Hum i Defier
-
Upload
gigih-arbiyanto -
Category
Documents
-
view
135 -
download
5
Transcript of Hum i Defier
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi pada era
globalisasi ini yang begitu pesat, sehingga peranan kemajuan yang ada telah
memberikan dampak positif bagi dunia kesehatan yaitu dengan berkembangnya
peralatan kesehatan, dalam upaya memenuhi tuntutan dan standar sesuai dengan
ketentuan. Kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan kesehatan
semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pengetahuan dan kemampuan
masyarakat maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan.
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu komponen
kesejahteraan umum untuk mencapai mutu pelayanan kesehatan, maka hal
tersebut dapat dicapai dengan alat – alat kedokteran yang semakin canggih dan
modern.
Perkembangan peralatan penunjang kesehatan yang semakin maju salah
satunya adalah Humidifier yang berfungsi untuk memberikan kelembapan udara
melalui alat ventilator yang akan dikirimkan ke pasien, yaitu dengan mengatur
suhu air pada chamber humidifier.
Pada umumnya manusia ketika diberikan udara untuk sistem pernapasan
terlebih dahulu harus dilembabkan. Alat ini hanya memanfaatkan suhu air pada
chamber, untuk memberikan kelembapan udara pada pasien. Dalam prosesnya
diperlukan air yang dipanaskan oleh heater sehingga ketika udara yang diberikan
oleh alat ventilalor akan dihubungkan ke humidifier untuk dilembabkan sehingga
udara dapat diberikan kepada pasien. Alat ini dilengkapi setting suhu untuk
mengatur suhu pada chamber air, dan kontrol heater wire untuk menjaga
kelembapan pada selang yang menghubungkan ke pasien.
1
Berdasarkan pada kerangka penjelasan diatas penulis mencoba merancang
dan membahas permasalahan serta bagaimana cara kerja alat humidifier yang
kemudian dituangkan dalam bentuk modul maupun karya tulis ilmiah dengan
judul :
“PEMODELAN ALAT HUMIDIFIER”
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah ini, antara lain :
1. Merancang dan membuat modul pemodelan alat humidifier.
2. Mengetahui hasil pengujian terhadap modul pemodelan alat humidifier.
3. Mengetahui ketepatan dari hasil pendataan dibeberapa titik pengukuran
yang terdapat pada rangkaian.
1.3 Pembatasan Masalah
Dalam pembuatan karya tulis ini perlu adanya pembatasan masalah agar
tidak terjadi pelebaran masalah dalam penyajian karya tulis ilmiah ini. Penulis
membatasi pada alat humidifier yaitu :
1. Rangkaian sensor suhu menggunakan setting suhu 340C, 350C, 360C, dan
370C dengan pengendali MOC 3020 dalam mengatur kerja heater dan
heater wire yang prinsip kerja rangkaian ini digunakan sebagai kontrol
heater dan heater wire.
2. Sebagai pengaman dilengkapi dengan rangkaian level air, dan over
temperatur.
2
1.4 Metodologi Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, metode yang digunakan adalah
sebagai berikut :
1. Studi pustaka, yaitu dengan mencari dan mempelajari buku-buku
berdasarkan sumber literatur yang berhubungan dengan penulisan karya
tulis ilmiah ini.
2. Perancangan, yaitu pembuatan alat berdasarkan ide–ide yang mengacu
pada informasi dari sumber literatur yang ada.
3. Pengujian.
4. Analisa data.
5. Penyusunan karya tulis.
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami dan menelaah karya tulis ilmiah
ini, maka penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN Memberikan gambaran secara singkat mengenai latar belakang,
tujuan penulisan, pembatasan masalah, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
BAB II DASAR TEORI
Menjelaskan dan menguraikan dasar–dasar teori yang menunjang
pembahasan terhadap masalah yang dibahas.
3
BAB III KEGIATAN PENELITIAN TERAPAN Memberikan gambaran tentang perencanaan rangkaian yang
diajukan terhadap rangkaian yang dibuat.
BAB IV PENGUJIAN DAN ANALISIS Penyajian terhadap data–data setelah dilakukan pengujian dan
analisis pada rangkaian.
BAB V KESIMPULAN Berisi tentang kesimpulan melalui hasil secara keseluruhan
4
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Sistem Pernapasan
Pernapasan merupakan proses terjadinya pertukaran gas antara makhluk
hidup dengan lingkungannya, yaitu dengan proses pengambilan oksigen dan
pengeluaran karbon dioksida untuk menghasilkan energi. Bernapas adalah
salah satu ciri makhluk hidup, tubuh yang hidup akan mati jika tidak bernapas.
Jika pada manusia, paru–paru bekerja seperti pompa angin dalam mengisap
oksigen. Udara diperlukan untuk pembakaran zat–zat untuk menghasilkan
energi dalam proses–proses kehidupan sel. Tubuh yang tidak mampu
menyimpan udara sehingga memerlukan pasokan yang terus menerus dari
udara yaitu oksigen. Karena ketiadaanya oksigen dapat mematikan sel, selama
3–4 detik dapat merusak sel- sel otak. Oleh karena itu, oksigen harus tetap
tersedia dalam tubuh.
Normalnya manusia butuh kurang lebih 300 liter oksigen per hari. Dalam
keadaan tubuh bekerja berat maka oksigen atau O2 yang diperlukan pun
menjadi berlipat-lipat kali dan bisa sampai 10 hingga 15 kali lipat. Ketika
oksigen tembus selaput alveolus, hemoglobin akan mengikat oksigen yang
banyaknya akan disesuaikan dengan besar kecil tekanan udara.
Pada pembuluh darah arteri, tekanan oksigen dapat mencapai 100 mmHg
dengan 19 cc oksigen. Sedangkan pada pembuluh darah vena tekanannya
hanya 40 mmHg dengan 12 cc oksigen. Oksigen yang kita hasilkan dalam
tubuh kurang lebih sebanyak 200 cc dimana setiap liter darah mampu
melarutkan 4,3 cc karbon dioksida CO2. CO2 yang dihasilkan akan keluar dari
jaringan menuju paru-paru dengan bantuan darah[1].
[1] http://organisasi.org/proses-sistem-pernapasan-respirasi-pada-manusia-orang-belajar-biologi-online
5
Dalam proses pernapasan meliputi :
1. Masuknya udara (pernapasan) ke dalam alat pernapasan.
2. Masuknya oksigen ke dalam sel.
3. Pengunaan oksigen di dalam sel.
4. Keluarnya CO2 dan H2O dari alat pernapasan.
Pada proses pernapasan sebelum udara mencapai paru–paru akan melewati
rongga hidung, faring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus, dan masuk ke
paru–paru.
1. Rongga hidung (cavum nasalis) : didalamnya udara dibersihkan oleh
rambut-rambut dan dihangatkan.
2. Faring : dibawahnya terdapat pangkal tenggorok yang disebut laring yang
didalamnya terdapat selaput suara.
3. Trakea (batang tenggorok)
4. Bronkus (cabang dari batang tenggorok)
5. Bronkiolus (cabang dari bronkus) : bercabang lagi sampai halus, dengan
dinding semakin tipis dan pada brokiolus ini cincin tulang rawan tidak
terdapat lagi.
6. Alveolus : dinding tipis, elastis, terdiri dari satu lapis, mempunyai banyak
pembulus kapiler dan merupakan tempat terjadinya pertukaran O2 dan
CO2.
7. Paru-paru (pulmo)
6
Pernafasan berlangsung melalui 2 tahap, yaitu :
1. Pernafasan eksternal (luar)
adalah difusi gas luar masuk ke dalam aliran darah (pertukaran O2 dari
darah).
2. Pernafasan internal (dalam)
adalah difusi gas atau pertukaran gas dari darah ke sel tubuh.
2.2 Gambaran Umum Humidifier
Humidifier adalah peralatan elektromedik yang berfungsi untuk
memberikan kelembapan pada udara melalui alat ventilator yang akan
dikirimkan ke pasien. Dalam pemberian udara ke pasien terlebih dahulu harus
dilembabkan. Alat ini melembabkan dengan cara mengatur suhu air pada
chamber. Yang merupakan alat pendukung dari alat ventilator. Jika suhu pada
chamber air lebih rendah dari suhu yang diatur, maka akan menyesuaikan
sesuai perbedaan suhu dalam chamber dengan suhu yang diatur. Alat ini
mempunyai heater wire yang berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi
pengembunan didalam saluran (selang) yang digunakan sebagai pemanas. Jadi
alat ini dilengkapi 2 sensor suhu, yaitu untuk membatasi suhu pada chamber
dan suhu setelah melewati saluran (selang). Range setting suhu antara 340C,
350C, 360C, dan 370C, suhu yang digunakan sesuai dengan suhu tubuh
manusia yaitu 370C. Dalam alat ini suhu sensor dapat dilihat dengan
ditampilkannya dalam bentuk display.
Gambar dibawah ini merupakan Humidifier dengan type MR 730 fisher &
paykel Healthcare.
Spesifikasi humidifier MR 730:
1. Heater plate = 150 W
2. Heater wire = 60 W
3. Temperatur Control = 310C-400C
4. Maximum operating Pressure = 20kPa
7
2.3 LM 35 Sebagai Sensor Suhu
Dalam hal ini penulis merencanakan untuk mendeteksi suhu pada chamber
dan heater wire digunakan sensor suhu dengan jenis LM 35. LM 35
merupakan rangkaian sensor suhu dalam satuan derajat celcius (0C) yang
dapat merubah dari besaran suhu menjadi besaran listrik. Perubahannya
mempunyai kenaikan setiap 1 0C menjadi tegangan yang linear dengan
keluaran 10 mV/0C.
LM 35 mempunyai spesifikasi yaitu [2]:
1. Kalibrasi langsung dalam °C
2. Output linier 10 mV / °C
3. Bekerja maksimum pada suhu –55 °C sampai + 150 °C
4. Bekerja antara tegangan 4 sampai 30 Volt
5. Aliran arus yang digunakan tidak lebih dari 60µA (mikro ampere).
6. Kesalahan ketidak linieran hanya sekitar ± ¼ oC
7. Impedansi keluaran yang rendah 0,1Ω
Gambar 2.1 Konfigurasi LM 35
Gambar 2.2 Karakteristik LM 35
[2] Data Sheet National Semiconductor, LM 35 Precision Centrigade Temperature Sensors, December 1994
8
2.4 Penguat Operasional
Penguat operasional yang biasa dikenal dengan Op-Amp adalah suatu
rangkaian yang fungsinya dapat memperkuat tegangan input differensial
secara akurat. Op-Amp mempunyai dua input yaitu input tak membalik dan
input membalik, yang output penguatan berdasarkan perbandingan tahanan
yang bekerja di Op-Amp. Rangkaian Op-Amp merupakan rangkaian
elektronika yang terintegrasi, dimana sifat–sifat / karakteristiknya ditentukan
oleh unsur–unsur umpan balik (Feed Back).
Op-Amp mempunyai paling sedikit mempunyai lima buah terminal antara
lain sebagai berikut :
1. Input membalik (Inverting)
Input terletak pada pin 2, jika mendapat tegangan maupun sinyal input
maka tegangan output akan berbanding terbalik dengan input.
2. Input tak membalik (Non-Inverting)
Input terletak pada pin 3, jika mendapat tegangan maupun sinyal input
maka tegangan output akan sebanding dengan input.
3. Terminal Output
Terletak pada pin 6, merupakan hasil dari input yang tegangannya
tidak melebihi tegangan catu daya Op-Amp.
4. Terminal catu daya positif
Terletak pada pin 7, merupakan catu daya positif yang diberikan pada
Op-Amp sebagai batas daerah kerja maksimum tegangan positif.
5. Terminal catu daya negatif
Terletak pada pin 4, merupakan catu daya negatif yang diberikan pada
Op-Amp sebagai batas daerah kerja maksimum tegangan negatif.
9
Gambar 2.3 Simbol Op-Amp
2.4.1 Op-Amp Sebagai Pengikut Tegangan / Buffer Op-Amp banyak digunakan dengan berbagai aplikasi salah satunya yaitu
sebagai buffer, biasanya dapat disebut rangkaian penguat penyangga, penguat
gain satu, pengikut sumber atau penguat isolasi[3]. Hasil tegangan output pada
rangkaian ini bernilai sama dengan tegangan input pada Op-Amp. Jadi, dalam
rangkaian pengikut tegangan ini diperoleh beberapa persamaan yaitu sebagai
berikut :
Vout = Av x Vin (2.1)
Av = (2.2) Vout Vin
Dimana :
Av = besarnya penguatan dari penyangga tersebut sama dengan 1 kali.
Gambar 2.4 Rangkaian Buffer
[3] Robert.F.Coughlin, “Penguat Operasional dan Rangk. Terpadu Linear”,Edisi kedua,Erlangga, Jakarta, 1994
10
2.4.2 Op-Amp Sebagai Pembanding / Komparator Rangkaian Pembanding/komparator adalah rangkaian yang berfungsi
untuk membandingkan suatu tegangan input (Vin) dengan tegangan referensi
(Vref). Penggunaan Op-Amp sebagai pembanding ini menggunakan mode
loop terbuka sehingga penguatannya sangat tinggi, dengan kondisi ini maka
output dari pembanding ada dua kondisi tegangan +V saturasi dan –V
saturasi.+Vsat merupakan tegangan output maksimal yang paling tinggi,
sedangkan -Vsat merupakan tegangan output yang paling rendah.
Gambar 2.5 Rangkaian Komparator
Pada pembanding persamaan output terhadap tegangan input adalah :
Vout = (Vref - Vin) Aol (2.3)
Ket : Vo = Tegangan Output Aol = Tegangan Loop terbuka
Vref = Tegangan Referensi Vin = Tegangan Input
Dimana Aol adalah penguatan untuk mode loop terbuka. dengan demikian
jika selisih antara tegangan input dan tegangan referensi adalah positif, maka
output akan mengayun ke +Vsat, sedangkan jika selisih tegangan input
tersebut negatif, maka output akan mengayun –Vsat. Dari kondisi tersebut,
bentuk gelombang keluaran pada pembanding seperti grafik dibawah ini :
Gambar 2.5.1 Grafik Keluaran Rangkaian Komparator
11
2.5 Transistor Sebagai Saklar
Transistor dalam perencanaannya digunakan aplikasi sebagai saklar karena
transistor merupakan suatu komponen aktif elektronik yang terbuat dari bahan
semi konduktor (germanium dan silikon) yang mempunyai tiga bagian pin
yaitu basis, kolektor, dan emitor. Transistor menjadi saklar tertutup bila pada
daerah saturasi dan transistor menjadi saklar terbuka bila dalam keadaan cut
off.
Jika ingin membuat transistor dapat bekerja, maka transistor harus
mendapat tegangan bias pada basisnya. Tegangan basis tersebut besarnya
sekitar 0,7 Volt untuk transistor dari bahan silikon dan 0,3 Volt untuk
transistor dari bahan Germanium. Karena transistor tersebut dari jenis bahan
yang berbeda, maka tegangan bias basis pada transistor harus disesuaikan
dengan jenis transistornya.
Transistor dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1) Jenis PNP
2) Jenis NPN
Gambar 2.6 Jenis Transistor
12
Gambar 2.7 dibawah ini menunjukan garis beban DC transistor yang
beroperasi.
Gambar II.7
Cut Off
Vcc Rc
Ic
Ib
Ib > Ib
Ib = Ib SAT
Q Saturasi
Vcc Ib = 0
Vce =
Gambar 2.7 Garis Beban DC Daerah Kerja Transistor.
Berdasarkan gambar diatas garis beban memotong sumbu vertikal pada
RcVcc yang akan memotong sumbu horizontal pada Vce, garis beban ini juga
menyatakan sumbu titik operasi pada transistor. Garis beban yang mengenai
kurva Ib = Ib (sat) dan Vce = 0 Volt merupakan daerah saturasi transistor,
sedangkan garis beban yang mengenai kurva Ib = 0 dan Vce = Vcc adalah
daerah cut off transistor.
Adapun Syarat untuk menggunakan transistor sebagai saklar adalah daerah
kerjanya transistor harus berada pada daerah jenuh (saturasi) dan daerah
tersumbat (cut off). Transistor sebagai saklar mempunyai dua kondisi yang
bergantian yaitu kondisi “tertutup” pada saat saturasi dan kondisi “terbuka”
pada saat cut off. Garis beban yang mengenai kurva Ib = Ib (sat) dan Vce = 0
V merupakan daerah saturasi transistor, sedangkan garis beban yang mengenai
kurva Ib = 0 dan Vce = Vcc adalah daerah cut off transistor.
13
2.5.1 Transistor Dalam Keadaan Saturasi
Gambar 2.8 Rangkaian Transistor Pra Tegangan Basis Dalam Keadaan
Saturasi.
Untuk transistor jenis NPN, arus dapat mengalir dari kolektor menuju
emiter atau menjadi saklar tertutup bila tegangan yang masuk pada basis lebih
dari 0,7 Volt dan dioda pada basis-emiter mendapat forward bias dan dioda
basis-kolektor juga mendapat forward bias. Oleh karena itu keadaan ini
transistor berada dalam daerah saturasi dan Vce, atau tegangan antara kolektor
dengan emiter dapat dianggap nol atau terhubung.
Besarnya arus yang mengalir menuju kolektor saat saturasi, Karena
Vce=0, sehingga besarnya arus kolektor dapat dinyatakan dalam persamaan :
RcVccIc = (2.4)
2.5.2 Transistor Dalam Keadaan Cut off
Gambar 2.9 Rangkaian Transistor Pra Tegangan Basis Dalam
Keadaan Cut Off.
14
Untuk transistor jenis NPN, transistor berada dalam keadaan cut off bila
arus tidak akan mengalir dari kolektor menuju ke emitor, bila basis lebih
negatif dari emiter, dan keadaan ini sebagai saklar terbuka pada transistor.
Tegangan antara kolektor dan emitor saat cut off :
RcVceVccIc −
= (2.5)
Karena Ic dapat diabaikan, maka dapat diketahui tegangan antara kolektor
dan emitor adalah
Vce = Vcc (2.6)
2.6 TRIAC
Triac merupakan suatu komponen yang digunakan sebagai saklar, dimana
triac dapat disebut sebagai penggabungan dari dua buah SCR yang dipasang
secara bersamaan dan paralel yang kerjanya dikendalikan oleh gate. Daerah
kerja tegangan pada triac mencapai 600 V dan arus 6 Ampere.
Triac digunakan sebagai saklar dengan tegangan AC, triac banyak
digunakan di rangkaian–rangkaian pengendali, pemicu atau penyaklaran. Cara
kerja triac yaitu bila gate mendapatkan trigger maka triac akan bekerja dan
tegangan yang melewati A1 akan mengalir melewati A2 seperti saklar tertutup
antara A1 dan A2, sedangkan bila gate tidak mendapatkan trigger dari
tegangan sumber atau nol maka triac tidak akan bekerja dan tegangan tidak
akan melewati kedua terminal atau seperti saklar terbuka.
Gambar dibawah ini merupakan symbol dari triac, A1 dan A2 merupakan
terminal keluaran dan Gate untuk terminal kendali triac.
Gambar 2.10 Simbol Triac
15
2.7 IC MOC 3020 Sebagai Opto Isolator
IC MOC 3020 adalah suatu komponen yang digunakan untuk
optoisolator atau optocoupler, yang merupakan komponen yang
menghubungkan antara Led dengan detektor atau Photo triac didalam
satu kemasan atau dalam satu ruang yang diisolasi yaitu Led sebagai
input dan photo triac sebagai output.
Gambar 2.11 Skematik MOC 3020
Cara kerja Opto isolator ini berdasarkan picu cahaya optik, yaitu
dioda pemancar cahaya (Led) mendapat bias maju yang akan
menyebabkan elektron-elektron bebas melintas sehingga dioda
memancarkan energi. Energi ini biasanya keluar dalam bentuk panas
akan tetapi energi tersebut memancarkan cahaya dan mengakibatkan
Led memberikan cahaya kepada photo triac sehingga pada photo triac
akan terhubung singkat atau antara kolektor dan emitter terhubung. Dan
tegangan dapat melewati photo triac yang menyebabkan triac akan
bekerja, photo triac ini mempunyai daerah kerja tegangan AC.
16
Gambar 2.12 MOC 3020
Ket :
1. Pin 1 : Anoda
2. Pin 2 : Katoda
3. Pin 3 dan 5 : NC & Triac Sub
4. Pin 4 dan 6 : Input/Output Tegangan AC
2.8 IC 4051 Sebagai Multiplekser
Pada dasarnya Multiplekser merupakan suatu IC yang digunakan untuk
input tegangan yang banyak dan menghasilkan satu output tegangan. Yang
satu output tegangannya diatur berdasarkan kode biner. Prinsipnya sama
halnya dengan saklar elektronis.
Multiplekser mempunyai delapan buah pin channel input yaitu (X0..X7)
yang keluarannya dikendalikan oleh 3 pin selektor kode biner (A,B,C) dan
menghasilkan satu output berupa tegangan yang sama dari salah satu input
channel. Dalam mengaktifkan atau menonaktifkan kerja dari IC ini dengan
memberikan aktif low pada inhibit maka IC akan bekerja. Kegunaannya untuk
menggabungkan satu multiplekser dengan multiplekser lainnya sesuai dengan
kebutuhan.
17
Gambar 2.13 Konfigurasi IC 4051
Tabel 2.1 Kebenaran IC 4051 Sebagai Multiplekser
INPUT Inhibit C B A
"On" Channel (S)
0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 2 0 0 1 1 3 0 1 0 0 4 0 1 0 1 5 0 1 1 0 6 0 1 1 1 7 1 X X X None
2.9 IC 74LS138 Sebagai Dekoder
Pada prinsipnya penulis menggunakan IC ini sebagai indikator LED
pemilihan setting suhu. IC ini memiliki tiga inputan dan 8 outputan,
input kode biner (A, B, C) untuk memberikan output low pada (Y0..Y7)
dan akan menghidupkan indikator LED. Indikator LED akan secara
bergantian hidupnya berdasarkan input kode biner (A, B, C), sehingga
akan sesuai dengan pemilihan tegangan pada IC 4051 karena inputnya
sama–sama dihubungkan dengan output IC 74LS193. Pada IC ini
Enable pin G2A dan G2B diberikan aktif low, sedangkan untuk enable
pin G1 diberikan aktif high karena sesuai dengan tabel kebenaran dari
IC ini.
18
Gambar 2.14 Konfigurasi IC 74LS138
Tabel 2.2 Kebenaran IC 74LS138 Sebagai Dekoder
2.10 IC 74LS193 Sebagai Pencacah
IC 74LS193 digunakan sebagai Pencacah (counter) merupakan rangkaian
logika sekuensial yang dapat dipergunakan untuk menghitung jumlah pulsa
yang masuk dan dinyatakan dengan bilangan biner.
19
Gambar 2.15 Konfigurasi IC 74LS193
Pencacah dibagi menjadi dua jenis yaitu, Up Counter, dan Down Counter.
Sebuah pencacah dibangun dari JK flip-flop, karena input J dan K terpasang
pada terminal output logika tinggi (high) maka setiap flip-flop akan
mengalami toggle (pengubahan kondisi pulsa menjadi berlawanan dari kondisi
pulsa sebelumnya) ketika input detak menerima tepi negatif lain dari pulsa. JK
flip-flop ini juga akan membagi dua frekuensi yang masuk. Apabila clock
dengan frekuensi tertentu diumpankan pada JK flip-flop yang pertama dan
output akan diumpankan pada flip-flop berikutnya maka akan dihasilkan
frekuensi dari masing – masing flip-flop sebesar 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan
seterusnya dari frekuensi pulsa clock.
Karena masing - masing flip - flop bertindak sebagai pembagi dua maka
frekuensi output dari masing-masing flip-flop adalah :
QA = 1/2 dari frekuensi clock
QB = 1/2 dari frekuensi QA = 1/4 dari frekuensi clock
QC = 1/ 2 dari frekuensi QB = 1/8 dari frekuensi clock
QD = 1/2 dari frekuensi QC = 1/16 dari frekuensi clock.
20
Gambar 2.16 Logic diagram IC 74193
Jika pada rangkaian pencacah akan maju bila input UP mendapat clock
dari low ke high sedangkan DOWN diberi logika high, maka output rangkaian
tersebut akan beroperasi sebagai rangkaian pencacah maju, sedangkan bila
clocknya dari high ke low dan DOWN diberi high maka akan no count.
Kemudian bila sebaliknya input control DOWN mendapat clock dari low ke
high dan UP diberi logika 1 maka output rangkaian tersebut akan beroperasi
sebagai pencacah mundur. Dan bila clocknya dari high ke low dan UP diberi
high maka akan no count. Hal ini berdasarkan tabel kebenaran dari IC seperti
dibawah ini :
Tabel 2.3 kebenaran IC 74LS193 Sebagai pencacah
21
2.11 IC NE 555
IC NE 555 berfungsi sebagai sebuah rangkaian pewaktu yang paling
banyak digunakan. IC NE 555 sangat mudah dalam penggunaannya, mudah
dalam pengoperasiannya. IC ini dapat beroperasi dalam jangkauan supply
sebesar ± 4,5 Volt sampai dengan ± 18 Volt, sehingga dalam pemakaiannya
dapat dikombinasikan dengan rangkaian TTL dan rangkaian Op-Amp.
Gambar 2.17 Konfigurasi IC NE 555
Dibawah ini merupakan fungsi - fungsi dari pin IC NE 555 sebagai berikut :
1. Pin 1
Sebagai terminal ground.
2. Pin 2
Sebagai trigger, digunakan sebagai pemicu dengan memberikan
pin 2 tegangan bawah 1/3 Vcc.
3. Pin 3
Pin ini merupakan output pulsa pewaktu atau osilasi yang
dibangkitkan.
4. Pin 4
Pin ini merupakan untuk mereset agar dapat menggerakkan
output kembali normal kembali ke awal.
5. Pin 5
Sebagai terminal pengendali tegangan.
22
6. Pin 6
Pin ini merupakan treshold, masukan pembanding masukan
ambang dengan tegangan ambang atas (VUT) sebesar 2/3
VCC.
7. Pin 7 = Discharge
Merupakan konnektor dari transistor pembuang muatan IC.
8. Pin 8 = Catu daya
Merupakan terminal positif tegangan input, tegangannya antara
4,5 Volt sampai 18 Volt.
Didalam penggunaannya IC NE 555 ini mempunyai dua cara kerja, yaitu
secara Astabil multivibrator dan secara monostabil multivibrator, tegangan
outputnya low sampai ke sebuah pemicu yang menuju negatif diterapkan pada
IC tersebut, Kemudian outputnya akan menjadi high. Waktu ketika outputnya
tinggi ditentukan oleh sebuah tahanan dan kapasitor yang dihubungkan ke IC
tersebut. Diakhiri selang penentuan waktu delay, outputnya kembali menjadi
low. Sedangkan bila digunakan sebagai Astabil multivibrator, outputnya
beralih dari tingkat yang high ke low dan kembali lagi menuju high begitu
seterusnya. Waktu output yang high dan low ini ditentukan oleh sebuah
jaringan kapasitor tahanan yang dihubungkan ke IC NE 555.
Gambar dibawah ini memperlihatkan bagan blok pewaktu IC NE 555,
pada gambar terlihat dua buah comparator (pembanding). Pembanding yang
berada diatas memiliki sebuah input ambang (treshold) 6 dan sebuah inputan
kendali (control voltage) 5, pada banyak pemakaian inputan kendali tidak
digunakan sehingga tegangan kendalinya sama dengan 2/3 Vcc. Bila tegangan
ambang melewati tegangan kendali, output pembanding akan high dan akan
mereset flip-flop. Suatu pembanding yang berada dibawah memiliki sebuah
input pembalik yang disebut pemicu (trigger) 2 dan input tak membaliknya
karena dihubungkan dengan pembagi tegangan, maka mempunyai tegangan
tetap sebesar 1/3 Vcc, maka output pembanding menjadi high dan mereset
flip-flop. Dan kolektor dari transistor pembuangan dihubungkan dengan
pengisian (discharge) 7, bila pengisian ini dihubungkan dengan kapasitor
23
pewaktu luar, output Q yang high dari flip-flop akan menjenuhkan transistor
dan mengosongkan kapasitor. Bila Q low maka transistor terbuka dan
kapasitor dapat diisi. (output) 3 berasal dari 1 flip-flop, sedangkan (reset) 4
adalah reset dari luar ini digroundkan, maka IC akan terhalang dari kerjanya.
Gambar 2.18 Bagan blok IC NE 555
2.11.1 IC NE 555 Sebagai Astabil Multivibrator IC NE 555 dapat digunakan sebagai astabil multivibrator. Astabil
multivibrator atau multivibrator bergerak bebas dapat menghasilkan output
gelombang segi empat (square) secara terus menerus seperti gambar dibawah
ini :
Gambar 2.19 Output Astabil Multivibrator
Dijelaskan pada gambar bahwa tegangan output dari high ke low dan high
lagi dan low lagi begitu seterusnya, hal ini ditentukan oleh sebuah rangkaian
resistor dan kapasitor yang dihubungkan dari luar ke IC pewaktu ini. IC NE
24
555 digunakan sebagai rangkaian pewaktu, karena mampu menghasilkan
selang penentuan waktu. Astabil multivibrator tidak mempunyai keadaan
stabil hanya mempunyai kondisi dari stabil yang satu ke kondisi stabil yang
lainnya dengan menggunakan trigger yang berasal dari rangkaian dalam.
Gambar dibawah ini merupakan IC NE 555 sebagai astabil multivibrator.
Gambar 2.20 Konfigurasi IC NE 555 Sebagai Astabil Multivibrator
Cara kerjanya yaitu pada saat kapasitor mulai diisi muatannya melalui RA
dan RB, sehingga tetapan waktu pengisian adalah (RA + RB) C. Sedangkan
pada saat kapasitor diisi, tegangan ambang naik. Akhirnya tegangan ambang
melebihi 2/3 Vcc, maka pembanding atas outputnya high dan mereset flip-
flop. Dengan Q tinggi, transistor jenuh dan menggroundkan pin 7. dan
sekarang kapasitor dikosongkan melalui RB, sehingga tetapan waktu
pengosongannya adalah RB x C. Bila tegangan kapasitor turun sedikit
kebawah 1/3 Vcc, pembanding bawah mempunyai keluaran tinggi dan akan
mereset flip-flop.
2.12 IC CA 3162E Sebagai Analog To Digital
Converter
IC CA 3162E merupakan Suatu IC yang dapat merubah informasi analog
ke digital. Pada saat melakukan pengukuran temperatur, tekanan udara,
tegangan listrik atau besaran - besaran fisis lainnya secara analog, artinya alat
ukur dari besaran - besaran tersebut akan memberikan bentuk informasi dalam
25
bentuk analog. Sehingga kita dapat menentukan suatu besaran yang diukur
dengan suatu petunjuk pada garis skala yang tertera pada meter alat tersebut.
Besaran analog ini tidak langsung dapat ditampilkan ke dalam informasi
digital, tetapi besaran analog ini terlebih dahulu harus dirubah ke dalam
bentuk kode – kode biner, yang kemudian dapat diubah menjadi bilangan
desimal sehingga dapat menjadi informasi digital. Suatu data analog yang
telah diubah menjadi data digital sehingga dapat dihubungkan ke dalam tujuh
peraga sehingga dapat dilihat langsung besaran finish yang ingin ditampilkan.
Oleh karena itu, sesuai dengan keterangan diatas kita membutuhkan IC ini
untuk melakukan sesuai dengan cara kerjanya yaitu dapat merubah suatu
informasi analog menjadi suatu informasi digital.
Untuk itu IC yang digunakan dalam rangkaian ini adalah IC CA 3162E,
Input dari IC CA 3162E merupakan tegangan analog yang mempunyai satu
tegangan input. Yaitu untuk tegangan input adalah tegangan yang berasal dari
output rangkaian sensor temperatur, sehingga BCD (Binary Converter to
Digital) outputnya yang dekoder adalah BCD output dari sensor temperatur.
Gambar 2.21 Konfigurasi IC CA 3162
26
Gambar 2.22 Blok Diagram IC CA 3162E
Berdasarkan blok diagram IC CA 3162E diatas mempunyai pin yang dapat
digunakan untuk tegangan input analog yaitu yang melalui pin 11 yang
merupakan input tegangan analog high dari IC ini. Sedangkan input tegangan
analog yang melalui pin 10 merupakan input tegangan analog low. Pada pin 8
dan pin 9 dari IC CA 3162E yang dihubungkan ke R variabel dimana
fungsinya adalah untuk mengkalibrasi angka digital output ke nol. Selanjutnya
tegangan analog yang masuk ke IC ADC ini akan melewati internal dari IC
CA 3162E, serta penguatannya akan dapat diatur yaitu pada pin 13. Keluaran
dari pada IC CA 3162E adalah terletak pada pin 16, 15, 1, dan pin 2. Karena
data BCD yang digitnya dari IC CA 3162E di outputkan ke dekoder (IC CA
3161E) maka diperlukan rangkaian digit driver yang sinkron dengan output
BCD.
27
2.13 IC CA 3161E Sebagai Dekoder
IC CA 3161E digunakan sebagai dekoder, dekoder merupakan suatu
rangkaian logika yang dapat berfungsi untuk merubah kode – kode dalam
bentuk biner menjadi tanda-tanda yang dapat ditandai secara visual atau
display. Output dari suatu dekoder adalah data yang diterima dalam bentuk
kode biner. Setiap kombinasi pada input hanya mengaktifkan satu terminal
output. Salah satu tipe dari dekoder BCD seven segment dekoder, yang
fungsinya dari BCD tersebut adalah merubah kode biner menjadi kode
desimal yang akan ditampilkan ke seven segment atau display.
Gambar 2.23 Konfigurasi IC CA 3161E
Didalam BCD seven segment mempunyai dua jenis yang berbeda yaitu
BCD seven segment dengan aktif Low dan dengan aktif High. IC ini
merupakan salah satu dari jenis BCD seven segment dekoder dengan aktif
tinggi. Oleh karena itu, low pada input Latch Enable maka output pada BCD
tergantung pada inputan data A, B, C dan D. tinggi pada inputan BCD
menyebabkan data terakhir yang ada pada inputan A, B, C, dan D akan
ditahan pada keluarannya. Output dari BCD (IC CA 3162E) merupakan
inputan untuk dekoder (IC CA 3161E), dan inputan dekodernya terletak pada
pin 6, 2, 1 dan 7. data biner yang masuk pada dekoder ini kemudian
dikendalikan ke seven segment dekoder sebagai data input berupa desimal ke
seven segment sehingga outputnya dapat dilihat dalam bentuk tampilan
display
28
Dibawah ini merupakan tabel kebenaran dari IC CA3161E :
Tabel 2.4 kebenaran IC CA3161E
Input Output Fungsi Desimal23 22 21 20 a b c d e f g
Tampilan
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 0 0 1 1 1 1 1 2 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 2 3 0 0 1 1 0 0 0 0 1 1 0 3 4 0 1 0 0 1 0 0 1 1 0 0 4 5 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 5 6 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 6 7 0 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 7 8 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 9 1 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 9
2.14 Seven Segment Sebagai Tampilan
Seven Segment digunakan sebagai display yaitu merupakan suatu
komponen indikator tampilan yang terdiri dari tujuh Led yang
membentuk konfigurasi angka delapan.
Gambar 2.24 Skematik Seven Segment
Seven segment mempunyai sifat-sifat yang dimiliki antara lain :
1. Mempunyai tanggapan terhadap perubahan logika cepat.
2. Dapat menyala pada tegangan rendah.
29
3. Jika dikombinasikan segment-segment tersebut, maka akan dapat
membentuk digit desimal.
Seven segment terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Seven segment common anoda
Jika pada tipe ini Vcc menghubungkan antara anoda dari masing –
masing seven segment yang digabungkan, seven segment ini akan
terbias maju bila aktif low yang diberikan ke masing – masing input
seven segment, dan arus akan mengalir dari Vcc ke seven segment dan
dihubungkan ke driver yang memberikan aktif low dan akan
menyebabkan seven segment menyala.
Gambar 2.25 Common Anoda
Tabel 2.5 kebenaran seven segment common anoda
FUNGSI
DESIMAL
KELUARAN
a b c d e f g Tampilan
0 0 0 0 0 0 0 1 0
1 1 0 0 1 1 1 1 1
2 0 0 1 0 0 1 0 2
3 0 0 0 0 1 1 0 3
4 1 0 0 1 1 0 0 4
5 0 1 0 0 1 0 0 5
6 0 1 0 0 0 0 0 6
7 0 0 0 1 1 0 1 7
8 0 0 0 0 0 0 0 8
9 0 0 0 0 1 0 0 9
30
2. Seven segment common katoda
Jika pada seven segment tipe common katoda ini, ground
menghubungkan katoda dari masing - masing seven segment yang
digabungkan. seven segment ini akan terbias maju bila aktif high yang
diberikan ke masing – masing input seven segment, dan arus akan
mengalir dari driver yang memberikan aktif high ke seven segment dan
dihubungkan ke ground yang menyebebkan seven segment menyala.
Dengan kata lain tipe ini merupakan kebalikan dari jenis common
anoda.
Gambar 2.26 Common Katoda
Tabel 2.6 kebenaran seven segment common anoda
FUNGSI
DESIMAL
KELUARAN
a b c d e f g Tampilan
0 1 1 1 1 1 1 0 0
1 0 1 1 0 0 0 0 1
2 1 1 0 1 1 0 1 2
3 1 1 1 1 0 0 1 3
4 0 1 1 0 0 1 1 4
5 1 0 1 1 0 1 1 5
6 1 0 1 1 1 1 1 6
7 1 1 1 0 0 1 0 7
8 1 1 1 1 1 1 1 8
9 1 1 1 1 0 1 1 9
31
BAB 3
KEGIATAN PENELITIAN TERAPAN
Pada bab ini penulis merencanakan alat ini dengan beberapa blok rangkaian
yang ingin dijelaskan mengenai prinsip kerja dari masing–masing rangkaian,
untuk mempermudah dalam memahami alat secara keseluruhan. Adapun uraian
dari bagian–bagian perencanaan tersebut :
3.1 Spesifikasi Alat
1. Supply tegangan AC : 220 Volt, 21 Volt, / 50 Hz
2. Supply tegangan DC : +12 Volt, +5 Volt dan -5 Volt
3. Suhu yang disetting : 340C, 350C, 360C ,dan 370C
4. Heater : 220 VAC, 100 Watt
5. Heater wire : 21 VAC, 12 Ω, 36.7 Watt
6. Display :
Tiga buah seven segment
menunjukan suhu yang
ditampilkan
7. Pengaman : level air dan over temperatur
32
3.2 Perencanaan Blok Diagram
Untuk mempermudah dalam pemahaman mengenai alat maka penulis
merencanakan blok diagram alat sebagai berikut :
Sensor Suhu Chamber Main
Level Air
Gambar 3.1 Blok Diagram Alat
Adapun fungsi dari masing – masing bagian blok diagram diatas :
1. Sensor suhu
Berfungsi untuk mendeteksi suhu pada chamber air dan pada heater wire.
Setting
Kontrol
Heater Sensor Suhu Alarm
ADC
Display
Kontrol Alarm
Power supply
33
2. Kontrol heater dan heater wire
Digunakan untuk mengatur kerja dari heater maupun heater wire dengan
cara membandingkan tegangan dari rangkaian setting suhu dan rangkaian
sensor suhu.
3. Setting suhu
Digunakan untuk mengatur suhu sesuai dengan yang dibutuhkan dalam
membatasi suhu yang dideteksi sehingga tidak ada kelebihan suhu.
4. Main heater
Elemen yang berfungsi untuk memanaskan air pada chamber.
5. Heater wire
Elemen yang berfungsi untuk menjaga agar tidak terjadi pengembunan
didalam saluran (selang) yang digunakan sebagai pemanas.
6. Level Air
Berfungsi untuk mengetahui bila air pada chamber berada diambang batas
safety heater.
7. Alarm level air
Sebagai indicator bila rangkaian level air bekerja.
8. Alarm over temperatur
Sebagai indicator bila suhu melebihi dari batas maksimal setting suhu.
9. ADC (Analog to Digital Converter)
Untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal digital.
10. Display
Berupa tampilan seven segment yaitu tampilan suhu nyata dari air pada
chamber dalam satuan derajat celcius.
11. Chamber
Digunakan untuk tempat air yang dipanaskan heater.
Cara kerja dari alat ini, Sensor suhu digunakan untuk mendeteksi suhu pada
chamber air dan pada heater wire, kemudian outputnya ke buffer untuk
menghasilkan impedansi output yang kecil. Sinyal output dari buffer kemudian
akan dibandingkan dengan menggunakan comparator yang berada pada blok
kontrol heater, dengan cara membandingkan sinyal dari setting suhu dan sensor
34
suhu. Setting suhu digunakan untuk membatasi suhu yang diatur sehingga tidak
ada kelebihan suhu. Keluaran comparator adalah untuk mengatur kerja heater, dan
heater akan memanaskan air sampai suhunya tercapai sesuai setting.
Pada chamber dilengkapi rangkaian level air untuk mengetahui bila air pada
chamber berada diambang batas safety heater, dan dilengkapi indikator alarm.
Kemudian udara dapat dialirkan ke chamber dan menuju saluran selang, yang
digunakan sebagai saluran untuk mengalirkan udara dari alat ke pasien, untuk
menjaga agar tidak terjadi pengembunan didalamnya digunakan sebagai pemanas
yaitu heater wire. Kemudian agar suhu actual (nyata) pada heater wire dan dapat
dilihat berupa tampilan maka digunakan ADC (Analog to Digital Converter)
untuk merubah sinyal analog menjadi sinyal digital sehingga dapat ditampilkan
pada seven segment, tampilannya dalam satuan derajat celcius. Untuk setting suhu
digunakan led sebagai indikator pemilihan.
3.3 Perencanaan Rangkaian Sensor Suhu
Gambar 3.2 Rangkaian Sensor Suhu
Dalam penggunaannya sensor suhu yaitu LM 35 digunakan untuk mendeteksi
suhu pada chamber dan suhu pada heater wire, yang mana suhu dideteksi untuk
diubah menjadi tegangan yaitu sebesar 10C = 10 mV, jadi setiap perubahan 10C
maka keluaran dari LM 35 akan berubah sebesar 10 mV. Jika semakin tinggi suhu
yang mempengaruhinya maka akan semakin tinggi keluarannya maupun
sebaliknya.
35
Dimana keluaran dari LM 35 ini dihubungkan ke Operasional Amplifier yaitu
CA 3140 yang digunakan dengan aplikasi sebagai buffer atau pengikut tegangan.
Jadi keluaran pada sensor suhu akan sama dengan keluaran pada buffer.
Tabel 3.1 Perencanaan Keluaran Rangkaian Sensor Suhu
Suhu V Referensi
34 0C 340 mV
35 0C 350 mV
36 0C 360 mV
37 0C 370 mV
Misalnya Vin = 340 mV
mVmVx
VinxVoutVin
VoutAv
3403401
1
1
===
==
3.4 Perencanaan Rangkaian Kontrol Main Heater
Gambar 3.3 Rangkaian Kontrol Main Heater
36
Dalam perencanaan rangkaian kontrol heater ini penulis menggunakan IC
CA3140 sebagai operational amplifier yang dipergunakan dengan berbagai
aplikasi, misalnya digunakan sebagai komparator.
Rangkaian komparator merupakan rangkaian yang digunakan untuk
membandingkan antara tegangan yang masuk ke pin 2 dan tegangan yang masuk
pada pin 3, sehingga keluarannya dalam keadaan saturasi positif maupun negatif
yang digunakan untuk mentrigger basis pada transistor. Transistor digunakan
sebagai saklar, dan akan menjadi saklar tertutup (antara kolektor dan emitter
terhubung) bila basis mendapat trigger positif dan akan menjadi saklar terbuka
bila basis tidak diberi trigger. Untuk perencanaan rangkaian ini masukan pada pin
2 dihubungkan ke rangkaian sensor suhu, dan masukan pada pin 3 dihubungkan
ke rangkaian setting. Jika tegangan pada pin 3 lebih besar keluarannya akan
saturasi positif yang akan menyebabkan transistor dapat bekerja sehingga
menyebabkan opto isolator akan bekerja, opto isolator akan bekerja berdasarkan
picu cahaya optik, photo triac akan mendapat bias maju bila mendapat sinar dari
LED sehingga pada triac akan terhubung singkat, dan heater dapat bekerja karena
mendapat supply 220 VAC dan lampu indikator akan menyala. Jika tegangan
pada pin 2 lebih besar maka keluarannya akan negatif saturasi maka menyebabkan
transistor tidak dapat bekerja sehingga menyebabkan heater tidak bekerja dan
lampu indikator akan mati.
3.5 Perencanaan Rangkaian Kontrol Heater Wire
Gambar 3.4 Rangkaian Kontrol Heater Wire
37
Perencanaan rangkaian kontrol heater wire dimanfaatkan untuk menjaga suhu
pada saluran (selang) untuk mengalirkan oksigen ke pasien agar tidak terjadi
pengembunan didalam selang. Pada dasarnya rangkaian ini hampir sama dengan
rangkaian kontrol heater namun yang membedakannya hanya pada supply yang
digunakan untuk heater wire, supply tegangan yang digunakan lebih kecil dari
pada untuk heater.
Sensor suhu yaitu LM 35 diletakkan pada ujung selang agar dapat mendeteksi
sesuai dengan setting suhu. Rangkaian ini menggunakan IC CA3140 yang
difungsikan sebagai buffer (penyangga), dan komparator, dimana buffer
digunakan untuk memperkecil impedansi keluaran. Kemudian tegangan dari
buffer akan dibandingkan dengan rangkaian komparator. Sementara untuk
tegangan yang digunakan sebagai pembanding berasal dari rangkaian setting suhu
agar dapat sesuai dengan suhu yang diatur untuk heater. Kemudian keluaran
rangkaian komparator ini akan dihubungkan ke basis transistor, yang akan
menentukan kerja dari opto isolator dan akan membuat heater wire bekerja, dan
indikator lampu menyala sehingga suhu pun akan terjaga bila melewati saluran
udara dengan kerjanya heater wire. Heater wire akan bekerja bila pada basis
transistor diberi tegangan positif saturasi, sedangakan bila transistor diberi
tegangan negatif saturasi maka heater wire tidak akan bekerja, karena transistor
akan menentukan kerja dari opto isolator dalam memberikan supply tegangan AC
pada heater wire.
3.6 Perencanaan Rangkaian Level Air
Gambar 3.5 Rangkaian Level Air
38
Rangkaian level air ini digunakan untuk membatasi air dalam chamber yang
berada diambang batas safety heater. Dalam perencanaannya penulis melengkapi
rangkaian ini dengan indikator alarm, agar dapat mengetahui keadaan air.
Rangkaian ini terdiri dari beberapa transistor yang difungsikan sebagai saklar, dan
rangkaian ini dilengkapi IC NE 555 yang digunakan sebagai astabil multivibrator
agar mendapat sinyal clock untuk membunyikan buzzer yaitu “beep” secara terus
menerus karena clock yang diberikan akan mengatur bunyi buzzer tersebut.
Untuk mengetahui air berada diambang batas safety heater digunakan sensor
air. Karena air bersifat sebagai penghantar maka ketika kedua elektroda sensor air
terhubung menyebabkan basis pada transistor tidak mendapatkan trigger sehingga
transistor–transistor tidak dapat bekerja dan indikator alarm tidak akan berbunyi.
Dan sebaliknya jika air tidak mengenai elektroda sensor air menyebabkan
elektroda tidak terhubung dan basis pada transistor akan mendapatkan trigger
sehingga semua transistor akan bekerja dan akan membuat indikator alarm
berbunyi, bila alarm akan dimatikan maka air pada chamber harus diisi diatas
batas safety heater.
3.7 Perencanaan Rangkaian Setting Suhu
Gambar 3.6 Rangkaian Setting Suhu
39
Untuk perencanaan rangkaian setting suhu penulis merencanakan setting
dengan 4 pemilihan setting suhu yaitu 340C, 350C, 360C, 370C, dimana rangkaian
ini terdiri dari IC NE 555 yang berfungsi sebagai astabil multivibrator untuk
mendapatkan sinyal clock, dan sinyal clock ini akan melewati dua buah switch
yang akan dihubungkan ke pin 5 sebagai Up counter dan pin 4 sebagai Down
counter pada IC 74193. IC 74193 ini digunakan sebagai pencacah yang kerjanya
berdasarkan sinyal clock yang diberikan oleh IC 555 ke pin 4 dan pin 5 pada IC
74193. keluaran pada pin 3, 2, dan 6 pada IC 74193 sebagai QA, QB, dan QC
akan dihubungkan ke pin 1, 2, dan 3 sebagai A, B dan C pada IC 74138 yang
digunakan sebagai dekoder, yang keluarannya akan menghidupkan LED secara
bergantian sesuai dengan keluaran biner dari IC 74193.
Kemudian selain dihubungkan pada IC 74138, keluaran dari IC 74193
dihubungkan juga pada pin 9, 10, dan 11 pada IC 4051 yaitu multiplekser. IC
4051 ini digunakan untuk 4 pemilihan tegangan untuk setting suhu yang terdiri
dari 4 Variable resistor yang dapat diatur tegangan yang digunakan sebagai
tegangan referensi setting suhu, yang nilai tegangannya diatur berdasarkan nilai
tegangan keluaran suhu yang diatur, dan dimana keluaran dari IC 4051 hanya satu
tegangan referensi pada pin 3 IC 4051yang kerjanya diatur berdasarkan keluaran
counter IC 74193 yang memberikan keluaran biner ke masukan pada IC 4051.
keluaran pada pin 3 akan dihubungkan ke Op-Amp IC CA3140 sebagai rangkaian
komparator dari kontrol heater dan heater wire. Rangkaian ini digunakan dalam
pemilihan suhu yang berjumlah 4 buah, yaitu antara 340C, 350C, 360C, dan 370C
yang perbedaan range antara 4 pemilihan setting suhu ini sebesar ± 10 mV.
40
3.8 Perencanaan Rangkaian Over Temperatur
Gambar 3.7 Rangkaian Over Temparatur
Pada perencanaan rangkaian alarm over temperatur ini digunakan sebagai
indikator bila suhu pada heater wire melebihi dari batas maksimal dari setting
suhu yaitu 38 0C. Rangkaian ini menggunakan komparator untuk membandingkan
antara suhu dari sensor dengan tegangan referensi sebesar tegangan 380C. Bila
suhu melebihi dari tegangan referensi maka akan memberikan tegangan positif
saturasi kepada transistor, dan akan menyebabkan buzzer akan berbunyi dan led
indikator akan menyala. Sedangkan bila suhu tidak melebihi tegangan referensi
maka akan memberikan tegangan negatif saturasi kepada transistor dan buzzer
tidak akan berbunyi, dan led indikator tidak akan menyala. Untuk mengetahui
nilai referensi voltage divider dapat dilihat dalam perhitungan dibawah ini :
Diketahui : RA = 470 Ω
Vcc = 5 Volt
Ditanya : RB…..?
Jawab : a.) Untuk Vreferensi :
Vout = VccRBRA
RA×
+
41
380 mV = VoltRB
5470
470×
+
0,38V ( 470+RB ) = 470 x 5V
178,6 + 0,38RB = 2350
RB = 38,0
6,1782350−
RB = VR = 2,171 KΩ
3.9 Perencanaan Rangkaian ADC dan Display
Gambar 3.8 Rangkaian ADC dan Display
Pada perencanaan rangkaian display penulis menggunakan IC CA 3161E dan
CA 3162E. Rangkaian ini berfungsi untuk menampilkan perubahan suhu nyata
dari heater wire dengan satuan derajat celcius. Jika suhu pada heater wire yaitu
menunjukan nilai tegangan 370C maka pada seven segment akan ditampilkan
370C. Analog to Digital Converter (ADC) digunakan untuk merubah tegangan
analog menjadi digital. Input ADC pada pin 11 IC CA 3162E merupakan besaran
42
tegangan dan besaran suhu yang akan ditampilkan tidak mempunyai hubungan
yang linear, jadi perlu disetting melalui Vr agar setiap perubahan 10C akan sesuai
dengan yang ditampilkan. Tegangan yang masuk pada pin 11 IC CA 3162E akan
diubah kode biner melalui pin 1, 2, 15, dan 16 pada CA 3162E dan akan menuju
pin 1, 2, 6, 7 pada CA 3161E. Kemudian keluaran dari IC ini yang berfungsi
sebagai dekoder berupa desimal yang akan membentuk angka pada seven segment
yang kerjanya diatur oleh transistor PNP 2N3906 dalam mengaktifkan seven
segment common anoda ini. Kerja transistor berasal dari basis yang dihubungkan
pada pin 3, dan 4 pada CA 3162E. Dan suhu pada heater wire akan ditampilkan
pada seven segment.
43
BAB 4
PENGUJIAN DAN ANALISIS
Pada bab ini penulis melakukan pengujian dan analisis beberapa rangkaian
yang telah dibuat untuk pendataan dalam mengetahui apakah telah sesuai dengan
perencanaan.
4.1 Persiapan alat dan bahan
4.1.1 Persiapan alat
Dalam melakukan pendataan maka penulis memerlukan beberapa alat
penunjang antara lain :
1. Modul Pemodelan Alat Humidifier
2. Seperangkat tool set
3. Avometer
Merk : SANWA
Model : YX360TRF
Buatan : Jepang
4. Avometer digital
Merk : CADIK
Model : CADIK 32
Buatan : Korea
44
4.1.2 Persiapan bahan
Untuk pembuatan modul pemodelan alat ini dibutuhkan beberapa
komponen, diantaranya :
Tabel 4.1 Daftar komponen yang digunakan pada rangkaian
Rangkaian Komponen TYPE JUMLAH
Power Supply
IC
IC
IC
Kapasitor
Dioda bridge
Transformator
Fuse
Switch
LM 7812
LM 7805
LM 7905
4700µF
LT 646
3A
3A
1
1
1
2
1
1
1
1
Kontrol Heater
IC
Resistor
Transistor
Optoisolator
TRIAC
Heater
Lampu indikator
CA 3140
10 K
15 K
C945
MOC 3020
BTA 06
220 VAC
1
1
1
1
1
1
1
1
Kontrol Heater Wire
IC
Resistor
Transistor
Optoisolator
TRIAC
Heater Wire
Led
CA 3140
10 K
2 K
C945
MOC 3020
BTA 06
900mr511
1
1
1
1
1
1
1
1
45
Rangkaian Setting
Suhu
IC
IC
IC
IC
Resisitor
Kapasitor
Switch
Led
Variabel Resistor
NE 555
74193
74LS138
4015
10K
330
22µ
UP / DOWN
10K
1
1
1
1
1
6
1
2
4
4
Sensor Suhu IC
IC
LM35
CA 3140
2
2
Rangkaian Level
Air
IC
Transistor
Resistor
Kapasitor
Led
Buzzer
NE 555
C945
200K
100K
10K
470
100 µF
1
3
1
1
5
1
1
1
1
Rangkaian Over
Temperature
IC
Transistor
Resistor
Variable Resistor
Led
Buzzer
CA 3140
C945
10kΩ
470Ω
10kΩ
1
1
1
1
1
1
1
46
Rangkaian ADC
dan Display
IC
IC
Seven Segment
Variabel Resistor
Transistor
Kapasitor
CA3162E
CA3161E
Commom
Anode
10K
2N3906
220n
1
1
3
2
3
1
4.2 Metode pengukuran
Penulis mencoba sebelum melakukan uji fungsi terlebih dahulu
menentukan titik pengukuran untuk masing–masing rangkaian, diantaranya :
1. TP1
Merupakan titik pengukuran pada kaki 6 IC CA 3140 buffer untuk
mengetahui keluaran dari rangkaian sensor suhu pada kontrol heater wire.
2. TP2
Merupakan titik pengukuran pada kaki 6 IC CA 3140 komparator untuk
mengetahui keluaran dari rangkaian alarm pada kontrol heater.
3. TP3
Merupakan titik pengukuran pada transistor C945 yang berhubungan
dengan pin 4 & 8 IC NE 555 untuk mengetahui keluaran dari rangkaian
level air.
4.3 Pengujian dan Analisis
1. Hasil Pendataan TP1
TP1 merupakan hasil rata-rata dari pengujian beberapa kali, hasil dapat
dilihat pada lampiran 1.
47
Tabel 4.2 Hasil pendataan pada TP1
Setting TP1 Display Thermometer
340C 349 mV 340C 340C
350C 359,2 mV 350C 350C
360C 368,8 mV 360C 360C
370C 378,6 mV 370C 370C
Ket :
Terjadi kelebihan suhu karena pembuangan panas yang kurang baik pada
heater dan komponen yang kurang presisi.
%0
%100%
=
−=
teoripraktekteorikesalahan
1. Suhu 34 0C
%65,2
%100340
340349%
=
−=kesalahan
2. Suhu 35 0C
%63,2
%100350
3502,359%
=
−=kesalahan
3. Suhu 36 0C
%44,2
%100360
3608,368%
=
−=kesalahan
48
4. Suhu 37 0C
%32,2
%100370
3706,378%
=
−=kesalahan
Rata-rata persentasi kesalahan = 2,65% + 2,63% + 2,44% + 2,32%
4
= 2,51%
2. Hasil Pendataan TP2
Tabel 4.3 Hasil pendataan TP2
Setting Suhu Suhu Sensor Tegangan pada
pin 6 komparator
Keadaan
37 0C > 37 0C + 1,853 V Buzzer Bunyi
37 0C < 37 0C - 4,95 V Buzzer tidak
berbunyi
Analisa Data :
Apabila suhu dari heater wire melebihi dari suhu batas maksimal atau
>370C buzzer akan bunyi. Buzzer akan berhenti berbunyi bila suhu
minimal 370C.
49
3. Hasil Pendataan TP3
Tabel 4.4 Hasil Pendataan TP3
Elektroda
Tegangan Pin
4 dan 8 IC NE
555
Keadaan
Terkena air 0 V Buzzer tidak
bunyi
Tidak terkena
air 5 V Buzzer bunyi
Analisa data :
Apabila elektroda terhubung karena air sebagai penghantar, maka
buzzer tidak akan berbunyi, sedangkan bila elektroda tidak terhubung
dengan air maka buzzer akan berbunyi “beep” secara terus menerus,
sampai elektroda terkena air atau diisi air.
Setelah melakukan pengujian dan analisis terhadap rangkaian maka total dari
persentasi kesalahan adalah :
1. Total persentasi untuk TP1 adalah 2,51%
2. Untuk TP2 ,dan TP3 sudah cukup baik.
Tingkat ketepatan alat = 100% - 2,51%
= 97,49 %
50
BAB 5
KESIMPULAN
Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan, setelah melakukan
perencanaan, pembuatan dan pegujian pemodelan alat humidifier. Oleh karena itu
kesimpulannya sebagai berikut :
1. Telah selesai dibuat pemodelan alat humidifer.
2. Telah selesai dilakukan terhadap hasil pengujian pada pemodelan alat
humidifier.
3. Tingkat ketepatan alat adalah 97,49 %
51
DAFTAR ACUAN
[1]. http://organisasi.org/proses-sistem-pernapasan-respirasi-pada-manusia-
orang-belajar-biologi-online 05-07-2009
[2]. Data Sheet National Semiconductor, LM 35 Precision Centrigade
Temperature Sensors, December 1994
[3]. Robert.F.Coughlin-Frederick.F.Driscoll, “Penguat Operasional dan
Rangk. Terpadu Linear”, terj. Herman Widodo Soemitro, Edisi kedua,
Erlangga, Jakarta, 1994
DAFTAR PUSTAKA
52
Coughlin, Robert F. 1992. “Penguat Opersional dan Rangkaian
Terpadu Linear”, terj. Herman Widodo Soemitro, Erlangga. Jakarta.
Ibrahim, KF. 1991. “Teknik Digital”, terj. Insap Santosa, Andi,
Yogyakarta.
Woollard, Barry. “Elektronika Praktis”, Pradnya Paramita. Jakarta.
Milman,& Halkias. 1990. ”Elektronika Terpadu”, terj. Barmawi, M.O
Tjia. Erlangga. Jakarta.
Instruction manual humidifier type Mr 730.
Prawirohartono, Slamet.1994. “Biologi 2”. Bumi aksara. Jakarta.
Akhyar, Salman.1999. ”Biologi SMU kelas 2”. Grafindo. Jakarta.
http://nevacyan.multiply.com/journal/item/3 05-07-2009
http://www.alldatasheet.com 05-07-2009
Lampiran 1
53
Setting TP1 Display Thermometer
340C
Pengukuran 1
2
3
4
5
349 mV
349 mV
349 mV
350 mV
348 mV
340C
340C
340C
340C
340C
340C
340C
340C
340C
340C
Rata-rata 349 mV 340C 340C
350C
Pengukuran 1
2
3
4
5
359 mV
359 mV
360 mV
359 mV
359 mV
350C
350C
350C
350C
350C
350C
350C
350C
350C
350C
Rata-rata 359,2 mV 350C 350C
360C
Pengukuran 1
2
3
4
5
369 mV
368 mV
370 mV
369 mV
368 mV
360C
360C
360C
360C
360C
360C
360C
360C
360C
360C
Rata-rata 368,8 mV 360C 360C
370C Pengukuran 1
2
379 mV
379 mV
370C
370C
370C
370C
54
3
4
5
378 mV
379 mV
378 mV
370C
370C
370C
370C
370C
370C
Rata-rata 378,6 mV 370C 370C
55