.449 jiwa perempuan, dan pada tahun 2010 sebanyak 599.986 jiwa yang terdiri 293.528 jiwa laki-laki dan 306.458 jiwa perempuan. Sebagian besar penduduk pulau Lombok terutama suku Sasak menganut agama Islam. Agama kedua terbesar yang dianut di pulau ini adalah agama Hindu, yang dipeluk oleh para penduduk keturunan Bali yang berjumlah sekitar 15% dari seluruh populasi di sana. Penganut Kristen, Buddha dan agama lainnya juga dapat dijumpai, dan terutama dipeluk oleh para pendatang dari berbagai suku dan etnis yang bermukim di pulau ini. Organisasi keagamaan terbesar di Lombok adalah Nahdlatul Wathan (NW), organisasi ini juga banyak mendirikan lembaga pendidikan Islam dengan berbagai level dari tingkat terendah hingga perguruan tinggi.

D. Iklim dan Hidrologi

Kabupaten Lombok Barat termasuk wilayah yang beriklim tropis, dengan dua musim, yaitu musim kemarau yang berlangsung antara April hingga Agustus, dan musim hujan antara bulan September hingga Maret dengan temperature / suhu udara pada Tahun 2010 rata – rata berkisar antara 23,91 0C sampai 31,94 0C dan suhu maksimum terjadi pada bulan April dengan suhu 32,90 0C serta suhu minimum 22,80 0C terjadi pada bulan Juli. Kelembaban udara berkisar antara 82%, kelembaban udara maksimum terjadi pada Mei sebesar 85% sedangkan kelembaban minimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 79%.

Keadaan curah hujan pada tahun 2010 rata-rata sebesar 220 mm dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan September sebesar 489 mm dan curah hujan terendah pada bulan Maret yaitu sebesar 77 mm. Sedangkan hari hujan pada tahun 2010 rata-rata sebanyak 18 hari dengan hari hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember sebesar 25 hari dan hari hujan terendah terjadi pada bulan April yaitu sebesar 11 hari.

Lamanya penyinaran matahari yang terjadi selama Tahun 2010 rata-rata 68 %, lamanya penyinaran matahari maksimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 81% dan lamanya penyinaran matahari minimum terjadi pada bulan Desember sebesar 33%.

Kecepatan angin rata-rata yang terjadi selama Tahun 2010 sebesar 7 knot, kecepatan maksimun terjadi pada bulan Januari, Pebruari, Maret, April, Juli, Nopember dan Desember yaitu sebesar 7 knot, sedangkan kecepatan minimum

8

terjadi pada bulan Mei, Juni, Agustus, September dan Oktober yaitu sebesar 6 knot. Arah angin rata-rata yang terjadi pada Tahun 2010 sebesar 230 derajat, arah angin maksimum terjadi pada bulan Januari sebesar 280 derajat, sedangkan arah angin minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 90 derajat.

Tekanan udara yang ditandai dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Tekanan udara rata-rata sebesar 1.009,54 mbs dengan tekanan udara maksimum terjadi pada bulan Juli sebesar 1.011,40 mbs sedangkan tekanan udara minimum terjadi pada bulan Desember sebesar 1.006,50 mbs.

9

IV. METODE PRAKTIKUM

Metode yang digunakan dalam praktikum ini meliputi tempat dan waktu penelitian, alat dan obyek, serta jenis dan teknik pengambilan. Metode-metode tersebut ditempuh guna memperlancar kegiatan praktikum. Adapun metode praktikum adalah sebagai berikut.

A. Lokasi dan Waktu

Kegiatan praktikum dilaksanakan di Kampus Cilibende Gedung A Kelas CA K08. Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Selasa, 24 September 2013. Praktikum dilaksanakan pada pukul 07.00-10.20 WIB.

B. Alat dan Objek

Alat yang digunakan dalam kegiatan praktikum adalah buku tulis untuk mencatat segala informasi yang didapat. Lembar panduan praktikum yang dipergunakan untuk acuan dalam pengerjaan laporan. Sedangkan, objek dalam kegiatan praktikum adalah Kabupaten Lombok Barat sebagai fokus utama.

C. Jenis dan Metode Pengambilan Data

Jenis data dalam kegiatan praktikum adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi aspek spiritual yang terdapat di Kabupaten Lombok Barat. Selanjutnya adalah elemen-elemen spiritual yang terdapat di Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan, data sekunder dalam kegiatan praktikum adalah teori-teori kepustakaan mengenai spiritual, aspek spiritual, elemen spiritual, dan masyarakat non perkotaan yang didapatkan dari studi literatur.

Metode pengambilan data dalam kegiatan praktikum adalah menggunakan studi literatur. Studi literatur meliputi pengambilan data dengan berbagai sumber yang berkaitan dengan judul praktikum. Sumber literatur tersebut diantaranya adalah melalui arikel di internet, buku elektronik, dan lember panduan praktikum.

D. Tahapan Pengerjaan

Kegiatan praktikum ini dilakukan dengan beberapa tahapan pengerjaan. Tahapan pengerjaan dilakukan dengan urutan sesuai panduan pengerjaan. Adapun tahapan dalam kegiatan praktikum adalah sebagai berikut.1. Pencarian pengertian mengenai tinjauan pustaka sesuai dengan judul praktikum.2. Pengumpulan berbagai informasi mengenai aspek-aspek spiritual yang berada di

Kabupaten Lombok Barat.3. Pengumpulan berbagai informasi mengenai elemen-elemen spiritual yang berada

di Kabupaten Lombok Barat.4. Penulisan hasil informasi di tallysheet sesuai dengan poin-poin yang dimaksud. 5. Pembahasan mengenai hasil yang ditampilkan dalam tallysheet.

10

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan praktikum mengenai spiritual di Kabupaten Lombok Barat disajikan dalam bentuk hasil dan pembahasan. Hasil merupakan tallysheet mengenai aspek dan elemen spiritual di Kabupaten Lombok Barat. Sedangkan, pembahasan adalah ulasan mengenai hasil yang dibandingkan dengan teori mengenai spiritual dan kespiritualan, khususnya masyarakat non perkotaan. Berikut adalah hasil dan pembahasan menganai aspek dan elemen spiritual pada Masyarakat Kabupaten Lombok Barat.

A. Hasil

Hasil disajikan dalam bentuk tallysheet berupa tabel inventarisasi sesuai dengan aspek maupun elemen spiritual (Tabel 1). Dalam tabel hasil juga disajikan mengenai jenis spiritual yang ada sesuai dengan aspek dan elemen spiritual. Hasil juga menyajikan secara ringkas mengenai deskripsi dari masing-masing poin.

Tabel 1. Tallysheet Inventarisasi Aspek dan Elemen Spiritual di Masyarakat PerkotaanNo Aspek dan Elemen Spiritual Jenis Spiritual Deskripsi

Ada Tidak Ada1. Aspek Spiritual

a. Merasa yakin Bahwa Hidup Sangat Bermakna

Kearifan lokal dalam menjalankan filosofi Solah mum gaweq, solah eam daet, bayoq mum gaweq bayoq eam daet dalam hubungan kekerabatan.

b. Memiliki Sebuah Komitmen Terhadap Aktualisasi Potensi-Potensi Positif dalam Setiap Aspek Kehidupan

Kearifan lokal dalam bentuk hukum tradisional (awig-awig)

c. Menyadari akan Keterkaitan dalam Kehidupan

Perkawinan suku Sasak “merari”

d. Meyakini Bahwa Berhubungan dengan Dimensi Transendensi adalah Menguntungkan

Tarian Gendang Beleg

2. Elemen Budayaa. Kapasitas Transendensi

Tradisi Parasean yang merupakan tradisi upacara ritual dan musik untuk membangkitkan semangat berperang.

b. Kondisi untuk Memasuki Kondisi Spiritual yang Lebih Tinggi

Rumah adat Suku Sasak yang memiliki filosofi dan implementasi terhadap kegiatan sakral.

c. Kemampuan untuk Menyadari Akan Kemampuan Merasakan

Tradisi perang topat di Pura Lingsar sebagai wujud kerukunan umat beragama.

11

Hal-Hal SuciNo Aspek dan Elemen Spiritual Jenis Spiritual Deskripsi

Ada Tidak Adad. Kemampuan untuk

memanfaatkan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan masalah

Pura ataupun candi

e. Kemampuan untuk bertingkah laku yang baik

Nyepi dan Ogoh-ogoh

B. Pembahasan

Pembahasan merupakan ulasan dari hasil secara lebih terperinci dan dibandingkan dengan teori yang ada. Pembahasan pada kegiatan praktikum ini dibagi menjadi dua garis besar. Pembahasan mengenai aspek spiritual dan elemen spiritual. Aspek spiritual meliputi merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna, memiliki sebuah komitmen terhadap aktualisasi potensi-potensi positif dalam setiap aspek kehidupan, menyadari akan keterkaitan dalam kehidupan dan meyakini bahwa berhubungan dengan tansendensi adalah menguntungkan. Sedangkan elemen spiritual meliputi, kapasits transendensi, kemampuan untuk memasuki kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi, kemampuan untuk menyadari akan kemampuan merasakan hal-hal suci, kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan, dan kemampuan untuk bertingkah laku yang baik. Masing-masing sub poin tersebut memiliki pembahasan yang berbeda. Berikut adalah pembahasan mengenai aspek dan elemen spiritual masyarakat non perkotaan.

1. Aspek Spiritual

a. Merasa yakin Bahwa Hidup Sangat Bermakna (Ansyari Musoman – J3B112021)Aspek spiritual terkait dengan merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna dari

Kabupaten Lombok Barat diantaranya dapat dilihat pada masyarakat suku sasak. Masyarakat suku sasak memiliki berbagai kearifan lokal yang berupa kebiasaan yang bermakna bagi kehidupan. Secara tidak langsung, bahwa pengertian atau arti dari kata sasak sendiri merupakan sebuah filosofi yang apabila dipahami dan diamalkan oleh masyarakat, maka akan dicapai hidup yang bermakna.

Etnik Sasak yang mendiami pulau Lombok (berasal dari kata sak-sak Lombok. Artinya, hanya jalan lurus satu-satunya jalan sejati yang harus dilalui demi keselamatan dunia dan akhirat). Secara bahasa istilah kesukuan masyarakat Lombok yang disebut “sasak” sesungguhnya berarti juga ragam, corak dan keberbagaian. Masyarakat Suku Sasak merupakan pemeluk islam kultural dengan tradisi agama yang sangat kuat dan fanatik. Islam sebagai dasar filosofi hidupnya terlihat kental dalam praktek dan tradisi hidup keseharian. Pada masyarakat sasak, kearifan lokal merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dengan agama dan adat budaya. Karenanya denyut nadi kehidupan masyarakat sasak memerlukan cara-cara yang arif lagi bijaksana. Ini tercermin dari petuah orang-orang Sasak terdahulu yang diambil dari berbagai macam sumber.

12

Kebisaan-kebiasaan masyarakat yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat berbagai kegiatan yang bermakna untuk kehidupan. Suku sasak mempercayai bahwa segala sesuatu harus dikerjakan dengan baik untuk memperoleh kebaikan. Beberapa petuah orang tua suku Sasak antara lain,Solah mum gaweq, solah eam daet, bayoq mum gaweq bayoq eam daet (baik yang dikerjakan maka akan mendapat kebaikan dan buruk yang dikerjakan maka akan mendapatkan keburukan). Masyarakat memahami bahwa seluruh alam raya diciptakan untuk digunakan oleh manusia dalam melanjutkan evolusinya, hingga mencapai tujuan penciptaan. Kehidupan mahluk-mahluk Tuhan saling terkait. Bila terjadi gangguan yang luar biasa terhadap salah satunya, maka mahluk yang berada dalam lingkungan hidup akan ikut terganggu pula.

Landasan hidup yang dipegang dengan teguh oleh masyarakat suku sasak tersebut membuat masyarakat memiliki pola perilaku yang baik. Kebermaknaan hidup dijalani dengan berbagai hal untuk mendapatkan kebaikan dan karunia Tuhan dengan menjalin hubungan baik sesama makhluk ciptaan-Nya. Hidup yang bermakna semakin nyata dirasakan dengan adanya kearifan lokal yang direalisasikan dalam beberapa kegiatan. Berbagai kegiatan tersebut menjadikan masyarakat bermanfaat satu sama lain terutama dalam hal tolong-menolong.

Beberapa bentuk kearifan lokal yang menjadikan masyarakat merasa yakin bahwa hidup sangat bermakna adalah hubungan kekerabatan yang selalu diungkapkan dalam tindakan. Beberapa tindakan yang merupakan kearifan lokal masyarakat suku sasak yaitu saling jot/perasak (saling memberi atau mengantarkan makanan), pesilaq (saling undang untuk suatu hajatan keluarga), saling pelangarin (saling layat jika ada kerabat/sahabat yang meninggal), ayoin (saling mengunjungi), dan saling ajinan (saling menghormati atau saling menghargai terhadap pebedaan, menghargai adanya kelebihan dan kekurangan yang dimilki oleh seseorang atau kelompok tertentu), saling jangoq (silaturrahmi saling menjenguk jika ada di antara sahabat sedang mendapat atau mengalami musibah), saling bait (saling ambil-ambilan dalam adat perkawinan), wales/bales (saling balas silaturrahmi, kunjungan atau semu budi (kebaikan) yang pernah terjadi karena kedekatan-persahabatan), saling tembung/sapak (saling tegur sapa jika bertemu atau bertatap muka antarseorang dengan orang lain dengan tidak membedakan suku atau agama) dan saling saduq (saling mempercayai dalam pergaulan dan persahabatan, terutama membangun peranakan Sasak Jati (persaudaraan Sasak sejati) di antara sesama sanak (saudara) Sasak dan antarorang Sasak dengan batur luah (non Sasak), dan saling ilingan/peringet, yaitu saling mengingatkan satu sama lain antara seseorang (kerabat/ sahabat) dengan tulus hati demi kebaikan dalam menjamin persaudaraan/silaturrahmi. Sikap-sikap tersebut apabila di transformasikan secara utuh akan menimbulkan kerukunan dan keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat suku Sasak.

Keharmonisan dan kerukunan dalam kehidupan masyarakat suku sasak tersebut merupakan pemncapaian tertinggi dalam kebermaknaan hidup. Masyarakat menyakini bahwa hidup akan lebih bermakna dengan menjalankan segala kearifan lokal untuk berbuat kebaikan. Perbuatan baik tersebut direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi spirit tersendiri untuk selalu dijalankan.

13

Gambar 1. Pelangarin

b. Memiliki Sebuah Komitmen Terhadap Aktualisasi Potensi-Potensi Positif dalam Setiap Aspek Kehidupan (Ansyari Musoman – J3B112021)Aspek spiritual mengenai komitmen terhadap aktualisasi potensi-potensi dalam

setiap aspek kehidupan banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari masyaraka Suku Sasak Kabupaten Lombok Barat. Aktualisasi potensi-potensi positif tersebut merupakan implementasi dari kearifan lokal yang sudah sekian lamanya dipegang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Sebagai contoh aktualisasi potensi positif yag didapatkan dari kearifan lokal adalah mengenai hukum adat atau yang biasa disebut oleh warga dengan awig-awig. Awig-awig adalah suatu bentuk aturan hukum tradisional baik tertulis atau tidak yang dibuat oleh masyarakat secara mufakat sebagai pedoman bagi tingkah laku masing-masing masyarakat.

Salah satu awig-awig yang berhasil di transformasikan dalam kehidupan nyata adalah yang dilakukan oleh Raden Mohamad Rais, salah seorang keturunan bangsawan yang mempelopori awig-awig yang terdorong hatinya karena mengetahui realita yang terjadi bahwa jumlah kematian ibu melahirkan yang mencapai 50% dikarenakan melahirkan di dukun beranak dan masih banyak nya angka putus sekolah. Berdasarkan kondisi tersebut, pada tahun 2009, Raden Mohamad Rais memelopori pembuatan awig-awig (secara tertulis) tentang keamanan, pendidikan, dan kesehatan atau biasa disebut dengan lace-lace.

Inisiatif atas pembuatan awig-awing yang dilakukan oleh tokoh masyarakat tersebut merupakan aktualisasi nilai-nilai positif yang diterapkan dalam aspek kehidupan. Berdasarkan pembuatan hukum adat tersebut maka akan menggugah rasa spiritual masyarakat untuk berperan serta mengaktualisasikan potensi-potensi positif yang dapat dilakukan untuk membantu sesama dalam setiap aspek kehidupan. Aktualisasi awig-awig tersebut merupakan refleksi rasa kemanusiaan dan spiritualitas terhadap fenomena yang ada pada masyarakat.

Isi dari awig-awig tersebut diantaranya adalah: 1. Mewajibkan suami untuk memerintahkan istrinya yang sedang hamil agar memeriksakan kondisi kehamilannya pada tenaga medis, baik di Posyandu, Puskesdes, Puskesmas, atau bidan. Karena selama ini perempuan hanya disuruh untuk menjaga rumah, pergi ke pasar, memasak, serta menjaga anak-anak. Kepergian perempuan/istri ke tempat lainnya harus sepengetahuan dan seizin dari suami. 2. Mewajibkan perempuan yang hamil untuk melahirkan di Polindes, Puskesmas, Bidan, atau tenaga medis lainnya. Serta tidak diperkenankan lagi melahirkan di dukun beranak. Hal ini didasari oleh sikap suami yang selalu menyuruh istrinya melahirkan di dukun beranak untuk menghemat biaya yang dikeluarkan. Apabila melahirkan di dukun beranak suami

14

hanya mengeluarkan uang Rp. 2.000,- dan 5kg beras. 3. Mewajibkan semua warga untuk wajib belajar sampai dengan 9 tahun (SD – SMP). Apabila ada warga yang tidak mampu untuk bersekolah maka RT, tokoh agama, tokoh masyarakat, kepala dusun, dan kepala desa wajib menyekolahkan atau mencarikan orang tua asuh bagi anak yang tidak mampu tersebut.

Berbagai aktualisasi nilai-nilai positif tersebut merupakan komitmen yang dijalankan oleh masyarakat Suku Sasak untuk menjalankan filosofi hidup. Rasa spiritualitas yang tinggi tercermin dengan adanya aktualisasi hal-hal yang positif yang dilakukan. Nilai-nilai positif tersebut menjadi komitmen masyarakat untuk semakin menjalankan hukum yang berlaku sebagai bagian dari kearifan lokal dengan baik.

Gambar .2 Awig-awig (peraturan bagi wanita)

c. Menyadari akan Keterkaitan dalam Kehidupan (Aruni Fadhilah S – J3B112026)Perkawinan merupakan suatu peristiwa penting dalam kehidupan suku Sasak

Kabupaten Lombok Barat. Seseorang baru dianggap sebagai warga penuh dari suatu masyarakat apabila ia telah berkeluarga. Dengan demikian ia akan memperoleh hak-hak dan kewajiban baik sebagai warga kelompok kerabat atau pun sebagai warga masyarakat. Terdapat tiga macam perkawinan dalam masyarakat suku Sasak Lombok, yaitu: (1) perkawinan antara seorang pria dengan seorang perempuan dalam satu kadang waris yang disebut perkawinan betempuh pisa’ (misan dengan misan/cross cousin); (2) perkawinan antara pria dan perempuan yang mempunyai hubungan kadang jari (ikatan keluarga) disebut perkawinan sambung uwat benang (untuk memperkuat hubungan kekeluargaan); dan (3) perkawinan antara pihak laki-laki dan perempuan yang tidak ada hubungan perkadangan (kekerabatan) disebut perkawinan pegaluh gumi (memperluas daerah/wilayah). Dengan demikian, maka semakin jelas bahwa tujuan perkawinan menurut adat Sasak adalah untuk melanjutkan keturunan (penerus generasi), memperkokoh ikatan kekerabatan dan memperluas hubungan kekeluargaan.

Perkawinan suku Sasak disebut juga merari’, yaitu melarikan anak gadis untuk dijadikan istri. Merari’ sebagai ritual memulai perkawinan merupakan fenomena yang sangat unik, dan mungkin hanya dapat ditemui di masyarakat Sasak, Lombok, Nusa Tenggara Barat. Begitu mendarah dagingnya tradisi ini dalam masyarakat, sehingga apabila ada orang yang ingin mengetahui status pernikahan seseorang, orang tersebut cukup bertanya apakah yang bersangkutan telah merari’ atau belum. Oleh karenanya tepat jika dikatakan bahwa merari’ merupakan hal yang sangat penting dalam perkawinan Sasak. Bahkan, meminta anak perempuan secara langsung kepada ayahnya untuk dinikahi tidak ada bedanya dengan meminta seekor ayam.

15

Dalam adat Sasak pernikahan sering disebut dengan merari’. Secara etimologis kata merari’diambil dari kata “lari”, berlari. Merari’an berarti melai’ang artinya melarikan. Kawin lari, adalah sistem adat penikahan yang masih diterapkan di Lombok. Kawin lari dalam bahasa Sasak disebut merari’. Secara terminologis, merari’ mengandung dua arti. Pertama, lari. Ini adalah arti yang sebenarnya. Kedua, keseluruhan pelaksanaan perkawinan menurut adat Sasak. Pelarian merupakan tindakan nyata untuk membebaskan gadis dari ikatan orang tua serta keluarganya.

Berdasarkan informasi dari nara sumber tentang sejarah munculnya tradisi kawin lari (merari’) di kabupaten Lombok Barat, paling tidak ada dua pandangan yang mengemuka, yaitu:Pertama, orisinalitas merari’. Kawin lari (merari’) dianggap sebagai budaya produk lokal dan merupakan ritual asli (genuine) dan leluhur masyarakat Sasak yang sudah dipraktikkan oleh masyarakat-sebelum datangnya kolonial Bali maupun kolonial Belanda. Pendapat ini didukung oleh sebagian masyarakat Sasak yang dipelopori oleh tokoh tokoh adat, di antaranya adalah H.Lalu Azhar, mantan wagub NTB dan kini ketua Masyarakat Adat Sasak (MAS); dan peneliti Belanda, Nieuwenhuyzen mendukung pandangan ini. Menurut Nieuwenhuyzen, sebagaimana dikutip Tim Depdikbud, banyak adat Sasak yang memiliki persamaan dengan adat Agama Hindu, tetapi kebiasaan atau adat, khususnya perkawinan Sasak, adalah adat Sasak yang sebenarnya agama Hindu terdahulu.

Kedua, akulturasi merari’. Kawin lari (merari’) dianggap budaya produk impor dan bukan asli (ungenuine) dari leluhur masyarakat Sasak serta tidak dipraktikkan masyarakat sebelum datangnya kolonial Bali agama Hindu. Pada tahun 1955 Bengkel Lombok Barat,Tuan Guru Haji Saleh Hambali menghapus, kawin lari (merari’) karena dianggap manifestasi hinduisme Bali dan tidak sesuai dengan Islam. Hal yang sama dapat dijumpai di desa yang menjadi basis kegiatan Hindu di Lombok, seperti Pancor, Kelayu, dan lain-lain. Dalam konteks ini penulis lebih condong kepada pendapat kedua, yakni merari’ ini dilatarbelakangi oleh pengaruh adat hindu-Bali. Sebagai bagian dari rekayasa sosial budaya hindu-Bali terhadap suku Sasak, dalam suku Sasak dikenal adanya strata sosial yang disebut triwangsa. Strata sosial ini sudah jelas sama dengan pola hindu-Bali.

Tradisi merari’ ini merupakan bagian dari kebudayaan. Kebudayaan dan kehidupan sosial masyarakat Lombok tidak bisa lepas dari dikotomi kebudayaan nusantara. Ada dua aliran utama yang mempengaruhi kebudayaan nusantara, yaitu tradisi kebudayaan Jawa yang dipengaruhl oleh filsafat Hindu-Budha dan tradisi kebudayaan Islam. Kedua aliran kebudayaan itu Nampak jelas pada kebudayaan orang Lombok. Golongan pertama, di pusat-pusat kota Mataram dan Cakranegara, terdapat masyarakat orang Bali, penganut ajaran Hindu-Bali sebagai sinkretis Hindu-Budha. Golongan kedua, sebagian besar dari penduduk Lombok, beragama Islam dan peri-kehidupan serta tatanan sosial budayanya dipengaruhi oleh agama tersebut. Mereka sebagian besar adalah orang Sasak.

Merari’ sebagai sebuah tradisi yang biasa berlaku pada suku Sasak di kabupaten Lombok Barat ini memiliki logika tersendiri yang unik. Bagi masyarkat Sasak, merari’ berarti mempertahankan harga diri dan menggambarkan sikap kejantanan seorang pria Sasak, karena ia berhasil mengambil [melarikan] seorang gadis pujaan hatinya. Sementara pada isi lain, bagi orang tua gadis yang dilarikan juga cenderung enggan, kalau tidak dikatakan gengsi, untuk memberikan anaknya

16

begitu saja jika diminta secara biasa [konvensional], karena mereka beranggapan bahwa anak gadisnya adalah sesuatu yang berharga, jika diminta secara biasa, maka dianggap seperti meminta barang yang tidak berharga. Ada ungkapan yang biasa diucapkan dalam bahasa Sasak: Ara’m ngendeng anak manok baen (seperti meminta anak ayam saja).  Jadi dalam konteks ini, merari’ dipahami sebagai sebuah cara untuk melakukan prosesi pernikahan, di samping cara untuk keluar dari konflik.

Gambar .3 Pernikahan Suku Sasak

d. Meyakini Bahwa Berhubungan dengan Dimensi Transendensi adalah Menguntungkan (Aruni Fadhilah S – J3B112026)Dimensi transendensi di pengaruhi oleh tiga hal, yaitu alam, ilmu pengetahuan,

dan makhluk gaib. Hubungan dimensi transendensi dapat berupa pengetahuan untuk mencapai sesuatu dengan metafora karena motivasi yang berlebih dalam diri seseorang. Contohnya adalah Perang Topat, perang topat ini adalah bagian dari sebuah upacara kuno argaria yang biasanya dilaksanakan sebelum menanam Padi, dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak Umat Hindu setiap tahunnya merayakan upacara Perang Topat di Pura Lingsar. Tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender Sasak (sekitar bulan desember).

Berlokasi di desa Lingsar, Kecamatan Narmada, Kabupaten Lombok Barat, berjarak kurang lebih 9 km dari Mataram. Terdapat dua struktur bangunan yang berdiri berdampingan di Pura Lingsar yang hanya dipisahkan oleh jabe atau halaman, di satu sisi terdapat bait astro yaitu sebuah bangunan tempat ibadah bagi umat Hindu, sedangkan di sisi lain terdapat kemalik yaitu bangunan atau tempat yng dikeramatkan oleh sebagian orang suku sasak. Meunurut beberapa sumber disebutkan bahwa bangunan kemalik sudah ada sejak orang Bali belum datang ke Kabupaten Lombok Barat.

Tarian Gendang Beleg merupakan pembuka Upacara ritual sebelum Perang Topat dimulai, Tarian Gendang Beleg adalah salah satu jenis tarian dari Kabupaten Lombok Barat. Dahulu tarian ini di pentaskan untuk mengantar para prajurit yang pergi atau kembali dari medan perang, tetapi sekarang ini sering di pakai untuk menyambut tamu - tamu penting atau kehormatan dan acara perkawinan. Perang Topat dimulai pada sore hari yang istilah bahasa sasaknya adalah “waktu rorok kembang”. Suku sasak Kabupaten Lombok Barat menggunakan ketupat-ketupan yang nantinya akan dibawa pulang dan ditaburkan ditanah pertanian maupun ditempat yang dijadikan sumber penghasilan.

17

Perang Topat mempunyai makna untuk mayarakat Kabupaten Lombok Barat sendiri yaitu Permohonan kemakmuran agar mendapat rezeki yang berlimpah bagaikan hujan ketupat dan diyakini sebagai anugrah sesari yang dianggap mengandung (air kehidupan) hingga diperebutkan oleh masyarakat yang mempercayainya. Masyarakat Kabupaten Lombok Barat melakukan serangkaian ritual ini untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.

2. Elemen Spiritual

Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu daerah non perkotaan yang berada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten Lombok Barat merupakan kabupaten yang banyak di huni oleh masyarakat dari Suku Sasak. Masyarakat Suku Sasak merupakan masyarakat yang dominan di Kabupaten Lombok Barat. Sebagai penduduk asli, suku Sasak telah mempunyai sistem budaya sebagaimana terekam dalam kitab Nagara Kartha Gama karangan Empu Nala dari Majapahit. Dalam kitab tersebut, suku Sasak disebut “Lomboq Mirah Sak-Sak Adhi.” Jika saat kitab tersebut dikarang suku Sasak telah mempunyai sistem budaya yang mapan, maka kemampuannya untuk tetap eksis sampai saat ini merupakan salah satu bukti bahwa suku ini mampu menjaga dan melestarikan tradisinya. Masyarakat Suku Sasak memiliki berbagai kebudayaan dan kearifan lokal yang berhubungan dengan spiritual. Spiritualitas tersebut dapat berupa kapasitas transendensi, kondisi untuk memasuki kondisi spiritual yang lebih tinggi, dan kemampuan untuk menyadari akan hal-hal suci.

Kearifan lokal sekaligus kebudayaan yang ada pada masyarakat Kabupaten Lombok Barat adalah tradisi peresean. Tradisi tersebut memiliki banyak filosofi yang berhubungan dengan spiritulitas masyarakat. Selain tradisi tersebut, kearifan lokal yang hingga kini masih dipertahankan oleh masyarakat Suku Sasak adalah rumah adat. Tidak hanya suatu kegiatan yang memiliki filosofi dan berkaitan dengan spiritual masyarakat, tetapi rumah adat yang memiliki filosofi baik dari arsitektur maupun tata ruangnya. Maksud yang terkandung dalam aspek bangunan tersebut juga bermanfaat bagi masyarakat untuk mengingatkan terhadap segala sesuatu sehingga dapat meningkatkan kesadaran spiritual.

a. Kapasitas Transendensi (Na’immah Nur’Aini – J3B112044)Kapasitas transendensi pada masyarakat Kabupaten Lombok Barat dapat

ditemukan pada tradisi parasean. Parasean merupakan salah satu kearifan budaya lokal yang hingga kini masih dilestarikan. Parasean merupakan kesenian bela diri ini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan diLombok, awalnya adalah semacam latihan pedang dan perisai sebelum berangkatke medan pertempuran. Pada perkembangannya hingga kini senjata yang dipakaiberupa sebilah rotan dengan lapisan aspal dan pecahan kaca yang dihaluskan,sedangkan perisai (Ende) terbuat dari kulit lembu atau kerbau. Setiap pemainnya/pepadu dilengkapi dengan ikat kepala dan kain panjang. Kesenian initak lepas dari upacara ritual dan musik yang membangkitkan semangat untuk berperang. Pertandingan akan dihentikan jika salah satu pepadu mengeluarkan darah atau dihentikan oleh juri.

Kapasitas transendesi yang merupakan kejadian diluar fenomena dapat terjadi pada para pemain parasean ini. Kapasitas transendensi terjadi pada saat para pemain berada di medan pertempuran. Pertarungan yang terjadi hingga tak jarang saling

18

menciderai satu sama lain merupakan bentuk transendesi yang terjadi. Bentuk transendensi tersebut berupa semangat yang berlebih pada saat peperangan tersebut dilakukan. Kapasitas transendensi dipengaruhi oleh ilmu yang dimiliki oleh masing-masing pemain. Sehingga, dengan teknik-teknik yang dimiliki pertarungan akan semakin hebat. Pertarungan yang dilakukan merupakan simbol dari keberanian masyarakat Sasak. Sehingga bagi para pemain parasean hal tersebut merupakan suatu dimensi transendensi yang membanggakan pada saat mereka bertempur.

Parasean merupakan pesarat (syarat) diturunkan hujan demi kelangsungan tanaman pertanian. Begitu mengakarnya tradisi ini, di Lombok terdapat sejumlah kampung yang terkenal dengan pepadunya. Di kampung Parampuan, Lombok Barat misalnya, terdapat sebuah perkumpulan pepadu yang terdiri dari sekitar 15 anak muda tangguh. Mereka inilah yang dikirim sebagai utusan kampung jika ada pertandingan peresean di kampung lain. Ritual sebagai pesarat turun hujan tersebut merupakan transendensi yang berasal dari alam untuk menumbuhkan semangat para pemain saat bertarung.

Budaya parasean yang telah mengakar pada masyarakat Suku Sasak menjadikan ketidaktakutan pada ancaman dan hambatan. Pertandingan yang menggebu, pada akhirnya akan diakhiri dengan adegan pelukan sebagai bentuk dari sportifitas. Tidak ada dendam yang menyelimuti hati para pemain tersebut. Tradisi parasean yang masih mengakar pada budaya masyarakat, uniknya dapat mengurangi kebiasaan tawuran yang ada di Kabupaten Lombok Barat. Menurut tokoh budaya Sasak bahwa berkelahi, bertanding dan adu otot hanya boleh dilakukan di tengah-tengah arena peresean, selebihnya tidak boleh.

Gambar 4. Tradisi Parasean

b. Kemampuan untuk Memasuki Kondisi Kesadaran Spiritual yang Lebih Tinggi (Na’immah Nur’Aini – J3B112044)Kemampuan untuk memasuki kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi

dapat terjadi pada masyarakat Sasak dari rumah adat yang ditinggali. Rumah adat yang memiliki berbagai filosofi menjadikan pemilik rumah selalu ingat pada spiritualitas yang harus selalu dijunjung tinggi. Rumah adat tersebut merupakan kearifan lokal yang harus dihormati oleh semua masyarakat.

Rumah bukan sekadar tempat hunian yang multifungsi, melainkan jugapunya nilai estetika dan pesan-pesan filosofi bagi penghuninya, baik arsitektur maupun tata ruangnya.Rumah adat Sasak pada bagian atapnya berbentuk seperti gunungan, menukik ke bawah dengan jarak sekitar 1,5-2 meter dari permukaan tanah. Atap dan bubungannya (bungus) terbuat dari alang-alang, dindingnya dari anyaman bambu,

19

hanya mempunyai satu berukuran kecil dan tidak ada jendelanya.Ruangannya (rong) dibagi menjadi inan bale (ruang induk) yang meliputi bale luar (ruang tidur) dan bale dalem berupa tempat menyimpan harta benda, ruang ibu melahirkan sekaligus ruang disemayamkannya jenazah sebelum dimakamkan.

Ruangan bale dalem dilengkapi amben, dapur, dan sempare (tempat menyimpan makanan dan peralatan rumah tangga lainnya) terbuat dari bambu ukuran 2 x 2meter persegi atau bisa empat persegi panjang. Selain itu ada sesangkok (ruang tamu) dan pintu masuk dengan sistem geser. Di antara bale luar dan bale dalem ada pintu dan tangga (tiga anak tangga) dan lantainya berupa campuran tanah dengan kotoran kerbau atau kuda, getah, dan abu jerami. Undak-undak (tangga),digunakan sebagai penghubung antara bale luar dan bale dalem.

Dalam membangun rumah, orang Sasak menyesuaikan dengan kebutuhan keluarga maupun kelompoknya. Artinya, pembangunan tidak semata-mata untuk mememenuhi kebutuhan keluarga tetapi juga kebutuhan kelompok. Karena konsep itulah, maka komplek perumahan adat Sasak tampak teratur seperti menggambarkan kehidupan harmoni penduduk setempat.Bentuk rumah tradisional Lombok berkembang saat pemerintahan Kerajaan Karang Asem (abad 17), di mana arsitektur Lombok dikawinkan dengan arsitektur Bali. Selain tempat berlindung, rumah juga memiliki nilai estetika, filosofi, dan kehidupan sederhana para penduduk di masa lampau yang mengandalkan sumber daya alam sebagai tambang nafkah harian, sekaligus sebagai bahan pembangunan rumah. Lantai rumah itu adalah campuran dari tanah, getah pohon kayu banten dan bajur (istilah lokal), dicampur batu bara yang ada dalam batu bateri, abu jerami yangdibakar, kemudian diolesi dengan kotoran kerbau atau kuda di bagian permukaan lantai. Materi membuat lantai rumah itu berfungsi sebagai zat perekat, juga gunameng hindari lantai tidak lembab. Bahan lantai itu digunakan, oleh warga di Dusun Sade, mengingat kotoran kerbau atau sapi tidak bisa bersenyawa dengan tanah liat yang merupakan jenis tanah di dusun itu.

Konstruksi rumah tradisional Sasak agaknya terkait pula dengan perspektif Islam. Anak tangga sebanyak tiga buah tadi adalah simbol daur hidup manusia: lahir, berkembang, dan mati. Juga sebagai keluarga batih (ayah, ibu, dan anak), atau berugak bertiang empat simbol syariat Islam: Al Quran, Hadis, Ijma’, Qiyas). Anak yang yunior dan senior dalam usia ditentukan lokasi rumahnya. Rumah orangtua berada di tingkat paling tinggi, disusul anak sulung dan anak bungsu berada ditingkat paling bawah. Ini sebuah ajaran budi pekerti bahwa kakak dalam bersikap dan berperilaku hendaknya menjadi panutan sang adik.

Rumah yang menghadap timur secara simbolis bermakna bahwa yang tua lebih dulu menerima/menikmati kehangatan matahari pagi ketimbang yang muda yang secara fisik lebih kuat. Juga bisa berarti, begitu keluar rumah untuk bekerja dan mencari nafkah, manusia berharap mendapat rida Allah di antaranya melalui shalat,dan hal itu sudah diingatkan bahwa pintu rumahnya menghadap timur atau berlawanan dengan arah matahari terbenam (barat/kiblat). Tamu pun harus merunduk bila memasuki pintu rumah yang relatif pendek. Mungkin posisi membungkuk itu secara tidak langsung mengisyaratkan sebuah etika atau wujud penghormatan kepada tuan rumah dari sang tamu.

Dalam masyarakat Sasak, rumah berada dalam dimensi sakral (suci) dan profanduniawi) secara bersamaan. Artinya, rumah adat Sasak disamping sebagai tempatberlindung dan berkumpulnya anggota keluarga juga menjadi tempat dilaksanakannya ritual-ritual sakral yang merupakan manifestasi dari keyakinan

20

kepada Tuhan, arwah nenek moyang (papuk baluk) bale (penunggu rumah), dansebaginya.

Berbagai filosofi yang terkandung di dalam rumah adat Suku Sasak tersebut membuktikan bahwa begitu banyak spiritualitas yang terbangun dengan adanya bangunan rumah adat. Spiritualitas tersebut diimplementasikan terhadap keseharian masyarakat untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan melalui kegiatan-kegiatan sakral yang dilaksanakan di dalam rumah. Setiap kegiatan sakral tersebut menjadikan kondisi spiritual yang lebih tinggi bagi setiap pemilik rumah.

Gambar 4. Rumah Adat Suku Sasak

c. Kemampuan untuk Menyadari Akan Kemampuan Merasakan Hal-Hal Suci (Na’immah Nur’Aini – J3B112044)Kemampuan untuk menyadari akan kemampuan merasakan hal-hal suci dapat

dilihat pada perayaan Perang Topat di Pura Lingsar. Perang Toat merupakan tradisi sakral yang dilakukan sebagai simbol kerukunan umat beragama di Lombok Barat. Perang Topat adalah bagian dari sebuah upacara kuno argaria yang biasanya dilaksanakan sebelum menanam Padi. Dengan menggunakan pakaian adat ribuan warga Sasak dan Umat Hindu setiap tahunnya merayakan upacara Perang Topat di Pura Lingsar. Tepatnya setiap purnama ke-7 menurut kalender Sasak (sekitar bulan desember). Prosesi Perang Topat dimulai dengan mengelilingi sesaji berupa makanan, buah dan sejumlah hasil bumi sebagai sarana persembayangan dan prosesi ini didominasi oleh masyarakat Sasak dan beberapa tokoh Umat Hindu yang ada di Lombok.

Tarian Gendang Beleg merupakan pembuka Upacara ritual sebelum Perang Topat dimulai, Tarian Gendang Beleg adalah salah satu jenis tarian dari Lombok. Dahulu tarian ini di pentaskan untuk mengantar para Prajurit yang pergi atau kembali dari medan perang. Perang Topat dimulai pada sore hari yang istilah bahasa Sasaknya Waktu Rorok Kembang Warung (waktu gugurnya kembang pohon waru) sekitar 16:00 WITA dan berakhir menjelang malam tiba. Dalam Perang Topat terdapat dua kelompok komunitas yang saling melemparkan "Ketupat" kearah satu sama lainnya yang bertujuan untuk memukul tubuh anggota kelompok saingannya.

Ketupat - ketupat tersebut nantinya akan dibawa pulang dan di taburkan di tanah pertanian maupun ditempat yang dijadikan sumber pernghasilan. Perang Topat mempunyai makna : " Permohonan kemakmuran agar mendapat rezeki yang berlimpah bagaikan hujan ketupat dan diyakini sebagai anugrah sesari yang dianggap mengandung (air kehidupan) hingga diperebutkan oleh masyarakat yang

21

mempercayainya. Masyarakat melakukan serangkaian ritual ini untuk mengekspresikan rasa terima kasih mereka kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Perang topat merupakan tradisi sakral yang merupakan cerminan kerukunan umat beragama. Tradisi dimaknai oleh masyarakat sebagai tradisi suci. Setiap pelaksanaan perang topat ini akan menumbuhkan spiritual yang tinggi pada masing-masing masyarakat untuk merasakan hal-hal suci. Hal suci tersebut merupakan wujud dari kerukunan umat beragama yang dipegang teguh oleh Suku Sasak dan umat Hindu.

Gambar .6 Perang Topat

d. Kemampuan untuk Memanfaatkan Sumber-sumber Spiritual untuk Memecahkan Masalah (Wardana Jaya J - J3B212137)Kehidupan masyarakat kabupaten mataram, sebagian besar memeluk agama

islam akan tetapi sebagian umat hindu di kabupaten mataram, tetap hidup berdampingan baik dengan umat islam ataupun dengan pemeluk agama lainnya. Kepercayaan umat hindu kepada kebiasaan lama para leluhurnya dengan adat istiadat dihubungkan dengan kehidupan dan spiritual dari dewa-dewa yang dipercaya sebgai tuhan bagi kaum hindu. Pura atau candi-candi dipercaya sebagai tempat yang suci dikarenakan dipura merupakan tempat berdoa dan tempat untuk berserah diri kepada sang dewa pura sendiri memiliki fungsi khusus selain untuk tempat beribadah pura juga dapat dipakai sebagai tempat dari upacara-upacara besar umat hindu contohnya nyepi dan lain-lain.

e. Kemampuan untuk bertingkah laku yang baik (Wardana Jaya J – J3B212137)Kepercayaan umat hindu akan kehidupan secara spiritual, selalu dikaitkan

dengan kepercayaan, tentang dewa-dewa yang menjadi tuhan umat hindu sendiri. Salah satunya Nyepi merupakan suatu proses, dimana seseorang umat hindu menyerahkan seluruh jiwa dan raganya, kepada sang dewa atas apa yang telah dilakukan selama masa hidupnya. Proses ini dipercayai umat hindu sebagai proses sakral dikarenakan dalam proses nyepi umat hindu dilarang makan,minum,ataupun melakukan aktivitas sehari-hari didalam proses nyepi umat hindu hanya melakukan sebuah ritual pendekatan diri kepada sang dewa agar makna kehidupan dapat diserap dan nantinya umat hindu dapat menjadi seseorang yang lebih baik lagi proses nyepi tersebut dilakukan pada kehidupan umat hindu khususnya terjadi kepada masyarakat Kabupaten Lombok Barat.

22

VI. KESIMPULAN

Kesimpulan dari aspek dan elemen spiritual di Kabupaten Lombok Barat yaitu;

1. Aspek spiritual merasa yakin bahwa hidup sangat bermaknadapat dilihat dari kearifan lokal dalam kehidupan bermasyarakat seperti saling bersilaturahmi satu sama lain. Memiliki sebuah komitmen yaitu peraturan yang diberi nama awig-awig. Adanya keterkaitan dalam kehidupan yang terjadi pada suatu perkawinan atau yang sering disebut merari. Meyakini Bahwa Berhubungan dengan Dimensi Transendensi adalah Menguntungkan seperti pada suatu tarian yaitu tarian gendang beleg/beleq.

2. Elemen spiritual yang ada di Kabupaten Lombok Barat yaitu, Kapasitas Transendensi adalah Tradisi Parasean yang merupakan tradisi upacara ritual dan musik untuk membangkitkan semangat berperang. Kondisi untuk Memasuki Kondisi Spiritual yang Lebih Tinggi seperti Rumah adat Suku Sasak yang memiliki filosofi dan implementasi terhadap kegiatan sakral. Kemampuan untuk Menyadari Akan Kemampuan Merasakan Hal-Hal Suci dapat dilihat dari Tradisi perang topat di Pura Lingsar sebagai wujud kerukunan umat beragama. Kemampuan untuk memanfaatkan sumber-sumber spiritual untuk memecahkan masalah dapat dilihat dari pura. Selanjutnya kemampuan dalam memiliki tingkah laku yang baik dapat dicerminkan dalam perayaan nyepi dan ogoh-ogoh.