Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari...

129
PRESS dan Jaminan Sosial Perasuransian Suparji , lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Februari 1972, meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 1995, kemudian melanjutkan studi ke Universitas Indonesia hingga bergelar Magister Hukum pada tahun 2002, serta gelar Doktor Ilmu Hukum diraih setelah berhasil mempertahankan Disertasi dalam sidang terbuka yang berjudul “Penanaman Modal Asing di Indonesia, Insenf Versus Pembatasan: Studi tentang Pelaksanaan Undang-undang No. I Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Lahirnya Undang- undang No. 25 Tahun 2007” pada tahun 2008. Saat ini akf menjadi Dosen Tetap Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Al Azhar Indonesia, karier yang beliau rins semenjak akhir tahun 2006, selain akf mengajar juga sering terlibat dalam diskusi publik baik pada media televisi, media cetak dan radio. Semoga karya ini dapat menjadi inspirasi dan solusi guna menjawab tantangan permasalahan-permasalah hukum di Indonesia, dan diperdalam kajiannya pada penelian-penelian bidang hukum selanjutnya, sehingga diharapkan menjadi gagasan yang membantu negara Republik Indonesia yang kita cintai mencapai cita-citanya sebagai negara hukum sesuai amanat UUD 1945. PRESS dan Jaminan Sosial Hukum Perasuransian PRESS Hukum Jaminan Sosial

Transcript of Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari...

Page 1: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

PRESS

dan

Jaminan SosialPerasuransian

Suparji, lahir di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada tanggal 20 Februari 1972, meraih gelar Sarjana Hukum dari Universitas Diponegoro Semarang pada tahun 1995, kemudian melanjutkan studi ke Universitas Indonesia hingga bergelar Magister Hukum pada tahun 2002, serta gelar Doktor Ilmu Hukum diraih setelah berhasil mempertahankan Disertasi dalam sidang terbuka yang berjudul “Penanaman Modal Asing di Indonesia, Insen�f Versus Pembatasan: Studi tentang Pelaksanaan Undang-undang No. I Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Lahirnya Undang-undang No. 25 Tahun 2007” pada tahun 2008.

Saat ini ak�f menjadi Dosen Tetap Program Studi Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Al Azhar Indonesia, karier yang beliau rin�s semenjak akhir tahun 2006, selain ak�f mengajar juga sering terlibat dalam diskusi publik baik pada media televisi, media cetak dan radio.

Semoga karya ini dapat menjadi inspirasi dan solusi guna menjawab tantangan permasalahan-permasalah hukum di Indonesia, dan diperdalam kajiannya pada peneli�an-peneli�an bidang hukum selanjutnya, sehingga diharapkan menjadi gagasan yang membantu negara Republik Indonesia yang kita cintai mencapai cita-citanya sebagai negara hukum sesuai amanat UUD 1945.

PRESS

dan

Jaminan

SosialH

ukum Perasuransian

PRESS Hukum

Jaminan Sosial

Page 2: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

JAMINAN SOSIAL

olehSUPARJI

PRESS

danPERASURANSIANHUKUM

Page 3: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

Karya Suparji Copyright © 2017, Suparji

Hak cipta dilindungi undang-undang All rights reserved

Pewajah Sampul: Denny Azhari S. @denny.azhari

vii +110 hlm. ; 15 x 23 cm

Edisi Pertama : Maret 2017

ISBN: 978-623-90930-5-1

UAI Press Jln. Sisingamangaraja, Kompleks Masjid Agung Al Azhar

Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12110, Telp. : 021-72792753

Fax : 021-7244767 www.uai.ac.id

Page 4: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

v

Untuk yang tercinta Isteriku Hany dan Anakku Umy dan Rildo

Page 5: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, Dzat Yang Maha

Kuasa, Pencipta Ilmu dan Pengetahuan, Yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, atas limpahan rizki berupa ilmu pengetahuan dan ijin-Nya,

akhirnya penulis berhasil menyelesaikan buku ini.

Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan Undang-Undang

tentang Perasuransian, pada Selasa, 23 September 2014. Undang-undang

terdiri atas 18 bab dan 92 pasal. Muatan dalam undang-undang tersebut

antara lain bentuk badan hukum, kepemilikan perusahaan perasuransian,

peningkatan kapasitas asuransi, asuransi syariah dan Otoritas Jasa

Keuangan.

Subtansi yang dalam pembahasannya cukup sering menimbulkan

perdebatan adalah badan hukum asuransi. Pada akhirnya, disepakati

adanya bentuk usaha bersama (mutual) dan koperasi, selain bentuk

perseroan terbatas. Pada mulanya, pemerintah mengusulkan badan hukum

asuransi hanya berbentuk perseroan terbatas (PT). Selain itu terdapat

empat pasal baru itu terkait perlindungan pemegangan polis atau peserta

atau tertanggung, yaitu tentang penanganan tata cara pengajuan klaim

asuransi yang harus mengikuti norma cepat, sederhana, mudah dan adil.

Lahirnya pasal baru itu untuk melindungi konsumen mengingat banyak

warga yang merasa dirugikan saat hendak mengklaim asuransi.

Ketentuannya diatur lebih rinci dan jelas sehingga kemungkinan terjadi

fraud (kejahatan finansial), baik dari pihak perusahaan asuransi maupun

konsumen asuransi yang nakal bisa diminimalkan. Praktek selama ini,

sering terjadi kasus penuntutan klaim oleh pemegang polis karena

perusahaan asuransi selalu melambat-lambatkan pembayaran klaim.

Perusahaan asuransi menggunakan banyak alasan sehingga konsumen

asuransi dirugikan.

Pengaturan tentang asuransi sangat penting untuk mendukung

pembangunan Indonesia. Diharapkan dengan dilakukannya pembaharuan

undang-undang perasuransian, industri perasuransian Indonesia dapat

tumbuh dan berkembang pesat, sehat dan bertanggung jawab.

Sehubungan dengan kedudukan yang sangat penting Undang-

Undang Perasuransian, maka penulis menerbitkan buku ini yang berisi

uraian tentang ketentuan dalam undang-undang tersebut. Selain itu, juga

diuraikan tentang salah satu kegiatan yang terkait dengan asuransi yaitu

jaminan sosial.

Tentunya selama penyusunan buku ini tidak sedikit bantuan yang

penulis terima baik moril maupun materiil dari berbagai pihak. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya

kepada Prof Erman Rajagukguk, Ph.D. LL.M (Dekan Fakultas Hukum

Universitas Al Azhar Indonesia), Ayahanda dan Ibunda (almarhum),

Page 6: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas

Al Azhar Indonesia.

Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih

terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya, oleh

karenanya dengan rendah hati penulis menerima saran yang

bersifat konstruktif.

Akhirnya, buku ini saya persembahkan untuk Isteriku Hany

dan Anakku Umy dan Rildo. Semoga buku ini bermanfaat bagi

siapapun pembacanya dan menjadi amal baik bagi penulis.

Jakarta, Maret 2017

Page 7: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

viii

DAFTAR ISI

Bab I Pendahuluan .............................................................. 1

Bab II Pembaharuan Hukum Asuransi .................................. 5

Bab III Asuransi Konvensional dan Syariah ........................... 8

Bab IV Badan Hukum Asuransi ............................................. 26

Bab V Pengawasan Perasuransian ......................................... 47

Bab VI Pengaturan Pengelola Statuter dalam Perasuransian ... 60

Bab VII Penyelesaian Sengketa Asuransi ................................ 77

Bab VIII Sanksi Dalam Bidang Asuransi .................................. 84

Bab IX Dasar Hukum Program Jaminan Sosial di Indonesia .. 89

Bab X Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ......................... 94

Bab XI Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Mewujudkan

Negara Kesejahteraan ................................................. 108

Daftar Pustaka ............................................................................ 120

Page 8: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

1

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap manusia mempunyai kebutuhan hidup yang mendasar

yaitu kebutuhan akan sandang, pangan dan papan. Manusia tidak dapat

mempertahankan hidup jika ketiga kebutuhan tersebut tidak

terpenuhi, agar terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak maka

manusia dituntut untuk bekerja. Baik itu di instansi pemerintahan,

swasta atau dibidang lain yang sesuai dengan keahlian dan

kemampuannya.

Kemungkinan bahwa manusia akan menghadapi suatu

kerugian atau suatu kehilangan merupakan masalah bagi setiap umat

manusia sejak zaman dulu. Sejak lahir sampai meninggal, setiap orang

menghadapi sesuatu yang tidak pasti. Kemungkinan akan kehilangan

yang dihadapi seseorang tersebut disebut dengan resiko.

Dalam kehidupan ini akan selalu dihadapkan dengan berbagai

resiko yang dapat dihadapi manusia pada umumnya. Resiko adalah

suatu keadaan yang tidak pasti dan dapat menimbulkan kerugian oleh

setiap manusia dalam melakukan aktivitasnya sehari-hari. Dengan

adanya ketidakpastian, kini masyarakat mulai menyadari dan mengerti

akan pentingnya sesuatu yang dapat menjamin dirinya, dimana

ketidakpastian dan resikonya adalah sesuatu hal yang tidak dapat

diabaikan begitu saja sehingga mutlak harus diperhatikan secara cermat

dan teliti apabila ingin mendapatkan kesuksesan ditengah-tengah

persaingan global tersebut.

Banyak usaha yang dipikirkan dan dilakukan orang untuk

mengatasi resiko supaya tidak tertimpa suatu kerugian atau kehilangan.

Hal yang diharapkan adalah kerugian dapat dihindari atau disingkirkan

dan akan lebih baik jika pada waktu ditimpa kerugian ada seseorang

yang mau atau mengganti kerugian itu seluruhnya atau sebagian.

Pada lingkungan pekerjaan atau bisnis, usaha untuk mengatasi

resiko dilakukan dengan bermacam-macam cara, salah satunya adalah

melalui asuransi atau pertanggungan. Untuk mengurangi beban yang

ditimbulkan resiko tersebut, Pemerintahpun menganggap perlu

menyusun sistem dan program jaminan sosial. Program itu

dimaksudkan sebagai pelindung bagi sebagian atau seluruh anggota

masyarakat dari tekanan ekonomi atau hilangnya penghasilan karena

pengangguran, sakit, kecelakaan, cacat, hari tua, atau meninggal.

Page 9: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

2

Program jaminan sosial tersebut dilakukan dalam bentuk

bantuan sosial atau melalui asuransi. Bantuan sosial dapat diberikan

oleh Pemerintah kepada masyarakat atau dari pengusaha kepada

karyawannya secara cuma–cuma atau subsidi seperti pemeriksaan

dokter. Dengan adanya jaminan sosial, maka bagi pegawai/ tenaga kerja

tersebut akan tenang bekerja dan jelas akan menunjang kualitas kerja

dari pegawai tersebut. Itu berarti akan dapat meningkatkan pula

pendapatan Negara, sehingga pada akhirnya akan mengarah pada

kesejahteraan masyarakat umumnya, khususnya bagi pegawai/ tenaga

kerja, maka perlulah kesejahteraan tenaga kerja itu diperhatikan dalam

program jaminan sosial.

Kegiatan usaha perasuransian, merupakan jenis yang termasuk

dalam kategori kegiatan usaha yang perlu diatur dalam undang-

undang. Hal ini dilakukan karena usaha asuransi sangat berkaitan

dengan pengumpulan dana masyarakat.

Pada dasarnya, kegiatan usaha perasuransian telah berlangsung

cukup lama, namun Indonesia mempunyai Undang-undang yang

khusus mengatur mengenai jenis kegiatan usaha ini pada tanggal 11

Februari 1992, yaitu Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang

Usaha Perasuransian. Undang-undang ini merupakan hukum publik

yang mengatur kegiatan usaha perasuransian. Sementara itu, yang

terkait dengan perjanjian yang timbul sehubungan dengan kontrak

asuransi diatur tersendiri dalam Kitab Undang-undang Dagang

(KUHD) yang merupakan hukum privat.

Undang-Undang Asuransi memuat beberapa substansi, antara

lain: bidang usaha, jenis usaha, ruang lingkup usaha, serta bentuk

hukum usaha perasuransian; obyek asuransi; kepemilikan dan

perizinan usaha perasuransian; pembinaan dan pengawasan; kepailitan

dan likuidasi; dan ketentuan pidana.

Dalam rangka menyikapi dan mengantisipasi perkembangan

industri perasuransian, serta perkembangan perekonomian, baik pada

tingkat nasional maupun pada tingkat global, dipandang perlu untuk

menyesuaikan dan mengganti Undang-undang di bidang usaha

perasuransian, dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang

Usaha Perasuransian.

Dalam konteks pertanggungan, untuk yang bersifat sosial

diselenggarakan oleh Pemerintah ada berbagai macam yaitu yang

mengandung unsur menabung dan yang tidak mengandung unsur

menabung. Pertanggungan sosial yang mengandung unsur menabung

Page 10: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

3

adalah: Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri Sipil (TASPEN);

Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI); dan

Asuransi Sosial Tenaga Kerja.

Pertanggungan sosial yang tidak mengandung unsur

menabung adalah: asuransi kesehatan pegawai negeri sipil (askes);

pertanggungan kecelakaan penumpang; dan dana kecelakaan lalu lintas

jalan.

Penyelenggaraan Sistem Jaminan Sosial, bagi sebuah Negara

adalah wujud tanggung jawab Negara pada rakyatnya. Hampir seluruh

Negara telah memiliki jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya, memberikan rasa aman social bagi rakyatnya, sejak

lahir hingga meninggal. Demikian juga di Indonesia, meskipun dari

aspek jumlah kepesertaan dan cakupan program Jaminan Sosial masih

sangat terbatas. Program Jaminan Sosial, telah diakui sebagai bagian

dari hak asasi manusia.

Jaminan sosial mencakup akses ke layanan kesehatan dan

jaminan penghasilan, terutama untuk usia tua, pengangguran, sakit,

kecacatan, cidera akibat kerja atau hilangnya sumber mata pencaharian

utama. Berdasarkan Jaminan Sosial sebagai sistem perlindungan dasar

yang dilegalisasikan dalam UU, pada dasarnya merupakan hak normatif

masyarakat dan atau para pekerja beserta keluarganya. Pemberlakuan

hak tersebut didasarkan pada suatu UU bahwa perlindungan yang

dituntut terkait dengan harkat dan martabat manusia. Secara universal

Negara atau Pemerintah berkewajiban menjamin penghidupan yang

layak bagi warga masyarakat dengan sumber pembiayaan berasal dari

pajak yang juga dipungut dari masyarakat. Jaminan sosial merupakan

salah satu komponen Hak Asasi Manusia yang berlaku universal bagi

seluruh warga Negara dan diarahkan untuk memberikan perlindungan

sosial terhadap upaya pemenuhan atas hak kebutuhan dasar. Jaminan

sosial sebagai hak normatif masyarakat dan/ atau para pekerja juga telah

diselenggarakan hampir di semua negara termasuk Indonesia.

Eksistesi jaminan sosial semakin relevan karena dalam

kehidupan masyarakat baik perorangan, kelompok, keluarga maupun

komunitas tertentu, seringkali terjadi ketidakpastian yang mengganggu

atau menghambat pelaksanaan fungsi sosial. Dalam kondisi seperti ini,

jaminan sosial menjadi sangat penting karena merupakan mekanisme

yang dapat diakses oleh masyarakat, khususnya penyandang masalah

sosial ketika mengalami disfungsi sosial atau dalam keadaan yang tidak

terpenuhinya kebutuhan dasar meraka.

Page 11: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

4

Pemberian jaminan sosial bagi masyarakat dan para pekerja

merupakan kewajiban dan tanggung jawab Negara. Karena

menyangkut kewajiban Negara, maka pelaksanaannya di kebanyakan

negara diatur dalam Undang-Undang (UU) dan diselenggarakan oleh

lembaga Pemerintah.

Page 12: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

5

BAB II

PEMBAHARUAN UNDANG-UNDANG TENTANG ASURANSI

Usaha perasuransian di Indonesia yang kini telah menjelma

menjadi industri keuangan adalah sebuah usaha yang terus tumbuh,

dan berkembang. Dari sejarahnya di Indonesia, usaha ini telah

berlangsung sejak zaman kolonialisme, pemerintahan Hindia Belanda

dahulu. Akan diperlihatkan pada bagian lain dalam naskah ini, berbeda

dengan usaha asuransi yang diprakarsai oleh Industrialis Belanda pada

masa itu, usaha asuransi yang diprakarsai oleh kaum bumiputera, tidak

didasari oleh pertimbangan keuntungan.

Walau pada awalnya tidak dimaksudkan sebagai sebuah industri

keuangan, namun seiring dengan perkembangan ekonomi dan

pembangunan nasional, sejak tahun 1980-an, usaha ini dipandang

sebagai suatu industri jasa keuangan. Sebagai sebuah industri jasa

keuangan, yang menghimpun dana dari kalangan masyarakat, usaha ini,

jelas memerlukan pengaturan yang memadai.

Ketentuan yang ada dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Usaha Perasuransian tidak lagi cukup untuk menjadi dasar

pengaturan dan pengawasan industr perasuransian yang telah

berkembang. Penyempurnaan terhadap peraturan perundang-

undangan mengenai perasuransian harus dilakukan untuk menciptakan

industri perasuransian yang lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan

kompetitif serta meningkatkan perannya dalam mendorong

pembangunan nasional.

Upaya untuk menciptakan industri perasuransian yang lebih

sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif secara umum

dilakukan, baik dengan penetapan ketentuan baru maupun dengan

penyempurnaan ketentuan yang telah ada. Pembaharuan undang-

undang asuransi diwujudkan antara lain dalam bentuk:

1 penetapan landasan hukum bagi penyelenggaraan Usaha

Asuransi Syariah dan Usaha Reasuransi Syariah;

2 penetapan status badan hukum bagi Perusahaan Asuransi

berbentuk usaha bersama yang telah ada pada saat Undang-

Undang ini diundangkan;

3 Penyempurnaan pengaturan mengenai kepemilikan

perusahaan perasuransian yang mendukung kepentingan

nasional;

Page 13: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

6

4 Pemberian amanat lebih besar kepada Perusahaan Asuransi

dan Perusahaan Asuransi Syariah untuk mengelola kerja sama

dengan pihak lain dalam rangka pemasaran layanan jasa

asuransi dan asuransi syariah, termasuk kerja sama keagenan;

dan

5 Penyempurnaan ketentuan mengenai kewajiban untuk

menjaga tata kelola perusahaan yang baik, kesehatan

keuangan, dan perilaku usaha yang sehat.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong

pembangunan nasional terjadi apabila industri perasuransian dapat

lebih mendukung masyarakat dalam menghadapi risiko yang

dihadapinya sehari-hari dan pada saat mereka memulai dan

menjalankan kegiatan usaha.

Undang-Undang Perasuransian mengatur bahwa Objek

Asuransi hanya dapat diasuransikan pada Perusahaan Asuransi atau

Perusahaan Asuransi Syariah. Penutupan Objek Asuransi tersebut

harus memperhatikan optimalisasi kapasitas Perusahaan Asuransi,

Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan

reasuransi syariah dalam negeri. Guna mengimbangi kebijakan ini,

Pemerintah dan/atau Otoritas Jasa Keuangan melakukan upaya untuk

mendorong peningkatan kapasitas asuransi dan reasuransi dalam

negeri. Selian itu, juga mengharuskan penyelenggaraan Program

Asuransi Wajib, misalnya asuransi tanggung jawab hukum kepada

pihak ketiga bagi pengendara kendaraan bermotor, secara kompetitif

dan memungkinkan pemberian fasilitas fiskal kepada perseorangan,

rumah tangga, dan/atau usaha mikro, kecil, dan menengah untuk

mendorong peningkatan pemanfaatan Asuransi atau Asuransi Syariah

dalam rangka pengelolaan risiko.

Peningkatan peran industri perasuransian dalam mendorong

pembangunan nasional juga terjadi melalui pemupukan dana jangka

panjang dalam jumlah besar, yang selanjutnya menjadi sumber dana

pembangunan. Pengaturan lebih lanjut yang diamanatkan kepada

Otoritas Jasa Keuangan, terutama dalam hal pengaturan lini usaha dan

produk Asuransi dan Asuransi Syariah serta pengaturan pengelolaan

kekayaan dan kewajiban Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi

Syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah,

akan menentukan besar atau kecilnya peran industri perasuransian

tersebut.

Page 14: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

7

Pengaturan dalam Undang-Undang Perasuransian

mencerminkan perhatian dan dukungan besar bagi upaya pelindungan

konsumen jasa perasuransian, upaya antisipasi lingkungan perdagangan

jasa yang lebih terbuka pada tingkat regional, dan penyesuaian terhadap

praktik terbaik (best practices) di tingkat internasional untuk

penyelenggaraan, pengaturan, dan pengawasan industri perasuransian.

Page 15: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

8

BAB III

ASURANSI KONVENSIONAL DAN ASURANSI SYARIAH

Manusia selalu dihadapkan kepada suatu yang tidak pasti yang

mungkin menguntungkan, tetapi munkin pula sebaliknya. Apabila

peristiwa yang pasti tersebut terjadi dan menguntungkan atau

menyenangkan, akan merupakan suatu keberuntungan yang tentu

diharapkan. Akan tetapi, keadaan tidak selalu demikian. Dapat saja

terjadi suatu peristiwa negatif yang merugikan baik bagi dirinya,

keluarganya maupun kekayaannya.

Mereka yang memiliki rumah yang bersangkutan dapat didera

banjir, gempa, roboh, atau dimasuki pencuri. Demikian juga, mereka

yang mempunyai sejumlah uang, suatu ketika mungkin tertimpa

musibah dengan hilang atau dicurinya uang tersebut.

Pada umumnya, diharapkan oleh suatu keluarga bahwa

mereka selalu berada dalam keadaan sehat, selamat, sejahtera tidak

kekurangan suatu apapun. Manusia hanya dapat mengharapkan dan

berusaha, namun Tuhan yang Maha Kuasa yang menentukan segalanya.

Sehubungan dengan hal tersebut, mungkin saja terjadi orang yang

bersangkutan atau anggota keluarga mengalami kecelakaan, sakit, atau

meninggal dunia atau peristiwa-peristiwa lain yang akan mengganggu

ketentraman dan kestabilan keluarga yang bersangkutan.

Ditinjau dari prinsip penyelenggaraannya, usaha perasuransian

di Indonesia dikelompokkan menjadi yaitu asuransi konvensional dan

asuransi syariah

A. Asuransi Konvensional

Dari asuransi konvensional pembayaran klaim adalah dari

rekening perusahaan, murni bisnis dan tentu tidak ada dasar spiritual

yang melandasinya. Pada asuransi konvensional semua produk asuransi

keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi

reasurasni, dan hasil investasi, dalam satu tahun (untuk hasil kerugian)

adalah keuntungan perusahaan dan menjadi milik perusahaan yang

kelak dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada pemegang saham atau

dikembalikan lagi kepada perusahaan sabagai penyertaan modal.

Dalan asuransi konvensional apabila peserta mengundurkan

diri maka dana yang sudah dibayarkan akan hangus, tetapi apabila

premi tetap dibayar maka polis asuransi akan senantiasa memberikan

perlindungan dan hak-hak nasabahnya atas produk yang mereka

Page 16: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

9

gunakan. Adapun produk-produk asuransi konvensional yaitu sebagai

berikut:

1. Asuransi jiwa

Asuransi jiwa memberikan jasa dalam penanggulangan resiko

yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang

dipertanggungkan. Jadi dapat dikatakan asurasni ini menanggung orang

terhadap kerugian finansial yang disebabkan karena kematian.

Manfaatnya, memberikan santunan kepada ahli waris ketika

tertanggung meninggal dunia dalam periode pertanggungan dan

memberikan santunan kepada ahli waris atau pemegang polis ketika

tertanggung tetap hidup sampai usia tertentu atau sampai akhir masa

pertanggungan.

2. Asuransi kesehatan

Asuransi kesehatan mencakup produk asuransi kesehatan

sosial maapun komersial. Asuransi sosial adalah asuransi yang wajib

diikuti oleh seluruh atau sebagian penduduk (pegawai), premi atau

iurannya bukan nilaqi nominal tetapi persentase upah yang wajib

dibayarkan, dan manfaat asurasni ditetapkan peraturan perundangan

dan sama untuk semua peserta.

Asuransi kesehatan komersial adalah asurasni yang dijual oleh

perusahaan atau badan asuransi lain, sifat kepesertaaannya sukarela,

tergantung kesediaan orang atau perusahaan untuk membeli dan

preminya ditetapkan dalam bentuk nominal sesuai manfaat asurasni

yang ditawarkan. Karena itu, premi asurasni kesehatan komersial

sangat variatif dan tidak sama untuk setiap peserta

Manfaatnya yaitu penggantian uang atau pemberian pelayanan

kesehatan yang disebabkan oleh penyakit, kecelakaan kerja, kecelakaan

diri selain kecelakaan kerja, dan juga penggantian penghasilan yang

hilang akibat menderita penyakit atau mengalami kecelakaan.

3. Asuransi sosial

Asuransi ini di desain untuk memberikan manfaat kepada

seseorang yang pendapatannya tertputus karena kondisi sosial dan

ekonomi atau karena ketidak mampuan mengendalikan solusi secara

individu. Manfaatnya yaitu nasabah mendapatkan pertanggungan

kecelakaan, pertanggungan hari tua, pertanggungan dana pensiun,

pelayanan kesehatan, kematian, pengangguran.

4. Asuransi harta benda (kebakaran)

Asuransi ini untuk menjamin kerugian atau kerusakan harta

atau benda akibat kebakaran dan atau penyebab lainnya yang terjadi

Page 17: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

10

secara tiba-tiba dan tidak terduga. Manfaatnya yaitu memberikan suatu

ganti rugi terhadap tertanggung dalam kasus kebakaran yang

mengakibatkan kerusakan terhadap bangunan yang ditanggung.

5. Asuransi kendaraan bermotor

Asuransi ini menjamin kerugian, kerusakan dan kehilangan

atas kendaraan bermotor yang menjadi objek pertanggungan serta

kerugian akibat tuntutan hukum pihak ketiga. Manfaatnya yaitu

menjamin kerugian atau kerusakan kendaraan bermotor yang

disebabkan karena tabrakan, benturan, terbalik, termasuk juga akibat

dari kesalahan material, kontruksi, cacat sendiri, perbuatan jahat orang

lain, pencurian, termasuk pencurian yang disertai dengan kekerasan

atau ancaman, kebakaran, samberan petir, yang menimbulkan

kecelakaan.

6. Asuransi pendidikan

Asuransi ini bertujuan untuk menawarkan beragam manfaat

bagi pendidikan terutama dalam hal biaya yang dibutuhkan. Asuransi

pendidikan ini merupakan dana jangka panjang yang disimpan dalam

asurasni pendidikan untuk biaya pendidikan sang anak kelak.

Manfaatnya asuransi yang ditawarkan umumnya prosentanse tertentu

dari uang pertanggungan dan dibayarkan saat anak mau masuk

ketingkat SD, SMP, SMA maupun Perguruan Tinggi. Manfaat tersebut

akan tetap dibayarkan meskipun orang tua sebagai pembayar preminya

mengalami musibah, misalnya meninggal dunia.

B. Asuransi Syariah

Asuransi syariah mengenal konsep yang mana sekumpulan

orang yang saling membantu, saling menjamin dan bekerja sama

dengan cara masing-masing mengeluarkan dana Tabarru. Dengan misi

aqidah, ibadah (ta’awun) misi ekonomi (istighodi) dan misi umat

(social). Asuransi syariah bersumber pada Firman Allah , al-hadist dan

ijma ulama. Dalam bahasa Arab, asuraonsi disebut at-ta’min,

penanggungan disebut mu’ammin diambil dari kata amana yang

memiliki arti member perlindungan. Ketenangan, rasa aman, dan bebas

dari rasa takut. Sebagaimana firman Allah, “Dialah Allah yang

mengamankan mereka dari ketakutan.” Dari kata tersebut muncul kata-

kata yang berdekatan seperti berikut: aman dari rasa takut, amanah

lawan dari khianat, iman lawan dari kufur, memberi rasa aman

Sistem asuransi yang dipahami oleh para ulama hukum

(syariah) adalah sebuah sistem at-ta’awun dan tadhamun yang

Page 18: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

11

bertujuan untuk menutupi kerugian peristiwa-peristiwa atau musibah-

musibah. Tugas ini dibagikan kepada sekelompok tertanggung, dengan

cara memberikan pengganti kepada orang yang tertimpa musibah.

Pengganti tersebut diambil dati kumpulan premi-premi mereka.

Mereka (para ulama ahli syariah) mengatakan bahwa dalam dalam

penetapan semua hukum yang berkaitan dengan kehidupan social dan

ekonomi, islam bertujuan agar suatu masyarakat hidup berdasarkan atas

asas saling tolong menolong dan menjamin dalam pelaksanaan hak dan

kewajiban.

Dengan demikian, asuransi dilihat dari segi teori dan sistem,

tanpa melihat sarana dan cara-cara kerja dalam merealisasikan system

dan mempraktekkan teorinya, sangat relevan dengan tujuan-trujuan

umum syariah dan diserukan oleh dalil-dalil juz nya. Dikatakan

demikian karna asuransi dalam arti tersebut adalah sebuah gabungan

kesepakatan untuk saling tolog menolong, yang telah diatur dengan

system yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia. Tujuannya

adalah menghilangkan atau meringankan kerugian dari peristiwa-

peristiwa yang terkadang menimpa sebagian mereka. Dan,jalan yang

mereka tempuh adalah dengan memberikan sedikit pemberian (derma)

dari masing-masing individu.

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

dalam fatwanya tentang pedoman asuransi syariah, memberi definisi

tentang asuransi syariah (at-ta’min, tafakul, tadhamun) adalah usaha

saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau

pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau tabarru’ yang

memberika pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu

melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Oleh sebab itu, premi pada asuransi syariah adalah sejumlah

dana yang dibayarkan oleh peserta yang terdiri atas Dana Tabungan dan

Tabarru’. Dana tabungan adalah dana titipan dari peserta Asuransi

Syariah (life insurance) dana akan mendapatkan alokasi bagi hasil (al-

mudharabah) dari pendapatan investasi bersih yang diperoleh setiap

tahun. Dana tabungan beserta alokasi bagi hasil akan dikembalikan

kepada pesrta apabila peserta yang bersangkutan mengajukan klaim,

baik berupa klaim nilai tunai maupun klaim manfaat asuransi.

Sedangkan, tabarru’ adalah derma atau dana kebajikan yang diberikan

dan diikhlaskan oleh peserta sauransi jika sewaktu-waktu akan

dipergunakan untuk membayar klaim atau manfaat asuransi.

Page 19: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

12

Sebelum terwujudnya asuransi syariah terdapat berbagai

macam perusahaan asuransi konvensional yang rata-rata dikendalikan

oleh non muslim. Jika ditinjau dari segi hukum perikatan islam,

asuransi konvensional hukumnya haram, mayoritas para ulama

mengatakan bahwa praktek asuransi yang demikian hukumnya haram

dikarenakan: adanya unsur gharar, yaitu unsur ketidakpastian atara

pemegang polis dan sumber dana yang dipakai untuk menutup klaim,

adanya unsur maysir, yaitu unsur judi karena dimungkinkan ada pihak

yang diuntungkan diatas kerugian orang lain, adanya unsur riba, yaitu

diperolehnya pendapatan dari membungakan.

Atas landasan bahwa asuransi konvensional hukumnya adalah

haram, maka kemudian dipikirkan dan dirumuskan bentuk asuransi

yang bisa terhindar dari ketiga unsur yang diharamkan Islam.

Berdasarkan hasil analisa terhadap hukum atau syariat islam ternyata

didalam ajaran Islam termuat subtansi perasuransian. Asuransi yang

memuat dalam substansi hukum Islam tersebut ternyata dapat

menghindarkan prinsip operasional dari unsur gharar, maisir dan riba.

Dengan adanya keyakinan umat islam di dunia dan

keuntungan yang diperoleh dengan asuransi syariah, lahirlah beberapa

asuransi berlandaskan syariah, perusahaan yang mewujutkan asuransi

syariah ini bukan saja perusahaan orang islam, namun juga berbagai

perusahaan bukan islam ikut terjun kedalam usaha asuransi syariah.

Gagasan dan pemikiran yang didirikannya asuransi

berlandaskan syariah sebenarnya sudah muncul tiga tahun sebelum

berdirinya tafakul dan makin kuat setelah diresmikannya Bank

Muamalat Indonesia pada tahun 1991. Dengan beroperasinya Bank-

bank Syariah dirasakan kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang

berdasarkan syariah pula. Berdasarkan pemikiran tersebut

Cendekiawan Muslim se Indonesia (ICMI) pada tanggal 27 juli 1993

melalui Yayasan Abdi Bangsanya bersama Bank Muamalat Indonesia

(BMI).

Asuransi dalam Islam dikenal dengan istilah tafakul yang

berarti saling memikul resiko sesama orang, sehingga antara satu

dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.

Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar tolong mrnolong dalam

kebaikan dimana masing-masing mengeluarkan

dana/sumbangan/derma (tabarru’) yang ditunjuk untuk menanggung

resiko tersebut sesuai dengan surat al-maidah 5:2 “dan tolong

Page 20: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

13

menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan takwa dan

janganlah tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.

Konsep asuransi syariah yang berdasarkan tolong menolong

dalam kebaikan dan ketakwaan, menjadikan semua peserta dalam satu

keluarga besar untuk saling melindungi dan menanggung resiko

keuangan yang terjadi diantara mereka. Konsep tafakul yang

merupakan dasar dari asuransi syariah, ditegakkan diatas tiga prinsip

dasar, yaitu: saling bertanggung jawab, saling bekerja sama dan saling

membantu dan saling melindungi.

1. Dewan Syariah Nasional

Kehadiran Dewan Syariah Nasional (DSN) yang merupakan

sebuah lembaga yang berada dibawah naungan Majelis Ulama

Indonesia (MUI) sejak 1999 akhir-akhir ini mulai mewadahi seluruh

kebutuhan lembaga keuangan syariah (LKS) terhadap bimbingan fatwa.

Melalui fatwa-fatwanya sebagai pedoman pelaksanaan bagi para pelaku

ekonomi Islam serta mengawasi produk-produk lembaga keuangan

syariah agar sesuai dengan syariah islam.

Mengenai akad Tabarru’ pada perusahaan asuransi takaful pada

tahun 2006 telah diatur melalui fatwa DSN, yaitu No. 53/DSN-

MUI/III/2006 tentang tabarru’ pada asuransi syariah. Akad Tabarru’

merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi. Akad

Tabarru’ pada asuransi adalah semua bentuk akad yang dilakukan antar

peserta pemegang polis. Akad Tabarrru’ pada asuransi adalah akad yang

dilakukan dalam bentuk hibah yang bertujuan untuk kebajukan dan

tolong meolong antar peserta, bukan untuk tujuan komersial.

Dalam akad Tabarru’ perserta memeberikan dan ahibah yang

akan digunakan untuk meolong peserta lain yang tertimpa musibah.

Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana

tabarru’ secara kolektif selaku penanggung. Dan perusahaan asuransi

bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad wakalah dari

peserta selain pengelola investasi.

Jika terjadi surplus underwriting atas dana tabarru’ maka boleh

dilakukan beberapa alternative sebagai berikut: diperlakukan

seluruhnya sebagai dana cadangan dalam akun tabarru’, disimpan

sebagian dana cadangan dan dibagikan sebagian lainnya kepada peserta

yang memenuhi syaratmanajemen resiko dan disimpan sebagian

sebagai dana cadangan dan dapat dibagikan sebagian lainnya kepada

perusahaan asuransi dan para peserta sepanjang disepakati oleh para

peserta.

Page 21: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

14

Adapun mengenai akad tijarah yang diterapkan dalam

operasional asuransi syariah yaitu berupa akad mudharabah dan

wakalah bil ujrah, dan akad mudharaba musytakarah. Ketentuan

mengenai akad wakalah bil ujrah diatur dalam fatwa DSN No. 52/DSN-

MUI/III/2006. Wakalah bil ujrah adalah pemberian kuasa dari peserta

kepada perusahaan asuransi untuk menegelola dana atau melakukan

kegiatan lain. Wakalah bil ujrah ini diterapkan pada produk asuransi

yang mengandung unsur tanbungan (saving) maupun non tabungan.

Akad Wakalah bersifat amanah (yad amanah)sehingga wakil tidak

menanggung resiko terhadap kerugian investasi dengan mengurangin

fee yang telah diterimanya kecuali karena klecerobohan atau

wanprestasi.

Perusahaan asurasni sebagai wakil tidak berhak memperoleh

bagian dari hasil investasi, karena akad yang digunakan adalah akad

wakalah.

Katentuan mengenai akad mdharabah musyarakah

sebagaimana terdapat pada fatwa No. 51/DSN-MUI/III/2006.

Mudharabah Musyarakah boleh dilakukan oleh perusahaan asuransi,

karena merupakan bagian dari hukum mudharabah. Mudharabah

musyarakah dapat diterapkan pada produk asuransi syariah yang

mengandung unsur tabungan (saving) maupun non tabungan. Akad

yang digunakan adalah akad Mudharabah Musytarakah, yaitu

perpaduan akad Mudhrabah dan akad Musyarakah. Perusahaan

asuransi menyertakan modal atau dananya dalam investasi bersama

dana peserta. Dana itu diinvestasikan secara bersama-sama dalam

portofolio. Perusahaan asuransi sebagai pengelola dana tersebut. Dalam

akad, harus disebutkan sekurang-kurangnya hak dan kewajiban peserta

dan perusahaan asuransi, besaran nisbah, cara dan waktu pembagian

hasil investasi, syarat-syarat lain yang disepakati, sesuai dengan produk

asuransi yang diakadkan.

2. Perkembangan Asuransi Syariah di Indonesia

Perkembangan asurasi sejak awal berdirinya perusahaan

asuransi syariah pertama di Indonesia pada tahun 1994 hingga saat ini

telah banyak perusahaan asuransi yang membuka dan mendirikan

perusahaan asuransi syariah secara langsung maupun membuka devisi

atau cabang. 17 tahun perkembangan asuransi di Indonesia telah

terdapat 49 perusahaan asuransi syariah yang telah mendapatkan

rekomendasi syariah berdasarkan data dewan syariah nasional. Mereka

Page 22: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

15

terdiri dari 40 operator asuransi syariah 3 reasuransi syariah dan 6

broker asuransi dan reasuransi.

Selain itu pertumbuhan industri asuransi syariah berkembang

begitu pesat. Karena adanya ketentuan PP No. 39 Tahun 2008 mengenai

persyaratan modal minimum nagi asuransi syariah. Dengan

pemberlakuan pemenuhan modal tersebut akan sangat berpengaruh

terhadap mobilitas dan perkembangan indutri asurasni syariah dalam

mengembangkan bisnisnya hingga akhir 2010 modal yang harus

dipenuhi minimal 50 miliar. Sejak tahun 2008 hingga 2010 premi

asuransi syariah berkembang hingga 98% dari 1,1 triliun menjadi 2

triliun.

3. Kontrak Asuransi Syariah

Dalam Asuransi Syariah, terdapat kontrak yang memuat di

dalamnya. Kontrak tersebut harus sesuai dengan prinsip-prinsip

syariah. Yang dimana prinsip syariah tersebut lebih mengutamakan

kesejahteraan dalam bentuk bagi hasil dan tolong menolong yang ada

dalam kontrak ketimbang mengambil keuntungan semata.

Kontrak telah dikenal manusia sejak dahulu kala. Namun

pembahasan-pembahasan tentang sejarah kontrak belum berhasil

memberikan jawaban yang pasti tentang bagaimana timbulnya

pemikiran kontrak dalam masyarakat manusia dan apa sebab yang

mendorong kelahirannya. Karena itu uraian-uraian tentang kedua hal

tersebut masih berupa perkiraan-perkiraan belaka.

Ada yang berpendapat bahwa bentuk kontrak yang mula-mula timbul

dalam masyarakat manusia adalah barter. Kemudian lahirlah kontrak

dengan menggunakan uang. Dengan lahirnya uang, seseorang dapat

membeli barang yang diperlukannya dengan cara yang lebih mudah,

tanpa harus menukarnya dengan barang yang dimilikinya.

Akad yang dimaksud dalam kontrak asuransi syariah terdapat

beberapa pengertian-pengertian dasar. Dasar-dasar Akad Dalam

Hukum Islam yang terdapat dalam asuransi syariah antara lain sebagai

berikut :

a. Makna Akad (Kontrak). Untuk memahami pengertian akad

dalam fiqh Islam, perlu mempelajari pengertiannya dalam

bahasa Arab dan pengertiannya menurut istilah fiqh Islam,

karena pengertian kata akad dalam buku-buku fiqh Islam

adalah menurut istilah fiqh Islam.

Page 23: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

16

b. Pengertian Akad Dalam Bahasa Arab. Kata (al ‘aqd) dalam

bahasa Arab digunakan dalam beberapa pengertian. Di

antaranya mengikat, seperti dalam kalimat (‘aqada al habla/ia

mengikat tali). Ia juga berarti memperkuat dan mempererat

seperti dalam kalimat (‘aqada shilatan thayyibatan bi fulan/ia

mempererat hubungan baik dengan seseorang). Arti

mempererat ialah mengikat kuat.

c. Pengertian Akad Dalam Istilah Fiqih Islam. Sebelum

menganalisa pengertian kata akad dalam istilah fiqh Islam,

perlu kiranya dijelaskan lebih dahulu bahwa kata akad yang

dikenal dalam bahasa Arab tersebut digunakan pula dalam Al

Quran, yaitu dalam firman Allah Ta’ala : “Hai orang-orang

yang beriman laksanakanlah akad-akad kamu.” Ayat ini

mewajibkan orang-orang yang beriman agar melaksanakan

akad mereka, baik akad dengan Tuhan maupun sesama

manusia. Para ahli fiqh Islam menggunakan istilah akad

berdasarkan ayat 1 Surah Al Maidah tersebut. Namun ada di

antara ahli fiqh yang menggunakan kata akad dalam

pengertian khusus dan ada pula dalam pengertian umum.

Pengertiannya di kalangan para ahli fiqh inilah yang menjadi

dasar bagi asuransi syariah yang ada di Indonesia.

4. Produk-produk Asuransi Syariah

a. Produk Asuransi Jiwa Syariah

Segala musibah dan bencana yang menimpa manusia

merupakan qadha dan qadhar Allah. Namun, manusia (muslim) wajib

berikthiar memperkecil risiko yang timbul. Salah satunya caranya

adalah menabung. Tetapi upaya tersebut seringkali tidak memadai,

karena yang harus ditanggung lebih besar dari yang diperkirakan.

Takaful sebagai asuransi yang bertumpu pada konsep tolong menolong

dalam kebaikan dan ketakwaan serta perlindungan menjadikan semua

peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain.

Sistem ini diatur dengan meniadakan tiga unsur yaitu gharar, maisir dan

riba .

Dalam mekanisme pengolahan dana terdapat dua macam cara yang

dapat dilakukan yaitu dengan unsur tabungan dan tanpa unsur

tabungan. Unsur tabungan dibagi menjadi dua hal yakni rekening

tabungan dan rekening khusus. Yang dimaksud dengan rekening

Page 24: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

17

tabungan disini adalah kumpulan dana yang merupakan dana peserta

dan dibayarkan bila terjadi hal-hal berikut antara lain perjanjian

berakhir, peserta mengundurkan diri, peserta meninggal dunia. Yang

dimaksud dengan rekening khusus adalah kumpulan dana yang

diniatkan oleh peserta sebagai derma untuk tujuan saling membantu

dan dibayarkan bila terjadi hal-hal berikut antara lain peserta

meninggal dunia dan perjanjian berakhir jika ada surplus dana.

Sedangkan yang tanpa unsur tabungan disini maksudnya adalah setiap

premi yang dibayarkan oleh peserta setelah dikurangi daya pengelolaan

dimasukkan kedalam kumpulan dana. Kumpulan dana tersebut di

investasikan sesuai dengan pprinsip syariah. Hasil investasi dimasukkan

kedalam kumpulan dana peserta, kemudian dikurangi dengan beban

asuransi. Yang pada akhirnya surplus kumpulan dana peserta dibagikan

dengan sistem bagi hasil antra nasabah dan perusahaan asuransi .

b. Produk Asuransi Syariah Secara Individu Dengan Tabungan

Maksudnya adalah produk yang diperuntukkan untuk

perorangan dan dibuat secar khusus, dimana di dalamnya selain

mengandung tabarru’ juga terdapat unsur tabungan yang dapat diambil

kapan saja oleh pemiliknya. Beberapa contoh produk individu yang

mengandung unsur tabungan antara lain :

1) Takaful dana investasi, adalah suatu bentuk perlindungan

untuk perorangan yang menginginkan dan merencanakan

pengumpulan dana dalam mata uang rupiah dan dollar sebagai

dana investasi yang diperuntuykkan bagi ahli warisnya jika

ditakdirkan meinggal dunia lebih awal atau sebagai bekal

dihari tua. Usia dan masa perjanjian maksimal 65 tahun. Besar

tabungan tahun pertama adalah premi dikurang tabarru

dikurang biaya pengelolaan. Sedangkan besar tabungan tahun

kedua dan selanjutnya adalah premi dikurang tabarru.

2) Takaful dana siswa, adalah suatu bentuk perlindungan untuk

perorangan yang bermaksud menyediakan dana pendidikan

dalam bentuk rupiah dan dollar untk putra-putrinya sampai

tingkat tertinggi. Masa perjanjian 18 tahun usia anak dimana

usia dihitung sejak kelahiran anak dan keinginan orang tua

dalam hal membrikan dana pendidikan ini. Besar tabungan

tahun pertama adalah premi dikurang tabarru dikurang biaya

pengelolaan. Sedangkan besar tabungan tahun kedua dan

selanjutnya adalah premi dikurang tabarru.

Page 25: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

18

3) Takaful Dana haji, adalah suatu bentuk perlindungan untuk

perorangan yang menginginkan dan merencanakan

pengumpulan dana dalam bentuk rupiah dan dollar untuk

biaya menjalankan ibadah haji. Masa perjanjian maksimal 65

tahun. Ongkos haji disesuaikan dengan perjanjian awal. Besar

tabungan tahun pertama adalah premi dikurang tabarru

dikurang biaya pengelolaan. Sedangkan besar tabungan tahun

kedua dan selanjutnya adalah premi dikurang tabarru. Premi

tahunan sama dengan manfaat takaful awal atau masa

perjanjian.

4) Takaful dana jabatan, adalah suatu bentuk perlindungan untuk

para pejabat suatu perusahaan yang menginginkan dan

merencanakan pengumpulan dana dalam mataa uang rupiah

dan dollar sebagai dana santunan yang diperuntukkan bagi ahli

warisnya jika ditakdirkan meninggal dunia lebih awal atau

sebagai dana santunan atau investasi pada saat tidak aktif lagi

di tempat kerja.

5) Usia perjanjian maksimal 65 tahun. Minimal nasabah

membayar premi dalam satu tahun adalah Rp 5.000.000 dan

premi tunggal sekaligus adalah Rp 10.000.000. Masa perjanjian

adalah minimal dua tahun dan maksimal lima tahun. Cara

membayar tahunan dan sekaligus.

6) Takaful hasanah, adalah suatu bentuk perlindungan untuk

perorangan yang menginginkan dan merencanakan

pengumpulan dana sebagai modal usaha atau diperuntukkan

bagi ahli warisnya jika ditakdirkan meninggal lebih awal.

Ketentuan nya adalah antara lain program inihanya dipasarkan

dalam mata uang rupiah, program ini hanya mempunyai masa

perjanjian selama 10 tahun, calon peserta berusia sekurang-

kurangnya 17 tahun (sudah nikah) dan setinggi-tingginya 50

tahun pada saat awal perjanjian, cara pembayaran premi secara

tahunan atau sekaligus, besarnya premi merupakan kelipatan

dari Rp. 500.000 dengan ketentuan minimal Rp. 1.000.000

premi pertahun dan maksimal Rp. 10.000.000 pertahn.

Besarnya premi sekaligus merupakan perkalian dari premi

pertahun dengan masa perjanjian.

c. Produk Asuransi Syariah Secara Individu Tanpa Tabungan,

Produk ini sifatnya individu dan dalam struktur produknya

tidak terdapat unsur tabungan, atau semuanya bersifat tabarru ‘dana

Page 26: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

19

tolong menolong’ Beberapa contoh produk individu non saving adalah

sebagai berikut:

(1) Takaful kesehatan individu, yang mana program ini diperuntukkan

bagi perorangan yang bermaksud menyediakan dana santunan

rawat inap dan operasi bila peserta sakit dan kecelakaan dalam

masa perjanjian. Ketentuannya antara lain usia peserta masuk 5

sampai dengan 50 tahun, kontrak 1 tahun, pembatasan 1 tahun,

biaya polis Rp. 20.000, carapembayaran premi tahunan, manfaat

kesehatan dibayarkan untuk perawatan minimal empat hari, sisa

pembayran adalah reimbursemert, jangka waktu pengacuan klaim

14 hari, pembayaran klaim adalah 80 % dari kuitansi dan maksimal

sama dengan manfaat kesehatan dan bukan untuk biaya karna

melahirkan.

(2) Takaful kecelakaan diri individu, adalah program yang

diperuntukkan bagi perorangan yang bermaksud menyediakan

santunan untuk ahli waris bila peserta mengalami musibah

kematian karna kecelakaan dalam masa perjanjian. Ketentuan nya

usia nya 18-55 tahun, maksimal usia peserta+kontrak=60 tahun,

minimal premi Rp. 150.000 pertahun, dengan cara pembayaran

premi tahunan.

(3) Takaful al-khairat individu, diperuntukkan bagi perorangan yang

bermaksud menyediakan santunan untuk ahli waris bila peserta

mengalami musibah kematian dalam masa perjanjian. Maksimal

usia peserta 60 tahun dan kontrak perjanjian maksimal 15 tahun.

Jadi total usia peserta ditambah kontrak perjanjian adalah 65 tahun.

Minimal nasabah membayar premi adalah Rp.150.000 dan cara

pembayaran premi adalah tahunan.

d. Produk Asuransi Syariah Kumpulan

Produk yang di desain dalam jumlah peserta relative banyak

dan dalam struktur produknya ada yang mengandung unsur tabungan

(saving) dan ada yang tidak mengandung unsur tabungan, di akhir masa

kontrak tidak ada bagi hasil atau pengembalian nilai tunai, karena

semua bersifat tabarru ‘dana tolong menolong’. Beberapa contoh

produk-produk kumpulan adalah sebagai berikut :

(1) Takaful Kecelakaan Diri Kumpulan, suatu bentuk

perkumpulan yang ditujukan unytuk perusahaan, organisasi

atau perkumpulan yang bermaksud menyediakan santunan

kepada karyawan atau anggota apabila mengalami musibah

atau kecelakaan dalam masa perjanjian. Maksimal usia

Page 27: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

20

peserta 65 tahun, jumlah peserta 25 orang. Minimal premi

untuk tiap kumpulan Rp.250.000 dan biaya pengelolaan 30%

dari jumlah premi.

(2) Takaful Kecelakaan Siswa, suatu bentuk perlindungan

kumpulan yang ditujukan kepada sekolah atau perguruan

tinggi atau lembaga pendidikan non fomal yang bermaksud

menyediakan dana santunan kepada siswa atau mahasiswa

atau pesertanya apabila mengalami musibah karna

kecelakaan yang mengakibatkan cacat tetap total maupun

sebagian atau meninggal. Jumlah peserta minimal 25 orang

dan minimal premi adalah Rp.250.000 untuk tiap kumpulan

serta usia peserta sampai yang bersangkutan tetap sah

menjadi siswa atau mahasiswa dari lembaga pendidikan

tersebut.

(3) Takaful Wisata Dan Perjalanan, program yang

diperuntukkan bagi biro perjalanan dan wisata atau travel

yang berkeinginan memberikan perlindungan kepada

pesertanya apabila mengalami musibah karna kecelakaan

yang mengakibatkan cacat tetap total maupun sebgaian atau

meninggal selama masih mengikuti wisata baik perjalanan

dalam negri maupun luar negri. Maksimal usia peserta 65

tahun, jumlah peserta 25 orang. Minimal premi untuk tiap

kumpulan Rp.250.000 dan biaya pengelolaan 30% dari

jumlah premi.

(4) Takaful Pembiayaan, suatu bentuk perlindungan yang

memberikan beberapa jaminan kelunasan hutang

apabilayang bersangkutan ditakdirkan meninggal dalam masa

perjanjian. Usia dan masa perjanjian maksimal 65 tahun.

Biaya pengelolaan 30% dari premi dan pembayaran premi

dilakukan sekaligus serta semua premi adalah dana tabarru.

(5) Takaful Majelis Taklim, suatu bentuk perlindungan bagi

majlis taklim yang bermaksdu menyediakan santrunan untuk

ahli waris jamaah apabila yang bersangkutan ditakdirka

meninggal dalam masa perjanjian. Maksimal usia peserta 65

tahun, jumlah peserta 25 orang. Minimal premi untuk tiap

kumpulan Rp.250.000 dan biaya pengelolaan 30% dari

jumlah premi.

(6) Takaful Al Khairat, suatu bentuk perlindungan perkumpulan

yang diperuntukkan bagi perusahaan pemerintah atau

Page 28: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

21

swasta, organisasi yang berbadan hukum atau usaha yang

bermaksud meyediakan santunan meninggal untuk ahli waris

bila peserta atau karyawan mengalami musibah meninggal.

Maksimal usia peserta 60 tahun, usia masuk dan masa

perjanjian maksimal 65 tahun serta jumlah peserta 25 orang.

Minimal premi Rp.250.000 dihitung sejak awal perkwitansi.

(7) Takaful Medicare, program asuransi kesehatan yang

memberikan jaminan pergantian biaya pengobatan dan

operasi peserta yang disebabakan oleh penyakit maupun

kecelakaan. Produk ini dirancang untuk memenuhi

kebutuhan perusahaan atau instansi pemerintah.

(8) Takaful Al Khairat Dan Tabungan Haji, Program bagi para

karyawan yang bermaksud menunaikan ibadah haji dengan

pendanaan melalui iuran bersama dan keberangkatannya

secara bergilir atau kloter. Peserta dikhususkan untuk

karyawan swasta dan/atau negri. Iuaran atau premi peserta

dibayarkan perbulan kepada pengurus yang sebelumnya

sudah ditunjuk terlebih dahulu. Penentuan keberangkatan

peserta dan proses pendaftaran diserahkan kepada pengurus.

(9) Takaful Perjalanan Haji Dan Umrah, Program ini

diperuntukkan bagi jamaah haji dan umrah yang bermaksud

menyediakan santunan untuk ahli waris jamaah apabila

peserta meninggal dunia sewaktu menjalankan ibdah haji

atau umroh. Jumlah peserta minimal 50 orang dan usia

peserta tidak dibatasi selama yang bersangkutan merasa

sanggup baik secara kesehatan maupun materi. Minimal

premi Rp.250.000 untuk ntiap kumpulan

5. Produk-produk Asuransi Syariah Tentang Kerugian

Dalam kehidupan sehari-hari segala musibah dan bencana

yang menimpa manusia merupakan qadha dan qadhar Allah swt.

Namum manusia wajib melakukan ikhtiar atau usaha dalam halk

memperkecil resiko financial yang timbul salah satunya dengan cara

menabung atau menyisihkan dana. Akan tetapi upaya tersebut

seringkali tidak memadai karena mengingat jumlah resiko yang

ditanggung lebih besar dari yang diperkirakan. Perusahaan sebagai

asuransi syariah yang bertumpukan kepada konsep tolong menolong

dalam hal kebaikan dan ketaqwaan serta memberikan perlindungan

menjadikan semua peserta takaful sebagai keluarga besar yang saling

Page 29: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

22

menanggung satu sama lain terhadap musibah yang dialami peserta

lain. System ini diatur dengan meniadakan tiga unsur yang sangat

dilarang oleh prinsip-prinsip syariah yaitu gharar, ,maysir dan riba .

Dalam system operasional yang berdasarkan syariah,

perusahaan asuransi melakukan kerja sama dengan peserta berdasarkan

prinsip bagi hasil yang maksudnya adalah membagi hasil keuntungan

operasional kepada seluruh pesrerta takaful yang tidak pernah

mengajukan klaim atau membatalkan polis . Kumpulan dana peserta

yang diinvestasikan kepada perusahaan asuransi dilakukan dengan

prinsip syariah lalu hasil investasi tersebut dimasukkan kedalam total

kumpulan dana peserta kemudian dikurangi dengan beban asuransi

yang pada akhirnya surplus kumpulan dana peserta dibagikan sesuai

dengan system bagi hasil .

Dalam asuransi syariah kerugian terdapat dua resiko yaitu

resiko yang rendah dan resiko yang tinggi. Produk-produk yang

dihasilkan dari asuransi kerugian yang berdasarkan syariah dilakukan

dengan memperhatikan tingkat resiko dan perhitungan secara teknis

dalam produk-produknya rfelatif sederhana dan resiko standart tanpa

perluasan jaminan. Berikut produk-produk yang dikeluarkan oleh

asuransi kerugian syariah yang memiliki tingkat resiko yang rendah

antara lain :

a. Takaful Kebakaran, Memberikan perlindungan terhadap

kerugian dan/atau kerusakan sebagai akibat terjadinya

kebakaran yang disebabkan percikan api, sambaran petir,

ledakan dan kejatuhan pesawat terbang berikut resiko yang

ditimbulkanya. Dan juga dapat diperluas dengan tambahan

jaminan polis yang lebih luas sesuai dengan kebutuhan. Surat

Pendaftaran Asuransi wajib diisi lengkap dan jelas serta

ditanda tangani oleh pihak Tertanggung. Setiap harga

disesuaikan dengan jenis barang dan diperinci secara

menyeluruh dan detail.

b. Takaful Kendaraan Bermotor, suatu perlindungan yang

diberikan atas kendaraan yang dipertangungkan akibat

terjadinya kecelakaan yang tidak diinginkan secara sebagian

maupun menyeluruh, kendaraan yang dicuri, kendaraan yang

rusak akibat huru-hara kerusuhan, kecelakaan diri pengemudi

dan penumpang serta tanggung jawab hukum kepada pihak

ketiga. Surat pendaftaran asurasni wajib diisi dengan lengkap

Page 30: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

23

dan jelas serta dkitanda tangani oleh tertanggung dan atau

yang mewakili dengan melampirkan fotocopy STNK.

c. Takaful Kecelakaan Diri, Suatu perlindungan yang diberikan

akibat kecelakaan yang bisa mengakibatkan meninggal dunia

maupun cacat tetap seluruhnya seperti kehilangan

penglihatan, kehilangan jari, kehilangan kaki, tangan, maupun

anggota tubuh lainnya.Memberikan perlindungan terhadap

kerugian dan atau kerusakan sebagai akibat resiko-resiko yang

tidak dapat ditutup pada polis-polis takaful yang telah ada.

d. Produk-produk yang dihasilkan antara lain :

(1) Takaful penyimpanan uang, memberikan jaminan

kerugian ats hilangnya uag yang disimpan dalam brangkas

yang diakibatkan oleh pencurian, perampokan atau

tindakan jahat lainnya dikecualikan jika dilakukan oleh

ketidak jujuran pegawai atau karyawan sendiri.

(2) Takaful tanggung gugat, memberikan jaminan kerugian

terhadap tuntutan ganti rugi yang dilakukan atau diajukan

oleh pihak ketiga sebagai akibat dari kesalah atau kelalaian

tertanggung sendiri baik untuk industry perdagangan

maupun kegiatan lain sebagai akibat tanggung gugat

berdasarkan hukum.

(3) Takaful jaminan ketidak jujuran, Memberikan jaminan

kerugian akibat kehilangan, penggelapan,

penyelewengan, Dan ketidak jujuran dari pegawai

perusahaan. Dalam hal ini yang dimaksud ketidak jujuran

disini adalah tindakan yang bersifat kecurangan atau bisa

disebut korupsi yang berakibat pada kerugian terhadap

diri sendiri maupun perusahaan.

(4) Takaful kebongkaran, memberikan jaminan terhadap

kerugian yang diakibatkan karena pencurian dengan

menggunakan kekerasan ketika hal tersebut berhubungan

dengan objek asuransi dan kerusakan dari objek tersebut

akibat dari percobaan pencurian dengan tindak kekerasan.

(5) Takaful A.T.M, luas jaminan nya yaitu menjamin

kerugian/kerusakan sifatnya tiba-tiba dan tidak terduga

yang membutuhkan perbaikan atau penggantian. Dan

tidak dibedakan dalam keadaan operasional atau berjalan,

sedang istirahat, sedang dibongkar untuk diperbaiki,

sedang dibersihkan, aslakan berada dilokasi yang telah

Page 31: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

24

ditentukan dan diketahui sebelumnya oleh penanggung,

dengan catatan semuanya telah sukses melalui masa tes

dan polis ini berlaku satu tahun.

(6) Takaful lampu reklame, takaful papan reklame

memberikan jaminan atas lampu reklamedari

kemungkinan peristiwa yang menyebabkan kerugian

seperti terbentur benda keras, hubungan pendek,

tersambar petir dan akibat bencana alam.

Selain produk-produk kerugian syariah yang memiliki tingkat

resiko rendah, ada pula yang memiliki tingkat resiko yang tinggi. Dalam

hal ini tingkat resiko yang tinggi adalah produk-produk kerugian yang

berdasarkan syariah, dimana tingkat resikonya sangat tinggi sehingga

melebihi kapasitas asuransi perusahaan, dan dalam struktur

perhitungan teknisnya cukup rumit. Berikut adalah produk-produk

kerugian syariah yang memiliki tingkat resiko tinggi antara lain :

a) Takaful kebakaran, takaful kebakaran industrial menjamin

objek-objek dengan tingkat resiko tinggi seperti pabrik,

penggilingan, pergudangan, gedung-gedung yang melebihi 6

lantai dan lain-lain.

b) Takaful kebakaran industrial memberikan kebebasan peserta

takaful untuk menggunakan polis sesuai dengan kebutuhan

penjaminan.

c) Takaful rekayasa, memberikan jaminan terhadap kerugian dan

atau kerusakan sebagai akibat yang berkaitan dengan

pekerjaan pembangunan beserta alat-alat berat, pemasangan

kontruksi baja/mesin, dan akibat beroperasinya mesin

produksi serta tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga.

Jenis asuransi takaful rekayasa sebagai berikut :

(1) Takaful resiko pembangunan, pertanggungan asuransi atas

resiko-resiko proyek pembangunan yang sedang berjalan,

misalkan pembangunan gedung, jalan, pekerjaan konstruksi,

baik konstruksi pabrik yang berupa peralatan maupun sarana

prasarana.

(2) Takaful resiko pemasangan, Pertanggungan asuransi atas

resiko-resiko terhadap pemasangan instalasi mesin, instalasi

pabrik, peralatan teknis seperti pipa-pipa jenerator dll.

(3) Takaful mesin, pertanggungan asurasni atas resiko-resiko

kerugian selama mesin beroperasi atau dalam masa perbaikan

Page 32: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

25

serta kerugian atas hilangnya keuntugan perusahaan

dikarenakan mesin tidak bisa beroperasi

(4) Takaful peralatan elektronik, pertanggungan asuransi atas

resiko-resiko kerugian atau kerusakan terhadap pemakaian

elektronik atau rencana control pada peralatan elektronik

computer beserta jaringannya.

(5) Takaful pengangkutan, memberikan perlindungan terhadap

kerugian dan atau kerusakan pada barang-barang atau

pengiriman uang sebagai alat pengiriman uang sebagai akibat

alat pengangkutnya mengalami musibah atau kecelakaan

selama dalam menjalankan perjalanan laut, udara dan darat.

Page 33: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

26

BAB IV

BENTUK BADAN HUKUM USAHA BERSAMA

Salah satu susbtansi dalam UU Perasuransian yang

menimbulkan perdebatan adalah mengenai bentuk badan hukum

perusahaan asuransi. Pada UU diusulkan bahwa badan hukum usaha

asuransi harus berbentuk Perseroan Terbatas. Usulan ini menimbulkan

keberatan dari beberapa perusahaan asuransi. Pihak yang keberatan

terhadap usulan tersebut adalah Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera

1912. Untuk merespon tersebut, maka Pasal 6 Undang-Undang Nomor

40 Tahun 2014 menyebutkan bentuk badan hukum penyelenggara

usaha perasuransian adalah perseroan terbatas, koperasi; atau usaha

bersama yang telah ada pada saat Undang- Undang ini diundangkan.

Usaha bersama tersebut dinyatakan sebagai badan hukum berdasarkan

Undang-Undang ini. Pada bab ini akan menguraikan tentang usaha

bersama perasuransian.

A. Eksistensi Usaha Bersama

Perkembangan sosial, ekonomi dan politik yang demikian

pesat melampaui norma yang ada dalam UU yang sedang berlaku,

mengakibatkan norma-norma dalam UU yang sedang berlaku itu tidak

lagi dapat diandalkan oleh subyek hukum. Skema perilaku yang

dipromosikan oleh UU yang sedang berlaku itu, dengan sendirinya

kehilangan daya dukung sosiologisnya. Soalnya bukan sekadar UU itu

tidak efektif, tetapi yang lebih penting adalah UU tersebut tidak

menjanjikan harapan bagi subyek hukum.

Usaha perasuransian di Indonesia yang kini telah menjelma

menjadi industri keuangan adalah sebuah usaha yang terus tumbuh,

dan berkembang. Dari sejarahnya di Indonesia, usaha ini telah

berlangsung sejak zaman kolonialisme, pemerintahan Hindia Belanda

dahulu. Akan diperlihatkan pada bagian lain dalam naskah ini, berbeda

dengan usaha asuransi yang diprakarsai oleh Industrialis Belanda pada

masa itu, usaha asuransi yang diprakarsai oleh kaum bumiputera, tidak

didasari oleh pertimbangan keuntungan.

Perlahan tapi pasti, usaha asuransi yang diprakarsai oleh orang-

orang bumiputera terus tumbuh, berkembang dan bertahan hingga

sekarang adalah Asuransi Jiwa Bumiputera. Unik, badan hukum usaha

ini tidak dikenal dalam KUH Dagang, diberlakukan oleh pemerintah

Hindia Belanda pada tahun 1848. Namun seiring dengan

Page 34: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

27

perkembangannya dan kontribusinya dalam pembangunan nasional,

mau tidak mau usaha ini pun memerlukan pengaturan yang

komprehensif.

Walau pada awalnya tidak dimaksudkan sebagai sebuah industri

keuangan, namun seiring dengan perkembangan ekonomi dan

pembangunan nasional, sejak tahun 1980-an, usaha ini dipandang

sebagai suatu industri jasa keuangan. Sebagai sebuah industri jasa

keuangan, yang menghimpun dana dari kalangan masyarakat, usaha ini,

jelas memerlukan pengaturan yang memadai.

Bukan tidak ada usaha dari pembentuk UU untuk keperluan

itu, tetapi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha

Perasuransian, hanya mencantumkan satu pasal di dalamnya, yang

mengatur, khususnya badan hukum Asuransi Bumiputera. Pasal 7 ayat

(1) huruf C mengakui badan hukum usaha bersama (mutual). Penyifatan ini senafas dengan sejarah, jiwa dan spirit Asuransi Jiwa

Bumiputera. Pasal 7 ayat (3) hanya mengatur bahwa ketentuan tentang

Usaha perasuransian yang berbentuk Usaha Bersama (Mutual) diatur

lebih lanjut dengan UU.

Dua puluh tahun sudah berlalu. Janji tingal janji. Apa yang

terjadi? Usaha asuransi Jiwa Bumiputera yang berbadan hukum “usaha

Bersama-Mutual” diperlakukan sama dengan Usaha Asuransi yang

berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT). Penyamaan perlakuan

Asuransi Jiwa Bumiputera yang berbadan hukum usaha bersama,

mutual, dengan usaha asuransi berbadan hukum PT, terlihat pada

serangkaian pengaturan, baik PP maupun Permenkeu.

Industri perasuransian saat ini, harus diakui terus tumbuh,

berkembang dan memberi pengaruh cukup signifikan terhadap

pembangunan nasional. Karena yang dipertanggungkan adalah risiko

kerugian dan jiwa, disamping pengaruhnya terhadap perekonomian

nasional, maka pengaturan terhadap usaha ini harus dilakukan secara

komprehensif. Usaha itu diwujudkan oleh pemerintah dengan

mengajukan Rancangan Undang-Undang Perubahan UU Nomor 2

Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian.

Pengubahan undang-undang, dimanapun, selalu didasari oleh

kenyataan sosiologis tentang tidak efektifnya undang-undang yang

sedang berlaku. Salah satu penyebabnya adalah terbatasnya jangkauan

norma yang ada dalam UU tersebut. Konsekuensinya UU baru harus

memiliki kemampuan dari UU sebelumnya dalam menyediakan skema

hukum, yang meliputi kelembagaan dan menejemen yang

Page 35: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

28

berkepastian, sehingga mampu memberi jaminan terhadap

terpromosinya usaha di bidang yang diatur itu.

Praktis UU yang baru memiliki kemampuan menciptakan

lingkungan hukum yang mampu memberi rangsangan yang

berkepastian kepada setiap usaha termasuk subyek hukum yang

menjadi sasaran UU itu. Menariknya paradigma hukum perusahaan,

tampak mendominasi bahkan menjadi paradigma RUU yang dibahas

untuk menggantikan UU Nomor 2 Tahun 1992. Paradigma ini

diwujudkan hanya mengakui PT sebagai satu-satunya badan hukum

usaha jasa keuangan usuransi.

B. Fakta Historis Lahirnya Usaha Asuransi Jiwa Bumiputera

Dalam suasana bergairahnya politik etis pemerintah Hindia

Belanda, muncul gagasan usaha bersama memperbaiki nasib guru-guru

bumiputera. Ini berbeda secara fundamental dengan munculnya

gagasan Asuransi konvensional di barat. Bukan usaha bersama untuk

saling membantu dalam kerangka bersama-sama memperbaiki nasib,

khusus guru, di barat, khususnya Italia sebagai negara yang pertama kali

memperakikkan asuransi komersial, sejak semula asuransi itu

dimaksdudkan untuk berbagi resiko dalam usaha pelayaran. Jadi sejak

semula untung-rugi sudah menjadi orientasi dasar dalam asuransi

konvensional dibarat. Ini berbeda, sekali lagi, secara fundamental

dengan gagasan pendirian Asuransi Bumiputera 1912.

Menariknya Asuransi Bumiputera 1912, diakui sebagai pioner

asuransi konvesional di Indoneia. Berbeda dengan Asuransi

konvesional di barat yang diprakarsai oleh kaum pedagang, Asuransi

Bumiputera 1912 diprakarsai oleh para guru. Bukan keuntungan atau

kerugian yang menjadi orientasi dasarnya, melainkan memperbaiki

nasib guru-guru Bumiputera. Abdullah Amrin menggambarkannya

dengan baik sekali. Kata Amrin:

Sejarah Asuransi di Indonesia tidak terklepas dari dari sejarah

Asuransi Jiwa Bumiputera 1912. Bumiputera berdiri atas

prakarsa seorang guru bernama M. Ng.Dwidjoseojo –

Sekertaris Persatuan Guru-Guru Hindia Belanda- (PGHB),

sekaligus sekertaris I Pengurus Besar Budi Utomo. Dwidjosojo

mengagas pendirian perusahaan asuransi karena didorong oleh

keprihatinan mendalam terhadap nasib para guru Bumiputera

(pribumi). Ia mencetuskan gagasannya pertama kali di Kongres

Budi Utomo. Dan kemudian terealisasi menjadi badan usaha

sebagai salah satu keputusan Kongres pertama PGHB di

Page 36: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

29

Magelang 12 Februari 1912. Cukup menarik, Amrin

melanjutkan, tidak seperti perusahaan berbentuk Perseroan

Terbatas (PT), yang kepemeilikannya hanya oleh pemodal

tertentu sejak awal pendiriannya Bumiputera sudah

menggunakan system kepemilikan dan kepenguasaan yang

unik, yakni bentuk badan usaha “mutual” atau “usaha bersama”.

Semua pemegang polis adalah pemilik perusahaan, yang

mempercayakan wakil-wakil di Badan Perwakilan Anggota

untuk mengawasi jalannya perusahaan

Menilik tahun-tahun kelahirannya itu, seraya menilik pula

kenyataan sosio politiknya kala itu, tak bisa tidak untuk mengatakan

bahwa suasana sosio politik yang melahirkan Asuransi Jiwa

Bumiputera adalah suasana pergerakan menuju, bukan sekadar

perbaikan hidup para guru Hindia Belanda, melainkan menuju

Indonesia merdeka. Memang, Asuransi Bumiputera tidak dimaksudkan

pada awalnya sebagai sebuah usaha menuju Indonesia merdeka

sebagaimana tujuan itu dicanangkan secara samar oleh Sarekat Islam,

tetapi terdapat tali-temali dengan usaha menuju Indonesia merdeka.

Dwipoejosewojo, salah seorang pendiri Bumiputera itu juga

menyandang jabatan sekretaris Budi Utomo sebagai sebuah organisasi,

yang oleh Tjokroaminoto diharapkan berorientasi politik.

Tjokroaminoto pulalah yang berada dibalik pendirian, lebih tepat

mengubah Sarekat Dagang Islam, bentukan Samanhoedi, seorang

hartawan pedagang batik, menjadi Sarekat Islam pada tahun 1912.

Tahun 1912 dapat disebut tahun bergeloranya pergerakan

menuju kemerdekaan. Tjokroaminoto misalnya, secara diam-diam

mengimpikan Sarikat Islam melaju menjadi kekuatan politik. Ia

mengidam-idamkan anak bumiputera berdiri sejajar dengan

pemerintah Hindia Belanda. Dalam kongres Central Sarikat Islam,

Tjokro menyatakan akan bekerja demi kemajuan rakyat Hindia

dibawah Hindia Belanda.

Dalam suasana siso-politik seperti itu, maka cara pandang yang

mesti dipilih oleh ketiga pendiri Bumiputera 1912 adalah gotong-

royong, bukan liberal dan kapitalistik. Jelas spirit sosiologis dan

filosofis yang mendasari pembentukan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912

oleh ketiga orang guru sekolah dasar, memiliki kekhasan tersendiri.

Spiritnya bukan mencari untung, bukan pula penumpukan dan atau

pelipatgandaan modal, melainkan dan hanya untuk itu; saling

Page 37: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

30

membantu antarsesama guru Bumiputera 1912 yang nasibnya tak

bagus. Cara pandang itu juga berkonsekuensi pada pilihan bentuk

kelembagaan. Pilihannya bukan Perusahaan, melainkan usaha bersama

(mutual). Usaha bersama (mutual) itulah spirit, sekaligus menjadi

kelembagaan Asuransi Jiwa Bumiputera 1912. Spirit dan kelembagaan

itu bersemayam dalam perut perjuangan rakyat Bumiputera 1912

untuk menjadi manusia yang bermartabat. Kelak usaha bersama itu

dikonstruksi menjadi satu Badan hukum, suatu bentuk usaha

kelembagaan yang tidak dikenal dalam norma-norma yang ada dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD).

KUHD lahir dalam lingkungan politik dan ekonomi liberal dan

kapitalistik, sehingga oleh tokoh-tokoh pergerakan Republik Indonesia

merdeka, dinilai sebagai penyebab terjadinya imprialisme dan

kolonialisme di Indonesia. Dalam faham liberal dan kapitalisme bukan

tolong menolong, bukan pula gotong-royong, melainkan “persekutuan

modal” yang diandalkan dalam setiap usaha.

Ketiga orang pendiri Asuransi Jiwa Bersama itulah yang

pertama kali menyetorkan uang dalam gerakan ini. Ini berarti Asuransi

memulai usahanya dengan modal nol sen. Sejak organisasi ini didirikan

hingga akhir Desember 1912 baru terkumpul 165 anggota (pemegang

polis). Karena yang menjadi sasaran adalah seluruh guru yang tersebar

luas di Hindia Belanda, melalui cabang-cabangnya dan ranting-

rantingnya, maka anggotanya pun terus bertambah.

Boedi Oetomo memang tidak dihalangi, tidak hanya

pembentukannya, tetapi juga perkembangannya oleh pemerintah

Hindia Belanda. Ini jelas berbeda dengan sikap pemerintah Hindia

Belanda terhadap Sarekat Islam. Bagaimana dengan usaha asuransi

bumiputera yang berspirit usaha bersama dalam rangka memperbaiki

nasib guru-guru bumiputera

Di penghujung tahun 1913 usaha ini mengalami kesulitan

keuangan. Direksi dan Komisaris mengusahakan agar mereka mendapat

bantuan dari pemerintah Hindia Belanda. Melalui bantuan Dr. Rinkes,

adviseur voor Inlanche Zaken (penasihat pemerintah urusan pribumi)

masalah ini terpecahkan. Pemerintah Hindia Belanda memberi subsidi.

Sejak Oktober 1913, Maskapai ini diberi subsidi sebesar f300 setiap

bulan. Keputusan pemberian subsidi tersebut tertuang dalam Surat

Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 8 tertanggal 13 Oktober 1913.

Page 38: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

31

Paling tidak terdapat empat fase krisis keuangan yang dilintasi

Maskapai Asuransi Jiwa Bumiputera 1912. The great depression yang

melanda dunia pada tahun 1930-an, termasuk Hindia Belanda, juga

memukul usaha Asuransi Bumiputera 1912. Menurut Soemitro krisis

kapitalisme ini merusak kelangsungan hidup ekonomi ekspor dan

impor kolonial Hindia Belanda. Hal ini mengakibatkan mereka

mempertanyakan asumsi-asumsi laissez-faire, yang di Hindia Belanda

diletakkan pada sekitar tahun 1870.1 Kekurangan ekspor itu terutama

terjadi disektor pertanian. Dalam catatan H.W Dick produksi ekspor

yang utama, yakni gula merosot dari 3 juta ton pada tahun 1928-1929

merosot menjadi 0,5 ton pada tahun 1935.2

Krisis itu juga berdampak terhadap keuangan pemerintahan

Hindia Belanda. Kebijakanpun segera diambil. Pemerintah Hindia

Belanda pun melakukan penghematan. Gaji pegawai dipotong,

termasuk mereka yang bukan pegawai tetapi diberi tunjangan.

Tunjangan Bung Karno pada tahun 1935 misalnya, dikurangi menjadi

125 gulden.3 Pengaruhnya kepada Maskapai Bumiputera 1912 jelas.

Lebih kurang 4 tahun Maskapai ini tidak memiliki kemajuan. Terjadi

penjualan polis secara besar-besaran. Ol Mij Boemi Poetra 1912 pun

mengalami kerugian sebesar f57.139.65 pada tahun 1931. Sepanjang

tahun ini hanya terjadi penambahan polis sebanyak f119.750. Tetapi

menariknya, pada tahun 1932 Bumiputera 1912 memilih langkah

berani. Mereka membangun kantor baru di Kaliurang, Yogyakarta.

Lebih menarik lagi, ditengah situasi ekonomi yang belum menentu

kapan berakhirnya itu, Bumiputera 1912 bukannya menahan diri,

melainkan justru melakukan ekspansi. Bumiputera 1912 menambah

pegawai inspeksi untuk meluaskan usaha ke berbagai daerah. Pada

tahun 1935, di bawah kepemimpinan Roedjito sebagai Direkturnya,

Bumiputera membuka Kantor Cabang di Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, dan Bandung. Usaha ini berhasil. Ketika krisis ekonomi

mulai membaik pada tahun 1935, Bumiputera 1912 mencatat

peningkatan pendapatan. Bila pada tahun 1933 premi yang masuk

1 Sumitro Djojohadikusumo, Kredit Rakyat di Masa Depresi, Cet. Pertama

(Jakarta: LP3ES, 1989), hlm 32. 2 J.Thomas Linblad (ed), Fundasi Historis Ekonomi Indonesia. Penerjemah S.

Nawianto, Cet. Pertama, (Yogyakarta: Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM dan Pustaka Pelajar, 2002), hlm 49. 3 Lambert Giebels, Soekarno Birografi 1901-1950. Penerjemah I. Kapitan-Oea

B.A (Jakarta: Grasindo, 2001), hlm 202.

Page 39: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

32

sebesar f1.306.500, pada tahun 1934 meningkat menjadi f557.500, dan

pada tahun 1935 meningkat lagi menjadi sebesar 200% 4

Lolos dari hadangan krisis ekonomi dunia, Bumiputera 1912

masuk kedalam pusaran politik lain, yang tidak kalah membahayakan

kelangsungan usaha ini. Jepang datang, menggantikan Belanda.

Jepang, tentu untuk mencapai tujuan politiknya, memberi janji manis

kepada Bumiputera 1912. Serangkain tindakanpun diambil. Yang

menarik adalah di era pemerintahan Jepang inilah 7 perusahaan

Asuransi milik orang Indonesia gulung tikar. Bumiputera 1912 sendiri,

untuk pertama kalinya dalam 30 tahun mengalami kerugian luar biasa

besar. Pada tahun 1942 Bumiputera 1912 mengalami kerugian sebesar

f21.966,59. Pada tahun 1943-1944 meningkat menjadi f29.107.76.

Kerugian ini mengalami penuruan pada tahun 1944-45 menjadi

f17.027.61. Memang Pemerintah Jepang mendatangkan tim khusus

dari Saimei Shemei Hoken Keisya, untuk memeriksa keadaan

Bumputera 1912. Hasilnya Bumiputera 1912 dinyatakan sehat dan

usahanya dikelola dengan baik. Pemerintah Jepang pun berjanji akan

menyerahkan perusahaan asuransi milik Belanda NILLMIJ kepada

Bumiputera 1912. Tetapi janji tinggal janji, karena sebelum dilakukan

penyerahan NILLMJ ke Bumiputera 1912, tentara Belanda menyerbu

Indonesia. Kontras dengan rencana awalnya itu, dalam kenyataannya

Bumiputera 1912 megalami perlakuan yang tidak menyenangkan. Di

Semarang misalnya, ketika Rabikan, salah seorang pengutip premi di

kantor Cabang Semarang, melaksanakan tugasnya, dengan membawa

kwitansi-kwitansi tagihan, ia hilang dan dinyatakan meninggal dunia.

Di tempat lain seorang kepala tata usaha di Kantor Cabang Banjarmasin

juga hilang saat kapal yang ditumpanginya dari Surabaya ke

Banjarmasin, tenggelam. Menariknya pada masa inilah Bung Karno dan

Bung Hatta menjadi peserta Bumiputera.

Lolos untuk yang kedua kalinya dalam menghadapi tantangan

eksternal, Bumiputera kembali mengalami keadaan yang sama dengan

dua keadaan yang mendahuluinya. Kedua keadaan itu adalah keadaan

keuangan pada tahun 1946 dan keadaan keuangan pada 1949-1950.

Keadaan yang terakhir ini dikenal secara umum dengan gunting

Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Keuangan RIS kala itu.

4 TIM Penyunting, 1 Nusa 100 Tahun Bumiputra, (Jakarta: Media Indonesi

Publishing, 2012), hlm 25-27.

Page 40: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

33

Mata uang yang beredar dalam masyarakat bermacam-macam.

Ada uang NICA atau yang disebut “uang merah” ada ORI (didaerah

Republik) dan bermacam-macam uang republik lain yang berlaku di

wilayahnya sendiri-sendiri. Uang itu, semuanya, harus diganti dengan

uang baru yang berlaku di seluruh Indonesia. Tetapi masalahnya

bukanlah uang yang diganti, tetapi segala macam uang itu mengalami

inflasi yang tingkatannya tinggi sekali. Ditengah krisis keuangan yang

dialami pemerintah, sebagai Menteri Keuangan pada Kabinet Sjahrir II,

Sjafruddin Prawiranegara menarik semua uang Jepang yang masih

beredar dalam masyarakat untuk disimpan di bank. Sayangnya

tindakan ini juga tidak menolong. Penyebabnya Belanda melakukan

penyerbuan terhadap RI. Penyerbuan ini dikenal dengan nama Agresi

Belanda I. Keadaan ekonomi dan keuangan yang masih rumit itu terus

berlanjut hingga tahun 1950. Menariknya pada tahun 1950 itu,

Sjafruddin Prawiranegara kembali ditunjuk menjadi Menteri Keuangan

RIS. Untuk memperbaiki neraca pembayaran RI ditengah keadaan

keuangan parah itu, pemerintah mengeluarkan peraturan tentang Alat-

Alat Pembayaran Luar Negeri. Sjafruddin Prawiranegara juga

mengambil langkah di bidang moneter, yang kelak dikemudian hari

dikenal dengan sebutan “gunting Sjafruddin”.Sjafruddin memotong dua

dengan gunting “uang merah” dan uang “de Jafasche Bank” dari

pecahan Rp 5 ke atas. Pecahan Rp 2,50 dan yang lebih kecil tidak

mengalami pengguntingan. Uang ORI juga tidak digunting. Sejak pukul

8 malam tangal 19 Maret 1950, uang kertas pecahan Rp 5 ke atas

digunting menjadi dua. Bagian kiri tetap berlaku sebagai alat

pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai nominalnya.

Tetapi sejak tanggal 22 Maret bagian kiri itu harus ditukarkan dengan

uang kertas baru di bank dan ditempat-tempat lain yang ditentukan.

Bukan Bumiputera 1912 kalau tidak memiliki ketahanan

ditengah badai eksternal, dan kreasi-kreasi gemilang untuk terus

tumbuh dan selalu sehat dalam persaingan antar pelaku usaha asuransi.

Periode 1952-1962, periode transisi orde lama ke orde baru, demikian

juga periode kebijakan deregulasi tahun 1980 hingga tahun 1992, dan

periode krisis moneter dan ekonomi yang luar biasa di tahun 1997-

1999, Bumiputera 1912 selalu dapat lolos dengan mengagumkan.

Pada awal tahun 1953, Notohamiprojo berkunjung ke Jepang dan

bertemu dengan seorang aktuaris dari Hong Kong, Percy Dzeh.

Pertemuan itu menghasilkan suatu kesepakatan. Dzeh bersedia bekerja

Page 41: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

34

sebagai aktuaris di Bumiputera 1912. Pada tahun 1954 Maskapai

Asuransi Bumiputera berganti nama menjadi Maskapai Asuransi Djiwa

(MAD) Bumiputera 1912. Setahun kemudian dilakukan lagi perubahan.

Kali ini yang diubah, adalah organ perwakilan anggota. Bila sebelum

anggota diwakili dalam organ bernama Rapat Anggota, setelah

diadakan rapat anggota khusus pada tahun 1955, organ ini diganti

namanya menjadi Badan Perwakilan Anggota. Khusus nama Maskapai

Asuransi Djiwa Bumiputera 1912 dipakai hingga 24 Desember 1960.

Setelah itu diganti menjadi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912,

hingga sekarang.

Tidak seperti Maskapai Asuransi lainnya, Asuransi Jiwa Bersama

Bumiputera 1912 mengambil peran lebih strategis dalam pembangunan

nasional. Pada tahun 1961 Bumiputera 1912 ikut mengambil bagian

dalam pendirian PT Pembangunan Ibu Kota Jakarta Raya. PT ini lebih

dikenal dengan nama PT Pembangunan Jaya. Bumiputera juga ikut

mendirikan PT Perhotelan Swasta Banteng pada tahun 1963. Pendirian

PT ini dituangkan dalam Lembaran Negara Nomor 154/1963.

Mirip krisis keuangan pada awal berdirinya Republik Indonesia

dan awal Republik Indonesia Serikat, Republik Indonesia kembali

mengalami krisis keuangan. Pada tahun 1965 pemerintah mengambil

serangkaian kebijakan dibidang moneter, yakni memotong uang dari

Rp. 1000 menjadi Rp.1. Jelas tindakan ini berdampak terhadap

masyarakat.

Apa dampaknya terhadap Bumiputera 1912? Bumiputera 1912

ikut terkena dampaknya. Nilai pertanggungan yang menggunakan nilai

lama menjadi seperseribu. Posisi keuangan Bumiputera 1912 merosot,

persis yang dialami pada tahun 1941. Seperti biasanya, Bumiputera 1912

melakukan serangkaian terobosan. Dibentuklah sebuah tim untuk

melakukan bisnis diluar asuransi, yakni trading bisnis. Bisnis ini

menolong keuangan Bumiputera 1912. Tidak itu saja, Bumiputera 1912

mengambil langkah berani dengan mengubah organ perwakilan

anggota. Majelis Perwakilan Anggota diganti namanya menjadi Badan

Perwakilan Anggota (BPA). Ini dilakukan pada tahun 1966.

Dua tahun kemudian Bumiputera 1912 melakukan terobosan

lagi. Kali ini Bumiputera 1912 memperkenalkan produk polis baru.

Bumiputera 1912 menggunakan standar dolas AS. Luar biasa sukses

produk ini. Tidak itu saja Bumiputera 1912 malah membangun Kantor

Page 42: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

35

Cabang di Surabaya. Tahun 1972 Bumiputera 1912 melakukan inovasi

lagi, Kali ini diperkenalkan mekanisasi dan komputerisasi.

Mengagumkan, target produksi yang dipatok sebesar Rp.10 M. malah

melebihi. Expense ratio atas gros premium sebesar 60% pun dicapai

dengan mudah.

Tahun 1974 Bumiputera 1912 kembali melakukan gebrakan.

Bumiputera 1912 membentuk Komisi Modernisasi. Pada tahun 1974

Bumiputera 1912 telah memiliki 10 Cabang, yang terbagi menjadi tidak

kurang dari 164 kantor dan 195 Pos. Pada tahun 1975 Bumiputera 1912

kembali melakukan inovasi. Inovasi pada cara pembayaran polis.

Pembayaran klaim dengan masa percobaan bagi polis-polis tanpa

pemeriksaan dokter. Pada tahun jumlah pembayaran klaim dinaikan

dari 30% menjadi 50%. Pada tahun kedua dinaikan dari 60% menajdi

80%, dan pada tahun ketiga dinaikan menjadi 100% dengan

pertanggungan maksimal 3 juta rupiah.

Dengan memperhatikan berbagai factor, terutama keamanan,

Bumiputera 1912 melakukan investasi disejumlah bidang. Bidang-

bidang investasi itu antara lain, pembelian tanah dan bangunan,

penyertaan dalam usaha deposito, pinjaman polis, hipotik, dan lainnya,

sesuai dengan SK Menteri Keuangan Nomor Kep. 351/MKIV/4/1975.

Sampai dengan tahun 1977 investasi Bumiputera 1912 mencapai Rp.

6.737.153.000. dengan hasil Rp. 223.282.000.

Tahun 1982 sampai dengan tahun 1992 adalah periode yang tidak

kalah menantangnya terhadap Bumiputera 1912. Serangkaian

kebijakan di bidang moneter dikeluarkan oleh pemerintah sepanjang

periode ini. Devaluasi nilai tukar rupiah diambil pada tahun 1983, jelas

ikut berpengaruh terhadap Bumiputera. Kebijakan itu mengubah nilai

tukar rupiah terhadap dolar AS pada tanggal 30 Maret 1983 dari Rp

702,50 menjadi Rp 970 per US dolar. Tidak berhenti disitu, pada Juni

1983 pemerintah kembali mengeluarkan serangkaian kebijakan

dibidang moneter. Kebijakan ini dikenal dengan nama Paket Juni

(Pakjun). Sayangnya keadaan ekonomi masih belum cukup tertolong

dengan serangkaian kebijakan tersebut.

Pada September 1986 pemerintah kembali melakukan tindakan

devaluasi rupiah terhadap dolar AS sebesar 31%. Kebijakan ini

mengakibatkan pemegang polis asruransi dalam bentuk dolar

Page 43: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

36

cenderung terus bertahan, karena bila dolar terus naik. Ditengah situasi

seperti itu, pada tahun 1987/1988 terjadi spekulasi di pasar valuta asing.

Pemerintah tak tingal diam. Dikeluarkanlah kebijakan, yang dikenal

dengan Gebrakan Sumarlin I. Suku bunga SBI, fasilitas diskonto dan

tingkat rediskonto (gadai ulang) SPBU dinaikan.

Keadaan pertumbuhan ekonomi tertolong dengan gebrakan-

gebrakan itu. Untuk mempertahankan kondisi yang telah membaik,

pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan deregulasi dibidang

moneter, keuangan dan perbankan pada Oktober 1988. Kebijakan ini

dikenal dengan nama Pakto 88. Diikuti dengan Paket Maret 1989. Apa

dampaknya terhadap Bumiputera 1912? Kejelian dan profesionalitas

pengelola Bumiputera berbuah manis. Sampai dengan akhir 1996

Bumiputera 1912 membukukan pendapatan premi naik menjadi Rp.

758 miliar atau meningkat 20%, dari 1995 sebesar Rp. 613,6 miliar, dan

asetnya naik menjadi Rp.1,7 trilyun.

Dalam memenuhi kewajibannya kepada pemegang polis,

Bumiputera 1912 membayar klaim selama 1996 sebesar Rp.330 miliar

atau naik 22% dibanding tahun 1995 sebedsar Rp. 271 miliar.

Sedangkan portofolio uang pertanggungan mengalami peningkatan

sebesar 25% dari 12, 7 trilyun pada tahun 1995, menjadi 15,8 trilyun.

Sampai dengan tahun ini, Bumiputera 1912 telah memiliki 30 kantor

Cabang, 616 kantor pelayanan, 19.302 agen, dan 2.987 karyawan. Pada

tahun ini juga Bumiputera mendapat tambahan anggota baru sebanyak

1.247.919. pemegang polis.

Modernisasi Bumiputera 1912 yang dilakukan pada periode

1972-1973 justru menjadi fundasi terkuatnya. Melalui anak perusahaan

bernama Wisma Bumiputera, dibangun gedung di Jalan Sudirman

berlantai 22. Bumiputera hanya menggunakan lima lantai, selebihnya

disewakan. Bumiputera 1912 pun mengajak investor manca negara

menjalin kerjasama. Didirikanlah Bank Bumiputera dan PT

Informatics. Seluruh saham Bank Bumiputera dipegang oleh

Bumitputera 1912.

C. Filsafat AJB Bumiputera 1912

Tolong-menolong atau saling membantu antar sesama guru

bumiputera, yang pada waktu pendirian Asuransi Jiwa Bumiputera

Page 44: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

37

1912 bernasib malang, dan berada dalam keadaan sangat buruk, adalah

spirit sekaligus orientasi utama Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera

1912. Berspirit seperti itu, maka ketiga pendiri Bumiputera 1912 tidak

mengandalkan modal sebagai dasar pendirian Bumiputera 1912 dan

sebagai dasar persekutuannya, melainkan semangat, sekali lagi, tolong-

menolong, bantu-membantu sebagai sesama guru bumiputera yang

malang nasibnya.

Usaha bersama, bukan usaha perseorangan yang

mengandalkan modal dan atau berorientasi keuntungan, jelas

merupakan sebuah nilai, bukan hanya kultural, melainkan juga moral.

Betul pendirian Bumiputera 1912 tak bertujuan untuk merombak

tatanan politik penjajah Hindia Belanda kala itu, melainkan karena

konteksnya koheren dengan tatanan politik kala itu, maka usaha ini,

kelak dapat disifatkan sebagai sebuah usaha dalam menantang praktik

pemerintah Hindia Belanda yang beridiologi liberalism itu.

Jelas usaha bersama memiliki daya tahan, karena watak

originalnya. Karena koherensinya itu, maka ia selalu dirindukan untuk

digunakan dalam setiap usaha ekonomi di alam merdeka. Ketika

berbicara mengenai Nasionalisme dan Ekonomi Pancasila, Hodori

Yunus, menunjuk Usaha Bersama sebagai satu subtemanya. Dalam

kajiannya, Yunus secara kongklusif menunjuk usaha itu berasaskan

kekeluargaan. Seperti ahli lainnya, Yunus dengan yakin memastikan

usaha bersama, gotong-royong, sebagai satu bangunan usaha yang

berakar dalam kebudayaan Indonesia. Kata Yunus usaha bersama atas

asas kekeluargaan telah ada dan tertanam dalam masyarakat Indonesia.

Usaha bersama dikenal secara popular dengan gotong-royong.

Lembaga-lembaga dalam hubungan kerja di bidang pertanian seperti

“maro’, “mertelu” sampai kepada tenaga yang baik dan produktif diberi

hadiah disamping upahnya. Sampai-sampai buruh tani yang baik bisa

diambil menjadi menantu atau keluarga petani pemilik tanah tertentu.5

Karakter yang mengalir dari pandangan hidup bumiputera

itu, jelas tidak dapat dicari padanannya di dunia barat. Di negeri-negeri

barat pada masa itu masyarakat-masyarakat warga seperti itu didapati

hidup dan mengorganisasi diri di dalam enclave-enclave bertembok

yang disebut city. Itu sebabnya para anggota masyarakat tersebut, sejak

5 Hodori Yunus, Nasionalisme Dalam Ekonomi Pancasila, Dalam Mubyarto dan

Boediono (ed), Ekonomi Pancasila (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 1997),

hlm128.

Page 45: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

38

saat itu disebut citizen (warga kota) begitu saja. Berbeda dari mereka

yang harus hidup sebagai hamba sahaya dibawah kekuasaan para

penguasa feodal, yang setiap saat dapat direkrut menjadi anggota

balatentara sang penguasa. Mereka yang civilian itu akan tetap berstatus

sivil, alias fremaan alias orang merdeka. Para ulur dan para hamba

berkewajiban mengabdi selama hidup baik pada masa perang sebagai

serdadu-serdadu dengam para penguasa feodal sebagai perwiranya,

maupun pada masa damai (dengan pekerja-pekerja ladang dengan para

penguasa feodal sebagai tuan tanahnya).6 Bercorak sama, karena

ditransplantasikan dari nilai-nilai yang diyakininya dan mengakar

dalam tradisi di negeri leluhurnya itu, VOC pioner imprialisme di

Indonesia, juga mempraktikkan nilai-nilai tradisionalnya itu. VOC

memperlakukan pekerja sebagai budak. Perhatian, kalaupun ada

terhadap budak, hamba, bukan karena kemanusiaannya, melainkan

karena nilai financial sang budak. Pada dasawarsa 1670-1680 ribuan

budak yang sakit dan tua renta justru diusir keluar rumah oleh majikan

mereka.7

Perihal usaha bersama, gotong-royong, yang telah melembaga

menjadi nilai dan cara pandang masyarakat Indonesia dalam kehidupan

sehari-harinya, ditegaskan oleh Bung Hatta. Dalam perdebatan

pembentukan UUD 1945 tanggal 15 Juli 1945, Bung Hatta menegaskan:

Tentang memasukkan hukum yang disebut ...”droits de l’home et du citoyen”, memang tidak perlu dimasukkan disini, sebab itu semata-

mata adalah syarat-syarat untuk mempertahankan hak-hak orang

seorang terhadap kezaliman raja-raja dimasa dahulu. Hak-hak ini

dimasukkan dalam groundwet-groundwet sesudah revolusi semata-

mata menentang kezaliman itu. Akan tetapi mendirikan negara yang

baru hendaklah memperhatikan syarat-syarat yang kita bikin jangan

menjadi negara kekuasaan. Kita, kata Hatta selanjutnya, kita menghendaki negara pengurus, kita membangun masyarakat baru yang berdasar pada gotong royong, usaha bersama; tujuan kita ialah membaharui masyarakat.8

6 Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum. Paraddigma, Metode dan Dinamika

Keadilan (Jakarta: HuMa, 2002), hlm 486-487. 7 Hendriki E. Niemeijer, Batavia, Masyarakat Lokal Abad XVII. Penerjemah

Tjandra Mualim (Jakarta: Massup Jakarta, 2012), hlm 314. 8 Pandangan Bung Hatta ini dikemukakan pada rapat BPUPKI tanggal 15 Juli

1945. Lihat Muh.Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I. (Jakarta: Jambatan,

1959), hlm 299.

Page 46: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

39

Menurtut Jimly Asshidiqie semangat kekeluargaan dan

gotong royong inilah yang menjiwai perumusan gagasan pengelolaan

sumber-sumber perekonomian rakyat dalam UUD 1945. Jimly memang

mengutip penjelasan pasal 33 UUD 1945, sebagaimana terlihat pada

penegasan selanjutnya. Ditegaskan bahwa dinyatakan di dalamnya,

perekonomian Indonesia disusun sebagai usaha bersama berdasar asas

kekeluargaan.9

Pasal 33 UUD 1945 bukanlah pasal yang baru diperdebatkan

dan disepakati oleh pembentuknya pada tanggal 18 Agustus 1945.

Pasal ini adalah hasil rumusan Panitia Kecil perumus hukum dasar yang

dibentuk pada tangal 11 Juli 1945. Hasil pembahasan Panitia Kecil

inilah diperdebatkan kembali pada tanggal 13 -15 Juli 1945 dan

menghasilkan pasal 32 yang berada di bawah Bab VIII tentang

Kesejahteraan Sosial. Selengkapnya isi pasal 32 hasil rumusan Panitia

Kecil, yang kelak berubah menjadi pasal 33 UUUD 1945 adalah sebagai

berikut: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan, (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

pemerintah. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan harus dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat.

Pasal 32 Rancangan UUD yang dirumuskan oleh Panitia

Kecil Perancang Hukum Dasar, yang kelak setelah diperdebatkan

kembali oleh PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 berubah menjadi pasal

33 UUD 1945 adalah pasal yang diusulkan oleh Mohammad Hatta. Usul

ini diajukan pada tanggal 15 Juli 1945. Dalam penelusuran AB. Kusuma,

terhadap risalah perdebatan PPKI tentang UUD, ditemukan usul Hatta

itu. Usul ini diajukan ketika PPKI memperdebatkan isu Perekonomian

Indonesia Merdeka. Cukup menarik isu diawali dengan pernyataan

“orang Indonesia hidup dalam tolong-menolong. Perekonomian

Indonesia merdeka akan berdasar kepada cita-cita tolong-menolong

dan usaha bersama (cetak miring-penulis), yang akan diselenggarakan

berangsur-angsur dengan mengembangkan koperasi.” Isu-isu lainnya

yang, muncul sesudahnya adalah Keuangan, dan Kesejahteraan Sosial.

9Jimly Asshidiqqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan

Pelaksanaannya Di Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), hlm,90.

Page 47: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

40

Usaha bersama dalam usul Moh. Hatta harus dimaknai sebagai

sebuah nilai atau bentuk hukum? Soal ini harus dikemukakan, bukan

karena Hatta tidak menjelaskannya, tetapi juga disebabkan para ahli

berbeda pendapat soal itu. Tetapi terlepas dari perbedaan pendapat

tersebut, pandangan Sri Edi Swasono yang dikutip Jimly Asshiddiqie

menarik. Swasono menghendaki agar semua bentuk usaha berupa NV,

CV dan Firma ditarnsformasi ke dalam pasal 33. Transformasi ini

dimaksudkan agar semua usaha perseorangan yang didasarkan pada

paham individualisme-liberalisme ditransformasi ke dalam jiwa

demokrasi ekonomi berdasarkan pasal 33.

Sebagai sebuah nilai, usaha bersama menjadi nilai dasar

pembentukan sekaligus kelangsungan Asuransi Bumiputera 1912.

Memang Moh. Hatta tidak menunjuk Asuransi Bumiputera 1912

sebagai pijakan gagasannya tentang usaha bersama sebagai cita-cita

yang harus diwujudkan dalam semua usaha ekonomi Indonesia

merdeka. Tetapi, dengan menunjuk gotong-royong dan usaha bersama

sebagai corak masyarakat Indonesia, dan menghendaki agar digunakan

dalam membangun ekonomi Indonesia, tak mungkin tak mengetahui

bahwa Asuransi Bumiputera 1912 telah mewujudkannya. Kenyataanya

Moh. Hatta adalah salah satu anggota atau peserta Asuransi Bumiputera

1912.

Tetapi di tangan pendiri Asuransi Jiwa Bumiputera, usaha

bersama yang dalam pandangan Hatta memiliki kualitas sebagai nilai

itu, dan sebagai cita ekonomi nasional, ditransformasi menjadi badan

hukum. Karena transformasi yang unik itu, maka usaha bersama sebagai

badan hukum, yang tidak dikenal dalam lingkungan hukum masyarakat

barat yang berbasis nilai-nilai individual, memiliki sifat sebagai badan

hukum khas Indonesia.

Sebagai konsekuensi dari sifat kolektifitas dalam usaha

bersama, maka keputusan tertinggi dalam usaha ini diletakkan pada

anggota, tanpa mempertimbangkan nilai polisnya. Semua anggota

dinilai sama kedudukannya dalam usaha bersama ini. Anggota

memegang kekuasaan tertinggi dalam badan hukum usaha bersama.

Organ pemegang kekuasaan tertinggi itu, untuk jangka waktu yang

lama disebut Rapat Anggota, yang diubah menjadi Majelis Perwakilan

Anggota (MPA), dan diubah lagi menjadi Badan Perwakilan Anggota

(BPA). Organ ini, begitu sejarahnya, bermusyawarah sebagai sesama

anggota memutuskan arah pengembangan usaha.

Page 48: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

41

Sejarah suksesnya Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912

adalah sejarah suksesnya badan hukum usaha bersama, mutual. Badan

hukum usaha bersama adalah badan hukum khas dalam lingkungan

hukum asuransi di Indonesia. Sejarah sukes badan hukum usaha

bersama adalah sejarah sukesnya tanggung jawab yang diletakkan

Badan Perwakilan Anggota. Bentuk tanggungjawab ini juga memiliki

sejarahnya dalam masyarakat Indonesia.

Badan hukum usaha bersama yang dipakai oleh Asuransi Jiwa

Bersama Bumiputera 1912, tidak dikenal dalam subsistem hukum

berbasis nilai-nilai individual, liberal dan kapitalistik. Corak kekuasaan

tertinggi dalam badan hukum usaha bersama juga khas, yakni

diletakkan ditangan Badan Perwakilan Anggota.

Berbeda dengan badan hukum usaha bersama, Perseroan

Terbatas (PT), yang lahir dalam lingkungan masyarakat berbasis nilai-

nilai individual dan kapitalistik, mengandalkan persekutuan modal

setiap anggota. Kekuasaan tertinggi ada pada anggota berdasarkan

besaran modal yang dipersekutukan dalam PT. Semakin besar modal,

semakin besar pula kekuasaannya. Ini, sekali lagi, tidak dikenal dalam

badan hukum usaha bersama.

Pengaturan terhadap usaha asuransi berbadan hukum usaha

bersama dalam RUU perubahan UU Nomor 2 Tahun 1992, karena

kesesuaian sosilogis, filosofis dan yuridisnya, pantas dicantumkan

dalam satu bab tersendiri, dan terdiri atas sejumlah pasal. Walau tidak

harus sangat deteil dan khsusus, prinsip-prinsip pengelolaan asuransi

bumiputera 1912, meliputi tanggung jawab direksi, komisaris utama

dan pemegang suara serta tata kelolanya patut diatur.

Page 49: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

42

BAB V

PENGAWASAN PERASURANSIAN

Dalam rangka melaksanakan tugas pengaturan dan

pengawasan kegiatan sektor jasa keuangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 huruf g serta Pasal 9 huruf e dan huruf f Undang-Undang

Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, Otoritas Jasa

Keuangan mempunyai wewenang menetapkan peraturan mengenai

tata cara penetapan pengelola statuter pada lembaga jasa keuangan serta

melakukan penunjukan dan menetapkan penggunaan pengelola

statuter. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 62 ayat (6) Undang-

Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perlu mengatur

mengenai penetapan, tugas, masa tugas, dan pemberhentian pengelola

statuter, serta hak dan kewajiban direksi, dewan komisaris, dan/atau

dewan pengawas syariah nonaktif.

OJK dapat melakukan penunjukan dan menetapkan

penggunaan Pengelola Statuter untuk mengambil alih seluruh

wewenang dan fungsi Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan

Pengawas Syariah Lembaga Jasa Keuangan.

Penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter

dilakukan berdasarkan ketentuan undang-undang di sektor jasa

keuangan. Penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter

selain dilakukan berdasarkan ketentuan dapat pula dilakukan apabila

berdasarkan penilaian OJK.

A. OJK Bertindak Sebagai Pengawas Lembaga Keuangan

Secara teoritis, terdapat dua aliran (school of thought) dalam

hal pengawasan sektor jasa keuangan. Di satu pihak terdapat aliran yang

mengatakan bahwa pengawasan yang terintegrasi terhadap

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan sebaiknya

dilakukan oleh institusi tunggal. Di pihak lain ada aliran yang

berpendapat pengawasan sektor jasa keuangan lebih tepat apabila

dilakukan oleh beberapa institusi.

Pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap

keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan, telah lebih dahulu

diterapkan oleh Skandinavia sekitar tahun 1980an. Selanjutnya, Inggris

menerapkan sistim pengawasan yang terintegrasi tersebut tahun 1998

dengan mendirikan United Kingdom Financial Supervisory Authority,

Page 50: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

43

begitu juga Jepang10 tahun 1998 membuat Financial Supervisory Authority (FSA) yang juga melakukan pemisahan fungsi pengawasan

terhadap sektor jasa keuangan.11 Sementara itu, Australia membentuk

Australian Prudential Regulation Authority (APRA) yang fungsinya

sama dengan FSA.

Berbeda dengan Amerika Serikat, dimana pengawasan

terhadap sektor jasa tetap dilakukan oleh beberapa institusi. SEC

misalnya mengawasi perusahaan sekuritas sedangkan industri

perbankan diawasi oleh bank sentral (the Fed), FDIC, dan OCC.

Sementara itu, Indonesia pada awalnya menerapkan sistim

pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa

institusi, berubah menjadi sistim pengawasan yang terintegrasi

terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan oleh satu

institusi setelah lahirnya “Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas jasa Keuangan” (“UUOJK”) yang berlaku tanggal 22

November 2011. Dengan itu pengawasan keseluruhan sektor jasa

keuangan di Indonesia dilakukan oleh institusi tunggal, yaitu “Otoritas

Jasa Keuangan” (“OJK”). Pasal 5 UUOJK menetukan, bahwa OJK

berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan.

Alasan dasar yang melatarbelakangi kedua aliran sistim

pengawasan terhadap sektor jasa keuangan tersebut di muka adalah

berdasarkan kesesuaian dengan sistem perbankan yang dianut oleh

negara tersebut. Juga, seberapa dalam konvergensi di antara lembaga-

lembaga keuangan. Paling tidak ada tiga alasan yang memicu dilakukan

perubahan terhadap struktur kelembagaan pengawasan sektor jasa

keuangan. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai

diterapkan universal banking di banyak negara. Kondisi ini

menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak efisien

karena gap dalam regulasi dan supervisi. Kedua, stabilitas sistim

keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas (dan lembaga

pengawas) yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas

10 Takeo Hoshi dan Takatoshi Ito, “Finacial Regulation In Japan: A Sixth

Year Review of The Financial Services Agency”, Journal of Financial Stability I

(2004), hal. 229. 11 Mamiko Yokoi-Arai, “The Regulatory Efficiency of A Single

Regulatory in Financial Services: Analysis of the UK and Japan”, Banking &

Finance Law Review, October, 2006, hal. 1.

Page 51: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

44

sistim keuangan, mulai mencari struktur kelembagaan yang tepat untuk

meningkatkan stabilitas sistim keuangan. Ketiga, kepercayaan dan

keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama

good governance. Untuk meningkatkan good governance pada lembaga

pengawas jasa keuangan, banyak negara melakukan revisi struktur

lembaga pengawas jasa keuangannya.12

Di sinilah pentingnya peran sebuah struktur regulasi dalam

membentuk trust dari para pelaku pasar. Kepercayaan dari konsumen

dan investor akan terbentuk apabila sebuah struktur regulasi dapat

mengontrol penyalahgunaan pasar seperti insider trading, money laundering atau jenis kejahatan keuangan lainnya.13

Investor mempunyai kecenderungan untuk meletakkan

investasinya pada pasar yang dapat mencapai objektif-objektif di atas

untuk melindungi mereka dari resiko. Sehingga, apabila ada pengaturan

yang jelas terhadap lembaga keuangan, pelaku pasar dan investor

melalui cara seperti effective Chinese walls dan kode etik yang jelas,

pasar akan cenderung terlindungi dari perilaku penyalahgunaan dari

para pelaku pasar.14 Apabila digabungkan dengan pengaturan

keterbukaan informasi yang efisien, hal ini dapat membentuk pasar

yang fair, efisien dan transparan yang pada gilirannya akan

menimbulkan kepercayaan dari pelaku pasar terhadap pasar tersebut.

Lembaga keuangan adalah sumber dari pertumbuhan karena

fungsinya sentralnya yang membantu akumulasi dari sumber dana

untuk produksi. Melalui proses intermediasi, arus dari sumber dana

dapat tersalurkan yaitu dari mereka yang mempunyai sumber dana

lebih ke mereka yang membutuhkan sumber dana untuk berproduksi.

Agar dapat berfungsi dengan baik, hal ini tentunya memerlukan

kepercayaan (trust) dari para pelaku pasar.15

Untuk itu, fungsi OJK sebagai regulator adalah

menyelenggarakan sistim pengaturan dan pengawasan (audit) yang

12 Zulkarnain Sitompul, “Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa

Keuangan”, Jurnal Legislasi Indonesia, (Juli, Vol. 9), hal. 344. Lihat juga.

Mamiko Yokoi-Arai, Op. Cit, hal. 5. 13 Kenneth Kaoma Mwenda, "Legal Aspects of Financial Services

Regulation and the Concept of a Unified Regulator", the World Bank, 2006, hal 3

14 ibid.

15 Nii K. Sowa, "Improving the Legal and Regulatory Framework of the Financial Services Sector: A Case for an Independent Financial Regulator",

makalah presentasi pada Ghana @ 50: The Achievements, Challenges of the

Financial Services Sector and the Expectations of the Next 50 Years, 2007, hal 3.

Page 52: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

45

terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan. Berdasarkan itu, seluruh kegiatan jasa keuangan yang

dilakukan oleh berbagai lembaga keuangan tunduk pada sistim

pengaturan dan pengawasan OJK. Seperti sektor Perbankan, Pasar

Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan

Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Keberadaan OJK sebagai regulator tersebut harus dapat

melakukan fungsi pengawasan untuk mengendalikan penyalahgunaan

pasar (market abuses) dengan mencegah tindakan-tindakan perusahaan

dan nasabah atau konsumen di dalam sektor jasa keuangan yang

berpotensi merugikan kepentingan-kepentingan perusahaan, nasabah

atau konsumen, dan investor dari keseluruhan kegiatan di dalam sektor

jasa keuangan. Seperti, keterbukaan yang melanggar hukum dan

keterbukaan yang tidak sah atau pernyataan menyesatkan (misleading statement), insider dealing, dan money laundering.

Untuk itu, OJK harus membuat regulasi dengan suatu

standarisasi yang mengandung stability dan predictabilty atas

peraturan-peraturan keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa

keuangan. Hal itu sejalan dengan apa yang diinginkan oleh UUOJK,

dimana OJK dimaksudkan untuk mewujudkan OJK yang memiliki

fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan terhadap

kegiatan di dalam sektor jasa keuangan secara terpadu, independen, dan

akuntabel.

Sejalan dengan pembangunan UUOJK itu, tepatlah seperti

diamati Ann Seidman, Robert B. Siedman dan Nalin Abeyesekere yang

mengatakan, bahwa dalam proses pembangunan undang-undang

merupakan alat utama pemerintah melakukan perubahan pada

lembaga-lembaga. Hal tersebut memperjelas tugas pembuat undang-

undang, yaitu membuat undang-undang menjadi efektif dan mampu

membawa perubahan. Suatu undang-undang yang efektif pada keadaan

khusus di suatu negara harus mampu mendorong suatu perilaku yang

dituju atau yang diaturnya.16

Secara umum, regulasi atau peraturan OJK itu harus meliputi

beberapa sasaran, yaitu sebagai berikut: 17

16 Ann Seidman, Robert B. Seidman dan Nalin Abeyesekere, Legislative Drafting for Democratic Social Change A Manual for Drafters, (London: Kluwer Law

Interenational, 2001), hal. xxi.

17 Kenneth Kaoma Mwenda, Op.Cit, hal. 3

Page 53: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

46

1. Melindungi investor untuk membangun krepercayaan

terhadap pasar.

2. Memastikan bahwa pasar yang terbentu adalah pasar yang fair, efisien, dan transparan.

3. Mengurangi risiko sistemik.

4. Melindungi lembaga keuangan dari penyalahgunaan atau

malpraktek dari konsumen (seperti money Laundering).

5. Menjaga kepercayaan konsumen dalam sitim keuangan.

Konsep dari pengaturan independensi telah lebih menjadi

terkait dengan sektor jasa dibandingkan dengan sektor barang.18

Selanjutnya, pengawasan yang independen (supervisory independence)

sangat penting untuk sektor keuangan19. Sejalan dengan itu, ketentuan

Pasal 2 ayat (2) UUOJK telah menentukan, bahwa OJK adalah lembaga

yang independen dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, bebas

dari campur tangan pihak lain, kecuali untuk hal-hal yang secara tegas

diatur dalam Undang-Undang ini.

Istilah indendensi tersebut dapat diartikan sebagai ide untuk

tidak dipengaruhi atau dikendalikan oleh pihak lain, independensi

setiap badan regulator dapat dilihat dari empat sudut yang terkait satu

sama lain, yaitu regulasi, pengawasan, institusional, dan anggaran.20

Oleh karena itu, OJK membutuhkan independensi, baik dari

pemerintah maupun dari industri yang diawasinya, sehingga tujuan

OJK sebagaimana ditentukan Pasal 4 UUOJK dapat tercapai. Kejelasan

tujuan OJK tersebut adalah alat mengukur tingkat independensi, yakni;

1) tujuan ditetapkan secara jelas dapat membantu pengurus membuat

keputusan tentang alokasi sumber daya dan dalam menentukan respon

kebijakan yang tepat dalam situasi tertentu, 2) tujuan adanya

pengaturan (arrangement) tentang akuntabilitas untuk respon

kebijakan.21 Pasal 4 UUOJK menyatakan, bahwa OJK dibentuk dengan

tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a.

terselenggaranya secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; b.

mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara

18 P.S. Mehta, “Why a Steel Regulator Makes Little Sense”, dalam

Kennet Kaoma Mwenda, Op.Cit, hal. 19. 19 Ibid, hal. 21.

20 Ibid, hal. 20.

21 Zulkarnain Sitompul, Op.Cit, hal 350.

Page 54: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

47

berkelanjutan dan stabil; dan c. mampu melindungi kepentingan

Konsumen dan masyarakat.

Di samping itu, untuk mengukur tingkat independensi OJK

dilihat dari indepensi, akuntabilitas, integritas, dan sumber daya yang

memadai. Lembaga independen harus mampu memformulasikan

kebijakan atas dasar strategi jangka panjang dan dapat mengambil

keputusan yang kredibel. Independensi dapat diperoleh dengan adanya

ketentuan yang mengatur tentang pemberhentian pengurus, otonomi

anggaran dan kemampuan mengalokasikan sumber daya berdasarkan

kebijakan internal lembaga.22 Pasal 34 UUOJK menyatakan, bahwa (1)

Dewan Komisioner menyusun dan menetapkan rencana kerja dan

anggaran OJK. (2) Anggaran OJK bersumber dari Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan

kegiatan di sektor jasa keuangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

rencana kerja dan anggaran OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

diatur dengan Peraturan Dewan Komisioner.

Berkaitan dengan anggaran OJK itu, Pasal 37 menentukan

sebagai berikut:

(1) OJK mengenakan pungutan kepada pihak yang

melakukan kegiatan disektor jasa keuangan.

(2) Pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan

wajib membayar pungutan yang dikenakan OJK

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah

penerimaan OJK.

(4) OJK menerima, mengelola, dan mengadministrasikan

pungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara

akuntabel dan mandiri.

(5) Dalam hal pungutan yang diterima pada tahun berjalan

melebihi kebutuhan OJK untuk tahun anggaran

berikutnya, kelebihan tersebut disetorkan ke Kas Negara.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pungutan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

Jika diamati dari ketentuan Pasal 37 UUOJK tersebut, maka

OJK dapat melepaskan diri dari ketergantungan pada kesediaan

anggaran yang berasal dari APBN, sehingga dapat mengurangi

22 Ibid.

Page 55: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

48

intervensi terhadap OJK. Dengan itu, akuntabilitas diperlukan OJK

untuk melegitimasi tindakannya atas dasar kewenangan yang

diberikan. Integritas direfleksikan dalam mekanisme yang

mensyaratkan karyawan lembaga dalam mencapai tujuan organisasi

tanpa menjadi takut terhadap intervensi.23

Sementara itu, ketentuan Pasal 17 UUOJK yang mengatur

mengenai masa kerja Anggota Dewan Komisioner merupakan ukuran

tingkat independensi OJK. Berdasarkan ketentuan Pasal 17 tersebut

Anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan berdasarkan

alasan politik. Dengan ketentuan demikian akan memberikan

keamanan bagi Anggota Dewan Komisioner dalam mengambil

kebijakan yang tidak popular secara politik.24 Pasal 17 UUOJK

menentukan, bahwa Anggota Dewan Komisioner tidak dapat

dihentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila

memenuhi alasan sebagai berikut:

a. Meninggal dunia.

b. Mengundurkan diri.

c. Masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali.

d. Berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas

atau diperkirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas

lebih dari 6 (enam) bulan berturut-turut.

e. Tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota dewan

komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa alasan

yang dapat dipertanggungjawabkan.

f. Tidak lagi menjadi anggota dewan gubernur bank indonesia

bagi anggota ex-officio dewan komisioner yang berasal dari

bank indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4)

huruf h.

g. Tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon i pada kementerian

keuangan bagi anggota ex-officio dewan komisioner yang

berasal dari kementerian keuangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i.

h. Memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dan/atau

semenda dengan anggota dewan komisioner lain dan tidak ada

satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya.

i. Melanggar kode etik, atau

23 Ibid, hal, 351.

24 Ibid, hal. 352.

Page 56: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

49

j. Tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 15 dan melanggar larangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 22.

Mendesain sebuah struktur regulasi yang independen adalah

merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dapat dilihat dari kegagalan

beberapa negara yang mempunyai sebuah stuktur regulasi yang tidak

independen. Pengalaman Korea dan Jepang sebelum di tahun 1990an

merupakan contoh dari kegagalan struktur regulasi yang tidak

independen.

Di Korea regulator dan pengawasan bank khusus dan lembaga

non-bank berada dalam kekuasaan Ministry of Finance and Economy.

Pada saat itu banyak permasalahan dalam pengaturan dan pengawasan

termasuk kekuasaan untuk mengenyampingkan persyaratan yang pada

gilirannya di percaya menjadi salah satu faktor penyebab dari krisis di

Korea.25 Permasalahan independensi pada pengawasan keuangan yang

dipegang oleh Ministry of Finance di Jepang juga dipercaya menjadi

sumber dari kelemahan sektor keuangan di Jepang di tahun 1990an.26

Perlu menjadi ingatan, bahwa berdasarkan penelitian tidak ada

institusi yang independen dari pengaruh politik jangka pendek dan

independen dari keterikatan dan pengaruh lembaga keuangan.27

Terdapat pendapat yang mengatakan, bahwa meskipun independensi

pengawas sangat penting untuk sektor keuangan, hal tersebut mungkin

sulit dibuktikan untuk dapat berkembang dan memberikan jaminan.

Karena pengawas sering bekerjasama dengan lembaga keuangan tidak

hanya dalam memeriksa dan memantau, tetapi juga dalam menegakkan

sanksi dan bahkan mencabut izin. Selanjutnya, dikatakan “because much supervisory activity takes place outside direct public view, interference, either by politicians or by industry, can be subtle, taking many form”.28

Secara umum, krisis di Asia Timur yang terjadi di akhir 1990an

dipercaya terjadi karena adanya intervensi politik pada badan regulator

25 Lihat Marc Quintyn and Michael W Taylor,”Regulatory and

Supervisory Independence and Financial Stability, IMF Working Paper WP/02/46, 2002, hal 6

26 Ibid, hal 6-7

27 James R. Barth, et. Al., Guardians of Finance making Regulation

Work for Us, (Cambrige: The MIT Press, 2012), hal. 10. 28 Kennet Kaoma Mwenda, Op.Cit, hal. 21. Lihat juga. M. Quintyn &

M. W. Taylor, “Should Financial Sector Regulator Be Independen ?” 34 Economic

Issues 6 (IMF 2004), hal. 7.

Page 57: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

50

dan supervisi di bidang keuangan. Pada kasus tertentu, badan regulator

dan pengawasan bidang keuangan sebenarnya mengetahui

permasalahan yang ada. Namun, tekanan politik oleh golongan tertentu

memaksa mereka untuk mengambil kebijakan yang justru semakin

membuat perekonomian semakin terpuruk.29

Contoh intervensi politik yang kuat dapat dilihat dari

pengalaman Indonesia sendiri pada masa krisis ekonomi tahun 1997-

1998 yang lalu. Banyak kebijakan dari Badan Penyehatan Perbankan

Nasional (BPPN) yang ditolak karena alasan politik. Tidak jarang juga

BPPN mendapat tekanan politik yang sangat kuat baik dari pemerintah

maupun politisi untuk mengambil kebijakan-kebijakan yang hanya

menguntungkan golongan tertentu. Hal inilah yang dipercaya

mengakibatkan gagalnya Indonesia untuk keluar dari krisis lebih cepat

dan kerugian Negara yang sangat besar.30

Berdasarkan pengalaman di atas maka tidak dapat dipungkiri

bahwa independensi merupakan faktor utama yang harus diperhatikan

dalam mendesain sebuah struktur regulasi yang tepat untuk Indonesia,

terutama independensi dari pengaruh politik kepentingan yang masih

menjadi momok di Indonesia.

Namun demikian, apabila tidak dicermati secara hati-hati,

sebuah institusi yang mempunyai absolute independence juga dapat

menyebabkan pengaruh negatif. Sebuah regulator yang terlalu

independen dari pemerintah dan politik dapat menyebabkan

“regulatory capture” dimana regulator terjebak untuk membuat

kebijakan bias yang hanya menguntungkan golongan tertentu saja.31

Tanpa adanya kontrol yang cukup dari pemerintah dan stakeholders lainnya, sebuah regulator yang terjebak dalam “regulatory capture”

dapat melihat kepentingan industri sebagai kepentingan publik.32 Hal

ini dapat mengakibatkan regulasi yang dibuatnya hanya untuk

29 Lihat Carl-Johan Lindgren, Thomas JT Balino, et all, “Financial

Sector Crisis and Lesson From Asia, IMF Occasional Paper 188, 1999, dalam Marc Quintyn, Ibid. 30 Untuk lebih lengkap ulasan mengenai hal ini, lihat Charles Enoch, Barbara

Baldwin, et all, “Indonesia, Anatomy of Banking Crisis Two Years of Living

Dangerously 1997-99, IMF Working Paper WP/01/52, 2001. 31 Lihat Nii Ka Sowa, Op.Cit, hal 5-6 32 Lihat M. Quintyn & M. W. Taylor,” Should Financial Sector Regulators Be

Independent?” IMF Economic Issues No.32, 2004.

Page 58: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

51

bertujuan mengurangi biaya dari industri daripada menciptakan

keseimbangan dari kepentingan industri dan kepentingan publik.33

Selain itu, akan sulit untuk mengukur akuntanbilitas dari

regulator yang mempunyai independensi yang absolut. Regulator yang

mempunyai independensi yang absolute dapat mengejar

kepentingannya sendiri tanpa mempertimbangkan kebijakan ekonomi

dari pemerintah.34 Beberapa pengamat bahkan menganggap regulator

tersebut sebagai “fourth branch of government” dimana si regulator

tersebut berada dalam sistem trias politica yang selama ini menjadikan

dasar dari check and balances.35 Hal inilah yang menyebabkan perlunya untuk membentuk

sebuah struktur regulasi yang independen sesuai dengan kondisi

perekonomian dari Negara tersebut. Dalam perekonomian yang sedang

berkembang, Intervensi dari pemerintah kadang diperlukan pada hal-

hal tertentu dikarenakan belum adanya struktur regulasi dan

infrastruktur perekonomian yang kuat dan masih belum terbentuknya

legal culture yang mendukung instrumen perekonomian (misalnya

pengakuan terhadap hak kontraktual).36

Indonesia adalah negara berkembang dengan perekonomian

yang masih berkembang. Infrastruktur perekonomian yang ada juga

masih belum sematang Negara lain yang mempunyai perekonomian

yang maju. Oleh karenanya harmonisasi antara kebijakan pemerintah

dan regulasi di bidang perekonomian menjadi sangat penting untuk

menjamin pertumbuhan ekonomi yang sehat dan tepat untuk

kesejahteraan rakyat.

B. OJK Memiliki Kewenangan Pengawasan Terhadap Usaha

Perasuransian

Struktur regulasi otoritas jasa keuangan di Indonesia (OJK)

harus dapat menyeimbangkan antara kepentingan pemerintah dan

kepentingan industri agar nantinya arah kebijakan perekonomian di

bidang keuangan dapat berjalan dengan selaras.

Oleh karenanya, independensi yang dimaksud dalam makalah

ini bukanlah independensi yang absolut. OJK sebagai regulator dan

33 Ibid. 34 Ibid. 35 Kenneth Kaoma Mwenda,Op.Cit, hal 34. 36 Untuk ulasan mengenai kapan intervensi pemerintah diperlukan, lihat ibid, hal

31-33.

Page 59: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

52

pengawas jasa keuangan harus dapat berfungsi sebagai katalisator

pembangunan ekonomi dan wasit untuk fair play. Untuk memahami

independensi lembaga tersebut dapat dikaitkan dengan independensi

bank central. Karena tidak ada satu negara pun yang menyesal telah

memberikan independensi kepada bank sentralnya.37 Alan S. Blinder

menyatakan bahwa independensi bank sentral dapat berarti dua hal.

Pertama, bank sentral memiliki kebebasan untuk menentukan

bagaimana untuk mencapai tujuannya. Kedua, keputusan-keputusan

yang diambil olehnya sulit untuk dibatalkan oleh cabang-cabang atau

lembaga pemerintahan lainnya.38

Independen dalam menentukan bagaimana untuk mencapai

tujuannya bukan berarti bahwa bank sentral dapat menentukan sendiri

tujuannya, karena tujuan bank sentral secara umum tentu saja

ditetapkan melalui legislasi yang disepakati bersama melalui suatu

sistem demokrasi. Tapi yang dimaksud adalah bahwa bank sentral

memiliki diskresi yang luas mengenai bagaimana menggunakan

instrumen-instrumennya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan

melalui undang-undang.39

Secara umum, struktur regulasi yang independen dapat diukur

dari beberapa faktor sebagai berikut:

Pertama, Independensi dari segi regulasi (Regulatory Independence).40 Regulasi di bidang keuangan haruslah didesain untuk

memberi keleluasaan untuk OJK dalam membentuk kebijakan yang

tepat. Undang-undang yang ada haruslah memberi ruang dan

fleksibilitas kepada OJK untuk dapat mendesain dan merubah

kebijakan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi.

Undang-undang yang terlalu detail menjadi indirect intervention

dimana secara tidak langsung OJK diarahkan dan dikekang untuk

mengeluarkan sebuah kebijakan yang belum tentu sesuai dengan

kondisi yang ada.

Dalam konteks ini, secara umum UU OJK telah mengadopsi

regulatory independence. Dalam UU OJK, OJK diberi kewenangan

37 Lars Nyberg, “The Framework of Modern Central Banking”, Speech on

Reforming the State Bank of Thailand, Hanoi, 21 March 2006. 38 Alan S. Blinder, Central Banking in Theory and Practice, (Cambridge: The MIT

Press, 1998), hal. 54. 39 Ibid. 40 Untuk diskusi lebih lanjut mengenai regulatory independence, lihat Marc

Quintyn and Michael W Taylor hal 14-16,

Page 60: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

53

yang cukup luas untuk menformulasikan regulasi.41 Namun demikian,

permasalahan ini sangatlah kompleks dan di luar dari pembahasan

makalah ini karena isu regulatory independence juga harus dilihat dari

sudut pandang UU terkait seperti UU Perbankan, UU Pasar Modal.

Studi yang lebih mendalam terhadap peraturan yang ada haruslah

dilakukan untuk menganalisis apakah peraturan perundang-undangan

yang ada sudah mengakomodir independensi dari UU OJK.

Kedua, independensi dari segi pengawasan (Supervisory Independence).42 Tanpa pengawasan yang konsisten dan menyeluruh,

regulasi tidak akan menjadi efektif dalam membentuk rezim sistem

keuangan yang efisien dan stabil. Ada beberapa aspek dalam

membentuk pengawasan yang independen sebagai berikut:43

1. Perlindungan hukum kepada jajaran OJK dalam melakukan

tugasnya. Jajaran OJK harus mendapat perlindungan hukum

ketika mengeluarkan kebijakannya. Hal ini untuk

menghindari adanya keragu-raguan dalam mengambil

keputusan karena adanya ancaman tuntutan hukum. Selain itu

tuntutan hukum juga dapat menyebabkan lambatnya

pengambilan keputusan dimana hal ini dapat mengakibatkan

hasil yang negatif mengingat sifat perekonomian yang sangat

kontekstual. Di banyak negara, undang-undang melindungi

regulator dari kewajiban pelaksanaan tugas yang timbul dari

kekuasaan negara, kecuali regulator yang beritikad buruk.

Perlindungan regulator penting, agar mereka bekerja dengan

rajin, kompeten, mandiri dan profesional.44

2. Adanya system dan standar yang jelas dalam peraturan OJK

mengenai pengawasaan dan pengenaan sanksi. Sistem dan

standar yang jelas dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan

dan menjadi alat check and balances karena keputusan yang

diambil bukanlah berdasarkan kebijakan indvidu tetapi harus

mengacu pada peraturan yang ada. Hal ini dapat

meminimalisasi adanya kebijakan yang bersifat subjektif dan

menjaga konsistensi dalam pengawasan regulasi.

41 Lihat pasal 8 UU OJK. 42 Untuk diskusi lebih lanjut mengenai supervisory independence, lhiat Marc Quintyn and Michael W Taylor, Op.Cit, hal 17-20 43 Ibid. 44 Kenneth Kaoma Mwenda,Op.Cit, hal 13.

Page 61: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

54

3. Sistem remunerasi yang jelas dan terjamin. Harus ada standar

gaji yang cukup dan sistem jenjang karir yang berdasarkan

merit. Hal ini ditujukan untuk meminimalisir potensi korupsi

dan juga memastikan bahwa OJK diisi oleh orang-orang yang

professional dan kompeten dalam bidangnya.

4. Adanya sistem sanksi dan banding yang jelas. Struktur yang

ada harus memberikan kejelasan dalam proses pengenaan

sangsi dan upaya hukum yang dapat dilakukan serta jangka

waktu dalam prosesnya. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk

menjaga kepastian hukum, tetapi juga untuk memastikan

bahwa otoritas jasa keuangan dapat mengambil tindakan dan

kebijakan yang tepat. Upaya hukum yang berlebihan misalnya

dapat menyebabkan

Independensi dari segi institusi (Institutional Independence)45 mengacu pada status dari otoritas jasa keuangan yang terpisah dari

lembaga eksekutif dan legislatif. Mengingat fungsinya yang sangat

krusial untuk menyeimbangkan keadaan perekonomian dan kegagalan

fungsi otoritas jasa keuangan yang tidak independen seperti yang telah

dijelaskan pada bab sebelumnya, menjadi sangat penting untuk menjaga

independensi sebuah otoritas jasa keuangan dari pengaruh politik dan

pemerintah.

Untuk mencapai hal ini ada beberapa faktor penting yang

harus diadopsi oleh sebuah struktur regulasi yang independen sebagai

berikut:

1. Peraturan yang jelas mengenai pengangkatan dan

pemberhentian dari personel senior. Kepastian mengenai

proses pengangkatan dan pemberhentian diperlukan untuk

memberikan jaminan kepada anggota OJK untuk dapat

mengambil keputusan tanpa adanya kekhawatiran atas

ancaman pemberhentian.

2. Struktur pengaturan yang jelas. Pengambil kebijakan di OJK

sebaiknya bersifat kolektif dan diisi oleh para ahli di

bidangnya. Hal ini untuk mencegah adanya satu individu yang

terlalu dominan yang pada gilirannya dapat mempengaruhi

kebijakan yang di ambil.

3. Proses pengambilan kebijakan yang transparan. Walaupun ada

beberapa keputusan yang menurut sifatnya bersifat rahasia dan

45 Ibid. hal 20

Page 62: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

55

sensitif, proses pengambilan kebijakan yang transparan harus

tetap dilakukan. Hal ini penting untuk memastikan adanya

kontrol dari publik terhadap kebijakan yang diambil oleh OJK.

Independensi dari segi pembiayaan (Budgetary Independence)46 mengacu pada keterlibatan dari eksekutif dan

legislative dalam memutuskan besarnya anggaran OJK termasuk

personel dan besarnya gaji. Otoritas yang mempunyai kebebasan dalam

merancang anggaran dan sumber dayanya akan lebih siap untuk

menghadapi tekanan politik. Sehinga, proses pengambilan keputusan

akan dapat berjalan lebih cepat dan sesuai dengan perkembangan pasar.

Dalam hal ini, maka sebaiknya pendanaan dari OJK diperoleh dari luar

anggaran pemerintah.

Namun demikian, di sisi lain, apabila pendanaan hanya berasal

dari industri, ada kekhawatiran bila nantinya OJK akan mengalami

conflict interest di saat mengambil keputusan yang berpotensi

merugikan industri. Misalnya dalam situasi krisis dimana industri dapat

menekan OJK untuk mengambil kebijakan yang menguntungkan

industri tanpa melihat kepentingan publik secara umum.

Dalam konteks ini, UUOJK telah mengambil langkah yang

tepat. Dalam UUOJK, pendanaan OJK berasal dari kombinasi APBN dan

premi dari Industri. Mengingat masih rentannya perekonomian

Indonesia, kombinasi ini merupakan solusi yang baik dimana OJK tetap

dapat berfungsi penuh di saat krisis dengan dukungan dari pemerintah.

Mengingat kompleksnya isu yang ada, seperti yang telah

diuraikan di muka, makalah ini akan di fokuskan kepada masalah

penyidikan dimana terdapat gap yang besar dalam konteks

independensi yang dapat berpotensi untuk menciptakan

penyalahgunaan wewenang atau ketidakpastian dalam pelaksanaan

sebuah kebijakan. Adapun beberapa masalah mendasar pada struktur

yang ada yang berpotensi mempengaruhi level implementasi

penyidikan adalah:

Pertama, tidak ada standar dan hukum acara yang spesifik

menyangkut tingkat penyidikan di UUOJK. Tidak dapat dipungkiri

kalau sektor keuangan sangat kompleks. Banyak dimensi yang terlibat

di dalamnya mulai dari masalah financial, sosial sampai hukum. Oleh

karenanya, pemahaman yang menyeluruh dari seorang penyidik sangat

46 Ibid, hal 21

Page 63: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

56

diperlukan untuk dapat melihat permasalahan yang ada dari kacamata

multi dimensi.

Sayangnya, UUOJK tidak memberikan acuan yang jelas mengenai

standar yang harus dipakai dan diterapkan. Tidak terintegrasinya fungsi

penyidik dalam lembaga OJK berpotensi menimbulkan perbedaan

interpretasi yang pada gilirannya dapat menimbulkan inkonsistensi

dalam penerapan kebijakan.

Kedua, adanya potensi multi interpertasi pada Pasal 49 angka

1 UUOJK yang menyatakan, “Selain Pejabat Penyidik Kepolisian

Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang

lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor

jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai

penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana”. Di sini, dapat terlihat, di satu sisi, ketentuan Pasal 49

angka 1 tersebut dapat diinterpretasikan bahwa Kepolisian sebagai

institusi mempunyai kewenangan penyidikan tersendiri terhadap

kasus-kasus yang berkaitan dengan kejahatan di bidang keuangan. Di

sisi lain, ketentuan Pasal 49 angka 1 itu juga diinterpretasikan bahwa

hanya penyidik Kepolisian yang diperbantukan di OJK lah yang

diberikan kewenangan khusus untuk menyidik kasus-kasus kejahatan

di bidang keuangan. Sehingga, sebagai institusi, Kepolisian tidak lagi

berwenang menangani kasus-kasus di kejahatan bidang keuangan.

Masalah interpretasi ini haruslah diperjelas karena perbedaan

pandangan akan berpotensi mempengaruhi independensi penyidikan

oleh OJK dan penegakkan hukum di bidang keuangan secara

umumnya. Idealnya, penyidikan di bidang keuangan harus dilakukan

oleh satu institusi untuk menjaga konsistensi dari kebijakan yang ada.

Penyidikan yang dilakukan dua institusi yang berbeda dapat berpotensi

menimbulkan perbedaan penanganan yang pada gilirannya

membentuk sebuah ketidakpastian hukum dan kebijakan di bidang

keuangan.

Ketiga, Dalam hal struktur organisasi penyidikan, masih

adanya kekosongan mengenai sejauhmana OJK dapat tetap independen

dalam proses penyidikan. Walaupun ketentuan Pasal 1 angka 1 UUOJK

telah memberikan fungsi, tugas, dan wewenang penyidikan kepada

OJK. Namun dalam implementasinya OJK tidak bisa langsung

mengontrol jalanya penyidikan. Dalam ketentuan Pasal 49 angka 1

UUOJK disebutkan bahwa penyidik adalah Kepolisian polisi atau

Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Sementara itu dapat dipahami

Page 64: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

57

bahwa pegawai OJK bukanlah Pegawai Negeri Sipil. Hal ini berarti

bahwa dalam melakukan penyidikan, OJK harus “meminjam” bantuan

dari pemerintah (baik institusi polisi maupun institusi lainnya).

Yang menjadi pertanyaan adalah:

1. Sejauh mana penyidik yang “diperbantukan” ke OJK dapat

independen dari institusi asalnya mengingat bahwa mereka

nantinya akan kembali lagi ke institusi asalnya tersebut?

2. Sejauh mana Dewan Komisioner OJK dapat mengawasi

jalannya penyidikan untuk menjaga konsistensi kebijakan

penegakkan hukum yang diambilnya mengingat tidak adanya

direct line of command ke Dewan Komisioner?

Kedua hal ini penting untuk dipikirkan karena penegakan

hukum yang tidak konsisten dengan kebijakan yang dibuat akan

menciptakan kebingungan dari pelaku pasar. Tidak jarang adanya

penafsiran yang berbeda antara aparat penegak hukum dan regulator

dalam menterjemahkan sebuah kebijakan. Tanpa adanya struktur dan

peraturan yang jelas, institusi penyidikan juga sangat berpotensi

menjadi channel terhadap intervensi dari pihak dan golongan tertentu

kepada OJK.

Untuk mengatasi permasalahan di atas, maka ada beberapa

masukan yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh OJK untuk

menutup gap yang ada sebagaimana diuraikan berikut ini:

1. Pembuatan sebuah standar dan kerjasama yang jelas dalam

melakukan penyidikan.

Harus ada komitment dari OJK dan institusi asal penyidik

bahwa penyidikan kasus keuangan dilakukan melalui satu

pintu dan kordinasi yaitu OJK. OJK juga harus membuat

standard sistem penanganan perkara yang jelas dan objektif

sehingga check and balances dari jalannya sebuah penyidikan

dapat dengan mudah dilakukan dan di ukur.

Standar yang ada harus paling tidak mencakup hal-hal

mengenai tahapan sebelum dan sesudah penyidikan. Untuk

mengatasi adanya perbedaan interpretasi antara OJK dan

penyidik, sebaiknya setiap penyidikan yang dilakukan harus

didahului oleh kesimpulan dan rekomendasi dari OJK dari

level pemeriksaan. Hal ini penting agar penyidikan yang

dilakukan didasarkan pada suatu landasan penafsiran

kebijakan yang konsisten dan bukan berdasarkan penilaian

subjektif.

Page 65: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

58

Selain itu, standard yang ada juga harus mengatur mengenai

jangka waktu dari tahap pelaporan, pemeriksaan hingga

penyidikan. Hal ini untuk menjamin kepastian hukum dan

menjaga agar masalah yang ada dapat diselesaikan secepat

mungkin. Perlu diingat bahwa sektor keuangan sangatlah

dinamis. Keterlambatan penanganan atau proses yang terlalu

berkepanjangan dapat menimbulkan permasalahan sistemik

dan menimbulkan efek domino. Oleh karenanya penting

kiranya untuk membentuk sebuah standard dengan jangka

waktu yang jelas.

2. Pembentukan struktur organisasi penyidikan di OJK.

Kerancuan mengenai chain of command dari penyidikan harus

dengan segera diatasi melalui regulasi internal mengenai

struktur organisasi, yaitu melalui peraturan OJK.47 Idealnya,

dalam struktur organisasi OJK nantinya, semua penyidik

dimasukkan ke dalam sebuah satu department tersendiri yang

diketuai oleh deputi bagian penyidikan. Deputi bagian

penyidikan bertanggung jawab kepada Dewan Komisioner

melalui Ketua OJK. Artinya, Deputi bagian penyidikan berada

dalam pengawasan dan kontrol dari ketua OJK, dimana

nantinya ketua OJK akan bertanggung jawab kepada Dewan

Komisioner mengenai hasil penyidikan yang ada.

Fungsi control dari Ketua OJK dalam penyidikan ini penting

untuk menjaga divisi penyidikan tetap independen baik dari

pengaruh negative institusi asalnya maupun dari pengaruh

divisi atau lembaga lain di OJK yang mungkin mempunyai

agenda dan kepentingan yang berbeda dengan divisi lainnya.

Oleh karenanya, diharapkan kedudukan dan fungsi Ketua

yang netral dapat meminimalisir adanya intervensi penyidikan

baik dari eksternal maupun internal OJK.

Selain itu, sistem kepangkatan dan remunerasi dari penyidik

juga tidak kalah penting untuk diatur dengan jelas. OJK harus

dapat menjamin adanya kontinuitas dari karir si penyidik

ketika dia kembali ke institusi asalnya. Kepangkatan dan fungsi

di OJK harus pararel dengan kepangkatan dan fungsi si

penyidik di institusi asalnya. Hal ini penting agar nantinya si

47 Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan

Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara

republik Indonesia.

Page 66: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

59

penyidik dapat fokus dalam melakukan penyidikan tanpa

adanya kekhawatiran mengenai masa depannya. Selain itu

dengan adanya struktur karir yang pararel independensi si

penyidik juga dapat lebih terjaga dari pengaruh institusi

asalnya karena kenaikan karirnya tidak tergantung pada

institusi asalnya.

3. Ke depan, untuk lebih meningkatkan efektifitas dan

keberhasilan penegakan hukum OJK, perlu dibuat ketentuan

dalam regulasi OJK yang mengatur pegawai OJK sebagai

penyidik disamping penyidik Kepolisian dan PPNS dan

pemeriksaan dalam setiap tingkatan perlu diperjelas dan

diperkuat.

4. Perlu kedudukan dan hubungan antara UUOJK dan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP) diperjelas dan

harmonis. Berdasarkan penelitian Burg’s salah satu unsur

hukum agar hukum dapat membuat sistim ekonomi berfungsi

adalah definisi dan status yang jelas (definition and clarity of status)48. Oleh karena itu, dalam rangka pembaharuan KUHAP

nantinya perlu menentukan “pihak lainnya yang

melaksanakan tugas pemerintahan” disamping Kepolisian dan

PPNS mendapat kewenangan melaksanakan tugas penyidikan.

Pemberian kewenangan penyidikan kepada pihak lainnya

yang melaksanakan tugas pemerintahan tersebut akan

menciptakan multi investigator system yang dapat diharapkan

nantinya menciptakan semangat kompetisi yang positif

diantara institusi penyidik yang pada gilirannya bermanfaat

untuk penegakan hukum. Multy Investigator System telah

diterapkan negara lain, seperti Amerika Serikat yang mengatur

berbagai institusi sebagai penyidik dalam kasus money laundering. Misalnya antara lain, DEA (Drugs Enforcement Administration) dan IRS (Internal Revenue Service).

48 Leonar J. Theberge, “Law and Economic Development”, Journal of

International aw and Policy, (Vol. 9. 1980), hal. 232.

Page 67: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

60

BAB VI

PENGATURAN PENGELOLA STATUTER

DALAM PERASURANSIAN

A. Pembentukan Pengelola Statuter

Substansi yang baru dalam Undang-Undang No.40 Tahun 2014

tentang Perasuransian adalah Pengelola Statuter. Pembentukan

Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan jika memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. kondisi keuangan Lembaga Jasa Keuangan dapat

membahayakan kepentingan Konsumen, sektor jasa keuangan,

dan/atau pemegang saham;

b. penyelenggaraan kegiatan usaha Lembaga Jasa Keuangan tidak

sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan;

c. Lembaga Jasa Keuangan telah dikenai sanksi pembatasan

kegiatan usaha;

d. Lembaga Jasa Keuangan dimanfaatkan oleh pihak tertentu

untuk memfasilitasi dan/atau melakukan tindak pidana di

sektor jasa keuangan;

e. Pemegang saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan

Pengawas Syariah Lembaga Jasa Keuangan diduga melakukan

tindak pidana di sektor jasa keuangan yang dapat mengganggu

operasional pada Lembaga Jasa Keuangan yang bersangkutan;

f. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah

Lembaga Jasa Keuangan dinilai tidak mampu mengatasi

permasalahan yang terjadi di Lembaga Jasa Keuangan; dan/atau

g. Lembaga Jasa Keuangan tidak memenuhi perintah tertulis

untuk mengganti Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan

Pengawas Syariah.

Penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter

dilakukan oleh Dewan Komisioner berdasarkan usulan dari kepala

eksekutif masing-masing sektor jasa keuangan. Penunjukan dan

penetapan penggunaan Pengelola Statuter untuk Lembaga Jasa

Keuangan yang secara khusus dibentuk berdasarkan peraturan

perundang-undangan atau dibentuk oleh Pemerintah hanya dilakukan

setelah terlebih dahulu berkoordinasi dengan Pemerintah.

Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria penunjukan dan

penetapan penggunaan Pengelola Statuter diatur dalam Surat Edaran

Page 68: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

61

OJK. 49 Pada saat penunjukan dan penetapan penggunaan Pengelola

Statuter dilakukan oleh OJK maka:

a. Pengelola Statuter mengambil alih seluruh wewenang dan

fungsi Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas

Syariah Lembaga Jasa Keuangan; dan

b. Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah

Lembaga Jasa Keuangan dinyatakan nonaktif.

Sejak pengambilalihan wewenang dan fungsi Direksi, Dewan

Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan

Pengawas Syariah:

a. dilarang menjalankan wewenang dan fungsi selaku Direksi,

Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah.

b. wajib membantu Pengelola Statuter dalam menjalankan

wewenang, fungsi, dan tugasnya.

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah

nonaktif dilarang mengundurkan diri selama wewenang dan fungsinya

diambil alih oleh Pengelola Statuter. OJK dapat mengaktifkan kembali

sebagian atau seluruh Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan

Pengawas Syariah nonaktif setelah penggunaan Pengelola Statuter

berakhir.

Dalam hal OJK mengaktifkan kembali sebagian Direksi,

Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah setelah

penggunaan Pengelola Statuter berakhir, OJK memberikan perintah

tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelenggarakan rapat

umum pemegang saham untuk menunjuk Direksi, Dewan Komisaris,

dan/atau Dewan Pengawas Syariah.

Dalam hal OJK tidak mengaktifkan kembali seluruh Direksi,

Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah, OJK

memberikan perintah tertulis kepada Pengelola Statuter untuk

menyelenggarakan rapat umum pemegang saham untuk menunjuk

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah yang

baru sebelum penggunaan Pengelola Statuter berakhir.

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah

nonaktif berhak memperoleh remunerasi yang besarannya ditetapkan

49 Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 44 /Seojk.05/2016 Tentang Kriteria Penunjukan Dan Penetapan Penggunaan Pengelola Statuter Serta Pengakhiran Dan

Penggantian Pengelola Statuter Bagi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi

Syariah, Perusahaan Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah

Page 69: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

62

oleh rapat umum pemegang saham dengan mempertimbangkan kondisi

keuangan Lembaga Jasa Keuangan, paling tinggi sebesar 50% (lima

puluh persen) dari remunerasi yang diterima sebelum Direksi, Dewan

Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dinonaktifkan.Dalam hal

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah nonaktif

ditunjuk menjadi Pengelola Statuter maka remunerasi bagi Direksi,

Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dimaksud

berlaku ketentuan remunerasi bagi Pengelola Statuter.

OJK menunjuk orang perseorangan atau badan hukum sebagai

Pengelola Statuter. Orang perseorangan yang dapat menjadi Pengelola

Statuter harus:

a. memenuhi persyaratan yang setara dengan Direksi, Dewan

Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah Lembaga Jasa

Keuangan sesuai dengan wewenang dan fungsi yang diambil

alih, berdasarkan penilaian OJK; dan

b. tidak memiliki benturan kepentingan dengan Lembaga Jasa

Keuangan yang akan dikelola, pemegang saham, Direksi,

Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dari

Lembaga Jasa Keuangan yang akan dikelola.

Direksi, Dewan Komisaris, Dewan Pengawas Syariah, dan/atau

pegawai Lembaga Jasa Keuangan yang tidak menyebabkan Lembaga

Jasa Keuangan bermasalah dapat ditunjuk sebagai Pengelola Statuter.

Badan hukum yang dapat menjadi Pengelola Statuter adalah Lembaga

Jasa Keuangan sejenis dan tidak memiliki benturan kepentingan dengan

pemegang saham, Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan

Pengawas Syariah dari Lembaga Jasa Keuangan yang akan dikelola.

Dalam hal Pengelola Statuter berbentuk badan hukum,

anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota Dewan Pengawas

Syariah, dan/atau pegawai badan hukum yang ditugaskan untuk

menjalankan wewenang, fungsi, dan tugas Pengelola Statuter harus

memenuhi persyaratan memenuhi persyaratan yang setara dengan

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah Lembaga

Jasa Keuangan sesuai dengan wewenang dan fungsi yang diambil alih,

berdasarkan penilaian OJK; dan tidak memiliki benturan kepentingan

dengan Lembaga Jasa Keuangan yang akan dikelola, pemegang saham,

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah dari

Lembaga Jasa Keuangan yang akan dikelola.

Page 70: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

63

Pengelola Statuter memiliki seluruh wewenang dan fungsi

Direksi, Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah.

Pengelola Statuter yang telah ditetapkan oleh OJK mempunyai tugas:

a. menyelamatkan kekayaan dan/atau kumpulan dana Lembaga

Jasa Keuangan dan/atau Konsumen;

b. mengendalikan dan mengelola kegiatan usaha dari Lembaga

Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

c. menyusun rencana kerja yang paling sedikit memuat langkah-

langkah penyelamatan yang akan dilakukan apabila Lembaga

Jasa Keuangan tersebut masih dapat diselamatkan;

d. mengajukan usulan agar OJK mencabut izin usaha Lembaga

Jasa Keuangan apabila Lembaga Jasa Keuangan tersebut dinilai

tidak dapat diselamatkan;

e. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di

sektor jasa keuangan;

f. mematuhi setiap perintah tertulis dari OJK mengenai

pengendalian dan pengelolaan kegiatan usaha dari Lembaga

Jasa Keuangan;

g. mencegah dan mengurangi kerugian Konsumen, masyarakat,

dan sektor jasa keuangan;

h. memberantas kejahatan keuangan yang dilakukan pihak

tertentu di sektor jasa keuangan; dan

i. melaporkan kegiatannya kepada OJK.

Dalam melaksanakan wewenang, fungsi, dan tugas tersebut,

Pengelola Statuter dapat menempuh langkah-langkah:

a. menyelamatkan kelangsungan usaha Lembaga Jasa Keuangan

tertentu;

b. membatalkan atau mengakhiri perjanjian yang dibuat oleh

Lembaga Jasa Keuangan dengan pihak ketiga yang merugikan

dan/atau menurut Pengelola Statuter dapat merugikan

kepentingan Lembaga Jasa Keuangan dan/atau Konsumen;

c. melakukan pengalihan sebagian atau seluruh portofolio

kekayaan atau usaha dan/atau kumpulan dana dari Lembaga

Jasa Keuangan yang menurut Pengelola Statuter dapat

mencegah kerugian yang lebih besar bagi Lembaga Jasa

Keuangan; dan/atau

d. melakukan pengalihan sebagian atau seluruh portofolio

kekayaan dan/atau kumpulan dana dari Konsumen yang

Page 71: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

64

menurut Pengelola Statuter dapat mencegah kerugian yang

lebih besar bagi Konsumen.

Pengelola Statuter dapat meminta pihak yang sedang atau

pernah menjabat sebagai anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris,

anggota Dewan Pengawas Syariah, pegawai dari Lembaga Jasa

Keuangan, dan/atau pihak lain yang memiliki informasi dan/atau

dokumen tertentu yang berkaitan dengan kegiatan usaha Lembaga Jasa

Keuangan untuk memberikan informasi dan/atau dokumen dimaksud

kepada Pengelola Statuter. Pihak-pihak tersebut, wajib memberikan

informasi dan/atau dokumen tertentu yang berkaitan dengan kegiatan

usaha Lembaga Jasa Keuangan kepada Pengelola Statuter.

Pengelola Statuter berhak atas remunerasi yang besarannya

ditetapkan oleh OJK dengan mempertimbangkan antara lain

kewajaran, kompleksitas permasalahan pada Lembaga Jasa Keuangan,

dan ukuran aset dari Lembaga Jasa Keuangan.

Pengelola Statuter menyampaikan laporan bulanan Pengelola

Statuter kepada OJK paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Apabila batas waktu penyampaian laporan jatuh pada hari libur, maka

batas akhir penyampaian adalah hari kerja berikutnya.

Laporan paling sedikit berisi informasi mengenai:

a. hal-hal yang telah dilakukan selama periode pelaporan;

b. perkembangan kesehatan keuangan Lembaga Jasa Keuangan

selama periode pelaporan;

c. permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya;

d. langkah-langkah strategis yang akan dilakukan setelah periode

pelaporan; dan

e. rekomendasi kepada OJK.

Dalam hal diperlukan, OJK dapat meminta Pengelola Statuter

untuk menyampaikan laporan di luar laporan bulanan. Pengelola

Statuter mempertanggungjawabkan segala keputusan dan tindakannya

dalam melaksanakan wewenang, fungsi, dan tugasnya kepada OJK.

Biaya penyelenggaraan usaha Lembaga Jasa Keuangan selama

masa penggunaan Pengelola Statuter dibebankan kepada Lembaga Jasa

Keuangan. Biaya remunerasi Pengelola Statuter dibebankan kepada

Lembaga Jasa Keuangan. Dalam hal biaya remunerasi tidak mencukupi,

OJK dapat menetapkan tambahan remunerasi dan/atau penghasilan lain

Pengelola Statuter yang menjadi beban OJK.

Page 72: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

65

Penggunaan Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan

berakhir apabila:

a. OJK memutuskan penggunaan Pengelola Statuter tidak

diperlukan lagi; atau

b. Lembaga Jasa Keuangan telah dicabut izin usahanya.

OJK berwenang untuk melakukan penggantian Pengelola

Statuter apabila dinilai bahwa Pengelola Statuter melakukan

kecurangan, tidak jujur, lalai, tidak mampu, dan/atau tidak mematuhi

ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut

mengenai pengakhiran Pengelola Statuter dan penggantian Pengelola

Statuter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Surat Edaran

OJK.

Dalam hal penggunaan Pengelola Statuter telah berakhir,

Pengelola Statuter menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada

OJK. Penyampaian laporan pertanggungjawaban sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) hari

kerja sejak berakhirnya penggunaan Pengelola Statuter.

Laporan pertanggungjawaban paling sedikit berisi informasi

mengenai:

a. hal-hal yang telah dilakukan selama menjalankan tugas sebagai

Pengelola Statuter;

b. perkembangan kesehatan keuangan Lembaga Jasa Keuangan

selama menjalankan tugas sebagai Pengelola Statuter;

c. permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan tugasnya;

dan

d. rekomendasi kepada OJK.

Dalam hal OJK telah menyetujui laporan pertanggungjawaban

Pengelola Statuter, Lembaga Jasa Keuangan wajib menerima laporan

pertanggungjawaban Pengelola Statuter yang telah disetujui oleh OJK

tersebut.

Sanksi berdasarkan ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam

Pasal 53 dan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Otoritas Jasa Keuangan. Selaian itu, OJK berwenang menetapkan sanksi

administratif kepada pihak yang melanggar ketentuan dalam Pasal 3

ayat (3), ayat (4), Pasal 7 ayat (2), dan Pasal 13 ayat (4) Peraturan OJK

ini berupa:

a. teguran tertulis; dan/atau

Page 73: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

66

b. larangan menjadi pemegang saham, pengendali, Direksi,

Dewan Komisaris, dan/atau Dewan Pengawas Syariah paling

lama 5 (lima) tahun di sektor jasa keuangan.

Selain sanksi administratif, OJK dapat menetapkan sanksi

administratif tambahan atau tindakan tertentu sebagaimana diatur

dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa

keuangan kepada pihak yang melakukan pelanggaran.

B. Pengelola Statuter Memiliki Kesamaan Dengan Lembaga Penjamin

Simpanan

Secara historis, penjaminan simpanan (giro, deposito

berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan simpanan lainnya) yang

dimiliki nasabah merupakan jenis pertanggungan yang tumbuh dalam

praktik sehari-hari dan tidak ditemukan dalam KUHD. Meskipun

demikian, prinsip-prinsip penjaminan/penanggungan yang terdapat

dalam KUHD khususnya yang berkaitan dengan asuransi kerugian pada

umumnya dapat diperlakukan terhadap perjanjian penjaminan

simpanan nasabah di perbankan.50

Pada hakikatnya, keberadaan sebuah penganggungan

dimaksudkan untuk dapat lebih meyakinkan dan memperkuat

kedudukan kreditur manakala pada saatnya tiba, debitur tidak dapat

menunaikan kewajiban-kewajibannya sesuai dengan yang telah

diperjanjikan.51 Pada pasal 1820 KUHPerdata menyebutkan mengenai

penanggungan ini sebagai berikut: Penanggungan adalah suatu

perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si

berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan si berhutang

manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.52 Dari isi pasal 1820

KUHPerdata yang disebutkan di atas dapat diketahui bahwa

penjaminan atau penanggungan merupakan suatu perjanjian.53

Selanjutnya, pasal 1313 KUHPerdata menyebutkan bahwa: Suatu

50 Jonker Sihombing, Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan, (Bandung:

Alumni, 2010) hal 47

51 M.Yahya Harahap, segi-segi hukum perjanjian, cetakan kedua, (Bandung:

alumni, 1986, hal 315

52 Kitab undang-Undang Hukum Perdata, pasal 1820. 53 Jonker Sihombing, Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan, (Bandung:

Alumni, 2010) hal 44.

Page 74: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

67

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih Perjanjian yang

dimuat di dalam KUHPerdata merupakan perjanjian obligatoir , yang

bearti bahwa dengan dibuatnya perjanjian itu pada dasarnya baru

melahirkan perikatan-perikatan saja dalam arti hak atas objek

perjanjian belum beralih. Untuk peralihan hak tersebut masih

diperlukan adanya penyerahan.54

Dalam perjanjian penjaminan, dikenal juga prinsip subrogasi.

Hal ini bearti bahwa jumlah penggantian kerugian yang telah

dibayarkan oleh penjamin akan ditagihkan kepada harta-harta dari

pihak yang dijamin, baik itu harta korporasi maupun harta pribadi

pengurusnya. Pasal 284 KUHD menyebutkan bahwa: Seorang

penanggung yang telah membayar kerugian sesuatu barang yang

dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang

diperolehnya terhadap orang-orang ketiga berhubung dengan

penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah

bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak

si penanggung terhadap orang-orang ketiga.55

Sebuah perjanjian penjaminan/penanggungan setidaknya

melibatkan tiga pihak yakni, kreditur, debitur, dan penanggung.

Kreditur atau si berpiutang dalam hal penjaminan simpanan adalah para

deposan perbankan, debitur atau si berhutang adalah institusi

perbankan, sedang penanggung adalah Lembaga penjamin simpanan

(LPS).

Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tidak lepas dari

keberadaan Hukum Perlindungan Konsumen, dikarenakan nasabah

penyimpan pada suatu bank ialah konsumen dari penyedia jasa bank

tersebut. Karena posisi konsumen yang lemah maka ia harus dilindungi

oleh hukum. Salah satu sifat, sekaligus tujuan hukum itu adalah

memberikan perlindungan kepada masyarakat.56dalam pasal 4 UUPK

ayat 8 diatur desebutkan:” hak unruk mendapatkan dispensasi, ganti

rugi, dan/atau penggantian jika barang dan atau jasa yang diterima tidak

sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

54 J.Satrio, Hukum Perikatan, Perikatan pada umumnya, (Bandung: alumni, 1999)

hal 38. 55 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Pasal 284. 56 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: Grasindo, 2004),

hal 11.

Page 75: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

68

Pada tahun 1998 ketika terjadi krisis perbankan nasional , 16

bank dicabut izin usahanya oleh Bank Indonesia. Bank yang dicabut

izin usahanya ialah: Bank Harapan Sentosa;Bank pasific; Sejahtera Bank

Umum; Bank Industri; South East Asia Bank; Bank Pinaesaan; Bank

Jakarta; Bank Umum Majapahit Jaya; Anrico Bank; Bank Andromeda;

Astria Raya Bank; Bank Mataram Dhanarta; Bank Guna; Bank Dwipa

Semesta; Bank Citrahasta Dharma Manunggal; dan Bank Kosagraha

Semesta.

Lima bank yang dicabut izin usahanya tersebut sebelumnya

telah menyandang status bank devisa yakni: Bank Andromeda, Bank

Harapan Sentosa, Bank guna, Sejahtera Bank Umum, dan Bank Pasific.

Pencabutan izin usaha bank ini berdampak pada kelangsungan usaha

bank. Bank-bank yang dicabut izin usahanya dilanjutkan dengan

melikuidasi banknya otomatis tidak dapat melanjutkan usahanya.

Dalam kondisi seperti ini nasib nasabah yang menyimpan dananya pada

bank tersebut menjadi tidak jelas.57 Sebelum terjadinya krisis

perbankan nasional, dunia perbankan pernah digoncangkan dengan

dicabut izin usaha Bank Suma pada tahun 1992 akibat gagal kliring.

Nasabah bank harus menunggu bertahun tahun agar dananya dapat di

ambil kembali. Dari kejadian tersebut tampak bahwa kedudukan

nasabah penyimpan dana sangat lemah. Undang-Undang Perbankan

tidak mengatur tentang kedudukan nasabah penyimpan dana. Padahal

60-70% aset bank adalah dana masyarakat, sisanya sekitar 30-40%

adalah modal bank. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat terhadap

bank perlu dijaga. Jika masyarakat sudah tidak memiliki kepercayaan

terhadap bank, maka masyarakat tidak akan menyimpan dananya pada

bank, mereka akan beralih menginvestasikan dananya ke berbagai

bentuk investasi lain seperti ke pasar modal, menyimpan dalam bentuk

tanah, bangunan, atau logam mulia.58

Untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap bank, tahun

1998 ketika terjadi krisis perbankan, pemerintah mengeluarkan

Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap

Kewajiban Bank Umum. Tindakan ini merupakan tindakan pemerintah

yang bersifat crash program yang bertujuan untuk menghindarkan

semakin buruknya perekonomian nasional. Kebijakan ini bersifat

57 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: Refika Aditama, 2010) hal 189. 58 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: refika

aditama, 2010) hal 190.

Page 76: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

69

sementara, berlangsung sampai 26 Januari 2000. Dengan keputusan

presiden ini, maka dana nasabah bank yang dilikuidasi dijamin oleh

pemerintah. Dana yang digunakan untuk menjamin dana nasabah ini

tentu saja menggunakan APBN. Hal ini tentu saja berdampak tidak baik

bagi keuangan negara. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah

dikenal dengan Blangket guarantee. Blangket guarantee dikeluarkan

oleh pemerintah untuk mengisi kekosongan hukum dalam penjaminan

nasabah penyimpan dana telah membawa dampak ekonomi, politik,

dan hukum sangat besar. Bank Indonesia dianggap bertanggung jawab

terhadap penyalahgunaan penyalurannya. Langkah berikutnya untuk

menunjang kepres tersebut, penerintah membentuk perusahaan

perseroan (persero) di bidang penjaminan kewajiban bank melalui

Peraturan Pemerintah No 53 tahun 1998 tentang Penyertaan Modal

Negara Republik Indonesia untuk pendirian perusahaan perseroan

(Persero) di bidang Penjaminan Kewajiban Bank.

Untuk itu melalui undang-Undang No 10 tahun 1998 Pasal 37

B disebutkan bahwa pemerintah akan membentuk tentang Lembaga

Penjamin Simpanan berdasarkan pada suatu Peraturan Pemerintah.59

Lembaga ini merupakan suatu badan hukum yang menyelenggarakan

kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan melalui skim

asuransi, dana penyangga atau skim lainnya.60

Dalam pasal 8 Undang-Undang No. 23 tahun 1999, dikatakan

untuk mencapai tujuan Bank Indonesia sebagai mana yang disebutkan

dalam ketentuan Pasal 7 Undang-undang No. 23 tahun 1999, Bank

Indonesia mempunyai tugas antara lain: Menetapkan dan

melaksanakan kebijakan moneter; mengatur dan menjaga kelancaran

sistem pembayaran; Mengatur dan mengawasi bank.

Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu adanya

pembentukan lembaga pemerintah untuk menunjang tercapainya

tujuan Bank Indonesia, maka di bentuklah Lembaga Penjamin

Simpanan oleh pemerintah. Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan

pada dasarnya dilakukan sebagai upaya memberikan perlindungan

terhadap dua resiko yaitu irrational run terhadap bank dan systemic

risk. Di dalam menjalankan usahanya, perbankan biasanya hanya

menyisakan sebagian kecil dari simpanan yang diterimanya untuk

59 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 37 B. 60 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: Citra Aditya

Bhakti, 2000, hal 137.

Page 77: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

70

berjaga-jaga apabila ada penarikan dana oleh nasabah. Sementara,

bagian terbesar dari simpanan yang ada dialokasikan sebagai pemberian

kredit. Keadaan ini menyebabkan perbankan tidak dapat memenuhi

permintaan dalam jumlah besar dengan segera tasa simpanan nasabah

yang dikelolanya, bila terjadi penarikan secara tiba-tiba dalam jumlah

besar. Keterbatasan dalam penyediaan cash ini, karena bank tidak dapat

menarik segala pinjaman yang telah disalurkannya.

Bilamana bank tidak dapat memenuhi permintaan penarikan

simpanan oleh nasabahnya, nasabah biasanya menjadi panik dan akan

menutup rekeningnya pada bank, sekalipun bank tersebut sebenarnya

sehat. Untuk itulah keberadaan LPS menjadi penting guna mencegah

kepanikan nasabah dengan jalan meyakinkan nasabah tentang

keamanan simpanan sekalipun kondisi keuangan bank buruk. Resiko

ke dua, adalah ancaman terjadinya resiko sistemik. Hal ini terjadi

karena kebangkrutan suatu bank dapat berakibat buruk terhadap bank

lain, sehingga menghancurkan segmen terbesar dari sistim perbankan.

Dalam hubungan ini, LPS dapat berfungsi untuk mengatur keamanan

dan kesehatan bank secara unum. Fungsi LPS lainnya adalah sebagai

pengawas yang dilakukan dengan cara memantau neraca, praktek

pemberian pinjaman, dan strategi investasi dengan maksud untuk

melihat tanda-tanda financial distress yang mengarah kepada

kebangkrutan bank.61

Dimensi lain dari peran penting LPS seperti asuransi simpanan

didasarkan pada beberapa pertimbangan, yaitu: Dalam pertumbuhan

perekonomian suatu negara, peranan sektor finansial yang stabil sangat

penting dan inti kestabilan sektor finansial adalah stabilitas sistem

perbankan domestik. Peranan penting sektor perbankan itu dapat

dilihat dalam aspek sistim pembayaran yang memungkinkan terjadinya

transaksi perdagangan.

Di samping itu, bank melakukan penghimpunan dana secara

lebih efisien dan untuk seterusnya disalurkan kepada masyarakat.

Sebaliknya, dana masyarakat yang disimpan di bank sangat

menentukan eksistensi dan keuntungan suatu bank; Untuk mencegah

terjadinya erosi kepercayaan masyarakat terhadap bank yang dapat

mengakibatkan terjadinya rush yang sudah tentu dapat membahayakan

bank secara individual dan sistim perbankan secara keseluruhan.

61 Anna Kuzmik Walker, “harnessing the free market: reinsurance models for

FDIC; deposite insurance pricing, harvard jurnal of law and public policy,

summer 1995, hal 737.

Page 78: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

71

Didalam era globalisasi dengan kemajuan teknologi informasi

dan komputer telah mengakibatkan terjadinya global market pada

sektor keuangan. Didalam global market dana bebas bergerak dari suatu

negara ke negara lain. Apabila pemilik dana kurang percaya pada sistim

perbankan nasional, maka ia dapat menanamkan dananya diluar negeri

(capital flight) yang dapat mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya

kekuatan produktif dari suatu negara. Dalam penjelasan pada Undang-

Undang no 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan,

Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting

dalam perekonomian nasional demi menjaga keseimbangan kemajuan

dan kesatuan ekonomi nasional. Stabilitas industri perbankan dimaksud

sangat mempengaruhi stabilitas perekonomian secara keseluruhan,

sebagaimana pengalaman yang pernah terjadi pada saat krisis moneter

dan perbankan di Indoneia pada tahun 1998. Kepercayaan masyarakat

terhadap industri perbankan nasional merupakan salah satu kunci

untuk memelihara stabilitas industri perbankan sehingga krisis tersebut

tidak terulang. Kepercayaan ini dapat diperoleh dengan adanya

kepastian hukum dalam pengaturan dan pengawasan bank serta

penjaminan simpanan nasabah bank untuk meningkatkan

kelangsungan usaha bank secara sehat.

Dalam penyelesaian bank gagal, LPS dalam pengambilan

keputusan menerima pemberitahuan dari LPP mengenai bank

bermasalah yang sedang dalam upaya penyehatan. Dalam hal LPS

melakukan penyelamatan bank gagal yang tidak berdampak sistemik

ialah setelan LPP atau komite koordinasi menyerahkan

penyelesaiannya kepada LPS, dan dalam penanganan bank gagal yang

berdampak sistemik ialah setelah LPP atau komite koordinasi

menyerahkan penanganannya kepada LPS.

Disamping itu LPS dapat melakukan penyelesaian dan

penanganan Bank Gagal dengan kewenangan:

a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang

pemegang saham, termasuk hak dan wewenang RUPS;

b. menguasai dan mengelola aset dan kewajiban Bank Gagal yang

diselamatkan;

c. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan/atau

mengubah setiap kontrak yang mengikat Bank Gagal yang

diselamatkan dengan pihak ketiga yang merugikan bank; dan

d. menjual dan/atau mengalihkan aset bank tanpa persetujuan

debitur dan/atau kewajiban bank tanpa persetujuan kreditur.

Page 79: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

72

Dalam perkembangannya pengaturan tentang Lembaga

Penjamin simpanan yang di atur dalam Undang-Undang No 24 tahun

2004, telah mengalami perubahan yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah pengganti Undang-Undang Republik Indonesia no 3 tahun

2008 tentang perubahan atas Undang-Undang no 24 tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang isinya ialah perubahan

terhadap pasal 11 Undang-Undang no 24 tahun 2004 tentang besaran

nilai simpanan yang dijamin oleh LPS.

Kemudian pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat

mengeluarkan Undang-Undang no 7 tahun 2009 tentang penetapan

Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang no 3 tahun 2008,

yang isinya menetapkan bahwa Peraturan Pemerintah pengganti

Undang-Undang resmi menjadi Undang-Undang.

Dalam penjaminan simpanan nasabah bank berdasarkan

prinsip syariah diatur dalam Undang-Undang No. 39 tahun 2005.

Dalam pasal 3 Undang-Undang No.39 tahun 2005 disebutkan tentang

simpanan yang dijamin oleh LPS berdasarkan prinsip syariah yaitu:

a. Giro berdasarkan prinsip wadiah;

b. Tabungan berdasarkan prinsip wadiah;

c. Tabungan berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau

prinsip mudharabah muqayyadah yang resikonya ditanggung

oleh bank;

d. Deposito berdasarkan prinsip mudharabah muthlaqah atau

prinsip mudharabah muqayyadah yang resikonya ditanggung

oleh bank; dan/atau

e. Simpanan berdasarkan prinsip syariah lainnya yang ditetapkan

oleh LPS setelah mendapatkan pertimbangan LPP.62

f. Prinsip wadiah adalahsuatu akad penitipan uang dimana pihak

yang menerima titipan uang (Bank) boleh menggunakan dan

memamfaatkan uang yang dititipkan dengan ketentuan

bahwa:

g. Semua keuntungan atau kerugian sebagai akibat penggunaan

dan pemamfaatan uang menjadi milik atau tanggung jawab

bank;

h. Pihak bank dapat memberikan insentif berupa bonus dengan

catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak

62 Undang-Undang No 39 tahun 2005, tentang penjaminan simpanan nasabah bank

berdasarkan prinsip syariah pasal 3.

Page 80: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

73

ditetapkan diawal, namum hanya pemberian secara sukarela

dari pihak bank.63

i. Prinsip mudharabah adalah suatu akad kerjasama antara

pemilik dana (nasabah) dan pengelola dana atau Mudharib

(bank) dimana pemilik dana menyerahkan uangnya kepada

mudharib untuk dimanfaatkan atau dikelola, dengan

ketentuan bahwa pembagian keuntungan dinyatakan dalam

bentuk nisbah yang ditetapkan diawal dan dituangkan dalam

akad pembukaan rekening.64

Kedudukan LPS diatur dalam bab II UU No. 24 tahun 2004.

Menurut pasal 2, LPS merupakan badan hukum yang berkedudukan di

ibu kota Negara republik Indonesia. LPS dapat mempunyai kantor

perwakilan di wilayah Negara Republik Indonesia, kemudian mengenai

persyaratan dan tata cara pembentukan kantor perwakilan diatur

dengan keputusan dewan komisioner. LPS merupakan lembaga yang

independen, transparan dan akuntabel dalam melaksanakan tugasnya,

dalam pelaksanaannya LPS bertanggung jawab kepada presiden65.dapat

disimpulkan bahwa LPS adalah Badan Hukum Kepunyaan Negara

seperti halnya Bank Indonesia menurut Undang-Undang No.11 tahun

1953.

Dalam sistem perbankan nasional peran LPS ialah sebagai

lembaga yang bertugas untuk menstabilkan perekonomian nasional dan

merupakan lembaga penjamin nasabah bank guna menjaga

kepercayaan nasabah terhadap bank dengan cara memberikan jaminan

dengan jumlah yang ditentukan dalam undang-undang. Tindakan

penyelesaian atau penanganan Bank-Gagal oleh LPS didahului berbagai

tindakan lain oleh Bank Indonesia dan LPP sesuai peraturan

perundang-undangan. Bank Indonesia, melalui mekanisme sistem

pembayaran, akan mendeteksi bank yang mengalami kesulitan

keuangan dan dapat menjalankan fungsinya sebagai lender of last

resort. LPP juga dapat mendeteksi kesulitan tersebut dan berupaya

mengatasi dengan menjalankan fungsi pengawasannya, antara lain

berupa tindakan agar pemilik bank menambah modal atau menjual

63 Undang-Undang No 39 tahun 2005, tentang penjaminan simpanan nasabah bank

berdasarkan prinsip syariah pasal 1 ayat 3 (tiga) 64 Undang-Undang No 39 tahun 2005, tentang penjaminan simpanan nasabah bank berdasarkan prinsip syariah pasal 1 ayat 4 (empat). 65 Neni Sri Imaniyati, Pengantar Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: refika

aditama, 2010, hal 192.

Page 81: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

74

bank, atau agar bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank

lain.

Dalam pelaksanaan tugasnya LPS bekerja sama dengan

Menteri Keuangan, Bank Indonesia, Lembaga Pengawas Perbankan

yang membentuk komite koordinasi (KK/KKSK). Adapun tugas-tugas

KKSK antara lain adalah:

a. Merumuskan arah kebijakan bagi upaya penyehatan

perbankan termaksud restrukturisasi dan rekapitalisasi bank;’

b. Merumuskan arah kebijakan bagi restrukturisasi utang

perusahaan yang terkait dengan upaya pemulihan ekonomi

nasional, terutama yang berhubgungan dengan penyehatan

perbankan;

c. Merumuskan kriteria optimalisasi nilai aset melalui

restrukturisasi industri dan pelepasan aset secara transparan

dan efektif guna mengamankan pengembalian uang negara;

dan

d. Mengordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kebijakan

tersebut pada tugas-tugas sebelumnya.

e. Dari keputusan komite koordinasi inilah keputusan untuk

menyelamatkan atau tidak menyelamatkan bank gagal

ditentukan.

Dalam rangka memelihara stabilitas sistem perbankan, LPS

memiliki tugas untuk melakukan penyelesaian atau penanganan

terhadap bank gagal. Undang-Undang membagi bank gagal tersebut

kedalam kelompok bank gagal yang tidak berdampak sistemik, dan

bank gagal yang berdampak sistemik. Penentuan suatu bank gagal

kedalam bank gagal yang berdampak sistemik (bank gagal sistemik)

diputuskan oleh komite koordinasi (KK) yang anggotanya terdiri atas

Menteri Keuangan, LPP, Bank Indonesia, dan LPS.

Untuk bank gagal sistemik, LPS melakukan upaya penanganan

baik dengan atau tanpa mengikutsertakan pemegang saham lama.

Penanganan bank gagal sistemik ini dilakukan LPS setelah lembaga

tersebut menerima penyerahan bank gagal sistemik dimaksud dari

komite koordinasi. Upaya penanganan bank gagal sistemik dengan

mengikutsertakan pemegang saham lama hanya dilakukan apabila:

a. Pemegang saham lama bank gagal sistemik menyetor modal

sekurang-kurangnya 20% dari perkiraan dana penanganan;

Page 82: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

75

b. Terdapat pernyataan dari RUPS bank yang sekurang

kurangnya memuat kesediaan untuk:

a. Menyerahkan kepada LPS hak dan wewenang yang dimiliki

oleh RUPS. Setelah LPS mengambil alih segala sesuatu yang

menjadi hak dan wewenang RUPS, kepemilikan,

kepengurusan, dan/ataupun kepentingan lain pada bank

tersebut.

Pengertian Pengelola Statuter dalam Pasal 1 ayat (2) Peraturan

Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata Cara

Penetapan Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan adalah

orang perseorangan atau badan hukum yang ditetapkan Otoritas Jasa

Keuangan untuk melaksanakan kewenangan Otoritas Jasa Keuangan

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011

tentang Otoritas Jasa Keuangan.

Pada saat ditunjuk dan ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan,

Pengelola Statuter mengambil alih seluruh wewenang dan fungsi

direksi, dewan komisaris suatu bank sekaligus menonaktifkan organ-

organ perseroan tersebut. Pengelola Statuter dapat berbentuk

perseorangan atau badan hukum, perseorangan yang dapat menjadi

Pengelola Statuter harus memenuhi persyaratan yang setara dengan

direksi dan dewan komisaris sesuai dengan wewenang dan fungsi yang

diambilalih serta tidak memiliki benturan kepentingan dengan bank

yang akan dikelola, baik dengan para pemegang saham, direksi, dan

dewan komisaris bank tersebut.

Pada Pasal 2 ayat (3) huruf a Peraturan Otoritas Jasa Keuangan

Nomor 41/POJK.05/2015 tentang Tata Cara Penetapan Pengelola

Statuter pada Lembaga Jasa Keuangan dituliskan bahwa penunjukan

dan penetapan penggunaan Pengelola Statuter dilakukan apabila

berdasarkan penilaian Otoritas Jasa Keuangan kondisi bank dapat

membahayakan kepentingan konsumen, sektor jasa keuangan, dan/atau

pemegang saham tanpa ada penjelasan lebih lanjut mengenai status

pengawasan sebuah bank ketika Pengelola Statuter digunakan untuk

melakukan pengurusan terhadap bank tersebut.

Sementara jika dibandingkan dengan peran Lembaga Penjamin

Simpanan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004

tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagai sebuah lembaga yang

memiliki peran yang sama dengan Pengelola Statuter yakni

menggantikan posisi organ perseroan ketika kondisi bank dianggap

dapat membahayakan kepentingan konsumen, sektor jasa keuangan,

Page 83: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

76

dan/atau pemegang saham, dituliskan secara jelas bahwa Lembaga

Penjamin Simpanan digunakan ketika bank berstatus sebagai bank

gagal

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 13/3/PBI/2011

tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank, bank

gagal masuk dalam kategori bank dalam pengawasan khusus. Sehingga

dalam hal ini dapat dilihat bahwa tidak ada definisi yang jelas mengenai

status pengawasan sebuah bank saat Otoritas Jasa Keuangan menunjuk

dan menetapkan Pengelola Statuter untuk melakukan pengurusan

terhadap bank tersebut.

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 41/POJK.05/2015

tentang Tata Cara Penetapan Pengelola Statuter pada Lembaga Jasa

Keuangan dituliskan bahwa pada prinsipnya Pengelola Statuter

bertugas untuk melakukan penyelamatan terhadap bank, sementara

dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga

Penjamin Simpanan telah diatur secara tegas bahwa penyelamatan bank

merupakan tugas Lembaga Penjamin Simpanan.

Adanya kesamaan tugas dalam melakukan penyelamatan

terhadap bank ini menimbulkan problematika mengenai peran dan

kedudukan Pengelola Statuter dalam melakukan penyelamatan bank

serta perbedaan tugas penyelamatan bank yang dimiliki oleh Pengelola

Statuter dan Lembaga Penjamin Simpanan.

Page 84: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

77

BAB VII

PENYELESAIAN SENGKETA ASURANSI

Pada dasarnya perselisihan atau pertengkaran atau

persengketaan merupakan suatu keadaan yang tidak dikehendaki dalam

suatu usaha termasuk dalam perasuransian, namun demikian keadaan

tersebut kadangkala tidak bisa dihindari. Sengketa harus dicarikan

penyelesaian yang efektif dan efisien sehingga tidak merugikan salah

satu pihak.

Pada Pasal 54 ayat (1) Undang Undang Perasuransian

menyebutkan Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi,

dan perusahaan reasuransi syariah wajib menjadi anggota lembaga

mediasi yang berfungsi melakukan penyelesaian sengketa antara

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dan Pemegang Polis,

Tertanggung, Peserta, atau pihak lain yang berhak memperoleh

manfaat asuransi.

Selanjutnya, ayat (2) menyebutkan Lembaga mediasi bersifat

independen dan imparsial. Pada penjelasan ayat (2) disebutkan yang

dimaksud dengan “independen” adalah tidak dipengaruhi oleh pihak

lain. Yang dimaksud dengan “imparsial” adalah tidak berpihak pada

salah satu pihak yang bersengketa. Lembaga mediasi harus mendapat

persetujuan tertulis dari Otoritas Jasa Keuangan.

Penyelesaian sengketa pada Undang-Undang Perasuransian

sejalan dengan ketentuan dalam Undang pasal 1 angka 10 dan alenia ke

sembilan dari Penjelasan Umum Undang Umndang nomor 30 tahun

1999, yang menyebutkan bahwa masyarakat dimungkinkan memakai

alternatif lain dalam melakukan penyelesaian sengketa. Alternatif

tersebut dapat dilakukan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,

konsiliasi atau penilaian ahli. Adapun alternatif penyelesaian sengketa

adalah suatu pranata penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau

dengan cara mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di

Pengadilan Negeri.

A. Alternatif Penyelesaian Sengketa

1. Konsultasi

Konsultasi merupakan tindakan yang bersifat “personal” antara

suatu pihak tertentu, yang disebut dengan “klien” dengan pihak lain

yang merupakan “konsultan”, yang memberikan pendapatnya kepada

Page 85: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

78

klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya

tersebut.

Pendapat tersebut menjadi pertimbangan klien dan bersifat

tidak mengikat. Konsultan hanya memberikan pendapat (hukum),

sebagaimana diminta oleh kliennya. Keputusan mengenai penyelesaian

sengketa tersebut akan diambil sendiri oleh para pihak. Pihak konsultan

diberikan kesempatan untuk merumuskan bentuk-bentuk

penyelesaian sengketa yang dikehendaki oleh para pihak yang

bersengketa tersebut.

2. Negosiasi dan Perdamaian

Pasal 6 ayat (2) Undang Undang Nomor 30 tahun 1999

menyebutkan bahwa para pihak dapat berhak untuk menyelesaiakan

sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai

penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk

tertulis yang disetujui oleh para pihak.

Penyelesaian sengketa melalui negosiasi relevan dengan pasal

1851 s/d 1864 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa bahwa

perdamaian itu adalah suatu persetujuan dengan mana kedua belah

pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang,

mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau mencegah

timbulnya suatu perkara. Persetujuan harus dibuat secara tertulis

dengan ancaman tidak sah. Kedua mekanisme tersebut memiliki

perbedaan, yaitu pada negosiasi diberikan tenggang waktu penyelesaian

paling lama 14 hari, dan penyelesaian sengketa tersebut harus

dilakukan dalam bentuk pertemuan langsung oleh dan diantara para

pihak yang bersengketa. pertemuan langsung oleh dan diantara para

pihak yang bersengketa. Perbedaan lain adalah bahwa negosiasi

merupakan salah satu lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang

dilaksanakan di luar pengadilan, sedangkan perdamaian dapat

dilakukan baik sebelum proses persidangan pengadilan dilakukan

maupun setelah sidang peradilan dilaksanakan, baik di dalam maupun

di luar pengadilan.

3. Mediasi

Pasal 6 ayat (3) Undang Undang Nomor 39 tahun 1999, atas

kesepakatan tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat

diselesaikan melalui bantuan “seorang atu lebih penasehat ahli”

maupun melalui seorang mediator.

Page 86: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

79

Kesepakatan penyelesaian sengketa atau beda pendapat secara

tertulis adalah pinal dan mengikat bagi para pihak untuk dilaksanakan

dengan itikad baik. Kesepakatan tertulis wajib didaftarkan di

Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

terhitung sejak penandatanganan, dan wajib dilakasanakan dalam

waktu lama 30 (tiga puluh) hari sejak pendaftaran.

Mediator dapat dibedakan mediator yang ditunjuk secara

bersama oleh para pihak dan mediator yang ditujuk oleh lembaga

arbitrase atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang ditunjuk

oleh para pihak.

4. Konsiliasi dan perdamaian

Mekanisme konsiliasi dan perdamaian adalah suatu bentuk

alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan tujuan

untuk mencapai perdamaian secara efektif dan efisien.

5. Pendapat Hukum oleh Lembaga Arbitrase

Pasal 52 Undang Undang Nomor 30 Tahun 1999 menyatakan

bahwa para pihak dalam suatu perjanjian berhak untuk memohon

pendapat yang mengikat dari Lembaga Arbitrase atas hubungan hukum

tertentu dari suatu perjanjian.

Ketentuan ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan dari

pengertian tentang Lembaga Arbitrase yang di berikan dalam pasal 1

angka 8 Undang Undang nomor 30 tahun 1999:

“Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu,

lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat

mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul

sengketa.”

Pendapat hukum yang diberikan lembaga arbitrase bersifat

mengikat (binding) oleh karena pendapat yang diberikan tersebut akan

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian pokok (yang

dimintakan pendapatnya pada lembaga arbitrase tersebut).

Setiap pendapat yang berlawanan terhadap pendapat hukum

yang diberikan tersebut berarti pelanggaran terhadap perjanjian

(breach of contract - wanprestasi). Oleh karena itu tidak dapat

dilakukan perlawanan dalam bentuk upaya hukum apapun.

Page 87: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

80

6. Arbitrase

Arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa

sebenarnya sudah lama dikenal meskipun jarang dipergunakan.

Arbitrase diperkenalkan di Indonesia bersamaan dengan dipakainya

Reglement op de Rechtsvordering (RV) dan Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) ataupun Rechtsreglement Bitengewesten (RBg).

Ketentuan-ketentuan ini sudah tidak berlaku lagi dengan

diundangkannya Undang Undang nomor 30 tahun 1999. Dalam

Undang Undang nomor 14 tahun 1970 (tentang Pokok Pokok

Kekuasaan Kehakiman) keberadaan arbitrase dapat dilihat dalam

penjelasan pasal 3 ayat 1 yang antara lain menyebutkan bahwa

penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau

melalui artibrase tetap dipebolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya

mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau

perintah untuk dieksekusi dari Pengadilan.

Pasal 1 angka 1 Undang Undang nomor 30 tahun 1999

Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar

pengadilan umum yang didasarkan pada Perjanjian Arbitrase yang

dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Pada dasarnya

arbitrase dapat berwujud dalam 2 (dua) bentuk, yaitu: Klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjain tertulis yang dibuat para pihak sebelum timbul sengketa (Factum de compromitendo) atau Suatu perjanjian Arbitrase tersendiri yang dibuat para pihak setelah timbul sengketa (Akta Kompromis) Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan di

luar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif

penyelesaian sengketa lainnya) menurut Pasal 5 ayat (1) Undang

Undang nomor 30 tahun 1999 hanyalah sengketa di bidang

perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang

bersengketa. Kegiatan dalam bidang perdagangan itu antara lain:

perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri dan hak

milik intelektual. Sementara itu ayat 5 (2) nya memberikan perumusan

negatif bahwa sengketa-sengketa yang dianggap tidak dapat

diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan

perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana

diatur dalam KUH Perdata Buku III bab kedelapan belas Pasal 1851 s/d

1854.

Page 88: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

81

Keunggulan penyelesaian sengketa melalui arbitrase

dibandingkan dengan pranata peradilan, yaitu dijamin kerahasiaan

sengketa para pihak, dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan

karena hal prosedural dan administratif, para pihak dapat memilih

arbiter yang menurut pengalaman serta latar belakang yang cukup

mengenai masalah yang disengketakan, jujur dan adil, para pihak dapat

menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya serta

proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase; dan putusan arbiter

merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata

cara (prosedur) sederhana saja ataupun langsung dapat dilaksanakan.

Bagi dunia perdagangan atau bisnis, penyelesaian sengketa

lewat arbitrase atau perwasitan, mempunyai beberapa keuntungan

yaitu bahwa ia dilakukan : dengan cepat, oleh ahli dari, secara rahasia.

B. Penyelesaian Sengketa Melalui Lembaga Mediasi

Terkait dengan penyelesaian klaim asuransi, dapat melalui

lembaga Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI). BMAI didirikan

oleh 150 perusahaan asuransi yang tergabung dalam Assosiasi Asuransi

Jiwa Indonesia (AAJI). Melalui lembaga ini, sengketa klaim asuransi

diharapkan bisa diselesaikan secara lebih murah dan cepat

dibandingkan penyelesaian melalui abitrase atau pengadilan .

BMAI dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bersama

Menteri Koordiantor Bidang Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia,

Menteri Negara BUMN, dan Menteri Keuangan. Salah satu faktor yang

menyebabkan lembaga ini dilirik masyarakat adalah inisiatif dari

perusahaan asuransi untuk membawa sengketa yang terjadi ke BMAI.

Selain itu, lembaga ini tidak menarik biaya sedikit pun kepada

pemegang polis asuransi jika ingin mempersengketakan perusahaan

asuransi .

Adapun prosedur penyelesaian perkara di BMAI ini pada tahap

awal adalah melalui sarana mediasi, yakni memasukkan pihak ketiga

yang netral selaku mediator untuk menjadi fasilitator bagi para pihak

untuk menemukan penyelesaiannya. Penyelesaian disini, sebagaimana

mediasi pada umumnya, semata-mata adalah atas kehendak para pihak.

Mediator dilarang terlalu intervensi, apalagi memutus. Apabila tahap

mediasi mengalami kegagalan maka dilanjutkan ke tingkat ajudikasi

yang ditangani oleh majelis ajudikasi . Apabila putusan yang ditetapkan

oleh majelis belum juga memuaskan, pemegang polis dapat menempuh

upaya hukum ke badan arbitrase atau badan peradilan. Bagi perusahaan

asuransi, keputusan yang dibuat oleh majelis adjudikasi bersifat

Page 89: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

82

mengikat. Dengan demikian, keunggulan penanganan sengketa melalui

BMAI, yaitu lebih sederhana dan prosesnya lebih cepat, serta bagi

nasabah yang tidak puas berhak melakukan upaya hukum sesuai

dengan prosedur yang berlaku

Penanganan sengketa klaim asuransi di BMAI dapat dijabarkan

sebagai berikut :

1. Investigasi Sengketa

a. Setelah menerima formulir kemajuan, mediator

mengecek apakah sengketa memenuhi semua

ketentuan peraturan BMAI.

b. Mediator meminta semua materi dan informasi

terkait dari anggota dan pemohon.

c. Mediator melakukan wawancara dengan para pihak.

d. Mediator mengupayakan musyawarah atau pemohon

dan anggota dapat bersepakat untuk musyawarah.

2. Jangka waktu penyelesaian sengketa, jangka waktu yang wajar

sesuai kompleksitas sengketa

3. Penyelesaian dilanjutkan ke ajudikasi

a. Apabila sengketa dapat diselesaikan melalui

mediasi,mediator harus mencatat semua persyaratan

penyelesaian.

b. Apabila sengketa tidak dapat diselesaikan melalui

mediasi, mediator meminta persetujuan ketua untuk

melanjutkan ke tingkat ajudikasi

4. Pemberian keputusan dan pengikatan

a. Apabila majelis adjudikasi mencapai suatu keputusan,

majelis akan menuliskan dan akan menandatangani

dasar-dasar keputusan.

b. Salinan keputusan disimpan dalam file ajudikasi

c. Apabila pemohon menerima keputusan, anggota akan

terikat dan para pihak menandatangani perjanjian

penyelesaian sesuai dengan keputusan tersebut.

d. Apabila pemohon menolak keputusan majelis

ajudikasi, kedua belah pihak bebas melakukan upaya

penyelesaian sesuai ketentuan polis.

Tidak semua sengketa asuransi dapat ditangani BMAI. Hanya

sengketa senilai maksimal 500 juta rupiah untuk klaim asuransi umum

serta maksimal 300 juta rupiah asuransi jiwa. Disampiing itu, sebelum

Page 90: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

83

dibawa ke BMAI, setidaknya terlebih dahulu telah ada upaya

penyelesaian internal dalam perusahaan .

Adapun yang tidak bisa ditangani oleh BMAI adalah sengketa

terkait penetapan premi, kebijakan yang berhubungan dengan

pertimbangan komersial, standar rata-rata premi, kasus yang

berhubungan dengan kejahatan asuransi, keluhan yang diajukan lebih

dari 6 (enam) bulan setelah putusan penolakan dari perusahaan

asuransi, kasus yang diselesaikan secara damai, kasus yang pernah

dibawa ke arbitrase/pengadilan, maupun kasus yang dalam proses

investigasi pihak berwajib .

Page 91: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

84

BAB VIII

SANKSI TERHADAP PERASURANSIAN

Sanksi yang dikenakan kepada usaha perasuransian berupa

sanksi administratif dan sanksi pidana. Otoritas Jasa Keuangan

merupakan lembaga yang memiliki otoritas untuk menjatuhkan sanksi

administratif. Sedangkan untuk sanksi pidana menjadi otoritas lembaga

peradilan. Pada Undang-Undang Perasuransian, sanksi diatur pada

pasal 70 sampai dengan pasal 82.

Paragraf-paragraf berikut ini akan menguraikan sanksi

terhadap usaha usaha perasuransian.

A. Sanksi Administratif

Pada Pasal 70 disebutkan Otoritas Jasa Keuangan berwenang

mengenakan sanksi administratif kepada Setiap Orang yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau

peraturan pelaksanaannya. Bentuk sanksi administratif disebutkan pada

Pasal 71 ayat (2) yaitu peringatan tertulis, pembatasan kegiatan usaha

untuk sebagian atau seluruh kegiatan usaha, larangan untuk

memasarkan produk asuransi atau produk asuransi syariah untuk lini

usaha tertentu, pencabutan izin usaha, pembatalan pernyataan

pendaftaran bagi Pialang Asuransi, Pialang Reasuransi, dan Agen

Asuransi, pembatalan pernyataan pendaftaran bagi konsultan aktuaria,

akuntan publik, penilai, atau pihak lain yang memberikan jasa bagi

Perusahaan Perasuransian, pembatalan persetujuan bagi lembaga

mediasi atau asosiasi, denda administratif.

Selain itu sanksi administratif yang dapat dikenakan adalah

larangan menjadi pemegang saham, Pengendali, direksi, dewan

komisaris, atau yang setara dengan pemegang saham, Pengendali,

direksi, dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi

atau usaha bersama, dewan pengawas syariah, atau menduduki jabatan

eksekutif di bawah direksi, atau yang setara dengan jabatan eksekutif di

bawah direksi.

Pada ayat (2) dan ayat (3) memberikan kewenangan kepada

Otoritas Jasa keuangan untuk menilai Kondisi Perusahaan

Perasuransian membahayakan kepentingan pemegang Pemegang Polis,

Tertanggung, atau Peserta antara lain bila kondisi keuangan perusahaan

memburuk secara drastis, pemegang saham tidak kooperatif, dan/atau

Page 92: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

85

direksi dan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan komisaris

pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama, tidak

memiliki jalan keluar untuk mengatasi permasalahan. Dalam hal

Otoritas Jasa Keuangan menilai kondisi Perusahaan Perasuransian

membahayakan kepentingan Pemegang Polis, Tertanggung, atau

Peserta, Otoritas Jasa Keuangan dapat langsung mengenakan sanksi

pencabutan izin usaha. Selanjutnya, pada ayat (3) menyebutkan

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pengenaan

sanksi administratif, serta besaran denda sanksi administratif diatur

dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya pada ayat Pasal 72 menyebutkan dalam hal

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dikenai sanksi

peringatan tertulis atau pembatasan kegiatan usaha, Otoritas Jasa

Keuangan dapat memerintahkan:

a. penambahan modal;

b. penggantian direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan

direksi dan dewan komisaris pada badan hukum berbentuk

koperasi atau usaha bersama, dewan pengawas syariah,

aktuaris perusahaan, atau auditor internal;

c. direksi, dewan komisaris, atau yang setara dengan direksi dan

dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau

usaha bersama, dan/atau dewan pengawas syariah

menyerahkan pengendalian dan pengelolaan kegiatan

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah

kepada Pengelola Statuter;

d. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah

mengalihkan sebagian atau seluruh portofolio pertanggungan

kepada Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah lain;

dan/atau

e. Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah

melakukan tindakan yang dinilai dapat mengatasi kesulitan

atau tidak melakukan tindakan yang dinilai dapat

memperburuk kondisi perusahaan.

Page 93: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

86

Selanjutnya pada ayat (2) menyebutkan dalam hal tindakan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat mengatasi kesulitan

yang dihadapi Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah, Otoritas Jasa

Keuangan dapat mencabut izin usaha Perusahaan Asuransi, Perusahaan

Asuransi Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi

syariah.

Kemudian pada ayat (3) menyebutkan Otoritas Jasa Keuangan

dapat meminta instansi yang berwenang untuk memblokir sebagian

atau seluruh kekayaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi

Syariah, perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah

yang sedang dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha karena tidak

memenuhi ketentuan tingkat solvabilitas atau dicabut izin usahanya.

Pencabutan blokir terhadap sebagian atau seluruh kekayaan dilakukan

setelah memperoleh persetujuan dari Otoritas Jasa Keuangan.

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pemblokiran

dan pencabutan blokir diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

B. Sanksi Pidana

1. Izin Usaha

Pasal 73 menyebutkan pelanggaran terhadap izin usaha yang

dilakukan oleh setiap orang yang menjalankan kegiatan usaha asuransi,

usaha asuransi syariah, Usaha Reasuransi, atau Usaha Reasuransi

Syariah dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)

tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus

miliar rupiah). Selanjutnya pada ayat (2) menyebutkan setiap Orang

yang menjalankan kegiatan Usaha Pialang Asuransi atau Usaha Pialang

Reasuransi tanpa izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat

(1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan

pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Kemudian pada ayat (3) menyebutkan setiap Orang yang menjalankan

kegiatan Usaha Penilai Kerugian Asuransi tanpa izin usaha sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00

(satu miliar rupiah).

2. Laporan, informasi, dan data perusahaan

Pasal 74 menyebutkan jika anggota direksi, anggota dewan

komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota dewan

Page 94: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

87

komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha bersama

anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan, auditor

internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan Perasuransian

yang dengan sengaja memberikan laporan, informasi, data, dan/atau

dokumen kepada Otoritas Jasa Keuangan yang tidak benar, palsu

dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp10.000.000.000,00

(sepuluh miliar rupiah). Selanjutnya, jika anggota direksi, anggota

dewan komisaris, atau yang setara dengan anggota direksi dan anggota

dewan komisaris pada badan hukum berbentuk koperasi atau usaha

bersama, anggota dewan pengawas syariah, aktuaris perusahaan,

auditor internal, Pengendali, atau pegawai lain dari Perusahaan

Perasuransian yang dengan sengaja memberikan informasi, data

dan/atau dokumen, kepada pihak yang berkepentingan yang tidak

benar, palsu dan/atau menyesatkan dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak

Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Sedangkan jika setiap Orang yang dengan sengaja tidak

memberikan informasi atau memberikan informasi yang tidak benar,

palsu, dan/atau menyesatkan kepada Pemegang Polis, Tertanggung,

atau Peserta dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah).

3. Penggelapan Premi atau Kontribusi

Pasal 76 menyebutkan jika menggelapkan Premi atau

Kontribusi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun

dan pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar

rupiah). Kemudian pasal pasal Pasal 77 menyebutkan jika

menggelapkan dengan cara mengalihkan, menjaminkan,

mengagunkan, atau menggunakan kekayaan, atau melakukan tindakan

lain yang dapat mengurangi aset atau menurunkan nilai aset

Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, perusahaan

reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah tanpa hak dipidana

dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan pidana denda

paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

Page 95: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

88

4. Pemalsuan Dokumen

Pasal 78 menyebutkan jika melakukan pemalsuan atas

dokumen Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,

perusahaan reasuransi, atau perusahaan reasuransi syariah dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan pidana denda

paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selanjutnya,

Pasal 79 menyebutkan anggota direksi dan/atau pihak yang

menandatangani polis baru dari Perusahaan Asuransi atau Perusahaan

Asuransi Syariah yang sedang dalam pengenaan sanksi pembatasan

kegiatan usaha dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas

miliar rupiah).

Sedangkan jika setiap Orang, yang ditunjuk atau ditugasi oleh

Otoritas Jasa Keuangan, yang menggunakan atau mengungkapkan

informasi apapun yang bersifat rahasia kepada pihak lain, kecuali dalam

rangka pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan

keputusan Otoritas Jasa Keuangan atau diwajibkan oleh undang-

undang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan

pidana denda paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar

rupiah).

5. Tindak Pidana Korporasi

Pasal 81 menyebutkan jika tindak pidana dilakukan oleh

korporasi, pidana dijatuhkan terhadap korporasi, Pengendali, dan/atau

pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi. Pidana

dijatuhkan terhadap korporasi apabila tindak pidana:

a. dilakukan atau diperintahkan oleh Pengendali dan/atau

pengurus yang bertindak untuk dan atas nama korporasi;

b. dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan

korporasi;

c. dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi

perintah; dan

d. dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi

korporasi.

Pada Pasal 82 disebutkan jika pidana yang dijatuhkan terhadap

korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp600.000.000.000,00

(enam ratus miliar rupiah).

Page 96: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

89

BAB IX

DASAR HUKUM PROGRAM JAMINAN SOSIAL DI INDONESIA

A. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Ketentuan tentang jaminan sosial dalam UUD Tahun 1945,

ditemukan pada Pasal 28 H ayat (3) yang berbunyi, “setiap orang berhak

atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara

utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Pasal ini membahas tentang

hak setiap manusia untuk mendapatkan penghidupan yang layak, sebab

dalam pengertian jaminan sosial pun dijelaskan menegenai

kesejahteraan sosisal bagi masyarakat. Disini masyarakat memiliki hak

untuk mendapatkan perlindungan terhadap kondisi yang diketahui

sosial, termasuk kemiskinan, usia lanjut, kecacatan,keluarga, dan lain-

lain. Dengan begitu masyarakat dapat terjamin penghidupannya.

Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 juga terdapat

ketentuan tentang Jaminan Sosial bagi masyarakat. Dalam Pasal

tersebut menjelaskan bahwa Negara mengembangkan sistem jaminan

sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah

dan tidak mampusesuai dengan martabat kemanusiaan.

B. Undang-Undang

Pada peraturan tingkat Undang-Undang ditemukan beberapa

ketentuan yang mengatur tentang jaminan sosial, diantaranya yaitu,

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), Undang-Undang No.

9 tahun 1969 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-Bentuk Usaha

Negara Menjadi Undang-Undang, UU Nomor 11 Tahun 1969 Tentang

Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda dan Duda Pegawai, UU Nomor 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 40 Tahun 2004

Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

C. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang

Dalam KUHD terdapat beberapa pasal yang terkait mengenai

jaminan sosial. Pertama, Pasal 246 berbunyi, Asuransi atau

pertanggungan adalah perjanjian, di mana penanggung mengikat diri

terhadap tertanggung dengan memperoleh premi, untuk memberikan

kepadanya ganti rugi karena suatu kehilangan, kerusakan, atau tidak

Page 97: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

90

mendapat keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dapat

diderita karena suatu peristiwa yang tidak pasti. Pasal ini dimasukkan

dalam penelitian ini, sebab dalam jaminan sosial menggunakan sistem

asuransi dengan membayar premi tiap bulannya.

Pasal 255 KUHD menjelaskan bahwa Pertanggungan harus

dilakukan secara tertulis dengan akta, yang diberi nama polis. Apabila

ada pihak yang ingin menjadi anggota untuk mengikuti jaminan sosial

maka semuanya harus melakukan perjanjian terlebih dahulu, dan

D. UU Nomor 11 Tahun 1969 Tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun

Janda dan Duda Pegawai

Dalam Undang-Undang ini pasal yang terkait antara lain Pasal

6, dalam Pasal ini dijelaskan mengenai masa kerja yang dihitung untuk

penetapan hak dan besarnya pensiun.

Pasal 9 yang menjelaskan mengenai hak atas pensiun pegawai. Dalam

Pasal tersebut dijelaskan mengenai hak-hak yang dapat diterima oleh

pegawai yang pensiun.

E. UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Undang-Undang ini terdapat Pasal-Pasal yang mengatur

mengenai Jaminan Sosial, misalnya pada Pasal 41 ayat (1) menjelaskan

bahwa setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan

untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh.

Pasal lainnya adalah Pasal 71 menjelaskan bahwa Pemerintah wajib dan

bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan dan

memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini,

peraturan perundang-undangan yang lain dan hukum internasional

tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik

Indonesia.

F. UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional menjelaskan segala peraturan mengenai

jaminan sosial, sebab Undang-Undang ini menjadi dasar hukum utama

diadakannya Program Jaminan Sosial yang diadakan oleh pemerintah

guna untuk mensejahterakan rakyatnya. Misalnya pada Konsideran

Menimbang huruf a menjelaskan bahwa setiap orang berhak atas

jaminan sosial untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang

layak dan meningkatkan martabatnya menuju terwujudnya masyarakat

Page 98: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

91

Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur. Pasal 1 angka 1

menjelaskan bahwa jaminan sosial adalah salah satu bentuk

perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat

memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak.

Jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia memiliki

landasan yuridis setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jamian Sosial Nasional. UU SJSN

mengamanatkan agar seluruh rakyat dapat memenuhi kebuthan dasar

manusia sehingga mampu untuk hidup layak serta menghidupi

keluarganya. Jaminan sosial diperlukan demi tercapainya suatu kondisi

keamanan sosial ekonomi berdasarkan pada asas-asas kemanusiaan,

manfaat dan keadilan guna meujudkan Negara kesejahteraan66. Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial adalah badan hukum yang dibentuk

untuk menyelenggarakan program jaminan sosial67.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan

Undang-Undang68. PT. Jamsostek merupakan salah satu BPJS yang

diakui oleh Undang-Undang SJSN dan diatur berdasarkan Undang-

Undang. Penyelenggaraan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang

ada belum sepenuhnya dibentuk dengan Undang-Undang. Sejak

berlakunya Undang-Undang tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional,

badan penyelenggara jaminan sosial yang ada dinyatakan sebagai Badan

Penyelenggara jaminan sosial.

Bentuk badan hukum BPJS dibentuk dengan UU SJSN agar dapat

menyelenggarakan sistem proteksi dasar bagi seluruh rakyat indoensia

sesuai dengan asas dan prinsip UU SJSN. Dalam rangka menciptakan

kesejahteraan masyarakat, BPJS seharunya dapat mengedepankan

prinsip-prinsip sesuai dengan undang-undang SJSN. Hal ini diperlukan

agar BPJS dapat memproteksi jenis-jenis jaminan sosial sesuai dengan

kebutuhan masyarakat. Penyelenggaraan Jaminan Sosial seharusnya

dapat mengakomodir berbagai jenis program jaminan sosial seperti :

jaminan kesehatan, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan

kecelakaan kerja, dan jaminan pension dan jaminan kesehatan.Undang-

Undang mengamanatkan BPJS yang ada menurut aturan tersebut agar

66Jurnal, Badan Hukum BPJS Dalam Penyelenggaraan SJSN : Kelebihan dan

Kekurangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Jakarta, 9 Juni 2010. Hal, 3.

67Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 1 angka 6, LN Nomor 150 TLN Nomor 4456.

68Ibid, Pasal 5 ayat (1).

Page 99: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

92

menjalankan tugasnya sesuai dengan prinsip-prinsip SJSN. Hal ini

menjadikan PT. Taspen, PT. ASABRI, PT. JAMSOSTEK, PT. ASKES

sebagai Badan Hukum Milik Negara (BUMN) harus menyesuaikan

dengan prinsip-prinsip SJSN.

G. Peraturan Pelaksana

Peraturan pelaksana memiliki kedudukan sebagai penjelasan

lebih lanjut dari penjelasan Undang-Undang. Dalam melaksanakan

Program Taspen, tidak hanya diatur dalam Undang-Undang saja.

Namun juga menggunakan Peraturan-Peraturan yang terkait

didalamnya, yaitu sebagai berikut:

1. PP Nomor 10 Tahun 1963 Tentang Tabungan dan Asuransi Pegawai

Negeri

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1963 berisi

mengenai Peraturan atau dasar hukum diadakannya Tabungan

Asuransi Pegawai Negeri. Dalam peraturan tersebut terdapat aturan

siapa saja yang dapat menjadi peserta, kewajiabn, hak, hingga saat

berakhirnya peserta. Pada Pasal 1 menjelaskan mengenai istilah-istilah

dalam Peraturan Pemerintah tersebut. Pasal 2 menjelaskan mengenai

kewajiban menjadi peserta program Tabungan dan Asuransi Pegawai

Negeri. Pasal 3 menjelaskan mengenai iuran yang wajib dibayar oleh

peserta, dalam pasal tersebut mengatur besarnya iuran yang harus

dibayarkan. Dan Pasal-pasal lain yang menjelaskan tentang ketentuan-

ketentuan program Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri.

2. PP Nomor 32 Tahun 1979 Tentang Pemberhentian Pegawai negeri

Sipil

Dalam Peraturan Pemerintah ini ada beberapa pasal-pasal yang

menjadi dasar hukum dalam program jaminan sosial. Misalnya pada

pasal 18, dalam pasal tersebut menjelaskan tentang Pegawai Negeri Sipil

yang berhak mendaptkan pension. Sebab, dalam program jaminan

sosial para pesertanya dapat menerima jaminan tersebut apabila mereka

telah pensiun.

3. PP Nomor 25 Tahun 1981 Tentang Asuransi Sosial Pegawai Negeri

Sipil

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 1981 terdapat

pasal-pasal yang menjadi dasar hukum penting dalam penyelenggaraan

program asuransi sosial pegawai negeri. Misalnya pada Pasal 1 terdapat

pengertian dari Tabungan Hari Tua yang itu merupakan salah satu

bentuk dari program Jaminan Sosial yangdilaksanakan oleh PT. Taspen.

Page 100: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

93

Adapun pada Pasal 10 menjelaskan tentang Pegawai Negeri yang

berhak mendapatkan dana dalam program tersebut.

Page 101: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

94

BAB X

KEDUDUKAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

DI INDONESIA

Badan Hukum Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Penyelenggaraan jaminan sosial perlu dibentuk suatu badan agar

dapat menjalankan amanat Undang-Undang SJSN dengan membentuk

suatu badan hukum. Bentuk badan hukum BPJS seharusnya dapat

mengikuti amanat UU SJSN, sehingga program jaminan sosial yang

sesuai dengan prinsip-prinsip SJSN.

Selain itu, BPJS yang ada dapat menyelenggarakan jaminan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia. Bentuk badan hukum yang sesuai ketiga

asas dan Sembilan prinsip UU SJSN adalah “BADAN HUKUM PUBLIK

WALI AMANAT” atau BADAN HUKUM PUBLIK SEMI OTONOM69.

Hingga saat ini, penyelenggaraan jaminan sosial di Indonesia

sebagaimana disebutkan dalam UU SJSN belum dapat terlaksana karena

bentuk badan hukum BPJS yang ada sekarang merupakan badan hukum

privat. BPJS yang dimaksud adalah PT. Jamsostek, PT. Askes, PT.

Taspen dan PT. Asabri yang berbadan hukum persero.

Bentuk-bentuk badan hukum baik yang bersifat privat maupun

publik adalah sebagai berikut70 :

1. Badan Hukum Publik, yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan

ukum public atau yang menyangkut kepentingan publik atau orang

banyak atau Negara pada umumnya terdiri dari :

a. Otonom, yaitu institusi yang dibentuk dengan UUD 1945 dan UU

yang memiliki hak dan kewajiban konstitusional serta memiliki

otoritas pengawasan serta regulasi secara penuh dengan tujuan

memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap potensi

kerugian sosial ekonomi sebagai dampak dari kebijakan publik,

seperti kementerian, Bank Indonesia, Kejaksaan Agung dan BKPM.

b. Semi Otonom, yaitu institusi independen yang dibentuk dengan

UU yang mempunyai hak dan kewajiban konstitusional dengan

69Jurnal, Badan Hukum BPJS Dalam Penyelenggaraan SJSN : Kelebihan dan

Kekurangan, Dewan Jaminan Sosial Nasional, Hal, 7. 70Nindya Waras Sayekti & Yuni Sudarwati, Analisis Terhadap Badan

Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam buku, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan

Publik, Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indoensia, Jakarta, 2010. Hal.5-6.

Page 102: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

95

tujuan menyelenggarakan program-program Negara yang

berdasarkan UU, seperti Perguruan Tinggi Negeri, sebagai Badan

Hukum Pendidikan (BHP), BPS, BKKBN.

2. Badan Hukum Privat yaitu badan hukum yang didirikan berdasarkan

hukum sispil atau perdata yang menyangkut kepentingan pribadi orang

didalam badan hukum itu, terdiri dari :

a. Perum dan Persero yaitu badan usaha yang dibentuk dengan modal

awal oleh pemerintah atau kumpulan modal milik pemerintah dan

atau orang per orang dengan tujuan memberikan pelayanan publik

komersial.

b. Koperasi, yaitu kumpulan anggota yang dibentuk untuk usaha

bersama yang dibiayai dari iuran anggota dengan tujuan

memperoleh sisa hasil usaha untuk kesejahteraan anggota.

c. Yayasan yaitu kumpulan orang per orang yang dibentuk untuk misi

sosial dan kemanusiaan yang berfungsi sebagai kontrol sosial.

Yayasan menurut Undang Undang No. 16 Tahun 2001 tentang

Yayasan memeiliki karakteristik antara lain memiliki tujuan dalam

bidang sosial, keagamaan dan kemanusiaan dan satu cirri khusus

yaitu yayasan tidak memiliki anggota.

d. Perorangan yaitu seseorang yang menawarkan jasa karena

kompetensinya kepada masyarakat dengan orientasi bisnis dan hal

lain.

Apabila dilihat dari prinsip-prinsip penyelenggaraan jaminan

sosial, keempat perusahaan sebagian besar tidak memenuhi prinsip

penyelenggaraan jaminan sosial, yaitu71 :

1. Prinsip kegotong royongan

PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen dan PT. Asabri yang merupakan

persero ini memungkinkan diadakannya kepesertaan wajib. Namun

ternyata dalam pelaksanaannya masih terbatas. Prinsip ini terwujud

dalam kepesertaan wajib. Seyogyanya hal ini dapat dikelola oleh ke

empat persero tersebut, namun ternyata dalam pelaksanaannya hanya

untuk sebagian penduduk Indonesia. Bagi pegawai negeri sipil (PNS)

belum meliputi program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), sementara

bagi kelompok pekerja formal swasta belum memiliki Jaminan

Kesehatan (JK) dan Jaminan Pensiun (JP). Karena itu ke empat persero

ini belum sesuai dengan prinsip jaminan sosial.

2. Prinsip nirlaba

71Op.Cit, Hal. 13-15 .

Page 103: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

96

Prinsip nirlaba mengharuskan bahwa, pengelolaan usaha yang

mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi seluruh peserta. Sedangkan

maksud dan tujuan persero selain menyediakan barang dan/ jasa yang

bermutu tinggi dan berdaya saing kuat juga untuk mengerjar

keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan. Karena itu ke empat

persero ini tidak sesuai dengan prinsip nirlaba.

3. Prinsip keterbukaan

Ke empat persero saat ini hanya memberikan informasi-informasi

terkait jumlah dana bahkan rencana operasional hanya kepada

pemegang saham. Sementara nasabah, pembeli, klien atau pemegang

polis tidak berhak untuk mengetahui hal tersebut. Idealnya semua

peserta adalah pemilik atau pemegang saham BPJS. Oleh karenanya

semua informasi dan keputusan strategis harus diketahui dan juga

disetujui oleh peserta melalui suatu perwakilan yang dipercaya.

Berdasarkan uraian tersebut ke empat persero belum memenuhi prinsip

keterbukaan.

4. Prinsip kehati-hatian

Idealnya sebuah BPJS hanya menerima uang masuk dari iuran wajib

dan hasil pengembangannya. Prestasi direksi hanya dari efisiensi

penyelenggaraan dan tingginya hasil pengembangan, itupun diatur

ketat. Direksi tidak akan memiliki kebebasan penuh dalam mengatur

investasi dana yang terkumpul. Dana jaminan sosial hanya bisa di

investasikan dalam portofolio terbatas. Portofolio investasi dalam

saham, valuta asing atau property akan sangat dibatasi karena risiko

fluktuasi yang tinggi. Begitu juga dana premi asuransi komersial diatur

ketat. Namun dalam pelaksanaannya, masih ditemui penggunaan

investasi dalam saham 14.044.083 (dalam jutaan rupiah) dan investasi

dalam property 487.239 (dalam jutaan rupiah) dari total investasi

80.700.277 (dalam jutaan rupiah) pada PT jamsostek atau hanya sekitar

18% dari total investasi. Karena itu keempat persero itu belum

sepenuhnya memenuhhi prinsip jaminan sosial.

5. Prinsip akuntabilitas.

Keempat persero yang sahamnya mayoritas dimiliki pemerintah ini

memiliki struktur pemasukan dana yang berbeda dengan struktur

pemasukan dan BPJS. Idealnya struktur pemasukan dana BPJS yang

tidak berbeda dengan penerimaan pajak dan pengelolaan dana amanat

yang bukan pemilik saham, maka akuntabilitas BPJS berbeda dengan

Badan Hukum yang lain. Dalam konsep BPJS, semua peserta

Page 104: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

97

sesungguhnya menjadi pemilik dana, mirip konsep Asuransi Bersama

(mutual) Transaksi (membayar iuaran wajib oleh perorangan, majikan

atau pemerintah) bersifat wajib. Keempat persero tidak bisa memenuhi

prinsip jaminan sosial.

6. Prinsip portabilitas.

Kepesertaan dalam Jamsostek hanya terbatas untuk pekerja sector

formal. Sehingga ketika peserta berpindah ke sector yang lain otomatis

kepesertaan berhenti. Begitu juga untuk kepesertaan di Askes, Taspen

dan Asabri. Kepesertaan pada jaminan sosial oleh keempat Persero juga

belum memiliki sifat berkelanjutan dimanapun peserta berada. Karena

itu pelaksanaan jaminan sosial oleh keempat persero belum memenuhi

prinsip portabilitas.

7. Prinsip kepesertaan bersifat wajib.

Kepesertaan di PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri dan PT Taspen masih

terbatas. Data menunjukan bawa hanya sekitar 20 persen penduduk

Indonesia yang baru tercover oleh jaminan sosial yang diselenggarakan

oleh keempat badan ini. Itupun juga masih terbatas pada pekerja formal

dan mereka juga membayar iuran. Belum ada asuransi sosial untuk

pekerja non formal ataupun masyarakat miskin/kurang mampu yang

iuran/premi seharusnya dibayar oleh pemerintah. Seharusnya jaminan

sosial bersifat wajib. Karena itu semua masyarakat akan memiliki hak

yang sama terhadap pelayanan jaminan sosial. Sehingga keempat badan

ini tidak memenuhi prinsip kepesertaan bersifat wajib.

8. Prinsip dana amanat

Ke empat badan ini adalah persero yang memiliki keawjiban untuk

menyetor deviden dan pajak penghasilan kepada pemerintah.

Sedangkan jika memakai konsep dana amanat maka seharusnya BPJS

tidak perlu melakukan setoran dividend dan pajak penghasilan kepada

pemerintah. Karena itu ke empat badan ini tidak memenuhi prinsip

dana amanat.

9. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial.

Prinsip pengelolaan dana jaminan sosial dalam ketentuan ini adalah

hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk

peserta. Jaminan sosial BPJS wajib membentuk cadangan teknis sesuai

dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.

Cadangan teknis menggambarkan kewajiban BPJS yang timbul dalam

rangka memenuhi kewajiban peserta72. Namun selama keempat badan

7217 Ketentuan Pembeda BUMN, PT & BPJS (http.//sjsn.menkokesra.go.id,

diakses 29 april 2010) mengutip dari Nindya Waras Sayekti & Yuni Sudarwati,

Page 105: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

98

ini masih berbentuk persero dan masih memiliki kewajiban menyetor

deviden pajak penghasilan kepada pemerintah sebagai pemegang saham

mayoritas, maka prinsip ini tidak akan terpenuhi. Hasil pengelolaan dan

jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

program untuk sebesar-bersarnya kepentingan peserta.

1. Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial.

Mahkamah Konstitusi adalah salah satu pelaku kekuasaan

kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

Negara republik Indonesia Tahun 194573. Dalam tugasnya mahkamah

konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan akhir yang

putusannya bersifat final, salah satunya adalah menguji undang-undang

atas undang-undang dasar. Pengujian Undang-Undang dan peraturan

perundang-undangan dapat dilakukan terhadap seluruh ketentuan

peraturan perundang-undangan sebelum ataupun sesudah UUD 194574.

Apabila seseorang merasa dirugikan hak konstitusionalnya maka dapat

mengajukan diri sebagai pihak pemohon kepada Mahkamah Konstisusi

dengan menguraikan secara jelas dalam permohonannya tentang hak

dan atau kewenangan konstitusionalnya. Seperti, pengajuan uji materi

Undang-Undang atas Undang-Undang Dasar. Perkara yang diajukan

Nomor 007 PUU-II/2005 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

merupakan badan penyelenggara yang diharapkan mampu

melaksanakan asas-asas dan prinsip-prinsip SJSN. Terkait putusan

Mahkamah Konstitusi atas permohonan pemohon dari berbagai BPJSD

yang diselenggarakan berdasarkan Peraturan daerah, Hakim Konstitusi

menganggap pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) bertentangan dengan Undang-

Undang Dasar dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Pendapat itu dikemukakan dalam amar putusan Mahkamah Kontitusi

Nomor 007 PUU-II/2005 tanggal 31 agustus 2005. Untuk menjalankan

program jaminan sosial tidak sepenuhnya menjadi hak eksklusif

Pemerintah Pusat, melainkan juga menjadi tanggung jawab pemerintah

daerah sebagaimana penjabaran dari pasal 22 huruf h UU Pemerintah

Analisis Terhadap Badan Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam Buku Jurnal Ekonomi &

Kebijakan Publik hal 15. 73Indonesia, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi, Pasal 1 angka 1. 74Rahmat Bagja, Melanjutkan Pelembagaan Mahkamah Konstitusi : Usulan

Perubahan Terhadap Undang-Undang RI No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi, Democratic Reform Support Program, Jakarta, 2008, Hal.

Page 106: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

99

Daerah. Keputusan MK sesungguhnya banyak mengubah arti UU SJSN

hanya mempertegas bahwa daerah mempunyai hak mendirikan BPJS di

daerah75. Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa UU SJSN telah

cukup memenuhi maksud Pasal 34 ayat (2) UUD 1945, dalam arti

bahwa sistem jaminan sosial yang dipilih UU SJSN telah cukup

menjabarkan maksud Undang-Undang Dasar yang menghendaki agar

sistem jaminan sosial yang dikembangkan mencakup seluruh rakyat

dan bertujuan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat yang

lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, namun

Mahkamah tidak sependapat dengan pendirian Pemerintah maupun

Dewan Perwakilan Rakyat yang menyatakan bahwa kewenangan

untuk menyelenggarakan sistem jaminan sosial tersebut secara

eksklusif merupakan kewenangan Pemerintah (Pusat), sebagaimana

tercermin dariketentuan dalam Pasal 5, khususnya ayat (4), UU SJSN76.

Pokok-pokok pikiran yang dapat disampaikan berkenaan

dengan bentuk BPJS sesuai UU SJSN dan hasil putusan MK nomor

007/PUU-III/2005 tanggal 18 agustus 2005 adalah sebagai berikut77 :

1. BPJS adalah badan hukum yang dibentuk menyelenggarakan program

jaminan sosial (kesehatan, kecelakaan kerja, hari tua, pension,

kematian).

2. BPJS harus dibentuk dengan Undang-Undang.

3. BPJS berkedudukan dan berkantor pusat di ibu kota Negara.

4. BPJS dalam penyelenggarannya berdasarkan prinsip nirlaba;

keterbukaan; kehati-hatian; akuntabilitas; portabilitas; dana amanat.

Prinsip-prinsip tersebut memiliki pengertian sebagai berikut :

a. Kegotongroyongan, prinsip ini diwujudkan dalam mekanisme

gotongroyong dari perserta yang mampu kepada peserta yang

kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh

rakyat.

75Hasbullah Thabrany, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional :

Sebuah Policy Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS,

Jakarta, 2009, hal. 3. 76Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi, Dalam Perkara Nomor 007/PUU-

III/2005. 77Nindya Waras Sayekti & Yuni Sudarwati, Analisis Terhadap Badan

Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam buku, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan

Publik, Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indoensia, Jakarta. Hal. 9-11.

Page 107: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

100

b. Nirlaba, pengelolaan dana tidak dimaksudkan untuk mencari

laba (nirlaba) bagi bdana penyelenggara jaminan sosial, karena

tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial adalah untuk

memenui sebesar-besarnya kepentingan peserta.

c. Keterbukaan, merrupakan suatu keharusan dalam jaminan sosial

karena dana yang dikelola merupakan dana milik perserta oleh

karenanya akses informasi yang lengkap, benar dan jelas bagi

setiap peserta harus dipermudah.

d. Kehati-hatian, pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan

tertib.

e. Akuntabilitas, pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan

yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

f. Portabilitas, jaminan sosial dimaksudkan untuk memberi

jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah

pekerjaan atau tempat tiggal dalam wilayah Negara kesatuan

Republik Indonesia.

g. Kepesertaan besifat wajib, kepesertaan besifat wajib

dimaskudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta hingga

terlindungi.

h. Dana amanat, dana amanat terkumpul dari iuran peserta

merupakan titipan kepada badan-badan penyelenggara untuk

dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana

tersebut untuk kesejahteraan peserta.

i. Hasil pengelolaan dana jaminan sosial nasional, hasil deviden

dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan

peserta jaminan sosial.

5. Peserta memiliki tugas dan kewajiban :

a. Menyelenggarakan program jaminan sosial;

b. Memberikan nomor identitas tunggal kepada setiap peserta dan

anggota keluarganya.

c. Memberikan informasi tentang hak dan kewajiban kepada

peserta untuk mengikuti ketentuan yang berlaku.

d. Membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan

kepada peserta paling lambat lima belas hari terhitung sejak

permintaan pembayaran diterima.

e. Mengelola dan mengembangkan Dana Jaminan Sosial secara

optimal dengan mempertimbangkan aspek likuiditas,

solvabilitas, kehati-hatian, keamanan dana, dan hasil yang

memadai.

Page 108: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

101

f. Mengelola pembukuan sesuai dengan standart akuntansi yang

berlaku.

g. Memberikan informasi tentang akumulasi iuran dan hasil

pengembangan serta manfaat dari jenis program jaminan hari

tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian sekurang-kurangnya

sekali dalam satu tahun.

h. Membentuk cadangan teknis sesuai dengan standart praktek

akuntansi yang lazim dan berlaku umum.

6. BPJS memiliki hak dan kewajiban :

a. Menerima iuran program jaminan sosial;

b. Mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem kendali mutu

pelayanan, dan sistem pembayaran pelayanan kesehatan untuk

meningkatkan efisiensi dan efektifitas jaminan kesehatan.

c. Menjalin kerja sama dengan fasilitas kesehatan milik pemerintah

atau swasta.

d. Membuat kesepakatan dengan asosiasi fasilitas kesehatan mengenai

besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan.

e. Menerima hasil monitoring dan evaluasi tentang program jaminan

sosial yang diselenggarakan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional.

7. BPJS memiliki larangan :

Melakukan subsidi silang antar program dengan membayarkan manfaat

suatu program dari dana program lain tidak diperkenankan.

Putusan Mahkamah Konstitusi sangat mendorong BPJS untuk

segera ditetapkan. Akan tetapi, BPJS yang ada sekarang merupakan

Badan Usaha Milik Negara yang tujuan utamanya adalah mendapatkan

keuntungan. Sedangkan untuk penyelenggaraan jaminan sosial

dibutuhkan suatu wadah yang memiliki sifat mewakili kepentingan

peserta. Hal ini yang menjadi polemik pembentukan BPJS baik secara

dilebur maupun dibentuk BPJS baru selain dari keempat persero BUMN

yang ada.

A. Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebagai Bentuk Pemenuhan Hak Asasi

Manusia

Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang

Page 109: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

102

bermartabat78. Pengembangan jaminan sosial dapat di implementasikan

dengan suatu sistem proteksi terhadap suatu keadaan sosial.

Sisitem Jaminan Sosial Naisonal diselenggarakan berdasarkan asas

kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia79. Tujuan dari pembentukan jaminan sosial agar tercapainya

taraf keidupan setiap orang, tanpa terkecuali, sebagai bentuk

pemenuhan kehidupan yang layak serta bermartabat. Setiap orang

berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf

hidupnya80. Hal ini diperlukan sebagai bentuk pemenuhan hak asasi

manusia dalam bentuk jaminan sosial serta dijamin dalam Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentng Hak Asasi Manusia. Asas

penyelenggaran sistem jaminan sosial nasional salah satunya

berdasarkan asas kemanusiaan dan mempunyai manfaat bagi seluruh

rakyat Indonesia.

Setiap warga Negara berhak atas jaminan sosial yang dibuthkan

untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh81.

Keperluan ini dimungkinkan dapat menjamin taraf hidup manusia yang

layak dan bermartabat. Setidaknya, sistem proteksi sosial terhadap

masyarakat bisa mencakup jenis-jenis program jaminan sosial agar

dapat menjamin keberlangsungan hidup masyarakat.hal ini tidak

terlepas dari tanggung jawab Negara sebagai pemenuhan hak

masyarakat. Warga Negara harus dilindungi dalam hal pemenuhan hak

atas pangan, hak atas kesehatan, hak atas pendidikan, hak atas rumah

dan hak-hak lainnya sebagai manusia yang bermartabat82. Sistem

jaminan sosial belum berjalan optimal. Peserta program jaminan sosial,

masih terlalu sedikit dan manfaat yang diperoleh peserta belum

maksimal. Dapat dikatakan, belum dapat memenuhi kebutuan hidup

yang layak sebagai hak dasar manusia.

78Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal

28H Ayat 3. 79Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sisitem Jaminan

Sosial Naisonal, Pasal 2. 80Indonesia, Undang-Undang No. 19 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,

Pasal 9 ayat 1. 81Ibid, Pasal 41 ayat 1. 82Mimin Rukmini, Pengantar Memahami Hak Ekosob, Pusat Telaah dan Informasi

Regional, Jakarta, 2006. Hal, 22.

Page 110: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

103

1. Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

Jaminan sosial merupakan hak setiap warga Negara. Setiap warga

Negara berhak untuk mendapatkan perlindungan jaminan sosial atas

dirinya. Hak Jaminan sosial juga diatur dalam Pernyataan Umum

Tentang Hak-Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) tahun 1948 artikel 22, sebagai bentuk pemenuhan hak asasi

manusia yang mengatur pemenuhan hak atas pangan, kesehatan dan

pendidikan. Pemenuhan hak-hak yang merupakan bagian dari hak

ekonomi, sosial dan budaya (ekosob) oleh Negara makin kuat dasar

hukumnya setelah indonesia meratifikasi kovenan internasional

tentang hak ekosob, 28 oktober 2005 melalui UU no 11 Tahun 200583.

Dengan begitu, Negara bertanggungjawab atas keadaan sosial yang

menimpa warga Negara. Salah satu upaya melakukan sistem proteksi

keadaan sosial adala dengan melaksanakan jaminan sosial. Hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya (EKOSOB) dirancang untuk menjamin

perlindungan terhadap manusia dengan sepenuhnya berdasarkan suatu

pandangan bahwa manusia berhak menikmati hak, kebebasan dan

keadilan sosial secara bersamaan84.

2. Tanggung jawab Pemerintah

Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak bebas memilih

pekerjaan, berhak atas syarat-syarat pekerjaan yang adil dan

menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran85.

Artinya Undang-Undang tidak membatasi seseorang untuk

mempertanyakan haknya sebagaimana tercantum pada amanat

undang-undang. Pada amandemen ke- 4 Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia menyebutkan, Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat

yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan86.

Untuk itu menjadi tanggung jawab Negara apabila kemiskinan terjadi.

Tidak hanya untuk memenuhi amanat konstitusi akan tetapi pada hak

konstisusional yang di implementasikan pada BPJS yang dapat

memenuhi prinsip-prinsip SJSN. Dengan lemahnya tanggung jawab

pemerintah dalam merealisasikan BPJS untuk menjamin

keberlangsungan hidup masyarakat, maka perlu untuk segera mungkin

83Ibid. hal 22. 84Ibid, Hal 6. 85Piagam PBB tentang Hak Asasi Manusia. 86Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 34 ayat 2.

Page 111: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

104

merealisasikan BPJS. Pasalnya BPJS hingga saat ini belum juga

terealisasi, meski sudah mendapat desakan dari masyarakat khususnya

pada kalangan pekerja. Jaminan sosial merupakan program Negara

berdasarkan amanat konstitusi yang bertujuan memberikan

perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila

terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya

pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan kerja,

kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.

B. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial : Penyelenggara Tunggal Asuransi

Sosial.

Peranan jaminan sosial kepada masyarakat sangat diperlukan. Salah

satu cara mengembangkan jaminan sosial adalah timbulnya peran serta

masyarakat dan tanggung jawab pemerintah dalam mengelola dana

untuk kepentingan masyatakat. Bentuk konkrit dari penyelenggaraan

jaminan sosial sebagaimana amanat UU SJSN adalah dengan

menetapkan BPJS. Pada prosesnya ternyata pemerintah belum juga

mengimplementasikan BPJS sesuai dengan prinsip-prinsip SJSN.

Putusan Mahkamah Konstisusi, amanat UU SJSN dapat dikatakan

menjadi lambannya implementasi BPJS. UU SJSN menyebutkan bahwa

BPJS harus dibentuk dengan Undang-Undang. Akan tetapi, dari amanat

Undang-Undang tersebut menjadi hambatan realisasi BPJS. Perbedaan

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dengan Badan Usaha Milik Negara

seperti ke empat BPJS yang ada tidak sesuai dengan badan hukum BPJS

(wali amanah). Perusahaan perseroan, adalah BUMN yang berbentuk

perseroan terbatas yang modalnya terbagi atas saham yang seluruh atau

paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh

Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar

keuntungan87. Dengan tujuan utama mengejar keuntungan, maka dana

yang didapatkan dari hasil pengelolaan BUMN disumbangkan bagi

perekonomian nasional. Seingga dapat diasumsikan BPJS yang diakui

oleh Undang-Undang SJSN belum memenuhi asas-asas dan prinsip

SJSN.

87Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003, Pasal 1 angka 2.

Page 112: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

105

1. Mekanisme Asuransi Sosial

Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan disusun adalah suatu

sistem yang berdasarkan pada asas gotong royong melalui pengumpulan

iuran dan dikelola melalui mekanisme asuransi sosial88. Pengertian

Jaminan Sosial menurut International Labour Organization (ILO)

adalah perlindungan yang diberikan oleh masyarakat untuk masyarakat

melalui seperangakat kebijaksanaan publik terhadap tekanan-tekanan

ekonomi sosial bahwa jika tidak diadakan sistem jaminan sosial akan

menimbulkan hilangnya sebagian pendapatan sebagai akibat sakit,

persalinan, kecelakan kerja, sementara tidak bekerja, hari tua dan

kematian dini, perawatan medis, termasuk pemberian subsidi bagi

anggota keluarga yang membutuhkannya89. Persoalan sosial seperti ini

perlu diperhatikan dan menjadi tanggung jawab Negara. Sementara itu,

agar dapat menjamin kesejahteraan secara menyeluruh, maka

perlindungan sosial yang diberikan sesuai dengan kejadian yang

terdapat dimasyarakat sehingga sistem proteksi terhadap keadaan sosial

yang dialami seseorang dapat terpenuhi dengan baik. Dalam

melaksanakan sistem jaminan sosial nasional untuk memenuhi

kebuthan masyarakat, agar melaksanakan prinsip-prinsip dan asas-asas

dalam UU SJSN. Salah satu penerapan dari prinsip SJSN yaitu gotong

royong, dimana kepesertaan jaminan sosial dilaksanakan secara

bersama-sama oleh para pekerja untuk kebuthan bersama. Kemudian

didukung dengan prinsip portabilitas dimana dana yang sudah di

investasikan sebagai jaminan sosial sebagaimana termasuk dalam UU

SJSN, tidak hilang. Untuk menyelenggarakan jaminan sosial yang

dibutuhkan masyarakat, perlu diadakannya suatu badan penyelenggara

yang mampu menjawab penerapan hukum dalam UU SJSN. Di dalam

UU SJSN mengamanatkan suatu badan penyelenggara jaminan sosial

untuk memenuhi kebutuhan keadaan sosial pada masyarakat, dengan

mengedepankan asas-asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial.

Asuransi tunggal sangat dibutuhkan untuk dapat mengcover program

jaminan sosial secara keseluruhan. Seperti contoh, sebagian besar

88Yaumil Ch. Agoes Achir, Sistem Jaminan Sosial di Indonesia. 89Emir Soendoro, Jaminan Sosial Solusi Bangsa Indonesia Berdikari, Dinov

ProGRESS Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 51. Dalam buku, Jurnal Ekonomi dan

Kebijakan Publik Vol. 1, Nindya Waras Sayekti dan Yuni Sudarwati, Analisis

Terhadap BPJS : Transformasi Pada BUMN. Penyelenggara Jamian Sosial, Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indoensia.

Page 113: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

106

jaminan pensiun PNS menjadi beban APBN, sementara bagi tenaga

kerja swasta, sebagian besar tidak akan memiliki program jaminan

pensiun90. Pada saat ini, program jaminan sosial yang ditawarkan

berbagai jenis dan dari berbagai badan hukum Negara yang pada

dasarnya jaminan yang ditawarkan berbeda-beda. Jaminan sosial

sebaiknya dapat mengcover semua jenis program jaminan sosial, tidak

hanya suatu jaminan tertentu. Untuk itu BPJS perlu dibentuk secara

independen dengan membentuk suatu wadah tunggal penyelenggaraan

asuransi sosial.

2. Marger BUMN

Persoalan tentang penggabungan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) yang ada dan diakui UU SJSN saat ini merupakan

hambatan terhadap rencana pemerintah untuk menetapkan Undang-

Undang BPJS. Dari segi bentuk badan hukum yang tidak sesuai dengan

Sistem Jaminan Sosial membuat lamban untuk menetapkan suatu

undang-undang baru yang memang diamanatkan pada pasal 52 UU No.

40 Tahun 2004 tentang SJSN. Namun, menurut Achmad Subianto yang

mengikuti proses penyusunan UU SJSN ditengah proses, mendapat

kesan bawa tidak semua anggota tim anggota yang berasal dari interdep,

memahami dengan benar hakikat atau filosofi sistem jaminan sosial,

termasuk juga anggota DPR91. Penyelenggaraan Jaminan Sosial

dilakukan oleh keempat persero BUMN yang mempunyai tujuan dan

cara yang berbeda, meskipun sudah dimanatkan oleh undang-undang

untuk disesuaikan. Badan Hukum BPJS berdiri secara independen dan

berhubungan langsung pada presiden. Apabila ke empat BPJS tersebut

disatukan, maka terjadi kemungkinan putus hubungan kerja terhadap

karyawan BPJS yang ada.

Pembentukan badan penyelenggara jaminan sosial memiliki

banyak pilihan untuk menentukan arah BPJS. Proses tersebut harus

dilakukan dengan penyesuaian berupa transformasi BPJS yang ada.

Proses transformasi PT. Jamsostek, PT. Taspen, PT. Asabri, PT. Askes

90Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, PT Rajagrafindo

Persada, Jakarta, 2008. Hal, 17. 91Achmad Subianto, Sistem Jaminan Sosial Nasional : Pilar Penyelenggara Kemandirian Perekonomian Bangsa, Gibon Books dan Yayasan Bermula Dari

Kanan, Jakarta 2010.

Page 114: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

107

untuk menjadi BPJS yang sesuai amanat UU SJSN dapat dilakukan

melalui tahapan berikut92 :

1. Melakukan pertemuan awal yang diikuti oleh pimpinan dari keempat

BUMN (Direksi atau dengan Dewan Komisaris). Langkah ini diambil

untuk mendapatkan gambaran utuh tentang apa, mengapa dan

bagaimana program transformasi dilakukan. Di samping itu juga untuk

mendapatkan komitkmen dari pimpinan organisasi untuk mendukung

dan menjadi sponsor program perubahan ini. Karena dalam proses

transformasi diperlukan dukungan kepemimpinan yang kuat.

2. Pelatihan dasar diikuti oleh key persons (General Manager, Kepala

Divisi) dan orang-orang potensial dari keempat BUMN untuk menjadi

Agen transformasi. Salah satu syarat dalam transformasi organisasi

adalah adanya pelaku perubahan. Tanpa menyiapkan pelaku perubahan

secara khusus jangan pernah berharap pembaharuan akan terjadi,

bahkan rencananya mungkin tidak ada.

3. Setelah Peltihan Dasar, barulah dibentuk Team Transformasi (TT) dan

beberapa kelompok kerja (POKJA) sebagai pelaku, penggerak dan

pengatur perubahan dari ke empat BUMN. Tim ini merumuskan visi

baru, misi baru, values baru, strategi baru, kebijakan baru dan target-

target strategis untuk merumuskan kriteria sukses beserta ukuran-

ukuran kuantitatif pada setiap bagian. Dalam proses transformasi omo

sebaiknya dibentuk POKJA Budaya, POKJA SDM, POKJA Operasi,

POKJA Strategi Usaha dan POKJA Manajemen Perubahan. Tim dan

POKJA ini merupakan gabungan dari keempat BUMN pelaksana BPJS

sementara.

4. Semua aktivitas perubahan disosialisasikan kepada semua anggota

organisasi.

5. Langkah selanjutnya adalah menjaga kesinambungan gerakan

perubahan yang dikoordinasi oleh POKJA Manjemen perubaahan.

92 Nindya Waras Sayekti dan Yuni Sudarwati, Analisis Terhadap BPJS : Transformasi Pada BUMN. Penyelenggara Jamian Sosial, Pusat Pengkajian,

Pengelolaan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal Dewan Perwakilan

Rakyat Republik Indoensia, hal. Vi.

Page 115: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

108

BAB XI

BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL MEWUJUDKAN

NEGARA KESEJAHTERAAN

A. Bentuk-Bentuk Jaminan Sosial

Penyelenggaraan jaminan sosial di suatu Negara, merupakan hal

yang menjadi penting dimana tanggungjawab pemerintah kepada

warga negaranya agar bisa bertahan hidup dengan layak. Pengelolaan

jaminan sosial yang akan dilakukan Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial (BPJS) dinilai belum akan memberikan manfaat sebesar-besarnya

bagi kepentingan masyarakat93. Jaminan sosial kepada warga Negara

dan masyarakat memungkinkan untuk dapat menjamin

keberlangsungan hidup masyarakat. Penyeenggaraan jaminan sosial

dalam Undang – Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional dapat

mengcover beberapa jenis program jaminan sosial diantaranya, jaminan

kesehatan, jaminan kematian, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari

tua dan jaminan kehamilan. Ke lima jenis program jaminan sosial ini

mempunyai peran penting dalam menjamin kesejahteraan masyarakat.

Seperti, pensiunan pegawai negeri sipil atas jaminannya dihari tua. Di

sisi lain, keberlangsungan penyelenggaraan jaminan sosial tidak hanya

untuk menjamin kesejateraan masyarakat dihari tua, melainkan

jaminan kesehatan yang sangat penting bagi warga Negara yang

mempunyai pengasilan rendah. Apabila dilihat dari segi jaminan

kesehatan, jaminan kematian tidak semua masyarakat mengalami

kondisi yang sama. Sala satu dari peran program jaminan sosial agar

segala jenis penyakit yang diderita baik penyakit biasa hingga penyakit

yang kompleks dapat ter-cover dengan adanya sistem jaminan sosial.

1. Jamian Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu penunjang untuk melakukan

suatu kegiatan. Setiap masyarakat ingin hidup sehat agar mampu

mencari nafkah setiap harinya. Kondisi seperti ini yang belum

dirasakan masyarkat Indonesia sepenuhnya. Kondisi kesehatan di

Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

beberapa decade terakhir94. Persoalan ini kemudian menjadi penting

agar program jaminan kesehatan dimasukkan dalam UU SJSN. Jaminan

93Bisnis Indonesia, Manfaat BPJS belum akan optimal, http://bataviase.co.id/node/446221, ditelusuri pada 1 May 2011. 94Bank Dunia, Peningkatan Keadaan Kesehatan Indonesia, Agenda yang Belum

Selesai.

Page 116: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

109

kesehatan diberikan pada seluruh peserta sesuai dengan kebuthan

medik95. Kebutuan medic merupakan kebutuan pokok dari jaminan

kesehatan seperti obat-obatan, pendanaannya diseusuaikan dengan

prinsip gotong royong. Sehingga, orang yang berpenghasilan lebih

dapat membantu yang berpenghasilan rendah, dengan perawatan medis

yang sama dan sesuai. Sakit yang diderita oleh seseorang dan timbul

didalam melaksanakan pekerjaan merupakan suatu hal yang biasa.

Akan tetapi menjadi penting bahwa, penyakit yang diderita dapat

mengeluarkan biaya besar untuk berobat. Jenis penyakit yang diderita

setiap orang berbeda-beda, sehingga tidak prinsip dari gotong royong

sangat diperlukan untuk menjamin kesehatan. Jaminan kesehatan

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan

prinsip asuransi sosial dan ekuitas96.

Jaminan kesehatan diselenggarakan dengan tujuan menjamin agar

peserta memperoleh manfaat pemeliaraan kesehatan dan perlindungan

dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan97. Manfaat jaminan

kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan

yang mencakup pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitative termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang

diperlukan98. Yang dimaksud pelayanan kesehatan dalam hal ini

meliputi pelayanan dan penyuluhan kesehatan, imunisasi, pelayanan

keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap, pelayanan gawat darurat

dan tindakan medis lainnya, termasuk cuci darah dan operasi jantung.

Pelayanan tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standart, baik

mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin

kesinambungan program dan kepuasan peserta. Luasnya pelayanan

kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan peserta yang dapat berubah

dan kemampuan keungan BPJS. Hal ini diperlukan untuk kehati-

hatian99. Manfaat jaminan kesehatan sebagaimana dimaksud diberikan

pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang menjalin

kerjasama dengan BPJS. Namun, dalam keadaan darurat, pelayanan

95Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional, Sebuah Introduksi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2008. Hal, 48. 96Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial

Nasional, Pasal 19 ayat 1. 97Ibid, Pasal 19 ayat 2. 98Ibid, Pasal 22 ayat 1. 99Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional Pasal 22 ayat 1, LN Nomor 150 TLN Nomor 4456.

Page 117: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

110

dapat diberikan pada fasilitas kesehatan yang tidak menjalin kerjasama

dengan BPJS100. Dalam hal peserta membutukan rawat inap dirumah

sakit, maka kelas pelayanan dirumah sakit diberikan berdasarkan kelas

pelayanan standar101. Peserta yang menginginkan kelas yang lebih

tinggi dari haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti

asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih anatara

biaya yang dijamin BPJS dengan biaya yang harus dibayar akibat

peningkatan kelas perawatan102.

2. Jamian Kematian

Program jaminan kematian merupakan suatu sistem proteksi yang

mampu memberikan jaminan kepada keluarga dari peserta yang

meninggal dunia kepada keluarga yang ditinggal. Jaminan kematian

diselenggarakan dengan tujuan untuk memberi santunan kematian

yang dibayarkan kepada ahli waris peserta yang meninggal dunia103.

Peserta jaminan kematian mendapat manfaat atas jaminan kematian

terhitung setelah tiga hari meniggal dunia. Meskipun tidak semua

keluarga yang ditinggalkan adalah orang yang mampu untuk membayar

biaya penguburan. Jaminan kematian diseelenggarakan berdasarkan

asuransi sosial dengan tujuan memberikan kompensasi kepada ahli

waris.

3. Jaminan Hari Tua

Jaminan hari tua diselenggarakan secara nasional berdasarkan

prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib. Dengan pilihan dua

mekanisme iuran, akan lebih menjamin manfaat bagi peserta. Bisa

diberlakukan sebagai tabungan apabila peserta hidup sampai memasuki

masa pensiun atau sebagai asuransi sosial, apabila peserta meninggal

sebelum masa pensiun104. Program jaminan hari tua (JHT) adalah

sebuah program manfaat pasti (definedbenefit) yang beroperasi

berdasarkan asas “membayar sambil jalan” (pay-as-you-go). Manfaat

100Op.Cit, Pasal 23 ayat 2. 101Ibid, Pasal 23 ayat 4. 102Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional Pasal 23 ayat 4, LN Nomor 150 TLN 4456. 103Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang SIstem Jaminan Sosial

Nasional, Pasal 43 ayat 2. 104Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, PT.

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 26.

Page 118: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

111

pasti program ini adalah suatu persentasi rata-rata pendapatan tahun sebelumnya, yaitu antara 60% hingga 80% dari Upah Minimum

Regional (UMR) daerah di mana penduduk tersebut bekerja. Setiap

pekerja akan memperoleh pensiun minimum pasti sejumlah 70% dari

UMR setempat105.

Program jaminan ini ditujukan untuk menjamin agar peserta

menerima uang tunai apabila memasuki masa pensiun, mengalami cacat

total tetap, atau meninggal dunia. Peserta jamian pensiun adalah

pekerja yang membayar iuran. Besaran manfaat sesuai dengan

akumulasi iuran yang telah disetorkan ditambah hasil

pengembangannya. Pemerintah menjamin terselenggaranya

pengembangan dana jaminan hari tua sesuai dengan prinsip kehati-

hatian minimal setara tingkat suku bunga deposito bank pemerintah

jangka waktu satu tahun sehingga peserta memperoleh manfaat yang

sebesar-besarnya. Adapun badan asuransi pemerintah yang

berpengalaman menginvestasikan dana masyarakat, pada kenyataannya

baru PT Jamsostek (Persero) yang melakukan hal itu, yakni

menginvestasikan kembali iuran anggota seperti menyerap saham

beberapa perusahaan yang melakukan IPO106. Pembayaran manfaat

dapat diberikan sebagian setelah membayar iuran selama sepuluh

tahun. Apabila peserta meninggal dunia, maka manfaat akan diberikan

pada ahli warisnya. Iuran ditentukan berdasarkan prosentase upah,

menjadi beban pekerja dan pemberi kerja. Bagi peserta yang tidak

menerima upah, iuran ditetapkan berdasarkan angka nominal107. Saat

ini hanya sekitar 10% dari seluruh penduduk Indonesia (baik pekerja

maupun keluarganya) yang menjadi peserta sebuah program dana

pensiun, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun sektor

swasta, terutama yang disponsori oleh perusahaan milik negara dan

perusahaan multinasional (ILO).

105Alex Arifianto, Reformasi Sistem Jaminan Sosial Indonesia : Analisis Atas

Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional, Lembaga Penelitian

SMERU, Jakarta 2004, Hal. ii. 106Bisnis Indonesia, Manfaat BPJS Belum Akan Optimal, http://bataviase.co.id/node/446221, ditelusuri pada 1 May 2011. 107Op.Cit, Hal. 26

Page 119: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

112

4. Jaminan Kecelakaan Kerja

Jaminan kecelakan kerja diselenggarakan secara nasional

berdasarkan prinsip asuransi sosial108. Peserta jaminan kecelakaan kerja

adalah seseorang yang telah membayar iuran109. Besarnya iuran, sekitar

0,8 sampai 1,5 % gaji atau upah. Program jaminan kecelakaan kerja

selama ini telah berjalan bagi peserta jamsostek, yaitu tenaga kerja

swasta dan sebagian BUMN yang mengikuti program jamsostek.

PNS/TNI/POLRI dan masyarakat lainnya, belum tercakup program

jaminan kecelakaan kerja110. Peserta yang mengalami kecelakaan kerja,

berhak mendapatkan manfaat berupa pelayanan kesehatan sesuai

dengan kebutuhan medisnya dan mendapatkan manfaat berupa uang

tunai apabila terjadi cacat total tetap atau meninggal dunia111. Manfaat

jaminan kecelakaan kerja yang berupa uang tunai diberikan sekaligus

kepada ahli waris pekerja yang meninggal dunia atau pekerja yang cacat

sesuai dengan tingkat kecacatan112. Manfaat jaminan kecelakaan kerja

diberikan pada fasilitas kesehatan milik pemerintah atau swasta yang

memenuhi syarat dan menjalin kerjasama dengan BPJS. Apabila

kecelakaan kerja terjadi pada suatu keadaan dimana pekerja tidak dapat

menjangkau fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan pemerintah

atau swasta, dapat merujuk pada fasilitas kesehatan lain yang belum

berkerjasama dengan BPJS.

5. Jaminan Pensiun

Jaminan ini diselenggarakan untuk mempertahankan derajat

kehidupan yang layak pada saat peserta kehilangan atau berkurang

penghasilannya karena memasuki usia pensiun atau mengalami cacat

total tetap. Jaminan pensiun diselenggarakan berdasarkan manfaat

pasti. Yang dimaksud manfaat pasti adalah terdapat batas minimum dan

maksimum manfaat yang akan diterima peserta. Jaminan pensiun

merupakan pengganti gaji yang diberikan setiap bulannya sebesar

prosentase tertentu gaji yang diterima bulan terakhir. Besarnya iuran

adalah 8% persen gaji atau upah113. Program jaminan pensiun

108Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 29 ayat 1. 109Ibid, Pasal 30. 110Log.Cit, Hal 49-50. 111Op.Cit, Pasal 31 ayat 1. 112Ibid, Pasal 31 ayat 2. 113Sulastomo, Sistem Jaminan Sosial Nasional Sebuah Introduksi, PT.

Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2008. Hal, 51.

Page 120: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

113

sedikitnya memerlukan masa transisi lima belas tahun, untuk

akumulasi dana agar dapat memberikan jaminan pensiun.

Program Kesejahteraan PNS yang dikelola PT Taspen terdiri

dari Program Tabungan Hari Tua dan Program Pensiun. Di dalam PP

No. 25 Tahun 1981 tentang “Asuransi Sosial Pegawai Negeri Sipil” pasal

1 disebutkan bahwa 114:

1. Tabungan Hari Tua adalah suatu program asuransi, terdiri dari Asuransi

Dwiguna yang dikaitkan dengan usia pensiun ditambah dengan

Asuransi Kematian.

2. Pensiun adalah penghasilan yang diterima oleh penerima pensiun

setiap bulan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Program pensiun diberikan kepada PNS yang telah memenuhi kriteria

sebagai berikut:

a. Mencapai usia pensiun (pada saat ini 56 tahun).

b. Meninggal pada masa aktif, yang akan diberikan kepada janda/duda

atau anaknya.

c. Meninggal pada saat pensiun yang akan diberikan kepada janda/duda

atau anaknya sebelum berumur 25 tahun.

B. Prinsip-Prinsip Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

Penyelenggaraan jaminan sosial diatur dalam Undang-Undang

Sistem Jaminan Sosial Nasional. Pengaturan sistem jaminan sosial di

Indonesia menganut prinsip-prinsip yang menjadi pedoman dalam

pelaksanaan Jaminan sosial. Badan penyelenggara jaminan sosial

memiliki prinsip yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang SJSN

agar mampu menjamin kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang

Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial mengemban

prinsip-prinsip yang harus dilaksanakan demi terciptanya kehidupan

berbangsa yang bermartabat. Prinsip tersebut diantara lain :

1. Prinsip kegotong royongan

Pada penjelasan Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional,

prinsip gotong royong adalah prinsip kebersamaan antar peserta dalam

menanggung beban biaya jaminan sosial, yang diwujudkan dengan

kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji,

114Alex Arifianto, Reformasi Sistem Jaminan Sosial Indonesia : Analisis Atas

Rancangan Undang-Undang Jaminan Sosial Nasional, Lembaga Penelitian

SMERU, Jakarta 2004, Hal. 4-5.

Page 121: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

114

upah, atau penghasilannya115. Prinsip ini diwujudkan dalam

mekanisme gotong royong dari peserta yang mampu pada peserta yang

kurang mampu dalam bentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat,

peserta yang beresiko rendah membantu yang beresiko tinggi, dan

peserta yang sehat membantu yang sakit. Prinsip gotong royong ini

dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

PT. Jamsostek, PT. Askes, PT. Taspen dan PT. Asabri yang

merupakan persero ini memungkinkan diadakannya kepesertaan wajib.

Namun ternyata dalam pelaksanaannya masih terbatas. Prinsip ini

terwujud dalam kepesertaan wajib. Seyogyanya hal ini dapat dikelola

oleh ke empat persero tersebut, namun ternyata dalam pelaksanaannya

hanya untuk sebagian penduduk Indonesia. Bagi pegawai negeri sipil

(PNS) belum meliputi program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK),

sementara bagi kelompok pekerja formal swasta belum memiliki

Jaminan Kesehatan (JK) dan Jaminan Pensiun (JP). Karena itu ke empat

persero ini belum sesuai dengan prinsip jaminan sosial.

2. Prinsip Nirlaba

Untuk membangun sebuah bangsa yang baik, harus

membebaskan masyarakat dari kebutuhan dasar, seperti keadilan,

kesejahteraan, kesehatan dan sama dimata hukum. Maka untuk dapat

membangun suatu Negara dengan aturan yang memegang prinsip,

seharusnya dibuat aturan yang mengembalikan hakekat dan nilai-nilai

sebagaiman yang tertuang didalam UUD 1945 yang merupakan

pedoman hak konstitusional seseorang. Prinsip nirlaba merupakan sala

satu prinsip yang dianut dalam UU SJSN. Prinsip nirlaba adalah

pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil

pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

seluruh peserta116. Dana amanat dikelola dengan tidak mencari laba

bagi BPJS, akan tetapi tujuan utama penyelenggaraan jaminan sosial

adalah untuk memenuhi kepentingan peserta. Prinsip nirlaba

mengharuskan pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan

hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesar-

besarnya bagi seluruh peserta agar menjadi investasi tetap

115Penjelasan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan

Sosial Nasional, LN Nomor 150, TLN Nomor 4456. 116Op.Cit, Pasal 4.

Page 122: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

115

penyelenggaraan jaminan sosial. Hasil investasi tidak boleh dibukukan

sebagai pendapatan badan, sebagaimana bank membukukan hasil bunga

dana pihak ketiga sebagai pendapatan bank. Dana Amanat mempunyai

ciri yang mirip dana APBN, kecuali bahwa dana tersebut harus

diinvestasi dan jasa bunga atau hasil pengembangan menajdi bagian dari

Dana Amanat117.

3. Prinsip keterbukaan.

Prinsip Keterbukaan adalah prinsip mempermudah akses informasi

yang lengkap, benar dan jelas bagi setiap peserta. Seharusnya, semua

peserta merupakan pemilik atau pemegang saham dari BPJS. Oleh

karenanya semua informasi dan keputusan strategis harus diketahui

dan juga disetujui oleh peserta melalui suatu perwakilan yang

dipercaya. Hal ini mengingat dana yang dikelola merupakan dana milik

peserta, oleh karenanya peserta berhak mendapatkan innformasi yang

benar, jelas. Akses informasi yang didapatkan juga dapat dilakukan

dengan mudah agar betul-betul memenuhi status badan hukum wali

amanat.

4. Prinsip kehati-hatian

Prinsip kehati-hatian merupakan suatu hal yang diperlukan dalam

pengelolaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terkait iuran

kepesertaan, pengelolaan dana amanat dan berpindahnya pekerjaan

seseorang (portabilitas). Idealnya sebuah BPJS hanya menerima uang

masuk dari iuran wajib dan hasil pengembangannya dengan

managemen dengan baik. Seperti contoh, Prestasi seorang direksi

hanya dari efisiensi penyelenggaraan dan tingginya hasil

pengembangan, itupun diatur ketat. Direksi tidak akan memiliki

kebebasan penuh dalam mengatur investasi dana yang terkumpul.

Untuk itu diperlukan pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman dan

tertib sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

5. Prinsip Akuntabilitas.

Prinsip akuntabilitas merupakan salah satu prinsip dari Undang-

Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam kamus ilmiah

popular, akuntabilitas diartikan keadaan untuk bertanggung jawab.

117 Hasbullah Thabrany, Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan Nasional :

Sebuah Policy Paper dalam Analisis Kesesuaian Tujuan dan Struktur BPJS,

Jakarta, 2009, hal. 15.

Page 123: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

116

Pada pelaksanaannya prinsip akuntabilitas merupakan prinsip

pelaksanaan program dan keuangan yang dikelola secara akurat dan

dapat dipertanggungjawabkan. Contoh penerapan Prinsip ini

diterapkan agar keempat persero yang memiliki saham mayoritas di

pemerintah ini memiliki struktur pemasukan dana yang berbeda

dengan struktur pemasukan dan BPJS. Untuk itu prinsip Akuntabilitas

dalam sebuah Badan Penyelenggara jaminan Sosial yang menganut

prinsip akuntabilitas dapat menjamin kesejahteraan rakyat dan

memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk rakyat. selain dari

itu prinsip untuk sistem managemen Badan Penyelenggara Jaminan

Sosial yang baik.

6. Prinsip portabilitas.

Prinsip portabilitas merupakan jaminan atas iuran yang telah

dibayar apabila seseorang berpindah pekerjaannya. Artinya apabila

seseorang berpindah pekerjaannya, dana yang dibayarkan tidak hilang

atau tetap berada secara utuh dan berkelanjutan. Dalam Penjelasan

Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional, prinsip portabilitas

merupakan prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun

peserta berpindah tempat tinggal dalam Wilayah Kesatuan Republik

Indoneisa. Seperti contoh, Kepesertaan dalam Jamsostek hanya terbatas

untuk pekerja sector formal, sehingga ketika peserta berpindah ke

sektor yang lain otomatis kepesertaan berhenti dan dana kepesertaan

dimulai dari awal. Begitu juga untuk kepesertaan di Askes, Taspen dan

Asabri. Kepesertaan pada jaminan sosial oleh keempat Persero juga

belum memiliki sifat berkelanjutan dimanapun peserta berada118.

Prinsip portabilitas juga sangat menentukan pengelolaan dana yang

telah dititipkan untuk diberikan manfaat kepada kepentingan peserta.

7. Prinsip kepesertaan bersifat wajib.

Kepesertaan bersifat wajib merupakan persyaratan agar

seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta, walaupun dalam

penerapannya tetap menyesuaikan dan mempertimbangkan

kemampuan ekonomi rakyat dan Pemerintah serta kelayakan

118 Nindya Waras Sayekti & Yuni Sudarwati, Analisis Terhadap Badan

Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam buku, Jurnal Ekonomi dan Kebijakan

Publik, Pusat Pengkajian, Pengelolaan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indoensia, Jakarta, hal. 15.

Page 124: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

117

penyelenggaraan program. Kewajiban menjadi peserta dimulai dari

pekerja pada sektor formal karena secara teknis pengumpulan iuran

mudah dilakukan dengan mewajibkan pemberi kerja (majikan)

memungut iuran. Baru di kemudian hari pekerja pada sektor informal

yang dapat menjadi peserta secara sukarela119. Sebagian orang salah

faham ini dengan menyatakan bahwa justru jumlah pekerja sector

informal lebih banyak, seharusnya dimulai dari sektor informal.

Pentahapan wajib iur bukan didasarkan jumlah penduduk yang banyak,

tetapi didasarkan pada aspek teknis pengumpulan iuran. Memang akan

timbul masalah sementara, sebelum semua terjamin, yang

menimbulkan kesenjangan jaminan. Hal in merupakan kenyataan yang

tidak bisa dibantah. Sama halnya kita ingin seluruh rakyat hidup dalam

keadilan dan kemakmuran, tetapi kita harus terima kenyataan tidak

mungkin sekaligus seluruh rakyat akan hidup adil-makmur setelah

Proklamasi Kemerdekaan dikumandangkan. Tidak ada satu negarapun

didunia yang pernah menyulap seluruh rakyat memiliki jaminan sosial

dalam semalam.

Kepesertaan di PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri dan PT

Taspen masih terbatas. Data menunjukan bawa hanya sekitar 20 persen

penduduk Indonesia yang baru tercover oleh jaminan sosial yang

diselenggarakan oleh keempat badan ini. Itupun juga masih terbatas

pada pekerja formal dan mereka juga membayar iuran. Belum ada

asuransi sosial untuk pekerja non formal ataupun masyarakat

miskin/kurang mampu yang iuran/premi seharusnya dibayar oleh

pemerintah. Seharusnya jaminan sosial bersifat wajib. Karena itu semua

masyarakat akan memiliki hak yang sama terhadap pelayanan jaminan

sosial. Sehingga keempat badan ini tidak memenuhi prinsip kepesertaan

bersifat wajib.

8. Prinsip Dana Amanat

Pada hakekatnya, dana amanat merupakan dana titipan peserta

jaminan sosial kepada BPJS yang hasi pengelolaannya digunakan

sepenuhnya untuk kepentingan peserta. Hasil pengelolaan Dana

Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta. Sehingga dana

BPJS perlu menyadari bahwa, iuran yang dibayarkan adalah titipan

yang digunakan untuk kepentingan peserta. Kalimat dalam Pasal 4 UU

119Ibid, Hal.17.

Page 125: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

118

SJSN ini merupakan rumusan optimal untuk menjelaskan apa yang

dimaksud nirlaba, yang tidak difahami banyak bangsa Indonesia. Dalam

penjelasan dirumuskan dengan kalimat ”bahwa hasil berupa deviden dari para pemegang saham dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial” Prinsip Dana amanah telah memenui kriteria badan

hukum wali amanah yang tujuan perlindungan kepada resiko ekonomi

serta dapat menjamin kepentingan peserta.

9. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial.

Prinsip pengelolaan dana jaminan sosial dalam ketentuan ini

adalah hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan

untuk peserta. Jaminan sosial BPJS wajib membentuk cadangan teknis

sesuai dengan standar praktek aktuaria yang lazim dan berlaku umum.

Cadangan teknis menggambarkan kewajiban BPJS yang timbul dalam

rangka memenuhi kewajiban peserta120. Namun selama keempat badan

ini masih berbentuk persero dan masih memiliki kewajiban menyetor

deviden pajak penghasilan kepada pemerintah sebagai pemegang saham

mayoritas, maka prinsip ini tidak akan terpenuhi. Hasil pengelolaan dan

jaminan sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan

program untuk sebesar-bersarnya kepentingan peserta. Prinsip

merupakan hakekat berjalannya suatu tindakan untuk

mengembangkan jaminan sosial. Dari prinsip yang diamanatkan UU

SJSN merupakan prinsip yang dapat mengelola penyelenggaraan

jaminan sosial dengan baik demi terciptanya kesejahteraan masyarakat.

C. Prosedur Penyelenggaraan Jaminan Sosial

Sistem Jaminan Sosial Nasional yang akan disusun adalah suatu

sistem yang berdasarkan pada asas gotong royong melalui pengumpulan

iuran dan dikelola melalui mekanisme asuransi sosial. Pelaksanaannya

diatur oleh suatu Undang-Undang dan diterapkan secara bertahap

sesuai dengan perkembangan dan kemampuan ekonomi Nasional serta

kemudahan rekruitmen dan pengumpulan iuran secara rutin.

Kepesertaan bersifat wajib menjadi pedoman prosedur untuk mengikut

12017 Ketentuan Pembeda BUMN, PT & BPJS (http.//sjsn.menkokesra.go.id,

diakses 29 april 2010) mengutip dari Nindya Waras Sayekti & Yuni Sudarwati, Analisis Terhadap Badan Penyelenggara Jamianan Sosial (BPJS) : Transformasi

Pada BUMN Penyelenggara Jaminan Sosial, dalam Buku Jurnal Ekonomi &

Kebijakan Publik hal 15.

Page 126: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

119

sertakan seluruh penduduk dalam penyelenggaraan jaminan sosial

secara menyeluruh.

Page 127: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

120

Daftar Pustaka

Amrin, Abdullah 2011. Meraih Berkah Melalui Asuransi Syariah Ditinjau

Dari Perbandingan dengan Asuransi Konvensional . Jakarta.

Elex Media Komputindo.

Ashiddiqie, Jimly 2006, Perihal Undang-Undang, Jakarta: Kon-Pres.

Artre,B.R 2001, Legisalative Drafting. Principles and Techniques , New

Delhi: Universal Law Publication.

Alan S. Blinder, Central Banking in Theory and Practice, Cambridge: The

MIT Press, 1998.

Ann Seidman, Robert B. Seidman, dan Nalin Abeyesekere, Legislative

Drafting for Democratic Social Change A Manual for Drafters,

London: Kluwer Law Interenational, 2001.

Barth, James R., et. Al., Guardians of Finance making Regulation Work

for Us, Cambrige: The MIT Press, 2012.

Charles Enoch, Barbara Baldwin, et all, “Indonesia, Anatomy of Banking

Crisis Two Years of Living Dangerously 1997-99, IMF

Working Paper WP/01/52, 2001.

Kenneth Kaoma Mwenda, “Legal Aspects of Financial Services

Regulation and the Concept of a Unified Regulator”, the World

Bank, 2006.

Lars Nyberg, “The Framework of Modern Central Banking”, Speech on

Reforming the State Bank of Thailand, hanoi, 21 March 2006.

Leonar J. Theberge, “Law and Economic Development”, Journal of

International aw and Policy, Vol. 9. 1980.

Mamiko Yokoi-Arai, “The Regulatory Efficiency of A Single Regulatory

in Financial Services: Analysis of the UK and Japan”, Banking

& Finance Law Review, October, 2006.

Marc Quintyn and Michael W Taylor,”Regulatory and Supervisory

Independence and Financial Stability, IMF Working Paper

WP/02/46, 2002.

M. Quintyn & M. W. Taylor, “Should Financial Sector Regulator Be

Independen ?” Economic Issues 6, IMF 2004.

Nii K. Sowa, "Improving the Legal and Regulatory Framework of the

Financial Services Sector: A Case for an Independent Financial

Regulator", makalah presentasi pada Ghana @ 50: The

Achievements, Challenges of the Financial Services Sector and

the Expectations of the Next 50 Years, 2007.

Takeo Hoshi dan Takatoshi Ito, “Finacial Regulation In Japan: A Sixth

Year Review of The Financial Services Agency”, Journal of

Financial Stability I, 2004.

Zulkarnain Sitompul, “Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa

Keuangan”, Jurnal Legislasi Indonesia, Juli, Vol. 9.

Page 128: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

121

Djojohadikusumo, Sumitro 1989, Kredit Rakyat di Masa Depresi, Cet.

Pertama ,Jakarta, LP3ES.

Friedman, Wolfgang 19722, Law In Changing Society. Second Edition

,Great Britain, Steven & Son.

Giebels, Lambert 2001.Soekarno Birografi 1901-1950. Penerjemah I.

Kapitan-Oea B.A, Jakarta, Grasindo.

Kristianto, Agus Wahyu Dkk, 2012, 1 Nusa 100 Tahun Bumi Putra,

Jakarta.Media Indonesia, Publishing.

Kusumah, AB. 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta,

Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Niemeijer,Hendriki E. 2012, Batavia, Masyarakat Lokal Abad XVII.

Penerjemah Tjandra Mualim, Jakarta, Massup.

Nonet, Philips dan Philips Selznick,2007, Hukum Responsif. Penerjemah

Raisul Muttaqien, Jakarta: Nusamedia.

Parakitri Simbolon,2006 Menjadi Indonesia, Jakarta, Kompas

Penjelasan Umum Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor …..Tahun ….Tentang Usaha Perasuransian, Tanpa

Tahun dan Penerbit

Risalah Sidang Mahkamah Konstitusi dalam pengujian konstitusionalitas

UU Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi.

Rosjidi, Ajip 2011, Sjafruddin Prawiranegara Lebih Takut Kepada Allah

SWT Jakarta, Idayu Press

Seidman, Ann, Robert B, Seidman dan Nalin Abeyeskere,2002,

Penyusunan Rancangan Undang-Undang Dalam Perubahan

Masyarakat yang Demokratis Untuk Pembuatan Rancangan

Undang-Undang. Penerjemah Dr. Yohanes Usfunan,SH, dkk

,Jakarta, Ellips.

TIM Penyunting, 2011 Tjokroaminoto, Guru Para Pendiri Bangsa,

Jakarta, Tempo

Thomas, Linblad J. (ed) 2002, Fundasi Historis Ekonomi Indonesia.

Penerjemah S. Nawianto, Cet. Pertama, Yogyakarta: Pusat

Studi Sosial Asia Tenggara UGM dan Pustaka Pelajar.

Undang-undang No.10 Tahun 2004, tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, 2004, Bandung, Fokusmedia.

Page 129: Hukum...rekan-rekan Dosen dan Staf Fakultas Hukum Universitas Al Azhar Indonesia. Penulis menyadari bahwa dalam buku ini tentunya masih terdapat kekurangan baik materi maupun penyajiannya,

122

Wignjosoebroto, Soetandyo 2002, Hukum. Paraddigma, Metode dan

Dinamika Keadilan, Jakarta, HuMa.

Yamin,Muh. 1959, Naskah Persiapan UUD 1945 Jilid I. Jakarta,

Jambatan.

Yunus, Hodori 1997. Nasionalisme Dalam Ekonomi Pancasila, Dalam

Mubyarto dan Boediono (ed), Ekonomi Pancasila , Yogyakarta,

BPFE.

Zelermeyer, William 1960,Legak Reasoning. The Evolutionary Process of

Law, US. America, Prentice- Hall.