Hukum Perkawinan

5
 Lembar Jawaban UTS Mata Kuliah : HUKUM PERKAWINAN dan KHI Dosen : SURJANTI, SH., MH. NAMA : SOFAM PUSTA ENDROYONO NPM/SMTR : 10.1 2000.000006 / 4 (empat) FAKULTAS HUKUM 1. A. Perkawinan y ang dilangsungkan di hadapan pegawai Penc atat Nikah memiliki beberapa tujuan, diantaranya: 1) Pegawai pencatat Nikah dapat mengawasi langsung terjadinya perkawinan tersebut. Mengawasi di sini dalam artian menjaga jangan sampai perkawinan tersebut melanggar, ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, jika diketahui ada pemalsuan identitas, memakai wali yang tidak berhak, masih terikat perkawinan dengan lelaki/wanita lain, beda agama, atau adanya halangan perkawinan, maka pegawai Pencatat Nikah harus menolak menikahkan mereka. 2) Dapat membatalkan perkaw inan (melalui proses penga dilan), apabila dikemudian hari diketahui -setelah berlangsungnya perkawinan- bahwa perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perkawinan (misalnya, istri masih terikat perkawinan dengan suami yang sebelumnya atau masih dalam masa iddah). Dengan adanya pencatatan, maka pernikahan secara hukum agama maupun negara menjadi sah. 3) Hal ini penting bagi pemenuhan hak-ha k istri dan anak (terutama pemgaian harta waris, pengakuan status anak, dasar hukum kuat bagi istri jika ingin menggugat suami atau sebaliknya). Pencatatan berfungsi sebagai perlindungan bagi istri/suami. Pencatatan pernikahan menurut hukum Islam Dari sisi dalil naqli tidak ada nash secara eksplisit menyatakan keharusan pencatat An pernikahan. Namun sebagai ijtihad, dengan mempertimbangkan aspek maslahat dan mudharat, pencatatan pernikahan menjadi penting dengan argumen sebagai berikut: 1) Kemaslahatan tujuan pencatatan pernikahan. 2) Banyak kemudharatan yang mungkin timbul. 3) Kaidah fiqh, ‘Sesuatu yang mendatangkan mudharat harus dihilangkan.’  4) Nash Al Quran ya ng memerintahk an agar setiap tra nsaksi dica tat dengan baik (tentang jual beli siih.., tapi sangat relevan) B. Dasar Hukum yaitu pada UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2: 1) Perkawinan adalah sah, apa bila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaan nya itu, 2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Transcript of Hukum Perkawinan

Page 1: Hukum Perkawinan

5/16/2018 Hukum Perkawinan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/hukum-perkawinan-55ab53de0b815 1/5

 

Lembar Jawaban UTS

Mata Kuliah : HUKUM PERKAWINAN dan KHI

Dosen : SURJANTI, SH., MH.

NAMA : SOFAM PUSTA ENDROYONO

NPM/SMTR : 10.12000.000006 / 4 (empat)FAKULTAS HUKUM

1. A. Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai Pencatat Nikah

memiliki beberapa tujuan, diantaranya:

1) Pegawai pencatat Nikah dapat mengawasi langsung terjadinya

perkawinan tersebut. Mengawasi di sini dalam artian menjaga jangan

sampai perkawinan tersebut melanggar, ketentuan hukum Islam dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, jika diketahui

ada pemalsuan identitas, memakai wali yang tidak berhak, masih terikat

perkawinan dengan lelaki/wanita lain, beda agama, atau adanya halangan

perkawinan, maka pegawai Pencatat Nikah harus menolak menikahkan

mereka.

2) Dapat membatalkan perkawinan (melalui proses pengadilan), apabila

dikemudian hari diketahui -setelah berlangsungnya perkawinan- bahwa

perkawinan tersebut tidak memenuhi syarat sahnya perkawinan

(misalnya, istri masih terikat perkawinan dengan suami yang sebelumnya

atau masih dalam masa iddah). Dengan adanya pencatatan, maka

pernikahan secara hukum agama maupun negara menjadi sah.

3) Hal ini penting bagi pemenuhan hak-hak istri dan anak (terutamapemgaian harta waris, pengakuan status anak, dasar hukum kuat bagi

istri jika ingin menggugat suami atau sebaliknya). Pencatatan berfungsi

sebagai perlindungan bagi istri/suami.

Pencatatan pernikahan menurut hukum Islam Dari sisi dalil naqli tidak ada

nash secara eksplisit menyatakan keharusan pencatat An pernikahan. Namun

sebagai ijtihad, dengan mempertimbangkan aspek maslahat dan mudharat,

pencatatan pernikahan menjadi penting dengan argumen sebagai berikut:

1) Kemaslahatan tujuan pencatatan pernikahan.

2) Banyak kemudharatan yang mungkin timbul.3) Kaidah fiqh, ‘Sesuatu yang mendatangkan mudharat harus dihilangkan.’ 

4) Nash Al Quran yang memerintahkan agar setiap transaksi dicatat dengan

baik (tentang jual beli siih.., tapi sangat relevan)

B. Dasar Hukum yaitu pada UU No.1 tahun 1974 tentang perkawinan,

pasal 2:

1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-

masing agamanya dan kepercayaannya itu,

2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

Page 2: Hukum Perkawinan

5/16/2018 Hukum Perkawinan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/hukum-perkawinan-55ab53de0b815 2/5

 

2. Asas atau kaedah yang terdapat dalam UU No 1 Th 1974 dan KHI

a. asas sukarela

b. asas partisipasi keluarga.

c. asas perceraian dipersulit.

d. asas monogamy (poligami dipersulit dan diperketat).

e. asas kedewasaan calon mempelai.f. asas memperbaiki dan meningkatkan derajat kaum wanita.

g. asas legalitas.

i. asas selektifitas

3. a. Pencegahan Perkawinan

Berdasarkan Pasal 13 UU Perkawinan No. I Tahun 1974 suatu perkawinan

dapat dicegah berlangsungnya apabila ada pihak yang tidak memenuhi

syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan.

Syarat-syarat perkawinan yang dapat dijadikan alas an untuk adanya

pencegahan perkawinan disebutkan dalam Pasal 20 UU Perkawinan No. I

Tahun 1974, yaitu:

1) Pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (1) yaitu mengenai batasan umur

untuk dapat melangsungkan perkawinan. Apabila calon mempelai tidak

(belum) memenuhi umur yang ditetapkan dalam Pasal 7 ayat (1) tersebut,

maka perkawinan itu dapat dicegah untuk dilaksanakan. Jadi perkawinan

ditangguhkan pelaksanaannya sampai umur calon mempelai memenuhi

umur yang ditetapkan undang-undang.

2) Melanggar pasal 8, yaitu mengenai larangan perkawinan. Misalnya saja

antara kedua calon mempelai tersebut satu sama lain mempunyaihubungan darah dalam satu garis keturunan baik ke bawah, ke samping,

ke atas berhubungan darah semenda, satu susuan ataupun oleh agama

yang dianutnya dilarang untuk melangsungkan perkawinan.

Dalam hal ini perkawinan dapat ditangguhkan pelaksanaannya bahkan

dapat dicegahkan pelaksanaannya untuk selama-lamanya misalnya

perkawinan yang akan dilakukan oleh kakak-adik, bapak dengan anak

kandung dan lain-lain.

3) Pelanggaran terhadap pasal 9 yaitu mengenai seseorang yang masih

terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecualiapabila memenuhi pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 tentang syarat-syarat

untuk seorang suami yang diperbolehkan berpoligami.

4) Pelanggaran terhadap pasal 10 yaitu larangan bagi suami atau istri yang

telah kawin cerai dua kali tidak boleh melangsungkan perkawinan untuk

ketiga kalinya sepanjang menurut agamanya (hokum) mengatur lain.

5) Pelanggaran terhadap pasal 12 yaitu melanggar syarat formal untuk

melaksanakan perkawinan yaitu tidak melalui prosedur yang telah

ditetapkan yaitu dimulai dengan pemberitahuan, penelitian dan

pengumuman (lihat Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).

Page 3: Hukum Perkawinan

5/16/2018 Hukum Perkawinan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/hukum-perkawinan-55ab53de0b815 3/5

 

Sedangkan yang boleh melakukan pencegahan berlangsungnya suatu

perkawinan adalah:

1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke bawah

2. Saudara

3. Wali nikah

4. Wali5. Pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang

berkepentingan.

Berdasarkan pasal 20 UU Perkawinan No. I Tahun 1974 pegawai pencatat

perkawinan tidak boleh melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan

apabila dia mengetahui adanya pelanggaran terhadap Pasal 7 ayat (1), Pasal 8,

Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 12 Undang-Undang ini.

Bahkan pegawai pencatat perkawinan berhak dan berkewajiban untuk menolak

melangsungkan suatu perkawinan apabila benar-benar adanya pelanggaran

terhadap Undang-Undang ini (Pasal 21 ayat (1)).

Jadi pencegahan perkawinan itu dilakukan sebelum perkawinan dilangsungkan.

Akibat hokum dari pencegahan perkawinan ini adalah adanya penangguhan

pelaksanaan perkawinan bahkan menolak untuk selama-lamanya suatu perkawinan

dilangsungkan.

b. Pembatalan Perkawinan 

seperti halnya pencegahan, pembatalan perkawinan juga terjadi apabila para pihak

tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan (Pasal 22 UU

Perkawinan No. I Tahun 1974) .

Syarat-syarat yang tidak dipenuhi dimuat dalam Pasal 26 ayat (1) UU PerkawinanNo. I Tahun 1974 yaitu:

1. Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang

tidak berwenang.

2. Dilakukan oleh wali nikah yang tidak sah.

3. Tidak dihadiri oleh dua orang saksi.

Ketentuan Pasal 26 ayat (1) tersebut di atas dapat digugurkan pembatalannya

apabila suami/istri yang mengajukan pembatalan tersebut sudah hidup bersama

sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akta perkawinan yang cacat hokum

tersebut supaya perkawinan itu dapat diperbaharui menjadi sah.Berdasarkan Pasl 23, pembatalan perkawinan dapat diajukan oleh:

1. Para keluarga dalam garis keturunan harus ke atas dari suami/istri.

2. Suami atau istri.

3. Pejabat yang berwenang hanya selama perkawinan belum diputuskan.

4. Pejabat berdasarkan Pasal 16 ayat (2)

5. Setiap orang yang mempunyai kepentingan hokum secara langsung terhadap

perkawinan tersebut asal perkawinan itu telah putus.

Seorang suami/istri dapat juga mengajukan permohonan pembatalan perkawinan

apabila:

1. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar hokum.

2. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri

suami atau istri

Page 4: Hukum Perkawinan

5/16/2018 Hukum Perkawinan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/hukum-perkawinan-55ab53de0b815 4/5

 

Pembatalan suatu perkawinan dimulai setelah adanya keputusan pengadilan yang

mempunyai kekuatan hokum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya

perkawinan.

Pembatalan perkawinan terjadi setelah perkawinan dilangsungkan sedang akibat

hokum dari adanya pembatalan perkawinan adalah:

1. Perkawinan itu dapat dibatalkan2. Perkawinan dapat batal demi hokum artinya sejak semula dianggap tidak ada

perkawinan, misalnya suatu perkawinan yang dilangsungkan di mana antara

suami istri itu mempunyai hubungan darah menurut garis keturunan ke atas

atau ke bawah ataupun satu susuan.

Akibat hokum pembatalan perkawinan terhadap anak, suami atau istri dan pihak

ketiga berlaku surut:

1. Anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tetap merupakan anak

yang sah.

2. Suami atau istri yang bertindak dengan itikad baik, kecuali terhadap harta

bersama bila pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan

lain yang lebih dahulu.

3. Orang-orang ketiga lainnya tidak termasuk dalam point 1 +2 sepanjang

mereka memperoleh hak-hak dengan itikad baik sebelum keputusan tentang

pembtalan mempunyai kekuatan hokum tetap.

4. Asas-asas perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

1) Asas Kesepakatan (Bab II Pasal 6 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974), yaitu

harus ada kata sepakat antara calon suami dan isteri.

2) Asas monogami (Pasal 3 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974).3) Pada asasnya, seorang pria hanya boleh memiliki satu isteri dan seorang

wanita hanya boleh memiliki satu suami.

4) Tapi ada perkecualian (Pasal 3 ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974), dengan

syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 4-5.

5) Perkawinan bukan semata ikatan lahiriah melainkan juga batiniah.

6) Supaya sah perkawinan harus memenuhi syarat yang ditentukan undang-

undang (Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974).

7) Perkawinan mempunyai akibat terhadap pribadi suami dan isteri.

8) Perkawinan mempunyai akibat terhadap anak/keturunan dari perkawinantersebut.

9) Perkawinan mempunyai akibat terhadap harta suami dan isteri tersebut.

5. UU No 1 Th 1974 Bab VI mengenai HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI

Pasal 30

Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga

yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

Pasal 31

(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami

dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam

masyarakat.

(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

Page 5: Hukum Perkawinan

5/16/2018 Hukum Perkawinan - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/hukum-perkawinan-55ab53de0b815 5/5

 

(3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga.

Pasal 32

(1) Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap.

(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini ditentukan

oleh suami isteri bersama.

Pasal 33Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi

bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

Pasal 34

(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan

hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

(2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.

(3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat

mengajukan gugutan kepada Pengadilan.

6. Itsbat Nikah adalah permohonan pengesahan nikah yang diajukan ke

pengadilan untuk dinyatakan sah-nya pernikahan dan memiliki

kekuatan hukum.

Ada 5 langkah pengajuan isbat nikah yaitu

1) Datang dan Mendaftar ke Kantor Pengadilan Setempat.

2) Membayar Panjar Biaya Perkara

3) Menunggu Panggilan Sidang dari Pengadilan

4) Menghadiri Persidangan

5) Putusan/Penetapan Pengadilan

Alasan orang Mengajukan Itsbat Nikah1. Untuk penyelesaian perceraian.

2. Hilangnya Buku Nikah.

3. Jika anda ragu tentang sah atau tidaknya salah satu syarat Pernikahan.

4. Jika Pernikahan anda tidak tercatat dan terjadi sebelum tahun 1974.

5. Pernikahan yang tidak tercatat dan terjadi setelah tahun 1974 dan tidak

melanggar ketentuan Undang-undang.