I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
Transcript of I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
1/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 1
DEPARTEMEN KEHUTANAN DAN PERKEBUNANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN
BALAI TEKNOLOGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAIAlamat : Jl. Ahmad-Yani Pabelan PO.BOX. 295 Surakarta. 57102
BTPDAS
08 34.5
03 2000
LAPORAN
PENERAPAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN GIS
UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
PENGKAJIAN DAN PENERAPAN HASIL PENELITIAN KEHUTANAN
DIK-S DR 1999/2000
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
2/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 2
PENERAPAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN GIS
UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
Oleh :
Beny Harjadi, C. Nugroho, S.P., Triwilaida, Maming Iriansyah, Totok Arisalam
RINGKASAN
Kemajuan teknologi penginderaan jauh memungkinkan untuk melakukan deteksiobyek-obyek muka bumi secara cepat dan akurat serta data terbaru dari citra satelit.Pendayagunaan penginderaan jauh dan SIG disini akan dititik beratkan pada pendeteksian perubahan kondisi vegetasi hutan alam karena pengelolaan atau sistemsilvikultur yang berbeda. Kegiatan tahun lalu telah dilakukan pengamatan vegetasiteristris, pengamatan erosi tanah serta pemasangan pengamatan hidrologi. Sehinggauntuk tahun kedua dikonsentrasikan pada pemantauan kondisi vegetasi untukmendapatkan informasi perubahan vegetasi hutan alam dalam rangka kajian tentangpengelolaan sumber daya alam.
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mendeteksi potensi sumber dayaalam khususnya aspek vegetasi didalam kawasan hutan alam dengan sistem silvikulturTPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) dan TJTI (Tebang Jalur Tanam Indonesia), danmenetapkan metode analisa klasifikasi citra satelit pada skala operasional. Sehinggatarget yang hendak dicapai adalah menetapkan metode analisa citra satelit untukmelihat perubahan kondisi sumber daya alam dan metode kalsifikasi citra satelit tingkatoperasional yang dapat ditindak lanjuti untuk kegiatan pengalihan teknologi.
Lokasi penelitian di Gunungsari (km 0), tepatnya di Long Ayan (km 60), wilayah HPH (Hak Pengusahaan Hutan) milik PT. SLJ-IV (Sumalindo Lestari Jaya), Tanjung Redeb, Propensi Kalimantan Timur. Lokasi HPH PT.SLJ-IV site Gunungsari terletakpada koordinat antara 116o 30 00 - 117o 00 00 BT dan 02o 00 00 - 30o 30 00 LUmasuk wilayah BKHP Gunung Tabur, KPH/CDK Berau, Dinas Kehutanan. Analisa penginderaan jauh menggunakan citra satelit Landsat TM yang dilengkapi dengan 7kanal dan resolusi tinggi (ukuran piksel 30 m x 30 m) tahun 1994 dan tahun 1996 untukmembedakan sebelum dan setelah dilakukan penebangan tahun 1995. Dari citra yangberukuran 185 x 185 km selanjutnya hanya dianalisa untuk daerah yang masuk padawilayah kepemilikan HPH PT. SLJ-IV, yang terdapat perlakuan sistem silvikultur TPTIdan TJTI.
Lokasi TPTI terletak pada km 80, memiliki kondisi fisik antara lain : topografi perbukitan dengan lereng D (25-35%) sampai E (35-45%) pada daerah tenggara danberbukit pada daerah barat laut. Luas daerah tangkapan > 3000 ha yang terdiri darihutan produksi terbatas dan hutan lindung.
Lokasi TJTI yang terletak pada km 60, memiliki kondisi topografi bergelombanghingga berbukit dengan kelerengan 15-45%, dengan luas Sub DAS diperkirakan 1000ha, dimana 650 ha diantaranya merupakan areal TJTI. Pada areal tersebut diterapkankombinasi antara jalur konservasi dan jalur tebang 50 -200 m dan seluruhnya ada 6petak pada areal seluas 650 ha.
Hasil penelitian sementara dengan klasifikasi berbantuan memberikaninformasi kelompok vegetasi penutupan lahan sebelum (1994) dan setelah (1996)
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
3/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 3
penebangan. Disamping itu juga ditetapkan metode yang efektif dan efisien dalammenganalisis perubahan penutupan lahan. Diawali dengan koreksi radiometri dangeometri, selanjutnya diikuti dengan deliniasi citra satelit pada daerah yang merupakanwilayah HPH milik PT.SLJ-IV. Klasifikasi tak berbantuan dan dipadukan data lapanganselanjutnya dilakukan klasifikasi berbantuan.
Kata Kunci : Silvikultur, Citra Landsat, Penginderaan jauh, SIG, Klasifikasi
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
4/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 4
KATA PENGANTAR
Kajian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi ilmiah tentang dampak
TPTI dan TJTI terhadap peremajaan tanaman dan kondisi hidrologi hutan. Sedangkan
tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan rekomendasi teknis yang berkaitan denganpelaksanaan TPTI dan TJTI.
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka dengan telah selesainya laporan
tentang PENERAPAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN GIS UNTUK
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM kami ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Atasan Langsung Kegiatan Pengkajian dan Penerapan Hasil Penelitian
Kehutanan DIK-S DR 1999/2000 BTPDAS Surakarta, Sikamto beserta Staf
Sekretariat Proyek yang telah membantu pengalokasian dana dankoordinasinya, sehingga penelitian ini dapat selesai tepat pada waktunya.
2. Seluruh Staf dan Karyawan PT. Sumalindo Lestari Jaya (SLJ), Perwakilan
SLJ-IV dan seluruh pelaksana di Lokasi Gunung Sari, serta Kapala BPK
Samarinda dan seluruh Staf atas segala dukungan yang telah diberikan
sehingga kegiatan penelitian dapat terlaksana dengan baik.
3. Tim yang telah menyusun dan menyelesaikan kajian ini, antara lain : Ir.
Beny Harjadi, MSc dan Ir. C.Nugroho, S.P., MSc. yang telah menulis
laporan ini dan kegiatan lainnya, Ir. Triwilaida, MSc., Ir. Maming
Iriansyah dan Totok Arisalam, SP. serta rekan-rekan lain yang terlibat
secara langsung maupun tidak langsung kegiatan di kantor dan juga survai di
lapangan.4. Seluruh StafBTPDAS yang telah mendukung kelancaran penyelesaian teknis
maupun non teknis sehingga kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar.
Akhirnya laporan berikut tidak terlepas dari segala kekurangannya, sehingga
saran dan kritik dalam rangka meningkatkan kualitas penelitian dimasa yang akan datang
sangat kami harapkan.
Kepala Balai,nnnnn
Dr.Ir.D.Mulyadhi, MSc.
NIP. 080 057 527
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
5/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 5
DAFTAR ISI
Hal
RINGKASAN.. ii
KATA PENGANTAR. iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR.. viii
DAFTAR LAMPIRAN.. ix
I.PENDAHULUAN.. 1
A.Latar Belakang. 1
Maksud dan Tujuan. 4
I. STUDY PUSTAKA. 5
A.Sistem Penebangan Hutan Produksi 5
B.Dampak TPTI dan TJTI 6
C.Teknik Penginderaan Jauh 8
1. Penginderaan Jauh 9
2. Analisa Klasifikasi Citra Satelit Pada Sistem Silvikultur 11
3. Perbandingan Citra Satelit dengan Foto Udara 13
4. Informasi Citra SPOT.. 16
II. DESKRIPSI LOKASI 18
A. Letak Luas dan Keadaan Wilayah.. 18
B. Lokasi Uji Coba Permanen. 20C. Keadaan Hutan. 20
D. Kriteria Areal Kegiatan TPTI. 21
E. Kriteria Areal Kegiatan TJTI.. 22
F. Iklim 24
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
6/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 6
I. METODOLOGI. 25
A. Bahan dan Peralatan 25
B. Metode Kajian.. 25
II. PELAKSANAAN KEGIATAN. 30
A. Studi Literatur dan Pembuatan RPTP. 30
B. Konsultasi dan Orientasi. 30
C. Pengumpulan Data Lapangan.. 31
D. Kalibrasi Sarana Pengamatan Hidrologi.. 32
E. Pelaksanaan Survei
Lapangan..
33
F. Deliniasi dan Dijitasi
Peta
34
G. Analisa Data Lapangan dan Citra Satelit. 34
H. Produksi Peta 35
III. HASIL DAN PEMBAHASAN.. 36
A. Kondisi Penutupan Lahan.. 36
B. Kondisi Hidrologi.. 37
1. Curah Hujan. 37
2. Intensitas Curah hujan.. 40
3. Tinggi Muka Air (TMA).. 42
C. Hasil Analisa Citra
Satelit
44
1. Karakter Citra Landsat Tahun 1994 dan 1996. 44
2. Klasifikasi Berbantuan. 463. Perubahan Penggunaan Lahan. 48
IV. KESIMPULAN DAN SARAN.. 50
A.Kesimpulan. 50
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
7/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 7
B.Saran.. 51
KEPUSTAKAAN.. 52
LAMPIRAN.. 54
DAFTAR TABEL
Hal
1. Koordinat Mercator dan UTM untuk Lokasi PT.SLJ-IV 18
2. Potensi Kayu Areal HPH PT. SLJ-IV 21
3. Luas Petak dan Kombinasi Lebar Jalur Perlakuan Uji Coba TJTI di PT.
SLJ-IV
23
4. Data Curah Hujan TPTI dan TJTI Tahun 1997-1998 di Lokasi SLJ-IV 37
5. Intensitas Curah Hujan TPTI dan TJTI Tahun 1997-1998 di Lokasi SLJ-
IV.
40
6. Data Tinggi Muka Air TPTI dan TJTI Tahun 1997-1998 di Lokasi SLJ-
IV..
42
7. Karakter Citra Landsat Tahun 1994 dan 1996, Lokasi SLJ-IV.. 44
8. Hasil Klasifikasi Berbantuan Citra Landsat tahun 1994 dan 1996. 46
9. Prosentase Perubahan Penggunaan Lahan dari tahun 1994 ke 1996.. 48
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
8/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 8
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Pengambilan Gambar Obyek Muka Bumi oleh Satelit, dengan Sumber
Cahaya Utama Sinar Matahari pada Kegiatan Penginderaan Jauh. 10
2. Tahapan Analisis Klasifikasi Citra Satelit Pada Teknik Silvikultur 12
3. Perbandingan Karakter Antara Citra Satelit dengan Foto Udara dalam
Analisa Perubahan Rupa Bumi.. 14
4. Kapasitas Kandungan Citra SPOT untuk Analisa Citra satelit. 17
5. PT. SLJ-IV Gunung Sari, DAS Segah, Sub DAS Septi, BKPH Gunung
Tabur, KPH. Berau, Kalimantan Timur 19
6. Citra Landsat Tahun 1996, Lokasi Penelitian Sistem Silvikultur TPTI dan
TJTI di PT.SLJ-IV 23
7. Lokasi PT. SLJ-IV Gunung Sari (Km 0) dan Lokasi Penelitian Silvikultur
TPTI dan TJTI (Km60) 38
8. Tinggi Curah Hujan Lokasi TPTI dan TJTI pada PT.SLJ-IV Tahun 1997-
1998.. 39
9. Intensitas Hujan Lokasi PT.SLJ-IV Pada Tahun 1997-1998 41
10. Tinggi Muka Air (TMA) Lokasi PT.SLJ-IV Pada Tahun 1997-1998.. 43
11. Gabungan Dua Citra Landsat Tahun 1994, Beberapa Wilayah Kepemilikan
HPH Berdekatan dengan PT.SLJ-IV. 45
12. Citra Landsat Tahun 1994, Wilayah HPH PT.SLJ-IV dengan Sistem
Silvikultur TPTI dan TJTI. 47
13. Grafik Perubahan Penggunaan Lahan di Lokasi TPTI dan TJTI dari tahun
1994 ke 1996. 49
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
9/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 9
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Data Curah Hujan, 1997-1998 (mm). 55
2. Intensitas Curah Hujan, 1997-1998 (mm/Jam).. 56
3. Rata-rata Tinggi Muka Air (TMA) 57
4. Hasil Analisis Klasifikasi Berbantuan (Maximum, Minimum, Rerata,
Standard Deviasi) Citra 1994 dan 1996. 58
5. Hasil Analisis Klasifikasi Berbantuan Antar Layer Citra Landsat Tahun
1994 dan 1996 59
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
10/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 10
I. PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang.
Pengelolaan hutan di Indonesia yang lestari perlu memperhatikan sistem
silvikultur, yang di dalamnya termasuk tindakan penebangan untuk permudaan
hutan, baik secara alami maupun buatan. Sistem silvikultur yang selama ini
pernah ada dan digunakan adalah TPI (Tebang Pilih Indonesia), THPA (Tebang
Habis Permudaan Alam), THPB (Tebang Habis Permudaan Buatan) dan TPTI
(Tebang Pilih Tanam Indonesia). Pemilihan salah satu sistem ini ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain tujuan dari pengusahaan hutan serta perlindungan
tempat tumbuh. Sistem TPI, THPB dan THPA tersebut mengacu pada Surat
Keputusan Direktur Jenderal Kehutanan No 35/Kpts/DP/I/1972. Sistem tebang
pilih adalah sistem silvikultur dimana didalamnya diatur mengenai sistem
pemanenan kayu dan pembinaan hutannya. Empat faktor yang menentukan
sistem tebang pilih adalah limit diameter, rotasi tebang, jumlah tegakan tinggal
dan diameter tegakan tinggal. Adapun asumsi yang digunakan dalam
menentukan keempat faktor tersebut adalah : pertumbuhan diameter 1 cm/tahun, pertumbuhan tegakan tinggal 1m
3/ha/tahun, rotasi tebangan 35 tahun,
dan tegakan tinggal akan tumbuh mencapai ukuran yang dapat ditebang dalam
kurun waktu rotasi tebang tersebut (Manan, 1998).
Sistem silvikultur TPTI sebagai pengembangan dari sistem silvikultur TPI
telah ada petunjuk teknisnya sesuai dengan Surat Keputusan Direktur Jenderal
Pengusahaan Hutan No 151 tahun 1993, sementara untuk kegiatan TJTI masih
dalam tahap uji coba sebagaimana yang tertera dalam SK Dir Jen PH No
40/Kpts/IV-BPHH/1993.
Petunjuk Teknis tentang TPTI menurut Surat Keputusan yang dikeluarkan
oleh Dir Jen PH No 151/1993 tertanggal 19 Oktober 1993, bahwa untuk kegiatan
TPTI mempunyai rotasi tebang 35 tahun dengan diameter tebangan 50 cm
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
11/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 11
keatas pada Hutan Produksi Tetap dan 60 cm keatas pada Hutan Produksi
Terbatas.
Dalam ujicoba kegiatan TJTI tersebut disebutkan bahwa : (1) Tebangan
dilakukan pada pohon berdiameter lebih dari 20 cm di sepanjang jalur tebang. (2)
Kombinasi lebar jalur tebangan dan konservasi 50 - 200 m. (3) Perlakuan-
perlakuan terhadap jalur-jalur TJTI adalah sebagai berikut : (a) pada jalur
tebangan ada perlakuan penanaman dan permudaan alam, (b) permudaan alam
berasal dari biji pada jalur-jalur konservasi, (c) pada jalur tebangan dilakukan
penanaman dengan sistem larikan, (d) penyaradan kayu dilakukan dengan
bulldozer, forwarder, satwa, (e) pemeliharaan dengan permudaan buatan buatan
4 kali selama 1 tahun, selanjutnya 6 bulan sekali sampai umur 5 tahun dan (f)
pemeliharaan permudaan alam 1 tahun setelah penebangan sebanyak 4 kali
kemudian 5 tahun sekali.
Semua sistem silvikultur tersebut di atas lebih menitikberatkan pada
kesinambungan produksi kayu dan belum diperoleh informasi tentang
pengaruhnya terhadap kelestarian lingkungan. Dengan berbagai ketentuan di
atas, berbagai kendala dijumpai, seperti kerusakan tegakan tinggal atau tegakan
pada jalur konservasi, pemadatan tanah akibat penggunaan alat didalam
penyaradan, dampak sosial seperti meningkatnya pencurian kayu pada tegakan
di jalur konservasi. Namun demikian, informasi yang diperoleh masih terbatas
khususnya baru informasi pada kondisi tegakan tinggal. Sementara itu tuntutan
akan pengelolaan hutan tidak hanya pada produksi yang berkelanjutan tetapi
juga menyangkut suatu proses pengelolaan yang akrab lingkungan. Dalam
rangka ekolabeling tahun 2000, dampak setiap tahap pengelolaan hutan perlu
dikuantitatifkan untuk memberikan informasi kepedulian lingkungan dalam
pengelolaan hutan.
Bertitik tolak dari keadaan di atas maka dirasakan perlu untuk melakukan
kajian mengenai dampak sistem TPTI dan TJTI terutama pada peremajaan
hutan dan kondisi hidrologi hutan. Hasil kajian ini diharapkan dapat melengkapi
informasi tentang dampak TPTI dan TJTI.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
12/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 12
1.2. Maksud dan Tujuan
Kajian ini dimaksudkan untuk memberikan informasi ilmiah tentang
dampak TPTI dan TJTI terhadap peremajaan tanaman dan kondisi hidrologi
hutan. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan rekomendasi
teknis yang berkaitan dengan pelaksanaan TPTI dan TJTI. Tujuan tersebut
direncanakan dapat dicapai secara bertahap dalam kurun waktu 5 tahun.
Pelaksanaan kajian tahun 1998/199 merupakan tahun pertama dan
ditujukan untuk mendapatkan indikator keterkaitan praktek sistem silvikultur
tersebut dengan permasalahan hidrologi dan peremajaan tanaman. Indikator
tersebut diperoleh melalui deskripsi data dasar yang dikumpulkan pada tahun
pertama pelaksanaan. Berdasarkan indikator tersebut kemudian disusun suatu
rancangan penelitian yang lebih komprehensif.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
13/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 13
II. STUDI PUSTAKA
2.1. Sistem Penebangan Hutan Produksi.
TPI (Tebang Pilih Indonesia), THPA (Tebang Habis Peremajaan Alam)
dan THPB (Tebang Habis Peremajaan Buatan) diterapkan sejak tahun 1972
untuk menggantikan kebijaksanaan tebang habis yang ternyata tidak ramah
lingkungan. Sistem TPI diterapkan pada hutan-hutan alam campuran yang
mempunyai beragam tanaman hutan dan ditentukan berdasarkan jumlah dan
diameter pohon inti. Batas minimum diameter yang boleh ditebang adalah 50 cm,
pohon inti yang harus ditinggalkan berdiameter > 20 cm dengan jumlah 25
pohon/ha. Sistem THPA dan THPB diterapkan pada hutan seumur dengan
tingkat permudaan 40 %. Apabila tingkat permudaan < 40 % atau akan
dikonversikan menjadi hutan jenis tanaman tertentu maka sistem yang dipilih
adalah THPB. Sistem yang digunakan untuk memilih salah satu cara
penebangan adalah sistem skoring yang diperoleh dari hasil inventarisasi hutan.
TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) yang dikembangkan sejak tahun
1989 merupakan penyempurnaan dari sistem TPI. Sistem ini diharapkan dapatmemenuhi kriteria ITTO mengenai pengelolaan hutan berkelanjutan. Tujuan dari
sistem ini adalah untuk membentuk struktur dan komposisi hutan alam tak
seumur yang optimal dan lestari sesuai dengan sifat biologi dan keadaan tempat
tumbuh aslinya. Karena tujuannya maka sistem ini bagus untuk diterapkan pada
hutan alam campuran yang tidak seumur. Pada lokasi TPTI bekas kebakaran
atau kurang permudaan maka perlu dilakukan program pengayaan.
TJTI (Tebang Jalur Tanam Indonesia) merupakan salah satu alternatif
sistem silvikultur yang sekarang ini sedang pada tahap penelitian dan uji coba.
Sistem ini diharapkan dapat menutup kekurangan yang terdapat pada sistem
TPTI, seperti rusaknya plasma nutfah, produksi yang sedikit dengan kawasan
penebangan yang luas serta membutuhkan ketrampilan yang tinggi.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
14/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 14
Sistem penebangan yang dilakukan pada hutan alam akan memberikan
dampak terhadap kinerja vegetasi dan kondisi hidrologi. Indikator perubahan
kondisi vegetasi akan dipantau dengan perubahan spectral signature pada
klasifikasi citra, sedangkan kondisi hidrologi dipantau dengan parameter hasil air
dan sedimen. Kecenderungan perubahan masing-masing indokator menuju ke
kondisi semula akan tergantung pada sistem penebangan yang dilakukan.
2.2. Dampak TPTI dan TJTI
Dampak intensitas TPTI terhadap regenerasi dan ekosistem hutan telah
diteliti oleh Tim Fak. Kehutanan Universitas Mulawarman (1997). Berkaitan
dengan pembukaan lahan hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa batas
diameter >30cmengakibatkan keterbukaan lahan yang lebih besar daripada > 50
cm akibat rebahan pohon yang lebih luas. Dampak mikroklimat dan ekofisiologis
antara batas diameter > 30 cm dengan > 50 cm tidak berbeda nyata, tetapi
keduanya menunjukkan perbedaan yang nyata dibanding dengan hutan perawan
di dekatnya.
Tebang pilih (baik batas 30 cm maupun 50 cm) secara nyata mengubah jumlah jenis dan keanekaragaman hayati vegetasi pohon dan semai sesaat,
sampai hutan memulihkan dirinya kembali melalui suksesi secara pelan-pelan.
TJTI juga telah banyak diteliti, tetapi semuanya hampir menitik beratkan
pada aspek silvikultur dan analisis ekonominya (Dudung Darusman 1998; dan
Elias 1998). Sistem TJTI ini masih dalam rangka uji coba, tetapi telah dilakukan
pembahasan yang mendalam dan komprehensif antar pakar pada awal tahun
1998.
Berdasarkan perkembangan tersebut, maka kajian ini akan memantau
pengkayaan tanaman melalui citra satelit disamping efek dari sistem silvikultur
tersebut yang dalam hal ini hanya menyangkut dampak hidrologisnya.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
15/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 15
III. DESKRIPSI LOKASI
3.1. Letak, Luas dan Keadaan Wilayah
Lokasi PT. Sumalindo Lestari Jaya IV (SLJ IV) secara geografis terletak
pada Bujur Timur : 116o 30 00 - 117o 00 00 BT dan Lintang Utara : 02 o 00
00 - 30o 30 00 LU. Secara hidrologis, areal PT. SLJ IV termasuk dalam DAS
Segah, sub DAS Septi. Menurut kelompok hutannya termasuk kelompok hutan
S.Segah dan S.Uwau.Areal HPH PT.SLJ-IV dapat dilihat pada Gambar 1.
Areal Hak Pengusahaan Hutan PT. SLJ IV berdasarkan administrasi
pemerintahan termasuk dalam Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, Propinsi
Dati I Kalimantan Timur. Berdasarkan administrasi kehutanan areal PT.SLJ IV
termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Gunning
Tabur, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) / Cabang Dinas Kehutanan (CDK)
Berau, Dinas Kehutanan Dati I Kalimantan Timur.
Luas HPH PT. SLJ IV berdasarkan SK Adendum HPH No 497/Kpts-II/92
tanggal 1 Juni 1992 adalah 100.000 Ha. Berdasarkan Tata Guna Kesepakatan
(TGHK) sebagian besar arealnya merupakan hutan produksi terbatas (91,5 %)
dan sisanya merupakan hutan produksi yang dapat dikonversi (6,5 %) dan hutanlindung (2 %).
Topografi SLJ IV yang berlokasi di Gunung Sari (km 0) dan Longgayan
(km 60) dengan kondisi bergelombang sampai berbukit mewakili topografi dan
bentuk lahan yang ada di Kalimantan Timur. Ketinggiannya dari muka laut
berkisar antara 100 hingga 500 m. Geologi areal PT. SLJ IV adalah sebagai
berikut : (1). Formasi Telen (Mts), di bagian Selatan, terdiri dari perselingan
antara batu asbak yang berwarna hitam dan merah, rijang yang berwarna merah
dan kelabu dan batuipasir malih, sebagian besar sudah sangat tergerus dan
terbreksikan. (2) Di bagian Timur dan Tenggara terdapat batuan gunung api jelai,
breksi vulkanik, tuf, breksi dan aliran lava yang terdiri dari batuan andesitik basal.
(3) Dari Barat Laut hingga Timur Laut dan Tenggara merupakan formasi
Sembakung, terdiri dari konklomerat alas, batu liat, batu lanau kecoklatan (kaya
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
16/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 16
ganggang, faraminifera, koral, moluska dan gastropoda). (4) Formasi Mentarang
kelompok Embaluh (Ktme), terdapat di bagian tengah , Barat Daya, Tenggara
dan sedikit di Utara. Formasi ini terdiri dari batupasir kelabu kebiruan hingga
kehijauan, berbatu halus-sedang, kuarsit dan felsdfar, mikaan dan sedikit
fragmen batuan bersisipan argilit dan serpih, setempat breksi dan konklomerat.
3.2. Keadaan Hutan
Dari luasan 100.000 ha di kelompok hutan Segah, dijumpai areal berhutan
seluas 97.000 Ha dan areal tidak berhutan seluas 3.000 Ha. Hasil survey yang
dilakukan oleh PT. Nusa Consultants tentang potensi kayu rata-rata PT.SLJ IV
seperti tercantum dalam Tabel 1 berikut :
Tabel 1. Potensi kayu areal HPH PT.SLJ IV
Kelas Diameter
No Kelompok Jenis 20 Cm up 50 Cm up 60 Cm up
N V N V N V
I Komersil
1. Dipterocarpaceae 14,89 42,10 4,92 31,88 3,30 26,30
2. Non
Dipterocarpaceae
23,60 35,02 2,91 15,23 1,73 11,02
II Non Komersial 38,79 30,93 1,33 4,91 0,72 3,12
Total 77,37 108,05 9,16 52,02 5,75 40,44
3.3. IklimBerdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951), tipe iklim di
wilayah HPH PT.SLJ IV termasuk tipe A dengan curah hujan tahunan a513 mm,
bulan terbasah pada bulan September dan bulan terkering pada bulan April.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
17/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 17
Gambar 1. Lokasi PT. SLJ IV, site Gunung Sari di Berau, Kalimantan Timur
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
18/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 18
IV. METODOLOGI
4.1. Bahan dan Peralatan
Bahan yang digunakan adalah :
citra satelit pada tahun 1995 - 2003 pada areal TPTI dan TJTI
peta-peta dasar dan peta tematik yang berkaitan dengan lokasi
bahan-bahan survei termasuk tanaman
bahan-bahan komputerisasi
Peralatan yang digunakan terdiri dari piranti lunak dan piranti keras
piranti lunak : pc ARC/Info, ERDAS Imagine
piranti keras : AWLR atau logger, ARR, komputer, printer, suspended
sampler, current meter dan ombrometer
4.2. Metode Kajian
Untuk mencapai tujuan yang diinginkan, maka ditetapkan tiga kegiatan
kajian, yaitu :
1. Kajian Kecenderungan Peremajaan Tanaman dengan Klasifikasi Citra
Satelit.
Kajian ini diarahkan untuk mempelajari kecenderungan spectral signaturepenebangan dari areal TPTI dan TJTI mulai sebelum pelaksanaan sampai
beberapa tahun setelah penebangan. Kecepatan peremajaan ditentukan oleh
waktu yang diperlukan oleh areal tersebut untuk mencapai nilai spectral
signatureyang sama dengan sebelum penebangan
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
19/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 19
2. Kajian Tata Air dengan Satuan Sub DAS pada Areal TPTI dan TJTI
Kajian ini dimaksudkan untuk mempelajari kecenderungan hasil air dan
sedimen mulai dari pra penebangan sampai pasca penebangan. Proses
peremajaan tanaman juga dapat diindikasikan dari parameter hidrologi yang
mengarah pada kondisi sebelum penebangan
3. Kajian Identifikasi Peremajaan dan Pengayaan Tanaman
Kegiatan ini ditujukan untuk memberikan informasi yang lebih detil mengenai
kondisi tanaman yang terdapat pada areal studi. Informasi yang diperoleh
akan merupakan komplemen dari kajian terdahulu untuk masukan penentuan
rekomendasi.
Pada tahun pertama ini kegiatan kajian yang dilaksanakan merupakan
sebagian dari proses kajian tata air dan identifikasi peremajaan dan pengayaan
tanaman. Namun demikian karena berbagai keterbatasan maka kegiatan tahun
ini masih dititik beratkan pada pencandraan data dasar untuk kegiatan
berikutnya.
Rangkaian kegiatan ini direncanakan untuk dilaksanakan selama 5 (lima)
tahun dengan asumsi bahwa dalam kurun waktu tersebut telah diperoleh datalengkap untuk penentuan rekomendasi.
a) Kajian Kecenderungan Peremajaan Tanaman dengan Klasifikasi Citra
Satelit
Metode yang digunakan adalah Supervised dan Unsupervised
classification. Unsupervised classification terutama dilakukan pada
citra satelit dari tahun-tahun yang lampau.
Klasifikasi spectral signature dilakukan pada citra satelit pada
beberapa tahun yang berbeda, yaitu pada :
t0 = sebelum penebangan
t1 = pada saat penebangan
ts = pada tahun 1998
ts1 = pada tahun 2000 (tahun ke tiga kajian)
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
20/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 20
ts2 = pada tahun 2002 (tahun kelima kajian)
Untuk mendapatkan kondisi yang sama, maka diupayakan agar :
cakupan lokasi sama
bulan pengambilan sama (agar musimnya sama)
jenis citra satelit yang sama
Klasifikasi dilakukan dengan piranti lunak ERDAS Imagine setelah
terlebih dahulu melakukan proses koreksi citra terhadap kesalahan
geometris dan radiometrisnya
Analisis tumpang susun juga dilakukan dengan menggunakan fasilitas
SIG dengan peta topografi, peta petak dan peta situasi untuk
kepentingan deskripsi lokasi
Nilai-nilai spectral signature antara beberapa citra satelit
diperbandingkan untuk mengetahui kecenderungannya
Kajian ini dilaksanakan pada tahun I, III dan ke V
b) Kajian Tata Air dengan Satuan Sub DAS pada Areal TPTI dan TJTI
DAS merupakan satuan ekosistem terutama dalam kaitannya dengan
kondisi hidrologi hutan. Dampak pengelolaan hutan diukur dengan
menggunakan metode DAS berpasangan (paired watershed). Dengan
demikian dibutuhkan 3 Sub DAS, masing-masing pada areal TPTI,
TJTI dan hutan yang tidak ditebang. Luasan masing-masing sub DAS
maksimum 1000 ha.
Parameter yang diamati adalah parameter hujan, hasil air dan hasil
sedimen. Parameter hujan diukur dengan penakar hujan yang
dipasang di daerah tangkapan, sedangkan hasil air diukur dengan alat
duga air (pelskal dan AWLR atau logger) yang dipasang pada StasiunPengamat Arus Sungai (SPAS). Hasil sedimen dihitung dari
pengambilan sampel saat banjir atau terjadi perubahan Tinggi Muka
Air (TMA).
Perbandingan kecenderungan hasil air dan sedimen pada DAS yang
dilakukan penebangan dengan TPTI, TJTI dan DAS di daerah hutan
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
21/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 21
yang tidak ditebang menunjukkan dampak penebangan hutan
terhadap hasil air dan sedimen. Perbandingan antara hujan dan hasi
air (koefisien limpasan) dihitung untuk menunjukkan daya serap DAS
yang bersangkutan terhadap faktor masukan (curah hujan).
Penebangan hutan yang dilakukan akan mempengaruhi koefisien
limpasan tersebut.
Kajian ini dilaksanakan secara terus menerus sepanjang tahun
c) Kajian Identifikasi Peremajaan dan Pengayaan Tanaman
Identifikasi dilakukan dengan sistem transek pada saat survei
lapangan
Pelaksanaan kajian dilakukan selama 3 (tiga) kali dalam lima tahun
pelaksanaan; yaitu pada tahun I, III dan tahun ke V.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
22/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 22
V. PELAKSANAAN KAJIAN
Sesuai dengan metode kajian yang direncanakan, maka untuk mencapai
tujuan direncanakan beberapa kegiatan secara berurutan:
1. Penetapan lokasi uji coba yang permanen
2. Pengumpulan data dasar sebagai dasar pelaksanaan penelitian berikutnya
3. Penyusunan rancangan penelitian selama kurun waktu 5 tahun
4. Kalibrasi peralatan pengamatan hidrologi bila lokasi telah mempunyai
perangkat hidrologi, atau persiapan pemasangan sarana pengamatan bila
lokasi belum tersedia perangkat pengamatan hidrologi.
Masing-masing kegiatan diuraikan pada bab berikut. Khusus untuk butir 3,
laporan ini merupakan rancangan penelitian yang disusun berdasarkan data
dasar yang berhasil dikumpulkan pada pelaksanaan kegiatan tahun pertama ini.
Dengan demikian bab berikut tidak menguraikan butir 3 secara khusus.
Pelaksanaan kajian tahun ini belum menyangkut evaluasi vegetasi melalui
klasifikasi citra satelit karena pos anggaran pengadaan citrs tidak mencukupi
sebagai akibat penurunan nilai Rupiah sehingga harga digital citra satelit menjadisangat mahal. Dengan demikian laporan ini tidak membahas kegiatan kajian
Kecenderungan Peremajaan Tanaman dengan Klasifikasi Citra Satelit.
Direncanakan kajian ini dapat dilaksanakan tahun mendatang meskipun dengan
menggunakan citra satelit hitam putih. Pelaksanaan kegiatan klasifikasi citra
satelit akan masuk dalam perencanaan kegiatan kajian tahun mendatang.
5.1. Penetapan Lokasi Uji Coba
Lokasi uji coba ditetapkan sesuai dengan tujuan kajian ini yaitu mengkaji
dampak TPTI dan TJTI. Dengan demikian persayaratan lokasi adalah hutan
produksi alam yang melakukan penebangan TPTI dan melaksanakan uji coba
TJTI. Disamping itu diperlukan pula pengamatan dampak operasi penebangan
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
23/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 23
tersebut terhadap kondisi Hidrologi, sehingga lokasi kajian harus mempunyai
fasilitas Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) di areal penebangan TPTI.
Ada dua perusahaan HPH yang arealnya menjadi alternatif lokasi kajian
karena memenuhi persyaratan tersebut, yaitu PT International Timber
Corporation Indonesia (ITCI) dan PT Sumalindo Lestari Jaya.(SLJ) yang
lokasinya tersebar di beberapa tempat di Kalimantan Timur. Hasil orientasi
pertama di kedua perusahaan tersebut menunjukkan bahwa kedua perusahaan
telah melaksanakan penebangan TPTI dan ujicoba TJTI. Ternyata areal ujicoba
TJTI milik PT ITCI telah terbakar tahun yang lalu sehingga kondisinya telah
berubah dan tidak memenuhi persyaratan teknis kajian ini. Dengan demikian
maka ditetapkan lokasi uji coba adalah areal PT Sumalindo Lestari jaya.
Dalam rangka pengamatan tata air di lokasi HPH, PT SLJ telah
memasang tiga fasilitas SPAS di tiga lokasi di Kalimantan Timur. Dua
diantaranya berada di Kabupaten Tanjung Redep (Berau), sedangkan lainnya
berada di perbatasan Kalimantan Tengah. Berdasarkan pertimbangan
kemudahan untuk dijangkau, maka ditetapkan lokasi di Berau, yaitu SLJ I site
Batuputih dan SLJ IV di site Gunungsari. Orintasi detil untuk penetapan lokasi
kajian kemudian dilaksanakan di areal SLJ I dan SLJ IV.
Hasil orientasi lapangan di kedua areal tersebut menunjukkan bahwa
lokasi SLJ I Batuputih mempunyai topografi yang datar, dan berada di dekat
pantai timur Kalimantan Timur. Lokasi SPAS TPTI berada didekat jalan utama
sehingga mudah dijangkau, namun demikian lokasi ujicoba TJTI berada tepat di
hilir SPAS, sehingga menyulitkan untuk melakukan pengamatan dengan metode
DAS berpasangan. Hasil orientasi lapangan di SLJ IV menunjukkan bahwa
topografi berbukit sampai bergunung dengan kelerengan yang terjal. Lokasi
SPAS TPTI dan lokasi ujicoba TJTI relatif dekat dan memungkinkan untuk
melakukan kajian dengan metode DAS berpasangan. Berdasarkan hasil
orientasi inilah maka ditetapkan lokasi kajian terletak di areal PT SLJ IV site
Gunungsari.
Pemilihan lokasi ini juga disesuaikan dengan lokasi kegitan penelitian
yang dilaksanakan oleh BPK Samarinda, yaitu kajian tentang besarnya erosi
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
24/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 24
lahan areal TPTI dan TJTI dan regenerasi tanaman utama di areal TPTI TJTI.
Dengan demikian maka kajian yang dilaksanakan oleh BTPDAS dan BPK
Samarinda bisa saling komplemen dalam substansi dan berada dalam satu
lokasi sehingga output nantinya dapat merupakan paket hasil kajian yang
lengkap dan menyeluruh.
5.2. Pengumpulan Data Dasar.
Langkah selanjutnya setelah penetapan lokasi adalah pengumpulan data
dasar lokasi definitif tersebut. Jenis data yang dikumpulkan harus berkaitan
dengan metode dan tujuan kajian. Dengan demikian data yang perlu
dikumpulkan antara lain: peta dasar (peta RKT, peta Topografi, Peta Geologi),
data hidrologi ( data hujan hasil pengamatan SPAS, data TMA hasil pengamatan
SPAS), data tanah, data vegetasi dan permudaan tanaman. Data-data tersebut
dikumpulkan dari berbagai pihak dan hasil kegiatan yang telah lalu, disamping itu
juga data hasil pengamatan dan survey langsung di lapangan.
Hasil kegiatan pengumpulan data dasar berupa peta-peta dasar yang
diperoleh dari lokasi, kantor pusat PT SLJ dan dari Bakosurtanal. Data hidrologi
diperoleh dari hasil pengamatan meskipun kontinyuitas datanya terputus-putus.Data tanah dan vegetasi diperoleh dari hasil survei dan pengamatan lapangan
ditambah dengan hasil pengamatan yang telah lalu yang dilakukan oleh PT SLJ.
Data-data tersebut diperoleh dalam bentuk kopi lunak (soft copy) yang
tersimpan dalam disket dan kopi keras (hard copy) yang berupa peta-peta serta
foto kopi hasil-hasil pengamatan. Diantara data yang terkumpul, data hasil air di
SPAS TPTI belum bisa memberikan informasi tentang fenomena yang terjadi
karena masih diperlukan pengamatan tambahan yaitu pengukuran kecepatan air
di beberapa Tinggi Muka Air (TMA) yang belum dilaksanakan.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
25/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 25
5.3. Kalibrasi dan Penyiapan Sarana Pengamatan Hidrologi,
Salah satu pertimbangan utama pemilihan lokasi SLJ IV adalah karena
lokasi ini telah memiliki SPAS sebagai sarana pengamatan hidrologi di areal
TPTI. Dengan demikian diharapkan dapat dilakukan kalibrasi sarana prasarana
pengamatan hidrologi terutama di areal TPTI. Kegiatan ini terpaksa tidak dapat
dilakukan karena peralatan tidak berfungsi lagi karena adanya kerusakan
bangunan SPAS sebagai akibat banjir tahunan yang sangat besar. Untuk itu
disarankan segera diperbaiki dan lokasi dapat dipindahkan ke arah hulu
mendekati calon lokasi worksite. Konstruksi bangunan pengamat juga
disarankan menggunakan kayu yang lebih tersedia di lapangan dan sesuai
dengan kondisi sungai di wilayah ini. Pada areal TJTI ditetapkan Sub DAS yang
mencakup areal TJTI meskipun areal TJTI hanya akan menjadi bagian terbesar
dari Sub DAS tersebut.
Setelah ditetapkan Sub DAS di areal TJTI, maka diperlukan pengamatan
detil lokasi calon SPASnya. Untuk lokasi di SLJ IV telah ditetapkan calon lokasi
SPAS yaitu di dekat Km66 jalan utama di areal tersebut. Konstruksi disarankan
dari kayu. Peralatan AWLR telah tersedia baik di BTPDAS maupun di BPK
Samarinda. Dalam rangka penyiapan pemasangan sarana tersebut telah
dibahas di kantor pusat PT SLJ. Pada prinsipnya pelaksanaan pembangunanSPAS di arel TJTI diusulkan untuk dilakukan dengan kerjasama. BTPDAS
menyediakan AWLR sedangkan PT SLJ harus membangun rumah pesawatnya.
Sementara ini belum ada keputusan tetap mengenai hal ini.
Kesulitan utama yang dijumpai dalam pelaksanaan pengamatan hidrologi
adalah medan areal yang berat dan ketersediaan tenaga pengamat. Secara
ideal pengukuran hujan dalam DAS seluas 1000 ha seharusnya dilakukan pada
beberapa tempat, tetapi tampaknya hal ini kurang memungkinkan mengingat
medan yang cukup berat. Dalam hal ini disarankan pengukuran hujan tetap
dilaksanakan minimal di dua tempat atau lebih dan alat pengukur dapat
ditempatkan di worksite atau di areal yang mudah dijangkau.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
26/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 26
5.4. Pelaksanaan Survey lapangan.
Survei lapangan dilaksanakan di areal yang telah ditetapkan. Ada dua
jenis pengamatan yang dilakukan pada saat survey, yaitu identifikasi dan
deskripsi tentang lahan dan tanah serta identifikasi vegetasi. Pengamatan
tentang tanah dilakukan di beberapa titik sampel yang representatif dan mudah
untuk dijangkau.
Pengamatan vegetasi dilakukan baik di areal TPTI maupun areal TJTI.
Pengamatan dilakukan terhadap tegakan primer dan tegakan tinggal sebagai
indikator adanya peremajaan tanaman dan tumbuhan bawah sebagai indikator
adanya suksesi. Untuk areal TJTI pengambilan sampel juga memperhatikan
variasi lebar jalur yang dicobakan. Pada uji coba TJTI di SLJ IV ini ada
beberapa perlakuan lebar jalur dan areal konservasi sehingga pengambilan
sampel vegetasi dilakukan berdasarkan perlakuan ini.
Identifikasi dilakukan dengan pengambilan sampel herbarium dan
dideskripsikan untuk mengidentifikasi jenis tanaman. Sementara itu pengamatan
pertumbuhan tanaman utama juga dilakukan secara rutin oleh petugas
perusahaan. Hasil pengamatan dapat diperoleh di kantor pusat perusahaan
dalam bentuk data dijital.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
27/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 27
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Lokasi Uji Coba yang Permanen
Untuk lokasi ujicoba yang permanen telah ditetapkan di areal Hak
Pengusahaan Hutan PT. Sumalindo Lestari Jaya IV (PT.SLJ-IV) Site Gunung
Sari. Adapun alasan dipilihnya lokasi ini untuk kajian adalah sebagai berikut :
1. Terdapatnya kegiatan TPTI dan TJTI yang telah berjalan dengan baik. Pada
areal kedua kegiatan tersebut terdapat aliran sungai yang dimungkinkan
untuk dijadikan Catchment Area uji coba dengan pemasangan alat Stasiun
Pengamatan Arus Sungai (SPAS) di lokasi TJTI sedangkan untuk areal TPTI
sudah dipasang AWLR pias mingguan.
2. Sudah dilakukan beberapa uji coba yang sedang dan telah berjalan dari para
Peneliti di BPK Samarinda dengan melakukan beberapa penelitian :
Pertumbuhan jenis tanaman.
Pengamatan erosi.
Rencana Bina Pilih.
3. Jarak tempuh ke lokasi Gunung Sari dari Tanjung Redeb tidak berapa jauhdan dapat ditempuh dengan dua cara yaitu lewat darat atau air.
Untuk mencapai lokasi PT.SLJ IV site Gunung Sari (Km 0) tersebut dari
Tanjung Redeb berjarak 80 km, dapat ditempuh lewat darat selama 3 jam
apabila jalan dalam keadaan baik dan jembatan tidak rusak. Jika jembatan
rusak, harus ditempuh lewat air dengan Speed Boat PK besar (115 PK) selama
2,5 jam atau dengan Klothok/Bis air dengan waktu tempuh lebih lama lagi yaitu
6 - 8 jam. Klothok yang ke Gunung Sari hanya ada pada hari Rabu dan Sabtu,
sedangkan pulangnya dari Gunung Sari hanya ada pada hari Kamis dan Minggu
dengan jam keberangkatan pukul 08:00 WITA.
Base camp utama terletak pada Km 45 (Long Ayan), sedangkan
pangkalan Speed Boat hanya sampai di Km 0. Untuk mencapai lokasi Km 45
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
28/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 28
dapat ditempuh lewat darat dengan waktu tempuh 1 jam. Adapun lokasi TPTI
terletak di Km80 dan TJTI di Km 60.
a). Kriteria areal kegiatan TPTI
Lokasi uji coba TPTI ditetapkan pada areal RKT (Rencana Kerja Tahunan)
1998/1999 dan RKT 1999/2000. Luas catchment areayang dibentuk yang
merupakan areal TPTI tersebut sekitar 3.433,67 Ha yang terdiri dari 1.587,60 Ha
areal RKT 1998/1999 dan 1.846,07 Ha areal RKT 1999/2000.
Areal TPTI dilewati sungai Selling, kelerengan areal TPTI termasuk kelas
D (25 - 35 %) hingga E (35 - 45 %) dengan topografi perbukitan pada daerah
Tenggara dan berbukit pada daerah Barat Laut.
Pada bulan April 1997 pada daerah luaran yang terpilih telah dibangun
SPAS yang dilengkapi AWLR pias mingguan. Namun demikian, pada bulan
Februari 1999 bangunan SPAS yang dimaksud telah mengalami kerusakan
akibat banjir besar tahunan. Untuk mencapai lokasi SPAS dari Km 80 masih
harus melewati jalan air selama 2 jam dengan Kethinting PK kecil. Kendala yang
dihadapi adalah kesulitan mencari pengamat yang tinggal di dekat SPAS karena
lokasinya terpencil.
Data tinggi muka air (TMA) yang sempat teramati oleh PT. SLJ IV mulaiDesember 1997 hingga September 1998. Kondisi bangunan SPAS tersebut
setelah rusak dapat dilihat pada Gambar 2.
Berdasarkan hasil eveluasi terhadap kondisi bangunan SPAS dan
kemudahan untuk memperoleh bahan bangunan disarankan untuk memindahkan
lokasi SPAS ke daerah hulu, pada sungai yang sama dengan menggunakan tipe
bangunan yang sesuai dengan kondisi fisik dan bahan yang banyak tersedia di
lokasi setempat Bangunan yang disarankan adalah bangunan sederhana dengan
memanfaatkan kayu sebagai pondasi dilengkapi dengan pipa besar untuk
sumurannya. Mengingat lokasi ini masih cukup jauh untuk dijangkau, untuk
memudahkan pengamatan disarankan bahwa AWLR diganti dengan logger.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
29/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 29
Gambar 2. Kondisi bangunan SPAS di areal TPTI, PT SLJ-IV yang rusak akibat
banjir.
b). Kriteria Areal Kegiatan TJTI
Lokasi uji coba TJTI ditetapkan pada areal bekas tebangan blok RKT
1991/1992 seluas 650 Ha pada petak-petak 04, 06, 07 (zone IX) dan petak 94,
95 dan 96 (zone X) yang kemudian kemudian diubah menjadi petak uji coba 1, 2,
3, 4, 5 dan 6. Peta lokasi uji coba TJTI dapat dilihat pada Gambar 3.
Topografi areal uji coba bergelombang hingga berbukit dengankelerengan berkisar antara 15 hingga di atas 45 %. Jenis tanah yang dijumpai
didominasi oleh Ultisols, sebagian terdapat Entisols. Pada jalur tebang sebagian
top soil terkelupas/hanyut akibat penyaradan sehingga horison argilik yang padat
tampak di permukaan, sementara pada jalur konservasi masih terlihat adanya
top soil yang disertai dengan serasah/lantai hutan.
Dari 650 ha areal uji coba TJTI tersebut terdiri dari 6 kombinasi lebar jalur
tebang dan jalur konservasi. Panjang jalur tebang/konservasi masing-masing
1.000 m, arah jalur memanjang ke Utara dan Selatan. Luas masing-masing
petak berikut lebar jalur tebang/konservasi dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2. Luas petak dan kombinasi lebar jalur perlakuan uji coba TJTI di PT.SLJ
IV.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
30/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 30
No Luas Panjang Lebar (m) dan luas (ha) jalur Ulangan
Konservasi Tebang
Petak Ha m Lebar Luas Lebar Luas Perlakuan
01 70 1000 50 35 50 35 7
02 90 1000 100 60 50 30 6
03 100 1000 100 50 100 50 5
04 150 1000 100 50 200 100 5
05 150 1000 50 30 200 120 6
06 90 1000 50 30 100 60 6
Untuk mencapai lokasi uji coba TJTI dapat dilalui jalan darat dengan
kendaraan roda 4 dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari base camp Km 80.
Pada lokasi TJTI ini belum dilengkapi dengan bangunan SPAS.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan disarankan untuk membangun SPAS di
Km 66, dekat jalan cabang dan mudah dijangkau. Luas catchment area nya
sekitar 1.000 ha, diantaranya 650 Ha merupakan areal uji coba TJTI dan
selebihnya adalah bekas areal RKT 1991/1992. Untuk menindaklanjuti rencana
ini telah diadakan konsultasi dengan PT. SLJ IV , tetapi kontak secara formal
belum dilakukan. Atas dasar pertimbangan ketersediaan bahan dan kondisi fisik
lapangan disarankan untuk membuat bangunan dengan tipe yang sama dengan
di areal TPTI. Untuk AWLR nya telah tersedia di BPK Samarinda.
6.2. Kondisi Tegakan
6.2.1. Kondisi Tegakan TPTI
a). RKT 1998/1999
(1). Potensi Tegakan Hutan
Hasil inventarisasi tegakan sebelum diadakan penebangan dapat dilihat
pada Tabel 3. Luas areal seluruhnya mencapai 1587,6 Ha yang terdiri dari 15
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
31/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 31
petak. Hasil pengamatan terhadap pohon berdiameter 20 cm ke atas, dapat
dikelompokkan sebagai berikut, yaitu : (1) Jenis yang dilindungi seperti gaharu,
tengkawang, pohon buah dan banggeris (2) Jenis yang dapat ditebang yang
selanjutnya dikelompokkan dalam 3 kelompok yaitu jenis rimba campuran, jenis
kayu arang (eboni) dan jenis kayu indah. Jenis kayu berikut potensinya untuk
masing-masing kelas diameter dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 3. Jenis dan jumlah pohon di areal RKT 98/99 di Sub DAS Selling PT.SLJ
IV.
No Nama lokal Nama botanis N (pohon) untuk diameter
cm
Total
20-29 30-59 60 > pohon
A Jenis yang dilindungi
1 Pohon buah Antidesma sp. 272 1588 253 2113
2 Tengkawang Shorea cf amplexicaulis 42 709 554 1305
3 Banggeris Koompassia exelsa 18 364 422 804
Jumlah A 3 jenis 332 2661 1229 4222
B. Jenis yang dapat ditebang
I Kelompok kayu meranti
1 Meranti putih S.bracteolata 237 946 472 1655
2 Meranti merah Shorea sp. 531 3578 472 45813 Meranti kuning Shorea accuminatissima 108 867 644 1619
4 Agatis Agathis lorantifolia 1 2 0 3
5 Bangkirai Hopea mengarawan 16 84 133 233
6 Gerunggang Cratoxylon formosum 14 162 49 225
7 Jelutung Dyera sp. 48 347 508 908
8 Kapur Dryobalanops camphora 1 11 0 12
9 Mersawa Anisoptera marginata 6 67 54 127
10 Nyatoh Palaqium ferox 546 2682 572 3800
11 Nyerakat Shorea spp. 33 221 24 278
12 Pulai Alstonia scholaris 12 115 25 152
13 Keruing Dipterocarpus warburgii 14 258 163 435
14 Resak gunung Anisoptera marginata 131 974 70 1175
15 Perupuk Lophopetalum sp. 1 13 6 20
16 Pandan Asplenium nidus 36 340 284 660
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
32/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 32
17 Damar kucing Shorea leprosula 1 0 0 1
18 Palapi Shorea lepidota 0 5 1 6
19 Kenari Canarium megalanthum 139 981 177 1297
20 Penjalin Xanthophylum exelsa 128 1268 106 1502
21 Sarangan batu Shorea spp. 0 8 5 13
22 Damar laut Shorea utilis 2 1 1 4
23 Merambung Veronea arborea 0 5 1 6
24 Merbau Instia bakeri 0 10 7 17
25 Kayu bawang Schorodocarpus bormeensis 11 138 14 163
Jumlah 25 jenis 2016 13082 6783 21881
II Kelompok kayu rimba campuran 3970 27878 4199 36047
III Kelompok kayu ebony
1 Kayu arang Diospyros sumatrana 23 65 8 96
IV Kelompok kayu indah1 Anggi/sempetir Shorea spp. 50 521 298 869
2 Ulin Eusideroxylon zwageri 171 1676 486 2333
3 Rengas
burung
Melanorhoe wallichii 14 146 43 203
4 Sungkai Peronema canescens 0 1 0 1
5 Sawo kecik Manilkara kauki 0 1 0 1
6 Bungur Lagerstroemia speciosa 0 1 0 1
7 Kayu kuku Pericopsis mooniana 0 4 0 4
8 Gaharu Aquillaria mallacensis 0 2 0 2
9 Pasang Quercus sp. 244 1687 200 2131
10 Singkuang Pachyrrhizus erosus 9 108 21 138
11 Cempaka Michelia camphaca 0 3 0 3
12 Arau Casuarina eqisetifolia 0 19 80 99
Jumlah IV 12 jenis 488 4170 1128 5785
TOTAL A , B 43 jenis 6829 47791 13347 67967
Sumber : PT. SLJ IV, 1999
Dari Tabel 3 tersebut nampak bahwa jenis yang paling dominan adalah
jenis kayu rimba campuran, kemudian kelompok kayu meranti, berikutnya
kelompok kayu indah dan yang paling rendah adalah kelompok kayu yang
dilindungi.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
33/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 33
Dari 43 jenis yang yang dijumpai, 10 jenis yang paling mendominasi
tegakan berturut-turut adalah : (1) Meranti merah (Shorea sp.), (2) Nyatoh
(Palaqium ferox), (3) Ulin (Eusideroxylon zwageri), (4) Pasang (Quercus sp.), (5)
Pohon buah (Antidesma sp.), (6) Meranti putih (Shorea bracteolata), (7) Penjalin
(Xanthophylum exelsa), (8) Meranti kuning (Shorea accuminatissima), (9) Kenari
(Canarium megalanthum) dan (10) Tengkawang (Shorea cf amplexicaulis).
Jenis-jenis lain yang cukup banyak dijumpai adalah Resak gunung (Anisoptera
marginata), Jelutung (Dyera sp.), Anggi/sempetir (Shorea spp.) dan Banggeris
(Koompassia exelsa). Dari jenis-jenis tersebut Pohon buah (Antidesma sp.),
Tengkawang (Shorea cf amplexicaulis) dan Banggeris (Koompassia exelsa)
merupakan jenis-jenis yang dilindungi.
Dari seluruh jenis yang dijumpai, jenis-jenis berikut ini sangat sedikit
bahkan kurang dari 50 batang yaitu : Damar mata kucing (Shorea leprosula),
Sawo kecik (Manilkara kauki), Bungur (lagerstroemia speciosa), Sungkai
(Peronema canescens), gaharu (Aquillaria mallacensis), Agatis (Agathis
lorantifolia), Cempaka (Michelia camphaca), Damar laut (Shorea utilis), Kayu
kuku (Pericopsis mooniana), Palapi (Shorea lepidota), Merambung (Veronea
arborea), Kapur (Dryobalanops camphora), Sarangan batu (Shorea spp), Merbau
(Instia bakeri) dan perupuk (Lophopetalum sp.). Jenis-jenis tersebut sebagian
besar berdiameter 20 hingga 59 cm, termasuk kayu komersil dan kayu indah.
Untuk menghindari kepunahan jenis-jenis tersebut, baik karena kerusakan pada
saat penebangan maupun gangguan hutan lainnya, hendaknya didalam
pengayaan jenis tanaman dalam kegiatan reboisasi perlu difokuskan pada jenis-
jenis tersebut.
Sianturi (1997) mengemukakan bahwa dampak dari penebangan terhadap
kerusakan tegakan tinggal pada akhirnya dapat mengganggu rotasi tebang
berikutnya, tergantung pada intensitas kerusakan, makin besar kerusakan
tegakan tinggal, makin lama waktu rotasi tebangan yang optimal. Apabila terjadi
penurunan tingkat kerusakan sebesar 10 persen, akan ada kenaikan nilai
tegakan sebesar 38 persen. Selanjutnya Sianturi (1997) mengemukakan bahwa
jumlah pohon dalam tegakan tinggal juga sangat dipengaruhi oleh kerusakan
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
34/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 34
tegakan tinggal. Makin besar kerusakan tegakan tinggal, makin kecil jumlah
pohon yang sehat yang akan dipelihara untuk tebangan berikutnya, dengan
demikian akan semakin ekonomis. Tingkat kerusakan yang terjadi akibat
penebangan ini dapat dilihat setelah dilakukan inventarisasi tegakan tinggal 2
tahun setelah penebangan (Et + 2) atau pada tahun 2000/2001.
Hal lain yang juga mempengaruhi regenerasi dan ekosistem hutan adalah
limit diameter tebang. Anonimus (1997) menemukan bahwa persentase pohon
hidup untuk diameter tebang di 50 cm ke atas lebih besar sekitar 10 persen dari
pada untuk diameter tebang 30 cm ke atas. Persentase pohon hidup dengan
menerapkan diameter tebang 30 cm ke atas berkisar antara 62,4 hingga 65,1
persen dan untuk diameter tebang 50 cm ke atas berkisar antara 67,5 hingga
83,6 persen.
Potensi suatu tegakan dapat juga dinyatakan dalam kerapatan pohon. dari
Tabel 3 tersebut dapat dikemukakan bahwa kerapatan pohon pada areal TPTI
RKT 98/99 dengan jarak rata-rata 8,9 m, jumlah pohon 71 batang/Ha terdapat
sebanyak : 4 pohon pada kelas diameter 20 - 29 cm, 12 pohon pada kelas
diameter 30 - 39 cm, 11 pohon pada kelas diameter 40 - 49 cm, 27 pohon pada
kelas diameter 50 - 59 dan 17 pohon pada kelas diameter di atas 60 cm.
Penyebaran kelas diameter pohon di areal KRT 98/99 dapat dilihat pada
Gambar 4 berikut. Dari gambar tersebut nampak bahwa.....
Volume tegakan
Volume tegakan pada areal TPTI, RKT 1998/1999 disajikan pada Tabel 4
berikut :
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
35/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 35
Tabel 4. Jenis dan volume pohon di areal RKT 98/99 di Sub DAS Selling PT.SLJ
IV.
No Nama lokal Nama botanis Volume m3 Total
20-29 50 > 60 > pohon
A Jenis yang dilindungi
1 Pohon buah Antidesma sp. 99,22 2074,76 1140,89 3214,87
2 Tengkawang Shorea cf amplexicaulis 15,43 1152,88 3311,19 4479,50
3 Banggeris Koompassia exelsa 7,21 457,39 33623,47 34080,86
Jumlah A 3 jenis
B. Jenis yang dapat ditebang
I Kelompok kayu meranti
1 Meranti putih S.bracteolata 82,99 1372,61 2601,47 4057,07
2 Meranti merah Shorea sp. 206,69 5594,83 19103,75 24905,27
3 Meranti kuning Shorea accuminatissima 41,24 1287,06 3731,24 5059,54
4 Agatis Agathis lorantifolia 0,29 2,16 0,00 2,45
5 Bangkirai Hopea mengarawan 5,70 125,07 1114,19 1244,96
6 Gerunggang Cratoxylon formosum 4,75 245,93 205,29 455,97
7 Jelutung Dyera sp. 17,16 524,63 4373,84 4915,63
8 Kapur Dryobalanops camphora 0,34 16,54 0,00 16,88
9 Mersawa Anisoptera marginata 2,38 109,31 324,54 436,23
10 Nyatoh Palaqium ferox 193,77 3469,48 2388,30 6051,55
11 Nyerakat Shorea spp. 13,00 302,53 89,44 404,97
12 Pulai Alstonia scholaris 4,45 99,38 114,54 218,37
13 Keruing Dipterocarpus warburgii 4,89 417,03 865,11 1287,03
14 Resak gunung Anisoptera marginata 50,08 1187,80 274,73 1512,61
15 Perupuk Lophopetalum sp. 0,48 14,58 25,36 40,42
16 Pandan Asplenium nidus 14,46 532,74 1698,32 2245,52
17 Damar kucing Shorea leprosula 0,26 0,00 0,00 0,26
18 Palapi Shorea lepidota 0,00 6,80 3,17 9,97
19 Kenari Canarium megalanthum 50,83 1336 774,15 2160,98
20 Penjalin Xanthophylum exelsa45,25 1566,68 444,56 2056,49
21 Sarangan batu Shorea spp. 0,00 12,95 17,76 30,71
22 Damar laut Shorea utilis 1,00 1,92 5,12 8,04
23 Merambung Veronea arborea 0,00 5,45 8,01 13,46
24 Merbau Instia bakeri 0,00 18,58 25,96 44,54
25 Kayu bawang Schorodocarpus bormeensis 3,95 198,17 53,43 255,55
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
36/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 36
Jumlah 25 jenis 743,95 18493,32 38237,36 47474,63
II Kelompok kayu rimba campuran 1434,8
6
21778,48 17508,40 40721,74
III Kelompok kayu ebony
1 Kayu arang Diospyros sumatrana 17,41 368,23 1379,23 2120,02
IV Kelompok kayu indah
1 Anggi/sempetir Shorea spp. 17,41 368,23 1379,23 2120,02
2 Ulin Eusideroxylon zwageri 58,74 2247,11 1776,86 4082,71
3 Rengas
burung
Melanorhoe wallichii 5,36 209,14 186,03 400,53
4 Sungkai Peronema canescens 0,00 1,56 0,00 1,56
5 Sawo kecik Manilkara kauki 0,00 0,94 0,00 0,94
6 Bungur Lagerstroemia speciosa 0,00 0,94 0,00 0,94
7 Kayu kuku Pericopsis mooniana 0,00 6,45 0,00 6,458 Gaharu Aquillaria mallacensis 0,00 2,46 0,00 2,46
9 Pasang Quercus sp. 89,98 2062,90 753,68 2906,56
10 Singkuang Pachyrrhizus erosus 3,35 159,80 73,17 236,32
11 Cempaka Michelia camphaca 0,00 4,65 0,00 4,65
12 Arau Casuarina eqisetifolia 0,00 32,68 339,60 372,28
Jumlah IV 12 jenis 174,83 5591,99 4507,56 10274,38
Total I, II, III,
IV
2362,66 61669,57 60294,79 124327,02
TOTAL A , B 43 jenis
Sumber : PT. SLJ IV, 1999
(2) Komposisi Jenis.
Jika dibandingkan dengan jumlah jenis yang ditemui oleh Kartawinata
(1981) di Wanariset Samboja, Riswan (1987) di Lempake dan Berau dalam
Efffendi (1997)
memperlihatkan bahwa jenis yang dijumpai di areal penelitian jauh lebih sedikit.
Kartawinata (1981) menemukan bahwa di wanariset dijumpai 239 jenis, Riswan
(1981) di Lempake menemukan 205 jenis dan di Berau terdapat 579 jenis,
sementara itu di areal penelitian hanya dijumpai 43 jenis. Sangat rendahnya jenis
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
37/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 37
yang dijumpai ini kemungkinan karena tidak dikemukakannya secara detil dari
jenis kayu rimba campuran yang jumlahnya paling dominan di areal tersebut.
b). RKT 1999/2000
(1). Potensi Tegakan
Tabel 4. Jenis dan jumlah pohon di areal RKT 98/99 di Sub DAS Selling PT.SLJ
IV.
No Nama lokal Nama botanis N (pohon) untuk diameter
cm
Total
20-29 30-59 60 > pohon
A Jenis yang dilindungi
1 Pohon buah Antidesma sp. 0 12 2 14
2 Tengkawang Shorea cf amplexicaulis 4 135 41 180
3 Banggeris Koompassia exelsa 4 186 354 544
4 Gaharu Aquillaria mallacensis 2 2 0 4
Jumlah A 4 jenis 10 335 397 742
B. Jenis yang dapat ditebang
I Kelompok kayu meranti
1 Meranti putih S.bracteolata 298 1210 470 1978
2 Meranti merah Shorea sp. 608 5314 4064 6438
3 Meranti kuning Shorea accuminatissima 97 842 449 1388
4 Agatis Agathis lorantifolia 4 11 2 17
5 Bangkirai Hopea mengarawan 4 34 44 82
6 Gerunggang Cratoxylon formosum 26 159 72 257
7 Jelutung Dyera sp. 87 674 1083 1844
8 Kapur Dryobalanops camphora 1 30 15 46
9 Mersawa Anisoptera marginata 7 89 42 138
10 Nyatoh Palaqium ferox 590 4233 799 5622
11 Nyerakat Shorea spp. 98 411 37 546
12 Meranti Shorea sp. 1 5 4 10
13 Pulai Alstonia scholaris 8 65 15 88
14 Keruing Dipterocarpus warburgii 14 264 69 347
15 Resak gunung Anisoptera marginata 144 941 59 1144
16 Perupuk Lophopetalum sp. 4 52 10 66
17 Pandan Asplenium nidus 30 210 208 448
18 Damar kucing Shorea leprosula 0 1 0 1
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
38/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 38
19 Palapi Shorea lepidota 0 0 1 1
20 Kenari Canarium megalanthum 73 545 87 705
21 Penjalin Xanthophylum exelsa 0 0 1 1
22 Melur Dacridyum elatum 0 0 1 1
23 Damar laut Shorea utilis 0 0 1 1
24 Merbau Instia bakeri 0 10 17 27
25 Kayu bawang Schorodocarpus bormeensis 7 122 9 138
26 Durian Durio zibethinus 10 85 3 98
27 Penjalin 93 722 37 852
28 Markabang - 0 7 2 9
Jumlah 25 jenis
II Kelompok kayu rimba campuran 3823 27763 3683 35269
III Kelompok kayu ebony
1 Kayu arang Diospyros sumatranaIV Kelompok kayu indah
1 Anggi/sempetir Shorea spp.
2 Ulin Eusideroxylon zwageri
3 Rengas
burung
Melanorhoe wallichii
4 Sungkai Peronema canescens
5 Sawo kecik Manilkara kauki
6 Bungur Lagerstroemia speciosa
7 Kayu kuku Pericopsis mooniana
8 Gaharu Aquillaria mallacensis
9 Pasang Quercus sp.
10 Singkuang Pachyrrhizus erosus
11 Cempaka Michelia camphaca
12 Arau Casuarina eqisetifolia
Jumlah IV 12 jenis
TOTAL A , B 43 jenis
Sumber : PT. SLJ IV, 1999
Dari Tabel .. tersebut nampak bahwa jenis yang paling dominan adalah
jenis kayu rimba campuran, kemudian kelompok kayu meranti, berikutnya
kelompok kayu indah dan yang paling rendah adalah kelompok kayu yang
dilindungi.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
39/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 39
Dari 43 jenis yang yang dijumpai, 10 jenis yang paling mendominasi
tegakan berturut-turut adalah : (1) Meranti merah (Shorea sp.), (2) Nyatoh
(Palaqium ferox), (3) Ulin (Eusideroxylon zwageri), (4) Pasang (Quercus sp.), (5)
Pohon buah (Antidesma sp.), (6) Meranti putih (Shorea bracteolata), (7) Penjalin
(Xanthophylum exelsa), (8) Meranti kuning (Shorea accuminatissima), (9) Kenari
(Canarium megalanthum) dan (10) Tengkawang (Shorea cf amplexicaulis).
Jenis-jenis lain yang cukup banyak dijumpai adalah Resak gunung (Anisoptera
marginata), Jelutung (Dyera sp.), Anggi/sempetir (Shorea spp.) dan Banggeris
(Koompassia exelsa). Dari jenis-jenis tersebut Pohon buah (Antidesma sp.),
Tengkawang (Shorea cf amplexicaulis) dan Banggeris (Koompassia exelsa)
merupakan jenis-jenis yang dilindungi.
Dari seluruh jenis yang dijumpai, jenis-jenis berikut ini sangat sedikit
bahkan kurang dari 50 batang yaitu : Damar mata kucing (Shorea leprosula),
Sawo kecik (Manilkara kauki), Bungur (lagerstroemia speciosa), Sungkai
(Peronema canescens), gaharu (Aquillaria mallacensis), Agatis (Agathis
lorantifolia), Cempaka (Michelia camphaca), Damar laut (Shorea utilis), Kayu
kuku (Pericopsis mooniana), Palapi (Shorea lepidota), Merambung (Veronea
arborea), Kapur (Dryobalanops camphora), Sarangan batu (Shorea spp), Merbau
(Instia bakeri) dan perupuk (Lophopetalum sp.). Jenis-jenis tersebut sebagian
besar berdiameter 20 hingga 59 cm, termasuk kayu komersil dan kayu indah.
Untuk menghindari kepunahan jenis-jenis tersebut, baik karena kerusakan pada
saat penebangan maupun gangguan hutan lainnya, hendaknya didalam
pengayaan jenis tanaman dalam kegiatan reboisasi perlu difokuskan pada jenis-
jenis tersebut.
Sianturi (1997) mengemukakan bahwa dampak dari penebangan terhadap
kerusakan tegakan tinggal pada akhirnya dapat mengganggu rotasi tebang
berikutnya, tergantung pada intensitas kerusakan, makin besar kerusakan
tegakan tinggal, makin lama waktu rotasi tebangan yang optimal. Apabila terjadi
penurunan tingkat kerusakan sebesar 10 persen, akan ada kenaikan nilai
tegakan sebesar 38 persen. Selanjutnya Sianturi (1997) mengemukakan bahwa
jumlah pohon dalam tegakan tinggal juga sangat dipengaruhi oleh kerusakan
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
40/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 40
tegakan tinggal. Makin besar kerusakan tegakan tinggal, makin kecil jumlah
pohon yang sehat yang akan dipelihara untuk tebangan berikutnya, dengan
demikian akan semakin ekonomis. Tingkat kerusakan yang terjadi akibat
penebangan ini dapat dilihat setelah dilakukan inventarisasi tegakan tinggal 2
tahun setelah penebangan (Et + 2) atau pada tahun 2000/2001.
Hal lain yang juga mempengaruhi regenerasi dan ekosistem hutan adalah
limit diameter tebang. Anonimus (1997) menemukan bahwa persentase pohon
hidup untuk diameter tebang di 50 cm ke atas lebih besar sekitar 10 persen dari
pada untuk diameter tebang 30 cm ke atas. Persentase pohon hidup dengan
menerapkan diameter tebang 30 cm ke atas berkisar antara 62,4 hingga 65,1
persen dan untuk diameter tebang 50 cm ke atas berkisar antara 67,5 hingga
83,6 persen.
Potensi suatu tegakan dapat juga dinyatakan dalam kerapatan pohon. dari
Tabel 3 tersebut dapat dikemukakan bahwa kerapatan pohon pada areal TPTI
RKT 98/99 dengan jarak rata-rata 8,9 m, jumlah pohon 71 batang/Ha terdapat
sebanyak : 4 pohon pada kelas diameter 20 - 29 cm, 12 pohon pada kelas
diameter 30 - 39 cm, 11 pohon pada kelas diameter 40 - 49 cm, 27 pohon pada
kelas diameter 50 - 59 dan 17 pohon pada kelas diameter di atas 60 cm.
Penyebaran kelas diameter pohon di areal KRT 1999/2000 dapat dilihat
pada Gambar 5 berikut. Dari gambar tersebut nampak bahwa.....
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
41/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 41
Volume tegakan
Volume tegakan pada areal TPTI, RKT 1999/2000 disajikan pada Tabel 5
berikut :
Tabel 5. Jenis dan volume pohon di areal TPTI-RKT 1999/2000 Sub DAS Selling
PT.SLJ IV.
No Nama lokal Nama botanis Volume m3 Total
20-29 50 > 60 > pohon
A Jenis yang dilindungi
1 Pohon buah Antidesma sp.
2 Tengkawang Shorea cf amplexicaulis
3 Banggeris Koompassia exelsa
Jumlah A 3 jenis
B. Jenis yang dapat ditebang
I Kelompok kayu meranti
1 Meranti putih S.bracteolata
2 Meranti merah Shorea sp.
3 Meranti kuning Shorea accuminatissima
4 Agatis Agathis lorantifolia
5 Bangkirai Hopea mengarawan
6 Gerunggang Cratoxylon formosum
7 Jelutung Dyera sp.
8 Kapur Dryobalanops camphora9 Mersawa Anisoptera marginata
10 Nyatoh Palaqium ferox
11 Nyerakat Shorea spp.
12 Pulai Alstonia scholaris
13 Keruing Dipterocarpus warburgii
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
42/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 42
14 Resak gunung Anisoptera marginata
15 Perupuk Lophopetalum sp.
16 Pandan Asplenium nidus
17 Damar kucing Shorea leprosula
18 Palapi Shorea lepidota
19 Kenari Canarium megalanthum
20 Penjalin Xanthophylum exelsa
21 Sarangan batu Shorea spp.
22 Damar laut Shorea utilis
23 Merambung Veronea arborea
24 Merbau Instia bakeri
25 Kayu bawang Schorodocarpus bormeensis
Jumlah 25 jenis
II Kelompok kayu rimba campuranIII Kelompok kayu ebony
1 Kayu arang Diospyros sumatrana
IV Kelompok kayu indah
1 Anggi/sempetir Shorea spp.
2 Ulin Eusideroxylon zwageri
3 Rengas
burung
Melanorhoe wallichii
4 Sungkai Peronema canescens
5 Sawo kecik Manilkara kauki
6 Bungur Lagerstroemia speciosa
7 Kayu kuku Pericopsis mooniana
8 Gaharu Aquillaria mallacensis
9 Pasang Quercus sp.
10 Singkuang Pachyrrhizus erosus
11 Cempaka Michelia camphaca
12 Arau Casuarina eqisetifolia
Jumlah IV 12 jenis
TOTAL A , B 43 jenis
Sumber : PT. SLJ IV, 1999
Komposisi Jenis.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
43/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 43
Jika dibandingkan dengan jumlah jenis yang ditemui oleh Kartawinata
(1981) di Wanariset Samboja, Riswan (1987) di Lempake dan Berau dalam
Efffendi (1997)
memperlihatkan bahwa jenis yang dijumpai di areal penelitian jauh lebih sedikit.
Kartawinata (1981) menemukan bahwa di Wanariset dijumpai 239 jenis, Riswan
(1981) di Lempake menemukan 205 jenis dan di Berau terdapat 579 jenis,
sementara itu di areal penelitian hanya dijumpai 43 jenis. Sangat rendahnya jenis
yang dijumpai ini kemungkinan karena tidak dikemukakannya secara detil dari
jenis kayu rimba campuran yang jumlahnya paling dominan di areal tersebut.
6.2.2. Kondisi Tegakan TJTI
(1). Kondisi Tegakan Sebelum Penebangan
Potensi tegakan pada tiap jalur ujicoba disajikan pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7 Jumlah pohon tiap jalur petak uji coba TJTI di PT.SLJ IV untuk diameter
pohon di atas 20 cm.
Petak Jalur Luas Ha Jumlah
pohon
Rata-rata
/ Ha
Keterangan
01 1 5.00 79 16 Jalur konservasi 50 m2 5.00 106 21 Jalur tebang 50 m
3 5.00 122 24
4 5.00 90 18
5 5.00 130 26
6 5.00 114 23
7 5.00 120 24
Jumlah 35.00 761 152
02 1 5.00 127 25 Jalur konservasi 100
m
2 5.00 111 22 Jalur tebang 50 m
3 5.00 108 22
4 5.00 199 40
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
44/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 44
5 5.00 215 43
6 5.00 221 44
Jumlah 30.00 981 196
03 1 10.00 361 36 Jalur konservasi 100
m
2 10.00 349 35 Jalur tebang 100 m
3 10.00 195 20
4 10.00 243 24
5 10.00 194 19
Jumlah 50.00 1342 134
04 1 20.00 508 25 Jalur konservasi 100
m
2 20.00 582 29 Jalur tebang 200 m
3 20.00 612 31
4 20.00 726 36
5 20.00 471 24
Jumlah 100.00 2899 145
05 1 20.00 331 17 Jalur konservasi 50 m
2 20.00 668 33 Jalur tebang 200 m3 20.00 690 35
4 20.00 647 32
5 20.00 594 30
6 20.00 375 19
Jumlah 100.00 3305 165
06 1 10.00 185 19 Jalur konservasi 50 m
2 10.00 187 19 Jalur tebang 100 m
3 10.00 188 19
4 10.00 146 15
5 10.00 207 21
6 10.00 76 8
Jumlah 60.00 989 99
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
45/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 45
Total 1 - 6 395 10 277 696
Dari tabel di atas nampak bahwa untuk kelas diameter di atas 20 cm,
jumlah pohon terbanyak berturut-turut dijumpai pada petak 02 yaitu 196
batang/ha, petak 05 yaitu 165 batang/ha, petak 01 yaitu 152 batang/ha, petak 04
yaitu 145 batang/ha, petak 03 yaitu 134 batang/ha dan terendah pada petak 06
yaitu 99 batang/ha.
Volume Tegakan
Volume tegakan pada tiap-tiap jalur untuk areal ujicoba TJTI sebelum
diadakan penebangan disajikan pada Tabel 8 berikut :
Tabel 8. Volume tegakan pada jalur TJTI PT. SLJ-IV site Gunung Sari.
Petak Jalur Luas Ha Volume m3 Rata-rata
m3/ Ha
Keterangan
01 1 5.00 87,87 17,57 Jalur konservasi 50 m2 5.00 141,95 28,39 Jalur tebang 50 m
3 5.00 129,20 25,84
4 5.00 96,82 19,36
5 5.00 179,47 35,89
6 5.00 145,25 29,05
7 5.00 137,11 27,42
Jumlah 35.00 917,67 183,53
02 1 5.00 130,81 26,16 Jalur konservasi 100
m
2 5.00 89,39 17,88 Jalur tebang 50 m
3 5.00 188,38 37,68
4 5.00 318,11 63,62
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
46/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 46
5 5.00 397,32 79,46
6 5.00 401,88 80,38
Jumlah 30.00 1.525,89 305,18
03 1 10.00 760,67 76,07 Jalur konservasi 100
m
2 10.00 681,97 68,20 Jalur tebang 100 m
3 10.00 215,85 21,59
4 10.00 236,47 21,59
5 10.00 137,35 23,65
Jumlah 50.00 2.032,31 203,23
04 1 20.00 441,32 22,07 Jalur konservasi 100
m
2 20.00 692,84 34,64 Jalur tebang 200 m
3 20.00 843,99 42,20
4 20.00 828,35 41,42
5 20.00 811,31 40,57
Jumlah 100.00 3.617,81 180,89
05 1 20.00 590,47 29,52 Jalur konservasi 50 m
2 20.00 1.020,29 51,01 Jalur tebang 200 m3 20.00 99,15 4,96
4 20.00 846,61 42,33
5 20.00 734,83 36,74
6 20.00 498,44 24,92
Jumlah 100.00 3.789,79 189,49
06 1 10.00 243,54 24,35 Jalur konservasi 50 m
2 10.00 234,85 23,49 Jalur tebang 100 m
3 10.00 303,62 30,49
4 10.00 237,04 23,70
5 10.00 304,32 30,43
6 10.00 152,64 15,26
Jumlah 60.00 1.476,01 147,60
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
47/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 47
Total 1 - 6 395 13.359,48 904,75
Komposisi Jenis
Jenis pohon yang dijumpai pada areal TJTI sebelum diadakan
penebangan dikemukakan pada Tabel .. Dari tabel tersebut dapat dikemukakan
bahwa di seluruh petak terdapat .. jenis pohon. Jika dibandingkan dengan jumlah
jenis yang dijumpai oleh Kartawinata (1981), Riswan dkk. (1991) di beberapa
lokasi di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa jumlah yang dijumpai di areal
TJTI lebih
6.3.2. Kondisi Tegakan Setelah Penebangan
Hasil inventarisasi tegakan setelah diadakan penebangan untuk jalur
konservasi dan jalur tebang dapat dilihat pada Lampiran 3 sampai dengan
Lampiran 12. Kondisi permudaan pada jalur tebang disajikan pada Tabel 9
berikut :
Tabel 9. Permudaan pada jalur tebang uji coba TJTI di PT. SLJ-IV site Gunung
Sari.No No Luas Tingkat permudaan (batang) Jumlah Rata-
rata
Peta
k
Jalur Ha Tiang Pancang Semai batang btg/ha
01 1 5 700 1.250 5.425 7.375 1.475
2 5 375 250 4.050 4.675 935
3 5 475 475 3.750 4.700 940
4 5 - - - - -
5 5 575 675 9.900 11.150 2.230
6 5 350 350 9.875 10.575 2.115
7 5 325 800 9.900 11.025 2.205
Jumlah 35 2.800 3.800 42.900 49.500 -
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
48/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 48
Batang/Ha 80 108 1.226 - 1.414
02 1 5 350 550 9.100 10.000 2.000
2 5 225 400 10.625 11.250 2.250
3 5 - 375 1.250 1.625 325
4 5 - 275 9.425 9.700 1.940
5 5 50 450 10.925 11.425 2.285
6 5 - - - - -
Jumlah 30 625 2.050 41.325 44.000 -
Batang/Ha 21 68 1.378 - 1.467
03 1 10 - - - - -
2 10 675 900 27.875 29.450 2.945
3 10 50 50 12.375 12.475 1.248
4 10 - - - - -
5 10 - - 10.150 10.150 1.015
Jumlah 50 725 950 50.400 52.075 -
Batang/Ha 15 19 1.008 - 1.042
04 1 20 - 75 10.175 10.250 513
2 20 1.875 2.325 9.525 13.725 686
3 20 1.375 1.075 14.925 17.375 8694 20 2.075 2.125 23.825 28.025 1.401
5 20 1.175 1.225 28.125 30.525 1.526
Jumlah 100 6.500 6.825 86.575 99.900 -
Batang/Ha 65 68 866 - 999
05 1 20 725 1.050 28.500 30.275 1.514
2 20 2.450 4.200 48.875 55.525 2.776
3 20 1.800 1.675 46.250 49.725 2.486
4 20 1.275 1.550 43.475 46.300 2.315
5 20 11.275 20.075 - 31.350 1.568
6 20 6.300 13.825 - 20.125 1.006
Jumlah 120 23.825 42.375 167.100 233.300 -
Batang/Ha 199 353 1.392 - 1.944
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
49/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 49
06 1 10 3.675 8.550 - 12.225 1.223
2 10 3.850 9.250 - 13.100 1.310
3 10 8.425 2.875 - 11.300 1.130
4 10 7.525 4.225 17.825 29.575 2.958
5 10 7.900 8.225 17.900 34.025 3.403
6 10 3.750 3.375 16.250 23.375 2.338
Jumlah 60 35.125 36.500 51.975 123.600 -
Batang/Ha 586 608 866 2.060
Total 395 69.600 92.500 440.275 602.375 -
Batang/Ha 176 234 1.115 - 1.525
Keterangan : Tiang (diam.10 - 30 cm); Pancang (diam. 10 cm 3 m); Semai (tinggi < 3
m).Sumber : PT. SLJ-IV, 1999
Dari Tabel 9 di atas nampak bahwa jumlah tanaman permudaan pada
jalur tebang pada semua petak didominasi oleh permudaan tingkat semai,
berkisar antara 42,1 hingga 96,8 persen, kemudian tingkat pancang berkisar
antara 1,8 hingga 29,5 persen dan yang terendah adalah tingkat tiang berkisar
antara 1,4 hingga 28,4 persen. Dari tabel di atas nampak bahwa jumlah tingkat
semai pada petak 02 dan 03 lebih dari 90 %dengan lebar jalur komservasi
masing-masing 100 m. Tingginya jumlah tingkat semai tersebut kemunngkinan
karena sangat terbantu oleh lebar jalur konservasi yang ada. Dengan lebarnya
jalur konservasi meskipun jalur tebang juga lebar, tetapi diharapkan pengayaan
tanaman juga diperoleh dari jalur konservasi di sebelahnya. Hal ini merupakan
salah satu dari keuntungan yang mendasari dilakukannya TJTI, yaitu untuk
memperoleh sumber pengayaan tanaman dari jalur konservasi. Demikian pula
halnya pada petak 04 dengan jalur konservasi 100 m, meskipun jalur tebang 200
m, tetapi tingkat semai yang mendominasi masih di atas 80 %.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
50/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 50
KEPUSTAKAAN
Anonimus ( 1997) Dampak Intensitas TPTI terhadap Regenerasi dan EkosistemHutan di Kalimantan. Laporan Akhir Kerjasama antara badan Litbang
Kehutanan dan Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Tahun1996/1997, Samarinda.
Darusman, D (1998) Sistem Tebang dan Tanam Jalur: Tinjauan Finansial danEkonomi Politik. Makalah Panel Pakar TJTI dan Ekspose PemantapanTebang Jalur, Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan LitbangKehutanan, Bogor
Effenndi, R., A. Saridan dan Ismanto (1997) Potensi dan Komposisi Jenis HutanPenelitian Wanariset Sangai, Mentaya Hulu, Kalimantan Tengah. BuletinPenelitian Kehutanan (11 : 2). Balai Penelitian Kehutanan Samarinda. 31 -
41.
Elias (1998) Sistem Pemanenan TJTI dan TPTI/TTJ. Makalah Panel Pakar TJTIdan Ekspose Pemantapan Tebang Jalur, Puslitbang Hutan danKonservasi Alam, Badan Litbang Kehutanan, Bogor.
Manan, S. (1998) Pengaruh Sistem Tebang Jalur terhadap Kelestarian danKeanekaragaman Hayati. Prosiding Panel Pakar TJTI dan Ekspose
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
51/52
f:\home\nugroho\rptpdr98.doc 51
Pemantapan Tebang Jalur di Bogor 3 - 4 Maret 1998. Puslitbang Hutandan Konservasi Alam, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan, Bogor.198 - 202.
PT. Sumalindo Lestari Jaya IV (1998) Laporan Pelaksanaan dan Evaluasi Uji
Coba TJTI (dengan Permudaan Alam) di PT. SLJ IV. Prosiding PanelPakar TJTI dan Ekspose Pemantapan Tebang Jalur di Bogor 3 - 4 Maret1998. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam, Badan Litbang Kehutanandan Perkebunan, Bogor.
Sianturi, A. (1997) Pengaruh Kerusakan Tegakan Tinggal pada PengelolaanHutan dengan Sistim Tebang Pilih. Buletin Teknologi Reboisasi No 07 : 7- 9. Balai Teknologi Reboisasi Palembang.
Tim Peneliti Dampak Intensitas TPTI (1997) Laporan Akhir Dampak IntensitasTTI Terhadap Regenerasi dan Ekonsistem Hutan di Kalimantan Timur,
Kerjasama Fak. Kehutanan Universitas Mulawarman dengan BadanLitbang Kehutanan.
-
8/14/2019 I03_Beny_Samarinda_TPTI TJTI_SDA 2000
52/52
BIODATA BENY HARJADI
Data Diri :Nama : Ir. Beny Harjadi, MSc.
Tempat/Tanggal Lahir: Surakarta, 17 Maret 1961
NIP/Karpeg : 19610317.199002.1.001/ E.896711
NPWP : 58.678.096.7-532.000
Pangkat/Golongan : Pembina / IVb
Jabatan : Peneliti Madya
Riwayat Pendidikan :
TK : TK Aisyiyah Premulung, Surakarta (1967)SD : SD Negeri 94 Premulung, Surakarta (1973)
SMP : SMP Negeri IX Jegon Pajang, Surakarta (1976)
SMA : SMA Muhammadiyah I, Surakarta (1980)
S1 : IPB (Institut Pertanian Bogor), Jurusan Tanah/Fak.Pertanian,BOGOR (1987)Kursus LRI (Land Resources Inventory) kerjasama dengan New Zealand selama 9 bulan untuk
Inventarisasi Sumber Daya Lahan (1992), INDONESIA-NEW ZEALAND
S2 : ENGREF (cole Nationale du Gnie Rural, des Eaux et des Forst), Jurusan Penginderaan JauhSatelit/ Fak.Kehutanan, Montpellier, PERANCIS (1996)
PGD : Post Graduate Diplome Penginderaan Jauh, di IIRS (Indian Institute of Remote Sensing) di danai dariCSSTEAP (Centre for Space Science & Technology Education in Asia and The Pasific) Affiliated tothe United Nations (UN/PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa), Dehradun INDIA (2005).
Riwayat Pekerjaan :1. Staf Balai Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS), Surakarta (1989).2. Ajun Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai Teknologi
Pengelolaan DAS Wilayah Indonesia Bagian Barat), 1998.
3. Peneliti Muda Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BTPDAS-WIB (Balai TeknologiPengelolaan DAS Wilayah Indonesia Bagian Barat), 2001.
4. Peneliti Madya Bidang Konservasi Tanah dan Air pada BP2TPDAS-IBB (Balai Litbang
Teknologi Pengelolaan DAS - Indonesia Bagian Barat), 2005.5. Peneliti Madya Bidang Pedologi dan Penginderaan Jauh pada BPK (Balai Penelitian Kehutanan)
Solo, 2006
Riwayat Organisasi :1. Menwa Mahawarman, Jawa Barat (1980 1985)2. HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), (1980 1983)3. Ketua ROHIS BP2TPDAS-IBB, 2 periode (2000-2006)
Penghargaan :1. Satya Lancana Karya Satya 10 tahun, No. 064/TK/Tahun 2004
Alamat Penulis :1. Kantor : BPK SOLO, d/a Jl.Ahmad Yani Pabelan, Po.Box.295, Surakarta. Jawa Tengah, Telp/Fax
: 0271716709, 715969. E-mail: [email protected]
2. Rumah : Perumahan Joho Baru, Jl.Gemak II, Blok T.10, Rt 04/ Rw VIII, Kel.Joho, Sukoharjo,Jawa Tengah. Telp : 0271- 591268. HP : 081.22686657
E-mail : [email protected]