hukum skripsi

54
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebelum masuk ke hasil penelitian dan pembahasan perlu dikemukakan gambaran umum wilayah penelitian. Secara umum wilayah kecamatan Aikmel terletak di kabupaten Lombok Timur dengan jarak tempuh ± 58 km dari kota Mataram. Topografi daerah kecamatan Aikmel bervariasi antara daratan tinggi dan daratan rendah dengan rincian: Luas daerah kecamatan Aikmel mencapai 122.29 km², ketinggian 202-899 Dari Permukaan Laut (DPL), curah hujan 575 (lima ratus tujuh puluh lima) mm/m dan suhu 25-30 ºC. 15 Kecamatan Aikmel berbatasan langsung dengan kecamatan Sembalun disebelah utara, kecamatan Wanasaba disebelah timur, kecamatan Labuan Haji disebelah selatan, kecamatan Suralaga disebelah barat dan kecamatan Pringgasela di sebelah barat utara. Menurut data dari Profil Kecamatan Aikmel 1515 Profil kecamatan Aikmel Tahun 2013

description

documen rahasia

Transcript of hukum skripsi

64

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASANSebelum masuk ke hasil penelitian dan pembahasan perlu dikemukakan gambaran umum wilayah penelitian. Secara umum wilayah kecamatan Aikmel terletak di kabupaten Lombok Timur dengan jarak tempuh 58 km dari kota Mataram. Topografi daerah kecamatan Aikmel bervariasi antara daratan tinggi dan daratan rendah dengan rincian: Luas daerah kecamatan Aikmel mencapai 122.29 km, ketinggian 202-899 Dari Permukaan Laut (DPL), curah hujan 575 (lima ratus tujuh puluh lima) mm/m dan suhu 25-30 C.[footnoteRef:2] Kecamatan Aikmel berbatasan langsung dengan kecamatan Sembalun disebelah utara, kecamatan Wanasaba disebelah timur, kecamatan Labuan Haji disebelah selatan, kecamatan Suralaga disebelah barat dan kecamatan Pringgasela di sebelah barat utara. Menurut data dari Profil Kecamatan Aikmel tahun 2013 kecamatan Aikmel terdiri dari 1 (satu) kecamatan dan 24 (dua puluh empat) desa yakni: [2: 15Profil kecamatan Aikmel Tahun 2013]

1. Aikmel2. Aikmel Timur3. Aikmel Barat4. Aikmel Utara5. Toya6. Aikperapa7. Kembang Kerang Daya8. Kembang Kerang9. Keroya10. Bagik Nyaka Santri11. Kalijaga 12. Kalijaga timur13. Kalijaga Selatan14. Kalijaga Tengah15. Kalijaga Baru16. Lenek 17. Lenek Daya18. Lenek Pesiraman19. Lenek Rambanbiak20. Lenek Duren21. Lenek Kalibambang22. Lenek Lauk23. Lenek Baru24. Sukarema Pulau Lombok yang dikenal dengan Pulau Seribu Masjid adalah bagian dari wilayah Republik Indonesia yang mempunyai tatanan kehidupan masyarakat yang berdasarkan falsafah adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah artinya masyarakat kecamatan Aikmel adalah masyarakat Islami.Adat yang Islami telah mengantarkan masyarakat Sasak Lombok khususnya Kecamatan Aikmel kabupaten Lombok Timur menjadi masyarakat yang kokoh, aman, damai dan sentosa yang terhimpun dalam kesatuan masyarakat.Menurut Profil kecamatan Aikmel tahum 2013 dari 117.554 jiwa penduduk kecamatan Aikmel, 117.535 jiwa diantaranya beragama Islam, 12 orang Kristen dan 7 orang Hindu. Masyarakat islam di kecamatan Aikmel taat menjalankan ibadah keagamaan, keadaan tersebut tergambar dari semangat penduduk dalam mendirikan Musholla dan masjid dengan cara bergotong royong dengan melibatkan seluruh warga baik laki-laki maupun perempuan termasuk juga anak-anak. Banyaknya Musholla yang berdiri sebanyak 353 (tiga ratus lima puluh tiga) buah, masjid sebanyak 112 (seratus dua belas) buah dan TPQ 332 (tiga ratus tiga puluh dua) buah.Aktifitas penduduk dalam kegiatan keagamaan sangat menonjol. Para bapak-bapak yang dalam kesehariannnya sering memakai sarung dan peci serta para wanitanya banyak yang memakai kerudung serta sering melakukan pengajian. Sedangkan pemudanya banyak yang aktif di kegiatan remaja Masjid.Mengenai pendidikan di kecamatan Aikmel berbagai pendapat tentang makna Pendidikan, tak sedikit ahli yang ikut aktif menyumbangkan pemikiran-pemikiran tentang pendidikan, khususnya di Indonesia. Salah satunya menurut UU Nomor 2 Tahun 1989 jo UU No. 20 th 2003 tenteng Sistim Pendidikan Nasional dalam pasal 1 huruf a memberikan pengertian sebagai berikut:Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[footnoteRef:3] [3: Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 jo UU No. 20 th 2003 tenteng Sistim Pendidikan Nasional]

Warga kecamatan Aikmel adalah warga yang suka merantau baik itu dengan tujuan ekonomi maupun tujuan pendidikan. Dari segi ekonomi banyak warga Kecamatan Aikmel yang merantau keluar negri menjadi TKI dengan negara tujuan : Malaysia, Saudi Arabia, Brunai Darussalam, Korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Singapore dan lain-lan. Dari segi pendidikan banyak juga warga kecamatan Aikmel merantau untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Pada umumnya banyak yang melanjutkan pendidikan ke Kota Mataram dan pulau Jawa yang menurut warga kecamatan Aikmel adalah tempat yang berkualitas untuk pendidikan.Banyak juga diantara pemuda-pemudi kecamatan Aikmel yang merantau menuntut ilmu keluar setelah mereka menyelseikan pendidikannya tidak mau lagi balik kekampung halaman dengan alasan tidak ada pekerjaan dikampung halaman selain menjadi petani dan kemudian mencari pekerjaan di rantau karena mereka lebih bangga bekerja di rantau dari pada di kampung halaman sendiri. Sikap demikian tersebut mereka pertahankan terus sampai mereka berhasil hidup di rantau. Kalau mereka belum berhasil maka malu rasanya balik kekampung halaman, karena mereka merasa belum bisa sukses hidup dirantau.Sikap demikian bukan berarti warga kecamatan Aikmel tidak cinta kampung halaman, warga yang hidup dirantau pasti akan pulang ke kampung halaman, biasanya pulang kekampung halaman tersebut pada hari raya Idul Fitri. Hari Raya Idul Fitri adalah merupakan hari kemenangan bagi warga kecamatan Aikmel yang mayoritas beragama Islam. Di samping itu, kalau ada pesta atau kematian dan acara perhelatan lainnya dalam keluarganya. Berdasarkan data yang diperoleh penulis dari kecamatan Aikmel tingkat buta huruf di kecamatan ini masih bisa dibilang tinggi dengan mencapai 9.898 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :Tabel 1 : starata pendidikan masyarakat kecamatan AikmelNoPendidikanFreukuensi

1Pasca Sarjana84

2Sarjana 2.229

3Diploma (D2 & D3)684

4Diploma1/D1 156

5SMA Sederajat8.983

6SMP Sederajat12.019

7SD/MI19.034

8Tidak Tamat12.744

9Buta Huruf9.898

Sumber : Profil kecamatan Aikmel tahun 2014Sebagai fokus wilayah penelitian dari 24 (dua puluh empat) Desa di kecamatan aikmel penulis mengambil sampel dari 8 (delapan) desa. Berikut adalah Profil Desa-desa lokasi Penelitian ini menurut Profil kecamatan Aikmel tahun 2014.1. Desa AikmelDesa Aikmel merupakan desa induk di kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 1.81 km dengan ketinggian mencapai 210-231 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Aikmel mencapai 575 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa Aikmel berbatasan langsung dengan desa Toya di utara, desa Aikmel Timur di timur, desa Kalijaga di selatan dan desa Aikmel Barat di barat. Jumlah penduduk desa Aikmel Utara mencapai 9540 jiwa terdiri dari 4608 laki-laki, 4932 perempuan dan 2988 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa Aikmel ialah sebagian besar sebagai petani yang mencapai 1256 orang, 1410 orang sebagai buruh tani, 480 orang sebagai pedagang, 99 orang sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS), 841 orang sebagai guru, 101 orang sebagai montir/sopir, 14 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.2. Desa Aikmel UtaraDesa Aikmel Utara merupakan salah satu desa paling utara di kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 8.60 km dengan ketinggian mencapai 231-601 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Aikmel Utara mencapai 577 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa Aikmel Utara berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di utara, desa Kembang Kerang Daya di timur, desa Aikmel Timur di selatan dan desa Toya di barat. Jumlah penduduk desa Aikmel Utara mencapai 3116 jiwa terdiri dari 1561 laki-laki, 1555 perempuan dan 981 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa Aikmel Utara ialah sebagian besar sebagai petani yang mencapai 2160 orang, 249 orang sebagai buruh tani, 30 orang sebagai pedagang, 22 orang sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS), 70 orang sebagai guru, 29 orang sebagai montir/sopir, 16 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.3. Desa AikperapaDesa Aikperapa juga merupakan desa yang paling utara di kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 22.04 km dengan ketinggian mencapai 341-899 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Aikperapa mencapai 588 mm/m dengan suhu berkisar 26-29 C. Desa Aikperapa berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di utara, desa Karang Baru di timur, desa Aikmel Utara di selatan dan desa Toya di barat. Jumlah penduduk desa Aikperapa mencapai 3519 jiwa terdiri dari 1807 laki-laki, 1712 perempuan dan 1202 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa aikperapa ialah sebagian besar sebagai petani yang mencapai 1668 orang, 166 orang sebagai buruh tani, 48 orang sebagai pedagang, 1 orang sebagai PNS, 23 orang sebagai guru, 20 orang sebagai montir/sopir, 2 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.4. Desa KalijagaDesa Kalijaga terletak di tengah-tengah kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 2.25 km dengan ketinggian mencapai 211-214 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Kalijaga mencapai 569 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa Kalijaga berbatasan langsung dengan desa Aikmel Barat di utara, desa Aikmel Di Timur, desa Kalijaga Tengah di selatan dan desa Lenek di barat. Jumlah penduduk desa Kalijaga mencapai 8030 jiwa terdiri dari 3971 laki-laki, 3990 perempuan dan 2623 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa Kalijaga ialah sebagian sebagai petani yang mencapai 361 orang, 366 orang sebagai buruh tani, 144 orang sebagai pedagang, 86 orang sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS), 122 orang sebagai guru, 15 orang sebagai montir/sopir, 12 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.5. Desa Kalijaga TimurDesa Kalijaga Timur terletak di tengah-tengah kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 2.50 km dengan ketinggian mencapai 201-211 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Kalijaga Timur mencapai 575 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa Kalijaga Timur berbatasan langsung dengan desa Aikmel di utara, desa Mamben Daya Di Timur, desa Mamben Baru di selatan dan desa Kalijaga Selatan di barat. Jumlah penduduk desa Kalijaga Timur mencapai 4553 jiwa terdiri dari 2184 laki-laki, 2369 perempuan dan 1349 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa Kalijaga Timur ialah sebagian sebagai petani yang mencapai 373 orang, 631 orang sebagai buruh tani, 141 orang sebagai pedagang, 4 orang sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS), 61 orang sebagai guru, 67 orang sebagai montir/sopir, 326 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.6. Desa Lenek DayaDesa Lenek Daya terletak di barat utara kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 11.85 km dengan ketinggian mencapai 260-653 dari permukaan laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Lenek Daya mencapai 575 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa lenek daya berbatasan langsung dengan desa Lenek Duren di utara, desa Toya di timur, desa Lenek di selatan dan desa Pengadangan di barat. Jumlah penduduk desa Lenek Daya mencapai 5984 jiwa terdiri dari 2962 laki-laki, 3022 perempuan dan 1631 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa Lenek Daya ialah sebagian sebagai petani yang mencapai 519 orang, 825 orang sebagai buruh tani, 112 orang sebagai pedagang, 27 orang sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS), 15 orang sebagai guru, 31 orang sebagai montir/sopir, 16 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.7. Desa Lenek DurenDesa Lenek Duren terletak di barat utara kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 10.97 km dengan ketinggian mencapai 653-872 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran tinggi. Curah hujan di desa Lenek Duren mencapai 566 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa lenek duren berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) di utara, desa Toya di timur, desa Lenek Daya di selatan dan desa Pengadangan di barat. Jumlah penduduk desa Lenek Duren mencapai 1393 jiwa terdiri dari 704 laki-laki, 692 perempuan dan 388 Kepala Keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa Lenek Duren ialah sebagian sebagai petani yang mencapai 193 orang, 125 orang sebagai buruh tani, 14 orang sebagai pedagang, 1 orang sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS), 1 orang sebagai guru, 1 orang sebagai montir/sopir, 2 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.8. Desa Lenek LaukDesa Lenek Lauk terletak di barat selatan kecamatan Aikmel dengan luas wilayah 2.71 km dengan ketinggian mencapai 218-221 Dari Permukaan Laut (DPL) yang termasuk dalam kategori dataran rendah. Curah hujan di desa Lenek Lauk mencapai 574 mm/m dengan suhu berkisar 25-30 C. Desa Lenek Lauk berbatasan langsung dengan desa Lenek Pesiraman di utara, desa Kalijaga di timur, desa Sukarema di selatan dan kecamatan Suralaga di barat. Jumlah penduduk desa Lenek Lauk mencapai 5710 jiwa terdiri dari 2809 laki-laki, 2901 perempuan dan 1760 kepala keluarga (KK). Mata pencaharian penduduk desa lenek lauk ialah sebagian sebagai petani yang mencapai 489 orang, 1490 orang sebagai buruh tani, 36 orang sebagai pedagang, 35 orang sebagai guru, 13 orang sebagai montir/sopir, 3 orang sebagai pengerajin dan sisanya lain-lain.[footnoteRef:4] [4: Profil Kecamatan Tahun 2014]

A. Pelaksanaan Sandak Tanggep Tanah Pertanian Dalam Masyarakat Kecamatan Aikmel Kabupaten Lombok Timur Setelah Berlakunya Pasal 7 UU No.56/Prp/1960Dengan telah berlakunya UUPA pada tanggal 24 September 1960 maka kedudukan lembaga gadai tanah, termasuk hak-hak yang sifatnya sementara masih dipertahankan dan dalam waktu dekat ini akan dihapuskan (pasal 53 ayat 1 UUPA). Pengaturan lebih lanjut dari pasal 53 UUPA itu dapat kita lihat dalam UU No. 56 /Prp/1960 tanggal 29 Desember 1960 yang berlaku tanggal 1 Januari 1961. Bila dilihat dari sejarah berlakunya UU No. 56/Prp/1960, maka dapat dikatakan bahwa UU inilah yang pertama kali setelah berlakunya UUPA di Indonesia, yaitu hanya berjarak waktu 3( tiga ) bulan.Dengan lebih dekatnya waktu berlakunya UU No. 56/Prp /1960 dengan UUPA ini, dimana dalam undang-undang ini mengatur masalah yang berkaitan dengan Penetapan Luas Tanah Pertanian, yang dalam pasal 7 mengatur tentang Pengembalian dan Penebusan Tanah-Tanah Pertanian Yang Digadaikan betapa dirasakan bahwa pengaturan gadai lebih diharapkan kepentinganya. Namun perlu dikaji bahwa tidak semua masyarakat di Indonesia seperti halnya di kecamatan Aikmel dapat menerima ketentuan hapusnya gadai maka untuk itu didalam penelitian ini ditelusuri : a. Pengetahuan masyarakat tentang diberlakukannya Pasal 7 UU No. 56 /Prp /1960.Pengetahuan masyarakat di daerah penelitian terhadap diberlakukannya Pasal 7 UU No.56/Prp/1960 akan merupakan faktor penting untuk dapatnya anggota masyarakat mematuhi peraturan yang diberlakukan tersebut hal itu terlihat dalam tabel dibawah. Tabel 2. Pengetahuan Masyarakat Tentang Diberlakukannya Pasal 7 UU Nomor 56 / Prp /1960. NODesaMengetahuiTidak Mengetahi

1Aikmel 4 orang-

2Aikmel Utara2 orang1 orang

3Aikperapa 1 orang1 orang

4Kalijaga 3 orang1 orang

5Kalijaga Timur2 orang1 orang

6Lenek3 orang-

7Lenek Daya2 orang1 orang

8Lenek Lauk3 orang-

Total8 Desa20 orang5 orang

Persentase100%80%20%

Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa sebagian besar yaitu 20 orang (80%) dari responden menyatakan telah mengetahui diberlakukan UU tersebut dan 5 orang (20%) dari responden belum mengetahui diberlakukan Pasal 7 UU NO. 56 /Prp /1960. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel diatas.b. Pendapat tentang ketentuan hapusnya gadai tanah.Dari hasil penelitian ini dapat diketahui pendapat masyarakat tentang ketentuan hapusnya gadai tanah, yaitu sebagian besar responden yaitu 20 orang (80%) dari masyarakat mengharapkan agar ketentuan mengenai hapusnya gadai ditinjau kembali. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3.Tabel 3 : Pendapat responden tentang aturan penghapusan GadaiNODesaPerlu ditinjau kembaliTidak perlu ditinjau kembaliSetuju dihapus

1Aikmel3 orang-1 orang

2Aikmel Utara3 orang--

3Aikperapa2 orang--

4Kalijaga3 orang1 orang-

5Kalijaga Timur3 orang--

6Lenek3 orang--

7Lenek Daya1 orang2 orang-

8Lenek Lauk2 orang-1 orang

Total8 Desa20 orang3 orang2 orang

Persentase100%80%12%8%

Dengan alasan gadai mempunyai fungsi sosial, yaitu untuk membantu/ menolong orang lain dalam kesulitan mendapatkan uang. Dari tabel 3 terlihat adanya 3 orang (12%) dari responden yang menyatakan tidak perlu ditinjau kembali gadai tanah dengan alasan gadai dikembalikan setelah gadai itu ditebus sesuai dengan apa yang diatur dalam Hukum Adat. Dan 2 orang (8%) dari responden yang menyatakan setuju dihapus gadai tanah dengan alasan gadai itu merupakan keterpaksaan saja dan itu merupakan pemerasan.c. Pendapat Anggota Masyarakat Tentang Cara Penebusan Gadai Terkait tentang tata cara penebusan gadai pendapat masyarakat tidak seragam mengenai hal itu. Dari hasil penelitian penulis dapat diketahui antara mengembalikan hak orang dan dapat diminta benda yang digadai dengan tergantung kesepakatan berbanding sama. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 4 : Pendapat responden cara menebus gadai jika gadai harus ditebus.NODesaDikembalikan hak orang itu dan diminta benda yang digadaiTergantung kesepakatan

1Aikmel2 orang2 orang

2Aikmel Utara-3 orang

3Aikperapa-2 orang

4Kalijaga3 orang1 orang

5Kalijaga Timur3 orang-

6Lenek3 orang-

7Lenek Daya-3 orang

8Lenek Lauk2 orang1 orang

Total8 Desa13 orang12 orang

Persentase100%52%48%

Adapun cara jika gadai harus ditebus yaitu sebagian responden 13 orang (52%) menjawab menyatakan dikembalikan hak itu dan diminta benda yang digadaikan dan 12 orang (48%) lagi menyatakan tergantung kesepakatan para pihak, sebagaimana terlihat pada tabel 4 diatas.d. Pendapat tentang Undang-Undang negara mengatur bahwa setelah 7 tahun gadai perlu ditebus.Kalau kita hubungkan dengan sandak tanggep tanah yang ada di kecamatan Aikmel (khususnya di 6 desa fokus penelitian), maka peraturan yang seperti tersebut di atas tidak berlaku terhadap perbuatan hukum sandak tanggep tanah ini. Sebab masyarakat di kecamatan Aikmel mengadakan sandak tanggep tanah ini bukanlah didasarkan kepada hukum yang tertulis akan tetapi berdasarkan kepada hukum yang tidak tertulis yaitu hukum adat. Sebagaimana dari hasil penelitian ini terlihat yaitu 13 orang (52%) dari responden menyatakan tidak setuju dengan alasan dari dulu dalam adat sandaan (barang gadai) harus ditebus dan 12 orang (48%) dari responden menyatakan setuju dengan alasan menguntungkan masyarakat penyandak (Penjual Gadai) secara lebih rinci hal ini terlihat pada tabel 5.Tabel 5: Pendapat tentang Pasal 7 UU No. 56 /Prp/1960. Negara mengatur bahwa setelah 7 tahun gadai tidak perlu ditebus.NODesaSetuju Tidak Setuju

1Aikmel 4 orang-

2Aikmel Utara-3 orang

3Aikperapa -2 orang

4Kalijaga 4 orang-

5Kalijaga Timur2 orang1 orang

6Lenek2 orang1 orang

7Lenek Daya-3 orang

8Lenek Lauk1 orang2 orang

Total8 Desa13 orang12 orang

Persentase100%52%48%

Jika memperhatikan hal tersebut di atas, pengertian menurut hukum adat di mana hak menebus gadai tidak disebutkan secara tegas tentang batas waktu berakhirnya hak gadai, sedangkan menurut UUPA tercantum dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960, bahwa setiap hak gadai yang telah berlangsung tujuh tahun dinyatakan hapus dan pemberi gadai atau pemilik dapat mengambil tanahnya kembali tanpa mengembalikan uang gadai. Dengan adanya ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tersebut cukup jelas bahwa ketentuan gadai tanah menurut hukum adat berbeda dengan ketentuan gadai tanah menurut hukum nasional.Terdapat tiga hal yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 yang merupakan Undang-Undang Landeform Indonesia menurut Budi Harsono yaitu :[footnoteRef:5] [5: Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan Jakarta, 1986]

a) Penetapan luas maksimum pemelikan dan penguasaan tanah pertanian.b) Penetapan luas minimum pemilikan tanah pertanian dan larangan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan pemecahan pemilikan tanah-tanah itu menjadi bagian yang terlampau kecil.c) Masalah pengembalian dan penebusan tanah-tanah pertanian yang digadaikan.Menurut ketentuan hukum adat bahwa selama belum dilakukan penebusan oleh pemilik tanah, maka hak gadai dapat berlangsung terus, sedangkan menurut Hukum Agraria Nasional perjanjian gadai tersebut telah berlangsung tujuh tahun, maka pemilik tanah dapat mengambil tanahnya kembali dari pihak pemegang gadai tanpa membayar uang tebusan sehingga dengan demikian dapat diketahui bahwa hak gadai atas tanah pertanian bukanlah hak jaminan.Dengan telah berlakunya UUPA pada tanggal 24 september 1960 maka kedudukan lembaga gadai tanah termasuk hak-hak yang sifatnya sementara masih dipertahankan dan dalam waktu yang dekat ini akan dihapuskan (Pasal 53 UUPA).Pengaturan lebih lanjut dari Pasal 53 UUPA itu dapat kita lihat dalam UU. No. 56 /Prp/ 1960. Pengertian hak gadai tanah terlihat dalam penjelasan umum UU. No. 56 /Prp/ 1960 angka 9 a sebagai berikut : Yang dimaksud dengan gadai ialah hubungan antara seorang dengan tanah kepunyaan orang lain yang mempunyai utang kepadanya selamanya utang tersebut belum dibayar lunas, maka tanah itu tetap berada dalam penguasaan si peminjam uang tersebut (pemegang gadai), selama itu hasil tanah seluruhnya menjadi hak pemegang gadai yang demikian merupakan bunga dari utang tersebut. Penebusan tanah itu tergantung kepada kemauan dan kemampuan yang menggadaikan. Banyak gadai yang berlangsung bertahun-tahun bahkan ada dilanjutkan oleh ahli waris si pemberi gadai karena si pemberi gadai belum mampu untuk menebusnya kembali. Besarnya uang gadai tidak saja tergantung pada kesuburan tanahnya, akan tetapi terutama pada kebutuhan si pemberi gadai akan besarnya pinjaman, oleh karena itu tidak jarang tanah yang subur digadaikan dengan jumlah uang gadai yang rendah. Biasanya orang menggadaikan tanahnya hanya bisa bila ia berada dalam keadaan yang sangat mendesak sekali.[footnoteRef:6] [6: Ibid hlm 145]

Dari kutipan diatas teranglah bagi kita bahwa praktek gadai tanah diadakan dengan imbangan yang sangat merugikan si pemberi gadai dan sangat menguntungkan pihak pemegang gadai, tegasnya mengandung unsur pemerasan sehingga hak gadai bersifat sementara dan akan dihapuskan.Berdasarkan Pasal 53 UUPA itu, maka diadakan ketentuan tentang batas waktu penebusan dan pengembalian gadai yang terdapat dalam Pasal 7 UU No. 56 Prp. 1960. yang menyatakan sebagai berikut : Ayat 1: Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan hak gadai yang pada waktu mulai berlakunya peraturan ini sudah berlangsung 7 tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada pemilik aslinya dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen dengan tidak ada hak untuk menuntut uang tebusan. Ayat 2 : Mengenai hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini belum berlangsung 7 tahun maka pemilik tanahnya berhak untuk memintanya kembali setiap waktu dengan membayar uang tebusan sebesar yang dihitung sesuai rumus : (7+1/2) waktu berlangsungnya hak gadai x UG 7 UG = Uang gadai Dengan ketentuan bahwa sewaktu-waktu hak gadai itu telah berlangsung 7 tahun maka pemegang gadai wajib mengembalikan tanah tersebut tanpa uang tebusan dalam waktu sebulan setelah tanaman yang ada selesai dipanen. Sedangkan ayat 3 nya mengatakan, pasal ini juga berlaku terhadap hak gadai yang diadakan sesudah mulai berlakunya peraturan ini. Jadi peraturan ini memuat ketentuan tentang gadai yang sedang berlaku dan yang diperlakukan.Kalau kita hubungkan dengan sandak tanggep yang ada di Sasak Lombok khususnya di kecamatan Aikmel maka peraturan yang tersebut di atas tidak berlaku terhadap perbuatan hukum sandak tanggep ini. Sebab masyarakat di Lombok (kecamatan Aikmel) mengadakan sandak tanggep ini bukanlah didasarkan kepada hukum yang tertulis, akan tetapi berdasarkan kepada hukum yang tidak tertulis yaitu hukum adat Sasak Lombok sendiri. Sandak tanggep di Sasak Lombok (kecamatan Aikmel) berlangsung terus dan tetap dipertahankan oleh masyarakat Sasak Lombok (kecamatan Aikmel) itu sendiri karena sandak tanggep itu adalah mempunyai fungsi yang sosial, yaitu untuk membantu orang yang lagi tidak mempunyai uang. Waktu penebusan dari sandak tanggep yang ada di Sasak Lombok (kecamatan Aikmel) ini tidaklah terbatas dengan arti kata bahwa sandak tanggep akan terus berlangsung selama belum ditebus, jadi tidak ada batas waktunya seperti yang telah ditetapkan oleh Pasal 7 dari Undang Undang No 56 /Prp/1960 tadi, yaitu 7 tahun. Dalam masyarakat Sasak Lombok (kecamatan Aikmel) khususnya akhir-akhir ini bisa kita perhatikan konsepsi dari sandak tanggep itu telah mulai bergeser atau setidak-tidaknya telah mengalami kekaburan tentang pengertiannya, yaitu saling pinjam antara uang dengan tanah dan saling menguntungkan yakni pemilik asli sebagai penggarap tanahnya sendiri yang telah disandak.Bisa kita lihat yang menjadi pemegang gadai (penanggep) adalah pada umumnya orang-orang yang telah mapan sedangkan tanah pertaniannya juga tak bisa dibilang sedikit. Dalam kaitan ini sebenarnya sipemberi gadai secara berangsur-angsur tapi pasti hanya bekerja sebagai penggarap saja atau sebagai buruh tani saja. Jadi tepat sekali yang dikatakan oleh Syofyan Asnawi, dewasa ini sebaiknya sandak tanggep itu dilarang saja, karena tujuan sandak tanggep itu lebih berbau konsumtif, tetapi apakah kita mampu untuk mengadakan perubahan-perubahan yang demikian itu. Nah itu akan tergantung kepada kita semuanya.[footnoteRef:7] [7: Hasil Wawancara Di Lapangan tanggal 15 Desember 2014]

Konflik pada transaksi ini acapkali terjadi dimana seperti yang kita tahu konflik merupakan cikal bakal terjadinya sengketa. Ini terjadi dikarenakan hukum adat sasak Lombok tentang gadai tanah dengan hukum Nasional tidak searah. Meskipun tidak banyak tetapi ada saja yang terjadi tutur H. Nuriman.[footnoteRef:8] [8: Hasil Wawancara Di Lapangan tanggal 12 Desember 2014]

Sengketa ialah menurut kamus besar bahasa Indonesia, adalah segala sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat, pertikaian atau pembantahan.[footnoteRef:9] [9: Kamus Besar Bahasa Indonesia]

Timbulnya sengketa hukum adalah bermula dari pengaduan sesuatu pihak (orang / badan) yang berisi keberatan dan tuntutan hak atas tanah baik terhadap status tanah, prioritas maupun kepemilikannya dengan harapan dapat memperoleh penyelesaian secara administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.[footnoteRef:10] [10: http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-gadai-tanah-menurut- hukum.html]

Konflik atau sengketa terjadi juga karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan gambaran lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun lingkungan social.[footnoteRef:11] [11: Koentjaraningrat, Manusia dan kebudayaan di Indonesia, Djambatan Jakarta, 1997]

Menurut Nader dan Fod dalam bukunya Dispute Procces In Fen Socities ada tiga fase atau tahap dalam proses bersengketa.[footnoteRef:12] [12: Sri Lestari SH, Masyarakat dan Pilihan Hukum, (Tugas Makalah Universitas Negri Semarang), Semarang, 2013]

Menurut Nader dan Fod dalam bukunya Dispute Procces In Fen Socities ada tiga fase atau tahap dalam proses bersengketa.[footnoteRef:13] [13: Sri Lestari SH, Masyarakat dan Pilihan Hukum, (Tugas Makalah Universitas Negri Semarang), Semarang, 2013]

a. Pra konflik adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas sesorang.b. Konflik adalah keadaan dimana para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas tersebut.c. Sengketa adalah keadaan dimana konflik tersebut dinyatakan dimuka umum atau melibatkan pihak ketiga.Pada fase pertama mempunyai ciri monodik yaitu ada satu pihak yang merasa diperlakukan tidak adil. Sedangkan fase kedua memiliki ciri dialik artinya kedua pihak merasa sadar telah masuk konflik dan terakhir mempunyai ciri triadik atau publik, sengketa antara mereka tidak dapat terselesaikan mereka sendiri sehingga telah mengikutsertakan pihak lain untuk ikut menyelesaikan sengketa mereka.Konflik atau sengketa merupakan suatu peristiwa hukum sehingga sebabnya juga dapat dikenal dengan melihatnya melalui pandangan hukum. Timbulnya bentuk-bentuk konflik pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor yaitu :[footnoteRef:14] [14: http://visiuniversal.blogspot.com/2014/04/10-penyebab-konflik-dalam-masyarakat.html]

a. Konflik Data (Data Conflict)Konflik data terjadi karena adanya kekurangan informasi (lack of information) kesalahan informasi (miss information), adanya perbedaan pandangan, adanya perbedaan interpretasi terhadap data, adanya berbeda penafsiran terhadap prosedur.b. Konflik Kepentingan (Interest Conflict)Dalam melaksanakan kegiatan, setiap pihak memiliki kepentingan tanpa adanya kepentingan para pihak tidak akan mengadakan kerjasama. Timbulnya konflik kepentingan ada beberapa hal sebagai berikut :a) Adanya perasaan atau tindakan yang bersaingb) Ada kepentingan substansi dari para pihakc) Ada kepentingan procedurald) Ada kepentingan psikologic. Konflik Hubungan (Relationship Conflict)Konflik hubungan dapat terjadi oleh adanya kadar emosi yang kuat (strong emotion) adanya kesalahan persepsi, miskin komunikasi, (poor communication) atau kesalahan komunikasi (miss communikasi) dan tingkah laku negatif yang berulang-ulang (Repetitive Negative Behaviour).d. Konflik Struktur (Structural Conflict)Konflik struktur dapat terjadi karena adanya pola merusak perilaku atau interaksi kontrol yang tidak sama. Kepemilikan atau distribusi sumber daya yang tidak sama, adanya kekuasaan dan kekuatan geografi, psikologi yang tidak sama atau faktor-faktor lingkungan yang menghalangi kerjasama serta waktu yang sedikit.e. Konflik Nilai (Value Conflict)Konflik nilai terjadi karena adanya perbedaan kriteria evaluasi pendapat atau perilaku. Adanya perbedaan pandangan hidup ideologi dan agama. Adanya penilaian sendiri tanpa memperhatikan penilaian orang lain.Sedangkan yang menjadi prosedur penyelesaian sengketa hukum atas tanah belum diatur secara konkrit seperti halnya mekanisme permohonan hak atas tanah. Oleh karena itu penyelesaian kasus tidak dilakukan dengan cara penyelesaian yang seragam, tetapi dari pengalaman cara penanganan yang ada telah kelihatan melembaga walaupun masih samar-samar. Demikian pula bila ada anggota masyarakat yang terlibat pertikaian diupayakan dapat selesai secara musyawarah atau dibantu penyelesaiannya oleh para orang tua atau yang dituakan, tokoh masyarakat, tokoh adat untuk mencari jalan keluar dengan menekankan nilai-nilai luhur tersebut diatas.Kendatipun cara-cara demikian sedikit demi sedikit mengalami erosi akan tetapi cara-cara demikian masih ada yang tetap berlangsung hingga sekarang. Bentuk suatu penyelesaian sengketa merupakan serangkaian aktivitas yang diperlukan oleh para pihak yang bersengketa dengan menggunakan strategi untuk menyelesaikannya. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat muncul dalam berbagai bentuk. Secara umum media penyelesaian sengketa yang tersedia dapat digolongkan dalam dua bentuk yaitu melalui pengadilan dan penyelesaian sengketa diluar pengadilan atau sering disebut sebagai alternatif penyelesaian sengketa (Alternative Dispute Resolution / ADR). ADR merupakan sebuah pengertian konsep penyelesaian konflik atau sengketa yang kooperative yang diarahkan pada suatu kesepakatan atau solusi terhadap konflik atau sengketa yang bersifat win-win solution (menang). Selain itu Nader dan Todd dalam bukunya Dispute Process In Ten Societies mengemukakan cara-cara untuk menyelesaikan sengketa :[footnoteRef:15] [15: Rukayah, Jenis-jenis Penyelsean Sengketa Di Luar Pengadilan, (Makalah Universitas Airlangga), Surabaya, 2014]

a) Membiarkan saja (Lumping it)Mengabaikan saja persengketaan tersebut dan menganggap tidak perlu diperpanjang.b) Mengelak (Avoidance)Pihak yang merasa dirugikan memilih untuk tidak berhubungan lagi dengan pihak yang merugikan.c) Paksaan (Coercion)Suatu pihak memaksakan pemecahan pada pihak lain.d) Perundingan (Negotiation)Dua pihak yang berhadapan merupakan para pengambil keputusan.e) Mediasi (Mediation)Ada pihak yang ketiga yang membantu kedua belah pihak yang berselisih untuk menemukan kompromi.f) Arbitrase (Arbitration)Kedua belah pihak meminta pihak ketiga yakni Arbitrator / Arbiter untuk menyelesaikan sengketa dan sejak semula sepakat akan menerima keputusan apapun dari arbitrator tersebut.g) Peradilan (Ajudication)Pihak ketiga yang mempunyai wewenang untuk mencampuri masalah (vonis dan eksekusi) terlepas dari keinginan para pihak. Bertitik tolak dari pendapat Nadder dan Todd tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak semua sengketa dapat diselesaikan dengan satu jenis pemecahan. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa dapat dikelompokkan dalam 3 kelompok utama yakni dilakukan oleh satu pihak yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa saja dan yang melibatkan pihak ketiga. Bentuk penyelesaian sengketa lainnya yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bersengketa adalah negosiasi. Penyelesaian sengketa model ini disebut penyelesaian untuk menghasilkan suatu keputusan atau kesepakatan tanpa campur tangan atau bantuan pihak ketiga.Biasanya penyelesaian model ini tidak berdasarkan peraturan yang ada melainkan berdasarkan aturan yang mereka buat sendiri. Sedangkan penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga meliputi penyelesaian yang berbentuk ajudikasi, arbitrase dan mediasi. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa ini mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah bahwa ketiga bentuk penyelesaian ini bersifat triadic karena melibatkan pihak ketiga.Sedangkan perbedaannya adalah sebagai ajudikasi merupakan penyelesaian yang dilakukan oleh pihak ketiga yang mempunyai wewenang untuk campur tangan dan ia dapat melaksanakan keputusan yang telah ditentukan tanpa memperhatikan apa yang menjadi kehendak para pihak. Berbeda dengan ajudikasi, arbitrase merupakan penyelesaian sengketa yang dilakukan pihak ketiga dan keputusannya disetujui oleh pihak- pihak yang bersengketa.Sedangkan mediasi adalah bentuk penyelesaian yang melibatkan, pihak ketiga untuk membantu pihak-pihak yang bersangkutan untuk mencapai persetujuan.

B. Faktor-Faktor Yang Menghambat Penerapan Pasal 7 UU No. 56 /Prp/1960 Tentang Ketentuan Batas Waktu maksimal Gadai Tanah Tanah Pertanian Dalam Pelaksanaan Sandak Tanggep. Berdasarkan pasal 53 Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960, maka diadakan ketentuan tentang batas waktu penebusan dan pengembalian gadai yang terdapat dalam pasal 7 UU No.56 /Prp/1960 yang intinya menyatakan setelah 7 (tujuh) tahun atau lebih hapus dalam arti tidak ada tebusan seperti yang telah diuraikan pada Bab II, sandak (gadai) dalam masyarakat kecamatan Aikmel harus ditebus sesuai dengan ketentuan adat yang berbunyi tebus pesande, jual alurangna artinya (gadai harus ditebus, dijual dibiarkan lepas) atau ada lagi pepatah adat Minangkabau yaitu bajar otang, tebus sandak artinya hutang harus dibayar, gadai harus ditebus.Sedangkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perjanjian tersebut diatas yaitu:[footnoteRef:16] [16: Hasil Wawancara tanggal 5 Oktober 2014 dengan H. Lalu Syafrudin, SH, M.Hum]

1. SepakatBahwa persetujuan para pihak yang melakukan akad mengenai harga dan barang atau jasa yang diperjanjikan.2. KonkritDimana perjanjian dilakukan seketika dengan melaksanakan hak dan kewajiaban para pihak sesuai dengan isi perjanjian yang mereka sepakati bersama.3. KontanMelakukan serah terima atau pembayaran harga disertai penyerahan barang dan jasa.4. Ada persetujuan dari kepala adat atau pamong setempatIni dimaksudkan agar supaya mendapat perlindungan hukum yang dianggap terang dan telah disetujui oleh masyarakat.Bila dihubungkan dengan pendapat Soerjono Soekanto, tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum disini adalah faktor hukumnya sendiri, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan. Di sini terlihat ada pertentangan hukum adat Sasak Lombok dengan ketentuan Pasal 7 UU No 56 /Prp/1960 ada diantara masyarakat yang memanfaatkan. a. Pendapat masyarakat tentang gadai perlu ditebus di dalam hukum adat dari hasil penelitian di kecamatan Aikmel.Tabel 6: Pendapat responden di dalam hukum adat gadai perlu ditebusNODesaYa Tergantung Keadaan

1Aikmel 4 orang-

2Aikmel Utara3 orang-

3Aikperapa 2 orang-

4Kalijaga 3 orang1 orang

5Kalijaga Timur3 orang-

6Lenek3 orang-

7Lenek Daya3 orang-

8Lenek Lauk3 orang-

Total8 Desa24 orang1 orang

Persentase100%96%4%

Dapat diketahui 1 orang (4%) dari responden menyatakan tergantung keadaan artinya ada yang menyatakan gadai tidak perlu ditebus dan sebagian besar lagi 24 orang (96%) dari responden menyatakan gadai itu perlu ditebus sebagaimana terlihat pada tabel diatas.b. Pendapat Masyarakat Tentang Pasal 7 Undang-Undang No. 56/Prp/1960. Pendapat anggota masyarakat di kecamatan Aikmel tentang masih ada keharusan bahwa setiap gadai harus ditebus walaupun Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 telah diberlakukan namun sampai sekarang pelaksanaannya di kecamatan Aikmel boleh dikatakan agak macet, atau dikatakan belum berjalan sama sekali terutama mengenai pelaksanaan ayat (1) dan (2) dari Pasal 7 di atas. Tabel 7 : Pendapat responden tentang pada ada masyarakat di kecamatan Aikmel masih ada keharusan bahwa setiap gadai harus ditebus.

NODesaPerlu ditinjau kembali Tidak perlu

1Aikmel 4 orang-

2Aikmel Utara3 orang-

3Aikperapa 2 orang-

4Kalijaga 3 orang1 orang

5Kalijaga Timur3 orang-

6Lenek3 orang-

7Lenek Daya3 orang-

8Lenek Lauk3 orang-

Total8 Desa24 orang1 orang

Persentase100%96%4%

Hal ini dapat kita lihat pendapat masyarakat di kecamatan Aikmel, yaitu 24 orang (96%) responden menyatakan perlu ditinjau kembali tentang ketentuan Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 dan 1 orang (4%)responden menyatakan tidak perlu ditinjau kembali gadai tersebut, secara rinci dapat dilihat pada tabel diatas.c. Pendapat anggota masyarakat tentang gadai perlu dihapuskan. Penggadaian tanah baik dari segi Hukum Adat Sasak Lombok dan Hukum Islam maupun dari tujuan terakhir dari Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 adalah terlarang.

Tabel 8 : Pendapat responden tentang Apakah sandak harus dihapusNODesaPerlu Tidak perlu

1Aikmel 4 orang-

2Aikmel Utara3 orang-

3Aikperapa --

4Kalijaga 4 orang2 orang

5Kalijaga Timur3 orang-

6Lenek3 orang-

7Lenek Daya3 orang-

8Lenek Lauk3 orang-

Total8 Desa23 orang2 orang

Persentase100%92%8%

Dari hasil penelitian ini dapat diketahui pendapat anggota masyarakat tentang sandak perlu dihapus, yaitu lebih dari separuh responden yakni 23 orang (92%) menyatakan sandak perlu dihapuskan dengan alasan gadai itu dilarang oleh agama Islam, hukum adat Sasak Lombok dan 2 orang (8%) responden menyatakan tidak perlu dihapus dengan alasan pada prinsip sandak itu mempunyai fungsi sosial, yaitu membantu/menolong seseorang dalam kesulitan mendapatkan uang. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel diatas.Jika berbicara mengenai masalah gadai maka dapat dilihat ketentuan dari Undang-Undang No 56/Prp/1960 Penetapan Luas Tanah Pertanian. Dalam Pasal 7 disebutkan bahwa setelah lewat 7 tahun maka gadai akan hapus dengan sendirinya tanpa ditebus. Kalau kita hubungkan dengan sandak tanggep yang ada di Lombok (kecamatan Aikmel) maka peraturan yang seperti tersebut di atas tidaklah berlaku terhadap perbuatan hukum sandak tanggep ini.Tetapnya masyarakat menggunakan lembaga gadai walaupun telah dinyatakan hapus, kiranya ketentuan ini perlu dikaji secara teliti. Khusus untuk daerah pendukung budaya dan hukum adat Sasak Lombok, ketentuan ini berarti tidak mengakui penguasaan masyarakat atas tanah yang berasal dari sandak tanggep.Dengan diperlakukannya Pasal 7 UU No. 56/Prp/1960 tentang Ketentuan Penghapusan Gadai yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan Agraria (Pasal 53 Ayat (1) UUPA) di wilayah Lombok Timur kecamatan Aikmel penerapan ketentuan ini perlu ditinjau kembali. Hal ini disebabkan karena ketentuan undang-undang tersebut bersifat memaksa. Situasi dan kondisi di Lombok Timur kecamatan Aikmel berbeda dengan situasi dan kondisi orang yang melakukan gadai tanah di Pulau Jawa.Berkaitan dengan pengakuan hak gadai (sandak tanggep) dalam masyarakat adat ini banyak pendapat baik dari ahli hukum maupun praktisi hukum (Hakim) melalui Yurisprudensi Soebekti (dalam A.P Parlindungan, 1991b: 55) mengungkapkan bahwa UU No.56/Prp/1960 bermaksud melindungi pihak ekonomi lemah, si petani yang memerlukan uang dan terpaksa menggadaikan tanah dengan tanpa mempertimbangkan besar uang gadai. Dengan pertimbangan bahwa selama 7 (tujuh) tahun penerima gadai sudah menikmati obyek gadai, sehingga telah memperoleh kembali uang gadai yang telah dikeluarkan. A.P. Parlindungan (1991b:55) menunjukkan bahwa di beberapa daerah justru penerima gadai adalah masyarakat ekonomi lemah dan harga gadai cukup besar.[footnoteRef:17] [17: Aliasman SH, Pelaksanaan Gadai Tanah Dalam Masyarakat Hukum Adat Minangkabau di Nagari Campago Kabupaten Padang Pariaman Setelah Berlakunya Pasal 7 UU No. 56 / prp / 1960, (Tesis Universitas Dipoegoro), Semarang, 2005]

Pada penelitian yang penulis lakukan dapat dikemukakan bahwa sandak tanggep di Lombok Timur kecamatan Aikmel dilakukan dengan berbagai pertimbangan. Dari keadaan yang digambarkan tersebut, penulis berpendapat bahwa ketentuan gadai tanah ini tidak disusun berdasarkan hasil penelitian dan kajian mendalam tentang pranata gadai, sehingga dalam penerapannya sering dijadikan obyek sengketa ditengah masyarakat.Sementara itu A.P. Parlindungan (1991 : 54) melihat ketentuan dan pendirian pemerintah yang ragu-ragu untuk memberikan landasan hukum dalam UUPA. A.P. Parlindungan (1991 : 55) berpendapat bahwa penghapusan lembaga gadai dapat menimbulkan kesulitan kepada masyarakat karena masyarakat yang membutuhkan uang akan terbelit utang dengan pinjaman uang dengan bunga tinggi sekali. Timbulnya jual beli dengan hak membeli kembali dalam waktu terbatas, sehingga akan menyebabkan hilangnya hak tanah dari yang menggadaikan karena tidak sanggup menebusnya.[footnoteRef:18] [18: Siti Prihatin Yulianti SH, Pendaftaran Tanah Secara Sistematik dan Pengaruhnya Terhadap Tertib Pertanahan, (Tesis Universitas Dipoegoro), Semarang, 2008]

Bila ketentuan Pasal 3 dan 56 UUPA dikaitkan dengan Pasal 7 UU.No.56/Prp/1960 maka dapat diketahui bahwa tidak adanya sinkronisasi peraturan dalam mengakui hak-hak masyarakat Hukum Adat atas tanah khususnya tentang bersifat sementara. Pada Pasal 3secara implisit mengakui pelaksanaan hak ulayat dan hak yang serupa dari masyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataan masih ada. Hal ini berarti bahwa UUPA mengakui pelaksanaan hak ulayat sesuai dengan ketentuan adat termasuk juga di dalamnya menggadaikan dalam jangka waktu tidak terbatas dan harus ditebus karena norma tersebutlah yang dianut oleh masyarakat setempat. Hanya saja norma adat tersebut secara formal dinyatakan tidak berlaku lagi dengan berlakunya Pasal 7 UU.No. 56 / Prp / 1960. Selanjutnya apabila ketentuan penghapusan gadai ini dikaitkan dengan Pasal 56 UUPA juga menunjukkan tidak adanya sinkronisasi karena didalam hukum adat gadai merupakan satu-satunya cara yang dapat dilakukan oleh anggota kerabat untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak.Adapun faktor-faktor yang menghambat penerapan ketentuan Pasal 7 UU No 56/Prp/1960, yaitu :a. Gadai di daerah ini lebih spesifik karena nilai gadai hampir menyamai harga beli sehingga mengembalikan tanah gadai kepada pemilik dengan tanpa mendapat tebusan akan merugikan pemegang gadai.b. Gadai itu mempunyai fungsi sosial, yaitu bersifat tolong menolong, sehingga tidak ada unsur pemerasan dan selalu ditebusi tanpa terikat pada suatu jangka waktu tertentu.c. Dalam ketentuan adat Sasak Lombok gadai harus ditebus kembali sesuai dengan ketentuan adat tebus gadai alurang jual (gadai ditebus, jual dibiarkan lepas) atau sesuai dengan pepatah Adat Sasak bajar otang tebus gadai (hutang harus dibayar gadai harus ditebus).Penggadai pada umumnya mempunyai hak yang kuat atas tanah, sedangkan Pemegang Gadai adalah pihak yang kekurangan tanah / lemah dari penguasaan atas tanah.