I. TINJAUAN PUSTAKA A. Kailan (Brassica oleraceae var ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3906/3/BAB...

23
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Kailan (Brassica oleraceae var. acephala) Klasifikasi tanaman kailan (Pasaribu, 2009) : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Clasis : Dicotyledoneae Ordo : Cruciferales Familia : Cruciferaceae Genus : Brassica Species : Brassica oleracea var. acephala Kailan merupakan sayuran yang berasal dari Cina. Di Indonesia kailan merupakan jenis sayuran baru, tetapi telah menjadi kegemaran masyarakat. Kailan dibudidayakan atau tumbuh musiman (annual) atau dwi musim (binnual) yang berbentuk perdu (Berutu, 2009). Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas Dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar yang kokoh. Cabang akar (akar sekunder) tumbuh dan menghasilkan akar tersier yang akan berfungsi menyerap unsur hara dari dalam tanah (Lubis, 2010). Perakaran relatif dangkal menembus pada kedalaman tanah 20-30 cm (Berutu, 2009). Kailan adalah sayuran berdaun tebal, mengkilap, berwarna hijau, dengan batang tebal. Kepala bunga berukuran kecil mirip dengan bunga pada brokoli. Kailan sering digunakan dalam masakan cina (Hendra dan Andoko, 2014).

Transcript of I. TINJAUAN PUSTAKA A. Kailan (Brassica oleraceae var ...eprints.mercubuana-yogya.ac.id/3906/3/BAB...

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kailan (Brassica oleraceae var. acephala)

Klasifikasi tanaman kailan (Pasaribu, 2009) :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Clasis : Dicotyledoneae

Ordo : Cruciferales

Familia : Cruciferaceae

Genus : Brassica

Species : Brassica oleracea var. acephala

Kailan merupakan sayuran yang berasal dari Cina. Di Indonesia kailan

merupakan jenis sayuran baru, tetapi telah menjadi kegemaran masyarakat. Kailan

dibudidayakan atau tumbuh musiman (annual) atau dwi musim (binnual) yang

berbentuk perdu (Berutu, 2009). Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang

termasuk dalam kelas Dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar

tunggang dengan cabang-cabang akar yang kokoh. Cabang akar (akar sekunder)

tumbuh dan menghasilkan akar tersier yang akan berfungsi menyerap unsur hara dari

dalam tanah (Lubis, 2010). Perakaran relatif dangkal menembus pada kedalaman

tanah 20-30 cm (Berutu, 2009).

Kailan adalah sayuran berdaun tebal, mengkilap, berwarna hijau, dengan

batang tebal. Kepala bunga berukuran kecil mirip dengan bunga pada brokoli. Kailan

sering digunakan dalam masakan cina (Hendra dan Andoko, 2014).

Kailan atau kale termasuk dalam spesies yang sama dengan kol. Bedanya

kailan tidak dapat membentuk krop seperti pada kol (Pracaya, 2005). Kailan biasanya

dipanen pada umur 50-70 hari setelah tanam, tetapi belakangan ini muncul tren baby

kailan atau kailan muda dan umumnya dipanen 30 hari sesudah biji di tanam (Hendra

dan Andoko, 2014).

Kailan cocok ditaman pada dataran medium hingga dataran tinggi untuk

daerah pegunungan dengan ketinggian 300-1.900 m diatas permukaan laut (dpl). Ciri-

ciri fisik tanaman kailan yang siap dipanen adalah tanaman belum berbunga, batang

dan daun belum terlihat menua, ukuran tanaman telah mencapai maksimal, dan

batang masih dalam keadaan lunak (Samadi, 2013).

Kailan merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai banyak

manfaat. Kailan merupakan sumber utama mineral dan vitamin yang berguna untuk

memelihara kesehatan tulang dan gigi, pembentukan sel darah merah (hemoglobin),

dan memelihara kesehatan mata. Kailan juga mengandung karotenoid sebagai

senyawa anti kanker (Samadi, 2013).

Nilai ekonomi kailan tinggi karena pemasarannya untuk kalangan menengah

ke atas, terutama banyak tersaji di resto bertaraf internasional seperti restoran Cina,

Jepang, Amerika dan Eropa, serta hotel dan restoran berbintang (Samadi, 2013). Hal

ini kebanyakan konsumen menuntut kailan yang diproduksi harus bersih dan

terbebas dari penggunaan pestisida. Salah satu terobosan sistem budidaya yang dapat

menghasilkan produk yang berkualitas tinggi yaitu teknologi budidaya kailan

menggunakan memanfaatkan limbah cair industri tahu yang diolah menjadi pupuk

cair, agar menghasilkan produk yang berkualitas dan terhindar dari penggunaan

pupuk anorganik.

B. Syarat Tumbuh Kailan

a. Iklim

Pada umumnya tanaman kailan baik ditanam di dataran tinggi dengan

ketinggian antara 1.000-3.000 m di atas permukaan laut. Kailan mampu

beradaptasi dengan baik pada dataran rendah. Tanaman kailan memerlukan

curah hujan yang berkisar antara 1000-1500 mm/tahun, keadaan curah hujan ini

berhubungan erat dengan ketersediaan air bagi tanaman. Kailan termasuk jenis

sayuran yang toleran terhadap kekeringan atau ketersediaan air yang terbatas.

Curah hujan terlalu banyak dapat menurunkan kualitas sayur, karena kerusakan

daun yang diakibatkan oleh hujan deras (Sunarjono, 2004).

Kailan merupakan tanaman kubis-kubisan yang paling tahan dan jika

diaklimatisasi secara tepat, dapat beradaptasi pada suhu -10°C bahkan lebih

rendah, oleh karena itu tanaman ini sering ditanam pada musim dingin (Berutu,

2009).

Sebagian besar tanaman kubis-kubisan, suhu pertumbuhan optimum

adalah antara 15°C dan 20°C dan kualitas produk terbaik tercapai ketika tanaman

matang selama suhu dingin hingga sedang. Suhu di atas 30°C umumnya

menekan pertumbuhan, dan suhu 25°C sudah membatasi pertumbuhan. Pada

suhu 10°C pertumbuhan tanaman berlangsung lambat. Tanaman muda lebih

toleren terhadap suhu rendah dibanding tanaman dewasa (Rubatzky, 1998).

b. Tanah

Jenis tanah yang baik untuk budidaya kubis-kubisan adalah jenis tanah

Regosol, tanah Aluvial, tanah Latosol, tanah Mediterian, maupun tanah Andosol.

Kailan juga menghendaki keadaan tanah yang gembur dan subur dengan pH 5,5-

6,5 (Berutu, 2009). Kailan dapat tumbuh serta beradaptasi pada hampir semua

jenis tanah, baik pada tanah lempung berpasir, gembur, berstruktur ringan atau

sedang sampai tanah berstruktur liat berat dan juga pada tanah organik seperti

tanah gambut. Kemasan pH tanah yang optimal bagi pertanaman kailan adalah

antara 6,0-6,8 (Suharyon dan Endang, 2012). Rukmana (2005) mengatakan bila

pH tanah dibawah 6,0 maka tanaman kailan hidupnya merana, bila pH tanah

diatas 7,0 akan terjadi klorosis atau daun berwarna putih kekuningan terutama

daun yang masih muda.

C. Teknik Budidaya Kailan

Teknik dalam melakukan budidaya kailan meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Persemaian/ pembibitan

Penyemaian dilakukan pada nampan plastik atau rak khusus untuk

penyemaian. Tempat semai diisi dengan tanah dan pupuk kandang atau kompos

dengan perbandingan masing-masing 1 bagian. Tabur benih secara merata

kemudian percikkan air hingga media basah selanjutnya tutup permukaan

menggunakan karung, daun pisang, atau plastik selama 2-3 hari agar terjaga

kelembabannya hingga sampai benih sudah tampak berkecambah. Jaga media

tetap lembab dengan cara memercikkan air agar tumbuh baik (Suharyon dan

Endang, 2012).

2. Penanaman

Penanaman kailan dilakukan dengan menyiram persemaian

menggunakan air hingga basah, untuk memudahkan pencabutan bibit.

Mencungkil perakaran bibit beserta tanahnya, lalu meletakkannya ke dalam

kotak-kotak atau tray plastik. Sebelum penanaman, kondisi tanah harus dalam

keadaan lembab. Jarak penanaman bibit yaitu 30 x 30 cm, sehingga dalam satu

bedeng terdapat 3 baris tanaman. Penyiraman atau pengairan dilakukan secara

rutin untuk mempercepat tanaman beradaptasi dengan lingkungan yang baru

(Wahyudi, 2015).

Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 15 hari atau telah tumbuh 3

helai daun tanaman pada persemaian. Penanaman dilakukan dengan

memindahkan bibit dari persemaian ke lubang tanam yang telah ditentukan jarak

tanamnya. Lubang tanam ditugal dengan kedalaman kira-kira 2 cm dan ditanam

1 bibit perlubang tanam. Upaya peningkatan produksi tanaman kailan dapat pula

dilakukan dengan pengaturan jarak tanam. Pemilihan jarak tanam yang tepat dan

sesuai dengan kondisi kesuburan tanah turut menentukan kuantitas produksi

tanaman kailan (Dantri et al., 2015).

3. Pemeliharaan

a. Penyiraman

Penyiraman tergantung pada keadaan cuaca, pada udara panas

dilakukan setiap pagi dan sore hari, penyiraman dilakukan sejak awal

penanaman sampai awal panen. Pemberian air yang cukup dapat

membantu dalam menstabilkan kelembaban tanah. Kelembaban tanah

jangan kurang dari 60-70% dari kapasitas lapangan jadi sebagian besar

lahan memerlukan pengairan tambahan agar pertumbuhan dapat terjadi

secara optimal. Dalam melakukan pengairan hal yang harus diperhatikan

antara lain, jumlah air yang disiram tidak menyebabkan tanaman

tergenang, sebaiknya dilakukan per periodik yang disesuaikan dengan

fase pertumbuhan dan jenis tanaman yang ditanam, dan waktu

penyiraman paling baik dilakukan sewaktu suhu masih rendah pada

waktu awal pagi atau sore hari (Kramer 1980).

b. Penyulaman

Penyulaman dilakukan bertujuan untuk mengganti tanaman yang

mati atau pertumbuhannya kurang baik dengan tanaman yang baru.

Kematian atau kurang baiknya pertumbuhan dapat disebabkan beberapa

hal yaitu penanaman yang kurang teliti serta kegagalan adaptasi tanaman

pasca pemindahan ke lahan, kekeringan, terendam air, ataupun terserang

hama atau penyakit. Penanaman dikatakan berhasil jika jumlah sulaman

maksimal 2-3% dari seluruh bibit yang ditanam. Setelah tanaman pindah

tanam dan berumur 7 HST memeriksa kembali tanaman secara

keseluruhan, apabila ada tanaman kailan yang mati atau rusak segera

diganti dengan bibit yang baru dan umur yang sama, agar tanaman

tumbuh secara serentak dan cara penyulaman pun sama dengan

penanaman sebelumnya (Fauzi et al., 2005).

c. Penyiangan

Penyiangan tanaman adalah pengendalian gulma yang bertujuan

untuk mengurangi jumlah gulma sehingga populasinya berada dibawah

ambang ekologis. Gulma yang diprioritaskan seperti alang-alang, dan

rumput-rumputan. Penyiangan bertujuan untuk memberi ruang tumbuh

yang lebih baik bagi tanaman pokok dengan cara memberantas tanaman

pengganggu. Tanaman perlu disiangi jika 40-50% tanaman tertutup oleh

gulma atau tumbuhan liar. Penyiangan dilakukan pada waktu musim

hujan atau musim kemarau. Penyiangan dihentikan jika tanaman pokok

sudah mampu bersaing dengan tanaman liar dalam memperoleh cahaya

matahari (over-topping) (Indriyanto, 2000).

d. Pemupukan

Pemupukan dilakukan untuk menyediakan hara pada tanaman, agar

tanaman terpenuhi dalam unsur haranya. Umumnya pemupukan diberikan

pada tanaman dalam bentuk padat maupun cair. Pemupukan dapat

dilakukan dengan diaplikasikan melalui tanah kemudian diserap oleh akar

tanaman. Namun aplikasi pemupukan dapat juga diberikan ke tanaman

melalui permukaan tanaman, terutamanya yaitu daun. Pemupukan

sebaiknya dilakukan dengan pupuk organik. Jika diperlukan pupuk kimia

disarankan dilakukan dengan cara dikocor sebanyak 3,5 gram per liter air,

kocorkan larutan pupuk sebanyak 250 cc per tanaman. Pemupukan pada

tanaman kailan sesuai dengan pupuk kimia (Urea: 200 kg/ha,Sp-36: 150

kg/ha dan KCl: 150 kg/ha) (Suharyon dan Endang, 2012).

4. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)

OPT utama yang menyerang tanaman kailan adalah sejenis hama/ulat.

Pengendaliannya dapat dilakukan dengan cara pemanfaatan Diadegma

semiclausum sebagai parasitoid hama Plutella xylostela, penggunaan pestisida

nabati, biopestisida, dan juga pestisida kimia. Pengendalian dengan pestisida

harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara

aplikasi, interval maupun waktu aplikasinya. Pengendalian organisme

pengganggu tanaman (OPT) dilakukan secara manual atau Selain itu,

penggunaan pestisida hanya pada saat diperlukan saja misalnya ketika tanaman

kailan diserang ulat grayak (Spodoptera litura) atau terkena penyakit busuk

lunak (Erwinia carotovora). Biasanya pestisida ini disemprotkan satu hingga dua

kali saja hingga masa panen. Jenis pestisida yang digunakan untuk

mengendalikan hama adalah Curacron dan Dithane M-45. Waktu penyemprotan

dilakukan sesuai dengan tingkat perkembangan hama, dimana penyemprotan

hanya dilakukan jika gejala serangan hama sudah cukup banyak yang dapat

dilihat dari bekas-bekas gigitan hama pada daun tanaman (Darmawan, 2009).

5. Panen dan Pascapanen

Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 45-50 hari dengan cara

mencabut atau memotong pangkal batangnya. Pemanenan yang terlambat

dilakukan menyebabkan tanaman cepat berbunga.

Tanaman yang baru dipanen ditempatkan di tempat yang teduh, dan

dijaga agar tidak cepat layu dengan cara diperciki air. Kemudian dilakukan

sortasi untuk memisahkan bagian yang tua, busuk atau sakit. Penyimpanan bisa

menggunakan wadah berupa keranjang bambu, wadah plastik atau karton yang

berlubang-lubang untuk menjaga sirkulasi udara. (Suharyon dan Endang, 2012).

Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur ± 40-60 HST,

sebaiknya terlebih dahulu dilihat fisik tanaman seperti warna, bentuk dan ukuran

daun (Edi, 2010). Tanaman yang sudah siap dipanen apabila umurnya cukup tua,

ukuran krop atau pembentukan daunnya telah maksimal, dengan cara memotong

pada pangkal batang menggunkan pisau yang tajam, karena tanaman kailan

merupakan tanaman sayuran yang berjenis getas (mudah patah). Mencuci dan

memberisihkan tanaman yang di panen dari bekas tanah, serta mengupas daun

yang rusak dan berwarna kuning. Pemanenan yang terlambat dilakukan

menyebabkan tanaman cepat berbunga (Noprijal, 2012). Pemanenan dilakukan

dengan hati-hati agar daun tidak rusak dan batang tidak patah. Pemanenan

dilakukan dengan cara merobek polibag kemudian memisahkan tanah dari akar

tanaman.

D. Peranan Pupuk Organik Dalam Budidaya Tanaman

Pupuk organik memiliki peranan penting bagi tanah, yaitu dapat

mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat

kimia, fisika, dan biologi. Penambahan pupuk organik ke dalam tanah dapat

memperbaiki struktur, tekstur, lapisan tanah sehingga memperbaiki keadaan

aerasi, drainase, absorbsi panas, kemampuan daya serap tanah terhadap air, dan

dapat mengendalikan erosi tanah. Pupuk organik membantu memperbaiki sifat

fisik tanah, mikrobiologi tanah, dan kecukupan unsur hara tanah sehingga

pertumbuhan tanaman menjadi lebih baik (Reijntjes, 1999).

Menurut Indriani (2007) pupuk organik mempunyai beberapa sifat yang

menguntungkan antara lain memperbaiki struktur tanah liat sehingga menjadi

ringan, memperbesar daya ikat tanah berpasir sehingga tanah tidak berderai,

menambah daya ikat air pada tanah, memperbaiki drainase dan tata udara dalam

tanah, memperbaiki daya ikat tanah terhadap zat hara. Pupuk organik

mengandung hara yang lengkap, walaupun jumlahnya sedikit (jumlah hara ini

tergantung dari bahan pembuat pupuk organik), pupuk organik juga membantu

proses pelapukan bahan mineral, seperti memberi ketersediaan bahan makanan

bagi mikroba, menurunkan aktivitas mikroorganisme yang merugikan, dan

menetralkan pH tanah.

Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari bahan organik atau

makhluk hidup yang telah mati. Bahan organik tersebut akan mengalami

pembusukan oleh mikroorganisme sehingga sifat fisiknya akan berbeda dari

semula. Pupuk organik cair adalah pupuk yang berasal dari bahan organik yang

bentuknya cair/larutan yang mudah larut berisi satu atau lebih unsur yang

dibutuhkan tanaman. Kelebihan dari penggunaan pupuk cair adalah dapat

memberikan hara sesuai dengan kebutuhan tanaman. Selain itu pemberiannya

dapat lebih merata dan kepekatannya dapat diatur sesuai dengan kebutuhan

tanaman (Parnata, 2004). Salah satunya dalam pembuatan pupuk organik cair

dapat digunakan limbah organik dengan memanfaatkan limbah cair industri tahu

sebagai bahan dalam pembuatan pupuk organik cair dalam pemenuhan unsur

hara pada tanaman. Disamping itu pupuk organik cair lebih mudah untuk diserap

oleh tanaman dibandingkan pupuk anorganik (Hadisuwito, 2007). Dengan

pemanfaatan limbah cair industri tahu, diharapkan dapat dijadikan pupuk organik

yang dapat meningkatkan unsur hara pada tanaman. Disamping itu bahan yang

digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair ini mudah didapat serta relatih

murah, sehingga untuk kalangan petani dapat memanfaatkan limbah cair industri

tahu sebagai pupuk organik cair dan kalangan petani dapat membuatnya dengan

biaya yang murah.

E. Karakteristik Limbah Cair Tahu

Karakteristik limbah cair tahu meliputi 2 hal yaitu karakteristik fisika

dan kimia.

1. Karakteristik Fisika

Karakteristik fisik yang penting adalah kandungan padatan total (total

solid, suhu, warna, dan bau. Padatan total terdiri dari padatan larutan, terendam,

terapung, bersuspensi dan koloid. Suhu limbah cair tahu berkisar antara 40-60o C.

Limbah cair tahu berwarna keruh keputih-putihan dan berbau busuk.

2. Karakteristik Kimia

Limbah cair tahu mengandung bahan organik berupa protein,

karbohidrat, lemak, dan minyak. Protein dan minyak merupakan kandungan

terbesar diantara bahan organik diatas. Limbah cair tahu cenderung bersifat asam

(Sugiharto, 2005).

Menurut Bahri (2006), limbah cair yang dihasilkan industri tahu banyak

mengandung senyawa organik, dan sedikit senyawa anorganik. Senyawa organik

apabila berada pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan pencemaran pada

lingkungan perairan. Air limbah dari industri tahu memerlukan pengolahan

sebelum dibuang ke badan air. Kandungan fosfor, nitrogen dan sulfur serta unsur

hara lainnya dengan konsentrasi tinggi di dalam air akan mempercepat

pertumbuhan tumbuhan air. Kondisi demikian lambat laun akan menyebabkan

kematian biota dalam air.

Gambar 1. Diagram proses pembuatan tahu

Sumber : Imansari (2016)

Limbah

Limbah

Limbah

kedelai

Air

pencucian

perendaman

Air

Air

pemasakan Air

pengepresan

Tahu

penggilingan

penyaringan

Penggumpalan

F. Limbah Cair Tahu

Tahu adalah endapan protein dari sari kedelai yang menggunakan bahan

penggumpal (Fitriyah, 2011). Penggumpalan tahu dilakukan dengan penambahan

cairan garam kalsium, misalnya kalsium sulfat (CaSO4) dan asam asetat

(CH3 COOH) (Indahwati, 2008). Limbah cair tahu berasal dari proses pencucian dan

perendaman kedelai, serta dari proses pengepresan dan pencetakan tahu. Selain itu

juga dari sisa larutan proses pencucian peralatan (Fadilla, 2010).

Industri tahu merupakan salah satu industri pengolah berbahan baku kedelai

yang penting di Indonesia. Tahu merupakan makanan yang sangat dikenal dan

dinikmati oleh banyak masyarakat Indonesia. Keberadaan industri tahu, hampir tidak

dapat dipisahkan dengan adanya suatu pemukiman (Pusteklin, 2002). Industri tahu

umumnya dikerjakan secara tradisional dan dimiliki oleh pengusaha kecil dan

menengah. Di samping keberadaannya yang sangat penting, industri tahu juga

mempunyai dampak yang cukup penting terhadap lingkungan terutama

masalah limbahnya (Suprapti, 2005).

Kegiatan industri termasuk industri tahu selalu menghasilkan limbah yang

apabila tidak ditangani secara tepat akan menyebabkan pencemaran terhadap

lingkungan, namun jika dikelola dengan baik akan menguntungkan. Oleh karena itu,

pengusaha industri tahu harus menyadari dampak negatif akibat kegiatan usahanya.

Bau busuk dari degradasi sisa-sisa protein menjadi amoniak, dapat menyebar ke

seluruh penjuru hingga mencapai radius beberapa kilometer, air limbah yang meresap

ke dalam tanah dapat mencemari sumur-sumur di sekitarnya, dan air limbah yang

dibuang ke selokan secara langsung dapat mencemari sungai, saluran irigasi maupun

air untuk keperluan yang lain (Purnama, 2007).

Industri tahu menghasilkan limbah padat (kering dan basah) dan limbah cair.

Limbah padat kering industri tahu umumnya berupa kotoran yang tercampur dengan

kedelai, misalnya: kerikil, kulit dan batang kedelai, serta kedelai yang rusak/busuk,

dan kulit ari kedelai yang berasal dari pengupasan kering. Limbah padat basah dari

proses pembuatan tahu berupa ampas yang masih mengandung gizi. Dalam keadaan

baru ampas tahu ini tidak berbau, namun setelah kurang lebih 12 jam akan timbul bau

busuk secara berangsur-angsur yang sangat mengganggu lingkungan. Namun, limbah

ini dapat digunakan untuk makanan ternak, makanan ikan, untuk membuat tempe

gembus. Sementara limbah cair yang dihasilkan dari usaha pembuatan tahu dapat

mencapai sepuluh kali volume kedelai yang diproses. Sebagaimana halnya ampas

kedelai, dalam kondisi baru limbah cair ini tidak menimbulkan bau, dan baru berbau

setelah 12 jam. Namun, limbah cair ini masih dapat digunakan untuk bahan

pembuatan nata de soya, dan sebagai pupuk organik (Purnama 2007). Di Kelurahan

Tuksono, Kecamatan Sentolo, Kabupaten kulon progo terdapat lebih dari 35 unit

industri pembuatan tahu, sehingga pengelolaan limbah dari proses pembuatan tahu ini

perlu penangan serius supaya dampak negatifnya dapat ditekan dan tidak

mengganggu lingkungan. Limbah padat dari proses pembuatan tahu ini antara lain

digunakan untuk membuat tempe gembus, pakan ternak, pakan ikan. Sedangkan

limbah cair dari proses pembuatan tahu pada umumnya oleh industri tahu tidak

dimanfaatan dengan baik, hanya dialirkan di sungai yang terletak di kelurahan

tuksono. Sebagian limbah padat yang masih tersisa dibuang ke lingkungan secara

langsung, demikian pula sebagian limbah cair dibuang begitu saja ke saluran air di

sekitarnya (BPS, 2006; Kabupaten Kulon Progo, 2007).

Limbah tahu diketahui mengandung BOD (Biological Oxygen Demand)

sebesar 5000-10.000 mg/l dan COD (Chemical Oxygen Demand) 7000-12.000 mg/l

serta tingkat kemasaman yang sangat rendah, yaitu 4-5. Suhu dari limbah tahu dapat

mencapai 40-46oC dan dapat mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan oksigen,

dan gas lainnya, juga kerapatan air, viskositas, dan tegangan permukaan (Sugiharto,

1997).

Limbah tahu memiliki kandungan organik tinggi (Rosallina, 2008). Protein

dalam limbah cair tahu jika terurai oleh mikroba tanah akan melepaskan senyawa N

yang akhirnya akan diserap oleh akar tanaman (Asmoro dkk., 2008) sehingga limbah

tahu memiliki potensi untuk dijadikan pupuk organik (Rosallina, 2008).

Limbah cair tahu mengandung unsur hara N 0,27%, P2O5 228,85 ppm, K2O

0,29% dan Protein 1,68% yang merupakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman

(Asmoro dkk., 2008).

Hasil penelitian Novita (2009), dalam penelitiannya tentang pengaruh

frekuensi dan konsentrasi penyiraman air limbah pembuatan tahu terhadap

pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.) menunjukkan bahwa pemanfaatan

air limbah tahu dengan konsentrasi 25%, 50%, 75%,100% serta air sumur sebagai

control dengan frekuensi penyiraman setiap hari, 1 minggu sekali, 2 minggu sekali

penyiraman air limbah tahu dengan konsentrasi 25% menghasilkan nilai terbaik pada

semua parameter pertumbuhan sawi dengan penyiraman seminggu sekali paada umur

50 HST. Dengan bahan uji yang digunakan sawi dengan K0 : penyiraman dengan air

sumur sebagai control dan K1: penyiraman dengan air limbah tahu dengan

ditambahkan air sebagai konsentrasi.

Menurut Al Amin (2017), dalam penelitiannya tentang pemanfaatan limbah

cair tahu untuk pertumbuhan dan hasil produksi tanaman pakcoy (Brassica rapa L.),

konsentrasi 0%, 12,5%, 25%, 37,5% dan 50% dengan penambahan EM4, gula merah,

air cucian beras, disimpulkan bahwa pemberian limbah cair tahu konsentrasi 25%-

50% merupakan konsentrasi yang lebih baik untuk pertumbuhan dan produksi

tanaman pakcoy dan mampu dalam meningkatkan pertumbuhan secara nyata pada

semua parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, berat

segar tanaman serta berat segar tanaman layak konsumsi.

Menurut Imansari (2016), dalam penelitiannya tentang uji efektivitas

pemberian pupuk organik limbah tahu cair terhadap pertumbuhan dan hasil pakcoy

dengan konsentrasi 10%, 15%, 20% diperoleh bahwa penggunaan pupuk limbah tahu

cair dengan konsentrasi 15% sudah mampu menggantikan pupuk anorganik selain itu

konsentrasi 15% dan 20% dapat dijadikan alternatif pengganti pupuk kimia

rekomendasi dalam budidaya pakcoy. Dengan bahan uji yang digunakan pakcoy.

Bahan dalam pembuatan pupuk organik cair yaitu air limbah tahu 14 liter, air kelapa

6 liter, temu lawak 0,8 kg, sereh 0,2 kg, EM4 0,4 liter. Selanjutnya dilakuan

fermentasi selama 2 minggu. Namun interaksi pada limbah cair tahu tidak

memberikan pengaruh pada semua parameter pertumbuhan pada tanaman pakcoy.

Menurut Asmoro dkk., (2008), tentang pemanfaatan limbah cair tahu untuk

tanaman petsai dengan konsentrasi 10%, 20%, 30% menunjukkan bahwa konsentrasi

20% mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman petsai dibanding konsentrasi 30%.

Dalam penelitiannya, tentang Pemanfaatan Limbah Cair Tahu untuk Peningkatan

Hasil Tanaman Petsai (Brassica chinensis), disimpulkan bahwa pemberian limbah

cair tahu 20% dari 1 kg tanah, dapat meningkatkan hasil tanaman petsai (Brassica

chinensis) yaitu terjadi peningkatan hasil petsai sebesar tiga kali lipat. limbah tahu

padat atau cair dari berat tanah, selanjutnya dimasukkan ke dalam pot percobaan yang

sudah diberi tanda. Agar terjadi proses penguraian, pengikatan dan pembebasan zat

atau unsur hara selama berlangsung proses pembentukan kompos, potpot yang berisi

tanah dan limbah tahu tersebut didiamkan selama 1-2 minggu.

Menurut Ngaisah (2014), tentang pengaruh kombinasi limbah cair tahu dan

kompos sampah organik rumah tangga pada pertumbuhan dan hasil panen kailan

(Brassica oleraceae Var. Acephala) dengan perlakuan limbah cair tahu sebanyak 500

ml/ 5kg tanah dapat meningkatkan pada tinggi tanaman, luas daun, hasil panen pada

tanaman kailan. Pada perlakuan kompos sampah organik rumah tangga 675

gr/tanaman meningkatkan pada tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, hasil panen

dan memberikan hasil terbaik. Dengan mengkombinasikan limbah cair tahu dengan

kompos sampah rumah tangga, namun interaksi pada limbah cair tahu dan kompos

rumah tangga tidak memberikan pengaruh pada semua parameter pertumbuhan pada

tanaman kailan.

Menurut Firmaniar (2017), tentang penelitiannya pengaruh pemberian

campuran EM4, tetes tebu dan limbah cair tahu sebagai pupuk organik cair terhadap

pertumbuan tanaman bayam merah. Dengan mengombinasikan dalam pembuatan

pupuk organic cair dengan perlakuan P1: 1liter, P2: 3lier, P3:5 liter pada setiap

perlakuan ditambahkan 100 ml EM4 dan 100 ml tetes tebu, dengan dihomogenkan

dan dilakukan fermentasi selama tujuh hari. Dilakukan aplikasi pemupukan pada

tanaman selama seminggu sekali dengan konsentrasi yang berbeda tidak berpengaruh

nyata terhadap parameter pertumbuhan tinggi, jumlah daun dan berat basah pada

tanaman bayam merah.

Menurut Liandari (2017), tentang penelitiannya pengaruh bioaktivator EM4

dan aditif tetes tebu (Molasses) terhadap kandungan N,P dan K dalam pembuatan

pupuk organik cair dari limbah cair tahu. Dengan mengombinasikan dalam

pembuatan pupuk organik cair limbah cair tahu, dengan komposisi tetes tebu dan

EM4 pada sampel 1 : campuran 250 ml limbah cair tahu dengan 50 ml EM4 tanpa

tetes tebu, sampel 2 : 250 ml limbah cair tahu, 100 ml EM4,3 ml molasses, sampel 3 :

250 ml limbah cair tahu, 150 ml EM4, dan ditambah 30 ml molasses. Semua

perlakuan dilakukan fermentasi selama 14 hari. Pada penelitian tersebut disimpulkan

bahwa pada analisi kandungan N, P, K pada fermentasi limbah cair tahu pada sampel

3 dengan komposisi 250 ml limbah cair tahu, 150 ml EM4 dan 30 ml molasses,

memiliki hasil analisis kandungan N total dan K2O tertinggi di banding dengan

sampel 1 dan 2, yaitu N total sebesar 0,1540%, K2O sebesar 0,50%. Dengan adanya

penambahan aditif molasses dan EM4 dapat meningkatkan kadar unsur hara yakni

pada N-total dan K2O, namun berbanding terbalik pada kadar P2O5.

Teknologi Effective Microorganism 4 (EM4) merupakan kultur campuran

dari beberapa mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman.

Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) terdiri

dari empat kelompok mikroorganisme yaitu bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas

sp.), jamur fermentasi (Saccharomyces sp.), bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.),

dan Actinomycetes. EM4 merupakan biofertilizer yang diaplikasikan sebagai inokulan

untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah. EM4

mampu mempercepat dekomposisi limbah dan sampah organik, meningkatkan

ketersediaan nutrisi tanaman, dan menekan aktivitas mikroorganisme patogen. Selain

itu EM4 juga dapat digunakan untuk membersihkan air limbah, serta meningkatkan

kualitas air pada tambak udang dan ikan (Indriani, 1999).

Mikroorganisme efektif (EM) merupakan inokulum yang dapat

meningkatkan keragaman mikroorganisme tanah yang bermanfaat bagi kesuburan

tanah dan tanaman. EM bukan pupuk tetapi merupakan bahan yang dapat

mempercepat proses pembuatan pupuk organik dan meningkatkan kualitas pupuk

(Parnata, 2004).

Menurut Maman (1994), sifat-sifat dari Effective Microorganism4 (EM4)

adalah sebagai berikut:

1. Effective Microorganism4 (EM4) adalah suatu cairan berwarna coklat dengan

bau yang enak. Apabila baunya busuk atau tidak enak, berarti mikroorganisme-

mikroorganisme tersebut telah mati dan harus dicampur dengan air untuk

menghentikan tumbuhnya gulma (rumput liar).

2. Effective Microorganism4 (EM4) harus disimpan di tempat teduh dalam wadah

yang ditutup rapat.

3. Bahan-bahan organik dapat difermentasikan dalam waktu yang singkat oleh

Effective Microorganism4 (EM4).

4. Makanan-makanan untuk Effective Microorganism4 (EM4) termasuk bahan

organik, molase, rabuk hijau, kotoran hewan, dan bekatul.

5. Effective Microorganism4 (EM4) mampu bekerja secara efisien tanpa bahan

kimia.

Tebu merupakan salah satu komoditas unggulan tanaman perkebunan yang

banyak dimanfaatkan di indutri pangan (Rao et al., 2006). Tetes tebu merupakan hasil

samping industri gula yang mengandung senyawa nitrogen, unsur pertumbuhan, dan

kandungan gula yang cukup tinggi. Sumber tetes tebu berasal dari tebu dan bit. Dari

kedua sumber tersebut akan didapatkan tetes tebu yang berbeda sifat dan

pengolahannya. Tetes tebu kaya akan biotin, asam pantotenat, tiamin, fosfor, dan

sulfur. Selain itu juga mengandung gula yang terdiri dari sukrosa 30-40%, glukosa 4-

9%, dan fruktosa 5-12% ( Hidayat et al., 2006 ). Komposisi kimiawi tetes tebu

disajikan pada Tabel 1.

Tetes tebu (molasse) adalah sejenis sirup yang merupakan sisa dari proses

pengkristalan gula pasir. Tetes tebu tidak dapat dikristalkan karena mengandung

glukosa dan fruktosa yang sulit untuk dikristalkan. Tetes tebu merupakan sumber

karbon dan nitrogen bagi ragi yang melalui proses fermentasi. Prinsip fermentasi

adalah proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana yang

melibatkan mikroorganisme. Mikroorganisme ini berfungsi untuk menjaga

keseimbangan karbon (C) dan nitrogen (N) yang merupakan faktor penentu

keberhasilan dalam proses fermentasi (Jainurti, 2016).

Tabel 1. Komposisi kimiawi tetes tebu

Unsur Kisaran (%)

Air 17-25

Sukrosa 30-40

Dektrosa (glukosa) 4-9

Laevulosa (fruktosa) 5-12

Bahan pereduksi lain 1-5

Karbohidrat lain 2-5

Abu 7-15

Unsur nitrogen 2-6

Unsur bukan nitrogen 2-8

Lilin, sterol, fosfolipid 0.1-1

Kalsium -

Fosforus -

Sumber: Hidayat et al., 2006

Tetes tebu digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk denitrifikasi,

fermentasi anaerobik, pengolahan limbah aerobik, dan diaplikasikan pada budidaya

perairan (Burford et al., 2003; Jimenez et al., 2004; Quan et al., 2005).Molasse

mengandung nutrisi yang cukup tinggi untuk kebutuhan mikroorganisme, sehingga

dapat dijadikan bahan alternatif untuk sumber energi dalam media fermentasi.

Sumber energi berguna untuk pertumbuhan sel mikroorganisme (Kusmiati et al.,

2007).

G. Hipotesis

Penggunaan limbah cair tahu dengan konsentrasi 25% sebagai pupuk

organik diduga mampu memberikan peningkatan terbaik terhadap pertumbuhan dan

hasil tanaman kailan.