I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/03-Lapkir Tambang...
Transcript of I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangnad.litbang.pertanian.go.id/ind/images/03-Lapkir Tambang...
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu daerah di Aceh yang lahan
pertaniannya telah banyak dikonversi menjadi areal pertambangan gas alam, secara areal
penambangan ataupun teknis lainnya, seperti jalan dan aliran pipa gas. Menurut Data dari
Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Aceh Utara, dari tahun 1974 - 2011
tercatat sekitar 1 persen lahan pertanian atau sekitar 45 ha dari 44.772 ha telah dikonversi
menjadi kawasan pertambangan, jalan perusahaan, jaringan pipa dan pelabuhan
(Kementerian Pertanian, 2014). Sekitar tiga perempat atau 75 persen dari total luas lahan
yang dikonversi digunakan oleh sektor pertambangan gas alam cair (LNG). Daerah ini
merupakan salah satu di Provinsi Aceh yang memiliki izin pertambangan gas alam terbesar
di Indonesia.
Lahan bekas penambangan gas alam merupakan lahan marginal yang miskin akan
hara. Hara yang tersedia untuk pertumbuhan tanaman sangat rendah, sehingga untuk
mendukung pertumbuhan tanaman yang optimal perlu pasokan hara dari luar. Sistem
integrasi tanaman dan ternak merupakan salah satu sistem yang diharapkan akan mampu
mendukung upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan bekas tambang, dan juga akan
mendukung Program Nasional Ketahanan Pangan Mandiri berdasarkan azas gotong royong
yang merupakan bagian dari Nawa Cita Presiden Joko Widodo pada bidang Pertanian yang
merupakan visi pembangunan nasional (Balitbangtan, 2015).
Dalam sistem integrasi antara tanaman-ternak di lahan bekas penambangan gas
alam cair, dilakukan penanaman tanaman pangan, hortikultura (Cabai, Bawang Merah,
Jagung Manis, Kangkung, Bayam) maupun tanaman penutup tanah berupa kacang-
kacangan (Kacang Tanah), legum maupun rumput, yang dimaksudkan agar dapat
berfungsi untuk menghijaukan kembali tanah yang sudah tandus dan sekaligus limbahnya
dapat dijadikan sebagai pakan ternak. Sebaliknya kotoran ternak akan dimanfaatkan untuk
meningkatkan kesuburan tanah secara alami.
Lahan bekas tambang gas alam cair di Kecamatan Samtalira Aron Kabupaten Aceh
Utara adalah lahan tanpa topsoil dan bertipe lempung berpasir, sehingga upaya
meningkatkan produktivitas lahan tersebut dilakukan melalui pendekatan teknologi berbasis
pupuk hayati dan penambahan bahan organik (kompos maupun pupuk kandang) dalam
2
jumlah yang relatif banyak. Penerapan teknologi dengan pendekatan sistem integrasi
tanaman dan ternak yang berkelanjutan diharapkan akan mampu meningkatkan
produktivitas lahan dan pada akhirnya dapat dijadikan percontohan bagi pengembangan
lahan bekas tambang gas alam pada agroekosistem yang serupa. Selain itu dengan dengan
mengotimalkan lahan belum diusahakan berbasis komoditas cabai dan bawang merah yang
merupakan salah satu komoditas strategis diharapkan fluktuasi harga kedua komoditas ini
dapat distabilkan, teruatama di wilayah/kawasan kegiatan dilaksanakan dan Kota
Lhoksumawe.
1.2 Tujuan
Tujuan Tahunan :
1. Mengelola lahan bekas tambang gas alam secara partisipatif dan terintegrasi,
berdasarkan kondisi spesifik lokasi dan kearifan lokal.
2. Mendapatkan paket rekomendasi teknologi mengembalikan produktivitas lahan
bekas tambang gas alam dengan pendekatan spesifik lokasi di Aceh.
Tujuan Akhir :
Mendapatkan model pengelolaan lahan bekas tambang yang terintegrasi dan bersifat
spesifik lokasi serta berkelanjutan, untuk mendukung program Aceh Green dan
Kemandirian Pangan Nasional dengan pendekatan spesifik lokasi .
1.3 Keluaran
Keluaran Tahunan:
1. Terkelolanya lahan bekas tambang gas alam cair secara partisipatif dan terintegrasi,
berdasarkan kondisi spesifik lokasi dan kearifan lokal.
2. Didapatkannya rekomendasi paket teknologi peningkatan produktivitas lahan bekas
tambang gas alam cair melalui penerapan sistem spesifik lokasi di Aceh.
Keluaran Akhir:
Didapatkannya model pengelolaan lahan bekas tambang gas alam yang terintegrasi
dan bersifat spesifik lokasi serta berkelanjutan.
3
1.4. Dasar Pertimbangan
Visi pembangunan Indonesia dalam periode pemerintahan 2014 – 2019 adalah
“Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong
royong”. Penjabaran program untuk tercapainya visi tersebut dituangkan dalam 9 Agenda
Prioritas atau disebut dengan Nawa Cita, yang salah satunya adalah “Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”, yang antara lain dijabarkan
dalam program rehabilitas lahan eks tambang (termasuk ke dalam lahan sub optimal).
Lahan bekas penambangan gas alam cair berpotensi untuk dikembangkan menjadi
lahan pertanian yang produktif melalui penerapan teknologi terintegrasi yang berbasis
pupuk hayati, pupuk kandang (dari sapi/ayam potong/kambing), yang berfungsi sebagai
pembenah tanah, sementara limbah tanaman hasil integrasi dimanfaatkan sebagai
tambahan sumber pakan sapi maupun kambing. Pemilihan jenis tanaman harus dilakukan
secara bijak dan selektif, serta memiliki nilai ekonomi dan toleransi tinggi pada lingkungan
biofisik lahan tanpa topsoil. Beberapa tanaman yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan
mempunyai daya adatasi terhadap lahan kurang subur antara lain: nenas, pisang, ubi jalar,
singkong dan jagung (komposit dan hibrid).
1.5. Hipotesis
Pelaksanaan kajian rehabilitasi eks lahan tambang gas alam cair mampu
mengembalikan fungsi sebagai lahan pertanian produktif berbasis pendekatan kearifan
lokal.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kerangka Teoritis
Salah satu kegiatan dalam memanfaatkan sumberdaya alam adalah kegiatan
pertambangan berbasis gas alam cair (LNG) yang hingga saat ini merupakan salah satu
sektor penyumbang devisa negara yang terbesar. Namun demikian kegiatan pertambangan
apabila tidak dilaksanakan secara tepat dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan. Dampak lingkungan kegiatan pertambangan gas alam cair antara lain:
penurunan produktivitas tanah, pemadatan tanah, terjadinya erosi dan sedimentasi,
terjadinya gerakan tanah atau longsoran, terganggunya flora dan fauna, terganggunya
keamanan dan kesehatan penduduk, serta perubahan iklim mikro (Siti Latifah, 2003).
Reklamasi merupakan salah satu upaya untuk memperbaiki lahan bekas penambangan gas
alam cair. Reklamasi merupakan usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang
rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal
sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan konteks kegiatan ini, kerangka kerja kegiatan didasarkan pada
fenomena banyaknya lahan-lahan eks tambang yang pada awalnya adalah lahan pertanian
produktif menjadi lahan marginal. Fenomena ini tentunya merugikan bagi pelaku pertanian
di kawasan tersebut, teruatma adalah petani. Demikian juga dengan kawasan eks sumur
penggeboran LNG yang jumlahnya lebih dari 10 titik di Aceh Utara, dengan rata-rata luas
lahan 1-1.5 Ha per titik. Sampai dengan saat ini lahan tersebut belum dimanfaatkan oleh
karena lahan merupakan bekas timbunan dengan tingkat kesuburan rendah. Dengan
beberapa rekayasa untuk meningkatkan tingkat kesuburan maka diharapkan optimalisasi
lahan dapat ditingkatkan, terutama dengan komoditas hortikultura yang memiliki nilai
strategis seperti cabai dan bawang merah.
2.2. Hasil-Hasil Penelitian/Pengkajian terkait
Integrasi tanaman ternak potensial untuk dikembangkan di lahan bekas
penambangan gas alam cair. Ciri utama integrasi tanaman-ternak adalah adanya
sinergisme atau keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak.
Petani memanfaatkaan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya,
5
kemudian memanfaaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Reijntjes et al., 1999
dalam Ismail dan Andi Djayanegara, 2004). Selain limbah tanaman, rumput dan tanaman
penutup tanah juga bisa sebagai sumber pakan ternak. Beberapa tanaman penutup tanah
yang dapat digunakan untuk lahan bekas tambang seperti Centrosema pubescens, Pueraria
javanica, dan Calopogonium mucunoides serta untuk rumput adalah vetiveria zizanoides,
Paspalum sp., Brachiaria decumbens dan Panicum maximum (Yustika dan Talaohu, 2006).
Pada model integrasi tanaman-ternak, petani mampu mengatasi permasalahan
ketersediaan pakan dengan memanfaatkan limbah tanaman limbah kacang-kacang, dan
limbah pertanian lainnya. Terutama pada musim MK, limbah ini pertanian tersebut bisa
menyediakan pakan berkisar 33,3 persen dari total rumput yang dibutuhkan (Kariyasa,
2003). Kelebihan dari adanya pemanfaatan limbah selain mampu meningkatan “ketahanan
pakan” khususnya pada MK, juga mampu menghemat tenaga kerja dalam kegiatan mencari
rumput, sehingga memberi peluang bagi petani untuk meningkatkan jumlah skala
pemeliharaan ternak. Berdasarkan konsep integrasi tersebut, maka kegiatan ini difokuskan
untuk melihat secara cermat relevansi pengembangan sistem integrasi tanaman ternak
pada lahan bekas tambang batubara, terutama untuk melihat peningkatan produktivitas
lahan tersebut dalam rangka meningkatkan pendapatan petani dan memanfaatkan lahan
bekas tambang untuk usaha pertanian.
Pemanfaatan kotoran sapi sebagai pupuk organik disamping mampu menghemat
penggunaan pupuk anorganik, juga sekaligus mampu memperbaiki struktur dan
ketersediaan unsur hara tanah. Dampak ini terlihat dengan meningkatnya produktivitas
lahan pada lahan bekas penambangan batubara (Salazar et al, 2009). Hasil kajian
Adnyana, et al (2003) menunjukkan bahwa model CLS yang dikembangkan petani di Jawa
Tengah dan Jawa Timur mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik 25–35 persen
dan meningkatkan produktivtas padi 20–29 persen. Hasil temuan serupa pada kajian Bulu
et al. (2004) di Provinsi NTB. Dalam kajian ini diaplikasikan pupuk organik (manure)
sebagai pupuk dasar dan teknologi strarter solution technology (SST), terutama pada
tanaman cabai.
6
III. METODOLOGI
3.1 Pendekatan
Pengkajian peningkatan produktivitas lahan bekas tambang gas alam cair (LNGG)
dilaksanakan secara partisipatif dan terintegrasi, melibatkan stakeholders dan peran aktif
kelompoktani serta masyarakat di sekitar lahan tambang. Untuk mengoptimalkan
pelaksanaan kegiatan, maka pemahaman kawasan/lingkungan sekitar lahan bekas
tambang gas alam cair diawali dengan kegiatan observasi lapangan dan dilanjutkan dengan
melaksanakan survey RRA (rapid rural appraisal). Untuk memudahkan dalam tindak
operasional pengkajian, maka data awal tingkat kesuburan lahan (biofisik lahan) dilakukan
melalui mengambilan sampel tanah secara komposit. Penetapan jenis komoditas dilakukan
secara partisipatif, memiliki nilai ekonomis dan tahan terhadap lingkungan lahan kering
(dapat tumbuh baik dan berproduktivitas tinggi). Secara lengkap diagram alir pengakajian
dapat dilihat pada Gambar 1.
3.2 Ruang lingkup kegiatan
Ruang lingkup kegiatan meliputi pengamatan dan analisis aspek kesuburan (biofisik)
lahan dan sosial ekonomi kawasan lahan bekas penambangan gas alam cair serta valuasi
nilai tambang dengan nilai rehabilitasi berbasis komoditas pertanian. Cakupan kegiatan ini
meliputi :
Persiapan
a. Penyempurnaan rencana kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan kondisi spesifik
wilayah bekas penambangan gas alam cair. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
mendapatkan perencanaan kegiatan yang komprehensif sehingga dapat
diimplementasikan di tingkat lapangan.
b. Konsultasi dan koordinasi dengan dan dinas instansi terkait di daerah, baik di
Kabupaten maupun di Provinsi mengenai rencana, sasaran dan target yang akan
dicapai kegiatan.
c. Sosialisasi rencana kegiatan ke lokasi/calon lokasi pengkajian sesuai dengan rencana
atau tahapan kegiatan yang telah disusun dan dikoordinasikan.
7
ya
Tidak
Gambar 1. Diagram alir pengkajian
Pelaksanaan Kegiatan
Lokasi terpilih di kawasan bekas penambangan diidentifikasi kondisi biofisik lahan
dengan cara mengambil contoh tanah secara komposit untuk analisis laboratorium. Unsur
hara tanah yang dianalisis adalah unsur hara makro dan mikro (analisis umum).
Mulai
1. Data luas lahan tambang
2. Data historis pertanian di
kawasan
3. Data sosial ekonomi
masyarakat kawasan
1. Soil survey
2. Survey partisipasi
masyarakat
1. Tingkat kesuburan
lahan terkini
2. Partisipasi masyarakat
Penentuan lokasi
kegiatan
RRA
1. Pembuatan petak contoh
2. Aplikasi desain kajian
1. Analisis data kajian
2. Valuasi hasil kajian
1. R/C Rasio
2. Willingness to pay
Sesuai
Rekomendasi paket teknologi
rehabilitas eks lahan tambang
Selesai
8
Selanjutnya dilakukan pengelolaan lahan, untuk dilakukan penanaman tanaman yang
sesuai dan mudah tumbuh di lahan tersebut, sesuai dengan identifikasi tanaman yang telah
dilakukan sebelumnya. Pengolahan lahan terpilih dilakukan secara mekanisasi. Untuk
meningkatkan yang ada di kawasan tersebut digunakan pupuk organik dengan dosis 5-10
ton/ha untuk meningkatan kesuburan tanah secara alami. Tahapan selanjutnya setelah
persiapan lahan adalah plotting petakan beberapa tanaman uji cabai merah, jagung manis,
bawang merah, kangkung, bayam dan kacang tanag sesuai dengan hasil identifikasi
lapangan. Untuk tahun ke-2 dan selanjutnya, tanaman yang diusahakan seperti tahun
sebelumnya (lanjutan) dan ada tambahan tanaman lain sesuai dengan kondisi atau
perkembangan di lapangan.
Uji Adaptasi Jagung Manis
Luasan 5.000 meter persegi, pembuatan bedengan dengan lebar 60 cm dan jarak
antar bedengan 40 cm, tanam 1-2 bibit per lubang tanam sistem tugal, dengan jarak
tanam 20 - 30 cm. Dosis pemupukan (ha): 500 kg NPK Pelangi + 100 kg Urea, waktu
pemupukan 10 - 15 HST. Pembalikan tanaman dilakukan setiap minggu setelah tanaman
berumur 40 HST. Varietas yang digunakan adalah Bonanza F1 produksi Panah Merah.
Dengan umur panen kurang dari 100 hari.
Uji adaptasi Cabai Merah
Luasan 3.000 meter persegi, pembuatan bedengan dan lubang tanam dengan
ukuran 60 x 70 cm. Setiap lubang tanam dimasukan 10-15 kg pupuk organik plus pupuk
hayati. Pada tahap awal penanaman (planting), di aplikasikan teknologi Starter Solution
Technology (SST), Dosis pemupukan (ha): 300 kg NPK Phonska + 100 kg Urea, waktu
pemupukan 30 HST dan 60 HST. Umur tanaman cabai pada saat panen pertama sekitar
90-95 HST. Sistem pengendalian hama dan penyakit berbasis integrated pest management
(IPM), dengan pengaplikasian sistem yellow trap.
Penerapan ICLM (Integrated Crop Land Management)
ICLM adalah suatu konsep peningkatan produktivitas lahan dan tanaman yang
memadukan beberapa unsur pendukung pertumbuhan tanaman, yaitu: pupuk organik (cair
dan granule), penggunaan pupuk hayati, dan pupuk kimia (an-organik), ZPT (zat pengatur
9
tumbuh) sesusi dengan kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman serta penggunaan
pestisida yang telah memiliki standar WHO dan FAO (bersertifikasi ISO 9002 dan 14001)
dengan menerapkan prinsip 4 tepat (Tempat, Waktu, Dosis dan Cara).
Pengumpulan Data dan Analisis Usahatani
Data yang akan dikumpulkan meliputi data potensi dan kendala lahan bekas
penambangan gas alam cair; data biofisik tanah sebelum dan setelah dilakukan pengkajian;
data agronomis tanaman; data komponen hasil produksi (produktivitas). Data produktivitas
diukur menggunakan satuan ubinan sesuai pandum BPS, sedangkan data analisa usahatani
dikumpulkan dan dianalisis untuk mengetahui biaya komponen teknologi meliputi data
produksi, biaya produksi yang dikeluarkan sampai panen dan penerimaan hasil produksi.
Temu Lapang
Kegiatan Temu Lapang dilaksanakan guna mendiseminasikan hasil pelaksanaan
kegiatan kepada pengguna (stakeholders) sekaligus untuk memperoleh umpan balik dalam
kerangka bahan evaluasi selanjutnya. Kegiatan ini akan dilakukan minimal 2 kali yaitu (1)
saat kegiatan sedang berlangsung (masih dalam proses pengamatan aktif), dan (2)
pelaksanaan Panen.
3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini mencakup sarana produksi
pertanian seperti bibit tanaman uji, pupuk kandang, pupuk anorganik, mulsa dan obat-
obatan. Kegiatan dilaksanakan di kegiatan sekitar sumur pengeboran LNG di Desa Tanjung
Krueng Pase, kecamatan Samtalira Aron, Aceh Utara seluas 1 ha yang merupakan hak
guna pakai oleh penduduk setempat. Lahan sepenuhnya milik PT. Pertamina Indonesia
Persero devisi hulu energy.
10
Road Map Kegiatan:
Kegiatan untuk mendapatkan rekomendasi komponen teknologi pengelolaan lahan
bekas penambangan gas alam cair untuk pertanian ini dilakukan sekitar 3 tahun
(multiyears). Secara lengkap uraian dan tahun kegiatan selengkapnya pada Tabel 1.
Tabel 1. Uraian dan kegiatan tahunan yang dilaksanakan
URAIAN
TAHUN
I (2016) II (2017) III (2018)
TUJUAN 1. Mendapatkan lokasi kegiatan 2. Melakukan identifikasi lokasi 3. analisis contoh tanah 4. Merencanaan dan melaksanaa
n pengkajian peningkatan produktivitas lahan bekas penambangan tahun ke-1
1. Melaksanaan pengkajian peningkatan produktivitas lahan bekas penambangan tahun ke-2 (lanjutan).
2. Melakukan penyempurnaan pelaksanaan pengkajian.
3. Diseminasi hasil pengkajian melalui seminar/pertemuan dan kegiatan lain.
1. Melaksanaan pengkajian peningkatan produktivitas lahan eks penambangan tahun ke-3 (lanjutan).
2. Mendapatkan model pengelolaan lahan eks penambangan yang siap direkomendasikan.
3. Diseminasi hasil pengkajian melalui seminar/pertemuan dan kegiatan lain.
MANFAAT Data dasar untuk mengukur
keberhasilan pelaksanaan kegiatan
pengkajian.
1. Sumberdaya pertanian di lahan bekas penambangan terpilih dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pengembangan pertanian.
2. Model pengkajian menjadi tempat kunjungan dan belajar dari dinas/lembaga dan stakeholders lainnya.
1. Penggunaan sumberdaya pertanian di lahan bekas penambangan terpilih dapat dimanfaatkan secara optimal serta meningkatkan pendapatan petani
2. Hasil pengkajian dapat terdiseminasi melalui berbagai channel.
OUTPUT 1. Lokasi pengkajian 2. Data baseline lokasi 3. Pengkajian tanaman pangan sp
esifik lokasi di lahan bekas penambangan.
Model pemanfaatan lahan bekas
penambangan untuk
pengembangan pertanian
sepsifik lokasi.
Rekomendasi paket teknologi
peningkatan produktivitas lahan bekas
penambangan untuk pertanian
dengan sistem integrasi tanaman-
ternak spesifik lokasi.
KEGIATAN 1. Konsultasi dan koordinasi dengan dinas dan perusahaan serta pihak terkait.
2. Pemilihan lokasi 3. Identifikasi potensi, masalah, p
eluang lokasi kegiatan. 4. Pelaksanaan kegiatan pengkaji
an tahun ke-1
1. Implementasi pengkajian spesifik lokasi tahun ke-2
2. Melakukan diseminasi model menggunakan berbagai channel yang sesuai.
1. Implementasi pengkajian spesifik lokasi tahun ke-3
2. Menyusun rekomendasi paket teknologi.
3. Melakukan diseminasi model menggunakan berbagai channel yang sesuai.
KOMODITI 1. Nenas 2. Cabai, Kacang Panjang 3. Ubi jalar (Sawentar, Kidal) 4. Singkong 5. Jagung
1. Padi gogo (Batutegii) 2. Jagung (Sukmaraga) 3. Kedelai (Anjasmoro) 4. Ubi jalar (Sawentar, Kidal) 5. Singkong 6. Pisang (Barangan) 7. Nenas
1. Padi gogo (Batutegi) 2. Jagung (Sukmaraga, Bima 3) 3. Kedelai (Anjasmoro) 4. Ubi jalar (Sawentar, Kidal) 5. Singkong 6. Pisang (Barangan) 7. Nenas
11
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Situasional
Lokasi pengkajian terletak di Kecamatan Samtalira Aron, Kabupaten Aceh Utara.
Pemilihan lokasi ini dikarenakan tempat pengeboran gas alam cair terpusat di kecamatan
ini. Secara geografi, Kecamatan Samtalira Aron (Gambar 2) berada sebelah Barat Ibu Kota
Kabupaten Aceh Utara, Lhoksukon. Kecamatan ini merupakan salah satu dari 29 total
kecamatan di Kabupaten Aceh Utara, dengan luas wilayah 28.13 Km2 atau 0.85 dari total
luas Kabupaten Aceh Utara. Kota Ibu kecamatan terletak di Simpang Muling yang berjarak
19 Km dari Ibu Kota Kabupaten, sedangkan dengan ibu kota Provinsi Aceh, Banda Aceh
mencapai 301 Km. Kecamatan Samtalira Aron membawahi 34 desa yang umumnya dengan
topografi dataran (plain).
Proses eksplorasi penambangan gas alam cair di wilayah ini dimulai pada tahun
1969, dengan PT. Exxon Mobil sebagai pemegang kontrak dengan Pertamina. Lokasi
penambangan terletak di Desa Tanjung Krueng Pase (Gambar 3 dan 4), yang kemudian
dijadikan nama perusahaan konsesi PT. Arun. Keberhasilan konsesi baru terjadi pada
tahun 1971, setelah melakukan pengeboran sebanyak 15 kali. Perusahaan PT. Arun sendiri
diresmikan oleh Presiden Indonesia saat itu, Soeharto pada tanggal 19-September 1978.
Gambar 2. Peta administratif kabupaten Aceh Utara
12
Salah satu desa yang menjadi pusat (zero point) dari eksplorasi gas alam cari PT.
Arun adalah Desa Tanjung Krueng Pase. Di desa ini terdapat satu bekas sumur pengeboran
gas alam cair. Berdasarkan wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat dan perangkat
Desa Tanjung Krueng Pase, seperti Geuchik, Kamaruddin, Tuha Peut, Tengku Imuem dan
ketua pemuda bahwa serta Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kecamatan Samtalira
Aron (Gambar 5), sebelum dilakukan eksplorasi pengeboran gas alam cair lokasi
merupakan persawahan produktif yang merupakan mata pencaharian utama bagi
masyarakat setempat, walaupun saat itu belum dilengkapi dengan sarana irigasi teknis.
Saat ini (Gambar 6), pasca pengeboran lokasi ditinggalkan (terlantar), walaupun
masyarakat masih diberikan tunjangan keamanan sebesar Rp. 5.000.000/perbulan dengan
tujuan mencegah kecelakaan, karena bekas sumur pengeboran masih menyisakan gas
alam cair yang tentunya mudah terbakar.
Gambar 3. Peneliti BPTP Aceh di Lokasi Bekas Pengeboran Gas Alam Cair
Gambar 4. Lokasi Bekas (zero point) Pengeboran Gas Alam Cair
13
Gambar 5. Diskusi dengan perangkat desa dan penyuluh BPP Kec. Samtalira Aron
Gambar 6. Lokasi sekitar sumur penambangan
4.2 Soil Survei
Kajian rehabilitasi eks lahan tambang, dalam hal ini adalah eks lahan tambang gas
alam cair berkaitan erat dengan pengembalian lahan yang telah digunakan untuk aktivitas
penambangan kepada kegiatan berbasis pertanian. Secara teknis tentunya kegiatan awal
yang harus dilakukan adalah mengetahui kondisi lahan yang digunakan secara
keseluruhan. Dalam hal ini menyangkut struktur dan tingkat kesuburan (Tabel 2) tanah
yang akan digunakan/dimanfaatkan kembali. Analisis laboratorium dilakukan di lab. tanah
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh. Pengambilan sampel (Gambar 7 dan 8) tanah
dilakukan pada awal Bulan Juli 2016.
14
Tabel 2. Hasil analisis tanah eks lahan tambang
Sampel 1 Sampel 2 Keterangan
Estrak air 1: 5, pH 8 8 Basa
DHL (mS/cm) 0.24 0.26 Rendah
Tekstur : Pasir (%) 46.90 38.83 Debu (%) 24.51 26.51 Liat (%) 28.59 34.66
Karbon Organik (%) 1.20 1.11 Rendah
N-Total (%) 0.10 0.10 Rendah
C/N Ratio 12.22 11.29 Sedang
Ekstrak HCl 25% : P2O5 (mg 100g-1) 19.09 14.95 Rendah
K2O (mg 100g-1) 44.19 48.21 Tinggi
Ekstrak Bray (ppm) 2.63 0.54 Sangat Randah
Ekstrak Morgan (ppm) 6.03 6.03 Sangat Rendah
KTK (cmol (+)/kg) 5.00 8.00 Rendah *) sesuai dengan lampiran2
Gambar 7. Penggeboran tanah
Gambar 8. Pengambilan Sampel Tanah
15
Hasil analisis menunjukkan bahwa, pH tanah di lokasi kajian tergolong basa,
sehingga diperlukan penambahan unsur nitrogen, yaitu dengan penambahan pupuk ZA.
Berdasarkan teksturnya, tanah berstekstur lempung dengan kandungan C-organik rendah
(1.15 %). Hal ini mengindikasi bahwa tingkat kesuburan tanah yang rendah, untuk itu
diperlukan pemberian bahan organik seperti pupuk kandang dan kompos. Dari sisi
kandungan P total juga tergolong rendah, sehingga perlu dipupuk dengan unsur P2O5
seperti SP-36, kandungan K total tergolong tinggi hal ini mengindikasikan bahwa cadangan
kalium dalam tanah cukup tersedia hanya diperlukan penambahan kalium dalam takaran
yang rendah. Berdasarkan kapasitas tukar kation (KTK), kondisi lahan juga menunjukan
status rendah, sehingga memerlukan panambahan pupuk organik agar meningkatkan
efisiensi pemupukan terutama unsur kalium, calcium dan magnesium. Secara keseluruhan
hasil analisis lab mencirikan umumnya eks lahan tambang yang memiliki tingkat kesuburan
rendah.
4.3 Pengolahan Lahan
Secara teknis, tahap awal pasca diketahuinya kondisi struktur tanah dan tingkat
kesuburan dari suatu lokasi pertanian, dalam hal ini adalah lahan eks lahan tambang gas
alam cair, maka tahap selanjutnya adalah melakukan pengolahan lahan. Mengolah tanah
bermakna mengelola tanah agar struktur tanah berubah menjadi gembur. Pengolahan
tanah berarti membalik lapisan tanah bawah ke permukaan tanah agar ada pertukaran
genre udara, peresapan air dan memudahkan masuknya sinar matahari. Dari proses ini
tanah akan berubah menjadi gembur. Tanah nan gembur akan memudahkan akar tanaman
masuk ke dalam tanah dan menyerap unsur hara. Terdapat beberapa tahapan dalam
pengolahan lahan:
1. Land clearing, dalam kegiatan ini aktivitas land clearing tidak dilakukan karena lahan
telah bersih dari benda-benda fisik yang mengganggu proses selanjutnya, seperti
pohong, semak-belukar, kayu dan sampah.
2. Pembajakan, dalam kegiatan ini, aktivitas dilakukan dengan menggunakan traktor
(Gambar 9). Pembajakan tanah berfungsi mengembalikan kesuburan tanah setelah
masa panen. Membajak dilakukan dengan memecah lapisan tanah menjadi bongkahan-
bongkahan sehingga tanah bisa digemburkan.
16
Gambar 9. Proses Pembajakan Lahan dengan alat bantu traktor
3. Penggaruan, tujuan dari tahapan ini adalah menghancurkan gumpalan tanah menjadi
struktur remah. Dari bentuk remah struktur tanah akan menjadi halus dan merata.
Secara teknis, Jarak antara pembajakan dan penggaruan termin 1 berkisar 1 atau 2
minggu. Penggaruan termin dua bertujuan buat melumatkan tanah, sehingga semua
tanah melumpur dan tanah menjadi halus. Tanah bisa dikatakan halus ketika
menginjakkan kaki ke dalam lumpur terdapat kubangan bekas kaki dan lumpur akan
saling mengisi. Pada tahap ini juga dilakukan pemupukan dengan pupuk organik dan
anorganik (pupuk dasar). Sampai dengan laporan ini disusun kegiatan baru pada tahap
pengolahan dasar, pembajakan.
Berdasarkan pelaksanaan kegiatan, terdapat keterlambatan pelaksanaan kegiatan
dikarenakan untuk akses ke lokasi eks pertambangan dibutuhkan perijinan yang melibatkan
beberapa institusi, sehingga diperlukan koordinasi yang lebih intensif. Spesifik dilaporkan
bahwa untuk bisa melaksanakan kegiatan disekitar zero point eks lahan tambang harus
mendapatkan ijin dari Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Aceh, selanjutnya dari
Dinas Pertambangan Kabupaten Aceh Utara. Hal ini disebabkan area bekas penambangan
masih menjadi area konsesi perusahaan, termasuk juga pelaksanaan rehabilitasi fisik dan
sosial kemasyarakatan. Tim pelaksana pengkajian eks rehabilitasi lahan tambang telah
melakukan koordinasi dengan dinas-dinas terkait mengenai hal-hal yang menyangkut
teknis pelaksanaan dan tujuan yang dingin dicapai. Pada laporan ini juga kami sampaikan
bahwa aspek legilitas pelaksanaan kegiatan baru selesai pada awal Bulan Juli 2016,
sehingga aktivitas teknis baru dapat dilaksanakan pertengahan Juli 2016.
17
4.4 Persemaian
Setelah dilakukan pengolahan lahan dan pembuatan bedengan, pada saat yang
hampir bersamaan dilakukan persemaian bibit cabai merah yang akan ditanam. Tempat
persemaian dibuat secara khusus (Gambar 10) terpisah dengan petak bedengan.
Persemaian dilakukan pada polyback ukuran 6 x 8 cm, dengan menggunakan tanah yang
gembur dengan menggunakan pupuk kandang yang sudah matang, agar tidak terkena
penyakit rebah semai (dumping-off), kemudian dilakukan penyiraman secara merata
dengan menambahkan fungsida dan bakterisida, setelah masukan benih cabai. Benih
dipindahkan setelah berumur 18-20 hari.
Gambar 10. Persemaian bibit cabai setelah 7 hari
4.5 Penanaman
Tahap selanjutnya adalah melakukan penanaman (planting) untuk tanaman cabai
merah. Penanaman dilakukan lahan/bedengan dengan dengan lebar 90 cm, dan kemudian
ditutup dengan plastic mulsa MVHP. Kemudian dibuat lubang untuk meletakan bibit cabai
yang sudah disemai. Pasca ditanam diaplikasikan teknologi starter solution technology
(SST) yaitu dengan memberikan pupuk cair yang terdiri dari NPK 100 Gr yang dilarutkan ke
dalam 220 ml air. Hal yang sama untuk komoditas bawang merah. Untuk komoditas jagung
manis (Gambar 11) tidak diberikan mulsa, dalam hal ini pada bedengan langsung ditugal
untuk dilakukan penanaman, demikian juga untuk kangkung dan bayam serta kacang
tanah.
18
Gambar 11. Kondisi Pertanaman Jagung Manis
Gambar 12. Penanggung Jawab di lokasi kegiatan
4.6 Pemeliharaan dan Pemanenan
Setelah dilakukan penanaman tahap pemeliharaan. Untuk masing-masing komoditas
tentunya memiliki umur tanam yang berbeda-beda. Untuk cabai merah tanaman siap
dipanen pada umur 95-100 hari, jagung manis 70-80 hari, kangkung dan bayam 21 hari,
bawang merah varietas Brebes 70 hari. Pada masa pemelihaaran hal dilakukan oleh petani
kooperator melakukan pembersihan gulma/rumput yang tumbuh disekitar tanaman,
demikian juga melakukan pemupukkan lanjutan untuk komoditas cabai merah, bawang
merah dan jagung manis. Pemupukkan lanjutan dilaksanakan antara 10-15 HST, yaitu
dengan mengaplikasikan pupuk NPK dengan dosis 150 kg/ha, kemudian dilanjutkan pada
umur tanaman 21-30 hari dengan dosis yang sama, sedangkan aplikasi pemupukkan
terakhir dilakukan pada umur tanaman 50 HST, dengan dosis yang sama di tambah dengan
ZA dengan dosis 100 kg/ha.
19
4.7 Analisis Usaha Tani
Dari beberapa komoditas yang diujicoba lahan eks tambang LNG di Kecamatan
Samtalira Aron, didapatkan bahwa pada komoditas kangkung, dengan umur tanaman
hanya 4 minggu serta luas lahan/bedengan yang diusahakan 90 cm x 20 m, didapatkan
kangkung sebanyak 400 ikat (bounch), dengan nilai jual di lokasi sebesar Rp. 750/ikat.
Berdasarkan hal ini maka didapatkan total penerimaan sebesar Rp. 300.000. Jika dikurangi
dengan biaya operasional sebesar Rp. 90.000, maka didapatkan keuntungan sebesar Rp.
210.000 atau dengan R/C rasio 3.34, dengan penjelasan bahwa investasi pada usaha ini
sebesar Rp.1, maka akan memberikan manfaat Rp. 3.34, yaitu dengan kategori sangat
layak untuk diusahakan.
Untuk komoditas bayam, dengan luas lahan yang digunakan di eks sumur LNG
Aron, seluas sekitar 350 M2, dengan masa pemeliharaan 20 hari, maka didapat hasil bayam
sebanyak 450 ikat, dengan harga jual Rp. 800 dilokasi. Berdasarkan hal ini maka secara
total didapat penerimaan Rp. 360.000. Dengan total biaya operasional sebesar Rp.
140.000, maka didapatkan pendapatan sebesar Rp. 120.000, atau dengan nilai R/C rasio
sebesar 2.57. Dengan kata lain usaha komoditas ini di lahan eks tambang LNG investasi
sebesar Rp.1 akan memberikan nilai keuntungan sebesar Rp. 2.57, sehingga layak untuk
dapat dilakukan replikasi kegiatan.
Berdasarkan komoditas jagung manis, lahan yang usahakan seluas 3.000 meter
dengan jumlah populasi 6.500 tanaman. Pada kajian ini 95% tanaman jagung manis yang
diuji dapat dipanen, berdasarkan hal ini jumlah tanaman yang dipanen sebanyak 6.100
tanaman. Berdasarkan aspek kewilayahan nilai jual jagung manis di Pasar Lokai Kecamatan
Samtalira Aron berdasarkan jumlah biji jagung yaitu 1 ikat dengan jumlah 3 biji yang dijual
seharga Rp. 6.500. Dengan jumlah biji 6.100, maka didapat 2.030 ikat sehingga didapat
nilai jual sebesar Rp. 13. 210.000. Dengan total biaya operasional yang mencapai Rp.
8.500.000, maka didapatkan nilai penerimaan sebesar Rp. 4.710.000, atau dengan nilai R/C
rasio 1.55, yang bermakna dengan menginvestasikan pada usaha komoditas ini sebesar
Rp.1, maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 1.55. Dalam hal ini tidak terlalu
besar, jika dilihat dari nilai R/C rasio akan tetapi, dengan adanya kegiatan ini tentunya tidak
hanya memberikan manfaat ekonomi saja, tetapi juga manfaat lain yaitu terjadinya
optimalisasi lahan yang telah lama tidak berproduksi.
20
4.8 Kegiatan Temu Lapang
Untuk mendiseminasikan kegiatan pengkajian eks lahan tambang ini, dilakukan
kegiatan temu lapang (Gambar 13) yang dilaksanakan di lokasi kegiatan (plot) kegiatan
kajian ini, yaitu di Desa Tanjung Krueng Pase, Kecamatan Samtalira Aron, Aceh Utara. Pada
kegiatan ini disampaikan beberapa pemateri yaitu dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura, Aceh Utara Badan Penyuluhan dan Ketahanan Pangan, Aceh Utara dan
dari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh. Materi yang disampaikan oleh
masing-masing lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Dinas Pertanian
lebih fokus kepada aspek kebijakan mengenai optimalisasi lahan eks tambang LNG, Badan
Penyuluhan dan Ketahanan pangan membahas aspek teknis kegiatan di lapangan,
sedangkan BPTP Aceh pada inovasi teknologi optimalisasi lahan eks tambang.
Gambar 13. Dokumentasi kegiatan temu lapang
Fokus bahasan pada kegiatan temu lapang kegiatan pengkajian eks lahan tambang
ini adalah upaya pemanfaatan lahan pada center point sumur tambang, yang secara
legalitas penggelolaanya telah diserahkan oleh pihak Pertamina Bagian Hulu kepada pihak
desa, tempat dimana sumur pengeboran tersebut berada. Hasil diskusi dengan pihak
Muspika Kecamatan, diketahui bahwa terdapat 10 buah sumur pengeboran dengan luas
rata-rata per sumur berkisar 1-1.5 ha. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan lahan yang
belum dimanfaatkan mencapai 15 Ha, dan jika dilihat dari usaha tani hortikultura, terutama
sayuran yang tidak memerlukan luas lahan yang besar, maka daerah ini sangat potensial
untuk dikembangkan menjadi sentra produksi sayuran di Aceh Utara.
21
V. KESIMPULAN
Secara umum hasil analisis tingkat kesuburan lahan di lokasi kajian menunjukan
level rendah, sehingga diperlukan beberapa perlakuan untuk mengembalikan fungsi
kesuburan lahan agar sesuai dengan parameter sistem pertanian. Dalam hal ini terutama
adalah penggunaan pupuk organic (manure), sedangkan dari sisi tanaman uji beberapa
tanaman sayuran seperti bayam dan kangkung memberikan hasil yang cukup baik,
demikian juga dengan bawang merah. Tetapi tidak untuk tanaman cabai merah akibat
kurangnya pengetahuan sistem budidaya oleh petani dan juga penyuluh pendamping.
22
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana. 2003. Pengkajian dan Sintesis Kebijakan Pengembangan Peningkatan
Produktivitas Padi dan Ternak (P3T) ke Depan. Laporan Teknis Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Litbang Pertanian. Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2007. Buku Pedoman Pengumpulan dan Pengolahan Data Tanaman
Pangan. Jakarta. 180 halaman
Badan Pusat Statistik. 2015. Kabupaten Aceh Utara Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Aceh Utara, Lhoksumawe.
Bulu Y.G., K. Puspadi, A. Muzani dan T.S. Penjaitan. 2004. Pendekatan Sosial Budaya dalam Pengembangan Sistem Usatani Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak”. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
Ismail I.G. dan A. Djajanegara. 2004. Kerangka Dasar Pengembangan SUT Tanaman Ternak (Draft). Proyek PAATP. Jakarta Kariyasa K. 2003. Hasil Laporan Pra Survei Kelembagaan Usaha Tanaman-Ternak Terpadu dalam Sistem dan Usaha Agribisnis. Proyek PAATP. Jakarta.
Kariyasa K. dan E. Pasandaran. 2004. Dinamika Struktur Usaha dan Pendapatan TanamanTernak Terpadu. Makalah disampaikan dalam Seminar Kelembagaan Usahatani Tanaman Ternak tanggal 30 Nopember-2 Desember 2004 di Denpasar-Bali. Proyek PAATP. Jakarta.
Aceh Post, 2011. Rumput Australia untuk Ternak di Lahan Bekas Tambang http://www.Acehprov.go.id/Aceh.php?page=detailberita&id=4313. Diakses 12 September 2011.
Mursyidin, DH. 2009. Memperbaiki Lahan Bekas Tambang dengan Mikroorganisme.
http://www.redcounter.net
Muzani A., Y. G. Bulu, K. Puspadi dan T.S. Penjaitan, 2004. Potensi Pakan dalam Sistem Integrasi Tanaman-Ternak di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding Lokakarya Sistem dan Kelembagaan Usahatani Tanaman-Ternak. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.
PT Indo Tambangraya Megah Tbk. 2012. Kemandirian dan Pertumbuhan Berkelanjutan. Laporan Tahunan Masyarakat Berkelanjutan.
Salazar,M., Bosch-Serra, A., Estudillos, G., Poch,RM. 2009. Rehabilitation of Semi-Arid
CoalMine Spoil Bank Soils with Mine Residues and Farm Organic By Product.
AridLand Research and Management. Vol 23, edisi 4, pg 327.
Siti Latifah, 2003. Kegiatan Reklamasi Lahan Pada Bekas Tambang. Program Ilmu
Kehutanan Jurusan Manajemen Hutan. USU, Medan.
23
Lampiran 1. Rencana Operasional Kegiatan
Kegiatan B u l a n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Persiapan: X
- Studi pustaka X X
- Penyempurnaan proposal dan RODHP X
- Penyusunan juklak
dan juknis X
2. Pelaksanaan kegiatan:
- Analisis sistem
- Koordinasi dengan
instansi terkait
- Observasi lapangan
- Fisik lapangan
- Monitoring dan
evaluasi
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
X
3. Penulisan laporan X X
4. Seminar hasil kegiatan X
7. Penulisan laporan akhir X X X X X X X
8. Penggandaan laporan X