ICASERD WORKING PAPER No -...
Transcript of ICASERD WORKING PAPER No -...
ICASERD WORKING PAPER No.19
ANALISIS NILAI TUKAR NELAYAN DI WILAYAH PESISIR PANTAI UTARA JAWA (Studi Kasus Wilayah Pesisir Kabupaten Pekalongan)
Sugiarto dan Prayogo Utomo Hadi
Oktober 2003
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian
ICASERD WORKING PAPER No.19
ANALISIS NILAI TUKAR NELAYAN DIWILAYAH PESISIR PANTAI UTARA JAWA(Studi Kasus Wilayah Pesisir KabupatenPekalongan)
Sugiarto dan Prayogo Utomo Hadi
Oktober 2003
Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Sri Sunari, Agus Suwito, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496, E-mai : [email protected]
No. Dok.025/19/1/03
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian(Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development)Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianDepartemen Pertanian
1
Analisis Nilai Tukar Nelayan di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa (Studi Kasus Wilayah Pesisir Kabupaten Pekalongan)
Sugiarto dan Prayogo Utomo Hadi
Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi PertanianJl. A. Yani No.70 Bogor 16161
ABSTRAK
Upaya peningkatan pendapatan masyarakat pesisir dihadapkan pada masalah bagaimana memenuhi komitmen dalam memanfaatkan sumberdaya laut yang telah ditetapkan dalam konvensi hukum laut (United Nation Covention on the Law of the Sea, UNCLOS) dengan batas wilayah perairan sampai pada Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Ketentuan ini memberikan penyelesaian untuk memanfaatkan sumberdaya laut secara optimal dan memerlukan alat tangkap yang modern dengan ukuran kapal yang layak untuk dioperasinolkan sampai batas ZEEI. Hasil penelitian yang dilakukan 3 bulan berturut – turut, menunjukan bahwa nelayan terdiri dari beberapa komponen ABK di pesisisr Kabupaten Pekalongan menggunakan alat tangkap trammel net dan dogol dan ukuran kapal dibawah 30 GT, pendapatan keluarga yang mereka terima masih lebih besar dari pengeluaran. Dengan perkataan lain bahwa NTN (nilai tukar nelayan) lebih besar dari satu, atau ada indikasi bahwa nelayan berpotensi untuk melakukan investasi dengan kecenderungan menurun (< 100% dari bulan dasar). Hal ini disebabkan karena faktor pengeluaran untuk kebutuhan konsumsi, ketidak pastian hasil tangkapan, besarnya biaya operasional dan jenis ikan yang ditangkap dan harga yang diterima. Oleh karena itu disarankan untuk lebih meningkatkan pendapatan melalui upaya pengembangan kapal dan alat tangkap yang modern guna menjangkau perairan ZEEI, serta mengendalikan penangkapan pada daerah tangkap yang melampaui batas.
Kata kunci : nilai tukar nelayan, pesisir pantai
ABSTRACT
The increase income are community in the coastal area has been necessary that how to fill committed benefit resources which implemented the law of the sea (united convention on the Law of the Sea = Unclos), with Indonesia water regional to reach up to the Economical Exclusive Zone (EEZ). The law helps finish resources benefit of the sea optimally and need some fishing equipment modern, size of fishing boat, and suitable operational in border EEZ. The result is study, fishermen isconsist of crew fishing boat (ABK) use fishing equipment such as trammel net, dogol and size of fishing boats under 30 T\GTs, that family income the bigger than expenditure. Of the word fishermen exchange value (NTN) the bigger than one (1), or the potential to carry out investment. Where as the trends index NTN descend go down in moment vague. This matter of reason expenditure consumption necessity, uncertainty catching yield, species of fish and price acceptance.
Key word : fishermen exchange value, coastal area.
PENDAHULUAN
Dalam mengahadapi era globalisasi pada abad 21, Indonesia sebagai negara
kepulauan yang memiliki wilayah 75 persen daerah perairan, secara langsung harus
mentaati konvernsi hukum laut yang diberlakukan oleh PBB melalui UNCLOS (United
Nation Convention on the Law of the Sea) sejak bulan Nopember 1994. Makna dari hukum
2
tersebut memberikan arti bagi Indonesia untuk meratifikasikan dengan memanfaatkan
potensi sumberdaya laut secara optimal dan bila tidak mampu maka negara lain berhak
untuk memanfaatkan (Muchtar Abdulah, 1994).
Disamping itu secara hukum dengan berlakunya UNCLOS pengakuan wilayah
teritorial perairan Indonesia seluas 5,8 juta kilo meter persegi yang terdiri dari luas
perairan Indonesia 3,1 juta kilo meter persegi dan perairan Zona Ekonomi Eksklusif 2,7
juta kilo meter persegi. Dengan luas tersebut baru termanfaatkan sebagai usaha
penangkapan ikan sekitar 6,7 juta per tahun, terdiri dari 4,4 juta ton (39,8%) pertahun dari
perairan Indonesia dan 2,3 juta ton (24,2 %) dari ZEEI (Dirjen Perikanan 1997). Menurut
Dwi Ponggo, dkk (1989) rendahnya usaha penangkapan karena upaya pemanfaatan
sumberdaya ikan melalui penangkapan masih berorientasi pada perairan pantai. dan
sebagian besar menyebar pada daerah yang padat penduduk seperti sepanjang pantai
Utara Laut Jawa, Selat Bali, hingga Selat Malaka, bahkan telah melampaui batas
pemanfaatan.
Berbagai program yang diupayakan pemerintah untuk meningkatkan upaya
pemanfaatan dan kesejahteraan nelayan, telah ditempuh diantaranya adalah : (1)
memberikan bantuan kredit pembelian kapal dan alat tangkap, (2) memberikan bantuan
kapal melalui revolving untuk meningkatkan berusaha dan meringankan beban modal, (3)
penyediaan es dan garam untuk mempertahankan mutu hasil tangkapan, (4) pembangunan
Pusat Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI) dan sarana prasarana lainnya,
(5) Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dan (6) penyuluhan dan
pembinaan kepada nelayan tentang teknik penangkapan dan penyelamatan hasil maupun
peningkatan mutu. (Hadi dan Basa, 1995; Rachmat et al., 1997).
Namun, semua upaya tersebut belum mampu mendayagunakan secara optimal,
karena keterbatasan sumber daya manusia, kondisi sosio budaya menyebabkan
pelaksanaan program kurang kondusif dengan peningkatan kesejahteraan nelayan yang
belum sepenuhnya dapat dinikmati. Pada umumnya pengelolaan usaha penangkapan
selalu dihadapkan pada besarnya investasi yang ditanamkan dan resiko yang dihadapi.
Terutama investasi pengadaan alat tangkap dan kapal yang merupakan masalah teknologi
yang belum terjangkau oleh nelayan kecil yang memiliki kapal dengan sifat pengelolaan
usaha perikanan berskala kecil atau masih bersifat subsisten yang disebut sebagai usaha
penangkapan ikan dengan armada semut. Faktor lain yang kurang menguntungkan adalah
harga-harga input (sarana penangkapan ikan) dan barang konsumsi terus meningkat,
3
menyebabkan tingkat kesejahteraan nelayan semakin kurang tercapai atau masih
sangat rendah (nonim. 2001).
Oleh karena itu untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan digunakan indikator
“Nilai Tukar Nelayan (NTN)“ yang dikembangkan oleh Dirjen Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
pada tahun 2001 (Riyanto, B; et al. 2001) . Hal ini, karena hingga saat sekarang tingkat
kesejahteraan nelayan masih diukur dengan mengunakan indikator perubahan pendapatan
nelayan dari perikanan tangkap (BPS 2000). Menurut Prayogo, H,U. et al. 2001, bahwa
indikator yang demikian bisa menyesatkan jika digunkan untuk menggambarkan arah
perbaikan kesejahteraan rumah tangga nelayan, karena belum mempertimbangkan
pengeluaran nelayan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangganya. Oleh karena dengan
menggunakan indikator NTN, bagi pemerintah sebagai penentu kebijakan untuk
meningkatkan kesejahteraan nelayan harus secara teratur meningkatkan NTN yang
diimbangi dengan kebijakan teknis yang lebih kondusif.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana tingkat kesejahteraan nelayan
terhadap upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan dari pendapatan usaha nelayan dan
diluar nelayan yang diterima terhadap pengeluaran rumah tangga nelayan melalui
pendekatan “ Nilai Tukar Nelayan (NTN) “
METODOLOGI
Penelitian dilakukan tahun 2001 didaerah nelayan disepanjang pesisir Kecamatan
Wonokerto Kulon (Kabupaten Pekalongan-Jawa Tengah) yang mewakili daerah padat
tangkap untuk skala usaha perikanan menengah kebawah. Data primer diperoleh dari hasil
wawancara langsung dengan nelayan yang memiliki kapal dibawah 10 GT (gross ton), dan
ABK (Anak Buah Kapal) dan ABK kapal diatas 10 GT yang diwawancarai secara periodik
selama 3 bulan terus menerus dengan kuesioner yang terstruktur. Data sekunder diperoleh
dari kompilasi sumber data yang berasal dari instansi pemerintah atau swasta yang terkait
dalam penelitian.
Karena kegiatan wawancara melibatkan responden yang secara terus menerus
diwawancarai selama 3 bulan dan harus tidak berganti-ganti kapal dan menyatu dalam satu
kelompok ABK. Maka penelitian ini diambil secara terbatas dengan jumlah responden
sebagai berikut :
4
Tabel 1. Jumlah Responden menurut Jenis dan jumlah Awak Kapal di Kecamatan Wonokerto Kulon (Kabupaten Pekalongan). Tahun 2001
Kapal Kecil( < 10 GT ) Kapal Besar ( > 10 GT )Jenis Awak Kapal
KK 1 KK 2 KB 1 KB 2NahkodaABK TrampilABK BiasaPembantu didarat *)
1010
1010
1110
1110
Jumlah 2 2 3 3Keterangan : KK 1, 2 : Kapal Kecil 1 dan 2 KB 1, 2 : Kapal Besar 1 dan 2 *) : Tenaga pembantu juraga dalam kegiatan didarat
METODE ANALISIS
Definisi dan Model Teoritik Nilai Tukar Nelayan
Secara teoritis yang dimaksud dengan Nilai Tukar Nelayan (NTN) adalah rasio
antara total pendapatan nelayan dari hasil penangkapan ikan di laut terhadap total
pengeluaran rumah tangga nelayan. Pengeluaran rumah tangga nelayan terdiri dari
pengeluaran untuk penangkapan ikan dan pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga
nelayan, seperti ditunjukkan pada persamaan umum (1) berikut :
IRt
(1) NTNt = -------IEt
dimana :
NTN = Nilai Tukar Nelayan
IRt = Indeks total pendapatan keluarga nelayan (Rp)
IEt = Indeks total pengeluaran keluarga nelayan (Rp)
t = periode (bulan, misalnya Januari 2001, Februari 2001, dll)
Total pendapatan nelayan terdiri dari pendapatan dari kegiatan penangkapan ikan di
laut dan pendapatan bersih dari kegiatan diluar penangkapan ikan di laut. Total
pengeluaran keluarga terdiri pengeluaran untuk usaha penangkapan ikan dan
konsumsi keluarga nelayan. Dalam hal ini, pengeluaran untuk usaha penangkapan
ikan di laut hanya dikeluarkan oleh Juragan. Sebagai ilustrasi, penghitungan indeks
hipotetis dikemukakan sebagai berikut :
Y1t = Total pendapatan bersih usaha penangkapan ikan di laut periode t (Rp)
Y2t = Total pendapatan bersih kegiatan lainnya periode t (Rp)
Yt = Y1t + Y2t = Total pendapatan bersih keluarga nelayan periode t (Rp)
X1t = Total pengeluaran keluarga pada usaha penangkapan ikan periode t(Rp)
5
X2t = Total pengeluaran keluarga untuk konsumsi periode t (Rp)
Xt = X1t + X2t = Total pengeluaran keluarga nelayan periode t (Rp)
Dalam hal ini, indeks total pendapatan keluarga nelayan dan indeks total
pengeluaran keluarga nelayan pada periode t0 (periode dasar) masing-masing
dihitung dengan menggunakan rumus (2) dan (3) dan NTN dihitung dengan rumus
(4) sebagai berikut :
(2) IRt0 = (Yt0/Yt0)*100%
(3) IEt0 = (Xt0/Xt0)*100%
(4) NTNt0 = IRt0/IEt0
Hal itu berarti bahwa IRt0, IEt0 dan NTNt0 masing-masing mempunyai nilai 100.
Untuk periode t1, masing-masing dihitung dengan rumus (5), (6) dan (7) sebagai
berikut:
(5) IRt1 = (Yt1/Yt0)*100%
(6) IEt1 = (Xt1/Xt0)*100%
(7) NTNt1 = IRt1/IEt1
Jika NTNt1 > NTNt0, berarti NTN meningkat, yang mengindikasikan adanya perbaikan
dalam kesejahteraan nelayan. Sebaliknya, jika NTNt1 < NTNt0, berarti NTN menurun,
yang mengindikasikan menurunya perbaikan dalam kesejahteraan nelayan.
Secara empiris pernghitungan NTN, untuk setiap nelayan berbeda, dimana
komponen pembilang Y1 dan komponen penyebut X1 perlu dilakukan penyesuaian
Hal ini karena NTN Juragan berbeda dengan ABK, dan di antara ABK sendiri
terdapat perbedaan bagian yang diterima dari hasil tangkapan ikan.
Dengan menggunakan kembali notasi seperti yang tertulis di muka, maka model
aplikatif NTN untuk masing-masing jenis nelayan, yaitu Juragan, Nahkoda, ABK
Terampil atau ABK Biasa adalah sebagai berikut :
NTN Juragan :
Presedur penghitungan NTN Juragan adalah sebagai berikut :
(8) Y1Jt = Dt + Bt (Rp)
(9) Y2Jt = ROJt (Rp)
(10) YJt = Dt + Bt + ROJt (Rp)
(11) X1Jt = Bt (Rp)
(12) X2Jt = NJt (Rp)
(13) XJt = Bt + NJt (Rp)
(14) IRJt0 = (YJt0/YJt0)*100%
6
(15) IEJt0 = (XJt0/XJt0)*100%
(16) NTNJt0 = IRJt0/IEJt0
(17) IRJt1 = (YJt1/YJt0)*100%
(18) IEJt1 = (XJt1/XJt0)*100%
(19) NTNJt1 = IRJt1/IEJt1
Komponen pendapatan :
Dt = bagian Juragan dari hasil tangkapan ikan (Rp)
Bt = biaya usaha penangkapan ikan yang ditarik kembali Juragan (Rp)
ROJ = pendapatan bersih keluarga Juragan dari non-penangkapan ikan (Rp)
Komponen biaya :
Bt = biaya usaha penangkapan ikan yang dikeluarkan Juragan (Rp)
NJt = biaya konsumsi keluarga Juragan (Rp)
NTN Nahkoda :
(20) Y1Nt = Ft + BLWt + BBOt + BINt (Rp)
(21) Y2Nt = RONt (Rp)
(22) YJt = Ft + BLWt + BBOt + BINt + RONt (Rp)
(23) X1Nt = 0
(24) X2Nt = NNt (Rp)
(25) XNt = NNt (Rp)
(26) IRNt0 = (YJt0/YNt0)*100%
(27) IENt0 = (XNt0/XNt0)*100%
(28) NTNNt0 = IRNt0/IENt0
(29) IRNt1 = (YNt1/YNt0)*100%
(30) IENt1 = (XNt1/XNt0)*100%
(31) NTNNt1= IRNt1/IENt1
Komponen pendapatan :
Ft = bagian nahkoda dari hasil tangkapan ikan (Rp)
BLWt = lawuhan (Rp)
BBOt = bonus (Rp)
BINt = insentif (Rp)
ROnt = pendapatan bersih keluarga nahkoda dari non-penangkapan ikan (Rp)
Komponen biaya :
NNt = biaya konsumsi keluarga nahkoda (Rp)
7
NTN ABK Terampil :
(32) Y1ATt = Gt + BLWt + BBOt + BINt + SATt (Rp)
(33) Y2ATt = ROTt (Rp)
(34) YATt = Gt + BLWt + BBOt + BINt + SATt + ROTt (Rp)
(35) X1ATt = 0
(36) X2ATt = NATt (Rp)
(37) XATt = NATt (Rp)
(38) IRATt0 = (YATt0/YATt0)*100%
(39) IEATt0 = (XATt0/XATt0)*100%
(40) NTNATt0 = IRATt0/IEATt0
(41) IRATt1 = (YATt1/YATt0)*100%
(42) IEATt1 = (XATt1/XATt0)*100%
(43) NTNATt1 = IRATt1/IEATt1
Komponen pendapatan :
Gt = bagian ABK Terampil dari hasil hasil tangkapan ikan (Rp)
BLWt = lawuhan (Rp)
BBOt = bonus (Rp)
BINt = insentif (Rp)
RONt = pendapatan bersih keluarga ABK T dari non-penangkapan ikan (Rp)
SATt = hasil sampingan ABK Terampil (Rp)
Komponen biaya :
NATt = biaya konsumsi keluarga ABK Terampil (Rp)
NTN ABK Biasa :
(44) Y1ABt = Ht + BLWt + BBOt + BINt + SABt (Rp)
(45) Y2ABt = ROBt (Rp)
(46) YABt = Gt + BLWt + BBOt + BINt + SABt + ROBt (Rp)
(47) X1ABt = 0
(48) X2ABt = NABt (Rp)
(49) XABt = NABt (Rp)
(50) IRABt0 = (YABt0/YABt0)*100%
(51) IEABt0 = (XABt0/XABt0)*100%
(52) NTNABt0 = IRABt0/IEABt0
(53) IRABt1 = (YABt1/YABt0)*100%
(54) IEABt1 = (XABt1/XABt0)*100%
8
(55) NTNABt1 = IRABt1/IABt1
Komponen pendapatan :
Ht = bagian ABK Biasa dari hasil hasil tangkapan ikan (Rp)
BLWt = lawuhan (Rp)
BBOt = bonus (Rp)
BINt = insentif (Rp)
SABt = hasil sampingan ABK Biasa (Rp)
ROBt = pendapatan bersih keluarga ABK B dari non-penangkapan ikan (Rp)
Komponen biaya :
NABt = biaya konsumsi keluarga ABK Biasa (Rp)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Pekalongan
Pekalongan sebagai kota bahari, selain mempunyai beberapa tempat pangkalan
pendaratan utama (PPU) yang terbesar dengan status pelabuhan Nusantara yang mampu
melayani kebutuhan kapal berukuran 200 GT hingga 500 GT, juga beberapa PPU yang
berada di Kabupaten Pekalongan yaitu PPU Wonokerto dan Jambean yang melayani
kebutuhan kapal rakyat (dibawah 30 GT).
Pada Tabel 2, menunjukan bahwa perkembangan rumah tangga perikanan (TP)
dari tahun 1992 hingga tahun 2000 meningkat tajan dengan rata- rata 11,27 persen
pertahun. Artinya bahwa perkembangan sektor perikanan di Kabupaten Pekalongan cukup
potensial. Hal ini diikuti dengan perkembangan jumlah pemilikan kapal yang meningkat 10,9
persen pertahu, terutama perkembangan jumlah kapal motor tempel (12,05 %/tahun) serta
meningkatnya kapal motor dalam (in board) berukuran 30 GT.
Sementara itu perkembangan jumlah kapal yang mendarat di PPU Kabupaten
Pekalongan selama tahun 1992 hingga tahun 2000 meningkat 13,51 persen/tahun.
Peningkatan yang tajam terjadi pada kapal yang mendarat di PPU Jambean meningkat
hingga 42,3 persen/tahun, sebaliknya di PPU Wonokerto turun hingga 4,3 persen/tahun
(Tabel 3).
9
Tabel 2. Perkembangan Rumah Tangga Perikanan (RTP) dan jumlah kapal/perahu di Kabupaten Pekalongan Tahun 1991–2000
Perahu/Kapal Motor
Kapal Motor Dalam (in Board)Tahun
RumahTangga
Perikanan
PerahuTanpa Motor
MotorTempel
(Out Board)
Jumlah< 30 GT > 30 GT
Jumlah Perahu dan
Kapal
1991 182 10 180 10 3 7 2001992 180 10 181 6 1 5 1971993 190 10 183 8 2 6 2011994 172 9 185 11 2 9 2021995 164 10 161 7 1 6 1781996 170 10 174 12 9 3 1961997 214 10 202 12 9 3 2241998 263 0 290 16 6 10 3061999 356 0 386 16 6 10 4022000 439 0 455 16 6 10 471r (%) 11.27 12.05 11.03 10.9
Keterangan : r = perkembanganSumber Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan 2000 yang diolah
Tabel 3. Perkembangan frekuensi jumlah kapal yang mendarat di Wilayah TPI Kabupaten Pekalongan tahun 1992-2000
Jumlah kapal di TPI (unit) Produksi ikan (Kg)Tahun
JambeanWonokerto
KulonJambean
WonokertoKulon
Jumlah Kapal(Unit)
Produksi(kg)
1992 3127 5538 40693 728784 8665 462311993 1396 4457 16955 709712 5853 214121994 732 4535 9639 889397 5267 141741995 1586 6135 28155 907615 7721 342901996 5180 9796 59567 1054633 14976 693631997 11046 6187 127853 1213465 17233 1340401998 14256 6925 251878 1452018 21181 2588031999 11120 7043 223352 251878 18163 2303952000 8693 6983 129785 129785 15676 136768r (%) 42,3 -4.3 45.08 -6.9 13.51 -3.6
Keterangan : r = perkembanganSumber Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan 2000 yang diolah
Meningkatnya jumlah kapal yang mendarat di PPU, nampaknya berbeda dengan
perkembangan hasil tangkapan yang meurun hingga 3,6 persen/tahun. Kondisi ini
disebabkan karena hasil tangkapan yang berfluktuatif dan sulit diperkirakan pada setiap
antar waktu tertentu. Pada tahun 1996-1999 terjadi lonjakan produksi tangkapan dari 69 ton
menjadi 258 ton pada tahun 1998 dan kemudian turun hingga 130 ton pada tahun 2000
atau 50 persen dibanding tahun 1998.
10
Berfluktuasinya hasil tangkapan selain dipengaruhi besarnya frekuensi kapal
yang melaut, juga dipengaruhi oleh perkembangan jenis alat tangkap yang digunakan. Pada
Tabel 4, menunjukan bahwa selama tahu 1992 hingga tahun 2000 jumlah alat tangkap jenis
cantrang sangat dominan frekuensinya dibanding dengan jenis alat tangkap tramel net atau
jenis lainnya Pada PPU Jambean jenis alat tangkap cantrang (dogol) lebih dominan dan
merupakan satu-satunya alat tangkap yang digunakan oleh nelayan yang mendaratkan ikan
di PPU tersebut. Sedangkan di PPU Wonokerto jenis alat tangkap lebih bervariasi dengan
jenis alat tangkap tramel net atau jenis lainnya. Frekuensi perkembangan alat tangkap
searah dengan perkembangan frekuensi jumlah kapal yang mendarat, apabila
menggunakan hanya salah satu jenis alat tangkap saja seperti yang terjadi di PPU
Jambean. Namun untuk di PPU Wonokerto, perkembangan jenis alat tangkap lebih
beragam, dimana perkembangan frekuensi jumlah alat tangkap tramel net lebih besar
dibanding dengan alat tangkap yang lain.
Tabel 4. Perkembangan frekuensi jumlah alat tangkap yang digunakan di Kabupaten Pekalongan, Tahun1992-2000
TPI Wonokerto KulonAlatTangkapTahun
TPI Jambean/Alat tangkap
Cantrang Tramel Net Cantrang LainnyaJumlah
1992 3127 1006 3037 1295 53381993 1396 869 2607 944 44201994 732 263 3484 787 45341995 1586 245 4331 579 51551996 5180 260 4739 1104 61031997 11046 547 3654 2774 69741998 14256 1106 3052 1777 59351999 11120 1749 2334 2410 64932000 8693 2255 2847 1882 6984r ( % ) 42,3 26.9 1.53 -1.1 7.56
Keterangan : r = perkembanganSumber Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan 2000. yang diolah
Selain perkembangan kapal dan jenis alat tangkap di Kabupaten Pekalongan, juga
diwarnai oleh persaingan daerah tangkapan dengan berbagai jenis dan ukuran kapal
maupun jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan diluar Kabupaten Pekalongan.
Dengan adanya persaingan tersebut sangat berpengaruh pada berbagai jenis ikan yang
ditangkap maupun dari segi ukurannya. Pada Tabel 5 dengan berbagai upaya untuk
menangkap ikan, menunjukan bahwa jumlah lawatan (trip) pada setiap tahun selalu
berfluktuasi dalam jumlah lawatan yang cenderung meningkat dari 6678 trip (1992)
meningkat 17057 trip (2000).
11
Lebih lanjut pada Tabel 5, seiring dengan meningkatnya lawatan menangkap
ikan, diikuti juga dengan meningkatnya perkembangan jumlah ikan yang ditangkap. Dari
berbagai jenis ikan yang ditangkap, jenis ikan peperek perkembangan dari tahun ke tahun
cukup konstan dan selalu mendominasi dibanding jenis ikan yang lain. Untuk jenis ikan ekor
kuning, beloso, biji nangka, tiga waja dan udang perkembangannya cukup stabil dan
menempati urutan kedua setelah ikan peperek. Sedangkan untuk jenis ikan teri, layur dan
cumi-cumi perkembangannya kurang stabil dan kadang-kadang pada tahun tertentu belum
menghasilkan.
Tabel 5. Perkembangan produksi hasil tangkapan menurut jenis ikan dominan di Kabupaten Pekalongan Tahun 1992-2000 (dalam ton)
TahunJenis Ikan
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
Jumlah 852.1 876.6 1065.3 1052.5 1237 1380.4 1915.8 1825.8 1503.5
Peperek 233.7 234 397.4 572.9 660.7 596.6 742.1 588.3 528.5
Biji Nangka 20.2 25.7 25.3 40.2 20.4 57.3 56.3 66.5 132.5
Ekor Kuning 50.7 22.3 37.5 33.1 65.2 88.3 163.1 24.9 9.6
Tiga Waja 23 15 26.4 15.2 19.4 55.8 49.9 43.2 33.2
Pari 8.7 0 34.9 17.2 18.6 21.9 36.5 50.8 50.7
Teri 39.3 38 1.2 4.7 87.4 4.3 83.6 145.8 74.9
Layur 46.4 12.3 56.3 33.2 16.4 3.8 2.9 2.7 22.4
Udang 34.9 115.4 25.5 4.9 17.3 34.1 41.2 21.4 14.5
Cumi-cumi 96.4 13.4 28.7 28.8 45.4 57.8 72 21.5 76.4
Beloso 20.2 20.5 24 23 20.4 55.3 25.3 43.3 0
Ikan lain 278.6 380 408.1 279.3 265.8 405.2 642.9 817.4 560.8
Trip (frek) 6678 6180 7589 7549 11897 16896 18093 19626 17057
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Pekalongan 2000
Analisa Upaya Penangkapan dan Pembagian Pendapatan Nelayan
Sebagai unit analisa kapal dan ABK, diantaranya adalah kapal kecil dengan
unkuran 2 GT (Gros Ton) dan kapal besar dengan ukuran 50–60 GT dengan masing ukuran
mesin kapal 16 PK (kapal kecil) dan ukuran kapal besar 200 PK (Tabel 6). Bila dilihat dari
perbedaan ukuran kapal, terutama untuk kapal besar baik itu untuk melakukan pendaratan
ikan dan berlabuh di tempatkan pada pangkalan pendaratan ikan (PPI) di wilayah di Kodya
Pekalongan dengan klasifikasi pelabuhan Nusantara. Sedangkan untuk kapal ukuran kecil
ditempatkan pada PPI diwilayah Kabupaten Pekalongan, seperti PPI di Desa Wonokerto
Kulon dan Jambean.
12
Jenis alat tangkap yang digunakan kapal kecil terutama adalah tramel net, dan
juga dikombinasikan dengan dogol atau rampus sesuai dengan kemauan nelayan pada
saat menangkap ikan. Pengkombinasian jenis alat tangkap tersebut disesuaikan juga
dengan musim ikan yang ada, sebaliknya untuk kapal ukuran besar (>30 GT) tidak
dilakukan kombinasi alat tangkap dan hanya menggunakan satu alat tangkap seperti pure
seine.
Tabel 6. Keragaan kapal, alat tangkap dan jenis ikan yang ditangkap pada usaha penangkapan ikan di Wonokero Kulon (Kabupaten Pekalongan) periode Agustus-Oktober 2001
Ukuran KapalKapal Kecil Kapal BesarUraian
Kapal I Kapal II Kapal I Kapal IIIdentifikasi Kapal1. Ukuran Kapal (GT) 2 2 60 502. Daya mesin 16 16 200 220Alat Tangkap1. Utama Dogol Dogol Pure Seine Pure Seine2 .Kedua Tramel net Tramel Net - -3. Ketiga Gemplo Rampus -Jenis Ikan yang ditangkapBulan Agustus1. Utama Beloso Kuniran Layang Layang2. Kedua Petek Beloso Banyar Banyar3. Sampingan Kuniran Rucah Lemuru, LemuruBulan September Bentong1. Utama Kuniran Kuniran Kuniran Tongkol2 .Kedua Petek Perek Perek Layang3. Sampingan Beloso Pihi,Beloso Pihi,Beloso Silap, Banyar
Bulan Nopember1. Utama2. Kedua3. Sampingan
Genjong
Tiga WajaBelosoKuniran
Genjong
BelosoKuniranSotong
Genjong
LayangKuniranBanyar
LayangTongkolLemuru, Solap
Jenis ikan utama yang ditangkap selama bulan Agustus, September dan Nopember
adalah ikan beloso dan yang kedua dan seterusnya berturut-turut adalah ikan kuniran, ikan
petek, pihi dan genjong. Sebaliknya untuk kapal ukuran besar pada periode yang sama,
jenis ikan utama yang ditangkap adalah layang, kuniran dan tongkol, dan yang lain terdiri
dari jenis ikan petek, beloso, pihi, banyar dan silap. Dengan perbedaan jenis ikan yang
ditangkap, menunjukan bahwa pada setiap periode belum bisa ditentukan dengan pasti
berapa besarnya jumlah dan jenis ikan yang dapat mempengaruhi pendapatan dari hasil
tangkapan para nelayan.
13
Untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk kapal keci, biasanya terdiri
dari dari amak buah kapal (ABK) dan pemilik kapal merangkap sebagai nahkoda atau
sebagai ABK, sebaliknya kapal besar teridiri dari berbagai jenis ABK yaitu nahkoda, ABK
trampil, seperti juru arus, juru kidang, juru batu, juru mesin, juru lampu, juru masak, juru
pantau dan ABK biasa yang tidak mempunyai ketrampilan dan bekerja sebagai tenaga
serabutan dan jumlahnya berkisar antara 30–35 orang. Dari seluruh ABK kapal tersebut
semuanya berada dibawah komando seorang nahkoda yang dipercaya penuh oleh pemilik
kapal dan bertanggung jawab terhadap operasional penangkapan ikan. Keterkaitan antara
ABK dengan kapal yang digunakan sebagai usaha antara kapal kecil dan besar tidak sama.
Pada kapal kecil ada keterkaitan antara ABK dengan tempat tinggal yang sama pada satu
daerah atau desa, sehingga banyak yang terjadi ikatan hubungan kerja yang tetap baik
pada periode tertentu atau sepanjang tahun. Sebaliknya pada kapal besar tempat tinggal
ABK dengan kapal berbeda.antar desa atau kabupaten. Oleh karena itu keterkaitan usaha
penangkapan ikan antara pemilik kapal dan ABK adakalanya mempunyai hubungan yang
terikat (langganan, panggilan) dan hubungan bebas (khusus untuk ABK biasa).
Konsekuensinya dalam ikatan hubungan kerja sangat sulit untuk menentukan keterkaitan
kapal dengan ABK dalam sautu usaha penangkapan pada satu periode atau selama satu
tahun berturut–turut.
Lama lawatan (trip) selama tiga bulan berturut-turut (Agustus–Oktober) untuk
mencapai daerah tangkapan (fishing ground), bagi kapal kecil mempunyai pola yang tetap
yaitu antara 4 sampai 5 trip per bulan dengan lama waktu per trip 3–4 hari. Hal ini
menunjukan bahwa operasional kapal kecil hanya terbatas pada perairan pantai sepanjang
utara Pulau Jawa. Sebaliknya kapal besar jumlah lawatan berkisar antara 12 hari hingga 22
hari dengan jangkauan kedarah tangkapan berkisar 20 hingga 60 jam. Lama tempuh
kedaerah tangkapan diperkirakan hinggga pada perairan Zone Ekonomi Eksklusif
Indonesia (ZEEI), misalnya pada perairan Laut Cina Selatan, Selat Malaka, dan perairan
sekitar Natuna, Selat Karimun dan sekitar perairan Laut Jawa hingga Selat Makasar
(Tabel 7).
Pendapatan nelayan, terutama ABK, tergantung dari sistem bagi hasil antara pemilik
kapal dan ABK. Pembagian hasil pada usaha penangkapan yang dimaksud adalah
pembagian hak pendapatan bersih antara pemilik kapal (juragan) dengan ABK setelah
pendapatan dari hasil lelang di TPI yang dikurangi seluruh komponen biaya operasional,
perawatan alat tangkap, mesin dan kapal.
14
Tabel 7. Jenis dan jumlah awak kapal pada usaha penangkapan ikan di Wonokerto Kulon (Kabupaten Pekalongan), periode Agustus–Oktober 2001
Ukuran Kapal
Kapal Kecil Kapal BesarBulan/jenisAwak Kapal
Kapal I Kapal II Kapal I Kapal IIAgustus
1. Nahkoda 1 1 1 1
2. ABK Trampil 0 0 11 11
3. ABK Biasa 1 1 23 24
4. Tenaga Pembantu 0 0 0 0
Didarat
Jumlah 2 2 35 36
September
1. Nahkoda 1 1 1 1
2. ABK Trampil 0 0 11 11
3. ABK Biasa 1 1 23 24
4. Tenaga Pembantu 0 0 0 0
Didarat
Jumlah 2 2 35 36
Tabel 8. Kegiatan operasional penangkapan ikan di Wonokerto (Kabupaten Pekalongan pada periode Agustus–Oktober 2001
Kapal Kecil Kapal BesarUraian
Kapal 1 Kapal II Kapal I Kapal IIAgustus- Jumlah trip- Lama trip (hari/trip)- Jangkauan ke Fishing
ground (jam)September- Jumlah trip- Lama trip (hari/trip)- Jangkauan ke Fishing
ground (jam)Oktober- Jumlah trip- Lama trip (hari/trip)- Jangkauan ke Fishing
ground (jam)
532
535
434
525
425
635
12236
13020
12520
11236
13560
11648
Keterangan : *) adalah jumlah kapal yang diamati selama Agustus –Oktober
Pembagian hasil tangkapan untuk setiap jenis kapal dan alat tangkap dari masing-
masing wilayah sangat berbeda. Hal ini disebabkan belum adanya keseragaman yang
menyeluruh untuk dijadikan sebagai standar baku bagi hasil antara pemilik kapal dan ABK.
15
Pada umumnya sistem bagi hasil ada yang menggunakan peraturan umum yang
berlaku setempat atau hanya diberlakukan oleh beberapa pemilik kapal diluar ketentuan
umum yang bertujuan untuk mengikat ABK yang mempunyai keahlian atau ketrampilan
yang tinggi dengan menambah beberapa insentif sebagai balas jasa.
Jenis kapal kecil seperti sopek dan alat tangkap dogol, pembagian hasil antara ABK
dan pemilik kapal mempunyai pola yang sangat sederhana. Dimana setelah hasil
tangkapan sebelum masuk pada pelelangan diambil dulu sebagian kecil yang disebut
dengan lawuhan (bahasa Jawa) artinya sebagian hasil yang harus dibawah pulang dengan
porsi yang sama untuk seluruh ABK sebagai oleh-oleh bagi keluarga untuk dikonsumsi.
Kemudian setelah hasil tangkapan masuk pada pelelangan ikan, akan diperhitungkan
dengan semua pengeluaran selama kegiatan operasional, perawatan kapal, mesin, dan alat
tangkap dan sisanya dibagi menjadi dua antara pemilik kapal dan ABK. Sedangkan hak
ABK untuk menerima bagian hasil biasanya dibagi dalam porsi yang sama.
Pada kapal besar, menunjukan bahwa sistem bagi hasil mempunyai pola yang agak
rumit, karena ada beberapa komponen pengeluaran yang harus menjadi beban ABK atau
pemilik kapal atau beberapa komponen yang dikeluarkan oleh pemilik kapal sebagai insentif
yang diberikan kepada sebagian kecil ABK guna merangsang mereka untuk lebih mampu
meningkatkan hasil tangkapanya (lampiran 1). Sedangkan hak ABK untuk menerima bagian
hasil dari sistem tersebut tidak sama tergantung dari status ABK.
Khusus untuk komponen pengeluaran usaha perikanan tangkap, terutama untuk
kapal ukuran kecil biasanya ditanggung oleh pemilik kapal atau juragan darat, yang terdiri
dari biaya operasinal, perawatan kapal,alat tangkap dan mesin. Umumnya bentuk
pengeluaran yang terbesar berbentuk natura yang diberikan kepada ABK selama
operasional penangkapan, dan harus dikembalikan melalui perhitungan bagi hasil setelah
dilakukan pelelangan hasil tangkapan. Sedangkan untuk kapal besar rincian pengeluaran
ditanggung oleh pemilik kapal, dimana dalam penelitian ini tidak dijadikan sample penelitian
Selama periode Agustus hingga Okteber tahun 2001, khusus untuk kapal kecil biaya
yang dikeluarkan berfluktuasi mencapai 0,7 persen. Perubahan ini menunjukan bahwa
jumlah biaya penangkapan ikan untuk kapal kecil cukup stabil dari bulan Agustus hingga
bulan September. Atau karena lama lawatan dan daerah jangkauan (fishing ground) relatif
hampir sama pada setiap kali lawatan selama satu bulan kegiatan penangkapan. Hal ini
sesuai dari beberapa hasil penelitian Muchyidin Rachmat; et al. , 1995 dan Sugiarto 2001,
menunjukan bahwa kegiatan kapal berukuran kecil akan selalu menangkap ikan pada
fishing ground yang sama dan selalu berada pada perairan pantai.
16
Komponen biaya utama yang terbesar adalah bahan, yaitu hampir mencapai 60
persen sampai dengan 65 persen dari total biaya pada masing-masing kegiatan selama
satu bulan. Dari komponen biaya yang terbesar diantaranya adalah biaya bahan bakar
(solar/minyak tanah/bensin) yaitu hampir 90 persen dari biaya bahan dan sisanya sekitar 10
persen terdiri dari es dan garam. Sementara itu untuk biaya ransum yang pada mulanya
dikeluarkan oleh pemilik kapal sebagai biaya yang nantinya akan diterimakan kembali oleh
pemilik kapal setelah diperhitungkan dari hasil tangkapan (ditarik kembali). Disamping itu
ada biaya yang sifatnya insidentil atau tidak harus dikeluarkan pada setiap kali lawatan (trip)
,akan tetapi dikeluarkan pada periode tertentu selama satu bulan atau lebih bahkan satu
tahun, seperti biaya perbaikan kapal, alat tangkap dan mesin, dimana Selama periode
Agustus–Oktober ada dua kali biaya perawatan yang harus dikeluarkan untuk perbaikan
kapal, mesin atau alat tangkap.
Tabel 9 . Rata-rata biaya Usaha Penangkapan Ikan pada Kapal Kecil di Wilayah Wonokerto Kulon (Kabupaten Pekalongan), Agustus – Oktober 2001
Rata-rataUraian
Agustus September Oktober RpPerubahan
%1. Biaya Operasionala. Bahan Penangkapan 1) 1010000 975000 862000 -74000 -7.5b. Ransum 2) 276875 308950 515900 119512.5 39.3c. Cadangan 0 0 0 02. Administrasi 56250 93700 110812.5 27281.25 42.43. Bonus/Insentif 0 04. Perawatan kapal/alat tangkap 200000 212750 68250 -65875 -30.75. Lainnya 0 73300 0
Total 1543125 1663700 1556962.5 6198.75 0.7Keterangan : 1) bahan bakar ternasuk solar, minyak tanah dan bensin 2) beras, gula, kopi, teh, rokok, air bersi, roti dll
Komponen pendapatan bersih nelayan adalah merupakan akumulasi dari porsi
pembagian hasil tangkapan dengan pemilik kapal yang ditambah dengan berbagai
pendapatan lain seperti lawuhan, bonus dan insentif. Pendapatan berupa bonus adalah
pemberian dari pemilik kapal apabila dalam satu kali tangkapan (trip) melebihi target yang
dicapai dan kelipatan dari kelebihan tersebut biasanya di porsikan dalam bentuk uang.
Uang bonus biasanya dibagi rata untuk semua ABK termasuk nahkoda. Berbeda halnya
dengan insentif yaitu pemberian balas jasa dari pemilik kapal berupa uang atau natura yang
diberikan kepada ABK tertentu (nahkoda, wakil nahkoda atau juru mesin) karena
kepiawaianya dalam memimpin usaha penangkapan ikan, terutama untuk memperoleh hasil
tangkapan yang selalu menguntungkan pemilik kapal.
17
Pada Lampiran 1, memperlihatkan bahwa dari seluruh rata-rata pendapatan
meningkat Rp 65 ribu atau meningkat 6.6 persen. Meningkatnya rata-rata pendapatan
karena selain meningkatnya pendapatan dari pendapatan utama (bagian hasil dan lawuhan)
juga pendapatan dari bonus yang diberikan pemilik kapal kepada ABK Dari masing-masing
pendapatan yang tertinggi jumlahnya adalah juragan kapal kecil dan ABKnya dan yang
terendah adalah nahkoda kapal besar. Namun demikian, secara riel pendapatan yang
diterima nahkoda jauh lebih tinggi dari ABK dan juragan kapal. Implikasinya bahwa
peningkatan pendapatan diantara jenis nelayan, terutama para ABK diluar nahkoda kapal
besar belum mencerminkan tingkat kesejahteraan yang lebih baik dibanding nahkoda
besar (kasus alat tangkap pure seine).
Meningkatnya rata-rata pendapatan selain meningkatnya pendapatan dari
pendapatan utama (bagian hasil dan lawuhan), juga pendapatan dari bonus yang diberikan
pemilik kapal kepada ABK. Akan tetapi apabila dilihat dari beberapa komponen pendukung
pendapatan, total nilai rielnya meningkat namun porsi masing-masing komponen
menmurun kecuali untuk pendapatan dari bagian hasil.
Sementara itu peningkatan pendapatan yang tertinggi adalah ABK dari kapal kecil
(64 %) dan yang terendah adalah nahkoda kapal besar (-2.5 %), akan tetapi secara riel
pendapatan yang diterima jauh lebih tinggi nahkoda dibanding dengan semua status ABK
dan juragan kapal. Implikasinya bahwa peningkatan pendapatan diantara jenis nelayan,
teruama ABK diluar nahkoda kapal besar, belum mencerminkan tingkat kesejahteraan yang
lebih baik dibanding nahkoda besar (kasus alat tangkap pure seine).
Analisis Nilai Tukar Nelayan
Pendapatan dan Pengeluaran Keluarga
Pada Tabel 10, menunjukan bahwa sumber pendapatan keluarga nelayan selain
dari usaha penangkapan juuga dari luar usaha penengkapan, seperti pedagang, berburuh,
atau karyawan. Dari seluruh pendapatan diluar perikanan, hanya pendapatan dari
dagang/warung dan buruh yang nerupakan pendapatan sampingan. Porsi pendapatan
perikanan dari bulan Agustus–Oktober meningkat dengan rata-rata 3 persen perbulan dan
pendapatan diluar pertanian menurun 12 persen perbulan. Hal ini sangat loogis karena
semakin bertambahnya pendapatan perikanan, maka aktivitas yang dilakukan emneingkat
dan berakibat menurunnya aktivitas lain yang dianggap sebagai kegiatan sampingan.
18
Tabel 10. Rata–rata pendapatan nelayan di wilayah Wonokerto Kulon, Kabupaten Pekalongan, bulan Agustus-Oktober 2001
BulanPendapatan keluarga (Rp)
Agustus September Oktober
Peningkatan(%)
1. Perikanan Tangkap 1325050 1671090 1455780 6.6a. Nilai lawuhan 11750 17350 11560b. Bagian hasil 390425 651900 666420c. Biaya uasah perikanan 297375 299340 271200 yang ditarik kembali 0 0d. Bonus 583000 681500 483600e. Insentif umum 0 3500 0f. Insentif khusus 0 7000 0g. Hasil sampingan 42500 10500 23000
2. Non perikanan tangkap 57875 37500 42000 -11.6a. Pertanian 0 0 0b. Berdagang warung 7250 33000 0c. Karyawan/buruh 50625 1500 42000d. Usaha jasa 0 0 0
Total 1382925 1708610 1306080 0
Peningkatan pendapatan dari masing-masing jenis nelayan, selain nahkoda
meningkat diatas 10 persen per bulan dengan peningkatan tertinggi adalah ABK kapal kecil
(50%) dan juragan kapal kecil (40 %) (lampiran 2). Akan tetapi bila dilihat dari pendapatan
riel, peningkatan persentase pendapatan kurang berarti, karena peningkatan pendapatan
nahkoda secara nominal jauh lebih tinggi dari pada ABK lainnya maupun juragan kapal
kecil. Oleh karena itu ukuran persentase peningkatan pendapatan sangat relatif sebagai
ukuran untuk untuk menilai sebarapa jauh perbedaan yang berarti dari masing-masing
status nelayan.
Pengeluaran Keluarga
Komponen pengeluaran nelayan yang dimaksudkan adalah pengeluaran untuk
usaha perikanan pada suatu periode tertentu ditambah dengan semua keluaran untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, seperti kebutuhan pokok diluar kebutuhan
untuk investasi (membuat/memperbaiki rumah, dan membeli barang kebutuhan
sekunder)
Lampiran 3. menunjukan bahwa total pengeluaran keluarga untuk usaha
penengkapan ikan dan konsumsi meningkat rata-rata 12,6 persen per bulan atau meningkat
Rp 114.590 per bulan. Akan tetapi proporsi pengeluaran keluarga untuk konsumsi selama
bulan Agustus-Oktober jauh lebih besar dari pada pengeluaran untuk usaha perikanan yaitu
antara 63 persen hingga 66 persen dari total pengeluaran. Pengeluaran konsumsi terbesar
19
diantaranya adalah pengeluaran untuk pendidikan, kebutuhan lauk pauk dan
dapur,kemudian perumahan (perbaikan rumah) rata-rata diatas 10 persen, sedangkan
komponen pengeluaran yang lain rata-rata dibawah 6 persen.
Total pengeluaran ABK untuk konsumsi yang terbesar adalah ABK kapal kecil dan
ABK trampil kapal besar, dan yang terendah nahkoda kapal besar, kemudian juragan kapal
kecil dan ABK biasa kapak besar. Akan tetapi apabila dilihat pengeluaran konsumsi riel,
pengeluaran total rumah tangga yang tertinggi adalah juragan kapal besar, kemudian ABK
trampil, nahkoda dan ABK biasa. Hal ini mencerminkan bahwa besarnya persentase
pengeluaran dibanding pengeluaran riel, belum menunjukan tingkat kesejahteraan nelayan.
Artinya pendapatan yang diperoleh belum mampu diinvestasikan dalam bentuk tabungan
dan hanya terbatas untuk memenuhi kebutuhan sehari hari saja.
Besarnya Nilai Tukar Nelayan
Pada dasarnya penghitungan NTN adalah merupakan indikator untuk mengukur
tingkat kesejahteraan atau daya beli (purchasing power) masyarakat nelayan atau keluarga
nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsistennya.
Kreteria besarnya rasio NTN yang diperoleh dari individu nelayan dapat lebih
rendah atau lebih tinggi dari 1. Jika NTN yang diperoleh lebih kecik dari 1, berarti keluarga
nelayan yang bersangkutan mempunyai daya lebih rendah untukmmemenuhi kebutuhan
hidupnya dan berpotensi untuk mengalami difisit anggaran rumah tangga. Sebaliknya
apabila nilai NTN berkisar 1 atau lebih berarti keluarga nelayan mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya atau berpotensi untuk melakukan penabungan dalam bentuk berbagai
investasi barang.
Pada Tabel 11, menunjukan bahwa NTN untuk semua nelayan selama periode
Agustus-Oktober baik itu dari total pendapatan keluarga dan pendapatan pada usaha
perikanan lebih besar dar 1 (satu). Hal ini menunjukan bahwa nelayan di Pekalongan telah
mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bahhkan berpotensi untuk melakukan
investasi. Atau dengan perkataan lain bahwa total pendapatan yang diperoleh pada bulan
tersebut jauh lebih besar dari pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan
usaha perikanan.
Sementara itu perilaku NTN (indek NTN) yang terjadi berfluktuasi dan yang tertinggi
bulan September. Ada beberapa yang menyebabkan terjadinya fluktuasi indek NTN
diantaranya selain pengeluaran konsumsi yang tidak tetap, juga pendapatan usaha
perikanan yang kurang menentu, karena dipengaruhi oleh hasil tangkapan, jenis ikan,
musim penangkapan dan harga Implikasinya bahwa kegiatan usaha nelayan yang selalu
20
berhadapan dengan resiko ketidak pastian, perlu dicermati untuk secepatnya
melakukan investasi pada saat diperoleh pendapatan yang berlebih guna mengantisipasi
pada saat musim sepi penangkapan ikan.
Tabel 11. Nilai Tukar Nelayan (NTN) perikanan laut di wilayah Wonokerto Kulon, Kabupaten Pekalongnan, Bulan Agustus-Oktober 2001
BulanUraian
Agustus September OktoberA. Pendapatan Keluarga ( Rp )1. Perikanan Tangkap 1325050 1671090 14557802. Non Perikanan Tangkap 57875 37500 420003. Total 1382925 1708590 1497780
B. Pengeluaran Keluarga ( Rp )1. Perikanan Tangkap 308625 332740 3516102. Konsumsi 547800 661370 7339953. Total 856425 994110 1085605
C. NTN1. Total Pendapatan 1.6 1.7 1.32. Pendapatan Perikanan 1.5 1.7 1.2
D. Indek NTN1. Total Pendapatan 100 123.5 108.22. Pendapatan perikanan 100 126.1 109.9
KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN
Secara umum upaya penangkapan ikan di wilayah Kabupaten Pekalongan
melampaui batas penangkapan (over fishing) untuk jenis ikan tertentu (tongkol, dan ikan
pelagis kecil) dan terbatas pada jenis ikan tertentu yang mempunyai nilai ekonomis rendah.
Sementara itu ketentuan yang diberlakukan oleh UNCLOS belum dimanfaatkan secara
optimal dengan sejumlah armada kapal dan jenis alat tangkap yang kurang memadai dan
belum memberi arti nyata untuk mengalihkan upaya pada daerah padat tangkap kedaerah
yang mempunyai sumberdaya laut yang belum dimanfaatkan secara optimal.
Perkembangan jumlah kapal dengan ukuran dibawah 5 GT dan alat tangkap, serta
upaya penangkapan dan sumberdaya manusia yang terbatas, belum sebanding dengan
ketersediaan potensi sumberdaya laut yang semakin berkurang, dan cenderung produksi
hasil tangkapan dan produktivitas yang diperoleh masih rendah. Konsekuensinya
21
penerimaan yang diperoleh kurang sebanding dengan keluaran yang mereka gunakan
untuk biaya opersionel.
Dalam analisa yang mengamati beberapa komponen ABK menurut jenis dan ukuran
kapal selama bulan Agustus-Oktober, terjadi perilaku penerimaan dan pengeluaran nelayan
baik itu dari hasil perikanan maupun dari pendapatan non perikanan yang berfluktuasi
sesuai dengan waktu penangkapan.
Secara rata- rata besarnya penerimaan keluarga dari seluruh komponen ABK
meningkat 3,6 persen per bulan dan 3,2 persen per bulan untuk pendapatan perikanan.
Disamping itu NTN untuk pendapatan dari perikanan lebih besar dari 1 (satu). Artinya
bahwa nelayan di Kabupaten Pekalongan, khususnya di Wonokerto Kulon telah mampu
untuk memnuhi kebutuhan hidup sehari-hari, bahkan berpotensi untuk melakukan investasi.
Atau dengan perkataan lain bahwa total pendapatan yang diperoleh pada bulan tersebut
jauh lebih besar dari pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan usaha
perikanan.
Perilaku NTN yang berfluktuasi dan cenderung menurun pada masa tertentu,
disamping karena pengeluaran untuk konsumsi rumah tangga, juga pendapatan nelayan
yang berhadapan dengan resiko ketidak pastian karena musim, biaya opersional, jenis ikan
yang ditangkap dan harga yang diterima.
Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pinggir pantai disarankan lebih
memanfaatkan potensi sumberdaya laut secara optimal dengan peranan instansi yang
terkait untuk mengendalikan penangkapan pada fishing ground yang melampaui over
fishing , pengembangan kapal dengan ukuran kapal yang besar dengan alat tangkap yang
modern guna menjangkau perairan ZEE. Disamping itu diperlukan fasilitas penunjang yang
memadai dengan kebutuhan teknologi yang mampu mencegah menurunnya mutuhasil
tangkapan, yang akhirnya akan meningkatkan daya saing dengan komoditas lainnya serta
meningkatkan efektivitas peranan komponen agribisnis dan peningkatan pendapatan
nelayan sesuai dengan harga yang diterima.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. M. 1994. UNCLOS dan Kelautan Kita. Dalam Primadona. Edisi Oktober 1994.
Jakarta
Biro Pusat Statistik. 200 Statistik Perikanan Indonesia. Jakarta.
Dinas Perikanan Kabupaten Dati II Pekalongan .200. Laporam Tahunan Perikanan
Kabupaten Dati II Pekalongan
22
Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Evaluasi Pemanfaatn Sumberdaya Ikan dalam
Rangka Pengembangan dan Pengendaliannya. Jakarta. Tidak dipublikasi
Dwiponggo. A. Badrudin D. Nugroho dan S, Tono. 1989. Potensi dan Penyebaran
Sumberdaya Ikan Demersal. Direktorat Jenderal Perikanan. Pusat Peneltian dan
Pengembangan Oseanologi. Jakarta.
Rachmat,M. Sugiarto. V.T. Manurung, W. Bambang. U.H. Prayogo dan P. Nyoman. 1995.
Studi model Pengembangan Agribisnis Perikanan Laut .Pusat Penelitian Sosial
Ekonomi Pertanian. Bogor.
Riyanto, B. U.H. Prayogo, Sugiarto, T. Nyak Ilham, Hendiarto. W. Bambang, Daeng
Harnyoto, dan Iwan. S. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Direktorat
Jendral Pesisir dan Pulau – Pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan.
Jakarta
Sugiarto. 2001. Pemberdayaan Usaha Penangkapan Ikan Pendukung Pengambangan
Agrobisnis Perikanan di Wilayah Utara Jawa Tengah. Jurnal Sain Teks. Edisi
khusus, Oktober 2001. Semarang.
23
Lampiran 1. Pendapatan nelayan pada usaha penangkapan ikan di wilayah WonokertoKulon, Kabupaten Pekalongan, bulan Agustus-Oktober 2001
Jenis NelayanUraian
Jkk Abk Kk Nahkoda Abk Tr Abk KBRata-rata
Bulan AgustusTotal Pendapatan 1919000 142500 3733750 462500 367500 1325050a. Nilai Lawuhan 12500 17500 6250 10000 12500 11750b. Bagian Hasil 419625 125000 877500 302500 227500 390425c. Biaya usaha perikanan 1486875 0 0 0 0 297375 yang ditarik kembali 0d. Bonus 0 0 2850000 50000 15000 583000e. Insentif umum 0 0 0 0 0 0f. Insentif khusus 0 0 0 0 0 0g. Hasil sampingan 0 0 0 100000 112500 42500Bulan SeptemberTotal Pendapatan 2294450 301000 4511250 776250 472500 1671090a. Nilai Lawuhan 10250 16500 6250 6250 47500 17350b. Bagian Hasil 787500 254500 1305000 577500 335000 651900c. Biaya usaha perikanan 1496700 0 0 0 0 299340 yang ditarik kembalid. Bonus 0 30000 3200000 135000 42500 681500e. Insentif umum 0 0 0 0 17500 3500f. Insentif khusus 0 0 0 35000 0 7000g. Hasil sampingan 0 0 0 22500 30000 10500Bulan OktoberTotal Pendapatan 2652700 353700 3307500 580000 385000 1455780a. Nilai Lawuhan 11650 11650 15000 12000 7500 11560b. Bagian Hasil 1285050 342050 1050000 355000 300000 666420c. Biaya usaha perikanan 1356000 0 0 0 0 271200 yang ditarik kembali 0d. Bonus 0 0 2242500 123000 52500 483600e. Insentif umum 0 0 0 0 0 0f. Insentif khusus 0 0 0 0 0 0g. Hasil sampingan 0 0 0 90000 25000 23000Perubahan (Rp) 366850 105600 -213125 -312500 8750 65365 (%) 17.5 64 -2.5 -2.2 5 6.6Keterangan : Jkk = Juragan kapal kecil ; Abk KK = Abk kapal kecil ; Abk Tr = Abk trampil
Abk Kb = Abk kapal besar
24
Lampiran 2. Rata-rata pendapatan nelayan di wilayah Wonokerto Kulon, Kabupaten Pekalongan Bulan Agustus - Oktober 2001
Jenis NelayanUraian
Jkk Abk Kk Nahkoda Abk Tr Abk KBRataan
(Rp)
Pendapatan Bulan Agustus (Rp)
1. Perikanan Tangkap 1919000 142500 3733750 462500 367500 1325050
a. Nilai lawuhan 12500 17500 6250 10000 12500 11750
b. Bagian hasil 419625 125000 877500 302500 227500 390425
c. Biaya uasah perikanan 1486875 0 0 0 0 297375
Yang ditarik kembali
d. Bonus 0 0 2850000 50000 15000 583000
e. Insentif umum 0 0 0 0 0 0
f. Insentif khusus 0 0 0 0 0 0
g. Hasil sampingan 0 0 0 100000 112500 42500
2. Non perikanan tangkap 107500 25000 66250 23750 66875 57875
a. Pertanian 0 0 0 0 0 0
b. Berdagang warung 0 5000 2500 3750 25000 7250
c. Karyawan/buruh 107500 20000 63750 20000 41875 50625
d. Usaha jasa 0 0 0 0 0 0
Total 2026500 167500 3800000 486250 434375 1382925
Pendapatan bulan September (Rp) 0
1. Perikanan Tangkap 2294450 301000 4511250 776250 472500 1671090
a. Nilai lawuhan 10250 16500 6250 6250 47500 17350
b. Bagian hasil 787500 254500 1305000 577500 335000 651900
c. Biaya uasah perikanan 1496700 0 0 0 0 299340
yang ditarik kembali 0
d. Bonus 0 30000 3200000 135000 42500 681500
e. Insentif umum 0 0 0 0 17500 3500
f. Insentif khusus 0 0 0 35000 0 7000
g. Hasil sampingan 0 0 0 22500 30000 10500
2. Non perikanan tangkap 0 15000 7500 15000 150000 37500
a. Pertanian 0 0 0 0 0 0
b. Berdagang warung 0 0 0 15000 150000 33000
c. Karyawan/buruh 0 0 7500 0 0 1500
d. Usaha jasa 0 0 0 0 0 0
Total 2294550 316000 4518750 791250 622500 1708610
Pendapatan bulan Oktober (Rp) 0
1. Perikanan Tangkap 2652700 353700 3307500 580000 385000 1455780
a. Nilai lawuhan 11650 11650 15000 12000 7500 11560
b. Bagian hasil 1285050 342050 1050000 355000 300000 666420
c. Biaya uasah perikanan 1356000 0 0 0 0 271200
yang ditarik kembali 0
d. Bonus 0 0 2242500 123000 52500 483600
e. Insentif umum 0 0 0 0 0 0
f. Insentif khusus 0 0 0 0 0 0
g. Hasil sampingan 0 0 0 90000 25000 23000
2. Non perikanan tangkap 132500 35000 0 17500 25000 42000
a. Pertanian 0 0 0 0 0 0
b. Berdagang warung 0 0 0 0 0 0
c. Karyawan/buruh 132500 35000 0 17500 25000 42000
d. Usaha jasa 0 0 0 0
Total 2785200 388700 2349000 597500 410000 1497780
Peningkatan (%) 40.7 55.8 5.7 19.7 12.2 26.82
(Rp) 675700 110600 240500 57500 8750 218610
25
Lampiran 3. Rata-rata pengeluaran nelayan di wilayah Wookero Kulon, Kabupaten Pekalongan bulan Agustus 2001
Bulan PeningkatanUraian
Agustus September Oktober (Rp) (%)A. Perikanan Tangkap1. Bahan Penangkapan Ikan 202000 195000 2039002. Rasum 55375 61790 515903. Administrasi 11250 18740 153204. Bonus/insentif 0 0 05. Perawatan kapal 40000 42550 599006. Lainnya 0 14660 20900Subtotal 308625 332740 351610 21492 21.2B. Konsumsi Keluarga1. Makanan 81460 81370 737102. Lauk pauk (daging, telur dll) 88820 112460 1439003. Gula, teh, kopi 16300 20460 251004. Minyak goreng 15240 12900 163005. Minyak tanah/kayu dll 16140 17680 164806. Rokok/tembakau 58840 33720 638107. Sabun, odol dll 52550 3921 376208. Mie 15180 9550 134809. Pendidikan 96510 99350 8565010. Kesehatan 27900 65970 3192511. Perumahan 19060 120600 14577012. Pakaian 25800 30500 3745013. Rekreasi 34000 17600 4280014. Lainnya 0 0 0Sub total 547800 661370 733995 93097 15.8C. Total 856425 994110 1085605 114590 12.6