Visi dan Arah Pemb Pert -...

29
V VI I - -1 1 VISI DAN ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG 2005 – 2025 I. PENDAHULAUN Walaupun peran sektor pertanian dalam memacu pertumbuhan ekonomi nasional tidak sebesar sektor industri, namun peran sektor pertanian harus dilihat lebih luas terutama dalam konteks mendistribusikan hasil-hasil pembangunan utamanya kepada masyarakat miskin di wilayah pedesaan, sehingga sektor pertanian tetap dipandang sebagai sektor strategis dalam pembangunan nasional. Ada lima peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional yaitu (a) sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk perdesaan sekaligus sebagai penyedia tenaga kerja bagi sektor non-pertanian; (b) sebagai penghasil pangan bagi penduduk yang jumlahnya terus bertambah; (c) sebagai pemacu proses industrialisasi; (d) sebagai penyumbang devisa negara; (e) sebagai pasar bagi produk dan jasa sektor non-pertanian. Walupun peran tersebut sangat besar, namun hingga kini perhatian pemerintah terhadap pengembangan sektor pertanian masih dinilai tidak sebanding dengan peran yang diembannya. Dalam jangka panjang (2005-2025) diharapkan perhatian pemerintah terhadap sektor pertanian makin meningkat, sehingga pada akhir tahun 2025 sektor pertanian menjadi fondasi yang kuat dalam pembentukan struktur perekonomian nasional menuju tinggal landas. Kegagalan pemerintah dalam menempatkan sektor pertanian sebagai fondasi yang kokoh dalam struktur perekonomian nasional akan menghilangkan kesempatan bangsa ini menuju struktur perekonomian nasional yang kokoh dan lentur terhadap gejolak eksternal. Tak satupun negara di dunia dapat maju dan kokoh struktur perekonomiannya tanpa ditopang oleh sektor pertanian yang kuat. Oleh karena itu sasaran akhir pembangunan pertanian jangka panjang adalah menempatkan sektor pertanian sebagai fondasi struktur perekonomian yang kokoh dan lentur terhadap pengaruh eksternal. II. LINGKUNGAN STRATEGIS Lingkungan strategis pada tingkat internasional yang paling dominan dalam mendorong perubahan struktur perekonomian dan tatanan masyarakat dunia dalam

Transcript of Visi dan Arah Pemb Pert -...

Page 1: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--11

VISI DAN ARAH PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG 2005 – 2025

I. PENDAHULAUN

Walaupun peran sektor pertanian dalam memacu pertumbuhan ekonomi

nasional tidak sebesar sektor industri, namun peran sektor pertanian harus dilihat

lebih luas terutama dalam konteks mendistribusikan hasil-hasil pembangunan

utamanya kepada masyarakat miskin di wilayah pedesaan, sehingga sektor

pertanian tetap dipandang sebagai sektor strategis dalam pembangunan nasional.

Ada lima peran sektor pertanian dalam pembangunan nasional yaitu (a)

sebagai sumber pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk perdesaan

sekaligus sebagai penyedia tenaga kerja bagi sektor non-pertanian; (b) sebagai

penghasil pangan bagi penduduk yang jumlahnya terus bertambah; (c) sebagai

pemacu proses industrialisasi; (d) sebagai penyumbang devisa negara; (e)

sebagai pasar bagi produk dan jasa sektor non-pertanian. Walupun peran tersebut

sangat besar, namun hingga kini perhatian pemerintah terhadap pengembangan

sektor pertanian masih dinilai tidak sebanding dengan peran yang diembannya.

Dalam jangka panjang (2005-2025) diharapkan perhatian pemerintah terhadap

sektor pertanian makin meningkat, sehingga pada akhir tahun 2025 sektor

pertanian menjadi fondasi yang kuat dalam pembentukan struktur perekonomian

nasional menuju tinggal landas. Kegagalan pemerintah dalam menempatkan

sektor pertanian sebagai fondasi yang kokoh dalam struktur perekonomian

nasional akan menghilangkan kesempatan bangsa ini menuju struktur

perekonomian nasional yang kokoh dan lentur terhadap gejolak eksternal. Tak

satupun negara di dunia dapat maju dan kokoh struktur perekonomiannya tanpa

ditopang oleh sektor pertanian yang kuat. Oleh karena itu sasaran akhir

pembangunan pertanian jangka panjang adalah menempatkan sektor pertanian

sebagai fondasi struktur perekonomian yang kokoh dan lentur terhadap pengaruh

eksternal.

II. LINGKUNGAN STRATEGIS

Lingkungan strategis pada tingkat internasional yang paling dominan dalam

mendorong perubahan struktur perekonomian dan tatanan masyarakat dunia dalam

Page 2: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--22

jangka panjang 20 tahun ke depan yang mempengaruhi arah dan sasaran

pembangunan pertanian ialah: (a) liberalisasi pasar global dan ketidakadilan

perdagangan internasional; (b) perubahan sistem dan manajemen produksi; (c)

perhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

(Millenium Development Goals); dan (d) kemajuan pesat dalam penemuan dan

pemanfaatan teknologi tinggi. Dilain pihak, lingkungan strategis tingkat nasional

yang dominan mempengaruhi perubahan struktur perekonomian dan tatanan

masyarakat Indonesia serta diperkirakan sangat berpengaruh terhadap arah dan

sasaran pembangunan pertanian di masa mendatang adalah: (a) dinamika

permintaan pangan dan bahan baku; (b) kelangkaan dan degradasi kualitas SDA

(lahan, air); dan (c) manajemen pembangunan : otonomi daerah dan partisipasi

masyarakat.

A. Internasional

1. Liberalisasi Pasar Global dan Ketidakadilan Perdagangan Internasional

Indonesia sebagai suatu negara yang turut meratifikasi perjanjian General

on Tariff and Trade dan World Trade Organization (GATT/WTO) tahun 1995, telah

mengurangi seluruh tarif bea masuk komoditi pertanian dan mengurangi semua

subsidi kepada petani. Komitmen menghilangkan kebijakan ekonomi dan

perdagangan yang dapat menimbulkan distortif pasar ternyata tidak dilaksanakan

oleh semua negara, sehingga petani Indonesia dihadapkan pada persaingan yang

tidak adil dengan petani dari negara lain yang dengan mudah mendapat

perlindungan tarif dan non tarif serta subsidi langsung dan tidak langsung. Oleh

karena itu, ke depan pemerintah masih harus menerapkan kebijakan proteksi

sekaligus promosi terhadap produk-produk pertanian strategis, seperti beras dan

gula. Kebijakan proteksi yang dapat dilakukan antara lain penetapan tarif impor

dan pengaturan impor, sedangkan untuk kebijakan promosi pemerintah dapat

memberikan subsidi sarana produksi, subsidi harga output maupun subsidi bunga

kredit untuk modal usahatani. Pada akhir tahun 2025 diharapkan seluruh bentuk

proteksi ditiadakan seiring dengan mantapnya daya saing produk pertanian.

Selain hal di atas, pembentukan ekonomi kawasan seperti North American

Free Trade Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade Area

(AFTA) dan yang lebih luas lagi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) perlu

mendapat perhatian karena akan dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi baru

Page 3: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--33

yang bukan lagi dalam hubungan antar negara namun dalam cakupan yang lebih

luas lagi yaitu antar kawasan/regional. Ketimpangan antar kawasan ini dapat

terjadi karena adanya proses pematangan kawasan ekonomi yang berbeda satu

dengan lainnya. Salah satu kawasan ekonomi yang diperkirakan akan sangat kuat

adalah Uni Eropa (European Union). Kawasan ini sudah mencapai suatu tahapan

penyatuan mata uang (mata uang tunggal Euro), yaitu suatu tahapan yang paling

maju dalam implementasi integrasi ekonomi. Kondisi ini akan semakin menyulitkan

ekspor produk pertanian Indonesia dan negara-negara lain di luar Eropa, karena

sudah pasti akan mendapat perlakukan yang berbeda (peraturan ekspor-impor

yang sangat ketat) dengan negara-negara yang berada di kawasan yang sama.

Untuk menghadapi masalah ini, Indonesia harus mulai mengembangkan produk

pertanian olahan dan mengutamakan pangsa pasar dalam negeri yang potensinya

juga sangat besar. Selain itu, pemerintah perlu mengembangkan kerjasama

perdagangan regional yang bersifat saling mengungtungkan untuk mendapatkan

manfaat skala perdagangan.

2. Perubahan Sistem dan Manajemen Produksi

Pada awal abad XXI diperkirakan akan terjadi perubahan radikal dalam

struktur pasar dan kesempatan kerja yang berimplikasi pada pembentukan pasar

baru, yaitu : (1) pada saat itu, kebutuhan dasar manusia telah tercukupi dan

selera manusia bergeser pada kebutuhan sekunder dan tersier, sehingga

kecenderungan ke depan, pasar jasa akan berkembang lebih cepat dibanding

pasar barang; (2) pendapatan masyarakat makin tinggi dan lebih mengutamakan

aktualisasi kepuasannya, sehingga segmentasi pasar makin mengarah pada

kelompok individu yang makin kecil; dan (3) terjadi pergeseran permintaan antar

individu dalam pasar barang dan jasa yang sama.

Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan untuk memperoleh pangsa

pasar, para pelaku usaha mengembangkan strategi pengelolaan rantai pasokan

(Supply Chain Management, SCM) yang mengintegrasikan para pelaku dari

semua segmen rantai pasokan secara vertikal ke dalam usaha bersama

berlandaskan kesepakatan dan standarisasi proses dan produk yang bersifat

spesifik untuk setiap rantai pasokan. Kunci daya saing produk antar rantai

pasokan itu adalah efisiensi pada setiap segmen rantai pasokan dan keterkaitan

fungsional antar segmen dalam memelihara konsistensi setiap pelaku dalam

memenuhi kesepakatan dan standar yang digunakan. Untuk menciptakan hal

Page 4: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--44

tersebut diperlukan selain integrasi vertikal antar segmen rantai pasokan juga

integrasi horizontal antar pelaku dalam satu segmen, misalnya integrasi diantara

para produsen, diantara para distributor, dan diantara para pengumpul di dalam

satu rantai pasokan yang sama. Oleh karena itu, pembangunan sektor pertanian

dalam 20 tahun ke depan di arahkan untuk mengembangkan keharmonisan usaha

mulai dari hulu sampai hilir dalam bentuk koordinasi yang sinergis antar pelaku

usaha agribisnis.

3. Perhatian pada Perwujudan Ketahanan Pangan dan Pengentasan

Kemiskinan (Millenium Development Goals)

Pada tahun 1996, melalui pertemuan World Food Summit (WFS), dunia

telah bersepakat untuk mewujudkan ketahanan pangan bagi setiap orang dan

menghapuskan penduduk yang kelaparan di seluruh negara. Sasaran

kuantitatifnya adalah mengurangi jumlah penduduk rawan pangan menjadi

setengahnya paling lambat tahun 2015. karena jumlah rawan pangan di dunia

tahun 1996 diperkirakan sekitar 800 juta jiwa, maka sasaran pengurangannya

sebesar 400 juta jiwa selama 20 tahun, atau rata-rata 20 juta jiwa per tahun. Pada

tahun 2002, melalui pertemuan yang sama di Roma, dunia kembali mempertegas

dan memperbarui tekad komitmen global yang dibuat dalam Deklarasi Roma

1996. Karena kinerja pencapaian sasaran dalam lima tahun pertama tidak

memuaskan, maka pertemuan WFS 2002 memutuskan untuk meningkatkan

sasaran pengurangan penduduk rawan pangan sejak tahun 2002 menjadi rata-

rata sekitar 22 juta jiwa per tahun.

Salah satu komitmen penting dalam Deklarasi Roma 2002 adalah

penegasan pentingnya pembangunan pertanian dan pedesaan dalam mengikis

kelaparan dan kemiskinan. Dunia menyadari bahwa pembangunan pertanian dan

pedesaan mempunyai peran kunci dalam pemantapan ketahanan pangan, karena

70 persen penduduk miskin dunia hidup di pedesaan dan mengandalkan sumber

penghidupannya dari sektor pertanian. Gambaran kondisi ini ternyata sangat

relevan dengan Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa

pada puncak krisis ekonomi tahun 1998, jumlah penduduk miskin hampir

mencapai 50 juta jiwa dan sekitar 64,4 persen tinggal di pedesaan. Pada tahun

1999, saat ekonomi menuju pemulihan, jumlah penduduk miskin turun menjadi

sekitar 37 juta jiwa dan sekitar 66,8 persen tinggal di pedesaan. Oleh karena itu,

tepat sekali argumen yang menyatakan bahwa pengentasan kemiskinan dan

Page 5: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--55

pengikisan kelaparan hanya dapat dilakukan melalui pembangunan pertanian dan

pedesaan yang berkelanjutan, yang dapat meningkatkan produktivitas pertanian,

produksi pangan dan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, pada akhir tahun

2025 diharapkan tidak lagi dijumpai insiden kemiskinan dan rawan pangan di

wilayah pedesaan.

4. Kemajuan Pesat dalam Penemuan dan Pemanfaatan Teknologi Tinggi

Kemajuan pesat terjadi di bidang bioteknologi tanaman dan hewan yang

didukung dengan kemajuan ilmu biologi molekuler dan berbagai ilmu

pendukungnya. Pemetaan genom berbagai organisme, keberhasilan transformasi

dan regenerasi organisme hasil rekayasa genetik (genetically modified organism/

GMO) membuka peluang bagi pengembangan industri berbasis sumberdaya

hayati. Penggunaan GMO dalam kaitan dengan keamanan pangan dan keamanan

hayati masih kontroversial. Namun arah pengembangan teknologi pertanian

menuju pada intensitas penggunaan bioteknologi yang makin tinggi. Oleh karena

itu, perlu diupayakan untuk mengembangkan bioteknogi secara konsisten dalam

bidang pertanian.

Secara umum posisi status teknologi Indonesia pada beberapa komoditas

pertanian masih relatif tertinggal dibandingkan dengan negara di kawasan

ASEAN. Untuk padi dan unggas Indonesia lebih unggul dibanding dengan negara-

negara di Asia Tenggara maupun Asia Tengah. Namun demikian untuk komoditas

perkebunan relatif tertinggal dari Malaysia dan hortikultura tertinggal dari Thailand.

Untuk produk olahan pangan, produk Indonesia relatif tertinggal dibanding dengan

Thailand dan Vietnam. Hal tersebut karena adanya perhatian pemerintah yang

bersangkutan yang lebih konsisten dalam membangun rantai agribisnis komoditas

dari hulu ke hilir sampai dengan kemudahan dalam pemasaran produk segar

maupun olahannya. Ke depan, perhatian pemerintah perlu ditekankan pada

pengembangan teknologi pertanian yang masih tertinggal dan dalam jangka

panjang produk unggulan pertanian sudah mempunyai daya saing yang tinggi baik

di pasar domestik maupun di pasar internasional.

B. Nasional

1. Dinamika Permintaan Pangan dan Bahan Baku

Dinamika penduduk Indonesia ditinjau dari kualitas, pasar tenga kerja, tingkat

pendidikan, mobilitas, dan aspek gender tentu akan sangat berpengaruh terhadap

Page 6: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--66

keragaan pembangunan pertanian di masa mendatang. Dalam kaitan ini paling tidak

ada 3 (tiga) aspek yang perlu mendapat perhatian lebih yaitu: (a) meningkatnya

permintaan terhadap produk-produk pertanian, baik dalam jumlah kualitas, dan

keragamannya, (b) meningkatnya ketersediaan tenaga kerja, dan (c) meningkatnya

tekanan permintaan terhadap lahan untuk penggunaan non-pertanian (pemukiman,

tapak industri, infrastruktur ekonomi). Meningkatnya permintaan terhadap produk-

produk pertanian dapat dipandang sebagai suatu peluang sekaligus sebagai

tantangan pembangunan pertanian. Peningkatan permintaan mengandung arti

tersedianya pasar bagi produk-produk pertanian. Di sisi lain, peningkatan permintaan

produk permintaan akan menimbulkan tekanan yang lebih besar untuk memacu

peningkatan produksi. Dalam kaitan ini, sasaran pada akhir tahun 2025 semua

kebutuhan pangan dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri.

Walau melimpahnya ketersediaan tenaga kerja di pedesaan kondusif bagi

pertumbuhan sektor pertanian, namun di sisi lain merupakan beban bagi sektor

pertanian karena pendapatan buruh tani dan produktivitas tenaga kerja sektor

pertanian semakin sulit ditingkatkan. Selain itu, melimpahnya tenaga kerja di sektor

pertanian justru menciptakan persoalan baru yaitu terjadinya fragmentasi lahan

dan menurunnya luas penguasaan lahan per rumah tangga yang akan melahirkan

lebih banyak kemiskinan di sektor pertanian untuk masa yang akan datang.

Sebagai akibatnya ialah penduduk miskin di sekor pertanian akan melimpah pula.

Diperkirakan dalam jangka waktu 10 tahun ke depan penduduk pedesaan

mencapai 131 juta sedikit lebih rendah dibanding penduduk perkotaan yang

mencapai 133 juta. Kesenjangan perekonomian pedesaan dan perkotaan masih

tetap tinggi, sehingga penduduk miskin di pedesaan tetap lebih banyak dibanding

perkotaan. Perkiraan ini menunjukkan perlunya pergeseran nyata dalam hal

penanganan masalah kemiskinan, ketidaktahanan pangan dan malnutrisi dari

pedesaan. Kondisi ini memberikan pemahaman kepada kita bahwa penanganan

masalah kemiskinan dan ketahanan pangan dalam lima tahun ke depan tetap

menjadi prioritas utama.

2. Kelangkaan dan Degradasi Kualitas SDA (Lahan, Air)

Ada dua permasalahan mendasar yang dihadapi pemerintah berkaitan

dengan masalah konversi lahan. Pertama, sangat timpangnya land rent antar

wilayah (Jawa vs Luar Jawa; kota vs desa; sawah vs lahan kering), yang

menyebabkan konversi lahan pertanian menjadi terkonsentrasi di Jawa, di lahan

Page 7: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--77

sawah dan di perkotaan. Kedua, tingginya laju urbanisasi. Meningkatnya

permintaan lahan akibat pertumbuhan penduduk selain menyebabkan penurunan

luas baku lahan pertanian juga meningkatnya intensitas usahatani di daerah airan

sungai (DAS) hulu. Penurunan luas baku lahan pertanian, khususnya lahan

sawah, yang telah berlangsung sejak paruh kedua dekade 1980-an, saat ini

cenderung semakin besar seiring dengan peningkatan konversi ke non pertanian,

khususnya di pulau Jawa. Pada beberapa tahun terakhir, luas baku lahan sawah

di luar Jawa juga telah mengalami penurunan pula.

Dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan pangan juga meningkat.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan telah dilakukan intensifikasi dan

ekstensifikasi lahan pertanian pangan. Salah satu dampak dari ekstensifikasi

antara lain adalah penggundulan hutan. Luas hutan Indonesia telah mengalami

penurunan dari 65 persen dari total dataran pada tahun 1985 menjadi hanya 47

persen pada tahun 2000. Sementara itu di Pulau Jawa, konversi lahan sawah

irigasi menjadi pemukiman dan tapak industri juga terus berlangsung dengan

akselerasi yang makin meningkat. Dampak dari penggundulan hutan dan konversi

lahan tersebut antara lain berubahnya iklim secara global, erosi, banjir dan

kekeringan.

Penurunan luas baku sawah di daerah hilir pada kondisi jumlah petani

tetap bahkan bertambah mendorong peningkatan intensitas usahatani di daerah

hulu yang berakibat pada penurunan kualitas DAS. Penurunan kualitas DAS

menyebabkan efisiensi saluran irigasi menurun dan saat ini penurunan efisiensi

saluran irigasi tersebut makin bertambah karena kurangnya pemeliharaan dan

rehabilitasi yang disebabkan terbatasnya dana pemerintah. Penurunan efisiensi

saluran irigasi menyebabkan melambatnya perkembangan produktivitas pangan di

lahan sawah. Perpaduan antara penurunan luas baku lahan dan efisiensi saluran

irigasi menyebabkan kapasitas produksi pangan nasional mengalami penurunan.

3. Manajemen Pembangunan: Otonomi Daerah dan Partisipasi Masyarakat

a. Otonomi Daerah

Seiring dengan pelaksanaan era otonomi daerah yang telah dimulai sejak

tahun 2001, telah terjadi beberapa perubahan penting yang berkaitan dengan

peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah yang sebelumnya sangat

dominan, saat ini berubah menjadi fasilitator, stimulator atau promotor

pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian pada era otonomi daerah akan

Page 8: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--88

lebih mengandalkan kreativitas rakyat di setiap daerah. Selain itu, proses

perumusan kebijakan juga akan berubah dari pola top down dan sentralistik

menjadi pola bottom up dan desentralistik. Perencanaan dan pelaksanaan

program pembangunan akan lebih banyak dilakukan oleh pemerintah daerah.

Pemerintah pusat hanya akan menangani aspek-aspek pembangunan pertanian

yang tidak efektif dan efisien ditangani oleh pemerintah daerah atau menangani

aspek-aspek pembangunan pertanian yang mencakup kepentingan beberapa

daerah dan nasional. Dengan format lembaga pemerintah yang demikian maka

pengelolaan ketahanan pangan (food security) akan semakin kompleks. Oleh

karena berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, masalah ketahanan pangan

nasional mestinya tetap menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Pada akhir

tahun 2025, manajemen ketahanan pangan nasional diharapkan semakin mantap

dan mandiri.

b. Partisipasi Masyarakat

Tuntutan jaman menghendaki pergeseran peranan masyarakat yang lebih

dominan daripada pemerintah. Dengan demikian, reformasi total menuntut

perlunya segera melaksanakan rekonstruksi kelembagaan pemerintahan publik

berdasarkan prinsip good governance dengan tiga karakteristik utama, yaitu

credibility, accountability, dan transparency. Kebijakan pembangunan dirancang

secara transparan dan melalui debat publik, dilaksanakan secara transparan pula

dan diawasi oleh publik, sedangkan pejabat pelaksana bertanggung jawab penuh

atas keberhasilan dari kebijakan tersebut. Dengan begitu, kebijakan

pembangunan akan lebih berorientasi pada kepentingan masyarakat banyak

(demokratis) dan praktek kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) menjadi semakin

sulit dilakukan. Demokratisasi kebijakan pembangunan dan pencegahan KKN

melalui good governance sangat bermanfaat untuk meminimalkan biaya ekonomi

tinggi (high-cost economy) dan distorsi pasar (monopoli dan monopsoni) akibat

kesalahan kebijakan. Dengan demikian, perekonomian akan lebih efisien dan

pertumbuhan kegiatan bisnis berdasarkan pada keunggulan kompetitif riilnya,

bukan karena proteksi atau dukungan pemerintah.

c. Perkembangan IPTEK Nasional

Sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan IPTEK yang

dituangkan dalam UU No. 18/2002, menimbulkan paradigma baru bagi penelitian

Page 9: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--99

pengkajian dan pengembangan serta diseminasi hasil-hasil penelitian, karena: (a)

memberikan landasan hukum bagi pertumbuhan kemampuan semua unsur

kelembagaan dalam penguasaan, pemajuan dan pemanfaatan IPTEK, (b)

mendorong pertumbuhan dan pendayagunaan IPTEK secara lebih efektif, (c)

menggalakkan pembentukan jaringan kerjasama antar semua unsur kelembagaan

IPTEK secara sinergis sehingga kapasitas dan kemampuannya lebih optimal, (d)

mengikat semua pihak pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat

untuk berperan serta secara aktif dalam pengembangan dan pendayagunaan

IPTEK. Paradigma baru yang timbul akibat dari UU No. 18/2002, adalah: a)

kerjasama penelitian dan pengembangan antara lembaga tingkat pusat dan

lembaga tingkat daerah digalakkan, b) kerjasama penelitian dan pengembangan

antara lembaga publik dan lembaga swasta dirangsang, c) kerjasama penelitian

dan pengembangan antara lembaga nasional dan internasional diberi peluang

lebih besar.

Sistem IPTEK nasional menjadi peluang bagi Departemen Pertanian untuk

secara sungguh-sungguh membangun sistem IPTEK Pertanian mulai dari hulu

(penelitian dasar dan teknologi generik) sampai hilir (pengkajian teknologi spesifik

lokasi dan diseminasi penelitian kepada petani) secara efisien. Efisiensi sistem

IPTEK di sektor pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi program litbang

pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program litbang pertanian

dengan lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi sistem IPTEK pertanian ini

perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang mampu menghasilkan

peneliti yang berkemampuan (competent) dan (credible). Juga perlu dibangun

kembali sistem penyuluhan petani yang lebih efektif dan efisien. Pada akhir tahun

2025, diharapkan tercipta sistem inovasi pertanian yang efisien dan mantap.

III. MASALAH DAN TANTANGAN

1. Kelangkaan Sumberdaya Lahan dan Air

a. Sumberdaya Lahan

Faktor utama penentu kapasitas produksi pertanian adalah lahan dan air.

Luas lahan yang sesuai untuk usaha pertanian baik tanaman pangan dan

hortikultura maupun tanaman tahunan/perkebunan 100,8 juta ha dan telah

dimanfaatkan 68,8 juta ha, sehingga sisa yang belum dimanfaatkan 32 juta ha.

Page 10: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1100

Selain itu, terdapat potensi lahan untuk usaha pertanian berupa lahan terlantar

11,5 juta ha dan pekarangan 5,4 juta ha belum termasuk lahan gambut dan lebak

yang potensinya cukup besar.

Sebagian besar lahan yang belum dimanfaatkan berlokasi di luar Jawa.

Untuk pertanian lahan basah (pangan semusim) terdapat di Papua, Sumatera dan

Kalimantan, sedangkan untuk pertanian lahan kering (tanaman semusim) terluas

terdapat di Sumatera dan Kalimantan. Untuk tanaman tahunan/perkebunan lahan

kering terluas terdapat di Sumatera, Kalimantan dan Papua, sedangkan di Jawa

pemanfaatan lahan sudah melampui ketersediaannya (over utilization). Selain

over utilization, lahan di Jawa mengalami pengurangan akibat konversi ke

penggunaan non pertanian dengan laju yang makin tinggi. Pada periode tahun

1981-1999, terjadi konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian seluas

1.627.514 ha dan sekitar 1 juta ha di antaranya terjadi di Jawa.

Tingkat kesuburan lahan di Jawa jauh lebih tinggi dibanding di Luar Jawa,

selain itu kondisi infrastruktur lahan di Jawa lebih mapan dibanding Luar Jawa.

Oleh karena itu, dalam rangka memantapkan kapasitas produksi pangan nasional,

maka dalam jangka panjang lahan-lahan produktif di Jawa seperti lahan sawah

tetap perlu dipertahankan sebagai lahan pertanian dan diupayakan agar konversi

lahan tersebut dapat dicegah.

Kondisi lahan di Jawa makin memprihatinkan karena penguasaan lahan oleh

petani yang sempit tidak mampu mencapai skala usaha yang ekonomis, sehingga

usaha pertanian di Jawa menghadapi ancaman stagnasi. Hasil penelitian

PATANAS (2000) menunjukkan bahwa di Jawa, sekitar 88 persen rumah tangga

petani menguasai lahan sawah kurang dari 0,5 hektar dan sekitar 76 persen

menguasai lahan sawah kurang dari 0,25 hektar.

Data secara nasional menunjukkan bahwa lebih dari 10,5 juta (53%) rumah

tangga petani menguasai lahan kurang dari 0,5 hektar, dan lebih dari 6 juta (30%)

menguasai lahan kurang dari 0,25 hektar. Dari Sensus Pertanian (SP) 1993 jumlah

rumah tangga tani sebanyak 20 juta rumah tangga (RT), pada SP 2003 meningkat

menjadi 25,4 juta RT. Jumlah RT petani gurem dengan penguasaan lahan kurang

dari 0,5 hektar, baik milik sendiri maupun menyewa, meningkat dari 10,8 juta KK

tahun 1993 menjadi 13,7 juta KK tahun 2003 (2,6%/tahun). Persentase RT petani

gurem terhadap RT pertanian pengguna lahan juga meningkat dari 52,7 persen

(1993) menjadi 56,5 persen (2003).

Page 11: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1111

Dengan demikian, dalam jangka panjang Indonesia menghadapi dua

ancaman serius yang berkaitan dengan sumberdaya lahan yaitu over utilization di

Jawa dan penguasaan lahan yang sempit. Oleh karena itu, dalam jangka panjang

diperlukan upaya-upaya untuk mengurangi tekanan pemanfaatan lahan sekaligus

meningkatkan produktivitas lahan di Jawa melalui pengembangan produksi

komoditas yang bernilai tinggi dengan muatan teknologi yang tinggi pula, sedangkan

untuk mencapai skala ekonomi minimum diperlukan upaya rekayasa kelembagaan

kerjasama antar petani.

b. Sumberdaya Air

Kebutuhan air pertanian relatif terpenuhi di wilayah irigasi teknis yang telah

dilengkapi dengan bendungan dan saluran-saluran irigasinya. Akhir-akhir ini

sumber tersebut mengalami kekurangan air apabila terjadi anomali iklim, yang

sering tidak dapat diramalkan sebelumnya. Sedangkan pertanian tadah hujan,

terutama di wilayah beriklim kering seperti Indonesia Bagian Timur, selalu

terancam oleh risiko kekurangan air.

Dewasa ini, masalah meningkatnya tekanan terhadap sumberdaya air di

beberapa tempat sudah semakin besar, disebabkan oleh peningkatan jumlah

penduduk dan permintaan akibat pertumbuhan ekonomi dan proses urbanisasi.

Lebih lanjut kelangkaan air akibat tekanan demografi, anomali iklim serta

rendahnya komitmen pemerintah dan masyarakat dalam mengelola air yang

tercemar menyebabkan ketersediaan air secara kualitas cenderung menurun.

Penurunan tersebut mempengaruhi pemenuhan air untuk kebutuhan rumah

tangga, sektor pertanian, industri, dan lingkungan. Sampai tahun 2020 permintaan

air masih dapat dipenuhi. Permintaan air pada tahun 2020 hanya 17.839 m3/detik

jauh di bawah ketersediaan air yang mencapai 101.664 m3/detik.

Walaupun ketersedian air secara nasional sampai tahun 2025 diperkirakan

masih memadai, namun Indonesia dalam jangka panjang akan menghadapi

ancaman kekurangan air untuk pertanian bagi wilayah-wilayah yang padat

penduduk seperti di Jawa seiring dengan menurunnya fungsi hidrologis Daerah

Aliran Sungai (DAS) karena over utilization dan rusaknya jaringan irigasi. Oleh

karena itu, dalam jangka panjang diperlukan upaya pengelolaan dan rehabilitasi

DAS dan jaringan irigasi yang rusak.

Patut dicacat UU Sumberdaya air yang ada saat ini dikuatirkan akan

mendorong swastanisasi pemanfaatan air yang dapat mengurangi pasokan air

Page 12: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1122

untuk pertanian. Untuk itu, Departemen Pertanian bersama Departemen

Pekerjaan Umum sudah mengusulkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang

Penggunaan dan Pengelolaan Air Irigasi.

2. Lemahnya Sistem Perbenihan Nasional

Selain lahan dan air, benih merupakan faktor esensial untuk peningkatan

kapasitas produksi pertanian. Tanpa benih yang baik mustahil kapasitas produksi

pertanian tinggi dan berkualitas. Hampir semua sistem perbenihan komoditas kita

masih lemah, kecuali sistem perbenihan padi yang sudah relatif kuat. Sistem

perbenihan yang lemah tersebut, selain tidak mampu menyediakan benih yang

baik dan berkualitas di pasar, juga tidak tersedia media untuk menggandakan

teknologi benih yang dihasilkan oleh lembaga penelitian, sehingga terobosan

pertanian melalui benih berjalan amat lamban dan stagnasi. Pada akhir tahun

2025, kita akan mempunyai sistem perbenihan yang kuat dan mampu menjadi

media pengganda teknologi benih yang dihasilkan oleh lembaga penelitian serta

mampu menyediakan benih yang berkualitas di pasar.

3. Lemahnya Infrastruktur Pertanian

Daya saing produk pertanian yang tinggi berkelanjutan hanya dapat

dicapai dalam kondisi infrastruktur pertanian yang baik. Infrastruktur pertanian

meliputi jaringan irigasi, jalan pertanian dan pedesaan, listrik dan telekomunikasi

pedesaan serta infrastruktur pasar. Sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai

infrastruktur pertanian yang sangat jelek. Oleh karena itu, pada akhir tahun 2025

infrastruktur pertanian harus lengkap di seluruh wilayah pertanian Indonesia,

sehingga mampu mendukung keberlajutan daya saing produk pertanian kita.

4. Lemahnya Penguasaan Bioteknologi dan Teknologi Pascapanen dan

Pengolahan

Ke depan daya saing suatu komoditas akan ditentukan oleh muatan

teknologi dalam komoditas yang bersangkutan dan kemampuan dalam merespon

preferensi konsumen. Bioteknologi adalah teknologi yang dapat digunakan dalam

pengembangan komoditas pertanian yang mampu merespon preferensi konsumen

melalui manipulasi genetika. Dengan demikian, suka atau tidak suka diperlukan

penguasaan bioteknologi untuk membangun sistem pertanian yang mampu

merespon preferesi konsumen.

Page 13: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1133

Kaitan dengan kemampuan merespon preferensi konsumen, maka perlu

dikembangan produk-produk pertanian (product development) yang sesuai juga

preferensi konsumen. Saat ini, kita masih lemah dalam penguasaan teknologi

pascapanen dan pengolahan, karena selama ini konsentrasi kita pada teknologi

budidaya, khususnya padi.

Pada akhir tahun 2025 diharapkan kita telah menguasai bioteknologi dan

teknologi pasca panen dan pengolahan untuk mendukung kemampuan produksi

dalam merespon preferensi konsumen.

5 Lemahnya Sumberdaya Manusia Pertanian dan Sistem IPTEK

Hasil penelitian Word Bank (2002) menunjukkan bahwa di Indonesia,

Pilipina dan Thailand, kontribusi kualitas sumberdaya petani terhadap peningkatan

produksi pertanian cukup tinggi yaitu antara 11-14 persen. Dengan demikian

peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini berpotensi untuk meningkatkan

produksi pertanian.

Dari segi jumlah, sumberdaya manusia (SDM) yang terlibat dalam kegiatan

agribisnis relatif sangat banyak, terutama di pedesaan. Namun jika dilihat dari

kualitas kemampuan SDM, dukungan untuk menempatkan kegiatan agribisnis atau

sektor pertanian menjadi andalan pembangunan nasional masih sangat kurang.

Dari segi mutu atau ketrampilan, SDM di pedesaan masih relatif kurang, dan oleh

karena itu peningkatan mutu SDM perlu mendapat perhatian serius. Selain faktor

ketrampilan, aspek perubahan cara berpikir (rasionalitas), antisipasi ke depan,

kemampuan ber-empati, melakukan mobilitas, partisipasi dan motivasi (sikap dan

tata nilai) berprestasi juga perlu ditingkatkan.

Pengusaha dan pekerja agribisnis modern dicirikan oleh rasionalitas yang

tinggi dalam arti senantiasa memahami dan menjelaskan suatu kejadian dan situasi

dalam hubungan sebab akibat berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah, serta senantiasa

menyusun strategi tindakan berdasarkan hubungan cara-tujuan secara sistematis

dan dengan penuh perhitungan. Dengan perkataan lain, pengembangan pengusaha

dan pekerja agribisnis merupakan proses perubahan cara berpikir dari berdasarkan

perasaan menjadi berdasarkan kaidah-kaidah ilmiah, dan perubahan pengambilan

keputusan dari (semula) acak menjadi secara sistematis. Hal ini penting untuk

disadari, karena merupakan prasyarat keharusan agar suatu teknologi maju atau

Page 14: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1144

inovasi dapat diterapkan pada agribisnis dan agar agribisnis itu dapat dikelola

secara lebih efisien.

Kemampuan antisipasi adalah kemampuan untuk memperkirakan sesuatu

yang akan terjadi di masa mendatang, dan melakukan tindakan penyesuaian

(adjustment) yang tepat untuk itu. Pengusaha agribisnis modern dicirikan oleh sikap

atau cara berpikir yang tidak mengabaikan kepentingan jangka panjang, mampu

mengantisipasi dengan cukup tepat tentang apa yang akan terjadi di masa depan

dan melakukan tindakan penyesuaian yang tepat dengan prakiraan perubahan

tersebut. Hal yang sebaliknya terjadi pada pengusaha agribisnis tradisional.

Kemampuan empati adalah kemampuan untuk memahami cara berpikir,

sikap, dan pola tindak orang lain. Kemampuan empati ini sangat penting dimiliki oleh

pengusaha agribisnis, karena dengan daya empati seorang pelaku agribisnis dapat

menentukan strategi persaingan dan kerjasama bisnis yang lebih tepat, mempunyai

kemampuan memimpin perusahaan, dan mampu menentukan pengembangan

produk sesuai dengan preferensi konsumen.

Mobilitas sosial secara vertikal mengacu pada sikap dan kemampuan untuk

meraih status yang lebih baik. Pengusaha dan pekerja agribisnis modern dicirikan

oleh kemauan dan kemampuan yang tinggi untuk senantiasa meningkatkan

statusnya, baik secara ekonomi maupun sosial. Dengan perkataan lain, pengusaha

dan pekerja agribisnis modern harus bersikap dinamis, karena dengan sikap

tersebut agribisnis dapat tumbuh dan berkembang cepat.

Kemampuan partisipasi adalah kemampuan untuk meraih segala

kesempatan yang ada demi untuk peningkatan status. Pengusaha dan pekerja

agribisnis modern dicirikan oleh tingkat partisipasi yang cepat dan tinggi (optimis).

Sifat partisipasi yang tinggi merupakan faktor yang sangat menentukan agar suatu

teknologi dapat diadopsi secara cepat dan lengkap dan agar suatu kesempatan

usaha (pasar) dapat diraih secara cepat.

Sikap dan nilai mengacu pada motivasi dan pandangan hidup seseorang.

Sikap dan nilai modern dicirikan oleh motivasi untuk senantiasa berupaya meraih

kemajuan atau keberhasilan atau sikap untuk senantiasa bekerja keras, tidak atas

dasar dorongan imbalan jasa material semata. Hal ini sering disebut sebagai need

for achievement atau kebutuhan untuk meraih hasil dan kemajuan. Motivasi untuk

meraih kemajuan dapat dipandang sebagai landasan kuat bagi kemajuan usaha.

Permasalahan utama yang dihadapi Indonesia berkaitan dengan

pemanfaatan IPTEK Pertanian adalah belum terbangunnya secara efisien sistem

Page 15: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1155

IPTEK Pertanian mulai dari hulu (penelitian tinggi dan strategis) sampai hilir

(pengkajian teknologi spesifik lokasi dan diseminasi penelitian kepada petani).

Efisiensi sistem IPTEK di sektor pertanian ini perlu dibangun melalui sinkronisasi

program litbang pertanian mulai dari hulu sampai hilir dan sinkronisasi program

litbang pertanian dengan lembaga penelitian lainnya. Selain itu, efisiensi sistem

IPTEK pertanian ini perlu didukung dengan sistem pendidikan pertanian yang

mampu menghasilkan peneliti yang berkemampuan (competent) dan produktif

(credible). Juga perlu dibangun kembali sistem penyuluhan petani yang lebih

efektif dan efisien.

6. Besarnya Penyerapan Tenaga Kerja di Sektor Pertanian Primer

Salah satu ciri dari sektor pertanian primer adalah lentur terhadap

penyerapan tenaga kerja, sehingga walaupun penyerapan tenaga kerja sektor

pertanian primer besar belum tentu mencerminkan kemampuan yang

sesungguhnya, sehingga hal tersebut menyebabkan produktivitas tenaga kerja di

sektor tersebut terus mengalami penurunan.

Saat ini Indonesia mengalami perubahan struktur ekonomi nasional yang

tidak matang (immature) di mana penurunan proporsi GDP sektor pertanian primer

tidak diikuti secara proporsional oleh penurunan tenaga kerja yang bekerja di

sektor tersebut menyebabkan produktivitas tenaga kerja sektor pertanian primer

mengalami penurunan. Pada tahun 2000 produktivitas tanaman pangan sebesar

25,21 persen dari produktivitas rata-rata nasional, sementara produktivitas industri

kimia mengalami kenaikan dari 280,39 menjadi 417,07 persen. Dengan demikian,

faktor yang memicu kesenjangan produktivitas yang makin lebar antara

produktivitas sektor pertanian dengan sektor industri (non pertanian) adalah

banyaknya angkatan kerja di sektor pertanian, sementara pertumbuhan nilai

tambah di sektor tersebut tidak terlalu tinggi. Di sektor industri sebaliknya, di mana

tenaga kerja di sektor tersebut tidak terlalu banyak tetapi pertumbuhan nilai

tambah sangat tinggi.

Kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mengalami

peningkatan yang cukup mengesankan dari 37,35 juta orang per tahun sebelum

masa krisis (1992-1997) menjadi 40,35 juta orang per tahun pada masa pemulihan

(2000-2002), atau sekitar 40 persen angkatan kerja nasional dan hanya berasal

dari kegiatan sektor pertanian primer, belum termasuk sektor sekunder dan tersier

sepanjang vertikal sistem komoditasnya. Apabila tenaga kerja yang terserap pada

Page 16: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1166

sektor sekunder dan tersiernya diperhitungkann, maka kemampuan sektor

pertanian tentu akan lebih besar lagi. Namun hal itu justru menjadi beban bagi

sektor pertanian dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerjanya. Dalam jangka

panjang diharapkan terjadi perubahan struktur perekonomian nasional yang

matang dimana pengurangan tenaga kerja di sektor pertanian proporsional

dengan peningkatan nilai tambah di sektor tersebut. Secara nasional diperlukan

upaya sungguh-sungguh untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor

non pertanian dan sektor pertanian sekunder (pengolahan), sehingga secara

perlahan-lahan peran sektor pertanian primer dalam penyerapan tenaga kerja

menjadi makin kecil. Pada saat bersamaan dengan adanya pengembangan sektor

pengolahan atau agroindustri, maka nilai tambah sektor pertanian secara

keseluruhan mengalami peningkatan.

7. Rendahnya Investasi dan Sumber Pembiayaan Sektor Pertanian

Investasi merupakan sumber pertumbuhan sektor pertanian. Saat ini

investasi di sektor pertanian sangat rendah hanya sekitar 2 persen dari total

investasi nasional. Penyebab rendahnya investasi karena usaha di sektor

pertanian mempunyai resiko yang sangat besar, sehingga kurang menarik bagi

investor. Oleh karena itu, dalam jangka panjang perlu dikembangkan kebijakan

insentif investasi sektor pertanian.

Selain investasi yang rendah, sumber pembiayaan untuk memperkuat

modal petani juga kecil dan sistem perkreditan yang ada yang mensyaratkan

keharusan adanya jaminan (collateral) belum sesuai dengan kondisi kecilnya aset

yang dimiliki petani. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan sistem perbankan

khusus pertanian maupun kelembagan keuangan mikro serta asuransi pertanian

yang sesuai dengan kondisi yang dihadapi petani, sehingga petani mampu

memperoleh kebutuhan dana investasi, modal kerja dan perlindungan resiko

usaha.

8. Liberalisasi Pasar Global dan Ketidakadilan Perdagangan Internasional

Petani Indonesia saat ini menghadapi pasar persaingan yang tidak adil

dengan petani dari negara lain yang dengan mudah mendapat perlindungan tarif

dan non tarif serta subsidi langsung dan tidak langsung. Oleh karena itu, ke depan

pemerintah akan mencari instrumen kebijakan perlindungan inovatif tidak saja

Page 17: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1177

berupa tarif tetapi juga perlindungan non-tarif maupun dukungan domestik lainnya

dalam rangka memperkuat daya saing produk pertanian, namun di akhir tahun

2025 semua jenis proteksi sudah tidak ada lagi.

Selain hal di atas, pembentukan ekonomi kawasan seperti North American

Free Trade Area (NAFTA), European Union (EU), ASEAN Free Trade Area

(AFTA) dan yang lebih luas lagi Asia Pasific Economic Cooperation (APEC) perlu

mendapat perhatian karena akan dapat menimbulkan ketimpangan ekonomi baru

yang bukan lagi dalam hubungan antar negara namun dalam cakupan yang lebih

luas lagi yaitu antar kawasan/regional. Ketimpangan antar kawasan ini dapat

terjadi karena adanya proses pematangan kawasan ekonomi yang berbeda satu

dengan lainnya. Salah satu kawasan ekonomi yang diperkirakan akan sangat kuat

adalah Uni Eropa (European Union). Kawasan ini sudah mencapai suatu tahapan

penyatuan mata uang (mata uang tunggal Euro), yaitu suatu tahapan yang paling

maju dalam implementasi integrasi ekonomi. Kondisi ini akan semakin menyulitkan

ekspor produk pertanian Indonesia dan negara-negara lain di luar Eropa, karena

sudah pasti akan mendapat perlakukan yang berbeda (peraturan ekspor-impor

yang sangat ketat) dengan negara-negara yang berada di kawasan yang sama.

Untuk menghadapi masalah ini, dalam jangka panjang Indonesia harus mulai

mengembangkan produk pertanian olahan dan mengutamakan pangsa pasar

dalam negeri yang potensinya juga sangat besar.

9. Pola Produksi dan Konsumsi yang Belum Diversifikasi

Produksi komoditas pangan utama padi dan jagung baik sebelum krisis

ekonomi (1993-1997), masa krisis ekonomi (1998-1999), maupun pada masa

pemulihan ekonomi (2000-2004) terus meningkat, sebaliknya untuk komoditas

kedelai mengalami penurunan. Sebelum krisis ekonomi rata-rata produksi padi

dan jagung di Indonesia masing-masing 49 juta ton dan 7,9 juta ton per tahun,

pada masa krisis ekonomi meningkat menjadi 50,1 juta ton dan 9,7 juta ton per

tahun, dan pada masa pemulihan ekonomi juga terus meningkat menjadi 51,9 juta

ton dan 10,1 juta ton per tahun. Demikian juga pada kelompok komoditas sayur-

sayuran dan buah-buahan utama, kecuali pada komoditas cabai, produksi

komoditas kentang, tomat, jeruk, mangga, salak dan rambutan terus meningkat,

walaupun pada beberapa komoditas produksinya mengalami penurunan pada

masa krisis ekonomi. Namun yang sangat menggembirakan bahwa jumlah

Page 18: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1188

produksi semua komoditas tersebut (kecuali cabai) pada masa pemulihan

ekonomi sudah di atas produksi sebelum krisis ekonomi.

Produksi komoditas kelapa sawit, kakao, teh, dan kopi sebagai komoditas

perkebunan utama dalam tiga periode (sebelum dan saat krisis ekonomi, serta

masa pemulihan ekonomi) juga terus meningkat. Sementara produksi komoditas

tebu pada saat krisis ekonomi sempat turun, namun demikian pada masa

pemulihan ekonomi kembali meningkat, bahkan sudah menuju ke produksi normal

(sebelum krisis ekonomi).

Populasi sapi potong, ayam broiler dan ayam petelur sebelum krisis

ekonomi semuanya mengalami pertumbuhan yang positif, dan pada masa krisis

ekonomi semuanya mengalami pertumbuhan yang negatif. Namun demikian pada

masa pemulihan ekonomi kecuali sapi potong bebera komoditas kembali

mengalami pertumbuhan yang positif, bahkan rata-rata populasinya sudah

melebihi populasi sebelum krisis ekonomi. Dari sisi produksi terlihat juga bahwa

produksi daging sapi, susu, daging ayam broiler dan telur sebelum krisis ekonomi

mengalami peningkatan dan menurun pada masa krisis ekonomi. Namun

demikian padanmasa pemulihan ekonomi kembali meningkat termasuk produksi

daging sapi dengan rata-rata produksi lebih tinggi dari sebelum krisis ekonomi.

Walaupun secara umum produksi pangan (sumber karbohidrat) terus

meningkat dan kondisinya pada masa pemulihan ekonomi sudah lebih baik dari

masa sebelum krisis ekonomi, namun laju peningkatannya cenderung menurun

dan kondisi tersebut diperparah oleh terjadinya saturasi dalam revolusi hijau. Pada

masa datang diperkirakan permintaan terhadap pangan karbohidrat tidak akan

mengalami peningkatan secara signifikan, namun tetap perlu diupayakan

pemenuhannya untuk mencapai swasembada. Oleh karena itu, dalam jangka

panjang tetap diperlukan upaya untuk mempertahankan kapasitas produksi

pangan pada tingkat swasembada dan untuk mengurangi ketergantungan pada

sumber karbohidrat beras, diperlukan terobosan teknologi pangan sumber

karbohidrat non padi secara menyeluruh.

Peningkatan pendapatan penduduk dan urbanisasi mendorong perubahan

pola konsumsi penduduk ke arah lebih banyak mengkonsumsi produk peternakan,

terutama daging, telur dan susu. Permintaan daging terutama daging ayam, dan

telor selama dua puluh tahun terakhir meningkat dengan laju di atas 5 persen per

tahun, serta daging sapi dengan laju 2,5 persen per tahun. Diperkirakan

permintaan produk peternakan ini masih akan cukup tinggi di masa depan yang

Page 19: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--1199

akan mendorong pula peningkatan permintaan pakan ternak terutama jagung.

Demikian juga dengan peningkatan permintaan pada minyak nabati dan

hortikultura akan cukup tinggi. Diperkirakan dalam jangka panjang akan terjadi

revolusi peternakan, perkebunan dan hortikultura yang didorong oleh permintaan.

Oleh karena itu, dalam jangka panjang diperlukan upaya inovasi teknologi

peternakan dan perkebunan serta hortikultura berorientasi pada permintaan

konsumen.

10. Struktur Usaha Pertanian yang Tidak Terkoordinatif

Dua sistem kelembagaan yang mempengaruhi produksi pertanian adalah

delivery system, dan receiving system. Delivery system merupakan sistem yang

memungkinkan pasokan input dari luar wilayah pertanian dan pemasaran output ke

luar wilayah pertanian berjalan lancar, sehingga penerapan teknologi oleh petani

menjadi optimal. Delivery system yang ada saat ini masih lemah. Contohnya KUD

sebagai lembaga penyalur saprodi sekaligus sebagai agen transfer teknologi

melalui pengembangan skema kredit paket KUT tidak banyak berfungsi. Akibatnya

petani tidak mampu untuk menerapkan teknologi secara optimal. Selain delivery

system, receiving system juga lemah. Kelompok tani contohnya belum berfungsi

secara maksimal terutama dalam memanfaatkan memanfaatkan skala ekonomi

dan harmonisasi kegiatan

Dengan demikian, struktur usaha pertanian saat ini masih bersifat dispersal

terpenca-pencar dan tidak terkoordinatif baik secara vertikal maupun secara

horizontal. Sementara sistem pertanian di negara lain telah mengembangkan

strategi pengelolaan rantai pasokan (Supply Chain Management, SCM) yang

mengintegrasikan para pelaku dari semua segmen rantai pasokan secara vertikal

ke dalam usaha bersama berlandaskan kesepakatan dan standardisasi proses

dan produk yang bersifat spesifik untuk setiap rantai pasokan. Diharapkan dalam

jangka panjang delivery dan receiving sistem pertanian yang kokoh akan mampu

menerapkan SCM.

11. Dukungan Kebijakan Makro yang Lemah

Walaupun pemerintah memahami secara detail peran sektor pertanian

dalam perekonomian nasional secara keseluruhan, namun sampai saat ini

dukungan kebijakan makro belum sepenuhnya mendorong perkembangan sektor

pertanian. Banyak kebijakan makro pemerintah yang justru menguntungkan sektor

Page 20: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2200

industri. Oleh karena itu, dalam periode 20 tahun ke depan, diharapkan kebijakan

makro pemerintah secara konsisten mendukung sektor pertanian sehingga pada

akhir 2025 sektor pertanian tumbuh menjadi fondasi sektor ekonomi nasional

12. Kemandirian Pangan

Kemandirian pangan pada tataran nasional merupakan kemampuan suatu

bangsa untuk menjamin seluruh penduduknya memperoleh pangan dalam jumlah

yang cukup, mutu yang layak, aman dan juga halal, yang didasarkan pada

optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya domestik.

Oleh karena itu, salah satu indikator untuk mengukur kemandirian pangan adalah

ketergantungan ketersediaan pangan nasional terhadap impor. Data Neraca

Bahan Makanan yang diterbitkan FAO menunjukkan bahwa selama periode 2000-

2002, kemampuan penyediaan pangan Indonesia dalam kalori per kapita per hari

mencapai 3.313, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan periode krisis (1998-1999)

sebesar 2.832 maupun sebelum krisis (1993-1997) sebesar 2.849. Bahkan

kemampuan ekspor pangan Indonesia selama periode 2000-2002 juga meningkat

dibandingkan dengan dua periode sebelumnya, sebagaimana yang ditunjukkan

oleh nilai net ekspor pangan yang mencapai 1.223 Kkal/kapita/hari. Rata-rata

pangsa produksi pangan dalam negeri terhadap total kebutuhan pangan dalam

negeri, selama periode 2000-2002 mencapai 111 persen, sementara impor dan

ekspornya masing-masing sebesar 13 dan 24 persen, sehingga secara

keseluruhan net ekspor pangan Indonesia mencapai 11 persen. Kondisi ini jauh

lebih baik dari dua periode sebelumnya, dimana pangsa produksi pangan dalam

negeri di bawah 100 persen dan net ekspornya negatif sekitar 1-3 persen.

Data BPS juga menunjukkan bahwa impor beberapa bahan pangan pokok,

seperti beras, jagung, kedelai dan gula, terhadap total kebutuhan dalam negeri

selama periode 2000-2003 relatif kecil. Impor beras masih di bawah 3 persen,

sementara impor kedelai dan gula sekitar 2 persen dan impor jagung di bawah 2

persen. Dengan demikian, kekhawatiran sebagian pihak bahwa Indonesia

sesungguhnya tidak berada dalam ancaman terperosok ke dalam perangkap

ketergantungan impor pangan. Namun demikian, pencapaian Pola Pangan

Harapan (PPH) masih jauh dari harapan dimana saat ini baru mencapai

skor 68,4. Inilah tantangan dalam jangka panjang.

Page 21: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2211

13. Kesejahteraan Petani

Salah satu indikator utama tingkat kesejahteraan umum ialah prevalensi

jumlah penduduk miskin. Pada periode sebelum krisis jumlah penduduk miskin di

perdesaan Indonesia telah mencapai tingkat yang cukup rendah yaitu 15,3 persen.

Namun krisis multidimensi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 telah

menyebabkan jumlah penduduk miskin di perdesaan meningkat kembali menjadi

sekitar 26 persen. Pada tahun 2003, jumlah penduduk miskin di perdesaan turun

drastis menjadi sekitar 20 persen, bahkan BPS memperkirakan pada tahun 2004

jumlah penduduk miskin di perdesaan turun lagi menjadi sekitar 19.5 persen.

Dengan demikian, pada tahun 2004 persentase penduduk miskin di perdesaan

hampir sama dengan tahun 1996 (sebelum krisis ekonomi). Dalam jangka panjang

diharapkan seluruh penduduk yang bekerja di sektor pertanian dapat dientaskan

dari kemiskinan.

Indikator lain yang dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan

pendapatan petani ialah produktivitas tenaga kerja yang diukur sebagai nilai PDB

per tenaga kerja di sektor pertanian. Berdasarkan data BPS, pada harga-harga

konstan 1993, setelah menurun pada tahun 1998-1999, pendapatan tenaga kerja

pertanian meningkat konsisten selama periode tahun 2000-2003 Rata-rata

pendapatan tenaga kerja pada periode tahun 2000-2003 sebesar Rp 1,67 juta

lebih tinggi dibanding periode sebelum krisis (1993-1997) yang mencapai Rp 1,66

per kapita per tahun. Hal ini merupakan bukti empiris bahwa, kesejahteraan petani

pada tahun 2000-2003 telah lebih baik dari pada masa sebelumnya.

Data di tingkat mikro menunjukkan perkembangan yang sama dimana

tingkat pendapatan riil petani juga mengalami peningkatan. Di Jawa Barat, jika

pada tahun 1984 tingkat pendapatan riil Rp 2,13 juta, maka pada tahun 1999

menurun menjadi Rp 2,06 juta dan pada tahun 2002 meningkat lagi menjadi Rp

4,75 juta atau mengalami peningkatan rata-rata 6,82 persen per tahun. Begitu juga

dengan di Sulawesi Selatan, dimana pada tahun 1984 tingkat pendapatan riil Rp

1,82 juta, maka pada tahun 1999 meningkat menjadi Rp 3,06 juta dan pada tahun

2002 meningkat lagi menjadi Rp 3,95 juta, atau mengalami peningkatan rata-rata

6,49 persen per tahun.

Walaupun ada perbaikan pendapatan, namun tingkat pendapatan petani

tersebut masih jauh dari mencukupi. Diharapkan dalam jangka panjang tingkat

pendapatan petani dapat mencapai U$ 2500 per kapita per tahun.

Page 22: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2222

IV. VISI PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG 2005-2025

Tujuan akhir pembangunan pertanian adalah terwujudnya kesejahteraan

masyarakat pertanian melalui sistem pertanian industrial. Oleh karena itu,

pembangunan jangka panjang sektor pertanian berorientasi pada peningkatan

kualitas hidup masyarakat pertanian. Sasaran jangka panjang pembangunan

pertanian dapat dirinci sebagai beriktu:

1. Terwujudnya Sistem Pertanian Industrial Yang Berdayasaing

Sistem pertanian industrial dicirikan oleh usaha pertanian bernilai tambah

tinggi dan terintegrasi dalam satu rantai pasok (supply chain) berdasarkan relasi

kemitraan sinergis dan adil dengan bertumpu pada sumberdaya nasional, kearifan

lokal serta ilmu pengetahuan dan teknologi berwawasan lingkungan. Sistem

pertanian industrial adalah sosok pertanian ideal yang merupakan keharusan agar

usaha pertanian dapat bertahan hidup dan tumbuh berkembang secara

berkelanjutan dalam tatanan lingkungan persaingan global yang makin ketat.

2. Mantapnya Ketahanan Pangan Secara Mandiri

Mantapnya ketahanan pangan secara mandiri berarti terpenuhinya

pasokan pangan dan terjaminnya akses pangan sesuai kebutuhan bagi seluruh

masyarakat dengan mengandalkan produksi dalam negeri dan kemampuan daya

beli masyarakat.

3. Terciptanya Kesempatan Kerja Penuh Bagi Masyarakat Pertanian

Dalam jangka panjang diharapkan seluruh angkatan kerja pertanian

mendapatkan pekerjaan penuh sehingga pengangguran terbuka maupun

terselubung tidak lagi terjadi secara permanen. Dengan demikian produktivitas

angkatan kerja pertanian meningkat secara nyata yang selanjutnya pendapatan

masyarakat tanipun meningkat secara nyata.

4. Terhapusnya Masyarakat Pertanian dari Kemiskinan dan Tercapainya

Pendapatan Petani US$ 2500/kapita/tahun

Berkurangnya jumlah masyarakat tani miskin dan meningkatnya

pendapatan petani merupakan prasyarat terwujudnya kesejahteraan masyarakat

tani yang menjadi sasaran akhir pembangunan pertanian.

Page 23: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2233

Mengacu pada sasaran pembangunan jangka panjang di atas, maka visi

pembangunan pertanian tahun 2025 dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya

sistem pertanian industrial berdaya saing, berkeadilan dan berkelanjutan

guna menjamin ketahanan pangan dan kesejahteraan masyarakat

pertanian”.

V. ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN JANGKA PANJANG 2005-2025

Visi pembangunan pertanian 2025 diimplementasikan melalui kebijakan

yang diarahkan untuk mendorong proses transformasi usaha pertanian menuju

sistim pertanian dengan peta jalan seperti pada gambar 1. Garis-garis besar

kebijakan yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Membangun Basis bagi Partisipasi Petani

Basis partisipasi petani perlu dibangun dengan kuat agar mereka mampu

berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan sehingga mereka mampu

memperoleh manfaat hasil-hasil pembangunan secara cukup, adil dan merata.

Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat strategis untuk dijadikan

sebagai instrumen dalam pengentasan penduduk miskin. Kemajuan sektor

pertanian akan memberikan kontribusi besar dalam penurunan jumlah penduduk

miskin di wilayah pedesaan. Demikian pula, basis bagi partisipasi petani untuk

melakukan perencanaan dan pengawasan pembangunan pertanian harus

dibangun sehingga petani mampu mengaktualisasikan kegiatan usahataninya

secara optimal untuk menunjang pertumbuhan pendapatannya. Hasil-hasil

pembangunan harus terdistribusi makin merata antar sektor, antar subsektor

dalam sektor pertanian dan antar lapisan masyarakat agar tidak ada lagi lapisan

masyarakat yang tertinggal dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan

meningkat.

2. Meningkatkan Potensi Basis Produksi dan Skala Usaha Pertanian

Lahan pertanian ditingkatkan melalui pembukaan areal baru khususnya di

Luar Jawa dengan memacu investasi swasta baik usaha pertanian rakyat maupun

perusahaan besar pertanian yang bermitra dengan usaha pertanian rakyat dengan

dukungan fasilitasi komplementer dan insentif dari pemerintah.

Page 24: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2244

Peningkatan potensi basis produksi dikembangkan dengan sasaran

penyeimbangan pemanfaatan lahan antar wilayah di Indonesia. Peningkatan

skala usaha pertanian dikembangkan melalui implementasi pertanian kooperatif

yang kokoh dan kuat baik kerjasama antar petani secara horizontal maupun

kerjasama dengan pelaku bisnis sepanjang alur vertikal sistem komoditas yang

bersangkutan.

3. Mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Sumberdaya Insani Pertanian Yang

Berkualitas

Peningkatan kualitas sumberdaya manusia ini difokuskan pada

peningkatan kemampuan penguasaan teknologi, kewirausahaan dan manajemen

usaha tani melalui pengembangan sistem pendidikan dan penyuluhan pertanian.

Arah kebijakan ini diimplementasikan dalam bentuk revitalisasi sistem

pendidikan dan penyuluhan pertanian sehingga sistem tersebut mampu

menciptakan insan pertanian yang berkualitas mampu menguasai dan

menerapkan teknologi dan mampu mengelola usahataninya secara efisien.

4. Mewujudkan Pemenuhan Kebutuhan Infrastruktur Pertanian

Kebutuhan infrastruktur pertanian utamanya sarana irigasi, jalan pertanian

dan pedesaan, kelistrikan dan telekomunikasi pedesaan serta pasar pertanian

yang bersifat publik dibangun selengkap mungkin oleh pemerintah dengan

memberikan kesempatan kepada swasta untuk turut berpartisipasi pada bidang-

bidang tertentu yang mungkin diusahakan secara komersial.

Dengan terwujudnya infrastruktur pertanian yang mapan diharapkan daya

saing produk pertanian meningkat dan pendapatan petani meningkat pula.

5. Mewujudkan Sistem Pembiayaan Pertanian Tepat Guna

Sistem pembiayaan pertanian yang sesuai dengan karakteristik petani

dibangun dengan menumbuh kembangkan lembaga keuangan khusus yang

melayani pertanian, baik berupa bank pertanian maupun lembaga keuangan

mikro.

Landasan utama dari sistem keuangan moderen (modern capital market)

yang berlaku di Indonesia adalah tambahan modal (capital gain) atau dalam

bahasa sehari-hari adalah bunga dari setiap modal atau uang yang dipinjamkan.

Oleh karena itu, maka setiap pemodal (lenders) akan menuntut adanya agunan

(colleteral) dari setiap pemimjam (borrowers). Dengan demikian, dasar dari

Page 25: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2255

ekonomi moderen adalah agunan bukan kepercayaan, sehingga sistem ekonomi

moderen tidak mungkin berkembang dalam masyarakat miskin seperti petani kita

karena ketidakmampuan dalam menyediakan agunan. Kalau demikian halnya,

maka perlu dikembangkan sistem keuangan yang berdasarkan pada

kepercayaan. Sistem ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi Islam

yang dikembangkan berdasarkan kepercayaan yang diimplentasikan ke

dalam sistem pembagian keuntungan dan resiko dari setiap usaha bersama.

Dengan dengan sistem ekonomi syariah maka petani dapat melakukan akses

kepada sistem tersebut sehingga mereka diharapkan mampu mengembangkan

teknologi tanpa kendala modal.

6. Mewujudkan Sistem Inovasi Pertanian

Sistem inovasi pertanian dibangun dengan lembaga penelitian pemerintah

sebagai penggerak utamanya dan lembaga penelitian swasta sebagai

komplementaritasnya. Sistem inovasi pertanian mengintegrasikan lembaga

penelitian penghasil IPTEK dasar, lembaga pemerintah atau swasta sebagai

pengganda IPTEK, lembaga penyuluhan sebagai fasilitator penyampaian IPTEK

tersebut kepada petani.

Sistem inovasi pertanian yang efisien akan mempercepat proses adopsi

inovasi oleh petani sehingga muatan teknologi dalam produk pertanian makin

meningkat dan daya saing menjadi kuat.

Penguasaan bioteknologi diperlukan dalam rangka membangun sistem

produksi yang mampu merespon preferensi konsumen untuk meningkatkan daya

saing produk yang bersangkutan. Pada akhir tahun 2025, bioteknologi harus

menjadi bagian dalam sistem pertanian industrial.

Kebijakan ini juga diarahkan untuk mengembangkan produk-produk

pertanian (product development) dalam rangka meningkatkan nilai tambah

komoditas melalui pengembangan agroindustri pedesaan. Selain peningkatan

nilai tambah, pengembangan agroindustri ini mampu menyerap tenaga kerja lebih

banyak di sektor pertanian primer sekaligus menjadi penampung tenaga kerja di

sektor pertanian primer sehingga produktivitas pertanian primer secara pasti

mengalami peningkatan.

Page 26: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2266

7. Penyediaan Sistem Insentif dan Perlindungan Bagi Petani

Penyediaan insentif dan perlindungan bagi petani dilakukan untuk

merangsang peningkatan produksi, investasi dan efisiensi usaha pertanian melalui

kebijakan makro meliputi kebijakan fiskal, moneter dan perdagangan. Kebijakan

insentif mencakup pemberian jaminan harga, subsidi dan keringan pajak.

Perlindungan bagi petani mencakup praktek perdagangan yang tidak adil dan

gagal panen akibat anomali iklim.

Kebijakan sistem insentif ini sangat diperlukan untuk meningkatkan aliran

investasi ke sektor pertanian untuk meningkatkan kapasitas produksi pertanian.

Pada akhir tahun 2025 diharapkan seluruh kapasitas produksi pertanian dapat

dimanfaatkan secara penuh. Pengembangan kapsitas pertanian tidak hanya

menyangkut sumberdaya alam tetapi juga menyangkut teknologi dan managemen.

8. Mewujudkan Sistem Usahatani Bernilai Tinggi Melalui Intensifikasi

Diversifikasi dan Pewilayahan Pengembangan Komoditas Unggulan

Regionalisasi pengembangan komoditas unggulan diarahkan untuk

meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian dan mendorong

investasi baru berdasarkan keunggulan komparatif wilayah.

Dalam kaitan dengan efisiensi pemanfaatan sumberdaya pertanian, maka

untuk mengurangi tekanan penggunaan lahan di Jawa, secara perlahan-lahan,

Jawa diarahkan untuk pengembangan komoditas bernilai tinggi (high value

commodities development) seperti hortikultura, sedangkan pengembangan

komoditas pangan diarahkan ke Kalimantan dan Sulawesi. Pengembangan

komoditas perkebunan diarahkan ke Papua dan Maluku. Pengembangan

komoditas peternakan berbasis lahan diarahkan ke Bali dan Nusa Tenggara

9. Mewujudkan Agroindustri Berbasis Pertanian Domestik di Pedesaan

Kebijakan ini diarahkan untuk meningkatkan nilai tambah disepanjang alur

vertikal sistem komoditas pertanian melalui pengembangan produk agroindustri

yang berbasis sumberdaya domestik dan pedesaan. Dengan terwujudnya

agroindustri, maka kontribusi sektor pertanian terhadap nilai tambah dan

kesempatan kerja terhadap perekonomian pedesaan makin meningkat.

Agroindustri ini salah satu pilar sistem pertanian industrial yang akan menjadi

fondasi struktur ekonomi nasional pada akhir tahun 2025.

Page 27: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2277

10. Mewujudkan Sistem rantai Pasok Terpadu Berbasis Kelembagaan Pertanian Yang Kokoh

Pengembangan rantai pasok terpadu komoditas pertanian secara vertikal

dilakukan sistem kemitraan yang sehat dan adil. Pemerintah bertindak sebagai

fasilitator dan regulator yang kredibel dan adil untuk mewujudkan pertumbuhan

sektor pertanian yang berkelanjutan. Pertumbuhan sektor pertanian sangat

dibutuhkan untuk mengakselerasi perekonomian pedesaan. Sektor pertanian

Indonesia, hingga saat ini masih sangat tergantung pada hasil primer, sehingga

nilai tambah yang diperoleh masih rendah dan kurang kompetitif di pasar dalam

negeri maupun luar negeri. Ke depan, pemerintah harus dapat mendorong

perkembangan produk pertanian olahan primer, selain untuk meningkatkan nilai

tambah juga meningkatkan dan memperluas pangsa pasar di dalam dan luar

negeri. Negara berkembang penghasil produk pertanian, saat ini banyak yang

melakukan pengembangan produk pertanian untuk mensiasati perdagangan dunia

yang tidak adil. Apabila hal ini dapat dilakukan maka sektor pertanian akan

tumbuh lebih cepat dan tinggi lagi dibandingkan dengan yang telah dicapai selama

ini. Pertumbuhan sektor pertanian yang makin cepat akan memacu pertumbuhan

sektor-sektor lain secara lebih cepat melalui kaitan ke belakang dan ke depan

dalam kegiatan produksi dan konsumsi. Dengan demikian, sektor pertanian akan

lebih dikenal sebagai pengganda tenaga kerja, dan bukan sekedar pencipta

kesempatan kerja.

Pengembangan rantai pasok tersebut harus berbasis kelembagaan

pertanian yang kokoh yang merupakan perekat relasi semua komponen di dalam

sistem pertanian industrial. Kelembagan pertanian dibangun berdasarkan prinsip

kemitraan setara, sehat dan berkeadilan.

11. Menerapkan Praktek Pertanian dan Manufaktur yang Baik

Praktek pertanian yang baik merupakan salah satu prasyarat untuk

mewujudkan sistem pertanian industrial berdaya saing dan berwawasan

lingkungan. Mutu produk pertanian harus dapat dijamin dan ditelusuri sesuai

dengan standar pesyaratan internasional. Untuk itu pemerintah akan menyusun

protokol teknis dan insentif untuk merangsang penerapannya.

Page 28: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2288

12. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Berpihak Kepada

Petani dan Pertanian

Pemerintahan yang baik dan bersih mutlak perlu untuk mewujudkan visi

pertanian di atas. Pemerintah yang berpihak terhadap petani dan pertanian

diwujudkan melalui kebijakan fiskal, moneter dan perdagangan yang berpihak

untuk mendukung pembangunan pertanian. Cara penyelenggaraan pemerintahan

yang baik (good governance) sangat diperlukan dalam pelaksanaan

pembangunan pertanian, yaitu: bersih (clean), berkemampuan (competent),

memberikan hasil positif (credible) dan secara publik dapat dipertanggung-

jawabkan (accountable). Pembangunan pertanian akan berhasil jika diawali

dengan cara penyelenggaraan pemerintahan yang baik, dimana pemerintah

merupakan agen pembangunan yang sangat menentukan keberhasilan

pencapaian sasaran pembangunan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana

membangun pemerintahan yang bersih, berkemampuan, berhasil dan dapat

dipertanggungjawabkan. Pada akhir tahun 2025 telah terwujud praktek

pemerintahan yang baik, bersih dan berpihak kepada petani.

D:\data\data\Anjak-2005\Visi dan Arah Pemb Pert

Page 29: Visi dan Arah Pemb Pert - pse.litbang.pertanian.go.idpse.litbang.pertanian.go.id/ind/pdffiles/Anjak_2005_VI_01.pdfperhatian pada perwujudan ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan

VVII--2299

Skala Integrasi Organisasi Pendorong kunci :

~ Migrasi ke luar ~ Inovasi teknologi

~ Transformasi ekonomi Proses / mekanisme : Peningkatan nilai Pendorong kunci : Proses :

~ Perluasan basis produksi tambah / pendalaman ~ Inovasi iptek ~ Diversifikasi ~ Optimalisasi skala usaha industri ~ Revalensi “super-hiper market” ~ Industrialisasi

~ Revalensi ICT ~ Konsolidasi, ~ Globalisasi koordinasi integrasi

Gambar 1. Peta jalan proses transformasi “menuju sistim pertanian industrial”

Pengusaha besar pertanian

Pengusaha Agro Industri Primer Perorangan

Perusahaan Agro Industri Sekunder Terpadu

Konglomerat Agribisnis Terpadu

Perusahaan Pertanian Skala Menengah

Usaha Tani Skala Kecil / Mikro

Perusahaan Agro Industri Primer Terkoordinasi

Perusahaan Agro Industri Sekunder Terkoordinasi

Perusahaan Agribisnis Terkoordinasi

Perusahaan Agro Industri primer Skala Kecil / Mikro

Usahatani Multi Komoditas

Perusahaan Agro Industri Skala Kecil / Mikro

Rantai Pasok Komoditas Olah Terpadu

Usahatani Kooperatif Multi Komoditas

Rantai Pasok Komoditas Primer Terpadu