ICASERD WORKING PAPER No -...

23
ICASERD WORKING PAPER No.56 Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWA Ening Ariningsih Juli 2004

Transcript of ICASERD WORKING PAPER No -...

Page 1: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

ICASERD WORKING PAPER No.56

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWA

Ening Ariningsih Juli 2004

Page 2: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

ICASERD WORKING PAPER No. 56

ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWA

Ening Ariningsih Juli 2004

Working Paper adalah publikasi yang memuat tulisan ilmiah peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian mengenai hasil penelitian, gagasan ilmiah, opini, pengembangan metodologi, pengembangan alat analisis, argumentasi kebijakan, pandangan ilmiah, dan review hasil penelitian. Penanggung jawab Working Paper adalah Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, dengan Pengelola : Dr. Handewi P. Saliem, Dr. A. Rozany Nurmanaf, Ir. Tri Pranadji MSi, dan Dr. Yusmichad Yusdja. Redaksi: Ir. Wahyuning K. Sejati MSi; Ashari SP MSi; Siti Fajar Ningrum SS, Kardjono dan Edi Ahmad Saubari. Alamat Redaksi : Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Jalan A. Yani No. 70 Bogor 16161, Telp. 0251-333964, Fax. 0251-314496 E-mail : [email protected]

No. Dok.075.56.05.04

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian (Indonesian Center for Agricultural Socio Economic Research and Development) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian

Page 3: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

1

ANALISIS PERILAKU KONSUMSI PANGAN SUMBER PROTEIN HEWANI DAN NABATI PADA MASA KRISIS EKONOMI DI JAWA

Ening Ariningsih

Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian Jl. A. Yani 70 Bogor 16161

ABSTRACT

The objective of this paper was to analyze consumption behavior of animal and

vegetable protein sourced food in Java during economic crisis. National Socio-Economic Survey 1999 data of BPS - Statistics Indonesia were used in this study. A descriptive analysis was applied to learn expenditure pattern and an econometric analysis of Linear Approximation Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) was also applied to identify animal and vegetable protein sourced food demand. The results of the study showed that: (1) expenditure share of animal protein sourced food was very low; in contrast to expenditure share of vegetable protein sourced food; (2) the expenditure share of animal protein sourced food increased in line to increasing income, on the contrary to the expenditure share of vegetable protein sourced food; (3) demand response of animal and vegetable protein sourced food was inelastic towards income changes; (4) except for cereals, response demand of animal and vegetable protein sourced food towards price changes was also inelastic; (5) in general, demand response of animal and vegetable protein sourced food towards price changes was more elastic for rural households compared to those of urban households; and (6) cereals’ prices strongly affected other food group demand. Considering that most animal and vegetable protein sourced food consumption in rural areas and lower income group response was much stronger towards income and the food prices changes, policies on food and nutrition should be more focused on that group. Keywords: animal and vegetable protein, economic crisis, Java

ABSTRAK

Makalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku konsumsi pangan sumber protein

hewani dan nabati rumah tangga di Jawa pada masa krisis ekonomi. Data yang digunakan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik. Untuk mempelajari pola pengeluaran digunakan metode deskriptif, sedangkan untuk mempelajari permintaan pangan sumber protein hewani dan nabati digunakan analisis ekonometrika sistem persamaan permintaan Linear Approximation Almost Ideal Demand System (LA/AIDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani sangat rendah; sebaliknya pangsa pengeluaran pangan sumber protein nabati dominan, (2) pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan, dan sebaliknya untuk pangsa pengeluaran pangan sumber protein nabati, (3) respon permintaan kelompok pangan sumber protein hewani dan nabati bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan, (4) kecuali untuk kelompok serealia, respon permintaan pangan sumber protein hewani dan nabati terhadap perubahan harga bersifat inelastis, (5) pada umumnya respon permintaan pangan sumber protein hewani dan nabati terhadap perubahan harga bagi rumah tangga di pedesaan lebih elastis dibanding rumah tangga di perkotaan, dan (6) harga serealia berpengaruh kuat terhadap permintaan kelompok pangan lainnya. Mengingat untuk sebagian besar jenis pangan sumber protein hewani dan nabati di daerah pedesaan dan kelompok penduduk berpendapatan rendah memiliki respon yang lebih kuat terhadap perubahan pendapatan maupun harga-harga komoditas pangan tersebut, maka prioritas kebijakan di bidang pangan (dan gizi) perlu lebih memfokuskan pada kelompok tersebut.

Kata kunci: protein hewani dan nabati, krisis ekonomi, Jawa

Page 4: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

2

PENDAHULUAN

Protein merupakan salah satu zat gizi yang paling penting peranannya dalam

pembangunan sumberdaya manusia. Bersama-sama dengan energi, kecukupan

protein dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kondisi gizi masyarakat dan

juga keberhasilan pemerintah dalam pembangunan pangan, pertanian, kesehatan

dan sosial ekonomi secara terintegrasi (Moeloek, 1999). Protein dapat diperoleh dari

bahan pangan nabati maupun hewani, namun dibandingkan dengan protein nabati,

protein hewani mempunyai beberapa keunggulan. Salah satu yang terpenting adalah

pembawa sifat keturunan dari generasi ke generasi dan berperan pula dalam proses

perkembangan kecerdasan manusia. Oleh sebab itu, protein hewani dipandang dari

sudut peranannya layak dianggap sebagai agent of development bagi pembangunan

bangsa, baik untuk masa sekarang maupun masa mendatang (Soehadji, 1994).

Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa salah

satu permasalahan penting konsumsi pangan di Indonesia adalah masih sangat

rendahnya kontribusi pangan sumber protein hewani dalam menu makanan sehari-

hari, serta ketergantungan yang tinggi terhadap pangan sumber protein nabati,

khususnya serealia (beras). Rendahnya konsumsi pangan sumber protein hewani

tersebut terkait erat dengan harga pangan sumber protein hewani yang relatif mahal

dibandingkan dengan pangan sumber protein nabati nabati. Oleh karena itu, faktor

daya beli sangat menentukan tingkat konsumsi pangan sumber protein hewani,

dimana semakin tinggi pendapatan maka konsumsi pangan sumber protein hewani

cenderung semakin tinggi (lihat misalnya Martianto, 1995; Hermanto et al., 1996;

dan Erwidodo et al.,1998). Krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

harga pangan (termasuk pangan sumber protein) dan bukan pangan meningkat. Di

sisi lain, pendapatan riil rumah tangga menurun, yang mengakibatkan terjadinya

penurunan daya beli rumah tangga. Penurunan daya beli mengakibatkan terjadinya

penurunan konsumsi pangan (termasuk pangan sumber protein), sekalipun rumah

tangga akan memprioritaskan pemenuhan pangan dibandingkan bukan pangan

kecuali untuk kebutuhan yang sangat mendasar. Dalam hal penurunan konsumsi

pangan ini, bukan hanya kuantitasnya yang menurun, tetapi juga kualitas maupun

keseimbangan konsumsi pangan rumah tangga, yang kesemuanya berdampak pada

penurunan status gizi keluarga.

Page 5: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

3

Menurut Saliem (2002), adanya krisis ekonomi bagi penduduk miskin di

daerah perkotaan maupun pedesaan secara mikro dapat diartikan menurunnya

anggaran belanja untuk pangan. Hal ini berarti kuantitas dan atau kualitas makanan

berkurang. Bagi penduduk dewasa, pengurangan makanan berarti daya tahan tubuh

berkurang dan pada gilirannya dapat menurunkan produktivitas kerja. Bagi anak-

anak balita dan ibu hamil/menyusui, penurunan kuantitas/kualitas makanan

berdampak sangat panjang karena mengganggu pertumbuhan sel-sel otak, yang

akan menentukan tingkat kecerdasan manusia di masa mendatang.

Jawa menjadi fokus perhatian karena hasil studi Warr (1999) menunjukkan

bahwa baik daerah perkotaan maupun pedesaan di Jawa sangat terpengaruh oleh

krisis ekonomi. Hal tersebut menjadi sangat penting karena berdasarkan hasil

SUPAS 1995 (BPS, 1996) sekitar 59 persen penduduk tinggal di Pulau Jawa.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan di atas,

maka secara umum makalah ini bertujuan untuk menganalisis perilaku konsumsi

pangan sumber protein hewani dan nabati pada masa krisis ekonomi di Jawa. Secara

spesifik menganalisis: (1) Pola pengeluaran pangan sumber protein hewani dan

nabati yang dikonsumsi oleh rumah tangga dan (2) Respon permintaan pangan

sumber protein hewani dan nabati terhadap perubahan harga sendiri, harga pangan

lain, dan pengeluaran.

METODE ANALISIS

Data dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam makalah ini adalah data sekunder, yaitu data

Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang dilakukan oleh Badan

Pusat Statistik (BPS). Data yang dianalisis adalah data lima provinsi di wilayah Jawa

(DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Timur), yang

mencakup data pengeluaran dan konsumsi pangan rumah tangga, serta karakteristik

sosiodemografi rumah tangga (pendidikan isteri dan ukuran keluarga).

Pangan sumber protein hewani dan nabati yang dianalisis dikelompokkan

menjadi delapan kelompok, yaitu ikan segar, ikan awetan, daging ternak, daging

unggas, telur, susu, kacang-kacangan, dan serealia. Dalam pengelompokan

komoditas-komoditas tersebut terlebih dahulu dilakukan kesesuaian bentuk dan

satuan dengan menggunakan konversi tertentu. Dilihat dari kandungan proteinnya,

Page 6: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

4

kandungan protein serealia sebenarnya jauh lebih rendah daripada kandungan

protein kacang-kacangan yang dikenal sebagai sumber protein nabati. Kelompok

serealia lebih tepat disebut sebagai sumber kalori, akan tetapi karena dikonsumsi

dalam jumlah yang besar maka kelompok tersebut menjadi sumber protein utama

bagi pemenuhan kebutuhan protein penduduk Indonesia. Oleh karena itu, kelompok

serealia juga turut dianalisis dalam penelitian ini. Komoditas-komoditas lainnya yang

tidak dikategorikan ke dalam pangan sumber protein hewani dan nabati

digabungkan ke dalam pangan lainnya.

Untuk menghindari nilai nol yang dapat mengganggu perhitungan model log

seperti yang digunakan dalam makalah ini, maka dibuat suatu Primary Sampling Unit

(PSU), yaitu dengan mengelompokkan 16 rumah tangga contoh dalam satu blok

sensus (segmen) menjadi satu unit PSU dan menganggapnya sebagai satu unit

contoh. Pengelompokan seperti itu telah banyak dilakukan, misalnya oleh Deaton

(1989), Rachmat dan Erwidodo (1993), dan Hermanto et al. (1996).

Selanjutnya, untuk pengolahan data digunakan nilai rata-rata (pengeluaran,

konsumsi protein, konsumsi pangan sumber protein nabati dan hewani, pendidikan

isteri, maupun ukuran keluarga) dari setiap kelompok rumah tangga (PSU) yang

dipilih. Angka tersebut diperoleh dengan membagi nilai total dari observasi dengan

jumlah total dari seluruh rumah tangga dalam kelompok itu. Analisis perilaku

konsumsi pangan sumber protein hewani dan nabati dibedakan menurut wilayah

(perkotaan dan pedesaan) dan kelompok pendapatan yang diproksi dari pengeluaran

total rumah tangga (rendah [40% terendah], sedang [40% menengah], dan tinggi

[20% tertinggi]).

Analisis Data

Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis

ekonometrika. Analisis deskriptif digunakan untuk melihat pola pengeluaran pangan

sumber protein hewani dan nabati, sedangkan analisis ekonometrika digunakan

untuk menjelaskan respon permintaan pangan terhadap perubahan harga sendiri,

harga komoditas lain, dan pengeluaran/pendapatan.

Page 7: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

5

Spesifikasi Model Analisis

Model yang digunakan adalah model AIDS (Deaton dan Muellbauer, 1980)

dalam bentuk aproksimasi linier (LA/AIDS) dan dimodifikasi dengan memasukkan

variabel ukuran rumah tangga dan tingkat pendidikan isteri.

Model LA/AIDS tersebut diformulasikan sebagai berikut:

wi = α*i + Σγij log pj + βi log (x/P*) + θi log S + φi log E j dimana:

i, j = 1, 2, …, 8, yang masing-masing menunjukkan kelompok komoditas ikan segar, ikan awetan, daging ternak, daging unggas, telur, susu, kacang-kacangan, dan serealia

wi = pangsa dari kelompok pangan sumber protein ke-i terhadap total pengeluaran pangan sumber protein hewani dan nabati (wi = piqi/x)

α, β, γ, θ, φ = parameter regresi berturut-turut untuk intersep, pengeluaran, harga agregat, ukuran rumah tangga, dan tingkat pendidikan isteri

pj = harga terbobot kelompok pangan sumber protein hewani dan nabati ke-j (pj = Σ wkpk)

x = pengeluaran total kelompok pangan sumber protein hewani dan nabati

P* = indeks harga Stone, dimana log P* = Σ wi log pi S = ukuran rumah tangga E = tingkat pendidikan isteri

Untuk memenuhi teori permintaan (asumsi memaksimumkan kepuasan tidak

dilanggar), dalam pendugaan model LA/AIDS tersebut diterapkan restriksi-restriksi

sebagai berikut:

(i) Simetri : γij = γji

(ii) Homogenitas : Σγij = 0 j (iii) Adding-up : Σαi = 1, Σγij = 0, Σβi = 0, Σθi =0, Σφi =0 i i i i i Rumus yang digunakan untuk menghitung elastisitas permintaan dari Model

LA/AIDS dalam penelitian ini mengikuti Chalfant (1987), yang juga digunakan oleh

Harianto (1994), yaitu sebagai berikut:

(1) elastisitas harga sendiri : εii = (γii - βiwi)/wi -1

(2) elastisitas harga silang : εij = (γij - βiwj)/wi ; i ≠ j

(3) elastisitas pengeluaran : ηi = βi/wi +1

Page 8: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

6

Untuk memperoleh elastisitas pengeluaran total rumah tangga dari masing-

masing kelompok bahan pangan sumber protein hewani dan nabati, nilai elastisitas

pengeluaran hasil perhitungan dengan model LA/AIDS dikalikan dengan nilai

elastisitas pengeluaran kelompok bahan pangan sumber protein hewani dan nabati

terhadap pengeluaran total rumah tangga.

Elastisitas pengeluaran pangan sumber protein hewani dan nabati terhadap

pengeluaran total rumah tangga diduga melalui model logaritma linier sebagai

berikut:

ln wprot = a + b ln YT

ηprot = (ln wprot/ln YT) = b

dimana:

wprot = pangsa pengeluaran pangan sumber rotein hewani dan nabati terhadap pengeluaran total rumah tangga

YT = pengeluaran total rumah tangga

Selanjutnya elastisitas pengeluaran kelompok pangan sumber protein hewani

dan nabati tertentu terhadap pengeluaran total (pendapatan) rumah tangga dapat

dihitung berdasarkan rumus:

ηiT = ηprot . ηi

dimana:

ηiT = elastisitas pengeluaran kelompok pangan sumber protein hewani dan nabati ke-i

ηprot= elastisitas pengeluaran pangan sumber protein hewani dan nabati terhadap total pengeluaran rumah tangga

ηi = elastisitas pengeluaran kelompok pangan sumber protein hewani dan nabati ke-i terhadap total pengeluaran pangan sumber protein hewani dan nabati (hasil analisis model LA/AIDS)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Pengeluaran Rumah Tangga

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengeluaran total rumah tangga di daerah

perkotaan lebih tinggi daripada daerah pedesaan. Pada tabel tersebut juga terlihat

adanya kesenjangan pengeluaran total antara rumah tangga berpendapatan rendah

dan sedang dengan rumah tangga berpendapatan tinggi, dimana pengeluaran total

Page 9: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

7

rumah tangga berpendapatan tinggi mencapai lebih dari tiga kali lipat dibandingkan

rumah tangga berpendapatan rendah. Kesenjangan tersebut akan mempengaruhi

pola pengeluaran pangannya.

Tabel 1. Rata-rata Pengeluaran Total dan Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga di Jawa Menurut Wilayah dan Kelompok Pendapatan, Tahun 1999

Sumber: BPS, Susenas 1999 (Raw data, diolah)

Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan ke dalam

dua kategori besar, yaitu pangan dan bukan pangan. Dengan demikian, pada tingkat

pendapatan tertentu, rumah tangga akan mengalokasikan pendapatannya untuk

memenuhi kebutuhan pangan dan bukan pangan. Menurut Harianto (1994), apabila

pendapatan rendah/sedikit, rumah tangga cenderung membelanjakan sebagian

besar pendapatannya tersebut, atau bahkan pada kasus-kasus yang ekstrim semua

pendapatannya, untuk pangan dan mengabaikan kebutuhan lainnya. Ketika

pendapatan meningkat, porsi yang lebih besar dari pendapatan akan dibelanjakan

untuk bukan pangan. Secara alamiah, kuantitas pangan yang dibutuhkan seseorang

akan mencapai titik jenuh sementara kebutuhan akan bukan pangan, termasuk

kualitas pangan tidak terbatasi dengan cara yang sama. Dengan demikian, pola

pengeluaran pangan, atau lebih spesifik sebagai persentase pendapatan (atau

pengeluaran total) yang dibelanjakan untuk pangan dari suatu rumah tangga dapat

digunakan sebagai petunjuk tingkat kesejahteraan rumah tangga. Dalam hal ini,

semakin tinggi pangsa pengeluaran pangan, berarti semakin kurang sejahtera rumah

tangga yang bersangkutan.

Data empiris menunjukkan bahwa pangsa pengeluaran pangan semakin

menurun dengan semakin tingginya pendapatan. Demikian pula pangsa

pengeluaran pangan di daerah perkotaan lebih rendah daripada di daerah

pedesaan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan rata-

rata rumah tangga di daerah perkotaan Jawa lebih tinggi daripada di daerah

Wilayah Kelompok pendapatan Kelompok pangan Jawa Kota Desa Rendah Sedang Tinggi

Pengeluaran total (Rp/kap/bulan) 170.006 223.156 127.331 96.055 161.364 334.749

Pangsa pengeluaran pangan dari total pengeluaran (%)

50,57 46,28 56,61 65,08 53,29 39,66

Page 10: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

8

pedesaan. Pola tersebut sejalan pula dengan pangsa pengeluaran pangan di tingkat

nasional (Ariani et al., 2000).

Pada Tabel 2 disajikan pola (proporsi) pengeluaran pangan penduduk di

Jawa, yang dianalisis menurut wilayah dan kelompok pendapatan. Menurut

Rachman (2001), pengetahuan tentang besarnya pangsa masing-masing jenis

pangan terhadap struktur pengeluaran pangan, dapat mengidentifikasi peranan

pangan tersebut dalam alokasi pendapatan pangan rumah tangga. Informasi

tersebut dapat digunakan sebagai salah satu acuan pertimbangan pengambil

keputusan di bidang pangan dan gizi, terutama dikaitkan dengan kebijakan harga

pangan maupun program penyediaan dan distribusi pangan. Hal ini didasarkan pada

kenyataan bahwa pangsa pengeluaran jenis pangan tertentu merupakan proporsi

dari jumlah komoditas/jenis pangan yang dikonsumsi dikalikan dengan harga pangan

tersebut terhadap pendapatan rumah tangga yang dialokasikan untuk pangan

(secara keseluruhan).

Tabel 2. Pola Pengeluaran Pangan Rumah Tangga di Jawa Menurut Wilayah dan

Kelompok Pendapatan, Tahun 1999 (%)

Wilayah Kelompok pendapatan Kelompok pangan Jawa

Kota Desa Rendah Sedang Tinggi Hewani 14,54 16,91 11,80 10,25 14,06 19,15

-Ikan segar 3,94 4,70 3,07 2,42 3,84 5,49 -Ikan awetan 1,85 1,37 2,42 2,30 1,99 1,26 -Daging ternak 1,61 2,17 0,96 0,72 1,48 2,61 -Daging unggas 2,28 2,76 1,72 1,38 2,20 3,21 -Telur 2,96 3,13 2,75 2,67 2,97 3,20 -Susu 1,90 2,78 0,88 0,76 1,58 3,38

Nabati 30,88 25,44 37,15 39,42 32,16 21,23 -Kacang-kacangan 4,90 4,48 5,39 5,67 5,27 3,71 -Serealia 25,98 20,96 31,76 33,75 26,89 17,52

Total hewani dan nabati 45,42 42,35 48,95 49,67 46,22 40,38Pangan lainnya 54,58 57,65 51,05 50,33 53,78 59,62Total pangan 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00Sumber: BPS, Susenas 1999 (Raw data, diolah)

Pangsa pengeluaran untuk pangan sumber protein hewani sangat rendah;

sebaliknya pangsa pengeluaran pangan sumber protein nabati lebih dominan (Tabel

2). Seperti telah disinggung sebelumnya, rendahnya pangsa pengeluaran pangan

sumber protein hewani disebabkan oleh harganya yang relatif mahal, sehingga

Page 11: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

9

rumah tangga akan lebih memprioritaskan pangan yang lebih pokok seperti serealia.

Namun seiring dengan meningkatnya pendapatan, pangsa pengeluaran pangan

sumber protein hewani meningkat, dan sebaliknya untuk pangsa pengeluaran

pangan sumber protein nabati. Dengan demikian, peningkatan pendapatan

merupakan kunci bagi peningkatan konsumsi pangan sumber protein hewani, yang

pada akhirnya berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Terkait

dengan pendapatan tersebut, pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani

lebih tinggi di daerah perkotaan yang rata-rata pendapatannya penduduknya lebih

tinggi, dan sebaliknya untuk pangsa pengeluaran sumber protein nabati.

Di antara keenam kelompok pangan yang dikategorikan sebagai pangan

sumber protein hewani, nampak bahwa pola pengeluaran untuk ikan awetan berbeda

dengan kelima kelompok lainnya. Jika dipilah antar daerah, maka pangsa

pengeluaran untuk ikan awetan lebih tinggi di daerah pedesaan. Jika dipilah antar

kelompok pendapatan, maka pangsa pengeluaran ikan awetan semakin rendah

dengan semakin tingginya pendapatan. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ikan

awetan akan semakin ditinggalkan ketika pendapatan meningkat.

Pola pengeluaran ikan awetan tersebut terkait dengan relatif murahnya harga

ikan awetan dibandingkan dengan harga ikan segar ataupun pangan sumber protein

hewani lainnya. Oleh karena itulah ikan awetan lebih dominan pada pola konsumsi

rumah tangga berpendapatan rendah. Seiring dengan meningkatnya pendapatan,

dominasi ikan awetan akan mulai tergeser oleh pangan hewani lainnya yang lebih

berkualitas dan dianggap mempunyai gengsi lebih tinggi. Di samping itu,

pendapatan rata-rata rumah tangga di pedesaan yang lebih rendah daripada

pendapatan rata-rata rumah tangga di perkotaan menyebabkan ikan awetan lebih

dominan di daerah pedesaan.

Dugaan Parameter Permintaan

Sebagian besar dugaan parameter model sistem permintaan pangan sumber

protein hewani dan nabati nyata pada taraf nyata 1 persen, yang menunjukkan

bahwa pengaruh perubahan harga, pengeluaran, dan variabel demografi adalah

nyata terhadap pangsa pengeluaran masing-masing komoditas (kelompok) pangan,

seperti terlihat pada Lampiran 1 sampai 6. Dugaan parameter pengeluaran

seluruhnya nyata pada taraf 1 persen. Sebagian besar koefisien pengeluaran

tersebut bertanda negatif, yang berarti meningkatnya pengeluaran pangan sumber

Page 12: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

10

protein hewani dan nabati akan diikuti oleh penurunan pangsa pengeluaran

kelompok pangan yang dugaan parameternya bertanda negatif tadi, yaitu daging

ternak, daging unggas, telur, susu, dan kacang-kacangan. Dugaan parameter harga sebagian besar nyata pada taraf 1 persen, yang

berarti pengaruh perubahan harga terhadap pangsa pengeluaran kelompok-

kelompok pangan yang dianalisis adalah nyata, kecuali untuk daging unggas yang

nyata pada taraf 10 persen. Untuk harga sendiri, hanya dugaan parameter harga

serealia yang bertanda negatif sementara untuk ketujuh kelompok lainnya bertanda

positif.

Sebagian besar dugaan parameter variabel ukuran rumah tangga nyata pada

taraf 1 persen, yang menunjukkan nyatanya pengaruh perubahan ukuran rumah

tangga terhadap pangsa pengeluaran kelompok pangan yang dianalisis. Dugaan

parameter ukuran rumah tangga lebih banyak yang bertanda negatif, yang berarti

semakin besar ukuran rumah tangga, maka semakin rendah pangsa pengeluaran

untuk berbagai jenis pangan tersebut atau “efek pendapatan” mendominasi “efek

spesifik”. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pada masa krisis rumah tangga

cenderung menjadi lebih miskin karena untuk memenuhi kebutuhan akan pangan

pokok (serealia), rumah tangga tidak bisa berbuat lain kecuali mengurangi pangsa

pengeluaran untuk pangan sumber protein hewani (kecuali ikan yang harganya relatif

murah dibandingkan pangan sumber protein hewani lainnya) dan juga kacang-

kacangan.

Dugaan parameter variabel pendidikan isteri seluruhnya nyata pada taraf 1

persen, yang menunjukkan kuatnya hubungan antara variabel tersebut dengan

konsumsi pangan sumber protein hewani dan nabati yang dianalisis. Dari tanda

dugaan parameter dapat disimpulkan bahwa dengan semakin tingginya pendidikan

isteri (yang dapat diinterpretasikan dengan semakin meningkatnya pengetahuan

tentang pangan dan gizi) akan terjadi perubahan pola konsumsi dimana alokasi

pengeluaran untuk ikan awetan, serealia dan kacang-kacangan menurun dan

dialihkan ke pangan lain yang lebih bermutu (ikan segar, daging ternak, daging

unggas, telur, dan susu).

Elastisitas Pendapatan

Kecuali susu, kelompok pangan sumber protein hewani dan nabati yang

dianalisis mempunyai elastisitas pendapatan yang positif, yang berarti kelompok

Page 13: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

11

komoditas tersebut merupakan barang normal. Susu yang juga dihipotesiskan

bersifat barang normal, dalam penelitian ini ternyata mempunyai tanda elastisitas

pendapatan yang negatif (inferior). Tanda negatif tersebut dapat disebabkan karena

mahalnya komoditas tersebut, sehingga karena terbatasnya pendapatan, khususnya

bagi penduduk berpendapatan rendah dan sedang, adanya peningkatan pendapatan

dialokasikan untuk konsumsi pangan yang lain yang lebih pokok. Selain itu, menurut

Khomsan (2002), budaya minum susu belum tertanam di kalangan masyarakat

Indonesia. Hasil studi Sumarno et al. (1997) menunjukkan bahwa susu hampir tidak

pernah dikonsumsi oleh sebagian besar rumah tangga di Indonesia, kecuali susu

kental manis, itupun dalam frekuensi yang sangat jarang. Bahkan rumah tangga

dengan desil pengeluaran tertinggi pun hanya mengkonsumsi susu kental manis 1-3

kali sebulan.

Secara agregat wilayah Jawa, respon permintaan semua kelompok pangan

sumber protein hewani dan nabati yang dianalisis bersifat inelastis terhadap

perubahan pendapatan. Jika dipilah menurut wilayah, elastisitas pendapatan untuk

ikan segar, daging unggas, dan serealia lebih tinggi di daerah pedesaan daripada di

perkotaan, dan sebaliknya untuk ikan awetan, telur, dan kacang-kacangan. Hal

tersebut menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan pengeluaran, maka rumah

tangga di perkotaan akan lebih memprioritaskan alokasi peningkatan

pengeluarannya untuk ikan awetan, telur, dan kacang-kacangan (yang harganya

relatif murah) dengan besaran yang lebih elastis dari-pada rumah tangga di

pedesaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dampak krisis bagi rumah

tangga di perkotaan lebih nyata daripada di pedesaan.

Jika dipilah antar kelompok pendapatan, terlihat bahwa nilai elastisitas

pendapatan ikan segar, daging ternak, dan serealia paling tinggi pada kelompok

pendapatan rendah, dan menurun pada kelompok pendapatan yang lebih tinggi.

Temuan itu dapat diinterpretasikan bahwa permintaan komoditas-komoditas tersebut

pada rumah tangga berpendapatan rendah lebih responsif terhadap perubahan

pendapatan dibanding kelompok pendapatan tinggi. Implikasi dari temuan tersebut

adalah perlunya prioritas kebijakan yang mendorong peningkatan pendapatan (dan

atau stabilisasi harga pangan) bagi kelompok penduduk berpendapatan rendah.

Page 14: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

12

Tabel 3. Elastisitas Pendapatan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati di Jawa Menurut Wilayah dan Kelompok Pendapatan, Tahun 1999

Wilayah Kelompok pendapatan Kelompok pangan Total

Kota Desa Rendah Sedang Tinggi

Ikan segar 0,788 0,660 1,248 0,881 0,467 0,029 Ikan awetan 0,770 0,869* 0,641 0,3812 0,667 0,043 Daging ternak 0,538 0,462 0,593 0,480 0,307 0,024* Daging unggas 0,288 0,274 0,382 0,052 0,133 0,0191 Telur 0,333 0,355 0,329 0,193 0,235 0,017 Susu -0,369 -0,273 -0,261 -0,350 -0,336 -0,005 Kacang2an 0,224 0,400 0,050 0,088 0,110 0,022* Serealia 0,698 0,571 0,722 0,612 0,427 0,029 Keterangan: 1taraf nyata 5%, 2taraf nyata 10%, *tidak nyata,

tanpa catatan: taraf nyata 1 % Sumber: BPS, Susenas 1999 (Raw data, diolah)

Elastisitas Harga Sendiri

Perubahan harga suatu komoditas mempunyai dua efek, yaitu “efek

substitusi” dan “efek pendapatan”. “Efek substitusi” adalah perubahan dalam

mengkonsumsi suatu komoditas akibat perubahan harga komoditas tersebut atau

komoditas lain, dimana tingkat utilitas adalah konstan. “Efek pendapatan” terjadi

karena perubahan harga suatu komoditas menyebabkan adanya perubahan dalam

kekuatan daya belinya. Untuk barang normal (normal goods) “efek

pendapatan” berdampak positif terhadap barang yang dikonsumsi, sebaliknya untuk

barang inferior (inferior goods) berdampak negatif.

Tabel 4 memperlihatkan besaran elastisitas harga sendiri komoditas pangan

sumber protein hewani dan nabati di Jawa secara total, menurut daerah dan

kelompok pendapatan. Dilihat dari segi tanda, semua nilai elastisitas harga sendiri

bertanda negatif, yang berarti naik turunnya harga komoditas akan direspon dengan

arah berlawanan oleh permintaan konsumen akan komoditas tersebut. Secara

agregat wilayah Jawa, sebagian besar komoditas yang dianalisis bersifat inelastis,

yang dapat diinterpretasikan bahwa komoditas-komoditas tersebut merupakan

barang kebutuhan (necessities). Respon perubahan jumlah yang diminta untuk

komoditas-komoditas tersebut, persentasenya lebih kecil dibanding persentase

perubahan harga.

Menarik untuk dibahas adalah nilai elastisitas harga sendiri kelompok serealia

yang tergolong elastis. Hasil-hasil studi terdahulu tentang elastisitas harga sendiri

Page 15: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

13

beras menunjukkan bahwa hingga pertengahan tahun 1980-an respon permintaan

beras terhadap perubahan harga sendiri beras umumnya adalah elastis (Timmer dan

Alderman, 1979; Kuntjoro, 1984; Daud, 1986), namun sejak tahun 1980-an pada

umumnya adalah inelastis (Rachmat dan Erwidodo, 1993; Harianto, 1994; Rachman

2001). Respon permintaan kelompok serealia yang elastis pada studi ini dapat

terjadi karena tarikan serealia lain selain beras. Studi Rachman (2001) menunjukkan

bahwa permintaan serelia lain dan mie/terigu elastis terhadap perubahan harga

sendiri. Sesuai hasil-hasil studi terdahulu seperti Rachmat dan Erwidodo (1993) dan

Rachman dan Erwidodo (1994), pada umumnya respon permintaan pangan sumber

protein hewani dan nabati terhadap perubahan harga bagi rumah tangga di

pedesaan lebih elastis dibanding rumah tangga di perkotaan. Pengecualian terjadi

pada komoditas kacang-kacangan yang mempunyai nilai elastisitas harga yang lebih

rendah di daerah pedesaan.

Tabel 4. Elastisitas Harga Sendiri Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati di Jawa Menurut Wilayah dan Kelompok Pendapatan, Tahun 1999

Wilayah Kelompok pendapatan Kelompok pangan Total

Kota Desa Rendah Sedang Tinggi

Ikan segar -0,689 -0,617 -1,131 -1,2222 -0,730 -0,390 Ikan awetan -0,689 -0,588 -0,634 -0,8512 -0,483 -0,577 Daging ternak -0,478 -0,404 -0,630 -0,7352 -0,273 -0,284 Daging unggas -0,8452 -0,8001 -0,848* -0,6522 -0,852* -0,531 Telur -0,825 -0,939* -0,7912 -0,7662 -1,124* -0,549 Susu -0,701 -0,664 -0,650 -0,576 -0,603 -0,540 Kacang2an -0,691 -0,814 -0,671 -0,678 -0,726 -0,8712 Serealia -1,266 -1,198 -1,197 -1,122 -1,154* -1,126* Keterangan: 1taraf nyata 5%, 2taraf nyata 10%, *tidak nyata,

tanpa catatan: taraf nyata 1 % Sumber: BPS, Susenas (Raw data, diolah)

Membahas pola elastisitas harga antar kelompok pendapatan akan lebih

kompleks dibandingkan dengan membahas pola elastisitas pendapatan karena

seperti telah diuraikan sebelumnya respon perubahan harga mencakup “efek

substitusi” dan “efek pendapatan”, sedangkan perubahan pendapatan itu sendiri

mencakup kuantitas dan kualitas komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga.

Dengan demikian, dapat dipahami mengapa pola elastisitas harga terlihat lebih

bervariasi daripada pola elastisitas pendapatan. Harianto (1994) menemukan bahwa

Page 16: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

14

elastisitas kualitas secara umum bernilai positif yang menunjukkan bahwa dengan

meningkatnya pendapatan rumah tangga cenderung membeli berbagai pangan yang

lebih mahal. Kenyataannya elastisitas harga berkaitan dengan tingkat substitusi

kuantitatif–kualitatif, di mana rumah tangga mengkonsumsi barang-barang yang lebih

mahal dengan kuantitas yang lebih sedikit daripada konsumsi barang-barang yang

tidak mahal. Hal ini terkait dengan perilaku rumah tangga dalam hal selera,

kenyamanan berbelanja, kemasan, penyimpanan, dan sebagainya.

Elastisitas Harga Silang

Pada Tabel 5 disajikan elastisitas harga silang pangan sumber protein hewani

dan nabati untuk agregat wilayah Jawa, yang dipilah menurut wilayah dan kelompok

pendapatan. Terlihat bahwa nilai elastisitas harga silang ada yang bertanda positif

dan ada yang bertanda negatif, sehingga diantara satu komoditas pangan dengan

komoditas pangan yang lain ada yang mempunyai hubungan substitusi dan ada yang

komplementer. Baik hubungan substitusi maupun komplementer di antara

komoditas-komoditas pangan tersebut pada umumnya relatif lemah (kurang begitu

kuat) karena pada umumnya nilai elastisitas harga silang komoditas-komoditas

tersebut harga mutlaknya kurang dari satu (inelastis) dan pada umumnya nilai

elastisitas harga silang tersebut relatif rendah (harga mutlaknya kurang dari 0,5).

Tabel 5. Elastisitas Harga Silang Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati di Jawa, Tahun 1999

Harga Kelompok

pangan Ikan segar

Ikan awetan

Daging ternak

Dagingunggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ikan segar 0,870 -0,019* -0,122 -0,088 -0,0882 -0,124 -0,385 Ikan awetan 0,473 -0,026* 0,106 0,132 0,0462 -0,378 1,042 Daging ternak 0,041* 0,011* -0,261 -0,194 -0,228 -0,241 1,126 Daging unggas -0,141 0,134 -0,184 -0,333 -0,208 0,043* 1,020 Telur -0,044 0,119 -0,102 -0,238 -0,825 0,0952 0,555 Susu 0,028 0,1382 -0,166 -0,210 -0,198 0,428 1,970 Kacang2an -0,006 -0,097 -0,068 0,022* 0,0652 -0,080 0,455 Serealia -0,036 -0,066 0,025 0,043 0,017 0,045 -0,010

Keterangan: 1taraf nyata 5%, 2taraf nyata 10%, *tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1 % Sumber: BPS, Susenas (diolah)

Menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah pengaruh perubahan harga serealia

terhadap permintaan komoditas pangan lainnya yang cukup besar, sementara

Page 17: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

15

pengaruh perubahan harga kelompok pangan lain terhadap permintaan serealia

sangat kecil. Temuan tersebut, seperti juga didapatkan oleh Harianto (1994),

mendukung observasi sebelumnya bahwa konsumsi pangan di Indonesia sangat

berpusat pada beras, yang merupakan serealia yang dominan dalam konsumsi

pangan penduduk Indonesia. Harga beras, khususnya, menentukan pola konsumsi

pangan.

Dilihat dari nilai elastisitasnya, hubungan sepasang (kelompok) komoditas

yang sama dapat berbeda (substitusi atau komplementer) apabila dilihat dari sudut

pandang yang berbeda, meskipun pasangan komoditas tersebut mempunyai besaran

dan tanda efek substusi yang sama (simetri). Sebagai contoh, hubungan antara

serealia dengan ikan awetan seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Dilihat dari tanda

efek substitusinya, seperti terlihat pada Lampiran 1, pasangan komoditas tersebut

mempunyai efek substitusi yang negatif yang berarti bahwa keduanya adalah

komplemen satu sama lain. Akan tetapi, jika dilihat dari tanda elastisitas harga

silangnya terlihat bahwa apabila dilihat dari sudut pandang serealia, kenaikan harga

ikan awetan akan menyebabkan permintaan serealia menurun (hubungan

komplementer), sedangkan apabila dilihat dari sudut pandang ikan awetan, kenaikan

harga serealia akan berdampak pada meningkatnya permintaan ikan awetan

(hubungan substitusi). Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan preferensi

konsumen terhadap serealia dan ikan awetan, dimana ikan awetan lebih disukai

daripada serealia. Secara teoritis, hal tersebut disebabkan karena efek pendapatan

yang disebabkan oleh perubahan harga ikan awetan lebih kuat daripada efek

substitusinya, dan sebaliknya untuk efek pendapatan yang disebabkan perubahan

harga serealia.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

Pangsa pengeluaran untuk pangan sumber protein hewani sangat rendah;

sebaliknya pangsa pengeluaran pangan sumber protein nabati lebih dominan

Pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani meningkat seiring dengan

meningkatnya pendapatan, dan sebaliknya untuk pangsa pengeluaran pangan

sumber protein nabati. Pangsa pengeluaran pangan sumber protein hewani lebih

Page 18: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

16

tinggi di daerah perkotaan, dan sebaliknya untuk pangsa pengeluaran pangan

sumber protein nabati.

Kecuali susu, komoditas pangan sumber protein hewani dan nabati

merupakan barang normal. Respon permintaan kelompok pangan sumber protein

hewani dan nabati yang dianalisis bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan.

Nilai elastisitas pendapatan untuk ikan segar, daging unggas, dan serealia lebih

tinggi di daerah pedesaan daripada di perkotaan, dan sebaliknya untuk ikan awetan,

telur, dan kacang-kacangan. Nilai elastisitas pendapatan ikan segar, daging ternak,

dan serealia paling tinggi pada kelompok pendapatan rendah, dan menurun pada

kelompok pendapatan yang lebih tinggi.

Sebagian besar respon permintaan pangan sumber protein hewani dan

nabati terhadap perubahan harga bersifat inelastis, kecuali untuk kelompok serealia

yang tergolong elastis. Pada umumnya respon permintaan pangan sumber protein

hewani dan nabati terhadap perubahan harga bagi rumah tangga di pedesaan lebih

elastis dibanding rumah tangga di perkotaan, sedangkan pola elastisitas harga antar

kelompok pendapatan lebih bervariasi.

Diantara satu komoditas pangan dengan komoditas pangan yang lain ada

yang mempunyai hubungan substitusi dan ada yang komplementer, namun

hubungan tersebut pada umumnya relatif lemah (kurang begitu kuat). Hanya

pengaruh perubahan harga serealia terhadap permintaan komoditas pangan lainnya

yang cukup besar, sementara pengaruh perubahan harga kelompok pangan lain

terhadap permintaan serealia sangat kecil.

Implikasi Kebijakan

Mengingat untuk sebagian besar jenis pangan sumber protein hewani dan

nabati di daerah pedesaan dan kelompok penduduk berpendapatan rendah memiliki

respon yang lebih kuat terhadap perubahan pendapatan maupun harga-harga

komoditas pangan tersebut. Oleh karena itu, prioritas kebijakan di bidang pangan

(dan gizi) perlu lebih memfokuskan pada kelompok tersebut. Mengingat pentingnya

pangan sumber protein dalam peningkatan kualitas sumberdaya manusia Indonesia,

maka perlu diupayakan jaminan ketersediaan pangan sumber protein tersebut, baik

dari segi kuantitas, kualitas, pemerataan distribusi, serta harga yang terjangkau, yang

disertai dengan penyuluhan tentang masalah gizi kepada masyarakat.

Page 19: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

17

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, M., H.P. Salim, S.H. Suhartini, Wahida, dan M.H. Sawit. 2000. Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Konsumsi Pangan Rumah Tangga. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia 1996. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Chalfant, J. 1987. A Globaly Flexible, Almost Ideal Demand System. Journal of Business and Economic Statistics 5:233-242.

Daud, L.A. 1986. Kajian Sistem Permintaan Makanan Penting di Indonesia, Suatu Penerapan Model Almost Ideal Demand System (AIDS) dengan Data Susenas 1981. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Deaton, M. 1989. Price Elasticities from Survey Data: Estimation and Indonesian Results. LSTS Working Paper No. 69. World Bank. Washington, D.C.

Deaton, M. and J. Muellbauer. 1980. An Almost Ideal Demand System. American Economis Review 70(3):312-326.

Erwidodo, B. Santoso, M. Ariani, E. Ariningsih, dan V. Siagian. 1998. Perubahan Pola Konsumsi Sumber Protein Hewani di Indonesia: Analisis Data Susenas. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor.

Harianto. 1994. An Empirical Analysis of Food Demand in Indonesia: A Cross-Sectional Study. Thesis for Doctor of Philosophy. La Trobe University. Bundoora, Victoria.

Hermanto, T. Sudaryanto, dan A. Purwoto. 1996. Pola Konsumsi dan Pendugaan Elastisitas Produk Peternakan. Dalam S. Hastiono et al. (eds.). Prosiding Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Cisarua, 7-8 Nopember 1995. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Bogor.

Khomsan, A. 2002. Budaya Minum Susu dan Peringkat SDM Kita. Kompas, 22 Mei 2002, hal. 13, kol. 1-8.

Kuntjoro, S.U. 1984. Permintaan Bahan Pangan Penting di Indonesia. Disertasi Doktor. Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Martianto, D. 1995. Konsumsi dan Permintaan Pangan Hewani di Berbagai Provinsi di Indonesia. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Moeloek, F.A. 1999. Gizi Sebagai Basis Pengembangan Sumberdaya Manusia Menuju Indonesia Sehat 2000. Dalam Pengembangan Gizi dan Pangan dari Perspektif Kemandirian Lokal. Persatuan Peminat Pangan dan Gizi dan Center for Regional Resources Development and Community Empowerment, Jakarta.

Rachman, H.P.S. 2001. Kajian Pola Konsumsi dan Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Disertasi Doktor. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rachman, H.P.S. dan Erwidodo. 1994. Kajian Sistem Permintaan Pangan di Indonesia. Jurnal Agroekonomi 15(2):72-79.

Rachmat, M. dan Erwidodo. 1993. Kajian Sistem Permintaan Pangan Utama di Indonesia. Penerapan Model Almost Ideal Demand System dengan Data Susenas 1990. Jurnal Agroekonomi 13(2):72-89.

Saliem, H.P.S. 2002. Analisis Permintaan Pangan di Kawasan Timur Indonesia. Jurnal Agro Ekonomi 20(2):64-91.

Soehadji. 1994. Tanggapan dan Pembahasan Makalah Prof. Dr. Michael Crawford, Prof. Dr. Boedhi-Darmojo, dan Prof Dr. Soekirman. Dalam M.A. Rifai et al. (eds.). Risalah

Page 20: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

18

Widyakarya Pangan dan Gizi V. Jakarta, 20-22 April 1993. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Sumarno, I., S. Latinulu, dan E. Saraswati. 1997. Pola Konsumsi Makanan Rumah Tangga Indonesia. Gizi Indonesia 22: 39-61.

Timmer, C.P. and H. Alderman. 1979. Estimating Consumption Parameters for Food Policy Analysis. American Journal of Agricultural Economics 61(5):982-987.

Warr, P. 1999. Indonesia’s Crisis and the Agricultural Sector. In P. Simatupang et al. (eds.). Seminar Proceeding on Indonesia’s Economic Crisis Effects on Agriculture and Policy Responses. Center for Agro-Socio Economic Research, Bogor.

Page 21: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

19

Lampiran 1. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati di Jawa, Tahun 1999

Harga Kelompok pangan

Konstanta

Penge- luaran Ikan

segar Ikan

awetan Daging ternak

Daging unggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ukuran RT

Pend. isteri

Ikan segar -0,0856 0,0309 0,0121 0,0206 -0,0005* -0,0078 -0,0047 -0,00342 -0,0058 -0,0105 0,0321 0,0321Ikan awetan -0,01722 0,0155 0,0206 0,0134 -0,0006* 0,0050 0,0064 0,00242 -0,0138 -0,0335 0,0013* -0,0151 Dgg. ternak 0,0760 -0,0230 -0,0005* -0,0006* 0,0148 -0,0087 -0,0072 -0,0075 -0,0097 0,0195 -0,0083 0,0222 Dgg. unggas 0,1032 -0,0213 -0,0078 0,0050 -0,0087 0,00592 -0,0160 -0,0099 -0,0005* 0,0321 -0,0064* 0,0295 Telur 0,1531 -0,0253 -0,0078 0,0064 -0,0072 -0,0160 0,0094 -0,0106 0,00312 0,0196 -0,0145 0,0163 Susu 0,1702 -0,0581 -0,0047 0,00242 -0,0075 -0,0099 -0,0106 0,0084 -0,0114 0,0319 -0,0182 0,0294 Kacang2an 0,3163 -0,0678 -0,0058 -0,0138 -0,0097 -0,0005* 0,00312 -0,0114 0,0272 0,0109 -0,0077* -0,0083 Serealia 0,2839 0,1490 -0,0105 -0,0335 0,0195 0,0321 0,0196 0,0319 0,0109 -0,0700 0,02162 -0,1061

Lampiran 2. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati di Daerah Perkotaan Jawa, Tahun 1999

Harga

Kelompok pangan

Konstanta

Penge- luaran Ikan

segar Ikan

awetan Daging ternak

Daging unggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ukuran RT

Pend. isteri

Ikan segar -0,0782 0,0383 0,0419 0,0208 -0,0002* -0,0093 -0,0086 -0,0005* -0,0056* -0,0385 -0,0030* 0,0392 Ikan awetan -0,0389 0,0264 0,0208 0,0140 -0,0060 0,0012* 0,0064 0,00371 -0,0125 -0,0275 0,0039* -0,0139 Dgg. ternak 0,0620 -0,0160 -0,0002* -0,0060 -0,0257 -0,0039* -0,0035* -0,0107 -0,0132 0,0119 -0,0242 0,0315 Dgg. unggas 0,1204 -0,0252 -0,0093 -0,0012* -0,0039* 0,01041 -0,0219 -0,0132 -0,0006* 0,0373 -0,0167 0,0378 Telur 0,1359 -0,0184 -0,0086 0,0064 -0,0035* -0,0219 0,0031* -0,0054 0,0088 0,0211 -0,0156 0,0190 Susu 0,2569 -0,0906 -0,0005* 0,00371 -0,0107 -0,0132 -0,0054 0,0141 -0,0145 0,0265 -0,0421 0,0354 Kacang2an 0,2314 -0,0179 -0,0056* -0,0125 -0,0132 -0,0006* 0,0088 -0,0145 0,0187 0,0189 -0,0019* -0,0174 Serealia 0,3104 0,1035 -0,0385 -0,0275 0,0119 0,0373 0,0211 0,0265 0,0189 -0,0496 0,0997 -0,1315

Keterangan: 1 taraf nyata 5%, 2 taraf nyata 10%, * tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1%

Page 22: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

20

Lampiran 3. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati di Daerah Pedesaan Jawa, Tahun 1999

Harga

Kelompok pangan

Konstanta

Penge- luaran Ikan

segar Ikan

awetan Daging ternak

Daging unggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ukuran RT

Pend. isteri

Ikan segar -0,1329 0,0588 -0,0040 0,0163 -0,00342 -0,0039* 0,0001* -0,00282 -0,0003* -0,0020* 0,0436 0,00552

Ikan awetan 0,0140* 0,0026* 0,0163 0,0178 0,0015* 0,0036* 0,0026* -0,0014* -0,0126 -0,0277 0,0021* -0,0086 Dgg. ternak 0,0733 -0,0170 -0,00342 0,0015* 0,0063 -0,0080 -0,0080 -0,0041 -0,0052 0,0209 -0,0047* 0,0093 Dgg. unggas 0,0600 -0,0119 -0,0039* 0,0036* -0,0080 0,0044* -0,0103 -0,0019* -0,0029* 0,0190 -0,0005* 0,0205 Telur 0,1589 -0,0253 0,0001* 0,0026* -0,0080 -0,0103 0,01012 -0,0080 -0,0036* 0,0171 -0,0210 0,0110 Susu 0,0571 -0,0241 -0,00282 -0,0014* -0,0041 -0,0019* -0,0080 0,0055 -0,0052 0,0180 0,00752 0,0159 Kacang2an 0,3973 -0,1055 -0,0003* -0,0126 -0,0052 -0,0029* -0,0036* -0,0052 0,0257 0,0040* -0,0249 -0,0003*Serealia 0,3723 0,1224 -0,0020* -0,0277 0,0209 0,0190 0,0171 0,0180 0,0040* -0,0494 -0,0022 -0,0533

Lampiran 4. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati pada Kelompok Pendapatan Rendah di Jawa, Tahun 1999

Harga

Kelompok pangan

Konstanta

Penge- luaran Ikan

segar Ikan

awetan Daging ternak

Daging unggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ukuran RT

Pend. isteri

Ikan segar -0,1018 0,0359 -0,00842 0,0125 0,0024* 0,0013* -0,0004* 0,0003* 0,0046* -0,01232 0,0447 -0,00682

Ikan awetan 0,0587 -0,01022 0,0125 0,00642 -0,0012* 0,00542 0,0060 -0,0017* -0,0111 -0,0162 -0,0012* -0,0091 Dgg. ternak 0,0330 -0,0151 0,0024* -0,0012* 0,00352 -0,00412 -0,0020* -0,0013* -0,0013* 0,0040* 0,0094 0,0045 Dgg. unggas 0,0585 -0,0238 0,0013* 0,00542 -0,00412 0,00862 -0,0131 0,0005* 0,0031* -0,0016* 0,0008* 0,0133 Telur 0,1561 -0,0323 -0,0004* 0,0060 -0,0020* -0,0131 0,01072 -0,0052 -0,0007* 0,0047* -0,0234 0,0097 Susu 0,0372 -0,0257 0,0003* -0,0017* -0,0013* 0,0005* -0,0052 0,0060 0,0265 0,00612 0,0162 0,0091 Kacang2an 0,3357 -0,0969 0,0046* -0,0111 -0,0013* 0,0031* -0,0007* -0,0047 0,0265 -0,0164 -0,01782 0,0033*Serealia 0,4225 0,1681 -0,01232 -0,0162 0,0040* -0,0016* 0,0047* 0,00612 -0,0164 0,0317 -0,02872 -0,0239

Keterangan: 1 taraf nyata 5%, 2 taraf nyata 10%, * tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1%

Page 23: ICASERD WORKING PAPER No - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/WP_56_2004.pdf · adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 1999 yang

21

Lampiran 5. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati pada Kelompok Pendapatan Sedang di Jawa, Tahun 1999

Harga Kelompok

pangan Konstanta

Penge- luaran Ikan

segar Ikan

awetan Daging ternak

Daging unggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ukuran RT

Pend. isteri

Ikan segar -0,1177 0,0318 0,0237 0,0155 0,0018* -0,0028* 0,0046* 0,0008* -0,0030* -0,0407 0,0500 0,0122 Ikan awetan -0,0655 0,0412 0,0155 0,0230 -0,0013* -0,0018* 0,00442 -0,00342 -0,0099 -0,0263 0,0062* -0,0130 Dgg. ternak 0,1247 -0,0466 0,0018* -0,0013* 0,0212 -0,0018* -0,00492 -0,0057 -0,0137 0,0044* -0,0145 0,0104 Dgg. unggas 0,0980 -0,0275 -0,0028* -0,0018* -0,0018* 0,0055* -0,00842 -0,0013* -0,0041* 0,0148 -0,0092* 0,0235 Telur 0,1125 -0,0188 0,0046* 0,00442 -0,00492 -0,00842 -0,0091* -0,0023* 0,00492 0,01082 -0,0071* 0,0149 Susu 0,1588 -0,0670 0,0008* -0,00342 -0,0057 -0,0013* -0,0023* 0,0110 -0,0132 0,0141 -0,0019* 0,0160 Kacang2an 0,3626 -0,0787 -0,0030* -0,0099 -0,0137 -0,0041* 0,00492 -0,0132 0,0229 0,0161 -0,0143* -0,00792

Serealia 0,3266 0,1656 -0,0407 -0,0263 0,0044* 0,0148 0,01082 0,0141 0,0161 0,0069* -0,0089* -0,0562

Lampiran 6. Dugaan Parameter Model LA/AIDS Permintaan Pangan Sumber Protein Hewani dan Nabati pada Kelompok Pendapatan Tinggi di Jawa, Tahun 1999

Harga Kelompok

pangan Konstanta

Penge- luaran Ikan

segar Ikan

awetan Daging ternak

Daging unggas

Telur

Susu

Kacang2

an Serealia

Ukuran RT

Pend. isteri

Ikan segar -0,0366* 0,0275 0,0819 0,0236 -0,01072 -0,0174 -0,0200 -0,0043* -0,0140 -0,0391 0,0088* 0,0363 Ikan awetan -0,0181* 0,0247 0,0236 0,0141 -0,00472 0,0002* 0,00542 0,0042* -0,0147 -0,0281 0,0045* -0,0259 Dgg. ternak -0,0038* 0,0025* -0,01072 -0,00472 0,0410 -0,0055* -0,0046* -0,0039* -0,0133 0,0016* -0,0387 0,0480 Dgg. unggas 0,0810 -0,01481 -0,0174 0,0002* 0,0055* 0,0342 -0,0177 -0,0163 -0,0045* 0,0269 -0,0055* 0,0378 Telur 0,1480 -0,0247 -0,0200 0,00542 -0,0046* -0,0177 0,0340 -0,0121 0,0009* 0,0141 -0,0053* 0,0125 Susu 0,2391 -0,0954 -0,0043* 0,0042* -0,0039* -0,0163 -0,0121 0,0285 -0,0021* 0,0059* -0,0639 0,0569 Kacang2an 0,2000 -0,0068* -0,0140 -0,0147 -0,0133 -0,0045* 0,0009* -0,0021* 0,01162 0,0362 -0,0037* -0,0164 Serealia 0,3905 0,0870 -0,0391 -0,0281 0,0016* 0,0269 0,0141 0,0059* 0,0362 -0,0176* 0,1038 -0,1492

Keterangan: 1 taraf nyata 5%, 2 taraf nyata 10%, * tidak nyata, tanpa catatan: taraf nyata 1%