Hukum Syar'i(7)

10
Pengertian Hukum Syar’i - Khitab (sabda) pencipta syariat yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang berisikan tuntunan,pilihan atau yang menjadikan sebab, syarat atau man’i bagi sesuatu - Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dan Rasul- Nya terhadap berbagai perbuatan mukallaf

description

Hukum Syar'i

Transcript of Hukum Syar'i(7)

Page 1: Hukum Syar'i(7)

Pengertian Hukum Syar’i

- Khitab (sabda) pencipta syariat yang berkaitan dengan perbuatan orang-orang mukallaf yang berisikan tuntunan,pilihan atau yang menjadikan sebab, syarat atau man’i bagi sesuatu

- Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan Allah dan Rasul- Nya terhadap berbagai perbuatan mukallaf

Page 2: Hukum Syar'i(7)

Rukun Hukum Syar’i

Al-Hakim ( Pencipta Hukum ) Para ulama sepakat bahwa hakikat hukum

syar’i adalah khitab Allah SWT yang berhubungan dengan amal perbuatan mukallaf. Dengan demikian pembuat khitab adalah Allah SWT dan dijadikan dasar oleh para mujtahid dalam menentapkan hukum yang harus dikerjakan mukallaf.Mahkum Fih (yang dibebani hukum)

Perbuatan orang mukallaf yang dibebani hukum yang dilakukan dengan sadar dalam rangka menaati Allah SWT. Perbuatan itu ada yang bernilai wajib, mandub, mubah, makruh dan haram

Page 3: Hukum Syar'i(7)

Syarat-syarat perbuatan hukum:

1. perbuatan diketahui secara sempurna dan dikerjakan sesuai tuntunan.

2. sanggup mengetahui dengan jelas segala ketentuan hukum dengan akalnya atau telah mendapatkan keterangan dari orang lain yang telah mengerti

3. perbuatan diketahui dengan jelas oleh mukallaf sehingga dapat dikerjakan dan ditinggalkannya.

Mahkum AlaihOrang yang memikul tanggung jawab terhadap beban tugas pelaksanaan

hukum taklifi. Mahkum ‘alaih disebut juga dengan istilah mukallaf

Page 4: Hukum Syar'i(7)

Syarat-syarat penerima beban hukum :

1. sanggup memahami khitab-khitab pembebanan, memahami sendiri dengan perantara orang lain terhadap nash Al-qur’an dan As-Sunnah.

2. kemampuan menerima beban. Para ahli ushul membagi kemampuan menjadi dua macam, yaitu :a) Ahliyatul wujub (kemampuan menerima

hak dan kewajiban) yaitu kepantasan seseorang

untuk diberi hak dan kewajiban b) Ahliyatul ada’ (kemampuan berbuat)

yaitu kepantasan seseorang untuk dipandang

sah dalam segala perkataan dan perbuatan.

Page 5: Hukum Syar'i(7)

Hukum Islam menetapkan kedewasaan (baligh) seseorang dengan dua jalan :

1. Ditetapkan dengan ciri-ciri khas kedewasaan. Seperti :

menstruasi bagi wanita atau ihtilam (keluar sperma) baik bagi laki-laki maupun perempuan

2.Ditetapkan dengan tercapainya umur tertentu. Ulama Malikiyah dan Hanafiyah laki-laki usia 18 tahun dan wanita 17 tahun, mereka dewasa. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah kedewasaan laki-laki dan wanita pada usia 15 tahun.

Page 6: Hukum Syar'i(7)

Pembagian Hukum Syar’i

Ketentuan syar’i terhadap para mukallaf ada tiga bentuk :

berbentuk tuntunan ( hukum taklifi) berbentuk pilihan (hukum takhyiri) berbentuk ada dan tidaknya hukum taklifi

(hukum wad’i)

Page 7: Hukum Syar'i(7)

Hukum Taklifi

Ketentuan-ketentuan hukum yang menurut para mukallaf untuk mengerjakan dan meninggalkannya.

Hukum taklifi terdiri atas empat hal : wajib, mandub (sunah), haram dan makruh.

Hukum wajib dapat dilihat dari empat aspek, yaitu : 1. Wajib dilihat dari segi waktu pelaksanaannya.

Wajib ini dibagi dua, yaitu : - Wajib mutlaq : tidak terbatas pada waktu

pelaksanaannya. Seperti kafarah pada sumpah dan ibadah haji

- Wajib muqoyad : terbatas waktu pelaksanaannya. seperti sholat fardhu, puasa Ramadhan.

Page 8: Hukum Syar'i(7)

2. Wajib dilihat dari subyek pelakunya.

Wajib ini dibagi dua, yaitu : Wajib a’ini : tuntunan bagi setiap mukallaf, dan tidak

bisa terpenuhi kewajiban tersebut dengan perbuatan orang lain. Seperti : sholat, zakat, janji akad dsb

Wajib kifa’i : tuntunan syar’i bagi segenanp mukallaf dalam bentuk kewajiban kelompok dan bukan kewajiban individual. Seperti amar ma’ruf nahi munkar, pengurusan jenazah, mendirikan rumah sakit, menekuni berbagai disiplin ilmu yang diperlukan masyarakat dsb.

Page 9: Hukum Syar'i(7)

3. Wajib dilihat dari sudut ukuran kewajibannya.

Wajib ini dibagi menjadi dua, yaitu: Wajib yang dibatasi ukurannya : kewajiban yang telah

ditentukan batas-batasnya oleh syar’i. Seperti sholat dengan jumlah rakaatnya, zakat dengan ukuran nishabnya.

Wajib yang tidak dibatasi ukurannya : kewajiban yang ditekankan pada mukallaf tanpa ada batasan-batasan tertentu. Seperti infaq, tolong menolong atas kebaikan dll.

Page 10: Hukum Syar'i(7)

4. Wajib dilihat dari segi objek perbuatannya.

Wajib ini dibagi dua, yaitu : kewajiban yang sudah ditentukan perbuatanya.

Seperti shalat dan puasa yang tidak dapat diganti dengan perbuatan lain.

Kewajiban yang mukhayar yaitu : kewajiban yang mukallaf diberi peluang untuk memilih satu dari berbagai alternatif yang diberikan syar’i.

Seperti: membayar kafarah atas pelanggaran sumpah dengan alternatif hukum memberi makan 10 orang miskin, memberi mereka pakaian atau memerdekakan budak.