I. PENDAHULUAN - Bappeda Kab. Temanggung |...
Transcript of I. PENDAHULUAN - Bappeda Kab. Temanggung |...
1
I. PENDAHULUAN
Diawali dari keberhasilan H. Djamhari membuat rokok dari tembakau yang
diracik dengan cengkeh untuk mengobati batuk, maka semakin banyak orang yang
meggunakan rokok semacam itu. Bagi Nitisemito, kegemaran orang mengisap
rokok yang mengandung cengkeh ditangkap sebagai peluang bisnis sehingga
didirikanlah pabrik di Kudus yang memproduksi rokok semacam itu, yang kemudian
popular disebut dengan rokok kretek.
Gambar 1. Nitisemito, pelopor industri rokok kretek Indonesia
Sejak itu konsumsi rokok kretek terus bertambah, bahkan melampaui
konsumsi rokok putih yang lebih dahulu menjadi produk utama perusahaan. Seiring
dengan perkembangan tersebut, kebutuhan bahan baku juga terus meningkat,
utamanya bahan baku berupa tembakau. Hal yang unik dan bahkan menjadi faktor
kekuatan rokok kretek adalah tembakau yang digunakan lebih dari 86% berupa
tembakau lokal yang dihasilkan dari berbagai daerah di Indonesia.
Tentang racikan dalam rokok kretek, untuk menghasilkan mutu dan rasa
yang spesifik diperlukan bermacam-macam tembakau dengan komposisi tertentu.
Salah satu yang sangat besar perannya dalam racikan rokok kretek adalah
tembakau temanggung.Karena perannya sebagai pemberi rasa dan aroma pada
rokok kretek, maka tembakau temanggung disebut sebagai tembakau lauk.
Sebagian besar industri rokok kretek menggunakan tembakau temanggung sebagai
bahan racikannya.
2
Pada awalnya tembakau temanggung diusahakan di beberapa wilayah
tertentu, terutama di lereng Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro.Masing-masing
wilayah menghasilkan mutu dengan ciri tertentu (Mamat, 2006), sehingga dikenal
pembagian sebagai berikut. Tembakau Lamuk merupakan mutu terbaik, dihasilkan
di lereng utara dan timur G. Sumbing. Tembakau Lamsi mutunya di bawah Lamuk,
juga berasal dari lereng utara dan timur G. Sumbing. Tembakau Paksi berasal dari
lahan tegal di lereng utara dan timur G. Sindoro. Tembakau Toalo berasal dari
lereng barat dan selatan G. Sumbing, berada di Desa Tegalrejo sampai Parakan.
Tembakau Kidul berasal dari lereng timur G. Sumbing yang berbatasan dengan
penghasil tembakau Lamsi dan Tionggang/sawah. Tembakau Tionggang/sawah
dihasilkan dari lahan sawah di sebelah selatan dan tenggara G. Sindoro. Tembakau
Swanbing adalah tembakau yang dihasilkan di G. Prahu.
Tembakau temanggung memiliki mutu khas yang sangat dibutuhkan untuk
bahan baku rokok kretek. Karena kebutuhannya semakin bertambah, sedangkan
ketersediannya terbatas, maka industri rokok saling “berebut” sehingga harga
tembakau rajangan temanggung menjadi sangat mahal. Sebagai perbandingan,
harga tembakau di luar Temanggung sekitar Rp.30.000,-/kg sampai Rp.50,000,-/kg,
sedangkan di Temanggung harga tembakau mutu rendah yang berasal dari daun
bawah harganya sekitar Rp. 40.000,- sampai Rp. 50.000,-. Tembakau rajangan
temanggung yang berasal dari daun yang posisinya lebih tinggi menghasilkan mutu
lebih tinggi dengan harga lebih tinggi pula sehingga dapat mencapai Rp. 125.000,-
sampai Rp. 150.000,- Daun pucuk dapat menghasilkan mutu spesifik yang disebut
„tembakau Srinthil‟, pada tahun 2009 harganya dapat mencapai Rp.500.000,-/kg
sampai Rp.700.000,-/kg.
Nilai ekonomi yang tinggi menjadi faktor penting yang menyebabkan petani
dan Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung memiliki perhatian besar terhadap
tembakau temanggung. Bila produksi tembakau temanggung setiap tahun antara
10.000 ton – 12.000 ton dan harga rata-rata antara Rp. 80.000,-/kg sampai
Rp.100.000,-/kg, maka nilai transaksinya dapat mencapai Rp. 1,2 trilyun. Nilai
tersebut besarnya lebih tinggi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Kabupaten Temanggung tahun anggaran 2012.
Kebutuhan tembakau Srinthil untuk industri rokok kretek hanya sedikit.
Akan tetapi untuk merk rokok tertentu sangat dibutuhkan karena dapat memberikan
3
rasa dan aroma dengan mutu tertentu. Harga yang sangat mahal mendorong para
oportunis untuk membuat Srinthil tiruan yang hampir mirip dengan Srinthil asli.
Informasi dari sumber di Temanggung menyebutkan bahwa untuk membuat Srinthil
tiruan tersebut tembakau yang diperam diberi perlakuan khusus, antara lain diberi
minyak entok (Cairina scutulata), pewarna dan aroma. Sepintas Srinthil yang
dihasilkan sangat mirip dalam hal warna, tekstur dan kilapnya, demikian juga
aromanya. Akan tetapi setelah disimpan beberapa waktu, Srinthil tiruan tersebut
akan terdeteksi. Hal tersebut tidak hanya merugikan industri rokok yang
membelinya, tetapi yang lebih parah adalah merugikan petani yang benar-benar
menghasilkan Srinthil.
Tembakau Srinthil merupakan produk spesifik yang dihasilkan oleh satu
komunitas masyarakat di suatu wilayah tertentu dengan agroekologi tertentu dan
cara budidaya yang diwariskan secara turun temurun. Srinthil tidak dapat dihasilkan
di luar masyarakat yang ada di wilayah tersebut. Sebagai produk spesifik, tembakau
Srinthil di Kabupaten Temanggung layak memperoleh pengakuan dan perlindungan
berupa Indikasi Geografis yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 15 tahun
2001 tentang Merek dan Petunjuk Pelaksanaannya diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 51 tahun 2007 tentang Indikasi Geografis.
Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka masyarakat
pertembakauan di Kabupaten Temanggung yang tergabung dalam Masyarakat
Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung (MPIG-TST) dan
didukung oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung mengajukan permohonan
sertifikat Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung.
4
II. SEJARAH
Tembakau Srinthil merupakan produk spesifik dan merupakan bagian dari
produk tembakau rajangan di Kabupaten Temanggung. Oleh karena itu sejarah
tentang Srinthil tidak dapat terlepas dari sejarah tembakau temanggung secara
keseluruhan.
2.1. Tembakau Temanggung
Dokumentasi dan sejarah tentang tembakau temanggung secara tertulis
sulit ditemukan. Sejarah dan asal usul tembakau temanggung dapat ditelusuri
berdasarkan legenda yang ada di masyarakat Kabupaten Temanggung, khususnya
yang ada di wilayah pertanaman tembakau. Secara ilmiah asal usul tembakau
temanggung dapat ditelusuri dari masuknya tembakau ke Indonesia yang kemudian
menyebar ke berbagai daerah. Pada bagian ini diuraikan tentang sejarah tembakau
temanggung dan tembakau Srinthil.
2.1.1. Legenda Tembakau Temanggung
Tembakau temanggung memiliki legenda yang bertahan dan
berkembang di masyarakat Temanggung sampai saat ini. Selain itu tembakau
temanggung juga dapat ditelusuri dari beberapa sumber tentang tembakau secara
umum dan sumber lain yang memiliki kaitan dengan tembakau temanggung.
Sejarah tembakau temanggung varietas Kemloko digali dari Bapak
Subakir, Kepala Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.
Sumber lain yang diacu adalah tulisan Nizar Anwar tanggal 14 Juli 2012
(http://marnendra.blogspot.com/2012/07/legenda-tembakau-Srinthil.html).
Pada awal berdirinya Kerajaan Demak, Sunan Kudus memimpin Pondok
Pesantren Glagahwangi di Kudus. Pada saat itu datang seorang pemuda etnis Cina
bernama Ma Kuw Kwan yang berguru kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus
memberi nama sang murid tersebut Syarif Hidayat. Di antara kesembilan santri
Sunan Kudus, Ma Kuw Kwan merupakan murid yang paling tinggi ilmunya.
Karena dikejar-kejar oleh prajurit Kerajaan Capiturang yang dipimpin oleh
Gagaklodra, Ma Kuw Kwan melarikan diri, kemudian berguru kepada Sunan
Kalijaga. Untuk menghilangkan jejak, Ma Kuw Kwan menggunakan nama samaran
5
Jaka Teguh. Berbagai ilmu diajarkan oleh Sunan Kalijaga, selain ilmu agama
dijarkan juga cara bercocok tanam serta olah kanuragan, termasuk ilmu untuk
terbang. Ilmu kanuragan diajarkan agar dapat digunakan untuk menjaga diri selama
melakukan perjalanan.
Setelah ilmu yang diberikan dirasa cukup, Sunan Kalijaga menugaskan
Ma Kuw Kwan menyebarkan agama di daerah Kedu. Ma Kuw Kwan menetap di
Desa Pendang dan menyebarkan agama Islam. Sesuai petunjuk Sunan Kalijaga,
Ma Kuw Kwan mengajarkan agama melalui kegiatan bertani dengan banyak
memberikan contoh. Setiap tiba waktu dhuhur di sawah, Ma Kuw Kwan tak segan-
segan meminta air dari warga untuk berwudu. Setelah itu melakukan sholat di
tempat terbuka agar dilihat oleh banyak orang.
Melihat hal tersebut, banyak orang yang penasaran sehingga
menanyakan apa yang dilakukan oleh Ma Kuw Kwan. Dengan sabar Ma Kuw Kwan
menjelaskan bahwa yang dilakukan tersebut adalah berdoa memohon berkah dari
Yang Maha Kuasa agar diberi hasil panen yang melimpah. Warga tidak langsung
mengikuti apa yang dilakukan oleh Ma Kuw Kwan, akan tetapi pada saat hasil
panen melimpah banyak warga yang meminta diajari sholat. Akhirnya Ma Kuw
Kwan banyak memperoleh pengikut dan memeluk agama Islam. Ma Kuw Kwan
makin disegani sebagai pemimpin agama yang mengajari cara bertani. Para
pengikutnya memberikan julukan Ki Ageng Kedu. Walaupun banyak pengikutnya
yang tetap menyebut nama aslinya yaitu Ki Ageng Ma Kuw Kwan. Lidah Jawa
lebih mudah menyebutkan sebagai Ki Ageng Makukuhan.
Ketenaran Ki Ageng Makukuhan dan kesuburan tanah Kedu sampai
terdengar oleh Sunan Kudus.Sunan Kudus mengutus salah satu santrinya yang
bernama Bramanti dan membawakan bibit padi Rajalele dan Cempa serta bibit
tanaman yang kelak dikenal sebagai tanaman tembakau.Setelah sampai di Kedu
dan menyerahkan bibit dari Sunan Kudus, Bramanti tidak mau kembali ke Pondok
Pesantren Glagahwangi, tetapi memilih mengabdi kepada Ki Ageng Makukuhan.Ki
Ageng Makukuhan menugaskan kepada Bramanti untuk mengerjakan tanah di
Desa Balongan atau Mbalong di daerah Parakan, sambil menyebarkan agama
Islam.Seperti Ki Ageng Makukuhan, Bramanti juga cepat mendapatkan banyak
pengikut sehingga oleh para pengikutnya diberi gelar Ki Ageng Parakan.
6
Seiring dengan waktu, lahan pertanian yang dikelola Ki Ageng
Makukuhan semakin luas, padi Rajalele dan Cempa digemari dan banyak ditanam
masyarakat karena pulen dan rasanya enak. Pada saat musim kemarau lahan
ditanami dengan tanaman tembakau. Pada suatu hari terdapat orang sakit dan
meminta obat kepada Ki Ageng Makukuhan. Ki Ageng Makukuhan mengambil
bunga tanaman tembakau sebagai obat. Ternyata orang yang diobati dengan bunga
tersebut dapat sembuh sehingga terucap dari orang tersebut kata “iki tambaku”
(Jawa) yang berarti ini obatku.
Kata tambaku kemudian dijadikan nama tanaman yang ditanam oleh Ki
Ageng Makukuhan. Kata “iki” dihilangkan sehingga tinggal kata “tambaku” yang
kemudian berubah menjadi “tembako”, sering disingkat menjadi “mbako”. Biji
tanaman tembako pertama ditanam di Desa Kemloko, sehingga nama tembakau
tersebut terkenal menjadi varietas tembakau Kemloko.
Pada saat Ki Ageng Makukuhan sedang menanam tembakau, utusan
Sunan Kudus datang dan menyampaikan pesan agar Ki Ageng Makukuhan
melaporkan perkembangan penyebaran agama Islam di Kedu dan hasil panen bibit
yang diberikan. Ternyata bibit tembakau yang belum ditanam masih banyak,
sehingga Ki Ageng menyelesaikan menanam agar bibit tidak layu dan mati. Karena
merasa terlambat maka Ki Ageng Makukuhan tidak lewat jalan darat, tetapi terbang
menggunakan ilmu yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga.
Sesampai di Pondok Pesantren Glagahwangi, Ki Ageng Makukuhan tidak
langsung turun, tetapi berputar-putar mengelilingi masjid untuk mencari tempat
yang aman untuk mendarat. Mengetahui hal tersebut Sunan Kudus mengira Ki
Ageng Makukuhan memamerkan ilmunya. Maka Sunan Kudus mengutus santrinya
untuk melemparkan nyiru (tampah; Jawa) yang berada didekatnya.Ki Ageng tidak
menghindar tetapi menaiki nyiru tersebut sehingga Sunan Kudus marah melihat
kelakuan muridnya tersebut. Dengan menahan marah Sunan Kudus melempar
dengan kerikil sehingga Ki Ageng jatuh. Ki Ageng Makukuhan merasa malu dan
memohon maaf sambil menjelaskan duduk persoalannya.Akhirnya Sunan Kudus
dapat memaklumi dan memaafkan Ki Ageng Makukuhan.
Pada malam harinya Ki Ageng Makukuhan melaporkan perkembangan
pe-nyebaran agama yang dilakukan. Dilaporkan juga bahwa bibit padi yang ditanam
sangat disukai oleh masyarakat. Sebaliknya tembakau yang ditanam rasanya
7
kurang enak dan harganya kurang baik. Oleh karena itu Ki Ageng Makukuhan
memohon petunjuk Sunan Kudus agar dapat menghasilkan tembakau yang baik.
Sunan Kudus bersedia membantu murid kesayangannya tersebut mencarikan
lokasi yang tepat untuk bercocok tanam tembakau.
Untuk mencari lokasi tersebut Sunan Kudus cukup dengan mengambil
rigen (Jawa), yaitu anyaman bambu berbentuk segi empat berukuran sekitar 2m x
1m, kemudian melemparkan ke arah Kedu. Selanjutnya dijelaskan bahwa lokasi di
sekitar jatuhnya rigen tersebut merupakan daerah yang sangat sesuai untuk
menanam tembakau. Ternyata rigen tersebut jatuh di lereng G. Sumbing dan tanah
tempat jatuhnya rigen tersebut melesak (legok; Jawa). Oleh karena itu tempat
tersebut dinamakan Legoksari, yang kemudian berkembang menjadi Desa
Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung
Sunan Kudus juga menjelaskan bahwa bila pada malam hari tanah
tempat tembakau ditanam seperti memancarkan sinar, maka tembakaunya akan
menghasil-kan kualitas sangat istimewa. Sampai sekarang petani di wilayah
tersebut tetap mempercayai bila suatu malam lahannya kejatuhan ndaru rigen yang
memancarkan cahaya, maka tembakau di lahan tersebut akan menghasilkan mutu
istimewa.
Mulailah Ki Ageng Makukuhan membuka lahan di lereng G. Sumbing dan
G. Sindoro untuk menanam tembakau. Pada saat pertama kali mulai menanam
tembakau, Ki Ageng Makukuhan mengajak warga sekitar untuk bersama-sama
berkumpul di lahan untuk diajari menanam tembakau. Sebelum mengajarkan cara
menanam tembakau, Ki Ageng Makukuhan mengadakan selamatan berupa jajan
pasar, buah-buahan dan kopi kental, minuman kegemaran Ki Ageng Makukuhan. Ki
Ageng Makukuhan memimpin doa, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar
tembakau yang mereka tanam hasilnya memuaskan. Hal tersebut sengaja
dilakukan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam. Sampai saat ini warga
di daerah tersebut masih tetap melestarikan acara wiwit sebelum tanam seperti
contoh yang diberikan oleh Ki Ageng Makukuhan.
Sebelum panen Ki Ageng Makukuhan juga mengadakan selamatan.
Sampai sekarang masyarakat juga masih melestarikannya dengan menyajikan
semua kegemaran Ki Ageng Makukuhan berupa tumpeng robyong terbuat dari
ketan hitam berbentuk kerucut menyerupai gunung. Tumpeng tersebut dilengkapi
8
dengan lauk-pauk berupa ingkung ayam, pepes teri, telur dadar dan tahu – tempe
goreng. Tidak lupa jajan pasar, buah-buahan dan kopi kental tanpa gula kegemaran
Ki Ageng Makukuhan. Ritual selamatan tersebut dihadiri oleh semua warga, laki-
perempuan, tua-muda. Warga menyebutnya sebagai among tebal.
Bila diperhatikan, tembakau yang ditanam di tanah kering (tegal) bila
dirajang hasilnya berbeda dengan tembakau yang ditanam di sawah. Selain itu
tembakau tegal yang kejatuhan ndaru rigen bila dirajang akan menggumpal
berwarna coklat kehitaman sampai hitam, warga menyebutnya sebagai tembakau
Srinthil, karena saat dirajang menghasilkan gumpalan-gumpalan. Tembakau Srinthil
memiliki kualitas dan rasa istimewa sehingga harganya juga istimewa.Namun
demikian, ndaru rigen tidak setiap tahun datang, selain itu tidak semua lokasi dapat
kejatuhan ndaru rigen, bahkan tidak setiap tahun ndaru rigen jatuh di tempat yang
sama. Oleh karena itu tidak semua tembakau menjadi Srinthil.
Sampai saat ini masyarakat sangat menghormati Ki Ageng Makukuhan.
Penghormatan tersebut ditunjukkan antara lain pada setiap musim tembakau,
sebelum musim tanam banyak petani tembakau yang berziarah ke makam Ki
Ageng Makukuhan di Kedu. Selain itu menurut Badil (2011), setiap tahun sebelum
tanam dan sebelum panen petani tetap melakukan upacara seperti disebutkan di
atas sebagai rasa syukur atau memanjatkan doa terkait dengan tembakau.
2.1.2. Kajian Asal-Usul Tembakau Temanggung
Kajian asal-usul tembakau temanggung berasal dari penelusuran
berbagai sumber yang kemudian dirangkai untuk mencari benang merahnya. Hal ini
dilakukan karena tidak ada pustaka atau sumber tertulis khusus tentang sejarah dan
asal-usul tembakau temanggung yang dapat digunakan sebagai acuan.
Berdasarkan referensi yang ada, genus Nicotiana merupakan salah satu
anggota famili Solanaceae, pusat sebaran genetiknya adalah Amerika Selatan,
kemudian tersebar ke Amerika Utara, Australia dan Pasifik Selatan (Goodspeed,
1954). Genus ini memiliki anggota 4 subgenus, salah satunya adalah Tabacum.
Subgenus Tabacum terdiri atas 6 spesies, salah satu di antaranya adalah tabacum
(Smith, 1979). Tembakau yang dibudidayakan saat ini sebagian besar adalah
spesies Nicotiana tabacum L. Berdasarkan studi genetik dan sitologi menunjukkan
9
bahwa spesies N. Tabacum merupakan hasil persilangan secara allotetraploid
antara N. sylvestris dan N. tomentosiformis (Legg dan Smeeton,1999).
Menurut Goodspeed (1954), penyebaran Nicotiana sangat dipengaruhi
oleh 3 faktor utama, yaitu: (1) sebagai bahan ritual atau kenikmatan, (2) transportasi
benih yang kadang-kadang sampai ke tempat yang sangat jauh, dan (3)
kecenderungan sejumlah spesies untuk menempati tanah-tanah yang terlantar.
Dua spesies Nicotiana yang memiliki nilai ekonomi penting adalah N. tabacum dan
N. rustica. Keduanya banyak dibudidayakan di Amerika Utara dan Selatan serta di
Hindia Barat yang beriklim tropis sampai subtropis, antara 60o Lintang Utara sampai
45o Lintang Selatan.
Orang-orang Portugis dan Spanyol memiliki peran penting dalam
penyebaran tembakau ke berbagai daerah di dunia. Introduksi tembakau ke India
terjadi sekitar tahun 1605 sehingga berkembang menjadi komoditas penting di
negara terebut. Penyebaran ke Cina dan Jepang terjadi sekitar pertengahan abad
ke 16. Introduksi tembakau ke Indonesia diperkirakan terjadi pada periode yang
sama (Akehurst, 1983).
Tembakau pertama kali dimasukkan ke Jawa sekitar tahun 1600 oleh
orang-orang Portugis. Hal ini dikemukakan oleh botanis De Candolle seperti dikutip
oleh Van der Reijden (1931). Sebutan tembakao, mbako atau bako yang biasa
diguna-kan di Jawa lebih sesuai dengan istilah tabacco atau tumbacco dalam
bahasa Portugis. Asal-usulnya tidak tercatat dengan baik, tetapi benihnya diduga
berasal dari Meksiko, dibawa ke Filipina melalui Lautan Pasifik kemudian menyebar
ke seluruh Asia. Pada tahun 1609 orang-orang Spanyol mulai menanam tembakau
di pulauJawa menggunakan N. tabacum var. fructicosa (Comes dalam Hamid,
1973).
Pada tahun 1650 tanaman tembakau telah ditanam oleh rakyat di
berbagai tempat, terutama dieks Karesidenan Kedu (Temanggung, Wonosobo,
Magelang, Bagelen), Malang dan Priangan. Pada tahun 1830 benih tembakau juga
didatangkan dari Manila dan dicoba di Karawang dan Pasuruan. Tahun 1845
pertanaman tembakau semakin luas, terutama di Karesidenan Rembang dan
Semarang. Selain itu tembakau berkembang juga di daerah Banten, Cirebon, Tegal,
Surabaya dan Pasuruan.
10
Pada tahun 1870-1875 beberapa daerah yang dikenal sebagai sentra
penting tembakau adalah Kediri, Malang, Besuki, Rembang, Probolinggo,
Lumajang, Kedu dan Banyumas. Berdasarkan catatan, varietas yang ditanam
adalah keturunan dari hibrida tembakau Manila dan Havana yang didatangkan pada
tahun 1830 dengan tembakau yang telah lama ditanam dan berkembang di
Indonesia.
Mengingat materi yang ditanam adalah hibrida seperti disebutkan di
atas, maka akan terjadi segregasi sehingga terbentuk genotipa-genotipa yang
sangat beragam. Selama beratus generasi akan terjadi juga seleksi alami dan
adaptasi di berbagai lingkungan yang berbeda. Dalam pembentukan jenis-jenis liar
atau strain-strain liar, Sumarno (2012) menyatakan ada beberapa faktor yang
berperan, antara lain: (1) keberadaan atau okupasi spesies di wilayah tersebut
sudah sangat lama, (2) iklim dan lingkungannya kondusif untuk terjadinya
perkembangan dan persilangan alam intra spesies, (3) lingkungan spesifik yang
membentuk timbulnya strain-strain yang beradaptasi secara spesifik, dan (4)
lingkungan yang kondusif untuk terjadinya mutasi alam.
Karena berbagai faktor yang berpengaruh terhadap hibrida-hibrida
tersebut, maka saat ini dapat dijumpai tembakau yang berbeda-beda di berbagai
daerah di Indonesia, baik berbeda secara morfologi, fisiologi, produksi maupun
kualitasnya. Melalui proses tersebut di atas maka terbentuklah berbagai tipe
tembakau lokal spesifik seperti yang ada pada saat ini. Masing-masing tipe
tembakau lokal memiliki ciri umum tertentu, sedangkan dalam tipe terdapat variasi
sifat tertentu yang dapat menjadi penciri varietas. Demikian juga tembakau yang
berkembang di wilayah Kedu, diperkirakan menyebar ke berbagai daerah
sekitarnya, termasuk ke Desa Kemloko yang berada di Kabupaten Temanggung.
Pada awalnya tembakau yang berkembang di Temanggung, Wonosobo
dan Magelang disebut sebagai tembakau Kedu. Untuk membedakan produk yang
ber-beda-beda, terutama tembakau dari lereng G. Sumbing dan G. Sindoro yang
terletak di Kabupaten Temanggung maka tembakau dari Kabupaten Temanggung
disebut sebagai tembakau temanggung. Tembakau yang berasal dari Muntilan,
Magelang, Wonosobo dan sebagainya disebut sesuai dengan daerah asalnya. Akan
tetapi tembakau dari sekitar Temanggung lebih sering disebut sebagai tembakau
temanggungan.
11
2.2. Tembakau Srinthil
Tembakau temanggung diolah menjadi tembakau rajangan. Mutu yang
di-peroleh dipengaruhi oleh posisi daun pada batang, semakin tinggi posisi
daunnya, semakin tinggi juga mutunya. Makin tinggi posisi daunnya, makin tinggi
juga kadar nikotinnya.
Gambar 2. Di lahan pada ketinggian di atas 800 m dpl
berpotensi menghasilkan tembakau Srinthil
Selain posisi daun, ketinggian tempat penanaman juga sangat besar
penga-ruhnya terhadap mutu yang dihasilkan. Tembakau temanggung ditanam di
lahan dengan ketinggian antara 600 m dpl hingga 1.600 m dpl. Perbedaan
ketinggian tempat berpengaruh besar terhadap umur tanaman tembakau. Semakin
tinggi tempatnya, umur tanaman menjadi semakin panjang. Semakin panjang
umurtanaman tembakau, maka waktu untuk mengakumulasi nikotin dalam daun
juga menjadi semakin panjang. Keadaan tersebut mempengaruhi kadar nikotin
dalam daun tembakau.
Tembakau yang disebut dengan Srinthil hanya dapat terjadi di daerah
dengan ketinggian di atas 800 m dpl. Akan tetapi tidak semua tempat dapat
menghasilkan Srinthil. Berdasarkan penuturan petani, khususnya penghasil Srinthil,
mutu istimewa tersebut hanya dapat terjadi bila cuaca selama musim tanam
12
tembakau sangat kering. Pada kondisi demikian daun yang berpotensi menjadi
mutu Srinthil, dapat diketahui setelah diperam 5 hari. Ciri-ciri daun tersebut adalah
berubah warna menjadi coklat kehitaman, tumbuhnya puthur (semacam hifa jamur
berwarna kuning, Gambar 3) dan mengeluarkan cairan serta aroma seperti alkohol.
Daun tembakau yang diperam tersebut tidak busuk, bila dirajang tidak
menghasilkan struktur seperti serat, tetapi menjadi hancur menggumpal, bila telah
kering berwarna coklat kehitaman sampai hitam cerah dan mengkilat.
Beberapa peneliti pasca panen mengamati pada tembakau yang sedang
diperam tersebut tumbuh beberapa macam mikroorganisme semacam jamur yang
berwarna kuning yang oleh petani disebat sebagai puthur kuning. Usaha untuk
membuat mutu Srinthil dengan memanfaatkan mikroorganisme tersebut (setelah
diisolasi, inokulasi dan disemprotkan) tidak berhasil, karena mikroorganisme
tersebut tidak berkembang.Berdasarkan informasi dari para penghasil Srinthil,
varietas yang dapat menjadi Srinthil adalah Kemloko, Kemloko 1 dan Kemloko 2.
Sedangkan daerah-daerah yang biasa menghasilkan Srinthil adalah Desa
Legoksari, Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto,
Banaran, Gandu, Gedegan dan Kemloko.
Gambar 3. Puthur kuning pada daun tembakau Srinthil
13
III. PEMOHON
Pemohon Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung adalah
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung
atau disingkat sebagai MPIG-TST, yang didirikan berdasarkan Surat Keputusan
Bupati Temanggung No. 050/485 Tahun 2013 tertanggal 24 Juni 2013 (Lampiran 5).
Selanjutnya MPIG-TST akan didaftarkan ke Notaris untuk menjadi Badan Hukum
yang dilengkapi dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tanggaserta unit-
unit lainnya yang diperlukan.
Pengurus dan anggota MPIG-TST terdiri dari petani dan pengolah
tembakau Srinthil yang terdiri dari 45 kelompok tani yang beranggotakan 675 petani
di 8 Desa 3 Kecamatan, dengan luas areal sekitar 200 ha.Susunan organisasi
MPIG-TST saat ini sesuai dengan lampiran SK. pembentukannya adalah sebagai
berikut
Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Kabupaten Temanggung
I. Pelindung 1. Bupati Temanggung : Ketua 2. Wakil Bupati Temanggung : Wakil Ketua 3. Sekretaris Daerah
Kabupaten Temanggung : Sekretaris
II. Penasehat
1. Asisten Ekonomi, Pembangunan dan Kesra Setda
: Ketua
2. Kepala Bappeda : Sekretaris
3. Kepala Bapeluh : Anggota
4. Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan
: Anggota
5. Kepala Dinas Perindagkop dan UMKM
: Anggota
6. Kepala Bagian Perekonomian Setda
:
Anggota
III. Pengurus
1. Subakir : Ketua
2. Heru : Wakil Ketua
3. Yamuhadi : Sekretaris
4. Sri Sulistyaningsih : Bendahara
14
5. Slamet : Wakil Sekretaris
6. Mustar : Seksi Pembudidayaan
7. Waldiyono : Seksi Pengendalian Penyakit
8. Sumaryo : Seksi Pengolahan Hasil
9. Imbuh : Seksi Pemasaran
10. Suamin : Seksi Pembinaan Sumber Daya Manusia
11. Sutopo : Koordinator Kecamatan Tlogomulyo
12. Kasdi : Koordinator Kecamatan Bulu
13. Haryono : Koordinator Kecamatan Tembarak
Seluruh anggota dan pengurus MPIG-TST memiliki kartu anggota
dengan bentuk seperti pada Gambar 4 :
Gambar 4. Kartu Anggota MPIG-Tembakau Srinthil Temanggung
Sekretariat MPIG-TST saat ini beralamat di : Dusun Lamuk, Desa
Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung.
KARTU ANGGOTA MPIG-TST
TEMBAKAU SRINTHIL TEMANGGUNG
----------------------------------------------------------------------------------
No : ..../MPIG-TST/....
Nama :
Alamat :
Jabatan :
Pekerjaan :
Temanggung, ............................., 2013
Ketua,
Subakir
15
IV. BUKU PERSYARATAN
Pengusulan Perlindungan Indikasi Geografis suatu produk membutuhkan
persyaratan-persyaratan tertentu serta pemahaman bagi masyarakat yang akan
mengusulkannya. Berkaitan dengan itu maka dilakukan sosialisasi di tiga lokasi
penghasil tembakau Srinthil, yaitu di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Desa
Pagergunung, Kecamatan Bulu dan Desa Kemloko, Kecamatan Tembarak.
Sosialisasi diikuti oleh perwakilan petani dari 8 desa penghasil Srinthil. Narasumber
dalam sosialisasi tersebut adalah tim ahli indikasi geografis (Gambar 5).
Gambar 5. Dr. Ir. H. Riyaldi (tim ahli indikasi geografis) memberikan penjelasan kepada para petani tembakau di Desa Kemloko, Kecamatan Tembarak
Selain melakukan sosialisasi, tim juga membantu dalam penyusunan Buku
Persyaratan. Dalam menyusun buku persyaratan, tim melakukan pengumpulan
informasi menyangkut Kelompok Tani dan Masyarakat Pertembakauan, sejarah
pengembangan tembakau, adat istiadat yang terkait, budidaya, pengolahan dan
mutu tembakau Srinthil. Informasi juga dikumpulkan dari beberapa konsumen
tembakau perwakilan industri rokok besar yang ada di Temanggung. Selanjutnya
draf yang telah disusun didiskusikan dan dibahas bersama MPIG-TST, BAPPEDA,
Distanbunhut, Disperindagkop dan UMKM, Bapeluh, Bagian Perekonomian, Asisten
Ekonomi, Pembangunan dan Kesra serta Kepala Desa dan Camat lokasi penghasil
tembakau Srinthil (Gambar 6).
16
Gambar 6. Pembahasan draf Buku Persyaratan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung di Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten
Temanggung
4.1. Nama Indikasi Geografis
Nama Indikasi Geografis yang dimohonkan pendaftarannya, adalah :
Tembakau Srinthil Temanggung
4.2 Nama Barang
Nama barang yang diusulkan untuk mendapat sertifikat Indikasi Geografis
tembakau Srinthil Temanggung adalah tembakau Srinthil yang diolah dari daun
tembakau yang dihasilkan dari Kabupaten Temanggung dan diproses menjadi
tembakau Srinthil di Kabupaten Temanggung.
4.3. Karakteristik Dan Kualitas Tembakau Srinthil Temanggung
Pada pembuatan sigaret keretek, tembakau dikelompokkan sebagai bahan
pemberi rasa atau “lauk” dan bahan pengisi atau „nasi‟. Tembakau rajangan
temanggung merupakan tembakau pemberi rasa atau lauk. Sebagai bahan pemberi
rasa, tembakau rajangan temanggung mempunyai posisi penting sehingga
mempunyai harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan tembakau jenis lain.
17
Gambar 7. Penampilan dan harga tembakau Srinthil temanggung
Mutu tembakau rajangan temanggung yang tertinggi adalah tembakau
Srinthil (Gambar 7). Oleh sebab itu petani tembakau temanggung setiap tahun
berharap dapat menghasilkan mutu Srinthil karena mempunyai harga yang tinggi,
melalui perbaikan teknik budidaya (terutama dalam penggunaan pupuk, perbaikan
cara panen dan pengolahan). Namun demikian juga terjadi upaya pemalsuan
melalui berbagai cara, antara lain dengan memberi pewarna dan bahan lainnya
yang dapat dikategorikan sebagai Non Tobacco Related Material (NTRM).
Mutu tembakau Srinthil Temanggung terdiri dari beberapa tingkatan yang
dimulai dari mutu E hingga K, namun demikian untuk mutu H, I, J dan K saat ini
sudah sulit dihasilkan. Karena mutu tertinggi tembakau Srinthil sulit dihasilkan,
maka petani yang dapat menghasilkan mutu H, I, J dan K seolah-olah mendapat
berkah atau ndaru rigen.
4.3.1. Fisik
Padilla dalam Abdallah (1970) mendefinisikan bahwa mutu tembakau adalah
gabungan dari sifat fisik, organoleptik dan kimia, yang menyebabkan tembakau
tersebut sesuai atau tidak untuk tujuan pemakaian tertentu. Mutu tembakau juga
didefinisikan sebagai gabungan semua sifat kimia dan organoleptik yang dapat
ditransformasi oleh perusahaan, pedagang atau perokok yang secara ekonomis dan
ditinjau dari rasa dapat diterima (Manuel Llanos Company, 1985).
Tso (1972) menyatakan bahwa mutu mempunyai sifat relatif, yang dapat
berubah karena pengaruh selera atau subyektifitas orang, waktu dan tempat.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa mutu ditentukan
18
oleh perbedaan kepentingan masing-masing pihak sesuai dengan tujuan
berdasarkan aspek fisik, kimia, dan sensori. Penilaian karakteristik dan kualitas
tembakau Srinthil Temanggung secara fisik harus dilakukan bersamaan dengan
pengujian secara organoleptik.
4.3.2. Kimia
Penentuan keaslian, karakteristik dan kualitas produk tembakau Srinthil
Temanggung terutama dengan menggunakan indikator kandungan nikotin.
Kandungan kadar nikotin pada masing-masing mutu tembakau temanggung
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Mutu dan kadar nikotin tembakau temanggung
Mutu Nikotin (%) Panen ke- Organoleptik (warna, aroma dan pegangan)
A
B
C
D-E
E-F
F-K
2,33
2,16
2,38
5,42
4,58
6,97
I
II
III
III-IV
IV-V
V-VII
Hijau kekuningan, tidak ada aroma, ringan
Kuning kehijauan, sedikit aroma, ringan
Kuning, beraroma, minyak, agak tebal
Coklat, segar, berminyak, tebal “antep”
Coklat, segar, berminyak, tebal “antep”
Hitam, lebih segar, tebal, lebih “antep”
Keterangan : tembakau Srinthil Temanggung dimulai dari mutu E - K
Hasil analisis Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat pada tahun 2013
terhadap contoh tembakau Srinthil Temanggung dari sepuluh daerah pengambilan
contoh ternyata memiliki kadar nikotin bervariasi antara 5,05% sampai 7,58%
(Tabel 2).
19
Tabel 2. Hasil analisa kadar nikotin tembakau Srinthil dari beberapa daerah Temanggung
No Blok Lahan Desa Kadar nikotin (%)
01 02 03 04 05 06 07 08 09 10
Gongseng Tanggul Petung ngisor Ngelo ngisor Sekinjeng ndhuwur Nglempong ndhuwur Ngringin tengah Sekelenteng Puntukgong Tawang
Tlilir Kemloko Legoksari Legoksari Legoksari Legoksari Legoksari
Losari Kemloko
Tlilir
7,12 – 7,58 5,11 – 5,37 5,74 – 6,14 5,74 – 5,74 5,05 – 5,28 6,61 – 7,18 6,56 – 6,84 7,52 – 7,53 6,56 – 6,72 7,31 – 7,36
4.3.3. Organoleptik
Dalam transaksi jual beli, penentuan mutu dilakukan dengan uji sensori atau
organoleptik yang didasarkan pada kenampakan warna, pegangan, dan aroma.
Cara lain dalam penilaian mutu adalah dengan uji secara kimia, tetapi cara uji
tersebut masih belum ada kesepakatan tentang komponen kimia apa yang dapat
menggambarkan mutu tembakau Srinthil. Cara penilaian mutu dengan uji secara
kimia juga memerlukan waktu lama dan biaya yang cukup mahal, sedangkan
transaksi harus dilakukan secepatnya.
Penilaian mutu tembakau secara organoleptik dilakukan pada kondisi cahaya
matahari yang cukup, yaitu antara pukul 07.00 sampai 16.00 WIB. Jika pada saat
penilaian mutu kondisi cuaca mendung (kurang sinar) maka dapat menyulitkan
penetapan mutunya sehingga dapat merugikan penjual atau pembelinya.
Kriteria mutu yang dinilai terlebih dahulu adalah warna, meliputi warna dasar
(value) dan tingkat kecerahannya (chroma) yang ditentukan secara visual. Dari
warnanya tembakau dapat diperkirakan tingkat kemasakan daun sewaktu dipanen,
baik buruknya proses pemeraman, tingkat kemasakan daun pada saat dirajang,
sempurna atau tidaknya proses pengeringan, serta posisi daun pada batang. Warna
tembakau harus cukup cerah, jangan sampai kusam/”kusi”. Semakin tinggi mutu
tembakau, warnanya semakin cerah atau bercahaya.
Menurut LeCompte dalam Tso (1972) pada masing-masing tingkat mutu
tembakau Connecticut terdapat perbedaan kandungan jumlah pigmen, terutama
pigmen kuning dan hijau. Pada tembakau temanggung bermutu rendah yang
20
berasal dari daun posisi bawah berwarna hijau kekuningan cerah, makin tinggi
mutunya, warnanya menjadi semakin hitam berkilau sampai hitam nyamber lilen
(hitam berkilat).
Karena warna tembakau dapat berubah seiring dengan waktu, terutama
untuk posisi daun bawah sampai tengah, maka gudang-gudang pembelian
menghendaki proses jual beli dari petani dilakukan sesegera mungkin setelah
tembakau tersebut kering. Tembakau yang tidak segera dijual umumnya dihargai
sangat rendah karena grader (penilai mutu dari pabrikan) mengalami kesulitan
dalam menentukan status mutunya akibat terjadi perubahan warna.
Cara penilaian selanjutnya, tembakau dipegang (digenggam) untuk
mengetahui bodinya atau tingkat kesupelannya. Pengertian bodi menyangkut hal-
hal yang berkaitan dengan pegangan, yaitu ketebalan daun, keantepan,
kekenyalan, kelekatan, dan keberminyakan. Semakin supel atau berbodi, tembakau
semakin berisi, yaitu suatu keadaan yang menunjukan semakin baik mutu
tembakaunya. Beberapa petani melakukan manipulasi untuk memperbaiki tingkat
kesupelan tersebut dengan memberikan bahan aditif berupa gula (tepung gula).
Cara tersebut tidak dikehendaki oleh konsumen karena dapat merusak mutu
tembakau pada waktu fermentasi di gudang penyimpanan sebelum tembakau
tersebut diproses untuk rokok.
Setelah dilihat dan dipegang, kemudian dicium untuk mengetahui aromanya.
Semakin tinggi mutu tembakau aromanya semakin harum, antep, halus, gurih, dan
manis. Tembakau yang bermutu rendah ditandai dengan aroma yang tidak segar.
Menurut Tso (1972) kandungan gula dapat memberikan aroma yang harum pada
tembakau sehingga dapat memberikan rasa yang dikehendaki.
Dalam melakukan penilaian mutu disamping menggunakan penilaian
berdasarkan warna, pegangan dan aroma, beberapa grader kadang-kadang juga
membakar dan menghisap asapnya untuk lebih meyakinkan.
Keuntungan pengujian mutu secara sensori atau organoleptik adalah
mempercepat penyelesaian pekerjaan dan pengambilan keputusan. Sedangkan
kerugiannya, tidak terukur secara obyektif yang dapat dihayati pihak lain. Unsur
utama penentu mutu yang digunakan untuk pengujian sensori adalah warna,
pegangan, dan aroma. Ketiga unsur penentu mutu tersebut diduga erat kaitannya
dengan komponen kimia penyusun mutu. Menurut Tso (1972) dan Akehurst (1981)
21
warna, pegangan, dan aroma tembakau ditentukan oleh komponen kimianya,
antara lain pigmen, gula, nikotin, dan total volatile basis.
Tahap berikutnya adalah penilaian kemurnian tembakau untuk mengetahui
tembakau tidak tercampur dengan tipe tembakau lain maupun tercampur dengan
posisi daun tembakau yang lain. Setelah dilakukan penilaian kemudian ditetapkan
mutunya berdasarkan spesifikasi persyaratan mutu (Tabel 3).
Tabel 3. Spesifikasi Mutu tembakau Srinthil Temanggung (SNI :01-4101-1996, diolah).
Mutu
Jenis uji
Warna Pegangan/bodi/
Cekel
Aroma Posisi daun Kemur
nian
Keber
sihan
E Cokelat
kemerahan,
cokelat
kehitaman,
cerah
Tebal, ”antep”,
mantap,supel,
berminyak, lekat,
mudah ”ngempel”
Segar, sangat
harum, halus,
mantap, gurih,
dan manis
Atas s.d.
tengah atas
(Pronggolan
s.d.
tenggokan”)
Cukup Bersih
F Cokelat tua
kehitaman,
hitam
kecokelatan
cerah
Tebal, ”antep”,
mantap,supel,
berminyak, lekat,
mudah ”ngempel”
Segar, sangat
harum, halus dan
dalam, mantap
sekali, gurih, dan
manis
Atas
(Pronggolan”)
Murni Bersih
G Hitam sedikit
kemerahan,
cerah
Tebal, ”antep”,
mantap,supel,
berminyak, lekat,
mudah ”ngempel”
Segar, sangat
harum, halus dan
dalam, mantap
sekali, gurih, dan
manis
Atas
(Pronggolan”)
Murni Bersih
H Hitam
berkilau,
cerah
Tebal, ”antep”,
mantap, supel,
lebih berminyak,
lebih lekat, dan
lebih mudah
”ngempel”
Lebih segar,
sangat harum,
halus dan dalam,
mantap sekali,
gurih, manis
sekali
Atas
(Pronggolan”)
Murni Bersih
I Hitam
“nyamber
lilen” cerah
sekali
Tebal, ”antep”,
mantap, lebih
supel, lebih
berminyak, lebih
lekat, dan lebih
mudah ”ngempel”
Lebih segar,
sangat harum,
halus dan dalam,
mantap sekali,
gurih sekali,
manis sekali
Atas
(Pronggolan”)
Murni Bersih
K Hitam
“nyamber
lilen” cerah
sekali
Tebal, lebih
”antep”, lebih
mantap, lebih
supel, lebih
berminyak, lebih
lekat, dan lebih
mudah ”ngempel”
Lebih segar,
sangat harum,
lebih halus dan
dalam, mantap
sekali, gurih
sekali, manis
sekali
Atas
(Pronggolan”)
Murni Bersih
22
4.4. Kondisi Umum Wilayah
4.4.1. Administrasi
Kabupaten Temanggung berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo (sebelah
barat), Kabupaten Magelang (sebelah selatan dan timur), Kabupaten Kendal
(sebelah utara)dan Kabupaten Semarang (sebelah utara dan timur). Luas wilayah
Kabupaten Temanggung 87,065 km2 dan terdiri dari 20 kecamatan. Dari total luasan
tersebut sekitar 13.000 ha merupakan lahan tembakau.
Daerah penghasil tembakau temanggung mutu Srinthil terkonsentrasi di
beberapa desa di Kabupaten Temanggung, yaitu Desa Legoksari, Losari,
Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari, Bansari, Wonotirto, Banaran, Gandu,
Gedegan dan Kemloko (Gambar 8). Daerah-daerah tersebut memiliki posisi
geografis 7˚18˒30”S dan 110˚4˒0”E. Peta daerah pertanaman tembakau yang dapat
menghasilkan tembakau Srinthil terdapat pada Gambar 8 berikut :
Gambar 8. Peta administrasi lokasi penghasil tembakau mutu Srinthil
23
4.4.2 Geologi
Berdasarkan Peta Geologi Skala 1: 100.000 Lembar Magelang dan Lembar
Banjarnegara, wilayah penghasil tembakau temanggung mutu Srinthil memiliki jenis
batuan: Qsm (Batuan Gunung Api Sumbing). Batuan gunung api tersebut terdiri
dari andesit-augit-olivine. Formasi batuan ini tersebar di sebelah selatan kota
Temanggung dan Parakan, tepatnya dari puncak G. Sumbing sampai lereng bawah
G. Sumbing. Peta geologi daerah penghasil tembakau Srinthil terdapat pada
Gambar 9.
Gambar 9. Peta sebaran geologi di lokasi pengamatan penghasil Srinthil
24
4.4.3 Bentuk Lahan
Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil terdiri dari dua bentuk lahan yang
terbagi menjadi lereng vulkan atas dan lereng vulkan tengah. Lereng vulkan atas
memiliki kerucut yang curam, pada umumnya mempunyai garis-garis kikisan yang
dalam, sedangkan pada lereng vulkan tengah memiliki kerucut vulkan yang tidak
terlalu curam dengan poladrainase radial. Proses pembentukan tanah di daerah
tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk lahan vulkanik yang memiliki sub grup
vulkanik berlapis, yaitu sistem gunung berapi dengan proses letusan berulang-ulang
sehingga terjadi pelapisan bahan piroklastik dan aliran lava. Peta peta sebaran
bentuk lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 10.
Gambar 10. Peta sebaran bentuk lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
25
4.4.4 Lereng
Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil mempunyai kemiringan berombak
(3%-8%), bergelombang (8%-15%) dan berbukit (15%-30%). Peta sebaran lereng
lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 11.
Gambar 11. Peta sebaran lereng lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
4.4.5 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di daerah tembakau penghasil mutu Srinthil adalah
sebagai lahan kering, dengan pola tanam jagung-tembakau, bawang putih-
tembakau, atau lombok-tembakau. Peta penggunaan di lahan tembakau penghasil
mutu Srinthil terdapat pada Gambar 12
26
Gambar 12. Peta penggunaan di lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
Secara umum kondisi topografi di Kecamatan Bulu adalah bergelombang,
berombak dan terjal. Lahan didominasi lahan kering dengan vegetasi yang dominan
adalah tembakau. Kondisi topografi di Kecamatan Tlogomulyo adalah
bergelombang, berombak, curam dan sangat curam. Kondisi topografi di kecamatan
Tembarak adalah bergelombang dan berbukit.
27
4.4.6.Ketinggian Lahan
Tembakau Srinthil hanya dihasilkan pada daerah pertanaman tembakau di
Kecamatan Bulu, Tembarak dan Tlogomulyo yang terletak pada ketinggian diatas
800meter dpl. Peta daerah pertanaman tembakau Srinthil berdasarkan batasan
ketinggian terdapat pada Gambar 13.
Gambar 13. Peta ketinggian tempat lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
28
4.5. Identifikasi Tanah
4.5.1. Klasifikasi Tanah
Berdasarkan sistem Taksonomi Tanah (Soil Survei Staff,1998), maka daerah
penghasil tembakau mutu Srinthil I Kabupaten Temanggung (Desa Legoksari,
Losari, Pagergunung, Pagersari, Tlilir, Wonosari dan Wonotirto) adalah daerah yang
dipengaruhi oleh aktivitas vulkanik dan termasuk ordo Inceptisol. Jenis tanah
tersebut merupakan tanah muda dan mulai berkembang, memiliki penampang profil
dengan horison yang pembentukannya agak lambat sebagai alterasi bahan induk.
Ordo Inceptisol diklasifikasikan menjadi sub ordo Udepts Grup dengan
Dystrudepts, Sub Grup mulai dari Humic Dystrudepts, Humic Pssamentic
Dystrudepts, Lithic Dystrudepts, Humic Lithic Dystrudepts dan Typic Dystrudepts.
Umumnya, pada Inceptisols tersebut tidak dijumpai kenampakan adanya akumulasi
besi (Fe) dan mangan (Mn) sebagai proses reduksi-oksidasi. Peta sebaran jenis
tanah penghasil Srinthil terdapat pada Gambar 14.
29
Gambar 14. Peta sebaran jenis tanah penghasil Srinthil
4.5.2. Kondisi Tanah
4.5.2.1. Sifat Fisik Tanah
Sifat-sifat fisik tanah yang terkait dengan survei tanah untuk tanaman
tembakau penghasil Srinthil antara lain adalah sifat-sifat tanah yang diindikasikan
dengan parameter-parameter tekstur, struktur, konsistensi, permeabilitas, drainase,
berat isi, porositas dan kandungan air tersedia.
a. Tekstur
Tekstur tanah sentra tembakau temanggung penghasil mutu Srinthil terdiri atas lima
kelas tekstur yang tersebar yaitu pasir, lempung berpasir, pasir berlempung,
lempung berdebu, dan lempung. Peta sebaran tekstur lahan tembakau penghasil
mutu Srinthil terdapat pada Gambar 15.
30
Gambar 15. Peta sebaran tekstur lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
b. Struktur
Lokasi survei yang terbentuk atas bahan induk abu vulkanik, secara umum
tersusun atas struktur tanah dengan bentuk gumpal membulat dalam ukuran kecil
sampai sedang dan perkembangannya mulai dari lemah sampai kuat.
c. Permeabilitas dan Drainase Tanah
Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa kelas permeabilitas
tanah di daerah pertanaman tembakau penghasil mutu Srinthil adalah mulai dari
sangat cepat sampai lambat, dengan kelas yang mendominasi adalah sedang.
Kelas ini berada pada daerah-daerah berlereng dengan tekstur tanah sedang
sampai halus pada berbagai tingkat penutupan lahan.
31
d. Berat Isi (BI)
Hasil pengamatan di lapangan menunjukan bahwa kondisi berat isi daerah
pertanaman tembakau penghasil tembakau Srinthil dikategorikan kedalam kelas
sedang dengan nilai 0,8 g cm-3 - 1,2 g cm-3. Peta sebaran nilai berat isi lahan
tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 16.
Gambar 16. Peta sebaran nilai berat isi lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
e. Ketersediaan Air
Lahan tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai nilai ketersediaan air
dengan kisaran antara 0,16 cm3 - 0,25 cm3. Peta sebaran nilai ketersediaan air
lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada Gambar 17.
32
Gambar 17. Peta sebaran nilai ketersediaan air lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
f. Porositas
Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil mempunyai kisaran nilai porositas
antara 45 % – 55 %. Peta sebaran nilai porositas lahan tembakau penghasil mutu
Srinthil terdapat pada Gambar 18.
33
Gambar 18. Peta sebaran nilai porositas lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
4.5.2.2 Sifat Kimia Tanah
Sifat kimia tanah memiliki komponen berupa pH, kandungan C-organik
tanah, Nitrogen, Phospor, kapasitas tukar kation dan kejenuhan basa
a. pH
Sentra penghasil tembakau mutu Srinthil didominasi oleh tanah tanah
dengan kelas reaksi tanah agak masam (pH 5,5 – 6,5), sisanya mempunyai pH
sangat masam (pH <4,5) dan masam (pH 4,5 – 5,5).
34
Gambar 19. Peta sebaran pH tanah pada lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
b. Kandungan C-Organik Tanah
Lahan-lahan sentra tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai kandungan
C organik dengan kisaran antara sangat rendah-tinggi antara 0,1% - 5%. Peta
sebaran kadar C organik lahan tembakau penghasil mutu Srinthil terdapat pada
Gambar 19.
35
Gambar 20. Peta sebaran kadar C-organik lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
c. Nitrogen (N)
Dari hasil analisis lahan-lahan tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai
kadar N total pada kisaran sedang-tinggiantara 0,21% - 1,67%.
36
Gambar 21. Peta sebaran nilai N total lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
d. Phospor (P)
Hasil analisis tanah menunjukan bahwa kadar phosphor pada lokasi lahan
penghasil tembakau Srinthil mempunyai kisaran rendah yaitu 1,77% - 3,57%. Peta
sebaran nilai p lahan tembakau penghasil Srinthil terdapat pada Gambar 22.
37
Gambar 22. Peta sebaran nilai P lahan tembakau penghasil Srinthil
e. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) merupakan parameter yang menunjukkan
potensi kesuburan tanah dalam hal ketersediaan unsur hara. Tanah yang memiliki
nilai KTK tinggi akan mampu menyediakan unsur hara yang lebih baik daripada
tanah dengan KTK rendah. Daerah penghasil tembakau mutu Srinthil mempunyai
nilai KTK pada kisaran antara rendah sampai sangat tinggi antara 5 me/100gr -
40me/100gr. Peta sebaran nilai kapasitas tukar kation lahan tembakau penghasil
mutu Srinthil terdapat pada Gambar 23.
38
Gambar 23. Peta sebaran nilai kapasitas tukar kation lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
f. Kejenuhan Basa
Lahan-lahan tembakau penghasil mutu Srinthil mempunyai nilai kejenuhan
basa beragam mulai dari sangat rendah sampai sangat tinggi antara 24%-97%.
Basa-basa dapat dipertukarkan (K, Na, Ca, dan Mg) juga dianalisa guna
mengetahui persentase kejenuhan basa tanah (KB). Pada lokasi tembakau
penghasil mutu Srinthil mempunyai kadar Ca sangat beragam mulai dari rendah
sampai dengan tinggi antara 3,96 me/100gr -13,18 me/100gr, sedangkan nilai Mg
termasuk kategori berkisar mulai dari sangat rendah sampai dengan tinggi antara
0,17 me/100gr - 7,00me/100gr. Nilai Na rendahantara 0,34me/100gr - 0,42me/100gr
sedangkan nilai K beragam mulai dari sedang sampai tinggi antara 0,33 me/100gr -
0,94 me/100gr.
Peta sebaran nilai Ca, Mg, Na dan K pada lahan tembakau penghasil mutu
Srinthil terdapat pada Gambar 24.
40
Secara umum karakteristik lahan daerah penghasil tembakau Srinthil
disajikan pada Tabel berikut:
Tabel 4. Karakteristik Sifat Fisik Tanah pada Lahan Tembakau Penghasil Srinthil No Karakteristik Sifat Fisik Ukuran
1 Ordo Tanah Inceptisol
2 Tekstur Pasir-pasir berlempung
3 Berat Isi Sedang (0,8-1,2 gcm-3)
4 Ketersediaan Air 0,16-0,25 cm3cm-3
5 Porositas 45,76-55,04 %
Tabel 5. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Penghasil Tembakau Srinthil
No Karakteristik Sifat Kimia
Ukuran
1 pH aktual 4,5 – 6,5
2 C-Organik Sangat rendah – tinggi (0,1 - 5%)
3 Nitrogen Sedang –tinggi (0,21 –1,67%)
4 Phospor Sangat Rendah (0 - 20%)
5 KTK Rendah - sangat tinggi (5 - >40 me/100g)
6 Kejenuhan Basa Sangat rendah - sangat tinggi (0 - >75%)
7 Ca Rendah – tinggi (2 - 20 me/100g)
8 Mg Sangat rendah – tinggi (0 - 8 me/100g)
9 Na Rendah (0,1 – 0,3 me/100g)
10 K Sedang – tinggi (0,3 - 1 me/100g)
4.6. Pengaruh lingkungan
Suatu produk merupakan hasil inovasi yang tidak dapat dilepaskan dari
interaksi berbagai faktor, termasuk dengan lingkungan. Faktor lingkungan yang
terkait dengan tembakau Srinthil dapat berupa faktor alam dan manusia. Selain itu
adat istiadat dan budaya lokal juga dapat memberi warna tersendiri.
4.6.1. Faktor alam
Wilayah kabupaten Temanggung yang dapat menghasilkan tembaku Srinthil
terletak di lereng G. Sumbing dengan ketinggian lebih dari 800 m dpl. Secara umum
daerah tersebut memiliki suhu lebih rendah dan air lebih terbatas dibanding daerah-
daerah yang letaknya lebih rendah, lebih-lebih pada musim kemarau. Tidak semua
jenis tanaman dapat hidup dan berkembang dengan baik.
Salah satu jenis tanaman yang dapat dibudidayakan dengan hasil yang baik
adalah tembakau. Karena air sangat terbatas, sejak ditanam, tembakau tidak pernah
41
disiram, walaupun demikian tanaman tembakau dapat tumbuh dengan baik. Alam
menyediakan embun di malam hari yang cukup untuk pertumbuhan tanaman
tembakau. Bahkan di tempat tertentu dapat dihasilkan tembakau dengan kualitas
sangat tinggi dan dengan nilai ekonomi sangat tinggi pula yang dikenal sebagai
tembakau Srinthil. Kualitas demikian tidak dapat diperoleh di tempat lain, lebih-lebih
di daerah yang letaknya lebih rendah.
Sentra utama penghasil tembakau mutu Srinthil mempunya rata-rata curah
hujan antara 20,7 mm – 27,7 mm per hari. Peta sebaran curah hujan harian lahan
tembakau penghasil mutu Srinthil disajikan pada Gambar 25.
Gambar 25. Peta sebaran curah hujan harian lahan tembakau penghasil mutu Srinthil
42
Tabel 6. Data curah hujan KabupatenTemanggung selama 6 tahun
Bulan
2008 2009 2010 2011 2012
CH (mm)
HH (hari)
CH (mm)
HH (hari)
CH (mm)
HH (hari)
CH (mm)
HH (hari)
CH (mm)
HH (hari)
Jan 304,6 18,43 412,5 20,8 260,6 22,63 178,2 18 345,5 19,6
Feb 247,5 19,3 305,1 19,5 283,2 18,75 153,3 14,22 295,3 18,89
Mar 329,4 20,18 219,7 14,4 308,3 19,1 280,7 20,75 127,8 11,22
Apr 0 0 101,3 12,57 258,1 15,4 229,2 19,75 156,1 13,29
Mei 0 0 134,8 11,88 344,6 18,9 153,3 13,75 145,3 8,38
Jun 0 0 44 4,86 156,7 10,38 19 2,14 79 4,11
Jul 0 0 4,6 1 106,6 11,75 35,9 4 15,5 1,67
Ags 63,64 4,89 10,1 2 110,9 11,13 4,6 1 0 0
Sep 10,09 1,6 3,9 1,67 270,4 17 15 2 6,3 1,5
Okt 123,4 12,38 52,45 5,57 256,1 15,13 157,3 11,63 84,2 8,13
Nop 220,3 18,33 128,1 12,38 261,6 17,38 221,6 19,63 265,4 12,75
Des 0 18,33 136,4 13 292,5 23 315,8 19,4 346,9 20,88
Juml 1298,9 113,44 1553 119,6 2910 200,55 1763,9 146,3 1867,3 120,4
Rerata 185,56 14,18 129,4 9,969 242,5 16,713 146,99 12,19 169,75 10,95
4.6.2. Faktor Manusia
Manusia dianugrahi kemampuan untuk berinteraksi dan menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Untuk bertahan hidup, manusia akan berusaha mengatasi
dan mengelola lingkungan agar dapat memberi manfaat sebesar-besarnya. Pada
kondisi alam seperti digambarkan di atas, petani mencoba berbagai tanaman yang
dapat dibudidayakan. Di antara berbagai tanaman yang dicoba, terdapat beberapa
yang dinilai cukup menguntungkan, yaitu bawang putih, cabe dan tembakau, akan
tetapi tembakau jauh lebih menguntungkan.
43
Gambar 26. Ketrampilan membudidayakan tembakau temanggung diperoleh dari pengalaman secara turun temurun
Ketrampilan membudidayakan tanaman tembakau merupakan ketrampilan
yang diperoleh secara turun temurun. Pengalaman dari waktu ke waktu menambah
keterampilan mereka sehingga hasil dan mutu yang diperoleh semakin baik.
Pengalaman juga mengajarkan pada mereka berbagai upaya untuk mengatasi
berbagai kendala, termasuk untuk mengatasi menurunnya kesuburan lahan.
Bagi generasi yang lebih muda, ketrampilan usaha tani tembakau selain dari
pengalaman mengikuti orang tua, juga diperoleh dari mengikuti pelatihan-pelatihan.
Sarana-sarana tersebut menjadi salah satu faktor pelestari budaya menanam
tembakau, khususnya dalam hal menghasilkan mutu Srinthil.
Petani tembakau temanggung umumnya tergabung dalam kelompok tani,
dengan anggota sekitar 10-40 orang. Dalam satu desa bisa terdapat satu atau lebih
Kelompok Tani. Dalam sistem MPIG-TST, pada setiap desa terdapat seorang
Koordinator yang mengkoordinir kelompok tani yang berada di desa tersebut.
Kelompok tani umumnya memiliki jadwal pertemuan tetap sekali dalam 3 bulan, atau
berdasarkan kebutuhan anggota. Pertemuan antar petani lebih sering dilakukan di
lahan pertanaman ketika melakukan proses budidaya tanaman tembakau atau saat
melakukan proses pengolahan tembakau.
4.6.3. Adat Istiadat dan Budaya
Setiap daerah penghasil Srinthil mempunyai kebiasaan dan adat istiadat
berbeda. Misalnya di Desa Legoksari, sampai saat ini masyarakat masih tetap
melestarikan ritual among tebal sebelum musim tanam tembakau dan wiwit pada
44
saat panen. Hal tersebut memiliki makna, bahwa segala sesuatu yang dilakukan
oleh manusia sangat ditentukan oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu manusia
harus berdoa dan meminta kepada Yang Maha Kuasa agar apa yang dilakukan
mendapat perlindungan. Hasil yang diperoleh juga harus disyukuri karena semua
keberhasilan adalah atas berkah dari Yang Maha Kuasa. Ritual juga merupakan
perwujudan kebersamaan. Pada ritual sebelum tanam, memulai panen dan sesudah
panen selalu melibatkan semua warga yang dengan ikhlas membawa kebutuhan
untuk acara ritual tersebut.
Sebagai penghormatan kepada orang yang berjasa mengajarkan ilmu tentang
budidaya tembakau, saat ini para petani tetap mengingat jasa Ki Ageng Makukuhan.
Oleh karena itu setiap tahun menjelang musim tanam tembakau, banyak petani
melakukan ziarah ke makam Ki Ageng Makukuhan di Kedu. Hal semacam ini juga
dilakukan dibeberapa daerah di luar Temanggung, misalnya di Kabupaten
Sumedang. Setiap menjelang musim tanam tembakau, masyarakat tani melakukan
ritual serupa untuk menghormati Dewi Kedu.
4.7. Budidaya Tembakau Srinthil
Areal tembakau di Temanggung tersebar di 15 kecamatan (Anonim, 2012).
Topografi areal tembakau sangat beragam mulai dari datar, berbukit, sampai pada
lereng gunung dengan kemiringan 60% dengan ketinggian tempat antara 600-1500
m dpl. Jenis tanahnya regosol dan latosol dengan tekstur lempung, lempung
berpasir dan pasir, sedangkan lahannya berupa lahan kering/tegal, sawah tadah
hujan dan sawah irigasi. Adanya perbedaan lingkungan tumbuh tersebut
mengakibatkan munculnya produk dan varietas tembakau Temanggung yang
mempunyai ciri khusus.
Tembakau Srinthil sering terjadi hanya di beberapa lokasi tertentu, sedangkan
di lokasi tersebut juga tidak setiap tahun dapat terjadi Srinthil. Lokasi yang sering
menghasilkan Srinthil adalah Desa Tlilir, Kecamatan Tlogomulyo, Desa
Pagergunung, Kecamatan Bulu serta Desa Kemloko Kecamatan Tembarak.
Teknik budidaya yang biasa dilakukan oleh petani yang sering menghasilkan
Srinthil adalah sebagai berikut.
45
4.7.1. Varietas
Varietas Tembakau yang digunakan di Temanggung adalah tembakau
aromatis dan spesifik lokasi. Varietas lokal yang berkembang adalah varietas yang
telah mengalami adaptasi bertahun-tahun sehingga menghasilkan mutu tembakau
yang spesifik. Varietas yang berkembang dan banyak ditanam petani adalah
Kemloko/Gober genjah, Sitieng dan Gober dalem.
Seleksi dan pemurnian varietas lokal tembakau Temanggung telah
menghasilkan varietas unggul lokal yaitu Sindoro 1 dan Kemloko 1 yang telah
dilepas oleh Menteri Pertanian tahun 2001 dengan SK. No.112/Kpts/ TP.240/2/2001
tangal 8 Februari 2001 dan No. 114/Kpts/TP.240/2/2001 tangal 8 Februari 2001.
Kedua varietas terebut mempunyai daya hasil dan mutu lebih tinggi dibanding
varietas lokal yang lain (Rochman, 2001). Selanjutnya varietas ini diperbaiki/
ditingkatkan ketahanannya terhadap penyakit dan tahun 2005dilepas dengan nama
Kemloko 2 dan Kemloko 3 (SK. No. 309/Kpts/SR.120/8/2005 tangal 1 Agustus
2005 dan No. 310/Kpts/SR.120/8/2005 tangal 1 Agustus 2005). Keempat varietas
tersebut dapat menghasilkan tembakau Srinthil Temanggung, tetapi yang paling
potensial adalah Kemloko 1 dan Kemloko 2. Deskripsi masing-masing varietas
tersebut sebagai berikut.
46
Nama Varietas : Sindoro 1
Asal : Genjah Kemloko (lokal) Metode pemuliaan : Seleksi individu Species : Nicotiana tabacum L. Habitus : Silindris Tinggi tanaman : 136,92 - 171,44 cm Panjang Ruas : Panjang berganti;
5,57 - 7,49 cm Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 17,75 - 22,65 lembar Sudut daun : Tegak (28,77 - 45,23) Ujung daun : Runcing Tepi daun * : Licin, menggulung
(semua daun) Permukaan daun : Rata Tebal daun * : Tebal Warna daun : Hijau Phylotaxy * : 3/8 putar ke kiri Tangkai daun : Duduk, tidak bertangkai Sayap : Sempit licin Telinga : Lebar, memeluk batang Panjang daun : 38,08 - 46,02 cm Lebar daun : 18,76 - 22,74 cm Bentuk daun * : Lonjong, memanjang Indek daun : 0,493 Umur berbunga : 65,04 - 79,36 hst Warna mahkota bunga : Merah muda sampai merah Warna Kepala sari : Krem Bentuk buah : bulat telur Warna biji : Coklat Umur panen : 95 - 120 hst Potensi hasil : 747,42 - 970,88 Kg/ha Indek mutu : 43,52 - 52,26 Kadar nikotin : 3,39 - 8,21 % Kadar gula : 2,33 % Ketahanan terhadap : - Penyakit layu bakteri : Moderat tahan - Penyakit lanas : Sangat rentan - Penyakit nematoda : Rentan - Hama Aphis sp : Rentan
Gambar 27. Varietas Sindoro 1
47
Nama Varietas : Kemloko 1
Asal : Kemloko (lokal) Metode pemuliaan : Seleksi individu Species : Nicotiana tabacum L. Habitus : Piramid Tinggi tanaman : 145,23 - 174,01 Panjang Ruas : 4,69 - 6,81; makin keatas makin panjang Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 19,63 - 24,49 lembar Sudut daun : Tegak (35,25 - 56,75_o_) Ujung daun : Runcing Tepi daun * : Berombak, daun atas
tidak menggulung, daun bawah menggulung.
Permukaan daun : Rata, agak bergelombang Tebal daun * : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxy * : 3/8 puter ke kanan Tangkai daun : Duduk, tidak bertangkai Sayap : Sempit licin Telinga : Sempit, memeluk batang Panjang daun : 41,18 - 49,18 cm Lebar daun : 21,57 - 27,17 cm Bentuk daun * : Lonjong, lebar meruncing Indek daun : 0,482 Umur berbunga : 67,96 - 81,44 hst Warna mahkota bunga : Merah muda sampai
merah Warna kepala sari : Krem Bentuk buah : Bulat telur Warna biji : Coklat . Umur panen : 98 - 122 hari Potensi hasil : 787,82 - 1011,46 Kg/Ha Indek mutu : 37,34 - 47,18 Kadar nikotin : 3,75 - 8,65 % Kadar gula : 3,89 % Ketahanan terhadap : - Penyakit lanas : Tahan - Penyakit nematoda : Tahan - Penyakit layu bakteri : Rentan - Hama Aphis sp : Tahan
Gambar 28. Varietas Kemloko 1
48
Nama Varietas : Kemloko 2
Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51 Metode pemuliaan : Back Cross 3 kali Species : Nicotiana tabacum Habitus : Silindris Tinggi tanaman (cm) : 134,77 – 149,57 Panjang ruas : Rapat Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun (produksi) : 18,43 – 21,10 Sudut daun : Tegak Ujung daun : Runcing Tepi daun : Berombak Permukaan daun : Rata Tebal daun : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxi * : 2/5 Tangkai daun : Duduk Sayap * : Sempit Telinga : Lebar Panjang daun (cm) : 47,52 – 51,77 Lebar daun (cm) : 22,32 – 25,95 Bentuk daun : Lonjong Indek daun : 0,501 – 0,502 Umur berbunga (hst) : 94,76 – 100,00 Warna mahkota bunga : Merah muda Warna kepala sari : Krem Bentuk buah : Bulat telur Warna biji : Coklat Umur panen (hst) : 120 – 140 Potensi hasil (ton/ha) : 0,704 + 0,28 ton/ha Indek mutu : 40,28 + 5,42 Indek tanaman : 28,38 + 12,81 Kadar nikotin (%) : 5,52 + 3,46 % Kadar gula (%) : 2,96 % (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit : - Bakteri P. solanacearum : Tahan - Jamur P. nicotianane : - - Nematoda Meloidogyne spp: Tahan Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3
Gambar 29. Varietas Kemloko 2
49
Nama Varietas : Kemloko 3
Asal : Persilangan : Sindoro 1 x Coker 51 Metode pemuliaan : Back Cross 2 kali Species : Nicotiana tabacum Habitus : Silindris Tinggi tanaman (cm) : 148,77 – 164,43 Panjang ruas : Rapat Warna batang : Hijau Bulu batang : Berbulu Jumlah daun : 18,90 – 21,97 Sudut daun : Tegak Ujung daun : Runcing Tepi daun : Berombak Permukaan daun : Rata Tebal daun : Tipis Warna daun : Hijau Phylotaxi * : 3/8 Tangkai daun : Duduk Sayap * : Lebar Telinga : Lebar Panjang daun (cm) : 37,57 – 49,15 Lebar daun (cm) : 20,99 – 24,96 Bentuk daun : Lonjong Indek daun : 0,505 – 0,508 Umur berbunga (hst) : 89,33 – 99,33 Warna mahkota bunga : Merah muda Warna kepala sari : Krem Bentuk buah : Bulat telur Warna biji : Coklat Umur panen (hst) : 119 – 139 Potensi hasil (ton/ha) : 0,695 + 0,16 ton/ha Indek mutu : 36,01 + 7,01 Indek tanaman : 25,50 + 9,49 Kadar nikotin (%) : 6,02 – 3,72 % Kadar gula (%) : 1,98 % (relatif sedang) Ketahanan terhadap penyakit : - Bakteri P. solanacearum : Sangat tahan - Jamur P. nicotianane : - - Nematoda Meloidogyne spp: Tahan
Keterangan : * Pembeda sifat antara Kemloko 2 dan Kemloko 3
Gambar 30. Varietas Kemloko 3
50
4.7.2. Sumber Benih
Benih yang digunakan harus berasal dari sumber yang jelas sehingga pada
saat penangkaran dapat dilakukan sertifikasi benih.
Standar mutu benih adalah :
a) Mutu Genetis : - Kemurnian tidak kurang dari 92% (kecampuran benih
varietas lain tidak lebih dari 8%).
- Benih tanaman lain tidak lebih dari 1%
b) Mutu Fisiologis : Daya berkecambah tinggi tidak kurang dari 80%.
c) Mutu Fisik : - Kadar air 6 – 7 %
- Kotoran tidak lebih dari 3%.
- Bebas serangan hama dan penyakit.
Standar mutu bibit adalah:
a) Varietas : Unggul lokal (Sindoro 1, Kemloko 1, Kemloko 2, Kemloko 3).
b) Umur bibit : 40 – 55 hari
c) Tinggi bibit : 5 - 12 cm
d) Jumlah daun : 4 – 6 lembar
4.7.3. Pesemaian dan bibit
Pesemaian dibuat berupa anjang-anjang/para-para, yaitu semacam bangku
yang terbuat dari bambu. Lebar anjang-anjang sekitar 1 m, ditopang beberapa tiang
penyangga setinggi sekitar 0,5 m dari tanah. Anjang-anjang juga dilengkapi dengan
tiang penyangga atappesemaian. Panjang anjang-anjang disesuaikan dengan
tempat yang tersedia.
Anjang-anjang diisi dengan tanah setebal sekitar 10 cm, di atas tanah ditutup
dengan pupuk kandang (lemi, Jawa) setebal sekitar 3 cm. Selanjutnya
permukaannya diratakan. Anjang-anjang yang telah ditutup campuran tanah dan
pupuk kandang tersebut dinamakan prapenan.
Sebelum benih disebar di atas prapenan, benih terlebih dahulu dicampur
dengan pupuk kandang yang telah kering, setiap 200 g benih dicampur merata
dengan sekitar 4 kg pupuk kandang kering. Campuran tersebut cukup untuk disebar
di empat prapenan seluas sekitar 100 m2. Setelah benih disebar, dilakukan
penyiraman, setelah itu dibiarkan tanpa disiram sampai bibit siap dicabut. Bibit mulai
dicabut pada umur 40 hari. Biasanya penanaman dilakukan sampai bibit berumur
55hari.
51
4.7.4. Pengolahan Tanah
Tanah diolah dengan menggunakan cangkul sedalam 30-40 cm dan dibalik
untuk membenam rerumputan dan gulma. Kemudian dibiarkan 2-3 minggu supaya
terjadi oksidasi dan terbentuk agregat baru dan rumput-rumputan yang dibenam
mengalami proses perombakan sehingga tidak merugikan tanaman.
Selanjutnya dibentuk guludan setinggi sekitar 30 cm, arah guludan agak
serong membentuk sudut + 35o dari arah lereng, agar air bisa tuntas dan dapat
mengurangi erosi. Panjang guludan disesuaikan dengan tingkat kemiringan.
Semakin curam kemiringan lahan, guludan dibuat lebih pendek dengan pembatas
saluran pemotong (teras gulud) yang membentuk sabuk gunung. Teras gulud ini
berfungsi sebagai penahan air limpasan permukaan guludan. Tingkat kemiringan
teras gulud sekitar 5-10% agar air mengalir dengan kecepatan rendah.
Setelah itu dibuat kowakan (lubang tanam) sesuai jarak tanam. Jarak tanam
yang dibuat oleh petani masih sangat bervariasi, yaitu berkisar (80-90)cm x (45-
70)cm. Pupuk kandang ditaruh di dalam kowakan, setelah itu disusul dengan
pemberian pupuk ZA. Kowakan ditutup kembali dengan tanah dan dibiarkan
beberapa hari tanpa disiram. Biasanya 5 hari kemudian dilakukan penanaman bibit.
4.7.5. Tanam dan Penyulaman
Bibit ditanam antara umur 40 – 45 hari, tetapi tidak jarang bibit yang ditanam
telah berumur 55 hari. Penyulaman dilakukan antara hari ke 5 - 10 setelah tanam.
Batas penyulaman terakhir dilakukan sampai umur 14 hari setelah tanam. Apabila
penyulaman dilakukan lebih dari 14 hari setelah tanam, maka pertumbuhan dan
kemasakan daun tidak seragam.
4.7.6. Pemeliharaan Tanaman
4.7.6.1. Pemupukan
Pupuk kandang diberikan sebagai pupuk dasar di kowakan, sebanyak 0,5kg
- 1kg pupuk kandang atau untuk setiap hektar dibutuhkan rata-rata 28 truk setara
15ton - 20 ton pupuk kandang. Setelah itu kowakan ditutup dengan tanah. Pupuk
kandang yang banyak digunakan berasal dari kotoran sapi yang diolah terlebih
dahulu menjadi kompos. Semakin banyak pupuk kandang sampai batas dosis
tertentu akan menyebabkan mutu tembakau yang dihasilkan semakin tinggi.
52
Penggunaan pupuk buatan terdapat variasi antar petani. Sebagian petani
menggunakan dosis sekitar 400 kg pupuk ZA, 450 kg pupuk majemuk NPK dan 150
kg KNO3. Pupuk ZAsebanyak 100 kg diberikan pada umur 7 hari dan sisanya pada
21 hari setelah tanam. Pupuk NPK dan KNO3 diberikan dua kali pada umur 3 dan
18 hari setelah tanam. Setiap selesai memupuk, lubang pupuk ditutup kembali
dengan tanah.Petani lain yang juga sering menghasilkan Srinthil ada juga yang
menggunakan dosis sekitar 400 kg ZA, 400 kg NPK dan 100 kg KNO3.
4.7.6.2. Dangir dan Bumbun
Pendangiran dan pembumbunan tanaman dilakukan paling sedikit 3 kali.
Pendangiran dan pembumbunan pertama dilakukansesudah pemupukan ZA kedua.
Pendangiran dan pembumbunan kedua dilakukan pada sekitar umur 35 hari. Dangir
dan bumbun ketiga dilakukan menjelang tanaman berbunga pada umur + 50 hari.
Setelah itu masih dapat dilakukan pendangiran lagi, terutama bila terlihat tanah
di sekitar pangkal batang memadat.
4.7.6.3. Pengendalihan Hama dan Penyakit utama
Karakter tembakau temanggung yang khas dan produksi yang terbatas
menyebabkan harganya mahal sehingga petani banyak yang menanam tembakau
secara intensif di lahan yang sama. Akibatnya terjadi penurunan kesuburan lahan
dan akumulasi patogen penyebab penyakit terutama yang bersifat soil borne disease
(penyakit tular tanah).
Penyakit tular tanah tersebut, lebih dikenal oleh masyarakat setempat
sebagai penyakit lincat. Patogen yang berasosiasi dengan penyakit lincat, yaitu
bakteri Ralstonia solanacearum dan nematoda puru akar (Meloidogyne spp.).
Menurut Dalmadiyo (2004) dan Aewiyanto (2009), sebagai penyebab utama
penyakit lincat adalah R. solanacearum ras I biovar III dan Meloidogyne incognita
ras 2, terutama pada ketinggian antara 800 – 1100 m dpl.
Kejadian penyakit lincat pada pertanaman tembakau erat kaitannya dengan
sistem budidaya yang sangat intensif yang dilakukan terus menerus selama
bertahun-tahun. Sistem pertanaman monokultur yang terus menerus cenderung
meningkatkan populasi mikroorganisme penghuni zona perakaran seperti patogen
tular tanah (Glandorf et al., 1993). Di lahan tegal patogen akan lebih lama bertahan
53
dibanding lahan sawah karena penggenangan dapat mematikan spora atau
klamidospora patogen tular tanah.
Gambar 31. Akar tanaman tembakau berbintil-bintil akibat terserang nematode puru akar yang disebabkan oleh Meloidogyn sp.
Patogen M. incognita dan R. Solanacaerum mempunyai banyak tanaman
inang (polifag), baik tanaman budidaya seperti tembakau, tomat, terung, cabai,
kacang tanah, kacang babi, jahe, dan pisang ambon, maupun gulma seperti rumput
teki, krokot, dan babadotan (Dalmadiyo, 2004). Untuk mengatasi penyakit lincat
antara lain adalah (a) rehabilitasi lahan, (b) peningkatan keanekaragaman budidaya
tanaman melalui rotasi atau tanaman sela, (c) penggunaan bibit sehat dari varietas
tahan/toleran, dan (d) penggunaan agensia hayati.
Rehabilitasi lahan dapat dilakukan dengan pengolahan tanah minimal dan
penggunaan tanaman penutup. Pengolahan tanah minimal merupakan salah satu
usaha mempertahankan kapasitas daya simpan air dan mempertahankan bahan
organik tanah; mengurangi erosi dan resiko kehilangan hara serta kerusakan
tanaman. Penggunaan tanaman penutup selain berfungsi sebagai penahan erosi,
juga bisa sebagai sumber bahan organik dan hara serta pakan ternak. Djajadi et al.
(1992) selama 3 tahun telah merintis sistem konservasi lahan dengan teras bangku
bidang miring dan penanaman Setaria, atau Flemingia congesta pada bibir teras.
Rotasi tanaman mampu mempertahankan kesuburan, dan kandungan
bahan organik tanah (Howard, 1996) serta mampu menurunkan penyakit terutama
yang disebabkan oleh patogen tular tanah. (Emmond dan Ledingham, 1972; Frank
dan Murphy, 1977; Scholte, 1987). Kebanyakan patogen hanya mempunyai kisaran
54
inang tertentu, oleh karena itu hampir semua jenis patogen bisa diperkecil
populasinya melalui rotasi tanaman.
Penggunaan bibit sehat yang berasal dari varietas tahan merupakan syarat
pertama agar tanaman tembakau tumbuh sehat dan mengurangi akumulasi patogen
di musim yang akan datang. Varietas yang ditanam, sebaiknya varietas yang tahan
atau agak tahan terhadap R. solanacearum dan Meloidogyne spp. Balittas telah
menghasilkan beberapa varietas tembakau temanggung yang bisa digunakan
seperti pada Tabel 7.
Tabel 7. Ketahanan varietas tembakau Temanggung terhadap R. solanacearum, dan Meloidogyne spp.
Varietas Ketahanan
Ralstonia solanacearum Meloidogyne spp.
Kemloko 1 Rentan Tahan
Sindoro 1 Moderat tahan Rentan
Kemloko 2 Tahan Tahan
Kemloko 3 Sangat tahan Tahan
Sumber: Rochman dan Yulaikah (2008)
4.7.6.4. Pemangkasan dan Wiwil
Pemangkasan dilakukan pada saat tunas bunga mulai mekar dengan
memotong bagian pucuk tanaman dan membuang daun bendera. Pangkas
dilakukan pada umur sekitar 70-100 hari. Makin tinggi tempatnya, makin lambat
pertumbuhan tanaman dan waktu pangkasnya. Rata-rata pangkasan dilakukan
pada umur 80 hari.
Pembuangan tunas ketiak atau sulang dlakukan agar pertumbuhan dan
perkembangan daun optimal. Pembuangan tunas ketiak atau wiwilan dilakukan
beberapa kali secara periodik. Pada umumnya petani tidak menggunakan zat kimia
penghambat tunas karena dianggap dapat merusak atau mengurangi mutu
tembakaunya.
55
4.8. Pengolahan Produk Tembakau Srinthil
Untuk menghasilkan tembakau Srinthil harus didukung dengan teknik
budidaya sesuai baku teknis serta kondisi cuaca yang sesuai selama pertumbuhan,
panen dan pascapanennya. Apabila kondisi cuaca selama pertumbuhan, panen, dan
pascapanen, yaitu antara bulan Mei hingga Oktober optimal (relatif kering dengan
sedikit hujan cukup untuk kebutuhan tanaman), maka peluang untuk menghasilkan
tembakau Srinthil menjadi semakin besar.Curah hujan yang semakin banyak
umumnya akan menyebabkan semakin turunnya kualitas tembakau yang dihasilkan.
Daun yang dapat menghasilkan mutu Srinthil adalah daun posisi tengah
hingga daun atas dari tanaman tembakau yang ditanam pada lahan dengan
ketinggian diatas 800 m dpl. Cara pengolahan tembakau Srinthil pada dasarnya
sama dengan cara pengolahan tembakau rajangan temanggung pada umumnya.
Hanya saja setelah pemeraman pada hari kelima muncul tanda-tanda tembakau
akan menjadi Srinthil, seperti tumbuhnya jamur berwarna kuning yang dikenal
sebagai puthur kuning, melunaknya jaringan daun disertai keluarnya cairan dan
aroma yang harum,adanya penurunan tinggi tumpukan tembakau yang diperam
(mimpes, Jawa) serta terjadinya retak-retak urat daun. Apabila tanda-tanda tersebut
muncul, maka pemeraman akandilanjutkan. Semakin tinggi potensi tembakau untuk
menjadi tembakau Srinthil mutu tertinggi dengan kelas mutu I atau K maka
pemeraman menjadi semakin lama.
Produksi tembakau temanggung antara 700 kg/ha sampai 800 kg/ha. Dari
produksi tersebut apabila kondisi cuaca dan pemeliharaan tanaman mendukung
untuk munculnya mutu Srinthil yang dapat dihasilkan hanya sekitar 50kg/ha -
100kg/ha. Dari jumlah tersebut mutu Srinthil yang dihasilkan masih bervariasi, dari
mutu E sampai H atau I. Harga jual dari tembakau mutu Srinthil sangat dipengaruhi
oleh tingkat mutu yang dicapai, namun sampai saat ini harga masih sangat
ditentukan oleh pabrik rokok.
Bagan proses pengolahan tembakau Srinthil temanggung sejak pemeraman
sampai pengemasan terdapat pada Gambar berikut :
56
Gambar 32. Bagan proses pengolahan Tembakau Srinthil Temanggung
4.8.1. Kriteria Kemasakan Daun
Kriteria daun telah masak optimal dapat dilihat dari wujud fisik karena cara ini
cukup praktis sehingga lebih mudah dikerjakan, yaitu dengan melihat perubahan
warna daun dari hijau menjadi hijau kekuningan, kemudian permukaan daun
berubah menjadi berbentol-bentol (brontok, Jawa).
Perubahan warna daun dari hijau menjadi hijau kekuningan sebagai akibat
dari degradasi klorofil, diikuti dengan munculnya warna kuning dari karoten dan
santofil yang semula tertutup oleh keberadaan klorofil didalam sel. Secara fisik daun
yang telah masak dapat dibedakan dengan daun yang belum masak berdasarkan
kriteria sebagai berikut :
a. Pada daun atas dan daun pucuk, dauntelah berwarna kuning dengan bercak-
bercak seperti mosaik. Mosaik warna kuning sebenarnya adalah bagian lamina
Daun kesepuluh ke atas diperam
Hari ke 5 muncul puthur kuning
Pemeraman sampai hari ke 7 atau lebih
Perajangan
Pengeringan dengan penjemuran
Pengembunan dan penggulungan
Pengemasan dalam keranjang bambu
Pemberian label dan logo IG serta Kode Keterunutan Tembakau Srinthil Temanggung
Pemasaran
Hari ke 5 tidak muncul puthur kuning
Dirajang dan diproses menjadi
tembakau rajangan temanggung
bukan Srinthil
57
diantara tulang daun yang mengalami senescence (penuaan) lebih dahulu
dibanding bagian lain.
b. Kedudukan daun yang belum masak lebih tegak dibandingkan daun yang sudah
masak.
Semakin tinggi lokasi penanaman tembakau, proses kemasakan daunnya
memerlukan waktu lebih lama. Hal ini karena intensitas matahari dan suhu udara
yang rendah menyebabkan degradasi klorofil lebih lambat. Tembakau temanggung
varietas Kemloko yang ditanam pada ketinggian lebih dari 800 m dpl, panen pertama
baru dapat dimulai sekitar 90 hari setelah tanam, sedangkan lama panen sekitar 45-
60 hari.
Kemasakan daun juga dipengaruhi oleh kesuburan tanaman. Semakin subur
tanahnya menyebabkan kandungan klorofil dalam daun lebih tinggi sehingga umur
panen menjadi lebih lama. Kandungan klorofil yang tinggi menyebabkan degradasi
klorofil cenderung lebih lambat sehingga tenggang waktu panen pertama dan
berikutnya juga semakin panjang. Selain itu kemasakan daun juga sangat
dipengaruhi oleh varietasnya. Varietas merupakan pembawa karakteristik tanaman
termasuk kecepatan masaknya daun.
4.8.2. Panen
Daun yang dapat menghasilkan Srinthil adalah daun-daun atas, biasanya
daun kesepuluh keatas. Cara pemetikan dilakukan bertahap dengan memilih daun
yang tepat masak. Pemetikan dilakukan antara lima sampai tujuh kali dengan selang
waktu 2-7 hari. Setiap kali pemetikan dipetik 2-3 lembar daun, sehingga daun yang
berpotensi menjadi Srinthil adalah daun petikan kelima hingga ketujuh. Semakin
keatas jumlah daun yang dipetik setiap kali panen semakin banyak. Makin ke atas
posisi daun pada batang, makin panjang selang waktu pemetikannya. Hal tersebut
karena daun atas yang tebal mengandung banyak klorofil sehingga memerlukan
waktu degradasi yang lebih lama.
58
Gambar 33. Panen daun pucuk yang berpotensi menjadi Srinthil
Tingkat kemasakan dan posisi daun yang dipanen mempunyai kaitan erat
dengan mutu tembakau rajangan yang dihasilkan. Untuk memperoleh mutu yang
baik perlu dilakukanpemisahan posisi daun sejak pemetikan. Posisi daun pada
batang dan potensinya dalam menghasilkan kelas mutu disajikan pada table berikut.
Tabel .8. Posisi daun pada batang dan potensinya dalam menghasilkan kelas mutu
Posisi Daun Pada Batang Jml Daun (Lembar) Potensi Kelas Mutu
Koseran 2-3 A,B
Kaki 4-5 B,C,D
Tengah 6-8 D,E,F
Atas 4-5 F,G,H
Pucuk 4-5 H,I atau K
Keterangan : Mulai mutu E, disebut tembakau Srinthil Temanggung
Waktu pemetikan dilakukan antara pukul 09.00 sampai pukul 11.00 pagi atau
saat daun tembakau sudah terbebas dari embun yang menempel pada permukaan
daun.Pemetikan dapat juga dilakukan sore hari sekitar pukul 16.00 – 18.00 saat
intensitas sinar matahari sudah menurun. Daun yang masih basah akan mudah
memar, patah atau sobek. Gesekan pada saat pengangkutan akan memudahkan
daun menjadi lecet. Setelah daun dipetik segera dibawa ketempat teduh dan segera
diangkut ke tempat pemeraman.
59
4.8.3. Pemeraman
Pemeraman diawali dengan kegiatan sortasi sederhana yang dilakukan
dengan memisahkan daun kelewat masak dan kurang masak. Pemeraman
dilakukan dengan cara digulung dan diletakkan berdiri dengan pangkal daun
dibawah. Ada juga cara pemeraman yang dilakukan dengan menidurkan gulungan
daun tembakau tersebut dan ditumpuk 4-5 tingkatan gulungan.
Gambar 34. Pemeraman daun tembakau temanggung
Penggulungan diawali dengan menumpuk daun yang mempunyai warna yang
sama sebanyak 15 – 20 lembar, kemudian digulung ke arah ujung daun, dengan
diameter gulungan berkisar antara 10 – 12 cm. Gulungan diikat dengan
membungkus bagian pangkal gulungan dengan daun tembakau sejenis, kemudian
menusukkan ibu tulang daun ke pangkal gulungan daun tembakau.
Pemeraman bertujuan merubah warna daun dari hijau menjadi kuning sampai
coklat.Selain itu, pemeraman juga menjadi media perkembangbiakan mikro
organisme yang dikenal dengan nama puthur kuning. Pemeraman diteruskan jika
muncul tanda-bahwa tembakau menjadi Srinthil. Pemeraman merupakan proses
fermentasi di dalam daun yang dikatalisir oleh enzim-enzim tertentu. Pemeraman
tembakau temanggung dilakukan secara alami dan hanya mengandalkan sumber
energi hasil pemecahan pati menjadi gula dan selanjutnya gula menjadi CO2 dan
H2O ditambah energi.
Pemeraman dapat dilakukan di lantai rumah atau dibuatkan semacam rak
bertingkat jika daun tembakau yang akan diolah cukup banyak. Lantai diberi alas
tikar atau gedeg sehingga daun tembakau tidak kotor atau terkena suhu terlalu
60
dingin dari lantai.Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada pemeraman daun
tembakau temanggung adalah sebagai berikut:
a. Ruang tempat pemeraman harus tertutup, bebas sinar matahari atau sinar lampu
yang dapat meningkatkan suhu ruangan. Angin hendaknya tidak ada yang
masuk sehingga tembakau bebas dari terpaan angin.
b. Lantai tempat pemeraman harus bersih dan kering serta diberi alas tikar atau
gedeg. Jika lantai basah hendaknya diberi alas papan atau yang lain sehingga
daun tembakau bebas lembab dari tanah.
c. Setelah daun tembakau diatur di lantai atau pada rak pemeraman kemudian
ditutup tikar atau daun pisang dan jika membuka untuk pemeriksaan hendaknya
seperlunya saja.
d. Pemeraman dengan daun berdiri lebih baik karena mengurangi himpitan antara
daun berdiri yang dapat mengakibatkan kecepatan selesai pemeraman tidak
merata. Daun jangan ditumpuk karena selain menghimpit juga mengakibatkan
kenaikan suhu tembakau tidak merata.
4.8.4. Perajangan
Perajangan merupakan proses pengirisan daun tembakau setelah
diperam.Lebar rajangan tergantung potensi mutu Srinthilnya, semakin tinggi mutu
Srinthil maka rajangan semakin lebar.Bahkan untuk tembakau Srinthil mutu tertinggi
tidak perlu lagi dirajang sebab daun tembakau setelah diperam fisiknya menjadi
lumat (mlotrok).
Gambar 35. Alat perajang tradisional tembakau temanggung
61
Perajangan daun tembakau dilakukan dengan memasukkan gulungan daun
tembakau pada alat perajang yang terbuat dari kayu (jongkorajang, Jawa), kemudian
dilakukan pengirisan menggunakan pisau besar (gobang, Jawa). Tabel 9
menunjukan perkiraan ukuran rajangan berkaitan dengan mutu tembakau yang akan
dihasilkan.
Tabel 9. Perkiraan Mutu dan Ukuran Rajangan
Mutu Ukuran Rajangan (mm)
A,B,C,D 1 – 2
E, F, G 10 - 20
H, I, K Lebih dari 30/ menggumpal
A : terendah, K : tertinggi
4.8.5. Pengeringan
Pengeringan bertujuan untuk membebaskan sebagian besar kandungan air
sehingga tembakau tahan disimpan lama. Pengeringan juga penting untuk
menghentikan reaksi enzimatis. Sebelum dikeringkan daun tembakau yang telah
dirajang diatur di atas rigendengan ketebalan rajangan 2-3 cm.
Gambar 36. Pengeringan tembakau rajangan temanggung
Rigen yang digunakan di Temanggung terbuat dari bambu dengan ukuran
panjang 2,0 m - 2,5 m dan lebar 1,0 m - 1,2 m. Kapasitas setiap m2 rigen dapat
menampung antara 1 kg -1,5 kg tembakau rajangan atau untuk rigendengan ukuran
62
2,0 m x 1,0 m untuk 2 kg - 3 kg tembakau rajangan. Penjemuran dilakukan selama 1
sampai 2 hari
Selama penjemuran dilakukan pembalikan 2-3 kali agar pengeringan lebih
cepat dan merata. Cara membalik dengan menutup rigen yang berisi rajangan daun
tembakau menggunakan rigen kosong. Kemudian secara hati-hati dua rigen tersebut
dibalik, sehingga tembakau rajangan pindah ke rigen kosong. Pekerjaan pembalikan
dikerjakan oleh dua orang.
Untuk mengetahui tingkat kekeringan tembakau Srinthil biasanya dilakukan
dengan memegang dan meremas tembakau yang dijemur. Tembakau Srinthil yang
telah kering saat dipegang terasa kesat dan berminyak. Jika telah kering tembakau
beserta rigennya dimasukkan ke dalam rumah dan ditumpuk.Tembakau rajangan
yang sudah kering, diembunkan sampaicukup lemas dan dapat digulung. Diameter
gulungan sekitar 10 cm dan panjang antara 15 cm - 20 cm. Dari satu rigen biasanya
diperoleh 3-5 gulung. Semakin tinggi mutu tembakau Srinthil memerlukan proses
pengembunan lebih lama.
4.8.6. Pengemasan Produk
Tembakau Srinthil dikemas dalam keranjang bambu. Keranjang bambu
tersebut berukuran garis tengah 50 cm - 60 cm tinggi 60 cm - 70 cm. yang diberi
alas pelepah batang pisang (gedebog; Jawa) kering. Fungsi batang pisang tidak
hanya sebagai alas tetapi juga berfungsi sebagai pembungkus, khususnya pada
bagian atas keranjang sehingga isi keranjang mencapai 2x volume keranjangnya
sendiri.
Kriteria pengemasan tembakau Srinthil Temanggung antara lain sebagai
berikut :
a. Satu keranjang harus diisi tembakau Srinthil dengan mutu yang sama.
b. Setiap keranjang harus mempunyai ukuran yang sama.
4.9. Metode Pengawasan Produk
Pengawasan produk dimaksudkan untuk menjamin kebenaran dan keaslian
produk tembakau Srinthil yang dihasilkan. Pengawasan dilakukan secara internal
ataupun eksternal MPIG-TST.
63
4.9.1. Pengawasan Internal
Pengawasan internal dilakukan oleh masing masing petani dan pengolah
terhadap semua kegiatan yang dilakukannya dengan berpedoman pada standar
budidaya, panen, pengolahan dan pengemasan yang ditetapkan dalam Buku
Persyaratan ini.
Pengawasan internal juga dilakukan oleh kelompok tani kepada anggotanya,
oleh Koordinator Desa kepada kelompok tani dan oleh MPIG-TST kepada
Koordinator Desa dan kelompok tani
Khusus untuk pengawasan mutu tembakau Srinthil dilakukan pengawasan
oleh Tim Pengawas Mutu yang dibentuk oleh MPIG-TST. Tim Pengawas Mutu
berada pada tingkat MPIG-TST, pada tingkat Koordinator Desa dan pada tingkat
kelompok tani. Jumlah petugas Pengawas Mutu pada setiap tingkatannya minimal
berjumlah 3 orang. Petugas yang menjadi Pengawas Mutu harus memahami proses
kemunculan dan produksi tembakau Srinthil.
Pengawasanoleh Tim Pengawasan Mutu dilakukan sejak proses
kemunculan dan selama produksi tembakau Srinthil berlangsung, diawali dari
laporan petani pengolah tembakau yang menjadi anggota MPIG-TST terhadap
kemunculan jamur puthur kuning pada tembakau yang diperamnya kepada Ketua
Kelompok Tani. Selanjutnya berdasarkan laporan tersebut Ketua Kelompok Tani
menugaskan Tim Pengawas Mutu pada Kelompok Tani untuk memeriksa kebenaran
laporan tersebut serta memperkirakan banyaknya tembakau Srinthil yang akan
dihasilkan.
Daun tembakau yang mengandung jamur puthur kuning tersebut harus
benar berasal dari kebun petani yang menjadi anggota MPIG-TST. Apabila tidak
berasal dari kebun petani anggota MPIG-TST maka Srinthil yang akan dihasilkan
tidak dapat menggunakan tanda IG Tembakau Srinthil Temanggung.
Apabila daun tembakau yang memiliki puthur kuning tersebut memenuhi
ketentuan diatas, maka selanjutnya proses produksi sampai menghasilkan
tembakau Srinthil dipantau oleh Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani.
Perkembangan proses, jumlah tembakau Srinthil yang dihasilkan dan identitas
pemilik tembakau dilaporkan oleh Tim Pengawas Mutu kepada Ketua Kelompok
Tani dan Koordinator Desa yang selanjutnya akan melaporkan kepada MPIG-TST,
Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani akan merekomendasikan jumlah tanda
IG Tembakau Srinthil Temanggung yang akan diberikan kepada pemilik tembakau
64
Srinthil untuk dipasang pada kemasan tembakau Srinthil sesuai jumlah kemasan
tembakau Srinthil temanggung yang dihasilkan. Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani
juga akan menyampaikan kode keterunutan yang akan dituliskan pada tanda IG
tersebut kepada MPIG-TST.
Tanda IG Tembakau Sinthil Temanggung dengan kode keterunutannya
hanya diproduksi oleh MPIG-TST, dan hanya akan dibuat sesuai dengan laporan
yang disampakan oleh Tim Pengawas Mutu Kelompok Tani melalui Ketua Kelompok
Tani. Pengecekan silang dapat dilakukan oleh MPIG-TST kepada Koordinator Desa.
Tanda IG Tembakau Srinthil Temanggung menyatakan bahwa produk dalam
kemasan tersebut adalah benar berisi tembakau Srinthil asli temanggung tanpa
menyebutkan kelas mutunya yang dapat bervariasi dari kelas mutu E hingga H atau
K. Penetapan kelas mutu dan harga jual selanjutnya dilakukan oleh pemilik
tembakau Srinthil bersama pembeli.
MPIG-TST akan mencatat data petani yang menghasil tembakau Srinthil,
jumlah yang dihasilkan dan kualitas mutu serta harga yang terjadi. Data ini akan
diolah untuk memantau perkembangan produksi dan harga tembakau Srinthil
temanggung untuk berbagai keperluan, termasuk pemberian penghargaan dari
Pembina kepada petani-petani yang menghasilkan tembakau Srinthil dengan
kuantitas dan kualitas yang terbaik.
Apabila dari pengawasan internal ditemukan adanya proses atau kualitas
yang tidak sesuai dengan standar yang terdapat dalam Buku Persyaratan ini, maka
MPIG-TST, Koordinator Desa dan Kelompok Tani melakukan pembinaan untuk
meningkatkan kemampuan memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Apabila
perbaikan tidak dapat dilakukan, maka anggota yang melakukan pelanggaran
tersebut dikeluarkan dari keanggotaan MPIG-TST.
4.9.2. Pengawasan Eksternal
Pengawasan eksternal dilakukan oleh konsumen, pembina dan pemerhati
mutu tembakau Srinthil temanggung. Apabila hasil pengawasan eksternal
memperlihatkan adanya ketidak sesuaian mutu dari produk dengan tanda IG
Tembakau Srinthil Temanggung, maka hasil pengawasan disampaikan kepada
MPIG-TST atau kepada pembina MPIG-TST atau kepada Kepolisian RI atau kepada
Kementerian Hukum dan HAM untuk tindak lanjutnya,
65
Pengawasan eksternal juga dilakukan oleh Ditjen Hak dan Kekayaan
Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM minimal dua tahun sekali.
4.10. Keterunutan Produk
Keterunutan produk dimaksudkan sebagai kemampuan untuk melacak ulang
asal produk yang menggunakan tanda IG. Untuk itu disusun suatu kode yang
disebut Kode Keterunutan dengan memperhatikan alur proses produksi tembakau
Srinthil temanggung. Kode keterunutan dipasang pada label yang memuat tanda IG
yang berupa nama dan logo IG Tembakau Srinthil Temanggung. Kode Keterunutan
selain berfungsi untuk dapat melacak kembali asal produk yang ada dalamsuatu
kemasan untuk berbagai keperluan, juga dimaksudkan untuk mencegah atau
mengetahui terjadinya pemalsuan produk Tembakau Srinthil Temanggung.
Kode Keterunutan Tembakau Srinthil Temanggung merupakan kode rahasia
yang hanya dipahami oleh pengurus MPIG-TST secara terbatas. Kode Keterunutan
dapat diubah sewaktu waktu untuk mencegah pemalsuan. Kode Keterunutan
disusun sebagai berikut :
AA.BB.CC.DD.EE
AA = Nomor Urut Kelompok Tani
BB = Nomor urut petani dalam kelompok tani
CC = Tanggal panen
DD = Bulan panen
EE = Tahun panen
Kode Keterunutan : 14.08.02.07.13, dapat dibaca sebagai Produk tembakau
Srinthil Temanggung yang terdapat dalam kemasan adalah tembakau Srinthil yang
diproduksi oleh petani no urut 8 dari Kelompok Tani no urut 14, dipanen pada
tanggal 2 bulan Juli tahun 2013.
Kode Keterunutan wajib dipasang pada kemasan tembakau Srinthil
Temanggung yang menggunakan tanda IG Tembakau Srinthil Temanggung.
66
4.11. Logo Tembakau Srinthil Temanggung
Logo Tembakau Srinthil Temanggung adalah sebagai berikut :
Gambar 37. Logo tembakau Srinthil Temanggung
Pada logo ini terdapat :
1. Gambar dua gunung yang melambangkan G. Sumbing dan Sindoro
sebagai daerah penghasil tembakau Srinthil.
2. Gambar dua lembar daun tembakau yang melambangkan dua
waliullah,yaitu Sunan Kudus dan Ki Ageng Makukuhan yang
dipercaya menjadi perintis pengembangan tembakau di
Temanggung
3. Gambar keris Kebo Lajer yang menggambarkan bahwa tembakau
Srinthil merupakan warisan budaya bangsa.
4. Lingkaran kuning identik dengan cuaca cerah dan menggambar-kan
tembakau memberi kesejahteraan dari hulu sampai hilir.
5. Bentuk kotak logo melambangkan tembakau Srinthil dapat menjadi
sokoguru perekonomian di Kabupaten Temanggung.
6. Tulang daun sebelah kanan berjumlah tujuh (pitu, Jawa)yang dalam
bahasa Jawa menggambarkan pitulungan sebagai simbol kerukunan
/ gotong royong masyarakat.
7. Tulang daun tembakau sebelah kiri berjumlah sebelas (sewelas,
Jawa)yang dalam bahasa Jawa menggambarkan adanya
kawelasan / pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
8. Perpaduan antara warna merah, kuning, putih dan hitam
melambangkankeharmonisan manusia dengan alam.
67
9. Tulisan Tembakau Srinthil Temanggung, yang menyatakan bahwa
produk yang terdapat dalam kemasan tersebut adalah asli dan murni
Tembakau Srinthil Temanggung,
Dengan adanya Perlindungan Indikasi Geografis Tembakau Srinthil
Temanggung, maka penggunaan logo Tembakau Srinthil Temanggung hanya boleh
digunakan pada kemasan yang isinya adalah asli dan murni Tembakau Srinthil
Temanggung. Penyebutan kata Tembakau Srinthil Temanggung dalam produk
campuran sebagai bahan pencampur boleh dilakukan dengan menyebutkan secara
jelas prosentase kandungan Tembakau Srinthil Temanggung dalam produk tersebut.
Di luar PIG, penggunaan kata “Tembakau Temanggung” atau “Tembakau
Srinthil” tetap boleh dilakukan dan tidak merupakan pelanggaran
4.12. Rekomendasi Pemerintah Daerah Kabupaten Temanggung
Permohonan untuk memperoleh sertifikat Indikasi Geografis Tembakau
Srinthil Temanggung yang diusulkan oleh MPIG-TST didukung oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten Temanggung. Dukungan tersebut disampaikan oleh Bupati
Temanggung melalui Surat Rekomendasi Bupati Nomor 050/11 tanggal 12 Juli
Tahun 2013 sebagaimana terdapat pada Lampiran 6.
68
V. PENUTUP
Tembakau Srinthil Temanggung merupakan produk spesifik lokasi, hanya
dapat dihasilkan di lokasi dengan ketinggian di atas 800 m dpl, terutama berasal dari
varietas Kemloko 1, Kemloko 2 dan Kemloko 3 yang dibudidayakan dengan cara
tertentu oleh masyarakat tani. Selain itu mutu Srinthil hanya dapat terjadi apabila
selama musim tembakau iklimnya kering dan pada daun tembakau yang diperam
tumbuh puthur kuning. Tembakau Srinthil bermutu tinggi berwarna coklat kehitaman
sampai hitam cerah dan memiliki aroma segar dan harum yang khas.
Tembakau Srinthil memiliki reputasi yang tinggi, dicerminkan dari harga-
nya yang sangat mahal, dapat mencapai lebih dari Rp. 400.000,-/kg. Reputasi yang
tinggi tersebut sempat terganggu karena terjadinya pemalsuan yang dilakukan oleh
sebagian kecil orang yang tidak bertanggung jawab dan hanya berorientasi
keuntungan sesaat. Selain merugikan petani penghasil, pemalsuan Tembakau
Srinthil Temanggung juga merugikan konsumen, yaitu industri rokok kretek.
Untuk mempertahankan reputasi Tembakau Srinthil Temanggung dan
mencegah terjadinya pemalsuan yang merugikan penghasil Tembakau Srinthil
Temanggung, para petani bersepakat membentuk wadah dengan nama Masyarakat
Indikasi Geografis Tembakau Srinthil Temanggung (MPIG-TST). Selanjutnya MPIG-
TST mengajukan permohonan untuk memperoleh Sertifikat Perlindungan Indikasi
Geografis untuk Tembakau Srinthil Temanggung. Permohonan ini juga didukung
oleh Pemerintah Kabupaten Temanggung melalui Surat Rekomendasi Bupati Nomor
050/11 tanggal 12 Juli Tahun 2013 sebagaimana terdapat pada Lampiran 6.
Permohonan ini dilengkapi dengan buku persyaratan permohonan
perlindungan indikasi geografis tembakau Srinthil Temanggung yang disusun sesuai
dengan format persyaratan yang telah ditetapkan. Harapannya adalah diperolehnya
sertifikat perlindungan geografis tembakau Srinthil Temanggung.
69
DAFTAR PUSTAKA
Abdallah, F. 1970. Can tobacco quality be measured.Lockwood Publishing Company, Inc., New York. 74pp.
Akehurt, B.C. 1983. Tobacco.Longman Group, Ltd. London.764pp. Anwar, N. 2012. Legenda Tembakau Srintil. (http://marnendra.blogspot.com/2012/07/
legenda-tembakau-srintil.html)
Aewiyanto, T., F. Yuniarsi, T. Martoredjo, G.Dalmadiyo. 2007. Direct selection of Fluorescent
Pseudomonad in the Field for Biocontrol of Lincat Disease of Tobacco. Journal of
Tropical Plant Pest and Diseases 7: 1411-1525.
Bamboo Congress and the VIth International Bamboo Workshop, San José, Costa Rica, 2-6 November 1998.
Choi, Y.K. 1975. Ecology of Azotobacter in Bamboo Forest Soil. Korean Medical Data Base. http://kmbase.medric.or.kr/Main.aspx?d=K BASE&m=VIEW&i=036481975013001000
Collins, W.K. and Hawks, Jr. S.N. 1993. Principles Of Flue-Cured Tobacco
Production. N.C.State University.
Ditjenbun.1974. Pedoman Bercocok Tanam Tembakau Burley.Direktorat Jendral
Perkebunan, Departemen Pertanian.
Ditjenbun. 1994. Pembangunan Perkebunan Dalam Pelita VI. Makalah pada Perte-
muan Komisi Penelitian Bidang Perkebunan, Maret 1994 di Jakarta.
Goodspeed, T.H. 1954. The genus Nicotiana: Origins, relationships and evolution of its Species in the lightof their distribution, morphology and cytogenetics. Waltham, Massachuset.
Hamid, Auzay. 1977. Inventarisasi tembakau asli Indonesia. Pemberitaan
Lembaga Penelitian Tanaman Industri, Bogor, Indonesia. Pembr. LPTI No. 14: 1-16.
Hartana, I. 1978. Budidaya Tembakau Cerutu, I Masa Pra Panen. Balai Penelitian
Perkebunan, Jember.
Joko-Hartono. 1994. Pengaruh lama pemeraman dan saat perajangan terhadap
mutu tembakau Madura. Bulettin Tembakau dan Serat, No. 03/06/1994.
------------. 1992. Tenggang waktu perajangan dengan penjemuran terhadap mutu
tembakau Madura. Pemberitaan Tembakau dan Tanaman Serat. Vol. 7 (1-2)
Januari-Juli.
70
Kumar, K.S.M., A.R. Alagawadi, V.C. Patil. 1998. Studies on microbial diversity and their activity in soil under bamboo plantation. Bamboo for sustainable development.
Proceedings of the Vth International.
Legg, P.D. and B.W. Smeeton. 1999. Breeding and Genetics. In Davis, D.L. and M.T. Nielsen (eds). Tobacco: Production, chemistryand technology, Backwell Science Ltd., Oxford.
Lembaga Tembakau Cabang Jateng. 1998. Evaluasi mutu tembakau rajangan temanggung
1998. Makalah pada Pertemuan Teknis Standar Contoh Tembakau Rajangan
Temanggung di Temanggung, Jawa Tengah, tanggal 27 Agustus 1998.
Manuel Llanos Company. 1985. The quality of tobacco and its physical and chemical
composition (I). Tabak Journal International. 6;485-486.
Puslitbangtri. 1992. 10 Tahun Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Industri (1982-1991) : Sumbangan Penelitian Dalam Perkebunan Rakyat.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Smith, H.H. 1979. The genus as a geneticresource. In Durbin, R.D. 1979. Nicotiana, procedurs for experimentals use. Technical Bulletin Number 1586. USDA.
SNI. 1996. Standar Nsional Indonesia-Tembakau rajangan temanggung, SNI: 01-4101-
1996. Dewan Standardisasi Nasional.
Stecher, P.G., M. Windholz, D.M. Leahy, L.G. Eaton. 1968. The Merk Indek, an
encyclopedia of chemicals and drugs. Merk & Co., Inc. Rahway, N.Y., USA.
Sumarno. 2012. Pusat asalspesies tanaman dan kekayaan plasma nutfah. Kementerian Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.
Tso, T.C. 1972. Physiology and biochemistry of tobacco plants. Dowden Hutchinson and
Ross, Inc., Stroudsburg. 393pp.
Wu, X. and X. Gu. 1998. A study on the effects of inoculating associated nitrogen-fixing
bacteria on moso bamboo seedlings. Bamboo for sustainable development. Proceedings of the Vth International Bamboo Congress and the VIth International Bamboo Workshop, San José,Costa Rica, 2-6 November 1998.