Hukum Perselisihan Perburuhan

25
BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan lajunya perkembangan pembangunan dan proses industrialisasi serta meningkatnya jumlah angkatan kerja, maka masalah perselisihan perburuhan/industrial yang timbul antara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan merupakan suatu kejadian yang wajar, mengingat berbagai tipe manusia yang bekerja di perusahaan selalu akan berhadapan dengan kebijaksanaan pengusaha/majikan. Di satu pihak kebijaksanaan tersebut mungkin dirasakan sebagai aktivitas yang sangat memuaskan tetapi di lain pihak akan dirasakan sebagai aktivitas yang kurang memuaskan. Sehubungan dengan hal tersebut, meski bagaimana baiknya suatu hubungan kerja yang telah diperjanjikan dan disepakati bersama oleh pekerja/buruh dan pengusaha/majikan, tetapi masalah perselisihan antara keduanya akan selalu ada dan bahkan sulit untuk dihindarkan. Menyadari akibat-akibat yang akan terjadi di kemudian hari yang dapat merugikan berbagai pihak (pengusaha/majikan, pekerja/buruh, masyarakat dan pemerintah) maka perlu adanya penataan dan pembinaan yang mendasar dengan tujuan untuk meghindarkan dan mencegah sejauh mungkin timbulnya perselisihan 1

Transcript of Hukum Perselisihan Perburuhan

Page 1: Hukum Perselisihan Perburuhan

BAB I

PENDAHULUAN

Seiring dengan lajunya perkembangan pembangunan dan proses

industrialisasi serta meningkatnya jumlah angkatan kerja, maka masalah

perselisihan perburuhan/industrial yang timbul antara pekerja/buruh dengan

pengusaha/majikan merupakan suatu kejadian yang wajar, mengingat berbagai

tipe manusia yang bekerja di perusahaan selalu akan berhadapan dengan

kebijaksanaan pengusaha/majikan. Di satu pihak kebijaksanaan tersebut mungkin

dirasakan sebagai aktivitas yang sangat memuaskan tetapi di lain pihak akan

dirasakan sebagai aktivitas yang kurang memuaskan.

Sehubungan dengan hal tersebut, meski bagaimana baiknya suatu

hubungan kerja yang telah diperjanjikan dan disepakati bersama oleh

pekerja/buruh dan pengusaha/majikan, tetapi masalah perselisihan antara

keduanya akan selalu ada dan bahkan sulit untuk dihindarkan.

Menyadari akibat-akibat yang akan terjadi di kemudian hari yang dapat

merugikan berbagai pihak (pengusaha/majikan, pekerja/buruh, masyarakat dan

pemerintah) maka perlu adanya penataan dan pembinaan yang mendasar dengan

tujuan untuk meghindarkan dan mencegah sejauh mungkin timbulnya perselisihan

perburuhan/ industrial. Makalah ini juga disusun untuk memenuhi Tugas Bahasa

Indonesia pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara.

Dasar hukum dalam perselisihan perburuhan/industrial adalah

perselisihan perburuhan/industrial perseorangan yaitu tentang pemutusan

hubungan kerja oleh pengusaha/majikan, yang diatur dalam Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di perusahaan swasta

beserta Peraturan Pelaksanaannya (Peraturan Menteri Tenaga Kerja

No.Per-04/MEN/1986 tentang tata cara Pemutusan Hubungan Kerja dan

penetapan Uang Pesangon, Uang Jasa dan Ganti Kerugian).

Perselisihan Perburuhan Kolektif yaitu perselisihan antara pengusaha/majikan

dengan Serikat Buruh/Pekerja, yang diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun

1

Page 2: Hukum Perselisihan Perburuhan

1957 tentang Perselisihan Perburuhan/Industrial yang berhubungan dengan

Hubungan Kerja dan syarat-syarat Kerja.

Dalam penulisan makalah ini sumber data diperoleh dari Perpustakaan

Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara. Dengan metode kepustakaan ini

penulis dapat mengetahui hal-hal yang ditentukan oleh undang-undang tentang

perburuhan.

2

Page 3: Hukum Perselisihan Perburuhan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sebab-sebab Terjadinya Perselisihan Perburuhan

Terjadinya perselisihan dikarenakan adanya pelanggaran disiplin kerja dan

salah pengertian diantara pekerja/buruh dengan pengusaha/majikan, diantaranya:

a. Tidak disiplin masuk kerja, yaitu: datang terlambat dan pulang sebelum

waktunya dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh pengusaha;

b. Tidak cakap atau tidak sanggup melaksanakan petunjuk-petunjuk atasan

mengenai tugas yang diberikan;

c. Menolak melakukan tugas yang dilimpahkan atau menolak melakukan

perintah yang wajar sesuai dengan tata tertib dan peraturan perusahaan;

d. Melakukan suatu tindakan yang tidak terpuji, dengan sengaja mengintip

kamar, sehingga terganggu ketentraman dan kesenangan tamu yang

mengakibatkan kerugian perusahaan;

e. Tidak hormat, menghormati, bertindak kasar/congkak atau memperlihatkan

sikap yang menjengkelkan dan menentang perintah atasan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/MEN/1986

tentang: Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, ditentukan sebagai berikut:

Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, adalah Kesepakatan Kerja yang berakhir waktunya telah ditetapkan ketika Kesepakatan Kerja itu diadakan, sedangkan untuk Kesepakatan Kerja untuk waktu tidak tertentu, adalah Kesepakatan Kerja yang berakhir waktunya tidak ditentukan/ditetapkan ketika Perjanjian kerja dibuat.1

Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan, bahwa Kesepakatan Kerja

Waktu Tertentu (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) haruslah merupakan hubungan

kerja yang timbal balik dari kesepakatan kerja itu yang sifatnya sementara,

musiman bukan merupakan kegiatan pokok perusahaan, dalam arti kata bersifat

hanya untuk menunjang.

1 Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/MEN/1986 tentang: Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.

3

Page 4: Hukum Perselisihan Perburuhan

Namun pelaksanaan Kesepakatan Kerja yang ada di perusahaan

pekerjaannya bersifat permanen, sehingga bertentangan dengan peraturan yang

telah ditentukan, maka oleh Serikat Buruh/Pekerja, sistem kerja yang demikian itu

tidak dikehendaki.

Data yang diperoleh dari sebuah perusahaan patungan selama tahun 1985

sampai dengan tahun 1986 terjadi kasus perselisihan sebanyak 6 (enam) kali, yang

dapat diselesaikan secara Bipartite sebanyak 3 (tiga) kasus dan yang diselesaikan

secara Tripartite sebanyak 3 (tiga) kasus dan setiap kasus memakan waktu satu

bulan.

Adapun kasus-kasus tersebut dapat dirinci sebagai berikut:

a) Tidak cakap dan tidak sanggup melaksanakan tugas yang diberikan

oleh atasannya sebanyak 1 (satu) kasus.

b) Pengunduran diri dengan alasan telah habis masa kerjanya kontak

sebanyak 3 (tiga) kasus.

c) Tidak menghormati, bertindak kasar/congkak menunjukkan sikap tidak

baik (menjengkelkan) terhadap atasan sebanyak 2 (dua) kasus.

Untuk menghindarkan terjadinya perselisihan yang mengakibatkan

putusnya hubungan kerja ini pengusaha/majikan dan Serikat Pekerja/Buruh telah

ditempuh jalan pendekatan ke masing-masing pihak secara kekeluargaan sehingga

segala persoalan dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat.

Perselisihan Perburuhan/Industrial ini sering terjadi dikarenakan di dalam

pelaksanaan syarat-syarat kerja yang telah dituangkan dalam Kesepakatan Kerja

Bersama (KKB)/Perjanjian Perburuhan (CLA) belum sepenuhnya dihayati dan

dilaksanakan, karena masing-masing pihak masih selalu mencari kelemahan-

kelemahan untuk kepentingan individunya sehingga belum sesuai dengan sistem

Hubungan Perburuhan/Industrial yang didasari dengan semangat dan jiwa

Pancasila diantaranya:

1. Timbulnya itikad yang kurang baik dari pekerja/buruh maupun pengusaha/majikan itu sendiri yang menyimpang dari Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) yang telah disepakati bersama.

2. Belum dihayati sikap mental dan sikap sosial pelaku proses produksi, barang dan jasa oleh pengusaha/majikan dan pekerja/ buruh.

4

Page 5: Hukum Perselisihan Perburuhan

3. Kurang keterbukaan dari pihak pekerja/buruh maupun pengusaha/majikan, saling curiga mencurigai, cara-cara memaksa kehendak baik melalui intimidasi bersifat fisik maupun fisiologis dan cara-cara yang tidak sesuai dengan kehidupan Hubungan Perburuhan/Industrial Pancasila dewasa ini. 2

Salah satu pedoman sebagai ukuran untuk menentukan kebijaksanaan atau

langkah-langkah yang tepat bagi pengusaha/majikan dan Serikat Pekerja/Buruh di

dalam mencegah timbulnya perselisihan perburuhan yakni dengan menerapkan

pola umum Pelita Keempat, yang berkenaan dengan arah dan kebijaksanaan

pembangunan di segala bidang khususnya di bidang ketenagakerjaan dalam Garis-

Garis Besar Haluan Negara diatur sebagai berikut:

Pembinaan hubungan perburuhan perlu diarahkan kepada terciptanya kerja sama yang serasi antara buruh/pekerja dan pengusaha yang dijiwai oleh Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dimana masing-masing pihak saling menghormati, saling membutuhkan, saling mengerti peranan serta hak dan melaksanakan kewajiban masing-masing dalam keseluruhan proses produksi, serta dalam usaha meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Dalam rangka meningkatkan kelancaran, efisiensi dan kelangsungan hidup perusahaan, pengusaha perlu menjamin pemberian imbalan yang layak secara kemanusiaan dan sesuai dengan sumbangan jasa yang dihasilkan oleh buruh/pekerja. Di samping itu pengusaha wajib memperhatikan peningkatan kesejahteraan para buruh/pekerja berdasarkan kemampuan dan sesuai dengan kemajuan yang dicapai perusahaan. Perusahaan juga berkewajiban bersama- sama dengan Serikat Pekerja/Buruh, disamping Tugas Serikat Pekerja/Buruh memperhatikan nasib Pekerja/Buruh, mengusahakan agar Pekerja/Buruh memiliki kesadaran dalam turut bertanggung jawab atas kelancaran, kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan. Pemerintah mengusahakan terciptanya dan tetap terbinanya hubungan yang serasi antara pengusaha dan Pekerja/Buruh, yang akan lebih mendorong tercapainya kelancaran efisiensi serta kelangsungan hidup perusahaan dan sekaligus dapat memenuhi kebutuhan kesejahteraan buruh dalam perusahaan yang bersangkutan sesuai dengan perkembangan dan kemajuan perusahaan.3

2 Hartono Widodo dan Judiatoro, Segi Hukum, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992), hal.125.3 Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, cetakan kesebelas, (Jakarta :

Djambtan,1995), hal. 261.

5

Page 6: Hukum Perselisihan Perburuhan

Dengan uraian ini jelas bahwa kebijaksanaan ketenagakerjaan diarahkan

kepada penyaluran, penyebaran dan pemanfaatan tenaga kerja yang lebih baik

dengan hal pembinaan untuk data menciptakan kerja sama yang serasi, sehingga

masing-masing pihak mengerti peranannya serta hak dalam melaksanakan

kewajiban yang memiliki kesadaran dan turut bertanggung jawab atas kelancaran,

kemajuan dan kelangsungan hidup perusahaan.

B. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Seperti telah diuraikan di atas, bahwa perselisihan perburuhan/ industrial

dapat dibagi menjadi dua, yakni:

a. Perselisihan perburuhan perorangan yaitu pemutusan hubungan kerja oleh pengusaha/majikan, yang diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1964 tentang PHK di perusahaan swasta beserta peraturan pelaksanannya.

b. Perselisihan Perburuhan Kolektif adalah perselisihan antara Serikat Pekerja/Buruh dengan Pengusaha/Majikan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. 4

Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Perburuhan/Industrial menurut

Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 1108/MEN/1986 tentang adalah sebagai

berikut:

1. Tingkat Perusahaan

a) Keluh kesah. Apabila terjadi keluh-kesah tentang segala sesuatu

mengenai hubungan kerja, maka keluhan-keluhan tersebut

disampaikan kepada atasannya, apabila atasannya tidak dapat

menyelesaikan dapat diajukan kepada atasan yang lebih tinggi dan

apabila atasan yang lebih tinggi tidak bisa pula maka baru dimintakan

bantuan Pengurus Serikat Pekerja/Buruh.

b) Perselisihan Hubungan Perburuhan/Industrial. Setiap perselisihan

hubungan perburuhan/industrial yang terjadi di perusahaan harus

dirundingkan secara musyawarah pada Serikat Pekerja/Buruh dengan

4 Padmo Wahjono, Pengantar Hukum Perburuhan, (Jakarta : Grafikatama Jaya Nusa Offset,

1987), hal. 282.

6

Page 7: Hukum Perselisihan Perburuhan

pengusaha/majikan sebagai awal penyelesaian, tetapi apabila

perundingan di tingkat perusahaan tidak memberikan hasil maka satu-

satunya pihak atau kedua-duanya dapat memberitahukan kepada

Kantor Depnaker.

c) Pemutusan Hubungan Kerja. Dalam rencana PHK, harus dirundingkan

oleh Pengusaha/Majikan dengan Serikat Pekerja/Buruh atau dengan

pekerja/buruh itu sendiri jika perusahaan belum ada Serikat

Pekerja/Buruh.

2. Tingkat Pegawai Perantara;

Bila perusahaan telah melaksanakan perundingan tidak membawa

hasil maka dapat menyerahkan perselisihannya ke Kantor Depnaker

setempat. Apabila Kantor Depnaker telah menerima pemberitahuan dari

perusahaan, maka dalam waktu 7 (tujuh) hari sudah melakukan

pemerantaraan dan proses pemerantaraan tersebut harus selesai dalam

waktu 30 (tiga puluh) hari.

Apabila pegawai perantara tidak membawa hasil, maka berkas

perkara segera disampaikan kepada Kantor Wilayah yang membawahi

Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat dan hasil pemerantaraan oleh

Kanwil disampaikan kepada P-4 Daerah dalam hal pemutusan hubungan

kerja perseorangan dan disampaikan ke P-4 Pusat dalam hal pemutusan

hubungan kerja massal (10 orang lebih).

Dalam penyampaian laporan harus dibuat berita acara yang memuat:

a) Anjuran disampaikan secara tertulis kepada pihak-pihak yang

berselisih.

b) Laporan berita acara dibuat secara lengkap dalam suatu formulir yang

telah ditentukan, sehingga dapat memberi gambaran dengan jelas dari

materi kasus yang terjadi kepada Kantor Wilayah.

7

Page 8: Hukum Perselisihan Perburuhan

3. Tingkat P-4 Daerah (Panitia Penyelesaian Perselisihan Daerah)

P-4 Daerah menyelesaikan perkara perselisihan

perburuhan/industrial yang diajukan oleh Pengusaha/Majikan/ kuasanya

atau oleh Unit Kerja, P-4 Daerah baru menyelesaikan perkaranya apabila

ada permohonan izin PHK dari pengusaha dan pelaksanaannya sesuai

dengan Permen: 04/MEN/1986, disertai bukti perundingan perantaraan

oleh Depnaker Setempat.

4. Tingkat P-4 Pusat (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

Pusat)

Penyelesaian Perselisihan (P-4 Pusat) pada prinsipnya

menyelesaikan kasus tingkat Banding yang diajukan oleh

pengusaha/kuasanya atau oleh Serikat Pekerja/Buruh dari hasil keputusan

yang diperoleh dari P-4 Daerah, maka pada prinsipnya P-4 Pusat

menyelesaikan perkara berdasarkan prioritas objek dengan memperhatikan

kelengkapan data, kasus-kasus yang mendesak menurut penilaian Ketua

dan/atau anggota P-4 Pusat atau petunjuk Dirjen Bina Hubungan

Ketenagakerjaan dan Pengawasan Norma Kerja serta kasus PHK secara

massal yang telah diselesaikan dengan persetujuan bersama harus

dimintakan pengesahannya ke P-4 Pusat, juga menyelesaikan kasus yang

berkaitan dengan pelaksanaan Undang-undang No. 12 tahun 1964 dan

Permen: 04/MEN/1986, dalam prosedur pemutusan hubungan kerja massal

dengan alasan mangkir tetap dijatuhkan ke-P4 Pusat.

5. Penundaan/Pembatalan Pelaksanaan Pemutusan P-4 Pusat

Sebagai bahan masukan untuk penundaan/pembatalah pelaksanaan

P-4 Pusat, selain mendengar pendapat-pendapat/saran dari Menteri, maka

Menaker dapat pula mendengar pendapat Ketua P-4 Pusat dan apabila

perlu Lembaga Tripartite Nasional.

8

Page 9: Hukum Perselisihan Perburuhan

6. Eksekusi dan Penyitaan

Mengingat proses pengujian eksekusi dirasakan berat bagi

pekerja/buruh, maka Depnaker membantu menanggulangi permasalahan

ini sesuai dengan Pasal 26 jo pasal 30 Undang-undang No. 22 Tahun 1957

dan dalam hal keputusan Pengadilan eksekusi terikat di dalamnya masalah

penyitaan pekerja/buruh (Serikat Pekerja/Buruh) dapat meminta kepada

pegawai Pengawas Depnaker berperan aktif dalam membantu

pelaksanaannya dan dalam pelaksanaan Putusan oleh Pegawai Pengawas

sesuai dengan pasal 26 jo pasal 30 Undang-undang No. 22 tahun 1957

tersebut pegawai pengawas wajib melaksanakan tugasnya dengan

mekanismenya dan tanpa mengganggu adanya pengaduan dari pihak-pihak

9

Page 10: Hukum Perselisihan Perburuhan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perselisihan perburuhan yang timbul marak akhir-akhir ini di Indonesia

disebakan kurangnya keterbukaan para pengusaha untuk memberitahu kepada

para karyawannya/buruh mengenai lingkungan perusahaan-perusahaan dan juga

mengenai jam kerja lembur yang diterapkan oleh perusahaan kadang-kadang tidak

dibayar, mengenai keselamatan dan kesehatan pada pekerja /buruh juga kurang

ditangani dengan serius oleh para pengusaha dan Pemerintah dan juga mengenai

UMR (upah minimum regional) yang oleh para pengusaha masih dibayar dibawah

UMR tidak sesuai dengan UMR.

B. Saran

Hendaknya masalah perselisihan perburuhan di Indonesia sekarang ini

sudah mulai ditangani dengan serius oleh pemerintah dan sebaliknya perselisihan

perburuhan ditangani dengan serius oleh pengusaha sehingga untuk kedepannya

tidak akan ada masalah-masalah yang akan timbul.

Sebaiknya pemerintah bersikap adil dalam menanggapi keluh kesah

karyawan dalam hal pemutusan PHK, karena sering terjadi PHK sepihak yang

banyak merugikan pekerja.

10

Page 11: Hukum Perselisihan Perburuhan

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Rahmad Budiono, Abdul, Hukum Perburuhan Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999.

Soepomo, Imam, Pengantar Hukum Perburuhan, cetakan kesebelas, Jakarta: Djambtan, 1995.

Widodo, Hartono, dan Judiatoro, Segi Hukum, Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Jakarta: Rajawali Pers, 1992.

Wahjono, Padmo, Pengantar Hukum Perburuhan, Jakarta: Grafikatama Jaya Nusa Offset, 1987.

B. Peraturan Perundang-undangan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/MEN/1986 tentang: Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu.

11

Page 12: Hukum Perselisihan Perburuhan

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang

telah melimpahkan petunjuk dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

tugas tulis ini dengan sebaik-baiknya.

Penulisan makalah ini tidak lain bertujuan untuk menyelesaikan Tugas

Bahasa Indonesia yang diberikan oleh Dosen kepada penulis sebagai Syarat untuk

mengikuti Ujian Akhir Semester pada Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara.

Dengan tersusunnya tugas ini, saya mengucapkan banyak terima kasih

kepada semua pihak yang telah membantu kami, baik berupa saran dan pikiran

maupun berupa materi dan saran lainnya.

Menyadari bahwa tugas ini masih belum sempurna, oleh karena itu saya

akan menerima dengan senang dan rendah hati atas saran dan kritik yang

membangun demi sempurnanya tugas-tugas saya selanjutnya.

Jakarta, 23 November 2009

Wang Suwandi

12i

Page 13: Hukum Perselisihan Perburuhan

DAFTAR ISI

Halaman

PRAKATA................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I : PENDAHULUAN....................................................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN......................................................................... 3

A. Sebab-sebab Terjadinya Perselisihan.................................... 3

B. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Perburuhan.................. 6

BAB III : PENUTUP................................................................................... 10

A. Kesimpulan ........................................................................... 10

B. Saran...................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 11

LAMPIRAN

13ii

Page 14: Hukum Perselisihan Perburuhan

MASALAH PERSELISIHAN PERBURUHAN DAN TAHAP

PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN

Mata Kuliah Bahasa IndonesiaDosen : Dra. Siti Murni

Disusun Oleh:

NAMA : Wang Suwandi

NIM : 205090219

KELAS : U

FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA2009

14

Page 15: Hukum Perselisihan Perburuhan

LAMPIRAN

Tugas 1

Tema : Perselisihan Perburuhan

Tujuan tema : Untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya perselisihan

perburuhan dan proses penyelesaiannya

Tesis : Masalah perselisihan perburuhan dan tahap penyelesaian

perselisihan perburuhan

Tema : Perlindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pencabulan.

Tujuan tema : Untuk mengetahui peranan Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2002 dalam memberikan perlindungan hukum

korban terhadap anak korban pencabulan.

Tesis : Perlindungan hukum bagi anak korban pencabulan dalam

mewujudkan kesejahteraan anak.

Tema : Perkawinan Dibawah Tangan Menurut Hukum Islam dan

Undang-Undang Perkawinan No.1 Tahun 1974

Tujuan tema : Untuk mengetahui akibat hukum yang timbul dari

pelaksanaan perkawinan dibawah tangan terhadap istri dan

anak

Tesis : Perkawinan dibawah tangan yang sah menimbulkan akibat

hukum bagi suami maupun isteri dan dengan adanya anak

dalam suatu perkawinan maka timbullah kewajiban masing-

masing pihak yaitu hak dan kewajiban anak terhadap orang

tua serta hak kewajiban orang tua terhadap anak yang

sifatnya timbal balik

15

Page 16: Hukum Perselisihan Perburuhan

KERANGKA KARANGAN

BAB I : PENDAHULUAN

BAB II : PEMBAHASAN

A. Sebab-sebab Terjadinya Perselisihan

B. Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Perburuhan

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

16

Page 17: Hukum Perselisihan Perburuhan

LAMPIRAN

17