I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu...

17
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energi Penggunaan kayu sebagai salah satu sumber energi memiliki peranan yang besar dalam kehidupan manusia. Seiring dengan kemajuan jaman dan ditemukannya sumber energi lain seperti nuklir, listrik, minyak, sinar matahari dan batu bara, namun ketergantungan manusia terhadap kayu sebagai bahan bakar masih tinggi. Jumlah manusia semakin bertambah dari waktu ke waktu semakin meningkat, begitu juga dengan konsumsi kayu bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan energi dunia dicukupi dari hasil kayu. Di negara berkembang, kebutuhan energi yang berasal dari kayu lebih tinggi dibandingkan dengan negara industri. Di Negara berkembang kurang lebih 15% dari total kebutuhan energi berasal dari kayu bakar, sedangkan pada negara industri hanya 2% saja (FAO, 2001). Ketergantungan kebutuhan energi saat ini sebagian besar dipenuhi dari bahan bakar fosil, sementara itu dipastikan suatu saat sumber bahan bakar ini akan menipis dan habis. Menurut Alexandrotus (1995) dilaporkan bahwa konsumsi kayu dunia yang digunakan sebagai sumber energi (kayu bakar dan arang) sekitar 1,8 milyar m3 dimana jumlah tersebut merupakan separuh dari kebutuhan kayu dunia. Sedangkan konsumsi kayu bakar di dunia yang paling tinggi terdapat pada negara berkembang yaitu sekitar 80% dari produksi kayu per tahun atau sebanding dengan 0,4 milyar ton minyak (Alexandrotus, 1995). Word Bank pada tahun 1992 melaporkan bahwa rata-rata kebutuhan kayu dunia akan mengalami

Transcript of I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu...

Page 1: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energi

Penggunaan kayu sebagai salah satu sumber energi memiliki peranan yang besar dalam

kehidupan manusia. Seiring dengan kemajuan jaman dan ditemukannya sumber energi lain

seperti nuklir, listrik, minyak, sinar matahari dan batu bara, namun ketergantungan

manusia terhadap kayu sebagai bahan bakar masih tinggi. Jumlah manusia semakin

bertambah dari waktu ke waktu semakin meningkat, begitu juga dengan konsumsi kayu

bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan energi dunia dicukupi dari

hasil kayu. Di negara berkembang, kebutuhan energi yang berasal dari kayu lebih tinggi

dibandingkan dengan negara industri. Di Negara berkembang kurang lebih 15% dari total

kebutuhan energi berasal dari kayu bakar, sedangkan pada negara industri hanya 2% saja

(FAO, 2001).

Ketergantungan kebutuhan energi saat ini sebagian besar dipenuhi dari bahan bakar fosil,

sementara itu dipastikan suatu saat sumber bahan bakar ini akan menipis dan habis.

Menurut Alexandrotus (1995) dilaporkan bahwa konsumsi kayu dunia yang digunakan

sebagai sumber energi (kayu bakar dan arang) sekitar 1,8 m ilyar m3 dimana jumlah

tersebut merupakan separuh dari kebutuhan kayu dunia. Sedangkan konsum si kayu bakar di

dunia yang paling tinggi terdapat pada negara berkembang yaitu sekitar 80% dari produksi

kayu per tahun atau sebanding dengan 0,4 milyar ton minyak (Alexandrotus, 1995). Word

Bank pada tahun 1992 melaporkan bahwa rata-rata kebutuhan kayu dunia akan mengalami

Page 2: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

2

peningkatan 2,3% per tahunnya (Jepma,1995). Sejalan dengan pendapat diatas, konsumsi

kayu untuk energi di dunia menurut FAO (2001) sebagian besar (50%) diserap oleh negara

di Asia dan peringkat kedua 27% oleh negara-negara di Afrika. Negara berkembang

memiliki tingkat konsumsi kayu energi yang lebih tinggi dibandingkan negara industri.

Negara-negara Eropa Timur dan Barat, Amerika Tengah dan Karibia serta Amerika Utara

tingkat konsum si kayu bakarnya berkisar 1 - 4% seperti pada gambar 1. dibawah ini :

Sumber: FAO,2001

Gambar 1. Konsumsi kayu dunia tahun 2000

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menghadapi krisis energi yang semakin

mengemuka dari tahun ke tahun. Menurut data sensus penduduk tahun 2010 jumlah

penduduk Indonesia adalah 237.641.326 jiwa (BPS,2014) yang tersebar tinggal di

perkotaan dan pedesaan. Dari jumlah penduduk tersebut sekitar 50,2% tinggal didaerah

pedesaan. Dimana sebagian besar penduduk pedesaan menggunakan kayu bakar dalam

mencukupi kebutuhan energi sehari-harinya. Menurut BPPT (2012) konsumsi energi di

50%

27%

1% 2%

3% 4% 3% 10%

Asia Africa

Eropa Timur Eropa Barat

Rusia Amerika Utara

Amerika Tengah dan Karibia Amerika Selatan

Page 3: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

3

Indonesia pada tahun 2000 adalah 777,9 juta SBM (Setara Barel Minyak) kemudian

mengalami peningkatan pada tahun 2010 menjadi 1081,4 juta SBM. Dimana penggunaan

energi terbesar adalah untuk industri sebesar 32,9%. Sementara kebutuhan rumah tangga

menempati peringkat kedua pengguna energi yaitu 30,1%. Secara lengkap proporsi

penyerapan energi di Indonesia dapat dijelaskan pada gambar 2. dibawah ini:

Sumber: BPPT, Outlook energy Indonesia 2012

Gambar 2. Proporsi serapan energi di Indonesia

Sesuai dengan gambar 2 diatas, pada tahun 2010 energi yang dikonsum si rumah tangga

adalah ± 325,5 juta SBM (30,1% dari 1.081,4 juta SBM). Dilaporkan untuk tahun 2005,

konsumsi energi di sektor rumah tangga mencapai 75 juta SBM untuk minyak tanah, arang,

briket, listrik dan LPG, namun untuk kebutuhan kayu bakar saja telah mencapai 210 juta

SBM (Nuryanti dan Herdinie, 2007; DESDM, 2006). Diperkirakan sekitar 120.000 m3

per

tahun kayu bakar dan arang dibutuhkan untuk m encukupi kebutuhan rumah tangga.

30,1

32,9

3

23,7

2,7 7,7

Rumah tangga

Industri

komersial

transportasi

lainnya

Penggunaan non energi

Page 4: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

4

Sedangkan menurut Kementrian Kehutanan mencatat bahwa konsumsi kayu bakar di

Indonesia telah mencapai 0,5-0,9 m3 per kapita atau sekitar 12,5 juta m3 kayu bakar per

tahun. Sumardjani dan Waluyo (2007) menyatakan bahwa rata - rata kebutuhan kayu bakar

2,54 m³/kapita/tahun, dengan prediksi kebutuhan kayu bakar nasional 295,502 juta

m³/tahunnya dengan asumsi pengguna kayu bakar 116,274 juta jiwa.

Porsi penggunaan energi terbesar adalah BBM (Bahan Bakar Minyak) 31% disusul kayu

bakar 23%, Gas 14%, Batubara 13% dan listrik 9% seperti yang tampak pada gambar 3.

Kebutuhan kayu bakar menempati nomor dua terbesar setelah BBM, oleh karena itu

kebutuhan akan kayu bakar tidak bisa dipandang sebelah mata dalam konsumsi energi di

Indonesia. Kebutuhan kayu bakar ini ada dan menunjukkan peningkatan dari tahun ke

tahun seiring dengan jumlah penduduk yang meningkat pula. Kesiapan bahan baku kayu

bakar melalui penanaman hutan tanaman untuk tujuan kayu energi sepatutnya direncanakan

dan diimplementasikan.

Sumber: BPPT, Outlook energy Indonesia

Gambar 3. Diagram proporsi energi di Indonesia tahun 2010

31%

23% 13%

14%

9%

4% 3% 3% BBM

Kayu Bakar

Batubara

Gas

Listrik

Biomassa

Biofuel

LPG

Page 5: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

5

Selama ini kebutuhan kayu energi dipenuhi dari kayu hutan rakyat, pekarangan dan hutan

negara sebagai hasil sampingan. Untuk itu kedepan perlu dibangun plot-plot uji kayu energi

diberbagai daerah yang memiliki tingkat konsumsi kayu bakar yang tinggi baik untuk

kebutuhan industri maupun untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.

2. Pengembangan hutan sebagai penyedia sumber kayu energi di dataran tinggi

Harga minyak bumi dan produk turunannya di pasar dunia yang tidak stabil menyebabkan

sulitnya penetapan harga minyak dalam negeri yang murah bagi masyarakat. Sementara itu

negara dihadapkan pada kondisi yang sulit. Dimana beban subdisi negara pada BBM sudah

tinggi, selama lima tahun terakhir subsidi BBM mencapai Rp.714 Triliun sedangkan untuk

kesehatan hanya Rp. 220 Triliun dan infrastruktur Rp. 574 Triliun (Kompas, 2014).

Sebagai catatan untuk tahun 2015 alokasi APBN sebesar Rp. 2.019 Triliun dimana untuk

subsidi BBM saja senilai Rp. 330 Triliun. Dapat dibayangkan betapa besarnya subsidi

BBM tahun 2015 hampir Rp. 1 Triliun setiap hari (Kompas, 2014). Sementara apabila

subsidi BBM dikurangi atau dicabut tentu akan menambah kesulitan bagi masyarakat

berekonomi kecil.

Tentu saja dengan kondisi ini menyebabkan banyak masyarakat beralih kepada kayu bakar

untuk mengganti bahan bakar minyak dalam kehidupan sehari-harinya. Di daerah pedesaan

kebutuhan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga meningkat mengingat menurunnya

daya beli masyarakatnya terhadap BBM . Mereka memanfaatkan kayu bakar yang tersedia

di pekarangan mereka maupun menggunakan limbah pertanian yang dihasilkan dari lahan

Page 6: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

6

mereka sendiri. Sudah sepatutnya kita mulai berpikir untuk beralih pada sumber -sumber

energi yang terbarukan (renewable energy resource) dan yang lebih ramah terhadap

lingkungan. Seiring dengan kemajuan jaman, kebutuhan kayu bakar akan tetap menjadi

kebutuhan pokok bagi masyarakat pedesaan (Nuryanti dan Herdinie, 2007). Aktifitas

sehari-hari seperti memasak makanan, memasak air, sebagai penghangat badan (di daerah

dingin) dan kebutuhan lainnya tidak bisa digantikan dengan menggunakan BBM seperti

membakar gerabah, batu bata, genteng dan industri rumah tangga lainnya.

Kebutuhan kayu didataran tinggi berdasarkan penelitian Bhatt and Sachan (2004)

menunjukkan kecenderungan semakin tinggi ketinggian tempat, semakin tinggi pula

kebutuhan kayunya. Hasil penelitian tersebut membandingkan konsumsi kayu selama 4

musim pada beberapa ketinggian. Rerata konsumsi kayu terendah terletak pada daerah

dengan ketinggian 500 m dpl (392,38 kg/capita/tahun) sedangkan pada daerah dengan

ketinggian diatas 2000 m dpl rerata konsum si kayunya = 1019,26 kg/kapita/tahun.

Kebutuhan kayu yang semakin tinggi kadang tidak disadari menjadi tantangan bagi

keseimbangan lingkungan dan rehabilitasi lahan. Dengan pertimbangan tersebut upaya

untuk penyediaan kayu bakar bagi masyarakat harus bersinergi dengan upaya penanaman

tanaman yang berpotensi sebagai sumber kayu bakar. Kandungan kalor merupakan salah

satu indikator penting dalam memilih tanaman yang memiliki potensi se bagai bahan bakar.

Beberapa tanaman hutan dilaporkan memiliki potensi yang tinggi sebagai bahan bakar

pada dataran tinggi salah satunya adalah Acacia decurrens.

Page 7: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

7

Disamping A.decurrens digunakan sebagai kayu energi didataran tinggi, peluang

pemanfaatan kayu lain yang habitatnya ada di daerah pegunungan sangat terbuka lebar.

Terutama pembuatan wood pellet dari sisa kayu dan serbuk gergaji, yang ketersediaannya

sangat melimpah karena selama ini dianggap sebagai lim bah yang tidak berguna. Wood

pellet memiliki keunggulan dibandingan dengan kayu bakar biasa, karena memiliki

kerapatan kayu yang tinggi dan nilai kalor yang lebih tinggi (Sutapa,2014).

Pengembangan wood pellet di Indonesia diawali di Wonosobo dengan investor dari Korea

yang bekerja sama dengan Perhutani sebagai penyedia bahan baku. Perhutani menyiapkan

10.000 ha hutan tanaman untuk tujuan wood pellet ini dengan pembagian 3500 ha di Jawa

Timur, 3500 ha di Jawa Tengah dan 3000 ha di Jawa Barat. Pabrik pembuatan wood pellet

di W onosobo sendiri sudah beroperasi sejak tahun 2009 dengan kapasitas 5000 ton/bulan

yang mengolah limbah kayu sengon dan kaliandra (Bisnis, 2014). Kedepan pengembangan

wood pellet di Indonesia perlu diperluas baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa,

mengingat potensi kayu energi yang dim iliki Indonesia cukup besar dan permintaan wood

pellet di pasar dunia yang cenderung meningkat

3. Potensi Acacia decurrens sebagai bahan baku sumber energi

Keragaman genetik yang luas menjadi sebuah keniscayaan dalam sebuah kegiatan

pemuliaan pohon. Keragaman genetik merupakan syarat utama terpeliharanya stabilitas

jangka panjang suatu ekosistem, karena jumlah dan pola keragaman geneti k akan

menentukan kemampuan spesies pohon hutan dalam beradaptasi terhadap kondisi

Page 8: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

8

lingkungan yang beragam pula. Variasi genetik juga berada pada posisi kunci dalam

program pemuliaan dikarenakan mampu memaksimalkan perolehan genetik sifat -sifat

tertentu akan dapat dicapai (Naiem,2004).

Penelitian nilai kalor A.decurrens pada beberapa sebaran alam diharapkan mampu

memberikan gambaran sifat-sifat kayu yang mempengaruhi nilai kalor kayu yang

dihasilkan. Dengan mengetahui sifat-sifat kayu yang mempengaruhi kalor pada

A.decurrens nantinya dapat diambil langkah-langkah seleksi terhadap nilai tertentu yang

akan dilakukan dalam program pemuliaan pohon untuk kayu energi. Dalam penggunaan

kayu sebagai sumber energi sebaiknya dipilih dari pohon dengan sifat-sifat pertumbuhan

sebagai berikut (Alimah, 2010) :

1. Spesies dengan pertumbuhan cepat dengan percabangan yang lebat dan memiliki

berat jenis (BJ) tinggi

2. Memiliki riap yang tinggi

3. Dapat hidup pada berbagai kondisi tempat tum buh

4. Memiliki kemampuan bertunas yang tinggi setelah dipangkas

5. Kalor yang yang dihasilkan oleh kayunya tinggi

Menurut Kasmudjo (2010), kayu untuk tujuan energi memiliki persyaratan antara lain

memiliki berat jenis menengah keatas, kadar air cukup rendah, memiliki kadar karbon,

lignin dan ektraktif yang cukup tinggi, tingkat kekerasan kayu menengah keatas serta

menghasilkan nilai kalor tinggi (diatas 4800 kcal/kg). Kayu energi tidak memerlukan

persyaratan batang yang lurus dengan bebas cabang tinggi, justru dicari jenis-jenis yang

Page 9: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

9

memiliki percabangan banyak. Semakin banyak percabangannya maka cadangan kayu

yang dihasilkan per m³/pohonnya semakin tinggi. Salah satu tanaman yang berpotensi

untuk dikembangkan sebagai kayu energi di dataran tinggi adalah A. decurrens.

Berikut adalah informasi beberapa lokasi ditemukannya A. decurrens pada 5 sebaran alam

di Pulau Jawa dimana pengambilan sampel kayu A. decurrens dilakukan :

1. Gunung Merapi

Kawasan Gunung Merapi ditetapkan menjadi Taman Nasional berdasarkan penunjukkan

oleh Menteri Kehutanan berdasarkan SK Menhut 134/Menhut-II/2004 tanggal 4 Mei 2004.

Taman Nasional Gunung Merapi memiliki luas kawasan seluas 6.410 ha dimana seluas

1.283,99 ha berada di DIY dan 5.126,01 ha di Jateng. Secara geografis TN Gunung Merapi

terletak pada koordinat 07°22'33" - 07°52'30" LS dan 110°15'00" - 110°37'30" BT.

(a) (b)

Gambar 4. Pengambilan sampel kayu A.decurrens di Bebeng, lereng Gunung Merapi

(a) dan tegakan A.decurrens (b).

Page 10: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

10

Wilayah Taman Nasional Gunung Merapi berada pada ketinggian antara 600 - 2.968 m dpl.

Topografi kawasan mulai dari landai hingga berbukit dan bergunung-gunung. Kawasan ini

memiliki jenis tanah regosol, andosol, alluvial dan litosol. Untuk area TN Gunung Merapi

yang berada di wilayah Yogyakarta sebagian besar didominasi oleh jenis tanah regosol.

Tipe iklim di daerah ini termasuk dalam tipe C menurut klasifikasi curah hujan Schmidt

dan Ferguson, yakni agak basah dengan nilai Q antara 33,3% - 66%. Rerata curah hujan

bervariasi antara 875 - 2527 mm pertahun. Variasi curah hujan di tiap-tiap kabupaten

adalah Magelang = 2.252 – 3.627 mm/th, Boyolali = 1.856 – 3.136 mm/th, Klaten = 902 –

2.490 mm/th dan Sleman = 1.869,8 – 2.495 mm/th (BTNGM,2009).

A. decurrens disini ditemukan menyebar di daerah Bebeng, Cangkringan yang terletak di

lereng sebelah selatan Gunung Merapi. Pada lereng sebelah utara juga terdapat A.decurrens

yang berbatasan dengan Gunung Merbabu. Setelah erupsi Merapi 2010, regenerasi

tanaman A. decurrens di kawasan Merapi ini tum buh dengan cepat. Dilaporkan oleh

Gunawan dkk (2013) 16 -18 bulan setelah erupsi 2010 A. decurrens memiliki kerapatan

2697 individu/ha diatas Puspa (Schima walicii) 2632 individu/ha. Hasil analisa vegetasi

tanaman pasca erupsi Merapi (Gunawan dkk, 2013), mencatat adanya jenis -jenis tanaman

asli yang memiliki kecepatan regenerasi dengan jumlah anakan alam yang melimpah yaitu

Puspa (Schima walicii), Anggrung (Trema orientalis), Tutup Ijo (Macaranga triloba),

Sengon Gunung (Albizia montana) dan Wilodo (Ficus fistulosa).

Page 11: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

11

2. Gunung Merbabu

Sampel kayu A.decurrenss diambil dari daerah Cunthel, Kopeng, Salatiga Jawa Tengah

yang merupakan lereng sebelah utara Gunung Merbabu. Terletak pada 7°25′36″ LS dan

1100 25’ 21” BT dengan ketinggian 1800-1850 m. Secara umum merupakan bagian dari

wilayah Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGM). Taman Nasional Gunung Merbabu

memiliki sejarah kelahiran yang bersamaan dengan lahirnya TN Gunung Merapi. Taman

Nasional ini terbentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor :

135/Menhut-II/2004. Memiliki luas kawasan seluas ± 5.725 Ha, yang terletak pada tiga

kabupaten yaitu Kabupaten Magelang seluas 2160 Ha , Semarang seluas 1150 Ha, dan

Boyolali seluas 2415 Ha, Provinsi Jawa Tengah.

(a) (b)

Gambar 5. Tegakan A.decurrens di Cuntel, lereng utara Gunung Merbabu (a) dan

penggunaan kayunya untuk kayu bakar oleh masyarakat (b).

Topografi TNG Merbabu antara bergelombang ringan sampai dengan bergunung, dengan

kemiringan mulai dari 8% sampai dengan lebih dari 40% . Jenis tanah didaerah Merbabu

didom inasi oleh Andosol pada ketinggian 900 m keatas. Sedangkan pada ketinggian kurang

Page 12: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

12

dari 900 m memiliki jenis tanah Lateritic soil. (Taolin, 2002). Tanah Andosol biasanya

terbentuk dari bahan induk abu (ash) dan tuff vulcan. Lokasi di TNG Merbabu bercurah

hujan rata-rata/tahun sebesar 2000 - 3000 mm dan rata-rata suhu udara antara 50C - 30

0C.

3. Gunung Ciremai

Gunung Ceremai secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni

Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat.

Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan

ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di

Jawa Barat, merupakan gunung berapi soliter yang terpisah dari klaster gunung berapi

lainnya di pulau Jawa (TNGC, 2012). Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat

yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian

sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa

Walet. Gunung Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai

(TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.500 hektare.

Nama gunung ini berasal dari kata Cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu

berbuah kecil dengan rasa masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala

hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan

'ci-' untuk penamaan tempat. Di daerah Jawa Barat, pengambilan biji dan kayu A.decurrens

yang oleh masyarakat setempat dikenal sebagai kayu Kasomala dilakukan pada lahan

kebun dan tegalan di lereng Gunung Ciremai pada ketinggian 1 200 s/d 1400 m dpl, dengan

kondisi lahan yang relatif curam dan terjal, tanaman yang mendominasi disekitarnya yaitu

Page 13: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

13

Kaliandara (Caliandra calotirsus), Kerinyu dan semak belukar. Secara admisintratif lokasi

tersebut berada di Desa Sukadana dan Argalingga, Kec Argalingga, Kab Majalengka,

Propinsi Jawa Barat. Daerah tersebut menurut Schm it dan Fergusson masuk dalam tipe B

dengan curah hujan 2000 – 4000 mm/tahun.

Kawasan TNGC ditemukan ± 32 jenis vegetasi pohon pada ketinggian 1200 – 2400 m dpl,

antara lain : Saninten (Castanopsis argentea), Kitandu (Fragraera blumii), Ki pulusan

(Villubrunes rubescens), Kalimorot (Castanopsis javanica), Mara (Macaranga

denticulata), Ki keper (Engelhardia spicata), Tangongo (Castanopsis tungurut), Pasang

(Lithocarpus spicatus), Kiara (Vicus sp), Ki jalantir, Hamberang (Ficus cf Padana).

Beberapa tanaman jenis langka yang terdapat di TNGC antara lain Lampeni ( Ardisia

cymosa DC.), Kakanduan (Platea latifolia Blume), Villebrunea rubescent, Prunus javanica,

Symplocos theaefoli dan Eurya acuminate (TNGC,2012).

4. Gunung Lawu (Petak 33 RPH Blumbang BKPH Lawu Utara KPH Surakarta)

Gunung Lawu memiliki tinggi 3.265 m terletak diantara perbatasan Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Didalam pengelolaan kawasan, Gunung Lawu dikelola oleh Perhutani dengan

pembagian Lawu Utara dikelola KPH Surakarta dan Lawu Selatan dikelola KPH Lawu Ds.

Sebagian besar wilayah BKPH Lawu Utara merupakan kelas perusahaan Pinus ( Pinus

merkusii) yang dimanfaatkan untuk diambil getahnya. Disamping pinus jenis tanaman yang

ada di kawasan tersebut antara lain A.decurrens, Damar (Agathis damara), Cemara gunung

(Casuarina junghunia) dan Puspa (Schima walicii).

Page 14: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

14

(a) (b)

Gambar 6. Tegakan A.decurrens di lereng Gunung Lawu (a) dan (b) pemotongan

sampel kayu pada pohon diameter sedang.

Lokasi pengambilan sampel kayu berada di petak 33 RPH Blumbang, BKPH Lawu Utara,

KPH Surakarta yang memiliki ketinggian tempat 1800 m dpl. Secara administratif lokasi

ini masuk dalam Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Berdasarkan data

curah hujan BPS Karanganyar (2007), Kecamatan Tawangmangu memiliki curah hujan

1800 – 3000 mm/tahun dengan nilai Q = 41% sehingga menurut klasifikasi Schimdt dan

Fergusson masuk dalam tipe C (agak basah).

5. Gunung Bromo-Tengger-Semeru (TNBTS)

Taman nasional yang terdiri dari beberapa gunung ini memiliki luas kawasan 50.267,20

Hektar yang ditetapkan berdasarkan SK Menhut No. 278/Kpts-VI/1997. Kawasan Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru berada pada ketinggian 750 - 3.676 m dpl, dengan

Page 15: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

15

keadaan topografinya bervariasi dari bergelombang dengan lereng yang landai sampai

berbukit bahkan bergunung dengan derajat kemiringan yang tegak.

(a) (b)

Gambar 7. Tegakan A.decurrens di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

(a) dan tegakan A.decurrens yang sedang berbunga (b).

Secara umum kawasan taman nasional merupakan dataran tinggi yang terdiri dari komplek

Pegunungan Tengger di utara dan komplek Gunung Jambangan di sebelah selatan.

Berdasarkan klasifikasi tipe iklim Schmidt dan Ferguson (Tabel 14), iklim di kawasan

taman nasional termasuk iklim tipe A meliputi daerah Gunung Semeru, tipe B untuk daerah

Bromo dengan nilai Q sebesar 14,36% dan curah hujan rata-rata 6604,4 mm/tahun.

Kelembaban udara di sekitar laut pasir cukup tinggi yaitu maksimal mencapai 90 - 97% dan

minimal 42 - 45% dengan tekanan udara 1007 - 1015,7 mm Hg. Suhu udara rata-rata

berkisar antara 5°C - 22°C. Suhu terendah terjadi pada saat dini hari di puncak musim

kemarau antara 3°C - 5°C bahkan di beberapa tempat sering bersuhu di bawah O °C (minus).

Sedangkan suhu maksimum berkisar antara 20°C - 22°C.

Page 16: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

16

Dari penjelasan diatas dapat diberikan informasi tentang iklim dan lokasi dari 5 lokasi

pengujian kalor A.decurrens yang ditampilkan pada Tabel 1. dibawah ini :

Tabel 1. Informasi iklim dan koordinat lokasi pengambilan A.decurrens

LOKASI IKLIM KETINGGIAN

(m dpl)

CURAH HUJAN

(mm/tahun)

KOORDINAT

Merapi

Merbabu

Lawu

Ciremai

Bromo

Tipe C

Tipe B

Tipe C

Tipe B/C

Tipe A/B

900 m dpl

1800 m dpl

1800 m dpl

1800 m dpl

2300 m dpl

1869 – 2495

2000 – 3000

1800 – 3000

2000 – 4000

6600

7°34'36,53'' LS dan 110°26'59,94'' BT

7°25′36,30″ LS dan 110°25’21,45” BT

7° 39’48,6’ LS dan 111° 10’ 35,5” BT

6°50'25" LS dan 108°21'35" BT

7° 56' 14,27" LS dan 112°57'11,32" BT

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui nilai kalor kayu A.decurrens pada 5 sebaran alam (Gunung Merapi,

Merbabu, Bromo, Ciremai dan Lawu).

2. Mengetahui korelasi nilai kalor kayu dengan berat jenis kayu (BJ), kadar abu, kadar

lignin dan kadar air dengan nilai kalor yang dihasilkan.

3. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan nilai kalor kayu tersebut menjadi tinggi

atau rendah dan bagaimana pula cara memanfaatkanya.

Page 17: I. PENDAHULUAN 1. Kebutuhan kayu sebagai kayu energietd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78709/potongan/S2-2015... · bakar . Menurut laporan FAO (2001), 7% dari total kebutuhan

17

C. Hipotesis

Dalam penelitian ini hipotesis yang diajukan adalah:

1. Berat jenis kayu, kadar air, kadar abu dan kadar lignin A. decurrens mempengaruhi nilai

kalor yang dihasilkan.

2. Nilai kalor kayu lebih dipengaruhi sifat kimia dibandingkan oleh sifat fisika kayunya.

D. Hasil yang Diharapkan

Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui sebaran nilai kalor yang dihasilkan dari jenis tanaman A.decurrens pada

beberapa lokasi sebaran alam.

2. Hasil penelitian kalor kayu A.decurrens ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi

stakeholder kayu energi (pemerintah,masyarakat dan swasta) tentang perlunya penyediaan

bahan baku kayu bakar di dataran tinggi. Hasil penelitian juga dapat menjadi dasar

pemuliaan kayu A. decurrens sebagai kayu energi dimasa mendatang.

3. Diharapkan dapat terbangun hutan tanaman untuk mencukupi kebutuhan kayu energi.