Hukum Ketenaga Kerjaan

24
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kalau kita berbicara mengenai berbagai masalah ketenagakerjaan, maka penelaahnya akan dapat ditinjau dari berbagai factor dan makna. Karena kenyataan telah membuktikan bahwa factor ketenagakerjaan sebagai Sumber Daya Manusia, di masa pembangunan Nasional sekarang merupakan factor yang teramat penting bagi terselenggaranya pembangunan Nasional sekarang merupakan factor tenaga kerja merupakan sarana sangat dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena itu ia merupakan factor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa. 1 Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaga Negara Nomor 19 Tahun 2003), maka perjanjian Kerja yang diatur dalam bab 7 A Buku III KUH perdata serta yang datur dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, sudah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, lahirlah sudah perjanjian kerja Nasional meskipun belum sempurna yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang 1 Djumadi. Hukum Perburuan Perjanjian Kerja. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2006. Hlm 1 1

description

hukum bisnis

Transcript of Hukum Ketenaga Kerjaan

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKalau kita berbicara mengenai berbagai masalah ketenagakerjaan, maka penelaahnya akan dapat ditinjau dari berbagai factor dan makna. Karena kenyataan telah membuktikan bahwa factor ketenagakerjaan sebagai Sumber Daya Manusia, di masa pembangunan Nasional sekarang merupakan factor yang teramat penting bagi terselenggaranya pembangunan Nasional sekarang merupakan factor tenaga kerja merupakan sarana sangat dominan di dalam kehidupan suatu bangsa, karena itu ia merupakan factor penentu bagi mati dan hidupnya suatu bangsa.[footnoteRef:1] [1: Djumadi. Hukum Perburuan Perjanjian Kerja. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2006. Hlm 1]

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaga Negara Nomor 19 Tahun 2003), maka perjanjian Kerja yang diatur dalam bab 7 A Buku III KUH perdata serta yang datur dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu Tertentu, sudah tidak berlaku lagi.Dengan demikian, lahirlah sudah perjanjian kerja Nasional meskipun belum sempurna yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (disingkat Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003).Adapun isi dari Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003 adalah sebagai berikut[footnoteRef:2]: [2: F.X Djumialdji. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta. 2005. Hlm. 1-2]

a. Terdiri atas 18 bab, danb. Terdiri atas 193 pasalBab IKetentuan UmumBab IILandasan, Asas, dan Tujuan Bab IIIKesempatan dan perlakuan yang samaBab IVPerencanaan Tenaga Kerja dan Informasi Tenaga KerjaBab VPelatihan KerjaBab VIPenempatan Tenaga KerjaBab VIIPerluasan Kesempatan KerjaBab VIIIpenggunaan Tenaga Kerja AsingBab IXHubungan KerjaBab X Perlindungan, Pengupahan, dan KesejahteraanBab XIHubungan IndustrialBab XIIPemutusan Hubungan KerjaBab XIIIPembinaanBab XIVPengawasanBab XVPenyidikanBab XVIKetentuan Pidana dan Sanksi AdministratifBab XVIIKetentuan PeralihanBab XVIIIPenutupanDengan Demikan, perjanjian Kerja terletak dalam Bab IX Undang-Undang Ketenagakerjaan 2003 tentang Hubungan Kerja, sedangkan pengupahan diatur dalam dalam Bab X Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dan selebihnhya akan dibahas lebih mendalam dalam makalah kami berikut ini.

1.2 Rumusan MasalahDari latar belakang di atas dibentuk rumusan masalah sebagai berikut.1.2.1 Bagaimana hukum tenaga kerja di Indonesia ?1.2.2 Bagaimana hukum perjanjian kerja?

1.3 Tujuan Pembahasan1.3.1 Menjelaskan bagaimana hukum tenaga kerja di Indonesia1.3.2 Menjelaskan bagaimana hukum perjanjian kerja

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Hukum Ketenagakerjaan2.1.1 Sejarah Hukum Ketenagakerjaan di IndonesiaAsal mula adanya Hukum Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase, ketika itu bangsa Indonesia mulai sudah mengenal adanya sistem gotong royong, antara anggota masyarakat. Gotong royong merupakan suatu sistem pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi . Sifat gotong royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua orang. Gotong royong ini nantinya menjadi sumber terbentuknya hukum ketenagakerjaan adat, dimana walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hukum ketenagakerjaan adat ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia dan merupakan penjelmaan dari jiwa bangsa Indonesia dari waktu ke waktu. Setelah memasuki abad Masehi, ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia hubungan kerja berdasarkan perbudakan, seperti saat jaman kerajaan Hindu terdapat suatu sistem pengkastaan antara lain : brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria, dimana kasta sudra merupakan kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budak dari kasta brahmana, ksatria, dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan hak-haknya dikuasai oleh para majikan. Sama halnya dengan Islam walaupun tidak secara tegas adanya sistem pengangkatan namun sebenarnya sama saja. Pada masa ini kaum bangsawan memiliki hak penuh atas para tukangnya. Nilai-nilai keIslaman tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena terhalang oleh dinding budaya bangsa yang sudah berlaku 6 abad sebelumnya.Pada saat masa penjajahan Belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat, perlakuan terhadap budak sangat keji dan tidak berprikemanusiaan. Satu-satunya penyelesaiannya adalah mendudukan para budak pada kedudukan manusia merdeka baik sosiologis, yuridis dan ekonomis. Selain kasus Belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga istilah rodi yang pada dasarnya sama saja. Rodi adalah kerja paksa yang semula merupakan bentuk gotong royong oleh semua penduduk pedesaan suku tertentu. Namun hal tersebut dimanfaatkan oleh penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan pemerintah Belanda. [footnoteRef:3] [3: Agus Midah. Dinamika Hukum Ketenag Kerjaan Indonesia. USU PRESS. Medan. 2010. hlm 15-19 ]

Sejak Negara ini dididirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga Negara sebagaimana diamanatkan dalam pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan: Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam amandemen UUD 1945 tentang ketenagakerjaan juga disebutkan dalam pasal 28d ayat (2) UUD 1945. Hal tersebut berimplikasi pada kewajiban Negara untuk memfasillitasi warga Negara agar dapat memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan. Oleh karena itu, perlu perencanaan matang di bidang ketenagakerjaan untuk mewujudkan kewajiban Negara tersebut.

2.1.2 Kompleksitas Masalah Ketenagakerjaan Undang-Undang yang mengatur Hukum tenaga kerja dibuat atas dasar bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, makmur, yang merata, baik materil maupun spiritual berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan pembangunan.Dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah massa kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.[footnoteRef:4] [4: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hlm. 1-2]

Pada saat ini, Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan telah memberikan landasan yang kuat atas kedudukan dan peranan perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan sebagaimana diatur dalam pasal 7 dan pasal 8 yang merupakan bab tersendiri, yaitu bab VI tentang penempatan tenaga kerja, yang menggariskan bahwa penempatan tenaga kerja merupakan pedoman dalam penyususnan strategi, kebijakan, dan pelaksanaan program pembangunan ketenagakerjaan yang berkesinambungan.[footnoteRef:5] [5: Adrian Sutedi. Hukum Perburuan. Sinar Grafika. Jakarta. 2009. Hlm 2-3]

Masalah tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri juga masih mewarnai kondisi ketenagakerjaan Indonesia, khususnya terkait dengan penyelenggaraan, penempatan, dan perlindungan TKI di luar negeri. Berbagai kebijakan permasalahan pengiriman TKI masih perlu terus diperbaiki dan disempurnakan agar TKI dapat bekerja dengan baik, terlidungi hak asasinya dan bisa menikmati hasil jerih payahnya secara penuh. Disamping itu, keselamatan TKI yang bekerja di luar negeri belum mendapat perlindungan secara optimal. Sejarah ini masalah yang di hadapi adalah minimnya perlindungan hukum, sejak rekrutmen, ketika bekerja di luar negeri, dan setibanya kembali ke tanah air.Masalah ketenagakerjaan mengandung dimensi ekonomis, social kesejahteraan, social-politik. Dari segi dimensi ekonomis, pembangunan ketenagakerjaan mencakup penyediaan tenaga-tenaga ahli dan terampil sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Untuk itu harus dibangun system pelatihan kerja, system informasi pasar kerja dan system antarkerja, baik secara local dan antar daerah maupun ke luar negeriDari masalah tenaga kerja yang demikian luas, bangsa Indonesia sekarang ini sedang menghadapi beberapa masalah ketenagakerjaan mendesak yang memerlukan perhatian khusus cabinet yang akan datang, yaitu;[footnoteRef:6] [6: Ibid. hlm 5-7]

a) Masalah pengangguran dan setengah pengagguranb) Masalah pengiriman tenaga kerja ke luar negeri c) Masalah pelatihan kerjad) Masalah pembinaan hubungan industriale) Masalah perundang-undangan ketenagakerjaan, danf) Masalah kesiapan aparatur

2.1.3 Hubungan IndustrialHubungan industrial pancasila adalah suatu system hubungan yang terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang didasarkan atas nilai-nilai yang merupakan manifestasi dari keseluruhan sila-sila dari pancasila dan UUD1945, yang tumbuh dan berkembang di atas kepribadian bangsa dan kebudayaan nasional Indonesia.Hubungan industrial pada dasarnya adalah proses terbinanya komunikasi konsultasi musyawarah serta perundangan dan ditopang oleh kemampuan dan komitmen yang tinggi dari semua elemen yang ada di dalam perusahaan. Undang-undang ketenagakerjaan telah mengatur prinsip-prinsip dasar yang perlu kita kembangkan dalam bidang hubungan industrial. Arahnya adalah untuk menciptakan system dan kelembagaan yang ideal, sehingga tercipta kondisi kerja yang produktif, harmonis, dinamis, dan berkeadilan.Tujuan hubungan industrial pancasila (HIP) adalah ikut mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila dan UUD1945 serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Untuk tercapainya tujuan tersebut dilakukan melalui penciptaan ketenangan, ketentraman, ketertiban, kegairahan kerja serta ketenangan usaha. Pelaksanaan HIP berlandaskan kepada dua asas kerja sama yaitu asas kekeluargaan, gotong royong, dan asas musyawarah untuk mufakat.[footnoteRef:7] [7: Ibid hlm 26-27]

Dalam pelaksanaan kedua asas tersebut dikembangkan pemahaman bahwa pekerja/buruh dan pengusaha adalah teman seperjuangan dalam proses produksi, yang berarti baik pekerja/buruh maupun pengusaha wajib bekerja sama seperti membantu dalam kelancaran usaha dalam meningkatkan kesejahteraan dan menaikkan produsksi. Konsep inilah yang membedakan hubungan industrial kita dengan industrial lainnya. HIP memiliki cirri-ciri khusus. Berikut: a) Mengakui dan meyakini bahwa bekerja bukan hanya bertujuan untuk sekedar mencari nafkah saja, tetapi sebagai pengabdian manusia kepada tuhan, kepada sesame manusia, kepada masyarakat, bangsa dan Negara b) Menganggap pekerja/buruh dan pengusaha bukan hanya sekedar factor produksi belaka, tetapi sebagai manusia pribadi dengan segala harkat dan martabatc) Melihat antara pekerja/buruh dan pengusaha bukanlah mempunyai kepentingan yang bertentangan, tetapi mempunyai kepentingan yang sama yaitu kemajuan perusahaand) Memandang setiap perbedaan pendapat anatara pekerja/buruh dan pengusaha harus diselesaikan dengan jalan dilakukan secara kekeluargaan e) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban kedua belah pihak yang dicapai bukan didasarkan atas perimbangan kekuatan (balance f power), tetapi atas dasar rasa keadilan dan kepatuanDisamping itu, hasil-hasil perusahaan yang telah dicapai berdasarkan kerja sama antara pekerja/buruh dan pengusaha, dapat dinikmati secara adil dan merata sesuai dengan pengorbanan masing-masing.Tujuan akhir pengaturan hubungan industrial adalah meningkatkan produktivitas atau kinerja perusahaan , serta tercapainya kesejahteraan bagi pekerja/buruh dan pengusaha secara adil. Untuk dapat mencapai tujuan akhir tersebut perlu adanya ketenangan kerja dan berusaha sebagai tujuan antara.Pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah. Pembangunan ketenagakerjaan bertujuan:1) memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;2) mewujudkan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;3) memberikan perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan4) meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan. Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.

2.2. Hukum Perjanjian Kerja2.2.1 Pengertian Perjanjian KerjaMula-mula perjanjian kerja diatur dalam Bab 7 A Buku III KUH Perdata serta dalam peraturan mentri tenaga kerja Nomor; PER-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu tertentu yang sudah tidak berlaku lagi dengan adanya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang di dalamnya diatur tentang perjanjian kerja. Perjanjian kerja diatur dalam Bab IX Undang-Undang Ketenagakerjaan tahun 2003. Dalam pasal 1 Angka 14 Undang-Undang ketenagakrjaan 2003 disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Kemudian pasal 1 Nomor Kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/ buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan , upah,dan perintah .Berdasarkan ketentuan-ketentua diatas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kerja yang menimnbulkan hubungan kerja mempunyai unsure pekerjaan, upah, dan perintah. Dengan demikian, agar dapat disebut perjanjian kerja harus dipenuhi 3 unsur yaitu sebagai berikut[footnoteRef:8]: [8: F.X Djumialdji. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta. 2005. Hlm. 7-10]

a) Ada orang dibawah pimpinan orang lainAdanya unsur perintah menimbulkan adanya pimpinan orang lain. Dalam perjanijan kerja, unsur perintah ini memegang peranan yang pokok sebab tanpa adanya unsur perintah, hal itu bukan perjanjian kerja. Denngan adanya unsur perintah dalam perjanjian kerja, kedudukan kedua belah pihak tidaklah sama yaitu pihak yang satu kedudukannya diatas pihak yang lain.b) Penunaian kerjaMaksudnya adalah melakukan pekerjaan. Disini, tidak dipakai istilah melakukan pekerjaan sebab istilah tersebut mempunyai arti gandaistilah melakukan pekerjaan berarti persewaan tenaga kerja atau penunaian kerja. Persewaan tenaga kerja yang tersangkut dalam kerja adalah tenaga manusia, sehingga upah sebagai kotraprestasi dipandang dari sudut ekonomis. Dalam penunaian kerja, yang tersangkut dalam kerrja adalah manusia itu sendiri sehingga upah sebagai kontraprestasi dipandang dari sudut sosisal ekonomis.c) Adanya upahUpah menurt pasal 1Angka 30 Undang-undang ketenagakerjaan 2003 adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut seuatu perjanjian kerja, kesepakatan atau perraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Jadi upah adalah imbalan termasuk tunjangan.d) yang memipin buruh/pekerja disebut pengusaha atau pemberi kerjayang dimaksud pengusaha adalah adalah: orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan milik sendiri a tau perusahaan bukan miliknya yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.Menurut Abdul Kdir Muhammd dalam Djumadi antara lain disebutkan bahwa di dalam suatu perjanjian termuat beberapa unsure, yaitu:[footnoteRef:9] [9: Djumadi. Hukum Perburuan Perjanjian Kerja. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta. 2006. Hlm 15-17]

1. Ada pihak-pihak Pihak-pihak yang ada di sini paling sedikit harus ada dua orang.2. Ada persetujuan antara para pihakPara pihak sebelum membuat suatu perjanjian atau dalam membuat suatu perjanjian haruslah diberikan kebebasan untuk mengadakan bargaining atau tawar menawar di antara keduanya, hal ini biasa disebut dengan asas konsensualitas dalam suatu perjanjian3. Ada tujuan yang akan dicapaiSuatu perjanjian haruslah mempunyai satu atau beberapa tujuan yang ingin dicapai, dan dengan perjanjian itulah tujuan tersebut ingin dicapai atau dengan sarana perjanjian tersebut tujuan ingin mereka capai4. Adanya prestasi yang harus dilakasanakanPara pihak dalam suatu perjanjian mempunyai hak dan kewajiban tertentu, yang satu dengan yang lainnya saling berlawanan. Apabila pihak yang satu berkewajiban untukm memenuhi suatu prestasi, maka bagi pihak lain, hal tersebut adalah merupakan hak, dan begitupun sebaliknya.5. Ada bentuk tertentuSuatu perjanjian dapat dibuat secara lisan maupun tertuli, dalam hal suatu perjanjian yang dibuat secara tertulis dan dibuat dalam suatu akta maka akta tersebut bisa dibuat secara authentic maupun underhands. 6. Ada syarat-syarat tertentuDalam suatu perjanjian tentang isinya, harus ada syarat-syarat tertentu, karena dalam suatu perjanjian menurut ketentuan pasal 1338 KUH Perdata ayat satunya menentukan bahwa suatu perjanjian atau persetujuam yang sah adalah mengikat sebagai Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya.

2.2.2 Macam-Macam Perjanjian KerjaPerjanjian kerja terdiri atas:[footnoteRef:10] [10: F.X Djumialdji. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta. 2005. Hlm. 11-12]

1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu. Selanjutnya disebut dengan PKWT.2. Perjanjian kerjan untuk waktu tidak tertentu, yaitu perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja tetap. Selanjutnya disebut dengan PKWTT.1. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dapat dibuat:a. Berdasrakan jangka waktub. Berdasarkan selesainya suatu pekerjaan tertentu2. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu terjadi karena hal-hal sebagai berikut:a. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latinb. Perjanjian kerja waktu tertentu tidak dibuat untuk pekerjaan yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pkerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu,yaitu Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya Pekerjaan yang diperkirakan dapat diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama, paling lama3 tahun Pekerjaan yang bersifat musiman Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakanc. Perjanjian kerja untuk tertentu diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.d. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas waktu tertentu diadakan untuk lebih dari dua tahun dan diperpanjang lebih dari satu kali untuk jangka waktu lebih dari satu tahun.e. Pengusaha yang bermaksud memperpanjang perrjanjian kerja waktu tertentu paling lama tujuh tahun daei sebelum perjanjian kerja untuk waktu tertentu tersebut terakhir tidak memberikan maksudnya secara tertulis kepada pekerja/ buruh yang bersangkutanf. Pembaruan perjanjian kerja waktu diadakan tidak melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama.pembaharuan perjanjian kerja untuk waktu tertentu ini diadakan lebih dari satu kali dan lebih dari dua tahun.2.2.3 Bentuk perjanjian kerja Bentuk dari perjanjian kerja untuk waktu tertentu berbeda dengan perjanjian kerja untuk waktu yang tidak tertentu bagi perjanjian kerja untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin serta harus memuat sekurang kurangnya :[footnoteRef:11] [11: F.X Djumialdji. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Sinar Grafika. Jakarta. 2005. Hlm. 21-22]

a. Nama , alamat perusahaan , dan jenis usahab. Nama , jenis kelamin , umur , dan alamat pekerja / buruh, c. Jabatan atau jenis pekerjaan.d. Tempat pekerjaane. Besarnya upah dan cara pembayarannyaf. Syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruhg. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerjaDalam hal perjanjian kerja dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing, kemudian terdapat perbedaan penafsiran diantara keduanya maka yang berlaku adalah perjanjian kerja yang dibuat dalam bahasa Indonesia Kerja dibuat sekurang kurangnya dalam rangkap tiga yang mempunyai kekuatan hukum yang sama , serta pkerja/buruh dan pengusaha masing masing satu mendapat satu perjanjian kerja. Satu eksemplar perjanjian kerja waktu tertentu dicatatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenaga kerjaan kabupaten /kota setempat selambat lambatnya tujuh hari kerja sejak penandatanganan Bagi perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu bentuknya bebas artinya dapat dibuat secara tertulis maupun secara lisan. Kalau perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dibuat secara tertulis tentu bentuknya sama dengan perjanjian kerja waktu tertentu. Kalau perjanjian kerja waktu yang tidak tertentu dibuat secara lisan ada ketentuan bahwa pengusaha wajib membuat surat pengangkatan yang sekurang kurang nya memuat keterangan :[footnoteRef:12] [12: ibid]

a. Nama dan alamat pekerja/buruhb. Tanggal mulai bekrja c. Jenis pekerjaan d. Besarnya upah Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.[footnoteRef:13] [13: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hlm. 12-13]

a. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.b. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Perjanjian kerja dibuat atas dasar:a. kesepakatan kedua belah pihak;b. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum;c. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dand. pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan b dapat dibatalkan. perjanjian kerja yang dibuat oleh para pihak yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c dan d batal demi hukum.Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha. Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan;d. tempat pekerjaan;e. besarnya upah dan cara pembayarannya;f. syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dani. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

BAB IIIPENUTUP

3.1 KESIMPULANHubungan Industrial adalah keseluruhan hubungan kerja sama antara semua pihak yang tersebut dalam proses produksi di suatu perusahaan. Ada beberapa landasan dalam Hubungan Industrial Pancasila yang harus diperhatikan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dan menurut Undang-undang Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan definisi tentang perjanjian kerja dalam Pasal 1 Ayat (14) yaitu : perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak.Perjanjian kerja juga memiliki jenis dan asas-asas.

3.2 SARANDalam hal penyusunan makalah ini penyusun menyadari masih banyak kekurangan oleh karna itu diharapkan kepada pembaca agar memberikan sumbangsi,keritik maupun saran guna terciptanya kesempurnaan dari makalah ini.penulis mengucapkan banyak terimakasi kepada para narasumber yang telah menuangkan ide-ide kreatif sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik dan tidak lupa pula penyusun mengucapkan terimakasi banyak kepada dosen pembimbing yang telah banyak mengajarkan atau meemberi saran sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik .

DAFTAR PUSTAKA

Djumadi. 2006. Hukum Perjanjian Kerja. Jakarta: PT. RajaGrafindo.Djumialdji,F.X. 2005. Perjanjian Kerja Edisi Revisi. Jakarta: Sinar Grafika.Midah, Agus. 2003. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Medan: USU Press.Sutedi, Adrian. 2009. Hukum Perburuhan. Jakarta: Sinar Grafika.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan16